i
KESEHATAN KARANG Porites sp. DI DAERAH PARIWISATA DAN NON PARIWISATA DI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU
HERI ICHSAN
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
iii
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kesehatan Karang Porites sp. di Daerah Pariwisata dan Non Pariwisata di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu adalah benar karya saya dengan arahan dari Komisi Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada Perguruan Tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. . Bogor, Agustus 2016 Heri Ichsan NIM C54100030
ABSTRAK HERI ICHSAN. Kesehatan Karang Porites sp. di Daerah Pariwisata dan Non Pariwisata di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu. Dibimbing oleh NEVIATY PUTRI ZAMANI dan BEGINER SUBHAN. Terumbu karang merupakan ekosistem yang menunjang kehidupan bagi biota lain di dalamnya, sebagai sumber plasma nutfah, pelindung wilayah pantai serta dapat mengurangi pemanasan global. Koloni massive genus Porites (Porites lutea, Porites lobata) adalah karang penting dalam menyusun struktur terumbu karang yang memiliki kemampuan beradaptasi dan memiliki toleransi terhadap tekanan fisik lingkungan seperti kekeruhan dan sedimentasi. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan perbedaan kondisi karang Porites sp. seperti kerusakan atau keberadaan penyakit, pemutihan serta gangguan kesehatan karang di daerah pariwisata dan non pariwisata. Penelitian ini dilaksanakan di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. Pengambilan data di lakukan pada bulan Januari 2015 dengan 2 stasiun penelitian,yaitu daerah pariwisata dan non pariwisata, masing-masing stasiun terdapat 3 titik lokasi pengamatan.Metode yang digunakan adalah metode Belt Transect(20 x 2meter)dengan dilakukan tiga kali ulangan. Sebagai indikasi kesehatan karang Porites sp. di Pulau Pramuka secara keseluruhan ditemukan 10 jenis penyakit. Gangguan kesehatan karang yang terdiri dari 4 jenis penyakit karang, 2 jenis pemutihan karang, dan 4 jenis gangguan kesehatan karang. Jumlah total kasus yang ditemukan di stasiun pariwisata baik penyakit, pemutihan karang, dan gangguan kesehatan mencapai 102 kasus sedangkan untuk stasiun non-pariwisata hanya mencapai 28 kasus. Hal ini mengindikasikan kondisi karang Porites sp. yang berada di kawasan pariwisata lebih buruk diandingkan di kawasan non pariwisata Kata kunci: karang, Porites sp, non pariwisata, pariwisata.
ABSTRACT HERI ICHSAN. The health of Porites sp. corals in tourism and non-tourism areas at Pramuka Island, Seribu Island. Supervised by NEVIATY PUTRI ZAMANI and BEGINER SUBHAN. Coral is life support ecosystem for biota beneath them, center of biodiversity, and coastline protector, as well as reducing global warming. Massive genus Porites (Porites lutea, Porites lobata) is a main coral which created easily adapted corals and also have tolerance for physical pressure from environment, such as muddyness and sedimentation. This research has a purpose to find different condition on Porites sp corals, such as damage or disease, bleaching and coral health disorder, between tourism and non-tourism areas. The research is conducted on Pramuka Island, Seribu Archipelago, DKI Jakarta. The data gathered on January 2015 at two research stations, one in tourism area and another in non-tourism area. Each stations has three surveying points. The method used in the research is Belt Transect (20 x 2metre) method with three
iii
repetitions. Overall, there are 10 type of disease found inPorites sp. in Pramuka Island. These diseases consist of 4 coral diseases, 2 bleaching diseases, and 4 health disorder. The number of cases found in tourism site, including coral health disorder, bleaching, and disease, are 102 cases, while those number in nontourism site is only 28 cases. The condition of Porites sp. coral in tourism area is worse than non-tourism area. Keywords: Coral, Porites sp, non-tourism, tourism.
.
v
KESEHATAN KARANG Porites sp.DI DAERAH PARIWISATA DAN NON PARIWISATA DI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU
HERI ICHSAN
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Kelautan pada Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
vii
PRAKATA Puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian hingga penyusunan skripsi dengan lancar. Topik penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juni hingga Agustus 2016 ini ialah Kesehatan Karang Porites sp. di Daerah Pariwisata dan Non Pariwisata di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih sebesarbesarnya kepada : 1. Ir. Neviaty Putri Zamani, M.Sc selaku dosen pembimbing pertama dan Beginer Subhan, S.Pi, M.Si selaku dosen pembimbing kedua yang telah memberikan bimbingan, arahan, dan nasihat kepada penulis dalam pelaksanaan dan penyusunan skripsi. 2. Prof. Dr. Ir. Dedi Soedharma, DEA selaku dosen penguji ujian skripsi yang telah memberikan arahan, nasihat, dan saran. 3. Dr. Ir. I Wayan Nurjaya, M.Sc selaku Ketua Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan. 4. Kedua orang tua, abang, dan adik-adik saya atas dukungan doa, perhatian, dan kasih sayangnya. 5. Dewi Fitriawati, Rizham Maulidar, Iwan Mahfuzhdin, Miftahussalam, Reiza Maulana, Dearizky, dan Ade Wahyudi atas bantuan dan dukungannya selama penelitian dan penyusunan skripsi. 6. Keluarga besar Ilmu dan Teknologi Kelautan angkatan 47 atas segala bantuan dukungan dan semangatnya. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan sehingga segala bentuk kritik dan saran penulis harapkan untuk menjadi bahan evaluasi diri. Semoga skripsi ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2016 Heri Ichsan
ix
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian METODE Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan Pengambilan Kualitas Air Metode Pengambilan Data Analisis Data HASIL DAN PEMBAHASAN Kualitas Air Kondisi Kesehatan Karang Porites sp. Prevalensi Penyakit Karang Identifikasi Kesehatan Karang Berdasarkan Indeks Coral Watch Kerusakan Terumbu Karang oleh Proses Biologis SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
ix ix ix 1 1 2 2 2 3 3 4 4 5 5 5 7 8 9 10 10 10 11 14 18
DAFTAR TABEL 1. 2. 3. 4. 5.
Posisi geografis lokasi penelitian Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian Parameter kualitas air Kualitas air di lokasi penelitian Jumlah kasus penyakit dan gangguan kesehatan karang yang ditemukan
3 3 4 5 6
DAFTAR GAMBAR 1. 2. 3. 4.
Peta lokasi penelitian di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu Prevalensi penyakit dan gangguan kesehatan karang Porites sp. di pariwisata dan non pariwisata Coral Watch karang Poritessp. di kawasan parwisata dan non pariwisata Bioeroderkarang Poritessp. di kawasan parwisata dan non pariwisata
2 8 9 10
DAFTAR LAMPIRAN 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Tabel jumlah kasus penyakit dan gangguan kesehatan karang Porites sp. yang ditemukan di daerah pariwisata Tabel jumlah kasus penyakit dan gangguan kesehatan karang Porites sp. yang ditemukan di daerah non pariwisata Tabel prevalensi penyakit karang Porites sp. di daerah pariwisata dan non pariwisata Tabel Uji t prevalensi karang Porites sp. antara kawasan pariwisata dan non pariwisata Tabel Coral Watch karang Porites sp. di kawasan pariwisata dan non pariwisata Tabel Bioeroder karang Porites sp. Di kawasan pariwisata dan non pariwisata Gambar jenis-jenis penyakit dan gangguan kesehatan karang Porites sp. Gambar pengambilan data karang Porites sp.
14 15 16 16 16 17 17 17
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Ekosistem terumbu karang merupakan salah satu ekosistem yang memiliki produktivitas tinggi dan kaya akan keanekaragaman biota akuatik. Terumbu karang memiliki fungsi sebagai penunjang kehidupan bagi biota yang berada di dalamnya, sumber plasma nutfah, pelindung wilayah pantai serta dapat mengurangi pemanasan global. Menurut Wilkinson (2008) kondisi ekosistem terumbu karang di dunia telah mengalami kerusakan yang cukup parah sekitar 19%. Kerusakan ekosistem terumbu karang disebabkan oleh aktivitas manusia dan fenomena alam (pemanasan global). Tingkat kerusakan terumbu karang di Indonesia sangat memprihatinkan. Penyebab kerusakan pada terumbu karang itu sendiri dapat dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu kerusakan yang disebabkan oleh kegiatan manusia (anthropogenic causes) dan kerusakan yang disebabkan oleh proses-proses alam (natural causes) (Dahuri 1999). Kerusakan yang disebabkan olehkegiatan manusia seperti menangkap ikan dengan cara yang berlebihan, mengambil biota atau terumbu karang untuk diperdagangkan, membuang sampah di laut, serta kegiatan pariwisata yang seringkali tidak memperdulikan lingkungan. Kerusakan yang disebabkan oleh proses-proses alam terbagi atas dua bagian, yaitu kerusakan yang disebabkan oleh proses-proses fisik (physical processes) dan kerusakan yang disebabkan oleh proses-proses biologis (biological processes) (Fagerstrom 1987). Koloni massive genus Porites sp.(Porites lutea, Porites lobata) adalah karang penting dalam menyusun terumbu karang di Kepulauan Indonesia (Tomascik et al. 1997). Menurut Suharsono (1996) karang Porites sp. mempunyai persebaran yang luas dan tersebar di seluruh Indonesia. Kerusakan terumbu karang secara kontinu dapat menimbulkan penyakit yang dapat menurunkan kualitas dan kuantitas karang di Indonesia bahkan di dunia (Harvell et al. 2007). Lamb and wills (2011) menyatakan bahwa penyebab penyakit karang sebagian besar masih belum dapat diketahui, namun dari beberapa penelitian, berbagai kegiatan manusia dapat mengubah kondisi lingkungan pada ekosistem terumbu karang yang memiliki potensi dalam menurunkan ketahanan karang terhadap infeksi mikrobial atau meningkatkan virulensi patogen. Bahkan menurut Burke et al. (2012) tingkat ancaman terhadap terumbu karang di Indonesia mencapai 95% yang disebabkan oleh aktivitas manusia. Sektor pariwisata berdampak bagi nilai ekologis dan ekonomis. Pulau Pramuka merupakan salah satu lokasi pariwisata yang banyak diminati oleh masyarakat. Tingkat pariwisata di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu meningkat dari tahun ke tahun. Pulau Pramuka menjadi salah satu pulau yang menarik untuk dikunjungi karena pulau tersebut menyimpan banyak sumber daya terutama terumbu karang dalam kondisi yang baik. Seiring berjalannya waktu, hal tersebut menyebabkan penurunan kualitas terumbu karang, sehingga perlu dilakukan penelitian mengenai kesehatan karang Porites sp. di terumbu karang di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu guna untuk memberikan informasi mengenai kondisi dan kesehatan karang Poritessp. di daerah pariwisata dan non pariwisata
2
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menentukan perbedaan kondisi karang Porites sp. seperti kerusakan atau keberadaan penyakit, pemutihan serta gangguan kesehatan karang di daerah pariwisata dan non pariwisata.
METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. Penelitian ini dibagi kedalam dua tahap, yaitu pengambilan data dan pengolahan data. Pengambilan data di lakukan pada bulan Januari 2015 dengan 2 area penelitian,yaitu daerah pariwisata dan non pariwisata,dengan 3 titik stasiun lokasi pengamatan. Setiap titik stasiun terdapat tiga kali ulangan. Pada daerah pariwisata pengambilan data dilakukan di daerah Soft coral(P1), Timur Pulau Panggang (P2), dan Barat Pulau Panggang (P3), sedangkan di daerah non pariwisata dilakukan di daerah Karang Sempit (NP1), Timur Pulau Air (NP2), dan Transplantasi Karang (NP3). Posisi gografis lokasi penelitian terdapat pada Tabel 1. Pengolahan data dilaksanakan pada bulan Januarihingga bulan Maret 2015 bertempat di Bagian Biologi Laut Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Gambar 1 Peta lokasi penelitian di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu.
3
Tabel 1 Posisi geografis lokasi penelitian Koordinat
Stasiun
Bujur 106 35' 17.2'' BT 106o 36' 25.6'' BT 106o 35' 10.9'' BT 106o 34' 33.8'' BT 106 o35' 10.9'' BT 106 o36' 8.39'' BT o
Soft Coral Timur Pulau Panggang Barat Pulau Panggang Karang Sempit Timur Pulau Air Transplantasi Karang
Lintang 5 44' 44.16'' LS 5o 44' 35.34'' LS 5o 44' 35.92'' LS 5o 44' 05.82'' LS 5o 44' 35.92'' LS 5o 45' 43.20'' LS o
Alat dan Bahan Peralatan yang digunakan dalam menunjang penelitian ini disajikan pada Tabel 2 berikut. Tabel 2 Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian Nama Alat dan Bahan Spesifikasi Keterangan Alat Alat dasar selam (ADS) Imares Alat bantu pengamatan Garmin GPS Garmin etrex 10 Perekam posisi geografis Kamera Underwater Canon G12 Alat dokumentasi pH meter Lutron Mengukur pH DO meter Lutron Mengukur DO refraktometer Atago Mengukur salinitas Roll meter 60 meter penentuan panjang transek Penggaris 30 cm Media pengukur Alat tulis dan kertas newtop Pensil 2B, 3 lembar Media penulisan Coral Disease, Coral Watch Identifikasi data Pengambilan Kualitas Air Parameter yang diambil dalam pengambilan kualitas air adalah suhu perairan menggunakan termometer dengan satuan derajat celcius (oC), salinitas menggunakan refraktometer dengan satuan parts per thousand (ppt), oksigen terlarut atau dissolve oxygen (DO) menggunakan Digital DO Meter dengan satuan miligram per liter (mg/l), dan derajat keasaman (pH) menggunakan Digital pH Meter Tabel 3 Parameter kualitas air Parameter Suhu Salinitas Oksigen Terlarut (DO) Derajat Keasaman (pH)
Satuan o C ppt ppm -
Alat dan Metode Termometer Hg Refraktometer DO meter (mg/L) pH meter
4
Metode Pengambilan Data Pengambilan data dilakukan di 2 area, yaitu daerah pariwisata dan non pariwisata. Masing-masing stasiun dibagi ke dalam 3 stasiun. Pemilihan stasiun didasarkan pada banyaknya karang Poritessp. Data yang diambil dalam penelitian ini berupa data kesehatan karang, kedalaman perairan, dan kualitas air. Metode yang digunakan adalah metode Belt Transect (Beeden et al. 2008). Metode ini termasuk metode yang sangat komprehensif dan dapat digunakan untuk mengamati berbagai macam parameter. Metode belt transect dapat dilakukan juga dalam pengukuran ukuran koloni, penutupan karang, dan persentase kematian. Pengambilan data menggunakan belt transect dilakukan tiga kali ulangan dengan ukuran 20 x 2 meter. Pada pengambilan data dengan belt transect hanya diamati karang Poritessp. yang berada pada area transek dan menentukan titik koordinatnya dengan menggunakan GPS. Identifikasi warna karang menggunakan Coral Watch. Pemakaian mengenai kesehatan karang menggunakan Coral Watch dengan menggunakan metode fingerprinting yang paling mudah digunakan untuk melihat kondisi kesehatan karang yang akan diamati. Metode ini hanya menggunakan bagan kesehatan karang yang diikuti petunjuk pada grafik untuk mengidentifikasi karang, dimana cara pemakaianya dengan melihat atau mendekatkan diagram kesehatan karang tersebut ke jenis karang Porites sp. yang akan diamati, kemudian memilih warna karang Porites sp. yang sesuai dengan diagram kesehatan karang (Siebeck et al 2008). Analisis Data Prevalensi Penyakit Karang Perhitungan prevalensi penyakit karang didasarkan pada Beeden et al. (2008) dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Uji t (Uji Beda Nyata) Uji beda nyata dua sampel independen dimaksudkan untuk mengetahui berbeda atau tidaknya dua variabel yang satu sama lainnya tidak saling mempengaruhi (bebas). Pengambilan keputusan pada hipotesis, dapat dilakukan dengan melihat nilai peluang pada uji t, jika nilai peluang uji t lebih besar dari 0.05 maka H0 diterima, demikian juga nilai peluang uji lebih kecil 0.05 maka H0 ditolak. Pengolahan data menggunakan software Statistik.
5 [
HASIL DAN PEMBAHASAN
G r a b
Kualitas Air
y Pengukuran kualitas perairan di lokasi penelitian dilakukan di dua area yaituo daerah pariwisata dan non pariwisata di Pulau Pramuka, masing-masing stasiunu terdapat 3 titik stasiun lokasi penelitian. Parameter yang diambil untuk mengukurr kualitas perairan yaitu suhu, salinitas, pH, dan DO. Nilai kualitas perairan di r lokasi penelitian disajikan pada Tabel 4. e a Tabel 4 Kualitas air di lokasi penelitian d Stasiun Parameter e P1 P2 P3 NP1 NP2 NP3 r Suhu (°C) 31.3 30.5 30.8 30.5 31.5 31.6 ’ Salinitas (ppt) 33.0 31.0 31.0 33.0 30.0 32.0 s DO (mg/L) 7.50 8.20 8.20 8.10 8.50 8.30 pH 8.32 8.09 8.07 8.03 8.12 8.20 a t Berdasarkan data kualitas air pada Tabel 4, suhu yang didapat di keduat stasiun berkisar 30.5-31.6 °C. Menurut Nybakken (1988), terumbu karang dapate berkembang optimal pada suhu 25°C hingga 30°C, namun kisaran suhu 30°Cn hingga 35°C dapat ditoleransi oleh terumbu karang menurut Castro & Hubert (2003). Suhu merupakan salah satu faktor lingkungan yang penting bagii kehidupan dan penyebaran organisme. Suhu mempengaruhi baik aktivitaso metabolisme maupun perkembangbiakan dari organisme perairan (De Rosa et al.n 2003). Salinitas yang terukur di kedua stasiun yaitu berkisar 30-33 ppt, kisaran salinitas optimal untuk pertumbuhan terumbu karang adalah 32 hingga 35 pptw menurut (Nybakken 1988).Kandungan DO yang terukur di kedua stasiun yaitui berkisar 7.5-8.5 mg/L.Menurut Effendi (2003), kandungan oksigen terlarut lebiht dari 5 mg/L dapat dikatakan baik untuk organisme laut. Konsentrasi DOh merupakan parameter penting untuk mengetahui kualitas lingkungan perairan, karena di samping merupakan faktor pembatas dengan lingkungan juga dapata dijadikan petunjuk tentang adanya pencemaran bahan organik (Nybakken 1992). Nilai pH yang terukur memiliki kisaran 8.03 hingga 8.32. Menurut Zamani dang Maduppa (2011), kisaran nilai pH yang sesuai untuk terumbu karang yaitu 7r hingga 8.5. Berdasarkan kualitas air yang didapat, dapat dikatakan bahwa kondisie a lingkungan perairan di Pulau Pramuka sesuai untuk terumbu karang. t Kondisi Kesehatan Karang Porites sp. q Kondisi kesehatan karang Poritessp. di Pulau Pramuka secara keseluruhanu ditemukan 8 jenis penyakit dan gangguan kesehatan karang yang terdiri dari 3o jenis penyakit karang, 1 jenis pemutihan karang, dan 4 jenis gangguan kesehatant e karang. data disajikan pada Tabel 5. f r o m t h e
6
Tabel 5 Jumlah kasus penyakit dan gangguan kesehatan karang yang ditemukan Pariwisata Non Pariwisata Jenis Kategori Koloni Koloni Ulcerative White Spots (UWS) 1 2 Trematodiasis (Tr) Penyakit 4 0 White Syndrome (WS) 5 2 Bleaching (BL) Pemutihan 2 2 Predation (Pred) 5 1 Pigmentation Response (PR) Gangguan 16 3 Sediment Damage (SD) Kesehatan 23 10 Bioeroder 45 8 Berdasarkan tabel diatas dapat terlihat bahwa jumlah total kasus yang ditemukan di stasiun pariwisata baik penyakit, pemutihan karang, dan gangguan kesehatan mencapai 101 kasus sedangkan untuk stasiun non-pariwisata hanya mencapai 28 kasus. Penyakit yang ditemukan diantaranya Ulcerative White Spots (UWS), Trematodiasis (Tr), dan White Syndrome (WS). Ulcerative White Spots (UWS)ditandai dengan munculnya lingkaran-lingkaran kecil berwarna putih, terpisah-pisah dan menyebar pada permukaan koloni. Ukuran diameter 2-3 mm. Kemudian luka bintik-bintik putih ini dapat bergabung dan membentuk luka yang lebih besar lama-kelamaan akan meyebar dari terumbu karang satu ke terumbu karang lainnya. Menurut Beeden et al. 2008, Ulcerative White Spots (UWS umumnya menyerang pada genus Porites sp. , Montipora, Favia, Heliopora, dan Acropora. White Syndrome (WS) ditandai dengan terdapatnya luka berwarna putih, bentuk dan ukuran tidak teratur dan menyerupai bleaching, namun pada bleacing jaringan masih hidup. Kemudian Trematodiasis (Tr) yang memiliki karakteristik bercak kecil merah muda hingga putih menyebar dan membengkak di jaringan karang yang berukuran sekitar 1-2 mm. Pemutihan karang (coral bleaching) ditemukan dengan pola sebagian dan pola bintik putih.Penyebab utama terjadinya pemutihan karang diantaranya peningkatan dan penurunan suhu laut, intensitas radiasi matahari, kombinasi peningkatan suhu dan radiasi matahari, penurunan salinitas, infeksi bakteri dan sejenisnya (Brown 1997), tingginya tingkat kekeruhan, sedimentasi, dan polusi (Westmacott et al. 2000) Gangguan kesehatan karang yang ditemukan diantaranya Predation (Pred), Pigmentation Response (PR), Sediment Damage (SD), dan Bio-eroder. Karakteristik Predation (Pred) bersifat memangsa dan merusak karang serta sebagai vektor penyakit. Hal ini sesuai dengan pernyataan Rotjan et al (2008) bahwa pemangsa karang yaitu ikan, siput dan nudibranch berpotensi sebagai vektor pada infeksi penyakit yang diakibatkan oleh bakteri. Pigmentation Response (PR) ditandai dengan jaringan karang yang luka berwarna terang, seperti merah muda atau ungu pada karang Porites sp. Luka dapat disebabkan oleh organisme pembor, kompetitor, alga, gigitan ikan, dan lain-lain. Menurut Beeden et al., (2008), Apabila terjadi peradangan akibat pengeboran organisme pada karang, gigitan oleh pemangsa, abrasi alga, kerusakan jaringan, dan sebagainya atau proses pemulihan jaringan yang rusak maka, karang akan merespon dengan mengeluarkan warna pink sampai ungu.
7
Gangguan kesehatan karang yang disebabkan oleh Bio-eroderlebih banyak menyerang Porites sp. sebanyak 45 koloni karang. Hal ini dikarenakan sifat Bioeroderyang umumnya berasosiasi dengan kondisi karang yang dapat hidup di lingkungan ekstrem seperti karang Porites sp. Menurut Hamdani (2006), Porites sp. memiliki kemampuan beradaptasi dan memiliki toleransi terhadap tekanan fisik lingkungan seperti kekeruhan, sedimentasi, fluktuasi salinitas, dan suhu serta aksi gelombang dengan tingkat intensitas yang berbeda. Gangguan kesehatan karang (compromised health) selain merusak karang juga dapat sebagai vektor penyakit (Nugues, et al. 2004; Nugues and Bak 2009; Rotjan and Lewis 2008). Selain itu gangguan kesehatan akibat sedimentation damagejuga banyak ditemukan karena kawasan pengambilan data yang memiliki laju sedimentasi yang cukup tinggi. Sesuai dengan pernyataan Raymundo et al. (2008) karang yang tertutup sedimen telah hilang jaringannya akibat akumulasi sedimen di permukaan karang, polip, dan jaringan karang. Pengaruh sedimentasi yang diikuti oleh peningkatan nutrien berlebih di perairan terumbu karang dapat meningkatkan pertumbuhan makroalga dan hewan bioeroder, sehingga dapat menimbulkan penyakit pada karang. Penyebab terjadinya sedimentasi terhadap terumbu karang ialah perairan yang keruh, aktivitas pengerukan, dan limpasan (run off) dari daratan melalui sungai atau secara langsung (Rogers 1990). Tingkat tutupan sedimentasi yang tinggi dapat mengakibatkan kematian pada karang dalam beberapa hari saja, sedangkan tingkat tutupan sedimentasi yang rendah hanya dapat mengakibatkan penurunan hasil fotosintesis pada karang (Fabricius 2005). Prevalensi Penyakit Karang Prevalensi penyakit dan gangguan kesehatan karang dibagian menjadi pariwisata dan non pariwisata. Hasil prevalensi terhadap beberapa penyakit dan gangguan kesehatan karang disajikan pada Gambar 2 berikut ini. 90 80
Prevalensi(%)
70 60 50 40 30 20 10 00 P1
P2
P3 Pariwisata
NP1
NP2
NP3
Non Pariwisata
Gambar 2 Prevalensi penyakit karang Porites sp. di pariwisata dan non pariwisata Berdasarkan Gambar 2 pada kawasan pariwisata nilai prevalensi tertinggi ditemukan di P3 sebesar 80.00 % dan nilai prevalensi penyakit karang terendah
8
sebesar 58.33 % di P1. Sedangkan pada kawasan non pariwisata nilai prevalensi tertinggi di NP3 sebesar 50.00% dan nilai prevalensi terendah di NP1 sebesar 40.00%. Persentase nilai prevalensi di kawasan pariwisata lebih tinggi dibandingkan kawasan non pariwisata, sehingga kawasan pariwisata memiliki kondisi yang kurang baik seperti banyak ditemukannya penyakit, pemutihan karang, dan gangguan kesehatan daripada non pariwisata. Hal ini dikarenakan kawasan pariwisata dipengaruhi aktivitas manusia meliputi masuknya bahan organik yang dapat mempengaruhi kesuburan perairan, penambahan masukan nutrien yang berlebih akibat pemberian makanan kepada ikan dan dapat meningkatkan penyebaran dan kerentanan infeksi penyakit karang (Lamb dan Willis 2011). Selain itu aktivitas fisik manusia jugaberpotensi merusak karang seperti penangkapan ikan menggunakan bubu dan jaring, menyentuh karang, berdiri dan menginjak tepat diatas karangpada saat snorkling atau menyelam yang dapat mematahkan karang, bahkan kayuhan fins dari snorkling atau penyelam dapat mengakibatkan penyebaran infeksi patogen sehingga karang lebih rentan terkena penyakit. Perbedaan nilai prevalensi di uji secara statistik dengan menggunakan uji normalitas dan uji t untuk mengetahui perbedaan kondisi karang Porites sp. di kawasan pariwisata dan non pariwisata. Uji normalitas dilakukan sebagai syarat untuk melakukan uji t. Berdasarkan uji normalitas didapatkan nilai Sig sebesar 0,585 dan 0,546 pada masing-masing daerah pariwisata dan non pariwisata. Sehingga data tersebut lebih besar 0.05 yang memenuhi syarat untuk diuji t, karena data menyebar normal. Selanjutnya hasil dari uji t pada selang kepercayaan 95%,diperoleh nilai t Stat lebih besar daripada nilai t critical( p value< 0.05 ). sehingga nilai prevalensi penyakit karang di kawasan pariwisata berbeda nyata dengan kawasan non pariwisata. Identifikasi Kesehatan Karang Berdasarkan Indeks Coral Watch Kondisi kesehatan karang pada setiap stasiun baik pariwisata maupun non pariwisata berbeda-beda. Identifikasi kesehatan karang pada Porites sp.dapat dilihat juga berdasarkan indeks kesehatan coral watch. Coral watch memiliki indeks kesehatan dengan skala skor 0 sampai 6. Berdasarkan Gambar 3 dapat dilihat pada kawasan pariwisata jumlah karang Porites sp. tertinggi dengan skor 3 terdapat di P1 sebanyak 8 koloni/transek. Skor ini menunjukkan kondisi kesehatan karang Porites sp. di kawasan pariwisata tergolong dalam kondisi kurang sehat, namun terdapat beberapa koloni karang yang sehat dan juga kritis. Di kawasan non pariwisata jumlah karang Porites sp. tertinggi dengan skor 5 dan skor 2 terdapat di masing-masing NP1 dan NP3 sebanyak 4 koloni/transek. Skor ini menunjukkan kondisi kesehatan karang Porites sp. di kawasan non pariwisata tergolong dalam kondisi sehat, dan juga tergolong kritis dan berpotensi terjadi bleaching, namun terdapat beberapa koloni karang yang kurang sehat.
9
Jumlah (Koloni/Transek)
9 8 7 6 5 4 3 2 1 0
P1
P2 skor 1
skor 2
P3 skor 3
NP1 skor 4
skor 5
NP2
NP3
skor 6
Gambar 3 Coral Watch karang Porites sp. di kawasan parwisata dan non pariwisata Menurut Siebeck et al. (2008), skor 0-2 hasil pengukuran skala warna menggunakan coral watch menunjukkan fragmen karang kritis dan berpotensi terjadi bleaching. Skor 3-4 menunjukkan kondisi karang yang kurang sehat, dan skor 5-6 menunjukkan karang berada pada kondisi sehat.
Kerusakan Terumbu Karang oleh Proses Biologis Kegiatan dari biota-biota laut penghuni terumbu yang menyebabkan terkikisnya karang dan algae koralin disebut bioerosi (bioerosion)(Glynn 1997). Namun menurut Tomascik et al.(1997) berpendapat bahwa proses-proses biologis yang bersifat merugikan (destruktif) pada rangka terumbu umumnya dianggap sebagai bioerosi. Bioeroder adalah biota-biota laut yang aktivitas, menembus atau menerobos, mengikis dan melemahkan kerangka kalkareus yang terbentuk oleh organisme pembentuk terumbu. Biota bioeroder dapat dikelompokkan meliputi spons, pvolychaetes (cacing), dan bivalvia (kerang) (Scott 1987). Sebagian besar dari bentuk asosiasi tersebut akan meningkatkan tingkat stress pada karang hingga level tertentu (Summarco and Risk 1990; Smith and Harriott 1998; Floros et al. 2005). Berdasarkan Gambar 4 dapat terlihat bahwa untuk kawasan pariwisata Soft coral (P1), Timur Pulau Panggang (P2), dan Barat Pulau Panggang (P3) lebih banyak ditemukannya biota bioeroder dibandingkan kawasan non pariwisata Karang Sempit (NP1), Timur Pulau Air (NP2), dan Transplantasi Karang (NP3). Pada Gambar 4 menyatakan kawasan P1 memiliki jumlah cacing bioeroder paling banyak yaitu sebanyak 7 koloni/transek, sedangkan jumlah biota cacing bioeroder paling sedikit terdapat di kawasan NP1 dan NP2 yaitu sebanyak 1 koloni/transek. Sementara biota bioeroder kerang paling banyak terdapat di wilayah P1 dan P3 yaitu sebanyak 12, sedangkan jumlah biota kerang paling sedikit terdapat di kawasan NP1 dan NP2 yang tidak dijumpai biota kerang bioeroder. Hal ini dikarenakan kawasan pariwisata lebih banyak terdapat karang Porites sp. yang
10
berukuran besar dimana diameter karang lebih besar, berpori, dan rentang hidup lebih lama yang memungkinkan biota bioeroder tersebut bisa berasosiasi dengan kondisi karang yang lebih sehat (Hughes 1987). Karang yang bercabang sering mengalami tingkat kematian yang lebih rentan sehingga biota bioeroder karang sedikit ditemukan (Rowley 2008).
Bioeroder(Koloni/Transek)
14 12 10 8 6 4 2 0 P1
P2
P3 Cacing
NP1
NP2
NP3
Kerang
Gambar 4 Bioeroder karang Porites sp. di kawasan parwisata dan non pariwisata
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Kondisi karang Poritessp. yang berada di kawasan pariwisata lebih buruk diandingkan di kawasan non pariwisata. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya beberapa penyakit Ulcerative White Spots (UWS), Trematodiasis (Tr), White Syndrome (WS), pemutihan (coral bleaching) dan gangguan kesehatan Predation (Pred), Pigmentation Response (PR), Sediment Damage (SD), Bio-eroder yang lebih banyak menyerang karang Poritessp. di kawasan pariwisata. Saran Perlu adanya perbaikan terhadap kondisi karang yang rusak dengan cara melakukan transplantasi karang. Selain itu untuk mencegah kerusakan karang sebaiknya mengurangi jumlah pengunjung, mengurangi aktifitas penangkapan serta mengurangi aktifitas seperti snorkling dan diving di sekitar daerah pariwisata.
11
DAFTAR PUSTAKA Beeden R, Willis BL, Raymundo LJ, Page CA, Weil E. 2008. Underwater Cards for Assessing Coral Health on Indo-Pacific Reefs. CRTR Program Project Executing Agency, Centre for Marine Studies, Gerhmann Building, The University of Queensland:Australia. Brown BC. 1997. Coral bleaching: causes and consequences. Proc 8th Int Coral Reef Symp 1 :65-74. Burke L, Reytar K, Spalding M, Perry A. 2012. Reefs at Risk Revisited in the Coral Triangle. Washington: World Resources Institute Castro P, Huber M. 2003. Marine Biology, 4th Ed. McGraw-Hill Higher Education: New Jersey. Dahuri, R. 1999. Kebijakan dan Strategi Pengelolaan Terumbu Karang Indonesia. dalamS. Soemodihardjo., M.K. Moosa., Soekarno., W. Hantoro., Suharsono, Prosidings Lokakarya Pengelolaan dan IPTEK Terumbu Karang Indonesia. Diselenggarakan oleh LIPI-COREMAP. Jakarta. Hal. 1-16. De Rosa S, De Caro S, Iodice C, Tommonaro G, Stefanov K, Popov S. 2003. Development in Primary Cell Culture of Demosponges. Journal Biotechnology. 100:119–125. Effendi H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelola Sumberdaya dan Lingkungan Perairan. Yogyakarta (ID): Kanisius. 258 Hal. Fabricius EK. 2005. Effects of Terrestrial Runoff on the Ecology of Coral and Coral Reefs: Review and Synthesis. Marine Pollution Bulletin. 50:125-146. Fagerstrom, J.A. 1987. The Evolution of Reef Communities. John Wiley & Sons, Inc. USA. 600 Hal. Floros CD, MJ Samways, B Armstrong. 2005. Polychaete (Spirobranchus giganteus) loading on South African corals. Aquat. Conserv.: Mar. Freshw. Ecosyst. 15:289-298. Glynn, P.W. 1997. Bioerosion and Coral-Reef Growth : A Dynamic Balance. Dalam C. Birkeland, (ed) Life and Death of Coral Reefs. Chapmann & Hall. USA. 4:68-95. Hamdani. 2006. Analisis Pengaruh Sedimentasi terhadap Komunitas Karang Batu ( Scleractinia) di Perairan Tanjung Pemancingan Kotabaru Kalimantan Selatan [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Harvell CD, Jordan-Dahlgren E, Merkel S, RosenbergLE, RaymundoG, SmithEW, Willis BL. 2007.Coral disease, environmental drivers, and the balance between coral and microbial associations. Oceanography20:173–195. Hughes TP. 1987. Skeletal density and growth form of corals. Mar. Ecol. Progr. Ser. 35:259-266 Lamb JB, Willis BL. 2011. Using Coral Disease Prevalence to Assess the Effects of Concentrating Tourism Activities on Offshore Reefs in a Tropical Marine Park. In Conservation Biology. Nugues, M.M. and Bak, R.P.M. 2009. Brown-Band Syndrome of Feeding Scars of the Crown-of-Thorn Starfish Acantasterplanci.Coral Reef 28:507-510. Nugues, M.M., Smith, G.W., VanHooidonk, R.J., Maria I. Seabra, M.I. and Bak, R.M. 2004. Algal Contact as a Trigger for Coral Disease. Ecology Letters7: 919–923.
12
Nybakken JW. 1992. Biologi Laut. Suatu Pendekatan Ekologis. Jakarta (ID): PT. Gramedia. 195 Hal. Nybakken JW. 1988. Biologi laut: Suatu pendekatan ekologis. Terj. dari Marine biology: An ecological approach, oleh Eidman M., Koesoebiono, Bengen D.G., Hutomo M. & Sukardjo S., xv + 459 hlm. PT Gramedia, Jakarta. Raymundo LJ, Couch CS, Bruckner AW, Harvell D. 2008. Coral Disease Handbook: Guidelines for Assessment, Monitoring, and Management. Melbourne: Currie Communications. Rogers CS. 1990. Responses of Coral Reefs and Reef Organism to Sediment. Marine Ecology Progress Series. 62:185-202. Rotjan, R.D and Sara M. Lewis, S.M. 2008. Impact of Coral Predators on Tropical Reefs. Marine ecology progress series 367:73-91. Rowley S. 2008. A critical evaluation of the symbiotic association between tropical-dwelling polychaetes and their hermatypic coral hosts, with a focus on Spirobranchus giganteus(Pallas, 1766). Plymouth Stud. Sci. 1:335-353. Sammarco PW, MJ Risk. 1990. Large-scale patterns in the internal bioerosion of Porites: cross continental shelf trends in the Great Barrier Reef. Mar. Ecol. Progr. Ser. 59:145-156. Siebeck UE, Logan D, Marshall NJ. 2008. Coral Watch – a flexible coral bleaching monitoring tool for you and your group. Proceeding of the 11th International Coral Reef Symposium, Ft. Lauderdale, Florida session number 16. Sensory Neurobiology Group, School of Biomedical Sciences, University of Queensland, Brisbane, Australia. Scott PJB. 1987. Associations between coral and macro-faunal invertebrates in Jamaica, with a list of Caribbean and Atlantic coral associates. Bull. Mar. Sci. 40:271-286. Smith SDA, VJ Harriott. 1998. Tube-building polychaete worms smother corals in the Solitary Island Marine Park, northern NSW, Australia. Coral Reefs 17:342pp. Suharsono, 1996. Jenis-jenis karang yang umum dijumpai di perairan Indonesia. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembagan Oseanologi. Proyek penelitian dan Pengembangan daerah Pantai: 116 hlm. Tomascik T, Mah AJ, Nontji MK, Moosa. 1997. The Ecology of The Indonesian Seas. Periplus Editions. Singapore (SG). 642 pp. Wilkinson C. 2008. Status of Coral Reefs of the World. In Status of Coral Reefs of the World(WilkinsonC. ed.).Global Coral Reef Monitoring Network and Reef and Rainforest Research Center. Westmacott S, Teleki K, Wells S, West J. 2000. Pengelolaan terumbu karang yang telah memutih dan rusak. IUCN, Switzerland and Cambridge. Zamani NP, Maduppa HH. 2011. A Standard Criteria for Assesing the Health of Coral Reefs: Implication for Management and Conservation. Journal of Indonesia Coral Reefs. 1(2):137-146.
14
LAMPIRAN Lampiran 1. Tabel jumlah kasus penyakit dan gangguan kesehatan karang Porites sp. yang ditemukan di daerah pariwisata
Coraldieses
P1
P2
T1
T2
T3
T1
1. Cacing
3
3
1
3
2. Kerang
6
2
4
3
T2
P3 T3
T1
T2
T3
1
1
1
3
4
6
2
Bioeroder :
Bleaching
1
Pigmentation Response
1
2
1 7
2
1
2
Predasi
1
Sediment Damage
2
Trematodiasis
2
2
3 3
Ulcerative White Spots White syndromes (WS) * Keterangan : P T
1
2
2
2 2
2
5
5
1 1
3 = Pariwisata = Transek
1
1
15
Lampiran 2. Tabel jumlah kasus penyakit dan gangguan kesehatan karang Porites sp. yang ditemukan di daerah non pariwisata NP1
Coraldieses T1
T2
NP2 T3
T1
T2
NP3 T3
T1
T2
T3
1
1
2
2
Bioeroder : 1. Cacing
1
2. Kerang
1
Bleaching Pigmentation Response
1 1
Predasi Sediment Damage
1 1
1
1 2
1
1
1
1
1
1
1
1
Trematodiasis Ulcerative White Spots White syndromes (WS) * Keterangan : NP T
2 =Non Pariwisata =Transek
1
17 15
Lampiran 3. Tabel prevalensi penyakit karang Porites sp. di pariwisata dan non pariwisata Stasiun P1 P2 P3 NP1 NP2 NP3
Jumlah koloni terkena penyakit 14 13
16 6 4 7
Jumlah koloni keseluruhan 24 20 20 14 10 14
Prevalensi 58.3 16.0 80.0 42.9 40.0 50.0
Lampiran 4. Tabel Uji t prevalensi karang Porites sp. antara kawasan pariwisata dan non pariwisata t-Test: Two-Sample Assuming Equal Variances
Mean Variance Observations Pooled Variance Hypothesized Mean Difference Df t Stat P(T<=t) one-tail t Critical one-tail P(T<=t) two-tail t Critical two-tail
Variable 1 Variable 2 67.77778 44.285714 123.1481 26.530612 3 3 74.83938 0 4 3.325843 0.014609 2.131847 0.029219 2.776445
Lampiran 5. Tabel Coral Watch karang Porites sp. di kawasan parwisata dan non pariwisata Kategori skor 1 P1 0 P2 0 P3 0 NP1 1 NP2 0 NP3 0
skor 2 3 2 0 1 2 4
skor 3 8 5 4 2 3 2
skor 4 3 4 4 4 2 3
skor 5 7 5 9 3 1 3
skor 6 2 1 4 3 2 2
18
16
16
Lampiran 6. Tabel bioeroder karang Porites sp. di kawasan parwisata dan non pariwisata Bioeroder Cacing Kerang
P1 7 12
P2 4 5
P3 5 12
NP1 1 0
NP2 1 0
NP3 5 1
Lampiran 7. Gambar jenis-jenis penyakit dan gangguan kesehatan karang Porites sp.
Karang terkena Pigmentation Response
Karang terkena UWS
Karang terkena Bioeroder kerang
Sedimentation Damage
Karang terkena Bioeroder cacing
Karang terkena Trematodiasis
2
17
Karang terkena white syndrome
Predation
Karang terkena Bleaching Lampiran 8. Gambar pengambilan data karang Porites sp.
Alat pengukuran kualitas air
Pengambilan data
Pengambilan data
Membentangkan transek
3
18
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Aceh Besar pada tanggal 25 Juni 1992 dari ayah yang bernama Efendi Idris dan Eryani. Penulis merupakan anak kedua dari lima bersaudara. Tahun 2007 – 2010 penulis telah menyelesaikan pendidikan di Sekolah Menengah Atas Negeri 2 Modal Bangsa, Aceh Besar. Tahun 2010 penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan (ITK) melalui jalur Ujian Seleksi Mahasiswa Baru (USMI). Selama menempuh pendidikan di Institut Pertanian Bogor, penulis aktif dalam organisasi Ikatan Mahasiswa Tanah Rencong (IMTR) periode 2011/2012 sebagai anggota divisi Pengembangan Sumberdaya Manusia. Penulis pernah mengikuti kepanitiaan dari kegiatan Musyawarah Warga tahun 2011 sebagai anggota divisi keamanan, kegiatan Fieldtrip Oseanografi Terapan tahun 2013 sebagai ketua divisi acara, kegiatan Malam Kelautan 47 tahun 2012 sebagai anggota divisi konsumsi, dan kegiatan Have Fun With HIMITEKA tahun 2013 sebagai anggota divisi keamanan. Dalam rangka penyelesaian studi di departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, penulis melaksanakan penelitian dengan j d “Kesehatan Karang Porites sp. di Daerah Pariwisata dan Non Pariwisata di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu”.