115 KETAHANAN SEJUMLAH GALUR KACANG TANAH HASIL REGENERASI EMBRIO SOMATIK TERHADAP INFEKSI Sclerotium rolfsii RESISTANCE TO INFECTION BY Sclerotium rolfsii IN VARIOUS GROUNDNUT LINES RESULTED FROM SOMATIC EMBRYO REGENERATION A. Farid Hemon PS. Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Mataram E-mail :
[email protected] ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi ketahanan sejumlah galur kacang tanah hasil regenerasi embrio somatik (ES) terhadap infeksi Sclerotium rolfsii, menggunakan hasil regenerasi ES generasi R2. Pangkal batang tanaman kacang tanah yang berumur 30 hari diinokulasi dengan biakan murni S. rolfsii. Identifikasi tanaman kacang tanah yang resisten terhadap infeksi penyakit dihitung dengan menggunakan indeks kerentanan penyakit (K) pada parameter yang diamati. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kacang tanah hasil regenerasi ES lebih resisten terhadap infeksi S. rolfsii, menghasilkan polong kering lebih berat, dan penurunan hasil polong akibat infeksi S. rolfsii lebih rendah dibanding dengan tanaman yang tidak melalui seleksi ES. Tanaman yang dihasilkan melalui regenerasi ES juga menghasilkan jumlah galur lebih banyak yang tahan terhadap infeksi S. rolfsii. ABSTRACT The objective of this experiment was to evaluate of resistance on a number peanut plant regenerated from somatic embryo against S. rolfsii infection. The R2 generation peanut plants were used in this experiment. The stem basal of plant that 30 days old was inoculated with S. rolfsii. Identification of resistant peanut plant on disease infection was calculated with using disease susceptibility index value (K) on observed parameter. Results of the experiment indicated that peanut plant regenerated from somatic embryos were more resistant to S. rolfsii infection, produced higher dry pod yield, and lower dry pod yield reduction. These plants resulted also more number of resistant peanut line. ____________________________ Kata kunci : S. rolfsii, somaklonal, seleksi in vitro, kacang tanah Keywords : S. rolfsii, somaclone, in vitro selection, groundnut PENDAHULUAN Cendawan Sclerotium rolfsii Sacc. merupakan patogen penting penyebab penyakit busuk batang pada kacang tanah (Backman dan Brenneman, 1997). Patogen ini dapat menyerang tanaman pada setiap stadium pertumbuhan dan menyebabkan kehilangan hasil. Pada lahan kering, cendawan ini mampu menimbulkan serangan yang lebih tinggi dibanding pada lahan sawah, karena cendawan mampu membentuk sklerotia yang dapat bertahan lama di dalam tanah dan dapat berkolonisasi sehingga massa patogen selalu tersedia sepanjang musim tanam (Hadar dan Gorodecki, 1991) Penggunaan kultivar tahan penyakit merupakan alternatif yang praktis dan ekonomis untuk meningkatkan daya hasil kacang tanah. Di Indonesia, tetua varietas kacang tanah yang tahan terhadap penyakit busuk batang belum tersedia, sehingga persilangan konvensional dengan varietas-varietas lain yang berdaya hasil
tinggi tidak dapat dilakukan. Oleh karena itu, penyediaan plasma nutfah kacang tanah yang memiliki sifat resisten terhadap penyakit busuk batang menjadi sangat penting. Upaya mendapatkan plasma nutfah kacang tanah dapat dilakukan dengan memperluas variabilitas genetik tanaman melalui variasi somaklonal dan diikuti dengan seleksi in vitro (Matsumoto et al. 1995). Metode kultur jaringan yang efektif untuk menginduksi embrio somatik (ES) serta media selektif untuk menginduksi kondisi selektif merupakan persyaratan untuk menghasilkan variasi somaklonal. Penapisan secara in vitro dapat digunakan untuk menyeleksi varian atau mutan yang resisten terhadap penyakit. Seleksi sel-sel mutan pada kondisi cekaman telah dilakukan untuk resisten tomat terhadap layu bakteri (Bobisud et al. 1996), toleran pisang pada layu fusarium (Matsumoto et al. 1995), dan resistensi kacang tanah terhadap S. rolfsii (Yusnita et al. 2005).
Agroteksos Vol. 19 No. 3, Desember 2009
116 Penggunaan teknik seleksi in vitro mempunyai potensi untuk meningkatkan ketahanan tanaman terhadap penyakit, karena sel tanaman mengandung genom spesies yang lengkap dan sel tersebut adalah totipoten (Barakat dan AbdelLatif, 1996). Regenerasi in vitro menyebabkan perubahan genetik dan peluang untuk mendapatkan varian somaklonal dengan sifat tahan terhadap penyakit lebih besar. Beberapa laporan penelitian menjelaskan tentang seleksi in vitro dan skrining tanaman regeneran menunjukkan bahwa sifat resisten terhadap patogen adalah diwariskan. Generasi R1 yang diperoleh dari kalus tembakau adalah resisten terhadap toksin (Thanutong et al. 1983). Pengamatan intensitas penyakit mati tiba-tiba (sudden death syndrome) pada tanaman kedelai menunjukkan bahwa tanaman regeneran R1 sampai R3 menghasilkan intensitas penyakit yang rendah dan sifat ini diwariskan dan stabil dari generasi ke generasi (Jin et al. 1996). Hasil pengamatan sebelumnya menunjukkan bahwa ES dan planlet hasil seleksi pada filtrat kultur S. rolfsii lebih insensitif pada cekaman filtrat kultur dibanding dengan tanaman yang tidak melalui seleksi in vitro (Hemon et al. 2006). Tanaman regeneran hasil seleksi ES pada cekaman filtrat kultur perlu diuji tingkat resistensinya terhadap infeksi S. rolfsii. Berdasarkan uraian tersebut, penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi ketahanan galur kacang tanah somaklon hasil seleksi in vitro pada media selektif filtrat kultur terhadap infeksi S. rolfsii. METODE PENELITIAN Seleksi In Vitro, Regenerasi dan Produksi benih generasi R1. Filtrat kultur S. rolfsii disiapkan dengan menumbuhkan cendawan dalam media potato dextose agar (PDA) padat. Kultur cendawan umur 7 hari dipotong dengan ukuran 0.5 x 0.5
Tabel 1.
cm2 dan ditanam dalam media MS (Murashige dan Skoog, 1962). Setelah membentuk sklerotia (± 14 hari), media MS bersama cendawan disterilkan dengan autoklaf pada suhu 1210C, tekanan 17,5 Psi selama 20 menit. Filtrat kultur S. rolfsii yang didapat selanjutnya disaring dan digunakan sebagai agens penyeleksi. Media selektif yang digunakan terdiri atas media MSP16 dengan penambahan filtrat kultur S. rolfsii dengan konsentrasi sub-letal 30% (Yusnita et al. 2005). Seleksi in vitro dilakukan dengan meletakkan 5 eksplan kalus embriogenik, masingmasing dengan 8-10 ES/botol ditanam dalam media selektif filtrat kultur S. rolfsii dan diinkubasikan dalam ruangan bersuhu 26oC dalam kondisi gelap. Total eksplan yang dievaluasi sebanyak 500 kalus embriogenik atau 4000 ES. Eksplan disub-kultur dua kali ke dalam media selektif yang masih segar selama periode tiga bulan. Kalus embriogenik dan ES yang insensitif diperbanyak dalam media MS-P16 tanpa filtrat kultur. Setelah diperbanyak, sebagian ES yang insensitif filtrat kultur dikecambahkan untuk membentuk planlet. Planlet tanaman yang mampu tumbuh diregenerasikan menjadi tanaman R0. Populasi tanaman R0 ditanam dalam pot plastik berisi 9 kg campuran tanah dan pasir dan dipelihara di rumah kaca hingga panen. Benih R0:1 yang dipanen dari masing-masing tanaman R0 dalam percobaan sebelumnya ditanam untuk menghasilkan tanaman R1. Tanaman R1 ditumbuhkan hingga panen. Evaluasi tanaman somaklon terhadap infeksi S. rolfsii. Bahan tanaman yang digunakan dalam percobaan ini adalah populasi tanaman generasi R2 turunan dari R1 hasil seleksi in vitro pada media selektif filtrat kultur S. rolfsii. Selain itu, diuji juga populasi cv. Singa dan Kelinci sebagai tanaman kontrol (Tabel 1).
Galur somaklon kacang tanah generasi R2 hasil seleksi in vitro dan dievaluasi ketahanannya pada infeksi S. rolfsii
Kultivar Populasi tanaman Singa Tanpa seleksi in vitro Hasil seleksi ES Kelinci Tanpa seleksi in vitro Hasil seleksi ES
Nomor galur Sebagai tanaman kontrol 13-3, 62-1, 51-1, 13-4, 62-2, 51-3, 32-3, 11-3, 11-2, 82-1, 32-4, 82-2 Sebagai tanaman kontrol 11-1, 71-4, 21-3, 61-1, 21-4, 71-3, 11-2, 61-3, 72-5, 51-3, 72-3, 51-2
A.F. Hemon: Ketahanan Sejumlah Galur …
117
Persiapan inokulum dilakukan dengan cara biakan murni isolat S. rolfsii disubkultur dalam media PDA. Biakan cendawan umur 14 hari siap digunakan sebagai inokulum. Inokulasi tanaman dilakukan pada umur tanaman 30 hari setelah tanam. Biakan cendawan yang telah dipotongpotong (blok agar ukuran 0.5 x 0.5 cm) ditempelkan pada pangkal batang yang sebelumnya telah ditusuk dengan jarum sebanyak lima tusukan. Pangkal batang selanjutnya ditimbun dengan tanah. Media tanam kacang tanah dipertahankan pada kelembaban tinggi dari saat inokulasi selama 7 hari. Evaluasi ketahanan tanaman terhadap infeksi S. rolfsii dilakukan dengan menghitung skor gejala, jumlah tanaman mati, dan pertumbuhan tanaman. Masing-masing tanaman yang bergejala dilakukan skoring. Skoring tanaman bergejala dilakukan berdasarkan Yusnita dan Sudarsono (2004). Jumlah tanaman yang mati dihitung saat inokulasi sampai tanaman mati karena infeksi S. rolfsii. Skoring tanaman bergejala adalah sebagai berikut: skor 0 = tidak ada serangan; skor 1 = mengalami nekrosis dengan luasan hingga 0.5 lingkar batang; skor 2 = nekrosis antara 0.5-0.75 lingkar batang; skor 3 = nekrosis telah melingkari batang, muncul bercak coklat yang telah meluas pada permukaan batang yang terinfeksi; skor 4 = seperti skor 3 dan batang yang terserang mulai terkulai dan sejumlah daun mulai layu; dan skor 5 = tanaman mati. Untuk menghitung tingkat ketahanan galur kacang tanah hasil seleksi in vitro terhadap serangan S. rolfsii dilakukan dengan menggunakan rumus indeks kerentanan penyakit (K) yang dikemukakan oleh Fisher dan Maurer
(1978) yang dimodifikasi, yaitu : K = (1-Y/Yp) / (1-X/Xp), dengan (Y) = nilai rataan peubah tertentu (jumlah polong bernas, dan bobot polong kering) pada satu galur yang terinfeksi S. rolfsii, (Yp) = nilai rataan peubah tersebut pada satu galur sehat, (X) = nilai rataan peubah tersebut pada semua galur yang terinfeksi, dan (Xp) nilai rataan peubah tersebut pada semua galur sehat. Galur dikatak tahan terhadap S. rolfsii jika mempunyai nilai K <0.5, agak tahan jika 0.5 H K H 1, dan rentan jika K >1. HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah Tanaman Mati Setelah Inokulasi Cendawan S. rolfsii. Serangan patogen ini menyebabkan lesio berwarna coklat muda sampai coklat tua pada batang, cabang dan ginofor. Infeksi lanjut pada batang dan cabang tanaman rentan menyebabkan kelayuan, daun rontok dan tanaman mati (Melouk & Backman 1995). Pada Tabel 2 terlihat bahwa tanaman kacang tanah yang diregenerasikan dari ES cv. Singa dan Kelinci hasil seleksi pada filtrat kultur S. rolfsii menghasilkan persentase tanaman mati lebih sedikit dibanding tanaman kontrol. Populasi tanaman yang memiliki persentase tanaman mati lebih banyak cenderung menghasilkan umur tanaman dari awal inokulasi sampai tanaman mati lebih pendek dibanding dengan tanaman yang memiliki persentase tanaman mati lebih sedikit. Tanaman yang diregenerasikan dari ES cv. Singa dan Kelinci hasil seleksi in vitro pada filtrat kultur S. rolfsii mempunyai rata-rata umur tanaman dari awal inokulasi sampai tanaman mati lebih panjang dibanding tanaman kontrol.
Tabel 2. Persentase tanaman mati dan umur tanaman untuk hidup dari awal inokulasi sampai tanaman mati pada tanaman yang diinokulasi dengan cendawan S. rolfsii pada tanaman kontrol (tanpa seleksi in vitro) dan somaklon generasi R2 yang diregenerasikan dari ES cv. Singa dan Kelinci hasil seleksi in vitro Populasi dan cv. cv. Singa : Kontrol Tanaman hasil seleksi ES cv. Kelinci : Kontrol Tanaman hasil seleksi ES
Persentase tanaman mati (%)
Umur tanaman hidup dari awal inokulasi sampai mati (hari)
30.0 11.1
12.0 20.7
30.0 11.1
14.3 20.5
Agroteksos Vol. 19 No. 3, Desember 2009
118 Tanaman kacang tanah yang rentan terhadap penyakit menyebabkan lebih banyak tanaman yang mati. Tanaman tahan mampu untuk melawan serangan cendawan melalui mekanisme pertahanan yang sudah dimiliki oleh tanaman atau diinduksi ketika ada patogen yang menyerang tanaman (Hammond-Kosack & Jones 1996). Walaupun tanaman dari seleksi ES ada yang mati karena infeksi S. rolfsii, namun umur tanaman dari awal inokulasi sampai tanaman mati lebih panjang dibanding tanaman standar. Mekanisme penundaan umur tanaman mati ada kaitannya dengan penghambatan infeksi atau invasi hifa ke sel tanaman yang lebih dalam, melalui pembentukan kalus pada pangkal batang sehingga secara fisik tanaman tersebut lebih bertahan untuk hidup lebih lama, walaupun akhirnya tanaman akan mati. Menurut Dixon et al. (1994) mekanisme resistensi yang penting adalah dengan membentuk hambatan infeksi. Pengaruh Infeksi Cendawan S. rolfsii terhadap bobot dan jumlah polong kering. Persentase penurunan bobot kering dan jumlah polong dari masing-masing metode seleksi dapat dilihat pada Tabel 3. Tanaman dengan gejala serangan tinggi menyebabkan hasil polong bernas menjadi rendah. Tanaman standar dari cv. Singa dan Kelinci serta galur rentan diduga tidak mempunyai mekanisme untuk melawan infeksi cendawan. Efektifitas patogenisitas S. rolfsii sangat tergantung dari sekresi asam oksalat pada jaringan tanaman (Godoy et al. 1990), bahkan sekresi asam oksalat dapat meningkatkan virulensi dari Sclerotinia (Dutton & Evans 1996). Dengan demikian tanaman yang tahan adalah yang mampu untuk mengubah asam oksalat menjadi tidak toksik
terhadap tanaman atau menahan invasi asam oksalat ke sel jaringan yang lain. Tanaman yang dihasilkan dari seleksi ES diduga mampu untuk mendetoksifikasi atau menahan invasi asam oksalat ke jaringan sel yang lain, sehingga gejala serangan lebih rendah dari tanaman hasil seleksi in vitro yang lain. Tanaman ini mampu untuk menghasilkan polong yang lebih tinggi dibanding tanaman dari seleksi in vitro yang lain. Tanaman hasil seleksi ES mempunyai gejala serangan lebih rendah dari tanaman standar. Resistensi Tanaman terhadap Infeksi Cendawan S. rolfsii. Tingkat resistensi tanaman terhadap infeksi cendawan dihitung berdasarkan nilai indeks kerentanan (K) yaitu penurunan bobot polong kering dan jumlah polong bernas akibat infeksi cendawan S. rolfsii. Nilai indeks kerentanan dari masing-masing populasi tanaman disajikan pada Tabel 4. Seleksi in vitro ES pada media selektif filtrat kultur dapat meningkatkan jumlah galur tanaman agak tahan atau tahan terhadap infeksi S. rolfsii. Dengan demikian seleksi in vitro dapat meningkatkan ketahanan tanaman dari tanaman rentan (tanaman standar) menjadi tanaman agak tahan dan tahan. Berarti tanaman dari hasil seleksi ES ini adalah tanaman somaklon yang mempunyai susunan genetik yang dapat menginduksi ketahanan terhadap cendawan S. rolfsii. Untuk mengidentifikasi secara rinci tingkat resitensi dari galur kacang tanah yang dihasilkan dari seleksi ES pada media selektif filtrat kultur 30% maka dihitung tingkat resistensi dari masing-masing galur pada peubah bobot polong kering dan jumlah polong bernas (Tabel 4).
Tabel 3. Persentase penurunan bobot kering dan jumlah polong bernas pada populasi tanaman kontrol dan somaklon generasi R2 yang diregenerasikan dari ES cv. Singa dan Kelinci hasil seleksi in vitro terhadap infeksi cendawan S. rolfsii Populasi tanaman dan cv.
Persentase penurunan = (1-Y/Yp) x 100 Bobot kering polong Jumlah polong
cv. Singa : Kontrol Tanaman hasil seleksi ES cv. Kelinci : Kontrol Tanaman hasil seleksi ES
20.99 14.16
22.45 19.23
19.66 8.10
16.21 6.40
Keterangan: persentase penurunan, Y = berat kering atau jumlah polong bernas pada tanaman terinfeksi cendawan S. rolfsii dan Yp = berat kering atau jumlah polong bernas pada tanaman sehat
A.F. Hemon: Ketahanan Sejumlah Galur …
119 Tabel 4. Indeks kerentanan terhadap penyakit (K) berdasarkan bobot kering polong dan jumlah polong pada populasi tanaman kontrol dan somaklon generasi R2 yang diregenerasikan dari ES cv. Singa dan Kelinci hasil seleksi in vitro Kultivar dan Galur cv. Singa : Kontrol Galur hasil seleksi ES 13-3 62-1 51-1 13-4 62-2 51-3 32-3 11-3 11-2 82-1 32-4 82-2 cv. Kelinci : Kontrol Galur hasil seleksi ES 11-1 71-4 21-3 61-1 21-4 71-3 11-2 61-3 72-5 51-3 72-3 51-2
Indeks kerentanan (K)
Fenotipe somaklon
Skor gejala
Bobot polong kering
Jumlah polong
1.47
1.51
R
3.1
1.36 1.28 1.36 1.01 0.96 2.04 1.97 1.39 0.78 0.57 0.00 0.49
1.89 0.75 1.32 2.10 1.44 3.24 1.70 1.25 1.88 -0.29 0.49 0.81
R R R R A R R R A A T T
2.3 1.7 4.0 2.7 3.3 3.3 2.3 3.0 3.3 2.0 1.3 1.7
1.32
1.09
R
3.1
1.47 1.62 0.33 0.59 0.95 0.38 1.26 -0.97 -0.44 0.70 2.10 0.32
0.55 1.52 0.66 0.00 0.61 0.68 -0.48 -0.21 0.20 0.39 2.69 0.44
R R T A A T R T T A R T
2.3 1.7 0.7 2.3 1.7 3.3 3.7 4.3 1.0 0.7 4.7 1.0
Keterangan: Fenotipe somaklon, T = Tahan, A = agak tahan, dan R = rentan. Skor 0 = tidak ada serangan, skor 1 = nekrosis hingga 0.5 lingkar batang, skor 2 = nekrosis antara 0.5-0.75 lingkar batang , skor 3 = nekrosis telah melingkari batang, muncul bercak coklat yang telah meluas pada permukaan batang, skor 4 = seperti skor 3, batang mulai terkulai dan sejumlah daun mulai layu, dan skor 5 = tanaman mati
Populasi tanaman yang berasal dari seleksi ES terdiri atas beberapa galur dengan tingkat ketahanan dan gejala serangan yang berbeda. Beberapa galur ada yang rentan seperti tanaman standar, agak tahan, dan tahan. Pada Tabel 4 terlihat pula adanya galur dengan gejala serangan tinggi menghasilkan galur rentan, atau galur dengan gejala serangan rendah menghasilkan galur tahan atau agak tahan. Namun ada beberapa galur pada seleksi in vitro yang memiliki gejala serangan tinggi tetapi tingkat ketahanan tanaman terhadap S. rolfsii
adalah tahan seperti galur 61-3 dari cv. Kelinci. Ini berarti bahwa meskipun gejala serangan rendah, tetapi beberapa galur dapat terjadi penurunan hasil polong. Sebaliknya ada galur dengan gejala serangan tinggi mampu untuk memproduksi hasil polong yang lebih tinggi. Dari pengamatan secara visual (Gambar 1) terlihat bahwa tanaman ini mampu untuk melakukan penyembuhan luka dengan membentuk kalus pada pangkal batang yang terinfeksi cendawan S. rolfsii. Diduga proses penyembuhan luka melalui pembentukan kalus Agroteksos Vol. 19 No. 3, Desember 2009
120 lebih cepat dibanding intensitas serangan patogen yang terjadi, sehingga patogen tidak mampu untuk berkembang.
Bobisud, C.A., S.P. Martin, T.T. Sekioka. 1996. Field testing bacterial wilt-resitant tomato somaclones. Journal of the Amer. Soc. Horti. Sci.121:384-387. Dixon RA, Harrison MJ, Lamb CJ. 1994. Early events in the activation of plant defence responses. Annu. Rev.Phytopathol. 32: 479501. Dutton, M.V. & C.S. Evans. 1996. Oxalate production by fungi its role in pathogenicity and ecology in the soil environment. Can. J. Microbiol. 42: 881-895.
Gambar 1. Tanaman membentuk kalus untuk pertahanan terhadap infeksi (tanda panah menunjukkan pembentukan kalus) Pada Tabel 4 juga dapat dilihat bahwa seleksi in vitro pada filtrat kultur 30%, terutama cv. Kelinci cenderung menghasilkan lebih banyak galur tanaman somaklon yang agak tahan dan tahan terhadap infeksi S. rolfsii dibanding tanaman kontrol. KESIMPULAN Tanaman kacang tanah hasil regenerasi ES yang diseleksi pada filtrat kultur S. rolfsii 30% menghasilkan polong lebih berat dengan penurunan hasil polong akibat infeksi S. rolfsii lebih rendah dibandingkan dengan tanaman yang tidak melalui seleksi ES (tanaman kontrol). Tanaman kacang tanah hasil regenerasi ES lebih tahan terhadap serangan S. rolfsii dengan tingkat ketahanan agak tahan sampai tahan. Galur tanaman kacang tanah hasil regenerasi ES dari cv Singa yang tahan terhadap S. rolfsii adalah galur 32-4 dan 82-2 dan dari cv. Kelinci adalah galur 21-3, 71-3, 61-3, 72-5 dan galur 51-2. DAFTAR PUSTAKA Backman, P.A & T.B. Brenneman. 1997. Stemrot. In : Burelle N.K., D.M. Porter, R.R. Kabana, D.H. Smith, & P. Subrahmanyam. (Ed.). Compedium of peanut disease. American Phytopathological Society, St. Paul, MN. Barakat, M.N. & T.H. Abdel-Latif. 1996. In vitro selection of wheat callus tolerant to high levels of salt and plant regeneration. Euphytica 91 : 127 - 140.
A.F. Hemon: Ketahanan Sejumlah Galur …
Fischer, R.A. & R. Maurer. 1978. Drought stress in spring wheat cultivars : I. Grain yield responses. Aust. J. Agric. Res. 29: 897–912. Godoy, G., J.R. Steadman, M.B. Dickman & R. Dam. 1990. Use of mutants to demonstrate the role of oxalic acid in pathogenicity of Sclerotinia sclerotiorum on Phaseolus vulgaris. Physiol. Mol. Plant Pathol 37:179191. Hadar, Y. & B. Gorodecki. 1991. Supression of germination of sclerotia of Sclerotium rolfsii in compost. Soil Biol. Biochem. 23:303-306. Hammond-Kosack, K.E. & J.D.G. Jones. 1996. Resistance gene-dependent plant defence responses. Plant Cell 8:1773 - 1791. Hemon, A.F., L. Ujianto, Sudarsono. 2006. Seleksi berulang dan identifikasi embrio somatik kacang tanah yang insensitif polietilena glikol (PEG) dan filtrat kultur Sclerotium rolfsii. Agroteksos 16:21-32. Jin, H, G.L Hartman, Y.H. Huang, C.D. Nickell, J.M. Widholm. 1996. Regeneration of soybean from embryogenic suspension cultures treated with toxic culture filtrate of Fusarium solani and screening of regenerants for resistance. Phytopathol. 86:714-718. Matsumoto K, Barbosa ML, Souza LAC, Teixeira JB. 1995. Race I fusarium wilt tolerance on banana plants selected by fusaric acid. Euphytica 84:67–71. Melouk, H.A. & P.A. Backman. 1995. Management of soil-borne fungal pathogens. Di dalam : Melouk HA, Shokes FM. (Ed.). Peanut healt management. APS Press St. Paul. MN Murashige, T. & F. Skoog. 1962. A revised media for rapid growth and bioassay with tobacco tissue cultures. Physiol. Plant. 15:473-493.
121 Thanutong, P, I. Furusawa & M. Yamamoto. 1983. Resistant tobacco plants from protoplast-derived calluses selected for their resistance to Pseudomonas and Alternaria toxins. Theor Appl. Genet. 66:209-215. Yusnita & Sudarsono. 2004. Metode inokulasi dan respons ketahanan 30 genotipe kacang
tanah terhadap penyakit busuk batang akibat infeksi Sclerotium rolfsii Sacc. Hayati 11:53-58. Yusnita, Widodo, Sudarsono. 2005. In vitro selection of peanut somatic embryos on mediun containing cultur filtrate of Sclerotium rolfsii and plantlet regeneration. Hayati 12:50-56.
Agroteksos Vol. 19 No. 3, Desember 2009