Konsep Tafsir, Ta`wil dan Hermeneutika: Paradigma Baru Menggali aspek Ahkam dalam Penafsiran Al-Qur`an Oleh: Muhamad Ali Mustofa Kamal Dosen Program Studi Ilmu Al-Qur`an dan Tafsir FSH UNSIQ Email:
[email protected] Abstract The concept of interpretation (tafsir), exegesis (ta`wil) and hermeneutics as part of the art of understanding texts in the study of the Qur’an gave birth to a new paradigm in undertanding the Qur’anic text. Tafsir and ta`wil departure from Islamic tradition, while hermeneutics depart from the Western tradition. The development theory of inteerpretation and exegesis is essentially in order to understand what is in the text and what is outside the text. In the subsequent development of hermeneutics as the theory of text interpretation is generally used as a tool to understand the text of the holy Qur’an. This is no different from the interpretation (tafsir) and exegesis (ta`wil), it’s just that this hermeneutic is actually a development of the exegesis theory, as part of a philosophical theory, the theory of thingking to build a pre-understanding. The combination of the concept of interpretation, exegesis, and hermeneutics, this could be a powerful tool in interpreting and understanding the Qur’an which ‘salihun li kulli zaman wa makan‘. Keyword: Interpretation, exegesis, hermeneutic penafsiran dan pemahaman terhadap Al-
A. Pendahuluan Al-Qur`an adalah kitab suci yang
Qur`an mengalami peningkatan yang
tidak terbatas pada ruang dan waktu (ṣâliḣ
cukup
fî kulli zamân wa makân), dan telah
munculnya ilmu-ilmu interdisipliner yang
membuktikan dirinya dengan memiliki
menjadikan wacana tafsir Al-Qur`an itu
keistimewaan baik dari segi isinya,
semakin beraneka ragam. Kajian terhadap
susunan kata, sastra, bahkan memiliki
al-Qur`an terutama dalam pendekatan
posisi penting dalam peradaban umat
teori resepsi memunculkan paradigma
Islam. Di pandang dari segi eksistensinya
pemahaman
yang sangat dekat dengan Al-Qur`an,
humanis.
maka kedudukan tafsir sangat penting dan
Mustaqim (2008) kajian terhadap Al-
utama. Kepentingan dan keutamaan itu
Qur`an
sangat menonjol, terutama bila disadari
epistemologi terutama dalam ranah ilmu
bahwa dinamika dan kebangkitan umat
tafsir. Menurut Abdul Mustaqim (2008:
Islam baik secara individu maupun
vi-vii) seiring dengan situasi dan kondisi
masyarakat terletak pada sejauh mana
yang
mereka bergantung dan berpegang pada
paradigma dalam epistemologi tafsir.
hidayah
Pertama, era formatif yang berbasis pada
Al-Qur`an.
Perkembangan
signifikan,
apalagi
al-Qur`an Meminjam
yang istilah
mengalami
berubah
muncul
seiring
lebih Abdul
pergeseran
pergeseran
Vol. I No. 01, Mei 2015
nalar quasi kritis yang terjadi pada era
pada tulisan menggunakan penelitian
klasik yang condong kearah penafsiran
literer berbasis library research. Sumber
tafsir bi al-ma`tsûr (riwayat) dengan nalar
data primer berasal dari buku-buku ulumul
bayâni. Kedua, era afirmatif yang berbasis
Qur’an. Adapun analisis data berbasis
pada nalar ideologis yang terjadi pada
content analisis dengan model induksi
abad pertengahan, tafsir model ini adalah
sebagai penyimpulan data.
tafsir bi ar-ra`yi. Ketiga, era reformatif yang berbasis pada nalar kritis, kritik yang
B. Hasil Temuan dan Pembahasan
muncul
I. Seputar Perbedaan Tafsir– Ta`wil
meliputi
kritik
ontologis,
ideologis, epistemologis.
1.1 Hakikat Tafsir: tidak
Pembahasan tentang definisi dari
alasan
tafsir ini cukup beraneka ragam, apalagi
tersendiri mengapa upaya penafsiran dan
bila dikaitkan dengan sudut pandang dan
penggalian terhadap makna ayat-ayatnya
paradigma dari pembahasan tafsir itu
senantiasa
mengikuti
sendiri. Secara lughawi, kata at-tafsîr
dinamika zaman. Kajian Al-Qur`an ketika
berasal dari kata al-fasr (al-Qattan, 1973:
dilihat dari sudut pandang ilmu-ilmu Al-
323) dengan wazan taf’îl yang memiliki
Qur`an (’ulûm al-Qur`ân) memunculkan
beberapa
setidaknya 3 aspek teori pemahaman,
al-ˋîḍâḣ
yaitu tafsir, ta`wil, dan yang terakhir
(penjelasan), al-kasyf (pengungkapan), al-
munculnya hermeneutika yang masih
ˋiẓhâr
menimbulkan tarik ulur dari berbagai
(memerinci),
pihak. Jika dilihat dari perdebatan seputar
(Ulamai, 2002: 10). Sedangkan secara
tiga persoalan diatas, pada hakikatnya
terminologi, menurut az-Zarkasyi (1975:
adalah paradigma baru untuk memahami
13) pengertian tafsir adalah ilmu untuk
pesan-pesan Al-Qur`an baik pesan pada
mengetahui kandungan kitab Allah yang
teks Al-Qur`an itu sendiri (dirâsah an-
diturunkan kepada Nabi SAW, dan
naṣṣ) ataupun pesan pada kajian diluar
penjelasan maknanya serta pengambilan
teks Al-Qur`an (dirâsah mâ ḣaula an-
hukum serta hikmah-hikmahnya. Sebagian
naṣṣ). Pada tulisan berikut ini, penulis
ahli tafsir ada yang mendefinisikan bahwa
memfokuskan kajian pada kerangka besar
tafsir adalah ilmu yang membahas tentang
dari
Al-Qur`an
Susunan sistematis
Al-Qur`an juga
hermeneutika
merupakan
berkembang
persoalan
yang
tafsir,
kajian
dan
antara
(penjelasan),
al-ˋibânah
(menampakkan), al-bayân
lain:
at-tafṣîl (keterangan)
F
dari
segi
pengertiannya
ulumul
terhadap maksud Allah sesuai dengan
Qur`an. Hasil temuan dan pembahasan
kemampuan manusia (Ṣâbûni, 1985: 66).
2
dalam
ta`wil
arti,
Konsep Tafsir, Ta`wil dan Hermeneutika
Vol. I No. 01, Mei 2015
Sedangkan menurut Ḣusain aż-Żahabi
dari Al-Qur`an itu sendiri (QS: 16 : 144)
(1976, I: 15), Ilmu tafsir merupakan ilmu
(Ulamai, 2002: 11-12).
yang membahas tentang maksud Allah
Fungsi
tafsir
dalam
kerangka
sesuai dengan kadar kemampuan manusia
memahami dan menggali khazanah atau
yang mencakup didalamnya segala bidang
kekayaan kandungan Al-Qur`an itu adalah
pengetahuan untuk memahami makna dan
sebagai kunci. Tanpa kunci tidak mungkin
menjelaskan maksud Allah tersebut.
memasuki pintu yang tertutup rapat, lebih-
F
Dari berbagi rumusan tentang definisi
lebih untuk memperoleh segala yang
tafsir, pada hakikatnya adalah mengacu
tersimpan
pada pemahaman yang sama yaitu untuk
Sebagaimana firman Allah bahwa “kitab
mengetahui maksud dari ayat-ayat Al-
suci Al-Qur`an yang telah turun kepada
Qur`an agar diperoleh tingkat kepahaman
Muhammad
sehingga bisa dihayati dan diamalkan
keberkahan agar dapat diperhatikan &
kandungan
direnungkan
isinya.
Menurut
Abdul
dibalik
Saw
pintu
tersebut.
dengan
penuh
ayat-ayatnya
supaya
Mustaqim (2008: 4) misalnya, cenderung
mendapat pelajaran bagi orang-orang yang
melihat pendefinisian tafsir itu merupakan
mempunyai pikiran” (QS. Shad [38] : 29).
hasil ijtihad atau interpretasi mufassir atas
Ditegaskan pula oleh az-Zarqani (tt, II: 6-
teks-teks Al-Qur`an yang dipandang
7) tentang perlunya sebuah penafsiran,
sebagai sesuatu yang belum final dan
bahwa tafsir adalah sebuah kunci (untuk
diletakkan dalam konteks dimana tafsir itu
membuka) khazanah dan segala yang
diproduksi.
dikandung
Melalui pemahaman teks-teks Al-
oleh
Al-Qur`an
diturunkan Allah
demi
yang
terwujudnya
Qur`an (QS: 3 : 7 ; 75 : 16-19 ; 25 : 32-33
kemaslahatan,
; 7 : 52 ; 6 : 144 ; 16 : 144) bahwa pemilik
kebahagiaan
otoritas menafsirkan Al-Qur`an adalah
kesejahteraan seluruh alam, tanpa tafsir
Allah SWT. Disamping itu Allah SWT
tidak mungkin dapat sampai mencapai
memberikan kesempatan kepada manusia
khazanah dan kandungan itu meskipun
untuk mengambil penjelasan sendiri dari
manusia telah berulang kali secara
kemampuan memahami setiap ayat-ayat
sungguh-sungguh untuk memahami lafaẓ-
suci Al-Qur`an ini agar dapat diketahui
lafaẓ Al-Qur`an.
maksud dan kandungannya. Selain itu
Kerangka
keselamatan umat
dan
manusia
serta
F
pemahaman
terhadap
posisi Nabi Muhammad SAW jauh tak
hakikat tafsir sebagimana definisi-definisi
kalah pentingnya selaku objek Al-Qur`an
diatas adalah sebuah persoalan teknis
dalam menjelaskan makna & kandungan
terhadap Al-Qur`an yang pada intinya bisa
Konsep Tafsir, Ta`wil dan Hermeneutika
3
Vol. I No. 01, Mei 2015
dikelompokkan dalam 2 paradigma utama,
sebagai kaidah-kaidah realitas baik yang
yaitu: pertama, tafsir sebagai sebuah
terkait nilai, wacana maupun perilaku.
proses yang membawa konsekuensi logis
Berangkat dari kerangka tafsir inilah yang
bahwa Al-Qur`an harus selalu dikaji ulang
kemudian
memunculkan
paradigma-
dan
paradigma
sebagaimana
pembahasan
ditafsirkan
yang
memerlukan
dialektika antara akal manusia dengan teks
diatas.
(naṣṣ) dan realitas (wâqi’), yang tentunya memerlukan proses kritis (Mustaqim, 2008: 5-23). Dalam pandangan Naṣr Ḣamid (2000: 11), dialektika antara akal manusia
dengan
teks
dan
realitas
memunculkan aspek peradaban umat Islam, sehingga Al-Qur`an merupakan bagian dari produsen peradaban (muntij aṡ-ṡaqafi).
Tafsir
sebagai
proses
meniscayakan dialektika antara wahyu, akal dan realitas yang terus menerus yang merujuk pada hubungan fungsional bukan structural yang berproses secara dialektik dan dinamis. Kedua, tafsir sebagai sebuah produk merupakan sebuah pemahaman atau interpretasi seorang mufassir terhadap teks kitab suci yang sangat terkait dengan konteks
sosio-kultural
baik
internal
maupun eksternal penafsirannya. Tafsir sebagai sebuah produk pemikiran manusia bersifat historis, relatif dan tentatif
Kerangka pembacaan tafsir lebih cenderung diterapkan ke dalam konteks ayat-ayat
muḣkamât.
Tatanan praktisnya adalah mereproduksi makna bahasa yang terindikasi dari teks bahasa, yang kemudian diberlakukan
4
Pada pembahasan tentang definisi tafsir diatas, dijelaskan tentang pengertian tafsir Al-Qur`an dan segala aspek-aspek penting yang melingkupinya. Di dalam Al-Qur`an mushaf Utsmani, kata ta`wil terekam lebih banyak yaitu tujuh belas kali daripada kata tafsir yang tidak lebih dari sekali, sehingga popularitas ta`wil dalam bahasa Arab pada masa turunnya wahyu sepuluh kali lebih besar daripada penggunaan tafsir (Abu Zaid, 2000: 175). Kata ta`wil digunakan untuk konteks bermacam-macam,
ada
yang
terkait
dengan pembacaan terhadap mimpi (Nabi Yusuf), peristiwa dialogis Nabi Khidir, pembacaan
terhadap
teks-teks
yang
ambigu yang berkaitan dengan ayat-ayat mutasyabihât. Persoalan yang terakhir inilah (ayat mutasyabihât) yang sering membutuhkan
(Mustaqim, 2008: 5-23).
mengungkap
1.2. Hakikat Ta`wil
pena`wilan
dalam
memahami makna / kandungan ayatnya (Wijaya, 2009: 148-149). Pengertian ta`wil bila merujuk pada pendapat
ulama-ulama
terdahulu
(mutaqaddimîn) menyatakan bahwa ta`wil murâdif dari kata tafsir. Bila dikatakan
Konsep Tafsir, Ta`wil dan Hermeneutika
Vol. I No. 01, Mei 2015
(oleh mereka) tafsir Al-Qur`an atau ta`wil
maknanya yang setepat-tepatnya
Al-Qur`an, maka pengertiannya sama.
(Żahabi, 1976: 16).
Ibnu Jarir aṭ-Ṭabari misalnya dalam
Seorang mufassir adalah seorang yang
tafsirnya mengatakan: “satu pendapat
mengartikan sebuah ayat dalam arti lain
tentang ta`wil firman Allah ini …. atau
atau arti yang mirip (Ṣâbûni, 1985: 66).
ahli ta`wil berbeda pendapat tentang ayat
Kata ta`wil ini merujuk pada firman Allah
ini …. yang dimaksud disini adalah ahli
dalam surat Ali Imran ayat 7:
tafsir, sebagaimana Imam Mujahid juga
×M≈tƒ#u çµ÷ΖÏΒ |=≈tGÅ3ø9$# y7ø‹n=tã tΑt“Ρr& ü“Ï%©!$# uθèδ
mengomentari tentang fenomena ta`wil dalam Al-Qur`an maksudnya adalah tafsir maknanya (Ṣâbûni, 1985: 66). Berbeda dengan ulama-ulama muta`akhirîn yang membedakan pengertian tafsir dengan ta`wil. Menurut Ṣâbûni (1985: 66) Ta`wil menurut
bahasa
berasal
dari
kata
“al-`aul” ( ) األولyang artinya kembali. Ta`wil juga bisa berarti: -
Kembali
atau
mengembalikan
( )الرجوعyakni mengembalikan makna
pada
proporsi
yang
()الصرف
yakni
sesungguhnya. -
Memalingkan
memalingkan suatu lafaẓ tertentu yang mempunyai sifat khusus, dari makna ẓâhir ke makna baṭin lafaẓ itu Karena ada ketepatan dan keserasian dengan maksud yang
$¨Βr'sù ( ×M≈yγÎ7≈t±tFãΒ ã yzé&uρ É=≈tGÅ3ø9$# ‘Πé& £èδ ìM≈yϑs3øt’Χ çµ÷ΖÏΒ tµt7≈t±s? $tΒ tβθãèÎ6®KuŠsù Ô÷ƒy— óΟÎγÎ/θè=è% ’Îû tÏ%©!$# ÿ…ã&s#ƒÍρù's? ãΝn=÷ètƒ $tΒuρ 3 Ï&Î#ƒÍρù's? u!$tóÏGö/$#uρ ÏπuΖ÷GÏø9$# u!$tóÏGö/$# ϵÎ/ $¨ΖtΒ#u tβθä9θà)tƒ ÉΟù=Ïèø9$# ’Îû tβθã‚Å™≡§ 9$#uρ 3 ª!$# ωÎ) É=≈t6ø9F{$# (#θä9'ρé& HωÎ) ã ©.¤‹tƒ $tΒuρ 3 $uΖÎn/u‘ ωΖÏã ôÏiΒ @≅ä. ∩∠∪ Artinya: Dia-lah yang menurunkan Al kitab (Al Quran) kepada kamu. di antara (isi) nya ada ayat-ayat yang muhkamaat[183], Itulah pokok-pokok isi Al qur'an dan yang lain (ayatayat) mutasyaabihaat[184]. Adapun orangorang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, Maka mereka mengikuti sebahagian ayat-ayat yang mutasyaabihaat daripadanya untuk menimbulkan fitnah untuk mencari-cari ta`wilnya, Padahal tidak ada yang mengetahui ta`wilnya melainkan Allah. dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: "Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyaabihaat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami." dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orangorang yang berakal (QS.Ali Imran[3]: 7).
dituju. -
Mensiasati ( )السياسةyakni bahwa dalam lafaẓ-lafaẓ tertentu atau kalimat-kalimat yang mempunyai sifat khusus memerlukan siasat yang
jitu
untuk
menemukan
Konsep Tafsir, Ta`wil dan Hermeneutika
Pada hakikatnya ta`wil itu adalah kemampuan seorang yang “râsihûna fî al‘ilmi” dalam memahami dan menafsirkan maksud ayat. Adapun pengertian ta`wil secara terminologi adalah memalingkan /
5
Vol. I No. 01, Mei 2015
membelokkan lafaẓ-lafaẓ atau kalimat
(penjelasan dari ayat yang maknanya
yang ada dalam Al-Qur`an dari makna
tersirat / makna batin, serta rahasia
ẓâhirnya ke makna lain, sehingga dengan
ke-Tuhan-an yang begitu halus dalam
cara demikian pengertian yang diperoleh
kandungan Al-Qur`an).
lebih cocok dan sesuai dengan jiwa ajaran
- Tafsir berbeda dengan ta`wil pada
Al-Qur`an dan sunnah Rasulullah SAW
ayat-ayat yang menyangkut soal
(Żahabi, 1976: 18). Menurut al-Magrabi
umum dan khusus. Pengertian tafsir
bahwa ta`wil itu digunakan dalam ayat-
lebih umum daripada ta`wil, karena
ayat mutasyâbihât (Nawawi, 1988: 144).
ta`wil berkenaan dengan ayat-ayat
Pada
ini
yang khusus, misalnya ayat-ayat
dipandang sulit dalam aspek pemahaman
mutasyabihat. Jadi menta`wilkan ayat
sehingga diperlukan usaha ta`wil dalam
mutâsyabihât termasuk tafsir, tetapi
menafsirkan maksud ayat tersebut.
tidak semua menafsirkan ayat disebut
ayat-ayat
mutasyâbihât
sebagai ta`wil. 1.3. Perbedaan Tafsir dan Ta`wil Dari pemamparan tentang definisi tafsir dan ta`wil diatas, tampak beberapa prinsip mendasar yang bisa dikemukakan untuk menunjukkan sisi perbedaannya, diantaranya:
- Tafsir menerangkan makna lafaẓ (ayat) melalui pendekatan riwayat, sedangkan ta`wil melalui pendekatan dirâyah (kemampuan ilmu). - Konsep
tafsir
mengungkap
- Tafsir adalah pengertian lahiriyah dari ayat Al-Qur`an yang pengertiannya secara tegas menyatakan maksud
digunakan makna
untuk
ayat-ayat
muḣkamat, sedangkan konsep ta`wil diberlakukan
untuk
ayat-ayat
mutasyâbihât.
yang dikehendaki oleh Allah SWT. Sedangkan ta`wil adalah pengertianpengertian
yang
tersirat
yang
diistinbatkan (diproses) dari ayat-ayat
Kajian
Pada pemaparan diatas telah dibahas tentang hakikat tafsir dan ta`wil, maka
Al-Qur`an. - Tafsir untuk mengungkap makna
pada teori memahami bahasa Al-Qur`an
ẓâhir ayat, sedangkan ta`wil adalah
telah dikembangkan prinsip-prinsp tentang
untuk menguatkan sebagian makna
ilmu hermeneutika sebagai perangkat ilmu
dari beberapa makna yang tercakup
tafsir. Hermeneutika sebagai sebuah ilmu
dalam
yang
tentang seni pemahaman, pada mulanya
pengertian
memang berawal dari tradisi filsafat Barat.
pengertian
mempunyai
6
II. Hermeneutika dalam Aḣkam Al-Qur`an
beberapa
ayat
Konsep Tafsir, Ta`wil dan Hermeneutika
Vol. I No. 01, Mei 2015
Adapun term hermeneutika itu sendiri
teks yaitu: teks, interpreter dan audience.
berasal dari bahasa Yunani hermeneuein
Ketiga
(Eliade,
berarti
membicarakan pada 3 konsep pokok yaitu:
menafsirkan, dari sini bisa ditarik kata
1) Membicarakan hakikat sebuah teks; 2)
benda
Apakah interpreternya memahami teks
1987:
279)
hermeneia
konotasi
yang
yang
makna
mempunyai
“penafsiran”
atau
dengan
unsur
baik;
itu
3)
secara
Bagaimana
implisit
suatu
interpretasi (E.Sumaryono, 1999: 23).
penafsiran dapat dibatasi oleh asumsi-
Intinya,
dan
asumsi dasar serta kepercayaan atau
hermeneutika mempunyai tujuan yang
wawasan para audien (Baidan, 2005: 75).
sama, yaitu berusaha untuk menyingkap
Ketiga unsur pilar hermeneutika
makna suatu teks atau naṣṣ agar diperoleh
diatas sebenarnya tidak jauh berbeda
sebuah pemahaman.
dengan konsep tafsir yang dipakai oleh
antara
fungsi
tafsir
jelas
dalam
para ulama tafsir dalam menafsirkan Al-
bahwa
ilmu
Qur`an al-Karim, sebut saja semisal Ibnu
hermeneutika mempunyai tujuan yang
Taimiyah yang menyatakan bahwa dalam
amat mulia, yaitu ingin menjelaskan
setiap
kepada umat (audience) suatu ajaran
memperhatikan 3 hal penting yaitu: 1)
dengan sejelas-jelasnya dan sejujur-
siapa yang mengatakannya; 2) kepada
jujurnya dalam bahasa yang dapat
siapa ia diturunkan; 3) ditujukan kepada
dipahami oleh umat (audience) itu sendiri.
siapa (Ibnu Taimiyah, 1971: 81).
Tampak penjelasan
dengan diatas
proses
penafsiran
harus
paham
Pada unsur yang pertama (siapa yang
hermeneutika harus memahami secara
mengatakan); secara implisit unsur ini
mendalam dan utuh tentang teks/naṣ yang
mendorong mufassir untuk memahami
akan disampaikan kepada umat sebagai
teks/naṣṣ
pembaca (audience); artinya dia harus
ditafsirkannya, bukan sebagai sembarang
memahami secara utuh suatu teks/nas,
teks, tapi teks suci yang langsung dari
tidak hanya kondisi, bentuk, dan susunan
Allah SWT, sehingga mufassir harus
teks itu saja, namun aspek watak dan
paham betul secara baik dan komprehensif
kepribadian penulis atau pembuat teks
agar tidak terjadi kesalahan dalam
tersebut, latar belakang lahirnya teks.
menafsirkannya. Unsur kedua (kepada
Intinya hal-hal yang berhubungan dengan
siapa Al-Qur`an diturunkan); pada aspek
ruang lingkup teks/ naṣ harus dipahami
ini seorang mufassir diingatkan bahwa Al-
secara utuh dan menyeluruh. Dalam tradisi
Qur`an disampaikan kepada audience
hermeneutika terdapat tiga unsur pokok
tidak langsung dari Allah, melainkan
Dari
itu
seseorang
yang
Konsep Tafsir, Ta`wil dan Hermeneutika
Al-Qur`an
yang
akan
7
Vol. I No. 01, Mei 2015
lewat perantara yakni, Malaikat Jibril
konsep
kepada Nabi Muhammad SAW; dimana
dimana beliau meletakkan dasar-
kemudian Nabi SAW menjelaskan isi
dasar hermeneutika modern yang
kandungannya kepada umat (fungsinya
sering
mirip dengan posisi Hermes dalam tradisi
hermeneutika romantik. Beliau
Yunani). Unsur ketiga (ditujukan kepada
memberikan solusi dan tawaran
siapa); mengandung pengertian sebagai
terhadap penyelesaian problem dan
sistem kerja hermeneutika, dimana posisi
konflik yang berkaitan dengan
audience
penafsiran teks.
harus
diperhatikan
hermeneutika
dikenal
umum,
dengan
kedudukannya secara seksama, agar dapat dilacak konteks pembicaraannya, sehingga tidak salah dalam memahami teks/naṣṣ. Dalam
perkembangannya,
hermeneutika mengalami perkembangan dan perubahan persepsi dan model pemakaiannya yang muncul sebagai akibat keragaman pendefinisian dan pemahaman terhadap
hermeneutika
itu
sendiri.
Menurut Richard E. Palmer (Faiz, 2003: 22-36),
membagi
hermeneutika
perkembangan
tersebut
dalam
enam
sebagai
teori
kategori yaitu: 1) Hermeneutika
penafsiran kitab suci. Teori ini dimunculkan pertama kali oleh J.C. Dannhauer hermeneutika memahami
yang
menawarkan
sebagai kitab
kegiatan
suci
yang
dilakukan oleh para agamawan, yaitu pada masa abad 17-an. Pada perkembangan selanjutnya muncul Schleiermacher1 yang menawarkan 1
Friedrich Ernst Daniel Schleiermacher dikenal sebagai peletak dasar hermeneutika
8
umum. Secara garis besar, beliau menawarkan 2 hal prinsip dalam seni penafsiran, yaitu: pertama, pemahaman gramatikal terhadap ciri-ciri bentuk ekspresi dan bentuk bahasa dari satu budaya dimana “author” berada dan dimana kondisikondisi tersebut menentukan pemikirannya. Kedua, pemahaman teknis/ psikologis terhadap ciri khas subjektifitas atau kreatifitas “author”. Kontribusi Distingtif pemikiran Schleiermacher dalam merumuskan prinsip-prinsip hermeneutika umum berbeda dengan pemikir-pemikir sebelumnya. Pertama: Schleiermacher tidak hanya menempatkan hermeneutika sebagai perangkat penafsiran terhadap teks Bibel dan teks-teks klasik lainnya. Namun lebih dari itu, dia memerankannya secara luas, yakni problem of human understanding as such, sehingga obyek penafsiran menjadi lebih luas. Tujuannya adalah menempatkan hermeneutika dalam konteks theories of knowledge (teori ilmu pengetahuan). Menurut hemat penulis, prinsip-prinsip yang ditawarkan oleh Scheiermacher ini layak diasimilasikan dalam menafsirkan teks kitab suci Al-Qur`an, minimal sebagai alat bantu prapemahaman terhadap teks (nas}), sehingga ketika memahami teks senantiasa kita tempatkan nash Al-Qur`an secara objektif tanpa ada beban dogmatis. Kedua: Hermeneutika tidak hanya dipandang sebagai disiplin pedagogis dalam bidang penafsiran, yang sebaiknya diikuti oleh para penafsir, sebagaimana yang diadvokasi oleh para ahli-ahli hermeneutik. Namun Lebih dari itu, hermeneutika di tangan Scheiermacher memunculkan pertanyaan-pertanyaan transendental: it enquired into the basis and possibility of human understanding. Lihat dalam bukunya Friedrich Schleiermacher, Hermenutics and Criticism And Other Writings, (United Kingdom: Cambridge University press, 1998),
Konsep Tafsir, Ta`wil dan Hermeneutika
Vol. I No. 01, Mei 2015
2) Hermeneutika
sebagai
geisteswissenschaften. Konsep ini
metode
filologi. Konsep ini digagas oleh
digagas
Rudolf Bultman yang menawarkan
menawarkan hermeneutika layak
demitologisasi2 dalam membaca
dipertimbangkan sebagai landasan
dan menafsirkan kitab suci. Dalam
epistemologis
konsep filologi ini, semua teks
humaniora
diperlakukan
sebagai
sama
tanpa
Dalam
selanjutnya,
perkembangan
konsep
ini
Dilthey
bagi
dan ilmu
yang
ilmu-ilmu
tidak
sekedar
pemahaman/
penafsiran teks.
membedakan apakah itu teks kitab suci.
oleh
5) Hermeneutika fenomenologi
oleh
sebagai dasein
dan
Wilhem Dilthey dikembangkan
pemahaman eksistensial. Konsep
menjadi historical understanding
ini digagas oleh Martin Heidegger
(kesadaran sejarah).
yang menawarkan hermeneutika ilmu
sebagai penafsiran esensi (being),
pemahaman linguistik. Konsep ini
yang dalam kenyataannya wahana
menawarkan bahwa sebuah teks
penampakan dari being tersebut
yang dihadapi tidak sama sekali
adalah eksistensi manusia. Pada
asing dan tidak sepenuhnya akrab
perkembangan selanjutnya konsep
bagi seorang penafsir, disini setiap
ini dikembangkan oleh gadamer
penafsir pada hakikatnya diajak
dengan hermeneutika filosofisnya,
untuk
yang memandang hermeneutika
3) Hermeneutika
sebagai
melakukan
rekonstruksi
makna berdasarkan apa yang tidak
sebagai
asing baginya dan juga reproduksi
mempertanggungjawabkan
makna dengan mengaitkan yang
pemahaman
tidak
ontologis dalam manusia.
asing
tersebut
dengan
keunikan dirinya sebagai sebuah
6) Hermeneutika interpretasi.
paradigma pemikiran tertentu. 4) Hermeneutika
sebagai
usaha
falsafati
sebagai
sebagai Konsep
untuk
proses
sistem ini
fondasi
diproklamirkan oleh Paul Riceour3
dari
yang menarik kembali diskursus
metodologis 2
Demitologisasi disini bukan berarti membuang sama sekali cerita-cerita yang dianggap mitos dalam kitab suci karena dianggap sebagai dongeng, akan tetapi berarti mempersepsikan mitos sebagai ungkapan simbolis mengenai satu realitas dengan mempergunakan gambaran-gambaran, kiasan dan lukisan.
Konsep Tafsir, Ta`wil dan Hermeneutika
3
Menurut Paul Riceour, langkah pemahaman itu ada tiga, pertama: langkah simbolik/ pemahaman dari simbol ke simbol. Kedua, pemberian makna oleh simbol serta penggalian yang cermat atas makna. Ketiga, langkah filosofis, yaitu berfikir dengan menggunakan symbol sebagai titik tolaknya.
9
Vol. I No. 01, Mei 2015
hermeneutika kedalam kegiatan
seseorang dapat memahami dan
penafsiran dan pemahaman teks
menafsirkan sebuah teks, simbol
(textual exegesis).
atau perilaku (Syamsuddin, 2009: 9).
Perkembangan
Keempat,
hermeneutika,
hermeneutische
sebagaimana pemetaan yang dilakukan
philosophie: filsafat hermeneutis
oleh Sahiron Syamsuddin (2009: 7-10)
adalah membahas bagian-bagian
bisa dikategorikan dalam beberapa aspek
dari
berikut:
mencoba menjawab problematika
bagian,
manusia berangkat dari sejarah dan
yakni:
pertama, hermeneuse: istilah ini
tradisi.
merujuk pada aktivitas penafsiran
dipandang
terhadap objek-objek tertentu seperti
hermeneutis’
teks, simbol-simbol seni (lukisan,
being), dalam arti makhluk yang
novel, puisi dll.) dan perilaku
harus memahami dirinya. Jadi,
manusia. Hermeneuse tidak terkait
proses pemahaman terkait dengan
secara substansial dengan metode-
problem-problem
metode dan requirements (syarat-
epistemologi, ontologi, etika dan
syarat) serta foundations (hal-hal
estetika (Syamsuddin, 2009: 11-23)
hermeneutika
faktor
sebagai (a
manusia ‘makhluk
hermeneutical
seperti
Hermeneutika dalam arti luas ini
Kedua, hermeneutik (dalam arti sempit):
Disini
.
yang melandasi) penafsiran.
pada intinya adalah cabang ilmu
sebagai
pengetahuan
yang
membahas
langkah penafsiran yang meliputi
hakikat, metode dan syarat serta
metode tafsir, manhaj tafsir itu
prasyarat penafsiran.
sendiri. Ketiga,
2. philosophische
hermeneutik: hermeneutika filosofis tidak lagi membicarakan metode eksegetik tertentu sebagai obyek pembahasan inti, melainkan hal-hal yang terkait dengan “conditions of the possibility” (kondisi-kondisi kemungkinan)
10
yang
menafsirkan apa yang diterima oleh
Hermeneutika (dalam arti luas) empat
filsafat
kehidupan manusia dengan cara
1. Hermeneutika dalam arti luas:
memuat
pemikiran
yang
Hermeneutika dalam arti sempit Definisi tentang istilah ini adalah hermeneutika yang selama ini kita pahami, yaitu penafsiran itu sendiri, meliputi metode tafsir dan manhaj kemudian
tafsir.
Jika
seseorang
berbicara
tentang
regulasi/aturan,
metode
atau
dengannya
Konsep Tafsir, Ta`wil dan Hermeneutika
Vol. I No. 01, Mei 2015
strategi/langkah penafsiran, maka
kacamata Ilmu Tafsir, Nabi Muhammad
berarti bahwa dia sedang berbicara
SAW
tentang
mengubah sedikitpun risalah yang akan
hermeneutika.
hermeneutika
concern
Jadi, dengan
tidak
disampaikan
mempunyai
kecuali
wewenang
hanya
sebatas
pertanyaan bagaimana atau dengan
menyampaikan apa yang ada dan sekedar
metode apa sebuah teks (atau yang
memperjelas kalau ada pesan yang
lain)
kabur/kurang jelas.
seharusnya
ditafsirkan 18-23).
Kedua, dalam proses penafsiran,
Hermeneutika dalam arti sempit ini
hermeneutika tidak mementingkan urutan
adalah
prosedural
(Syamsuddin,
ilmu
2009:
untuk
membahas
yang
akan
diterapkan;
metode-metode yang tepat untuk
sebagaimana penegasan Schleiermacher:
memahami dan menafsirkan hal-hal
“Kitab suci tidak membutuhkan tipe
yang perlu
seperti
khusus prosedur penafsirannya. Betapapun
yang
permasalahan yang mendasar dalam
ungkapan,
ditafsirkan, simbol-simbol
karena beberapa faktor sulit untuk
memahami
dimengerti.
mengembangkan gramatika dasar dan
Menurut Nasruddin Baidan (2005: 7784), ada beberapa point penting dan mendasar yang harus digaris bawahi ketiga menggunakan ilmu hermeneutika sebagai ilmu tafsir, perangkat dalam menafsirkan kitab suci Al-Qur`an yaitu: pertama,
dalam
kacamata
ilmu
hermeneutika yang sering dianalogikan dengan istilah hermes dalam tradisi Yunani sebagai sosok dewa penghubung, memiliki
wewenang
penuh
dan
menginterpretasikan dan menyadur risalah yang akan disampaikan. Disamping itu hermes juga tidak memiliki control dari dewa tentang risalah yang disampaikan apakah telah sesuai dengan norma yang berlaku atau belum. Sedangkan dalam
suatu
teks
adalah
kondisi psikologis”. Kondisi ini bertolak belakang dengan konsep ilmu tafsir, yang mana senantiasa memperhatikan langkah prosedural dalam menafsirkan Al-Qur`an agar dihasilkan produk tafsir yang unggul, yang
representative
dan
dapat
dipertanggung jawabkan secara ilmiah; karena sisi objektivitasnya digambarkan secara psikologis dari generasi ṣaḣâbat, tâbi’în, tâbi’ at-tâbi’în yang kesemuanya disandarkan pada bentuk riwayat hadis (sumber periwayatan). Ketiga,
ruang
lingkup
kajian
hermeneutika berkisar pada tiga elemen pokok yakni teks, interpreter, dan audien (konteks dan sebagainya) atau diistilahkan dengan triadic structure. Itu artinya: teori hermeneutika bersifat simple dan umum,
Konsep Tafsir, Ta`wil dan Hermeneutika
11
Vol. I No. 01, Mei 2015
tidak memberikan penjelasan yang rinci
Problematika ini diselesaikan oleh ulama
untuk
mufassir
Islam dengan merujuk pada Al-Qur`an
menemukan sebuah penafsiran yang benar
surah Zukhruf ayat 3, dimana Allah
dan representatif. Sedangkan dalam kajian
menggunakan media bahasa Arab sebagai
ilmu tafsir, ruang lingkup hermeneutika
jembatan pemahaman antara media bahasa
diatas baru berkutat pada asbâb an-nuzûl
langit dengan bahasa bumi (manusia) yang
maupun asbâb al-wurûd hadiṡ saja. Masih
bisa dipahami oleh manusia.
membimbing
para
ada sejumlah tema-tema ‘ulum al-Qur`an yang
belum
tercover
dalam
ilmu
Problematika kedua, persoalan yang dihadapi
oleh
para
pengguna
prinsip-prinsip
hermeneutika Barat adalah semangat dari
nâsikh mansûkh, muḣkam-mutasyâbih,
tokohnya agar mencurigai teks, tidak
munâsabah al-ayat, al-qirâ`at dan lain-
menerima atau membenarkan teks begitu
lain.
saja. Paradigma ini berbeda dalam
hermeneutika,
seperti
Lain halnya dengan pendapat Quraish
kacamata ulama Islam yang meyakini
Shihab (2009: 4-7) dalam memposisikan
orisinalitas Al-Qur`an sebagai sesuatu
perangkat ilmu hermeneutika dalam ilmu
yang final. Para orientalis pun banyak
tafsir. Dalam paradigma tafsir, ta`wil dan
yang mengakui orisinalitas Al-Qur`an ini,
hermeneutika ini, berkaitan erat dengan
dan menyadari ketidakaslian teks bible
pemahaman teks termasuk juga teks kitab
yang akhirnya dibedah dengan perangkat
suci, yang telah dikenal oleh ulama Islam
hermeneutika.
lebih dulu sebelum lahirnya hermeneutika
persoalah kedua ini mensyaratkan sehat
yang diusung oleh Barat. Perangkat
akidah
hermeneutika itu sendiri sebenarnya oleh
mufassir.
Ulama
(objektifitas)
Islam
bagi
dalam
seorang
pakar tafsir dan ta`wil dalam dunia Islam
Adapun yang ketiga, problem lain
bukanlah sesuatu yang baru, namun
yang dimunculkan hermeneutika adalah
beberapa konsep yang dilakukan oleh para
bagaimana menjelaskan pesan sebuah teks
pengguna
sendiri
yang telah teerucap/ tertulis pada kurun
menurut beliau menyisakan dilema dan
waktu, tempat dan budaya yang berbeda
problematika,
kepada
hermeneutika
itu
diantaranya,
pertama:
masyarakat
yang
hendak
oleh
memahami dan melaksanakan pesan teks
hermeneutika,” bagaimana menyampaikan
itu, dan diakui juga bahwa ketika teks
kehendak Tuhan yang menggunakan
dipisahkan dari konteks social historisnya,
‘bahasa langit’ kepada manusia yang
maka akan lahir pemahaman yang keliru.
menggunakan
Problematika yang ketiga ini, oleh ulama
masalah
12
yang
ungkapkan
‘bahasa
bumi’?
Konsep Tafsir, Ta`wil dan Hermeneutika
Vol. I No. 01, Mei 2015
Islam telah dijembatani dengan adanya
pendekatan. Fahrudin Faiz (2003: 47-49),
perangkat ulumul Qur’an dan kaedah-
misalnya menawarkan tiga asumsi dasar
kaedah penafsiran, termasuk juga asbab
yang perlu diperhatikan dalam gaya
al-nuzul (Shihab,2009: 4-7).
penafsiran yang bercorak hermeneutik
Menurut Farid Esack (1997: 161),
termasuk penafsiran Al-Qur`an yang perlu
bukti penggunaan hermeneutika telah
diperhatikan, yaitu: pertama, para penafsir
dilakukan oleh umat Islam sejak lama,
itu
terutama
menegaskan
dalam
kajian
Al-Qur`an,
adalah
manusia. bahwa
Asumsi seorang
ini yang
menafsirkan kitab suci itu tetaplah
diantaranya: hermeneutika,
manusia biasa yang lengkap dengan segala
dan
dialami
kekurangan dan kelebihannya, dimana
meskipun tidak dimunculkan secara
setting historis kehidupan penafsir akan
definitif; hal ini terlihat dalam
senantiasa memberikan warna dan corak
kajian asbâb an-nuzûl, nâsikh-
penafsiran. Kedua, penafsiran itu tidak
mansûkh.
bisa lepas dari bahasa, sejarah dan tradisi.
1) Problematika senantiasa
dikaji
2) Perbedaan terhadap pendapat dan
Segala aktifitas penafsiran pada dasarnya
komentar yang aktual (penafsiran)
merupakan suatu partisipasi dalam proses
terhadap Al-Qur`an dengan aturan,
historis-linguistik
teori dan metode penafsiran telah
berlaku, dalam ruang dan waktu tertentu.
ada sejak munculnya literatur-
Ketiga, tidak ada teks yang menjadi
literatur tafsir.
wilayah bagi dirinya sendiri. Nuansa
3) Adanya pengelompokan gaya tafsir
sosio-historis
dan
dan
tradisi
linguistik
yang
dalam
tradisional (mażâhib at-tafsîr), yang
pewahyuan Al-Qur`an itu tampak dalam
menunjukkan adanya kelompok-
isi, bentuk, tujuan, dan bahasa yang
kelompok dan ideologi tertentu,
dipakai Al-Qur`an.
periodesasi ataupun horison-horison
Dipandang dari sudut hermeneutika, sebenarnya antara ‘tafsir’ dan ‘ta`wil’
sosial tertentu dalam tafsir. Seiring dengan munculnya para
tidak
memiliki
perbedaan
pemerhati Al-Qur`an yang berwawasan
substansial.
kontemporer, mereka melakukan kritik
berusaha mencari pemaknaan suatu teks.
historis dan linguistis yang sering dikenal
Dalam konsep tafsir, berusaha mencari
dengan
yang
makna ẓâhir dari suatu teks (ayat Al-
menghasilkan hasil penafsiran aḣkâm
Qur`an) yang pengertiannya secara tegas
yang
menyatakan maksud yang dikehendaki
gaya
beraneka
hermeneutis,
ragam
dan
Konsep Tafsir, Ta`wil dan Hermeneutika
multi
Keduanya
yang
sama-sama
13
Vol. I No. 01, Mei 2015
Allah SWT, sedangkan dalam konsep
diucapkan sesuai dengan makna lafaz
ta`wil, berusaha menguatkan sebagian
(muṭâbaqah), atau bagian dari makna lafaẓ
makna dari beberapa makna yang tercakup
(tadammun). Di sini berarti manṭûq
dalam
yang
mencakup juga dilâlah muṭâbaqah dan
mungkin memiliki beberapa pengertian.
dilâlah tadammun. Bagian ini dalam
Oleh para filosof Muslim, penggunaan
mazhab Hanafi disebut dengan ‘ibâratu
metode tafsir dan ta`wil ini dalam hal
an-nasṣ. Manṭûq ghairu sarîḣ adalah
penggalian
makna yang ditunjukkan oleh lafaẓ bukan
pengertian
ayat
konsep
(teks)
makna,
maka
dikembangkan teori dalam bagian ulumul
dari
Qur’an yang dikenal sebagai manthuq dan
muṭâbaqah atau dilâlah tadammun). Atau,
mafhum. Sebagaimana dikatakan oleh
Manṭûq ghairu ṣarîḣ adalah makna yang
imam Haramain bahwa ketetapan hukum
ditunjukkan oleh lafaz sesuai dengan
yang dapat diambil dari lafazh dapat
ucapan
dibagi menjadi dua, pertama: ketetapan
mengiringinya (iltizâm). Manṭûq ghairu
hukum yang langsung dapat dipahami dari
ṣarîḣ dibagi menjadi tiga yaitu: al-ˋiqtiḍâˋ,
redaksi nash ketika diucapkan. Inilah yang
al-ˋisyârah,
disebut dengan manṭûq. Kedua: makna
Al-ˋiqtiḍâˋ adalah benar tidaknya makna
yang dapat dipahami dari ungkapan lafaẓ
yang dimaksud pembicara, baik secara
meski tidak terucapkan. Inilah yang
syariat atau logika bergantung pada lafaz
disebut dengan mafhûm (Salih, 1983:
yang terbuang. Al-ˋisyârah adalah makna
591).
lazim
yang tidak dimaksudkan oleh pembicara.
digunakan dalam kajian hukum Islam dan
Al-ˋîma´ adalah makna yang dimaksud
tafsir. Kata manṭûq, secara etimologi
pembicara disertai dengan sifat tertentu
memiliki
yang
yang menjadi illat dari ketetapan hukum.
diucapkan (suatu makna yang tersurat),
Al-ˋiqtiḍâˋ dan al-ˋîmâˋ berkaitan erat
sedangkan secara terminologi adalah suatu
dengan makna yang mengiringi maksud
makna yang diperoleh dari suatu lafaz atau
pembicara,
susunan lafaz itu sendiri.
berkaitan erat dengan makna yang
Kedua istilah
pengertian
tersebut
sesuatu
Menurut Wahbah Zuḣaili (1996: 360) dan Jalaudin as-Suyûtî (1996, II: 84)
dua
dilâlah
lafaz
di
dengan
atas
(dilâlah
makna
yang
al-ˋîmâˋ.
sementara
al-ˋisyârah
mengiringinya dan tidak dimaksudkan oleh pembicara.
dibagi
Adapun mafhûm, secara etimologi
menjadi dua yaitu manṭûq sarîḣ dan
adalah sesuatu yang dipahami. Secara
manṭûq ghair ṣarîḣ. Mantûq sarîḣ adalah
terminologi, berarti suatu makna yang
makna yang ditunjukkan oleh lafaẓ ketika
tidak diperoleh dari suatu lafaẓ/susunan,
pembahasan
14
seputar
manṭûq
Konsep Tafsir, Ta`wil dan Hermeneutika
Vol. I No. 01, Mei 2015
tetapi diperoleh dari pemahaman terhadap
Al-Qur`an maupun Hadits Nabi SAW.
ucapan lafaẓ tersebut (makna tersirat,
Jadi
makna yang ditunjukkan oleh lafaẓ tidak
diproklamasikan oleh Barat sebagai seni
berdasarkan pada bunyi ucapan). Apa
menafsirkan pada hakikatnya sudah ada
yang dikembangkan oleh para filosof dan
dalam bagian konsep ilmu tafsir-ta`wil
ilmuan Muslim mengenai cara kerja &
yang sudah berkembang berabad-abad
metode hermeneutika dalam kajian tafsir
dalam tradisi keilmuan Islam .
dan ta`wil terhadap teks Al-Qur`an
prinsip
hermeneutika
yang
Pada intinya ketika membandingkan
tersebut adalah bagian dari suatu seni
beberapa
memahami sekaligus seni berfikir yang
hermeneutika diatas dengan ilmu tafsir,
menggunakan kerangka filosofis (Hidayat,
terdapat kekurangan dan sisi kelebihan
2006: 255-259).
masing-masing. Hermeneutika merupakan
Selain itu, jauh sebelum generasi Schleiermacher, Friedrich
Friedrich
August
Ast
Waolf
dan yang
ruang
lingkup
ilmu
suatu metode penafsiran yang berangkat dari analisis bahasa yang kemudian ke analisis
psikologis,
dan
pendekatan
ini
mengembangkan teori tinjauan teks dari
sosiologis.
dua aspek, yaitu aspek luar dan aspek
dipertemukan dengan kajian teks Al-
dalam; Maka para ilmuan dan filosof
Qur`an dalam persoalan ayat-ayat ahkam,
Muslim telah mengembangkan teori
maka persoalan dan tema pokok yang
manṭûq (makna tersurat) dan mafhûm
dihadapi adalah bagaimana teks Al-Qur`an
(makna tersirat) dalam kajian hukum dan
yang bercorak ahkam hadir di tengah
tafsir. Mantuq masuk dalam kajian aspek
masyarakat, lalu dipahami, ditafsirkan,
luar
dan
diterjemahkan dan didialogkan dengan
kekhususan lingusitik lainnya. Adapun
realitas sosial sehingga menghasilkan
mafhum masuk dalam kajian aspek dalam
produk hukum yang sâliḣ fî kulli zamân
yaitu
wa makân. Hemat penulis, kedua ilmu
teks,
aspek
jiwanya
tata
(geist)
bahasa
sebuah
teks.
dapat
Jika
historis,
Sedangkan dalam tugas hermeneutika
diatas
disinergikan
sehingga
sebagaimana kata Friedrich Ast adalah
menjadi alat bantu menafsirkan Al-Qur`an
membawa keluar makna internal dari
yang canggih (sophisticated) dan dinamis.
suatu teks beserta situasinya menurut zamannya. Cara kerja seperti ini sudah dipraktekkan oleh para ilmuan Muslim sejak dulu, sejak munculnya metode tafsir dan ta`wil dalam memahami sebuah teks
Konsep Tafsir, Ta`wil dan Hermeneutika
C. Simpulan Perkembangan teori tafsir dan teori ta`wil dalam menggali aspek ahkam dalam kajian Al-Qur`an pada hakikatnya adalah
15
Vol. I No. 01, Mei 2015
dalam rangka memahami apa yang ada di
filsafat, teori berfikir untuk membangun
dalam teks dan apa yang di luar teks. Pada
sebuah pra-pemahaman.
perkembangan
selanjutnya
teori
Hermeneutika
sebagai
metode
hermeneutika sebagai teori penafsiran teks
pembahasan filsafat akan selalu relevan,
secara umum digunakan sebagai alat bantu
sebab
memahami teks Al-Qur`an yang suci. Para
tergantung pada orang yang melakukan
pengkaji Al-Qur`an mengembangkan teori
interpretasi dan “dogma” hermeneutikanya
tinjauan teks dari dua aspek, yaitu aspek
yang bersifat luwes
luar dan aspek dalam; yang dalam literatur
perkembangan zaman dan sifat open-
islam teori tersebut dikenal dengan istilah
mindedness-nya, dan ketika diterapkan
teori manṭûq (makna tersurat) dan mafhûm
sebagai alat bantu tafsir dalam memahami
(makna tersirat) dalam kajian hukum dan
Al-Qur`an yang suci akan tetap selaras
tafsir. Hal ini tak berbeda dengan tafsir
dengan misi Al-Qur`an yang ṣâlih li kulli
dan ta`wil, hanya saja hermeneutika ini
zamân wa makân.[ ]
kebenaran
yang
diperoleh
sesuai dengan
sebenarnya merupakan perkembangan dari teori ta`wil, sebagai bagian dari teori
DAFTAR PUSTAKA Abu Zaid, Nasr Hamid. 2000. al-Khiṭâb wa at-Taˋwîl. Beirut: Markaz aṡ-Ṡaqofi al-‘Arabi. ________. 2000. Mafhûm an-Naṣṣ Dirâsah fî ‘Ulûm Al-Qur`ân. Beirut: Markaz aṡ-Ṡaqofi al-‘Arabi. Baidan, Nashruddin. 2005. Wawasan Baru Ilmu Tafsir. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. cet.1. E.Sumaryono. 1999. Hermeneutika Sebuah Metode Filsafat. Yogyakarta: Kanisius. edisi revisi. Eliade, Mircea (ed). 1987. Encyclopedia of Religion. New York: Mac Millan Publishing Company. cet vi. Essack, Farid. 1997. Qur’an: Liberation and Pluralism. Oxford: One World.
16
Faiz, Fakhruddin. 2003. Hermeneutika Qur’ani. Yogyakarta: Qalam. cet.3. Hidayat, Asep Ahmad. 2006. Filsafat Bahasa. Bandung: PT.Remaja Rosdakarya. Ibnu Taimiyah. 1971. Muqaddimah fi `Usûl at-Tafsîr. Kuwait: Dar Al-Qur`an al-Karim. cet.1. Mustaqim, Abdul. 2008. Pergeseran Epistemologi Tafsir. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. cet.1. Nawawi, Rif’at Syauqi & M.Ali Hasan. 1988. Pengantar Ilmu Tafsir. Jakarta: Bulan Bintang. cet.1 al-Qattan, Manna’. 1973. Mabâhiṡ fî ‘Ulûm Al-Qur`ân. Beirut: Mansyûrât al-‘Asr al-Hadiṡ. cet.3,
Konsep Tafsir, Ta`wil dan Hermeneutika
Vol. I No. 01, Mei 2015
Al-Qur`an dan Terjemahannya, Departemen Agama RI Schleiermacher, Friedrich. 1988. Hermenutics and Criticism And Other Writings. United Kingdom: Cambridge University press. Ṣâbûni, Muhammad ‘Ali. 1985. at-Tibyân fî ‘Ulûm Al-Qur`ân. Beirut: ‘Alim alKutub. cet.1. Salih, Muhammad Udaib. 1983. Tafsîr anNuṣûṣ fi al-Fiqh al-Islâm. Beirut: Maktabah Islami. Jilid I. cet. III. Shihab, M.Quraish. 2009. Tafsir, Ta`wil dan Hermeneutika: suatu paradigma baru pemahaman Al-Qur`an, dalam Jurnal SUHUF, Lajnah pentashihan Mushaf Al-Qur`an Badan Litbang dan Diklat Depag RI, vol.2 No.1, 2009. Al-Suyûtî, Jalaluddin. 1996. al-`Itqân fî ‘Ulûm Al-Qur`ân. Beirut: Muassasah al-Kutub al-Saqafiyah. jilid II. Syamsuddin, Sahiron. 2009. Hermeneutika dan Pengembangan Ulumul Qur’an. Yogyakarta: Pesantren Nawesea Press.
Konsep Tafsir, Ta`wil dan Hermeneutika
Taha, Hamdi Subhi. tt, Buhûṡ `Usûliyyah fî al-Manṭûq wa al-Mafhûm, wa al-Amr wa an-Nahi wa al-‘Umûm wa alKhuṣûṣ. Ulama'i, Hasan Asy'ari. 2002. Normativitas & Historisitas Hadis. Semarang: Bima Sejati. cet.i. Wijaya, Akhsin. 2009. Arah Baru Studi Ulum Al-Qur`an. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. cet.1 aż-Żahabi, Muhammad Husain. 1976. atTafsîr wa al-Mufassirûn. Beirut: Dar al-Fikr. Jilid 1. cet.ii. Az-Zarkasyi, Imam Badruddin Muhammad bin Abdullah. 1975. alBurhân fi ‘Ulûm Al-Qur`ân. Kairo: Maktabah Dar at-Turâṡ. Az-Zarqani, Abd.Azim. tt. Manâḣil al‘Irfân Fi ‘Ulâm Al-Qur`ân. Mesir: Isa al-Babi al Halabi. Jilid II. Al-Zuhaili, Wahbah. 1996. `Usûl al-Fiqh al-`Islâmi. Beirut: Dar al-Fikr alMa’asir. Jilid 1.
17
Vol. I No. 01, Mei 2015
18
Konsep Tafsir, Ta`wil dan Hermeneutika