TINJAUAN PUSTAKA Mekanisme Pengeringan Udara panas dihembuskan pada permukaan bahan yang basah, panas akan berpindah ke permukaan bahan, dan panas laten penguapan akan menyebabkan kandungan air bahan teruapkan. Uap air akan berdifusi melalui lapisan udara sekeliling dan akan terbawa bersama pergerakan udara pengering. Proses ini terjadi karena tekanan uap air di udara lebih rendah dibandingkan dengan tekan uap air pada permukaan bahan. Perbedaan tekanan ini menghasilkan gaya untuk memindahkan kandungan air dari dalam bahan. Karakteristik dari udara pengering yang diperlukan untuk keberhasilan pengeringan yaitu: suhu yang tinggi, kelembaban relatif yang rendah dan kecepatan udara yang tinggi (Hui 1992). Driving
force
merupakan
perbedaan
kelembaban
mutlak
pada
kesetimbangan dengan permukaan bahan yang dikeringkan dan udara pengering. Adanya driving force ini yang yang menyebabkan pengeringan dapat berjalan. Driving force dapat dihitung dengan persamaan berikut ini: D f = Y s – Y a ........................................................................................ (1) D f adalah driving force (kg/kg udara kering), Y s adalah kelembaban mutlak kondisi jenuh pada suhu permukaan bahan (kg/kg udara kering) dan Y a adalah kelembaban mutlak udara pengering (kg/kg udara kering). Laju pengeringan biasanya meningkat di awal pengeringan kemudian konstan dan selanjutnya semakin menurun seiring berjalannya waktu dan berkurangnya kandungan air pada bahan yang dikeringkan. Laju pengeringan merupakan jumlah kandungan air bahan yang diuapkan tiap satuan berat kering bahan dan tiap satuan waktu (Earle 1983; Mujumdar 2006). Psikometri dalam Pengeringan Tekanan Uap dan Kelembaban relatif Tekanan uap air adalah tekanan parsial dari moleku-molekul uap air dalam udara lembab. Apabila udara sepenuhnya dijenuhi oleh uap air, maka tekanan uap tersebut dinamakan tekanan uap jenuh (Sherwin 1996). Kelembaban relatif adalah perbandingan fraksi mol (tekanan uap) uap air dalam udara dengan fraksi mol (tekanan uap) uap air dalam udara jenuh pada suhu
6
yang sama dan tekanan atmosfir. Kelembaban relatif ditunjukan dalam desimal atau bila dikalikan seratus dalam persen. Kelembaban spesifik (mutlak) adalah massa uap air yang terdapat dalam setiap satuan massa udara kering dari campuran udara dan uap air. Kelembaban spesifik udara biasanya tetap selama tidak ada penambahan maupun pengurangan kandungan uap air dalam udara (Brooker et al. 1992). Pemanasan Udara dan Entalpi Terjadinya pemanasan udara ditandai dengan naiknya suhu udara. Pada keadaan ini kelembaban mutlak udara konstan. Akan tetapi bila dilihat pada psychrometric chart, suhu udara bergerak ke kanan yang menyebabkan turunnya kelembaban relatif (Gambar 1).
Gambar 1 Psychrometric chart Entalpi adalah kandungan panas dalam udara yang dinyatakan dalam kJ/kg udara kering. Volume dari 1 kg udara kering bersama uap air yang terkandung di dalamnya dinamakan volume spesifik udara. Satuan yang digunakan adalah m3/kg udara kering (Sherwin 1996; Singh 2009).
7
Penentuan Kadar Air Bahan Kadar air bahan dapat ditentukan secara langsung dengan metode oven dengan cara sebagai berikut: cawan kosong dikeringkan dalam oven selama 15 menit, lalu didinginkan dalam desikator, dan ditimbang. Sampel ditimbang dalam cawan yang telah diketahui bobot kosongnya, lalu dikeringkan dalam oven pengering suhu 105ºC selama 6 jam. Cawan dan isinya didinginkan dalam desikator, lalu ditimbang. Pengeringan dilakukan hingga diperoleh berat konstan. Kadar air dihitung berdasarkan kehilangan berat yaitu selisih berat awal sampel sebelum dikeringkan dengan berat akhir setelah dikeringkan. Kadar air (% bk) =
w2 − w1 100% ........................................................ (2) w2
Kadar air (% bb) =
w2 − w1 100% ........................................................ (3) w1
w 1 adalah berat sampel sebelum dikeringkan (g), w 2 adalah berat sampel setelah dikeringkan (g) (AOAC 1995). Efisiensi Pengeringan dan SMER Efisiensi pengeringan merupakan perbandingan antara energi yang digunakan untuk menguapkan kandungan air bahan dengan energi untuk memanaskan udara pengering. Efisiensi pengeringan biasanya dinyatakan dalam persen. Efisiensi pengeringan merupakan salah satu parameter dari kinerja alat pengering, semakin tinggi nilai efisiensi maka alat pengering tersebut semakin baik. Perhitungan efisiensi pengeringan dapat dilakukan dengan menggunakan persamaan berikut ini :
η=
Qp 100% ........................................................................................ (4) Q
η adalah efisiensi pengeringan (%), Qp adalah energi yang digunakan untuk pengeringan (kJ), Q
adalah energi untuk memanaskan udara pengering (kJ)(Taib
et al. 1987). Nilai laju ekstraksi air spesifik atau specific moisture extraction rate (SMER) merupakan perbandingan jumlah air yang dapat diuapkan dari bahan dengan energi listrik yang digunakan tiap jam yang dinyatakan dengan kg/kWh. Perhitungan nilai SMER menggunakan persamaan berikut ini.
8
SMER =
MER .................................................................................... (5) We
MER adalah kandungan air yang diuapkan (kg) dan W e adalah energi listrik (kWh). Sumber Panas Pengering Mekanis Proses pengeringan bahan hasil pertanian dapat menggunakan beberapa sumber panas. Pengering mekanis memerlukan sumber energi panas yang biasanya berasal dari uap panas, udara panas ataupun pembakaran langsung bahan bakar (Heldman & Lund 2007; Smith 2010). Jumlah panas yang dihasilkan tiap satuan berat bahan bakar disebut sebagai panas pembakaran (Richey 1961). Pengering yang lain menggunakan energi listrik untuk memanaskan elemen pemanas serta menggerakan blower yang mengalirkan udara pengering. Elemen pemanas biasanya berupa kumparan kawat tahan panas dengan hambatan jenis kawat yang cukup besar dan dapat dialiri listrik. Aliran udara setelah melalui elemen pemanas digunakan untuk proses pengeringan (Araullo 1976). Sistim Pendingin AC AC adalah alat pendingin ruangan dengan sistem terkendali menggunakan fluida kerja (refrigerant) yang menyerap panas dari dalam ruangan dan mengeluarkannya ke luar ruangan. Refrigerant mengalir dari tangki penampung masuk ke dalam evaporator melalui sebuah katup ekspansi. Di dalam evaporator, refrigerant cair dipaksa menguap dengan cara menurunkan tekanannya menggunakan kompresor. Uap refrigerant yang terhisap oleh kompresor kemudian dimanpatkan dan masuk kedalam kondensor untuk diembunkan (didinginkan) oleh udara di luar ruangan. Refrigerant yang kembali menjadi cair ditampung kembali dalam tangki penampung untuk kemudian diuapkan kembali ke dalam evaporator. Siklus tersebut berjalan berulang-ulang sehingga dapat mendinginkan ruangan. Siklus dalam sistem kerja mesin AC dapat dilihat seperti pada Gambar 2.
9 Q2 Kondensor Katup expansi Evaporator
Kompresor
Q1 Gambar 2 Mekanisme kerja mesin pendingin Kondensor berfungsi untuk melepaskan kalor uap refrigerant tersebut ke sekelilingnya. Kondensor adalah alat untuk membuat kondensasi refrigerant dari kompresor dengan suhu tinggi dan tekanan tinggi. Refrigerant di dalam kondensor dapat mengeluarkan kalor yang diserap dari evaporator dan panas yang ditambahkan oleh kompresor. Kondensor membuang kalor dan mengubah wujud refrigerant dari gas menjadi cair. Kondensor diletakkan antara kompresor dan alat pengatur refrigerant yaitu pada sisi tekanan tinggi dari sistem. Kondensor ditempatkan di luar ruangan yang sedang didinginkan agar dapat membuang panasnya ke lingkungan di luar ruangan. Untuk memperbesar perpindahan kalor, maka pada konstruksi pipa-pipa penukar panas diberi sirip sirip (fins). Selain untuk memperluas permuakaan pipa, sirip-sirip ini juga berfungsi untuk menambah kekuatan konstruksi dari kondensor karena refrigerant meninggalkan kompresor dalam bentuk uap yang bertekanan tinggi dan bersuhu tinggi (Tim Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta 2003). Jumlah panas yang dapat diserap dari lingkungan sekitar/ruangan dingin oleh refrigerant di dalam evaporator, maupun jumlah panas yang dapat dilepas/ dikeluarkan oleh refrigerant ke lingkungan sekitar/ruangan panas di dalam kondensor sangat tergantung pada efektifitas kerja evaporator serta kondensor yang merupakan unit-unit penukar kalor (heat exchanger) (Sugiyatno et al. 2004) Koefisien prestasi pendinginan (COP) akan meningkat seiring dengan meningkatnya kecepatan udara pendingin pada kondensor. Kecepatan udara akan terus meningkat sehingga mencapai optimal pada kondisi tertentu yang selanjutnya kenaikan kecepatan udara tidak memberikan banyak pengaruh terhadap koefisien prestasi pendinginan mesin pendingin (Effendi 2005).
10
Pemanfaatan Panas Kondensor AC untuk Pengeringan Selama ini panas dari kondensor AC terbuang belum termanfaatkan secara optimal. Suntivarakon et al. (2009) telah meneliti tentang pemanfaatan panas kondensor AC untuk pengeringan baju dengan laju pengeringan 1.1 kg/jam tanpa kipas tambahan dan 2.26 kg/jam dengan kipas tambahan. Potensi panas keluaran dari kondensor AC yang digunakan sebesar 12648 BTU/jam atau setara dengan 3.71 kJ/detik. Mahlia et al. (2009) melaporkan penelitian pengeringan baju dengan menggunakan kondensor AC tipe split berkapasitas 10000BTU/jam. Laju pengeringan yang dihasilkan sebesar 0.56 – 0.75 kg/jam dengan nilai specific moisture extraction rate (SMER) 0.1809 - 0.2205 kg/kWh. SMER merupakan perbandingan dari kandungan air yang dapat diuapkan dengan energi listrik yang digunakannya. Desain Sistim Pengering Desain suatu sistim pengering melibatkan beberapa hal yang perlu diperhatikan. Faktor-faktor yang mempunyai pengaruh langsung terhadap kapasitas sistim pengering yaitu jumlah dan karakteristik udara yang diperlukan untuk pengeringan serta lama waktu pengeringan yang diperlukan untuk masingmasing jenis produk yang akan dikeringkan. Faktor-faktor tersebut memerlukan beberapa analisis pendekatan di antaranya yaitu kesetimbangan massa dan kesetimbangan energi. Penerapan kesetimbangan massa dan energi pada keseluruhan sistim pengering diilustrasikan seperti pada Gambar 3 dengan melibatkan beberapa parameter yang mempengaruhi desain sistim pengering. Analisis yang diilustrasikan tersebut digunakan untuk sistem countercurrent dan melalui suatu pendekatan yang sama juga dapat diterapkan untuk sistim yang lain.
ma , Ta2 , ω2 Tp2 , W 2
Udara
Ta1 , ω 1 Produk
Mp , Tp1 , W 1
Gambar 3 Kesetimbangan massa dan energi dalam sistim pengering
11
Suatu kesetimbangan air yang masuk dan keluar dari sistim pengering dapat dirumuskan sebagai berikut ini. m a ω 2 + m p W 1 = m a ω 1 + m p W 2 .............................................. (6) m a adalah laju aliran udara ( kg udara kering/jam), m p adalah laju aliran produk (kg padatan kering/jam), ω adalah kelembaban mutlak (kg air/kg udara kering) dan W adalah kandungan air produk basis kering (kg air/kg padatan kering) Kesetimbangan energi dalam sistim pengering dapat dijelaskan dengan hubungan berikut ini. m a H a2 + m p H p1 = m a H a1 + m p H p2 + qL .............................................. (7) qL adalah energi panas yang hilang dari sistim pengering, Ha adalah kandungan energi panas udara atau entalpi udara (kJ/kg udara kering), Hp adalah kandungan energi panas dari produk (kJ/kg produk kering) Berdasarkan persamaan diatas dapat digunakan untuk menentukan jumlah udara yang diperlukan selama pengeringan, jumlah produk yang dapat dikeringkan dan karakteristik udara keluaran jika faktor-faktor yang lain juga diketahui (Singh & Heldman 2009). Kentang dan Chips Kentang Kentang
(Solanum
tuberosum
L.)
dapat
tumbuh
dan
banyak
dibudidayakan lebih dari 100 negara di dunia sebagai salah satu bahan pangan utama. Kentang merupakan bahan yang penting bagi industri pangan. Kondisi pertumbuhan,
sifat
genetik,
umur dan
penaganan
pasca panen
dapat
mempengaruhi kualitas kentang (Singh & Kaur 2009). Proses pembuatan chips kentang dilakukan melalui proses pengupasan, pemotongan, blansing dan pengeringan. Kentang dapat dikupas dengan menggunakan panas, kimiawi maupun secara mekanis. Kentang yang telah dikupas dipotong-potong terlebih dahulu sebelum dilakukan blansing. Setelah itu potongan kentang diblansing dengan uap atau air panas pada suhu 93 – 100oC. Blansing akan menginaktifasi enzim dan mengurangi kontaminasi mikroba. Setelah blansing, kentang dikeringkan dengan alat pengering seperti kabinet, tunel, maupun conveyor dryer dengan suhu udara lebih dari 55oC (Mujumdar 2006).
12
Analisis Kelayakan Ekonomi Investasi Analisis kelayakan ekonomi suatu investasi dapat dilakukan dengan cara diantaranya dengan menghitung nilai net present value (NPV) dan benefit cost ratio (BCR). NPV adalah nilai sekarang bersih dan BCR adalah perbandingan total nilai sekarang penerimaan dengan nilai sekarang pengeluaran. Persamaan yang digunakan adalah sebagai berikut: P = F (P/F,i,n) dengan faktor bunga
1 ...................................... (8) (1 + i) n
NPV = Σ Nilai P
pengeluaran
penerimaan
- Σ Nilai P
..................................... (9)
Bila nilai NPV lebih dari nol berarti layak. BCR = (Σ Nilai P
penerimaan )
/ (Σ Nilai P
pengeluaran )
.............................. (10)
Bila nilai BCR lebih dari satu berarti layak P adalah nilai sekarang (Rp), i adalah faktor bunga dalam desimal dan n adalah lama kegiatan (tahun) (Humphreys 1991; Kastaman 2006).