The 9th Annual Conference on Islamic Studies (ACIS)
KETERPADUAN DAN KETERKAITAN PRINSIP - PRINSIP ISLAM DALAM SISTEM INDUSTRI MANUFAKTUR MODERN TOYOTA : Tinjauan aspek keislaman terhadap konsep Toyota Way Arya Wirabhuana, dan M. Arief Rochman Program Studi Teknik Industri Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta Email :
[email protected] dan
[email protected]
1. LATAR BELAKANG Salah satu perusahaan otomotif asal Jepang, Toyota, merupakan sebuah contoh dari sedikit perusahaan besar dunia yang berhasil menerapkan manajemennya dengan cara yang luar biasa. Dengan diterapkannya The Toyota Way, perusahaan ini memperoleh laba tahunan pada akhir tahun fiskalnya di bulan Maret 2003 adalah sebesar $8,13 miliar. Hasil ini merupakan laba terbesar yang didapatkan oleh perusahaan otomotif manapun (Liker, 2006). Hal ini merupakan salah satu keberhasilan penerapan “The Toyota Way”, sebagai sistem industri manufaktur modern yang diperkenalkan dan dikembangkan oleh Toyota. Konsep dan prinsip yang dilakukan oleh Toyota telah menginspirasi perusahaan manufaktur lainnya, tidak hanya dari kalangan otomotif, berusaha mengimplementasikan prinsip sistem industri manufaktur modern yang pertama kali di ciptakan oleh Toyota ini. Sementara itu, dunia pendidikan tinggi melalui ABET (Accrediation Board for Engineering and Technology), dan IIEA (International Industrial Engineering Association), mengakui bahwa industri manufaktur, dengan segala kompleksitasnya merupakan model yang “paling sesuai” digunakan untuk proses pembelajaran di bidang Teknik Industri (Gaspersz, 1992). Hal tersebut pada akhirnya membawa konsep Sistem Industri Manufaktur Toyota menjadi salah satu materi pembelajaran utama dalam Teknik Industri. Di Indonesia, BKSTI (Badan Kerjasama Penyelenggara Pendidikan Tinggi Teknik Industri) sebagai konsorsium kurikulum Teknik Industri Nasional dan ISTMI (Ikatan Sarjana Teknik dan Manajemen Industri) telah merekomendasikan bahwa Sistem Produksi Toyota dan Toyota-way sebagai salah satu materi kuliah wajib bagi pendidikan Teknik Industri untuk tingkat strata-1 (BKSTI, 2007). Seiring dengan hal tersebut, perkembangan pendidikan tinggi islam saat ini dengan pembukaan berbagai program studi umum di PTAIN, dituntut untuk mengembangkan pola pendidikan yang berperspektif Qur’ani, yaitu pendidikan yang utuh yang tidak memisahkan antara agama dan umum (Abdullah, 2006). UIN Sunan Kalijaga, sebagai bagian dari PTAIN yang memiliki tanggungjawab untuk memajukan keilmuan umum maupun studi keislaman merasa perlu mengembangkan pola pendidikan dan pembelajaran yang terpadu dan terkait (Intergratif dan Interkonektif) antara disiplin keilmuan umum dan studi keislaman sehingga keutuhan ilmu pengetahuan dapat dijaga dan pada akhirnya kelak dapat mencetak pada cendekiawan muslim yang dapat turut serta mengembalikan kejayaan dunia islam dalam bidang Teknologi maupun disiplin keilmuan umum lainnya karena Islam merupakan agama rahmatan lil’alami (untuk semesta alam) dengan Al-Quran sebagai kitab rujukan utama para pemeluknya. Al Quran merupakan petunjuk Allah SWT yang diberikan kepada manusia untuk mengatur kehidupannya. Dalam tulisan ini akan dikaji bagaimana prinsip-prinsip Sistem Industri Manufaktur Modern Toyota dalam Islam. 2. TUJUAN DAN SISTEMATIKA PENULISAN Makalah ini bertujuan untuk menyampaikan sebuah kenyataan (fakta) bahwa selama ini konsep – konsep industri manufaktur modern yang acap kali dianggap sebagai produk lingkungan “sekuler” ternyata memiliki kandungan nilai – nilai Islam yang fundamental didalamnya. Sementara itu, Islam sebagai sebuah agama, semakin membuktikan bahwa ajarannya tidak hanya bertutur tentang hal – hal transendental saja, bahkan juga menjadi panduan untuk berbagai hal teknis dan praktis dalam kehidupan manusia. Selain daripada itu, karya ini juga dimaksudkan untuk lebih mempertegas pentingnya konsep Keterpaduan dan Keterkaitan keilmuan umum dan studi keislaman. Dan akhirnya, tulisan ini secara tidak langsung dapat menjadi sebuah referensi yang memperkuat pendapat bahwa dengan diperluasnya mandat PTAI kebidang – bidang keilmuan umum merupakan sebuah langkah yang tepat dalam rangka turut berusaha mengembalikan kejayaan dunia Islam dalam bidang Teknologi. Surakarta, 2-5 November 2009
The 9th Annual Conference on Islamic Studies (ACIS)
Makalah ini terbagi dalam empat bagian utama. Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya, bagian pertama memuat Latar Belakang dari tulisan ini yang menjelaskan karakteristik lingkungan Pendidikan Teknik Industri dan muatan lokal yang ada pada Institusi Pendidikan Tinggi Agama Islam (Khusunya UIN – Kasus pada UIN Sunan Kalijaga ). Selain itu, pada bagian ini juga menguraikan bagaimana pentingnya konsep sistem industri manufaktur modern “ala” Toyota yang telah menjadi bagian penting dalam kurikulum Nasional Teknik Industri di Indonesia. Bagian Kedua memuat Tujauan dari Makalah ini dan sistematika bagaimana makalah ini ditulis. Selanjutnya, pada bagian tiga makalah ini menceritakan sebagian besar esensi tulisan yang menguraikan Keterpaduan dan Keterkaitan Nilai Islam dalam Konsep Toyota Way yang diawali dengan uraian tentang perkembangan Toyota secara singkat. Setelah itu, konsep Toyota Way sebagai sebuah sistem industri manufaktur modern akan diuraikan dan diintegrasikan dengan berbagai prinsip – prinsip Islam yang mendukungnya. Pada bagian ini juga disampaikan bahwa dunia Islam pada dasarnya memiliki potensi yang besar untuk berhasil dalam bidang industri pemanufakturan modern karena pada banyak bagian, dijumpai bahwa konsep Toyota Way telah melekat pada ajaran Islam yang terkandung dalam Al-Qur’an. Kemudian, bagian keempat dari makalah ini akan menyimpulkan hasil secara keseluruhan yang kemudian diakhiri oleh penutup. 3. PEMBAHASAN Toyota Motor Corporation didirikan oleh Sakichi Toyoda pada September 1933 sebagai divisi mobil Pabrik Tenun Otomatis Toyota. Berangkat dari industri tekstil, Toyota menancapkan diri sebagai salah satu pabrikan otomotif yang cukup terkemuka di seluruh dunia dengan kecepatan produksi 1 mobil tiap 6 detik. Toyota adalah perusahaan pemroduksi mobil terbesar di dunia setelah berhasil mengalahkan General Motors yang tidak dapat bertahan dari gempuran krisis ekonomi di dunia dan Amerika Serikat. Pada tahun 2006, Toyota merupakan pabrikan mobil terbesar ketiga di dunia dalam unit sales dan net sales. Pabrikan terbesar di Jepang ini menghasilkan 5,5 juta unit mobil di seluruh dunia (Tangkas, 2009). Keberhasilan Toyota ini mendorong perusahaan-perusahaan lain untuk menggunakan prinsip-prinsip manajemen yang dilakukan oleh Toyota. Hampir seluruh perusahaan otomotif terkemuka ikut mengaplikasikan sistem industri manufaktur Toyota atau yang lebih dikenal dengan istilah Toyota Way. Selain itu, perusahaan – perusahaan besar dari luar otomotif pun mulai menggunakan sistem Toyota. Tak kurang dari Hewlett and Packard, IBM, Motorola, Toshiba, Canon, dan masih banyak lagi pada akhirnya dapat merasakan dampak positif dari implementasi Toyota Way ataupun Toyota Production System. Banyak pakar manajemen dan industri manufaktur percaya bahwa dunia usaha dewasa ini sedang mencoba mengimplementasikan sistem radikal Toyota untuk rnempercepat proses, mengurangi pemborosan, dan meningkatkan kualitas. (Liker, 2006) The Toyota Way, menjelaskan pendekatan Toyota yang unik ke dalam sistem industri manufakturnya melalui 14 prinsip yang menjiwai budaya kualitas dan obsesi terhadap efisiensi dari Toyota. Satoshi, (2005) mengemukakan bahwa Toyota Way memberikan wawasan berharga yang dapat diterapkan ke dalam organisasi mana pun dan ke dalam proses bisnis apa pun. Kita akan menemukan bagaimana kombinasi yang tepat dari filosofi jangka panjang, proses, orang-orang, dan pemecahan masalah dapat mentransformasikan organisasi menjadi perusahaan yang kompetitif dan selalu belajar (Learning Corporation). Nampaknya Sejak didirikan, Toyota Motor Company menyadari sepenuhnya bahwa kemampuan untuk beradaptasi dan responsif terhadap tuntutan lingkungan bisnisnya dari waktu ke waktu merupakan prinsip yang amat penting untuk diikuti. Toyota menerjemahkan Toyota Way kedalam 14 prinsip yang dikelompokkan dalam empat Pokok Prinsip (Kredo) yang kemudian dikenal dengan istilah 4-P yang terdiri : Philosophy, Process, People and Partners, dan Problem Solving. Secara Terperinci , ke empat belas Prinsip The Toyota Way yang dikelompokkan kedalam empat kredo 4-P disampaikan dalam uraian dibawah ini berikut keterkaitan dan keterpaduannya dengan prinsip – prinsip Islam. Kredo I: Filosofi Jangka Panjang. Dalam kredo pertamanya ini, Toyota mempercayai sepenuhnya bahwa kunci sukses mereka yang paling penting adalah kesabaran, menitikberatkan pada hasil jangka panjang dibandingkan hasil jangka pendek, reinvestasi pada aset manusia, produk, dan fasilitas produksi serta komitmen yang tidak bisa ditawar lagi pada kualitas. Sebagai umat islam, sudah semestinya kita bisa memahami secara findamental konsep Tujuan Jangka Panjang dan “Kesabaran” yang ada di Toyota karena kesabaran telah diajarkan kepada kita melalui AlSurakarta, 2-5 November 2009
The 9th Annual Conference on Islamic Studies (ACIS)
Qur’an, sebagaimana terlihat dalam QS Ali-Imran ayat 200 yang bertutur bahwa kita diperintahkan untuk menguatkan kesabaran kita supaya kita termasuk orang – orang yang beruntung pada akhirnya. Ali-imran: 200 Selain itu, pada QS Fushshilat ayat 34-35 menegaskan bahwa segala sifat yang baik itu hanya dianugerahkan Allah SWT kepada orang – orang yang sabar yang pada akhirnya memiliki keuanungan yang besar. Fushshilat : 34-25 Ayat ini menunjukkan bahwa kita memang benar-benar diminta untuk sabar ketika berkompetisi dengan orang lain. Allah akan memberikan keuntungan (Falah) kepada orang yang beriman dengan sarat sabar, waspada dan taqwa kepada Allah. Prinsip pertama Toyota Way adalah proses pengambilan keputusan manajerial yang berdasarkan filosofi jangka panjang, meskipun sasaran keuangan jangka pendek. Toyota memiliki sedikitnya tiga misi yang dapat menjabarkan prinsip ini yaitu: memberikan kontribusi pertumbuhan ekonomi disetiap negara dimana lokasi pabriknya berada (Stakeholder eksternal), memberikan kontribusi untuk membangun stabilitas hubungan jangka panjang kepada lingkungan internal maupun mitra kerjasamanya (Stakeholder internal), dan memberikan kontribusi yang signifikan pada pertumbuhan keseluruhan dari Toyota. Toyota menjelaskan bahwa pertumbuhan akan terjadi jika perusahaan dapat secara terus menerus berusaha memnuhi harapan dari para pelanggannya, untuk itu kualitas adalah vocal point di Toyota. Toyota Way yang telah menuntun Toyota untuk dapat menciptakan produk yang memiliki nilai Customer Satisfaction yang tinggi. Jauh sebelum konsep ini muncul, dunia Islam ternyata telah diajarkan untuk selalu berorientasi pada kualitas dan kepuasaan pelanggan yang didasari oleh kejujuran dan semangat untuk berbuat baik, seperti apa yang diuraikan pada QS Al-An’am : 152 agar kita berlaku adil kepada semua orang dan tidak mengambil sesuatu yang bukan menjadi hak kita. Islam juga mengajarkan bagaimana etika kita berhubungan dengan konsumen seperti yang termuat dalam QS Al-Muthafifiin : 1-3 yang menjelaskan hukuman bagi orang yang berbuat curang dalam berbisnis yaitu orang yang hanya memperhatikan kepentingan pribadi tanpa memahami apa yang menjadi kepentingan dan hak dari rekanan atau konsumen. Al-An’am : 152 Kredo II :Proses yang tepat untuk hasil yang tepat. Kredo ini menitikberatkan prinsip Toyota pada sistem produksinya yang kemudian dikenal dengan istilah Toyota Production System atau Just in Time. Inti dari prinsip ini adalah bagaimana menghilangkan pemborosan pada setiap elemen yang terlibat dalam proses produksi Toyota. Istilah pemborosan diterjemahkan oleh Shoichiro Toyoda, presiden komisaris Toyota Motor Corp sebagai “sesuatu yang melebihi jumlah minimum dari peralatan, material, komponen, ruang, manuisia, dan waktu yang dibutuhkan untuk memproduksi dan menambah nilai dari suatu produk sesuai dengan target yang telah ditetapkan”. Sementara itu, Ohno (1988) dan Suzaki (1987) mengemukakan bahwa pemborosan menurut konsep Just In Time (JIT) dapat dibagi dalam tujuh kategori yaitu pemborosan karena : Kelebihan Produksi, Menunggu, Pemindahan, Proses yang tidak efisien, Kelebihan Persediaan, Pergerakan yang tidak diperlukan, dan Produk Cacat. Islam juga telah mengajarkan bahwa kita diminta tidak melakukan segala sesuatu yang mengandung pemborosan, bahkan dikatakan bahwa orang – orang yang melakukan pemborosan sebagai saudara dari “syaitan” dan sangat ingkar kepada Allah SWT. Hal ini dimuat dalam firman Allah SWT pada surat Al-Israa’ ayat 26-27 : Al Israa’ : 26 – 27 Prinsip kedua Toyota Way berbicara tentang bagaimana cara mengangkat segala permasalahan yang ada ke permukaan dengan bantuan proses yang mengalir secara kontinyu. Prinsip ini diterjemahkan dalam kegiatan pendesainan ulang proses kerja agar dapat menghilangkan waktu kosong (idle) diantara satu pekerjaan dengan pekerjaan lain. Selain itu, dengan prinsip ini diharapkan material dan informasi dapat bergerak dengan cepat sebagai suatu kesatuan sehingga masalah yang ada segera bisa nampak dipermukaan untuk segera diselesaikan. Konsep “Aliran yang kontinyu” ini merupakan sebuah input yang berharga dan merupakan kunci bagi pembentukan budaya perbaikan terus menerus pada setiap SDM yang terlibat. Surakarta, 2-5 November 2009
The 9th Annual Conference on Islamic Studies (ACIS)
Selanjutnya, prinsip ketiga adalah pemanfaatan sistem “tarik” untuk menghindari produksi yang berlebih. Stevensson (2005) menyampaikan bahwa esensi dari sistem “tarik” atau Pull System ini adalah memberikan pelanggan pada proses produksi berikutnya apa yang mereka inginkan, kapan mereka inginkan, dalam jumlah yang mereka inginkan. Dengan demikian jumlah barang dalam proses atau work in process (WIP) antar stasiun kerja dapat ditekan serendah mungkin. Konsep “pelanggan” dalam prinsip ini adalah pelanggan internal, artinya yang disebut pelanggan adalah stasiun proses yang akan melakukan pekerjaan dengan produk yang dihasilkan oleh stasiun proses yang saat ini kita kerjakan. Konsep lain dari “pelanggan” disini, sebagaimana disampaikan oleh Nahmias, (1997) adalah lintas bagian, biasanya meliuputi bagian gudang, bagian produksi, dan bagian pengiriman produk jadi. Jadwal pengiriman yang telah ditentukan berdasarkan pesanan yang masuk diterjemahkan kedalam rencana produksi dan rencana manajemen persediaan sehingga jumlah persediaan barang jadi, WIP, maupun material dapat ditekan pada level yang minimal. Sistem Persediaan Tepat Waktu (JIT) Toyota dimaksudkan untuk mengendalikan jumlah persediaan barang ke tingkat hanya sejumlah yang diperlukan pada waktu tertentu. Hal ini membuat perpindahan barang dalam proses pemanufakturan menjadi lebih lancar dan menghindari adanya “buffer” dalam jumlah yang signifikan disetiap stasiun prosesnya. Dilain pihak, dalam dunia islam seorang muslim sudah semestinya dilahirnkan sebagai seorang “pakar” dalam JIT karena Al Quran telah mengajarkan hal tersebut dalam surat Al-Baqarah ayat 219 yang melarang segala sesutu yang berlebihan, yaitu segala sesuatu yang lebih dari keperluan. Ayat tersebut juga menegaskan bahwa segala sesuatu yang dinafkahkan lebih dari yang diperlukan adalah mengandung ke”mudharatan” yang lebih besar dari manfaatnya. Al-Baqarah : 219 Prinsip lain dalam Toyota Way adalah perataan beban kerja (Heijunka) yang merupakan prinsip keempat dari 14 prinsip yang dianut. Beban kerja yang tidak sama antar bagian/stasiun kerja tidak akan membuat aliran pergerakan material menjadi lancar (lean) dan akan membuat bertumpukanya pekerjaan dan barang pada beberapa bagian. Untuk itu diperlukan sebuah konsep yang dapat menyeimbangkan beban kerja pada setiap stasiun proses. Prinsip keseimbangan beban kerja yang lain adalah perataan beban kerja setiap waktu. Toyota lebih menyarankan bahwa karyawan lebih baik memiliki waktu kerja yang sama setiap harinya dibanding harus mengerjakan lembur pada hari – hari tertentu dan idle pada saat – saat tertentu. Dengan target produksi yang sama setiap harinya akan mempermudah manajemen SDM dan set up seluruh fasilitas produksi yang ada. Selain daripada itu, Toyota menyadari sepenuhnya bahwa untuk dapat menghasilkan kualitas Produk yang baik harus dibangun sejak proses yang paling awal. Toyota menerjemahkan hal ini kedalam Prinsip kelima Toyota Way yaitu budaya untuk memperbaiki masalah untuk memperoleh kualitas yang baik sejak awal yang dimaksudkan untuk menjaga kualitas produk yang akan dihasilkan bagi konsumen. Toyota memahami “kualitas” dapat dibentuk dari setiap proses sejak dimulai dari bahan baku, pabrikasi, dan akhirnya sampai pada pelayanan purna jual. Esensi utama dari konsep ini adalah bahwa bahwa Input yang baik, diikuti oleh proses yang baik, maka akan menghasilkan produk yang baik. Jika seorang operator menerima produk dalam proses dari stasiun kerja sebelumnya dengan baik, maka dia wajib memproses produk itu dengan baik serta mengirimkannya kepada proses setelah dia juga dengan kondisi yang baik, begitu seterusnya sampai prokduk akhir selesai, konsep ini dikenal dengan nama Built-in Quality (BIQ). Konsep BIQ sebenarnya telah dikenal dalam Dunia Islam dengan istilah “Good in + Good Process + God Bless = Good out” yang difirmankan oleh Allah SWT dalam Surat Al-Israa’ ayat 80. Al-Israa’: 80 Kerusakan dan masalah yang ada harus diselesaikan terlebih dahulu dengan diketahui oleh seluruh pihak yang terlibat sebelum proses dapat dilanjutkan kembali, intinya untuk membuat suatu produk yang baik maka harus dilakukan dengan cara tidak meneruskan proses yang bermasalah sebelum hal tersebut dapat diatasi. Sementara itu, Prinsip keenam Toyota Way menitikberatkan pada standar kerja yang merupakan fondasi dari peningkatan berkesinambungan dan pemberdayaan karyawan. Gagasan dasar dari prinsip keenam ini adalah menggunakan siklus berulang yang stabil untuk mendapatkan keteraturan dan sebagai dasar perbaikan. Keteraturan dalam hal ini dapat diartikan keteraturan jumlah, waktu, kualitas, maupun hasil Surakarta, 2-5 November 2009
The 9th Annual Conference on Islamic Studies (ACIS)
proses. Dengan siklus berulang, diharapkan setiap pekerja memiliki dasar untuk perbaikan dan dapat meningkatkan kinerjanya secara kontinyu. Agar masalah yang tersembunyi dapat terungkap dan segera dapat dipecahkan, toyota mengaplikasikan pengendalian visual, dan hal ini adalah inti dari prinsip ketujuh Toyota Way. Pengendalian visual dimaksudkan agar seluruh staff dari semua level dapat mengetahui berbagai masalah yang timbul di tempat kerja secara langsung, artinya tidak ada kesalahan yang tersembunyi. Sehingga seorang direktur misalnya tidak bisa serta merta mengambil keputusan hanya berdasarkan laporan lisan atau tertulis bawahannya, dia harus melihat langsung apa permasalahan yang sebenarnya terjadi. Berkenaan dengan itu, Allah SWT telah mengajarkan kepada kita bahwa kita telah diberikan kedudukan yang “khusus” dengan diberikannya kepada kita berbagai Penglihatan, Pendengaran, dan hati, Dan kita hendaknya kelebihan kita tersebut dapat berguna bagi kehidupan kita dan Allah SWT tidak menginginkan kelebihan kita tersebut menjadi sesuatu yang tidak berguna bagi kita karena tidak dipergunakan sebagaimana mestinya seperti yang termuat dalam QS Ahqaaf : 26. QS Ahqaaf : 26 Prinsip selanjutnya dalam Toyota Way adalah penggunaan teknologi handal yang sudah benar-benar teruji untuk proses operasi yang ada. Selain itu, Toyota juga berkomitmen bahwa teknologi bukan diciptakan untuk menggantikan orang, melainkan untuk membantu orang. Oleh karenanya, setiap pekerja di ajak turut serta mengembangkan teknologi untuk semakin memudahkan pekerjaan mereka. Hee Han dkk, (2002) yang dikuatkan oleh Groover, (2001) mengemukakan bahwa otomasi yang diterapkan Toyota tidak pernah dimaksudkan untuk menggantikan peran manusia, namun untuk membantu dan menempatkan SDM Toyota untuk mengerjakan hal – hal yang lebih “manusiawi”. Hal ini didukung oleh data bahwa jumlah SDM Toyota dari waktu ke waktu terus bertambah dan amat jarang adanya Pemutusan Hubungan Kerja di Toyota. Kredo III : Menambah nilai organisasi dengan mengembangkan personel dan mitra kerja. “P” yang keempat dari “4-P” Toyota Way menggambarkan bagaimana Toyora memiliki komitmen yang tinggi terhadap pengembangan SDM di lingkungannya dan hubungan kerjasama jangka panjang dengan seluruh mitranya. Disini, Toyota mempunyai tiga prinsip, yaitu: memgembangkan pemimpin, karyawan dan jaringan atau pemasok. Prinsip kesembilan membicarakan tentang konsep pemimpin yang ideal menurut toyota yaitu pemimpin yang benar-benar memahami pekerjaannya, menjiwai filosofi dan mengajarkannya kepada orang lain. Toyota menyampaikan ide bahwa pemimpin sebaiknya berasal dari dalam organisasi. Pemimpin yang diharapkan adalah pemimpin yang dapat menjadi panutan (Role model, Uswatun Hasanah) dalam filosofi pekerjaan, bukan pemimpin yang hanya menyelesaikan kewajiban yang menjadi pekerjaannya. Sehingga pemimpin yang dikembangkan adalah pemimpin yang memahami secara detail pekerjaan yang ada pada Toyota serta mau menularkannya kepada orang lain, sehingga dapat dikatakan bahwa pemimpin Toyota adalah pemimpin yang dapat Mencerdaskan orang – orang disekitarnya. Apa yang dilakukan Toyota tersebut sejalan dengan ajaran Islam yang tercantum dalam Al-Qur’an Surat Al-Qashash ayat 26 tentang perintah bagi kita untuk menyerahkan semua urusan kepada orang yang profesional di bidangnya dan dapat dipercaya sebagaimana dibawah ini. Al-Qashash : 26 Selanjutnya, prinsip kesepuluh Toyota Way adalah tentang pemberdayaan kalangan internal, dan pengembangan orang atau kelompok yang memiliki kemampuan istimewa, yang menganut filosofi perusahaan anda. Seiring dengan perkembangan yang ada, Toyota mengembangkan individu sesuai dengan filosofi perusahaan dan budaya kerja perusahaan. Orang dan kelompok orang yang menjunjung tinggi budaya kerja Toyota harus serius untuk dikembangkan. Pengembangan ini dapat dalam bentuk pelatihan dan kerja sama lintas fungsi sehingga Toyota mempunyai orang-orang yang terlatih dan tim kerja yang kuat yang pada akhirnya dapat meningkatkan produktifitas perusahaan. Prinsip ini dalam ajaran Islam dimuat dalam Surat An – Naml ayat 38 – 41 yang bercerita bagaimana Nabi Sulaiman A.S. Mengorganisai Pasukannya yang terdiri dari berbagai jenis karakter dan kemampuan para pengikutnya untuk menjadi suatu kesatuan yang utuh dan kuat. An- Naml : 38 - 41 Surakarta, 2-5 November 2009
The 9th Annual Conference on Islamic Studies (ACIS)
Di Toyota, mitra Kerjasama tidak dianggap sebagai bagian eskternal dari sistem Toyota, melainkan diperlakukan sebagai satu tim pengembangan bersama-sama dengan personel yang ada di Toyota. Toyota percaya bahwa dengan memelihara hubungan jangka panjang ini akan membawa keberhasilan dan kerjasama yang baik dan saling menguntungkan bagi seluruh pihak. Toyota juga kerap memberi tantangan kepada mitra dan membantunya menerima tantangan ini untuk mencapai target yang diinginkan. Konsep ini tercakup dalam prinsip kesebelas dari Toyota Way yaitu penghormatan pada jaringan mitra dan pemasok dengan memberi tantangan dan membantu mereka. Sebagai muslim, tentunya kita akan mudah memahami bahwa hubungan jangka panjang, atau yang dalam dunia islam sering disebut “Silaturahmi” telah menjadi salah satu prinsip dalam Islam dalam berhubungan dengan berbagai pihak. Surat Al-Hujurat Ayat 10 dan 13 dibawah ini sedikit banyak menggambarkan hal tersebut Al-Hujurat: 10 Ayat - ayat ini memerintahkan kepada orang yang beriman untuk menjaga dan memperbaiki hubungan dengan yang lain. Memperbaiki hubungan dalam islam dapat bertingkat: ta’aruf (saling mengenal), tafahhum (saling memahami), ta’awun (saling menolong) dan takaful (merasa senasib dan sepenanggungan). Toyota menganalogikan bahwa saudara adalah kerabat rekan kerja, pegawai, atasan, bawahan, dan pemasok serta mitra kerja. Al-Hujuraat: 13 Kredo IV: Menyelesaikan akar permasalahan secara terus-menerus untuk mendorong pembelajaran organisasi. Kredo ini menunjukkan bagaimana Toyota memberikan guidance pada pengambilan keputusan, dasar yang digunakan, serta komitmen menjadi sebuah learning organization yang selalu berjuang untuk selalu lebih baik sepanjang waktu. Konsep ini dikenal dengan islitah Kaizen atau Continuous Improvement. Innai (1994) menyampaikan bahwa Kaizen telah tumbuh menjadi suatu standard mutu yang diakui oleh banyak lembaga sertifikasi mutu internasional termasuk International Standard Organization (ISO). Prinsip tersebut sejalan dengan ajaran dalam Islam yang menghendaki setiap kaum (kelompok) untuk selalu berusaha memperbaiki keadaan (nasib) mereka. Dan Allah SWT menyampaikan bahwa perubahan tersebut harus berasal dari kaum itu sendiri. Hal ini mengisyaratkan bahwa perubahan kearah kebaikan harus dimulai dari dalam (internal) kelompok atau organisasi yang bersangkutan sebagaimana diajarkan melalui QS Ar-Ra’du : 11 Ar-Ra’du :11 Di Toyota, Kaizen dimaksudkan sebagai proses perjuangan “sedaya upaya” untuk selalu mencapai golden rules yang mereka miliki yaitu menghilangkan semua pemborosan yang ada, dan Kaizen diwujudkan dalam budaya organisasinya. Kira – kira dapat dianalogikan bahwa menghilangkan pemborosan adalah suatu “value” tertinggi yang ingin dicapai oleh budaya organisasi dan setiap insan Toyota. Jika pada akhirnya pemborosan tidak dapat 100% dihilangkan dan penggunaan kapasitas optimal pun tidak dapat dicapai secara total, TOYOTA masih mewajibkan bagi setiap elemen dalam perusahaan tersebut untuk berusaha untuk sedekat mungkin dengan “nilai” tersebut. Hal itu membutuhkan usaha / perjuangan secara terus menerus dan konsisten yang dalam bahasa arab proses ini dikenal dengan terminologi “JIHAD”. Umat Islam seharusnya lebih mudah melakukan proses “usaha secara terus menerus yang konsisten” ini karena mereka telah diperintahkan secara eksplisit oleh Allah SWT dalam Al Quran Surat Ali Imran ayat 142 tentang JIHAD ini. Ayat ini mengajarkan bahwa memerangi hawa nafsu (Memerangi poemborosan) dan Memberantas yang batil dan menegakkan yang hak (Berpindah dari sesuatu yang buruk kepada sesuatu yang lebih baik) adalah termasuk bagian dari JIHAD. Selain itu, Ayat ini juga mengajarkan bahwa JIHAD perlu dilakukan dengan sabar (terus menerus) agar kita termasuk golongan orang – orang yang masuk surga. Ali Imran : 142 Prinsip keduabelas biasa diterjemahkan sebagai “...pergi dan lihat sendiri untuk memahami situasi sebenarnya...” (genchi genbutsu). Para pekerja bahkan pimpinan perusahaan dalam menyelesaikan permasalahan perlu langsung datang ke sumber permasalahan dan semua pemeriksaan perlu dilakukan dengan teliti. Sehingga berdasarkan fakta dan analisis yang tepat mereka mengambil keputusan untuk menyelesaikan masalah. Hal ini pun telah disampaikan Allah SWT dalam FirmanNya dalam Surat Al-Israa’ ayat 36 dan Surat Al-Hujurat ayat 6. Ayat tersebut mengajarkan pada kita untuk selalu melakukan proses verifikasi Surakarta, 2-5 November 2009
The 9th Annual Conference on Islamic Studies (ACIS)
secara langsung terhadap permasalahan yang dihadapi untuk dapat menyelesaikannya. Bahkan dalam QS AlHujurat ayat enam menegaskan bahwa tanpa melakukan pemeriksaan yang teliti dan verifikasi ulang terhadap setiap permasalahan yang ada, maka biasanya keputusan yang diambil tidak akan sempurna dan kita akan menyesal karenanya. Al – Israa’ : 36 Al-Hujurat : 6 Setelah proses double check dan direct verification dilakukan, Toyota juga mengajarkan dalam prinsip ketigabelasnya bahwa keputusan harus dibuat secara hati – hati melalui konsensus yang mempertimbangkan semua pilihan dengan seksama dan setelah keputusan dibuat implementasi keputusann itu harus dilakukan dengan sangat cepat. Musyawarah dan kerjasama tim untuk menyelesaikan masalah juga perlu memperhatikan berbagai pihak termasuk yang terkena dampak oleh pelaksanaan keputusan tersebut. Jika pilihan sudah ditetapkan, maka dalam proses eksekusi harus dilakukan dengan segera. Proses pengambilan keputusan yang dilakukan secara konsesus, musyawarah, dan “teamwork” telah menjadi salah satu ajaran Islam sebagaimana tercantum dalam ayat – ayat berikut ini : Ash-Shaf : 4 Ali-Imran : 159 Ayat – ayat tersebut menjelaskan bahwa keputusan yang diambil secara partisipatif dan bijaksanan akan membuat kita laksana barisan yang teratur, kompak, dan solid seperti bangunan yang kokoh dan mampu bertahan akan berbagai gangguan alam. Selain itu, diajarkan pula oleh ayat – ayat tersebut bahwa jika kita hendak mengambil keputusan dalam berbagai urusan, hendaknya tidak diambil secara diambil otoriter, melainkan dengan dasar musyawarah. Dengan demikian maka kebulatan tekad yang kolektif akan timbul, dan setelah itu diperintahkan kepada kita untuk bertawakal kepada Allah SWT. Akhirnya, melalui prinsip keempatbelas-nya, Toyora menegtaskan bahwa dirinya ingin menjadi suatu learning organization melalui refleksi diri tanpa kompromi (hansei) dan peningkatan berkesinambungan (kaizen). Proses produksi yang telah berjalan perlu dilengkapi dengan alat-alat untuk evaluasi. Perlu disampaikan bahwa desain berbagai alat bantu baik yang berupa display maupun pesan dari Toyota merupakan sebuah contoh bagaimana konsep ergonomi diterjemahkan kedalam bentuk alat bantu pada sebuah perusahaan manufaktur raksasa ( Elsayed, dkk. 1994). Usaha yang terus menerus dengan didasari dengan proses evaluasi bagi perbaikan dimasa yang akan datang merupakan sebuh budaya Toyota akan keteguhan, konsistensi, dan semangat untuk selalu menjadi yang lebih baik sepanjang waktu. Hal ini dapat diterjemahkan dalam terminologi “Istiqomah”dalam konsep ajaran Islam. Sebagai Muslim, kita diajarkan melalui QS Al-Ahqaf ayat 13 untuk selalu teguh pada pendirian (konsisten) dan pada sesuatu yang baik karena hal itu akan membawa kebaikan. Al-Ahqaf:13 4. KESIMPULAN Dari uraian yang telah disampaikan, dapat diambil suatu kesimpulan bahwa prinsip – prinsip Islam yang terkandung dalam Sistem Manajemen Industri Manufaktur Toyota Way yang telah membawa Toyota Motor Corp menjadi perusahaan Manufaktur terbesar di dunia saat ini. Selain itu, dapat pula di sampaikan bahwa Topik Sisten Manufaktur Toyora yang merupakan salah satu materi wajib dalam kurikulum nasional Teknik Industri dapat dipadukan dan dikaitkan (Integrasi – Interkoneksi) dengan Prinsip – Prinsip Islam. Sejalan dengan hal tersebut, Islam sebagai sebuah agama, semakin membuktikan bahwa ajarannya tidak hanya bertutur tentang hal – hal transendental saja, bahkan juga dapat menjadi panduan untuk berbagai hal teknis dan praktis dalam kehidupan manusia. Dengan berbagai proses penggalian yang lebih mendalam, kita dapat meyakini bahwa Ajaran Islam dapat dipadukan dan dikaitkan dengan berbagai disiplin Ilmu umum khususnya dalam Teknologi. Apa yang termuat dalam karya ini semoga dapat mempertegas pentingnya konsep Keterpaduan dan Keterkaitan (Integrasi – Interkoneksi) keilmuan umum dan prinsip keislaman. Dan pada akhirnya, tulisan ini Surakarta, 2-5 November 2009
The 9th Annual Conference on Islamic Studies (ACIS)
diharapkan baik secara secara langsung maupun tidak bisa menjadi referensi yang memperkuat bahwa dengan diperluasnya mandat PTAI kebidang – bidang keilmuan umum merupakan sebuah langkah yang tepat dalam rangka turut berusaha mengembalikan kejayaan dunia Islam dalam bidang Teknologi.
DAFTAR PUSTAKA 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15.
Al-Qur’an Abdullah, Amin. (2006). Transformasi IAIN menjadi UIN Sunan Kalijaga. UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta BKSTI. (2007). Kurikulum Inti Teknik Industri. Sidang kurikulum inti BKSTI. Elsayed, E.A. & Boucher, Thomas O. (1994). Analysis and Control of Production Systems. Prentice Hall. New Jersey. Gasperzs, Vincent. (1992). Analisis Sistem Terapan. Tarsito. Bandung. Groover, M. P. (2001). Automation, Production Systems, and Computer-Integrated Manufacturing. New Jersey. Prentice Hall International, Inc. Hee-Han, Y., Zou, Chen., Bras, Bret., McGinnis, Leon., Carmichael, Carol. (2002). Paint Line Color Reduction in Automobile Assembly Through Simulation. Proceeding of 2002 Winter Simulation Conference. Hino, Satoshi (2005). Inside the Mind of Toyota: Management Principles for Enduring Growth. University Park, IL: Productivity Press. Imai, Masaaki (1994). KAIZEN. The Kaizen Institutre, New York. Liker, Jeffrey K. (2006), The Toyota Way, McGraw-Hill International. Nahmias, Steven. (1997). Production and Operation Analysis, McGrae-Hill, Singapura. Ohno, Taiichi (1988). Toyota Production System. Productivity Press. New York. Stevenson, William J. (2005). Operations Management. McGraw-Hill International. Suzaki, Kiyoshi. (1987). The New Manufacturing Challenge, McGraw-Hill Kogasuka, ltd, Tokyo. Tangkas, I Made Dana (2009). Aplikasi Otomasi di Toyota Motor Manufacturing Indonesia. Seminar Nasional Sistem Otomasi 2009, IMTI – HMTI UIN Sunan Kalijaga.
Surakarta, 2-5 November 2009