ANALISIS YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN PEMBAGIAN HARTA WARISAN YANG DIKUASAI OLEH SALAH SATU AHLI WARIS (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung No 2134 K/PDT/1989) ENDAH MAYANA ABSTRACT
Islamic Inheritance Law basically applies to all of the Muslims in the world. The problem can occur if the inherited property is not directly divided. One of the cases is what is seen in the Decision of Supreme Court No: 2134 K/PDT/1989. The chronology of this case begins with the polygamy done by H. Muhammad Jamil Daring his marriage with his first wife, ff. Muhammad Jamil did not have any property, then daring his marriage with his second wife, H. Muhammad Jamil had a lot of property. The problem occurred after H. Muhammad Jamil, the father of the plaintiff, died. Several problems discussed in this analytical descriptive study with normative juridical approach were the factors causing a part of the heirs controlled the inherited property, the legal action taken by the heirs whose rights were held by the other heirs, and how the analysis of the Supreme Court was done in settling the case. The factors causing the heir hold the inherited property were that the heir thought that the property was those earned by his father during his marriage with his mother who was the second wife of the testator that the heir thought that he was more entitled to the property left by their father compared to his other brothers and sisters, Legal action taken by the heirs whose rights was held by the another heir was to conduct deliberation, since (his deliberation did not work, the heirs whose rights was held by the another heir eventually filed the application for decision to Tebing Tinggi. Keywords: Juridical Analysis, Inherit Property Distribution, Being Held I.
Pendahuluan Hukum waris dalam Islam adalah bagian dari Syariat Islam yang sumbernya
diambil dari Al-Qur’an dan Hadist Rasulullah SAW, kemudian para ahli hukum Islam, khususnya para mujtahid dan fugoha (ahli fikih Islam) mentransformasi melalui berbagai formulasi waris sesuai dengan pendapatnya masing-masing. Hukum waris Islam pada dasaraya berlaku untuk seluruh umat Islam didunia. Sungguhpun demikian corak suatu negara Islam dan kehidupan di negara atau daerah tersebut memberi pengaruh atas hukum waris di daerah itu.
ENDAH MAYANA | 2
Perkembangan hukum Islam di Indonesia telah melahirkan Kompilasi Hukum Islam (KHI), setelah eksistensi Peradilan Agama diakui dengan hadirnya UndangUndang No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama. Kehadiran Kompilasi Hukum Islam ini dilatarbelakangi antara lain karena ketidakpastian dan kesimpangsiuran putusan Pengadilan terhadap masalah-masalah yang menjadi kewenangannya, disebabkan dasar acuan putusannya adalah pendapat para ulama yang ada dalam kitab-kitab fiqih yang sering berbeda tentang hal yang sama antara yang satu dengan lainnya, sehingga sering terjadi putusan yang berbeda antara satu Pengadilan Agama dengan Pengadilan Agama lainnya dalam masalah yang sama. Dengan lahirnya Kompilasi Hukum Islam, semua hakim di lingkungan Pengadilan Agama diarahkan kepada persepsi penegakkan hukum yang sama.1 Apabila terjadi pewarisan disyaratkan untuk pewaris adalah telah meninggal dunia, baik secara hakiki ataupun hukum. Hal ini sebagaimana telah ditentukan oleh ulama tentang syarat-syarat terjadinya pewarisan antara lain meninggalnya pewaris baik secara hakiki, hukmi atau takdiri2. Selain disyaratkan telah meninggal dunia, pewaris juga disyaratkan beragama Islam dan mempunyai ahli waris dan harta peninggalan. Syarat-syarat ini sesuai dengan yang telah ditetapkan dalam fiqih mawaris. Pesoalan Hukum Waris menyangkut tiga unsur, yaitu: adanya harta peninggalan atau harta kekayaan pewaris yang disebut warisan, adanya pewaris yaitu orang yang menguasai atau memiliki harta warisan dan yang mengalihkan atau yang
1
Abdurrahman, Kompilasi Hukum Mam Di Indonesia, (Jakarta: Akademi Presindi, 1992),
hlm. 21. 2
Sayid Sabiq. Figh as Sunnah. Juz III, (Semarang: Toha Putra. 1980), hlm 426. a. Mati secara hakiki berarti kematiannya dapat dilihat oleh panca indera dan dapat dibuktikan oleh alat pembuktian b. Mati secara hukmi berarti suatu kematian yang disebabkan karena vonis hakim, baik pada hakekatnya seseorang benar-benar masih hidup, maupun dalam kemungkinan hidup dan mati, tapi diyakini sudah mati, misalnya karena bencana alam. c. Mati lakdiri, kematian yang hanya berdasarkan dugaan saja
ENDAH MAYANA | 3
mewariskannya, dan adanya waris yaitu orang yang menerima pengalihan atau penerusan atau pembagian harta warisan itu.3 Oleh karena masalah warisan tersebut akan mengenai setiap orang apabila ada diantaranya yang meninggal dunia maka dapat dikatakan bahwa Hukum Waris sangat penting dalam kehidupan manusia terutama para ahli waris, karena menyangkut kelangsungan kepemilikan dan pemanfaatan harta warisan, keharmonisan hubungan keluarga antara ahli waris. Di samping itu juga, status hukum harta tersebut harus jelas jika hendak berhadapan dengan pengaturan perundang-undangan lain. Sistem Hukum waris yang berlaku di Indonesia ada 3 (tiga) yaitu, Sistem Hukum Waris Islam, Sistem Hukum Waris Adat dan Sistem Hukum Waris Perdata Ketiga sistem hukum tersebut mempunyai perbedaan yang prinsipil misalnya antara hukum waris Islam dan hukum waris adat, berbeda dalam hal sistem kekeluargaan, pengertian kewarisan, harta peninggalan ahli waris, bagian ahli waris, lembaga penggantian ahli waris dan sistem hibah. Umat Islam seyogyanya tunduk pada sistem Hukum Islam termasuk dalam hal waris. Jika dari segi syariah Islam hukumannya adalah wajib, kewajiban ini dapat dipahami dalam Al-Quran yang menyebutkan orang yang tidak melaksanakan aturan Allah SWT tersebut sebagai orang-orang yang ingkar, zalim dan fasik sebagaimana dalam surah Al-Maidah: 44 yang artinya: “. . . Barang siapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir4 Dalam surah Al-Maidah: 45 yang artinya: “. . . Barang siapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim”5 Dan dalam surah Al-Maidah: 47 yang artinya: “. . . Barang siapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan 3
Hilman Hadikusuma,
Hukum Waris Adat, (Bandung: PT. Cipta Aditya Bhakti, 2003),
hlm. 3 4
Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Quran dan Terjemahannya, (Bandung: Genna Risalab Press, 1992), hlm 167. 5 Ibid hlm. 167
ENDAH MAYANA | 4
Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang fasik”6 Sementara itu bagaimana sistem Hukum Islam mengatur masalah waris, umat Islam sendiri kurang mengetahui dan memahaminya. Pengetahuan hukum yang rendah, serta pemahaman hukum yang salah mengakibatkan sikap terhadap hukum menjadi salah. 7 Dalam praktiknya penanganan warisan lebih banyak tergantung kepada ahli warisnya. Namun dalam kenyataannya, cukup banyak harta peninggalan yang belum dibagikan karena: masalah orang tua, terbatas harta peninggalan; tentang jenis dan macam harta warisan, pewaris tidak mempunyai keturunan; para waris belum dewasa, belum ada pewaris pengganti, diantara waris belum hadir, belum ada waris yang berhak dan belum di ketahuinya piutang pewaris.8 Agama Islam memerintahkan umatnya untuk mengesahkan pembagian warisan bila pewaris sudah meninggal dunia. Hal ini didasarkan kepada Hadis Rasul yang artinya: Dari Ibnu Abbas r. a. dari Nabi Muhammad SAW beliau berkata “Bagilah harta pusaka di antara ahli-ahli waris menurut kitab Allah" (H.R. Muslim dan Abu Dawud).”9
Salah satu azas dari Hukum Kewarisan Islam adalah: Asas Ijbari artinya: Azas yang menciptakan adanya proses peralihan harta dari orang yang meningal dunia kepada ahli warisnya sesuai dengan ketetapan Allah SWT. Hal ini tanpa adanya kaitan dengan kemauan pewaris atau ahli waris, Hal ini terlihat dari Pasal 187 ayat 2 KHI yang berbunyi, “Sisa dari pengeluaran dimaksud di atas adalah merupakan harta yang harus dibagikan kepada ahli waris yang berhak. Adanya kata harus dalam pasal ini menunjukkan berlakunya Azas Ijbari. Sejalan dengan hal tersebut di atas terlihat bahwa proses peradilan harta dalam hukum kewarisan Islam adalah merupakan suatu hal yang wajib dan ketentuan yang 6
Ibid Otje Salman, Kesadaran Hukum Masyarakat Terhadap Hukum Waris, (Bandung: Alumni, Bandung, 1993), hlm. 151. 8 Hilman Hadikusuma Op-Cit hlm. 44. 9 Mukhlis Lubis, Ilmu Pembagian Waris, (Medan: Al-Manar, 2011), hlm. 6 7
ENDAH MAYANA | 5
disebutkan dalam Al-Qur’an dan Sunnah mesti diterima oleh seorang muslim. Harta warisan yang belum dibagi adalah masih berbentuk kongsi dengan ahli waris yang lain. Ahli waris yang lain ada hak disitu maka haram dan berdosa menguasai hak orang lain. Dan perbuatan itu termasuk dalam kategori dzalim (menganiaya orang lain). Kendatipun hukum Islam telah menentukan bahagian masing-masing ahli waris namun Islam juga membenarkan perdamaian dengan jalan mengeluarkan sebahagian dari haknya ahli waris atas bagian warisan dengan imbalan menerima sejumlah harta tertentu dari harta warisan atau harta lain. Undang-Undang Pengadilan Agama yaitu Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 memberi hak kepada umat Islam untuk memilih pengadilan dalam menyelesaikan perkara waris, dan umat Islam yang kuat imannya yang mau menyelesaikan secara syariat Islam di Pengadilan Agama. Dalam praktik sering dijumpai pelaksanaan pembahagiaan warisan ditundatunda dan harta dibiarkan tetap untuk dalam jangka waktu yang lama bahkan ada yang sempat dikuasai oleh sebahagian ahli waris, maka akibatnya sewaktu mau dibagi harta warisan, sebahagian harta warisan tersebut masih dikuasai oleh sebahagian ahli waris. Kronologis perkara ini adalah perkawinan poligami yang dilakukan H. Muhammad Djamil terhadap dua orang istrinya. Istri pertama bernama Sabariah dan istri kedua bernama Subangliah, Perkawinan dengan istri pertama H. Muhammad Djamil tidak memiliki harta, sedangkan perkawinan dengan istri kedua barulah memiliki harta kekayaan.Kedua istri H. Muhammad Djamil lebih dahulu meninggal dunia dari suaminya. Permasalahan kemudian timbul setelah meninggalnya H. Muhammad Djamil yang mempakan ayah dari penggugat. Dimana harta sengketa tetap dikuasai oleh tergugat dan dinikmati hasilnya sendiri tanpa memperbolehkan para penggugat untuk turut menikmati hasil harta sengketa tersebut karena dilarang oleh tergugat.
ENDAH MAYANA | 6
Para penggugat telah berulang kali minta kepada tergugat agar membagi harta sengketa peninggalan almarhum H. Muhammad Djamil tersebut, para penggugat juga telah meminta bantuan yang berwenang untuk minta kepada tergugat membagi harta sengketa tersebut, akan tetapi selalu ditolak oleh tergugat, dunana harta tersebut adalah harta warisan yang seharusnya dibagi. Hai ini tentu sangat merugikan para penggugat bahkan tergugat secara menyolok menurunkan hasil perkebunan berupa buah-buahan untuk keuntungan dirinya sendiri. Penggugat mengajukan pennohonan ke PA Tebing Tinggi untuk menetapkan dan mengesahkan para ahli waris beserta porsi pembagian ahli waris H. Muhammad Djamil. Berdasarkan hal tersebut para penggugat menuntut agar supaya Pengadilan Negeri Lubuk Pakam meletakkan sita jaminan atas harta sengketa tersebut dan selanjutnya menjatuhkan putusan. Adapun putusan yang dikeluarkan Pengadilan, Negeri Lubuk Pakam adalah: -
Menyatakan menerima gugatan penggugat-penggugat secara keseluruhan
-
Menyatakan sita jaminan (conservatoir beslag) yang telah dilakukan atas tanah warisan peninggalan almarhum H. Muhammad Djamil.
-
Menyatakan demi hukum bahwa penetapann PA No- 23/1982 adalah syah dan berharga.
-
Menghukum tergugat untuk memasukkan uang hasil tanam-tanaman ke dalam budel harta warisan H. Muhammad Djamil
-
Menyatakan demi hukum tanah beserta hasil warisan aim H. Muhammad Djamil adalah harta warisan H. Muhammad Djamil yang belum dibagiwariskan.
-
Menyatakan demi hukum bahwa penggugat I, II, III, IV V, VI, VI, VII berhak atas harta warisan peninggalan H. Muhammad Djamil menurut bagian legitimi portie berdasarkan faraid dengan Penetapan Pengadilan Agama T. Tinggi No.23/1982.
ENDAH MAYANA | 7
-
Menghukum tergugat untuk menyerahkan bagian hak waris (legitim porsi) penggugat-penggugat dari warisan peninggalan H. Muhammad Djamil kepada penggugat-penggugat.
-
Menghukum tergugat untuk membayar uang paksa apabila tergugat lalai dalam memenuhi keputusan Pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.
-
Menghukum tergugat untuk membayar biaya-biaya yang timbul.
-
Keputusan ini dapat dijalankan serta merta walaupun ada banding, kasasi atau verzet. Kasus ini akhirnya sampai pada persidangan Mahkamah Agung, dimana
Mahkamah Agung menjatuhkan putusan menguatkan putusan Pengadilan Tinggi Medan. Melihat hal tersebut di atas, perlu dikaji bagaimana Analisis Yuridis Terhadap Pelaksanaan Pembahagian Harta Warisan Yang Dikuasai Oleh Salah Satu Pewaris (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung No. 2134. K/PDT/1989).
II. Metode Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif. Jenis penelitian yang digunakan adalah hukum normatif (yuridis normatif). Sumber data yang dipergunakan pada penelitian ini adalah data sekunder yang terdiri dari : a.
Bahan hukum primer, yang terdiri dari peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan ketentuan hukum waris yaitu Kompilasi Hukum Islam (Inpres No. 1 Tahun 1991), Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1989 tentang Pengadilan Agama, UU Nomor 14 Tahun 1985 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 3 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung, Putusan Mahkamah Agung Nomor 2134. K/PDT/1989.
b.
Bahan hukum sekunder, yaitu bahan-bahan yang berkaitan dengan bahan hukum primer, misalnya, buku-buku yang berkaitan dengan permasalahan, tulisan para ahli, makalah, hasil-hasil seminar atau pertemuan ilmiah lainnya yang relevan dengan penelitian ini.
ENDAH MAYANA | 8
c.
Bahan hukum tertier, yaitu bahan-bahan yang bersifat menunjang bahan hukum primer dan sekunder untuk memberikan informasi tentang bahan-bahan sekunder, misamya majalah, surat kabar, kamus hukum, kamus Bahasa Indonesia dan website. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penulisan ini adalah
menggunakan : metode penelitian kepustakaan (library research). Untuk lebih mengembangkan data penelitian ini, dilakukan Analisis secara langsung kepada informan dengan menggunakan pedoman analisis yang telah dipersiapkan terlebih dahulu. Wawancara dilakukan terhadap informan yakni 2 (dua) orang hakim, yaitu Hakim Pengadilan Agama Medan yaitu Drs.H.Mohd Hidayat Nassery selaku Ketua Majelis Hakim dan Bapak Dr. Manahan, MP. Sitompul, SH, M. Hum, sebagai Hakim pada Pengadilan Tinggi Medan, guna melengkapi data yang diperlukan dalam penelitian ilmiah, serta demi kesempurnaan tesis ini.
III. Hasil Penelitian dan Pembahasan Kata kewarisan berasal dari kata warasa, kata kewarisan banyak digunakan dalam Al-Qur’an dan kemudian di rinci dalam Sunnah Rasulullah SAW hukum Islam dibangun.10 Dalam literature Indonesia kata kewarisan dengan awalan “ke” dan akhiran “an” jelas menunjukkan kata benda dan mempunyai makna yang berhubungan dengan mewarisi, diwarisi dan diwariskan.11 J. Satrio., menyebutkan bahwa Hukum waris adalah peraturan yang mengatur perpindahan kekayaan seseorang yang meninggal dunia kepada satu / beberapa orang dengan dalam hal ini hukum waris merupakan bagian dari harta kekayaan.12 Idris Djakfar dan Taufik Yahya mendifinisikan bahwa hukum kewarisan ialah seperangkat ketentuan yang mengatur cara-cara peralihan hak dari seseorang yang 10
M. Yunus Daulay& Nadarlah Naimi. Fiqih Muamalah. (Medan: RatuJaya, 2011) hlm.
121 11
Achmad Kuzari, Sistem Asabah (Dasar Pemindahan Hak Milik Alas Harta Tinggalan/, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1994), hlm, 9. 12 J. Satrio. Hukum Waris, (Bandung: Alumni, 1992), hlm. 19
ENDAH MAYANA | 9
telah meninggal dunia kepada orang yang masih hidup yang ketentuan-ketentuan tersebut berdasarkan pada wahyu Ilahi yang terdapat dalam Al-Qur’an dan penjelasannya yang diberikan oleh Nabi Muhammad SAW, dalam istilah arab disebut Faraidl.13 Menurut etimologi atau bahasa kata warasa memiliki beberapa arti: pertama mengganti, kedua: memberi, ketiga: mewarisi. Sedangkan secara terminology (istilah), hukum kewarisan adalah hukum yang mengatur pembagian warisan, mengetahui bagian-bagian yang diterima dari harta peninggalan itu untuk setiap yang berhak.14 Hukum Kewarisan adalah hukum yang mengatur tentang pembagian harta warisan dari pewaris kepada ahli waris yang masih hidup. Dalam hukum Islam terdapat beberapa istilah, yaitu,faraidhl, fiqih mawaris, dan lain-lain.15 Waris adalah peraturan-peraturan yang mengatur perpindahan kekayaan seseorang yang meninggal dunia kepada para ahli warisnya. Batasan tersebut menetapkan suatu hal dalam waris, bahwa yang berpindah dalam pewarisan adalah kekayaan si pewaris. Hukum waris adalah: “Hukum yang mengatur tentang peralihan harta kekayaan yang ditinggalkan seseorang yang meninggal serta akibatnya bagi para ahli warisnya.”16 Pada asasnya hanya hak-hak dan kewajiban-kewajiban dalam lapangan hukum kekayaan/harta benda saja yang dapat diwaris. Beberapa pengecualian, seperti hak seorang bapak untuk menyangkal sahnya seorang anak untuk menuntut supaya dinyatakan sebagai anak sah dari bapak atau ibunya (kedua hak itu adalah dalam lapangan hukum kekeluargaan). Sebelum harta warisan yang ditinggalkan pewaris dibagikan ada beberapa hal yang harus dilakukan, sebelumnya perlu diketahui bahwa ada yang dikenal harta 13
Idris Djakfar dan Taufik Yahya, Kompilasi Hukum Kewarisan Islam (Jakarta; PT.Dunia Pustaka Jaya, 1995), hlm. 3-4. 14 Muhammad Syarbaini al-Khatib. Mughni al-Muhlaj. juz 3. Mustafa al-Baby al-Hlmaby. Kairo. hlm. 3 15 Suparman Usaman dan Yusuf Somawinata. Fiqih Mawaris Hukum Kewarisan Islam. (Jakarta: Gaya Media Parata, 1997), hlm. 22 16 Effendi Perangin. Hukum Waris. (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005), hlm. 3
ENDAH MAYANA | 10
peninggalan, dalam terminologi fiqih disebut dengan tirkah. Harta peninggalan adalah harta yang ditinggalkan oleh pewaris baik yang berupa harta benda yang menjadi miliknya maupun hak-haknya. Agar harta peninggalan tersebut dapat dibagi sebagai harta warisan maka perlu diselesaikan kewajiban-kewajiban tertentu. Harta warisan adalah harta bawaan ditambah bagian dari harta bersama setelah digunakan untuk keperluan pewaris selama sakit sampai meninggalnya, biaya pengurusan jenazah, pembayaran utang dan pemberian untuk kerabat.17 Dalam Islam, ahli waris itu ada dua macam, yakni ahli waris nasabiyah yaitu ahliwaris yang hubungan kewarisannya didasarkan karena hubungan darah (keturunan atau kekerabatan) yang mana semua ahli waris yang ada pertalian darah baik laki-laki maupun perempuan dan anak-anak diberi hak menerima bagian menurut jauh dekatnya kekerabatannya, bahkan bayi yang masih berada dalam kandungan ibunya pun memiliki hak yang sama dengan yang sudah dewasa. Namun hal mi berlaku ketentuan hijab.18 Kedua, ahli waris Sababiyah yaitu ahli waris yang kewarsiannya berdasarkan pemikahan dan memerdekakan budak (hamba sahaya) namun dikarenakan perbudakan sudah tidak ada pada saat sekarang ini, maka penerapannya juga sudah tidak berlaku. Rukun waris Islam ada tiga, yaitu: a. Maurus yaitu harta benda yang ditinggalkan oleh pewaris yang bakal diwariskan pada ahli waris setelah diambil dari biaya perawatan, melunasi utang-utang si mayit dan setelah melaksanakan wasiat. b. Muwaris yaitu orang yang meninggal dunia, baik mati hakiki maupun mati hakmi. Mati hukmi adalah suatu kematian yang dinyatakan oleh putusan pengadilan atas dasar beberapa sebab, walaupun dalam arti sesungguhnya ia belum mati. 17
M. Yunus Daulay & Nadarla Naimi Op. Cit. hlm. 123 Ahmad Rofiq. Hukum Islam Di Indonesia. (Jakarta: Rajawali Pers. Get. ke-2, 1997) hlm.
18
389
ENDAH MAYANA | 11
c. Waris yaitu orang yang akan mewarisi harta peninggalan si mawaris lantaran mempunyai sebab-sebab untuk mempusakai, seperti adanya Jkatan perkawinan, hubungan darah dan adanya perwalian dengan si muwarits.19 Pembagian harta warisan harus segera dilaksanakan setalah pewaris meninggal, tidak boleh ditunda-tunda, kecuali jika ada keadaan tertentu yang tidak memungkinkan, misal karena rumahnya belum laku dijual, atau ada ahli waris yang masih bayi/kecil, atau ada ahli waris yang banci, atau ada ahli waris yang hilang/tertawan, maka ada bagian yang dibekukan untuk sementara hingga diketahui keadaannya. Harta warisan adalah sepenuhnya milik para ahli warisnya, karena itu tidak boleh mengambil/menguasai harta milik mereka. Segeralah ditunaikan jika mereka menginginkannya disegerakan. jangan sampai karena lama tidak dibagikan, akhirnya muncul kecurigaan dan kebencian dari para ahli waris, karena sesungguhnya mereka bisa jadi sangat membutuhkan harta tersebut. Menyegerakan
pembagian
harta
warisan
memiliki
hikmah.
Untuk
menghindari adanya konflik, maka sebaiknya apabila orang tua yang bijaksana, apalagi memiliki harta yang cukup banyak, seharusnya dibuat surat wasiat (testamen) di hadapan Notaris agar tidak menimbulkan persengketaan di antar ahli waris kemudian hari.20 Hukum waris Islam memandang bahwa terjadinya peralihan harta hanya semata-mata disebabkan karena kematian.21 Kewarisan Islam adalah tentang hak sama-sama dan saling mewarisi antara laki-laki dan perempuan serta perbandingan 2 : 1 (baca 2 banding 1) antara porsi lakilaki dan perempuan.22
19
Fachtur Rahman. Op.Cit.. hlm. 36 Hasil wawancara dengan Bapak Dr. Manahan, MP, Sitompul SH, M. Hum, Hakim Pengadilan Tinggi Medan, tanggal 05 Januari 2013. 21 Suhrawardi K. Lubis. dan Komis Simanjuntak. Hukum Waris Islam, (Jakarta: Sinar Grafika,1995) hlm.35. 22 AH Parmati. Kewarisan Dalam Al-Qur’an; Suatu Kajian Hukum Dengan Pendekatan Tafsir Tematik, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1995), hlm. 90 20
ENDAH MAYANA | 12
Asas keadilan dalam hukum Kewarisan Islam mengandung
pengertian
bahwa harus ada keseimbangan antara hak yang diperoleh dan harta warisan dengan kewajiban atau beban kehidupan yang harus ditanggungnya/ditunaikannya diantara para ahli waris, karena itu arti keadilan dalam hukum waris Islam bukan diukur dari kesamaan tingkatan antara ahli waris, tetapi ditentukan berdasarkan besar- kecilnya beban atau tanggung jawab yang diembankan kepada mereka, dtinjau dari keumuman keadaan/kebidupan manusia.23 Rasio perbandingan 2:1, tidak hanya berlaku antara anak laki-laki dan perempuan saja, melainkan juga berlaku antara suami isteri, antara bapak-ibu serta antara saudara laki -laki dan saudara perempuan, yang kesemuanya itu mempunyai hikmah apabila dikaji dan diteliti secara mendalam.24 Dalam kehidupan masyarakat muslim, laki-laki menjadi penanggung jawab nafkah untuk keluarganya, berbeda dengan perempuan. Apabila perempuaa tersebut berstatus gadis/ masih belum menikah, maka ia menjadi tanggung jawab orang tua ataupun walinya ataupun saudara laki-lakinya. Sedangkan setelah seorang perempuan menikah, maka ia berpindah akan menjadi tanggung jawab suaminya (laki-laki). Syari'at Islam tidak mewajibkan perempuan untuk menafkahkan hartanya bagi kepentingan dirinya ataupun kebutuhan anak-anaknya, meskipun ia tergolong mampu/kaya, jika ia telah bersuami, sebab memberi nafkah (tempat tinggal, makanan dan pakaian) keluarga merupakan kewajiban yang dibebankan syara' kepada suami (laki-laki setelah ia menikah). Hal ini sesuai dengan hasil analisis yang dilakukan dengan hakim pada Pengadilan Tinggi Medan, yang menyatakan bahwa upaya hukum yang dilakukan para pihak yang merasa tidak puas terhadap putusan Pengadilan Agama adalah
23
Ahmad Zahari, Tiga Versi Hukum Kewarisan Islam: Syafi’i, Hazairin dan KHI, (Pontianak: Romeo Grafika, 2003), hlm. 25. 24 Cholil Umara, Agama Menjawab Tantangan Berbagai Masalah Abad Modern, (Surabaya: AmpelSuci, 1994), hlm. 101.
ENDAH MAYANA | 13
dengan mengajukan banding.25 Lebih dari itu semua, yang akan dianjurkan terlebih dahulu adalah mediasi Islah. Kalau sudah mempunyai kesepakatan di antara para pihak dikonkntkan dan mohon ke pengadilan untuk dikuatkan putusan perdamaian. Perdamaian bisa terbuka sebelum perkara diputus dan diperiksa.26 Pada Putusan Mahkamah Agung No. 2134 K/Pdt./1989 berawal dari adanya kematian Tuan H. Muhammad Djamil. a. Semasa hidupnya H. Muhammad Djamil meninggalkan 12 bidang tanah yang dikuasai oleh salah seorang ahli warisnya, yaitu Achdarman. b. Bahwa harta sengketa tersebut tetap dikuasai oleh Achdarman dan dinikmati hasilnya sendiri tanpa memperbolehkan ahli waris yang lain untuk menikmati hasilnya. c. Bahwa para ahli waris yang lain telah berulangkali minta kepada Achdarman untuk membagi harta sengketa peninggalan almarhum H. Muhammad Djamil, dan ahli waris yang lain juga sudah meminta kepada Achdarman, bahkan meminta bantuan kepada yang berwenang, tetapi selalu ditolak oleh Achdarman. d. Karena kerugian-kerugian yang dialami oleh Buyung Musjaya dan kawan-kawan, akhirnya mereka mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Lubuk Pakam untuk melaksanakan sita jaminan atas harta sengketa. e. Atas gugatan-gugatan yang diajukan para ahli waris, Pengadilan Negeri Lubuk Pakam mengeluarkan Putusan No. 5/Perd/1986/PN.LP yang amamya berbunyi antaralain: 1. Menyatakan tanah dan tanam-tanaman dari warisan peninggalan almarhum H. Muhammad Djamil merupakan harta warisan yang dibelum dibagiwariskan. 2. Menyatakan bahwa para ahli waris yang lain (Buyung Musjaya dan kawankawan) merupakan pihak yang berhak atas harta peninggalan almarhum.
25
Hasil wawancara dengan Bapak Dr. Manahan, MP, Sitompul SH, M. Hum, Hakim Pengadilan Tinggi Medan, tanggal 05 Januari 2013. 26 Hasil wawancara dengan Bapak Dr. Manahan, MP. Sitompul SH, M. Hum, Hakim Pengadilan Tinggi Medan, tanggal 05 Januari 2013.
ENDAH MAYANA | 14
f.
Selanjutnya atas putusan tersebut, dianggap tidak ada adil dan diajukan permohonan banding di tingkat Pengadilan Tinggi.
g.
Pengadilan Tinggi Medan selanjutnya memberikan putusan dengan amarnya yang membatalkan putusan Pengadilan Negeri Lubuk Pakam dengan menyatakan bahwa: 1. Menyatakan untuk membatalkan putusan Pengadilan Negeri Lubuk Pakam 2. Harta-harta berupa 11 (sebefas) petak tanah beserta tanaman yang ada di atasnya merupakan harta bersama antara aim Subangliah dengan suaminya H. Muhammad Djamil. 3. Menyatakan bahwa satu petak sisa tanah dan tanaman yang di atasnya yang merupakan harta bersama antara aim. Sabariah dengan suaminya H. Muhammad Djamil. 4. Membagi porsi sesuai dengan ketentuan hukum Islam.
h.
Berdasarkan putusan Pengadilan Tinggi tersebut, para penggugat asli yang merupakan anak-anak Sabariah mengajukan kasasi secara lisan, dan berdasarkan pertimbangan keadilan, Mahkamah Agung menetapkan bahwa Pengadilan Tinggi Medan sudah menerapkan hukum dengan baik, sehingga pada amar putusan Kasasi juga menguatkan putusan Pengadilan Tinggi Medan, yang menyatakan bahwa sebahagian harta warisan merupakan harta bersama perkawinan sebelumnya, dan sebahagian yang lain merupakan harta bersama dari perkawinan yang kedua, sehingga ada perbedaan pembagian antara ahli waris yang memang berbeda ibu. Berdasarkan putusan MA NO. 2134 K/Pdt/1989 bahwasannya Hakim dalam
memberikan putusan penuh dengan pertimbangan yang telah sesuai dengan salah satu Azas Kewarisan dalam hukum Islam yakni dengan memakai azas keadilan yang berimbang. Maksudnya adalah keseimbangan antara hak dan kewajiban, dan keseimbangan antara yang diperoleh dengan keperluan dan kegunaan. Secara mendasar dapat dikatakan bahwa perbedaan gender tidak menentukan hak kewarisan dalam Islam.
ENDAH MAYANA | 15
Baik laki-laki maupun perempuan mendapatkan hak yang sama kuat untuk mendapatkan warisan, walaupun dari segi jumlah yang diperoleh memang tidak sama. Meskipun demikian hal tersebut bukanlah berarti tidak adil. Karena keadilan dalam pandangan Islam tidak hanya diukur dengan jumlah yang didapat saat menerima hak waris tetapi juga dikaitkan dengan kegunaan dan kebutuhan. Secara umum dapat dikatakan bahwa laki-laki lebih banyak membutuhkan materi hdibandingkan perempuan. Hal tersebut dikarenakan laki-laki Islam memikul kewajiban ganda yaitu untuk dirinya sendiri dan terhadap istri /keluarganya.27 Umur juga tidak menjadi faktor yang menentukan dalam pembagian harta warisan. Dilihat dari segi kebutuhan sesaat yaitu waktu menerima hak terlihat bahwa kesamaan jumlah penerima antara yang besar dan dengan yang kecil tidaklah adil, tetapi tinjauan dari kebutuhan tidak bersifat saat dilangsungkannya pembagian warisan tetapi untuk jangka waktu yang lama sampai pada usia dewasa yang kecil membutuhkan materi yang sama banyaknya dengan orang yang sudah dewasa. Bila dihubungkan dengan besarnya keperluan orang dewasa dengan lamanya keperluan bagi anak yang belum dewasa dan dikaitkan pula dengan perolehan yang sama dalam hak kewarisan, makanya hasilnya keduanya akan mendapatkan kadar manfaat yang sama atas atas apa yang mereka terima. Inilah keadilan hakiki dalam pandangan Islam yaitu keadilan yang berimbang dan bukan keadilan yang sama rata.28 Berdasarkan hasil analisis dengan hakim Pengadilan Tinggi Medan, maka disebutkan bahwa Putusan MA sudah tepat dalam menerapkan hukum. Semua harta warisan harus dibagi sama antara anak dan istri I maupun anak dari istri II, karena ternyata tidak terbukti ada harta bawaan dari aim. Subangliah. Kecuali dapat dibuktikan oleh salah satu ahli waris bahwa itu adalah milik ahli waris.29
27
Irzu Husnul, "Asas Keadilan Berimbang". http://id.shvoong.com/law-and-politics/familylaw/2242589-asaf-asas-hukum-kewarisan-Islam/#ixzz2C'g6jUcM/., diakses tanggal 21 Nopember 2012. 28 Amir Syarifudidin, Hukum Kewarisan Islam, (Jakarta: Prenada Media, 2004) hlm.97. 29 Hasil wawancara dengan Bapak Dr. Manahan, MP, Sitompul SH, M. Hum, Hakim Pengaditan Tinggi Medan, tanggal 05 Januari 2013.
ENDAH MAYANA | 16
Mahkamah Agung juga memutuskan agar tergugat dan penggugat membagi harta warisan tersebut sesuai dengan porsi yang telah ditetapkan oleh Pengadilan Tinggi Medan. Selanjutnya juga menetapkan apabila kedua belah pihak mengalami kesulitan dalam melaksanakan pembagian atas harta tersebut, maka eksekusi dilaksanakan dengan jalan menjual lelang harta tersebut dan uang hasil penjualan lelang tersebut dibagi kepada seluruh ahli waris menurut porsi pembagian yang telah ditentukan. Namun sayangnya sampai saat ini Putusan Mahkamah Agung No. 2134 K/Pdt/ 1989 tidak dilaksanakan. Hal ini disebabkan karena amar putusan hakim samasekali tidak ada perintah untuk eksekusi. Seharusnya ada surat dari Mahkamah Agung yang memerintahkan untuk eksekusi secara benenjang agar dapat memerintahkan pelaksanaan eksekusi terhadap harta sengketa yang saat ini masih dikuasai oleh si tergugat. Akan ada pihak eksekutor yang ditunjuk pengadilan untuk melakukan eksekusi tersebut.30 Pada Putusan MahkamahAgung No. 2134K/Pdt/1989, menolak gugatan dari para penggugat dan menguatkan putusan Pengadilan Tinggi Medan dengan alas an bahwa tidak semua harta merupakan harta waris yang belum dibagi, tetapi ada beberapa objek yang merupakan harta yang harus dibagi terlebih dahulu. Pada putusan disebutkan bahwa: -
Harta berupa 11 (sebelas) petak tanah yaitu tanah No. 1 sampai dengan No. 10 dan tanah No. 12 surat gugatan beserta tanaman yang ada di atasnya adaJah merupakan harta bersama antara almarhum Subangliah dengan almarhum suaminya H. Muhammad Djamil Menetapkan dari harta tersebut: 1) Penggugat I mendapatkan 5/28 bagian 2) Penggugat 2 mendapat 6/28 bagian 3) Penggugat 3 sampai dengan 6 mendapatkan 5/28 bagian 4) Tergugat mendapatkan 12/28 bagian 30
Prof. Abdullah Syah, MA., pada tanggal 22 Desember 2012
ENDAH MAYANA | 17
-
Menyatakan bahwa salah satu tanah yang dikuasai oleh Tergugat adalah merupakan harta bersama dari Sabariah (ibu tergugat) dan alm H. Muhammad Djamil sehingga pembagiannya adalah: 1) Penggugat 1 dan Penggugat 3 sampai dengan 6 (selaku ahli waris almarhum Munir) masing-masing mendapat 1/2 x 41/36 bagian 1) Penggugat 2 mendapatkan 5/36 bagian 2) Tergugat mendapatkan 10/56 bagian Dari permasalahan dalam kasus tersebut. menurut Putusan dan pertimbangan
MahkamahAgung dalam perkara pembagian harta warisan sudah tepat Adapun alasannya adalah sebagai berikut: 1. Dalam konsep perkawinan Indonesia, maka hukum perkawinan akan mengacu pada pengaturan Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 mengenai Perkawinan. Dalam konsep UU No. 1 Tahun 1974 dikenal dengan asas monogami akan tetapi tidak menutup kemungkinan untuk poligami jika agama yang bersangkutan mengizinkan untuk itu dan pengaturannya melalui beberapa ketentuan sebagai persyaratan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. 2. Pengaturan tersebut berbeda dengan konsep hukum perdata barat dimana pengaturannya sangat kaku (rigid) yang terbatas pada asas monogami dan tidak ada pengecualiannya sebagaimana diatur dalam pasal 27 KUHPerdata. Keadilan yang diambil oleh Mahkamah Agung sudah tepat, karena sesuai dengan ketentuan pada Pasal 94 ayat (1) KHI disebutkan, “Harta bersama dari perkawinan seorang suami yang mempunyai istri lebih dari seorang, masing-masing terpisah dan berdiri sendiri”. Berdasarkan ketentuan ini, harta gono-gini dalam perkawinan poligami tetap ada, tetapi dipisahkan antara rnilik istri pertama, kedua, dan seterusnya. Berdasarkan hal di atas, maka harta warisan yang ditinggalkan H. Muhammad Djamil dianggap ada yang masih merupakan harta bersama, sehingga harus dikeluarkan bagiannya terlebih dahulu. Ini untuk menjaga kepentingan ahli waris yang lain, yang juga memiliki hak yang sama. Ketentuan yang mengatur tentang
ENDAH MAYANA | 18
masa penentuan kepemilikan harta gono-gini dalam hal ini, “Pemilikan harta bersama dari perkawinan seorang suami yang mempunyai istri lebih dari seorang, dihitung pada saat berlangsungnya akad perkawinan yang kedua, ketiga, atau yang keempat”. Istri pertama dari suami yang berpoligami mempunyai hak atas harta gono-gini yang dimilikinya bersama dengan suaminya. Istri kedua dan seterusnya berhak atas harta gono-gininya bersama dengan suaminya sejak perkawinan mereka berlangsung. Kesemua istri memiliki hak yang sama atas harta gono-gini tersebut. Namun, istriistri yang kedua dan seterusnya tidak berhak terhadap harta gono-gini istri yang pertama. Ayat (2) pasal yang sama mengatur jika pengadilan yang memberi izin untuk beristri lebih dari seorang, dan undang-undang ini tidak menentukan lain, berlakulah ketentuan-ketentuan ayat (1) Pasal 65 ini. Berdasarkan hasil analisis, terhadap putusan Mahkamah Agung dinyatakan bahwa para pihak wajib memperhitungkan perkawinan antara H. Muhammad Djamif sebelum dengan SubangHah, yaitu perkawinannya dengan Sabariah, yang mana hartanya juga belum dibagi. Untuk itu putusan Mahkamah Agung ini sudah cukup memenuhi rasa keadilan.31 Sementara dalam permohonan Kasasi para penggugat meminta agar seluruh harta dijadikan sebagai harta waris yang harus dibagi secara keseluruhan.
IV. Kesimpulan dan Saran A. Kesimpulan 1.
Faktor-faktor yang menyebabkan ahli waris menguasai harta warisan adalah karena: a.
Ahli waris merasa bahwa harta warisan yang ditinggalkan adalah menipakan harta warisan ayah yang didapatnya sejak menikah dengan ibunya yang merupakan istri kedua dari pewaris, sehingga ahli waris merasa lebih berhak dan saudara-saudara lainnya.
31
Hasil wawancara dengan Bapak Drs Muhammad Agama Medan, tanggal 12 Juni 2012, di Medan
Hidayat Naseri, Hakim Pengadilan
ENDAH MAYANA | 19
b.
AMI waris ingin menikmati sendiri harta tersebut
c.
Ahli waris merasa paling banyak berkorban untuk merawat orang tuanya, jadi berhak atas harta dalam jumlah yang banyak.
d. 2.
Ahli waris memang merupakan orang yang serakah
Tindakan hukum yang dllakukan ahli waris yang dikuasai haknya oleh ahli waris yang lain yaitu dengan melakukan musyawarah, karena musyawarah tidak dapat dicapai, upaya hukum yang dilakukan oleh ahli waris tersebut adalah dengan mengajukan permohonan penetapan ahli waris dan menentukan jumlah porsi masing-masing ke Pengadilan Agama Tebing Tinggi. Selanjutnya dilakukan gugatan ke Pengadilan Negeri Lubuk Pakam dengan lampiran Ketetapan dari Pengadilan Agama Lubuk Pakam. Putusan yang dijatuhkan dianggap tidak memenuhi rasa keadilan, sehingga dilakukan upaya hukum banding hingga kasasi ke Mahkamah Agung.
3.
Analisis terhadap Putusan Mahkamah Agung No. 2I34.K/PDT/1989 dalam menyelesaikan kasus pembagian harta warisan yang dikuasai salah satu ahli waris adalah sudah tepat dan memenuhi rasa keadilan. Mahkamah Agung menolak gugatan kasasi dari Buyung Musjaya dan kawan-kawan dan menguatkan putusan Pengadilan Negeri Lubuk Pakam, yang mengharuskan pembagian antara H. Muhammad Djamil dengan Subangliah dilaksanakan terlebih dahulu, baru dibagi kembali kepada ahli waris yang lainnya. Selain itu temyata tidak terbukti adanya harta bawaan dari Subangliah
B.
Saran
1.
Pembagian harta warisan harus segera dilaksanakan setalah pewaris meninggal, tidak boleh ditunda-tunda, kecuali jika ada keadaan tertentu yang tidak memungkinkan. hal ini terutama untuk menghindari adanya penguasaan harta warisan yang akhirnya akan berujung adanya sengketa.
2.
Hendaknya masyarakat membekali dirinya terhadap pengetahuan tentang warisan, sehingga mengerti atas hak dan kewajiban masing-masing ahli waris.
ENDAH MAYANA | 20
Namun musyawarah disarankan sebagai salah satu jalan keluar yang lebih balk, tanpa proses pengadilan, agar tidak terputus silaturahmi antar keluarga. 3.
Mahkamah Agung merupakan pranata hukum tertinggi bagi pencari keadilan. Untuk itu hakim dituntut terus menggali hukum yang berlaku di masyarakat, agar putusan yang diambil benar-benar memenuhi rasa keadilan masyarakat, dan bukan untuk memenuhi keingrnan dan hasrat satu kelompok kepentingan saja.
V. Daftar Pustaka Abdurrahman, Kompilasi Hukum Mam Di Indonesia, (Jakarta: Akademi Presindi, 1992) al-Khatib Muhammad Syarbaini. Mughni al-Muhlaj. juz 3. Mustafa al-Baby alHalaby. Kairo Daulay M. Yunus & Naimi Nadarlah. Fiqih Muamalah. (Medan: Ratu Jaya, 2011) Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Quran dan Terjemahannya, (Bandung: Genna Risalab Press, 1992) Djakfar Idris dan Taufik Yahya, Kompilasi Hukum Kewarisan Islam (Jakarta; PT.Dunia Pustaka Jaya, 1995) Hadikusuma Hilman, Hukum Waris Adat, (Bandung: PT. 2003) Husnul
Cipta Aditya Bhakti,
Irzu, “Asas Keadilan Berimbang”. http://id.shvoong.com/law-andpolitics/family-law/2242589-asaf-asas-hukum-kewarisanIslam/#ixzz2C'g6jUcM/., diakses tanggal 21 Nopember 2012.
Lubis Mukhlis, Ilmu Pembagian Waris, (Medan: Al-Manar, 2011) Lubis Suhrawardi K.. dan Komis Simanjuntak. Hukum Waris Islam, (Jakarta: Sinar Grafika,1995)
ENDAH MAYANA | 21
Kuzari Achmad, Sistem Asabah (Dasar Pemindahan Hak Milik Alas Harta Tinggalan), (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1994) Parmati AH. Kewarisan Dalam Al-Qur’an; Suatu Kajian Hukum Dengan Pendekatan Tafsir Tematik, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1995) Perangin Effendi. Hukum Waris. (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005) Rofiq Ahmad. Hukum Islam Di Indonesia. (Jakarta: Rajawali Pers. Get. ke-2, 1997) Satrio J. Hukum Waris, (Bandung: Alumni, 1992) Sabiq Sayid. Figh as Sunnah. Juz III, (Sernarang: Toha Putra. 1980) Salman Otje, Kesadaran Hukum Masyarakat Terhadap Hukum Waris, (Bandung: Alumni, Bandung, 1993) Syarifudidin Amir, Hukum Kewarisan Islam, (Jakarta: Prenada Media, 2004) Umara Cholil, Agama Menjawab Tantangan Berbagai Masalah Abad Modern, (Surabaya: Ampel Suci, 1994) Usaman Suparman dan Somawinata Yusuf. Fiqih Mawaris Hukum Kewarisan Islam. (Jakarta: Gaya Media Parata, 1997) Zahari Ahmad, Tiga Versi Hukum Kewarisan Islam: Syafi’i, Hazairin dan KHI, (Pontianak: Romeo Grafika, 2003)