Mineralisasi Fosfor dari Pupuk Organofosfat pada Tanah Sawah (Inseptisol) Desa Galuga Bogor Linca Anggria, S.Si, M.Sc1); Dr. Sutanto, M.Si,2) , Kania Ambar Sari 3) . Laboratorium Penelitian dan Uji Tanah Balai Penelitian Tanah 2) Jalan Sindang Barang No. 62, Bogor 16610. 3) Program Studi Kimia FMIPA Universitas Pakuan, Bogor
1)
ABSTRAK Tanah inseptisol adalah tanah yang belum matang yang perkembangan profilnya lebih lemah dibanding dengan tanah matang, tanah ini mempunyai ketersediaan unsur fosfor rendah.Tujuan penelitian ini adalah mempelajari laju mineralisasi fosfor (P) pada tanah sawah (Inseptisol) Desa Galuga Bogor pada berbagaiperlakuan pupuk organofosfat. Tanah diberi 6 macam perlakuan pupuk.Tahapan penelitian dimulai dengan inkubasi tanah dalam kondisi laboratorium sebelum dimasukkan pupuk dan setelah dimasukkan pupuk. Perlakuan 1: perlakuan 2: perlakuan 3: P-alam Ciamis, P-alam Maroko, pupuk guano, pupuk kandang (kotoran ayam), pupuk hijau (tithonia) dan (pupuk kotoran ayam yang sudah difermentasikan) berbentuk granul selama 42 hari dengan waktu pengamatan 0,3, 7, 14, 21, 28, 35, dan 42 hari dari awal inkubasi. Parameter yang diukur meliputi pH, kadar air mutlak dan P tersedia. Hasil penelitian menunjukkan mineralisasiP tersedia tertinggi terdapat pada perlakuan 1 yaitu pupuk P-alam Ciamis+pupuk kotoran ayam+pupuk tithonia, yaitu sebesar 27,80 mg/kg P2O5 pada inkubasi hari ke-42. Kata Kunci: Tanah sawah (Inseptisol), Mineralisasi Fosfor, P-alam Ciamis, P-alam Maroko, Bahan Organik, Tithonia, dan Pupuk kotoran ayam Mineralization of Phosphorus of Organophosphate Fertilizer on Soil Rice (Inseptisol) Galuga Bogor village Linca Anggria, S.Si, M.Sc, Dr. Sutanto, M.Si, Kania Ambar Sari 062108037 Chemical Studies Program Faculty of Mathematics and Natural Sciences PakuanUniversity, Bogor ABSTRACT Land is land inseptisol immature developmental profile is weaker than the mature land, this land has a low phosphorus availability. Phosphorus is a nutrient that determine soil fertility. The purpose of this research was to study the rate of mineralization of phosphorus (P) in paddy soil (Inseptisol) Village Galuga Bogor on different fertilizer treatments organophosphates, and measure changes in pH, the absolute water content and available P with incubation time. Stages of the study starts with the soil incubation under laboratory conditions before being put fertilizer and after put-natural fertilizer Ciamis P, P-natural Moroccan, guano fertilizer, manure (chicken manure), green manure (Tithonia) and (chicken manure that has been fermented) shaped granules for 42 days at the time of observation 0.3, 7, 14, 21, 28, 35, and 42 days from the start of incubation. The result showed mineralisasi p highest available is found in treatment 1 that is P-natural chickenciamis + fertilizer chicken turds +, fertilizer tithonia namely $ 27,80 mg / kg. p2o5 on incubation day the 42.
Key words:ethanol extract of the fruitsoursop(AnnonamuricataLinn), Uric Acid, allopurinol
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanah inseptisol adalah tanah yang belum matang yang perkembangan profilnya lebih lemah dibanding dengan tanah matang dan masih banyak menyerupai sifat bahan induknya (Hardjowigeno,1993). Tiap tanah inseptisol mempunyai karakteristik dari kombinasi sifat – sifat tersedianya air untuk tanaman lebih dari setengah tahun atau lebih dari 3 bulan berturut – turut dalam musim–musim kemarau. Kisaran kadar C organik dan kapasitas tukar kation (KTK) dalam tanah inseptisol sangat lebar dan demikian juga kejenuhan basa (KB). Inseptisol dapat terbentuk hampir di semua tempat kecuali daerah kering mulai dari kutub sampai tropika. (Darmawijaya, 1990) Fosfor (P) merupakan salah satu unsur hara makro yang esensial dalam budidaya tanaman.Unsur hara ini berfungsi sebagai pengangkut energi hasil metabolisme dalam tanaman, sebagai proses fotosintesis, respirasi, transfer dan penyimpanan energi, dan membantu mempercepat perkembangan akar dan perkecambahan.Kekurangan unsur P dalam tanaman akan menyebabkan pembentukan buah dan biji berkurang, kerdil, daun berwarna keunguan atau kemerahan (kurang sehat), panen terhambat dan produksi rendah dengan mutu yang jelek. Hampir semua senyawa fosfor yang dijumpai didalam tanah, rendah daya larutnya. Fosfor yang terlarut hasil dekomposisi mineral primer dan sumber fosfor lainnya seperti pupuk sangat mudah bereaksi dengan komponen tanah lainnya membentuk fosfor terikat (bentuk senyawa dan adsorpsi) yang sukar diambil tanaman, maka ketersediaan fosfor didalam tanah bergantung pada jenis tanah (Bray and kurtz, 1993). Kandungan P organik di dalam tanah dapat mencapai berkisar antara 20-80 % dari total P tanah. Kandungan P organik di dalam tanah yang lebih dari 20 % tersebut merupakan sumber ketersediaan P yang potensial bagi tanaman. Namun demikian, P dalam bentuk organik ini tidak dapat di gunakan oleh tanaman, tetapi perlu ditransformasikan terlebih dahulu menjadi bentuk P anorganik melalui proses mineralisasi yang dikatalisis oleh enzim tanah (Saparatka, 2003). Proses mineralisasi P organik
secara langsung menentukan ketersediaan P untuk tanaman oleh fauna tanah dilanjutkan dengan tahap perubahan bentuk P organik menjadi P anorganik ( Sakurai et al., 2008 ). Mineralisasi P dari P organik menjadi P anorganik dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti pH, waktu dan kadar air. Bahan organik sebagai sumber P pada penelitian ini dipelajari mineralisasi dengan berbagai sumber P organik pada tanah sawah (inseptisol) Desa Galuga Bogor. 1.2 Tujuan Penelitian
Mempelajari laju mineralisasi fosfor (P) pada tanah sawah (Inseptisol) Desa Galuga Bogor pada berbagaiperlakuan pupuk organofosfat, serta mengukur perubahan pH, kadar air mutlak dan P tersedia dengan waktu inkubasi. METODOLOGI 2.1 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan adalah toples plastik, saringan ukuran 2mm, neraca analitik ketelitian 4 desimal, neraca analitik ketelitian 3 desimal dan 2 desimal, botol kocok 50 ml, botol penampung, tabung reaksi, kertas saring, pipet mohr, botol kocok, piala gelas,mesin pengocok, labu ukur, labu semprot,pipet sampler 1mL dan 5mL , dispenser 20 ml, pH meter, oven, spektrofotometer UV-Vis Hitachi U-2010. Bahan uji yang digunakan adalah tanah sawah (Inseptisol)yang berasal dari Desa Galuga, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor. Pupuk yang digunakan adalah P-alam Ciamis, pupuk guano, P-alam Maroko, pupuk kandang ayam, pupuk tithonia dan (yang sudah difermentasikan). Bahan kimia yang digunakan adalah Pereaksi Bray 1, Asam askorbat, Pereaksi pewarna fosfat pekat , Standar PO43- 10 ppm, pereaksi pewarna fosfat encer, Aquadest. 2.2 Metode percobaan Tanah diambil dari lokasi Desa Galuga, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor pada kedalaman 0-20 cm, sebanyak 6 pot, masing-
masing 1kg. Percobaan ini dilakukan dalam tiga tahap,yaitu perlakuan pemupukan, analisis tanah, dan pengolahan data. Perlakuan pemupukan meliputi 6 macam seperti terlihat pada Tabel 1, masing-masing 0,25 g. Kemudian masing-masing perlakuan dilakukan inkubasi selama 42 hari. Tanah disampling pada hari ke ke 0, 3, 7, 14, 21, 28, 35, 42. Dan dilakukan analisis. Analisis tanah meliputi pH tanah, kadar air dan kadaar P tersedia. Pengukuran pH dilakukan dengan pH meter, kadar air dengan oven, dan kadar P tersedia dengan mertoda Bray menggunakan spektrofotometer uv-vis pada panjang gelombang 693 nm. Tabel. 1 Perlakuan Pupuk Organofosfat pada 1000 Gram Tanah No 1. 2. 3. 4. 5.
6.
Perlakuan P-alam Ciamis+kotoran ayam+tithonia P-alam Ciamis+ fermentasi kotoran ayam +tithonia Guano+kotoran ayam+Tithonia Guano+ fermentasi kotoran ayam+Tithonia P-alam Maroko+Kotoran ayam+Tithonia P-alam Maroko+fermentasi kotoran ayam +Tithonia
Gram
Ulangan
0,25
1
2
3
0.25
1
2
3
0.25
1
2
3
0.25
1
2
3
0.25
1
2
3
0.25
1
2
3
Penetapan mineralisasi P dikerjakan dengan cara inkubasi selama 42 hari. Ketersediaan air dikontrol setiap hari, contoh tanah ditambahkan air bebas ion sampai tergenang. Contoh tanah diambil pada hari ke 0, 3, 7, 14, 21, 28, 35, 42. Analisis Tanah Pengambilan contoh tanah untuk analisis dilakukan dengan sistem acak yaitu pengambilan tiga titik pada tanah inkubasi yang bertujuan untuk mewakili tanah yang diambil, dengan menggunakan bor kecil kemudian dimasukkan kedalam plastik dan dicampur agar homogen. Selanjutnya ditimbang dan contoh tanah dianalisis tanpa dikeringkan dahulu.
Pengukuran pH Tanah Contoh tanah ditimbang sebanyak 5g dimasukkan kedalam botol kocok dan ditambahkan 25 mL aquadest , lalu dikocok dengan mesin kocok selama 30 menit. Kemudian tanah diukur dengan pH meter yang sebelumnya telah dikalibrasi dengan menggunakan larutan buffer pH 7,00 dan pH 4,00 (Efiyati dan Sulaiman, 2009). Penetapan Kadar Air Mutlak Contoh tanah ditimbang sebanyak 1 g ke dalam cawan alumunium yang telah diketahui bobotnya. Contoh tanah dikeringkan dalam oven dengan suhu 105 oC selama 24 jam, kemudian didinginkan di dalam eksikator, dan di timbang hingga bobot tetap. Bobot yang hilang adalah bobot air (Efiyati dan Sulaiman, 2009). Kadar air ditentukan dengan menggunakan persamaan b–c Kadar Air (%) = X 100% b–a 100% Faktor Koreksi (fk) = (100% - % kadar air) Keterangan : a = bobot cawan kosong (g) b =bobot (cawan+contoh) sebelum dikeringkan (g) c = bobot (cawan + contoh) setelah dikeringkan dalam oven pada suhu105 oC (g). Penetapan Kadar Fosfor Penetapan kadar fosfor merujuk kepada prosedur yang telah dilakukan oleh Efiyati dan Sulaiman, 2009). a). Pembuatan Deret Standar (0-10) mg/L Deret standar dengan konsentrasi (0, 2, 4, 6, 8, 10) mg/L PO43- dipipet sebanyak 1 mL kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan di tambahkan 5 mL pereaksi pewarna fosfat, di kocok dengan menggunakan vortex dan dibiarkan 30 menit. Absorbansi larutan tersebut diukur dengan spektrofotometer Uv-Vis pada panjang gelombang 693 nm. Kemudian dibuat kurva deret standar. b). Persiapan sampel tanah
Contoh tanah ditimbang dengan teliti sebanyak 2,00 g dimasukkan kedalam
Keterangan : Ppm kurva = kadar forfor yang didapat dari kurva Fp= faktor pengenceran (bila ada) 142/190 = (P2O5/2PO4-) = faktor konversi bentuk PO4 menjadi P2O5 Fk= faktor koreksi kadar air = 100% / (100% % kadar air) HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1Hasil Analisis Sifat Kimia Tanah Awal Sifat fisik tanah sawah inseptisol dari lokasi Desa Galuga, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor berwarna coklat kemerahan.Hasil analisis awal sifat kimia tanah sawah tesebut disajikan pada Tabel 4.Analisis ini dilakukan untuk mengetahui sifat kimia tanah awal sebelum dilakukan perlakuan inkubasi. Tabel 2 Hasil Analisis Sifat Kimia Tanah Awal Hasil Terhadap Contoh Tanah Kering 105 0C Penilaian (##)
pH H2O (1:5)
4,36
Sangat Masam
P tersedia ekstrak Bray 1 (mg/kg P2O5)
27,68
Sangat Tinggi
Parameter
1.
2.
4.2.1 Laju Mineralisasi Pada Perlakuan Pupuk (P-alam Ciamis+Kotoran Ayam+Tithonia 30.00 25.00 20.00 15.00 10.00 5.00 0.00
46.00 44.00 42.00 40.00 38.00 36.00 0 3 7 14 21 28 35 42
0 3 7 14 21 28 35 42
Waktu Inkubasi (Hari)
waktu Inkubasi (Hari)
(a)
(b) 30.00 25.00 20.00 15.00 10.00 5.00 0.00 0
3
7
14
21
28
35
42
waktu Inkubasi (Hari)
(c)
Hasil Analisis (#)
No
4.2 Laju Mineralisasi P dari Pupuk Organofosfat Perlakuan berbagai pupuk organik yang digunakan pada penelitian ini dapat .Laju mineralisasi pada penetapan kadar P dari tanah sawah (Inseptisol) per perlakuan dengan sebelum dan sesudah perlakuan pada waktu inkubasi yang berbeda-beda disajikan pada Gambar 5 sampai Gambar 10.
% KA
Gram contoh
Sifat kimia pada tanah sawah (inseptisol) di Desa Galuga adalah pH tanah bersifat sangat masam, ini disebabkan oleh kandungan humus dalam tanah, bahan organik(kompos), dan pengaruh pemupukan. Curah hujan sangat berpengaruh aktif terhadap asam basa tanah, bahan organik menghasilkan asam-asam organik hasil proses humifikasi dan pupuk fisiologis masam akan menyebabkan tanah bersifat masam.
P2O5mg/kg
ppm kurva x ml ekstrak x fp x 142/190 x fk Kadar P2O5 tersedia= (ppm)
Keterangan : #) Data sekunder dari BPT, 2011 ##) Penilaian berdasarkan Lpt, 1978
P2O5mg/kg
botol kocok, lalu ditambahkan pengekstrak Bray 1 sebanyak 20 mL, kemudian dikocok selama 5 menit menggunakan mesin kocok lalu disaring dengan kertas saring dan filtratnya ditampung dalam botol penampung. Ekstrak jernih dipipet sebanyak 2 ml ke dalam tabung reaksi kemudian ditambahkan pereaksi pewarna fosfat encer sebanyak 5 ml, dikocok dengan menggunakan vortec dan dibiarkan 30 menit. Absorbansi larutan tersebut diukur dengan spektrofotometer Uv-Vis pada panjang gelombang 693 nm.Contoh tanah standar dan blanko diberi perlakuan yang sama dengan contoh tanah (Efiyati dan Sulaiman, 2009). Perhitungan:
Gambar 1. (a) Grafik pH, (b) Kadar Air Mutlak (%), (c) Konsentrasi P Tersedia (mg/kg) P2O5 pada P-alam Ciamis+Kotoran Ayam+Tithonia Tanah Sawah (Inseptisol) Bogor
4.2.2 Laju Mineralisasi Pada Perlakuan Pupuk (P-alam Ciamis+Fermentasi Kotoran Ayam+Tithonia)
25.00 20.00 15.00 10.00 5.00
6.00
% KA
5.50 5.00 4.50 4.00 0
3
45 44 43 42 41 40 39 38 37
0.00 0 3 7 14 21 28 35 42
7 14 21 28 35 42
0
3
Inkubasi (Hari)
7 14 21 28 35 42
(c) Gambar 3.
Inkubasi (Hari)
(a)
(b)
P2O5 mg/kg
20.00
(a) Grafik pH, (b) Kadar Air Mutlak (%), (c) Konsentrasi P Tersedia (mg/kg) P2O5 pada Guano+Kotoran Ayam+Tithonia Tanah Sawah (Inseptisol) Bogor
15.00 10.00
4.2.4 Laju Mineralisasi Pada Perlakuan Pupuk (Guano+Fermentasi Kotoran Ayam+Tithonia)
5.00 0.00 0
3
7 14 21 28 35 42
Inkubasi (Hari)
Secara umum, untuk perlakuan 1 dan 2 adanya fermentasi berpengaruh terhadap ketersediaan P, dimana pada perlakuan 2 lebih cepat tersedia pada hari ke-14 dengan nilai P2O5 lebih tinggi dengan perbedaan yang cukup besar yaitu 5,88 dan 11,75 mg/kg P2O5. Namun ada sebagian perbedaan yang terjadi bahwa adanya fermentasi, konsentrasi P menurun dan beberapa hasil menunjukkan adanya fermentasi belum tentu meningkatkan konsentrasi P dibandingkan tanpa fermentasi. 4.2.3 Laju Mineralisasi Pada Perlakuan Pupuk (Guano+Kotoran Ayam+Tithonia) 6.00
45 44 43 42 41 40 39 38
5.50
%KA
pH
5.00 4.50 4.00 0
3
7 14 21 28 35 42
0
3
7 14 21 28 35 42
Inkubasi (Hari)
(a)
(b)
p H
%KA
(c) Gambar 2. (a)Grafik pH, (b) Kadar Air Mutlak (%), (c) Konsentrasi P Tersedia (mg/kg) P2O5 pada P-alam Ciamis+Fermentasi Kotoran Ayam+Tithonia Tanah Sawah (Inseptisol)Bogor
6.00 5.80 5.60 5.40 5.20 5.00 4.80 4.60 0
3
60 50 40 30 20 10 0 0
7 14 21 28 35 42
3
(a)
7 14 21 28 35 42
(b) 20.00 15.00 10.00 5.00 0.00 0
3
7
14 21 28 35 42
(c) Gambar 4. (a) Grafik pH, (b) Kadar Air Mutlak (%), (c) Konsentrasi P Tersedia (mg/kg) P2O5 pada Guano+Fermentasi Kotoran Ayam+Tithonia Tanah Sawah (Inseptisol) Bogor
Secara umum, untuk perlakuan 3 dan 4 adanya fermentasi berpengaruh terhadap ketersediaan P, dimana pada perlakuan 4 lebih cepat tersedia pada hari ke-14 dengan nilai P2O5 lebih tinggi dengan perbedaan yang cukup besar yaitu 10,33 dan 16,73 mg/kg P2O5.
4.2.5 Laju Mineralisasi Pada Perlakuan Pupuk (P-alam Maroko+Kotoran Ayam+Tithonia) 6.50
46 44 42 40 38 36
6.00
p H
5.50 5.00 4.50 0 3 7 14 21 28 35 42
0
3
(a)
7 14 21 28 35 42
(b) 20.00 15.00
Secara umum, untuk perlakuan 5 dan 6 adanya fermentasi berpengaruh terhadap ketersediaan P, dimana pada perlakuan 6 lebih cepat tersedia pada hari ke-14 dengan nilai P2O5 lebih tinggi dengan perbedaan yang cukup besar yaitu 16,38 dan 18,02 mg/kg P2O5. Namun ada sebagian perbedaan yang terjadi bahwa adanya fermentasi, konsentrasi P menurun dan beberapa hasil menunjukkan adanya fermentasi belum tentu meningkatkan konsentrasi P dibandingkan tanpa fermentasi.
10.00 5.00
4.3 Perbandingan Antara Penambahan Kotoran Ayam (tidak fermentasi) dan kotoran ayam (fermentasi)
0.00 0 3 7 14 21 28 35 42
(c) Gambar 5. (a) Grafik pH, (b) Kadar Air Mutlak (%), (c) Konsentrasi P Tersedia (mg/kg) P2O5 pada P-alam Maroko+Kotoran Ayam+Tithonia Tanah Sawah (Inseptisol)Bogor
4.2.6 Laju Mineralisasi Pada Perlakuan Pupuk (P-alam Maroko+Fermentasi Kotoran Ayam+Tithonia) 48
6.00
p H
46
5.50
44
5.00
42
4.50
40
4.00
38 0
3
7 14 21 28 35 42
0
3
(a)
7 14 21 28 35 42
(b) 25.00 20.00 15.00 10.00 5.00 0.00 0
3
7 14 21 28 35 42
(c) Gambar 6.
(a) Grafik pH, (b) Kadar Air Mutlak (%), (c) Konsentrasi P Tersedia (mg/kg) P2O5 pada P-alam Maroko+Fermentasi Kotoran Ayam+Tithonia Tanah Sawah (Inseptisol) Bogor
Dari hasil pengamatan, menunjukkan konsentrasi P pada P-alam Ciamis, Guano dan P-alam Maroko dengan penambahan kotoran ayam fermentasi lebih tinggi dibandingkan kotoran ayam (tidak fermentasi).Hal ini dimungkinkan karena pada kotoran ayam yang telah difermentasikan, proses dekomposisinya lebih cepat terjadi dibandingkan kotoran ayam padat (tidak difermentasikan) (Kaya, 2003). Selanjutnya dikatakan bahwa hasil dekomposisi bahan organik seperti pupuk kandang ayam menghasilkan asam-asam organik yang dapat mengkhelat alumunium (Al) dan besi (Fe) bebas, juga dapat melarutkan P dari ikatannya dengan alumunium dan besi.Semakin tinggi pemberian pupuk fosfat alam maka ketersediaan P dalam tanah akan meningkat. Pupuk ayam mempunyai kadar hara P yang relatif lebih tinggi yaitu 10,38 mg/kg dari pupuk tithonia dan pupuk guano. Kadar hara sangat dipengaruhi oleh jenis konsentrat yang diberikan.Kotoran ayam tersebut biasanya tercampur sisa-sisa makanan ayam serta sekam sebagai alas kandang yang dapat menyumbangkn tambahan hara kedalam pupuk ayam tersebut (Wiwik dan Widowati, 2006).
Namun demikian, pada proses laju mineralisasi yang terjadi pada beberapa waktu inkubasi ada sebagian perbedaan yang terjadi bahwa adanya fermentasi konsentrasi P menurun, dan beberapa hasil menunjukkan adanya fermentasi belum tentu meningkatkan konsentrasi P dibandingkan tanpa fermentasi. KESIMPULAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan didapatkan kesimpulan sebagai berikut: 1. Peningkatan konsentrasi P, terjadi pada pH 5,53 (masam) sampai pH 5,78 (agak masam).Sedangkanpenurunankonsentrasi P, terjadi pada pH 5,51 (masam) sampai pH 5,82 (agak masam). 2. Mineralisasi P tertinggi pada P tersedia dari pupuk organofosfat terjadi pada perlakuan 1 pupuk P-alam P-alam Ciamis+kotoran ayam+tithonia pada inkubasi hari ke-42 yaitu sebesar 27,80 mg/kg P2O5. Kemudian didapatkan pula mineralisasi P terendah pada P tersedia dari pupuk organofosfat terjadi pada perlakuan 2 pupuk P-alam P-alam Ciamis+fermentasikotoran ayam+tithonia pada inkubasi hari ke-21 yaitu sebesar 3,46 mg/kg P2O5.
Saran 1. Proses mineralisasi diperlukan waktu yang lebih lama lagi sampai mineralisasi tidak berjalan lagi agar diperoleh hasil yang maksimal. Mineralisasi diketahui telah berhenti ketika hasil analisis menunjukkan hasil pengukuran yang stabil dan tidak jauh berbeda. 2. Penggunaan pupuk organofosfat pada tanah sawah (Inseptisol) Desa Galuga Bogor, disesuaikan dengan kecepatan pelepasan P serta jumlahnya dengan
tingkat kebutuhan tanaman agar tidak terjadi kehilangan (inefisiensi) pupuk P tersebut. 3. Berdasarkan percobaan maka diperoleh laju mineralisasi yang tertinggi adalah perlakuan 1 yaitu pupuk P-alam P-alam Ciamis+kotoran ayam+tithonia. Oleh karena itu kombinasi pupuk atau perlakuan 1 ini dapat diterapkan atau diaplikasikan pada tanah sawah (inseptisol). UCAPAN TERIMAKASIH Kepada kepala Balai Penelitian Tanah, Bogor yang telah memberikan izin penelitian kepada penulis dan kepada ibu .Linca Anggria, S.Si, M.Sc, yang telah memberikan bimbingan, dorongan dan arahan yang telah diberikan selama ini hingga terselesaikan penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA Buckman, O. H and Brady N. C, 1969. Ilmu Tanah. Prof. Dr. Soegiman, Penerjemah. Terjemahan dari The Nature and Properties of Soils. Penerbit Bhatara Karya Aksara. Jakarta. Dalam Madkar, R. O. 1992.Pengaruh Jenis Bahan Organik Dan Pupuk N Terhadap Pertumbuhan Serat-Serat Hasil Kultivar Padi gogo yang Ditanam diantara Tanaman Di Daerah Aliran Sungai Cimanuk Hilir.Skipsi. Unpad. Bandung. Brand-Klibanski S., M.I. Litaor and M. Shenker. 2007. Overestimation of phosphorus adsorption capacity in reduced soils: an artifact of typical batch adsorption experiments. Soil Sci. Soc Am J 71:11281136. Madison, USA.
Bray RH, and Kurtz LT. 1993. Determination of Total Organic and Available forms of Phosphorus in Soil. Soil Sci, 59 : 39-45 Darmawijaya, I. M. 1990. Klasifikasi Tanah. Gadjah Mada University Press.
Day RA dan AL Anderwood. 2002. Analisis Kimia Kuantitatif. edisi ke enam Diterjemahkan oleh Iis Sopyan, M.Eng erlangga. Jakarta. Djuniwati. S. 2007. Pengaruh Pemberian Bahan Organik (Centrosema Pubescens) dan Fosfat Alam Terhadap Aktivitas Fosfatase dan Fraksi P Tanah Latosol di Dramaga. Bogor, jurnal Tanah dan Lingkungan 9:1 Efiyati
dan Sulaiman. 2009. Petunjuk TeknisAnalisis Kimia Tanah, Tanaman, Air, dan Pupuk. Edisi ke 2 Balai Penelitian Tanah, Bogor 2009. Hal 721.
Frossard E, Condron L.M., Oberson A., Sinaj S. and fardeau j.c. 2000. Processes governing phosphorus availability in temperature Soils. J. Environ. Qual 29: 15-23. Didalam : Parmjit S. Rhandawa, Leo M. Condron, Hong J. Di, Sokrat Sinaj and Roger D. Mclenaghen (2005). Effect of green manure addition on soil organic phosphorus mineralisation Nutrient Cycling in Agroecosystems 73: 181-189. Gary, M., R. McAfee Jr., and C. L. Walf (eds). 1974. Glossary of Geology. Amer.. Geolog. Ins. Washinton D.C
Hardjowigeno, S. 1993. Klasifikasi Tanah dan Pedogenesis. Akademika Pressindo. Jakarta. Hardjowigeno, S. 2007. Ilmu Tanah. Akademika Pressindo. Jakarta. Harjadi W. 1993. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Jakarta: Gramedia. Hartatik, Wiwik., dan Widowati, R.L. 2006. Pupuk Kandang. J. Balai Penelitian Tanah. Bogor.
Hartatik, Wiwik., dan Widowati, R.L. 2007. Pupuk Kandang. J. Balai Penelitian Tanah. Bogor. Havlin, J.L., James D. Beaton, Samuel L. Tisdale, and Werner L. Nelson.1999 .Soil Fertility and Fertilizers.sixth edition. Peerson Prentice Hall. P, Jew Jersey. P. 175,177-178. Jama, B., C.A. Palm, R.J. Buresh, A. Niang, C. Gachengo, G. Nziguheba, and B, Amadola. 1999. Tithonia Diversifolia Green Manure Improvement of Soli Fertility, A Review from Western. Kenya. Kaya, E. 2003.Perilaku Fosfat Dalam Tanah, Serapan Fosfat, dan Hasil Jagung (Zea mays L) Akibat Pemberian Pupuk Fosfat dengan Amelioran pada Typic dystrudepts. Disertasi. Unpad. Bandung. L. Anggria dan A. Kasno. 2010. Pengaruh Bahan Organik Terhadap Mineralisasi Fosfat pada Tanah Sawah dan Lahan Kering. Balai Penelitian Tanah, Bogor
Madkar, R. O. 1992.Pengaruh Jenis Bahan Organik Dan Pupuk N Terhadap Pertumbuhan Serat-Serat Hasil Kultivar Padi gogo yang Ditanam diantara Tanaman Di Daerah Aliran Sungai Cimanuk Hilir.Skipsi. Unpad. Bandung. MuljaMuhammad, dan Suharman. 1995. Analisis Intrumental. ITB. Bandung. McClellan, G. H. And L. R. Gremillon. 1980. Evaluation of phosphatic row materials. In F. E. Khasawneh, E. C. Sample and E. J. Kamprath (Eds). The role of phosphorus in Agriculture. Soc. Of Amer. Soil Sci. Soc. Of Amer. Madison, Wisconsin, USA.
Olsen, S.R., C.V. Cole, F.S. Watanabe, and L.A. Dean. 1954. Estimation of available Pin soils by extraction with sodium bicarbonate. USDA cir. 939: 242-246.
Pinus Lingga. 1991. Jenis dan Kandungan Hara Pada Beberapa Kotoran Ternak. Pusat Pelatihan Pertanian dan Pedesaan Swadaya (P4S) ANTANAN. Bogor. Purwowidodo. 1991. Metode Selidik Tanah. UGM Press. Yogyakarta Rayment, G.E and F.R Higginson. 1992. Australia Laboratory Handbook of soil and water Chemical Methods. Australian soil and land survey handbook. Inkata Press, Melbourne, Sydney. P. 330. Sabiham, S, Soepardi, G, dan S, Djokosudarjo. 1989. Bahan Kuliah Pupuk dan Pemupukan. Departemen Ilmu-ilmu tanah. Fakultas pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor, hal 142. Sakurai, M.J Wasaki Y. Tomizawa, T. Shinano and M.Ozaki. 2008. Analysis of bacterial Communities on Alkaline. Phospatase Genes in Soil Supplied With Organic Master, Soil Sei. Plant Nutr, 54:62-71 Saparatka, N. 2003. Phospatase Activities ( Acp, Alp ) in Agroccosystemsoils. Doctoral thesis. Swedish University of Agricurtural Sciences. Uppsala. Sudjadi, M., I M, Widjik S., dan M. Soleh. 1971. Penuntun Analisis Tanah. Publikasi No. 10/71. Lembaga Penelitian Tanah, Bogor. 1661 hlm. Sutedjo. 1992. Pupuk dan Cara Pemupukan. Rineka Cipta. Jakarta Sutedjo. 2005. Cara Pemupukan. Rineka Cipta. Jakarta.
Sediyarso, M. 1999 Fosfat Alam Sebagai Bahan Baku dan Pupuk Fosfat.Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat Bogor.82 hal. Tisdale, S.L., Nelson, W.L., and Beaton, J.D. 1993. Soil and fertilizer phosphorus.In Soil Fertility and Fertilizers, 5th ed., p. 176-229, Macmillan Publishing Company, New York. Tresna, S. 2000. Pencemaran Lingkungan. Rineka Cipta. Jakarta Wiwik H, Widowati. 2006. Pupuk Kandang, Pupuk Organik dan Pupuk Hayati. Simanungkalit et al, Bogor: Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.