KOMPETENSI GURU PENDIDIKAN KHUSUS DALAM PENDIDIKAN TRANSISI Oleh : Nur Azizah Pendidikan Luar Biasa FIP UNY Nur_azizah@ uny.ac.id
Abstrak : Transisi merupakan fase yang sulit dilalui tidak hanya oleh siswa berkebutuhan khusus tetapi juga bagi orang tua dan orang yang terlibat didalamnya. Transisi dalam konteks pendidikan anak berkenutuhan khusus dapat berupa transisi dari rumah ke sekolah atau tempat pemberian intervensi dini, transisi antar jenjang sekolah, dan transisi dari sekolah ke masyarakat. Guru pendidikan khusus memiliki peran yang sangat besar dalam merencanakan dan memberikan program layanan transisi. Namun, kompetensi guru pendidikan khusus dalam memberikan layanan ini masih sangat terbatas. Selain tidak ada standar profesionalisme yang jelas yang mengatur kompetensi guru dalam memberikan layanan dan program transisi, banyak universitas penyelenggara pendidikan guru khusus juga belum membekali calon lulusannya dengan keterampilan professional terkait. Kata Kunci: pendidikan transisi, pendidikan guru khusus Abstract : Transition is a difficult phase experienced not only by the students with disabilities but also their parents and anyone who is involved in the phase. In the context of special education, transition includes transition from home to school or early intervention setting, transition across school level, and transition from school to community. Special education teacher plays a significant role in planning and implementing transition service and program. However, teachers’ competencies in transition related skills are very limited. Despite of the absence of recognition of transition related skills in professional teaching standard in most of the countries, few university providers offer pre-service training programs that place emphasis on transition programming and its related skills. Keywords: Transition education, special education teacher preparation terhadap kecukupan persiapan mereka
Pendahuluan Guru pendidikan khusus/ pendidikan
selama di perguruan tinggi memainkan
luar biasa memiliki peran utama dalam
peran penting dalam keberhasilan layanan
memberikan layanan transisi bagi siswa
transisi (Wolfe, Boone, & Blanchett,
berkebutuhan khusus (Blanchett, 2001;
1998). Namun, penelitian menunjukkan
Knott
bahwa
&
Asselin,
1999).
Dengan
guru
pendidikan
khusus
di
demikian, guru yang kompeten adalah
pendidikan menengah merasa tidak siap
kunci keberhasilan transisi (Anderson et
untuk memberikan layanan transisi yang
al, 2003; DeFur & Taymans, 1995).
efektif (Alnahdi 2014; Morningstar, Kim,
Persiapan
memberikan
& Clark, 2008). Sebuah studi yang
layanan transisi, dan perspektif calon guru
dilakukan oleh Blanchett (2001) meneliti
guru
dalam
1
pelatihan
Oleh karena itu mereka harus melengkapi
keterampilan dalam memberikan layanan
diri dengan keterampilan yang tepat
transisi yang mereka terima di pendidikan
terkait
tinggi sebelum bekerja dengan siswa
Dengan demikian, perguruan tinggi yang
berkebutuhan khusus menunjukkan bahwa
menyediakan program guru pendidikan
hanya 9% dari guru menunjukkan bahwa
khusus
mereka merasa sangat siap, 39% agak
menyediakan
siap, 24% agak tidak siap, dan 21% adalah
memenuhi
sangat tidak siap (Blanchett, 2001).
Selain itu, kompetensi guru pendidikan
kepuasan
guru
Dapat
terkait
dikatakan
bahwa
khusus
hanya
pemberian
layanan
memiliki
kewajiban
untuk
kuliah
untuk
mata
persyaratan
terkait
transisi.
layanan
IDEA (2004).
transisi
juga
sedikit perguruan tinggi yang menawarkan
disyaratkan di bawah regulasi the Special
mata kuliah yang berhubungan dengan
Education Standards for Professional
pemberian layanan /program pendidikan
Practice
khusus di tingkat sekolah menengah dan
appropriate planning for the transition
program transisi (Alnahdi 2014; Anderson
sequences
et al, 2003; Johnson, 2012). Akibatnya,
exceptionalities” (CEC Special Education
banyak guru pendidikan khusus mengajar
Standards
tanpa
Sayangnya,
pengetahuan
dan
keterampilan
Section
8.5.
of
“Engage
individuals
for professional survei
nasional
in
with
Practice). terhadap
khusus terkait pemberian layanan program
program persiapan tenaga kependidikan
transisi
khusus di Amerika Serikat menemukan
(Johnson,
2012).
Padahal
pengetahuan guru tentang layanan transisi
bahwa
dan minat mereka adalah faktor yang
pendidikan guru khusus di perguruan
signifikan
menentukan
tinggi yang memberikan mata kuliah yang
keberhasilan transisi (Wandry. Webb,
berkaitan dengan layanan program transisi
Williams, Basett, Asselin, & Hutchinson,
terstandar (Anderson et al., 2003). Selain
2008).
itu, hanya 45% dari program yang
dalam
kurang
dari
50%
program
disurvei menawarkan mata kuliah transisi yang berdiri sendiri, sementara 70% dari
Pengalaman Empiris Beberapa Negara dari
dosen pengajar melaporkan memasukkan
diamanatkannya layanan transisi dalam
konten transisi pada mata kuliah lain
Individual With Disabilities Education
(Anderson et al., 2003). Namun konten
Improvement Act/IDEA (2004), guru
transisi yang diintegrasikan pada mata
pendidikan khusus di Amerika Serikat
kuliah lain tidak memberikan cukup ruang
terikat untuk memenuhi layanan tersebut.
untuk mencakup semua konten transisi
Sebagai
wujud
komitmen
3
penting (Severson, Hoover, & Wheeler,
khusus
1994). Selain itu, keterbatasan waktu
persentase staf yang memiliki kualifikasi
menjadi kendala untuk bisa mencakup
pendidikan khusus di Australian Capital
seluruh konten materi
Territory
yang penting
negeri
menunjukkan
(ACT),
bahwa
Queensland,
dan
sehingga kompetensi guru menjadi sangat
Australia Selatan hanya
terbatas (Anderson et al., 2003). Padahal,
sedikit dari total staf sekolah, dengan
mata
persentase masing-masing adalah 53,1%,
kuliah
yang
berkaitan
dengan
setengah lebih
di
58,2%, dan 54,8%. Persentase tertinggi
signifikan
adalah di Australia Barat dengan 86,6%,
memberi persepsi dan keyakinan yang
sementara staf yang memiliki kualifikasi
lebih besar kepada calon guru untuk
pendidikan khusus adalah sebesar 60% di
menerapkan praktek transisi yang efektif
New South Wales (NSW), dan 68,9% di
kelak ketika mereka sudah mengajar
Victoria.
program
transisi
perguruan
yang
tinggi
diberikan
secara
Universitas
(Wandry et al., 2008).
di
Australia
wilayah di
menawarkan program pendidikan sarjana
Australia, jalur untuk mengejar karir
tingkat khusus sebagai bagian dalam
sebagai guru pendidikan khusus tidak
program
dimulai dari kualifikasi sarjana, tetapi
pendidikan
pascasarjana. Meskipun terbatas, sejumlah
menengah. Pendidikan khusus sebagai
perguruan tinggi menawarkan kualifikasi
program yang berdiri sendiri lebih banyak
pendidikan
ditawarkan dalam program pascasarjana.
Di sebagian besar
khusus
tingkat
sarjana.
pendidikan dasar
usia dini,
dan
pendidikan
Lulusan dari program ini dapat mengajar
Kualifikasi
baik pada sekolah regular maupun sekolah
mengajar di sekolah khusus di sebagian
khusus (misalnya, Flinders University dan
besar negara bagian dan teritori adalah
University
sarjana
of
Newcastle).
Walaupun
atau
yang
anak
dibutuhkan
magister
dari
untuk
program
kualifikasi pendidikan dan pengalaman
pendidikan guru yang terakreditasi. .
mengajar
sangat
Namun, untuk bisa berkarir sebagai guru
diutamakan bagi mereka yang ingin
pendidikan khusus di NSW, otoritas
mengajar di sekolah khusus, Stephenson
registrasi guru mensyaratkan kualifikasi
dan Carter (2014) menemukan banyak
yang
guru yang mengajar di sekolah khusus
pendidikan guru; dan (b) pascasarjana
tanpa
pada bidang pengajaran untuk siswa
di
sekolah
memiliki
khusus
keahlian
spesifik
menggabungkan
belajar
sarjana
(spesialis). Sebuah survei yang dilakukan
dengan
oleh Thomas (2009) di sekolah-sekolah
termasuk siswa penyandang disabilitas,
4
kebutuhan
(a)
khusus
Dapat dikatakan bahwa absennya
dan juga pengalaman mengajar (NSW Department of Education, t.t.).
standar profesionalisme guru khusus dapat
Sebuah
alternatif agar semua calon guru memiliki
diasosiasikan
kompetensi
anak
kompetensi yang akan dicapai dalam
dengan
pendidikan dan pelatihan guru lintas
dalam
berkebutuhan
mengajar
khusus
adalah
dengan
tinggi
ketidakjelasan
memasukkan program pendidikan khusus
perguruan
sebagai major pada program pendidikan
program pendidikan guru khusus (Dally &
guru umum, dengan demikian lulusannya
Dempsey, 2014; Fiona, 2007). Argumen
dapat mengajar baik pada setting sekolah
terhadap hal tersebut adalah bahwa semua
regular maupun sekolah khusus, seperti
guru harus memiliki seperangkat standar
yang ditawarkan Flinders University dan
profesionalisme yang bisa diaplikasikan
the University of Newcastle.
dalam konteks tertentu. Lebih
Dalam rangka memberikan layanan
yang
lanjut,
menyediakan
meskipun
dalam
pengajaran yang profesional, semua guru
Standar 7 AITSL dikatakan: Engage
di Australia terikat Standar Profesional
professionally
Guru yang diwadahi oleh the Australian
parents/carers and the community yang
Professional
Teachers
mengimplikasikan adanya kolaborasi yang
(AITSL 2015). Walaupun, tidak ada
harus dilakukan guru dengan kolega,
standar yang terpisah untuk menguji
orang tua dan masyarakat, tetapi standar
standar profesionalisme guru pendidikan
tersebut
khusus (Dally & Dempsey, 2014, 2015),
keterampilan berkolaborasi yang berkaitan
tetapi
guru
dengan program transisi (AITSL, 2015).
yang
Asosiasi guru pendidikan khusus Australia
berhubungan dengan kebutuhan khusus
(The Australian Association of Special
siswa,
Education/AASE)
Standards
standar
mengakui
for
profesionalisme
adanya
misalnya
kompetensi
pada
Standar
1
with
tidak
colleagues,
spesifik
menyebut
sudah
menyebutkan: “mengenal siswa dan gaya
merekomendasikan seperangkat standar
belajar
keterampilan dan kompetensi yang harus
mereka.
Secara
specific
dimiliki oleh guru khusus yang baru lulus
disebutkan: “1.5 Differentiate teaching to meet the
dari program pendidikan guru khusus
specific learning needs of students
dalam memberikan support kepada siswa
across the full range of abilities
berkebutuhan
1.6
Strategies
participation
to of
support students
khusus
dalam
setting
full
inklusif (AASE, 2004).Namun, sampai
with
saat ini AASE However, at this time, AASE beum secara resmi mengesahkan
disability” (AITSL, 2015: 2) 5
seperangkat standar professionalism guru
didalamnya layanan transisi bagi siswa
pendidikan khusus (Dally & Dempsey,
berkebutuhan khusus. Tetapi univeristas
2014).
penyelenggara program pendidikan guru
Hanya
sedikit
universitas
khusus tidak mengalokasikan waktu yang
di
Australia yang menawarkan nata kuliah
cukup
yang berhubungan dengan pendidikan
(Hartley, 2010). Sebuah survey yang
transisi baik pada level sarjana maupun
dilakukan
pascasarjana. Dari pencarian internet,
Asosiasi guru pendidikan khusus Nasional
hanya dua universitas (University of New
(the National Association for Special
South Wales and Flinders University)
Education
yang menawarkan mata kuliah pendidikan
menunjukkan bahwa rata-rata sebuah
transisi sebagai mata kuliah utuh yang
sekolah memiliki 52 % guru yang
berdiri
beberapa
memiliki kualifikasi dalam pendidikan
universitas lain seperti Deakin University,
anak berkebutuhan khusus, dan hanya
Griffith University, the University of
30% guru yang memiliki kualifikasi
Sydney, and the University of Western
spesialis sesuai dengan kebutuhan spesifik
Sydney,
mengakomodasi
beberapa
anak tersebut (Hartley, 2010). Guru
komponen
dalam
transisi
pendidikan khusus di Inggris memerlukan
seperti program pengajaran individual
kualifikasi guru pemula seperti ijazah
(Individualized Educational Program) dan
sarjana atau pascasarjana. SElain itu
kolaborasi dan konsultasi. Oleh karena itu
mereka juga harus memiliki registrasi
dapat dipahami jika para guru khusus
sebagai guru dari departemen pendidikan
pemula merasa tidak dibekali cukup ilmu
setempat. Untuk memiliki registrasi selain
dan
diperlukan ijazah juga dilakukan tes
sendiri.
Sementara
keterampilan
pendidikan
yang
berhubungan
mengenai
kompetensi
dalam
secara
materi
kolaborasi
Needs/NASEN),
di
tersebut
dengan
Inggris
kompetensi. Semua program pendidikan
denga pendidikan dan program transisi. Isu
untuk
guru memuat elemen pendidikan dan
dan
kualifikasi guru pemula juga terjadi di
pengajaran
Inggris. Guru di Inggris terikat dengan
khusus. Untuk dapat mengajar siswa
seperangkat standar
berkebutuhan
guru dalam the
bagi
khusus
berkebutuhan
specific
siswa
Education,
siswa dengan hambatan pendengaran dan
Sekolah
dan
hambatan
penglihatan,
stakeholder terkait juga harus memenuhi
siswa
kode etik yang dituangkan dalam the
diperlukan kualifikasi pendidikan yang
SEND Code of Practice (2015), termasuk
spesifik pula (University of Edinburgh,
6
dengan
hambatan
seperti
Teacher Standards (UK Department of 2011).
dengan
anak
multisensori
2014). Selain guru pendidikan khusus, di
bekerja di sekolah khusus harus memiliki
banyak sekolah di Inggris mereka juga
kualifikasi
mempekerjakan koordinator pendidikan
Pendidikan Luar Biasa (SGPLB) yang
khusus
setara dengan D2. Setelah
(Special
Educational
Needs
ijazah
Sekolah
Guru
tahun 1990,
Kualifikasi
pemerintah membuat keputusan yang
kompetensi SENCO telah dikembangkan
sangat penting, dimana penyelenggaraan
secara nasional agar perguruan tinggi
pendidikan guru harus dilakukan dibawah
penyelenggara pendidikan guru khusus
satu atap bukan banyak institusi yang
memastikan
selama sebelum
Coordinators
memiliki
/SENCO).
bahwa
lulusannya
kompetensi
handal
kelak
Keputusan
sebagai
tahun
tersebut
1990
terjadi.
berdampak
pada
SENCO (National College for Teaching
dileburkannya SPG, SGPLB, dan Sekolah
and
Meskipun
Guru Olahraga (SGO) ke dalam Institut
dengan
Ilmu Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Leadership,
kompetensi
2014).
yang
berkaitan
pendidikan transisi tidak secara langsung
(IKIP).
diamanatkan
menyediakan support bagi pengembangan
Standards,
dalam banyak
the dari
kompetensi nasional menitikberatkan
Teachers
itu,
profesionalisme
kualifikasi
pemerintah
guru
baik
juga
melalui
pelatihan maupun program nolisasi guru
SENCO yang
kepada
Selain
lulusan
komponen-
setara
D2.
Selanjutnya,
komponen dalam memberikan layanan
pemerintah juga menetapkan aturan PNS
transisi seperti: asesmen, perencanaan
guru.
program
pemerintah
transisi,
kolaborasi
antar
Tetapi
secara
tersebut
umum, belum
usaha
mengarah
lembaga, dan keterlibatan orang tua dan
kepada kinerja guru yang lebih (Nielsen,
siswa (National College for Teaching and
1998). Pada tahun 1999 melalui Kepres No
Leadership, 2014).
93, Pemerintah menetapkan IKIP untuk memperluas layanannya dengan tidak
Pengalaman di Indonesia
hanya
Di Indonesia, isu terkait persiapan
menyelenggarakan
guru pendidikan khusus lebih kompleks.
kependidikan
Jalur penyiapan guru pendidikan khusus
kependidikan, dan
di Indonesia bersifat segregasi . Sebelum
menjadi universitas. Pada saat ini terdapat
tahun 1990, guru yang mengajar di
11
sekolah
menawarkan program pendidikan luar
dasar
setidaknya
memiliki
universitas
kualifikasi ijazah Sekolah Pendidikan
biasa
Guru (SPG), sedangkan mereka yang
universitas 7
tetapi
program
setingkat
juga
non-
merubah namanya
in
Indonesia
Sarjana
menawarkan
(S1),
yang
empat program
pendidikan luar biasa setingkat magister
pendidikan khusus wajib: (a) memiliki
(S2)
universitas
ijazah S1 pendidikan khusus atau D4, atau
menyelenggarakan program doctoral (S3)
S1 pada bidang studi yang relevan dengan
pendidikan
mata
dan
satu
luar
universitas,
biasa.
Dari
hanya
satu
11
pelajaran
yang
diampu;
(b)
Memenuhi standar profesionalisme guru;
yang
dan (c) memiliki sertifikat pendidik.
diselenggarakan oleh pihak swasta, tujuh diantara universitas tersebut berlokasi di
Jumlah guru pendidikan luar biasa
Pulau Jawa, satu di Sumatra, satu di
di Indonesia pada tahun 2006 adalah 10.
Kalimantan,dan dua di Sulawesi. Hal ini
154 orang dan kurang sedikit dari
menjadi
terutama
setengahnya yang memiliki ijazah sarjana
berpengaruh terhadap ketersediaan guru
(Jalal, Samani, Chang, Stevenson, Ragatz,
pendidikan
& Negara., 2009). Karena guru wajib
problematik
khusus
provinsi-provinsi
terutama
dimana
pada
tidak
memiliki
ada
ijazah
sarjana,
pemerintah
perguruan tinggi yang menyelenggarakan
kemudian menyediakan program bantuan
program
finansial untuk upgrading guru lulusan
pendidikan
guru
khusus.
Walaupun sudah ditetapkan Kualifikasi
SGPLB
Kompetensi Nasional Indonesia (KKNI),
kolaborasi
tetapi masing-masing unversitas memiliki
perguruan tinggi setempat.
kompetensi lulusan yang berbeda-beda.
tinggi
Terlebih lagi kompetensi lulusan dalam
pendidikan guru khusus membuka kelas
pemberian layanan dan program transisi
alih jenjang untuk mensukseskan program
bagi siswa berkebutuhan khusus belum
nolisasi tersebut. Di banyak universitas
menjadi fokus pada semua universitas di
kelas alih jenjang dimulai dari tahun 2002
Indonesia.
sampai kurang lebih tahun 2012.
Pada
tahun
2005,
menjadi
sarjana
melalui
nolisasi
dengan
proyek
Perguruan
penyelenggaran
program
Untuk mengatasi isu dalam standar
pemerintah
mengeluarkan Undang-Undang (UU) No
kompetensi,
14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
mengeluarkan
sebagai salah
satu langkah strategis
profesionalisme
meningkatkan
kompetensi
dan
seperangkat
standar
dosen. Sertifikasi guru menwajibkan guru
dikeluarkan
oleh
untuk
kriteria
regulasi tentang PNS guru. UU Guru
mereka
khusus fokus kepada kompetensi yang
memenuhi
profesionalisme
standar sebelum
guru
tahun
2007
pemerintah
seperangkat Ini
adalah
pertama
yang
pemerintah
selain
tersertifikasi. Dijelaskan dalam UU Guru
harus
dan Dosen
profesional. Guru berstatus PNS juga
bahwa
seorang guru
8
dimiliki
guru.
standar
oleh
guru
sebagai
harus mengikuti aturan tentang pegawai
diberi sertifkasi pendidik dan sebagai
negeri
sipil
yang
pemerintah.
Lebih
pendidkan
khusus
Bertahun-tahun
dikeluarkan
oleh
konsekuensinya
dari
guru
mendapatkan tunjangan sertifikasi.
50%
berstatus
Status
PNS
mereka
berhak
PNS. selalu
Dinamika Sertifikasi Guru
dicirikan oleh kepatuhan dan kesetiaan
Proses sertifikasi guru dimulai pada
kepada atasan, bukan bercirikan pada
tahun 2009 dan diharapkan semua guru
keunggulan
(Bjork,
tersertifikasi pada tahun 2015 (Jalal et al.,
2013). Sebelum dikeluarkannya UU Guru
2009; Suryahadi & Sambodho, 2013),
dan Dosen, guru di Indonesia lebih
tetapi sampai saat ini belum tercapai.
banyak
memperhatikan
Sejak diberlakukannya sertifikasi guru,
bersifat
administratif
profesionalisme
hal-hal
yang
skema
dibandingkan
standar
sertifikasi
telah
berubah beberapa kali. Skema pertama
profesionalisme mengajar. Seperangkat
penyeleksian
dikenalkan
kompetensi
melalui
system
portfolio,
dari
dimana setiap daerah diberi kuota oleh
professional,
pemerintah dengan kriteria yang berhak
kepribadian, dan sosial, namun deskripsi
disertifikasi adalah: (a) memiliki ijazah
pada tiap-tiap kompetensi sangat umum.
S1, (b) memiliki pengalaman mengajar
Meskipun ada penjelasan lebih lanjut
dengan kurun waktu tertentu, (c) PNS
mengenai kompetensi guru Taman Kanak-
golongan IV/a atau setara dengan IV/a
Kanak (TK), guru Sekolah Dasar (SD),
jika bukan PNS, dan (d) pengawas
dan guru Mata Pelajaran, tetapi tidak ada
sekolah (Fahmi, Maulana, & Yusuf,
penjelasan untuk guru pendidikan khusus.
2011).
profesionalisme kompetensi
guru
terdiri
pedagogis,
Lebih jauh lagi, semua guru yang bekerja pada
setting
pendidikan
khusus
disertitifaksi sebagi guru kelas TK atau SD. Hal ini tentu saja berdampak negatif terhadap pengukuran kompetensi guru pendidikan
khusus
karena
jenjang
pendidikan di sekolah khusus juga terbagi menjadi dasar dan menengah, selain itu pada sekolah-sekolah khusus juga terdapat guru
mata pelajaran.
Guru-guru yang
memenuhi strandar kompetensi tersebut 9
Gambaran proses sertifikasi dapat
(a) Sarjana
dilihat dalam gambar 1.
luar
biasa
menempuh pendidikan satu semester Pass
In-service teacher with S1/D-IV
pendidikan
sebanyak adalah 20 SKS
Certified
(b) Sarjana non-pendidikan luar biasa
Portfolio assessment
menempuh 40 SKS dalam dua semester.
Complete portfolio and resubmit
Fail
(Ishartiwi, Budiyanto, Purnamawati, Sunaryo, & Choiri, 2010)
Pass
Ada PLPG Teacher training
penyelenggaraan Exam
Training by district
beberapa
pendidikan
isu
sertifikasi
khusus.
Pertama,
terkait guru guru
pendidikan khusus dinilai dengan standar
Fail
yang sama dengan guru pada sekolah Fail
Second Exam
umum. Setting pendidikan khusus berbeda dengan setting pendidikan regular, tidak
Gambar 1 Proses sertifikasi guru Adaptasi dari (Jalal et al., 2009: 90)
hanya dalam hal karakteristik individu
Catatan: PLPG: Pendidikan dan Latihan Profesi Guru dilakukan selama 90 jam dan diselenggaran oleh Perguruan Tinggi yang ditunjuk
kurikulum. Kedua, semua guru pendidikan
yang unik tetapi juga dalam formulasi
khusus disertifikasi sebagai guru kelas TK atau SD. Padahal sekolah khusus juga memiliki jenjang pendidikan menengah dan ada juga guru mata pelajaran. Praktek
Guru yang (a) memiliki ijazah
ini
pascasarjana dan memiliki angka kredir
diasumsikan
tingkat
setara dengan IV/b, dan (b) memiliki
berdasarkan
kemampuan
akademik
asumsi siswa
berkebutuhan khusus yang ada di sekolah
ijazah sarjana dan memiliki angka kredit
luar biasa yang diasumsikan setara dengan
setara IV/c langsung didertifikasi tanpa
kemampuan akademik siswa SD. Asumsi
melalui system portofolio tetpi hanya
ini tentu saja salah karena pada banyak
melalui verifikasi dokumen. Program
sekolah luar biasa juga terdapat siswa
sertifikasi saat ini dinamakan Pendidikan
berkebutuhan
Profesi Guru (PPG). Skema PPG dalam
khusus
yang
secara
akademik juga bisa bersaing dengan siswa
pendidikan luar biasa yang direncanakan
regular
adalah sebagai berikut:
pada
umumnya.
Lagi
pula,
kurikulum sekolah luar biasa juga berbeda dengan kurikulum sekolah regular dimana
10
tidak hanya berfokus pada kurikulum
professional terkait. Namun demikian,
akademik
tentunya
tetapi
juga
non-akademik.
perlu
dipertimbangkan
sisi
Ketiga, standar profesionalisme guru yang
kontekstualnya agar implementasi layanan
ada saat ini juga tidak mengakomodasi isu
program transisi bagi anak berkebutuhan
isu penting dalam pendidikan khusus
khusus
seperti layanan program transisi dan paska
Indonesia.
sesuai
untuk
diterapkan
di
sekolah. Meskipun program
evaluasi
sertifikasi
guru
terhadap
Daftar Pustaka AITSL. 2015. “Australian Professional Standards for Teachers”. http://www.aitsl.edu.au/australianprofessional-standards-for-teachers (diunduh 5 June 2015).
pendidikan
khusus belum dilakukan, tetapi dampak sertifikasi
guru
umum
terhadap
peningkatan kualitas pendidikan belum memuaskan
(Hastuti,
Alnahdi, G. 2014. “Special education teacher transition-related competencies and preparation in Saudi Arabia” . International Journal of Special Education, 29(2), 2014.
Akhmadi,
Sabainingrum, & Ruhmaniyati, 2009). Bisa disimpulkan bahwa secara umum Indonesia masih terus berkutat dengan isu kualitas pendidikan dan kualitas guru
Anderson, D., Kleinhammer-Tramill, P. J., Morningstar, M. E., Lehmann, J., Bassett, D., Kohler, P. D., . . . Wehmeyer, M. L. 2003. “What's happening in personnel preparation in transition? a national survey”. Career Development for Exceptional Individuals, 26(2), 145160.
(Suryahadi & Sambodho, 2013).
Penutup Kunci keberhasilan program layanan transisi bagi peserta didik berkebutuhan khusus terletak pada peran guru. Potensi guru pendidikan khusus yang terbatas
Bjork, C. 2013. “Teacher training, school norms and teacher effectiveness in Indonesia”. Dalam D. Suryadarma & G. W. Jones (Eds.), Education in Indonesia. Singapore: Institute of Southeast Asian Studies.
dalam bidang ini memerlukan berbagai improvisasi. Standar profesionalisme guru perlu dikaji ulang dan untuk mengatur kompetensi guru dalam memberi layanan program
transisi.
Kajian
Blanchett, W. J. 2001. “Importance of teacher transition competencies as rated by special educators”. Teacher Education and Special Education, 24(1), 3-12.
empirik
keberhasilan layanan transisi di berbagai negara
dapat
universitas
dijadikan
acuan
bagi
penyelenggara pendidikan
Dally, K., & Dempsey, I. 2014. “Professional standards for Australian special education
guru khusus agar dapat membekali calon lulusannya
dengan
keterampilan 11
Jalal, F., Samani, M., Chang, M. C., Stevenson, R., Ragatz, A. B., & Negara, S. D. 2009. Teacher certification in Indonesia: a strategy for teacher quality improvement. Jakarta: Ministry of National Education and World Bank.
teachers”. Australian Journal of Special education, 38(1), 1-13. Dally, K., & Dempsey, I. 2015. “Content validation of statements decribing the essential work of Australian special education teachers”. Australian Journal of Teacher Education, 40(2), 112-125.
Johnson, D. R. 2012. “Policy and adolescent transition education”. Dalam M. L. Wehmeyer & K. W. Webb (Eds.), handbook of adolescent transition education for youth with disabilities (pp. 11-31). the UK: Routhledge.
DeFur, S. H., & Taymans, J. M. 1995. “Competencies needed for transition specialists in vocational rehabilitation, vocational education, and special education”. Exceptional Children, 62(1), 38-51.
Kepres No 93 Tahun 1999 Tentang perubahan IKIP menjadi Universitas.
Fahmi, M., Maulana, A., & Yusuf, A. A. 2011. Teacher certification in Indonesia: a confusion of means and ends. Bandung: Center for Economics and Development Studies (CEDS) Padjadjaran University.
Knott, L., & Asselin, S. B. 1999. “Transition competencies: perception of secondary special education teachers”. Teacher Education and Special Education, 22(1), 55-65.
Fiona, F. 2007. “Towards inclusion: an Australian perspectives”. Support for Learning, 22, 66-71.
National College for Teaching and Leadership. 2014. National Award for SEN Co-ordination: Learning outcomes.
Hastuti, Sulaksono, B., Akhmadi, Syukri, M., Sabainingrum, U., & Ruhmaniyati. 2009. Implementation of the 2007 certification program for practicing teacher: a case study of Jambi, West java, and West kalimantan Provinces. Jakarta: The SMERU Research Institute.
Nielsen, H. D. 1998. “Reform to teacher education in Indonesia: does more mean better?” Asia Pacific Journal of Education, 18(2), 9-25. NSW Department of Education. n.d. “Plan your career.” http://www.dec.nsw.gov.au/aboutus/careers-centre/schoolcareers/focus-areas/learning-andsupport/plan-your-career (diunduh 8 June 2015).
Hartley, R. 2010. “Teacher expertise for special education needs: filling the gaps”. Research Note. Individual With Disabilities Education Improvement Act of 2004, Pub. L. No. 108-446 § 300.8, 2647 Stat. (2004).
Morningstar, M. E., Kim, K.-H., & Clark, G. M. 2008. “Evaluating a transition personnel preparation program: identifying transition competencies of practitioners”. Teacher Education
Ishartiwi, Budiyanto, Purnamawati, S. N., Sunaryo, & Choiri, S. (2010). Pedoman penyelenggaraan pendidikan profesi guru. Jakarta.
12
and Special Education, 31(1), 4758.
Wolfe, P. S., Boone, R. S., & Blanchett, W. J. 1998. “Regular and special educator's perceptions of transition competencies”. Career Development for Exceptional Individuals, 21(1), 87-106.
Suryahadi, A., & Sambodho, P. 2013. “An assessment of policies to improve teacher quality and reduce teacher absenteism”. Dalam D. Suryadarma & G. W. Jones (Eds.), Education in Indonesia. Singapore: Institute of Southeast Asian Studies. Severson, S. J., Hoover, J. H., & Wheeler, J. J. 1994. “Transition: an integrated model for the pre-and in-service training of special education teachers”. Career Development and Transition for Exceptional Individuals, 17(2), 145-157. Stephenson, J., & Carter, M. 2014. “What do employers ask for in advertisements for special education positions?” Australiasian Journal of Special education, 38(1), 51-62. Thomas, T. 2009. “The age and qualifications of special education staff in Australia”. Australasian Journal of Special Education, 33(2), 109-116. University of Edinburgh. (2014). Special educational needs. From http://www.ed.ac.uk/schoolsdepartments/careers/explore/occupat ions/education/special-educationalneed. UK Department of Education. (2011). Teachers' standards. Wandry, D. L., Webb, K. W., Williams, J. M., Bassett, D., Asselin, S. B., & Hutchinson, S. R. 2008. “Teacher candidates' perceptions of barriers to effective transition programming”. Career Development and Transition for Exceptional Individuals, 31(1), 14-25.
13