Vol.6 No.2 2014 PERKEMBANGAN KEDUDUKAN PEREMPUAN DALAM HUKUM ADAT WARIS BALI (Studi di Kota Denpasar)1 Oleh : Ni Nyoman Sukerti (
[email protected]) I Gusti Ayu Agung Ariani (
[email protected]) 2
ABSTRACT Women as citizens of the ancients is still received discriminatory treatment in some aspects of life, although the government has made some rules that provide protection to women evens have ratified CEDAW. The Constitution also been set in Article 27, paragraphs 1 and 2, but discrimination against women still exist, especially in the traditional law of Bali inheritance. On the basis of the two problems posed namely 1). Against wealth whose position daughter suffered developments in traditional law of Bali heritance? and, 2). What factors influence the occurrence of the development of women position in traditional law of Bali heritance ? Results of the research showed that inherited asset is generally daughter disposable property rich guna kaya. Varied forms of inherited property have fixed things as well as moving objects. Rights received largely daughter also vary greatly between the cases of the other cases, this depends of the economic condition of her parents. Daughter of position heirs are not burdened family responsibilities. So, the position of the daughter of experience in the development of traditional law of Bali heritance limited -use property rich guna kaya . Factors that influence the occurrence of the development of women position in traditional law of Bali heritance, the availability of legislation that gender perspective, there is a paradigm shift in attitude and behavior of the parents of the girls looked, viability of public education level and economy growing family. Keywords : development, the position of women, traditional law of Bali heritance.
1
Karya Ilmiah ini merupakan hasil penelitian yang dibiayai dari dana Dipa BLU Program Studi Magister (S2) Ilmu Hukum PPS UNUD dengan SK direktur nomor 1433/UN.14.4/HK/2013, telah dipresentasikan dalam seminar/FGD di Program Magister (S2) Ilmu Hukum pada tanggal 11 Nopember 2013. 2 Para penulis adalah Dosen pada Program Studi Magister (S2) Ilmu Hukum Program Pascasarjana UNUD dan Fakultas Hukum UNUD Denpasar-Bali.
243
Vol.6 No.2 2014 I. PENDAHULUAN
Meskipun peraturan perundang-undangan
1. Latar Belakang Masalah
sudah mengatur dengan tegas tetapi dalam
Perempuan sebagai warga negara
kenyataannya
diskriminasi
terhadap
dari dahulu hingga kini masih mendapat
perempuan masih tetap ada seperti dalam
perlakuan
dalam
bidang hukum adat waris Bali. Hal itu
beberapa aspek kehidupan seperti dalam
dapat diketahui dari rumusan awig-awig
bidang politik, hukum, dan lain-lainnya,
(hukum adat) yang tidak memposisikan
walaupun pemerintah sudah membuat
anak perempuan
sebagai ahli waris,
beberapa peraturan
kecuali
perempuan
yang
diskriminatif
yang memberikan
anak
perlindungan terhadap perempuan bahkan
berkedudukan
sudah meratifikasi CEDAW (Convention
perempuan hanya mempunyai hak untuk
on
Form
menikmati harta kekayaan orang tuanya
Discrimination Against) menjadi UU No.
selama ia belum kawin atau selama ia
7
Pengesahan
tidak kawin. Dalam hukum adat Bali
Konvensi Mengenai Penghapusan Segala
dirumuskan yang berkedudukan ahli waris
Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita/
adalah anak laki-laki dan sentana rajeg.
perempuan. Dengan diundangkannya U U
Namun seiringan dengan kemajuan jaman,
No.
secara
ilmu pengetahuan, teknologi, pendidikan
normative pemerintah sudah memberikan
dan tentunya perkembangan masyarakat
perlindungan terhadap kaum perempuan
Bali umumnya dan masyarakat Kota
dari segala bentuk diskriminasi. Selain itu,
Denpasar khususnya, kiranya telah terjadi
jauh sebelum meratifikasi CEDAW, dalam
perkembangan
Pasal 27 ayat (1) dan ayat (2) UUDN RI
perempuan dalam hukum adat waris, dari
1945 dirumuskan bahwa segala warga
tidak
negara bersamaan kedudukannya di dalam
berkedudukan ahli waris, sehingga hal itu
hukum
mencerminkan kesetaraan dan keadilan
the
Elimination
Tahun
7
1984
Tahun
dan
of
tentang
1984
All
tersebut
pemerintahan.
Dalam
ketentuan pasal tersebut tidak disebutkan secara tegas hukum tertulis atau hukum
sentana
rajeg.
yang
kedudukan
berkedudukan
Anak
anak
menjadi
gender. Penelitian
ini
sangat
penting
negara saja. Dengan demikian, ketentuan
dilakukan, seperti sudah disinggung di atas
tersebut berlaku juga terhadap hukum yang
di mana anak perempuan Bali masih
tidak tertulis yang dalam hal ini hukum
mendapat perlakuan yang diskriminasi
adat, khususnya hukum adat waris Bali.
terutama dalam bidang hukum adat waris,
244
Vol.6 No.2 2014 hal itu menunjukan adanya ketidakadilan
(bekal tetangga). Dengan sebutan seperti
gender. Selain itu, sangat tidak selaras
itu seolah-olah anak perempuan diseting
dengan ketentuan konstitusi dan peraturan
atau dirancang untuk pergi meninggalkan
perundang-undangan
rumah orang tua dan keluarganya.
yang berspektif
gender seperti UU No.39 Tahun 1999
Mencermati kondisi tersebut maka
tentang Hak Asasi Manusia (HAM),
menjadi sangat penting untuk melakukan
khususnya HAM perempuan.
penelitian mengingat adanya kemajuan
Masalah warisan sering dikaitkan dengan
kewajiban,
baik
kewajiban
keluarga (seperti pemeliharaan merajan/ sanggah,
melanjutkan
kemasyarakatan (seperti menjadi anggota banjar dan desa pakraman), akan tetapi anak perempuan juga merupakan anak dari orang tuanya dan layak diperhitungkan hak-haknya, yaitu hak untuk mendapatkan harta kekayaan dalam batas-batas tertentu dan juga atas bagian tertentu atau bagian anak perempuan tidaklah sama dengan bagian hak yang diterima anak laki-laki. Adanya hak anak perempuan atas harta orang
tuanya
dengan
memperhatikan batas-batas tertentu maka anak perempuan akan mempunyai nilai baik
dalam
masyarakat
keluarga
dimana
lain-lainnya terutama adanya kemajuan dari masyarakat itu sendiri.
keturunan,
pengabenan pewaris) maupun kewajiban
kekayaan
jaman, ilmu pengetahuan, teknologi, dan
maupun
selama
ini
di anak
perempuan Bali Hindu umumnya boleh dikatakan kurang dihargai atau dipandang tidak begitu penting dalam keluarga. Hal itu dapat diketahui dari ada istilah bahwa anak perempuan sebagai ”takilan pisaga”
2. Rumusan Masalah Bertitik tolak dari latar belakang masalah seperti telah dipaparkan di atas maka dapat dirumuskan dua pemasalahan sebagai berikut : 1. Terhadap
harta kekayaan yang mana
kedudukan
anak
mengalami
perempuan
perkembangan
dalam
hukum adat waris Bali ? 2. Faktor-faktor
apakah
yang
mempengaruhi perkembangan
terjadinya kedudukan
anak
perempuan dalam hukum adat waris Bali ? II. METODE PENELITIAN 1. Pendekatan Penelitian Pendekatan yang dipakai dalam penelitian
ini
adalah
pendekatan
nondoktrinal
(socio-legal
approach).
Pendekatan
ini
dilakukan
untuk
memahami hukum dalam konteks, yaitu 245
Vol.6 No.2 2014 masyarakatnya3.
konteks
Z.
undangan maupun dalam bentuk hukum
Tamanaha mengungkapkan bahwa hukum
lainnya seperti hukum yang hidup di
dan masyarakat memiliki bingkai yang
masyarakat yakni hukum adat, selanjutnya
disebut “The Law Society Framework”
dihubungkan
yang
lapangan dewasa ini. Dalam kaitan ini
memiliki
Brian
hubungan
tertentu.
komponen dasar. Komponen pertama,
mengemukakan “legal research is an
terdiri dari dua tema pokok yaitu ide yang
essential component of legal practice. It is
menyatakan bahwa hukum adalah cermin
the process ofinding the law that governs
masyarakat dan ide bahwa fungsi hukum
an activity and materials that explain or
adalah untuk mempertahankan “social
analyze that law“6.
order”. Komponen kedua, terdiri dari tiga
3. Lokasi Penelitian
custom/consent;
Denpasar,
2. Jenis Penelitian
bahwa
dengan dasar pertimbangan masyarakat
Kota
Denpasar
khususnya yang beragama Hindu dengan
dengan
sistem kekerabatan patrilinealnya kiranya
perspektif perempuan5. Dalam penelitian
sudah mengalami perkembangan dalam
ini diawali dengan data sekunder sebagai
memahami hukum adat waris sehingga
data awal kemudian dilanjutkan dengan
dapat
data primer atau data lapangan. Ini berarti
memposisikan anak perempuan dalam
penelitian hukum empiris tetap bertumpu
hukum adat waris. Hal mana, mengingat
pada premis normatif, dimana fokus
masyarakat sudah jauh terbuka akibat
kajiannya
yang
perkembangan jaman, kemajuan di bidang
tertuang dalam bentuk norma-norma baik
pendidikan, ekonomi dan sudah adanya
dalam
peraturan
penelitian
pada
bentuk
termasuk
Olson
dalam
tradisi
ini
C.
Penelitian ini dilakukan di Kota
morality/reason; dan positive law4.
Penelitian
Kent
di
Morris
yaitu:
Chohen,
kenyataan
Hubungan tersebut ditunjukan dengan dua
elemen,
L.
dengan
kualitatif
esensi
peraturan
hukum
perundang-
merubah
pandangan
perundang-undang
dalam
yang
berperspektif gender. 3
Soerjono Soekanto, 1988, Pendekatan Sosiologis Terhadap Hukum (selanjutnya disebut Soerjono Soekanto I), PT Bina Aksara, Jakarta, h. 9. 4 Brian Z. Tamanaha, 2006, A General Jurisprudence of Law and Sosiety, Oxford University Press, New York, h. 1-2. 5 Nasution, 1996, Metode Penelitian Naturalistik-Kualitatif, Tarsito, Bandung, h. 31.
6
Morris L Chohen & Kent C Olson, 1992, Legal Research, Wes Publising Company, St Paul, Minn, h. 1.
246
Vol.6 No.2 2014 4. Penentuan Informan dan Responden Para informan yang dicari dalam
III. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Hukum Adat Waris Secara Umum.
penelitian ini adalah orang-orang yang dipandang
mengetahui
tentang
obyek
Berbicara mengenai hukum adat waris Bali, dimana pembicaraan tidak
penelitian. Adapun orang-orang dimaksud
dapat lepas dari
yaitu Kepala Desa Pakraman (Bendesa)
Indonesia.
sedangkan
para responden yakni orang-
membahas hukum adat waris Bali maka
orang yang secara langsung maupun tidak
terlebih dahulu perlu dikemukakan hukum
langsung mengalami pewarisan. Dalam
adat waris Indonesia.
kaitan itu para informan dan responden
Oleh
hukum adat waris karena
itu
sebelum
Sampai saat ini di Indonesia masih
ditentukan secara purposive.
berlaku pluralisme hukum dalam bidang
5. Teknik pengumpulan data.
hukum waris. Hal tersebut dikarenakan
Data penelitian ini digali dengan teknik wawancara dan
bangsa
Indonesia
belum
mempunyai
dengan bantuan
hukum waris nasional yang berlaku untuk
instrumen berupa interview guide atau
semua warga negara. Walaupun usaha-
pedoman pertanyaan untuk menggali data
usaha ke arah itu sudah lama dilakukan,
atau jawaban-jawaban yang selengkap
seperti diamanatkan oleh TAP MPRS
mungkin baik dari informan maupun
Nomor II Tahun 1960. Dalam angka 402
responden.
huruf c sub 2 Ketetapan MPRS tersebut
6. Teknik Pengolahan dan Analisis
dinyatakan
perlunya
perundangan-
undangan mengenai hukum warisan yang
Data. Data yang didapat diolah dan
berlandaskan
prinsip-prinsip
bilateral7.
kewarisan
dinalisis secara kualitatif. Maksudnya
parental
dalam pengolahan dan analisis datanya
dalam bidang hukum waris yaitu Hukum
tidak menggunakan analisis statistik atau
Barat, Hukum Islam dan Hukum adat.
dalam bentuk angka. Kemudian
Dalam
hasil
penelitian
Pluralisme
ini,
hukum
ditekankan
analisis data disajikan secara deskriptif
pembahasannya hanya mengenai hukum
analitis.
adat untuk membatasi pembahasan. Dalam hukum adatpun masih belum ada satu kesatuan hukum yang berlaku atau dengan 7
Hazairin, 1982, Hukum Kekeluargaan Nasional, Tirta Mas, Jakarta, h.1.
247
Vol.6 No.2 2014 kata lain hukum adat yang berlaku dalam
Masalah
soal waris masih beragam. Untuk lebih
dengan
jelasnya
kekerabatan
akan
dikemukakan
batasan
hukum adat waris dari beberapa sarjana. Ter Haar memberikan batasan
sistem
Terkait
aturan-aturan
kekerabatan
bertalian
kaitannya
dianut
itu,
atau
masyarakat.
menurut
Bushar
Muhammad, di Indonesia dikenal tiga sistem
yang
erat
kekeluargaan
yang
hal
mengenai hukum adat waris sebagai hukum
waris
kekerabatan
yaitu
sistem
matrilineal,
sistem
dengan proses, yang menarik perhatian
kekerabatan yaitu
dari abad ke abad yaitu proses penerusan
patrilinel yakni sistem kekerabatan yang
dan peralihan kekayaan materiil dan
menarik garis keturunan dari garis laki-
8
sistem kekerabatan
immateriil dari turunan ke turunan . Hal
laki. Sistem kekerabatan matrilineal yakni
senada juga dikatakan oleh Soepomo,
sistem kekerabatan yang menarik garis
bahwa hukum adat waris muat peraturan-
keturunan dari garis perempuan dan sistem
peraturan
proses
kekerabatan
parental
meneruskan dan mengoperkan barang-
kekerabatan
yang
barang harta benda dan barang-barang
keturunan
yang
mengatur
dari 10
yaitu
sistem
menarik
garuis
garis
senada
dan
yang tidak berwujud benda (immnateriele
perempuan .
goederen) dari suatu angkatan manusia
dikemukakan oleh Oemarsalim, bahwa di
(generatie) kepada turunannya9.
Indonesia
Kedua batasan tentang hukum adat
Hal
laki-laki
terdapat
kekerabatan
beragam
yakni
sifat Sifat
juga
sistem kebapaan
waris tersebut di atas dapat dilihat adanya
(patriarchaat).
satu prinsip bahwa pewarisan itu terjadi
(matriarchaat), dan sifat ke bapak-ibuan
antara orang tua dan anak-anaknya, akan
(parental)11.
tetapi apabila diperhatikan lebih jauh,
Pada
sistem
keibuan
kekerabatan
prinsip tersebut mengalami perwujudan
patrilineal, ditentukan bahwa yang menjadi
yang
dihubungan
ahli waris adalah anak laki-laki dengan
dengan sistem kekerabatan yang dianut
sistem kewarisan individual dan kolektif
oleh masyarakat.
tergantung obyek dari warisan tersebut.
berbeda
manakala
10
8
Ter Haar, 1974, Asas-Asas dan Susunan Hukum Adat, Pradnya Paramita, Jakarta, h. 231. 9 Soepomo, R, 1986, Bab-Bab tentang Hukum Adat, Pradnya Paramita, Jakarta, h.72.
Bushar Muhammad, 2003, Asas-Asas Hukum Adat, Pradnya Paramita, Jakarta, h. 24. 11 Oemarsalim, 2006, Dasar-Dasar Hukum Waris di Indonesia, Renika Cipta, Jakarta, h.6.
248
Vol.6 No.2 2014 Pada sistem kekerabatan matrilineal yang
tertulis yang dimiliki oleh masing-masing
menjadi ahli waris adalah anak-anaknya
desa adat, yang dengan Perda No.3 Tahun
dengan sistem kewarisan kolektif dan pada
2003 nama desa adat diganti menjadi desa
sistem kekerabatan parental, ahli warisnya
pakraman. Tiap-tiap desa pakraman yang
adalah
satu dengan desa pakraman yang lainnya
anak-anaknya
dengan
sistem
kewarisan individual. Anak-anak disini
dalam
dimaksudkan adalah anak laki-laki dan
tidaklah sama bahkan ada awig-awig desa
perempuan
dengan
sapikul
pakraman yang tidak mengatur masalah
sagendong,
akan
adakalanya
warisan seperti desa pakraman Tangeb,
prinsip tetapi
dibeberapa daerah bagian anak laki-laki
sistem
kekerabatan
tersebut,
yang
meninggalkan
masyarakat
kekerabatan
kekekuargaan
yang
pewarisan
Secara umum pewaris adalah orang
masyarakat Bali Hindu menganut sistem patrinineal,
masalah
Badung.
dan perempuan tidak diberbedakan. Dari ketiga
mengatur
Bali
warisan.
Pada
dengan
sistem
patrilinealnya
pewaris
memposisikan anak laki-laki sebagai ahli
adalah ayah atau bapak. Berdasarkan hasil
waris dan juga sentana rajeg. Perlu digaris
penelitian, pewaris tidak saja bapak tetapi
bawahi bahwa ada beberapa daerah yang
ibupun juga sebagai pewaris karena ibu
tidak mengenal lembaga sentana rajeg.
juga
Artinya tidak ada bentuk perwainan
pembentukan harta kekayaan keluarga
nyeburin
yang berupa harta bersama (guna kaya)
yang
memberi
kedudukan
mempunyai
(tadtadan)12.
atau
perempuan. Pada daerah tersebut peluang
Mencermati hal itu dimana dari unsur
perempuan sebagai ahli waris sudah
pewaris sudah mengalami perkembangan
tertutup.
karena pewaris selain ayah, ibu juga
waris sebenarnya
asal/bawaan
dalam
sebagai sentana rajeg terhadap anak
Dalam membahas masalah hukum
harta
peranan
sebagai pewaris. Dalam unsur pewaris
terdapat tiga unsur
telah mencerminkan kesetaraan gender. Di
penting yang mutlak ada yaitu pewaris,
samping pewaris, untuk dapat terjadinya
harta warisan dan ahli waris, untuk
proses pewarisan unsur harta warisan
terjadinya proses pewarisan. Demikian juga halnya dalam hukum adat waris Bali. Hukum adat Bali tertuang dalam bentuk awig-awig baik tertulis maupun tidak
12
I Ketut Wirta Griadhi, 1990, ”Sikap Masyarakat Bali Terhadap Kemungkinan Terwujudnya Sistem Hukum Waris Bilateral Individual”, Laporan Penelitian, Fakultas Hukum, Universitas Udayana, Denpasar, h. 17.
249
Vol.6 No.2 2014 merupakan hal yang sangat penting,
persembahyangan
karena harta warisan sering kali menjadi
(sanggah/merajan), dan lai-lain.
penyebab
terjadi
keretakan
hubungan
keluarga
b. tetamian yang dapat dibagi, yaitu
dalam keluarga. Harta warisan adalah
harta
yang tidak mempunyai nilai
harta yang yang ditinggalkan oleh pewaris.
magis religius, seperti sawah ladang,
Hilman Hadikusuma mengatakan bahwa
dan lain-lainnya.
warisan adalah barang-barang berupa harta
2. Tetatadan, yaitu harta yang dibawa oleh
benda yang ditinggalkan oleh pewaris13.
masing-masing suami dan istri ke
Dalam hukum adat Bali, warisan tidak saja
dalam perkawinan dan harta bawaan
berupa barang berwujud seperti harta
ini dapat diperoleh karena usaha
benda milik keluarga, melainkan juga
sendiri (sekaya) dan dapat pula karena
berupa hak-hak kemasyarakat, seperti hak
pemberian orang tua. 3. Pegunakaya
atas tanah karang desa yang melekat pada
(guna kaya) yaitu harta yang didapat
status
oleh suami istri selama perkawinan
seseorang
sebagai
anggota
berlangsung15.
masyarakat desa (krama desa pakraman), hak memanfaatkan setra (kuburan milik
Terkait dengan harta bawaan atau
desa), bersembahyang di Kahyangan desa,
tetatadan, umumnya yang membawa harta
dan lain-lainnya14.
lebih ditekankan pada perempuan atau istri
Harta warisan yang
berwujud harta keluarga dalam hukum
dan
adat Bali dapat digolongan menjadi:
bawaan tetap menjadi milik sang istri
1. Tetamian
kecuali ia mewariskan kepada anak-
yang
(harta pusaka) yaitu harta
diperoleh
karena
pewarisan
apabila
terjadi
perceraian
harta
anaknya itupun kalau dalam perkawinan
secara turun temurun. yang meliputi :
mempunyai anak, manakala tidak ada
a. tetamian yang tidak dapat dibagi,
anak, harta tersebut tetap menjadi milik
yaitu harta yang mempunyai nilai magis
sang istri.
religius seperti tempat
Di samping unsur pewaris dan dan harta warisan, unsur alhi waris juga tidak kalah pentingnya dalam proses pewarisan, karena
ketiadaan
ahli
waris
dapat
13
Hilman Hadikusuma, 1990, Hukum Waris Adat, Citra Aditya Bakti, Bandung, h. 35. 14 I Wayan Windia dan I Ketut Sudantra, 2006, Pengantar Hukum Adat Bali, Lembaga Dokumentasi dan Publikasi, Fakultas Hukum, Universitas Udayana, h. 116.
15
Gde Panetje, 1986, Aneka Catatan Tentang Hukum Adat Bali, CV Kayumas, Denpasar, h. 162.
250
Vol.6 No.2 2014 menyebabkan batalnya proses pewarisan. Menurut
hukum
adat
Dalam hukum adat Bali dengan
dikenal
sistem kekeluargaan kepurusa, orang-
penggolongan ahli waris berdasarkan garis
orang yang dapat diperhitungkan sebagai
pokok
pokok
ahli waris dalam garis pokok keutamaan
pengganti. Garis pokok keutamaan adalah
dan garis pokok pengganti para laki-laki
garis hukum yang menentukan urutan-
dari kelaurga yang bersangkutan sepanjang
urutan
golongan-
tidak putus haknya sebagai ahli waris.
dengan
Kelompok orang-orang yang termasuk
pengertian bahwa golongan yang satu
dalam garis keutamaan pertama sebagai
lebih diutamakan dari golongan yang lain.
ahli waris adalah keturunan pewaris lurus
Garis pokok pengganti adalah garis huum
ke bawah yaitu anak kandung laki-laki,
yang bertujuan untuk menentukan siapa
atau anak perempuan yang ditingkatkan
diantara kelompok keutamaan tertentu
statusnya
tampil
(sentana rajeg), dan anak angkat (sentana
keutamaan
dan
keutamaan
golongan
diantara
keluarga
sebagai
garis
pewaris
ahli
waris.
Dalam
sebagai penerus keturunan
menentukan ahli waris berdasarkan garis
peperasan)17.
pokok keutamaan dan garis pengganti
2. Perkembangan
maka harus diperhatikan dengan seksama sistem
kekeluargaan
yang
berlaku16.
Kedudukan
Anak
Perempuan dalam Hukum Adat Waris Bali
Dengan garis pokok keutamaan tadi,
Hukum adat sebagai hukum yang
orang-orang yang mempunyai hubungan
hidup
darah dibagi dalam kelompok-kelompok
beberapa sifat salah satunya bersifat
yaitu a). kelompok keutamaan pertama
dinamis. Bersifat dinamis artinya hukum
adalah ketutunan pewaris, b). kelompok
adat
keutamaan
masyarakatnya.
kedua
adalah
orang
tua
(the
living
mengikuti
law)
mempunyai
perkembangan
Manakala
masyarakat
pewaris, c). kelompok keutamaan ketiga
mengalami perkembangan maka hukum
adalah
dan
adat yang sebagai konstruksi masyarakat
keturunannya, d). Kelompok keutamaan
adat juga mengalami perkembangan. Hal
keempat adalah kakek dan nenek pewaris.
tersebut sesuai dengan yang dikemukan
saudara-saudara
pewaris,
oleh Friedrich Carl von Savignya bahwa
16
Soerjono Soekanto, 2002, Hukum Adat Indonesia (selanjutnya disebut Soerjono Soekanto II), PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, h. 261.
17
Gde Pudja, 1986, Hukum Kewarisan Hindu Yang Resipir Kedalam Hukum Adat Waris Bali Dan Lombok, CV Yunasco, Jakarta, h. 162.
251
Vol.6 No.2 2014 hukum itu merupakan cerminan dari
yang diberikan adalah ada berupa benda
volkgeist (jiwa bangsa)18.
tetap dan juga bergerak (kendaraan).
Mencermati
adat
Harta-harta tersebut
Bali
guna kaya (harta bersama). Sebagaimana
terutama di bidang hukum waris juga
yang dituturkan oleh Ketut Dana, dimana
bersifat
sedikit
menurut responden (pewaris), sebenarnya
mengalami perkembangan. Terkait hal itu,
ahli waris itu adalah anak laki-laki, tapi
berdasarkan laporan penelitian bahwa ada
tidak ada salahnya memberikan kepada
beberapa kasus dibeberapa tempat yang
anak kepada anak perempuan sedikit harta
memposisikan anak perempuan sebagai
kekayaan yang diperoleh dengan istrinya.
tersebut
termasuk
dinamis
sifat
hukum
hukum
dalam
adat
arti
19
merupakan harta
ahli waris . Laporan penelitian lainnya
Cara yang ditempuh oleh responden dalam
juga menyebutkan bahwa ada keinginan
hal ini adalah dengan cara membelikan
beberapa
sebidang
keluarga
memberikan
waris
kepada anak perempuannya walaupun anak
itu
sudah
kawin
ke
luar20
tanah
(dalam
proses)
dan
kendaraan untuk anak perempuannya, serta tidak
dibebani
Sehubungan dengan itu, berdasarkan data
(pengabenan
lapangan ada beberapa kasus dimana ada
merajan/sanggah).
beberapa orang tua yang mewariskan
Mencermati
kewajiban
orang
tua,
keluarga
pemeliharaan
pendapat
dari
beberapa harta kepada anak perempuanya.
responden tersebut, nampaknya responden
Disini responden tidak mau mengatakan
sangat memahami kondisi dan situasi
secara tegas
dijaman
”mewariskan” melainkan
sekarang
dimana
ia
sudah
”memberi” sedikit harta kepada anak
mengalami
perempuannya, dengan alasan ekonomi
prilaku
keluarga memungkinkan untuk itu. Harta
perempuan dalam keluarga dan khususnya
perubahan paradigma dan
dalam
memandang
anak
dalam hal waris. Hal ini, terbukti dimana 18
Bernard L. Tanya, Yoan N. Simanjuntak. Markus Y. Hage, 2006, Terori Hukum Strategi Tertib Manusia Lintas Ruang dan Generasi, CV KITA, Surabaya, h. 85. 19 A.A.Oka Mahendra, et.al, 1996, ”Perkembangan Hukum Waris Janda dan Anak Perempuan dalam Masyarakat Bali”, Laporan Penelitian, Kerja sama FH Unud dan BPHN, h. 44. 20 Tim Peneliti Fakultas hukum Universitas Udayana, 1988, ”Pengaruh Hukum Adat Waris Bali terhadap Pola NKKBS”, Laporan Penelitian, Denpasar, h. 43.
ia menyimpangi aturan hukum adat yang hanya
memposisikan
anak
laki-laki,
sentana rajeg dan anak angkat sebagai ahli waris, dengan cara membelikan sebidang tanah (dalam proses) dan kendaraan untuk anak perempuannya. Jadi harta yang diberikan kepada anak perempuannya
252
Vol.6 No.2 2014 terbatas terhadap harta guna kaya (harta
Ia mempunyai tiga orang anak, satu orang
bersama).
perempuan dan dua orang laki-laki.
menerima
Anak hak
perempuan
waris
yang
tidak
dibebani
kewajiban keluarga. Sementara
Responden
lainnya
mengatakan
tidak jauh berbeda seperti yang dituturkan itu,
Arya
oleh Sg. Wiratni D. Dimana ia mewariskan
berpendapat bahwa pada prinsipnya anak
(dalam proses) sejumlah harta baik harta
perempuan
tetap maupun harta bergerak kepada anak
dalam
I
Made
statusnya
sebagai
predana bukan ahli waris menurut hukum
perempuannya
adat Bali akan tetapi apabila
mempunyai
anak
karena
seorang
kebetulan
anak
atau
ia anak
perempuan berstatus purusa, ia adalah
tunggal. Harta yang diwariskan kepada
sebagai
anaknya adalah semuanya merupakan
ahli
waris
penuh
dan
kedudukannya sama dengan anak laki-laki
harta
dalam menerima warisan. Selanjutnya
perkawinannya.
dijelaskan
bahwa
dijaman
yang
diperolehnya
dalam
sekarang
Hal yang tidak jauh berbeda juga
tergantung pada kebijakan orang tua dan
diungkap oleh I Ketut Muliadiarsa, I Made
juga kondisi
Pelaga, dan I Wayan Murdita. Pada
ekonominya,
ia juga
mengatakan bahwa anak perempuan juga
dasarnya
diposisikan sebagai ahli waris tetapi dalam
mewariskan harta guna kaya secara merata
batas-batas tertentu dan terbatas pada
kepada anak-anaknya, ini berarti baik anak
harta-harta
laki-laki
maupun
perkawinnya. Terhadap harta tetamian
mendapat
bagian
(warisan) tidak dapat diberikan kepada
perempuan
anak perempuan karena erat kaitannya
dituntut tanggung jawab sebagaimana anak
dengan swadharma (kewajiban) keluarga
laki-laki.
seperti
yang
diperoleh
pengabenan
dalam
orang
tua,
para
responden
sebagai
anak yang
tersebut
perempuan sama.
Anak
waris
tidak
ahli
Seorang responden yang sangat
pemeliharaan merajan/sanggah (tempat
ekstrim,
I
Made
Ribeg
Gunartha,
persembah-yangan keluarga).
Ia sudah
menuturkan bahwa ia mewariskan harta
memberi-kan sejumlah harta kepada anak
pusaka kepada anak perempuannya yang
perempuan berupa sebidang tanah tempat
telah kawin ke luar. Harta yang diwariskan
tinggal (pekarangan) dan sebuah sepeda
berupa sebidang tanah dengan bangunan
motor, dengan tidak dibebani kewajiban
permanen di atasnya. Di samping itu ia
sebagaimana kewajiban anak laki-lakinya.
juga mewariskan harta guna kaya kepada
253
Vol.6 No.2 2014 anak
perempuannya
tersebut,
karena
adat yang dinamis. Di samping itu, sangat
responden adalah orang yang cukup berada
tidak selaras dengan teori F.C. von
sehingga
Savigny yang mengatakan bahwa hukum
memungkinkan
mewariskan
kepada anak perempuannya. Pendapat dan
itu volkgeist bangsa.
prilaku para responden tersebut dapat
Sementara
itu,
dikatakan sudah mencerminkan kesetaraan
Suwetja mengatakan
gender.
dalam Sementara itu, para responden
lainnya mempunyai pandangan
A.A.Putu
Oka
bahwa sebenarnya
prakteknya
atau
dalam
kenyataannya aturan hukum adat Bali
yang
sudah mulai dikikis eksistensinya oleh
berbeda dimana mereka masih sangat kuat
beberapa anggota masyarakat dengan cara
mempertahankan
memberikan sejumlah harta kepada anak
aturan-aturan
adat,
seolah-olah hukum adat itu adalah benda
perempuannya.
sakral yang tidak dapat dirubah. Peneliti
pembagian harta warisan tidak dilakukan
berpandangan, bukan hukum adatnya yang
secara terang-terangan.
kaku, sebab hukum itu teks mati, tetapi
yang diberikan kepada anak perempuan
masyarakat
itu
terbatas hanya terhadap harta guna kaya
umumnya memandang hukum adat itu
dan umumnya berupa benda bergerak
sakral sehingga sangat sulit
melakukan
tetapi ada juga berupa benda tetap, ini
pembaharuan kearah yang mencermikan
sangat tergantung pada kondisi ekonomi
emansipatif.
sebagai
orang tua. Sementara mengenai harta
konstruksi masyarakat (laki-laki) dijaman
pusaka dalam kaitan hak waris anak
lampau begitu ditaati oleh penerusnya
perempuan.
sampai
pendukung
Hukum
sekarang.
dikonstruksi masyarakat
hukum
adat
Pada
hal
saat
dijaman lampau, kondisi Bali
I
saja
dalam
Harta kekayaan
Made
Sudarsana
mengatakan pada dasarnya tidak jauh
berbeda
berbeda dengan apa yang dituturkan oleh
dibandingkan dengan dijaman kini, oleh
A.A.Putu Oka Suwetja, bahwa keberadaan
karenannya adalah merupakan sebuah
hukum adat Bali dalam bidang waris sudah
dilema
berubah,
sedikit mengalami pergeseran, dimana
hukumnya (waris) tetap ajeg. Dengan
sebelumnya anak perempuan sama sekali
demikian hukum adat itu dapat dikatakan
tidak
dimana
jauh
Sementara,
Hanya
masyarakat
bersifat kaku, dimana sebagai hukum yang hidup tidaklah relevan dengan sifat hukum
mendapatkan
apa-apa,
terlebih
setelah anak perempuan itu kawin ke luar, namun sekarang sudah ada beberapa orang 254
Vol.6 No.2 2014 tua yang memberikan harta guna kaya-nya
substansi hukum dan budaya hukum21, dari
kepada anak perempuannya dan ini sangat
ketiga unsur hukum tersebut, baru terbatas
tergantung dari kondisi
pada
ekonomi orang
unsur
budaya
hukum
yang
tuanya. Secara pribadi para informan juga
mengalami sedikit perkembangan berupa
berlaku tidak jauh berbeda dengan para
kasus-kasus
responden.
kepada anak perempuan, sementara pada
Berdasarkan
keterangan
para
informan dan responden tersebut di atas,
waris
mengalami
bidang
pewarisan
unsur lainya yakni unsur struktur dan substansinya masih tetap bertahan.
kedudukan anak perempuan dalam hukum adat
dalam
Terkait dengan budaya hukum,
sedikit
masyarakat Bali yang berdasarkan sistem
perkembangan yang mencerminkan pada
kekerabatan patrlineal (kapurusa) sangat
kesetaraan
anak
berjiwa patriarkhi, dimana memposisikan
perempuan dari tidak sebagai ahli waris
anak laki-laki begitu tinggi, ketiadaan anak
dan hanya berhak menikmati, menjadi ahli
laki-laki dalam keluarga batih dapat
waris terhadap harta kekayaan orang
menimbulkan perbuatan hukum
tuanya. Perkembangan kedudukan anak
pengangkatan anak, poligami dan yang
perempuan
sifatnya
paling patal dapat diceraikannya seorang
terbatas hanya pada harta guna kaya (harta
istri. Namun sekarang hal tersbut tidak
bersama) orang tuanya dan haknyapun
begitu
sangat variatif karena tidak ada ketentuan
perempuan sudah mulai diperhitungkan
yang dipakai dasar untuk menentukan
oleh beberapa orang tua dalam keluarga
bagian berapa berbanding berapa dengan
dan pewarisan, seperti beberapa kasus
anak laki-laki, ini sangat tergantung dari
pewarisan yang sudah diungkapkan di
kesadaran orang tua dalam memandang
atas.
gender,
dalam
dimana
mewaris
anak perempuannya. Kondisi
yang
mencolok
dan
bahkan
seperti
anak
Adanya beberapa kasus, dimana demikian
itu,
anak perempuan diposisikan sebagai ahli
makakala dikaitkan dengan teorinya L.M.
waris
oleh
orang
tuanya
walaupun
Friedman tentang Sistem Hukum, yang
umumnya terbatas pada harta guna kaya,
terdiri tiga unsur yaitu struktur hukum, 21
L.M Friedman, 1977, Law and Society,An Introduction, Printice Hall, New Jersey, h. 7.
255
Vol.6 No.2 2014 hal tersebut
selarah dengan apa yang
Indonesia umumnya dan masyarakat Bali
Pesamuhan
khususnya. Arus global merombak cara
Agung III Majelis Utama Desa Pakraman
hidup secara besar-besaran dalam segala
(MUDP) Bali tahun 2010, tanggal 15
aspek
Oktober.
globalisasi
sudah
dirumuskan
Pada
dirumuskan kandung
dalam
pesamuhan
drumuskan
laki-laki
tersebut
bahwa
dan
anak
perempuan
hasil Pesamuhan Agung III MUDP Bali tersebut
semua responden mengatakan
belum mengetahuinya. Oleh karena itu merupakan pekerjaan yang tidak ringan bagi MUDP Bali dan juga pemerhati perempuan untuk mensosialisasikan hasil pesamuhan tersebut kepada semua warga desa pakraman, agar tidak hal itu hanya merupakan teks mati.
Terjadinya Perkembangan Kedudukan Anak Perempuan Dalam Hukum Adat Waris Bali.
manusia dalam hidupnya selalu mengalami baik
perubahan
itu
cepat
maupun lambat. Kata orang bijak, tidak ada satupun di dunia ini yang tidak berubah kecuali perubahan itu sendiri.
membawa
berdemensi
politik,
lain-lainnya. Masyarakat Bali sebagai suatu masyarakat yang sangat taat akan adat dan budayanya tidak lepas dari pengaruh arus global tersebut. Dalam hal ini, ditekankan pada
dimensi
hukum.
Meskipun
masyarakat Bali taat pada hukum adat sebagai warisan leluhur, namun dengan adanya
perkembangan
pengetahuan,
jaman,
pendidikan,
perundang-undangan
yang
ilmu
peraturan berspektif
gender, teknologi dan lain-lainnya dapat
dalam bidang waris. Sebagaimana sudah dijelaskan di atas bahwa menurut hukum adat Bali ahli waris adalah anak laki-laki, sentana rajeg dan anak angkat, itu sudah
Masyarakat sebagai suatu tatanan
Globalisasi
dapat
dan
mengkikis keajegan hukum adat Bali
3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
perubahan
masyarakat,
hukum, teknologi, budaya, ekonomi dan
berkedudukan ahli waris terhadap harta guna kaya (due tengah). Terkait dengan
kehidupan
adalah
sebuah
perubahan
era
yang
kehidupan
masyarakat di seluruh dunia, tak terkecuali
diatur dalam ketentuan awig-awig hampir pada setiap desa adat/desa pakraman sudah mulai sedikit tergoyahkan eksistensinya. Majunya
tingkat
pendidikan
masyarakat dapat merubah paradigma dalam memandang suatu, dalam hal ini adalah dalam memandang anak perempuan di bidang waris. Di samping itu karena meningkatnya perekonomian dari keluarga
256
Vol.6 No.2 2014 untuk
perempuan yang mendapat hak sama
mewariskan kepada anak perempuannya,
dengan anak laki-laki (1:1). Ahli waris
dan selain itu dijaman kini, orang-orang
perempuan tidak dibebani kewajiban
tidak mempunyai banyak anak.
sebagaimana alhi laki-laki.
sehingga
memungkinkan
Jadi
faktor-faktor
yang
b. Faktor-faktor
yang
mempengaruhi
mempengaruhi terjadinya perkembangan
perkembangan
kedudukan anak perempuan dalam hukum
perempuan dalam hukum adat waris
adat waris Bali antara lain:
Bali antara lain:
adanya
peraturan
perundang-undangan
berspektif
gender,
adanya
tua
dalam
sikap dan prilaku dari para orang tua dalam memandang anak perempuan,
anak
majunya
perempuan, majunya tingkat pendidikan
pendidikan
(orang
tua),
dan
meningkatnya perekonomian keluarga.
perekonomian keluarga.
2. Saran
IV. SIMPULAN DAN SARAN
Kedudukan anak perempuan dalam
1. Simpulan
hukum adat waris Bali sudah mengalami
Dari keseluruhan uraian dalam bab-bab sebelumnya dapat disimpulkan sebagai berikut:
sedikit perkembangan berupa kasuistis. Terkait dengan itu disarankan kepada komponen masyarakat adat terutama orang
a. Mengenai kedudukan anak perempuan hukum
adat
waris
Bali
berdasarkan kasus-kasus yang diteliti sudah
tingkat
masyarakat
masyarakat (orang tua), dan meningkatnya
dalam
adanya peraturan
gender, adanya perubahan paradigma,
perubahan
memandang
anak
perundang-undangan yang berspektif
yang
paradigma, sikap dan prilaku dari para orang
kedudukan
mengalami
sedikit
perkembangan. Perkembangan mana umumnya terbatas terhadap harta guna kaya orang tuannya baik dalam bentuk benda bergerak maupun benda tetap. Hak waris anak perempuan sangat variatif karena tidak ada katentuan
tua
yang
hendaknya
belum
responsif
responsif
gender
gender agar
kesetaraan gender dapat terwujud secara maksimal. Selain itu, hendaknya MUDP Bali mensosialisasikan hasil Pesamuhan Agung III tahun 2010 tersebut kepada senua warga desa pakraman agar warga dapat mengetahui dan memahami dengan jelas tentang kedudukan anak perempuan dalam hukum adat waris Bali.
yang dipakai acuan berapa berbanding berapa
tetapi
ada
beberapa
anak 257
Vol.6 No.2 2014 DAFTAR PUSTAKA
Chohen, Morris L & Kent C. Olson, 1992, Legal research, West Publising Company, St. Paul, Minn. Friedman, L.M., 1977, Law and Society, An Introduction, Printice Hall, New Jersey. Haar, Ter, 1974, Azas-Azasdan Susunan Hukum Adat, Pradnya Paramita, Jakarta. Hadikusum, Hilman, 1990, Hukum Waris Adat, Citra Aditya Bakti, Bandung. Hazairin, 1982, Hukum Kekeluargaan Nasional, Tirtamas, Jakarta. Muhammad, Bushar, 2003, Asas-Asas Hukum Adat, Pradnya Paramita, Jakarta.
Nasution,1996, Metode Penelitian Naturalistik-Kualitatif, Tarsito, Bandung. Oemarsalim, 2006, Dasar Hukum Waris di Indonesia, Renika Cipta, Jakarta. Pudja, Gde, 1986, Aneka Catatan Tentang Hukum Adat Bali. CV Kayumas, Denpasar. Soekanto, Soerjono 1988, Pendekatan Sosiologis Terhadap Hukum, PT Bina Aksara, Jakarta. .......................... 2002, Indonesia, PT Persada, Jakarta.
Hukum Adat RajaGrafindo
Soepomo, R, 1986, Bab-Bab tentang Hukum Adat, Pradnya Paramita, Jakarta. Tamanaha, Brian Z. 2006, A General Jurisprudence of Law and Society, Oxford University Press, New York.
Tanya, Bernard L, Yoan N. Simanjuntak, Markus Y. Hage, 2006, Teori Hukum Strategi Tertib Manusia Lintas Ruang dan Generasi, CV KITA, Surabaya. Windia, Wayan P, dan Ketut Sudantra, 2006, Pengantar Hukum Adat Bali, Lembaga Dokumentasi dan Publikasi, Fakultas Hukum, Universitas Udayana. Tim Peneliti Fakultas Hukum Universitas Udayana, 1988, ”Pengaruh Hukum Adat Wawis Bali terhadap Pola NKKBS”, Laporan Penelitian, Denpasar. Griadhi, I Ketut Wirta 1990, ”Sikap Masyarakat Bali Terhadap Kemungkinan Terwujudnya Sistem Hukum Waris Bilateral Individual”, Laporan Penelitian, Fakultas Hukum, Universitas Udayana, Denpasar. Mahendra, A.A.Oka, et. al., 1996, “Perkembangan hukum Waris Janda dan Anak Perempuan dalam Masyarakat Bali”, Laporan Penelitian, Kerjasama FH Unud dan BPHN. UUDN RI 1945, hasil amandemen kedua, Sinar Grafika, Jakarta, 2005. UU
RI No.7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Kovensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita, Kantor mentri Negara Urusan Peranan Wanita, Jakarta, 1993.
UU RI No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Sinar Grafika, Jakarta, 2008.
258