Majalah Obstetri & Ginekologi, Vol. 22 No. 3 September - Desember 2014 : 140-146
Menuju Kemajuan Ilmu dan Teknologi serta Keterampilan Obstetri dan Ginekologi yang Selaras dengan Terjaganya Etika Profesi, Guna Menyongsong Era Pasar Bebas. Sebuah Sumbangan Pikiran Ketut Suwiyoga Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Denpasar, Bali ABSTRAK Era pasar bebas di bidang intelektual, jasa dan barang dipastikan datang dan harus kita songsong; termasuk di bidang Obstetrik dan Ginekologik. Indonesia, dengan struktur geografis, epidemiologi, sosial-budaya, keamanan dengan pertumbuhan ekonomi keempat terbesar di dunia, merupakan negara yang sangat menjanjikan terkait pasar bebas, baik AFTA (2015) maupun WTO (2020). Untuk dapat berkiprah dalam pasar bebas itu, Obstetrikus dan Ginekologist bersikap kolaboratif tanpa harus menurunkan nasionalisme. Peran ilmu, tekonologi dan keterampilan Obstetrik dan Ginekologik adalah sangat strategik yang harus menjadi visi POGI kita yang dilandasi oleh sifat ketuhanan, kewajiban, dan integritas seluruh anggota. Untuk itu, POGI harus lebih fokus dengan mempertimbangkan pembagian kewenangan PB dan Cabang POGI. Mungkin regionalisasi Barat dan Timur yang selaras juga dibutuhkan. Hal ini bertujuan untuk mewujudkan visi, empowerment budaya kinerja, rewards and consequences, dan leadership. Sementara itu, regulasi harus dilaksanakan dengan disiplin dan dikawal dengan seksama. (MOG 2014;22:140-146) Kata kunci: ilmu dan tekonologi, keterampilan, etika profesi, pasar bebas
ABSTRACT Free market era in the field of intellectual, services and goods will be definitely come and we should be ready to face. The field of obstetrics and gynecologic is not an exception. Indonesia, with a geographic structure, epidemiology, socio-cultural, security and economic growth, is the world's fourth largest promising country related to the free market, both in AFTA (2015) and WTO (2020). To be able to take part in free market, obstetrician and gynecologists should have collaborative attitude without lowering nationalism. The role of obstetrics and gynecologic science, technology and skill is very strategic that should become a vision of POGI, which is were guided religiosity, obligations, and integrity of all members. To that end, POGI should be more focus by considering the division of authority of the central executive council and the branches. Harmonious regionalization of the branches in West and East is also needed. It aims to realize the vision, empowerment of performance culture, rewards and consequences, and leadership. Meanwhile, the regulation should be implemented with discipline and guarded carefully. (MOG 2014;22:140-146) Keywords: science and technology, skills, professional ethics, free market Correspondence: Ketut Suwiyoga, Departemen Obstetri dan Ginekologi, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Denpasar, Bali. Email:
[email protected]
PENDAHULUAN Secara demografi, wilayah Indonesia sangat luas yaitu 5.193.250 km2 terbentang dari Sabang sampai Merauke sepanjang 3.977 mil, terdiri atas 30% daratan dan 70% lautan, 13.466 pulau besar dan kecil bahkan tanpa nama. Secara demografi, jumlah penduduk sangat banyak yaitu 240 juta yang merupakan terbesar ke empat didunia, 118,01 juta perempuan yang terdiri atas 43,57 juta (36,92%) anak, 67,82 juta (57,47%) dewasa dan 6,62 juta (5,61%) tua (BPS, 2010). Bidang social budaya, sangat variatif yaitu 1.340 suku dengan adatistiadatnya, 721 bahasa serta keranekaragaman lokal. Tatatan ekonomi makro, kemajuan sangat pesat sehingga Indonesia masuk negara G20 dengan rerata pengahasilan Rp 33,3 juta perkapita per tahun (BPS,
Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah archipelago yang saat ini segera memasuki pasar bebas Asean tahun 2015. Archipelago mengandung makna serba sangat dan pasar bebas dapat berarti ancaman dan atau peluang dibidang Obstetri dan Ginekologi. Selain itu, terindikasi telah terjadi implementasi etika dan disiplin dokter spesialis Obstetri dan Ginekologi itu sendiri yang mungkin terkait dengan perubahan paradigma kesehatan; bukan alturisme namun kearah industrial. Hal harus disikapi dengan prinsip kolaboratif-kompetitif dan berpikir positif serta optimis dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia atas berkat anugrah/rachmat Tuhan Yang Maha Esa. 140
Suwiyoga : Menuju Kemajuan Ilmu dan Teknologi serta Keterampilan Obstetri dan Ginekologi
2012). Politik sangat hebat karena demokrasi tumbuh dan berkembang menuju kebebasan disemua bidang; bahkan menjadi rujukan proses demokrasi di dunia. Ketertiban dan keamanan juga sangat terkendali dibanding dengan proses demokrasi negara-negara lain di dunia.
Secara lebih fokus, Obstetri dan Genkologi maka saat ini memiliki 3490 SpOG dimana 2942 (2942/3490, 84,3%) SpOG Umum dan 548 (548/3490, 15,7%) SpOG(K); dimana konsultan terdiri atas 149 (149/548, 27,2% FER), 147 (147/548, 26,8%) Obsginsos, 138 (138/548, 25,2%) Feto Maternal, 76 (76/548, 13,9%, Onko-ginekologi, dan 38 (38/548, 6,9%) Uroginekologi. Para Konsultan inilah- terutama sumberdaya- yang disiapkan dan siap bersaing ditingkat kompetensi dalam era pasar bebas. Sementara, setiap tahun dihasilkan sekitar 200-an SpOG baru dan Konsultan dari masingmasing 15 Senter Pendidikan PPDS-1 dan 7 Senter Pendidikan Konsultan (Kolegium Obsgin, 2013). Sementara, SpOG lain mengikuti berbagai kursus tertentu untuk penguatan persaingan diferensiasi pelayanan dan pasar. Kendatipun distribusi masih merupakan kontroversi namun ranah ini harus terus dikoreksi melalui regulasi Pemerintah RI yang dimediasi dan inisiasi oleh POGI. Dengan demikian, berikut ini disampaikan secara umum dengan penekanan pada hal-hal yang strategik saja tentang pasar bebas, kemajuan ilmu dan teknologi, keterampilan obstetri dan ginekologi, dan etika profesi seta rekomendasi menghadapinya.
Khusus bidang kesehatan, perberlakuan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dalam bentuk Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang diselenggarakan oleh BPJS mulai awal tahun 2014 juga merupakan program sangat karena direncanakan meliputi seluruh tumpah darah Indonesia secara bertahap; tanpa kecuali. Kondisi nasional terakhir adalah angka kematian ibu (AKI) mengalami perubahan kendatipun target MDGs 2015 dipastikan tidak tercapai yaitu 120/100.0000 kelahiran hidup. Saat ini malahan diduga AKI adalah 320/100.000 kelahiran hidup atau 13.824 orang pertahun (Kemkes, 2012) dan tertinggi diantara di Asean. Sementara, angka kematian kanker serviks (AKS) adalah 1 per jam atau sekitar 8.760 orang pertahun (Kemkes, 2005) yang belum menjadi program pemerintah. Kedua hal ini juga termasuk kategori sangat terkait dengan dampaknya terhadap ekonomi, social, budaya, politik, keamanan, dan ketertiban. Hal-hal diatas menjadikan Indonesia merupakan pasar sangat potensial dan menjanjikan di dunia. Ketika kita sedang berjuang melawan AKI yang merupakan indikator kemajuan pelayanan kesehatan suatu negara dimana dipastikan belum juga menunjukkan tanda-tanda kemenangan; telah tiba era pasar bebas. Pasar bebas dibidang kesehatan meliputi multidimensi baik pendidikan, pelayanan, dan penelitian yang tidak dapat lepas dari politik itu sendiri. Sementara, ketiga ranah tersebut masuk dalam industri biznis. Hal ini berarti bahwa tahun depan kita berhadapan dengan negaranegara maju; kalau bukan raksasa dengan berbagai metamorphosis.
PASAR BEBAS
Sementara, diantara kita terdapat indikasi penyimpangan etika profesi bahkan disiplin profesi yang dapat berakibat buruk terhadap diri sendiri. Menurut UU RI No. 29 Tahun 2004 Tentang Kesehatan, UU No 29 tahun 2009 Tentang Praktik Kedokteran, UU RI No. 44 Tentang Rumah Sakit, dan Permenkes No. 751 Tahun 2011 Tentang Komite Medik Rumah Sakit maka dokter diminta untuk dua hal yaitu mengikuti peraturan dan berprilaku baik. Tujuannya adalah agar dokter terlindung dari risiko pekerjaan yang mulia ini. Pastinya, kita tidak dapat menghindar dari pasar bebas karena Kepala Negara Presiden Republik Indonesia telah menandatangani Word Trade Organiztion (WTO) No tahun 1995. (Lembaran RI, )
Pasar bebas adalah perdagangan meliputi barang, jasa dan intelektual diantara negara-negara anggota World Trade Organization (WTO) 1 Januari 1995. Pasar bebas sudah ditandatangai oleh Kepala Negara RI dimana pertemuan rutin untuk negosiasi dan konsensus dilaksanakan setiap 2 tahun. World Trade Organization menggantikan General Agrreement on Tariff and Trade (GATT) tahun 1948 yang berakhir pada putaran Uruguay akhir tahun 1994. Tujuan pembentukan WTO adalah untuk medapatkan solusi tentang tariff barrier dengan financial methods dan non-tariff barrier dengan regulasi. Jadi WTO adalah global trade governance dengan ciri-ciri yaitu 1) Centralized and comprehensive architecture, strong legal foundation, incentive and capacity. 2) Expanding membership, vast array of 60 obligations for members. 3). Detailed, complex, legally
Globalisasi berbagai sektor yang mengarah ke pada pasar bebas tidak dapat dihindari oleh anggota-anggota Word trade organization (WTO); termasuk Indonesia. Hal-hal yang diatur dalam WTO adalah tentang barang, jasa, dan intelektual; termasuk sektor kesehatan. Sektor kesehatan meliputi cross border trade, comsumption abroad, commercial precence, dan natural precence (GATS, 1995). Hal ini memaksa kita untuk bermain di tingkat standard dunia, bukan hanya Indonesia saja. Hal ini akan menjamin bahwa dokter Indonesia akan menjadi tuan rumah di negeri sendiri.
141
Majalah Obstetri & Ginekologi, Vol. 22 No. 3 September - Desember 2014 : 140-146
binding reqirements per agreement. 4) Compulsary comprehensine dispute settlement. Berbeda dengan World Health Organization (WHO) yang merupakan global health governance dengan ciri-ciri 1). Unstructured plurality, fragmented, disersified. 2). Expertise based non binding collective action, 3) Not legally demanding, 4) No compulsory dispute settlement or enforcement.
Hal ini dapat dikembangkan melalui regulasi PB POGI dan Kolegium POGI yang kewenangan pelaksanaannya diberikan kepada POGI Cabang dan Senter Pendidikan dengan pengawasan melekat. Sementara, untuk menghindari risiko maka etika dan disiplin profesi harus ditegakkan karena Obsterikus dan Ginekologist harus selamat; bukan hanya patient safety dalam arti sempit. Menindaklanjuti MTA tahun 2015 ini, regulasi dengan kisi-kisi khusus telah disusun oleh PB POGI bersama IDI, Konsil Kedokteran Indonesia (KKI), dan Kementerian Kesehatan RI untuk mendapat pengesahan dari Pemerintah. Regulasi untuk dokter asing dengan memperhatikan dan menimbang beberapa hal seperti: 1. Legalitas dokter asing berdasarkan pasal 3, 30, dan 36 UU No 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran. Memiliki Kewenangan Kilinis (UU No Tahun Rumah Sakit), kridensial/re-kridensial (Kepmenkes 751 Tahun 2011). 2. Rekomendasi diberikan oleh POGI hanya kepada anggota POGI (AD POGI Tahun 2012 BAB IV Pasal 11). Untuk memperoleh rekomendasi tersebut harus: adaptasi selama 12 bulan dimana Senter Adaptasi diputuskan oleh Kolegium, lulus ujian lokal dan nasional untuk penerbitan Surat Keterangan Kompetensi, dan memiliki Surat Tanda Registrasi (STR). 3. Dan laim-lain sesuai dengan peraturan dokter Indonesia seperti distribusi, beban kerja tanggungjawab AKI dan AKS, dan hal-hal yang dipersyarattkan oleh POGI, 4. Persyaratan khusus oleh POGI.
Dalam WTO di bidang kesehatan dibawah GATS meliputi cross borde trade, comsumption abroad, commercial presence, dan natural precence. Sementara Asean Agreement of The Movement of Natural Person (MNP) telah berlaku sejak 19 Mei 2013 yang diawali oleh negosiasi komiten terkait pengakuan kualifikasi, kompetensi, dan etikolegal. Sementara, Asean Free Trade Area (AFTA) yang terdiri atas 10 negara dikawasan Asia Tenggara yaitu Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, Myanmar, Vietnam, Kamboja, dan segera berlaku tahun 2015. Peluang dan Tantangan Pasar bebas pasti datang seiring dengan waktu; tanpa menunggu kesiapan kita dokter spesialis Obstetri dan Ginekologi Indonesia. Dengan demikian, kita tidak boleh lagi berpangku tangan dalam zona nyaman seperti saat ini. Pasar bebas ini adalah peluang dan tantangan yang datangnya bersamaan sehingga sikap kita adalah kolaboratif dan kompetitif. Ketika kita memandang bahwa pasar bebas sebagai peluang maka kolaborasi adalah pilihan. Kerjasama dengan luar negeri dalam bidang pendidikan, penelitian dan bahkan pelayanan yang dikemas workshop telah berlangsung sejak lama; baik pada masing-masing pusat pendidikan maupun nasional. Namun, apakah kita dengan seluruh potensi pasar akan memberikan peluang yang seluas-luasnya di negeri Indonesia tercinta ini sangat penting untuk dicermati. Pencermatan itu berupa kisi-kisi yang syah diberlakukan di Indonesia dimana hal tersebut oleh WTO adalah sah dan diakui adanya.
Peran organisasi POGI adalah mengawasi implementasi regulasi, meningkatkan kualitas pendidikan dan menjaga semangat kebangsaan dan NKRI. Dalam mengawasi implementasi regulasi, hal ini terkait dengan bahwa dokter asing masuk melalui berbagai celah dengan ijin berbagai instansi, yaitu ijin operasional, yang hanya melayani warganya yang ada di Indonesia, dan ijin penelitian, pelatihan, alih teknologi, dan bakti sosial. Selain itu ada yang mengaku dokter tetapi kompetensinya rendah; bahkan mayarakat Indonesia dipakai melengkapi log bok. MEMAJUKAN ILMU DAN TEKNOLOGI
Salah satu cara menghadapi era pasar bebas adalah meningkatkan dan memajukan ilmu dan keterampilan bertafar internasional. Di bidang keilmuan, key opinion leaders POGI memiliki poteni sangat besar dan terbukti kompeten. Hal ini tergantung dari sikap kita yng senantisa menggulkan ilmuwan luar negeri. Ilmu sendiri diperoleh dari penelitian yang dimotori dan dipimpin oleh 145 Guru Besar Obstetri dan Ginekologi yang sangat handal dimana lahannya sangat terbuka. Sementara, keterampilan diperoleh dari kursus-kursus dan work shops secara berkala dan berkesinambungan untuk dapat bersaing dibidang pelayanan tingkat dunia.
Kemajuan ilmu dan teknologi mengadung prinsip review-state of art, research and development and practice point. Berhadapan dengan pasar bebas ini harus melalui upaya memajukan ilmu dan teknologi karena ciri-ciri pelayanan kedokteran ke masa depan dan sedang berkembang di dunia adalah teknologi. Hal ini terkait dengan mutu, diferensiasi dan biaya pelayanan yang bersaing. Ilmu harus diimplementasi dalam bentuk penggunaan teknologi secara komprehensif seperti teknologi informasi, kedokteran, dan operatif; yang selanjutya siap masuk kedalam era ekonomi kreatif. 142
Suwiyoga : Menuju Kemajuan Ilmu dan Teknologi serta Keterampilan Obstetri dan Ginekologi
Kreatif ini melalui berbagai upaya memajukan ilmu dan tehnologi untuk mendapatkan hak paten dan intelektual. Kita akan masuk ke dalam kebudayaan dunia yang bercirikan efektif dan efesien; vs budaya tradisional dengan atribut unik dan kearifan lokal. Dengan demikian, menghadapi pasar bebas ini adalah dengan penguatan rasa kebangsaan, karakter, kearifan lokal dan kerja keras dengan prinsip saling menghargai; tanpa harus meniadakan yang lainnya.
ini harus didukung oleh regulasi POGI melalui penerapan angka kredit untuk memperoleh sertifikasi. Nampaknya, sudah saatnya pemberdayaan expertise sebagai key opinion leader dari masing-masing himpunan dilaksanakan untuk memberikan kuliah dan presentasi diantara Senter Pendidikan di Indonesia dengan tujuan berbagi dan pemerataan. Terkait dengan ini, sinkronasi Pokja-pokja POGI dengan Kolegium POGI agar diselaraskan dan dilaksanakan. Akan lebih penting adalah penerbitan jurnal ilmiah terakreditasi standar Nasional dan Internasional dimana saat ini masih langka di Indonesia. Indonesian Journal of Obstetric and Gynaecology (Ina J Obstet Gynecol) harus mendapat perhatian tersendiri dan dibutuhkan senter penerbitan lain baik Indonesia Tengah dan Timur ataupun RS Pendidikan A; bukan hanya di Jakarta saja. Potensi kita sangat besar terkait dengan sumberdaya, lahan, dan dana penelitian. Namun, dana publikasi masih belum mendapat perhatian serius dan diferensiasi sumberdaya, waktu, dan dana yang memadai sebagai kelemahan. Sementara, SpOG masih bermain pada regio yang sama yang menjadikan bersaing kurang sehat diantara sesama. Ini berarti kurang-belum diterapkannya pengertian unggul (product leadership, operationl excellent, and customer intimacy) dan kreatif. Ketika SpOG dapat menyelamatkan pasien maka hal itu adalah biasa dan standar. Tetapi, ketika pasien meninggal ditangan SpOG adalah luar biasa dimana kondisi ini harus menjadi perhatian seluruh anggota POGI Nusantara.
Memajukan Ilmu Ilmu adalah berbagai kaidah/dalil/yang diperoleh dari penelitian dan hasilnya dapat dipercaya. Kepercayaan atas hasil penelitian berdasarkan atas kualitas penelitian itu sendiri dimana kita diangurahkan modal kesehatan dan kesempatan untuk dapat dibenargunakan dalam upaya mengungkap rahasia alam untuk kesejahteraan dan kedamaian alam semesta serta kehidupan yang harmonis dalam pluralisme. Manusia diangurahi modal yang paling utama olehNya yaitu bayu, sabda dan idep yang melahirkan rasional dan rasa. Hal ini menjadikan kita memiliki kemampuan untuk meneliti dalam kerangka etika moral. Dasar Negara kita sudah jelas yaitu Pancasila; bahkan sebagai jalan hidup dan tujuan dimana Ketuhanan Yang Maha Esa pada urutan pertama. Memajukan ilmu menjadi keharusan untuk setiap SpOG sebagai ilmuwan dan cendekiawan karena merupakan kewajiban baik secara etika maupun disiplin; bahkan sebagai amanah ajaran agama yang wajib hukumnya. Hal ini dalam rangka kompetisi global dan harus disadari dalam pikiran, perkataan, dan perbuatan agar kita dapat memenangkan perang di negeri sendiri. Modal kita SpOG berupa tanah air, adat istiadat, bahasa dalam wadah kesadaran berbangsa dan bernegara adalah mengisi sanubari dan harkat martabat kita; SpOG semesta Indonesia.
Memajukan teknologi Teknologi adalah berbagai kegiatan yang merupakan practical point. Penyatuan harmonis alam dan teknologi merupakan kekuatan yang maha dasyat. Alam yang dimaksud adalah SpOG Indonesia telah memiliki bakat tersendiri sebagai bawaan lahir dan ditempa dalam keluarga beretika. Sementara, teknologi adalah berbagai kemampuan hard skill obstetri dan ginekologi yang didapat dari pembelajaran; hal inilah factor penting yang membedakan antara operator Barat dan Timur. Kemampuan alam dan teknologi dipakai sebagai kekuatan yang harus dimaknai untuk kesejahteraan dan kedamaian umat manusia di dunia.
Penelitian harus menjadi ikon sebagai syarat memajukan ilmu. Sementara para guru besar dengan otoritas keilmuan mengambil tanggungjawab dan kewajiban bertindak sebagai insiator, pemimpin, pelaksana, dan publikasi penelitian. Membangun suasana akademik harus tetap terjaga dan sungguhsungguh baik melalui media tahunan seperti Kongres POGI, Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) POGI, PIT Himpunan, Acara Ilmiah Senter Pendidikan atau POGI Cabang, dan lainnya. Kata sungguh-sungguh ini harus menjadi perhatian dan tanggungjawab akademik setiap anggota POGI; kalau perlu melalui ujian. Penyebaran informasi baik melalui hardcopy, softcopy, media elektronik lain, dan kesejawatan juga merupakan sumbangan dalam upaya menjaga suasana akdemik. Hal
Memajukan teknologi menjadi syarat utama untuk mengupayakan efesiensi dan efektifitas dimana dua hal terakhir adalah ciri-ciri budaya dunia; termasuk budaya bidang kesehatan reproduksi itu sendiri. Teknologi bidang Obstetri dan Ginekologi kesehatan reproduksi antara lain: 1. Ultrasonografi dasar, menengah dan lanjut; 2. Fertilisasi in vitro dan prenatal diagnosis. 3. Minimal invasive surgery (MIS) baik laparoskopi operatif maupun robotik; 4. Histeroskopi untuk 143
Majalah Obstetri & Ginekologi, Vol. 22 No. 3 September - Desember 2014 : 140-146
diagnosis, operatif, dan pemasangan kontrasepsi intratuba; 5. Kolposkopi terkait diagnosis dan tuntunan operatif ablasio-destruktif; 6. Teknik operasi onkoginekologi mutakhir; 7. Terapi paliatif; terutama penanganan nyeri dan kualitas hidup, dan 8. Catatan medik (CM) paper less.
panggul, USG khusus. 5. Obstetri dan Ginekologi Sosial (OGS); seperti kerjasama dengan Pemerintah cq Kementerian Kesehatan terkait AKI dan AKS, kontrasepsi, kehamilan tidak diinginkan, dan kader. Aktivasi Jaringan Nasional Pelatihan Klinik-Kesehatan Reproduksi (JNPK-KR) harus dikoordinasikan malaui PB POGI dan Cabang.
Berdasarkan uraian dua hal diatas, pengisisan Buku Log oleh anggota POGI menjadi keharusan sebagai bukti kompetensi dalam kognitif, afektif, psikomotor, penelitian, dan organisasi. Hal ini untuk menjaga agar terwujudnya patien safety oleh SpOG sebagi dokter penanggungjawab pelayanan (DPJP) yang secara langsung juga berhubungan dengan kompetensi.
Pada saat ini, syarat-syarat untuk mendapatkan resertifikasi SpOG yang meliputi kegiatan pendidikan, penelitian, pelayanan, dan organisasi belum menunjukkan tanda-tanda perbaikan implementasi. Terkait hal ini, POGI Cabang juga telah diberikan kewenangan (ART POGI ayat 2018) untuk menyelengarakan kebijakan ini; namun belum berjalan sesuai harapan sehingga dilakukan pemutihan kembali pada tahun 2011. Pemutihan ini pasti merupakan preseden kurang baik tetapi didasarkan atas kebersamaan, kekeluargaan, dan profesionalisme fakta di lapangan. Berbagai kendala dikaitkan dengan kondisi ini seperti keterbatasan sarana dan prasarana, demografi,
Instrumen pemantauan yang dikembangkan oleh IDI dan KKI dibawah kordinasi Kementerian Kesehatan tahun 2004 segera ditindaklanjuti secara konskuen dengan penerapan reward and punishment. Tugas-tugas tersebut didelegasikan kepada POGI Cabang menjadi kewenangan atau otonomi yang bertanggungjawab. Posisi POGI Cabang sebagai ujung tombak strategis yang lebih mengetahui visi dan misi provinsi dan Kabupaten/Kota masing-masing sehingga dapat bekerja lebih efektif dan efisien sesuai dengan kearifan lokal.
Dengan demikian, hard skill membutuhkan kesungguhan untuk terus berlatih dan soft skill membutuhkan figur panutan dimana keduanya dilandasi oleh etika profesi. Karenanya, khusus etika profesi ditangani oleh Komisi Etika dan Displin Pendidikan/ Committee on Ethic and Disiplin Education bekrjasama dengan Komite Majelis Etika Kedokteran Indonesia (MKEK) yang tugas dan kewajibannya adalah pen-dampingan dan mengingatkan profesi luhur seorang dokter.
KETRAMPILAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI Secara umum, keterampilan dibedakan atas hard and soft skill. Hard skill meliputi ketrampilan klinis Obstetri dan Ginekologi dan soft skill antara lain meliputi integritas, kerjasama dalam tim, tam twan asi, dan kinerja terbaik. Sementara, seorang SpOG sendiri adalah good manager, clinician, teacher, researcher, and schooler. Dalam menghadapi pasar bebas dengan segala atributnya, kita harus meningkatkan keterampilan obstetrik dan ginekologik bertandar internasional; penguatan kemampuan internal. Hal ini dapat dicapai dengan pelatihan dan kursus non degree secara terus menerus dan melibatkan seluruh anggota POGI.
ETIKA PROFESI Dokter adalah seorang profesional yang berotak brilian, bermata rajawali, berhati emas, dan bertangan seniman yang memiliki potensi berspektrum luas. Hal ini dapat berpotensi terjadinya pelanggaran etika yang dirasionalisasi yang pada akhirnya membentuk opini. Secara singkat, ciri profesional adalah ketuhanan dan integritas yang bertanggungjawab (MKDKI, 2013).
Keterampilan obstetrik dan ginekologik yang seyogyanya mendapat perhatian meliputi berbagai bidang yaitu: 1. Fertilitas dan Endokrinologi Reproduksi (FER); seperti Perdarahan Uterus Abnormal (AUB), fertilisasi in vitro (FIV), dan MIS.; 2. Feto Maternal (FM) seperti konseling genetik, abortus, prematuritas, pre-eklampsia, ketuban pecah dini, post maturitas, diagnosis prenatal, dan kelainan kogenital; 3. Onkoginekologi (OG), seperti lesi prekanker, operatif kanker ginekologi, preservasi ovarium terkait kanker ginekologi dan infertilitas, dan diagnosis tumor pelvis curiga ganas; 4. Uro-ginekologi (UG); seperti ruptur perineum tingkat 3 dan 4, retensio dan polakis uri, prolaps organ
Etika adalah kebiasaan yang menjadi tradisi, kepatutan, dan kemampuan yang telah menjadi budaya yang diterima oleh lingkungan dimana kata kuncinya adalah kewajiban (MKEK, 2002; Ratna, 2002). Pelanggaran etika tidak ada sangsi hukum yang jelas; tetapi sangsi moral oleh masyarakat lingkungan yang sesungguhnya lebih berat daripada sangsi hukum itu sendiri. Sangsi etika sendiri adalah tanpa dibatasi oleh waktu dan tidak terukur. Dengan demikian, etika itu melekat dengan sifat ketuhanan, niat murni, budi luhur, kerendahan hati, kesungguhan kerja, integritas ilmiah dan sosial, serta kesejawatan dimana etika bersifat dinamik. Selanjutnya, 144
Suwiyoga : Menuju Kemajuan Ilmu dan Teknologi serta Keterampilan Obstetri dan Ginekologi
etika dapat diperas menjadi sifat ketuhanan, kewajiban, dan integritas.
sendiri telah menyampaikan keluhan atas etika ini; namun kasus yang masuk ke MKEK sangat terbatas. Hal ini mungkin terkait dengan budaya universal Nusantara tercinta seperti ewuh pakewuh, mangan ora mangan sing penting apik lan ngumpul, mendem jero mikul duwur, dimano tanah dipijak disitu langit dijunjung. Sementara itu, PB POGI telah melounching Buku Panduan Etika Profesi (PIT POGi Jakarta, 2010) dimana pada intinya seorang dokter Obstetri dan Ginekologi harus berbuat baik dan patuh pada peraturan. Komunikasi efektif merupakan kunci implementasi etika profesi. Sementara, implementasinya sendiri belum teriternalisasi pada setiap anggota POGI yaitu manjadi satu kesatuan antara pengetahuan dan implementasi. Menurut MKDKI (2013), profesional adalah mengandunng unsur-unsur jujur, bertanggungjawab, dan integritas.
Profesi adalah pekerjaan yang dilakukan dengan sungguh-sungguh dengan niat baik berdasarkan etika moral, integritas dan bertanggungjawab atas nama Tuhan Yang Maha Esa. Jadi etika profesi adalah kewajiban dokter untuk melaksanakan profesi dokter berdasarkan etika dan disiplin (MKDKI, 2013). Dengan demikian, etika profesi adalah profesi luhur dokter berada pada lingkaran pekerjaan asuhan klinik medis, hukum, dan etika (UUPK, 2004; KKI, 2006) dan oleh karena itu dokter harus berbuat baik dan taat peraturan. Berdasarkan etika, tidak ada sangsi hukum yang dapat ditimpakan karena hal ini mengandung pengertian atas rasa tidak enak terkait dengan perkataan dan sikap tingkah laku. Etika ini terkait dengan norma yang lazim dan patut serta diterima oleh masyarakat sehingga sangsinya berupa rasa bersalah, tidak nyaman, tidak berkenan dan rasa dikucilkan dari masayarakat sekitarnya (Ratna, 2006). Etika sendiri dekat dengan disiplin dimana hal ini lebih objektif, sistematik, dan dapat dihitung dimana disiplin sendiri terikat dengan sangsi disiplin yang terstruktur meliputi praktik kedokteran yang kompeten, tugas dan tanggungjawab profesional, dan prilaku (KKI, 2006).
Kekuatan etika profesi adalah implementasi sifat ke Tuhanan dan berkarakter. Hal ini tidak berbeda dengan ajaran-ajaran agama yang harus diberikan sepanjang pendidikan PPDS Obsgin dan diingatkan kembali secara berkesinambungan kepada SpOG. Dalam hal ini, apresiasi kepada Kolegium Obstetri dan Genekologi Indonesia yang sudah mengadopsi dan mulai intensif menyelenggarakan pendidikan etika dan displin profesi. Implementasi kridensial, mutu profesi dan etika-disiplin dokter SpOG harus dikawal dengan sungguh-sungguh oleh kita seluruh jajaran POGI; tanpa melupakan sumpah dokter.
Masalah etika profesi Pada satu dekade terakhir disinyalir mulai terjadi pelanggaran etika profesi yang dikaitkan dengan perubahan paradigma dari pelayanan kesehatan yaitu dari orientasi kemanusiaan dan sosial menjadi industri dan profit. Selain itu, diduga terjadi kehilangan karakter dokter itu sendiri yaitu keistimewaan yang dimiliki sebagai ciri patognomonis. Karakter yang baik dibentuk oleh moral melalui beberapa tahapan yaitu pengetahuan, rasa, dan prilaku moral itu sendiri (Hilmann, 2005). Hal ini didukung oleh kecerdasan berpikir, berbicara, dan emosi yang pada akhirnya berupa keterampilan.
Untuk efesiensi dan efektifitas peran POGI dalam menyongsong dan mengahadapi pasar bebas berdasarkan beberapa kelemahan dan ancaman antara lain 1). Kesehatan dan pendidikan adalah industri, 2). Luas wilayah Indonesia, 3). Demografi kependudukan, dan 4) Geografi maka ada beberapa usul pemikiran yaitu: 1. Mengubah singkatan P pada POGI dari Perkumpulan menjadi Perserikatan; 2. Meningkatkan usaha-usaha enterpreneur/wirausaha melalui penguatan berbagai Pokja; 3. Desentralisasi POGI menjadi menjadi 3 regional; 4. Kewenangan lebih besar kepada POGI Cabang. Hal ini harus dimulai dari peruabahan ditingkat regulasi seperti POGI berbadan hukum perseroan terbatas (PT) atau setidaknya aktivasi beberapa unit usaha seperti Ko-POGI, usaha principal, rumah sakit, penerbitan, distributor/keagenan, dan bekerjasama dengan perusahaan lainnya.
Sinyalemen ini menjadikan dokter bukan profesional tetapi etika pedagang penyedia layanan kesehatan. Sementara, layanan kesehatan tersebut bersifat padat modal, karya, dan teknologi yang berkaitan kuat dengan prilaku masyarakat konsumen. Kadang kalanya, pasien mengatur dokter meminta pemeriksaan dan penanganan tertentu atas pengetahuannya dan teknologi tertentu, meminta surat keterangan khusus, menentukan sendiri obat dan jenis pemeriksaan.
SIMPULAN
Terkait dengan issue terjadinya kemunduran moral dan etik dimana hal tidak dapat dikuantifikasi karena terkait dengan rasa kepatutan dan kelaziman yang diterima dan dijunjung tinggi oleh masyarakatnya. Masyarakat POGI
Pasar 2020 yang harus 145
bebas AFTA pasti tahun 2015 dan WTO tahun dimana Indonesia adalah pasar dunia kesehatan sangat potensial dan menjanjikan; persaingan dicermati yaitu sebagai ancaman dan peluang.
Majalah Obstetri & Ginekologi, Vol. 22 No. 3 September - Desember 2014 : 140-146
DAFTAR PUSTAKA
Beberapa pilihan untuk menghadapi pasar bebas adalah, pertama, strenghtening evidence on trade and health link. Pilihannya kolaboratif dan atau kompetitif. Kolaboratif terbatas dengan mengusulkan syarat-syarat rinci berdasarkan azas perlindungan anggota dan seluruh tumpah darah Indonesia. Kompetitif dengan usaha konsisten meningkatkan keterampilan anggota POGI melalui implementasi regulasi dan pelatihan. Desentralisasi/regionalisasi POGI untuk memaksimalisasi kekuatan, mengurangi kelemahan, penajaman pengelolaan tantangan, dan mencermati peluang.
1. 2.
Badan Statistik Provinsi Bali: Bali. 2012. Prevalensi Kanker di Indonesia. Perkumpulan Onkologi Indonesia. Jakarta: 2005. 3. Munoz N, Bosch FX, de Sanjose S, et al. Epidemiology Classification of Human Papillomavirus Types Associated with Cervical Cancer. N Engl Med J. 2003; 348: 518-27. 4. Nomine Y, Masson M, Charbonnier S, et al. Structural and Functional Analysis of E6 Oncoprotein: Insight in The Molecular Pathways of Human Papillomavirus-Mediated Pathogenesis. Molecular Cell. 2006;21:665-678. 5. Organization for Economic Co-operation and Development Brazil, Russia, India, and China. Conference Board Total Economic Data Base, IMF; World Bank.McKinsey Global Institute Analysis. 2011. 6. Oberman RE et al. The Archipelago Economic, Unleashing Indonesia’s Potential. McKinsey Global Institute. 2012. 7. Sutoto. Tantangan dan Peluang Lima Tahun Ke Depan Dunia Perumah Sakitan Di Indonesia. Presentasi Pada Pelantikan Pengurus Persi, Mukersi dan Forum Komite Medik Daerah Bali. 2013. 8. Suwiyoga IK. Kanker Serviks: Penyakit Tersering dan Fatal Yang dapat Dicegah. Dari Ilmu ke Implementasi Menuju Penurunan Insiden Di Bali. PIT POGI ke-XIII Denpasar. 9. Suwiyoga K. Mekanisme Karsinogenesis Molekuler Kanker Serviks. Medisina. 2010;23:13-15. 10. Franco E, Munoz N, Bosch FX. Epidemiology and Natural Infection of Human Papillomavirus Infection. Twenty-seventh International Papillomavirus conference and Clinical workshop. Berlin Germany. 2012. 11. Pedoman Organisasi dan Tata Laksana Kerja Majelis Kehormatan Etika Kedokteran Indonesia. Jakarta: 2007.
Kedua, building trade and health angagement capacity. Peningkatan keterampilan mengacu kepada kemajuan teknologi dunia seperti minimal invasive surgery (MIS), histeroskopi, kolposkopi, radiodiagnostik/terapi, teknologi IVF, cord life, dan sebagainya. Para guru besar menyusun buku dan aktif dalam percaturan internasional secara bahu membahu. Ilmu-ilmu langka dan belum mendapat perhatian terkait dengan diferensiasi jenis pelayanan yang harus ditekuni melalui regulasi dan aktivasi Pokja POGI. Ketiga, peran komunikasi sangat strategik untuk care dan cure dimana secara filosofi bahwa setiap orang ingin dihargai; bahkan sebagai pribadi yang super. Keempat, asserting health goals in trade policy. POGI menyusun kisi-kisi fokus secara rinci untuk antisipasi setiap peluang dan ancaman. Hal ini terkait dengan pernyataan bahwa a foreign medical practitioner that recognized by domestic regulation of host country. Para dokter luar negeri dalam pasar bebas ini harus ikut serta menangani dan bertanggungjawab atas AKI dan AKS di Indonesia. Pupuk terus dan pertahankan semangat kebangsaan dan nasionalisme dimana Obstetrikus dan Ginekologis menyatukan visi dan misi dalam kerangka nilai NKRI.
146