KESULTANAN BIMA PADA MASA SULTAN MUHAMMAD SALAHUDDIN (1915 M-1951 M)
SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Adab dan Ilmu Budaya UIN Sunan Kalijaga untuk Memenuhi Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana Humaniora (S. Hum)
Oleh: Dwi Septiani NIM. 11120114
JURUSAN SEJARAH DAN KEBUDAYAAN ISLAM FAKULTAS ADAB DAN ILMU BUDAYA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA 2015
MOTTO Allah berfirman:
م ْت ُأ ْس َأ َ ن ْإ ِو َ م ْك ُس ِف ُن ْْ أل تم ُن ْس َح ْأ َ م ْت ُن ْس َح ْأ َ ن ْإ ِ ها ً َل َف َ “Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri, dan jika kamu berbuat jahat, maka kejahatan itu untuk dirimu sendiri”. (QS. Al-Isra’ Ayat 7)
Keberhasilan adalah kemampuan untuk melewati dan mengatasi dari satu kegagalan ke kegagalan berikutnya tanpa kehilangan semangat. (Winston Chuchill)
v
PERSEMBAHAN
Skripsi ini saya persembahkan kepada:
Almamaterku Tercinta Program Studi Sejarah dan Kebudayaan Islam Fakultas Adab dan Ilmu Budaya Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta
Juga teruntuk Bapak Solihin dan Ibu Maryati Beserta kakakku Budi Prasetio dan adikku Zulfah Tri Rizkina And all my best friend
vi
ABSTRAK Kerajaan Bima berada di Pulau Nusa Tenggara Barat tepatnya di daerah Bima. Kerajaan Bima ini sudah diperintah oleh 26 raja kemudian setelah raja yang ke 27 barulah berubah menjadi kesultanan karena saat itu pemerintahan mulai berdasarkan pada syari’at Islam. Kesultanan Bima sebelum masa Sultan Muhammad Salahuddin yaitu sekitar abad ke- 17 para sultan lebih banyak fokus untuk memperbaiki keadaan rakyat karena pada saat itu Bima sedang dijajah oleh Belanda. Belanda sebagai penjajah banyak melakukan hal sewenang-wenang yang merugikan masyarakat Bima, selain itu banyak terjadi perang antara masyarakat dan penjajah. Mulai Sultan Muhammad Salahuddin yaitu pada tahun 1915 M-1951 M, sultan banyak berperan di dalam melawan Belanda dalam memerdekakan Bima dari penjajah, memperhatikan bidang pendidikan dan memajukan Islam. Oleh karena itu, penulis berusaha meneliti lebih jauh tentang kehidupan dan berbagai usaha Sultan Muhammad Salahuddin di Kesultanan Bima. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan biografi, yaitu pendekatan yang berusaha memahami dan mendalami kepribadian tokoh berdasarkan latar belakang lingkungansosial kultural tempat tokoh tersebut lahir dan tumbuh dewasa, selain itu penulis menggunakan pendekatan sosiologis, Pendekatan ini digunakan untuk memahami serta mendalami keadaan sosial yang terjadi dalam lingkungan yang menjadi pembahasan yaitu daerah Bima pada masa Sultan Muhammad Salahuddin, dengan menelusuri berbagai upayanya dalam memajukan Bima.Untuk mempermudah penelitian, penulis menggunakan teori peranan sosial yang dikemukakan oleh Erving Goffman. Penelitian ini mengungkap sejarah hidup Sultan Muhammad Salahuddin sejak lahir hingga wafat sehingga dalam penulisannya, penulis menggunakan metode historis. Dalam metode historis ini ada empat tahapan yang meliputi pengumpulan data, kritik sumber, penafsiran, dan penulisan sejarah. Penelitian ini memberikan informasi secara detail mengenai keadaan sosial kesultanan Bima menjelang masa pemerintahannya, biografi Sultan Muhammad Salahuddin, yaitu perjalanan hidup sejak dia lahir, perjalanan pendidikannya hingga dia wafat. selain itu, dijelaskan pula kontribusi Sultan Muhammad Salahuddin yang membawa perubahan terhadap lingkungan tempat tinggalnya. Dia berusaha memberikan kebutuhan masyarakat sekitar dalam bidang pendidikan, mengaktifkan kembali peradilan agama dan meningkatkan dakwah ke desa-desa guna memperkuat keislaman di Bima. Selain itu, dia juga memberikan restu kepada organisasi Islam yang ingin berdiri di Bima dan berhasil membawa Bima pada kemerdekaan. Kata kunci: Sultan Muhammad Salahuddin, Kesultanan Bima, Peran. vii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah Swt. yang telah melimpahkan
nikmat
terutama
nikmat
kesehatan,
sehingga
penulis
dapat
menyelesaikan penulisan tugas skripsi ini. Shalawat serta salam, semoga senantiasa tercurah kepada Baginda Rasulullah Saw., manusia pilihan pembawa obor keselamatan bagi seluruh alam. Skripsi yang berjudul “Kesultanan Bima pada Masa Sultan Muhammad Salahuddin (1915 M-1951 M)” ini merupakan upaya penulis untuk memahami riwayat hidup Sultan Muhammad Salahuddin yang memberikan jasa-jasanya terhadap masyarakat Bima melalui peran-peran yang dimainkannya. Pada kenyataannya, proses penulisan skripsi ini tidak semudah yang penulis bayangkan. Penulis banyak mendapat rintangan dan pengalaman selama melakukan penyusunan skripsi ini. Alhamdulillahpenulisan skripsi ini akhirnya dapat diselesaikan. Selesainya penulisan skripsi ini bukan semata-mata karena usaha penulis, melainkan atas bantuan dari berbagai pihak, yaitu:
viii
1. Kedua orang tua, Ibunda Maryati dan Ayahanda Solihin, terimakasih telah membimbing, merawat, membesarkan, dan membiayai sekolah dari SD sampai Pergurun Tingi. Dengan kesabaran, kasih sayang, jerih payah, untaian do’ado’anya semoga penyusun bisa menjadi anak yang sholehah dan berguna bagi keluarga dan orang lain. 2. Ibu Zuhrotul Latifah, S.Ag., M.Hum, selaku dosen dan pembimbing skripsi. Penulis menaruh hormat dan terimakasih banyak kepada ibu Zuhroh, yang selalu membimbing selama penulisan skripsi ini, memberikan masukan, saran, dan kritik yang sangat bermanfaat bagi penulis. Di tengah-tengah kesibukannya, jadwal waktu yang sangat padat dalam kesehariannya, beliau masih menyediakan waktu untuk memberikan arahan dan bimbingan. Ketelitian dan kesabarannya dalam mengoreksi skripsi mulai dari tanda baca, tata bahasa, dan penggunaan EYD merupakan pelajaran yang sangat berharga bagi penulis. 3. Ibu Siti Maimunah, M.Hum, selaku dosen pembimbing akademik penulis. Banyak hal yang penulis mintakan saran-sarannya sepanjang kuliah dari semester awal sampai akhir ini. Nasehat dan saran-sarannya begitu bermanfaat dalam mengarahkan studi penulis selama ini. 4. Rektor UIN Sunan Kalijaga beserta jajaran rektorat, Dekan Fakultas Adab dan Ilmu Budaya beserta jajaran dekanat, Ketua Jurusan Sejarah dan Kebudayaan
ix
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ........................................................................................... .i HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN ....................................................... .ii HALAMAN NOTA DINAS................................................................................ .iii HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................. .iv HALAMAN MOTTO ......................................................................................... .v HALAMAN PERSEMBAHAN ......................................................................... .vi ABSTRAK ........................................................................................................... .vii KATA PENGANTAR ......................................................................................... .viii DAFTAR ISI ........................................................................................................ .x BAB I: PENDAHULUAN.................................................................................. .1 A. Latar Belakang Masalah ..................................................................... .1 B. Batasan dan Rumusan Masalah .......................................................... .7 C. Tujuandan Kegunaan Penelitian......................................................... .7 D. Tinjauan Pustaka ................................................................................ .8 E. Kerangka Teori ................................................................................... .10 F. Metode Penelitian ............................................................................... .13 G. Sistematika Pembahasan .................................................................... .15 BAB
II:
KESULTANAN BIMA SEBELUM MASA SULTAN MUHAMMAD SALAHUDDIN..………………………………..17 A. Kesultanan Bima di bawah Pengaruh Kekuasaan Kolonial Belanda…17 1. Kondisi Sosial Politik ……………………………………………..17 2. Kondisi Sosial Ekonomi….………………………………………..26 3. Kondisi Sosial Keagamaan dan Pendidikan…...…………………..28 B. Posisi Sultan Ibrahim………………………………………………....30 C. Peralihan Kekuasaan dari Sultan Ibrahim ke Sultan Muhammad Salahuddin……………………………………………………...……..32
BAB III: SOSOK SULTAN MUHAMMAD SALAHUDDIN........................ .34 A. Latar Belakang Keluarga .................................................................... .34 B. Latar Belakang Pendidikan ................................................................ .37
xi
C. Sifat dan Kepribadian ......................................................................... .39 D. Sultan Muhammad Salahuddin Wafat................................................ .45 BAB IV: KONTRIBUSI SULTAN MUHAMMAD SALAHUDDIN ............. .48 A. Bidang Sosial Keagamaan .................................................................. .48 B. Bidang Pendidikan ............................................................................. .52 C. Bidang Politik..................................................................................... .57 BAB V: PENUTUP ............................................................................................. .73 A. Kesimpulan......................................................................................... .73 B. Saran ................................................................................................... .75 DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... .76 GAMBAR DAN LAMPIRAN ............................................................................ .78 DAFTAR RIWAYAT HIDUP ........................................................................... 96
xii
1
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kerajaan Bima terletak di timur pulau Sumbawa. Belum diketahui dengan pasti kapan Kerajaan Bima ini berdiri. Mengenai cikal bakal kota Bima, sering dikaitkan dengan keberadaan Kerajaan Bima di masa lampau. Pada awalnya Bima terdiri dari beberapa daerah yang masing-masing diketuai oleh pemimpin yang disebut Ncuhi1, setiap daerah menamakan dirinya sebagai bagian dari Bima.2Menurut Bo’ (catatan lama Istana Bima), yang merintis kerajaan di Bima adalah seorang pendatang berasal dari Jawa yang bergelar “Sang Bima”,3 yang kemudian menikah dengan Putri Tasi Sari Naga. Dari pernikahannya itu melahirkan dua orang putra yang bernama Indra Zamrud dan Indra Komala. Kedua putra Sang Bima tersebut yang menjadi cikal bakal keturunan raja-raja Bima.4 Pernikahan Sang Bima ini dilakukan di pulau Satonda. Pernikahan itu menggabungkan dua unsur budaya yang membaurkan kepercayaan Hinduisme 1
Ncuhi adalah para kepala suku yang memimpin masyarakat Bima yang terpencar sebelum terbentunya kerajaan. Ada lima Ncuhi di Bima, yaitu Ncuhi Parewa (menguasai daerah bagian selatan), Ncuhi Bolo (menguasai daerah bagian barat), Ncuhi Bangka Pupa (menguasai daerah bagian utara), Ncuhi Dorowoni (menguasai daerah bagian timur), dan Ncuhi Dara (menguasai daerah bagian tengah) sekaligus sebagai kepala semua Ncuhi. Lihat M. Fachrir Rahman, “Kontroversi Sejarah Kehadiran Islam di Bima”, Jurnal Studi Islam dan Masyarakat, Vol. IX edisi 15 No 1 Januari-Juni 2005 (Mataram: Ulumuna, 2005), hlm. 28. 2 Zaenuddin HM, Asal-Usul Kota-kota di Indonesia Tempo Doeloe (Jakarta: Zaytuna Ufuk Abadi, 2013), hlm. 94. 3 Henri Chambert Loir dan Siti Maryam R. Salahuddin, Bo’ Sangaji Kai (Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2012), hlm. xvi. 4 Abdullah Tajib, Sejarah Bima Dana Mbojo (Jakarta: Harapan Masa PGRI, 1995), hlm. 42.
2
dan Totemisme5 serta menyerasikan tatakrama Bima dengan tatakrama Jawa. Kehadiran Sang Bima mempunyai arti penting bagi masyarakat setempat dan sebaliknya, yakni dengan memperistri putri setempat, maka Sang Bima diterima dan mendapat legitimasi sebagai warga dan anggota keluarga penguasa setempat, sekaligus mengukuhkan kekuasaan yang diserahkan atas dirinya. Tokoh puteri Tasi Sari Naga yang berperan sebagai katalisator6 kesatuan dan persatuan dalam pembauran ncuhi sehingga benar-benar luluh menjadi satu kesatuan yang bulat yang menjadikan wajah baru yakni Kerajaan Bima.7 Sang Bima bersama istrinya telah meletakkan dasar yang kokoh yaitu saling menghormati dan mengharmoniskan keluarga demi menjamin kelangsungan keturunannya kelak sebagai pewaris kekuasaan di Tanah Bima atau Dana Mbojo.8 Sang Bima adalah orang yang berjasa dalam pendirian Kerajaan Bima, namun dia bukan raja Bima yang pertama. Raja pertama yang bertahta di Bima adalah Indra Zamrud, putra dari Sang Bima yang diasuh oleh Ncuhi Dara.Peranan Ncuhi di Kerajaan Bima sangatlah besar. Mereka berhasil menciptakan tatanan politik dan sosial budaya yang demokratis dan manusiawi.9
5
Kepercayaan terhadap kekuatan gaib yang berada pada binatang-binatang.Lihat kbbi.web.id. 6 Seseorang atau sesuatu yang menyebabkan terjadinya perubahan dan menimbulkan kejadian baru atau mempercepat suatu peristiwa. Lihat kbbi.web.id. 7 Tajib, Sejarah Bima, hlm. 44. 8 Ibid., hlm. 45. 9 M Hilir Ismail, Peran Kesultanan Bima dalam Perjalanan Sejarah Nusantara (Mataram: Lengge, 2004), hlm. 34-35.
3
Bima merupakan sebuah kerajaan yang dipengaruhi oleh ajaran HinduBudha yang bercampur dengan kepercayaan nenek moyang mereka setempat salah satunya adalah ajaran totemisme. Dalam masa perkembangannya Kerajaan Bima hanya berlaku sampai raja yang ke-26, pada masa raja yang ke27 kerajaan ini berubah menjadi kesultanan. Sejak saat itu pemerintahan mulai didasarkan kepada syariat Islam. Dominasi Islam di Bima sudah terjadi sejak Kesultanan Mbojo10 yang berdiri tanggal 5 Juli 1640 M, bersamaan dengan penobatan Sultan Abdul Kahir sebagai Sultan Mbojo pertama yang menjalankan pemerintahan berdasarkan syariat Islam.11 Tahun 1640 M ini bukan sebagai awal kedatangan Islam di Bima, tetapi merupakan tahun resmi perubahan Kerajaan Bima menjadi Kerajaan Islam atau Kesultanan Bima. Adapun masuknya Islam ke Bima terjadi jauh sebelum tahun tersebut.12 Masyarakat Bima sudah lebih dulu mengenal agama Islam melalui para penyiar agama dari tanah Jawa, Melayu, bahkan dari para pedagang Gujarat (India) dan Arabdi Sape pada tahun 1609 M, yang awalnya dianut oleh masyarakat pesisir, kemudian peralihan dari masa kerajaan kepada masa kesultanan yang secara resmi menjadikan agama Islam sebagai agama yang umum dianut oleh masyarakat Bima.13 Walaupun Islam sudah menjadi agama resmi kesultanan, namun adat yang tidak bertentangan dengan Islam tetap 10
Orang-orang Bima lebih sering menyebut Bima sebagai Mbojo daripada Bima, kecuali apabila orang Bima sedang berada di luar daerah, menyebut daerahnya dengan Bima, itupun dengan mereka yang bukan berasal dari Bima, tetapi sesama Bima tetap menyebut Mbojo. Lihat Syarifuddin Jurdi, Historiografi Muhammadiyah Bima (Yogyakarta: Center of Nation Building Studies, 2009), hlm. 2. 11 Ibid., hlm. 2. 12 Rahman, Kontroversi Sejarah, hlm. 26. 13 Soedjipto Abimanyu, Kitab Sejarah Terlengkap Kearifan Raja-raja Nusantara (Jogjakarta: Laksana, 2014), hlm. 209.
4
dipertahankan, adatnya yaitu selalu bermusyawarah dan semangat “karawi kaboju” (gotong royong) dalam hidup dan kehidupannya. Adat ini sudah diterapkan turun-temurun sejak masa Ncuhi.14 Semenjak menjadi Kesultanan, Bima telah dipimpin oleh 14 sultan dan sultan yang ke 14 ini bernama Sultan Muhammad Salahuddin.Pada tahun 1915 M Sultan Muhammad Salahuddin diangkat menjadi Sultan Bima yang ke 14.15 Para sultan sebelum Sultan Muhammad Salahuddin ini sebagian besar lebih fokus pada persoalan masyarakat seperti memperbaiki kehidupan rakyat akibat terjadinya kemarau yang panjang, serangan bajak laut, kemiskinan, kelaparan dan juga tidak terlepas dari masalah kolonial (Belanda), sedangkan Sultan Muhammad Salahuddin lebih kepada usahanya untuk memerdekakan Bima dari penjajah dan merubah Bima menjadi lebih berpendidikan dan beragama yaitu Islam.16 Sultan Muhammad Salahuddin merupakan anak dari Sultan Ibrahim yang menjabat pada tahun 1881 M-1915 M yang bergelar Ma Wa’a Taho Parenge karena mempunyai perangai dan budi luhur.17 Semasa pemerintahan ayahnya ini yaitu Sultan Ibrahim dipaksa oleh Belanda untuk menandatangani perjanjian yang merugikan masyarakat Bima, yaitu Kontrak Politik Panjang yang diantara isinya yaitu Sultan Bima mengakui bahwa Kerajaan Bima
14
Ismail, Peran Kesultanan Bima, hlm. 7-8. Tawalinuddin Haris, dkk, Kerajaan Tradisional di Indonesia: Bima (Jakarta: CV Putra Sejati Raya, 1997), hlm. 107. 16 Henri Chambert-Loir, Kerajaan Bima dalam Sastra dan Sejarah (Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, 2004), hlm. 249. 17 Haris, dkk, Kerajaan Tradisional, hlm. 97. 15
5
merupakan bagian dari Hindia Belanda dan bendera Belanda harus dikibarkan.18 Sejak abad ke-17, Belanda memang sudah berusaha menaklukkan Bima dengan berbagai cara dari mulai memberikan perhatian yang baik terhadap rakyat Bima agar mereka mau tunduk dan patuh kepada Belanda. 19 Ketika rakyat mengetahui bahwa Sultan Ibrahim telah melakukan penandatanganan tersebut timbullah berbagai perang. Perang ini sebenarnya bukan ditujukan untuk sultan, melainkan untuk melawan Belanda dan menunjukkan bahwa rakyat tidak setuju dengan isi perjanjian tersebut. Rakyat sangat faham bahwa sultan melakukan penandatanganan perjanjian itu karena paksaan Belanda,20 tetapi rakyat pula yang merasakan akibat dari penandatanganan perjanjian tersebut. Demikian sekilas keadaan pada masa sebelum Sultan Muhammad Salahuddin yang di dalamnya Belanda begitu berperan dalam segala usahanya untuk terus dapat menaklukkan Bima. Sultan Muhammad Salahuddin (1915 M-1951 M) adalah tokoh yang memegang peran utama dalam perkembangan sejarah Bima pada awal abad ke 20. Perjuangannya dalam bidang politik yaitu menggalang persatuan dan kesatuan melalui organisasi pergerakan dan melawan penjajah untuk memerdekakan Bima.21 Di bidang keagamaan, membangun beberapa tempat
18
Ibid., hlm. 98. Team Penyusun Monografi Daerah Nusa Tenggara Barat, Monografi Daerah Nusa Tenggara Barat (Jakarta: Proyek Pengembangan Media Kebudayaan Direktorat Jenderal Kebudayaan Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan RI, 1977), hlm. 47. 20 Haris, dkk, Kerajaan Tradisional, hlm. 98-99. 21 M. Hilir Ismail dan Alan Malingi, Profil Raja dan Sultan Bima (Bima: Dinas Budaya dan Pariwisata, 2010), hlm. 50. 19
6
ibadah dan membentuk Badan Hukum Syara’ Kesultanan Bima. 22 Dalam bidang pendidikan, pada tahun 1921 M, Sultan Muhammad Salahuddin mulai mencanangkan sistem pendidikan dan mendirikan beberapa sekolah.Salah satu kebijakan Sultan ialah memberikan beasiswa kepada pelajar yang berprestasi untuk belajar ke Makassar dan kota-kota besar di Jawa, bahkan ada yang dikirim ke Timur Tengah.Pelajar yang diberi beasiswa itu benar-benar berdasarkan prestasi dengan tidak mempertimbangkan status sosial dan jenis kelamin.23 Sultan Muhammad Salahuddin adalah sultan terakhir yang meninggal di Jakarta setelah kemerdekaan Republik Indonesia, pada tanggal 11 Juli 1951 M.24 Dari
latar
belakang
permasalahan
di
atas,
seperti
akibat
ditandatanganinya perjanjian kontrak politik panjang yang mengakibatkan Belanda berkuasa penuh atas pemerintahan Bima dan menjadikan Bima harus tunduk dengan perintah Belanda. Dengan keadaan seperti itu, Sultan Muhammad Salahuddin dengan segala usahanya berhasil memerdekakan Bima dari penjajah, mendirikan lembaga pendidikan dan memperkuat keagamaan Islam. Dari situasi seperti itu, peneliti tertarik untuk meneliti tentang Sultan Muhammad Salahuddin terlebih lagi tentang berbagai usahanya yang ikut berpengaruh terhadap masyarakat Bima, baik di bidang agama, pendidikan dan politik.
22
M. Fachrir Rahman, Sejarah Kesultanan Bima (Solo: Kurnia Kalam Semesta, 2014),
hlm. 103. 23
Ismail dan Malingi, Profil Raja dan Sultan, hlm. 52. A. Daliman, Islamisasi dan Perkembangan Kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia (Yogyakarta: Ombak, 2012), hlm. 218. 24
7
B. Batasan dan Rumusan Masalah Penelitian
ini
bermaksud
mendeskripsikan
sejarah
pemerintahan
Kesultanan Bima pada masa Sultan Muhammad Salahuddin(1915-1951 M). Tahun 1915 M merupakan awal dari kepemimpinan sultan sebagai sultan ke14, sedangkan tahun 1951 M adalah tahun wafatnya sultan yang menandai berakhirnya kekuasaan Muhammad Salahuddin sebagai sultan. Penelitian ini mempunyai batasan wilayah yaitu wilayah Pulau Nusa Tenggara Barat tepatnya kesultanan Bima serta kontribusi yang dibatasi dalam bidang agama, pendidikan dan politik. Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka permasalahan yang menjadi kajian dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana kondisi Kesultanan Bima menjelang pemerintahan Sultan Muhammad Salahuddin? 2. Bagaimana latar belakang kehidupan Sultan Muhammad Salahuddin? 3. Apa saja usaha yang dilakukan oleh Sultan Muhammad Salahuddin dalam memajukan Bima?
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian Penelitian ini mempunyai beberapa tujuan yang ingin dicapai oleh penulis, yaitu: 1. Mendeskripsikan kondisi Kesultanan Bima menjelang masa Sultan Muhammad Salahuddin. 2. Menjelaskan latar belakang kehidupan Sultan Muhammad Salahuddin
8
3. Menguraikan kontribusi Sultan Muhammad Salahuddin dalam memajukan Bima dalam bidang agama, pendidikan dan politik. Adapun kegunaan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Dapat menjadi referensi kajian sejarah, terutama sejarah kerajaan tradisional di Indonesia yang masih belum diketahui oleh orang banyak. 2. Hasil dari penelitian ini semoga dapat dijadikan sumbangan penelitian dan masukan yang dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam penulisan sejarah Bima.
D. Tinjauan Pustaka Ada beberapa buku atau karya ilmiah yang membahas tentang Sultan Muhammad Salahuddin. Namun, menurut peneliti belum ada yang membahas secara lengkap mengenai Sultan Muhammad Salahuddin yang mencakup keadaan Bima sebelum masa Sultan Muhammad Salahuddin, latar belakang keluarga, pendidikan, sosial serta kontribusi dan perjuangannya yang mempunyai pengaruh terhadap masyarakat Bima. Beberapa buku yang menjadi tinjauan peneliti ini adalah, pertama, buku yang disusun oleh Tawalinuddin Haris, dkk, Kerajaan Tradisional di Indonesia: Bima, diterbitkan di Jakarta oleh CV Putra Sejati Raya tahun 1997. Buku ini secara umum menguraikan tentang daerah Bima ketika menjadi kerajaan sampai menjadi kesultanan, yang di dalam pemerintahannya didasarkan kepada syari’at Islam sampai kepada masuknya bangsa Barat, hubungan Bima dengan Kolonial dan secara sekilas
9
dijelaskan pula mengenai sultan-sultan di Bima. Ini menjadi peluang bagi peneliti untuk menulis mengenai perjuangan Sultan Muhammad Salahuddin di Bima. Kedua, buku yang ditulis oleh Muslimin Hamzah, Laksana Awan: Kisah Perjuangan Muhammad Salahuddin, (Bima: Pemkab Bima, 2008). Buku ini membahas tentang perjuangan Muhammad Salahuddin, latar belakang kehidupan dan pendidikannya, tetapi bahasa dalam buku tersebut berupa sastra sehingga peneliti harus menganalisis kembali setiap kalimat dalam pembahsan di buku tersebut.Adapun penelitian ini membahas secara lebih rinci mulai dari latar belakang keluarga, pendidikan, sosial serta perjuangannya. Ketiga, karya Henri Chambert-Loir dan Siti Maryam R. Salahuddin, Bo’ Sangaji Kai, diterbitkan di Jakarta oleh Yayasan Pustaka Obor Indonesia pada tahun 2012. Pengarang buku ini menceritakan sejarah Bima yang dimulai pada abad ke 14 dan lebih umum membahas mengenai Kerajaan Bima serta tidak menjelaskan tentang Sultan Muhammad Salahuddin, di buku tersebut membahas tentang sultan-sultan sebelum Muhammad Salahuddin terlebih tentang Sultan Abdul Hamid. Bahasa dalam buku ini berbahasa Arab Melayu.Persamaan dan perbedaan dengan penelitian ini adalah sama-sama membahas tentang Kerajaan Bima tetapi peneliti lebih memfokuskan pada masa Sultan Muhammad Salahuddin. Keempat, karya M. Hilir Ismail, Peran Kesultanan Bima dalam Perjalanan Sejarah Nusantara, yang diterbitkan di Mataram oleh Lengge tahun 2004. Pembahasan dalam buku ini dimulai dari masa kerajaan sampai
10
menjadi kesultanan dan melampirkan tentang sultan pertama sampai sultan ke14 yaitu Sultan Muhammad Salahuddin itupun hanya berupa lampiran. Dalam pembahasan tentang Sultan Muhammad Salahuddin ini dijelaskan bahwa dia mempunyai andil dalam bidang pendidikan, maka dari itu peneliti ingin menambahkan data tentang Sultan ke-14 ini dengan data-data dari sumber lain sebagai pelengkap dalam buku ini. Dari beberapa buku di atas, sebenarnya sudah menjelaskan mengenai Kesultanan Bima, Sultan Muhammad Salahuddin dan kontribusinya terhadap masyarakat Bima tetapi pembahasannya secara terpisah. Penelitian ini lebih memfokuskan tentang Sultan Muhammad Salahuddin secara utuh, dari mulai membahas tentang kondisi Bima menjelang masanya, latar belakang kehidupan, pendidikan, serta perjuangannya yang mampu membawa perubahan di lingkungan tempat tinggalnya, sehingga buku-buku atau penelitianpenelitian di atas sangat bermanfaat sebagai rujukan dalam penelitian ini.
E. Kerangka Teori Penelitian ini adalah penelitian sejarah, yaitu mendeskripsikan peristiwaperistiwa masa lalu seorang tokoh sebagai individu. Dalam penelitian ini peneliti berharap dapat menyajikan sebuah penjelasan tentang biografi Sultan Muhammad Salahuddin beserta peran dan kontribusinya. Perjalanan hidup seorang tokoh meskipun sangat kecil tetapi menjadi bagian dari kepingan sejarah yang lebih besar.25 Melalui biografi inilah para pelaku sejarah, zaman
25
Kuntowijoyo, Metodologi Sejarah (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2003), hlm. 203.
11
yang menjadi latar belakang biografi, dan lingkungan sosial-politiknya dapat dipahami.26 Pendekatan yang peneliti gunakan adalah pendekatan biografis, sebuah pendekatan dalam penelitian yang memahami dan mendalami kepribadian tokoh berdasarkan latar belakang lingkungan sosial kultural tokoh itu dibesarkan, proses pendidikan yang dilaluinya, dan watak-watak yang ada di sekitarnya.27 Menurut Kuntowijoyo dalam penulisan biografi seorang tokoh paling tidak ada empat hal yang perlu diperhatikan, yaitu: 1). Kepribadian sang tokoh, 2). Kekuatan sosial yang mendukung, 3). Lukisan sejarah zamannya, 4). Keberuntungan dan kesempatan yang datang.28 Peneliti juga menggunakan pendekatan sosiologis yaitu menggambarkan peristiwa-peristiwa sosial di dalamnya, misalnya golongan sosial mana yang berperan serta nilai-nilainya, hubungan dengan golongan lain, konflik berdasarkan kepentingan ideologi dan sebagainya.29 Pendekatan ini digunakan untuk memahami serta mendalami keadaan sosial yang terjadi dalam lingkungan yang menjadi pembahasan yaitu daerah Bima pada masa Sultan Muhammad Salahuddin, dengan menelusuri berbagai upayanya dalam memajukan Bima dalam bidang agama, pendidikan dan politik. Dengan kata lain, dengan pendekatan sosiologis diarahkan kepada usaha untuk menelusuri
26
Ibid., hlm. 203. Taufiq Abdullah, dkk, Manusia dalam Kemelut Sejarah (Jakarta: LP3ES, 1978), hlm.
27
4. 28
Kuntowijoyo, Metodologi…, hlm. 206. Sartono Kartodirdjo, Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1992), hlm. 4. 29
12
perkembangan cara berfikir dan faktor-faktor yang mempengaruhi kehidupan tokoh tersebut.30 Dalam penelitian ini penulis menggunakan teori peranan sosial yang dikemukakan oleh Erving Goffman. Teori ini memberi penjelasan bahwa peranan sosial adalah salah satu konsep sosiologi yang paling sentral yang didefinisikan dalam pengertian pola-pola atau norma-norma perilaku yang diharapkan dari orang yang menduduki suatu posisi tertentu dalam struktur sosial.31 Peranan seseorang dapat dianggap berhasil apabila memenuhi unsurunsur yang meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat orang tersebut dalam masyarakat. Konsep tentang apa yang dapat dilakukan individu dalam masyarakat sebagai organisasi dan dapat dikatakan sebagai individu yang penting bagi struktur sosial masyarakat.32 Menurut peneliti teori peranan sosial cukup relevan digunakan dalam meneliti tentang Sultan Muhammad Salahuddin yang merupakan seorang pemimpin yang dengan segala usahanya memimpin dan menjadikan masyarakat Bima lebih maju dengan berlandaskan syari’at Islam yang dipegang teguh olehnya. Dia merupakan pribadi yang disegani oleh masyarakat terutama masyarakat Bima. Dia tentu mempunyai peranan yang banyak dalam masyarakat Bima, yaitu sebagai seorang sultan. Dalam hal ini termasuk di dalamnya adalah perannya di bidang sosial keagamaan, pendidikan dan politik. 30
Winarno Surakhmad, Pengantar Penelitian Ilmiah, Dasar Metode Teknik (Bandung: Tarsito, 1994), hlm. 133. 31 Peter Burke, Sejarah dan Teori Sosial (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2001), hlm. 68. 32 Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2010), hlm. 213.
13
Berdasarkan teori dan pendekatan yang digunakan di atas, peneliti mengungkap dan menguraikan secara detail dan jelas perjalanan hidup, peran serta kontribusi yang dimainkan oleh Sultan Muhammad Salahuddin di lingkungan masyarakat Kesultanan Bima.
F. Metode Penelitian Metode
penelitian
sangat
berhubungan
dengan
desain
dari
penelitian.Metode penelitian adalah suatu prosedur kerja yang sistematis, teratur dan tertib yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah untuk memecahkan suatu masalah (penelitian) guna mendapatkan kebenaran yang objektif.33 Penelitian ini menggunakan metode sejarah. Metode sejarah ialah seperangkat aturan atau prinsip-prinsip dasar yang digunakan dalam proses pengumpulan
data
atau
sumber-sumber,
mengerti,
menafsirkan
dan
menyajikannya secara sintesis dalam bentuk sebuah cerita sejarah.34 Langkahlangkah metode sejarah ini meliputi: 1. Heuristik (Pengumpulan Data) Heuristik yaitu tahap pengumpulan sumber-sumber sejarah yang dianggap relevan dengan topik yang dipilih. Cara yang dilakukan adalah mencari data dari buku dan artikel-artikel yang berkaitan dengan topik penelitian. Pengumpulan sumber dengan mengunjungi Perpustakaan UIN Sunan Kalijaga, Perpustakaan Daerah Yogyakarta, Perpustakaan Fakultas Ilmu 33
Andi Prastowo, Memahami Metode-Metode Penelitian: Suatu Tinjauan Teoritis dan Praktis (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2011), hlm. 25. 34 Basri MS, Metodologi Penelitian Sejarah: Pendekatan, Teori dan Praktik (Jakarta: Restu Agung, 2006), hlm. 35.
14
Budaya UGM, Perpustakaan Nasional RI, dan Perpustakaan Ignatius. Sumber yang digunakan dalam penelitian ini adalah sumber sekunder yang berupa buku-buku, jurnal dan sebagainya. 2. Verifikasi (Kritik Sumber) Pada tahap ini peneliti melakukan pengklasifikasian sumber dan mencari bagian-bagian yang terkait dengan permasalahan, kemudian melakukan kritik, yaitu kritik intern dan ekstern. Kritik intern itu berkaitan dengan isinya, kritik dilakukan dengan membandingkan antara tulisan yang satu dengan tulisan yang lainnya untuk mendapatkan data yang akurat, baik dari segi isi dan bahasanya.Kritik ekstern merupakan pengujian yang dilakukan pada aspek luarnya atau fisiknya. Peneliti menggunakan kritik intern dalam melakukan penelitian, seperti pada buku Bo’ Sangaji Kai, di dalam buku tersebut dijelaskan Kerajaan Bima pada waktu itu tetapi bahasa yang digunakan di dalam pembahasannya kurang dapat dipahami karena terdapat beberapa naskah bertuliskan Arab Melayu, akhirnya peneliti membandingkan dengan sumber lain. 3. Interpretasi (Analisis Data) Interpretasi atau penafsiran peristiwa sejarah juga disebut analisis sejarah, yang berarti menguraikan peristiwa sejarah masa lampau.Analisis sejarah bertujuan melakukan sintesis atas sejumlah fakta yang diperoleh dari sumber-sumber sejarah.35 Sumber-sumber sejarah yang telah terkumpul dan
35
Dudung Abdurrahman, Metode Penelitian Sejarah (Jakarta: Logos, 1999), hlm. 55.
15
telah melalui tahap verifikasi kemudian ditafsirkan dengan menggunakan teori dan pendekatan yang digunakan dalam penelitian. 4. Historiografi Historiografi
merupakan
tahap
akhir
dalam
penulisan
sejarah,
Historiografi berarti penyusunan peristiwa sejarah yang didahului oleh penelitian terhadap peristiwa-peristiwa masa lalu.36 Atau dengan kata lain historiografi di sini merupakan cara penulisan dan pemaparan atau pelaporan hasil penelitian sejarah yang telah dilakukan.37yaitu tahap penulisan hasil penelitian sejarah dalam suatu urutan yang disusun secara kronologis atau sistematis dalam sebuah karya ilmiah. Dalam tahap ini peneliti berusaha menyajikan penelitian yang telah dilakukan dalam bab dan sub bab yang disusun secara sistematis dan kronologis mulai dari membahas tentang keadaan umum Kesultanan Bima menjelang masa Sultan Muhammad Salahuddin sampai pada masanya serta kontribusi yang dilakukan sultan dalam memajukan Bima.
G.
Sistematika Pembahasan Pembahasan dalam penelitian ini terdiri dari 5 bab. Bab pertama merupakan pendahuluan yang menguraikan mengenai latar belakang masalah, batasan dan rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, tinjauan pustaka, kerangka teori, metode penelitian, dan sistematika pembahasan. Melalui bab ini diharapkan dapat memberikan gambaran umum mengenai 36
Badri Yatim, Historiografi Islam (Jakarta: Logos, 1995), hlm. 5. Abdurrahman, Metode Penelitian, hlm. 67.
37
16
keseluruhan rangkaian penulisan penelitian sebagai dasar pembahasan selanjutnya. Bab kedua, menguraikan Kesultanan Bima sebelum masa Sultan Muhammad Salahuddin.Uraian ini menyangkut Kesultanan Bima di bawah pengaruh kekuasaan pemerintah Belanda, posisi Sultan Ibrahim dan Peralihan kekuasaan dari Sultan Ibrahim ke Sultan Muhammad Salahuddin. Pembahasan dalam bab ini bertujuan untuk mengetahui situasi dan kondisi masyarakat Bima sebelum masa Sultan Muhammad Salahuddin yang mempengaruhi kehidupan Sultan Muhammad Salahuddin sekaligus sebagai pijakan pada bab selanjutnya. Bab ketiga membahas tentang sosok Sultan Muhammad Salahuddin dari mulai lingkungan keluarga, pendidikan sampai wafat, sifat dan kepribadian sultan yang terbentuk pada dirinya baik atas pengaruh dari keluarga maupun lingkungan sekitarnya. Bab keempat, membahas kontribusi Sultan Muhammad Salahuddin. Uraian bab ini terfokus pada usaha sultan dalam bidang politik yaitu memerdekakan Bima dari penjajah, dalam bidang pendidikan diantaranya membangun berbagai sekolah dan keagamaan yang meliputi pembangunan tempat ibadah, sistem pengajaran agama yang lebih ditingkatkan dan sebagainya. Bab terakhir yaitu bab kelima, berupa kesimpulan dari penelitian yang telah dilakukan. Bab ini diharapkan dapat menjadi pemicu bagi sejarawan lain dalam membahas mengenai kerajaan-kerajaan nusantara. Bab ini menguraikan jawaban dari permasalahan-permasalahan dalam penelitian ini.
74
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Ketika berbicara mengenai Kesultanan Bima, maka tidak terlepas dari seorang tokoh bernama Sultan Muhammad Salahuddin. Dia adalah sultan terakhir di Kesultanan Bima yang dengan berbagai usahanya telah berhasil membawa pengaruh terhadap masyarakat Bima. Dalam masa pemerintahannya, dia dihadapkan dengan berbagai masalah yang tidak mudah seperti pada masa sultan sebelumnya yakni Sultan Ibrahim, pemerintahan Bima diduduki oleh Belanda dan sultan hanya dijadikan sebagai simbol. Hal ini terjadi sampai masa Sultan Muhammad Salahuddin yang menjadi sultan berikutnya pada saat itu yakni tahun 1915 M-1951 M. Dari pembahasan-pembahasan yang telah dijelaskan di dalam skripsi ini, maka kesimpulan yang dapat diambil adalah: Meninggalnya sang ayah, Sultan Ibrahim pada tahun 1915 M tampuk kekuasaan beralih kepada anaknya yaitu sultan Muhammad Salahuddin sebagai pemimpin Kesultanan Bima. Kondisi pada masa Sultan Muhammad Salahuddin ini, kepala pemerintahan dijalankan oleh Belanda, karena Sultan Ibrahim telah melakukan penandatanganan Kontrak Politik Panjang, sultan hanya dijadikan simbol dan selebihnya Belanda yang banyak berwenang. Situasi seperti ini terus berlangsung pada masa Sultan Muhammad Salahuddin. Dengan keteguhan iman, dia tetap harus berjuang mendidik rakyatnya yang pada saat itu mengalami
75
ketidakpercayaan lagi terhadap sultan, sultan selalu berusaha menjadikan Bima dengan landasan Islam dan berhasil memerdekakan Bima dari penjajah. Sultan Muhammad Salahuddin wafat pada 11 Juli 1951 M. Sultan mengalami sakit dan memilih Jakarta sebagai tempat untuk mengobati penyakitnya, akan tetapi Allah berkehendak lain, selama beberapa bulan dirawat sultan akhirnya meninggal, dan dimakamkan di Pemakaman Karet, Tanah Abang, Jakarta Pusat. Kontribusi Sultan Muhammad Salahuddin, dalam bidang keagamaan, sultan mulai mengaktifkan kembali peradilan agama untuk mengatur berbagai hukum didalam masyarakat Bima, yang sejak tahun 1908 M telah dihentikan oleh Belanda, sultan dengan berbagai usahanya terus mendorong Islam bergerak maju (menjadikan masjid selain sebagai tempat ibadah juga sebagai pusat kegiatan ilmu, mendirikan beberapa masjid dan mendirikan lembaga ngaji karoa yakni khatam Al-Qur’an yang diikuti dengan acara khitanan bagi anak yang bersangkutan), memperkuat faham Ahlussunnah wal Jamaah, dan menjadikan istana Kesultanan Bima sebagai tempat untuk tadarusan. Bidang pendidikan, sultan mengirim para pelajar Bima ke pusat-pusat ilmu di dalam dan luar negeri dan mendirikan berbagai sekolah tanpa melihat status sosial.Bidang politik, sultan selalu memberikan dukungan terhadap organisasiorganisasi yang hadir di Bima, terutama organisasi yang berlandaskan Islam, seperti Sarekat Islam, Muhammadiyah, Persatuan Penuntut Ilmu (Perpi), Persatuan Islam Bima (PIB), Nahdlatul Ulama (NU), dan Ikatan Qaum Muslimin Indonesia (IQAM). Walaupun beberapa organisasi tersebut tidak berdiri lama karena dibubarkan paksa oleh Belanda, tetapi sudah memberikan pengaruh kepada
76
masyarakat atas dakwah-dakwah yang telah dilakukannya untuk memperkuat agama Islam, serta membuktikan kepada masyarakat Bima bahwa Bima dapat melawan penjajah dengan berbagai semangat persatuan dan kesatuan agar tidak tunduk dibawah orang-orang kafir. Terakhir yakni sultan dengan berbagai usahanya mampu memerdekakan Bima dari penjajah.Inilah jasa terbesar sultan yang dirasakan oleh masyarakat Bima yang berhasil membawa perubahan dalam kehidupan Bima.
B. Saran Dalam penulisan ini penulis menyadari masih adanya kekurangan. Penulisan sejarah lokal memang belum banyak yang menulis, penulis berharap karya ini dapat dijadikan sebagai tambahan bacaan untuk yang lain. Semoga dapat bermanfaat untuk lebih mengetahui sejarah-sejarah lokal yang ada disekitar kita.Aamiin.
77
DAFTAR PUSTAKA Abdullah, Abdul Gani. 2004. Peradilan Agama dalam Pemerintahan Islam di Kesultanan Bima. Mataram: Lengge. Abdullah, Taufiq, dkk. 1978. Manusia dalam Kemelut Sejarah. Jakarta: LP3ES. Abdurrahman, Dudung. 1999. Metode Penelitian Sejarah. Jakarta: Logos. Abimanyu, Soedjipto. 2014. Kitab Sejarah Terlengkap Kearifan Raja-raja Nusantara. Yogyakarta: Laksana. Burke, Peter. 2001. Sejarah dan Teori Sosial. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Daliman, A. 2012.Islamisasi dan Perkembangan Kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia. Yogyakarta: Ombak. Ding Choo Ming, dkk. 2009. Kearifan Lokal yang Terkandung dalam Manuskrip Lama. Malaysia: Institut Alam dan Tamadun. Geria, I Made. 2012. Menyingkap Misteri Terkuburnya Peradaban Tambora. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Hamzah, Muslimin. 2008. Laksana Awan: Kisah Perjuangan M. Salahuddin. Bima: Pemerintah Kabupaten Bima. Haris, Tawalinuddin dkk.1997.Kerajaan Tradisional di Indonesia. Bima.Jakarta: CV Putra Sejati Raya. Hasan, Muhammad Tholhah. 2005. Ahlussunnah Wal Jamaah dalam Persepsi dan Tradisi NU. Jakarta: Lantabora. HM, Zaenuddin. 2013. Asal-usul Kota-kota di Indonesia Tempo Doeloe. Jakarta: Zaytuna Ufuk Abadi. Ismail, M. Hilir. 2004. Peran Kesultanan Bima dalam Perjalanan Sejarah Nusantara.Mataram: Lengge. ________. dan Alan Malingi. 2010. Profil Raja dan Sultan Bima. Bima: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata. I. Taufan, Naniek. 2010. Demi Masa: Kenangan Perjalanan Karir Hj. Siti Maryam Salahuddin. Bima: Museum Kebudayaan Samparaja Bima. Jurdi, Syarifuddin. 2009. Historiografi Muhammadiyah Bima. Yogyakarta: Center of Nation Building Studies.
78
Kartodirdjo, Sartono. 1992. Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Kuntowijoyo. 2003. Metodologi Sejarah. Yogyakarta: Tiara Wacana. Loir, Henri Chambert dan Siti Maryam R. Salahuddin. 2012. “Bo’ Sangaji Kai”, Catatan Kerajaan Bima. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia. ________. 2004. Kerajaan Bima dalam Sastra dan Sejarah. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia. MS, Basri. 2006. Metodologi Penelitian Sejarah: Pendekatan, Teori dan Praktik. Jakarta: Restu Agung. Mukhlis. 2005. “Wacana Politik dan Kepemimpinan Islam dalam Naskah Kuno Kesultanan Bima”, Jurnal Studi Islam dan Masyarakat, vol. ix edisi 16 No 2 Juli – Desember 2005. Mataram: Ulumuna. Noorduyn, J. 1987. Bima en Sumbawa. Leiden: Konenklijk Instituut Voor Taal, Landen Volkenkunde. Nurhilaliati, 2005.“Konflik Politik Internal Kerajaan: Prolog Islamisasi Massif dan Struktural di Bima”, Jurnal Studi Islam dan Masyarakat, vol. ix edisi 1 Januari – Juni 2015. Mataram: Ulumuna. Prastowo, Andi. 2011. Memahami Metode-metode Penelitian: Suatu Tinjauan Teoritis dan Praktis. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media. Rahman, M. Fachrir. 2005. “Kontroversi Sejarah Kehadiran Islam di Bima”, Jurnal Studi Islam dan Masyarakat, Vol. ix edisi 15 No 1 Januari – Juni 2015. Mataram: Ulumuna. ________. 2014. Sejarah Kesultanan Bima. Solo: Kurnia Kalam Semesta. Soekanto, Soerjono. 2010. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Surakhmad, Winarno. 1994. Pengantar Penelitian Ilmiah, Dasar Metode Teknik. Bandung: Tarsito. Tajib, Abdullah. 1995. Sejarah Bima Dana Mbojo. Jakarta: Harapan Masa PGRI. Team Penyusun Monografi Daerah Nusa Tenggara Barat. 1977. Monografi Daerah Nusa Tenggara Barat. Jakarta: Proyek Pengembangan Media Kebudayaan Direktorat Jenderal Kebudayaan Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan RI.
79
Yatim, Badri. 1995. Historiografi Islam. Jakarta: Logos.
80
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1
Peta Pulau Sumbawa
Gambar 2
Lambang Kesultanan Bima
Gambar 3
Silsilah raja-raja Bima
Gambar 4
Istana Sultan Bima pada awal abad ke-20
Gambar 5
Sultan Ibrahim dengan putra-putranya
Gambar 6
Sultan Muhammad Salahuddin sekitar tahun 1930
Gambar 7
Raja-raja pada Sidang Raja-raja Timur Besar di Makassar
81
Gambar 1. Peta Pulau Sumbawa
Sumber: Henri Chambert-Loir dan Siti Maryam R. Salahuddin,Bo’ Sangaji Kai “Catatan Kerajaan Bima”, Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2012, hlm. xii.
82
Gambar 2. Lambang Kesultanan Bima
1. Berwarna biru tua, dengan dasar segi lima berwarna merah, sedangkan dasar merah ini berlatar belakang kuning, warna biru berarti setia, warna merah berarti berani, dan warna kuning menunjukkan kebesaran dan keagungan, Burung Garuda yang berkepala dua ini melambangkan falsafah kerajaan pada masa lampau yang berdasarkan “Dwi Sila” yaitu hukum adat dan hukum Islam. 2. Bulu sayap sebelah kiri terdiri atas tujuh helai di sebelah luar dan Lima helai di sebelah dalam. Tujuh helai bulu sayap disebelah luar melambangkan suatu Majelis pemerintahan yang beranggotakan tujuh orang yang dinamai “Majelis Tureli”. ketujuh anggota itu Tureli Ngampo, Tureli Sakuru, Tureli Bolo, Tureli Belo, Tureli Woha. Tureli Donggo, Tureli Parado. Lima helai bulu sayap yang berada di dalam melambangkan sejarah Bima yang dulu berasal dari lima daerah para Ncuhi yang bersatu membentuk satu wilayah kesatuan dengan bentuk kerajaan yaitu kerajaan Bima. Kelima daerah itu adalah daerahdaerah Ncuhi Banggapupa (Bima Utara), Ncuhi Dara (Bima Tengah), Ncuhi Dorowani (BIma Timur), Ncuhi Parewa (Bima Selatan), dan Ncuhi Bolo (Bima Barat). 3. Bulu sayap sebelah kanan, yang keseluruhannya berjumlah dua belas helai melambangkan hukum Islam yang dikenal dengan Ilmu dua belas yang dibagi dalam 3 bagian:(a). 7 buah termasuk ilmu fikih (b). 3 buah termasuk ilmu tauhid. (c). 2 buah termasuk ilmu tassawuf.
83
4. Bulu Ekor pada bagian kaki yang berjumlah empat helai, melambangkan pembagian masyarakat Bima yang dahulu terdiri atas Raja-raja, kaum bangsawan, para ahli, dan rakyat biasa (Lambang Hukum Adat). Dua helai yang pendek terdapat ditengah-tengah melambangkan adanya Kepala dan Wakil Kepala Adat kerajaan Bima yang bergelar BUMI LUMA RASANAE dan BUMI LUMA BOLO. 5. Bulu ekor bagian kanan, berjumlah empat helai, melambangkan adanya empat anggota pelaksana harian hukum Islam yaitu Khatib Tua, Khatib Karoto, Khatib Lawili, dan Khatib Toi. 6. Tubuh burung garuda, melambangkan Kepala Urusan Hukum Islam yaitu Seri Sultan Bima yang juga merangkap sebagi Kadi Kerajaan Bima. 7. Bulu-bulu pada burung garuda, berjumah 35 helai (tampak pada bagian perut) jumlah ini meliputi bulu sayap yang seluruhnya 24 helai (2×12) helai bulu ekor yang banyaknya 8 helai (2×4 helai) dan 2 helai yang pendek, ditambah dengan sebuah tubuh Garuda, jadi seluruhnya mencapai 35, yang merupakan kesatuan kepangkatan Hadat Tanah Bima yang terkenal dengan nama SARA DANA MBOJO. Semua ini dirangkul dan dilindungi oleh Sultan Bima denga penuh kesetiaan (arti warna biru) dan dengan penuh keberanian (arti warna merah) diterbangkan menuju pantai idaman dengan berpedoman pada falsafah Kerajaan Bima yang disebut sebagai Dwi Sila (Hukum Adat dan Hukum Islam) yang dilambangkan oleh dua buah Kepala Burung Garuda Oleh karena itu Sultan Bima juga mendapat Julukan “HAWO RO NINU” yang artinya bahwa Seluruh Rakyat Bima berlindung dan beranutkan padanya. (Sumber: https://wikipedia-lambang-kerajaankesultanan-bima)
84
Gambar 3. Silsilah Raja-raja Bima
Sumber: Henri Chambert-Loir dan Siti Maryam R. Salahuddin, Bo’ Sangaji Kai “Catatan Kerajaan Bima”, Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2012, hlm.36-37.
85
Gambar 4. Istana Kesultanan Bima
Istana Kesultanan Bima pada sekitar abad ke-20, dengan pintu gerbang berpanggung (Pintu Lare-lare). Sumber: Henri Chambert-Loir dan Siti Maryam R. Salahuddin, Bo’ Sangaji Kai “Catatan Kerajaan Bima”, Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2012, hlm. 371.
86
Gambar 5. Sultan Ibrahim dengan putra-putranya
Sultan Ibrahim dengan putra-putranya; dari kiri ke kanan, Muhammad Salahuddin (yang kemudian mengganti ayahnya menjadi sultan), Abdul Kadim, Sultan Ibrahim, Nasaruddin, dan Abdul Aziz.Foto ini diambil sekitar tahun 1915. Sumber: Henri Chambert-Loir dan Siti Maryam R. Salahuddin, Bo’ Sangaji Kai “Catatan Kerajaan Bima”, Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2012, hlm. 372.
87
Gambar 6. Sultan Muhammad Salahuddin
Sultan Muhammad Salahuddin sekitar tahun 1930 M. Sumber: Henri Chambert-Loir dan Siti Maryam R. Salahuddin, Bo’ Sangaji Kai “Catatan Kerajaan Bima”, Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2012, hlm. 373.
88
Gambar 8.Raja-raja pada Sidang Raja-raja Timur Besar di Makassar
Raja-raja dipotret pada kesempatan Sidang Raja-raja Timur Besar di Makassar, tahun 1930 M. Dari kiri ke kanan, Raja Rarangasem Bali, Sultan Mohammad Djibir Syah dari Ternate, Sultan Bima Muhammad Salahuddin, Sultan Bacan Muchlis, dan Raja Bolaang Mangondow. Di belakang Sultan Bima, berdiri putranya Abdul Kahir. Sumber: Henri Chambert-Loir dan Siti Maryam R. Salahuddin, Bo’ Sangaji Kai “Catatan Kerajaan Bima”, Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2012, hlm. 374.
89
LAMPIRAN I DAFTAR SULTAN BIMA 1.
1620 M-1640 M, Abdul Kahir yang bergelar Mantau Wata Wadu (yang mempunyai kubur batu). Lahir 1583 M, wafat 22-12-1640 M.
2.
1640 M-1682 M, Abi’l Khair Sirajuddin, yang bergelar Mantau Uma Jati (yang mempunyai rumah jati), menikah dengan Karaeng Bontojene (putrid Raja Goa Muhammad Said). Lahir 1629 M, wafat 23-07-1682 M.
3.
1682 M-1687 M, Nuruddin Abu Bakar Ali Syah, yang bergelar Mawa’a Paju (yang membawa payung), nama kecil Mapparabung Daeng Mattalli’ Karaeng Panaragang. Lahir 13-12-1651 M, menikah dengan Daeng Tamemang 1684 M, wafat 23-07-1687 M.
4.
1687 M-1696 M, Jamaluddin Ali Syah, yang bergelar Mawa’a Romo (yang membawa mulut/laras). Lahir 1673 M, menikah dengan Karaeng Tanatana 1688 M, dibuang ke Batavia 1695 M, wafat 06-07-1696 M.
5.
1696 M-1731 M, Hasanuddin Muhammad Ali Syah, yang bergelar Mabata Bo’u (yang mempunyai kubur baru), nama kecil Mapatalli’ Syaad Syah. Lahir 07-09-1689 M, menikah dengan Karaeng Bissangpole 1714 M, wafat 23-01-1731 M.
6.
1731 M-1748 M, Alauddin Muhammad Syah, yang bergelar Manuru Daha (yang berdiam di Daha), nama kecil Abdullah Sulaiman Ali Syah. Lahir 1706 M, menikah dengan Karaeng Tanasanga (putrid Sultan Goa Sirajuddin) pada tahun 1727 M, wafat 27-05-1748 M.
7.
1748 M-1751 M, Kalamat Syah, nama kecil Rante Patola Sitti Rabi’ah. Lahir 27-04-1728 M, menikah dengan Karaeng Kanjilo tahun 1750 M, wafat 1753 M.
8.
1751 M-1773 M, Abdul Kadim Muhammad Syah, yang bergelar Mawa’a Taho (yang membawa kebaikan), nama kecil Sri Nawa. Lahir 10-06-1735 M, wafat 31-08-1773 M.
9.
1773 M-1817 M, Abdul Hamid Muhammad Syah, yang bergelar Mantau Asi Saninu (yang mempunyai istana cermin). Lahir 1762 M, wafat 14-07-1817 M.
90
10. 1817 M-1854 M, Ismail Muhammad Syah, yang bergelar Mantau Dana Sigi (yang mempunyai tanah masjid). Lahir 28-05-1797 M, wafat 04-06-1854 M. 11. 1854 M-1868 M, Abdullah, yang bergelar Mawa’a Adil (yang membawa keadilan). Lahir 1844 M, wafat 10-08-1868 M. 12. 1868 M-1881 M, Abdul Aziz, yang bergelar Mawa’a Sampela (yang membujang). Lahir 1863 M, wafat 30-06-1881 M. 13. 1881 M-1915 M, Ibrahim, yang bergelar Ma Taho Parange (yang baik perangai). Lahir 19-02-1866 M, wafat 06-12-1915 M. 14. 1915 M-1951 M, Muhammad Salahuddin, yang bergelar Mambora di Jakarta, Ma Kakidi Agama (yang meninggal di Jakarta, yang menegakkan agama). Lahir 1888 M, wafat 11 Juni 1951 M. (Sumber: Henri Chambert-Loir dan Siti Maryam R. Salahuddin, Bo’ Sangaji Kai, Yayasan Pustaka Obor Indonesia, Jakarta, 2012, hlm. 597)
LAMPIRAN 2 Surat Ancaman Gubernur Militer Swart De Civiel en Militair Gouverneur Van Celebes en Onderhoorigheden, w.g.H.A. Swart. Waba’dahoe, pada tanggal 17 Maret 1908 kapan hari waktoe kita bertjerai di Bima, maka dengan amat heran kita melihat bahwa Soeltan tiada faham betoel sekalian apa kita telah masjawarat. Soepaja Soeltan tiada keliroe dalam hal ini maka kita menjatakan lagi didalam soerat sekalian kehadapan kita atas Tanah Bima soepaja pemerintahan jang elok di Bima maka kita tetapkan jang bermoela ini Tanah Bima dibahagi dengan bahagian lima pemerintahan (districk) jaitoe 1. Pemerintahan (districk) RasanaE, diperintah oleh Djeneli RasanaE, jaitoe Soeltan sendiri dan watasnja districk itoe, sekalian kampoeng jang ada di Oetaranja Goenoeng Belo sampai pesisir laoet di Timoer-laoet. 2. Pemerintahan (districk Donggo dibawah pemerintah Djeneli Donggo jaitoe, Soeltan Moeda, sekalian kampoeng bermoela dikampoeng Badjo ke Oetara sampai kepesisir laoet di watas Dompoe.
91
3. Pemerintahan (districk) Sape, dibawah perintah Djeneli Sape, jaitoe Radja Bitjara dan pemerintah Sape jaitoe, sekalian kampoeng bermoela ditepi goenoeng di watas RasanaE sampai Wawo Rada dengan sekalian kampoeng negeri Wawo. 4. Pemerintahan (districk) Belo, diperintah oleh Djeneli Belo, jaitoe Radja Sakoeroe, pemerintahan ini jaitoe, sekalian kampoeng dari Belo sampai Parado. 5. Pemerintahan (Districk) Bolo, diperintah oleh Djeneli Bolo, jaitoe Rato Parado dan ia perintah bermoela dari kampoeng Badjo sampai goenoeng watasan Dompoe. Maka dari sebab bahagian pemerintahan (districk) ini kemoedian tjoema empat mantrienja jaitoe: Soeltan Moeda, Radja Bitjara, Radja Sakoeroe dan Rato Parado dan empat mantrie ini jaitoelah Hadat Tanah Bima dan Mantrie Keradjaan Bima dan Soeltan. Lain-lain mantrie telah dihapus oleh kita dan tiada boleh mentjampoer pemerintahan.Djadi kita larang sekali-kali tjampoer pemerintahan serta siapa jang melanggar nanti kita boeang dari Tanah Bima. Dibawah Djeneli-djeneli demikianlah gelarang atau kepala kampoeng, ketjoeali dari Hadat jang keempat RasanaE dan Boemi Loema Bolo akan periksa perkara (penda’waan) peroetangan dan perkara hoekoeman. Djikalau Boemi Doea ini telah periksa soeatoe perkara jang diadoekan maka dibawah hadapan Soeltan dan Hadat-hadat, poetoeskan perkara ito oleh Karena pengadilan tanah-tanah jang empoenja timbangan. Sebagaimana fasal ketoejoeh contract perdjandjian maka Seri Padoeka Toean Besar atau Ambtenaar jang memerintah perloelah djoega ada hadir pada waktoe perkoempoelan ini kita kehendaki jang paling koerang satoe kali seboelan dan didalam koempoelan ini djoega dipoetoeskan sekalian perkara dimoesjawaratkan hal ichwal pemerintahan. Perkara dipoetoeskan oleh Hadat akan tetapi menoeroet atoeran oendang-oenadang Tanah Pemerintahan Boebernement. Inilah kita empoenja hendak serta Soeltan menoeroet kehendak kita ini. Sering kali kita bitjara sama Soeltan dari hal kedjahatannja atas anak Boemi djikalau anak radja tinggal di negeri ketjil jaitoe di negeri loear tempat kediaman Soeltan soepaja kelakoennja anak radja ini ditiadakan. Maka dilaranglah semoeannja tinggal dinegeri ketjil dan jikalau melanggar perintah ini jaitoe diboeang dari Tanah Bima. Maka karena itoe mereka tinggal ditempat kediamannja Soeltan dan anak radja itoe:
92
Daeng Manasa sama anaknja bernama La Seo dan La Iboe, Radja Amin dan anaknja bernama Ompoe Dara. Bekas Djeneli Monta sama anaknja bernama Ompoe-Djanga, Oempoe Bana dan tiga adiknja. Anaknja Daeng Mandjariki bernama La Amat dan sekalian anak radja jang berpangkat ataoe tiada. Djikalau kita telah poelang ke Bima maka kita kehendaki dimakloemkan diatas soerat Soeltan mankepal orang jang menjangkal, jang pantas dikenakan denda serta berapa besarnja dendanja orang menjangkal itoe. Hasil jang boleh ditimboelkan oleh pemetintah negeri Bima jang terseboet dibawah ini, jaitoe: 1. Mengoempoel sarang boeroeng, mengoempoelkan kajoe koening dengan iizinnja Soeltan dan orang jang memotong kajoe keoning boeat Soeltan mendapat pembajaran f 150 sepikoel. 2. Woha-Daha, jaitoe 10% dari sekian padi jang ditanam dalam lading boeat ongkos kepala desa, 3. Dari sekian “Dari”, jaitoe sekalian toekang-toekang jang mendapat sawah jang dikerdjakan oleh sanaknja, dari ornag jang boekannja toekang-toekang maka pekerdjaannja memboeat ataoe membetoelkan tempat dijalan serta djoega dan mengerdjakan sawah dari soeltan. Maka dilarang akan mengambil hasil dari mengeloearkan kalaboehan. Koeda dan kerbaoe f 150 ekor jang kita telah loeloeskan dalam boelan December 1906. Ini kita poenja poetoesan perloelah Soeltan pegang betoel termaktoeb di Teliwang pada hari Isnen tanggal 23 boelan Maret tahoen 1908, setoeroet pada tanggal 19 Safar 1326. Tersalin pada 22 Januari 1930 di Raba.
Sumber: M. Hilir Ismail, Peran Kesultanan Bima dalam Perjalanan Sejarah Nusantara, Mataram, Lengge, 2004, hlm. 257-260.
93
LAMPIRAN 3 MA’LOEMAT Kami, Soeltan Keradjaan Bima, dengan sepenoehnya bahwa; 1. Pemerintah Keradjaan Bima, adalah soeatoe Daerah dari Negara Repoeblik Indonesia dan berdiri dibelakang Pemerintah Repoeblik Indonesia. 2. Kami menjatakan, bahwa pada dasarnja segala kekoeasaan dalam daerah Pemerintahan Keradjaan Bima terletak ditangan kami dan oleh karena itoe soeasana pada dewasa ini, maka kekoeasaan-kekoeasaan yang sampai sekarang ini tidak ditangan kami, maka dengan sendirinja kembali ketangan kami. 3. Kami menjatakan dengan sepenoehnja, bahwa perhoeboengan pemerintahan dalam lingkoengan Keradjaan Bima bersifat langsoeng dengan Poesat Negara Repoeblik Indonesia. 4. Kami memerintahkan dan pertjaja kepada sekalian pendoedoek dalam seloeroeh Keradjaan Bima, sesoeai dengan sabda kami jang ternjata di atas. Bima, 22 November 1945 Seri Sultan Bima Ttd. M. Salahoeddin
Sumber: M. Hilir Ismail, Peran Kesultanan Bima dalam Perjalanan Sejarah Nusantara, Mataram, Lengge, 2004, hlm. 232.
94
LAMPIRAN 4 Pidato Sultan Muhammad Salahuddin ketika kunjungan Presiden Soekarno ke Bima, Jum’at 3 November 1950 di halaman sebelah barat Istana Bima Presiden, para pembesar rombongan merdeka, dengan didahului oleh utjapan dan sjukur kehadirat Toehan Jang Maha Esa, maka kami didaerah Swapraja Bima, rakjat dan pemerintah disini, mengoetjapkan beriboe-riboe terima kasih atas perkoendjoengan Presiden Republik Indonesia. Jang mana kami rakjat disini telah lama merindoekan dengan bapanja, kiranja dengan demikian perkoenjoengan ini akan membawakan ketenangan hati kami jang penoeh dengan kerindoean tadi. Rindoe jang meloeap ini boekan baharoe sekarang sadja timboelnja, akan tetapi sedjak ledakan proklamasi kemerdekaan pada tanggal 17 Agoestoes 1945, pada saat seketika mana trbajanglah dimuka kami wadjah bapa-bapa pemimpin kita Boeng Karno dan Boeng Hatta jang sedang memproklamirkan kemerdekaan Indonesia, laloe pada saat itu djuga tertanam dalam djiwa kami rakjat disini arti proklamasi jang haroes didjundjung tinggi, haroes dipertahankan dan haroes dimiliki itoe, sehingga pada tanggal 22 November kami rakjat di Kesoeltanan Bima mendjadi Daerah Istimewa jang langsoeng berdiri di belakang Repoeblik Indonesia. Alhamdulillah, kini pada saat sekarang, Presiden Bapa Negara telah tiba dan berada di Bima, ditengah-tengah rakjat yang merindu dan mentjintainya dalam arti kata jang seloeasloeasnya. Mereka sekarang telah siap dan patoeh menoenggoe wedjangan dan perintah dari Bapanja.Mereka mempertoendjoekan sembojan-sembojan isi hatinya, teroetama mengenai toentoetan Irian Barat. Perloe kiranja saja tegaskan lagi disini bahwa kami rakjat disini dengan ini saja njatakan lagi, menoentoet soepaja Irian Barat sebeloem Janoeari 1951 soedah kembali masoek Repoeblik Indonesia, dalam tentoetan mana termasoek konsekwensi-konsekwensinja. Sekali lagi saja atas nama rakjat dan pemerintah Swapraja Bima mengoetjapkan sjoekoer kehadirat Allah Soebhana hoe wa Ta’ala dan mengutjapkan terima kasih diperganda atas perkoendjoengan Presiden serta rombongan, kiranja ada kekeliroean mengenai penerimaan kami jang sederhana ini haraplah dimaafkan. Kami rakjat disini, mendo’akan semoga Toehan Jang Maha Koeasa melindoengi Presiden beserta rombongan dalam prdjalanan ini.Amin. Pada tiap-tiap roemah dikota Raba-Bima dikibarkan bendera Sang Merah Poetih, Kantor-kantor dan Sekolah-sekolah.
95
Sumber: M. Hilir Ismail, Peran Kesultanan Bima dalam Perjalanan Sejarah Nusantara, Mataram, Lengge, 2004, hlm. 238-239.
LAMPIRAN 5 Kepoetoesan rapat wakil-wakil rakjat dari Keradjaan Bima pada tanggal 0101-1946, djam 8 malam bertempat di Istana Bima Kemarin malam telah dikoempoelkan di Istana segala wakil-wakil rakjat oentoek membitjarakan tentang kedatangan NICA di Bima dibawah pimpinan Sultan Bima sendiri.Menoeroet keboelatan soeara dari wakil-wakil rakjat, rakjat di Bima tidak soeka atas kedatangan NICA di Bima. Djika NICA memaksa datang di Bima. Pemerintah serta wakil-wakil rakjat akan beroesaha oentoek mendjaga keamanan disini, akan tetapi kalau NICA melakoekan sesoeatoe perboeatan jang dapat mendatangkan keriboetan atau kekatjauan, Pemerintah dan wakil-wakil rakjat tak dapat bertanggoeng jawab lagi akan keamanan orang-orang NICA jang dating disini. Berhoeboeng dengan ini, pemerintah Keradjaan Bima serta wakil-wakil rakjat dari Keradjaan Bima minta kepada Padoeka Toean Brigadier dari Balatentara Australia jang sekarang berada di Bima, soepaja hal ini disampaikan kepada wakil NICA jang akan dating di Bima. Bima, 2 Januari 1946 Ttd Seri Sultan Bima Sumber: Abdullah Tajib, Sejarah Bima Dana Mbojo, Jakarta, Harapan Masa PGRI, hlm. 463.