KETERGANTUNGAN NELAYAN TERHADAP PT. LABINDO NUSA PERSADA DI DESA MANTANG LAMA KECAMATAN MANTANG
ARTIKEL – E-JOURNAL
Oleh OCTARIO FARLIANSYAH NIM 080569201007
PROGRAM STUDI SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI TANJUNGPINANG 2015
ABSTRACT
Fishermen are a group of people whose lives depend on the sea, like catching and farming. Fishermen at Mantang Lama village is an traditional fisherman who rely on the fishing line and hook around the region no wonder they dependence on compensation funds provided by PT. Labindo Nusa Persada because the revenue generated can not make ends meet. The research objective is to determine the dependence of fishermen on PT. Labindo Nusa Persada at Mantang Lama village. This study is a qualitative descriptive study which is to seek the facts in accordance to the title and provides an overview of the social fanomena. This study uses the theory from Dercon by Haughton and Khandker (2012: 261) to see the dependence of fishing communities to the compensation fund such as asset,income,and welfare / ability. The conclusion that can be drawn based on interviews that the dependence fishermen with PT. Labindo Nusa Persada at Mantang Lama village in assets and income with very high dependence to PT. Labindo Nusa Persada, while the Welfare / ability are not dependence on the company but the community's dependency to the District Government of Bintan.
Keywords: Addiction Fisherman
ABSTRAK Nelayan adalah suatu kelompok masyarakat yang kehidupannya tergantung pada hasil laut, baik secara penangkapan maupun budidaya. Nelayan di Desa Mantang Lama merupakan nelayan tradisional nelayan ini mengandalkan tali pancing dan kail disekitar daerahnya tak heran nelayan ini terjadi ketergantungan dengan dana konpensasi yang diberikan oleh PT. Labindo Nusa Persada dikarenakan pendapatan yang didapat tidak bisa mencukupi kebutuhan hidupnya. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui ketergantungan nelayan terhadap PT. Labindo Nusa Persada di Desa Mantang Lama. Penelitian ini penelitian deskriptif kualitatif adalah penulis mencari faktafakta sesuai dengan ruang lingkup judul penelitian dan memberikan gambaran tentang adanya fanomena sosial. Penelitian ini menggunakan teori Darcon yang dikutif oleh Haughton dan Khandker (2012 :261) untuk melihat ketergantungan masyarakat nelayan terhadap dana konpensasi kepada masyarakat yaitu aset, perdapatan, kesejahteraan/kemampuan. Kesimpulan yang dapat diambil berdasarkan wawancara ketergantungan nelayan terhadap PT. Labindo Nusa Persada di Desa Mantang Lama Pada asset dan pendapatan terjadinya ketergantungan masyarakat sangat tinggi kepada PT. Labindo Nusa Persada, sedangkan pada Kesejahteraan/kemampuan tidak adanya ketergantungan kepada perusahaan tetapi terjadinya ketergantungan masyarakat kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Bintan.
Kata Kunci : Ketergantungan Nelayan
1
A. PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG. Industrialisasi merupakan upaya sadar dan terencana dalam rangka mengelola dan memanfaatkan sumber daya guna mencapai tujuan pembangunan yakni meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat dan bangsa. Perkembangan industri memang membawa akibat-akibat positif bagi kehidupan manusia, hakekat perkembangan industri akan selalu berarti bagi perkembangan peradaban manusia, dan lebih konkrit lagi perkembangan industri akan selalu berarti pula bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat. Disisi lain dari segi positif perkembangan itu juga terdapat akibat-akibat yang negatif, berbagai dampak muncul sebagai akibat dari perkembangan itu diantaranya dampak kehidupan sosial dan ekonomi seperti pola hubungan atau sistem interaksi, gaya hidup, cara berfikir, lapangan kerja, dan pendapatan, yang semuanya dapat berubah dalam masyarakat setempat akibat dari adanya industri tersebut. Keberadaan
perusahaan
tambang
di
tengah-tengah
masyarakat
merupakan wujud dan partisipasi dalam peningkatan dan pengembangan pembangunan masyarakat. Perusahaan dan masyarakat yang bermukim di sekitarnya merupakan dua komponen yang saling mempengaruhi. Dimana perusahaan memerlukan masyarakat perusahaan
itu
sendiri
sekitar
dalam
pengembangan
begitupun sebaliknya, masyarakat memerlukan
perusahaan tersebut dalam peningkatan perekonomian masyarakat serta pengembangan daerah akibat keberadaan perusahaan tersebut. Oleh karena itu, aktivitas perusahaan tidak dapat dipungkiri memiliki dampak sosial terhadap masyarakat sekitarnya. Hal ini tidak lepas dari hubungan masyarakat dengan perusahaan tersebut, begitu juga
sebaliknya.
Keberadaan
perusahaan
juga
sangat
berpengaruh besar terhadap kondisi perubahan sosial yang dulunya masyarakat sangat tergantung dengan alam demi pemenuhan kebutuhan hidup, sekarang masyarakat justru beralih ketergantung pada perusahaan yang berada di tengah-
2
tengah masyarakat itu sendiri. Hal ini disebabkan kebutuhan masyarakat yang semakin hari semakin menanjak dan pemenuhan penghasilan hidup semakin bertambah. kondisi masyarakat yang dulunya swasembada pangan, kini pemenuhan kebutuhan ekonominya digantikan oleh hasil-hasil dari produksi tambang yang lebih banyak menghasilkan uang. Hal mengakibatkan
adanya
masalah-masalah
tersebut
antar perusahaan
yang tambang
dengan masyarakat setempat di mana perusahaan itu beroperasi. Desa Mantang Lama merupakan salah satu daerah yang di kelola perusahaan tersebut, desa ini desa kecil dibawah Kecamatan Mantang Kabupaten Bintan yang memiliki perusahaan tambang Bauksit. Perusahaan tambang Bauksit tersebut inilah yang kemudian dikenal dengan nama PT. Lobindo Nusa Persada. Perusahaan tambang inilah yang menjadi salah satu penopang perekonomian masyarakat
di Desa Mantang Lama
mengingat
banyaknya anggaran yang
dikeluarkan PT. Lobindo Nusa Persada. dalam membantu program- program pemerintah Kabupaten Bintan untuk mengembangkan masyarakat di sekitarnya. PT. Labindo Nusa Persada merupakan perusahaan yang pertama masuk di Desa Mantang Lama, perusahan tambang ini mulai pada tahun 2010 sampai dengan sekarang, hal ini lah yang membuat masyarakat selalu ketergantungan terus kepada penghasilan yang telah diberikan oleh perusahaan yaitu dana CSR yang melewati Dinas Pertambangan dan energi Kabupaten Bintan, dan uang debu yang selalu diberikan langsung oleh perusahaan kepada masyarakat setempat seperi dapat dilihat dari tabel dibawah ini Tabel 1.1 Perusahaan Tambang Bouksit No 1. 2.
Nama Perusahaan Bouksit PT. Labindo Nusa Persada PT. Inti Mitra Mandiri
Lama beroperasi 4 Tahun
Jumlah dana CSR 400.000,-
4 Tahun
400.000,-
Jumlah
800.000,-
Sumber : Kantor Desa Mantang Lama 2015
3
Selain itu, dengan keberadaan perusahaan tambang tersebut telah menimbulkan kurang semangatnya masyarakat didalam mencari penghidupan sebagai nelayan dikarenakan Perusahaan Bouksit ini memberikan dana konpensasi (CSR) sebesar Rp. 400.000,- perkepala keluarga sedangkan perusahaan ini sebanyak dua perusahaan yang bergerak di Desa Mantang Lama jadi masyarakat setiap bulannya mendapatkan Rp. 800.000,- . Maka dari itu banyaknya nelayan di Desa Mantang Lama Kecamatan Mantang tidak pergi mencari ikan dilaut dikarenakan kebutuhan sehari-hari sudah terpenuhi menggunakan dana CSR yang diberikan oleh perusahaan maupun melewati Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Bintan, seperti dapat dilihat dalam tabel berikut adalah jumlah penduduk dengan berbagai mata pencaharian di Desa Mantang Lama Kecamatan Mantang Tabel 1.2 Data Masyarakat Desa Mantang Lama
No 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Mata Pencaharian Masyarakat PNS Nelayan Petani Buruh Lepas Tukang Kayu Karyawan Swasta dll Jumlah
Jumlah (KK) 5 198 2 13 8 29 255
Sumber : Kantor Desa Mantang Lama 2015 Dari tabel diatas terlihat bahwa mayoritas penduduk atau masyarakat Desa Mantang Lama bermata pencaharian sebagai nelayan dengan setelah adanya dana kompensasi yang dilakukan oleh perusahan maka timbul ketergantungan masyarakat kepada perusahaan tambang tersebut, rata-rata nelayan dengan umur 24 sampai 35 tahun yaitu sebanyak 10 orang menjadi ketergantungan dalam dana tersebut sedangkan diatas 35 tahun tidak lagi adanya ketergantungan, para nelayan sudah malas pergi kelaut dan selalu mengandalkan dana kompensasi yang diberikan oleh perusahaan untuk mencukupi kehidupannya sehari hari.
4
Tujuan dari kebijakan pemerintah dalam hal tersebut supaya masyarakat lebih bersemangat didalam menjalani kehidupan dikarenakan dana tersebut dapat dikelola oleh kaum ibu-ibu untuk menambah penghasilan suami didalam meningkatkan kesejahteraan keluarga. Dari permasalahan tersebut ada beberapa hal menjadi dampak sosial didalam masyarakat Desa Mantang Lama Kecamatan Mantang
yaitu : (1).
Masyarakat Desa Mantang Lama setelah mendapatkan dana konpensasi maka masyarakat tidak mau bekerja sebagai nelayan (2) Masyarakat merasa cepat puas didalam menjalani kehidupannya. Bertitik tolak dari permasalahan diatas penulis tertarik untuk meneliti lebih lanjut tentang masalah diatas dengan judul “KETERGANTUNGAN NELAYAN TERHADAP PT. LABINDO NUSA PERSADA DI DESA MANTANG LAMA KECAMATAN MANTANG”.
2. PERUMUSAN MASALAH Dari deskripsi yang telah dipaparkan pada bagian latar belakang di atas, maka untuk memudahkan proses penelitian guna menghindari pembahasan yang terlalu meluas diperlukan adanya perumusan masalah. Berangkat dari pernyataan tersebut di atas, gejala yang timbul pada masyarakat Mantang Lama : 1.
Masyarakat Desa Mantang Lama setelah mendapatkan dana konpensasi maka masyarakat tidak mau bekerja sebagai nelayan
2. Masyarakat merasa cepat puas didalam menjalani kehidupannya. Merujuk dari latar belakang permasalahan yang telah dijelaskan terdahulu yang terjadi di lokus penelitian yakni Desa Mantang Lama Kecamatan Mantang, maka pada penelitian ini perumusan masalah yang akan dicari jawabannya adalah sebagai berikut: Mengapa Nelayan memiliki ketergantungan terhadap PT. Labindo Nusa Persada di Desa Mantang Lama Kecamatan Mantang?
3. TUJUAN DAN KEGUNAAN PENELITIAN 1. Tujuan Penelitian
5
Penelitian ini dilaksanakan untuk mengetahui ketergantungan nelayan terhadap PT. Labindo Nusa Persada di Desa Mantang Lama.
4. METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang penulis laksanakan ini merupakan jenis penenilitian deskriptif
kualitatif. Adapun pemilihan jenis metode deskriptif yang penulis
lakukan dengan maksud untuk memahami fenomena sosial, budaya, dan perilaku manusia secara keseluruhan (holistic) dari sudut pandang manusia sebagai pelaku. Hal tersebut sebagaimana yang dinyatakan Umar (2002:38),”Tujuan penelitian deskriptif adalah untuk memaparkan atau mendeskripsikan hal-hal yang ditanyakan dalam riset, seperti: siapa, yang mana, kapan, dimana dan mengapa. Penulis
menggunakan
penelitian
kualitatif
dengan
maksud
untuk
mendapatkan pemahaman yang lebih luas dan mendalam terhadap situasi sosial. Selain itu, juga untuk mendapatkan data yang mendalam, yaitu data-data yang berkaitan dengan ketergantungan nelayan terhadap PT. Labindo Nusa Persada di Desa Mantang Lama Kecamatan Mantang.
B. LANDASAN TEORI 1. Kemiskinan Nelayan Kemiskinan adalah kesenjangan ekonomi atau ketimpangan dalam distribusi pendapatan antara kelompok masyarakat berpendapatan tinggi dan kelompok masyarakat yang berpendapatan rendah atau dibawah standart pendapatan. Menurut houghton dan khandker (2012:01) Kemiskinan adalah kurangnya kesejahteraan, pendapat konvensional mengaitkan kesejahteraan terutama dengan kepemilikan barang, sehingga masyarakat miskin diartikan sebagai mereka yang tidak memiliki pendapatan atau konsumsi yang memadai untuk membuat mereka berada diatas ambang minimal kategori sejahtera. Pandangan ini lebih melihat kemiskinan dalam kaitannya dengan masalah keuangan. Sedangkan Menurut Bank Dunia yang dikutif oleh houghton dan khandker (2012 : 02) ”kemiskinan adalah kurangnya kesejahteraan”
6
Dari pendapat diatas dapat penulis mengemukakan kemiskinan adalah kurangnya kesejahteraan masyarakat yang diakibatkan oleh pendapatan masyarakat dibawah minimal standart pendapatan sehingga pendapatan yang didapat belum bisa memenuhi kebutuhan keluarganya yang mengakibatkan keluarganya kurang sejahtera. Berdasarkan hal diatas maka timbulah pertanyaan tentang apa yang dimaksud dengan kesejahtaraan dan apa yang menjadi titik tolak untuk mengukurnya, menurut houghton dan khandker (2012:2-3) salah satu pendekatan yang digunakan adalah dengan menganggap kesejahteraan sebagai penguasaan atas barang secara umum sehingga masyarakat menjadi jauh lebih baik bila mereka memiliki penguasaan yang lebih besar atas sumberdaya, pendekataan
kedua terhadap kesejahteraan
menanyakan apakah masyarakat dapat memperoleh satu jenis barang konsumsi tertentu apakah mereka memiliki makanan yang cukup? Tempat tinggal ? perawatan kesehatan? Pendidikan? Pendekatan yang paling luas terhadap kesejahteraan menurut Amartya Sen yang dikutif oleh houghton dan khandker (2012:3) menjelaskan Kesejahteraan berasal dari kemampuan untuk menjalankan suatu fungsi dalam masyarakat. Dengan demikian kemiskinan timbul apabila masyarakat tidak memiliki pendapatan atau mendapatkan pendidikan yang memadai, memiliki kondisi kesehatan yang buruk, merasa tidak aman, memiliki kepercayaan diri yang rendah atau suatu perasaan tidak berdaya atau memiliki hak kebebasan untuk bicara. Dari pendapat diatas dapat penulis mengukakan kesejahteraan adalah kemampuan masyarakat yang dapat menjalankan suatu fungsi penguasaan atas barang secara umum, dan memiliki pendapatan yang madai untuk menjalankan kehidupannya, dan keluarganya dapat menikmati pendidikan, kesehatan, tempat tinggal, dan merasa aman dan nyaman didalam menikmati hidup. Oleh karena itu sangat diperlukan mata pencaharian yang bagus dan bisa memenuhi kebutuhan hidupnya didalam menjalankan kehidupan. Mata pencaharian sendiri dapat didefinisikan sebagai pekerjaan pokok yang dilakukan oleh masyarakat. Istilah tentang mata pencaharian yang
7
berusaha ditangkap adalah tidak hanya apa yang dilakukan manusia untuk hidup, tetapi juga sumber daya yang menyediakan mereka dengan kapabilitas untuk membangun kehidupan yang memuaskan, faktor yang beresiko adalah mereka harus memperhatikan dalam mengurus sumber daya, dan lembaga serta hubungan politik yang juga membantu dan menghalangi dalam tujuan mereka agar dapat hidup dan meningkatkan taraf hidup (Frank Ellis, www.fao.org). Prespektif tentang mata pencaharian dalam perubahan masyarakat desa dan pengembangan susunan atau bentuk dapat dilihat sebagai tanggapan atau kritik terhadap pengembangan konseptual yang mana sebagai proses yang dapat diatur dari bawah dan salah satu yang berhubungan dalam campur tangan dan pemindahan sumber daya (Long. N, 2001, www.livelihood.com). Merujuk dari beberapa definisi di atas, maka dapat penulis kemukakan Mata pencaharian adalah pekerjaan pokok yang dilakukan manusia untuk hidup dan sumber daya yang tersedia untuk membangun kehidupan yang memuaskan (peningkatan taraf hidup), dengan memperhatikan faktor seperti mengawasi penggunaan sumber daya, lembaga dan hubungan politik. perkembangannya,
mata
pencaharian
Dalam
seseorang seringkali berubah baik
karena faktor internal, eksternal, ataupun kombinasi dari keduanya, Dari penjelasan diatas maka dapat mengartikan perubahan mata pencaharian atau biasa disebut transformasi pekerjaan adalah pergeseran atau perubahan dalam pekerjaan pokok yang dilakukan manusia untuk hidup dan sumber daya yang tersedia untuk membangun kehidupan yang memuaskan (peningkatan taraf hidup). Perubahan mata pencaharian ini ditandai dengan adanya perubahan orientasi masyarakat mengenai mata pencaharian. Mata pencaharian masyarakat di Indonesia pada umumnya berasal dari sektor agraris. Perubahan orientasi mata pencaharian disini diartikan sebagai perubahan pemikiran masyarakat yang akan menentukan dan mempengaruhi tindakannya di kemudian hari, dari pekerjaan- pekerjaan pokok masyarakat yang dahulunya di sektor agraris bergeser atau berubah ke sektor non-agraris.
8
Penelitian ini akan melihat konstruk pemikiran (ide) yang menurut Hegel menentukan tindakan manusia. Meskipun dalam taraf konstruk pemikiran gejala pergeseran atau perubahan tersebut sudah terjadi dalam realitas di masyarakat. Sedangkan untuk mata pencaharian sektor nonagraris adalah pekerjaan pokok yang berhubungan dengan pertambangan inkonvensional baik itu yang berijin ataupun yang tidak memiliki ijin, baik secara langsung ataupun secara tidak langsung. Nelayan adalah suatu kelompok masyarakat yang kehidupannya tergantung langsung pada hasil laut, baik dengan cara melakukan penangkapan ataupun budi daya. Mereka pada umumnya tinggal di pinggir pantai, sebuah lingkungan pemukiman yang dekat dengan lokasi kegiatannya. Nelayan sebagai suatu entitas masyarakat pantai memiliki struktur dan tatanan sosial yang khas, yaitu suatu komunitas yang kelangsungan hidupnya bergantung pada perikanan sebagai dasar ekonomi (based economic) agar tetap bertahan hidup (survival). Pemahaman kemiskinan nelayan tidak hanya dapat didekati dengan penjelasan ketertinggalan budaya (cultural-lag analysis), karena beragam faktor penyebab (multicausal factor) dan pendulum yang menyertai riwayat integritas masyarakat pantai, terutama saat nelayan diuji korelasi dampak struktural dari krisis ekonomi dan dampak fenomena alam yaitu “El Nino – La Nina”. Menurut Kusnadi (1997 : 40) menegaskan bahwa diverfikasi pekerjaan di kalangan nelayan walaupun andal meningkatkan pendapatan, tetapi tidak cukup dijadikan sebagai pilihan kebijakan, karena perangkap kemiskinan nelayan telah berkorelasi dengan pola-pola mata pencahariannya yang dibatasi oleh aktivitas pekerjaan lainnya; atau apakah diperlukan suatu rekayasa sosial agar
komunitas
masyarakat
pantai
terlepas
dari
kemiskinan
dan
ketertinggalannya dalam era globalisasi yang meretas bata-batas dunia. Maka dari itu untuk menciptakan kehidupan nelayan yang tanpa ketergantungan maka diperlukan suatu hubungan keterampilan yang baik, sehingga nelayan dapat keluar dari masalah kemiskinan dan keluar dari ketergantungan dari pihak manaupun seperti dana kompensasi. Sedangkan menurut Kusnadi
9
(2003:8) menjelaskan Rendahnya keterampilan nelayan untuk diverifikasikan kegiatan penangkapan dan keterikatan yang kuat terhadap pengoperasian suatu jenis alat tangkap telah memberikan kontribusi terhadap timbulnya kemiskinan nelayan. Dari pendapat diatas dapat dijelaskan bahwa, kurangnya keterampilan nelayan dalam penangkapan hasil laut, dimana nelayan mempunyai keterampilan didalam menggunakan alat tangkap selalu berbeda-beda, seperti contoh nelayan penangkapan ikan tidak bisa disamakan dengan nelayan penangkapan udang. maka dari itu kurangnya skill yang dimiliki nelayan dapat merubah gaya hidupnya didalam mendapatkan mata pencaharian hasil laut seperti yang telah diungkapkan oleh kusnadi (2003:18,19) menjelaskan : “Sebab kemiskinan yang bersifat berkaitan dengan kondisi internal sumber daya manusia nelayan dan aktivitas kerja mereka, sebab-sebab internal ini mencakup masalah : 1. Keterbatasan kualitas sumber daya manusia nelayan 2. Keterbatasan kemampuan modal usaha dan teknologi penangkapan 3. Hubungan kerja (pemilik perahu-nelayan buruh) dalam organisasi penangkapan yang dianggap kurang menguntungkan nelayan buruh 4. Kesulitan melakukan diservikasi usaha penangkapan 5. Ketergantungan yang tinggi terhadap okupasi melaut 6. Gaya hidup yang dipandang boros sehingga kurang berorientasi kemasa depan Sedangkan kemiskinan yang bersifat eksternal berkaitan dengan kondisi diluar diri dan aktivitas kerja nelayan, sebab-sebab eksternal ini mencakup masalah : 1. Kebijakan pembangunan perikanan yang lebih berorientasi pada produktivitas untuk menunjang pertumbuhan ekonomi nasioanl dan pasial, 2. System pemasaran hasil perikanan yang lebih menguntungkan pedagang perantara 3. Kerusakan ekosistem pesisir dan laut karena pencemaran dari wilayah darat, praktik penangkapan dengan bahan kimia, perusakan terumbu karang, dan konversi hutan bakau dikawasan pesisir 4. Penggunaan peralatan tangkap yang tidak ramah lingkungan 5. Penegakan hukum yang lemah terhadap perusak lingkungan
10
6. Terbatasnya teknologi pengolah hasil tangkapan pasca panen 7. Terbatasnya peluang –peluang kerja disektor non perikanan yang tersedia didesa-desa nelayan 8. Kondisi alam dan fluktuasi musim yang tidak memungkinkan nelayan melaut sepanjang tahun 9. Isolasi geografis desa nelayan yang mengganggu mobilitas barang jasa, modal, dan manusia Dari pendapat diatas dapat penulis menjelaskan bahwa nelayan tradisional yang selalu mengandalkan alat tangkap sederhana selalu menghadapi pendapatan yang tidak pasti sehingga nelayan tersebut akan timbul kebosanan didalam mencari nafkah, dan juga nelayan jika terjadi angina kencang, para nelayan tidak pergi melaut, dikarenakan kapal yang mereka gunakan tidak sanggup pergi jauh dilepas pantai. Seperti yang telah diungkapkan oleh Kusnadi (2003:25) “Bagi nelayan, khususnya nelayan tradisional atau nelayan kecil yang tetap bertahan disektor penangkapan, mereka harus siap menghadapi ketidakpastian perolehan pendapatan dari melaut”. Rendahnya tingkat pendapatan nelayan disebabkan berbagai faktor, seperti kekurangan modal untuk mengembangkan usaha, menurunnya daya dukung lingkungan yang membuat hasil tangkapan berkurang, rendahnya kualitas sumber daya menusia, rendahnya mutu produk dan sebagainya. Penyebab kemiskinan menurut Kuncoro, (2000:107) sebagai berikut : a. Secara makro, kemiskinan muncul karena adanya ketidaksamaan pola kepemilikan sumber daya yang menimbulkan distribusi pendapatan timpang, penduduk miskin hanya memiliki sumber daya dalam jumlah yang terbatas dan kualitasnya rendah; b. Kemiskinan muncul akibat pebedaan kualitas sumber daya manusia karena sumber daya manusia yang rendah berarti produktivitas pun rendah, upahnya pun rendah. c. Kemiskinan muncul sebab perbedaan akses dan modal.
Di samping karena kondisi kesejahteraan masyarakat nelayan masih rendah, jumlah penduduk Indonesia yang menggantungkan hidup, baik dari penangkapan maupun dari budidaya ikan ini cukup besar, maka upaya untuk meningkatkan kesejahteraan para nelayan atau masyarakat pesisir ini perlu
11
mendapat perhatian besar. Berbagai upaya untuk ke arah ini sudah dilakukan, terutama melalui berbagai program pemberdayaan masyarakat nelayan atau pesisir. Namun, berbagai program tersebut masih perlu dipertajam lagi, baik dari sisi kualitas maupun kuantitas. Menurut Sanjatmiko (2009: 89) mengemukakan Beberapa upaya yang telah dilakukan pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan nelayan antara lain program kredit usaha nelayan, subsidi bahan bakar minyak, pembagian wilayah
penangkapan berdasarkan peralatan tangkap nelayan, larangan
penghapusan operasi kapal pukat harimau, pengelolaan wilayah pesisir, Namun demikian penegakkan regulasi dan implementasi program-program masih lemah, mengindikasikan seolah-olah regulasi dan kebijakan tersebut tidak pernah ada sehingga belum berhasil meningkatkan kesejahteraan nelayan. Upaya telah banyak pemerintah lakukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat subsidi bahan bakar dan kredit lunak untuk masyarakat, tetapi kenyataannya tetap gagal, kurang dapat dikelola oleh masyarakat, terutama masyarakat nelayan, sebagian besar masyarakat (istri nelayan) yang mempunyai usaha yang bisa berlahan dapat meningkatkan tarap hidupnya, dari pengelolaan hasil usaha yang telah dilakukan bersama keluarga. Dari beberapa pendapat diatas dapat penulis menyimpulkan mata pencaharian nelayanan adalah pekerjaan pokok nelayan dari penghasilan melaut yang dilakukan manusia untuk hidup dan mengembangkan sumber daya yang tersedia untuk membangun kehidupan yang memuaskan dalam meningkan taraf hidup. 2. Ketergantungan Dependensi
(ketergantungan) adalah keadaan dimana kehidupan
ekonomi masyarakat tertentu dipengaruhi oleh perkembangan dan ekspansi dari kehidupan ekonomi wilayah lain, di mana wilayah tertentu ini hanya berperan sebagai penerima akibat saja. Di dalam istilah konsep amae juga terdapat arti ketergantungan terhadap orang lain. Ketergantungan itu sendiri juga merupakan suatu konsep mengenai hubungan seseorang yang bergantung pada orang lain. Menurut Maccoby dan Masters dalam Johnson (1993:19)
12
menyimpulkan Berbagai hasil peneliti mengenai ketergantungan yang dilihat sebagai perilaku mencari kontak fisik, dengan berupaya menjadi dekat, mencari perhatian, mencari pujian dan persetujuan, dan menolak pemisahan. Dengan kata lain kontak fisik tersebut merupakan seseorang yang dapat dijadikan sebagai tempat untuk menyalurkan hasratnya bergantung pada orang tersebut dengan cara mendekatkan diri, mencari perhatian, mencari pujian dan persetujuan, serta menolak perpisahan dengan orang tersebut. Dari pendapat diatas dapat penulis kemukakan ketergantungan adalah suatu hubungan yang dibentuk melalui serangkaian hubungan interpersonal melalui kontak fisik dengan orang lain untuk memuaskan kebutuhannya. Begitu juga pada masyarakat nelayan masyarakat nelayan secara terus menerus terjadi ketergantungan dengan hasil alam diakibatkan oleh keterampilan nelayan yang ada tidak bisa beralih posisi mencari mata pencaharian lain. Seperti yang telah diungkapkan oleh Kusnadi (2006 :35) menyebutkan Pada umumnya dalam masyarakat petani dikenal pekerjaanpekerjaan sambilan yang menjadi sumber penghasilan pengganti ketika tiba musim penceklik. Untuk mengisi waktu luang kerja setelah musim tanam dan sambil menunggu musim panen tiba, petani beserta anggota-anggota rumah tangganya bisa membuat barang-barang kerajinan, beternak dan melakukan pekerjaan lain yang bersifat non pertanian Dari pendapat diatas menjelaskan bahwa begitu perlunya keterampilan lain untuk memenuhi kebutuhan hidup, pada masa penceklik seharusnya nelayan tidak mengandalkan pada alam tetapi mengandalkan kemampuan dan terampilan yang mereka miliki, agar kehidupannya tetap berjalan dengan maksimal. Keterampilan sangat dibutuhkan oleh para nelayanan terutama pada kaum ibu-ibu, dimana sewaktu suami pergi kelaut untuk mencari mata pencaharian selayaknya kaum istri bisa membuat keterampilan-keterampilan dari hasil laut yang mereka miliki, agar pada musim penceklik dapat menjual keterampilannya untuk memenuhi kebutuhannya. Selayaknya pemerintah harus sangat jeli didalam memberikan bantuan kepada masyarakat dana sudah sangat banyak disalurkan kepada masyarakat nelayan baik dana berjenis pinjaman maupun dana hibah akan tetapi
13
kenyataannya nelayan tersebut tetap seperti biasa (selalu tetap ketergantungan). Mengkaji ketergantungan masyarakat nelayan memang sangatlah sulit, jadi kita harus mengkaji akar permasalahan masyarakat nelayan dulu agar permasalahan yang dimilki oleh kaum nelayan ini dapat terangkat dengan maksimal dan masyarakat nelayan ini akan hilang keterpurukannya pada masa tidak musim ikan dikarenakan pada dalam waktu satu tahun musim ikan hanya ada tiga bulan saja sedangkan dalam waktu sembilan bulan pendapatan masyarakat nelayan hanya bisa menghidupi keluarganya beberapa hari saja . 3. Nilai Menurut kamus sosiologi nilai diartikan sebagai suatu perasaan hati nurani yang dimiliki oleh para anggota masyarakat tentang baik dan buruk (Hartini dkk,1992:438). Secara definitif, Theodorson yang dikutif oleh Basrowi, (2005:80) mengemukakan “Bahwa nilai merupakan: sesuatu yang abstrak yang dijadikan pedoman serta prinsip-prinsip umum dalam bertindak dan bertingkah laku. Keterikatan orang atau kelompok terhadap nilai menurut Theodorson relatif sangat kuat dan bahkan bersifat emosional. Oleh sebab itu, nilai dapat dilihat sebagai pedoman bertindak dan sekaligus sebagai tujuan kehidupan manusia itu sendiri”. Bagi manusia, nilai berfungsi sebagai landasan, alasan, atau motivasi dalam segala tingkah laku dan perbuatannya. Nilai mencerminkan kualitas pilihan tindakan dan pandangan hidup seseorang dalam masyarakat. Batasan nilai bisa mengacu pada berbagai hal, seperti minat, kesukaan, pilihan, tugas, kewajiban agama, kebutuhan, keamanan, hasrat, keengganan, daya tarik, dan halhal lain yang berhubungan dengan perasaan dari orientasi seleksinya. Rumusan diatas apabila diperluas akan meliputi seluruh perkembangan dan kemungkinan unsur-unsur nilai, prilaku yang sempit diperoleh dari bidang keahlian tertentu. Pada bagian lain Pepper mengatakan bahwa nilai adalah segala sesuatu tentang yang baik dan yang buruk. Menurut Perry (Basrowi
2005:82)
mengatakan
“bahwa nilai adalah segala sesuatu yang menarik bagi manusia sebagai subjek”. Ketiga rumusan diatas dapat diringkas menjadi segala sesuatu yang dipentingkan oleh manusia sebagai subjek, menyangkut segala sesuatu yang baik
14
atau yang buruk sebagai abstraksi, pandangan, atau maksud dari berbagai pengalaman dengan seleksi perilaku yang ketat.Menurut Sudikin,dkk dalam Basrowi; (2005:82) menjelaskan nilai adalah Seseorang dalam melakukan pertimbangan nilai bisa bersifat subyektif dan juga bersifat objektif. Pertimbangan nilai subyektif terdapat dalam alam pikiran manusia dan bertanggung pada orang
yang memberi
pertimbangan itu, sedangkan
pertimbangan objektif beranggapan bahwa dalam nilai-nilai itu terdapat tingkatan- tingkatan, sampai pada tingkat tertinggi, yaitu pada nilai fundamental yang mencerminkan universalitas kondisi fisik, psikologi sosial, menyangkut keperluan setiap manusia di mana saja. Kemiskinan adalah kesenjangan ekonomi atau ketimpangan dalam distribusi pendapatan antara kelompok masyarakat berpendapatan tinggi dan kelompok masyarakat yang berpendapatan rendah atau dibawah standart pendapatan. Kemiskinan ini ditandai oleh sikap dan tingkah laku yang menerima keadaan yang seakan-akan tidak dapat diubah yang tercermin di dalam lemahnya kemajuan untuk maju, rendah kualitas sumber daya manusia, lemahnya nilai tukar hasil produksi, rendahnya produktivitas, terbatasnya modal yang dimiliki berpartisipasi dalam pembangunan. Mengamati secara mendalam tentang kemiskinan dan penyebabnya akan muncul berbagai tipologi dan dimensi kemiskinan karena kemiskinan itu sendiri multikompleks, dinamis, dan berkaitan dengan ruang, waktu serta tempat dimana kemiskinan dilihat dari berbagai sudut pandang. Dari sudut pandang kemiskinan nelayan mempunyai dua faktor yaitu faktor ilamiah dan faktor non ilamiah, faktor ilmiah berkaitan dengan fluktuasi musim-musim dan struktur ilmiah sumber daya ekonomi desa sedangkan non alamiah berhubungan dengan keterbatasan daya jangkauan teknologi penangkapan ditimpangang dalam sisitem bagi hasil dan tidak adanya jaminan sosial tenaga kerja yang pasti. Seperti yang telah diungkapkan oleh Kusnadi (2006:6) menjelaskan ”Pada musim ikan intensitas operasi penangkapan ikan meningkat, karena hasrat untuk memperoleh hasil tangkapan sangat kuat, nalayan sering mengabaikan bahaya yang disebabkan oleh kondisi alam dan iklim” Dari pendapat diatas dapat penulis
15
menjelaskan adalah sewaktu musim ikan hasil panen masyarakat meningkat, dari pada waktu itu perekonomian masyarkat nelayan juga meningkat penuh, itu membuat ketertarikan masyarkat untuk menjadi nelayan dan meninggalkan pekerjaan lain, sehingga pada masa itu masyarakat sangat bermotivasi didalam menjalankan mate pencahariannya sebagai nelayan. Dalam penangkapan ini tidak bertahan lama hanya beberapa bulan saja, sehingga pada masa sepi atau paceklik masyarakat tidak mempunyai pekerjaan lain lagi sehingga pada waktu itu masyarakat hanya bisa memakai simpanannya yang didapat pada masa panen ikan seperti yang diungkapkan oleh Kusnadi (2003: 6-7) menjelaskan ”Pada musim kemarau tingkat penghasilan nelayan sangat minim dan sering tidak memperoleh hasil tangkapan sama sekali. Masa ini disebut dengan istilah Laep atau paceklik tangkapan akan berlangsung sekitar delapan bulan dengan akumulasi simpanan penghasilan yang diperoleh selama musim ikan tidak akan pernah mencukupi untuk mengatasi kesulitan memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari rumah tangga nelayan buruh” Keterikatan masyarakat terhadap pekerjaan nelayan sangat kuat biarpun tidak memenuhi kebutuhannya hidup, tetap saja menjadi prioritas masyarakat dikarenakan kurangnya keahlian masyarakat didalam mengembangkan pekerjaanpekerjaan yang lain, motivasi ini selalu timbul dikarenakan dukungan masyarakatmasyarakat sekitar, seringka juga nelayan mendapatkan ikan sekala banyak biarpun tidak musim ikan sedangkan tidak mendapatkan ikan juga selalu, hal ini disebabkan sudah mendarah daging (mempunyai jiwa yang kuat) sebagai nelayan tidak terpisahkan walaupun kesempatan belum berpihak kepada mereka. Pola hubungan nelayan dalam status organisasi kerja tersebut juga semakin hierarkhis. Hal tersebut menjadikan nelayan besar sering disebut sebagai nelayan industri (industrial fisher). Walaupun demikian, nelayan industri sebenarnya lebih tepat disebut dengan kapitalis atau pengusaha perikanan karena umumnya organisasi kerja yang mereka kendalikan bersifat formal dalam pengertian status badan hukum, dan mereka juga tidak terjun langsung dalam usaha penangkapan sehingga sering disebut pula sebagai juragan darat berbeda dengan nelayan yang kecil nelayan kecil beroperasi didaerah dekat dengan pulau (wilayah pulau) dan
16
menggunakan alat sangat tradisional sehingga jika terjadi musim angin kencang dan tidak musim ikan nelayan tersebut tidak mendapatkan ikan yang sesuai keinginannya adapun ciri-ciri nelayan kecil yaitu sebagai berikut : -
Beroperasi di daerah pesisir yang tumpang tindih dengan kegiatan budidaya.
-
Pada umumnya, mereka bersifat padat karya.
-
Nelayan kecil mencakup berbagai karakteristik nelayan, baik berdasarkan kapasitas teknologi (alat tagkap dan armada) maupun budaya.
-
Belum menggunakan alat tangkap yang maju.
-
Berorientasi subsisten sehingga sering disebut sebagai peasant-fisher.
-
Biasanya hasil tangkapan dijual kemudian dialokasikan untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari dan bukan untuk diinvestasikan kembali untuk melipat gandakan keuntungan.
-
Menurut Undang-undang perikanan tahun 2004, nelayan kecil adalah orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
-
Nelayan kecil pada umumnya, merupakan kelompok masyarakat termiskin (the poorest of the poor) dan menjadi nelayan dalam waktu yang relative lama, juga memiliki resiko yang sangat tinggi, baik karena kondisi alam maupun kondisi persaingan antar nelayan, serta pendapatan yang tidak pasti. Ini terjadi karena menjadi nelayan tidak hanya semata sebagai mata pencaharian (livelihood), tapi sudah merupakan jalan hidup (way life) satusatunya. Dari tahun ketahun banyak orang yang jatuh maupun keluar dari
kemiskinan dengan demikian, ukuran-ukuran tentang siapa yang miskin saat ini adalah petunjuk yang tidak sempurna tentang siapa yang akan menjadi miskin pada tahun berikutnya solusinya adalah mengindentifikasi siapa yang rentan terhadap kemiskinan yaitu mereka yang memiliki probabilitas yang tinggi untuk menjadi miskin pada tahun berikutnya. Seseorang yang dikatakan rentan apabila mereka memiliki peluang lebih dari rata-rata untuk menjadi miskin pada priode berikutnya dan cukup rentan apabila peluang mereka mirip dengan orang yang secara tipikal akan menjadi miskin pada tahun berikutnya
17
Mengantisipasi kerentanan terhadap kemiskinan pada pandangan pertama tugas untuk mengukur kerentanan terhadap kemiskinan tanpak mengecilkan hati, kita akan perlu mengetahui informasi berikut untuk setiap rumah tangga yaitu : Menurut Haughton dan Khandker (2012 :253) mengkaji kerentanan dari a. Sumber daya apa yang dapat digunakan dalam tahun mendatang, termasuk aset seperti tanah serta kualitas pendidikan, keterampilan, dan pengalaman mereka. b. Resiko-resiko apa yang mereka hadapi seperti kekeringan, kenaikan harga makanan, keluarga sakit, dan sebagainya, probabilitas dari setiap set resikodan dampak setiap resiko terhadap sumber daya mereka c. Kemapuan mereka untuk menangani setiap resiko misalnya, dengan makan persediaan jagung, mendatangkan dukungan keluarga, meminjam uang, atau bekerja lebih keras Sumber-sumber kerentanan terhadap kemiskinan telah diukur hanya oleh sedikit kajian pendapat kuat yang mendukung agar kuatifikasi kerentanan mendapat perhatian lebih lanjut. Kesimpulan ini didasarkan pada gagasan bahwa sebuah pemahaman yang jelas tentang sebab-sebab kerentanan terhadap kemiskinan
untuk
merancang
kebijakan-kebijakan
yang
berhasil
untuk
mengurangi kemiskinan. Upaya untuk memahami sebab-sebab kerentanan terhadap kemiskinan tidaklah sia-sia menurut Dercon yang dikutif oleh Haughton dan Khandker (2012 :261) mengusulkan sebuah kerangka analisis yang membantu didalam kontek ini adalah sebagai berikut 1. Aset 2. Pendapatan 3. Kesejahteraan/kemampuan Dari kreteria diatas menjelaskan bahwa nelayan kecil merupakan nelayan mencari ikan untuk mencukupi kebutuhannya sehingga lama-kelamaan akan timbul kebosanan didalam memenuhi kebutuhanya maka dari itu seiring dengan jalan masyarakat nelayan menurut Rhenald Kasali yang dikutif oleh Nursal (2004:118-119) membagikan manusia dewasa itu menjadi 5 (lima) sekmen yaitu masa transisi, masa pembentukan keluarga, masa peningkatan karir atau pekerjaan, masa kemapaman dan masa persiapan pensiun, untuk itu dapat dijelaskan sebagai berikut:
18
Sekmen masa transisi yaitu masa atau umur masyarakat berumur 17 sampai 23 tahun, dimana pada usia ini yaitu masyarakat masih didalam pendidikan dan juga mempunyai minat yang rendah atau dapat dikatakan bekerja menunggu dari atasan. Pada masa pembentukan keluarga yaitu pada usia 24 sampai 29 tahun, pada masa ini masyarakat mulai ingin mengembangkan diri untuk meningkatkan kualitas hidup lebih bagus lagi. Pada masa peningkatan karir atau pekerjaan yaitu pada usia 30 sampai 40 tahun, pada masa ini masyarakat selalu ingin meningkatkan karirnya dan kesuksesan didalam pekerjaanya. Yaitu termasuk pengembangan karirnya, ingin mendapatkan pekerjaan yang layak, dan selalu ingin mencari peluang untuk membuka usaha. Pada masa kemapaman yaitu pada usia 41 sampai 50 tahun, pada masa ini masyarakat mulai mencari simbolsimbol kekuasaan. Mereka juga mengosumsi produk-produk yang menjadikan simbol sukses. Dalam status kemapanan, sekmen ini cendrung mengkhawatirkan perubahan-perubahan yang cepat. Pada masa persiapan pensiun yaitu pada usia 51 sampai 65 tahun, agenda penting didalam sekmen ini adalah bagaimana menghadapi hari-hari tua dan masa pensiun. Dari
pendapat
dan
pengamatan
penulis
menyimpulkan
sewaktu
masyarakat berumur 24 sampai 35 tahun yaitu masyarakat ingin mengembangkan diri untuk meningkatkan kualitas hidup lebih bik, maka dari itu pada masa ini masyarakat nelayan sengat rentan didalam menjalani kehidupannya, pada masa ini nelayan sudah memulai menikah dan mempunyai anak dengan menumpu kehidupannya pada satu bidang yaitu sebagai nelayan, dan juga nelayan pada masa ini tidak ingin bekerja keras didalam meningkatkan kehidupan keluarganya. Pada masa ini rentannya ketergantungan masyarakat nelayan dengan PT. Labindo Nusa Persada, sehingga jika mendapatkan uang kompensasi dari dana tersebut, masyarakat nelayan tidak pergi kelaut lagi untuk mencukupi kehidupannya, tetapi menunggu uang itu habis baru melanjutkan kerja sebagai nelayan. Ketergantungan masyarakat nelayan terhadap PT. Labindo Nusa Persada dalam bentuk dana kompensasi sangatlah tinggi dikarenakan dana konpensasi
19
tersebut masyarakat dapat memanfaatkan untuk mencukupi kehidupannya pada masa tidak musim ikan, dan juga bisa membayar hutang-hutangnya pada masa tidak musim ikan, dikarenakan pada tidak musim ikan nelayan hanya mendapatkan sedikit saja ikan untuk dijualkan pada penampung sehingga tidak bisa membayar penuh untuk biaya hutang pompong maupun hutang operasional untuk pergi kelaut, sedangkan operasional yang dikeluarkan untuk pergi mencari ikan sangatlah tinggi dalam waktu 3 sampai 4 hari saja memakan biaya Rp. 1.000.000,- yaitu dipergunakan untuk membeli es penampung ikan, minyak solar untuk pompong, konsumsi untuk dilaut dan peralatan tangkap lainnya yang rusak ringan. Untuk itu masyarakat nelayan Desa Mantang Lama selalu berharap dana tersebut dapat setiap bulan keluar agar nelayan bisa terbantu didalam mencukupi kehidupannya.
C. ANALISA KETERGANTUNGAN NELAYAN TERHADAP PT. LABINDO NUSA PERSADA DI DESA MANTANG LAMA KECAMATAN MANTANG 1. Deskriptif Karakteristik Informan Nelayan memiliki ketergantungan terhadap PT. Labindo Nusa Persada di Desa Mantang Lama
Untuk melihat dan menganalisa serta mengungkapkan uraian-uraian terhadap ketergantungan Responden terhadap PT. Labindo nusa persada di Desa Mantang Lama maka terlebih dahulu penulis mengetengahkan kondisi karakteristik agar responden dapat terwakili dalam melakukan analisa, dengan mengkoordinasikan karakteristik atau identitas responden yang ditinjau dari dari beberapa aspek antara lain, rata-rata nelayan dengan umur 24 sampai 35 tahun Tabel 3.1 Nelayan yang umur antara 25 sampai 35 tahun No 1 2
Pelaku
Nelayan Kepala Desa Jumlah Sumber : Kantor Desa Mantang Lama 2015
Jumlah (Orang) 10 1 11
20
Dari kajian diatas dapat terlihat bahwa nelayan yang sangat rentan/ ketergantungan terhadap Dana Kompensasi dari perusahaan yaitu antara 25 sampai 35 tahun dimana dengan umur tersebut sebanyak 10 KK. Untuk informan rata-rata berjenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 11 orang, sedangkan informan perempuan tidak ada dikarenakan kaum wanita tidak diperbolehkan oleh adat setempat (tidak tertulis) untuk bermata pencaharian sebagai nelayan, kerena istri hanya tinggal dirumah untuk mengurus rumah dan anak-anaknya saat suami sedang pergi melaut untuk bermata pencaharian sebagai nelayan, apabila istri pergi ikut melaut maka akan menjadi cemooh atau menjadi cibiran (ejekan) tetangga dilingkungan tempat ia tinggal dan itu sudah menjadi kebiasaan masyarakat disana hanyalah laki-laki yang melaut sehingga membuat kurangnya hasil pendapatan yang diperoleh dan itu yang menjadi masyarakat sangat bergantung dengan dana kompensasi yang diberikan oleh PT. Labindo Nusa Persada dalam hal ini penulis tidak memasukkan perempuan untuk dijadikan sampel. Untuk mengungkapkan uraian-uraian terhadap ketergantungan nelayan terhadap PT. Labindo Nusa Persada di Desa Mantang Lama Kecamatan Mantang maka terlebih dahulu penulis mengetengahkan kondisi karakteristik agar responden dapat terwakili dalam melakukan analisa, dengan mengkoordinasikan karakteristik atau identitas informan yang ditinjau dari dari beberapa aspek antara lain, yaitu jenis kelamin dan tanggungan keluarga Dalam menganalisa responden penulis mengambil responden yang berjenis kelamin laki-laki dikarenakan laki-laki merupakan pencari napkah didalam menghidupi keluarganya, dan juga di Desa Mantang Lama nelayan sudah memiliki rumah yang layak, maka dari itu kaum perempuan tinggal dirumah untuk menjaga anak-anaknya, sedangkan suaminya pergi kelaut dengan teman maupun keluarga terdekat untuk mencari hasil tangkapan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam tabel dibawah ini Agar terjadi keterwakilan responden yang lebih akurat didalam mengkaji kertergantungan nelayan maka jumlah tanggungan responden didalam keluarga agar penulis tahu berapa tanggungan nelayan agar nelayan tersebut tidak terjadi
21
ketergantungan terhadap dana konpensasi dari Perusahaan. Untuk itu dapat dilihat dalam tabel dibawah ini Tabel 3.2 Jumlah Tanggungan Informan No Tanggungan Nelayan 1. Jumlah Tanggungan 3 Orang 2. Jumlah Tanggungan 2 Orang Sumber : Data Olahan Wawancara 2015
Jumlah (Nelayan ) 3 Nelayan 7 Nelayan
Pada tabel diatas menunjukkan bahwa pada umur 25 sampai 35 lima tahun masing masing nelayan sudah memiliki tanggungan yaitu istri dan anak, dala responden ini penulis menemukan nelayan yang jumlah tanggungan 2 orang yaitu sebanyak 7 nelayan, sedangkan nelayan yang sudah memiliki tanggungan 3 orang yaitu sebanyak 3 orang. Agar dapat menganalisa lebih akurat lagi maka penulis mengetengahkan tingkat pendidikan nelayan agar bisa mengetahui seberapa tinggi tingkat pendidikan yang mereka miliki dan pengalaman sertga keterampilan yang mereka yang sudah mereka dapat dalam bekerja sebagai nelayan untuk itu dapat dilihat dalam tabel dibawah ini Tabel 3.3 Tingkat pendidikan Informan No
Pendidikan Informan
Jumlah (Nelayan )
1.
Tidak/tamat SD
6 Nelayan
2.
Tamat SLTP
5 Nelayan
Sumber : Data Olahan Wawancara 2015 Dari tabel diatas menjelaskan bahwa pendidikan informan rata-rata berpendidikan antara SD dan SLTP itu dikarenakan pada sewaktu dulu sekolah yang ada di desa mantang lama hanya sekolah SD saja sedangkan untuk sekolah SLTP sudah memakan jarak tempuh lebih kurang 4 KM, yaitu di desa Mantang Baru, itu yang mengakibatkan penduduk desa mantang lama tidak bersekolah, dan pada jenjang SMA dulunya Kecamatan mantang tidak memiliki sekolah menengah atas, jika masyarakat mantang lama mau berpendidikan SLTA maka
22
harus bersekolah di kijang atau ditanjungpinang, hal inilah yang membuat anakanak nelayan desa mantang lama tidak melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi dikarenakan memakan biaya sangat tinggi untuk menempuh pendidikan tingkat atas atau SLTA. Untuk menganalisa berbagai informasi yang akan di berikan oleh informan maka penulis mengambil satu atau dua informan untuk dijadikan contoh atau mewakili dalam menganalisa. 2. Analisa Ketergantungan Nelayan terhadap PT. Labindo Nusa Persada di Desa Mantang Lama Kecamatan Mantang Dalam menganalisa ketergantungan nelayan terhadap PT. Labindo Nusa Persada dimana penulis mengetengahkan dengan menggunakan dengan melihat Aset, Pendapatan dan Kesejahteraan/kemampuan. 1. Dana Konpensasi dari perusahaan dimanfaatkan untuk membayar hutang. Nelayan merupakan masyarakat yang mencukupi kehidupanya dengan mengandalkan hasil laut, berbagai macam nelayan yang ada dinegara kita nelayan tradisional maupun nelayan modern, nelayan budidaya ikan maupun hasil laut lainnya seperti rumput laut tripang dan sebagainya. Hal itu sama saja dikarenakan yang dimaksud dengan nelayan adalah masyarakat yang bisa mencukupi kehidupannya dengan mengandalkan hasil laut. Nelayan di Desa Mantang Lama merupakan nelayan tradisional, nelayan ini mengandalkan tali pancing dan kail disekitar daerahnya, hal ini yang mengakibakan nelayan mulai terasa jenuh dikarenakan hasil yang didapat mereka hanya bisa mencukupi operasional dan biaya untuk memenuhi kehidupan keluarganya, sedangakan aset yang mereka miliki merupakan hasil pinjaman dari pihak ketiga atau penampung, maka dari itu nelayan tradisional di Desa Mantang Lama sangat mengandalkan sebuah Dana Konpensasi terhadap Masyarakat (DKTM) dari perusahaan PT. Labindo Nusa Persada untuk mencukupi dan membayar hutang pinjaman aset pompong yang mereka miliki.
23
Dana Konpensasi ini selalu diberikan kepada masyarakat, dalam bentuk uang yang perbulannya sebanyak Rp. 400.000,- per bulan, dan perusahaanperusahaan lain juga yang bergerak disekitar Desa Mantang Lama yang bersifat sebentar (ilegal), mereka juga memberikan dana sebesar itu kepada masyarakat perbulannya. Dari kendala diatas penulis ingin melihat mengapa masyarakat terjadi ketergantungan terhadap dana konpensasi terhadap masyarakat (DKTM) ini apa karena fisik nelayan tersebut tidak mampu lagi atau karena malas untuk pergi kelaut untuk mencari nafkah dalam mencukupi kehidupannya. Dalam hal ini penulis ingin melihat dan menanyakan secara fisik kepada nelayan apakah fisiknya masih kuat ataupun sakit-sakitan atau tidak mampu terkena embun maupun panas seperti yang telah dingkapkan oleh Darwis ”Secara Fisik saya masih kuat untuk menangkap ikan dilaut” (wawancara tanggal 5 Agustus 2015) Dari pendapat diatas memang nelayan seumuran 25 sampai 35 tahun masih kuat secara fisik untuk mengangkap ikan kelaut, masih bisa bermalam-malaman dilaut untuk mencari ikan 3 sampai 4 hari di tengah laut. Hal ini yang membuktikan didalam tubuh si nelayan pada umur 25 sampai 35 masih bisa bekerja keras untuk mencari penghasilan yang lebih banyak dibandingkan umur diatas 40 tahun keatas. Tetapi berdasarkan pengamatan dilapangan banyaknya nelayan pada umur 25 sampai 35 tahun masih banyak yang menganggur dibandingkan bekerja atau pergi kelaut pada tidak musim ikan dikarenakan nelayan muda ini merasa jika ikan yang diantarkan pada penampung sedikit penampung sifatnya sering tidak mengenakkan hal ini mengakibatkan nelayan muda ini malas untuk kelaut seperti juga yang telah diungkapkan oleh Kepala Desa Mantang Lama Muchtar menjelaskan ”Memang kalau tidak musim ikan nelayan kita jarang pergi kelaut dikarenakan mereka susah untuk menjual ikan tersebut, kalu diantar kepenampung mukanya sering masam, tak enak dipandang lah”. ( wawancara tanggal 12 agustus 2015)
24
Dari pendapat diatas dapat dijelaskan sifat penampung itulah yang membuat nelayan muda ini malas untuk pergi kelaut dikarenakan ikan yang diantar jika tidak musim ikan itu selalu sedikit hanya mencukupi untuk biaya operasional, dan mengapa penampung bersifat demikian dikarenakan nelayan muda ini selalu meminjam modal aset seperti pompong modal konsumsi kepada penampung, jadi nelayan ini terpaksa harus menjual akan tersebut kepada penampung, sedangkan harga yang penampung berikan dibawah harga standart. Maka dari itu nelayan muda ini selalu mengandalkan dana kompensasi tersebut untuk membayar hutang atau mengangsur dana yang telah dipinjamkan oleh penampung. Hal ini lah yang mengakibatkan nelayan kurang berpenghasilan, selalu menunggu dana konpensasi dari perusahaan untuk membayar sebagaian dari hutangnya, untuk itu penulis ingin melihat modal mereka gunakan, nelayan ini apakah benar nelayan muda ini menggunakan modal sendiri atau modal orang lain didalam mencari ikan dilaut, seperti yang telah diungkapkan oleh Hidayat menjelaskan ”Modal yang kita gunakan untuk bekerja adalah pinjaman dari pihak ketiga atau penampung” ( wawancara tanggal 5 Agustus 2015) Dari pendapat diatas dapat jelaskan bahwa modal yang mereka gunakan didalam mencari ikan adalah menggunakan pinjaman dari pihak ketiga atau penampung, dan juga masing-masing nelayan meminjam dana konsumsi juga merupakan pinjaman kepada penampung, penampung tidak segan-segan memberikan pinjaman uang untuk nelayan untuk modal konsumsi dilaut seperti rokok, roti dan nasi, es, umpan tali pancing dan sebagainya, dan juga untuk konsumsi dirumah, penampung memberikan pinjaman uang ini dengan perjanjian ikan yang didapat akan dijualkan kepada penampung, dan tidak boleh menjual kepada orang lain. Hal inilah yang menjadi keterikatan nelayan dengan penampung sehingga nelayan tidak bisa beralih lagi untuk menjual ditempat lain, dan tetap berjualan dengan penampung, sebenarnya uang yang diberikan pinjaman oleh penampung tidak seberapa hanya mencukupi kehidupan 4 sampai 5 hari saja, tetapi uang
25
tersebut mempunyai keterikatan yang sangat tinggi, sehingga si nelayan ini tidak boleh menjualkan ikannya pada pihak lain harga tinggi maupun rendah si nelayan hanya menerima saja, dengan harga yang telah diatur oleh penampung ikan, kemudian baru dibayar utang konsumsi yang sebagian dari konsumsi tersebut diambil dari toko penampung, jadi penampung mendapatkan dua keuntungan dimana keuntungan pertama yang didapat dari harga ikan mengikuti harga penampung, dan penampung menjual dipasar dengan harga yang lebih tinggi, sedangkan kedua keuntungan yang didapat dari harga sembako yang dijualkan kepada nelayan. Jadi dua kerugian nelayan menggunakan dana dari penampung, sedangkan nelayan mendapatkan ikan susah maupun mudah tidak memperhitungkan penjualan pasar. Nelayan tidak terlepas dari alat tangkap seberapa canggih dan besarnya alat tangkap yang dimiliki oleh nelayan maka semakin banyak pula ikan yang didapat dikarenakan semakin besar dan canggihnya alat tangkap yang nelayan miliki, dan juga agar tidak terjadinya ketergantungan nelayan terhadap orang lain maka penulis ingin melihat apakah alat tangkap yang nelayan miliki apakah milik sendiri ataupun milik orang lain (penampung) jika pompong tersebut milik penampung
maka
nelayan
seterusnya
tetap
berhubungan
dan
selalu
ketergantungan kepada penampung tersebut, maka dari itu penulis ingin melihat apakah alat tangkap seperti pompong milik nelayan itu sendiri atau milik orang lain seperti yang telah diungkapkan oleh Zainudin menjelaskan ”Pompong ini milik sendiri tetapi membayarnya bersama” (wawancara tanggal 5 Agustus 2015) Dari pendapat diatas dapat dijelaskan bahwa pompong yang dimiliki yaitu atas nama satu orang, yaitu nelayan yang mencari pompong atau mencari modal untuk membuat pompong dengan menggunakan dana pinjaman dari orang lain maupun dana sendiri, dalam nelayan mempunyai peraturan sendiri jika pergi kelaut, hasil yang mereka dapat 20% dari penghasilannya diambil untuk biaya alat tangkap seperti pompong, sedangkan sisanya baru dibagikan kepada kawankawan sekerja yaitu sebanyak 2 sampai 3 orang, maka dari itu setiap orang atau nelayan yang memiliki pompong mendapatkan 20% untuk biaya alat tangkap,
26
uang inilah dimanfaatkan untuk membayar biaya pompong, maupun hutang ataupun sudah lunas. Ini bisa mencukupi membayar pinjaman sewaktu pada musim ikan, sedangkan tidak pada musim ikan si pemilik pompong ini harus mencari kekuranganya untuk mencukupi biaya angsurannya, untuk dibayarkan pada penampung atau pihak ketiga yang mereka pinjam. Keterampilan merupakan hal yang tidak terpisahkan dalam sebuah pekerjaan dengan mempunyai keterampilan dan pengalaman yang bagus atau baik, itu juga bisa memudahkan nelayan didalam mencari penghasilan, untuk mendapatkan keterampilan dan pengalaman sebagai nelayan dibutuhkan waktu dikarenakan ilmu atau keterampilan yang didapat bersifat otodidak, atau belajar sendiri hal inilah yang mengakibatkan nelayan itu terus belajar dengan pengalaman dikarenakan musim sering berganti, angin sering berubah-rubah. Keterampilan sebagai nelayan tidak mempunyai standarisasi dikarenakan nelayan ini bermain dengan musim dan dengan cuaca, ini yang mengakibatkan nelayan muda ini sering kekurangan atau kurang mendapatkan ikan yang banyak maka dari itu penulis ingin melihat apakah masing-masing nelayan sudah memiliki pengalaman dan keterampilan sebagai nelayan, seperti yang telah diungkapkan oleh Mulyadi menjelaskan ”Kalau pengalaman dan keterampilan sudah ada, karena dari kecil sudah belajar, sering ikut orang tua pergi kelaut” (wawancara tanggal 5 Agustus 2015) Dari pendapat diatas jelas untuk keterampilan dan pengalaman nelayan dilaut tidak diragukan lagi dikarenakan masing-masing nelayan sudah sering mengikuti orang tuanya dikala libur sekolah, dan belajar pada kawan-kawanya sehingga
pengalaman
yang
dimiliki
dilaut
sudah
menyatu
didalam
keterampilannya. Rata-rata penulis menemukan responden masing-masing sudah diatas lima tahun bekerja sebagai nelayan. Tetapi nelayan ini tidak bisa mempokuskan berapa penghasilan perbulan, perhari dan perminggu dikarenakan nelayan muda ini mengandalkan musim dan cuaca sedangkan alat yang digunakan masih menggunakan tali pancing.
27
Dari beberapa pendapat diatas dapat penulis menyimpulkan terjadinya ketergantungan nelayan muda terhadap dana konpensasi perusahan dikarenakan aset pompong nelayan ini masih hutang atau menggunakan pinjaman pada pihak ketiga, jika pada musim ikan si pemilik pompong ini tidak terlalu memikirkan biaya pinjamannya kepada penampung dikarenkan ada sistem pembagiannya yaitu 20% dari penghasilan diberikan untuk si pemilik pompong sedangkan pada tidak musim ikan si nelayan muda pemilik pompong ini harus mencari dana lain untuk membayar biaya angsuran pompong tersebut. Hal itulah yang mengakibatkan nelayan muda ini selalu terjadi ketergantungan kepada dana konpensasi perusahan untuk membayar hutang yang mereka miliki. 2. Dana Konpensasi dari perusahaan dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari . Didalam menjalani sebagai nelayan mengenai banyak maupun sedikitnya pendapatan tergantung pompong atau alat tangkap yang digunakan dikarenakan besar atau kecil pompong yang digunakan dapat pergi jauh atau dekatnya nelayan itu kelaut, semakin jauhnya mereka kelaut semakin mudahnya juga penangkapan ikan yang mereka lakukan sehingga pendapatan yang mereka dapat bisa melebihi biaya operasional Biaya operasional yaitu biaya yang dikeluarkan nelayan untuk kelaut seperti pembelian minyak 50 liter, pembelian es penyimpanan ikan satu piber, dan konsumsi beberapa hari kelaut, biasanya masing-masing nelayan untuk biaya operasionalnya tergantung besar atau kecilnya pompong yang mereka miliki, untuk kualitas pompong sebesar 3 GT, memakan biaya operasional sebesar Rp. 1.000.000,- selama 3-4 hari pekerjaan dilaut, sedangkan jumlah personil yang pergi kelaut didalam satu pompong sebesar 3 GT, sebanyak 2-3 orang. Ada sistem pembagian pendapatan yang di dapat yaitu 20% dari pendapatan itu dipergunakan untuk biaya alat tangkap atau pompong, kemudian dikurangi biaya operasional, setelah itu baru dibagikan kepada masing-masing pekerja nelayan.
28
Untuk itu penulis ingin melihat pendapatan yang telah didapat oleh nelayan melebihi biaya operasional atau tidak, seperti yang telah diungkapkan oleh Abu Bakar menjelaskan ”Untuk biaya operasional melebihi, tapi pembagian kepada kawankawan kalau hasilnya banyak maka banyak juga kawan-kawan dapat jika hasilnya sedikit hanya cukup untuk makan beberapa hari saja” (wawancara tanggal 5 Agustus 2015) Dari pendapat diatas dapat dijelaskan bahwa untuk nelayan tradisional memang selalu mengantungkan hidupnya dengan alam, untuk mencari ikan tergantung dengan musim, dikarenakan alat yang mereka gunakan masih menggunakan kail, maka dari itu jika pada musim ikan banyak maka banyak juga penghasilan yang didapat, dan bisa melebihi biaya operasional di karenakan untuk biaya operasional untuk mesin pompong 3 GT memakan biaya yaitu sebesar Rp. 1.000.000,- itu untuk pembelian minyak solar dan pengisian fiber Es, untuk supaya ikan yang dipancing akan tahan lama, dikarenakan nelayan pergi kelaut memakan waktu 3 sampai 4 hari tergantung cuaca dan musim, jika musim ikan nelayan bisa memenuhi fiber selama 2 hari, jika pada tidak musim ikan maka nelayan sampai 3-4 hari dilaut baru bisa memenuhi fiber tersebut, jika tidak penuh nelayan pun harus pulang dikarenakan ketahan es tersebut hanya bertahan 4 hari. Hal inilah yang membuat tantangan dari nelayan maka dari itu nelayan selalu memperhitungkan kapan harus melaut sesuai dengan cuaca dan waktu yang pas agar nelayan setelah pergi kelaut minimal harus memenuhi biaya operasional agar tidak terjadi kerugian, dan jika pada musim ikan yang banyak maka banyak pula masing teman sekerja yang ikut memancing didalam pompong tersebut, jika tidak musim ikan maka dapat sedikit pula pendapatan untuk mencukupi kehidupannya. Itu juga yang mengakibatkan pada tidak musim ikan nelayan tersebut selalu terjadi ketergantungan pada dana kompensasi untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Hal ini juga yang mengakibatkan nelayan dalam pergi mencari ikan selalu memperhitungkan apakah akan mencukupi biaya operasional atau tidak, karena masing –masing aset nelayan seperti pompong yang mereka miliki, masih
29
belum bisa mengembalikan modalnya dalam pembelian aset tersebut (masih hutang) untuk itu penulis ingin melihat pendapatan nelayan apakah sudah melebihi aset dalam pekerjaan seperti yang telah diungkapkan oleh Jamal menjelaskan ”Untuk aset seperti pompong belum balik modal, untuk pengembalian modal aset memakan waktu 2 sampai 3 tahun baru bisa melunasi biaya pembelian pompong beserta alat”. (wawancara tanggal 5 agustus 2015) Dari pendapat diatas dapat dijelaskan bahwa untuk pengembalian modal aset seperti pompong memakan waktu sangat lama dikarenakan nelayan tidak sepenuhnya pergi melaut, biaya operasionalnya sangat tinggi sehingga dalam pengembalian modal aset selama 2 sampai 3 tahun baru bisa mengembalikan biaya aset mereka, oleh karena itu alat tangkap yang canggih untuk lebih cepat mengembalikan biaya mereka tersebut. Setelah mengembalikan biaya aset memakan waktu yang sangat lama sedangkan aset tersebut tidak sepenuhnya bertahan lama tergantung kayu yang mereka buat jika kayunya masih muda maka pompong tersebut hanya bisa bertahan selama 5 tahun tergantung perawatan oleh pemiliknya untuk itu maka harus diperlukan tabungan oleh nelayan supaya pompong tersebut dapat dimanfaatkan lebih lama lagi sehingga nelayan tersebut tetap bekerja secara berkelanjutan untuk itu penulis ingin melihat bagaimana nelayan tradisional di Desa Mantang Lama apakah memiliki tabungan untuk masa depan ataupun tidak, seperti yang telah diungkapan oleh Juki menjelaskan ”Untuk tabungan sampai sekarang belum ada kita sebagai nelayan penghasilannya hanya untuk kebutuhan rumah saja dikarenakan kita bekerja mengikuti musim”. (wawancara tanggal 05 agustus 2015 ) Dari pendapat diatas dapat dijelaskan bahwa masing masing nelayan belum mempunyai tabungan untuk menggantikan aset yang mereka miliki jika rusak dikarenakan sebagian nelayan masih memiliki hutang yaitu pompongnya yang belum lunas masih meminjam dana pada pihak ketiga, maka dari itu mereka belum memiliki tabungan untuk persiapan kedepan maupun tabungan masa depan maupun tabungan untuk meningkatkan tarap hidupnya dari nelayan menjadi lebih baik lagi mungkin menurut penulis pada nelayan muda ini jika
30
mempunyai uang nelayan tersebut memulai untuk membuat rumah atau tempat tinggal dan membesarkan anak yang masih bayi. Didalam
kehidupan
banyak
bermacam-macam
keperluan
didalam
keperluan itu apakah masing-masing nelayan itu dapat dan memenuhi kebutuhannya atau tidak tergantung sikap dan konsep masing-masing nelayan, hal ini yang membuat ketergantungan terus menerus masyakat nelayan jika nelayan tersebut membeli barang-barang yang bersifat konsumtif, selayaknya masing-masing nelayan harus memikirkan dan membeli barang-barang yang bersifat produktif, agar pinjaman yang mereka miliki tidak membebankan mereka sendiri sehingga nelayan tersebut harus menimbulkan target untuk mencukupi dan membayar semua hutang-hutangnya yang mengakibatkan nelayan tersebut menimbulkan keterpaksaan dalam bekerja yang lama kelamaan akan menimbulkan kebosanan, sedangkan skill yang mereka miliki terbatas, apa yang harus mereka lakukan jika pendapatan yang mereka dapat tidak mencukupi untuk mengembalikan biaya operasional dan biaya hutang yang bersifat konsumtif maka dari itu penulis ingin melihat apakah nelayan memiliki pinjaman atau modal kredit yang lain seperti yang telah diungkapkan oleh Syaipul Azlan menjelaskan ”Untuk Pinjaman Kredit iya masih ada, dikarenakan menambah alat untuk mencari ikan yang lebih banyak” (wawancara tanggal 05 agustus 2015) Seperti yang telah dikemukakan diatas dapat menjelaskan bahwa masingmasing nelayan tersebut masih memiliki hutang dimana jika sudah lunas pinjaman pompong biasanya si nelayan tradisional tersebut selalu membeli pukat ikan, ini untuk dimanfaatkan jika tidak ada musim ikan, walaupun tidak ada musim ikan nelayan masih bisa kelaut dengan menggunakan pukat kecil untuk ikan-ikan ditengah air, pukat yang mereka lakukan bukan pukat yang membahayakan terumbu karang tetapi pukat yang mereka gunakan untuk mencari ikan-ikan pada tengah air bukan dasar
air yang mengakibatkan
merusaknya terumbu karang dan spesies-spesies didalamnya. Ikan bermacammacam jenis ikan yang bisa ditangkap dan yang laku dipasaran, ada ikan yang
31
harganya tinggi maupun ikan yang harganya rendah tergantung kualitas ikan dan permintaan pasar. Memenuhi kehidupan sepertinya gampang-gampang susah dikarenakan dalam waktu setahun terdapat berbagai macam musim angin, yaitu angin selatan, angin utara, angin barat dan angin timur, dan biasanya angin yang selalu mendapatkan pendapatan yang tinggi yaitu pada angin utara, angin utara selalu masyarakat mengatakan kencang, tetapi para nelayan sangat menyukai pada musim angin ini dikarenakan pada musim ini ikan yang didapat yaitu ikan mahal seperti ikan tenggiri, permintaan ikan ini sangat tinggi sehingga ikannya mendapatkan harga yang sangat mahal. Sedangkan pada musim ini memakan waktu yang tidak beberapa lama yaitu hanya 3 bulan saja, pada masa inilah para nelayan kelaut untuk mencari pendapatan yang lebih banyak, sedangkan pada musim lain ikan tidak seberapa banyak, ini yang mengakibatkan nelayan harus menunggu satu tahun untuk sampai pada musim ini, tahun demi tahun akan dilalui oleh para nelayan, tenaga dan pikiran seorang nelayan makin berkurang untuk itu sangat diperlukan nelayan adalah dana investasi untuk kedepan, seperti biaya pensiun dan lain sebagainya untuk mencukupi kehidupannya pada masa tua, jika mereka tidak mempunyai investasi maka kehidupan yang mereka lalui akan menjadi berat dikarenakan tenaga mereka tidak kuat untuk mencari kehidupan untuk itu penulis ingin melihat apakah masing-masing nelayan sudah memiliki dana investasi untuk masa depan, seperti yang telah diungkapkan oleh Jamal menjelaskan ”Masih belum ada dana untuk investasi untuk masa depan”. (wawancara tanggal 5 agustus 2015) Dari pendapat diatas dapat dijelaskan masing-masing nelayan belum memiliki dana investasi untuk masa depan dikarenakan nelayan tersebut masih memiliki hutang alat tangkap dan belum bisa menabung maupun berinvestasi keuangannya untuk masa depan, dan juga pendapatan yang mereka dapat masih belum bisa mencukupi biaya kehidupan mereka dalam menjalani hidup. Seperti yang telah diungkapkan oleh Kepala Desa Mantang Lama bapak Muchtar menjelaskan
32
”Untuk kondisi kehidupan masyarakat nelayan kita ini gampang-gampang susah, dimana masyarakat kita ini harus bekerja cepat mengikuti musim, musim ikan hanya 3 bulan saja, selebihnya tidak musim ikan”. (wawancara tanggal 12 Agustus 2015) Pada pendapat diatas dapat dijelaskan bahwa untuk pendapatan masyarakat nelayan tradisional masa panen yang tinggi yaitu pada musim angin utara saja yaitu selama 3 bulan sedangkan pada 9 bulan ini tidak musim ikan, dalam arti pada waktu 9 bulan ini masyarakat nelayan hanya bisa mencukupi biaya operasional saja sedangkan untuk pendapatan untuk konsuntif sangat kurang, pada musim 3 bulan inilah masyarakat nelayan terus kelaut untuk membayar utang-utangnya yang masih tersisa. Dari beberapa pendapat diatas dapat penulis menyimpulkan bahwa untuk pendapatan nelayan muda masih timbul ketergantungan kepada PT. Labindo Nusa Persada dikarenakan operasional yang dikeluarkan untuk pergi melaut memakan biaya yang sangat tinggi, jika pada musim ikan nelayan bisa mencukupi biaya operasional dan bisa membayar hutang-hutangnya seperti hutang alat tangkap seperti pompong dan pukat, sedangkan pada tidak musim ikan nelayan tersebut harus mencari dana lain untuk membayar pinjamannya kepada penampung, ini yang adanya ketergantungan terus terhadap dana konpensasi masyarakat dari perusahaan. 3. Dana Konpensasi dari perusahaan dimanfaatkan untuk kesehatan. Kesejahteraan atau kemampuan merupakan tujuan akhir didalam kehidupan, kesejahteraan faktor utama untuk melihat pekerjaan yang dimiliki mempunyai peningkatan tarap hidup maupun tidak, hal ini dikarenakan tujuan dari pemerintahan adalah untuk mensejahterakan masyarakatnya agar tidak adanya ketergantungan dari pihak lain, kenapa demikian, agar supaya tidak ada saling menguntungkan dan saling merugikan didalam menjalankan kehidupan. Mencukupi kehidupan terutama konsumsi merupakah hal yang terpenting dalam menjalani hidup dikarenakan konsumsi secara tidak langsung harus dipenuhi setiap saat, tanpa adanya konsumsi si nelayan ini tidak dapat berpikir jernih, maupun juga keluarganya, anak-anaknya sangat membutuhkan konsumsi,
33
hal ini juga merupakan faktor pendorong masyarakat nelayan terjadi ketergantungan kepada pihak lain jika konsumsi ini tidak mencukupi didalam kehidupannya maka dari itu penulis ingin melihat apakah hasilnya dapat mencukupi untuk memperoleh konsumsi rumah tangga seperti yang telah diungkapkan oleh Juki menjelaskan “Untuk konsumsi rumah tangga masih mencukupi, tapi kalau untuk yang lain belum tentu, kadang-kadang dapatnya banyak, kadang-kadang dapatnya sedikit tergantung musim” (wawancara tanggal 5 Agustus 2015) Dari pendapat diatas menjelaskan bahwa untuk memenuhi konsumsi nelayan muda tradisional dalam mencari ikan masih bisa mencukupi kehidupannya dan keluarganya, setiap pulang dari laut beberapa hari pendapatan nelayan tersebut masih bisa mencukupi dan membeli konsumsi untuk keluarganya, dikarenakan jika sudah mencukupi biaya operasional maka pendapatan itulah dibagikan bersama kepada kawan-kawannya yang pergi samasama kelaut, tetapi banyak atau sedikitnya pendapatan tergantung musim ikan jika musim ikan para nelayan bisa mencukupi konsumsi kehidupan sampai satu bulan maupun bisa membeli barang-barang untuk mengisi rumah tangganya, sedangkan pada tidak musim ikan
para nelayan hanya bisa mencukupi konsumsi
kehidupanya untuk satu minggu saja, hal inilah yang membuat para nelayan tidak bisa mensejahterakan keluarganya dengan layak dikarenakan semakin hari kebutuhan semakin tinggi, harga barang semakin tinggi sedangkan untuk mencari ikan semakin hari semakin susah. Setelah kita melihat para nelayan muda tradisional dalam mencukupi kehidupannya terutama konsumsi, dan bagaimana jika anak-anaknya apakah anakanak mencukupi nutrisi yang telah ditetapkan oleh dinas kesehatan agar nutrisi anak dan bayi bisa mencukupi agar hidup sehat, dan berkualitas untuk itu penulis ingin melihat apakah dari hasil sebagian nelayan tradisional bisa mencukupi untuk memperoleh nutrisi anak-anaknya seperti yang telah diungkapkan oleh Alek Karman menjelaskan
34
“kalau untuk nutrisi anak-anak seperti susu itu bisalah dibeli, dikarenakan itu harus dipenuhi”. ( wawancara tanggal 05 Agustus 2015) Menurut pendapat diatas menjelaskan bahwa untuk memenuhi nutrisi anak-anak para nelayan bisa memenuhinya, nutrisi bayi dan anak-anak selalu diutamakan para nelayan muda tradisional di Desa Mantang Lama, dikarenakan nutrisi ini merupakan kebutuhan untuk bayi dan anak-anak, dikarenakan mungkin ada faktor keterpaksaan nelayan didalam memenuhi hal tersebut, mau atau tidak mau para nelayan harus memenuhinya. Berdasarkan pengamatan penulis menemukan memang sebagian bayi-bayi dan anak-anak nelayan tersebut untuk mencukupi nutrisinya menggunakan susu asi, jadi para nelayan tidak sepenuhnya menggunakan susu kaleng yang memakan biaya yang sangat tinggi perbulannya, dan pada umur diatas dua tahun rata-rata anak-anak nelayan tidak diberikan susu lagi hanya mengandalkan dari komsumsi anak-anak untuk mencukupi nutrisinya. Gizi merupakan hal yang terpenting pada usia anak-anak dan bayi dengan gizi yang cukup maka anak-anak nelayan dapat berpikir dengan jernih dan sempurna seperti yang telah diungkapkan oleh kepala desa Mantang Lama bapak Muchtar menjelaskan “Untuk Gizi dan vitamin bayi dan anak-anak dinas kesehatan menjalankan setiap awal bulan adanya Posyandu, posyandu ini bertujuan untuk menimbang, dan milihat anak-anak kita apakah kekurangan gizi atau tidak” (wawancara tanggal 12 agustus 2015) Dari pendapat diatas dapat dijelaskan bahwa kepedulian pemerintah daerah dalam meningkatkan hidup sehat sangat bagus dimana setiap awal bulan Dinas Kesehatan memberikan Pos Layanan Terpadu (POSYANDU) untuk melihat perkembangan anak, kesehatan anak, faksin anak, dan vitamin anak-anak agar supaya anak-anak dan bayi dapat hidup sehat sesuai dengan tujuan / misi pemerintah yaitu indonesia sehat pada tahun 2020. Kesehatan merupakan hal yang terpenting didalam kehidupan, jika sehat maka didalam mencari ikan dilaut tetap bersemangat jika dalam sakit-sakitan ini
35
bisa mengakibatkan kemiskinan didalam nelayan tersebut dikarekan hasil mata pencaharian nelayan hanya bisa untuk beberapa hari saja tidak bisa bertahan sampai beberapa bulan ini yang mengakibatkan seorang nelayan harus mengandalkan laut setiap saat untuk mencukupi kehidupannya, jika nelayan itu sakit berminggu-minggu maka para nelayan harus berhutang kepada pihak ketiga untuk mencukupi kehidupannya, terutama untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dan nutrisi pada anak-anak dan keluarganya untuk itu penulis ingin melihat apakah hasil yang didapat bisa mencukupi untuk memperoleh pembayaran biaya kesehatan seperti yang telah diungkapkan oleh Hidayat menjelaskan “Untuk biaya kesehatan masih belum bisa, masih belum ada uang untuk menyimpan biaya kesehatan”. ( wawancara tanggal 05 Agustus 2015) Dari pendapat diatas menjelaskan bahwa masyarakat nelayan muda tradisional masih belum memiliki tabungan jika mereka sakit dikarenakan pada umur responden berkisar 25 sampai 35 tahun, pada masa ini masyarakat nelayan fisiknya masih kuat, sehingga mereka melupakan menyimpan dan menyisihkan sebagaian dari penghasilannya untuk biaya kesehatan, dalam hal ini menurut penulis jika nelayan tersebut mengalami sakit dalam dua minggu maka para istri nelayan harus meminjam uang kepada pihak lain untuk mencukupi kehidupannya, begitu juga jikalau istrinya mengalami operasi cesar untuk melahirkan bayi, para nelayan ini harus menunggu istrinya dalam tiga atau empat minggu mereka pasti mengalami kemiskinan dikarenakan pada bukan musim ikan nelayan ini hanya pendapatkan penghasilan untuk beberapa hari saja. Nelayan muda selalu mengabaikan kesehatan dikarenakan umur yang muda dan jarang sakit-sakitan biarpun demikian harus ada penanganan oleh pemerintah agar masyarakat nelayan ini jika mengalami kecelakaan hingga sakit bisa pergi berobat dengan dengan maksimal hingga sembuh tanpa harus memikirkan biaya pengobatan dan biaya kehidupan, seperti yang telah diungkapkan oleh kepala desa mantang lama bapak Muchtar menjelaskan “Untuk biaya kesehatan dibintan Pemerintah Daerah sudah menanganinya dimana setiap penduduk pesisir pemerintah sudah
36
menyiapkan Kartu Bintan Sejahtera (KBS) kartu ini berguna untuk berobat masyarakat pesisir terutama nelayan, kartu ini tidak perlu membayar perobatan sepeserpun semuanya gratis ditanggung oleh Pemerintah Daerah”. (wawancara tanggal 12 agustus 2015) Dari pendapat diatas dapat dijelaskan bahwa nelayan desa mantang lama rata-rata tidak memiliki asuransi maupun kartu kesehatan seperti BPJS, dikarenakan jika nelayan itu sakit berat maka mereka bisa menggunakan kartu KBS kartu ini bertujuan untuk berobat disetiap rumah sakit, dalam hal ini pemerintah daerah akan menanggung semua biaya perobatan yang di klim oleh rumah sakit. Jadi masyarakat nelayan tidak perlu lagi memiliki dan membayar asuransi kesehatan maupun BPJS untuk biaya kesehatan sudah ditanggung oleh pemerintah daerah dan bagaimana dengan biaya pendidikan mereka sendiri maupun anak-akanya dengan tanpa pendidikan maka anak-anak nya tidak akan terlepas dari kehidupan keterpurukan. Pendidikan merupakan suatu kebutuhan anak dan keluarganya dengan menyandang
pendidikan
yang
tinggi
maka
masyarakat
nelayan
akan
meninggalkan keterpurukan didalam kehidupan, jika para nelayan ini tidak berpendidikan tinggi maka keterpurukan yang mereka alami akan bertahan selamanya, untuk itu penulis ingin melihat apakah hasil yang didapat bisa mencukupi untuk memperoleh pendidikan saudara dan anak-anak seperti yang telah diungkapkan oleh Abu Bakar menjelaskan “Untuk biaya pendidikan saya, saya tak sekolah lagi, kalau untuk anak saya rasa bisa karena masih memakan waktu yang panjang, mudahmudahan kalau hasinya banyak saya bisa menyimpan sedikit untuk anakanak” (wawancara tanggal 05 Agustus 2015) Dari pendapat diatas menjelaskan bahwa seorang nelayan sudah bertekat selamanya tetap menjadi nelayan, mereka tidak menginginkan pendidikan yang lebih tinggi lagi dikarenakan mereka hanya berpendidikan SD jadi untuk meraih pendidikan diperguruan tinggi memakan waktu yang cukup lama, padahal di Kecamatan Mantang sudah memiliki sekolah Paket B dan Paket C dan ditanjungpinang sudah memiliki universitas maupun sekolah tinggi hal ini tidak memakan biaya yang tinggi lagi didalam meraih pendidikan dikarenakan, ini
37
tergantung
kesadaran
pada
masyarakat
nelayan
untuk
meninggalkan
keterpurukannya. Dan para nelayan selalu mengandalkan anak-anaknya untuk meninggalkan keterpurukannya sedangkan untuk membesarkan anaknya akan memakan waktu yang lama untuk keluar dari keterpurukannya tersebut mau atau tidak mau maka para nelayan harus menjalani keterpurukannya secara terus menerus. Nelayan muda Desa Mantang Lama masih belum memiliki tabungan untuk anaknya bersekolah dikarenakan di Kecamatan Mantang pendidikan anak selama ini masih gratis ditanggung oleh Pemerintah, Sehingga masyarakat tidak perlu penyimpan uang untuk pendidikan anak sekolah seperti yang telah diungkapkan oleh kepala desa mantang lama Muchtar menjelaskan “Untuk biaya pendidikan kecamatan Mantang ini gratis dari Sekolah Dasar (SD) sampai Sekolah Menengah Atas (SMA) dan juga sekarang SMA sudah ada dikecamatan mantang jadi masyarakat untuk pergi kesekolah tidak diperlukan biaya yang sangat mahal dikarenakan sekolah sudah ada satu daratan”. (waawancara tanggal 12 agustus 2015 ) Dari pendapat diatas dapat dijelaskan untuk pendidikan di Kecamatan Mantang terutama Desa Mantang Lama untuk biaya pendidikan dari SD sampai SLTA tidak menggunakan biaya atau gratis ini merupakan suatu kesempatan untuk anak-anak nelayan mendapatkan pendidikan yang tinggi agar terlepas dari keterpurukan dan terlepas dari kemiskinan pada masa yang mendatang. Dari beberapa pendapat diatas dapat penulis menyimpulkan bahwa para nelayan muda tradisional didalam mensejahterakan dan mencukupi kehidupannya masih dibawah sejahtera, masyarakat nelayan dalam mencari ikan dilaut hasilnya hanya bisa bertahan beberapa hari saja, tidak bisa bertahan dalam dua minggu, jika masyarakat nelayan ini mengalami penurunan kesehatan maka masyarakat nelayan ini harus jatuh miskin untuk mencukupi kehidupannya, dan harus mengurus surat miskin untuk membayar biaya perobatan jika tidak mempunyai KBS. Pada tingkat kesejahteraan dan kemampuan ini masyarakat nelayan tidak adanya ketergantungan terhadap dana Konpensasi oleh perusahaan tetapi masyarakat mempunyai ketergantungan terhadap pemerintah daerah, hal ini
38
merupakan tujuan dari pemerintah daerah untuk mengurangi kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan bagi masyarakat. D. PENUTUP 1. Kesimpulan Nelayan adalah suatu kelompok masyarakat
yang kehidupannya
tergantung langsung pada hasil laut, baik dengan cara melakukan penangkapan ataupun budi daya, berbagai macam nelayan yang ada dinegara kita nelayan tradisional maupun nelayan modern, nelayan budidaya ikan maupun hasil laut lainnya seperti rumput laut tripang dan sebagainya. Nelayan di Desa Mantang Lama merupakan nelayan tradisional, nelayan ini mengandalkan tali pancing dan kail disekitar daerahnya, tak heran nelayan ini terjadi ketergantungan dengan dana konpesasi terhadap masyarakat yang diberikan oleh perusahaan bouksit terutama pada PT. Labindo Nusa Persada dikarenakan pendapatan yang didapat tidak bisa mencukupi kebutuhan hidupnya, maka dapat dirumuskan beberapa kesimpulan dan saran-saran sebagai berikut: Terjadinya ketergantungan nelayan terhadap dana konpensasi perusahan dikarenakan aset pompong nelayan ini masih hutang atau menggunakan pinjaman pada pihak ketiga, sewaktu musim ikan nelayan ini bisa untuk membayarnya, tetapi pada tidak musim ikan nelayan tersebut harus mencari dana untuk membayar angsurannya tersebut. Nelayan masih timbul ketergantungan kepada PT. Labindo Nusa Persada dikarenakan operasional yang dikeluarkan untuk pergi melaut memakan biaya yang sangat tinggi, jika pada musim ikan nelayan bisa mencukupi biaya operasional dan bisa membayar hutang-hutangnya seperti hutang alat tangkap seperti pompong dan pukat, sedangkan pada tidak musim ikan nelayan tersebut harus mencari dana lain untuk membayar pinjamannya kepada penampung. Sedangkan tingkat kesejahteraan dan kemampuan ini masyarakat nelayan tidak adanya ketergantungan terhadap dana Konpensasi oleh perusahaan tetapi
39
masyarakat mempunyai ketergantungan terhadap pemerintah daerah, dikarenakan pemerintah daerah sudah mencadangkan pembagian Nutrisi anak-anak dan bayi gratis, biaya kesehatan gratis, dan biaya pendidikan anak gratis. 2. Saran. Berdasarkan kesimpulan diatas dapat penulis memberikan saran-saran agar nelayan tidak terjadi ketergantungan terhadap dana konpensasi dari perusahaan : 1. Diharapkan Kepada Pemerintah Daerah untuk memberikan bantuan pompong gratis diatas 3 GT kepada kelompok nelayan muda untuk tidak lagi berhutang kepada penampung atau pihak ketiga lainnya, agar penghasilan yang didapat bisa memaksimalkan untuk kebutuhan sehari-hari. 2. Diharapkan kepada Pemerintah Kecamatan dapat mensosialisasikan kepada masyarakat nelayan tentang pembentukan koperasi simpan pinjam, dan koperasi usaha bersama untuk menampung pendapatan ikan yang didapat oleh nelayan agar nelayan tidak menjual kepada tengkulak/penampung, yang harganya sangat dibawah dari harga pasar. 3. Diharapkan kepada Masyarakat untuk mendukung program pemerintah dan berperan aktif, seperti Kartu Bintan Sejahtera (KBS), Pendidikan anak gratis, dan kegiatan posyandu untuk mengurangi keterpurukan masyarakat nelayan dalam menjalankan kehidupan sehari-hari. DAFTAR PUSTAKA A. Buku-buku Basrowi. M.S, Dr. 2005. Pengantar Sosiologi. Bogor : Ghalia Indonesia. Hartini & G. Kartasapoetra. 1992. Kamus Sosiologi dan Kependudukan, Jakarta : Bumi Aksara. Haughton jonathan dan Khandker Shahidur R. 2012. Pedoman Tentang Kemiskinan dan ketimpangan Handbook Poverty and Inequality, Jakarta : Selemba Empat Johnson, Doyle Paul. 1986. Teori Sosiologi Klasik Dan Modern. ( Terj. Robert M.Z.Lawang). Jakarta : PT. Gramedia.
40
Kusnadi, 2003. Akar Kemiskinan Nelayan, Yogyakarta : LKIS Yogyakarta ............., 2006. Konflik Sosial Nelayan Kemiskinan dan Perebutan Sumber Daya Alam. LKIS Pelangi Angkasa Yogyakarta. Kuncoro, Mudrajat. 2010. Masalah, Kebijakan, Politik Ekonomi Pembangunan, Jakarta. Erlangga Umar, Husein. 2002. Metode Riset Komunikasi Organisasi. Jakarta, PT. Gramedia, Pustaka Umum Ritzer, George. 2002. Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda. Jakarta : PT.Raja Grafindo Persada. Sanjadmiko, Prihandoko. 2009. Orang turunan Cina di Tangerang, suatu kajian tentang faktor-faktor yang mendorong dan menghambat asimilasi antara penduduk golongan pribumi. Makara Jurnal Penelitian Universitas Indonesia No.3 Seri C Agustus 1999. ISSN. 1410-4595. Sugiyono. 2005. Metode Penelitian Administrasi. Bandung, Alfabeta B. Dokumen Profil kelautan dan perikanan Kabupaten Bintan tahun 2014
41