KETERKONTROLAN BEBERAPA SISTEM PENDULUM
SAKIRMAN
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
2009
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Keterkontrolan Beberapa Sistem Pendulum adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, September 2009 Sakirman NRP G551070251
ABSTRACT SAKIRMAN. Controllability of Several Pendulum System . Under supervision of TONI BAKHTIAR and ALI KUSNANTO Abstract It is well-known that controllability is the primary issue in control theory, where the control problem is to find a control input that causes the state or the output to behave in a desired way. The control existence of state and output control, as well as the input which will perform the desired control, depends on controllability of the system. In this thesis we characterize the controllability conditions of several pendulum systems in terms of the pendulum parameters. The conditions are derived from the so called controllability matrix. We show that direct and inverted pendulum systems are always controllable. We also reveal that the dual inverted pendulum are always controllable, provided that the length of the pendulums are not the same. Keywords: controllability, direct pendulum, inverted pendulum.
RINGKASAN SAKIRMAN. Keterkontrolan Beberapa Sistem Pendulum. Dibimbing oleh TONI BAKHTIAR dan ALI KUSNANTO Sistem kontrol merupakan sebuah sistem yang terdiri atas satu atau beberapa peralatan yang berfungsi untuk mengendalikan sistem lain yang berhubungan dengan sebuah proses. Sistem kontrol memegang peran yang sangat penting hampir pada semua rancang bangun teknologi, demikian pula dalam teknik, industri, olah raga maupun pendidikan. Sistem kontrol yang digunakan di pabrik maupun laboratorium pada berbagai macam industri barang maupun jasa menggunakan beberapa jenis basis kontroler. Supaya proses sistem dapat dikontrol, maka perlu dibuat model matematis yang menghubungkan antara masukan (input), proses, dan keluaran (output). Model pada sistem kontrol yang banyak digunakan adalah model persamaan keadaan. Dalam persamaan keadaan, persamaan diferensial dari sistem yang semula berorde n diubah menjadi n persamaan diferensial berorde satu secara simultan dan ditulis dalam notasi matriks Salah satu sistem kontrol yang sangat banyak manfaatnya adalah pendulum. Pendulum adalah suatu benda atau disebut bandul yang bisa digerakkan maju dan mundur atau depan dan belakang dengan melewati sebuah titik yang berulangulang. Pendulum merupakan suatu sistem atau alat yang dapat digunakan untuk menjelaskan konsep-konsep penting seperti kesetimbangan, momen inersia, besar percepatan gravitasi bumi pada suatu benda atau lainnya. Sistem pendulum biasa dan terbalik merupakan masalah standar di dalam teori pengendalian yang digunakan di laboratorium untuk menjelaskan konsepkonsep pengendalian linear seperti kestabilan sistem. Selain itu, sistem pendulum terbalik juga banyak digunakan untuk mengilustrasikan beberapa ide di dalam sistem pengendalian yang taklinear. Pada dasarnya tujuan utama dari sistem pendulum biasa dan terbalik adalah menjaga kesetimbangan pendulum dalam posisi tegak atau vertikal dengan mengaplikasikan sebuah gaya dorong (input) pada motor. Pada tesis ini, akan direkonstruksi pemodelan sistem pendulum biasa, terbalik tunggal, ganda, dan dual dengan lintasan datar dan miring, dan dilakukan identifikasi kondisi keterkontrolan sistem pendulum tersebut. Untuk sistem pendulum biasa dan terbalik tunggal dan ganda, dual dengan lintasan datar dan miring, pemodelan sistem pendulum didasarkan pada persamaan Euler-Lagrange yang berturut-turut terdiri atas dua buah dan tiga buah persamaan diferensial linear. Selanjutnya dari model yang diperoleh dialihkan ke dalam persamaan ruang keadaan secara simultan dan ditulis dalam bentuk matriks. Matriks tersebut berfungsi untuk menghubungkan output sistem dengan input. Selanjutnya akan ditentukan kondisi keterkontrolan sistem pendulum dengan matriks S yang memiliki pangkat penuh, kemudian dilakukan OBD (operasi baris dasar) terhadap matriks . Jika matriks S hasil OBD yang diperoleh berpangkat penuh maka sistem pendulum terkontrol. Jika matriks S yang diperoleh tidak berpangkat penuh maka sistem pendulum tak terkontrol.
Keterkontrolan sistem pendulum biasa dan terbalik tunggal, ganda dan dual dengan lintasan datar dan miring, dipengaruhi oleh panjang pendulum, massa motor dan massa pendulum yang diberikan terhadap sistem. Kata kunci: keterkontrolan, pendulum biasa, pendulum terbalik.
©Hak Cipta milik IPB, tahun 2009 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebut sumber. a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah. b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.
KETERKONTROLAN BEBERAPA SISTEM PENDULUM
SAKIRMAN
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Departemen Matematika
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008
Judul Tesis : Keterkontrolan Beberapa Sistem Pendulum Nama
: Sakirman
NIM
: G551070251
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. Toni Bakhtiar, M.Sc. Ketua
Drs. Ali Kusnanto, M.Si. Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Matematika Terapan
Dr. Ir. Endar H. Nugrahani, M.S.
Tanggal Ujian: 14 September 2009
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro,M.S.
Tanggal Lulus:
PRAKATA Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan segala rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul: Keterkontrolan Beberapa Sistem Pendulum. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan tesis ini masih banyak terdapat kekurangan, hal ini karena pengetahuan yang dimiliki oleh penulis sangat terbatas. Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat: 1. Bapak Dr. Toni Bakhtiar, M.Sc. dan Bapak Drs. Ali Kusnanto, M.Si. selaku pembimbing dan pendidik, pengajar yang dengan penuh kesabaran memberikan bimbingan, arahan, nasehat serta motivasi kepada penulis. 2. Bapak Drs. Siswandi, M.Si. selaku penguji Luar Komisi pada ujian tesis, pendidik dan pengajar yang telah memberikan saran dan kritikannya kepada penulis. 3. Depag RI yang telah membiayai Sekolah Pascasarjana pada Institut Pertanian Bogor periode 2007-2009. 4. Ketua Departemen, ketua Program Studi, dan seluruh staf pengajar serta staf administrasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam yang turut membantu proses penyelesaian tesis ini. 5. Kepala sekolah dan seluruh staf pengajar MAN 2 Batusangkar Kab. Tanah Datar yang turut mendo’akan dan memotivasi penulis dalam menyelesaikan tesis ini. 6. Kedua orang tua yang senantiasa mendo’akan penulis disetiap waktu dalam menyelesaikan tesis ini. 7. Istri tercinta dan anak-anak tersayang yang selalu mendo’akan penulis setiap detik dalam menyelesaikan tesis ini. 8. Seluruh teman-teman yang turut memotivasi dan membantu penyelesaian tesis ini. Penulis do’akan semoga segala bantuan, bimbingan dan pengarahan yang diberikan mendapat ganjaran yang berlipat ganda dari Allah SWT, dan semoga tesis ini bermanfaat bagi kita semua. Amin.
Bogor, September 2009
Sakirman
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kab. Padang Pariaman pada tanggal 01 Maret1967 dari ayah H. Akhiruddin (almarhum) dan ibu Hj.Rosma. Penulis merupakan putra ketiga dari empat bersaudara. Pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi pendidikan Fisika, Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan YDB Lubuk Alung, lulus tahun 1995 dan Jurusan Matematika Universitas Negeri Padang Sumatera Barat, lulus tahun 2004. Selama kuliah di STKIP YDB Lubuk Alung, penulis telah menjadi staf pengajar di SMAN 1 Sicincin tahun 1992, Tenaga Lapangan Dikmas tahun 19951997, staf pengajar SMAN 1 Sungai Limau tahun 1996-1997, dan MAN 2 Batusangkar sejak tahun 1997 sampai sekarang dan mendapat kesempatan mengikuti beberapa pelatihan antara lain: Pendidikan dan Pelatihan Pertanian (th. 1995), Pelatihan Penilik Paket A level II (th.1995), Pelatihan Penilik Dikmas dan Tenaga Lapangan Dikmas (TLD) (th. 1995), Pelatihan guru Madrasah Aliyah mata pelajaran fisika (th. 2000), Pendidikan dan Pelatihan guru Tingkat Madrasah Aliyah mata pelajaran fisika di lingkungan Depag (th. 2006), Pelatihan dan Sosialisasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) (th. 2006). Selanjutnya kesempatan untuk melanjutkan ke Program Magister pada program studi Matematika Terapan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor diperoleh pada tahun 2007 melalui beasiswa Departemen Pendidikan Agama Republik Indonesia.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR GAMBAR ..................................................................................
xii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ xiv PENDAHULUAN ........................................................................................ Latar Belakang .................................................................................... Tujuan Penelitian .................................................................................
1 1 4
LANDASAN TEORI DASAR Keterkotrolan ....................................................................................... Kontrol Lup Tertutup dan Kontrol Lup Terbuka ............................... Pelinearan Model Taklinear ............................................................... Persamaan Ruang Keadaan ................................................................
5 10 10 11
PEMODELAN SISTEM PENDULUM Sistem Pendulum Biasa dengan Lintasan Datar .................................. Sistem Pendulum Terbalik dengan Lintasan Datar ............................. Sistem Pendulum Terbalik dengan Lintasan Miring ...........................
16 18 23
KETERKONTROLAN Persamaan Ruang Keadaan ................................................................. Sistem Pendulum Biasa dengan Lintasan Datar ............................. Sistem Pendulum Terbalik dengan Lintasan Datar ......................... Sistem Pendulum Terbalik dengan Lintasan Miring ......................
28 28 29 31
Keterkontrolan Sistem Pendulum ....................................................... Sistem Pendulum Biasa dengan Lintasan Datar ............................. Sistem Pendulum Terbalik dengan Lintasan Datar ......................... Sistem Pendulum Terbalik dengan Lintasan Miring ......................
34 34 35 38
SIMULASI MODEL ....................................................................................
43
SIMPULAN DAN SARAN .........................................................................
57
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................
58
LAMPIRAN .................................................................................................
60
DAFTAR GAMBAR Halaman 1
Jenis sistem pendulum ........................................................................
3
2
Sistem kontrol lup tertutup ................................................................
10
3
Sistem kontrol lup terbuka .................................................................
10
4
Sistem pendulum biasa........................................................................
14
5
Sistem pendulum terbalik dengan lintasan datar ................................
14
6
Sistem pendulum terbalik dengan lintasan miring .............................
15
7
Sistem pendulum biasa dengan lintasan datar .....................................
17
8
Sistem pendulum terbalik tunggal dengan lintasan datar ....................
18
9
Sistem pendulum terbalik ganda dengan lintasan datar .......................
19
10
Sistem pendulum terbalik dual dengan lintasan datar ..........................
21
11
Sistem pendulum terbalik tunggal dengan lintasan miring ..................
23
12
Sistem pendulum terbalik ganda dengan lintasan miring ....................
24
13
Sistem pendulum terbalik dual dengan lintasan miring .......................
25
14
Grafik sistem pendulum biasa yang tak stabil ....................................
43
15
Grafik sistem pendulum biasa yang stabil ..........................................
44
16
Grafik sistem pendulum terbalik tunggal dengan lintasan datar takstabil
45
17
Grafik sistem pendulum terbalik tunggal dengan lintasan datar stabil
45
18
Grafik sistem pendulum terbalik ganda dengan lintasan datar takstabil
46
19
Grafik sistem pendulum terbalik ganda dengan lintasan datar stabil ...
47
20
Grafik sistem pendulum terbalik dual dengan lintasan datar takstabil
47
21
Grafik sistem pendulum terbalik dual dengan lintasan datar stabil .....
48
22
Grafik sistem pendulum terbalik tunggal dengan lintasan miring takstabil 48
23
Grafik sistem pendulum terbalik tunggal dengan lintasan miring stabil
49
24
Grafik sistem pendulum terbalik ganda dengan lintasan miring takstabil
49
25
Grafik sistem pendulum terbalik ganda dengan lintasan miring stabil
50
26
Grafik sistem pendulum terbalik dual dengan lintasan miring takstabil
50
27
Grafik sistem pendulum terbalik dual dengan lintasan miring stabil...
51
28
Grafik sistem pendulum terbalik ganda dengan lintasan datar takstabil
52
29
Grafik sistem pendulum terbalik dual dengan lintasan datar takstabil
53
30
Grafik sistem pendulum terbalik ganda dengan lintasan miring takstabil
54
31
Grafik sistem pendulum terbalik dual dengan lintasan miring takstabil
55
32
Grafik rasio panjang kedua pendulum dan tracking error optimal .....
56
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1
Penggunaan Deret Taylor....................................................................
61
2
Bukti Teorema 1 ..................................................................................
62
3
Penjabaran
...................................................................................
63
4
Persamaan keadaan Takhomogen .......................................................
64
5
Pendekatan Transformasi Laplace ......................................................
65
6
Rekonstruksi Model Sistem Pendulum Biasa .....................................
68
7
Persamaan Euler Lagrange pada Sistem Pendulum Biasa .................
69
8
Pelinearan Model Sistem Pendulum Biasa Tunggal dengan Lintasan Datar ....................................................................................................
9
Rekonstuksi Model Sistem Pendulum Terbalik Tunggal dengan Lintasan Datar ....................................................................................................
10
77
Pelinearan Model Sistem Pendulum Terbalik Ganda dengan Lintasan Datar ....................................................................................................
14
74
Persamaan Euler Lagrange Sistem Pendulum Ganda dengan Lintasan Datar ....................................................................................................
13
73
Rekonstruksi Model Sistem Pendulum Terbalik Ganda dengan Lintasan Datar ....................................................................................................
12
71
Pelinearan Model Sistem PendulumTerbalik Tunggal dengan Lintasan Datar ....................................................................................................
11
70
79
Rekonstruksi Model Sistem Pendulum Terbalik Dual dengan Lintasan Datar ....................................................................................................
83
15
Pelinearan Sistem Pendulum Terbalik Dual dengan Lintasan Datar .
86
16
Rekonstruksi Model Sistem Pendulum Terbalik dengan Lintasan Miring 88
17
Pelinearan Sistem Pendulum Terbalik Tunggal dengan Lintasan Miring
18
Rekonstruksi Model Sistem Pendulum Terbalik Ganda dengan Lintasan
90
Miring..................................................................................................
92
19
Pelinearan Sistem Pendulum Ganda Terbalik dengan Lintasan Miring
97
20
Rekonstruksi Model Sistem Pendulum Terbalik Dual dengan Lintasan Miring..................................................................................................
102
21
Pelinearan Sistem Pendulum Terbalik Dual dengan Lintasan Miring
106
22
Keterkontrolan Sistem Pendulum Biasa dengan Lintasan Datar ......
110
23
Keterkontrolan Sistem Pendulum Terbalik Tunggal dengan Lintasan Datar ...................................................................................................
24
Keterkontrolan Sistem Pendulum Terbalik Ganda dengan Lintasan Datar ...................................................................................................
25
29
120
Keterkontrolan Sistem Pendulum Terbalik Ganda dengan Lintasan Miring.................................................................................................
28
116
Keterkontrolan Sistem Pendulum Terbalik Tunggal dengan Lintasan Miring.................................................................................................
27
112
Keterkontrolan Sistem Pendulum Terbalik Dual dengan Lintasan Datar ................................................................................................
26
111
121
Keterkontrolan Sistem Pendulum Terbalik Dual dengan Lintasan Miring.................................................................................................
126
Sintaks Matlab untuk mencari Vektor K dan Simulasi .....................
133
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Drs. Siswandi, M.Si.
1
I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Sistem kontrol atau sistem kendali dalam hampir semua rancang bangun teknologi memegang peran yang sangat penting, demikian pula dalam teknik, industri, olah raga maupun pendidikan. Sistem kontrol yang digunakan di pabrik maupun laboratorium pada berbagai macam industri barang maupun jasa menggunakan beberapa jenis basis kontroler. Sistem kontrol merupakan sebuah sistem yang terdiri atas satu atau beberapa peralatan yang berfungsi untuk mengendalikan sistem lain yang berhubungan dengan sebuah proses. Dalam suatu industri, semua variabel proses seperti daya, temperatur dan laju alir harus dipantau setiap saat. Bila variabel proses tersebut berjalan tidak sesuai dengan yang diharapkan, maka sistem kontrol dapat mengendalikan proses tersebut sehingga sistem dapat berjalan kembali sesuai dengan yang diharapkan. Sistem kontrol dapat digunakan di dalam pabrik, gedung-gedung maupun dalam bidang teknik. Sistem kontrol sudah berkembang sejak awal abad ke-20, yaitu dengan ditemukannya sistem kontrol proporsional, integral dan diferensial. Dalam perkembangannya, ketiga sistem kontrol tersebut digabung menjadi satu, menjadi sistem kontrol PID (Proporsional, Integral, Diferensial). Sistem kontrol PID hanya dapat digunakan untuk sistem proses yang berbentuk linear dengan satu masukan dan satu keluaran (SISO). Untuk mengatasi hal ini, maka dikembangkan sistem kontrol yang lebih canggih, yaitu sistem terkontrol. Supaya sistem proses tersebut dapat dikontrol, maka perlu dibuat model matematis yang menghubungkan antara masukan (input), proses, dan keluaran (output). Pada sistem control, model yang banyak digunakan adalah model persamaan keadaan. Dalam persamaan keadaan, persamaan diferensial dari sistem yang semula berorde n diubah menjadi n persamaan diferensial berorde satu secara simultan dan ditulis dalam notasi matriks. Metode persamaan keadaan
2
banyak digunakan dalam menganalisis suatu sistem, karena metode tersebut mempunyai banyak keuntungan yaitu: 1. Notasinya mudah dan dapat dibentuk ke dalam sistem persamaan diferensial. 2. Notasinya seragam untuk semua sistem tanpa mempedulikan orde persamaannya, dan
dapat diselesaikan dengan menggunakan teknik yang
sudah ada. 3. Dapat digunakan untuk mengetahui karakteristik dan tingkah laku sistem secara lebih lengkap (Hasan, 1998). Dengan menggunakan model persamaan keadaan, maka sistem kontrol optimal dapat diterapkan pada sistem proses yang kompleks. Sistem kontrol optimal dapat digunakan untuk mengendalikan sistem proses yang berbentuk linear maupun taklinear. Sistem kontrol optimal juga dapat digunakan untuk mengontrol sistem proses dengan banyak masukan dan banyak keluaran. Untuk kajian terhadap aspek teoritis sistem kontrol telah banyak dilakukan. Misalnya (Woodyatt et al. 1997) mengkaji kendala-kendala fundamental dalam pengendalian sistem pendulum terbalik dengan satu masukan (input) dan dua keluaran (output). Ogata (1997) mengemukakan sistem kontrol berumpan balik (feedback control system) adalah sistem kontrol yang cenderung menjaga hubungan yang telah ditentukan antara keluaran dan masukan acuan dengan membandingkannya dan menggunakan selisih sebagai alat pengontrol. Salah satu sistem kontrol yang sangat banyak manfaatnya adalah pendulum. Pendulum merupakan suatu sistem atau alat yang dapat digunakan untuk menjelaskan konsep penting dalam dunia pendidikan seperti kesetimbangan. Pendulum juga dapat digunakan untuk menentukan momen inersia dan besar percepatan gravitasi bumi pada suatu benda. Sistem pendulum secara umum dapat dibedakan atas dua jenis yaitu:
3
1. Pendulum biasa (direct pendulum) x
u
µ
θ 2l η
mg 2. Pendulum terbalik (inverted pendulum).
η 2l
θ
mg
u
µ x
Gambar 1 Jenis Sistem Pendulum Pada saat sekarang pendulum biasa dan pendulum terbalik merupakan alat yang sangat penting dalam dunia pendidikan dan penelitian di bidang teknik pengendalian (control engineering) Ogata (1997). Sistem pendulum terbalik memiliki beberapa karakteristik antara lain: 1. Taklinear dan tak stabil. 2. Dapat dilinearkan di sekitar titik kesetimbangan. 3. Kompleksitasnya dapat ditingkatkan melalui penambahan pendulum atau modifikasi lainnya. 4. Mudah diterapkan dalam sistem aktual. Dari kelebihan di atas berbagai teori pengendalian (control theory) banyak dievaluasi
dan
bila
dibandingkan
melalui
pengujian
sistem
pendulum
(Microrobot, 2007). Sistem pendulum terbalik dapat menjaga kesetimbangan pendulum dalam posisi tegak atau vertikal dengan memberikan sebuah gaya dorongan (input) pada motor. Seiring berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, pengujian melalui sistem pendulum banyak digunakan pada berbagai bidang seperti: bidang teknik pendulum terbalik banyak dipakai untuk memantau
4
pergerakan pondasi bendungan, jembatan, dermaga, dan struktur bangunan lainnya. Pada bidang industri banyak digunakan pengangkat peti kemas (cranes) bekerja atas dasar pendulum biasa. Taurasi (2005) mengemukakan bahwa pendulum terbalik dapat dimanfaatkan untuk mendeteksi usikan gelombang seismik oseanik, dan asmosferik. Bidang fisiologi dan ilmu olah raga, prinsip kerja pendulum terbalik banyak digunakan untuk mengkaji kesetimbangan manusia (Loram et al. 2006). Hal lain yang juga perlu diperhatikan adalah bagaimana spesifikasi rancangan pada pendulum dapat dicapai. Sistem kontrol yang baik adalah sistem kontrol yang mempunyai daya tanggap yang cepat dan stabil, tetapi tidak memerlukan energi yang berlebihan. Sistem kontrol demikian dapat dicapai melalui pengaturan indeks performansi yang tepat. Sistem kontrol dapat diterapkan pada sistem pendulum biasa dan terbalik. Sistem pendulum terbalik terdiri dari tunggal, ganda, dual dengan lintasan datar dan miring. Tiap sistem pendulum mempunyai beberapa kondisi keterkontrolan yang berbeda-beda. Sehingga dalam kajian ini akan dipelajari keterkontrolan beberapa sistem pendulum.
1.2 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi kondisi keterkontrolan beberapa sistem pendulum, yaitu: 1. Sistem pendulum biasa tunggal dengan lintasan datar. 2. Sistem pendulum terbalik tunggal dengan lintasan datar. 3. Sistem pendulum terbalik ganda dengan lintasan datar. 4. Sistem pendulum terbalik dual dengan lintasan datar. 5. Sistem pendulum terbalik tunggal dengan lintasan miring. 6. Sistem pendulum terbalik ganda dengan lintasan miring. 7. Sistem pendulum terbalik dual dengan lintasan miring.
5
II LANDASAN TEORI
2.1 Keterkontrolan Untuk mengetahui persoalan sistem kontrol mungkin tidak ada, jika sistem yang ditinjau tidak terkontrol. Walaupun sebagian besar sistem terkontrol ada, akan
tetapi
pemodelan
matematika
mungkin
tidak
mempunyai
sifat
keterkontrolan. Oleh karena itu, kita perlu mengetahui syarat keterkontrolan sistem (Ogata, 1997). Definisi 1. Keterkontrolan State x(t) dikatakan terkontrol pada saat
t0 jika terdapat suatu fungsi
input u(t) untuk memindahkan state x(t) awal ke suatu state akhir x(tf) pada waktu yang terbatas (tf t0) 0. Jika setiap state x(t0) sistem terkontrol pada selang waktu terbatas maka sistem terkontrol secara sempurna (Kuo, 1987). Suatu sistem disebut terkontrol pada saat t0 jika dengan menggunakan vektor kontrol tanpa kendala kita dapat memindahkan sistem dari keadaan awal sembarang x(t0) ke keadaan lain sembarang dalam selang waktu yang terhingga. Keterkontrolan dari sistem kontinu = x(t) + u(t)
(2.1)
di mana x(t)=vektor keadaan (vektor n-dimensi) sinyal kontrol = matriks nxn = matriks nx1. Sistem terkontrol pada saat
t0 jika dapat menentukan sinyal kontrol tanpa
kendala yang akan memindahkan suatu keadaan awal ke keadaan akhir sembarang dalam selang waktu terhingga t0 ≤ t ≤ t1 (Ogata, 1997).
Contoh. Ditinjau dari sistem yang didefinisikan oleh: 1.
6
6
Misalkan ,
,
=
6 6
, .
Sehingga bentuk matriks dapat ditulis sebagai berikut: 0 6
1 1
0 6
A
1 . 1
Maka bentuk persamaan adalah
.
6
2.
(t)
Misalkan ,
,
,
6 + (t)
= 6
(t).
Sehingga bentuk matriks dapat ditulis sebagai berikut: 0 6
1 1
+
0 1
maka bentuk persamaan adalah dengan
=
0 6
1 1
dan =
0 1 0
misalkan u(t)=k , k konstan dengan nilai awal
0 dan
0
0 maka
diperoleh solusi umum dari persamaan tersebut adalah: 1 . 6 Dari nilai awal yang diberikan maka konstanta
dan B dapat disubstitusi
dengan konstanta k, sehingga solusi persamaan diferensial adalah . Misalkan
.
7
Sebab terdapat input kontrol sembarang state
sehingga state
dapat dicapai pada
maka sistem terkontrol.
Definisi 2. Matriks B dikatakan ekivalen baris (row equivalent) dengan A jika terdapat baris matriks-matriks elementer E1,E2,...,Ek sehingga: B Ek Ek-1...E1 A. Dengan perkataan lain, B ekivalen baris dengan A jika B dapat diperoleh dari A melalui serangkaian operasi baris yang berhingga banyaknya (Leon 2001). Definisi 3. Jika A adalah matriks
x , maka ruang bagian dari R1xn yang
direntang oleh vektor-vektor baris dari A disebut ruang baris dari A. Ruang bagian dari Rm yang direntang oleh vektor-vektor kolom A disebut ruang kolom dari A (Leon 2001). Contoh. Misalkan A=
1 0 0 . 0 1 0
Ruang baris dari A adalah himpunan vektor yang berbentuk α(1,0,0)+β(0,1,0)=(α, β, 0 . Ruang kolom dari A adalah himpunan semua vektor yang berbentuk α
1 0 +β 0 1
0 = 0
.
Jadi ruang baris dari A adalah ruang bagian yang berdimensi dua dari R1x3 dan ruang kolom dari A adalah R2. Definisi 4. Pangkat dari matriks Suatu matriks submatriks x
nxn dikatakan mempunyai pangkat dari
sedemikian sehingga determinan dari
nol dan setiap determinan dari submatriks
x
(di mana
jika ada suatu tidak berharga 1) dari
berharga nol. Jika pangkat matriks A adalah n maka matriks A disebut berpangkat penuh (Ogata, 1997).
8
Contoh. Tinjau matriks berikut: 1 0 1 1 Perhatikan bahwa | |
2 1 0 1
3 1 1 0
4 0 . 2 2
0. Salah satu submatriks terbesar yang determinannya
tidak berharga nol adalah 1 2 0 1 1 0
3 1 . 1
Sehingga Pangkat dari matriks A adalah 3. Selain didefinisi seperti di atas, pangkat suatu matriks dapat didefinisikan berdasarkan dimensi dari ruang barisnya. Definisi 5. Pangkat dari suatu matriks A adalah dimensi dari ruang baris dari A. Untuk menentukan pangkat dari suatu matriks, dengan mereduksikan matriks yang bersangkutan menjadi eselon baris. Baris-baris taknol dari matriks eselon baris akan membentuk basis untuk ruang barisnya (Leon 2001). Contoh. Misalkan
1 2 1
2 5 4
3 1 . 7
Dengan mereduksikan A menjadi eselon baris, maka diperoleh matriks 1 0 0
2 1 0
3 5 0
Jelas bahwa (1, -2, 3) dan (0, 1, 5) membentuk basis untuk ruang baris dari U. Karena U dan A ekivalen baris, maka matriks memiliki ruang baris yang sama sehingga pangkat dari A adalah 2. Teorema 1. Dua matriks yang ekivalen baris memiliki pangkat yang sama (Leon 2001). Bukti. Jika B ekivalen baris dengan A, maka B dapat dibentuk dari A dengan sebarisan operasi baris yang berhingga banyaknya. Jadi vektor-vektor baris dari B harus merupakan kombinasi linear dari vektor-vektor baris dari A. Sebagai
9
akibatnya, ruang baris dari B harus merupakan ruang bagian dari ruang baris A. Karena A ekivalen baris dengan B, maka dengan alasan yang sama, ruang baris dari A adalah ruang bagian dari ruang baris B. Dengan demikian A dan B memiliki ruang baris yang sama. Karena pangkat suatu matriks merupakan dimensi dari ruang barisnya maka dapat disimpulkan bahwa pangkat A sama dengan pangkat B. Definisi 6. Suatu sistem dikatakan memiliki bentuk segitiga jika koefisien1 peubah yang pertama dalam persamaan ke- semuanya nol
koefisien dari dan koefisien dari
adalah bukan nol (
1,2, . . . , ) Leon (2001).
Contoh. Selesaikan sistem 2
3
2
1
2
3
2
4
3
3
4
4
Penyelesaian dengan menggunakan substitusi balik,kita peroleh:
2
4
4
1
4
3.1
3
0
2
3
2
3
2
1
1 1
Jadi penyelesaiannya adalah (1, -1, 0, 1). Selain menggunakan definisi seperti di atas, bentuk segitiga atas juga dapat didefinisikan berdasarkan dari eselon baris tereduksi. Definisi 7. Suatu sistem dikatakan memiliki bentuk eselon baris tereduksi jika: 1. Matriks memiliki bentuk eselon baris. 2. Entri bukan nol pertama dalam setiap baris adalah satu-satunya entri yang bukan nol dalam kolom yang bersangkutan. Matriks-matriks berikut memiliki bentuk eselon baris tereduksi. 1 1 2
2 3 0 1 2 3 3 2 E21(-1)E31(-2) 0 1 5 7 3 0 1
3 0 1 2 0 2 E32(-1) 0 1 1 3 0 0
3 0 0 2 . 1 1
10
Proses menggunakan operasi-operasi baris elementer untuk mengubah suatu matriks menjadi bentuk eselon baris tereduksi disebut reduksi Gauss-Jordan (Gauss-Jordan reduction) Leon (2001). Teorema 2. Keterkontrolan Sistem pada persamaan (2.1) terkontrol secara sempurna dengan syarat perlu dan cukup bahwa matriks S berikut memiliki pangkat penuh (Kuo, 1987): S= |
|. . . |
]
(bukti lihat Lampiran 2).
2.2 Kontrol Lup Tertutup dan Kontrol Lup Terbuka Sistem kontrol lup tertutup adalah sistem kontrol yang sinyal keluarannya mempunyai pengaruh langsung, pada aksi pengontrolan. Gambar menunjukkan hubungan masukan-keluaran dari sistem kontrol lup tertutup (Ogata, 1997).
masukan
Kontroler
Plant atau Proses
keluaran
Elemen ukur Gambar 2 Sistem kontrol lup tertutup Sistem kontrol lup terbuka adalah sistem kontrol yang keluarannya tidak berpengaruh langsung, pada aksi pengontrolan. Kontrol lup terbuka dapat digunakan dalam praktek hanya jika hubungan antara masukan dan keluaran diketahui dan jika tidak terdapat gangguan internal maupun eksternal (Ogata, 1997). masukan
Kontroler
Plant atau Proses
keluaran
Gambar 3 Sistem kontrol lup terbuka
2.3
Pelinearan Model Taklinear Ogata (1997) mengemukakan bahwa untuk mendapatkan model matematika
yang linear dari sistem yang taklinear, maka diasumsikan bahwa terjadi simpangan yang sangat kecil di sekitar titik kesetimbangan.
11
Definisi 8. Deret Taylor Satu Peubah Andaikan
dan semua turunannya,
selang [a,b]. Misalkan
,
,
,
, … kontinu di dalam
[a,b], maka untuk nilai-nilai x di sekitar
dan
[a,b], f(x) dapat diekspansi ke dalam deret Taylor sebagai berikut (Ogata, 1997): !
!
(2.5)
!
Definisi 9. Deret Taylor Dua Peubah Suatu sistem yang keluarannya peubah
dan
, sedemikian rupa sehingga ,
merupakan fungsi masukan dari dua buah
.
(2.6)
Untuk memperoleh pendekatan linear pada sistem taklinear ini, dengan menguraikan persamaan (2.6) menjadi deret Taylor dua peubah di sekitar
,
.
Selanjutnya persamaan menjadi ,
, 2
!
(2.7)
di mana turunan parsialnya dihitung pada
dan
. Di sekitar titik
kerja normal, bentuk-bentuk orde tinggi dapat diabaikan. Model matematika linear dari sistem taklinear ini di sekitar
kondisi kerja normal selanjutnya
diberikan oleh ,
,
(2.8)
di mana ,
,
,
(Ogata, 1997).
2.4 Persamaan Ruang Keadaan Secara khusus bentuk sederhana persamaan ruang keadaan (state space) merupakan bentuk persamaan diferensial biasa berorde satu dengan dimensi n dan persamaan keluaran (output) dengan dimensi berikut (Ogata, 1997).
yang didefinisikan sebagai
12
Defnisi 10. Diberikan sistem persamaan ruang keadaan dan persamaan keluaran berturut-turut sebagai berikut , ,
,
(2.9)
g , , .
(2.10)
Jika vektor fungsi f , g bergantung terhadap t, maka persamaan (2.9) dan (2.10) disebut sistem parameter-berubah (time-varying). Jika sistem tersebut dilinearkan, maka persamaan linear ruang keadaan dan persamaan keluarannya dituliskan sebagai y
=A(t) x(t) + B(t) u(t)
(2.11)
= C(t) x(t) +D(t) u(t)
(2.12)
dengan A(t), B(t), C(t), D(t) adalah matriks-matriks yang bergantung terhadap peubah t, x adalah vektor peubah keadaan (variable state), y adalah keluaran (output) sistem, dan u adalah input kendali. Jika vektor fungsi f, g tidak bergantung terhadap t, maka persamaan (2.9) dan (2.10) disebut sistem parameter-konstan (time-invariant). Di dalam kasus ini persamaan (2.9) dan (2.10) dituliskan sebagai ,
g ,
,
(2.13)
.
(2.14)
Jika sistem tersebut dilinearkan, maka persamaan linear ruang keadaan dan persamaan keluarannya dituliskan sebagai y
=Ax(t) + Bu(t)
(2.15)
= Cx(t) +Du(t)
(2.16)
dengan A,B,C,D adalah matriks-matriks bernilai real, x adalah vektor peubah keadaan (variable state), y adalah keluaran (output) sistem, dan u adalah input kendali. Suatu sistem kendali linear berdimensi terbatas dan invariant waktu diberikan oleh sistem Σ = (A,B,C,D) dengan A
Rnxn, B
Rnxm, C
Rrxn, dan D
Rrxm . Sistem adalah input tunggal dan output tunggal (SISO) jika m = r = 1 dan sistem adalah multi input dan multi output (MIMO) jika m = r ≠ 1.
Contoh. Tinjau sistem yang didefinisikan oleh:
13
6
11
6
6 .
Di mana y adalah keluaran dan u adalah masukan sistem, akan dicari persamaan ruang keadaan dari sistem. Pilihlah variabel keadaan sebagai berikut: ,
, dan
.
Selanjutnya diperoleh
6
11
6
6 .
Dari ketiga persamaan diperoleh dengan menyelesaian persamaan diferensial asal untuk
suku ,
tertinggi
dan
kemudian
disubstitusikan
turunan
yang
,
ke dalam persamaan yang diperoleh. Sehingga bentuk
matriks yang diperoleh dari ketiga persamaan diferensial orde pertama dapat digabungkan menjadi satu, yaitu: 0 0 6
1 0 11
0 1 6
0 +0 6
Persamaan keluaran dinyatakan dengan 1 0
0
.
.
14
III PEMODELAN SISTEM PENDULUM Penelitian ini membahas keterkontrolan sistem pendulum, dengan menentukan model matematika dari beberapa sistem pendulum, dan dilakukan analisis dan menyederhanakan permasalahan dengan menggunakan persamaan ruang keadaan yang dibentuk matriks persegi. Kemudian dilakukan operasi baris dasar (OBD) hingga membentuk matriks segitiga atas pada sistem pendulum biasa dan pendulum terbalik. Gambar 4, 5, dan 6 berikut mengilustrasikan satu buah pendulum biasa dan terbalik tunggal dengan lintasan datar dan miring, dan dua buah pendulum terbalik ganda dan dual dengan lintasan datar dan miring, dimuat pada motor yang dapat digerakkan. Diasumsikan pendulum biasa dan terbalik bergerak dalam dua dimensi berturut-turut, yaitu bergerak ke arah depan atau ke arah belakang, dan maju atau mundur, dengan posisi awal pendulum berada di titik nol, dan pendulum bergerak dari keadaan diam. x
u
µ
θ 2l η
mg Gambar 4 Sistem Pendulum Biasa
η 2
2l
θ
2
mg
u
µ
u
g
g
µ u
x (a) Tunggal
2
g
x (b) Ganda
(c) Dual
Gambar 5 Sistem Pendulum Terbalik dengan Lintasan Datar
2
g
µ x
15
mg
µ
u
2
2
θ 2l
x
g
µ
x u
u
α
x
α
α
(a) Tunggal
µ
(b) Ganda
(c) Dual
Gambar 6 Sistem Pendulum Terbalik dengan Lintasan Miring
massa motor (kg)
massa pendulum (kg)
posisi motor (m)
panjang pendulum (m)
g
percepatan grafitasi bumi (m/s)
gaya bekerja pada motor (N)
friksi (gaya gesekan) antara motor dengan lintasan (N)
friksi (gaya gesekan) antara pendulum dengan motor (N)
sudut antara pendulum dengan garis normal
Sudut kemiringan lintasan massa pendulum (kg)
panjang pendulum (m)
friksi (gaya gesekan) antara pendulum dengan motor (N) friksi (gaya gesekan) antara pendulum dengan pendulum (N)
1,2.
Massa motor dan pendulum masing-masing dilambangkan dengan
dan m
dengan satuan kilogram. Posisi pendulum awal dinotasikan titik nol, dan panjang pendulum dilambangkan 2l(
dinyatakan dalam meter. Pendulum diasumsikan
seragam (uniform) sehingga momen inersia adalah antara motor dengan lintasan sebesar pendulum dengan pendulum sebesar dengan adalah cukup kecil.
. Diasumsikan friksi
, pendulum dengan motor sebesar
,
, dan sudut yang dibentuk oleh pendulum
16
Jika pendulum diberi gaya dorong sebesar u, maka diperoleh berturut-turut total energi kinetik (Ek), total energi potensial (Ep) dan total energi kinetik yang diakibatkan friksi ( ) antara motor dengan lintasan, pendulum dengan motor, dan pendulum dengan pendulum. Untuk menyamaratakan koordinat perlu diperhatikan gerak translasi motor x, gerak osilasi pendulum pertama θ1, dan gerak osilasi pendulum kedua θ2 sebagai dua dan tiga buah keluaran yang selalu berubah-ubah jika diberikan gaya dorong u. Dengan
adalah kecepatan motor dan
,
adalah kecepatan
anguler pendulum pertama dan kedua pada saat t. Sedangkan ,
dan
adalah percepatan motor, percepatan sudut pendulum pertama dan
kedua pada saat t. Deskripsi matematika dari karakteristik dinamik suatu sistem disebut model matematika (Ogata 1997). Untuk mendapatkan model matematika pada sistem pendulum biasa dan terbalik tunggal, ganda, dan dual maka dapat digunakan persamaan Euler-Lagrange (Thompson, 1990). Karena persamaan diperoleh taklinear maka dilinearkan terlebih dahulu. Dengan mengasumsikan sudut yang dibentuk oleh pendulum θ adalah cukup kecil, maka persamaan tersebut dapat dituliskan sin 0. Diasumsikan juga bahwa
dan 0, dan
0
0, 0
, cos 0,
1, 0
0, 0,
0
0 yang artinya posisi awal motor masing-masing ada di titik 0, motor
dan pendulum bergerak dari keadaan diam. Untuk menentukan keterkontrolan sistem pendulum biasa dan terbalik tunggal, ganda, dan dual dengan lintasan datar dan miring, maka diasumsikan friksi antara motor dengan lintasan
adalah 0, friksi pendulum dengan motor
0 dan friksi pendulum dengan pendulum pertama dan kedua
0.
3.1 Sistem Pendulum Biasa dengan Lintasan Datar Pada bagian ini diperhatikan sistem pendulum biasa tunggal seperti Gambar 7 berikut, mengilustrasikan satu buah pendulum biasa tunggal dengan lintasan datar dapat digerakkan. Diasumsikan pendulum biasa bergerak dalam dua dimensi yaitu bergerak ke arah depan atau ke arah belakang, dengan posisi awal pendulum berada di titik nol, dan pendulum bergerak dari keadaan diam.
17
x
µ
u 2l
θ
η
mg Gambar 7 Sistem Pendulum biasa. Dari Gambar 7 penurunan persamaan energi (lihat Lampiran 6) yang diperoleh persamaan sebagai berikut: Ek
cos
m)
(3.1)
Ep
mgl cosθ 3.2
D
. 3.3)
Bentuk umum fungsi Lagrange
dari sistem dinyatakan sebagai berikut:
Ek Ep
(3.4)
dengan Ek adalah total energi kinetik, Ep adalah total energi potensial, dan adalah total energi kinetik akibat friksi. Dengan mensubstitusikan persamaan (3.1) dan (3.2) ke persamaan (3.4), maka diperoleh fungsi Lagrange sebagai berikut. L =
m)
g cos .
cos
Misalkan vektor koordinat sistem adalah q = ( , ) dengan = θ dan misalkan
dan
(3.5) = x dan
maka persamaan Euler-Lagrange
untuk sistem ini diberikan sebagai berikut (lihat Lampiran 7): Untuk gerak translasi motor (
–
(
–
(3.6)
Untuk gerak osilasi pendulum 0.
(3.7)
18
Dari persamaan Euler-Lagrange persamaan (3.3) dan (3.5) diperoleh persamaan taklinear sebagai berikut (lihat Lampiran 8). cos cos
sin
sin
(3.8)
g sin
sin
0. (3.9)
Bentuk linear dari persamaan (3.8) dan (3.9) sebagai berikut:
g
θ
(3.10) (3.11)
0.
Untuk menentukan keterkontrolan sistem pendulum biasa dengan lintasan datar maka diasumsikan friksi antara motor dengan lintasan pendulum dengan motor l
3.2
θ
=0 dan friksi
=0 sehingga diperoleh persamaan sebagai berikut:
g
(3.12) (3.13)
0.
Sistem Pendulum Terbalik Dengan Lintasan Datar
3.2.1 Sistem Pendulum Terbalik Tunggal dengan Lintasan Datar Penurunan model sistem pendulum terbalik dengan lintasan datar seperti Gambar 8 berikut. Diasumsikan Motor bergerak dalam dua dimensi yaitu motor dan pendulum bergerak maju atau mundur dalam bidang datar.
η θ
2l mg
u
M
µ x
Gambar 8 Sistem Pendulum Terbalik Dengan Lintasan Datar. Penurunan persamaan energi (lihat Lampiran 9) diperoleh persamaan sebagai berikut: Ek Ep
m)
gl cosθ
cos
(3.14) (3.15)
19
.
(3.16)
Fungsi Lagrange diperoleh L
Disederhanakan
g cos .
cos
m)
persamaan Euler-Lagrange dari
(3.17)
persamaan (3.16) dan
(3.17) adalah taklinear (lihat Lampiran 10) diperoleh cos cos
sin
sin
(3.18)
g sin
sin
0.
(3.19)
Bentuk linear dari persamaan (3.18) dan (3.19) sebagai berikut (M+m)
ml +
m (Edisusanto. 2008).
=
(3.20)
g sin
0
(3.21)
Selanjutnya persamaan disederhanakan dengan mengasumsikan
=0 dan
=0 maka diperoleh:
θ
g
(3.22) (3.23)
0.
3.2.2 Sistem Pendulum Terbalik Ganda (Double) dengan Lintasan Datar Gambar 9 mengilustrasikan dua buah pendulum terbalik dimuat pada motor yang dapat digerakkan. Diasumsikan motor bergerak dalam dua dimensi, yaitu motor bergerak ke arah maju atau ke arah mundur, sedangkan pendulum pertama atau kedua bergerak maju atau mundur dalam bidang datar. 2
g
2
g
u
µ x
Gambar 9 Sistem Pendulum Terbalik Ganda
20
Penurunan persamaan energi (lihat Lampiran 11) diperoleh persamaan sebagai berikut: 2
+ 2
g
=
cos
cos
cos
2
g (2 cos
+
cos
=
(3.24) (3.25)
cos .
(3.26)
Fungsi Lagrange diperoleh 2
cos
cos
2
M+ 2 cos
g (2 cos
cos g
(3.27)
.
cos
Misalkan vektor koordinat sistem adalah q = ( , = θ, dan
=
, misalkan
,
,
) dengan
=x,
maka persamaan
dan
Euler-Lagrange untuk sistem ini diberikan sebagai berikut (lihat Lampiran 12): Untuk gerak translasi motor (
–
.
(3.28)
0.
(3.29)
0.
(3.30)
Untuk gerak osilasi pendulum pertama (
–
Untuk gerak osilasi pendulum kedua (
-
Selanjutnya persamaan Euler-Lagrange dari persamaan (3.26) dan (3.27) diperoleh persamaan taklinear sebagai berikut (lihat Lampiran 13). • ( + cos •
2 2
2
2
)
2
sin +
sin
cos
(3.31) 2
cos
2
2
sin
g sin
cos
sin sin
2 0
4 2
sin
sin g sin (3.32)
21
•
cos
sin
2
2
sin
2
sin -2
sin
cos sin g sin
0. (3.33)
Diperoleh persamaan linear sebagai berikut: • (
2
)
•
2
g
2 •
(3.34)
4
+ g
2
0
(3.35) g
2
0
(3.36)
(Assidiqi 2008). Diasumsikan friksi antara motor dengan lintasan =0 dan friksi pendulum dengan motor
=0 serta friksi pendulum dengan pendulum
=0 sehingga
diperoleh persamaan sebagai berikut: ( 2 2
2
)
g
+
4
(3.37) g
2
0
(3.38) g
2
0.
(3.39)
3.2.3 Sistem Pendulum Terbalik Dual dengan Lintasan Datar Gambar 10 mengilustrasikan dua buah pendulum terbalik dimuat dalam motor yang dapat digerakkan. Diasumsikan motor bergerak dalam dua dimensi, yaitu motor bergerak ke arah maju atau ke arah mundur, sedangkan pendulum pertama atau kedua bergerak maju atau mundur dalam bidang datar.
2
g
u
2
g
µ x
Gambar 10 Sistem Pendulum Terbalik Dual
22
Penurunan energi (lihat Lampiran 14) dan diperoleh persamaan sebagai berikut: cos
cos (3.40)
g
= D = (
cosθ1 +
+
g
cosθ2 (3.41)
.
(3.42)
Fungsi Lagrange diperoleh sebagai berikut: cos
(
g
cos
g
cos
cos .
(3.43)
Selanjutnya persamaan Euler-Lagrange dari persamaan (3.42) dan (3.43) diperoleh persamaan taklinear sebagai berikut (lihat Lampiran 15): ( +
cos
) sin
cos
sin
–
(3.44)
g sin
cos
0
g sin
cos
(3.45) 0.
(3.46)
Diperoleh persamaan linear sebagai berikut: (
)
g g
(3.47)
0
(3.48)
0
(3.49)
(Phillips. 1994). Selanjutnya disederhanakan persamaan (3.47), (3.48), dan (3.47) sebagai berikut: (
)
(3.50)
g
0
(3.51)
g
0.
(3.52)
23
3.3 Sistem Pendulum Terbalik dengan Lintasan Miring 3.3.1 Sistem Pendulum Terbalik Tunggal denganLintasan Miring Pada bagian ini pertama kali yang dilakukan adalah menurunkan model sistem pendulum terbalik dengan lintasan miring. Gambar 11 mengilustrasikan satu buah pendulum terbalik dimuat pada motor yang dapat digerakkan. Diasumsikan motor bergerak dalam dua dimensi, yaitu motor bergerak maju atau mundur, sedangkan pendulum bergerak ke arah maju atau mundur dalam bidang miring.
η
2l
θ
mg
µ
x
u
α
Gambar 11 Pendulum Terbalik Tunggal dengan Lintasan Miring Penurunan persamaan energi (lihat Lampiran 16) diperoleh sebagai berikut: = ( ) + l cos + (3.53)
gl cos
Ep =
(3.54) .
(3.55)
Fungsi Lagrange diperoleh sebagai berikut: L=
(
)
+ l
cos
g l cos
+
.
(3.56)
Selanjutnya persamaan Euler-Lagrange dari persamaan (3.55) dan (3.56) diperoleh persamaan taklinear sebagai berikut (lihat Lampiran 17): (
) +
l sin
l cos l cos
+
g sin
+
= –
= 0.
gsin (3.57) (3.58)
Sehingga diperoleh persamaan linear sebagai berikut: (
l cos +
) +
l cos +
(Edisusanto. 2008).
= – g cos
gsin g sin = 0
(3.59) (3.60)
24
Selanjutnya persamaan (3.59) dan (3.60) disederhanakan menjadi: (
+
g sin
l cos = –
m)
l cos
g cos
(3.61)
g sin = 0.
(3.62)
3.3.2 Sistem Pendulum Terbalik Ganda dengan Lintasan Miring Gambar 12 mengilustrasikan dua buah pendulum terbalik dimuat dalam motor yang dapat digerakkan. Diasumsikan motor bergerak dalam dua dimensi, yaitu motor bergerak maju
atau mundur, sedangkan pendulum pertama atau
kedua bergerak maju atau mundur dalam bidang miring.
2
g 2
g
µ u
x α
Gambar 12 Pendulum Terbalik dengan Lintasan Miring Penurunan persamaan energi (lihat Lampiran 18) yang diperoleh persamaan sebagai berikut:
cos
2
2
cos cos
2 = =
(3.63)
g
cos
+
g(2 cos .
cos
(3.64) (3.65)
25
Fungsi Lagrange diperoleh sebagai berikut: L
2
M 2
cos
g cos Dari
cos
cos
2
g (2 cos
cos
).
(3.66)
persamaan Euler-Lagrange persamaan (3.65) dan (3.66) diperoleh
persamaan taklinear sebagai berikut (lihat Lampiran 19): •
2
( 2
sin
cos
cos
sin
+
g sin •
2
2
cos
2
2
sin
(
0
in
sin
g sin
2
g sin
sin
2
2
2
cos
sin
g
sin
0.
+
+ (3.68)
sin
sin
2
2
cos 2
sin
sin
2
2 •
(3.67)
cos
2
sin
(3.69)
Sehingga diperoleh persamaan linear sebagai berikut: •
2
cos +
cosα
g sin •
cos
2 2
•
g
cos
cos +
0.
(3.70) 2
2
2 2
2
g sin + (
0
g
(3.71) cos – sin (3.72)
26
Selanjutnya disederhanakan
persamaan (3.70), (3.71), dan (3.72) diperoleh
sebagai berikut: •
2
cos
cosα
g sin •
•
.
cos
2 2
(3.73) 4
g cos cos
2
g sin
2
0
g
2
(3.74) cos – sin
0. (3.75)
3.3.3 Sistem Pendulum Terbalik Dual dengan Lintasan Miring Gambar 13 mengilustrasikan dua buah pendulum terbalik dimuat dalam motor yang dapat digerakkan. Diasumsikan motor bergerak dalam dua dimensi, yaitu motor bergerak maju
atau mundur, sedangkan pendulum pertama atau
kedua bergerak maju atau mundur dalam bidang miring. 2
2
g
g µ
u
x
α Gambar 13 Sistem Pendulum Terbalik Dual dengan Lintasan Miring Penurunan persamaan energi (lihat Lampiran 20) yang diperoleh persamaan sebagai berikut: cos
( cos Ep = =
g +
(3.76)
cos
+
m2 g l2 cos = (
+
Fungsi Lagrange diperoleh sebagai berikut.
(3.77)
+
.
(3.78)
27
L
cos
( +
g cos
cos
g cos
-
.
(3.79)
Selanjutnya persamaan Euler-Lagrange dari persamaan (3.78) dan (3.79) diperoleh persamaan taklinear sebagai berikut (lihat Lampiran 21): ( +
cos
)
sin
cos
sin
g sin (3.80)
g sin
cos
0
(3.81)
g sin
cos
0. (3.82)
Sehingga diperoleh persamaan linear sebagai berikut: (
cosα
)
cosα
g sin
(3.83)
g
cosα
g
cosα Selanjutnya disederhanakan
g sinα
cosα
cosα
g sinα
0 0.
(3.84) (3.85)
persamaan (3.83), (3.84), dan (3.85) diperoleh
sebagai berikut: (
)
cosα
cosα
g sin
(3.86)
cosα
g
cosα
g sinα
cosα
g
cosα
g sinα
0 0.
(3.87) (3.88)
28
IV KETERKONTROLAN
4.1
Persamaan Ruang Keadaan (State Space) Pada bagian ini akan dibahas masalah persamaan ruang keadaan untuk
memperoleh sistem kontrol dengan pencapaian spesifikasi rancangan yang telah ditentukan dari penurunan persamaan sistem pendulum biasa dan terbalik maka diperoleh persamaan ruang keadaan. Dengan menggunakan model persamaan keadaan, maka sistem kontrol dapat diterapkan pada sistem proses yang kompleks. Sistem kontrol dapat digunakan untuk mengendalikan sistem proses yang berbentuk linear maupun taklinear. Sistem kontrol juga dapat digunakan untuk mengontrol sistem proses dengan banyak masukan dan banyak keluaran (MIMO). 4.1.1 Sistem Pendulum Tunggal Biasa dengan Lintasan Datar Dari penurunan persamaan (3.12) dan (3.13) dengan mensubstitusikan variabel yang bersesuaian diperoleh
dan
, sehingga persamaan ruang keadaan
sebagai berikut: g
g
(4.1) .
(4.2)
Misalkan g
,
g
,
,
.
Bentuk matriks yang diperoleh dari persamaan diferensial orde pertama dapat digabungkan menjadi satu, yaitu: 0
1 0 0 0 0 0 0 0 0 Persamaan keluaran dinyatakan dengan =
1 0
0 0 1 0
0
0 0 0 0 1 0
.
Bentuk persamaan adalah: = (t)x(t)
(t) u(t)
y(t) = (t) x(t)
(t) u(t)
0
.
29
0
1 0 0 0 c 0
dengan
0 0 0 0
0 0 , 1 0
0
0
1 0
, dan
0 0 0 1
0 . 0
4.1.2 Sistem Pendulum Terbalik dengan Lintasan Datar 4.1.2.1 Sistem Pendulum Terbalik Tunggal dengan Lintasan Datar Dari penurunan persamaan (3.22) dan (3.23) dengan mensubstitusikan dan
variabel yang bersesuaian diperoleh
, sehingga persamaan ruang keadaan
sebagai berikut: g
= (1 + g
= Misalkan
)θ
p=
g
u
+
(4.3)
u.
1+
(4.4)
), r =
g
, s=
, dan t =
.
Bentuk matriks yang diperoleh dari persamaan diferensial orde pertama dapat digabungkan menjadi satu, yaitu:
0
= 0
dengan
0
1 0 0 0
0
0 0 0 0
1 0 0 0
0 0 0 0
0 0 1 0
0 0 , dan 1 0
0 0
0
0
.
4.1.2.2 Sistem Pendulum Terbalik Ganda dengan Lintasan Datar Dari
penurunan
persamaan
(3.37),
(3.38)
dan ,
mensubstitusikan variabel yang bersesuaian diperoleh
(3.39)
, dan
dengan
, sehingga
persamaan ruang keadaan sebagai berikut: g4
5
14
4
14
g
2 14 4
2
4
g 16
5
14
4
4
g 14
g
9 2
4
14
14M 4
4
14
14
18
.
4
(4.7)
(4.8) (4.9)
30
Misalkan
g
,
g
g
g
,
g
,
18
,
,
,
.
Bentuk matriks yang diperoleh dari persamaan diferensial orde pertama dapat digabungkan menjadi satu, yaitu: 0 0
1 0 0 0 0 0 0 0 0
0 0
dengan
1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
0 0 1 0 0 0
0 0 0 0 0 0
0 0 1 0 0 0
0 0 0 0 0 0
0 0 0 0 1 0
0 0 0
0 0 0 , dan 0 1 0
0 0 . 0
4.1.2.3 Sistem Pendulum Terbalik Dual dengan Lintasan Datar Dari
penurunan
persamaan
(3.50),
(3.51)
dan ,
mensubstitusikan variabel yang bersesuaian diperoleh
(3.52)
, dan
dengan
, sehingga
persamaan ruang keadaan sebagai berikut: g
g
g
(4.13)
g
(4.14)
g
g
.
(4.15)
Misalkan
g
, g
,
g
g
,
,
31
g
g
,
,
.
Bentuk matriks yang diperoleh dari persamaan diferensial orde pertama dapat digabungkan menjadi satu, yaitu: 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0
1 0 0 0 0 0 0 0
dengan
0
0
0 0 1 0 0 0
0 0 0 0 0 0
0 0 0 0 1 0
0 0 0 0
, dan
0 . 0
4.1.3 Sistem Pendulum Terbalik dengan Lintasan Miring 4.1.3.1 Sistem Pendulum Terbalik Tunggal dengan Lintasan Miring Dari penurunan persamaan (3.61) dan (3.62) dengan mensubstitusikan variabel yang bersesuaian diperoleh
dan
, sehingga persamaan ruang keadaan
sebagai berikut: = =
g
g
Misalkan : a= c=
g
g
(4.5)
(4.6)
,
g
g
,
g
,
,
g
,
.
Bentuk matriks yang diperoleh dari persamaan diferensial orde pertama dapat digabungkan menjadi satu, yaitu: 0 =
0
1 0 0 0
0 0 0 0
0 0 1 0
0 0
32
dengan
0
1 0 0 0
0
0 0 0 0
0 0 , 1 0
0
dan
.
0
4.1.3.2 Sistem Pendulum Terbalik Ganda dengan Lintasan Miring Dari
penurunan
persamaan
(3.74),
(3.75),
dan ,
mensubstitusikan variabel yang bersesuaian diperoleh
(3.76)
, dan
dengan
, sehingga
persamaan ruang keadaan sebagai berikut: =
g
g
g
g
g
g
(4.10)
g
g
g
+
g
–
g
(4.11)
g
+
g
.
(4.12)
Misalkan g
c g
g
g g
g
,
g
g
g
,
g
Selanjutnya persamaan disederhanakan menjadi
u
g
–
,
g
,
,
,
,
g
,
.
.
,
33
Bentuk matriks yang diperoleh dari persamaan diferensial orde pertama dapat digabungkan menjadi satu, yaitu:
0
1 0 0 0 0 0
0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
dengan
0
0 0 1 0 0 0
0 0 0 0 0 0 0 0 0
0 0 1 0 0 0
0 0 0 0 0 0
0 0 0 0 1 0
0 0 0
0 0 0 , dan 0 1 0
0 0 . 0
4.1.3.3 Sistem Pendulum Terbalik Dual dengan Lintasan Miring Dari
penurunan
persamaan
(3.86),
(3.87)
dan ,
mensubstitusikan variabel yang bersesuaian diperoleh
(3.88)
, dan
dengan
, sehingga
persamaan ruang keadaan sebagai berikut: g
α
α
g
α
α
α
α
α
α
α
g
g
α α
α
α
α
α
α
g
α α
+
α
g
α
g
(4.16)
α
g
(4.17)
α α
α
g
α
α
.
α
(4.18)
Misalkan
g
α
α
g
α α α α
g
α α
,
α
α α
,
α
α
,
α
g
α
,
α
α
,
g
,
α
α
,
,
,
34
g
α α
g
,
α
g
α α
.
Selanjutnya persamaan disederhanakan menjadi
+
.
Bentuk matriks yang diperoleh dari persamaan diferensial orde pertama dapat digabungkan menjadi satu, yaitu: 0
1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
dengan
4.2
1 0 0 0 0 0 0 0
0 0 0
0 0 1 0 0 0
0 0 0 0 0 0
0 0 1 0 0 0
0 0 0 , dan 0 1 0
0 0 0 0 0 0
0 0 0 0 1 0
0 0 0 0 0
.
0
Keterkontrolan (Controllability) Sistem Pendulum
4.2.1 Sistem Pendulum Biasa Tunggal dengan Lintasan Datar Untuk menentukan keadaan sistem keterkontrolan pada pendulum biasa dilakukan operasi baris dasar (OBD) pada matriks
hingga membentuk matriks
segitiga atas adalah:
S= |
|
|
ab ⎤ ⎡ 0 −b 0 ⎢ −b 0 ab ⎥ 0 ⎢ ⎥ ] = ⎢ 0 d 0 −bc ⎥ ⎢ ⎥ 0 −bc 0 ⎦ ⎣d
OBD
35
−bc 0
⎡d o ⎢0 d ⎢ ⎢ ⎢0 0 ⎢ ⎢ ⎢0 0 ⎣
⎤ ⎥ ⎥ ⎥ 0 ⎥ pangkat 4. ⎥ ⎥ −cb 2 + ab ⎥ d ⎦ 0 −bc
−cb 2 + ab d 0
Jadi persamaan di atas terkontrol karena pangkat 4 (lihat Lampiran 22). Jika pangkat yang diperoleh lebih kecil dari 4 yang artinya sistem pendulum biasa tidak terkontrol. Dari analisis di atas dapat dinyatakan bahwa sistem pendulum biasa tunggal dengan lintasan datar selalu terkontrol.
4.2.2 Sistem Pendulum Terbalik dengan Lintasan datar 4.2.2.1 Sistem Pendulum Terbalik Tunggal dengan Lintasan datar Untuk menentukan keadaan sistem keterkontrolan pada pendulum terbalik tunggal dengan lintasan datar dilakukan operasi baris dasar (OBD) pada matriks S hingga membentuk matriks segitiga atas adalah: 0
0 S= |
|
|
]= 0 0 0
0 0
0
0 0 0
0
0
0 OBD 0 0 . 0
0
Karena syarat keterkontrolan keadaan secara sempurna adalah bahwa matriks S berpangkat penuh. S= |
|
|
] dengan pangkat 4
Jadi persamaan di atas terkontrol karena pangkat yang diperoleh adalah 4. Jika pangkat yang diperoleh lebih kecil dari 4 yang artinya dan –
0,
0,
0 maka sistem pendulum terbalik tunggal dengan lintasan datar tidak
terkontrol (lihat Lampiran 23). Dari analisis di atas dapat dinyatakan bahwa sistem pendulum terbalik tunggal tunggal dengan lintasan datar selalu terkontrol.
36
4.2.2.2 Sistem Pendulum Terbalik Ganda dengan Lintasan Datar Untuk menentukan keadaan sistem keterkontrolan pada pendulum terbalik ganda dengan lintasan datar dilakukan operasi baris dasar (OBD) pada matriks S hingga membentuk matriks segitiga atas adalah: S= | 0
|
|
0
0
0
|
|
] = 0
0
²
0
0
0 0 0
²
0 0
0
²
²
0 0
0 0 0 OBD 0 0 0 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0
0 0
0 0 0
0 0 0
0 pangkat 6. 0
Misalkan setiap entri matriks sama dengan nol maka persamaan diperoleh menjadi 0 a= rs+tv b=( (1/v)(v²y-rsz+rvw-tvz) c= vt²+rst+prs+qsv d =(1/v)(qv²w+tv²y-t²vz-prsz+prvw-rstz-qsvz+rsvy) e= (1/(v²y-rsz+rvw-tvz))(zp²rtv-yp²rv²-zpqrsv+wpqrv²+zpqtv²-ypqv³zpr²st+2ypr²sv-wpr²tv-zprt²v+yprtv²-zq²sv²+wq²v³+zqr²s²wqr²sv+zqrstv+yqrsv²-2wqrtv²-yr³s²+wr³st-yr²stv+wr²t²v . Karena syarat keterkontrolan sistem adalah bahwa matriks S berpangkat penuh. S= |
|
|
|
|
] dengan pangkat 6.
Jadi persamaan di atas terkontrol karena pangkat yang diperoleh adalah 6. Jika pangkat yang diperoleh lebih kecil dari 6 yang artinya a,b,c,d,e,dan z sama dengan nol maka sistem pendulum terbalik ganda dengan lintasan datar tidak terkontrol (lihat Lampiran 24). Untuk memudahkan dalam menentukan nilai dikerjakan dalam software mathematica 6.0. Misalkan masa pendulum pertama
37
serta panjang pendulum pertama
dan masa pendulum kedua sama .
dan panjang pendulum kedua
Jadi pada sistem pendulum terbalik ganda dengan lintasan datar selalu dan =5 .
terkontrol kecuali pada panjang pendulum
4.2.2.3 Sistem Pendulum Terbalik Dual dengan Lintasan Datar Untuk menentukan keadaan sistem keterkontrolan pada pendulum terbalik dual dengan lintasan datar dilakukan operasi baris dasar (OBD) pada matriks S hingga membentuk matriks segitiga atas adalah: S= | 0
0
0
|
|
|
0
|
]=
0
0 0
0
0
²
0
²
²
0
0
0
0
²
0 0
0 0 0 OBD 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0
0 0 0
0 pangkat 6. 0
0
Misalkan setiap entri matriks sama dengan nol maka persamaan diperoleh menjadi 0 a= rw+vy b= (v²y-rsz+rvw-tvz) c= prw+qvw+rsy+tvy d= ² ² ² e=
²
²
³ ² ³ ³
² ² ² ²
2
² ² ² ² ²
² ²
² ² ²
2
² ² ²
² ² ³ ²
Karena syarat keterkontrolan keadaan secara sempurna adalah bahwa matriks berpangkat penuh.
38
S= |
|
|
|
|
] dengan pangkat 6.
Jadi persamaan di atas terkontrol karena pangkat yang diperoleh adalah 6. Jika pangkat yang diperoleh lebih kecil dari 6 yang artinya a,b,c,d,e,dan z sama dengan nol maka sistem pendulum terbalik dual dengan lintasan datar tidak terkontrol (lihat Lampiran 25). Untuk memudahkan dalam menentukan nilai dikerjakan dalam software mathematica 6.0. Misalkan masa pendulum pertama dan masa pendulum kedua
serta panjang pendulum pertama l=
dan panjang pendulum kedua k= . Jadi sistem pendulum terbalik dual dengan lintasan datar selalu terkontrol kecuali pada panjang pendulum = .
4.2.3 Sistem Pendulum Terbalik dengan Lintasan Miring 4.2.3.1 Sistem Pendulum Terbalik Tunggal dengan Lintasan Miring Untuk menentukan keadaan sistem keterkontrolan pada pendulum terbalik tunggal dengan lintasan miring dilakukan operasi baris dasar (OBD) pada matriks S hingga membentuk matriks segitiga atas adalah:
S= |
|
|
0 − ab ⎤ ⎡ 0 −b ⎢ −b 0 −ab 0 ⎥⎥ ⎢ OBD ]= ⎢ 0 −bd ⎥ d 0 ⎢ ⎥ 0 −bd 0 ⎦ ⎣d
−ab 0 ⎤ ⎡−b 0 ⎢ 0 −b 0 −ab ⎥⎥ ⎢ ⎢ 0 0 −ae − bd 0 ⎥ ⎢ ⎥ −ae − bd ⎦ . 0 ⎣0 0 Karena syarat keterkontrolan sistem bila matriks S berpangkat penuh. S= |
|
|
] dengan pangkat 4.
Jadi persamaan di atas terkontrol karena pangkat yang diperoleh adalah 4. Jika pangkat yang diperoleh lebih kecil dari 4 yang artinya 0, dan – 26).
0,
0, maka sistem pendulum terbalik tidak terkontrol (lihat Lampiran
39
Dari analisis ini dapat dinyatakan maka sistem pendulum terbalik dengan lintasan datar dan miring selalu terkontrol. 4.2.3.2 Sistem Pendulum Terbalik Ganda dengan Lintasan Miring Untuk menentukan keadaan sistem keterkontrolan pada pendulum terbalik ganda dengan lintasan miring dilakukan operasi baris dasar (OBD) pada matriks S hingga membentuk matriks segitiga atas adalah: S= | 0
|
|
|
0
0
0
|
]=
0
0
0
0
²
0
²
²
0
0 0
0
²
0 0
0
0
0 0
0 0 0 OBD 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
0
0
0 0
0 0 0
0
.
0
Misalkan setiap entri matriks sama dengan nol maka persamaan diperoleh menjadi h=0, v= ce+fh, w= 1/h)(h²k-cpe+chj-fhp), x= hf²+cef+ace+bhe, y= (1/h)(bh²j+fh²k-f²hp-acpe+chke-cfpe-bhpe+achj), z= -(1/(h²k-cpe+chj-fhp))(-pa²cfh+ka²ch²-jabch²+peabchpabfh²+kabh³+jac²fh+peac²f-2keac²h+pacf²h-kacfh²jb²h³+peb²h²+jebc²h-pe²bc²+2jbcfh²-pebcfh-kebch²-jec³f+k e²c³jc²f²h+kec²fh). S= |
|
|
|
|
] dengan pangkat 6
Jadi sistem pendulum terbalik ganda dengan lintasan datar selalu terkontrol, kecuali pada panjang pendulum dan
5 (lihat Lampiran 27).
dan
atau
40
4.2.3.3 Sistem Pendulum Terbalik Dual dengan Lintasan Miring Untuk menentukan keadaan sistem keterkontrolan pada pendulum terbalik dual dengan lintasan miring dilakukan operasi baris dasar (OBD) pada matriks S hingga membentuk matriks segitiga atas adalah: S= | 0
0
0 0
| 0
|
|
|
]= 0
0
²
0
0 0 0
²
0 0
0
²
²
0 0
0
0 0
0 0 OBD 0 0 0 0
0 0 0 0 0
0
0
0 0
0
0 0 0
0 0
0
pangkat 6.
0
Misalkan setiap entri matriks sama dengan nol maka persamaan diperoleh menjadi 0 hk-cj 1/ ² cke-acj-bhj+fhk 1/ ² ²
²
2 2 . Karena syarat keterkontrolan keadaan secara sempurna adalah bahwa matriks S berpangkat penuh. S= |
|
|
|
|
] dengan pangkat 6
Jadi persamaan di atas terkontrol karena pangkat yang diperoleh adalah 6. Jika pangkat yang diperoleh lebih kecil dari 6 yang artinya p,v,w,x,y,dan z sama dengan nol maka sistem pendulum terbalik dual dengan lintasan miring tidak terkontrol (lihat Lampiran 28). Untuk memudahkan dalam menentukan nilai dikerjakan dalam software mathematica 6.0. Misalkan masa pendulum pertama
41
dan masa pendulum kedua
serta panjang pendulum pertama l=
dan panjang pendulum kedua L= . Jadi pada sistem pendulum terbalik dual dengan lintasan miring selalu terkontrol kecuali terjadi pada panjang pendulum
dan massa pendulum
√13−3 .
dan
Rekapitulasi Keterkontrolan Beberapa Sistem Pendulum No
Pendulum
1
2
1.
x
µ
lintasan
Biasa
datar
4
Tak Terkontrol di 5
Tunggal
u 2l
Jenis Pendulum 3
θ η mg
2.
Terbalik
η θ
datar
Tunggal
2l mg
u
M
µ x Terbalik
3.
Dual
2 g
2 g
u
M
µ x
datar
=5
dan =
42
1
2
3
4
5
4
= 2
2 g
g
u
µ x
5.
Terbalik
η
miring
Tunggal
θ 2l mg
µ
M
x
u α 6.
Terbalik
2
=
Ganda
dan
g
2
=5 atau,
g
=
µ
M
u
miring
dan =
2
x α
7.
Terbalik
2
miring
Dual
2 g
g
µ
u
α
Tabel 1 Keterkontrolan Beberapa Sistem Pendulum
=
dan
= dan = √13
3
43
V SIMULASI MODEL Pada bagian ini, hasil ekspresi analitik yang telah diperoleh akan disimulasikan dengan menggunakan sistem manual dan software Matlab 7.0. Untuk memperlihatkan keterkontrolan beberapa sistem pendulum antara lain: 1. Sistem pendulum biasa tunggal dengan lintasan datar a. Panjang pendulum l= 0.5m. b. Massa pendulum m = 1 kg. c. Massa motor M = 2 kg. d. Percepatan grafitasi bumi g =10m/s2. Selanjutnya karena θ = − 3 g ( M + m ) θ − l (4 M + m )
maka diperoleh
2 3
3mg 4 3 x=− θ− u u dan 4M + m 4M + m l (4 M + m )
θ = −20θ − u dan x=−
10 4 θ − u . Dengan menggunakan 3 9
software Matlab maka diperoleh keterkontrolan sistem pendulum biasa yang takstabil diberikan oleh grafik pada Gambar 14 berikut:
Gambar 14 Sistem Pendulum Biasa yang Takstabil
44
Berdasarkan Gambar 14, sistem yang diperoleh takstabil karena nilai eigen [
0,
0,
4.4721 ,
4.4721 ] masih ada yang positif. Sistem
tersebut dapat distabilkan dengan cara memilih sinyal input/kontrol yang tepat.
Persamaan sistem dinamik dari pendulum adalah
, sistem pada persamaan diperoleh
mensubstitusikan sinyal kontrol menjadi
. Selanjutnya ditentukan vektor
sedemkian rupa sehingga Proses mendapat
dengan
yang berukuran 1x
memiliki nilai eigen yang dikehendaki.
yang dikatakan pole placement.
Syarat agar pole placement dapat dilakukan dengan melihat apakah sistem tersebut terkontrol. Jika sistem terkontrol , maka pole placement dapat dilakukan. Misalkan poles yang dikehendaki dari suatu sistem dengan memilih matriks penyesuai dimungkinkan untuk memaksa sebuah sistem yang takstabil menjadi stabil memiliki poles di [
2
2 √3,
2
2 √3,
1,
15], maka diperoleh keterkontrolan pada sistem pendulum biasa yang stabil
diberikan oleh grafik pada Gambar 15 berikut:
Gambar 15 Sistem Pendulum Biasa yang Stabil
45
2. Sistem pendulum terbalik tunggal dengan lintasan datar Diketahui:
50 cm = 0,5 m, g
Selanjutnya, karena = (1 + maka diperoleh
20
1 kg,
)θ 0.67
g
dan 3.33
dan
10 m/s2.
g
2 kg,
0.44
. Dengan
menggunakan software Matlab maka diperoleh keterkontrolan sistem pendulum terbalik tunggal dengan lintasan datar diberikan oleh grafik pada Gambar 16 berikut:
Gambar 16 Grafik Sistem Pendulum Terbalik Tunggal dengan Lintasan Datar Takstabil Berdasarkan Gambar 16, sistem yang diperoleh takstabil karena nilai eigen [
0,
0,
4.4721,
4.4721] masih ada yang positif. Misalkan
poles yang dikehendaki dari suatu sistem dengan memilih matriks penyesuai dimungkinkan untuk memaksa sebuah sistem yang takstabil menjadi stabil memiliki poles di [
2
2 √3,
2
2 √3,
1,
15],
maka diperoleh keterkontrolan pada sistem pendulum terbalik tunggal dengan lintasan datar yang stabil diberikan oleh grafik pada Gambar 17 berikut:
Gambar 17 Grafik Sistem Pendulum Terbalik dengan Lintasan Datar Stabil
46
3. Sistem pendulum terbalik ganda dengan lintasan datar Diketahui:
2 kg,
=
Selanjutnya diperoleh
36.28
0.07 , dan
5.58
=m=1 kg,
6.98
=0.5 m,
8.37 2 0.69
10 m/s2.
=0.2 m , g
0.35 ,
= 43.26
0.44 . Dengan menggunakan
software Matlab maka diperoleh keterkontrolan sistem pendulum terbalik ganda dengan lintasan datar diberikan oleh grafik pada Gambar 18 berikut:
Gambar 18 Grafik Sistem Pendulum Terbalik Ganda dengan Lintasan Datar Takstabil Berdasarkan Gambar 18, sistem yang diperoleh takstabil karena nilai eigen [
0,
0,
6.2859,
6.2859,
3.9633 ,
5
3.9633]
6
masih ada yang positif. Misalkan poles yang dikehendaki dari suatu sistem dengan memilih matriks penyesuai dimungkinkan untuk memaksa sebuah sistem yang takstabil menjadi stabil memiliki poles di [ 3,
5,
7,
4
2 √3,
4
2 √3,
12], maka diperoleh keterkontrolan pada
sistem pendulum terbalik ganda dengan lintasan datar yang stabil diberikan oleh grafik pada Gambar 19 berikut:
47
Gambar 19 Grafik Sistem Pendulum Terbalik Ganda dengan Lintasan Datar Stabil 4. Sistem pendulum terbalik dual dengan lintasan datar 0,1 m, g
Diketahui: M 5kg, Selanjutnya 84.78
diperoleh =18.91
1.30 , dan
2.61
1.96
10 m/s2,
1.30
2 kg,
0.26 ,
1 kg. 19.56
0.17 . Dengan menggunakan
software Matlab maka diperoleh keterkontrolan sistem pendulum terbalik dual dengan lintasan datar diberikan oleh grafik pada Gambar 20 berikut:
Gambar 20 Grafik Sistem Pendulum Terbalik Dual dengan Lintasan Datar Takstabil Berdasarkan Gambar 20, sistem yang diperoleh takstabil karena nilai eigen [
0,
0,
6.2859,
6.2859,
5
3.9633,
6
3.9633]
masih ada yang positif. Misalkan poles yang dikehendaki dari suatu sistem dengan
48
memilih matriks penyesuai dimungkinkan untuk memaksa sebuah sistem yang takstabil menjadi stabil memiliki poles di [ 1,
2,
5 ,
2
2 √3,
2
2 √3,
7], maka diperoleh keterkontrolan pada
sistem pendulum terbalik dual dengan lintasan datar yang stabil diberikan oleh grafik pada Gambar 21 berikut:
Gambar 21 Grafik Sistem Pendulum Terbalik Dual dengan Lintasan Datar Stabil 5. Sistem pendulum terbalik tunggal dengan lintasan miring Diketahui:
2 kg, l=50 cm = 0,5 m,
Selanjutnya diperoleh = 8
0.27
1 kg, g
14.70 dan = 0.67
10 m/s2 , α=600. 0.36
0.23 .
Dengan menggunakan software Matlab maka diperoleh keterkontrolan sistem pendulum terbalik tunggal dengan lintasan miring diberikan oleh grafik pada Gambar 22 berikut:
Gambar 22 Sistem Pendulum Terbalik Tunggal dengan Lintasan Miring Takstabil
49
Berdasarkan Gambar 22, sistem yang diperoleh takstabil karena nilai eigen [
0,
0,
2.8284,
2.8284] masih ada yang positif. Misalkan
poles yang dikehendaki dari suatu sistem dengan memilih matriks penyesuai dimungkinkan untuk memaksa sebuah sistem yang takstabil menjadi stabil 2
memiliki poles di [
2 √3,
2
2 √3,
1,
15],
maka diperoleh keterkontrolan pada sistem pendulum terbalik tunggal dengan lintasan miring yang stabil diberikan oleh grafik pada Gambar 23 berikut:
Gambar 23 Sistem Pendulum Terbalik Tunggal dengan Lintasan Miring Stabil 6. Sistem pendulum terbalik ganda dengan lintasan miring Diketahui:
2 kg,
=
α=600. Selanjutnya diperoleh 23.25
27.68
0.11
=m=1 kg, 13.50 3.83, dan
7.61. Dengan menggunakan software Matlab
=0.5 m, 4.65 1.11
=0.2 m , g 0.06u 0.11
10 m/s2
7.67,
+0.28
maka diperoleh keterkontrolan
sistem pendulum terbalik ganda dengan lintasan miring diberikan oleh grafik pada Gambar 24 berikut:
Gambar 24 Sistem Pendulum Terbalik Ganda dengan Lintasan Miring Takstabil.
50
Berdasarkan Gambar 24, sistem yang diperoleh takstabil karena nilai eigen [
0,
0,
5.76,
2.8307,
5.76,
5
6
2.8307] tak
negatif semuanya. Misalkan poles yang dikehendaki dari suatu sistem dengan memilih matriks penyesuai dimungkinkan untuk memaksa sebuah sistem yang 2
takstabil menjadi stabil memiliki poles di [ 10,
2,
1,
2 √3,
2
2 √3,
5], maka diperoleh keterkontrolan pada
sistem pendulum terbalik ganda dengan lintasan miring yang stabil diberikan oleh grafik pada Gambar 25 berikut:
Gambar 25 Grafik Sistem Pendulum Terbalik Ganda dengan Lintasan Miring Stabil 7. Sistem pendulum terbalik dual dengan lintasan miring M=5kg,
0.5 m,
Selanjutnya diperoleh 39.44
0.21
0,1 m, g
10 m/s2 ,
=15.78
0.78
107.51, dan
1kg, α=600
2kg, 0.21
= 0.52
7.17,
=2.19
0.52 +0.28
7.76.
Dengan menggunakan software Matlab maka diperoleh keterkontrolan sistem pendulum terbalik dual dengan lintasan miring diberikan oleh grafik pada Gambar 26 berikut:
51
Gambar 26 Sistem Pendulum Terbalik Dual dengan Lintasan Miring Takstabil Berdasarkan Gambar 26, sistem yang diperoleh takstabil karena nilai eigen [
0,
0,
6.2859,
6.2859,
3.9633 ,
5
6
3.9633 ]
tak negatif semuanya. Misalkan poles yang dikehendaki dari suatu sistem dengan memilih matriks penyesuai dimungkinkan untuk memaksa sebuah sistem yang takstabil menjadi stabil memiliki poles di [ 10,
2,
5,
2
2 √3,
2
2 √3,
6], maka diperoleh keterkontrolan pada
sistem pendulum dual dengan lintasan miring yang stabil diberikan oleh grafik pada Gambar 27 berikut:
Gambar 27 Sistem Pendulum Terbalik Dual dengan Lintasan Miring Stabil 8. Sistem pendulum terbalik ganda dengan lintasan datar Diketahui:
2 kg,
=
=m=1 kg,
=0.5 m,
=0.1 m , g
10 m/s2.
52
Selanjutnya
diperoleh
0.07 , dan
11.16
3.63
0.84 2
0.07 ,
= 8.37
6.98
0.69
0.44 . Dengan menggunakan
software Matlab maka diperoleh keterkontrolan sistem pendulum terbalik ganda dengan lintasan datar diberikan oleh grafik pada Gambar 28 berikut:
Gambar 28 Sistem Pendulum Terbalik Ganda dengan Lintasan Datar Takstabil Berdasarkan Gambar 28, sistem yang diperoleh takstabil karena nilai eigen [
0,
0,
3.4641,
1.6703,
3.4641,
1.6703]
masih ada yang positif. Misalkan poles yang dikehendaki dari suatu sistem dengan memilih matriks penyesuai dimungkinkan untuk memaksa sebuah sistem yang 5
5
2 √3,
2], Selanjutnya ditentukan vektor
yang
takstabil menjadi stabil memiliki poles di [ 1,
2,
5,
berukuran 1x6 sedemkian rupa sehingga ( dikehendaki. Tapi nilai
2 √3,
) memiliki nilai eigen yang
tidak diperoleh maka nilai eigen yang dikehendaki tak
ada, sehingga grafik yang stabil tidak diperoleh pada sistem pendulum terbalik ganda dengan lintasan datar. Jadi sistem pendulum terbalik ganda dengan lintasan dan l1=5l2.
datar tak terkontrol pada
9. Sistem pendulum terbalik dual dengan lintasan datar 0,1 m, g
Diketahui: M 5kg, Selanjutnya diperoleh =8.48 1.30 , dan
2.61
1.30
1.96
10 m/s2 ,
2 kg,
0.13 ,
0.98
1 kg. 9.46
0.17 . Dengan menggunakan software
53
Matlab maka diperoleh keterkontrolan sistem pendulum terbalik dual dengan lintasan datar diberikan oleh grafik pada Gambar 29 berikut:
Gambar 29 Sistem Pendulum Terbalik Dual dengan Lintasan Datar Takstabil. Berdasarkan Gambar 29, sistem yang diperoleh takstabil karena nilai eigen 0,
[
0,
3.2311,
2.7386,
3.2311 ,
2.7386]
masih ada yang positif. Misalkan poles yang dikehendaki dari suatu sistem dengan memilih matriks penyesuai dimungkinkan untuk memaksa sebuah sistem yang 2
takstabil menjadi stabil memiliki poles di [ 10,
5,
1,
2
2 √3,
2]. Selanjutnya ditentukan vektor
berukuran 1x6 sedemkian rupa sehingga ( dikehendaki. Tapi nilai
2 √3,
yang
) memiliki nilai eigen yang
tidak diperoleh maka nilai eigen yang dikehendaki tak
ada, sehingga grafik yang stabil tidak diperoleh pada sistem pendulum terbalik dual dengan lintasan datar. Jadi sistem pendulum terbalik dual dengan lintasan datar tak terkontrol pada panjang pendulum l1=l2. 10. Sistem Pendulum terbalik ganda dengan lintasan miring Diketahui : M 2kg
dan
40 ,
peroleh
persamaan √
√
3m, ,
. Selanjutnya
diperoleh
=m=1 kg, g 10m/s2 , α=600 ,
=
0.17
dan 0.06
√
u
0.06u
+
7.67,
,
54
23.25
27.68
0.11
3.83, dan
7.61. Dengan menggunakan software Matlab
1.11
0.11
+0.28
maka diperoleh keterkontrolan
sistem pendulum terbalik ganda dengan lintasan miring diberikan oleh grafik pada Gambar 30 berikut:
Gambar 30 Sistem Pendulum Terbalik Ganda dengan Lintasan Miring Takstabil Berdasarkan Gambar 30, sistem yang diperoleh takstabil karena nilai eigen [
0,
0,
2.1307,
1.9391,
2.1307 ,
1.9391]
masih ada yang positif. Misalkan poles yang dikehendaki dari suatu sistem dengan memilih matriks penyesuai dimungkinkan untuk memaksa sebuah sistem yang takstabil menjadi stabil memiliki poles di [ 1,
15]. Selanjutnya ditentukan vektor
sedemkian rupa sehingga ( nilai
2
2 √3,
2
2 √3,
yang berukuran 1x6
) memiliki nilai eigen yang dikehendaki. Tapi
tidak diperoleh maka nilai eigen yang dikehendaki tak ada, sehingga grafik
yang stabil tidak diperoleh pada sistem pendulum terbalik ganda dengan lintasan miring. Jadi
sistem pendulum terbalik ganda dengan lintasan miring tak
terkontrol pada l1=5l2 dan
atau
dan =
.
55
11. Sistem pendulum terbalik dual dengan lintasan miring 0,1 m, g
Diketahui :M=5kg, α=600.
Selanjutnya diperoleh
=1.94
39.45
1.03
=15.78
107.51, dan
7.76. Dengan menggunakan software Matlab
10 m/s2 , 0.39
2kg,
1kg,
0.21
= 0.52
7.17,
0.52 +0.28
maka diperoleh keterkontrolan
sistem pendulum terbalik dual diberikan oleh grafik pada Gambar 31 berikut:
Gambar 31 Grafik Sistem Pendulum Terbalik Dual dengan Lintasan Miring Takstabil Berdasarkan Gambar 128, sistem yang diperoleh takstabil karena nilai eigen [
0,
0,
2.1307,
1.9391,
2.1307,
1.9391]
masih ada yang positif. Misalkan poles yang dikehendaki dari suatu sistem dengan memilih matriks penyesuai dimungkinkan untuk memaksa sebuah sistem yang 2
2 √3,
1 . Selanjutnya ditentukan vektor
yang
takstabil menjadi stabil memiliki poles di [ 1,
5,
8,
berukuran 1x6 sedemkian rupa sehingga ( dikehendaki. Tapi nilai
2
2 √3,
) memiliki nilai eigen yang
tidak diperoleh maka nilai eigen yang dikehendaki tak
ada, sehingga grafik yang stabil tidak diperoleh pada sistem pendulum terbalik dual dengan lintasan miring. Jadi sistem pendulum terbalik dual dengan lintasan miring tak terkontrol pada l1=l2 dan
serta
√13
3 .
56
12. Simulasi Karakterisasi Parameter Pada Masalah Tracking Error Optimal Sistem Pendulum Terbalik Dual Nilai tracking error optimal pada sistem pendulum terbalik dual dipengaruhi oleh panjang pendulum dan rasio panjang kedua pendulum. Hubungan antara rasio panjang kedua pendulum dan nilai tracking error secara lengkap dapat dilihat pada gambar berikut ini. Rasio panjang kedua pendulum Dan tracking error optimal
(Yusron 2009). Gambar 32 Grafik Rasio Panjang Kedua Pendulum dan Tracking Error Optimal Dari Gambar 32 dapat dilihat bahwa nilai tracking error semakin besar apabila rasio panjang kedua pendulum kecil atau rasio panjang kedua pendulum besar atau rasio panjang kedua pendulum mendekati satu. Sehingga ada satu rasio panjang kedua pendulum yang membuat nilai tracking error optimal yaitu rasio panjang kedua pendulum minimum. Sehingga sistem pendulum dual dengan lintasan miring selalu terkontrol kecuali pada panjang pendulum l1=l2.
57
VI SIMPULAN DAN SARAN
6.1. Simpulan
Berdasarkan uraian di atas, dapat ditarik simpulan sebagai berikut: 1. Sistem pendulum biasa tunggal dengan lintasan datar selalu terkontrol. 2. Sistem pendulum terbalik tunggal dengan lintasan datar dan miring selalu terkontrol. 3. Sistem pendulum terbalik ganda
dengan lintasan datar
selalu terkontrol
dan = 5 .
kecuali pada panjang pendulum
4. Sistem pendulum terbalik dual dengan lintasan datar selalu terkontrol kecuali pada panjang pendulum
= .
5. Sistem pendulum terbalik ganda dengan lintasan miring selalu terkontrol kecuali pada panjang pendulum dan =
dan
atau
.
6. Sistem pendulum terbalik dual kecuali pada panjang pendulum √13
= 5
dengan lintasan miring selalu terkontrol =
dan massa
serta
3 .
7. Pada sistem pendulum terkontrol diperoleh grafik stabil menuju nilai tertentu, sedangkan sistem pendulum tak terkontrol hanya peroleh grafik yang takstabil.
6.2. Saran
Dengan semakin kompleksnya industri, teknik, olah raga maupun pendidikan, maka sistem kontrol yang canggih sangat diperlukan. Dengan demikian maka sistem kontrol optimal perlu dikembangkan karena mempunyai prospek yang baik dimasa yang akan datang.
58
DAFTAR PUSTAKA
Assadiqi H. 2008. Pemodelan Sistem Pendulum Terbalik Ganda dan Karakterisasi Parameter pada masalah Regulasi Optimal [tesis]. Departemen Matematika IPB. Bogor. Edisusanto B. 2008. Pemodelan Sistem Pendulum Terbalik Dengan Lintasan Miring dan Karakterisasi Parameter pada masalah Tracking Error Optimal [tesis]. Departemen Matematika IPB. Bogor. Gopal M. 1987. Modern Control system Theory. Departemen of Electrical Engineering Indiaan Institute of Technology, New Delhi: John Wiley & Sons (SAE) Pte Ltd. Hasan. 1998. Optimasi Reaktivitas pada sistem pengaturan daya reaktor zero power dengan menggunakan persamaan Hamilton Pontryagin [tesis]. ITB, Bandung. Kent H. Lunberg dan James K. Roberge. 2003.
Classical Dual-Inverted-
Pendulum Control. Department of Electrical Engineering and Computer Science. Massachusetts Institute of Technology, Cambridge, MA 02139. Kuo
BC.
1987.
Automatic
Control
Systems.
Fifth
Edition.
Printice-
Hall,Inc.,Englewood Cliffs, New jersey 07632. Lara C. Phillips. 1994. Control of a Dual Pendulum System Using LinearQuadratic and H-Infinity Method [thesis]. Massachuselts institute of Technology All Rights Reserved. B.S University of Missouri-Rolla. Leon SJ. 2001.Aljabar Linear dan Aplikasinya. Fifth edition. University of Massachusetts Darmouth. Alit Bondan, penerjemah; Erlangga Jakarta. Terjemah dari: Linear Algebra with Applications. Loram ID, Gawthrop PJ, and Lakie M. 2006. The frequency of human, manual adjustments in balancing an inverted pendulum is constrained by intrinsic physiological factor. J.Physiol. 577.1,pp.417-423. Microrobot Co Ltd. MP-2000 (MR-010). Inverted Pendulum System Manual http://www.active-robots.com/product/inverted-pendulum/ip-manual.pdf (21 Des 2007). Ogata. K. Teknik Kontrol Autometik. Jilid 1,2. Edi Laksono, penerjemah; Bandung: ITB; 1985. Terjemahan dari: Modern Control Engineering.
59
Ogata K.1997. Modern Control Engineering, three Edition. university of Minnesota. Taurasi. 2003. Inverted Pendulum Studies for Seismic Attenuation. SURF Final Report LIGO T060048-00-R. California Institute of Technology, USA. Woodyatt AR, Middleton RH, and Freudenberg JS. 1997. Fundamental Constraints for the Inverted Pendulum Problem, Technical Report EE9716, Department of Electrical and Computer Engineering, the University of Newcastle, Australia. Wei Z. Helmut R. 2001. Energy and Passivity Based Control of The Double Inverted Pendulum on a Cart. Proseeding of the 2001 IEEE International Conference on control applications Mexico City. Mex.ico. Yusron M. (2009) Karakterisasi Parameter Sistem Pendulum Terbalik Dual Pada Masalah Tracking Optomal [tesis]. Departemen Matematika IPB. Bogor.
LAMPIRAN
61
Lampiran 1 Penggunaan Derat Taylor Deret Taylor Satu Peubah 2!
1!
!
Deret Taylor Dua Peubah ,
,
2
!
1. Hampiran fungsi ƒ(θ)=sin diberikan di sekitar sinθ
sin0+
sinθ
sin0+
!
=0 oleh deret Taylor
cos0+… …
sinθ ≈ θ. 2. Hampiran fungsi ƒ(θ)=cosθ diberikan deret Taylor di sekitar cos θ = cos 0+
!
=0
(-sin0)+...
cos θ = cos 0+0+... cos θ ≈1. 3. Hampiran fungsi ƒ(θ)= +
!
diberikan deret Taylor di sekitar
=0
2 +…
0+0+… ≈ 0. 4. Hampiran fungsi ƒ( ,θ)= θ diberikan deret Taylor di sekitar , 0+ θ
,
+
0+0+0+…
θ ≈ 0.
+…
,
=0 dan
=0
62
Lampiran 2 Bukti Teorema 1 Teorema 2. Keterkontrolan Sistem = x(t) + u(t) (L.1) terkontrol secara sempurna dengan syarat perlu dan cukup bahwa matriks S berikut memiliki pangkat penuh (Kuo 1987): |
S=
|. . . |
].
Bukti : Asumsikan keadaan akhirnya adalah titik asal ruang keadaan sedangkan R
waktu awalnya adalah nol, atau t0=0. Misalkan
maka solusi dari
persamaan (L.1) adalah x(t)= , x(t0)= 0 dan
misalkan
dapat ditemukan
=0 . Dari definisi keterkontrolan, maka
sehingga dapat dituliskan =0 0= .
0 ∑
Dengan mensubstitusi
(L.2)
(Lampiran 3) ke persamaan
(L.2) diperoleh ∑
0
.
(L.3)
sehingga persamaan (L.3) menjadi
Misalkan 0 0
S=
|
|. . . |
]
. (L.4)
Jika keadaan sistem terkontrol maka persamaan (L.4) harus dipenuhi untuk setiap keadaan awal |
|. . . |
0 . ini memerlukan syarat bahwa “pangkat” dari matriks x harus sama dengan n.
Dari analisis ini dapat menyatakan syarat keterkontrolan sebagai berikut: Keadaan sistem yang dinyatakan oleh persamaan (L.1) terkontrol jika dan hanya jika vektor ,
, …,
bebas linear, atau matriks x . |
|. . . |
mempunyai pangkat penuh.
63
Lampiran 3 Penjabaran , diasumsikan pangkat tinggi dari polinomial A dan
Untuk menurunkan
B adalah m. Diasumsikan akar-akarnya tidak ada bernilai sama. Dengan menggunakan interpolasi Lagrange Sylvester,
dapat diperoleh dengan
menyelesaikan persamaan berikut.
⎡1 λ1 ⎢ ⎢1 λ2 ⎢1 λ3 ⎢ ⎢ ⎢1 λ m ⎢ ⎣⎢ I A
λ12 λ1m−1 λ22 λ2m−1 λ32 … λ3m−1 λm2 … λmm−1 A2 … Am −1
eλ1τ ⎤ ⎥ eλ2τ ⎥ eλ3τ ⎥ ⎥ = 0. ⎥ λmτ ⎥ e ⎥ e Aτ ⎦⎥
Dengan menyelesaikan persamaan (L.5) untuk
(L.5) , dapat ditulis sebagai
berikut: τ I+
τ A+
τ
+…+
τ
(i=0,1,2,…,m 1) diperoleh dengan menyelesaikan sejumlah
dengan
persamaan berikut: τ +
τ
+
τ
+…+
τ
=
τ +
τ
+
τ
+…+
τ
=
τ +
τ
+
τ
+…+
τ
=
τ +
τ
+
τ
+…+
τ
=
.
64
Lampiran 4 Persamaan Keadaan Takhomogen Persamaan keadaan takhomogen yang dinyatakan oleh: +Bu
(L.6)
dimana vektor n dimensi vektor r dimensi matriks konstan x matriks konstan x . Dengan menulis persamaan (L.1) sebagai . , diperoleh
Dengan mengalikan di depan kedua ruas persamaan ini dengan .
[
Dengan mengintegralkan persamaan di atas antara 0 dan t, diperoleh 0 atau 0
(L.7)
persamaan (L.7) juga dapat ditulis sebagai berikut: Φ
0
Φ
.
(L.8)
Dimana Φ t Persamaan (L.7) atau (L.8) adalah jawab persamaan (L.1). jelaslah bahwa jawab merupakan jumlah dari suku yang terdiri dari transisi keadaan awal dan suku yang ditimbulkan oleh vektor masukan.
65
Lampiran 5 Pendekatan Transformasi Laplace Pada jawaban persamaan takhomogen. +Bu Juga dapat diperoleh dengan pendekatan transformasi Laplace dari persamaan (L.1) adalah 0 0
atau
dengan mengalikan di depan kedua ruas persamaan terakhir ini dengan , diperoleh 0
.
Dengan menggunakan hubungan yang dinyatakan oleh persamaan (L.7), diperoleh 0
.
Transformasi Laplace balik dari persamaan akhir ini dapat diperoleh dengan menggunakan integral konvolusi sebai berikut: 0 Solusi dalam bentuk
.
. Sejauh ini kita anggap bahwa waktu awalnya adalah
nol. Menganggap jika waktu awal dinyatakan dengan
bukan 0, maka solusi
persamaan (L.1) harus dimodifikasi menjadi: . Contoh.2. Carilah respon waktu sistem berikut: 3 Misalkan
,
2
konstan dengan nilai awal
0
diperoleh solusi umum dari persamaan berikut adalah:
0 dan
0
0 maka
66
Persamaan particular
0 . Persamaan komplementer 3
2
0
2 dan
1 .
Sulusi umum .
+ Dari nilai awal yang diberikan maka konstanta
dan
dapat disubstitusi dengan
konstanta , sehingga solusi persamaandiferensial adalah: + Dimana
=(
+
adalah fungsi tangga satuan yang terjadi pada 1
. 0, atau
.
Misalkan
3
2 +
.
Sehingga dapat ditulis bentuk vektor sebagai berikut: 0 2
1 3
0 u. 1
0 2
1 3
0 . 1
Untuk sistem ini
Matriks transisi keadaan Φ
telah diperoleh dari contoh 1 sebagai
67
2 2
Φ
2
.
2
Selanjutnya, respon terhadap masukan tangga satuan diperoleh sebagai berikut: 2 2
0
2
2
0
0 1 1
2 1 2
0
1 2
atau 2 2
2
Jika syarat awalnya adalah nol, atau menjadi 1 2 =
2
0 0
0
0, maka
. dapat disederhanakan
1 2 .
68
Lampiran 6 Rekonstruksi Model Sistem Pendulum Biasa Penurunan energi pada motor dan pendulum 1. Energi kinetik Energi kinetik pada motor =
(
=
Energi kinetik pada pendulum sin
=
cos
cos
= 2
cos
2
cos
sin co
sin
cos
sin
cos
m
cos
.
Total energi kinetik pada motor dan pendulum =
+
=
cos
= cos
)
.
(L.9)
2. Energi potensial a. Energi potensial pada motor
0.
b. Energi potensial pada pendulum
glcosθ.
Total energi potensial pada motor dan pendulum
mgl cosθ .
(L.10)
3. Penurunan energi kinetik akibat friksi Energi kinetik akibat friksi motor dengan lintasan =
.
=
Energi kinetik akibat friksi motor dengan sudut pendulum =
.
Sehingga total energi kinetik akibat friksi ( )adalah =
+
.
(L.11)
69
Lampiran 7 Persamaan Euler Lagrange Misalkan q = ( ,
) dimana
=x,
dan
=θ,
Pada bentuk persamaan-persamaan taklinear berikut. (
– cos , cos
( 0,
(
0
– cos
, cos
(
sin .
sin
g sin ,
sin
.
70
Lampiran 8 Pelinearan Model Sistem Pendulum Biasa Persamaan taklinear yang diperoleh sebagai berikut: sin
cos cos
(L.12)
si
g sin
sin
0.
(L.13)
Karena persamaan (L.12) dan (L.13) taklinear maka dilinearkan terlebih dahulu. Dengan mengasumsikan sudut yang dibentuk oleh pendulum θ adalah cukup kecil, maka persamaan tersebut dapat dituliskan sin 0 dan
, cos ≈1,
0. (L.14) l
g
θ
0.
(L.15)
Untuk menentukan keterkontrolan pada pendulum biasa asumsikan
0
0 maka diperoleh persamaan
dan
(L.16)
g
0
(L.17)
.
(L.18)
Kemudian substitusikan persamaan (L.18) ke persamaan (L.16) diperoleh persamaan sebagai berikut: g
l
g 4
. 3 g
4 g
=
,
g
, .
(L.19)
Selanjutnya substitusikan persamaan (L.19) ke persamaan (L.18) diperoleh persamaan sebagai berikut: g
g g
g
g
g
,
, g
.
(L.20)
71
Lampiran 9 Rekonstruksi Model Sistem Pendulum Terbalik Tunggal dengan Lintasan Datar Penurunan energi pada motor dan pendulum 1. Energi Kinetik Energi kinetik pada motor =
=
.
Energi kinetik pada pendulum sin
=
cos
cos
= =
(
+2l
cosθ+
=
+ l
cosθ+
=
+ l
cosθ+
+
sin
+
+
sin
cos
)+
+ .
Total energi kinetik =
+
=
( + )
+ l
.
cosθ+
(L.21)
2. Energi Potensial Energi potensial pada motor = 0. Energi potensial pada pendulum =
g l cosθ.
Total energi potensial =
gl cosθ.
(L.22)
3. Penurunan energi kinetik akibat friksi Energi kinetik akibat friksi motor dengan lintasan =
.
72
Energi kinetik akibat friksi motor dengan sudut pendulum .
= Total energi kinetik akibat friksi ( ) adalah
.
+ 4. Persamaan Euler Lagrange Misalkan q = ( ,
) dimana
=x,
dan
=θ,
Dengan bentuk persamaan-persamaan taklinear sebagai berikut ( ( + ) (
+ l cos
=( + )
l cos
sinθ,
0,
(
)
= ,
sin +
l cos 0
(
+ l cos (
+ l
l cos
l
sin
sin + gl sin ,
= +
l cos +
g sin = 0.
.
73
Lampiran 10
Pelinearan Model Sistem Pendulum Terbalik Tunggal dengan Lintasan Datar
Persamaan taklinear yang diperoleh sin +
l cos l cos +
+
=
(L.23)
g sin = 0
(L.24)
Karena persamaan (L.23) dan (L.24) taklinear maka dilinearkan terlebih dahulu. Dengan mengasumsikan sudut yang dibentuk oleh pendulum θ adalah cukup kecil, maka persamaan tersebut dapat dituliskan sinθ≈θ, cosθ≈1 dan 0.
–
+
l +
=
(L.25)
g
=0.
(L.26)
Untuk menentukan keterkontrolan sistem pendulum terbalik dengan lintasan datar, diasumsikan friksi antara motor dengan lintasan pendulum dengan motor (
)
=0 dan friksi
=0 sehingga diperoleh persamaan sebagai berikut:
l
=
(L.27)
g =0.
(L.28)
Disederhanakan persamaan (L.28) menjadi ( gθ g
.
(L.29)
Substitusikan persamaan (L.7)ke persamaan (L.5) diperoleh l(
g
),
g
g g
=
+
u.
(L.30)
Substitusikan persamaan (L.8) ke persamaan (L.7) diperoleh g g
(1 +
g
( )θ
+
u) u.
(L.31)
74
Lampiran 11 Rekonstruksi Model Sistem Pendulum Terbalik Ganda dengan Lintasan Datar Penurunan energi pada motor dan pendulum 1. Penurunan energi kinetik a. Penurunan energi kinetik pada motor .
=
b. Energi kinetik terhadap pendulum pertama sin
=
cos
cos
sin
2
cos
2
cos
2
+
cos
sin
cos
sin
cos cos cos
.
c. Energi kinetik terhadap pendulum kedua sin
=
sin
cos
cos
+ I cos
2
cos
cos
2
cos 2
cos
cos
sin
2
cos cos
sin
sin
sin sin 2
sin sin
sin
cos
2 cos
cos sin
2
cos cos cos
sin
75
cos
cos
co
cos
cos cos
sin sin cos
. 2 , selanjutnya total energi kinetik (
Misalkan =
) diperoleh sebagai berikut
+ cos
+ 2
cos
cos
2
cos
2 =
2
+ 2
cos
cos
cos
2
. (L.32)
2. Penurunan energi potensial Energi potensial terhadap motor = 0. Hal ini disebabkan energi potensial pada motor tidak berubah (tetap). Energi potensial terhadap pendulum pertama
g
cos .
Energi potensial terhadap pendulum kedua
g( cosθ1
cosθ2 .
2 , sehingga total energi potensial (
Misalkan
=
g
g(2 cos
cos
) adalah:
cos
.
3. Penurunan energi kinetik akibat friksi Energi kinetik akibat friksi motor dengan lintasan =
.
Energi kinetik akibat friksi pendulum pertama dengan motor
(L.33)
76
. Energi kinetik akibat friksi pendulum pertama dengan pendulum kedua
. Total energi kinetik akibat friksi ( ) adalah =
+
+ .
=
(L.34)
4. Fungsi Lagrange
2
+ 2
g Dengan
cos
cos
g(2 cos
cos dan
cos
,
2 .
cos
(L.35)
adalah kecepatan motor, kecepatan sudut
pendulum pertama dan kedua. Sedangkan
,
dan
adalah
percepatan motor, percepatan sudut pendulum pertama dan kedua pada saat t.
77
Lampiran 12
Persamaan Euler Lagrange Sistem Pendulum Ganda dengan Lintasan Datar
Misalkan =
=( ,
,
= ,
) dimana
,
,
=
, dan
,
. Pada bentuk persamaan-persamaan taklinear berikut: ( ( + (
2
) + )
2
sin +
cos
=( + 2
cos +
cos
co sin
0
( +
2
) cos
cos
sin
2
sin +
.
(L.36)
0
( 2
cos
2
4
cos 2
( 4
cos 2
2
sin 2
cos
sin
sin
2 2
g sin
sin 2
g sin
2
sin
78
2
cos
4
2
2
sin
2
2
sin 2
cos
sin
2
sin
g sin
sin
2
g sin
0.
L.37) 0
( cos
2
cos
cos
(
sin
sin
cos 2
2
sin
2
2
0.
sin
2
g sin
2 2
cos sin
sin
sin sin
+
2
cos sin sin
g sin (L.38)
79
Lampiran 13 Pelinearan Model Sistem Pendulum Terbalik Ganda dengan Lintasan Datar Persamaan taklinear yang diperoleh sebagai berikut ( +
2
) cos
2
cos sin
sin
2
2
g sin
sin
0.
cos
4
sin
g sin
2
(L.39) sin
2
2
sin +
.
cos
2
2
sin
2
cos
sin
sin
2
2
(L.40)
2
2
cos
sin
g sin
sin
sin
+ 0.
(L.41)
Karena persamaan (L.39), (L.40), dan (L.41) taklinear maka dilinearkan terlebih dahulu. Dengan mengasumsikan sudut yang dibentuk oleh pendulum adalah cukup kecil, maka persamaan tersebut dapat dituliskan sinθ≈θ , cosθ≈1 0 untuk
dan
1,2 maka bentuk persamaan-persamaan di atas dapat
dituliskan sebagai berikut:
( +
) 2
4
+ cos
2
(L.42)
2
sin 2
cos
2
sin
2
2
sin
g sin
sin sin
g sin
2
0.
sin
sin cos
co
cos
cos cos
sin sin = 1
2
2
sin =
2 1
4
2 2
2 2
g
2 0
80
2
2
4
g
0
(L.43)
2
g
2
1
2
2
2
g
0
g
2
0.
(L.44) 0,
Untuk menentukan keterkontrolan maka diasumsikan dan
0 dan diperoleh nilai
dan
0,
dengan disubstitusikan dari persamaan
(L.42), (L.43), dan (L.44) diperoleh persamaan ( +
2
) 2
4
g
2
+
(L.45)
g
2
0
(L.46)
g
2
0
(L.47)
disederhanakan persamaan (L.45), (L.46), dan (L.47) menjadi 4
2
g
g
g
2
2
(L.48)
(L.49) . (L.50)
Substitusikan persamaan (L.49) ke persamaaan (L.50) menjadi g
g
g
g g
2
2
2
2
2
2 2
g
2
2
2
2
g
2 2
g
2
g
g
81 g
g
g
g
.
(L.51)
Substitusikan persamaan (L.51) ke persamaan (L.50) menjadi g
g
g
g
g
g
g
g g
g
g
.
(L.52)
Substitusikan persamaan (L.51) , (L.52 ) ke persamaan (L.45) menjadi ( + 9
1
2 2 g 1 9 2g 2 1 8 1 6 2
1
1
2 2
g
g
g
6 1 3 2 8 1 6 2
1
misalkan
+
g
+
3 1
2
dan diperoleh persamaan berikut g
( +2 ) g
g
( +2 )
g
g
2
27
+
g
g
2
27
+
g
( +2 ) g
4
g
2
2
9
3
+
g
g
g
g
24
24
27 g
14 g
14
2
g
( +2 )
14
4 1 5 2
2 2 g 1 6 1 3 2 g 2 3 1 2 8 1 6 2
) +
( + 9
6
2
)
3 g
g
4
14
4
14
4
.
Substitusikan persamaan (L.53) ke persamaan (L.52) diperoleh g
g
14
27 g 1 3 g 14 4
(L.53)
82 g 14
g 14
4
4
g 36
45
4
g
4
g
9 2 14
27 g 1 3 g
14
14
g
. (L.54)
Substitusikan persamaan (L.53) ke persamaan (L.51) menjadi g
g
g 14
4
27 g 1 3 g 14 4
14
g 14
4
14
14
g2
g 16 14
5
4
g
2 14
27 g 1 3 g
4
g 16
5
14
4
4
14
. (L.55)
4
Diperoleh persamaan sebagai berikut:
g
g g
2 14
g 14
g 16
5
14
4
4
(L.54) 14
g
4
14
4
14
4
(L.55)
.
4
(L.53)
Misalkan g4
5
14
g
2 14
4
g 14
,
4
4
,
,
g
9 2 14
4
g 16
5
14
4
g 14
4
,
18
, , 14
14
4
14
4
4
.
83
Lampiran 14 Rekonstruksi Model Sistem Pendulum Terbalik Dual dengan Lintasan Datar Penurunan energi pada motor dan pendulum 1. Energi Kinetik a. Energi kinetik terhadap motor =
.
=
b. Energi kinetik terhadap pendulum ke-1 sin
=
cos
+
sin
2
cos
2
cos
2
cos
cos
sin
cos
sin
cos
cos
cos
.
c. Energi kinetik terhadap pendulum ke-2
sin
cos
+
sin
2
cos
2
cos
2
cos
cos
sin
cos
sin
cos
cos cos
.
84
d. Turunan total energi kinetik + cos
+ cos
cos
( + .
cos (L.56)
2. Energi Potensial a. Energi potensial terhadap motor = 0. Hal ini disebabkan tinggi motor tetap sehingga energi potensial tidak berubah. b. Energi potensial terhadap pendulum ke-1
g
=
cos .
c. Energi potensial terhadap pendulum ke-2
g
=
cos .
c. Total energi potensial
g
=
cos
g
+
cos .
(L.57)
3..Energi yang hilang Energi yang hilang pada motor =
.
=
Energi yang hilang pada pendulum ke-1 =
.
=
Energi yang hilang pada pendulum ke-2 2
1 2
2 2
.
=
Total energi yang hilang +
D=
+ +
(
+
+ +
2 2 2 2
.
(L.58)
85
4..Fungsi Lagrange
cos
( cos
g
cos
g
cos . (L.59)
5. Persamaan Euler Lagrange Misalkan q = ( , =
,
,
) dimana
= x,
,
=
,
, dan
. Pada bentuk persamaan-persamaan taklinear berikut ini: .
(
(L.60)
Selanjutnya diperoleh persamaan ( + (
=
)
cos +
+
( +
2 2
cos
cos
) cos
sin
+
sin
0
0
(
(L.61)
cos + cos
(
sin
g sin
sin 0
(
(L.62)
sin
sin
cos (
cos
sin
.
86
Lampiran 15 Pelinearan Model Sistem Pendulum Terbalik Dual dengan Lintasan Datar Persamaan taklinear yang diperoleh sebagai berikut ( +
cos
)
cos
sin
–
sin
(L.63)
g sin
cos
0
g sin
cos
(L.64) 0.
(L.65)
Karena persamaan di atas taklinear maka di linearkan terlebih dahulu. Diasumsikan bahwa sudut yang dibentuk oleh pendulum yaitu θ adalah cukup kecil, dengan demikian maka sinθ θ, cosθ 1, dan
0.
Model matematika pendulum terbalik dual dengan lintasan datar yang dilinearkan diperoleh (
)
(L.66)
g g
0
(L.67)
0.
(L.68)
Untuk menentukan keterkontrolan sistem pendulum terbalik dual dengan lintasan datar maka diasumsikan friksi antara motor dengan lintasan friksi pendulum dengan motor
=0 dan
=0 sehingga diperoleh persamaan sebagai
berikut: (
)
(L.69)
g
0
(L.70)
g
0.
(L.71)
Selanjutnya disederhanakan persamaan (L.69), (L.70), dan (L.71) menjadi g
87 g
3
(L.72)
g g
.
(L.73)
Substitusikan persamaan (L.72), (L,73) ke persamaan (L.69) diperoleh g
)
(
g
g g
g
g
.
(L.74)
Substitusikan persamaan (L.74 ke persamaan (L.73) ) diperoleh 3 1g 4
4
g
9 1g
3 2g 2
1
g4
1
4
1
4 2 2
9 1g 4
g4
1
4 2
1
4
2
1
4
2
1
2
(L.75)
Substitusikan persamaan (L.74 ke persamaan (L,72) diperoleh 3 1g 4
4
g
3
g4
4 1
1
3 2g 2
2g
2
4
1
12
(L.76)
2
Selanjutnya diperoleh persamaan sebagai berikut: g4 4
4 1 1
2g
2
4
2
9 1g 4
1
g
1
g4
1
2
1
g
1
2
4 2
1
4
2
12 4
2
2
4
1
.
2
(L.76) (L.75) (L.74)
88
Lampiran 16 Rekonstruksi Model Sistem Pendulum Terbalik Tunggal dengan Lintasan Miring Penurunan energi motor dan pendulum 1. Energi Kinetik Energi kinetik pada motor .
=
Energi kinetik pada pendulum sin
=
cos
cos
= =
(
=
sin
cos
+
+ l
cos
+
sin
=
+ l
=
+ l
+
cos
+2l
+
+
sin
+
)+
cos
+ m cos
+
cos
+ m .
+
Total energi kinetik = =
+ + l
cos
.
+
2. Energi Potensial Energi potensial pada motor = 0. Energi potensial pada pendulum =
g l cos
.
(L.77)
89
Total energi potensial
=
gl cos
.
(L.78)
3. Energi kinetik akibat friksi Energi kinetik akibat friksi motor dengan lintasan =
.
=
Energi kinetik akibat friksi motor dengan sudut pendulum =
.
=
Total energi kinetik akibat friksi ( )adalah
.
(L.79)
4. Persamaan Euler Lagrange Misalkan q = ( ,
) dimana
=
,
dan
Bentuk persamaan taklinear sebagai berikut:
g sinα
–
(
+ l cos (
=
0,
,
l cos
l
sin
0
(
+ l cos (
+
l
sin
l cos
+ glsin
sin
l
.
,
=θ,
.
90
Lampiran 17 Pelinearan Sistem Pendulum Terbalik Tunggal dengan Lintasan Miring Persamaan taklinear diperoleh sebagai berikut: l cos
l
sin
+
–
=
gsin +
(L.80)
l cos
g sin
+
= 0.
(L.81)
Selanjutnya persamaan diperoleh cos θ
cosθ cos α sinθ sin α cos α θ sin α
sin
sinθ cos α – cosθ sin α θ cos α –sin α
cos
l
sin
cos
l
sin
= –
+
gsin . l cos
sin +
+
+
sin
cos
g sin .
= – l
l
cosα
g θcosα
sinα +
l cos
(L.82)
sin +
sinα = 0
g cos
g sin = 0. L.83)
Karena model yang diperoleh dari persamaan (L.82) dan (L.83)taklinear maka dilinearkan terlebih dahulu. Dengan mengasumsikan sudut-sudut yang dibentuk oleh pendulum θ adalah cukup kecil, maka persamaan tersebut dapat 0,
dituliskan sinθ≈θ , cosθ≈1 , 0,
0
0, dan
0 dan
0
0,
0
0,
0
0 yang arti berturut-turut pada posisi awal motor berada
pada titik 0, kemudian motor bergerak dari keadaan diam dan posisi awal pendulum tegak lurus dengan bidang miring serta pendulum bergerak dari keadaan diam. Untuk menentukan keterkontrolan sistem pendulum terbalik dengan lintasan miring maka diasumsikan
0 dan
0.
Jadi bentuk linear persamaan (L.82) dan (L.83) adalah: ) +
l cos = – l cos
g cos
g sin
(L.84)
g sin = 0.
(L.85)
91
Untuk memperoleh nilai
dan
dilakukan substitusikan dari persamaan
(L.85) dan (L.84) maka diperoleh persamaan sebagai berikut: ( + )
g
l cos
( +
g
=
g sinα
cos = – g
) g
g
=
g sinα
–
g
g
(L.86)
Substitusikan persamaan (L.86) ke persamaan (L.85) menjadi g
g
g
g
3g 4
4
cos
4
4
3 cos2
sin
4 4
g
g
12 cos 4
3
g
cos 9 gcos2 sin
gcosα sin
12
cos2
g
g
g
g
.
(L.87)
Misalkan g
, g
g
,
, ,
g
g
, g
.
92
Lampiran 18 Rekonstruksi Model Sistem Pendulum Terbalik Ganda dengan Lintasan Miring Penurunan energi motor dan pendulum 1. Energi kinetik Energi kinetik pada motor . Energi kinetik terhadap pendulum pertama sin
cos
cos
sin
2
cos
2
cos
2
+
cos
sin
cos
sin
cos cos cos
.
Energi kinetik terhadap pendulum kedua sin
=
sin
cos
cos cos
cos
sin
sin 2
2
+
cos
cos cos
2
cos cos
93
cos 2
sin sin
sin
2
cos
cos
2
sin
2 cos
cos in
cos
sin
sin
cos
sin cos
cos
cos
cos
sin
cos
cos
cos Misalkan =
+
sin
.
=2 maka total energi kinetik (
) diperoleh sebagai berikut
+ cos
2
cos
2
cos
cos
2 2
cos 2
2
cos cos
.
(L.88)
2. Energi potensial Energi potensial terhadap motor = 0. Hal ini disebabkan energi potensial pada motor tidak berubah (tetap). Energi potensial terhadap pendulum pertama
94
g
=
cos
.
Energi potensial terhadap pendulum kedua
g(
= Misalkan
cos
.
cos
=2 , sehingga total energi potensial ( ) adalah:
g cos
+
g (2 cos
.
cos
(L.89)
3. Energi kinetik akibat friksi Energi kinetik akibat friksi motor dengan lintasan =
.
Energi kinetik akibat friksi pendulum pertama dengan motor =
.
Energi kinetik akibat friksi pendulum pertama dengan pendulum kedua . Total energi kinetik akibat friksi ( ) adalah
. Dengan
dan
,
(L.90)
adalah kecepatan motor, kecepatan sudut
pendulum pertama dan kedua. Sedangkan
dan
,
adalah
percepatan motor, percepatan sudut pendulum pertama dan kedua pada saat t. 4. Fungsi Lagrange =
95
2 2
cos
cos
cos
g cos
2
g (2 cos
-
cos
2 2
cos
cos
g cos
cos
2
g (2 cos
.
cos
L.91
5. Persamaan Euler Lagrange Misalkan q = ( , =
, dan
,
) dimana
= x,
,
=
,
. Pada bentuk persamaan-persamaan taklinear berikut:
g sin
( 2 (
cos 2
( 2
sin
cos
cos cos
sin
0
0
( 2
cos
2
cos
2
2 (
,
2
=
cos
2
2
cos
2
2
in
2
sin 2
sin
96
2
=
sin
g sin
2
sin
g sin
2
( 0
( cos
2
cos
cos
(
sin
2 sin .
sin
2 2
2
cos
sin sin
g sin
97
Lampiran 19 Pelinearan Sistem Pendulum Ganda Terbalik dengan Lintasan Miring Persamaan taklinear yang diperoleh 2
( 2
cos
sin
cos
sin
+
g sin 2
L.92
cos
2
2
cos
2
2
sin
2
2
sin
(
0
2
2
in
sin
g sin
2
g sin
+ (L.93)
cos 2
sin
sin sin
2
sin
2
cos
sin
2
g sin
sin
0.
+
(L.94)
Karena persamaan (L.92), (L.93), dan (L.94) taklinear maka dilinearkan terlebih dahulu. Dengan mengasumsikan sudut yang dibentuk oleh pendulum adalah cukup kecil, maka persamaan tersebut dapat dituliskan sin ≈θ, cosθ≈1, 0,
0,
0
0,
0
0,
0
0,
0
0, dan
sin α cos α
sin α
0.
Sehingga persamaan menjadi: cos
cos sin
cos α sin cos α – cos
sin
sin α
cos
cos
cos
sin
sin
sin
sin
cos
– cos
sin
2
( 2
cos cos
– sin – sin
cos α –sin α 1
cosα+ sinα cos
+
sin
g sin
L.95
98
2
cos
2
cos
sin – sin
2
2
1
2 2
cos
g
cos
• 2
– sin
2
g
2
cos
cos
2
– sin
cos
0
cos
– sin
(L.96)
– sin
2
cos
g
+(
2 cos
g
0
+(
2
– sin
sin
cos 1
2
2
g
2
cos
cos
– sin
– sin
2
2
– sin
2
0.
+
(L.97)
Dengan mensubtitusikan hasil pelinearan tersebut di atas ke persamaan (L.95), (L.96), dan (L.97), maka diperoleh : 2
cos +
cosα
g sin 2
2
cos
g
•
2
cos
cos
(L.98) 2 2
2
g sin + (
0
g
2
cos
– sin
0.
+
(L.99)
(L.100)
Untuk menentukan keterkontrolan sistem pendulum , diasumsikan 0, dan
0,
0. 2
(
g sin
2 •
cos
2
g cos cos
(L.101)
2
4 2
2
cos
cosα
gsin
0
g
(L.102) cos
– sin
0.(L.103)
99
Misalkan
, selanjutnya disederhanakan persamaan (L.101),
(L.102), dan (L.103) menjadi
2
(
3 3 g cos
•
g
2
cos
cosα
cos
–
g sin
2
3 gsin
3
gsin
cos
cos
2
(L.104) (L.105)
.
(L.106)
Substitusikan persamaan (L.105) ke persamaan (L.106) diperoleh g
g
g
3 g cos
3 gsin
3
cos
g
–
gsin
cos
6
g
8 8
g
2 cos
cos – 8 gsin 9 g cos
cos
g
g
– g
9 gsin
9
cos
g
g
g
.
(L.107)
Substitusikan persamaan (L.107) ke persamaan (L.106) diperoleh
g
2
g
cos
cos
cos
g
g
– g sin
g
–
g
g
–
g
=
– g sin
g g
cos
g
g
g
g
– g
g
g
g
g
g
g
.
(L.108)
Substitusikan persamaan (L.107) dan (L.108) ke persamaan (L.104) menjadi (
2
3 g
– g
g
g g
g
cos
cos 2
g sin
100 g
–
(M 2 g
g
g
14
g
54 g 24 14
28
3
g cos
3 g sin
27 g
cos
cos
27
27
cos
2
g sin
cos
14
24
cos
– 24 g cos sin
g
14
14
2
g sin
3
cos
27 g cos
g sin
2
g
cos
g
cos
14
cos
cos
– 27 g sin
2
g
g
g
.
(L.109)
Substitusikan persamaan (L.109) ke persamaan (L.108) diperoleh =
g
– g
g
g
g
g
– g
=
g
g g
=
g
g
g g
g g
g
.
(L.110)
Substitusikan persamaan (L.109) ke persamaan (L.107) diperoleh g
g g
g g
g
g
g
g
g
g g
g g g
g
g
.
(L.111)
101
Selanjutnya bentuk persamaan menjadi =
g
g g g
(L.110) g
g
(L.111)
g
+
g g
+
g
(L.109)
Misalkan g
g
,
c
, g
, g
, , g
g
,
g
g g
, ,
,
g
g
.
102
Lampiran 20 Rekonstruksi Model Sistem Pendulum Terbalik Dual Lintasan Miring Penurunan energi motor dan pendulum 1. Energi Kinetik Energi kinetik terhadap motor =
=
.
Energi kinetik terhadap pendulum ke-1 sin
cos
+
I1 cos
sin
2
cos
cos
2
cos
cos
sin
sin
2
cos
cos
cos
.
Energi kinetik terhadap pendulum ke-2 sin
=
cos
+
2
cos 2
sin cos
cos
cos
cos
sin
2
sin
103
2
cos
cos
cos
.
Turunan total energi kinetik =
+
+ cos
+ cos
cos
( cos
.
(L.112)
2. Energi Potensial a Energi potensial terhadap motor 0. Hal ini disebabkan tinggi motor tetap sehingga energi potensial tidak berubah. b Energi potensial terhadap pendulum ke-1
g
cos
.
c Energi potensial terhadap pendulum ke-2
g
cos
g
cos
.
d Total energi potensial :
= 3. Energi yang hilang
Energi yang hilang pada motor
=
.
Energi yang hilang pada pendulum ke-1
=
.
g
cos
.
(L.113)
104
Energi yang hilang pada pendulum ke-2 .
= Total energi yang hilang
+ (
+
+
+
.
(L.114)
4. Fungsi Lagrange :
cos
(
L
g cos
cos .
cos
g
-
(L.115)
5. Persamaan Euler Lagrange : Misalkan
,
=( ,
, dan
=
) dimana ,
, .
dan
=
Pada bentuk persamaan-persamaan
taklinear berikut. .
( Selanjutnya diperoleh ( (
) + ( cos
0
cos
+
cos
sin
sin
0,
(
+ cos
) +
cos
,
105
cos
(
sin
g
sin
sin
0
( sin
sin
cos (
sin
cos
sin
cos
cos
‐
sin
g sin
L.116 cos cos
g sin g sin
0
L.117 0.
L.118
106
Lampiran 21 Pelinearan Sistem Pendulum Terbalik Dual dengan Lintasan Miring Persamaan taklinear yang diperoleh cos
)
( sin
cos
sin
g sin
(L.119)
g sin
cos
0
(L.120)
g sin
cos
0. (L.121)
Karena persamaan di atas taklinear maka di linearkan terlebih dahulu. Diasumsikan bahwa sudut yang dibentuk oleh pendulum yaitu θ adalah cukup kecil, dengan demikian maka sin 0,
0
0,
0
0,
0
,cos
0, dan
cos cosα sin sinα cosα
sin
sin cosα – cos sinα cosα
)
0 dan
0
0.
cos (
0,
1,
sinα
cosα –sinα sinα
cosα – sinα
cosα
sinα -
cosα – sinα
g sin cosα
cosα
sin
g
cosα – sin
sinα
g
cosα – sinα
0 0.
Selanjutnya diperoleh model matematika yang linear dalam bentuk persamaan diferensial linear yaitu : (
cosα
)
cosα
g sin (L.122) g
cosα
g
cosα
cosα
g sinα
cosα
g
0
sinα
(L.123) 0. (L.124)
Untuk menentukan keterkontrolan sistem pendulum terbalik dual dengan lintasan datar, maka diasumsikan friksi antara motor dengan lintasan friksi pendulum dengan motor
0 dan
0, sehingga diperoleh persamaan sebagai
berikut: (
)
g sin
cosα
cosα (L.125)
107
cosα
g
cosα
g sinα
cosα
g
cosα
g
0
sinα
(L.126)
0.
(L.127)
Selanjutnya disederhanakan persamaan (L.125), (L.126),dan (L.127) menjadi
g g
g
α
α
(L.128)
g
cosα
g
α
cosα
α
g g
g sinα
cosα
α
α
sinα
cosα
.
(L.129)
Substitusikan persamaan (L.128), (L.129) ke persamaan (L.125) diperoleh
g sin
cosα
cosα
g sin g
g
4
4
g sinα
3 3
g
cosα
g sin
4
3
cosα cosα
g
3
g cosα
3
cosα
cosα
3
g sinα
cosα cosα
4
g sin
4 3
g sinα cosα
3
4
4
cosα cosα
gcosα sinα
3 4
g
3
g cosα cosα
3
gcosα sinα g
3 g
3
cosαcosα 4
g sinα cosα α
α
g
g cosα cosα
g cosα cosα
3
cos α
3
3
g cosα cosα
3 α
gsin
4
g
α
α
g
α
α
α
α
g
g
α
α
α
g
α
α
.
(L.130)
Substitusikan persamaan (L.130) ke (L.128) diperoleh g
g g
α
g
α
g
α α
α
g
108
3g
4
g
4
3cos α cosα
4
4
g
α
3g 4 4 g
α
3cos α sinα
4 3cos α α
g
α α
g
α
α
g
α
α
α
α
g
α
α
α
g
g
α
α α
α
α
α
α
g
α
α
g
α
α
α
g
α
α
α
α
(L.131)
α
Substitusikan persamaan (L.130) ke persamaan (L.129) diperoleh g
g sinα
cosα
g
g
α
cosα
α
g
g
g
α
α
g
g
g
α
α
α
g
g
α
α
g
α
α
g
α α
g
g
α
α
α
g
α α
α
α α
g
α
α
α
α
α α
α
.
α
(L.132)
Diperoleh persamaan sebagai berikut g
α
α
g
α
α
g
α α
α
α
α α
(L.131)
109 g
g
α
α
α
α
α
g
α
α
α
(L.132)
α
g
g α
α
g
+
α
g
α
α
.
α
(L.130)
Misalkan g
α
,
α α
α α
g
α α
g
α α
k=
g
α α
,
α
,
α
g
,
α
g
g
α
α
α α
,
α
,
,
g α
,
α
g
α
g
α α
.
,
110
Lampiran 22 Keterkontrolan Sistem Pendulum Biasa dengan Lintasan Datar Bentuk matriks keterkontrolan yang diperoleh 0 |
S=
|
|
] =
0
0 0
0
0
0 0
0
0
0
0
0
0
0 0
E14,E23
0
0
0
0
0 0
0 0
E31( , E42(
0 0
0
0
0 0
pangkat penuh.
0
0 0
0
Diketahui : g
, ,
b= g
,
Untuk menentukan keterkontrolan sistem pendulum setelah di OBD, misalkan setiap entri matriks S sama dengan nol maka persamaan diperoleh menjadi 0
tak mungkin.
0 , tak mungkin karena
0.
0 g
( 9 g
0
0
tak mungkin.
Dari analisis di atas dapat dinyatakan bahwa sistem pendulum biasa tunggal dengan lintasan datar selalu terkontrol dengan pangkat penuh.
111
Lampiran 23
Keterkontrolan Sistem Pendulum Terbalik Tunggal dengan Lintasan Datar
Bentuk matriks keterkontrolan yang diperoleh 0
0 |
S=
|
|
] =
0
0
0
0
0
0
0 0 0
0 0
E43
0 0 |
|
|
0 0
E 32,
0 0
0 0
0
0 0
0 0
0 S=
0 0
0 0
0 0
0 0 0
0
0
0 0
E21, 0 0
0
0
0
E42, 0 0 0
0 0 0 0 0
E21( , E43( , 0
0
0 0
0 0
.
0
] dengan pangkat penuh.
Untuk menentukan keterkontrolan sistem pendulum setelah di OBD, misalkan setiap entri matriks S sama dengan nol maka persamaan diperoleh menjadi g
p=
1+
)=
g
,
s=
g g
g
,r=
,
g g
12g
g
g
3g
g
t= 0
g
g
0
0, tak mungkin 0, tak mungkin g
— 9g
9g
0 0,
tak mungkin.
Dari analisis di atas dapat dinyatakan bahwa sistem pendulum terbalik tunggal dengan lintasan datar selalu terkontrol dengan pangkat penuh.
112
Lampiran 24 Keterkontrolan Sistem Pendulum Terbalik Ganda dengan Lintasan Datar Untuk menentukan keterkontrolan sistem pendulum dengan bentuk matriks keterkontrolan berikut: S= 0
0
0 0
|
| 0
|
|
|
] = 0
0
²
0 0 0
0
0 0
0
²
²
² 0
0 0
0
113
0 0 0 0 0 0
0 0
0 0 0 0 0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 pangkat 6 0
0
Karena syarat keterkontrolan sistem adalah bahwa matriks S berpangkat penuh. S=
|
|
|
|
|
]
dengan pangkat 6.
Jadi matriks di atas terkontrol karena pangkat yang diperoleh adalah 6. Jika pangkat yang diperoleh lebih kecil dari 6 yang artinya , , , , ,dan
bernilai
nol maka sistem pendulum terbalik ganda dengan lintasan datar tidak terkontrol. Untuk memudahkan dalam menentukan nilai dari persamaan yang diperoleh di atas dikerjakan dalam software mathematica. Misalkan masa pendulum pertama dan masa pendulum kedua
=
serta panjang pendulum pertama l=
dan panjang pendulum kedua k= maka diperoleh:
114
Untuk menentukan keterkontrolan sistem pendulum setelah di OBD, misalkan setiap entri matriks S sama dengan nol maka persamaan diperoleh menjadi 0, tak mungkin. 0 9 g 50 50
/
5
0, karena
19
2
0
dan
, tak mungkin. 1/
²
9 g 150
0 41 19
150 Misalkan
41
570 ² 570
133
/ 19 ²
0 133
0
5
115
109
437
0
109 tak mungkin. 437 0 27 g²
60
100 ² 5 7
/ ² ² 5
60
100 2 5
Untuk
dimana
502
4
347
² 2
19
4
3
2 2
dan
0 7
0
,
0 tak mungkin.
0 1/
²
²
0
²
27 ² 192
60 ² 5 7
192
dimana
192
60 5
4
192
300
240
383
286
0
7 ² 2
/ 19 3 ² 5
60 ² 5
Untuk
4
4
7 ² 2
dan 7 2
0
² 7
0
, 7
14
19
0
49
0
, tak mungkin. 1/ ²
² ² ²
³
²
²
²
²
²
² ² ³
²
² ² ² ²
²
³
²
³ ²
0
²
Karena k= dan l=
2
2
²
0
² ² g
²
maka diperoleh persamaan sebagai berikut
5 , mungkin. Dari analisis ini dapat dinyatakan bahwa sistem pendulum terbalik ganda dengan lintasan datar selalu .
terkontrol, kecuali pada panjang
5 dan
116
Lampiran 25 Keterkontrolan Sistem Pendulum Terbalik Dual dengan Lintasan Datar Bentuk matriks keterkontrolan yang diperoleh |
S= 0
0
0 0
| 0
|
|
|
] = 0
0
²
0
²
0 0 0
0
² 0
0
² 0
0 0
0
117
Untuk memudahkan dalam perhitungan setelah di operasi baris dasar (OBD) selanjutnya misalkan entri –entri sebagai berikut: a
rw+vy
b
(v²y-rsz+rvw-tvz)
c prw+qvw+rsy+tvy ²
d= e=
²
² ²
²
³
²
² ³
2
² ²
³ 0 0 0 0 0 0 0 0 0
0 0 0
0
²
² ² ²
2
²
²
²
²
²
³ ²
0 0 0
0 0 0
0 pangkat 6. 0
Jika masa pendulum pertama serta panjang pendulum pertama l= diperoleh:
²
²²
0 0
² ²
² 0
²
dan masa pendulum kedua dan panjang pendulum kedua k= maka
118
Untuk menentukan keterkontrolan sistem pendulum setelah di OBD, misalkan setiap entri matriks S sama dengan nol maka persamaan diperoleh menjadi 0 tak mungkin a= rw+vy =0 9g
/
b= (v²y-rsz+rvw-tvz)=
4 9g / 4
0, tak mungkin 4
0, tak mungkin
119
0 27 g
6
4
4
4
/ 4 6
4
4
0
4
4
0, tak mungkin
1
0 g
=0
3
4
3
l= , k= , e=
, ² 2
² ²
4
0
, M=
²
²
4
²
²
tak mungkin ²
²
² ²
²
²
2
²
²
²
³ ²
² ²
³
² ³ ³
²
² ² =0 27 g
/ 16
27 g
0,
Karena k=l atau Berarti
4
0
mungkin. =
, mungkin
sistem pendulum terbalik dual dengan lintasan datar selalu
terkontrol, kecuali terjadi pada panjang pendulum =
dan
.
120
Lampiran 26
Keterkontrolan Sistem Pendulum Terbalik
Tunggal dengan
Lintasan Miring Untuk menentukan keterkontrolan sistem pendulum dengan menggunakan persamaan berikut: 0
S=
|
|
|
]=
0
0 0
0
0 E42,
0 0
E21( ,
S=
0 0
0 0
0 0 0 0
0
|
0 0 E43,
|
E21, 0 0 0
0 0 0
0 0
0 0 0
0
0 0
0 0
0 0 E43( ,E32 0 0 0
0 0
|
0 0
0 0 0
0 0
0
0
] dengan pangkat 4.
Jadi persamaan di atas terkontrol karena pangkat yang diperoleh 4. Jika = 0 –
pangkat yang diperoleh lebih kecil dari 4 yang artinya 0, dan
0 maka sistem pendulum tak terkontrol. g
,
,
g
,
, g
, =0 g g
12g
12g
0 9
gcos α, tak mungkin =0, cos
0, α=90 , 270 tak mungkin
g
36g 4
4
0 cosα cosα
0, tak mungkin.
Dari analisis di atas dapat dinyatakan bahwa sistem pendulum terbalik dengan lintasan miring selalu terkontrol dengan pangkatnya 4.
121
Lampiran 27
Keterkontrolan Sistem Pendulum Terbalik
Ganda dengan
Lintasan Miring Untuk menetukan keterkontrolan sistem pendulum dengan bentuk matriks keterkontrolan berikut: S=
|
|
|
|
|
] = ² ² ² ²
122
0
0 S
0 0 0 0 0 0 0 0
0 0 0 0
0
0
0 0
0 0 0
0
0
123
0, , 1/
²
, ,
1/
²
²
²
,
1/ ²
² ² ²
³ ² ³ ²
²
²
²
² ²
²
³
² ³
²
² 2 ² ² ² ²
²
² 2
² ²
.
124
Untuk menentukan keterkontrolan sistem pendulum setelah di OBD, misalkan setiap entri matriks S sama dengan nol maka persamaan diperoleh menjadi 0 0, tak mungkin.
0 9 g cos
50
50
0, karena 50 ,
1/ 3
38
33 cos
, dan
19
0
2
selanjutnya diperoleh
tak mungkin.
²
0
(9g cos 40
/
40
3
/ 19
38
33 cos
7
100
19
0
0 , mungkin.
0 27
g cos
2 4
7
6 cos
60
2
33 cos 2
7
Misalkan
cos
19
6 cos 60
1
7 2
100 1
cos
selanjutnya diperoleh
8 /
38
0 8
3 cos 0.
3 cos
4
125
14
12
cos
7
100
800
60
0
120 cos 347
694
300 cos
400
120
192cos tak mungkin.
1/
²
27 g cos
²
²
80
8
0
3 cos
3
2
7
33 cos 80 3
8
2
7
80
3 cos
cos
/ 19
38
0 2
1
cos
0.
4
3 240
2
730
66 2
7
cos 36
365
1
7
66
7
2
selanjutnya diperoleh
8
640
2
4
6 cos
66
6 cos
19
3 cos
Misalkan
4
1
6 cos
320 cos
7 132
21
336 cos
cos 0
132
cos
66
42
0 0
, tak mungkin. 0 1/ ²
² ² ²
²
³
²
² ³ ²
108 g cos
5
5
/ ² 40
²
² ²
² ²
²
³
² ³
3
38
2
²
² ²
² 2
² ²
² ²
33 cos
19
0 0
0 dan
karena 5 ,
maka diperoleh
mungkin.
Jadi sistem pendulum terbalik ganda dengan lintasan miring selalu terkontrol kecuali pada panjang pendulum dan 5
dan
.
dan
atau
126
Lampiran 28 Keterkontrolan Sistem Pendulum Terbalik Dual dengan Lintasan Miring Untuk menetukan keterkontrolan sistem pendulum dengan bentuk matriks keterkontrolan berikut: S= 0
0
0
|
| 0
|
|
|
]= 0
0
²
0 0
0
0 0
0 0
0
²
²
² 0
0 0
0
127
Untuk memudahkan dalam perhitungan setelah di operasi baris dasar (OBD), selanjutnya misalkan entri –entri menjadi 1/
²
1/
²
²
²
1/ ²
² ²
² 0
0 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0 0 0
³
²
² ³
²
³
0
0
0 0
²
²
² ² ² ³
² ² ²
² 2 ² ²
² ² 2
²
²
0
0 0 0
²
rank 6.
0
Jadi persamaan di atas terkontrol karena pangkat yang diperoleh adalah 6. Jika pangkat yang diperoleh lebih kecil dari 6 yang artinya , , , , ,dan
sama
dengan nol maka sistem pendulum terbalik dual dengan lintasan miring tidak terkontrol. Untuk memudahkan dalam menentukan nilai dari persamaan di atas
128
maka dikerjakan dengan software Mathematica yang misalkan masa pendulum pertama
dan masa pendulum kedua
serta panjang pendulum
pertama l= dan panjang pendulum kedua = maka diperoleh
129
Untuk menentukan keterkontrolan sistem pendulum setelah di OBD, misalkan setiap entri matriks S sama dengan nol maka persamaan diperoleh menjadi 0, tak mungkin.
α
0 9 gcos
/
9 gcos
4
4
3 cos
4
3 cos
0
0,
dimana l= dan L= = , tidak mungkin. 1
0
9 g cos
2cos
4
/ 4 2 9 g cos 4
4
4
3 cos 4
4 3 ,
dimana
4
cos
4
3 cos
2 cos
4
3 cos 4
4
3cos 3
4
4
cos 3
4
3
cos
3 cos
4
3
2 cos
0
0
cos
, dan cos
,
tak mungkin.
0 27 cos
g
4 cos
4 4
3 cos
3 cos 4
4 4
4
4
3 cos / 4
3 cos
4 0
0
130
27 g cos
4 cos
4 4
3 cos 4
4 cos
4
cos
4
3
0 4
3
4
4
cos
,
Dimana
0
4
4
4
3 cos
3 cos
3 cos
4
4
4
4
4
4
, dan l= , L=
cos 0.
selanjutnya misalkan
dan
maka diperoleh persamaan: 4
4 3
4 cos
8
4
16 2
cos 3
2
2
cos
4
4
cos
4
cos
, tak mungkin. 0
y= 27 g cos
cos
27 g cos
4
9 cos
2 cos
4
3 cos
3 cos
4
4
3 cos
4
3 cos
4
cos
4
3 cos 3 cos 4
3 cos
4
4 9
2
4
4
0 4
4
3 cos
4
4 0
3 cos 8
2 cos 4
4
3 cos
3 cos
4
4
0 4
4 4
2 3
12 cos
3 3
cos
cos
cos 4
4
4 4
4
4
8
3 cos 4
4
8
3 cos
4
cos 8
2 / 16
3 cos
cos
16
4
3 cos
4
cos
3 cos
4
3 cos cos
3 cos
4
3
4
4
4 4
9 cos 4
4
9 cos
2
4
3 cos
4
2 cos
cos
4
3
4 3
cos
cos 0
131
4
cos
8
12
32 3
cos
16
cos
cos cos
6 cos
24
cos
+4
cos
cos
-8
24
36
cos
cos
16
+32
Dimana
32
(4
8
12
9
cos
cos
cos
16
2
cos 9
cos
.
, selanjutnya misalkan
dan
,
dan α=0
sehingga diperoleh persamaan: 4
cos
8
32
12
cos
3
cos
8
12
cos
16
cos
16 4
32
cos
cos
6
24
24
9
cos
cos cos
8 9
cos
+4
cos
cos
16
cos
+32
-
-36
cos
+9
40
cos
cos
16 80
16
24
64
cos
12
cos
64
4
= √13− √13−3 ,
mungkin. 3 ,
√13
tak mungkin.
1/ ²
²
²
³
² ³
² ²
³
² ³
Misalkan
4 64
²
²
² ²
² ²
²
dan
27 g cos 3 cos
²
4 4
3 cos 112 cos
² 2
²
²
2
² ²
²
²
²
=0.
maka bentuk persamaan adalah 3cos 4
4 +108 cos
4
4
3 cos 4
3 cos 27 cos
cos 4
3
3 cos 4 4
3
4
16
4
3 cos 4
3 cos
132
8 16
16 cos
9 cos
27 cos
/ 16
2 cos
4
4 4
4
4 4
3 cos
4
4
16 cos
27 cos
dan
3 cos
16
4
80 cos
64
3 cos 60 cos
80
112
60
3
4 4
4
3
108
27
4
4 3
16 32 128
64
88
16
72
17
7
8 9
99 64
32
56
48
216
0
64
4
3
48
99 64
56
4
216
128
51
64
4 51
2
0 128
32
112
12
51 64
112
4
3
216 64
88
4
8
56
12
96
3
16
2
64 128
4
16 16
32
48 64
27
3
0
33
4
0 diperoleh persamaan berikut:
dan
4
64
4
96
3
4
4
4 4
64
3
4
7
3 cos
0. 4
64
0
4 3
3 cos
3 cos 4
27 cos
Selanjutnya misalkan 3
4
3 cos
9 cos
60 cos 4
cos
3 cos
+108 cos
80 cos 4
4
4
3 cos
8 16
3 cos
3 cos
3cos
112 cos
64
0 112
12
99
0
0 0
, tak mungkin. Jadi pada sistem pendulum terbalik dual dengan lintasan miring selalu terkontrol, kecuali pada terjadi panjang pendulum √13
3 .
=
,
dan
,, dan
133
Lampiran 29
Sintaks Matlab yang digunakan untuk mencari vektor
dan
simulasi
clear all; clc; % Sistem Pendulum terbalik Tunggal dengan Lintasan Miring % Mencari keterkontrolan sistem pendulum menggunakan matlab % Matlab Program A = [0 1 0 0;8 0 0 0;0 0 0 1;-0.67 0 0 0]; B = [0;-0.27;0;0.36]; C = [1 0 0 0;0 0 1 0]; CONT=ctrb (A,B) rank (CONT) eig (A) sys1=ss (A,B,C,0); step (sys1,2.5) grid % Mencari K dengan menentukan lokasi dari pole (nilai eigen) P=[-2+j*2*sqrt (3) -2-j*2*sqrt (3) -10 -100]; K=place (A,B,P); AK=A-B*K; sys2=ss (AK,B,C,0) step (sys2) grid
clear all; clc;
134
% Sistem Pendulum Terbalik Dual dengan Lintasan Miring % Mencari keterkontrolan sistem pendulum menggunakan matlab % Contoh yang tak terkontrol L=l, M=1/4 m (sqrt (13)-3) % Matlab Program A = [0 1 0 0 0 0;4.15 0 0.39 0 0 0;0 0 0 1 0 0;0.39 0 4.15 0 0 0; 0 0 0 0 0 1;-0.50 0 -0.50 0 0 0]; B = [0;-0.21;0;-0.21;0;0.26]; C = [1 0 0 0 0 0;0 0 1 0 0 0; 0 0 0 0 1 0]; CONT=ctrb (A,B) rank (CONT) eig (A) sys1=ss (A,B,C,0); step (sys1,5) grid % Mencari K dengan menentukan lokasi dari pole (nilai eigen) P=[-5+j*2*sqrt (3) -5-j*2*sqrt (3) -10 -10 -10 -10]; K=acker (A,B,P); AK=A-B*K; eig (AK) sys2=ss (AK,B,C,0) step (sys2) grid