BAB VI Kesimpulan serta Masalah yang masih Terbuka
VI.1
Kesimpulan
Secara umum model yang dihasilkan dapat menunjukkan adanya endemik di suatu daerah untuk nilai parameter tertentu. Hal ini dapat dilihat dari perhitungan titik kesetimbangan model eksternal. Sedangkan pada model internal dapat dilihat apakah ada ledakan virus dalam tubuh dengan melihat nilai dari titik endemik virus baik saat respons imun bekerja maupun saat respons imun diasumsikan tidak bekerja dengan baik di dalam tubuh. Hal ini juga bergantung dari nilai parameter model internal yang dipilih. Dari kajian model internal diperoleh prediksi lamanya virus di dalam tubuh yang berkaitan dengan nilai rata-rata periode infeksi yang digunakan sebagai parameter pada model eksternal. Rincian hasil-hasil utama dalam disertasi ini dapat disarikan sebagai berikut. 1. Model Matematika Transmisi Eksternal DBD dengan penambahan sub populasi D
Dari pengembangan model dasar yang menjelaskan transmisi penyakit DBD pada populasi manusia, dapat disimpulkan butir-butir berikut. (a) Titik - titik kesetimbangan model dasar untuk transmisi eksternal Model dasar transmisi eksternal memiliki empat buah titik kesetimbangan. Pertama, titik kesetimbangan non-endemik yang selalu ada dan merupakan titik yang stabil asimtotik lokal apabila nilai basic reproduction ratio R0i < 1, i = 1, 2. Kedua, titik kesetimbangan endemik untuk serotipe 1, E1 yang keberadaannya dijamin apabila nilai R01 > 1. Ketiga, 93
titik kesetimbangan endemik untuk serotipe 2, E2 yang keberadaannya dijamin apabila nilai R02 > 1. Titik kesetimbangan yang keempat adalah titik koeksistensi dua serotipe virus, E3 . Nilai sub populasi penderita infeksi primer I, sub populasi penderita infeksi sekunder Y dan penderita yang mengalami gejala parah dan dirawat di rumah sakit D dari titik kesetimbangan E3 ini menjelaskan fenomena piramida penyakit DBD, dengan sub populasi I, Y dan D berturut - turut merepresentasikan Dengue Fever, Dengue Haemorrhagic Fever dan Dengue Shock Syndrome. (b) Dinamik model untuk jangka waktu yang pendek Melalui penyelidikan yang dilakukan secara numerik didapat hasil dinamik jangka pendek untuk masing-masing sub populasi dipengaruhi oleh pemilihan nilai parameter basic reproduction ratio dan indeks suseptibilitas untuk serotipe i, σi , i = 1, 2. Parameter σ ini tidak muncul dalam basic reproductive ratio namun mempengaruhi eksistensi titik - titik endemik dan juga simulasi dinamik model untuk jangka waktu pendek. Indeks suseptibilitas ini menyatakan besaran yang merepresentasikan seseorang yang pernah terinfeksi satu jenis serotipe virus menjadi susceptible terhadap serotipe yang lainnya. 2. Model Eksternal dengan Skenario Vaksinasi Analisis model dengan skenario vaksinasi, secara umum terbagi atas dua bagian yakni; (a) Titik - titik kesetimbangan model eksternal vaksinasi Secara umum jenis serta kestabilan titik - titik kesetimbangan model dengan penerapan vaksinasi sama dengan yang diperoleh pada model dasar. Perbedaannya terletak pada kajian nilai basic reproductive ratio. Nilai basic reproduction ratio setelah vaksinasi mereduksi nilai basic reproduction ratio sebelum vaksinasi untuk masing - masing skenario, seperti yang diberikan pada persamaan (III.5). Dengan membandingkan nilai basic reproduction ratio sebelum dan sesudah vaksinasi untuk ma94
sing - masing skenario vaksinasi diperoleh kesimpulan sebagai berikut. Agar basic reproduction ratio kurang dari satu maka skenario pertama proporsi vaksinasi pada bayi haruslah memenuhi p>1−
1 . R0i
Batas parameter laju vaksinasi untuk skenario kedua diberikan oleh r > µh (R0i−1 ). Untuk skenario ketiga, proporsi vaksinasi pada bayi dinyatakan dalam p>
R0i − 1 , i, j = 1, 2, i 6= j. R0i (1 − σj gj (1 − q))
Sedangkan untuk skenario keempat, proporsi vaksinasi acak, v,memenuhi v>
R0i − 1 . R0i − 1−γw µh +γ
Selanjutnya bila dibandingkan dengan titik endemik model tanpa skenario vaksinasi, komponen dari titik endemik dengan vaksinasi menunjukkan nilai yang lebih rendah apabila proporsi vaksinasi ditingkatkan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa dengan penerapan skenario vaksinasipada model eksternal menyebabkan kasus endemik yang terjadi akan lebih rendah dibandingkan dengan tanpa vaksinasi. (b) Rasio sub populasi D Dari titik kesetimbangan E3 untuk model dasar dan titik kesetimbangan E3v3i , i = 1, 2, 3, 4 untuk model dengan penerapan skenario vaksinasi, diturunkan besaran rasio sub populasi D sesudah vaksinasi dibandingkan dengan sebelum vaksinasi. Yang diinginkan dari hasil perbandingan ini adalah rasio sub populasi
Dvi ,i D
= 1, 2, 3, 4, bernilai kurang dari satu,
dengan Dvi adalah sub populasi D yang telah divaksin dengan skenario 95
ke i. Dengan kata lain skenario vaksinasi tersebut menurunkan jumlah penderita pada sub populasi D. Untuk skenario pertama, vaksin tetravalent pada bayi diperoleh hasil peningkatan proporsi vaksinasi akan menurunkan rasio
Dv1 D
menuju ke nol.
Sedangkan untuk skenario ketiga, vaksin bivalent, untuk sub populasi bayi, perlu diperhatikan peluang kekebalan vaksin hanya untuk serotipe virus i saja, ( dinotasikan dengan gi , i = 1, 2 ) harus sekecil mungkin, makin kecil peluang gi maka program vaksinasi skenario ini akan makin sukses menurunkan jumlah rasio sub populasi
Dv3 . D
Hasil skenario kedua, vaksin tetravalent sub populasi susceptible menunjukkan bahwa laju vaksinasi sebesar r yang diberikan pada skenario ini bernilai cukup kecil karena dihitung per hari per kapita jumlah populasi. Cara pemberiannya juga lebih realistis karena per satuan waktu per kapita perlu divaksin sebesar r agar rasio sub populasi
Dv2 D
akan turun
menuju nol. Namun perlu diperhatikan bahwa pada penyakit DBD terdapat fenomena bahwa dimungkinkan orang yang sedang terinfeksi tidak dapat dibedakan dengan mudah dari yang sehat. Oleh sebab itu skenario vaksinasi keempat berusaha untuk mengakomodir fenomena tersebut, dengan memberikan secara acak program vaksinasi ke masing-masing sub populasi. Hasilnya bahwa parameter worsening effect, w yang lebih kecil dari nilai γ memiliki efek memperpanjang periode transmisi penyakit pada individu yang sedang mengalami infeksi.
3. Model Internal Model internal yang dikonstruksi untuk masalah penyebaran virus Dengue tanpa respons imun memiliki dua jenis titik kesetimbangan, titik kesetimbangan pertama adalah titik kesetimbangan bebas virus, E1 dan titik kesetimbangan kedua, E2 adalah titik kesetimbangan endemik virus dalam tubuh manusia. Sedangkan pada model internal dengan respons imun diperoleh tiga jenis titik kesetimbangan. Titik kesetimbangan pertama adalah titik kesetimba96
ngan bebas virus, kedua titik kesetimabangan tanpa respons imun dan ketiga adalah titik kesetimbangan endemik virus lengkap dengan respons imun. Nilai basic reproduction ratio model dengan respons imun mereduksi nilai basic reproduction ratio model tanpa respons imun. Artinya respons imun yang baik memegang peranan penting dalam penyembuhan penyakit DBD ini. Simulasi numerik yang menyatakan dinamik sub populasi virus untuk kedua model internal ini memperlihatkan bahwa virus Dengue akan lenyap lebih cepat dari tubuh apabila sel imun bekerja dengan baik.
4. Perangkat Lunak Sistem Deteksi Dini Penyebaran DBD Untuk kepentingan penerapan model di lapangan dilakukan inisialisasi pembuatan perangkat lunak sistem deteksi dini penyebaran DBD. Pengembangan inisialisasi sistem deteksi dini yang dilakukan untuk penyebaran endemi DBD ini masih sederhana dan hanya berlaku untuk wilayah tertentu. Masukan nilai parameter yang baik dibutuhkan untuk dapat mendapatkan hasil yang mendekati kenyataan terutama data tentang populasi nyamuk. Pengembangan lebih lanjut dibutuhkan untuk menghasilkan perangkat lunak yang unggul.
VI.2
Masalah yang masih Terbuka
Masalah yang masih terbuka untuk dikerjakan pada penelitian ini antara lain sebagai berikut. 1. Membangun model yang dapat memprediksi berapa jumlah nyamuk yang ada dalam suatu daerah atau populasi apabila data tentang telur nyamuk dapat diketahui. Model ini penting untuk pengembangan sistem peringatan dini yang lebih canggih. 2. Mengembangkan dan menganalisis sistem dengan penambahan berbagai skenario vaksinasi yang makin mendekati kenyataan. 3. Memperhatikan faktor usia pada pengembangan model transmisi eksternal. 97
4. Menganalis model apabila total populasi tidak konstan, yakni dengan memperhatikan faktor disease severity yang tak nol serta laju kelahiran yang berbeda dengan laju kematian pada populasi yang diamati. 5. Pengembangan model internal dengan memperhatikan data trombosit pasien DBD bila data tersebut telah tersedia. 6. Mengembangkan perangkat lunak sistem deteksi dini pencegahan wabah DBD melalui jaringan internet.
98