KETUBAN PECAH DINI, DAN PERANAN AMNIOPATCH DALAM PENATALAKSANAAN KETUBAN PECAH DINI PRETERM
dr. AAN. Jaya Kusuma, SpOG(K)
BAGIAN/SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FK UNUD/RSUP SANGLAH DENPASAR 2012
BAB I PENDAHULUAN
Ketuban pecah dini
(KPD) merupakan
masalah penting dalam
obstetriberkaitan dengan berbagai komplikasi yang ditimbulkannya, yang berdampak pada peningkatkan morbiditas dan mortalitasperinatal maupun maternal.1 Ketuban
pecah
dini
disebabkan
oleh
karena
berkurangnya
kekuatanmembran, atau meningkatnya tekanan intrauterin, atau oleh kedua faktor tersebut.Penatalaksanaan ketuban pecah dinimemerlukan pertimbangan usia gestasi, adanya infeksi pada komplikasi ibu danjanin, dan adanya tanda-tanda persalinan. Minimnya upaya-upaya penyelamatan kehamilan pada KPD seringkali berujung pada tindakan terminasi yang sudah sangat jelas meningkatkan morbiditas dan mortalitas perinatal.1 Tidak bisa dipungkiri bahwa tuntutan kebutuhan masyarakat untuk mendapatkan
hasil
kehamilan
yang
optimal
belakangan
ini
semakin
meningkat.Hal ini kemudian diimbangi dengan penemuan-penemuan terbaru termasuk kemajuan dalam bidang fetoskopi dan bedah janin seperti pada kasus kehamilan monokhorionik terkomplikasi, hernia diafragmatika kongenital, myelomeningokel, dan obstruksi saluran kemih bawah.Disisi lain semua tindakan tersebut sedikit tidaknya akan berdampak pada kehamilan itu sendiri, termasuk kejadian iatrogenic PROM, (KPD yang terjadi pasca prosedur intra uterin) dengan segala implikasinya yang dapat merugikan kehamilan itu sendiri.2 Menjadi ironis bila upaya perbaikan kondisi intra uterin justru menimbulkan masalah baru bagi kehamilannya. Dengan demikian amat penting untuk menyusun strategi untuk menyumbat defek selaput ketuban atau merangsang perbaikan spontan pada selaput ketuban pada waktu dilakukan prosedur.3 Beragam terapi potensial telah dikemukakan untuk penatalaksanaan ketuban pecah dini preterm, dimana beberapa telah berhasil, terutama pada kasus post prosedural ketuban pecah dini (KPD iatrogenik) pada kehamilan sebelum 37
1
minggu (PPROM). Salah satu dari upaya tersebut yang dianggap paling berhasil adalah penggunaan injeksi platelet dan cryopresipitat kedalam cairan amnion, yang lebih dikenal dengan istilah “Amniopatch”.Penelitian menunjukkan hal ini secara fisiologis dan secara signifikan dapatmemperpanjang masakehamilan, sehingga
meningkatkan
hasilpersalinan.Meski
belum
menjawab
semua
permasalahan KPD,tidaklah berlebihan bila Amniopatch layak untuk diketahui lebih jauh.3
2
BAB II KETUBAN PECAH DINI
2.1 Definisi Ketuban
pecah
dini
memiliki
bermacam-macam
batasan,
teori
dandefinisi.Beberapa penulis mendefinisikan ketuban pecah dini atauPremature Rupture of the Membranes(PROM) adalah keadaan pecahnyaselaput ketuban sebelum proses persalinan,(4,5) ada juga yang menyatakanKetuban Pecah Dini (KPD) ialah pecahnya selaputketuban secara spontan pada saat belum inpartu, bila diikuti satu jam kemudian tidak timbul tanda-tanda awal persalinan.Penggunaan istilah Premature Rupture of the Membranes(PROM) pada beberapa literatur sedikit membingungkan. Istilah ini cukup tepat jika digunakan pada pasien yang usia kehamilannya diatas 37 minggu atau aterm, datang dengan ketuban yang pecah spontan, dan tanpa tanda-tanda persalinan. Sedangkan Preterm Premature Rupture of the Membranes(PPROM) adalah pecahnya ketuban pada pasien dengan usia kehamilan kurang dari 37 minggu.6Pendapat lain menyatakan dalam ukuran pembukaanservik pada kala I, yaitu bilaketuban pecah sebelum pembukaan padaprimigravida kurang dari 3 cm danpada multigravida kurang dari 5 cm.7 Dalam keadaan normal selaput ketuban pecah dalam prosespersalinan.4
2.2Insidens Dalam keadaan normal 8-10 % perempuan hamil aterm akanmengalami ketubanpecah dini. KPD preterm terjadi 1% dari seluruhkehamilan. KPD preterm menyebabkan terjadinya1/3 persalinan preterm dan merupakan penyebab utama morbiditasdanmortalitas perinatal.4 KPD iatrogenik yang dikelola secara ekspektatif memiliki angka kematian perinatal sebesar 60%.Hampir sepertiganya meninggal dalam kandungan. Hipoplasi paru terjadi pada 50% kasus yang terdiagnosa sebelum usia kehamilan
3
19 minggu. Sequelae yang berat terjadi pada bayi yang selamat antara lain kebutaan, penyakit paru kronis dan serebral palsi.8 2.3Anatomi dan Fisiologi Selaput Ketuban Selaput ketuban(amniotic sac)yang membatasi rongga amnion terdiriatas amnion dan khorion yang sangaterat ikatannya.Selaput amnionmerupakan jaringan avaskular yang lenturtapi kuat.Struktur avaskular inimemiliki peran penting dalam kehamilanpada manusia. Pada banyak kasusobstetri, pecahnya selaput ketuban secaradini pada kehamilan yang masih mudamerupakan penyebab tersering kelahiran preterm.(4,5) Bagian
dalam
yangmerupakanjaringan
selaput sel
berhubungan
epitel
kuboid
yang
dengan berasal
cairan dari
amnion ektoderm
embrionik.Epitelini melekat erat kesebuah membran basal yangberhubungan dengan lapisaninterstisial mengandung kolagen I, III, dan V.Bagian luar dari selaput ialahjaringan mesenkim yang berasal darimesoderm. Lapisan amnion iniberhubungan dengan korion leave.Lapisan dalam amnion merupakan mikrovili yang berfungsimentransfercairan dan metabolik. Lapisan ini menghasilkan zatpenghambatmetalloproteinase-1.(4,5) Gambar 1. Lapisan MembranAmnion
4
Sel
masenkim
selaputmenjadilentur
dan
berfungsi kuat.
menghasilkan Di
samping
itu,
kolagen
sehingga
jaringan
tersebut
menghasilkansitokinIL-6, IL-8, MCP-1 (monosit chemoattractant protein-1); zat inibermanfaat untuk melawan bakteri. Disamping itu, selaputamnionmenghasilkan zat vasoaktif: endotelin-1 (vasokonstriktor), dan PHRP(parathyroid hormone related protein), suatu vasorelaksan. Dengandemikian, selaput amnion mengatur peredarandarah dan tonus pembuluhlokal.(4,5) Selaput amnion juga meliputi tali pusat. Sebagian cairan akanberasalpula dari difusi pada tali pusat. Pada kehamilan kembardikorionik-diamniotik terdapat selaput amnion dari masing-masing yangbersatu.Namun, ada jaringan korionleave ditengahnya (pada USG tampak sebagaihuruf Y, pada awal kehamilan);sedangkan pada kehamilan kembar dikorion-monoamniotik (kembar satu telur)tidak akan ada jaringan korion diantarakedua amnion (pada USG tampakgambaran huruf T).(4,5) Masalah
pada
dengankekuatanselaput.Pada
klinik
ialah
perokok
pecahnya dan
infeksi
ketuban
berkaitan
terjadi
pelemahan
padaketahananselaput sehingga mudah pecah.Pada kehamilan normal hanya ada sedikitmakrofag.Pada saat kelahiran leukosit akan masuk ke dalam cairan ketubansebagaireaksi terhadap peradangan. Pada kehamilan normal tidak ada IL1B,tetapi pada persalinan preterm IL-1B akan ditemukan. Hal iniberkaitandengan terjadinya infeksi.5 Sejak
awal
kehamilan
cairan
ketuban
telah
dibentuk.Cairanketubanmerupakan pelindung dan bantalan untuk proteksi sekaligusmenunjang
pertumbuhan.
Osmolalitas,
kadar
natrium,
ureum,
kreatinintidak berbedadengan kadar serum ibu, artinya kadar di cairan ketubanmerupakan hasildifusi dari ibunya. Cairan ketuban mengandung banyak seljanin (lanugo,verniks kaseosa). Fungsi cairan ketuban yang juga penting ialahmenghambatbakteri karena mengandung zat seperti fosfat dan seng.4
2.4Pembentukan Cairan Ketuban Pada kehamilan sangat muda, air ketuban merupakan ultrafiltrasi dari plasma maternal dan dibentuk oleh sel amnionnya.Pada trimester II kehamilan, air
5
ketuban dibentuk oleh difusi ekstraseluler melalui kulit janin sehingga komposisinya mirip dengan plasma janin.Selanjutnya, setelah trimester II, terjadi pembentukan zat tanduk kulit janin dan menghalangi difusi plasma janin sehingga sebagian besar air ketubannya dibentuk oleh; sel amnionnya, dan air kencing janin.4 Ginjal janin mulai mengeluarkan urin sejak usia 12 minggu dan setelah mencapai usia 18 minggu sudah dapat mengeluarkan urin sebanyak 7-14 cc/hari. Janin aterm mengeluarkan urin 27 cc/jam atau 650 cc dalam sehari. Dengan demikian, komposisi yang membentuk air ketuban adalah mengikuti suatu postulat bahwa bertambahnya air ketuban bukan merupakan kenaikan linier, tetapi bervariasi sebagai berikut : a. Bertambah 10 cc sampai usia 8 minggu b. Bertambah 60 cc sampai usia 21 minggu c. Terjadi penurunan produksi sampai usia kehamilan 33 minggu d. Pertambahan tetap sampai usia aterm dan mencapai jumlah sekitar 800 sampai dengan 1500 cc e. Melewati usia kehamilan 42 minggu, terjadi penurunan sekitar 150 cc/minggu sehingga akan cenderung terjadi oligohidramnion. Setelah usia kehamilan melebihi 12 minggu, yang ikut membentuk air ketuban adalah; ginjal janin (sehingga dijumpai urea, kreatinin, asam urat), deskuamasi kulit janin (sel kulit, rambut lanugo, vernik kaseosa), sekresi dari paru janin, transudat dari permukaan amnion plasenta, hormonal ataupun zat mirip hormon dalam air ketuban. Sementara itu regulasi air ketuban sangat penting artinya sehingga jumlahnya dapat dipertahankan dengan tetap. Pengaturannya dipengaruhi oleh tiga komponen penting berikut, yaitu; produksi yang dihasilkan oleh sel amnion, jumlah produksi air kencing, serta jumlah air ketuban yang ditelan janin. Lebih jauh regulasi air ketuban pada kehamilan aterm meliputi jumlah yang diminum oleh janin ± 500-1000 ml, masuk ke dalam paru ± 170 ml, serta dari tali pusat dan amnion ± 200-500 ml. Sedangkan jumlah cairan yang dikeluarkan oleh janin ke rongga amnion adalah dari sekresi oral ± 25 ml, sekresi dari traktus respiratorius±
6
170 ml, urin ± 800-1200 ml, serta transmembran dari amnion ± 10 ml. Dengan demikian tampak bahwa urin janin menjadi dominan dalam produksi cairan ketuban, dan rata-rata regulasi mendekati aterm mencapai 500 cc/hari. Gambar 2. Volume Cairan Ketuban menurut Usia Kehamilan. 9
Dikutip dari : Brace RA, Wolf EJ. Normal Amniotic Fluid Volume Changes Throughout Pregnancy. Am J Obstet Gynecol, 161:382, 1989
Gambar 3. Perubahan Mingguan Volume Air Ketuban Menurut Usia Kehamilan. 9
Dikutip dari : Brace RA, Wolf EJ. Normal Amniotic Fluid Volume Changes Throughout Pregnancy. Am J Obstet Gynecol, 161:382, 1989
7
2.5Fungsi Cairan Ketuban Cairan ketuban mempunyai peranan penting dalam menunjang proses kehamilan dan persalinan. Di sepanjang kehamilan normal kompartemen dari cairan ketuban menyediakan ruang bagi janin untuk tumbuh bergerak dan berkembang. Tanpa cairan ketuban rahim akan mengkerut dan menekan janin, pada kasus–kasus dimana tejadi kebocoran cairan ketuban pada awal trimester pertama janin dapat mengalami kelainan struktur termasuk distrorsi muka, reduksi (9,10,11,12)
tungkai, dan cacat dinding perut akibat kompresi rahim. Menjelang pertengahan kehamilan cairan ketuban menjadi semakin penting untuk perkembangan dan pertumbuhan janin , antara lain perkembangan paruparunya, bila tidak ada cairan ketuban yang memadai selama pertengahan kehamilan janin akan sering disertai hipoplasia paru dan berlanjut pada kematian.Selain itu cairan ini juga mempunyai peran protektif pada janin.Cairan ini
mengandung
agen-agen
anti
bakteria
dan
bekerja
menghambat
(9,10,11, 13,14)
pertumbuhanbakteri yang memiliki potensi patogen. Selama proses persalinan dan kelahiran cairan ketuban terus bertindak sebagai medium protektif pada janin untuk membantu dilatasi servik. Selain itu cairan ketuban juga berperan sebagai sarana komunikasi antara janin dan ibu. Kematangan dan kesiapan janin untuk lahir dapat diketahui dari hormon urin janin (9,10)
yang diekskresikan ke dalam cairan ketuban.
.
Cairan ketuban juga dapat digunakan sebagai alat diagnostik untuk melihat adanya kelainan-kelainan pada proses pertumbuhan dan perkembangan janin (9,10)
dengan melakukan kultur sel atau melakukan spectrometer. Fungsi lain cairan ketuban juga dapat melindungi janin dari trauma, sebagai media perkembangan musculoskeletal janin, menjaga suhu tubuh janin, meratakan tekanan uterus pada partus, membersihkan jalan lahir sehingga bayi kurang mengalami infeksi, serta menjaga perkembangan dan pertumbuhan normal dari paru-paru dan traktus gastro intestinalis.15
8
2.6Etiologi Ketuban pecah dini disebabkan oleh karena berkurangnya kekuatan membran atau meningkatnya tekanan intrauterin atau oleh kedua faktor tersebut.Berkurangnya kekuatan membran disebabkan oleh adanya infeksiyang dapatberasal dari vagina dan serviks.Beberapa hal masih merupakan kontroversi di bidang obstetri. Penyebab lainnya adalah sebagaiberikut:1 a. Serviks
inkompeten,
kanalis
sevikalis
yang
selalu
terbuka
olehkarenakelainan pada servik uteri (akibat persalinan, kuretase, atau tindakan bedah obstetri lainnya). b. Ketegangan
rahim
berlebihan
(tekanan
meningkatsecaraberlebihan/overdistensiuterus:seperti
intra pada
uterin keadaan
trauma, kehamilan ganda, hidramnion). c. Kelainan letak janin dan rahimmisalnya: letak sungsang dan letak lintang, sehingga tidak ada bagianterendah yang menutupi pintu ataspanggul (PAP) yang dapat menghalangitekanan terhadap membranbagian bawah. d. Kemungkinan kesempitan panggul dimanabagian terendah belum masuk PAP misalnyapada Cephalo Pelvic Disproportion (CPD). e. Infeksi yang menyebabkan terjadinya biomekanik pada selaputketuban dalambentuk
preteolitik
sel
sehingga
memudahkan
ketubanpecah
(Amnionitis/Korioamnionitis). f. Faktor keturunan (ion Cu serum rendah, vitamin Crendah, ataupun kelainangenetik). g. Akhirnya, pecahnya selaput ketuban juga dapat disebabkan oleh trauma dan setelah fetoskopi atau amniosentesis (iatrogenic).3
Masa interval sejak ketuban pecah sampaiterjadi kontraksi disebutfase laten. Makin panjang fase laten, makintinggi kemungkinan infeksi.Makin muda kehamilan, makin sulit upaya penatalaksanaannya tanpamenimbulkan morbiditas janin.
9
2.7Mekanisme Ketuban Pecah Dini Ketuban
pecah
dalam
persalinan
secara
umum
disebabkan
olehkontraksiuterus dan peregangan berulang. Selaput ketuban pecah karena pada daerah tertentu terjadi perubahan biokimia yang menyebabkanselaputketuban inferior rapuh, bukan karena seluruh selaput ketuban rapuh.4 Terdapat
keseimbangan
antara
sintesis
dan
degradasimatriksekstraselular.Perubahan struktur, jumlah sel dan katabolisme kolagenmenyebabkan
aktivitas
kolagen
berubah
dan
menyebabkan
selaputketubanpecah.Degradasi kolagen dimediasioleh matriks metalloproteinase (MMP)yang
dihambat
oleh
inhibitor
jaringanspesifik
dan
inhibitor
protease.Mendekati waktu persalinan, keseimbanganantara MMP dan tissue inhibitors metalloproteinase-1 (TIMP-1)mengarah pada degradasi proteolitik dari matriksekstraselular dan membran janin. Aktivitas degradasi proteolitik inimeningkat menjelangpersalinan.4 Selaput ketuban sangat kuat pada kehamilan muda.Pada trimester ketigaselaput
ketuban
mudah
pecah.Melemahnya
kekuatan
selaput
ketubanadahubungannya dengan pembesaran uterus, kontraksi rahim, serta gerakanjanin.Pada
trimester
terakhir
terjadi
perubahan
biokimia
pada
selaputketubansehingga pecahnya ketuban pada kehamilan aterm merupakan halfisiologis.Ketuban pecah dini pada kehamilan preterm disebabkan oleh adanya faktor-faktor eksternal misalnya infeksi yang menjalar darivagina. Disamping itu ketuban pecah dini pretermjuga sering terjadi padapolihidramnion,inkompeten servik, serta solusio plasenta.4 Banyak
teori,
kolagen,sampaiinfeksi.Pada denganinfeksi(sampai
mulai sebagian
65%).
dari
defek
besar
Termasuk
kasus
kromosom, ternyata
diantaranya;
high
kelainan
berhubungan virulensiyaitu
Bacteroides, dan low virulensiyaitu Lactobacillus.4 Kolagen jaringanretikuler
terdapat korion
pada dan
lapisan
kompaktaketuban,
trofoblas.Sintesismaupun
10
degradasi
fibroblast, jaringan
kolagendikontrol
oleh
sistem
aktifas
dan
inhibisi
interleukin-1
(iL-1)
danprostaglandin. Jika ada infeksi dan inflamasi, terjadi peningkatan aktifitas iL-1danprostaglandin, menghasilkan kolagenase jaringan, sehinggaterjadidepolimerasi kolagen pada selaput korion/amnion, menyebabkanketubantipis, lemah dan mudah pecah spontan.4
2.8 Diagnosis a.Anamnesis Pasien merasakan basah pada vagina, atau mengeluarkancairanyang banyak secara tiba-tiba dari jalan lahir atau “ngepyok”.Cairanberbau khas dan perlu diperhatikan warnanya. Menentukanusiakehamilan dari hari pertama menstruasi terakhir (HPHT) atau dariUSG. b.Inspeksi Tentukan pecahnya selaput ketuban dengan adanya cairanketuban keluar dari vagina. c.Pemeriksaan dengan speculum Pemeriksaan dengan speculum pada KPD akantampak keluar cairan dari Orifisium Uteri Eksternum (OUE), kalau belumjuga tampak keluar, fundus uteri ditekan, penderita diminta batuk,mengejan, ataubagian terendah digoyangkan, akan tampak keluar cairan dari ostiumuteridan terkumpul pada fornik anterior.
Gambar 4 : Ketuban Pecah Dini
11
d.Pemeriksaan dalam Didapat cairan di dalam vagina dan selaput ketubansudah tidak ada lagi.Pemeriksaan Vaginal Toucher (VT) perludipertimbangkan,terutama pada kehamilan yang kurang bulan yang belum dalampersalinan sangat dibatasi dilakukan pemeriksaan dalam (VT), karena pada waktupemeriksaan dalam, jari pemeriksa akan mengakumulasi segmenbawahrahim dengan flora vagina yang normal. Mikroorganismetersebut bisadengan cepat menjadi pathogen.Pemeriksaan dalamvagina hanya dilakukanpada kasus KPD yang sudah dalam persalinanatau yang dilakukan induksipersalinan.
2.9Pemeriksaan penunjang a.Pemeriksaan Laboratorium Untuk menentukan ada atau tidaknya infeksi, kriteria laboratorium yang digunakan adalah adanya Leukositosis maternal (WBC yang lebih dari 16.000/uL), adanya peningkatan C-reactive protein cairan ketuban dan gas-liquid chromatography, serta Amniosentesis untuk mendapatkan bukti yang kuat (misalnya cairan ketuban yang mengandung leukosit yang banyak atau bakteri pada pengecatan gram maupun pada kultur aerob maupun anaerob).16 Tes lakmus (tes Nitrazin) digunakan, yaitu jika kertas lakmus merah berubahmenjadi birumenunjukkan adanya air ketuban (alkalis).Normalnya pH air ketuban berkisar antara 7-7,5.Darahdan infeksi vagina dapat menghasilkan tes yangpositif palsu.(1,4) Mikroskopik (tes pakis), yaitu dengan meneteskan air ketuban padagelas objekdan dibiarkan kering.Pemeriksaan mikroskopik menunjukkan gambaran daunpakis..(1,4)
b.Pemeriksaan Ultrasonografi (USG)
12
Pemeriksaan ini dimaksudkan untukmelihat jumlah cairanketuban dalam kavum uteri.Dikenal tiga cara pengukuran cairan ketuban, yaitu secara subyektif, semikuantitatif (pengukuran satu kantong), dan pengukuran empat kuadran menurut Phelan. Sayangnya tidak ada satupun metode pengukuran volume cairan ketuban tersebut yang dapat dijadikan standar baku emas. Penilaian subyektif oleh seorang pakar dengan menggunakan USG “real-time” dapat memberikan hasil yang baik.17 Penilaian subyektif volume cairan ketuban berdasarkan atas pengalaman subyektif pemeriksa didalam menentukan volume tersebut berdasarkan apa yang dilihatnya pada saat pemeriksaan. Dikatakan normal bila masih ada bagian janin yang menempel pada dinding uterus, dan bagian lain cukup terisi cairan ketuban. Bila sedikit, maka sebagian besar tubuh janin akan melekat pada dinding uterus, sedangkan bila hidramnion, maka tidak ada bagian janin yang menempel pada dinding uterus.17 Pengukuran semikuantitatif dilakukan melalui pengukuran dari satu kantong (single pocket)ketuban terbesar yang terletak antara dinding uterus dan tubuh janin, tegak lurus terhadap lantai.Tidak boleh ada bagian janin yang terletak didalam area pengukuran tersebut. Klasifikasinya dapat dilihat dalam table 1. dibawah ini.
Tabel 1: Pengukuran Semikuantitatif (Satu Kantong) Volume Cairan Ketuban
HASIL PENGUKURAN
INTERPRETASI
> 2 cm, < 8 cm
Volume cairan ketuban normal
> 8 cm
Polihidramnion
8-12 cm
Polihidramnion ringan
12-16 cm
Polihidramnion sedang
>16 cm
Polihidramnion berat
≥ 1 cm, ≤ 2 cm
Volume cairan ketuban meragukan normal (borderline)
< 1 cm
Oligohidramnion
13
Sumber : Weber G, Merz E. Amniotic Fluid. Ultrasound in Obstetrics and Gynecology. 2005:409-414
Pengukuran volume cairan ketuban empat kuadran atau indeks cairan amnion (ICA)/amnion fluid index (AFI) diajukan oleh Phelan, dkk (1987) lebih akurat dibandingkan cara lainnya. Pada pengukuran ini, abdomen ibu dibagi atas empat kuadran.Garis yang dibuat melalui umbilikus vertikal ke bawah dan transversal.Kemudian transduser ditempatkan secara vertikal tegak lurus lantai dan cari diameter terbesar dari kantong ketuban, tidak boleh ada bagian janin atau umbilikus didalam kantong tersebut. Setelah diperoleh empat pengukuran, kemudian dijumlahkan dan hasilnya ditulis dalam millimeter atau sentimeter.17 Tabel 2. Indeks CairanKetubanBerdasarkan Pengukuran Empat Kuadran (Phelan)
HASIL PENGUKURAN
INTERPRETASI
50 – 250 mm
Normal
>250 mm
Polihidramnion
< 50 mm
Oligohidramnion
Sumber : modifikasi dari Weber G, Merz E. Amniotic Fluid. Ultrasound in Obstetrics and Gynecology. 2005:409-414
2.10Penatalaksanaan Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penatalaksanaan KPD adalah; memastikan diagnosis, menetukan umur kehamilan, mengevaluasi ada tidaknya infeksi maternal ataupun infeksi janin, serta apakah dalam keadaan inpartu, atau terdapat kegawatan janin.(1,4,5) Prinsip penanganan Ketuban Pecah Dini adalah memperpanjang kehamilan sampai paru-paru janin matang atau dicurigai adanya atau terdiagnosis khorioamnionitis. a. KPD Dengan Kehamilan Aterm. 1) Diberikan antibiotika prafilaksis, Ampisilin 4 x 500 mg selama 7 hari 2) Dilakukan pemeriksaan "admision test" bila hasilnya patologis dilakukan terminasi kehamilan 14
3) Observasi temperaturrektal setiap 3 jam, bila ada kecenderungan meningkat lebih atau sama dengan 37,6° C, segera dilakukan terminasi
4) Bila temperatur rektal tidak meningkat, dilakukan observasi selama 12 jam. Setelah 12 jam bila belum ada tanda-tanda inpartu dilakukan terminasi. 5) Batasi pemeriksaan dalam, dilakukan hanya berdasarkan indikasi obstetrik 6) Bila dilakukan terminasi, lakukan evaluasi Pelvic Score (PS) : a. Bila PS lebih atau sama dengan 5, dilakukan induksi dengan oksitosin drip. b. Bila PS kurang dari 5, dilakukan pematangan servik dengan Misoprostol 50 µgr setiap 6 jam per oral maksimal 4 kali pemberian.
Tabel 3 :Pelvic Score (PS)menurut Bishop SKOR Pembukaan serviks (cm) Pendataran serviks
0
1
2
3
0
1-2
3-4
5-6
0-30%
40-50%
60-70%
80%
-3
-2
-1.0
+1,+2
Keras
Sedang
Lunak
Penurunan kepala diukur dari bidang Hodge III (cm) Konsistensi serviks
Searah Posisi serviks
Kebelakang
sumbu jalan lahir
Kearah depan
b.KPD Dengan Kehamilan Pre Term. 1) Penanganan di rawat di RS 2) Diberikan antibiotika : Ampicillin 4 x 500 mg selama 7 hari. 3) Untuk merangsang maturasi paru diberikan kortikosteroid (untuk UK kurang dari 35 minggu) : Deksametason 5 mg setiap 6 jam.
15
4) Observasi di kamar bersalin : a. Tirah baring selama 24 jam, selanjutnya dirawat di ruang obstetri. b. Dilakukan observasi temperatur rektal tiap 3 jam, bila ada kecenderungan terjadi peningkatan temperatur rektal lebih atau sama dengan 37,6° C, segera dilakukan terminasi. 5) Di ruang Obstetri : a. Temperatur rektal diperiksa setiap 6 jam. b. Dikerjakan pemeriksaan laboratorium : leukosit dan laju endap darah (LED) setiap 3 hari. 6) Tata cara perawatan konservatif : a. Dilakukan sampai janin viable b. Selama
perawatan
konservatif,
tidak
dianjurkan
melakukan
pemeriksaan dalam c. Dalam observasi selama 1 minggu, dilakukan pemeriksaan USG untuk menilai air ketuban:
Bila air ketuban cukup, kehamilan diteruskan.
Bila air ketuban kurang (oligohidramnion), dipertimbangkan untuk terminasi kehamilan.
d. Pada perawatan konservatif, pasen dipulangkan pada hari ke-7 dengan saran sebagai berikut :
tidak boleh koitus.
tidak boleh melakukan manipulasi vagina.
segera kembali ke RS bila ada keluar air ketuban lagi
e. Bila masih keluar air, perawatan konservatif dipertimbangkan dengan melihat pemeriksaan laboratorium. Bila terdapat leukositosis atau peningkatan LED, lakukan terminasi.
16
Bagan 1. Penatalaksanaan KPD1 Ketuban Pecah Dini
Masuk Rumah Sakit : Antibiotik Batasi Pemeriksaan Dalam Observasi tanda infeksi dan fetal distress
Hamil Prematur : Observasi : temperatur, fetal distress Kortikosteroid
Kehamilan Aterm
Kelainan Obstetri : Fetal distress Letak sungsang CPD ROB Grandemultipara Ederly primigravida Infertilitas Persalinan Obstruktif
Seksio sesarea
Gagal : Reaksi uterus tidak ada Kelainan letak kepala Fase laten & aktif memanjang Fetal distress RUI CPD
17
Letak Kepala
Indikasi Induksi: Infeksi Waktu
Berhasil: Persalinan vaginal
Beberapa peneliti menekankan pada pentingnya usia kehamilan dalam penatalaksanaan KPD seperti tampak dalam Bagan 2.13
Bagan 2. Penatalaksanaan KPD Berdasarkan Umur Kehamilan
Algorithm for evaluation and management of preterm premature rupture of the membranes (pPROM).(Mercer BM: Premature rupture of the membranes. Obstet Gynecol 101:178–193, 2003)
18
c. Terminasi Kehamilan:
Induksi persalinan dengan drip oksitosin.
Seksio sesaria bila prasyarat drip oksitosin tidak terpenuhi atau bila drip oksitosin gagal.
Bila skor pelvik jelek, dilakukan pematangan dan induksi persalinan dengan Misoprostol 50 µgr oral tiap 6 jam, maksimal 4 kali pemberian.
2.11 Komplikasi Beberapa komplikasi yang seringkali ditimbulkan dari KPD sangat berpengaruh terhadap morbiditas dan mortalitas bayi serta dampak terhadap ibunya sendiri, diantaranya adalah :(1,4) a. Persalinan prematur Setelah ketuban pecah biasanya segera disusul olehpersalinan.Periode laten tergantung umur kehamilan. Pada kehamilan aterm 90%terjadi dalam 24 jam setelah ketuban pecah. Pada kehamilan antara 28-34 minggu 50% persalinan dalam 24 jam.Pada kehamilan kurangdari 26minggu persalinan seringkali terjadi dalam 1 minggu. b.
Infeksi Risiko infeksi ibu dan anak meningkat pada ketuban pecahdini.Pada ibu
terjadi korioamnionitis.Pada bayi dapat terjadiseptikemia,pneumonia, omfalitis. Umumnya terjadi korioamnionitissebelumjanin terinfeksi. Pada ketuban pecah dini preterm, infeksi lebih seringdaripada aterm. Secara umum insiden infeksi sekunder padaketubanpecah dini meningkat sebanding dengan lamanya periode laten. Kriteria klinis infeksi yang digunakan pada KPDyaitu; adanya febris, uterinetenderness (di periksa setiap 4 jam), takikardia (denyut nadi maternal lebih dari 100x/mnt), serta denyut jantung janin yang lebih dari 160 x/mnt. c.
Hipoksia dan asfiksia Dengan pecahnya ketuban terjadi oligohidamnionsehingga bagian kecil
janin menempel erat dengan dinding uterus yang dapatmenekan tali pusat hingga
19
terjadi asfiksia atau hipoksia.Terdapathubungan antara terjadinya gawat janin dan derajatoligohidamnion,semakin sedikit air ketuban, janin semakin gawat.
d.
Sindrom deformitas janin Ketuban pecah dini yang terjadi terlalu dinimenyebabkanpertumbuhan
janin terhambat, kelainan disebabkan kompresimukadan anggota badan janin, serta hipoplasi pulmonary.18
2.12Penyembuhan Selaput Ketuban Secara umum setiap luka yang terjadi pada bagian tubuh akan melalui beberapa tahapan, yaitu :fase Inflamasi, Proliferasi, dan Maturasi. Masing-masing fase melibatkan banyak komponen serta mekanisme yang berbeda, diantaranya : a. Fase Inflamasi. Fase inflamasi adalah adanya respons vaskuler dan seluler yang terjadi akibat perlukaan yang terjadi pada jaringan lunak. Tujuan yang hendak dicapai adalah menghentikan perdarahan dan membersihkan area luka dari benda asing, sel-sel mati dan bakteri untuk mempersiapkan dimulainya proses penyembuhan. Pada awal fase ini, kerusakan pembuluh darah akan menyebabkan keluarnya platelet yang berfungsi hemostasis. Platelet akan menutupi vaskuler yang terbuka (clot) dan juga mengeluarkan substansi “vasokonstriksi” yang mengakibatkan pembuluh darah kapiler vasokonstriksi, selanjutnya terjadi penempelan endotel yang akan menutup pembuluh darah.Periode ini hanya berlangsung 5-10 menit, dan setelah itu akan terjadi vasodilatasi kapiler stimulasi saraf sensoris (local sensoris nerve ending), local reflex action, dan adanya substansi vasodilator: histamin, serotonin dan sitokins. Histamin kecuali menyebabkan vasodilatasi juga mengakibatkan meningkatnya permeabilitas vena, sehingga cairan plasma darah keluar dari pembuluh darah dan masuk ke daerah luka dan secara klinis terjadi edema jaringan dan keadaan lokal lingkungan tersebut asidosis.Eksudasi ini jugamengakibatkan migrasi sel lekosit (terutama netrofil) ke ekstra vaskuler. Fungsi netrofil adalah melakukan fagositosis benda asing dan bakteri di daerah
20
luka selama 3 hari dan kemudian akan digantikan oleh sel makrofag yang berperan lebih besar jika dibanding dengan netrofil pada proses penyembuhan luka.
Fungsi
makrofag disamping fagositosis
adalah:
sintesa
kolagen,
pembentukan jaringan granulasi bersama-sama dengan fibroblast, memproduksi growth factor yang berperan pada re-epitelisasi, serta pembentukan pembuluh kapiler baru atau angiogenesis.
b.Fase Proliferasi Proses kegiatan seluler yangpentingpadafase ini adalah memperbaiki dan menyembuhkan luka dan ditandai dengan proliferasi sel. Peran fibroblas sangat besar pada proses perbaikan, yaitu bertanggung jawab pada persiapan menghasilkan produk struktur protein yang akan digunakan selama proses rekonstruksi jaringan.Pada jaringan lunak yang normal (tanpa perlukaan), pemaparan sel fibroblas sangat jarang dan biasanya bersembunyi di matriks jaringan penunjang. Sesudah terjadi luka, fibroblas akan aktif bergerak dari jaringan sekitar luka ke dalam daerah luka, kemudian akan berkembang (proliferasi) serta mengeluarkan beberapa substansi (kolagen, elastin, hyaluronic acid, fibronectin dan proteoglycans) yang berperan dalam membangun (rekonstruksi) jaringan baru.Sejumlah sel dan pembuluh darah baru yang tertanam di dalam jaringan baru tersebut disebut sebagai jaringan granulasi, sedangkan proses proliferasi fibroblas dengan aktifitas sintetiknya disebut fibroblasia. Respons yang dilakukan fibroblas terhadap proses fibroblasia adalah: proliferasi, migrasi, deposit jaringan matriks, dan kontraksi luka. Angiogenesis merupakan suatu proses pembentukan pembuluh kapiler baru didalam luka, mempunyai arti penting pada tahap proleferasi proses penyembuhan luka. Kegagalan vaskuler akibat penyakit (diabetes), pengobatan (radiasi) atau obat (preparat steroid) mengakibatkan lambatnya proses sembuh karena terbentuknya ulkus yang kronis. Jaringan vaskuler yang melakukan invasi kedalam luka merupakan suatu respons untuk memberikan oksigen dan nutrisi yang cukup di daerah luka karena biasanya pada daerah luka terdapat keadaan hipoksik dan turunnya tekanan oksigen. Pada fase ini fibroblasia dan angiogenesis merupakan proses terintegrasi dan
21
dipengaruhi oleh substansi yang dikeluarkan oleh platelet dan makrofag (growth factors).Proses selanjutnya adalah epitelisasi, dimana fibroblas mengeluarkan KeratinocyteGrowth Factor (KGF) yang berperan dalam stimulasi mitosis sel epidermal. Keratinisasi akan dimulai dari pinggir luka dan akhirnya membentuk barier yang menutupi permukaan luka. Dengan sintesa kolagen oleh fibroblas, pembentukan lapisan dermis ini akan disempurnakan kualitasnya dengan mengatur keseimbangan jaringan granulasi dan dermis. Untuk membantu jaringan baru tersebut menutup luka, fibroblas akan merubah strukturnya menjadi myofibroblast yang mempunyai kapasitas melakukan kontraksi pada jaringan. Fungsi kontraksi akan lebih menonjol pada luka dengan defek luas dibandingkan dengan defek luka minimal. Fase proliferasi akan berakhir jika epitel dermis dan lapisan kolagen telah terbentuk, terlihat proses kontraksi dan akan dipercepat oleh berbagai growth factor yang dibentuk oleh makrofag dan platelet.
c. Fase Maturasi Fase ini dimulai pada minggu ke-3 setelah perlukaan dan berakhir sampai kurang lebih 12 bulan.Tujuan dari fase maturasi adalah menyempurnakan terbentuknya jaringan baru menjadi jaringan penyembuhan yang kuat dan bermutu.Fibroblas sudah mulai meninggalkan jaringan granulasi, warna kemerahan dari jaringan mulai berkurang karena pembuluh mulai regresi dan serat fibrin dari kolagen bertambah banyak untuk memperkuat jaringan parut. Kekuatan dari jaringan parut akan mencapai puncaknya pada minggu ke-10 setelah perlukaan. Sintesa kolagen yang telah dimulai sejak fase proliferasi akan dilanjutkan pada fase maturasi. Kecuali pembentukan kolagen juga akan terjadi pemecahan kolagen oleh enzim kolagenase. Kolagen muda ( gelatinous collagen) yang terbentuk pada fase proliferasi akan berubah menjadi kolagen yang lebih matang, yaitu lebih kuat dan struktur yang lebih baik (proses re-modelling).19 Karena selaput ketuban manusia tidak memiliki persarafan dan hanya memiliki sedikit vaskularisasi, respon penyembuhan luka yang meliputi peradangan, pembentukan jaringan parut, dan regenerasi jaringan, seperti pada kulit dan organ lainnya, sulit terjadi.Bukti klinis mengenai potensi penyembuhan
22
selaput ketuban sebagian besar berkaitan dengan pecahnya selaput setelah amniosentesis.Beberapa laporan kasus menyebutkan bertahannya defek selaput ketuban selama beberapa minggu setelah prosedur invasif.Sebagian besar kasus amniorhexis pasca amniosentesis sembuh dengan sendirinya dan menghasilkan luaran kehamilan yang baik.Terkadang pasien dengan KPD preterm spontan berhenti mengalami kebocoran cairan ketuban.Pasien-pasien ini juga memiliki luaran kehamilan yang baik karena mereka bersalin pada rata-rata umur kehamilan 38 minggu.Hal ini menunjukkan bahwa selaput ketuban memiliki kemampuan untuk menyumbat defek yang timbul baik secara spontan atau buatan. Namun demikian, defek tersebut dapat ditutupi, atau dapat menyumbat kembali melalui retraksi, pergeseran, kontraksi, dan jaringan parut pada lapisan myometrial dan desidua uterus, daripada melibatkan mekanisme penyembuhan aktif pada tingkatan selaput fetal.3
2.12.1 Penyembuhan Selaput Ketuban In Vitro Sel satu lapis yang diperoleh dari galur sel yang berasal dari ketuban (FL[ATCC,CCL-62]) ditemukan mampu memperbaiki defek bedah mikro sentral, dimana 75-80% defek tersebut diperbaiki dalam waktu 24 jam. Menggunakan galur sel yang sebanding (WISH[ATCC,CCL-25]), ditemukan perbaikan yang dirangsang oleh peningkatan kadar epidermal growth factor dan insulin-like growth factor-1 pada media kultur. Pada amniosit yang diperoleh dari selaput ketuban manusia segar yang telah dicerna, kapasitas perbaikan sel satu lapis tersebut ditemukan sesuai dengan usia kehamilan, dengan sel yang diperoleh pada umur kehamilan lebih muda menunjukkan laju proliferasi yang lebih tinggi dan penutupan defek sentral yang lebih cepat. Dengan susunan yang sama, perbedaan antara jaringan preterm dan aterm hanya terdapat pada sel mesenkim dari ketuban.3 Penelitian pada trauma pembedahan pada selaput ketuban manusia yang telah dikultur sampai ketebalan penuh hanya menunjukkan mekanisme perbaikan yang terbatas. Walaupun telah terdapat bukti proliferasi sel epitel, migrasi,serta hidupnya sel explants pada kultur selama 12 hari, ukuran keseluruhan defek tetap
23
tidak berubah. Model ini menawarkan keuntungan yaitu melibatkan semua lapisan selaput ketuban, namun demikian, jaringan explants in vitro menjadi makin tidak sehat seiring berjalannya waktu, dan hal ini tampaknya mempengaruhi kemampuan penyembuhannya.3
2.12.2 Penyembuhan Selaput Ketuban pada Model Binatang Model binatang pertama yang digunakan pada penelitian respon penyembuhan luka pada selaput ketuban adalah tikus.Selaput ketuban tikus yang dilubangi menggunakan jarum yang amat halus diperiksa secara makroskopis dan histologis.Terdapat penurunan signifikan pada ukuran luka seiring waktu, sebagian besar disebabkan oleh kontraksi luka.Dicatat sedikit perubahan histologis berupa penebalan, fusi selaput, perlekatan, dan pembentukan clot.Integritas membran tidak pulih selama 5 hari setelah penusukan selaput, dan tidak terdapat proliferasi jaringan aktif.Pada model kelinci dengan KPD preterm iatrogenik, 40% kelinci telah mengembalikan integritas selaput ketuban 1 minggu setelah KPD preterm iatrogenik. Kadar metalloproteinase-2 dan -9,serta inhibitor jaringan enzim-enzim metalloproteinase semuanya ditemukan meningkat pada cairan ketuban 1 minggu setelah pecahnya selaput, yang mungkin merupakan sebuah mekanisme remodeling aktif selaput ketuban yang melibatkan aktivasi gelatinase. Bukti yang telah diperoleh pada domba dan monyet rhesus mengkonfirmasi bahwa selaput ketuban memiliki kemampuan penyembuhan yang amat terbatas (Gambar 5).3 Gambar 5.Defek Fetoscopy menunjukkan lokasi akses fetoskopi pada selaput ketuban seekor monyet rhesus 6 minggu setelah dilakukan fetoskopi. Defek tetap terbuka tanpa ada bukti penyembuhan.
24
BAB III AMNIOPATCH
Utuhnya selaput ketuban janin selama masa kehamilan sangat penting untuk mempertahankan homeostasis cairan ketuban dan sebagai pertahanan terhadap infeksi askending. Walaupun hubungan antara kejadian ketuban pecah dini dan hasil akhir dari kehamilan belum dapat dijabarkan dengan jelas, data tentang kapasitas selaput ketuban janin yang mengalami proses penyembuhan masih terbatas. Beragam terapi potensial telah dikemukakan untuk pengobatan ketuban pecah dini preterm, dimana beberapa telah berhasil, terutama pada kasus post procedural ketuban pecah dini (iatrogenik).3 Amniopatch adalah suatu tehnik penambalan selaput ketuban (amniochorion membrane) pada ketuban pecah dini yang terjadi pada kehamilan sebelum 37 minggu atau preterm premature rupture of the membranes (PPROM). Idenya adalah memberikan kesempatan pada platelet untuk menemukan area yang cedera lalu clot yang terjadi distabilisasi dengan kriopresipitat. Terapi Amniopatch ini menyerupai “patch darah” yang digunakan pada kasus nyeri kepala spinal setelah kebocoran cairan cerebrospinal iatrogenik. Hal ini didukung oleh data eksperimen in vitro yang menunjukkan bahwa platelet melekat pada ketuban yang terluka dan membentuk sumbatan yang distabilisasi oleh cryopresipitate. Proposal pertama dari metode yang mendukung memperbaiki membran sudah diusulkan sejak 1986 (Baumgarten) dan 1994 (Uchide) yang berdasarkan Instilasi Transcervical Fibrin.Sampai tahun 1996 tidak ada penanganan yang tersedia untuk KPD iatrogenik.Sampai saat itu (1996) penanganan untuk KPD iatrogenik sebelum 23 minggu sering berupa induksi persalinan karena adanya risiko infeksi untuk ibu disertai dengan kemungkinan hidup yang rendah untuk bayi. Pada tahun 1996 penanganan KPD iatrogenik dengan injeksi platelet dan kriopresipitat kedalam cairan ketuban dilaksanakan dengan sukses, sejak Quintero, dkk melakukan intra-amniotic infusion konsentrat trombosit (platelet) yang bertujuan menutup
25
defek kantong ketuban yang terjadi akibat tindakan fetoscopy untuk mengikat tali pusat dari janin acardiac pada kehamilan kembar monoamniotik.(3,8,20) 3.1 Dasar Teori Telah diketahui bahwa selaput ketuban manusia tidak memiliki persarafan dan avaskuler, sehingga respon penyembuhan luka yang meliputi inflamasi, pembentukan jaringan parut, dan regenerasi jaringan, seperti pada kulit dan organ lainnya, sulit terjadi. Pengalaman beberapa penelitian menunjukkan bahwa ketuban dapat ditutup dengan platelet dan cryopresipitate, serta data eksperimen in vitro yang menunjukkan bahwa platelet melekat pada ketuban yang terluka dan membentuk sumbatan yang distabilisasi oleh cryopresipitate.Mekanisme pasti bagaimana amniopatch bekerja masih belum diketahui dengan pasti.Quintero dkk, mencoba menjawab permasalahan ini dengan penelitian mereka yang untuk pertama
kalinya
berhasil
menyumbat
kebocoran
membran
pada
KPD
Iatrogenik.Mereka berpendapat bahwa Alpha-granul trombosit mengandung perekatprotein, protein plasma, mitogens selular, faktor koagulasi, dan protease inhibitor, yang akan dikeluarkan selamaaktivasi platelet dalam sistem hemostasis, inflamasi, dan penyembuhanluka. Fibrin bertindak sebagai kisi-kisi bersama fibroblas,endothelial sel, dan sel-sel lainnya yang diharapkan akan bermigrasi menuju tempat ruptur ataupun mengikuti proses penyembuhan luka pada umumnya. Mereka berspekulasi bahwa pemberian trombosit ke lokasi ruptur dalam rongga amnion, bersama dengan fibrinogen,fibronektin, dan protein haemostatic lainnya dalam cryoprecipitate, dapat menyediakan unsur-unsur yang tidak ada dalam membran avaskuler yang sangat diperlukanuntuk penyembuhan luka. (6,8) Infus intra-amniotic trombosit konsentrat (platelet) bertujuan untuk menyumbat/menutup kebocoran cairan dari selaput ketuban (amniotic sac) yang terjadi selama fetosocopy. Vaskularisasi yang buruk dari membran amniotic menyebabkan prosedur ini kurang begitu efektif, khususnya pada kasus dimana trauma jarum menyebabkan ketuban lepas dari chorion,akan tetapi tidak dapat diharapkan pembentukan platelet dan faktor koagulasi yang mencapai tempat ruptur melalui pembuluh darah (avaskular). Point yang perlu diperhatikan adalah
26
lepasnya chorion dari ketuban yang sangat sering terjadi dalam robekan iatrogenikdan sangat jarang terjadi dalam ruptur spontan. Hal ini dapat menyebabkan peningkatan infeksi yang sering kali tidak terdeteksi dan terletak dalam bagian caudal dari kantung dekat cervix dan vagina. Bahkan dengan menggunakan infusi sederhana larutan garam, yang akan menyebabkan tekanan intra-amniotic kembali normal, membantu kedua membran bersatu kembali dan menutup ruptur yang terjadi. Infusi konsentrat trombosit diikuti dengan cryoprecipitate yang mengandung fibrinogen, fibronektin, faktor pertumbuhan PDGE, TGF-beta, Faktor Von Willebrand, F VIII dan F XIII dalam konsentrasi tinggi dalam suhu dingin mengembalikan hubungan amnio-chorial yang terganggu oleh trauma iatrogenik, sehingga menyebabkan proses perbaikan menjadi lebih efektif.20
3.2 Prosedur Sebelumnya diagnosis KPD dibuat dengan pemeriksaan spekulum yang steril (untuk melihat kebocoran cairan ketuban pada vagina), tes ferning dan nitrazin positif.Sebagai tambahan USG dipergunakan untuk melihat jumlah air ketuban dan melihat apabila ada pelepasan selaput ketuban dari dinding uterus. Pelepasan selaput ketuban kadang tidak diikuti kebocoran cairan ketuban dari vagina, yang mana dalam kasus ini kemungkinan dapat diterapi dengan amniopatch mengingat kemungkinan terjadi kebocoran yang komplit sangat tinggi risikonya. Amniopatch khususnya ditawarkan pada beberapa pasien dengan kriteria; umur kehamilan lebih atau sama dengan 16 minggu, serta pada KPD iatrogenik atau pelepasan membran yang tidak menutup spontan. Amniopatch sendiri tidak ditawarkan pada pasien; yang sudah mengalami inpartu atau ada HIS, serta bila ada tanda-tanda infeksi intrauterin seperti demam, nyeri tekan uterus, ketuban bau, dan fetal takikardi.(21,22) Pasien kemudian diberi antibiotik intravena dan tirah baring selama seminggu untuk memberi kesempatan membran menutup secara spontan. Bila penyembuhan spontan tidak terjadi (tindakan konservatif gagal), setelah dilakukan
27
informed consent, maka amniopatch mulai dikerjakan.(8,21)Prosedur selanjutnya adalah sebagai berikut: 20 a. Melakukan pengambilan 350-400 ml darah dalam 4 kantong sesuai protokol autotranfusi yang diikuti dengan penyisihanplatelet autolog (30 ml/Plt volume tot. 81.4X10e9)dan cryoprecipitate (20 ml),yang disimpan dalam suhu -80oC. b. Pembersihan lapangan operasi dengan antiseptik betadin pada perut sekitar umbilikus. c. Dilakukan evaluasi pre-prosedur dengan USG dan penentuan target pungsi, jika tidak ada kantong (jumlah cairan sedikit) akan sulit dilakukan amniopatch. d. Dilakukan pungsi dengan jarum amniosentesis ukuran 22 (dengan panduan USG), kemudian
dihubungkan dengan satu set tabung
intravena dengan three way stopcock. e. Dilakukan pembilasan (flushing) dengan NaCl 0,9% sebanyak 5 cc untuk membuat space antara dinding uterus dengan tubuh janin. Kemudian akan tampak free space melewati three way stopcock. f. Dilanjutkan memasukkan trombosit konsentrat autolog 30 ml. g. Memasukkan cryoprecipitate20 ml. h. Pembilasan (Flushing) kembali dengan NaCl 0,9 % sebanyak 3 ml. i. Jeda masing-masing suntikan ± 15 menit. j. Jarum dicabut. k. Tempat tusukan jarum ditutup dengan gas betadine. l. Evaluasi janin dengan USG
Evaluasi post prosedur:(8,20,21) a. Bed Rest selama 7 hari b. Evaluasi tanda vital sign, dan tanda infeksi c. Lanjutkan Antibiotik seperti, Amoxicillin 3x500 mg tab p.o
28
d. Jika ada tanda-tanda kontraksi uterus, diberikan tokolitik seperti; Nifedipine 3x20 mg tab p.o e. 12 jam post tindakan jika tidak ada keluhan, pasien boleh pindah ruangan f. Evaluasi USG kembali dilakukan pada hari ke-3 dan hari ke-7 post prosedur, untuk melihat kesejahteraan janin, keberhasilan terapi (apakah masih ada air ketuban yang keluar), tanda-tanda inpartu, ataupun infeksi. Bila kondisi memungkinkan, amniopatch dapat diulangi lagi, tetapi bila tidak (kesejahteraan janin terganggu, KPD bertambah berat, ataupun adanya tanda-tanda infeksi), mungkin diperlukan suatu terminasi kehamilan. Gambar 6 : Prosedur amniopatch
3.3 Komplikasi Amniopatch sebagai suatu pilihan terapi pada KPD bukanlah tanpa risiko. Bagaimanapun juga Amniopatch adalah suatu tindakan intervensi yang dapat mengakibatkan beberapa komplikasi diantaranya :21 a. Jarum dapat menembus usus, blass, pembuluh darah pelvic atau melukai fetus. Hal ini dicegah dengan menusukkan jarum dibawah panduan USG. b. Potensi infeksi. Dicegah dengan amniosentesis dengan tehnik yang steril. Infeksi sendiri sering kali diakibatkan ataupun mengakibatkan PPROM, bila infeksi intra uterin terdeteksi, kehamilan sebaiknya diterminasi.
29
c. Kadang-kadang pasien inpartu setelah amniosentesis. Persalinan dapat dicetuskan dari KPD ataupun infeksi. d. Dalam jumlah yang sangat kecil (1:2000-225000) dapat terjadi infeksi setelah tranfusi platelet dan faktor pembekuan. Hal ini dicegah dengan prosedur standar saat perlakuan darah di bank darah. e. Terdapat kematian fetus setelah prosedur amniopatch. Kematian ini akibat pemberian platelet yang terlalu banyak, yang mengakibatkan perubahan tekanan darah dan denyut jantung. Jumlah platelet yang disuntikkan kemudian dimodifikasi menjadi tidak lebih dari 35 cc. Bagaimanapun belum diketahui berapa kadar platelet yang aman dan efektif.
3.4 Pengalaman Menggunakan Amniopatch Intra-amniotic infuse konsentrat trombosit (platelet), berhasil dilakukan pertama kali pada tahun 1996 oleh Quintero, dkk.6Mereka meneliti seorang wanita, 23 tahun (G4P2)yang telah berhasil dilakukan fetosocopy untuk mengikat ari-ari dari janin acardiac dalam kehamilan kembar monoamniotic dalam usia kehamilan 18 minggu. Pada hari keempat pasca tindakan, pasien mengalami KPD yang menetap dengan penurunan volume cairan ketuban secara bermakna. Setelah tindakan konservatif, dilakukan informed consent dan pasien menyetujui untuk terapiamnioinfusion yang diikuti dengan amniopatch. Hari pertama setelah terapi air ketuban sudah tidak keluar lagi, dan pada hari kedua air ketuban sudah kembali normal, sampai dua minggu waktu pengawasan. (Gambar 7)
Gambar 7. Kondisi Air Ketuban Sebelum dan Pasca Amniopatch
30
Sementara Contino, dkk.,
20
mengajukan penelitian yang terdiri dari 5
kasus, dimana 3 pasien dengan KPD iatrogenic, sedangkan 2 pasien dengan KPD spontan (usia kehamilan antara 17 sampai dengan 23 minggu), yang kemudian diberikan terapiamniopatch, ditemukan penutupan sempurna pada selaput ketuban dan air ketuban kembali pulih setelah 7 hari pasca tindakan pada 2 kasus yang kemudian berakhir dengan partus spontan saat umur kehamilan 41 minggu dan SC pada 27 minggu. Pada 3 kasus dengan penutupan ketuban yang tidak sempurna, 1 kasus masih keluar air saat umur kehamilan 32 minggu yang kemudian dilakukan SC dengan gagal konservatif. Kasus lain perlu ditambahkan dua kali amniopatch lagi yang kemudian di SC pada umur kehamilan 26 minggu. Kasus terakhir pasien melahirkan di rumah sakit lain setelah 3 minggu dilakukan prosedur pada umur kehamilan 22 minggu.20 Outcome neonatus berhasil dengan baik pada 3 pasien (41, 32, dan 27 minggu). Yang lainnya, 1 pasien yang dilakukan SC pada umur kehamilan 26 minggu mengalami komplikasi perdarahan intrakranial, sedangkan yang terakhir dengan abortus spontan pada umur kehamilan 22 minggu. Rata-rata periode waktu saat pemberian amniopatch dan persalinan antara KPD iatrogenic dengan yang spontan menunjukkan perpanjangan umur kehamilan yang lebih lama pada KPD iatrogenik (13,6 minggu berbanding 3 minggu) seperti yang ditunjukkan pada table 4.20 Tabel 4 : Hasil Akhir Dilakukan Amniopatch Case
Gestational age
PROM
N.patch
Delivery
Outcome
ME
19
Iatrogenic
1
Ces.sec.32 w
Good
VD
17
Iatrogenic
1
Sp.deliv.41 w
Good
GM
23
Spontaneous
1
Ces.sec.27 w
Good
LA
21
Iatrogenic
3
Ces.sec.26 w
Brain hemorr
31
BS
19
Spontaneous
1
Sp.abort.22 w
Miscarriage
Ming Chen, dkk., dalam penelitiannya di Taiwan melaporkan sebuah pengalaman menggunakan amniopatch, dimana 40 wanita hamil dengan oligohydramnion dilibatkan dalam penelitian ini. Sebelas wanita dijadikan kasus dengan intervensi amnioinfusion dan amniopatch, sementara 29 wanita dijadikan kontrol. Hasilnya adalah terdapat pemanjangan rata-rata usia kehamilan 3 minggu lebih lama pada kelompok kasus dibandingkan kelompok kontrol setelah dilakukan prosedur.23 Sementara itu di RSUP Sanglah sendiri sudah pernah dilakukan tehnik amniopatch oleh dr. Hariyasa Sanjaya, SpOG, pada seorang wanita 28 tahun (Primigravida, 19-20 minggu), ANC di SpOG sebanyak tiga kali kunjungan, air ketuban sebelumnya didapatkan normal saat kunjungan ANC. Setelah terjadi PPROM, air ketuban habis. Pada evaluasi USG tampak kedua ginjal janin dan terlihat kandung kencing janin.Dilakukan amniopatch setelah hari ketiga (setelah gagal konservatif). Namun evaluasi dihari ketujuh post amniopatch, air ketuban tetap keluar dan tidak ditemukan air ketuban di rongga amnion. Prosedur amniopatch
gagal
spontan.Kemungkinan
menutup robekan
robekan ini
selaput
cukup
lebar
ketuban dan
yang tidak
terjadi berhasil
ditutup.Akhirnya kehamilan diterminasi atas permintaan pasien. Hingga saat ini cukup banyak penelitian yang dilakukan berkaitan dengan amniopatch dalam penatalaksanaan KPD preterm, yang sebagian besar berhasil dalam memperpanjang masa kehamilan.Namun bagaimanapun juga tehnik amniopatch dalam menyumbat kebocoran selaput ketuban masih banyak memiliki kelemahan terutama dalam penanganan KPD preterm yang terjadi secara spontan, sehingga penelitian lanjutan dalam penyempurnaan tehnik ini masih sangat diperlukan.
32
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN
4.1KESIMPULAN Berbagai faktor dapat menjadi penyebab terjadinya Ketuban Pecah Dini (KPD), dimana salah satunya adalah pasca tindakan intervensi intrauterin yang dikenal dengan KPD iatrogenik. Tingginya prosedur tersebut sekaligus meningkatkan kejadian KPD iatrogenik - disamping KPD spontan - yang kemudian mendorong berbagai upaya “penyumbatan” selaput ketuban. Salah satu upaya tersebut yang dianggap paling efektif adalah Amniopatch, yaitu penggunaan injeksi platelet dan cryoprecipitate kedalam cairan
ketuban, dimana
penyembuhan spontan sangat sulit terjadi pada membran yang miskin vaskularisasi.Prinsip dasar Amniopatch adalah memberikan kesempatan pada platelet untuk menemukan area yang cedera lalu clot yang terjadi distabilisasi dengan cryoprecipitate. Berbagai penelitian telah menunjukkan keberhasilan amniopatch dalam penatalaksanaan KPD preterm, terutama untuk KPD iatrogenik, yang secara signifikan dapat memperpanjang kehamilan dan meningkatkan luaran bayi.
4.2SARAN Prosedur amniopatchmasih perlu terus dikembangkan penyempurnaannya untuk menjawabpermasalahanPPROM baik yang iatrogenik ataupun spontan, dengan segala implikasinya.
33
DAFTAR PUSTAKA
1. Sualman K.Penatalaksanaan KetubanPecah Dini pada Kehamilan Preterm. Universitas Riau, Pekanbaru. 2009 2. Lewi L, Schoubroeck DV, Ranst MV, Bries G, Emonds M-P, Arabin B, et al. Successful Patching of Iatrogenic Rupture of the Fetal Membranes.Placenta (2004), 25, 352–356 3. Devlieger R, Millar LK, Bryant G, Lewi L, Deprest JA. Fetal Membrane Healing After Spontaneous and Iatrogenic Membrane Rupture: A Review of Current Evidence. American Journal of Obstetrics and Gynecology (2006) 195, 1512–20 4. Wiknyosastro H, Saiffudin AB, Rachimhadi T. Ilmu Kebidanan, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta, 1999; 85-86 5. Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap LC, Hauth JC, Wenstrom KD.Williams Obstetrics. 21 st edition.2001. 1647-1649. 6. Quintero R, Romero R, Dzieczkowski J, Mammen E,Evans MI. Sealing of Ruptured Amniotic Membranes withIntra-amniotic Platelet-cryoprecipitate Plug [letter]. Lancet. 1996; 347: 1117. 7. Rustam Mochtar. Sinopsis Obstetri. Ed. 2. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 1998 8. Quintero R, Morales W, Allen M, Bornick P, Arroyo J, LeParc G. Treatment of Iatrogenic Previable Premature Rupture of Membranes with Intraamniotic Injection of Platelets and Cryoprecipitate (Amniopatch): Preliminary Experience. Am J Obstet Gynecol 1999;181:744-749 9. Brace RA, Wolf EJ. Amniotic Fluid Volume Changes Throughout Pregnancy. Am J Obstet Gynecol, 161:382, 1989
34
10. Durfee RB, Pernoll ML. Premature Rupture of the Membranes In: Current Obsetrics & Gyecologic Diagnosis & Treatment, Pernoll ML, ed. Lange Medical Publications, New Jersey; 1991; 332-334
11. Lewi L, Gratacos E, Ortibus E, Schoubroeck DV, Carreras E, Higueras T, et.al. Pregnancy and infant outcome of 80 consecutive cord coagulations in complicated monochorionic multiple pregnancies. American Journal of Obstetrics and Gynecology (2006) 194, 782–9 12. Supono. Ilmu Kebidanan Fisiologis. Bagian Obstetric dan Ginekologi RSUP Palembang/FK Unsri, 1985 13. Mercer BM. Preterm Premature Rupture of the Membranes. Obstet Gynecol 2003;101:178-93. 14. Siswodarmo R. Obstetri Fisiologis. Edisi 1. Yogyakarta : Andi Offset , 1992 15. Sadller TW. Embriologi kedokteran Langmans. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC, 1996 16. Parry S, Struss JF. Premature Rupture of Fetal Membranes: a review article. NEJM 1998;338:663-670. 17. Weber G, Merz E. Amniotic Fluid.
Ultrasound in Obstetrics and
Gynecology. 2005:409-414 18. Carnaghan KH, Harrison MR. Presealing of the chorioamniotic membranes prior to fetoscopic surgery:Preliminary study with unfertilised chicken egg models. European Journal of Obstetrics & Gynecology and Reproductive Biology 144S (2009) S142–S145 19. Kalangi, S.J.R. Peran Kolagen Pada Penyembuhan Luka. Dexa Media. 2004. 17(4): 168‐74. 20. Contino B, Armellino F, Brokaj L, Patroncini S. Amniopatch, a Repairing Technique for Premature Rupture of Amniotic Membranes in Second Trimester. 27-30. 2004. In http://www.nebi.nlm.nih.gov/pubmed/15301286 21. Quintero R, Morales W, Kalter C, Allen M, Mendoza G, Angel J, et. al. Transabdominal intra-amniotic endoscopic assessment of previable premature rupture of membranes. Am J Obstet Gynecol 1998;179:71-6
35
22. Palacio M, Cobo T, Figueras F, Go’mez O, Coll O. Previable Rupture of Membranes: Effect of Amniotic Fluid on Pregnancy Outcome. European Journal of Obstetrics & Gynecology andReproductive Biology 138 (2008) 158–163 23. Chen M, Hsieh CY, Cameron AD, Shih JC, Lee CN, Hoz HN, et.al. Management
of
Oligohydramnios
with
Antepartum
Amnioinfusion,
Amniopatch and Cerclage. Taiwanese J Obstet Gynecol. December 2005.Vol 44. No. 4.
36