1
KETERAMPILAN SOSIAL DAN LAMA BELAJAR PADA ANAK USIA SEKOLAH DI KOTA DEPOK Nurussafitri Laila Anawati1, Fajar Tri Waluyanti2 Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Indonesia, Kampus FIK UI, Jl. Prof. Dr. Bahder Djohan, Depok, Jawa Barat, Indonesia - 16424 E-mail:
[email protected]
Abstrak Keterampilan sosial sebagai bagian dari perkembangan sosial sangat penting bagi kehidupan sosial anak. Fenomena yang terjadi akhir-akhir ini banyak berkembang sekolah yang menerapkan sistem full day dengan lama belajar di sekolah yang lebih lama daripada sekolah konvensional. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan lama belajar di sekolah dengan keterampilan sosial anak usia sekolah di kota Depok. Desain penelitian deskriptif korelatif dengan pendekatan cross-sectional digunakan pada penelitian ini. Berdasarkan penghitungan cluster sampling, sebanyak 425 anak usia sekolah, baik itu full day dan non-full day yang berpartisipasi dalam penelitian, diminta untuk mengisi kuesioner tentang keterampilan sosial yang merupakan modifikasi dari beberapa kuesioner yang sudah ada. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara lama belajar di sekolah dengan keterampilan sosial anak usia sekolah di kota Depok (p=0,165). Akan tetapi, dari hasil penelitian ini diketahui bahwa 52% anak menunjukkan keterampilan sosial yang kurang. Maka dari itu, penting untuk meningkatkan keterampilan sosial pada anak melalui kegiatan belajar dan aktivitas di sekolah. Kata kunci: anak usia sekolah, full day school, keterampilan sosial, lama belajar, Abstract Social skill and School Period of School-age Children in Depok. Social skill, as part of social development, is important for children social life. Nowadays, there are a lot of schools, called full day school, that develop a system in which their school period is longer than any other conventional school. This study aims to know the relationship of school period to school age children’s social skill in Depok. A correlational descriptive study and cross sectional method was used as the research design. Based on cluster sampling technique, a total of 425 school age children of full day and non-full day schools was participated in the study and asked to fulfill a social skill questionnaire. The study yielded no significant relationship between school period and school age children’s social skill in Depok (p=0,165). This study also showed that 52% of school age children had less social skill. Therefore, it is important to improve children’s social skill through school activity and learning. Key words: full day school, school age children, school period, social skill,
Pendahuluan Usia sekolah merupakan suatu periode kanakkanak pertengahan yang berada diantara periode pra sekolah dan remaja. Periode ini dimulai dari masuknya anak ke lingkungan sekolah yaitu mulai usia 6-12 tahun (Hockenberry & Wilson, 2007). Bermulanya masa sekolah menandakan adanya lingkungan sosial yang baru bagi anak dimana lingkungan
sekolah juga memiliki pengaruh yang cukup besar dalam perkembangan sosial anak (Hockenberry & Wilson, 2007). Hal ini sesuai dengan konsep tumbuh kembang anak yang menyatakan bahwa terjadi peningkatan sosialisasi pada anak di awal usia sekolah (Hockenberry & Wilson, 2007). Keterampilan sosial sebagai bagian dari perkembangan sosial anak merupakan salah satu aspek yang penting bagi kehidupan sosial anak dimana hasil
Keterampilan Sosial dan..., Nurussafitri laila Anawati, F. Ilmu Keperawatan UI, 2014
2
penelitian menyatakan bahwa keterampilan sosial yang kurang dapat menimbulkan adanya isolasi sosial, penarikan diri, dan perilaku kekerasan (Matson & Wilkins, 2009). Berkaitan dengan dimulainya masa sekolah pada anak usia sekolah, tercatat jumlah anak yang bersekolah di tingkat sekolah dasar (7-12 tahun) di Indonesia semakin meningkat dari tahun ke tahun (Badan Pusat Statistik, 2013). Jumlah anak yang bersekolah di tingkat sekolah dasar di kota Depok pada tahun 2013 yang telah terdaftar yaitu sekitar 76,5% dari total keseluruhan pelajar mulai dari tingkat SD hingga SMA (Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, 2013). Banyaknya jumlah anak usia sekolah tersebut juga diiringi dengan berkembangnya sistem pendidikan di tingkat sekolah dasar. Salah satunya yaitu sistem full day school yang akhir-akhir ini semakin banyak berkembang di Indonesia. Pada tahun 2013, tercatat jumlah sekolah di kota Depok yang menerapkan sistem full day school yang telah terdaftar pada Dinas Pendidikan kota Depok yaitu 17,43% dari total sekolah dasar yang terdaftar (Dinas Pendidikan Kota Depok, 2013). Sistem pendidikan ini, sesuai dengan namanya, menerapkan jam sekolah full day atau seharian penuh, yang berlangsung lebih lama daripada sekolah konvensional (Islamika, 2010). Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan di Indonesia telah menetapkan jam belajar anak SD adalah 36 jam dalam satu minggu (Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, 2012). Hal ini berarti, dalam satu hari jumlah jam belajar anak SD di sekolah konvensional rata-rata sekitar 6 jam. Sedangkan anak yang bersekolah di sekolah yang menerapkan sistem full day school jam belajarnya mencapai 8-9 jam per hari. Apabila dibandingkan dengan anak yang bersekolah di sekolah umum terdapat selisih jam sekolah yang berkisar antara 3-4 jam. Dengan kata lain, anak yang bersekolah di sekolah yang menerapkan sistem full day school memiliki waktu bermain dan
berinteraksi dengan orang lain selain di sekolah yang lebih sedikit daripada anak yang bersekolah di sekolah konvensional. Selain di Indonesia, sebelumnya beberapa negara di Amerika telah menerapkan suatu program yang disebut after school program yang dilaksanakan setelah anak pulang sekolah dan umumnya berupa kegiatan yang menekankan pada kegiatan berkelompok dan kerjasama dengan pengawasan dan jadwal yang terstruktur (Chappel, 2004; Shernoff, 2010). Penelitian yang telah dilakukan oleh Darling, et al (2005) dalam Shernoff (2010) menyebutkan bahwa after school program mampu meningkatkan keterampilan sosial anak. Selain itu, hasil penelitian juga menyebutkan bahwa after school program mendukung perkembangan personal dan sosial anak (Frederickson, 2006 dalam Shernoff, 2010). Di Indonesia, penelitian yang telah dilakukan oleh Islamika (2010) menyatakan bahwa anak yang bersekolah di sekolah dengan sistem full day school memiliki tingkat kecerdasan sosial sedang. Hal ini justru berkebalikan dengan hasil penelitian terkait after school program yang telah dijabarkan sebelumnya dimana anak menunjukkan keterampilan sosial yang meningkat (Shernoff, 2010). Selain itu, pada anak yang bersekolah di sekolah umum atau konvensional, mereka dapat memanfaatkan waktu luang antara jam pulang sekolah sampai sore hari untuk bermain atau melakukan aktivitas lain dengan teman maupun keluarga. Sedangkan, anak yang bersekolah pada sekolah dengan sistem full day school tidak memiliki kesempatan tersebut. Oleh karena itu, perlu dikaji lebih lanjut mengenai hubungan antara lama belajar di sekolah dengan keterampilan sosial anak usia sekolah.
Metode Penelitian ini menggunakan desain penelitian deskriptif korelatif dengan pendekatan cross
Keterampilan Sosial dan..., Nurussafitri laila Anawati, F. Ilmu Keperawatan UI, 2014
3
sectional. Teknik cluster sampling digunakan dengan cara membagi sampel berdasarkan kelompok-kelompok tertentu dalam hal ini sampel ditentukan berdasarkan lokasi geografis yaitu timur, selatan, barat, dan utara. Berdasarkan penghitungan sampel dengan menggunakan rumus koefisien korelasi, diperoleh jumlah sampel yaitu 438 dan dibagi secara proporsional pada masing-masing sekolah.
dilakukan analisis univariat dan bivariat untuk menentukan gambaran dan hubungan dari masing-masing variabel.
Hasil Tabel 1 Karakteristik Responden Berdasarkan Lama Belajar di Sekolah, Jenis Kelamin, dan Kegiatan Ekstrakurikuler di Depok, Mei, 2014 (n=425)
Karakteristik
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa kuesioner yang dibagi dalam 2 bagian. Bagian pertama tentang data demografi responden berupa jenis kelamin, kegiatan ekstrakurikuler yang diikuti, dan sekolah. Bagian kedua berupa keterampilan sosial yang dikembangkan dan dimodifikasi dari beberapa instrumen yang sudah ada. Kuesioner tersebut sudah diuji validitas dan reliabilitasnya dengan nilai 0,689. Pada mulanya, ditentukan 22 pernyataan tentang keterampilan sosial, setelah dilakukan uji validitas, terdapat 11 pernyataan yang tidak valid, 4 dari pernyataan yang tidak valid tersebut dipertahankan dengan mengubah susunan kalimat agar lebih mudah dipahami. Selain itu, dilakukan juga face validity atau uji keterbacaan dan diketahui bahwa responden memahami apa yang dimaksud dari masingmasing pernyataan. Proses pengambilan data dilakukan pada anak usia sekolah kelas 4 dan 5 baik itu dari sekolah full day maupun non-full day di kota Depok. Responden diminta untuk mengisi kuesioner keterampilan sosial, dan apabila ada pernyataan yang tidak dipahami, responden diminta untuk langsung menanyakan kepada peneliti. Sebelumnya, peneliti juga telah menjelaskan prosedur penelitian dan meminta persetujuan dari setiap responden untuk berpartisipasi dalam penelitian ini secara sukarela tanpa paksaan. Data yang diperoleh kemudian diolah menggunakan perangkat komputer melalui proses editing, coding, data entry/ processing, dan cleaning. Setelah melalui tahap tersebut dan dipastikan bahwa data yang diolah tidak ada yang missing maka
Jumlah (n)
Persentase (%)
Lama belajar di sekolah - Full day - Non-full day
218 207
51,3 48,7
Jenis Kelamin - Laki-laki - Perempuan
225 200
52,9 47,1
Ekstrakurikuler - Tidak mengikuti - Olahraga individu - Olahraga kelompok - Kesenian - Sains/ mata pelajaran - Organisasi - Lain-lain (lebih dari 1)
56 10 28 16 92 136 87
13,2 2,4 6,6 3,8 21,6 32,0 20,5
Berdasarkan tabel 1 di atas, dapat diketahui bahwa dari 425 anak usia sekolah di kota Depok yang berpartisipasi dalam penelitian, sebagian besar responden, yaitu 51,3%, bersekolah di sekolah full day. Sebagian besar responden berjenis kelamin laki-laki dengan persentase sebesar 52,9%. Dari variabel kegiatan ekstrakurikuler, sebagian besar responden mengikuti organisasi dengan persentase sebesar 32%. Tabel 2 Keterampilan Sosial Anak Usia Sekolah di Depok, Mei, 2014 (n=425)
Variabel Keterampilan sosial Kurang Baik
Jumlah (n)
Persentase (%)
221 204
52 48
Berdasarkan tabel 2 di atas, dapat diketahui bahwa dari 425 anak usia sekolah yang berpartisipasi sebagai responden dalam penelitian, sebagian besar anak usia sekolah di
Keterampilan Sosial dan..., Nurussafitri laila Anawati, F. Ilmu Keperawatan UI, 2014
4
kota Depok memiliki keterampilan sosial yang kurang dengan persentase sebesar 52%.
mengikuti ekstrakurikuler menunjukkan keterampilan sosial yang kurang. Sedangkan anak yang mengikuti ekstrakurikuler berupa olahraga individu sebagian besar, yaitu 60%, menunjukkan keterampilan sosial yang baik. Sebanyak 71,4% anak yang mengikuti olahraga kelompok menunjukkan keterampilan sosial yang kurang. Sejumlah 50% anak yang mengikuti ekstrakurikuler berupa kesenian memiliki keterampilan sosial yang baik. Sebanyak 56,5% anak yang mengikurti ekstrakurikuler sains/ mata pelajaran menunjukkan keterampilan sosial yang kurang. Sebanyak 50,7% anak yang mengikuti ekstrakurikuler berupa organisasi menunjukkan keterampilan sosial yang baik. Sedangkan anak yang mengikuti ekstrakuriler lebih dari 1 sebagian besar yaitu 58,6% menunjukkan keterampilan sosial yang baik.
Tabel 3 Gambaran Keterampilan Sosial Anak Usia Sekolah Berdasarkan Karakteristik Responden di Depok, Mei, 2014 (n=425)
Karakteristik
Keterampilan sosial Kurang
Baik
n
%
n
%
Jenis Kelamin - Laki-laki - Perempuan
130 91
57,8 45,5
95 109
42,2 54,5
Kegiatan Ekstrakurikuler - Tidak mengikuti - Olahraga individu - Olahraga kelompok - Kesenian - Sains/mata pelajaran - Organisasi - Lain-lain
34 4 20 8 52 67 36
60,7 40 71,4 50 56,5 49,3 41,4
22 6 8 8 40 69 51
39,3 60 28,6 50 43,5 50,7 58,6
Tabel 4 Distribusi Hubungan Lama Belajar di Sekolah dengan Keterampilan Sosial Anak Usia Sekolah di Depok, Mei 2014 (n=425)
Lama belajar di sekolah Full day Non-full day Total
Keterampilan Sosial Kurang Baik n % n 121 55,5 97 100 48,3 107 221 52 204
Hasil analisis hubungan lama belajar di sekolah dengan keterampilan sosial anak usia sekolah ditunjukkan pada tabel 4 diatas, dimana sebanyak 55,5% anak yang bersekolah di sekolah full day menunjukkan keterampilan sosial yang kurang. Sedangkan, 51,7% anak yang bersekolah di sekolah non-full day menunjukkan keterampilan sosial yang baik. Berdasarkan tabel di atas, dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara lama belajar di sekolah dengan keterampilan sosial anak usia sekolah dengan nilai p=0,165. Berdasarkan tabel 3 di atas, dapat diketahui bahwa dari 425 anak yang berpartisipasi dalam penelitian ini, sebanyak 60,7% anak yang tidak
Total % 44,5 51,7 48
N 218 207 425
% 100 100 100
OR (95% CI)
p value
1,335 (0,911-1,955)
0,165
Pembahasan Hasil penelitian ini menyatakan bahwa sebagian besar responden berjenis kelamin laki-laki dan mayoritas anak laki-laki tersebut menunjukkan keterampilan sosial yang kurang. Sebaliknya, anak perempuan menunjukkan keterampilan sosial yang baik. Hal ini sesuai dengan penelitian yang sudah dilakukan oleh Sammons, et al (2007) dan Rashid (2010) yang juga menyatakan bahwa anak perempuan cenderung menunjukkan keterampilan sosial yang lebih baik daripada anak laki-laki. Perbedaan keterampilan sosial yang ditunjukkan berdasarkan jenis kelamin tersebut dapat terjadi dikarenakan adanya perbedaan
Keterampilan Sosial dan..., Nurussafitri laila Anawati, F. Ilmu Keperawatan UI, 2014
5
pengasuhan antara anak laki-laki dan perempuan. Selain itu, perbedaan tersebut bisa juga disebabkan interaksi antara praktik budaya yang menimbulkan adanya kemungkinan perbedaan perlakuan dalam lingkungan sosial antara anak laki-laki dan anak perempuan (Spelke, 2005 dalam DiPrete & Jennings, 2009). Entwisle (1997) dalam DiPrete dan Jennings (2009) juga menyatakan bahwa keluarga cenderung memberikan kebebasan bagi anak laki-laki daripada anak perempuan. Berdasarkan karakteristik responden berupa kegiatan ekstrakurikuler/ aktivitas tambahan yang diikuti anak di sekolah, dapat diketahui bahwa anak yang tidak mengikuti kegiatan ekstrakurikuler sebagian besar menunjukkan keterampilan sosial yang kurang. Sedangkan ekstrakurikuler yang paling banyak diikuti berupa organisasi. Sebagian besar anak yang mengikuti organisasi tersebut menunjukkan keterampilan sosial yang baik. Berlawanan dengan anak yang mengikuti ekstrakurikuler organisasi, anak yang mengikuti ekstrakurikuler berupa sains/ mata pelajaran sebagian besar masih menunjukkan keterampilan sosial yang kurang. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Molinuevo, Bonillo, Pardo, Doval, dan Torrubia (2010) yang menyatakan bahwa anak yang aktif ikut serta dalam kegiatan ekstrakurikuler di sekolah akan menunjukkan perilaku sosial dan emosional yang positif. Hal ini didukung dengan adanya kegiatan ekstrakurikuler yang terstruktur, yang memungkinkan bagi anak untuk memperoleh, mempraktikkan, dan mengembangkan kemampuan tertentu, serta memfasilitasi dan mendukung anak dalam aktivitas yang melibatkan kelompok (Larson, et al, 2004 dalam Molinuevo, et al, 2010). Selain organisasi, kegiatan ekstrakurikuler lainnya yang juga berupa kegiatan kelompok yaitu olahraga berkelompok. Dalam hal ini, hasil penelitian menunjukkan bahwa anak yang mengikuti olahraga berkelompok sebagian
besar menunjukkan keterampilan sosial yang kurang. Hal ini berlawanan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Larson, et al (2004) dalam Molinuevo, et al (2010) yang menyatakan bahwa anak yang mengikuti ekstrakurikuler yang melibatkan kelompok menunjukkan keterampilan sosial yang baik. Hal ini bisa saja dikarenakan faktor lain yaitu jenis kelamin dimana olahraga berkelompok yang dilakukan berupa futsal dan hanya diikuti oleh anak laki-laki sehingga sebagian besar masih menunjukkan keterampilan sosial yang kurang. Berdasarkan hasil penelitian, dapat diketahui bahwa sebagian besar anak usia sekolah di kota Depok menunjukkan keterampilan sosial yang kurang. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Rashid (2010) yang menyatakan bahwa anak usia sekolah cenderung menunjukkan keterampilan sosial yang kurang dan belum mampu mengembangkan keterampilan sosial. Selain itu, hasil penelitian dari Pawk (2003) juga menyatakan bahwa anak usia sekolah memiliki keterampilan sosial yang masih masuk dalam kategori rata-rata sampai di atas rata-rata. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara lama belajar di sekolah dengan keterampilan sosial anak usia sekolah. Sekolah sebagai salah satu lingkungan sosial anak bukanlah satu-satunya lingkungan bagi anak untuk mengembangkan keterampilan sosial. Akan tetapi, sekolah merupakan salah satu setting yang penting dimana anak akan memiliki banyak kesempatan untuk berdiskusi dan berinteraksi dengan orang lain selain anggota keluarga, baik itu guru, teman sekelas, maupun petugas sekolah (Weissbourd, Bouffard, & Jones, 2013). Hasil penelitian ini menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara lama belajar di sekolah dengan keterampilan sosial anak sekolah. Dengan kata lain, anak yang bersekolah di sekolah dengan sistem full day belum tentu memiliki keterampilan sosial yang baik. Hal
Keterampilan Sosial dan..., Nurussafitri laila Anawati, F. Ilmu Keperawatan UI, 2014
6
ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Islamika (2010) yang menyatakan bahwa anak yang bersekolah di sekolah full day memiliki keterampilan sosial yang sedang. Penelitian yang dilakukan Pawk (2003) juga menyatakan bahwa lama belajar di sekolah tidak memiliki dampak yang signifikan terhadap keterampilan sosial anak. Hal tersebut dapat terjadi bisa saja dikarenakan lama belajar tersebut tidak memengaruhi interaksi dan kehidupan sosial anak tetapi lebih meninjau pada kualitas pendidikan, kurikulum, dan proses belajar mengajar yang memuat pembelajaran terkait keterampilan sosial yang penting untuk diterapkan (Durlak & Weissberg, 2011, Merrel & Gueldner, 2010 dalam Dracinshi, 2012). Keterampilan sosial sebagai bagian dari perkembangan sosial itu sendiri didefinisikan sebagai suatu keterampilan yang dibutuhkan individu untuk berinteraksi dan bertingkah laku sesuai dengan konteks sosial (Psychology Dictionary, n.d.). Keterampilan sosial juga mendukung dan memungkinkan bagi anak untuk mengetahui tentang apa yang harus dikatakan, bagaimana cara mengambil keputusan, dan bagaimana cara mengatasi berbagai situasi sosial yang berbeda (National Association of School Psychologists, 2002). Penelitian yang dilakukan oleh Tannenbaum (2002) dan Shernoff (2010) menyatakan bahwa after school program, dapat memengaruhi keterampilan dan kemampuan sosial pada anak usia sekolah. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan adanya perbedaan dengan penelitian ini. Hal ini dapat dapat terjadi dikarenakan adanya perbedaan karakteristik responden serta perbedaan sistem dan kurikulum pendidikan yang diterapkan di sekolah. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara lama belajar anak di sekolah dengan keterampilan sosial anak usia sekolah. Hal ini bisa saja disebabkan karena adanya faktor-faktor lain yang mempengaruhi
keterampilan sosial anak yang tidak diteliti dalam penelitian ini. Faktor-faktor tersebut antara lain hubungan anak dengan guru dan pendidikan sosial-emosional yang diperoleh anak disekolah, keterlibatan orangtua di sekolah dan latar belakang sosio-ekonomi keluarga (Berry & O’Connor, 2010; El Nokali, Bachman, & Drzal, 2010; Durlak & Weissberg, 2011, Merrel & Gueldner, 2010 dalam Dracinshi, 2012; Sammons, et al, 2007). Hasil penelitian ini menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara lama belajar anak di sekolah dengan keterampilan sosial anak usia sekolah. Akan tetapi, apabila dilihat dari persentase keterampilan sosial pada anak yang bersekolah di sekolah full day dan non-full day, terlihat adanya perbedaan. Hasil penelitian menyatakan bahwa anak yang bersekolah di sekolah full day, sebagian besar menunjukkan keterampilan sosial yang kurang. Sedangkan, anak yang bersekolah di sekolah non-full day sebagian besar menunjukkan keterampilan sosial yang baik. Di Indonesia, sampai saat ini belum ada yang melakukan penelitian tentang keterampilan sosial pada anak yang bersekolah di sekolah full day dan non-full day. Sejauh ini, penelitian yang sudah dilakukan oleh Islamika (2010) pada anak yang bersekolah di sekolah full day menyatakan bahwa sebagian besar anak masih menunjukkan keterampilan sosial yang masuk kategori sedang. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Islamika (2010) dimana anak yang bersekolah di sekolah full day belum mampu menunjukkan keterampilan sosial yang baik. Keterampilan sosial menjadi suatu bagian yang penting bagi pertumbuhan dan perkembangan anak dimana anak yang memiliki keterampilan sosial yang kurang maka akan berdampak pada kehidupan sosialnya, anak akan cenderung menarik diri sehingga interaksi sosial kurang dan dapat menimbulkan adanya isolasi sosial (Matson & Wilkins, 2009). Selain itu, Knoff dan Batsche (2010) juga menyatakan bahwa keterampilan sosial juga penting bagi anak
Keterampilan Sosial dan..., Nurussafitri laila Anawati, F. Ilmu Keperawatan UI, 2014
7
seperti dalam hal mengatasi konflik dan tekanan dari teman sehingga apabila anak memiliki keterampilan sosial yang kurang kemungkinan akan sulit mengatasi hal tersebut. Keterampilan sosial juga dapat membantu anak dalam berinteraksi dan bersosialisasi dengan lingkungan sosial sehingga dapat tercipta konsep diri yang positif pada anak (Burns, et al, 2013). Dengan demikian, apabila anak memiliki keterampilan sosial yang kurang maka anak akan berisiko memiliki konsep diri yang negatif dan menunjukkan perilaku kenakalan/ delinquency (Ross, et al, 2011). Hasil penelitian ini memberikan gambaran bagi dunia pendidikan anak usia sekolah khususnya terkait keterampilan sosial anak. Penelitian ini juga dapat memberikan gambaran bagi orangtua terkait keterampilan sosial anak ditinjau dari aktivitas dan kegiatan anak di sekolah sehingga dapat membantu orangtua dalam menentukan sekolah yang sesuai bagi anak. Dalam hal ini, perawat, khususnya perawat sekolah, dapat memberikan pengetahuan kepada orangtua dan guru akan pentingnya keterampilan sosial sebagai bagian dari perkembangan sosial anak dan memberikan informasi terkait cara meningkatkan keterampilan sosial pada anak usia sekolah melalui kegiatan belajar mengajar di sekolah. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar dan referensi bagi penelitian selanjutnya khususnya di bidang keterampilan sosial anak untuk selanjutnya dilakukan penelitian lebih lanjut tentang hubungan lama belajar di sekolah dengan keterampilan sosial anak usia sekolah. Peneliti menyadari bahwa dalam penelitian ini masih terdapat beberapa keterbatasan penelitian yaitu dari proses pengambilan data penelitian. Berdasarkan metodologi penelitian yang sudah ditentukan sebelumnya, perencanaan awal pengambilan data ditentukan dengan menggunakan teknik cluster sampling pada 5 sekolah baik itu full day maupun nonfull day di kota Depok dengan pembagian
jumlah sampel yang dibagi secara proporsional. Pada pelaksanaannya, ternyata terdapat 1 sekolah yang belum memenuhi proporsi yang telah ditentukan. Akan tetapi kekurangan tersebut masih termasuk dalam jumlah sampel drop out. Selain itu, yang menjadi keterbatasan dalam penelitian ini yaitu peneliti belum memperhatikan adanya kemungkinan sekolah tersebut merupakan sekolah inklusi dan terdapat anak berkebutuhan khusus yang dapat menjadi kriteria eksklusi dalam penelitian. Akan tetapi, berdasarkan data sekolah inklusi dari Dinas Pendidikan Kota Depok (2013) dari 5 sekolah yang berpartisipasi dalam penelitian, baik itu full day maupun non-full day, tidak terdapat sekolah inklusi yang menerapkan program khusus bagi anak berkebutuhan khusus.
Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis univariat dan bivariat yang mengacu pada tujuan khusus penelitian ini, maka dapat disimpulkan bahwa karakteristik responden pada penelitian ini adalah anak usia sekolah yang mayoritas bersekolah di sekolah full day dengan persentase sebesar 51,3%. Sebagian besar responden berjenis kelamin laki-laki yaitu 52,9%. Responden pada umumnya mengikuti kegiatan ekstrakurikuler berupa organisasi yaitu sebanyak 32%. Keterampilan sosial anak usia sekolah di kota Depok sebagian besar masih tergolong kurang yaitu sebesar 52%. Sebanyak 54,4% anak perempuan menunjukkan keterampilan sosial lebih baik daripada anak laki-laki yang sebagian besar (57,8%) menunjukkan keterampilan sosial yang kurang. Sebanyak 60,7% anak yang tidak mengikuti ekstrakurikuler menunjukkan keterampilan sosial yang kurang. Sedangkan, dari anak yang mengikuti ekstrakurikuler terbanyak yaitu organisasi, sebagian besar menunjukkan keterampilan sosial yang baik dengan persentase sebesar 50,7%. Selain itu, hasil penelitian ini juga menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara lama belajar di
Keterampilan Sosial dan..., Nurussafitri laila Anawati, F. Ilmu Keperawatan UI, 2014
8
sekolah dengan keterampilan sosial anak usia sekolah (p=0,165). Hasil dari penelitian ini menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara lama belajar di sekolah dengan keterampilan sosial anak usia sekolah. Akan tetapi, dari penelitian ini diketahui bahwa keterampilan sosial anak usia sekolah di kota Depok masih tergolong kurang sehingga perawat dapat memberikan informasi kepada orangtua dan sekolah, yang mendukung pengembangan keterampilan sosial anak di sekolah. Selain itu, hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan bagi pendidikan anak usia sekolah dalam penyelenggaraan ekstrakurikuler dengan menerapkan kompetensi terkait keterampilan sosial yang perlu disosialisasikan dan diperhatikan sehingga dapat meningkatkan keterampilan sosial pada anak. Penelitian ini juga dapat digunakan sebagai dasar untuk penelitian selanjutnya dengan variabel yang berbeda dan tingkat usia yang berbeda untuk mengetahui keterampilan sosial pada masingmasing tingkatan usia anak. Faktor-faktor yang mempengaruhi keterampilan sosial anak lainnya juga perlu diteliti untuk mengoptimalkan pengembangan keterampilan sosial pada anak
Referensi Badan Pusat Statistik. Angka Partisipasi Sekolah Menurut Provinsi. Diakses pada 14 Desember 2013. www.bps.go.id Berry, D. & O’Connor, E. (2010). Behavioral risk, teacher-child relationship, and social skill development across middle childhood: A childby-environment analysis of change. Journal of Applied Developmental Psychology, 31, 1-14. Diakses pada 12 Juni 2014. www.sciencedirect.com Burns, C.E., Dunn, A.M., Brady, M.A., Starr, N.B., & Blosser, C.G. (2013). Pediatric primary care (5th ed). Philadelphia: Elsevier Saunders. Chapel, L.J. (2004). Building resilience: A study of the academic achievement, school attendance, and self-concept of students in grade 3-5 who participated in 21st century community
learning center’s after school program. (Disertasi Doktor). Diperoleh dari ProQuest Dissertations and Theses. (UMI No 3129980). Diakses pada 18 Juni 2014. search.proquest.com Dracinshi, M.C. (2012). The development of social and emotional abilities of primary school children. Procedia - Social and Behavioural Science, 55, 618-627. Diakses pada 8 November 2013. www.sciencedirect.com. Hockenberry, M.J. & Wilson, D. (2007). Wong’s nursing care of infants and children (8th ed). St. Louis Missouri: Mosby Elsevier. Islamika, D. (2010). Pengaruh full day school terhadap kecerdasan sosial anak kelas IV SDIT Bina Anak Sholeh. Diakses pada 15 Oktober 2013. Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga. digilib.uin-suka.ac.id El Nokali, N.E., Bachman, H.J., & Drzal, E.V. (2010). Parent involvement and children’s academic and social development in elementary school. Child Development, 81, 988-1005. Diakses pada 12 November 2013. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PM C2973328/ Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. (Desember, 2012). Dokumen kurikulum 2013. Diakses pada 28 Oktober 2013. muna.staff.stainsalatiga.ac.id Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. (April, 2013). Rekapitulasi data peserta didik propinsi Jawa Barat. Diakses pada 14 Desember 2013. http://refpd.data.kemdikbud.go.id/ref_nisn/data 1.php?cont=3&kode=020000 Matson, J.L. & Wilkins, J. (2009). Psychometric testing methods for children’s social skill. Research in Developmental Dissabilities, 30, 249-274. Diakses pada 12 Juni 2014. www.sciencedirect.com Molinuevo, B., Bonillo, A., Pardo, Y., Doval., E., & Torrubia, R. (2010). Participation in extracurricular activities and emotional and behavioural adjustment in middle childhood in Spanish Boys and Girls. Journal of Community Psychology, 38, 842-857. Diakses pada 18 November 2013. search.ebscohost.com National Association of School Psychologists. (2002). Social skills: Promoting positive behavior, academic success, and school safety. Diakses pada 14 April 2014. http://www.nasponline.org/resources/factsheets /socialskills_fs.aspx
Keterampilan Sosial dan..., Nurussafitri laila Anawati, F. Ilmu Keperawatan UI, 2014
9
Pawk, M.L. (2003). A quantitative analysis of full day kindergarten in rural elementary schools: A measure of academic and social outcomes for children at-risk in the Armstrong school district. (Disertasi Doktor). Diperoleh dari ProQuest Dissertations and Theses. (UMI No 3089872). Diakses pada 18 Juni 2014. search.proquest.com Rashid, T. (2010). Development of social skill among children at elementary level. Bulletin of Educational and Research, 32. 69-78. Diakses pada 11 Maret 2014. pu.edu.pk Ross, A., Duckworth, K., Smith, D.J., Wyness, G., & Schoon, I. (2011). Prevention and reduction: A review of strategies for intervening early to prevent or reduce youth crime and anti-social behavior. Diakses pada 2 Juli 2014. https://www.gov.uk/ Sammons, P., Sylva, K., Melhuish, E., Blatchford, I.S., Taggart, B., et al. (2007). Influences on children’s development and progress in key stage 2: Social/ behavioural outcomes in year 5. Institute of Education, University of
London. Diakses pada 8 Desember 2013. dera.ioe.ac.uk. Shernoff, D.J. (Juni 2010). Engagement in after school program as a predictor of social competence and academic performance. American Journal of Community Psychology, 45. 3-4. 325-337. Diakses pada 29 Oktober 2013. search.proquest.com Tannenbaum, S. (2002). An analysis of an afterschool service-learnong program for elementary school children. (Disertasi Doktor). Diperoleh dari ProQuest Dissertations and Theses. (UMI No 3062342). Diakses pada 18 Juni 2014. search.proquest.com Weissbourd, R., Bouffard, S.M., & Jones, S.M. (Februari 2013). School climate, moral and social development. In Dary, T. & Pickeral, T. (ed) (2013). School Climate: Practice for Implementation and Sustainability. A School Climate Practice Brief. New York: National School Climate Center. Diakses pada 23 Desember 2013. www.schoolclimate.org/publications/document s/sc-brief-moral-social.pdf
Keterampilan Sosial dan..., Nurussafitri laila Anawati, F. Ilmu Keperawatan UI, 2014