KERENTANAN PEREMPUAN MENIKAH AKAN TRANSMISI HIV PASANGAN INTIM: STUDI KASUS CHIA Sarah Ayu Program Sarjana Reguler Kriminologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia, Depok 16424, Indonesia E-mail:
[email protected] Abstrak HIV/AIDS merupakan sebuah permasalahan global yang tidak hanya dapat diatasi dengan menggunakan pendekatan kesehatan, namun juga harus mengikutsertakan pendekatan sosial, politik, ekonomi, dan kebudayaan. Sejak pertama kali dilaporkan di Indonesia pada tahun 1987, epidemi HIV di Indonesia telah mengalami feminisasi sehingga kini lebih banyak menyerang kelompok perempuan menikah dan ibu rumah tangga. Menurut Teori Dominasi Sosial (TDS), penindasan, diskriminasi, dan kekerasan bergender merupakan salah satu wujud sistem hierarki sosial berbasis kelompok. Dengan kecenderungan positif untuk memastikan kedalalaman pemahaman teori ini, maka keseluruhan proses pembentukan, pemeliharaaan, dan reproduksi nilai-nilai yang ada dapat dijelaskan sehingga pada akhirnya memberikan pencerahan tentang kerentanan perempuan menikah akan transmisi HIV pasangan intim. Married Women’s Vulnerability towards Intimate Partner HIV Transmission: A Case Study on Chia Abstract HIV/AIDS is a global issue that cannot be overcome by using medical approaches alone, but it also needs an integrated social, political, economic, and cultural approaches. Since first reported in Indonesia in 1987, the epidemic in Indonesia has been experiencing a feminization that the disease is currently more common amongst married women and housewives. According to the Social Dominance Theory (SDT), oppression, discrimination, and gender-based violence are some of the manifestations of group-based social hierarchy. With the positive intention to ensure a thorough understanding on the theory, the whole process of formation, maintenance, and reproduction of the existing values can be explained thus eventually shed light on the vulnerability of married woman towards intimate partner HIV transmission. Keywords: HIV/AIDS, Group-based Social Hierarchy, Gender, Intimate Partner HIV Transmission, Intimate Partner Violence, Case Study, Qualitative Approach.
Kerentanan perempuan…, Sarah Ayu, FISIP UI, 2013
1. Pendahuluan Berdasarkan Laporan AIDS Global tahun 2008, epidemi AIDS di Indonesia merupakan salah satu yang tercepat di Asia. Berdasarkan kasus yang ditemukan pada tahun 2006, diperhitungkan bahwa hingga tahun 2009 sudah ada 314.500 orang berusia 15-49 tahun yang terinfeksi HIV. Jika tidak ada peningkatan upaya pencegahan kasus baru HIV, diramalkan pada tahun 2014 mendatang akan ada 541.700 penduduk Indonesia yang berstatus HIV positif (National AIDS Commission Republic of Indonesia, 2009, hal. 1). Kementerian Kesehatan sendiri memperkirakan pada tahun 2014, Indonesia akan memiliki hampir tiga kali jumlah orang yang hidup dengan HIV dan AIDS dibanding tahun 2008 (dari 277.700 orang menjadi 813.720 orang) (Komisi Penanggulangan AIDS Nasional, 2010, hal. 1). Sementara itu, berdasarkan Laporan Perkembangan HIV/AIDS Triwulan I Tahun 2012 oleh Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, jumlah kasus baru HIV yang dilaporkan selama Januari-Maret 2012 ada sebanyak 5.991 kasus. Rasio kasus HIV antara laki-laki dan perempuan adalah 1:1, dengan hubungan seks heteroseksual tidak aman sebagai faktor risiko transmisi HIV tertinggi (77%), dan kelompok pekerjaan ibu rumah tangga sebagai kelompok dengan kasus AIDS paling besar (Dtijen PP & PL Kemeterian Kesehatan Republik Indonesia, 2012, hal. 7). Dalam kurun waktu 13 tahun (2006-2012), jumlah kasus HIV/AIDS di Indonesia menunjukkan kenaikan yang sangat
signifikan, terutama pada prevalansi penularan HIV terhadap perempuan (Ikatan Perempuan Positif Indonesia, 2012, hal. 8). Kondisi ini menunjukkan terjadinya feminisasi epidemi HIV di Indonesia (Komisi Penanggulangan AIDS Nasional, 2010, hal. 6). Beberapa faktor yang menyebabkan rentannya perempuan terhadap transmisi HIV adalah diskriminasi, ketidaksetaraan gender, keterbatasan informasi mengenai kesehatan seksual, kesehatan reproduksi, dan HIV/AIDS, serta berbagai bentuk kekerasan yang secara luas diterima oleh perempuan dalam kehidupan sehari-hari. Secara fisiologis, bentuk alat reproduksi (vagina) perempuan yang berbentuk seperti mangkok mempermudah transmisi HIV pada saat berhubungan seks. Selain itu, nilai-nilai patriarkhi yang mengakomodasi kepentingan laki-laki juga masih kental dalam kehidupan sosial di Indonesia, sehingga pengalaman perempuan masih sering terabaikan (Ikatan Perempuan Positif Indonesia, 2012, hal. 8). Pemahaman yang mendalam mengenai dampak akumulatif dari status, kebudayaan, relasi gender, dan dinamika kekuasaan berbasis gender masih perlu diperdalam demi menciptakan model pencegahan HIV yang mampu menyentuh kerentanan perempuan dan kemampuannya dalam melindungi diri dari transmisi HIV (Jipguep, Sanders-Philips, & Cotton, 2004, hal. 367). Desakan ini datang dari situasi epidemi HIV/AIDS yang merupakan penyebab utama kematian bagi perempuan usia 25-34 tahun dan tertinggi ketiga untuk kelompok
Kerentanan perempuan…, Sarah Ayu, FISIP UI, 2013
usia 35-44 tahun. Sumber utama infeksi HIV pada perempuan adalah melalui kontak hubungan seks heteroseksual dengan pasangan berisiko atau positif HIV (Centers for Disease Control and Prevention, 2013). Penularan HIV/AIDS berkaitan erat dengan kekerasan berbasiskan gender terhadap perempuan. Indonesia diketahui telah beberapa kali melahirkan kebijakankebijakan yang tidak sensitif gender, lalai melindungi perempuan, bahkan berpotensi mengakibatkan terjadinya kekerasan yang lain (Ikatan Perempuan Positif Indonesia, 2012, hal. 9). Permasalahan penyebaran HIV/AIDS tidak dapat ditanggulangi melalui upaya medis semata. Penguraiannya juga memerlukan cara pandang ekonomi, politik, sosial, dan budaya (Ikatan Perempuan Positif Indonesia, 2012, hal. 10). Kerjasama Global tentang Perempuan & AIDS menemukan adanya keterkaitan mendasar antara ketidaksetaraan gender, kerentanan perempuan terhadap kekerasan berbasis gender, dan peningkatan kerentanan perempuan terhadap infeksi HIV (WHO 2004b dalam Johnson, Nevala, & Ollus, 2008, hal. 3). Kekerasan terhadap perempuan merupakan sebuah rintangan besar dalam upaya tercapainya kesetaraan, pembangunan, dan perdamaian. Kerentanan perempuan terhadap kekerasan berbasis gender mengurangi hak-hak kemanusiaan yang dimilikinya berikut dengan kemampuan menikmati kebebasan sebagai manusia dan anggota masyarakat (Johnson, Nevala, & Ollus, 2008, hal.1). Kekerasan yang dilakukan oleh laki-laki terhadap perempuan
setidaknya menyinggung dimensi hak asasi manusia, keadilan sosial, ekonomi, peradilan hukum, dan kesehatan. Kekerasan diperkirakan menyebabkan lebih banyak kondisi kesehatan buruk pada perempuan daripada gabungan malaria dan kecelakaan lalu lintas, dan sama berbahayanya seperti penyakit kanker (Bank Dunia, 1993 dalam Johnson, Nevala, & Ollus, 2008, hal. 1). Secara akademis, besar harapan peneliti bahwa penelitian ini akan mampu memperkaya berbagai penelitian Kriminologi yang sudah ada dan terutama menjadi bahan bacaan acuan dalam memperluas wawasan terkait kerentanan perempuan menikah terhadap transmisi HIV/AIDS sebagai bentuk Intimate Partner Violence atau kekerasan pasangan intim, termasuk fakta-fakta terbaru mengenai perubahan epidemi HIV/AIDS di Indonesia. Dengan mengetahui potensi-potensi yang mampu diberikan oleh penelitian ini, maka pada akhirnya peneliti juga berharap mampu memberikan rekomendasi kepada masyarakat umum guna menghilangkan situasi rentan bagi perempuan menikah terhadap transmisi HIV/AIDS sebagai bentuk kekerasan pasangan intim.
2. Viktimisasi
terhadap Perempuan Menikah terkait Transmisi HIV Bagi perempuan, kekerasan biasanya dilakukan oleh seseorang yang dikenal, sehingga perilakunya cenderung dirasionalisasikan oleh norma kebudayaan yang mengatur tentang maskulinitas dan feminitas (Britton, 2011, hal. 82). Konstruksi sosial tentang konsep maskulin
Kerentanan perempuan…, Sarah Ayu, FISIP UI, 2013
dan feminin mempengaruhi transmisi HIV dan epidemi AIDS. Risiko transmisi HIV pada perempuan dipengaruhi oleh distribusi kekuatan dan kekuasaan dalam konteks sosial, lingkungan, dan struktural yang lebih banyak diberikan kepada laki-laki (Jipguep, Sanders-Philips, & Cotton, 2004, hal. 368). Oleh karena itu, viktimisasi yang diterima perempuan sedikit banyak merupakan pengalaman bergender sebab sebagian besar muncul dalam konteks hubungannya dengan laki-laki. Terlepas dari motivasi pelaku, viktimisasi yang dialami perempuan berangkat dari gagasan kekuasaan maskulin dan pasifnya sosok feminin. Gagasan tersebut berdampak besar dalam pelaksanaan harapan normatif terhadap gender tertentu (Britton, 2011, hal. 91). Kekerasan struktural akibat hierarki sosial berbasiskan gender harus segera ditangani dalam upaya mengurangi penyebaran epidemi HIV/AIDS, sebab kekerasan struktural menentukan kerentanan dan pola interaksi sosial, baik secara kelompok atau individu. Peraturan dan kebijakan sosial yang ada juga menciptakan kondisi yang sangat memungkinkan terjadinya kekerasan seksual, termasuk pola penggunaan kontrasepsi, kekuataan negosiasi seksual, serta strategi pengurangan risiko transmisi HIV/AIDS (Parker, 2001, hal. 169).
3. Teori Dominasi Sosial Tindak diskriminasi, penindasan, dan kekerasan senantiasa ditemui dalam sejarah manusia dan terus ditemui dalam kehidupan masyarakat sampai hari ini. Teori Dominasi Sosial (TDS) melihat tindak penindasan
terhadap manusia dan segala penderitaan yang diakibatkan olehnya sebagai dampak dari adanya struktur sosial yang berhierarki (Virley, 2013, hal. 2) dan berupaya menyuguhkan analisa terhadap tekanan dan ketidaksetaraan berbasis kelompok (Rosenthal & Levy, 2010, hal. 22). Menurut TDS, sebagian besar konflik dan penindasan kelompok merupakan bentuk manifestasi yang sama dengan yang mendorong kecenderungan manusia untuk membentuk hierarki sosial berbasis kelompok. Oleh karena itu, TDS memfokuskan diri pada cara wacana sosial seperti ideologi, sikap, stereotipe, serta perilaku individual dan institusional, yang berkontribusi pada praktek hierarki sosial berbasis kelompok. Pada saat yang bersamaan, TDS mempelajari cara praktekpraktek tersebut kembali mempengaruhi wacana sosial yang ada (Sidanius & Pratto, 1999, hal. 38). TDS menjadi ideal digunakan untuk mengkaji diskriminasi gender sebab kestabilan masyarakat salah satunya dipertahankan oleh sistem gender yang selama ini memberikan jauh lebih banyak kekuasaan kepada laki-laki dibanding kepada perempuan. Teori ini secara spesifik mengangkat dinamika hubungan laki-laki dan perempuan yang meski memiliki perbedaan kekuasaan berbasis stratifikasi gender, laki-laki dan perempuan heteroseksual tetap berinteraksi secara intim (Rosenthal, Levy, & Earnshaw, 2012, hal. 660). Lebih jauh lagi, upaya pemeliharaan sistem gender diketahui menggunakan paksaan dan kekerasan.
Kerentanan perempuan…, Sarah Ayu, FISIP UI, 2013
Intervensi terhadap transmisi HIV pada perempuan sebagian besar hanya memfokuskan diri pada proses kognisi sosial atau motivasional, tanpa memberikan perhatian khusus pada kontribusi peran gender. Pada kenyataannya, bagaimana peran gender dibentuk dan dilaksanakan tergantung pada hierarki di masyarakat (Amaro, 1995, hal. 440). Sebagai akibat dari hierarki di masyarakat, perempuan hidup dalam ketidaksetaraan yang tampak abadi (Miller, 1986). Ketidaksetaraan ini mempengaruhi sifat hubungan heteroseksual yang dijalani, sehingga akhirnya meningkatkan risiko transmisi HIV dari pasangan intim (Amaro, 1995, hal. 442). Pada akhirnya, TDS berupaya untuk memahami proses yang bertanggung jawab dalam menetapkan, mempertahankan, dan mereproduksi hierarki sosial berbasis kelompok.
4. Metode Penelitian Penelitian ini merupakan sebuah studi kasus yang merupakan metode penelitian fenomena sosial melalui analisa mendalam terhadap kasus individual. Metode ini memberikan kesempatan dikumpulkannya data dan analisa intensif mengenai berbagai detail spesifik yang sering kali terlupakan dalam metode-metode lainnya (Reinharz, 1992). Selain itu, penelitian ini juga menggunakan pendekatan kualitatif yang merupakan metode untuk mengeksplorasi dan memahami makna dari masalah sosial atau kemanusiaan. Proses penelitian kualitatif ini melibatkan pengajuan pertanyaan, pengumpulan data yang spesifik dari subjek penelitian, penganalisaan data secara induktif, hingga penafsiran makna
dan pelaporan data (Creswell, 1994, hal. 143). Penulis memilih metode penelitian ini sebab penulis ingin mengeksplorasi dan memahami kerentanan perempuan menikah terhadap transmisi HIV sebagai bentuk kekerasan pasangan intim. Dengan menggunakan metode kualitatif, penulis berusaha mendeskripsikan fenomena terkait secara induktif dengan mengajukan beragam pertanyaan terbuka kepada subjek penelitian. Sebagai instrumen terpenting dalam penelitian kualitatif, penulis berperan aktif dalam membangun hubungan baik dengan subjek penelitian sehingga berkembang suatu kepercayaan dalam memberikan informasi sehubungan dengan penelitian yang dilaksanakan. Penelitian terkait HIV harus meliputi perbedaan peran dan tanggung jawab perempuan dan laki-laki dalam masyarakat, akses dan kemampuannya menggunakan sumber daya, dan norma sosial yang mengatur perilaku laki-laki dan perempuan (Jipguep, Sanders-Philips, & Cotton, 2004, hal. 367). Selain itu, kemiskinan juga tidak boleh dilupakan dalam penelitian dan upaya intervensi pencegahan HIV sebab turut mempengaruhi tingkat stres, viktimisasi, status kesehatan, penyalahgunaan obatobatan, fungsi psikologis dan keterbatasan terhadap akses layanan kesehatan fisik dan mental (Staveteig & Wigton, 2000, hal. 4). Penelitian mengenai HIV/AIDS sebaiknya dipahami sebagai proses transformasi sosial, bertujuan tidak hanya untuk mengurangi risiko tapi juga sebagai kompensasi dari
Kerentanan perempuan…, Sarah Ayu, FISIP UI, 2013
ketidaksetaraan sosial yang identik dengan kerentanan transmisi HIV/AIDS (Parker, 2001, hal. 172). Selama dan setelah mendapatkan data primer melalui dilakukannya wawancara mendalam dengan subjek penelitian secara berkala selama bulan September 2012 hingga Mei 2013, penulis melakukan kajian kepustakaan dan pencarian data sekunder. Hasil wawancara dikategorisasikan guna mempermudah dan memperjelas indikatorindikator teori. Data yang sudah terkumpul kemudian dianalisa. Analisa dilakukan dengan membandingkan kerangka teori yang disusun sebelumnya dengan hasil wawancara. Argumen yang diutarakan dalam analisa diperkuat dengan hasil studi literatur dari berbagai buku, jurnal, dan laporan Internasional, serta dengan definisi konseptual yang telah ditetapkan sebelumnya. Hasil dari analisa yang dilakukan adalah kesimpulan yang akan menjawab pertanyaan penelitian terkait dengan kerentanan perempuan menikah akan transmisi HIV pasangan intim. Setelah beberapa kali melakukan wawancara mendalam dengan subjek penelitian dan telah memperoleh banyak keterangan darinya, maka penulis kemudian melakukan verifikasi data dengan mewawancara individu yang dekat, dipercaya, dan mengetahui kisah hidup subjek penelitian melalui sebuah proses triangulasi. Proses ini bertujuan untuk mengkonfirmasi kebenaran cerita yang diutarakan oleh subjek penelitian sebelumnya.
5. Hasil dan Pembahasan Chia dipilih sebagai subjek penelitian dalam penelitian ini sebab dirinya merupakan korban kekerasan pasangan intim yang menyebabkan infeksi HIV. Chia merupakan seorang istri dan ibu dua orang anak. Perempuan paruh baya ini terinfeksi HIV dari almarhum suami pertama saat pernikahan terlebih dahulu. Pada saat berusia 24 tahun, Chia didesak untuk menikah karena adik laki-laki akan segera menggelar pernikahannya sendiri. Menurut penuturan Chia, dalam adat Jawa seorang anak perempuan tidak diperkenankan untuk ‘dilangkahi’ sebab dikhawatirkan akan menghambat jodoh. Nilai tersebut khusus diberlakukan bagi anak perempuan, sementara laki-laki memiliki kebebasan untuk menentukan waktu pernikahan. Peristiwa di atas menunjukkan adanya nilai yang mendominasi kehidupan perempuan, hingga akhirnya meningkatkan kerentanan akan risiko transmisi HIV sebab keleluasaan mengenal pasangan juga dibatasi waktu yang diatur oleh keluarga. Menurut Teori Dominasi Sosial (TDS) peristiwa di atas merupakan salah satu bukti adanya hierarki sosial berbasis kelompok dalam masyarakat, melalui peraturan kebudayaan yang bersifat hierarchy-enhancing, mengingat sifatnya yang membantu ketidaksetaraan berbasis kelompok dipertahankan (Christie, 2012, hal. 2). Meski mengaku tidak ingat pernah mengalami kekerasan fisik oleh suaminya selama masa pernikahannya, Chia tidak
Kerentanan perempuan…, Sarah Ayu, FISIP UI, 2013
mengelak ketika ditanya jika ada rasa takut yang dirinya rasakan terhadap suami pertama. Bagi Chia, tindak intimidasi yang dilakukan oleh suami pertamanya mengakibatkan muncul rasa takut yang berlebihan. Laki-laki cenderung merasa perlu menegaskan kembali kendalinya ketika merasa kekuasaannya tengah ditantang oleh pasangan (Wilson, 2009, hal. 146). Ketika Chia mulai mengajukan pertanyaan terkait kegiatan suami yang mulai mencurigakan, selain senantiasa menghindar, suami pertama Chia juga sering menanamkan rasa takut sehingga Chia pun tidak mampu memberanikan diri untuk menuntut jawaban dari suaminya. Kekerasan pasangan intim merupakan salah satu permasalah utama yang dihadapi bidang kesehatan di seluruh dunia (Heise, Pitanguy, & Germain, 1994, hal. 3). Salah satu konsekuensi kekerasan pasangan intim sehubungan dengan peningkatan risiko infeksi HIV perempuan adalah keterbatasan kemampuan perempuan mendiskusikan ketidaksetiaan pasangan, menegosiasikan pemakaian kondom, dan penolakan hubungan seks. (Go et al., dalam Solomon, et al, 2009, hal 754-760). Pernikahan menciptakan kewajiban istri yang lebih besar terhadap suaminya (Nyanzi, Nyanzi, Wolff, & Whitworth, 2005, hal. 20). Lichtenstein menyebutkan bahwa ketidakterusterangan kepada pasangan akan status HIV yang dimiliki merupakan salah satu bentuk kekerasan pasangan intim yang berpotensi meningkatkan risiko transmisi HIV pada perempuan (Gielen, Ghandour, Burke, Mahoney, McDonnell, & O’Campo,
2007, hal. 190). Sebagai tambahan, ketertutupan pada pasangan serodiskordan juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi transmisi HIV pada pasangan intim (UNAIDS, 2009, hal. 11). Terkait dengan hal ini, suami Chia pun diketahui menyembunyikan informasiinformasi penting mengenai kehidupannya sebelum pernikahan, sebagai contoh adalah pengalamannya sebagai pengguna NAPZA jarum suntik. Sebelumnya, HIV/AIDS hanya identik dengan kelompok “Empat H” – Homoseksual, orang Haiti, Hemophiliac, dan pengguna Heroin (Boyce, 2001 dalam Baron & Byrne, 2005, hal. 33). Persepsi itu mengakibatkan perempuan dalam hubungan monogami tidak menganggap HIV sebagai risiko besar dalam hidupnya. Sebagai akibatnya, perempuan dalam hubungan monogami tidak memiliki pengetahuan dan kemampuan untuk melindungi diri dari transmisi HIV, terutama dari pasangan intimnya (El-Bassel, Gilbert, Rajah, Foleno, & Frye, 2000, hal. 167). Ketika ditanya mengenai pengetahuannya tentang cara-cara penularan HIV itu sendiri, Chia mengaku sebelumnya tidak mengetahui sama sekali. Ketika suami Chia mengaku tentang masa lalunya sebagai Penasun beberapa tahun setelah mereka menikah pun Chia tidak menganggap itu sebagai informasi penting. Suatu informasi yang sebenarnya sangatlah penting itu tidak menjadi beban pikiran bagi Chia yang tidak memiliki cukup pengetahuan tentang bahaya penggunaan NAPZA suntik, ciri-ciri memakai, dan terlebih transmisi HIV.
Kerentanan perempuan…, Sarah Ayu, FISIP UI, 2013
Salah satu faktor risiko yang dapat memicu kekerasan pasangan intim hingga terjadinya transmisi HIV dalam hubungan rumah tangga adalah ketika salah satu atau kedua pihak mengkonsumsi NAPZA. Selain memperbesar kemungkinan terjadinya konflik, penggunaan NAPZA juga dapat meningkatkan agresivitas dan kemungkinan dilakukannya kekerasan oleh pemakai (ElBassel, Gilbert, Rajah, Foleno, & Frye, 2000, hal. 160). Pengguna NAPZA sering dideskripsikan sebagai sosok yang sukar diprediksi, irasional, dan paranoid. Dalam hubungan heteroseksual, perilaku di atas akan menciptakan sebuah atmosfer yang bersifat antagonis (El-Bassel, Gilbert, Rajah, Foleno, & Frye, 2000, hal. 160-161). Chia pernah mengkonfrontasi suami mengenai kecurigaan-kecurigaan atas perilaku sang suami, namun bukan jawaban jelas yang didapatkan tapi justru Chia semakin diintimidasi dan mendapati dirinya berada dalam situasi yang mencekam. Kombinasi dari berbagai faktor yang meningkatkan kerentanan Chia pada kekerasan pasangan intim pada akhirnya juga turut mempengaruhi risiko Chia terinfeksi HIV dari suami.
6. Kesimpulan Akumulasi dari berbagai tekanan dan penindasan yang dialami Chia selama masa pernikahannya, ditambah dengan kekerasan pasangan intim dan kerentanan fisiologis perempuan terhadap infeksi HIV mengakibatkan terinfeksinya Chia oleh HIV melalui hubungan heteroseksual pasangan intim. Pernikahan yang dianggap sebagai tempat yang aman justru telah memaparkan
Chia akan infeksi HIV. Perspesi bahwa HIV hanya berbahaya bagi populasi kunci mengakibatkan perempuan dalam hubungan monogami tidak menganggap HIV sebagai risiko besar dalam kehidupannya. Sebagai konsekuensi, sebagian besar perempuan tidak merasa perlu untuk melindungi dirinya sendiri dari transmisi HIV. Peningkatan kerentanan Chia yang akhirnya mengakibatkan transmisi HIV pasangan intim merupakan wujud dari viktimisasi struktural yang menempatkan Chia pada posisi yang dilemahkan. Awal terjadinya viktimisasi terhadap Chia sehubungan dengan transmisi HIV pasangan intim yang dialami adalah desakan untuk menikah dari keluarga agar tidak ‘dilangkahi’ oleh adiknya. Dalam peristiwa ini, Chia kehilangan kuasa pribadi untuk menentukan pasangan dan jalan hidupnya. Setelah menikah Chia justru terpapar akan lebih banyak viktimisasi struktural. Hak seksual dan reproduksi Chia diabaikan ketika suami memaksa berhubungan intim. Chia juga menjadi korban pembagian peran gender yang membebankan lebih banyak obligasi sosial kepada istri, sehingga terpaksa mengabaikan kesehatan dirinya sendiri. Selain itu, ideologi konsensus yang dipercaya oleh keluarga besar Chia dan suami mengakibatkan viktimisasi lebih jauh, dimana ruang gerak Chia sangat dibatasi oleh nilai-nilai kebudayaan yang bersifat diskriminatif terhadap perempuan. Hubungan pernikahan Chia dengan suami berjalan dengan cukup harmonis selama beberapa tahun pertama pernikahan, hingga
Kerentanan perempuan…, Sarah Ayu, FISIP UI, 2013
mencapai satu titik dimana perilaku suami mulai berubah dan Chia kerap menjadi korban kekerasan pasangan intim. Meski tidak pernah mengalami kekerasan fisik berupa pemukulan atau pun tindakan serupa selama menikah, namun Chia mengalami bentuk kekerasan pasangan intim yang lain hingga pada akhirnya mengakibatkan dirinya terinfeksi HIV dari sang suami. Suami Chia dengan sengaja mengintimidasi Chia, terutama saat Chia mengajukan pertanyaan sehubungan dengan aktivitas yang dirasa mencurigakan, hingga akhirnya timbul rasa takut yang berlebihan dalam diri Chia terhadap suami. Sebagai akibatnya, kemampuan Chia untuk mendiskusikan ketidaksetiaan suami dan kemungkinan penggunaan kembali NAPZA jarum suntik menjadi sangat terbatas. Selain itu, suami juga tidak berterus terang akan perilaku berisiko yang dijalani atau pun kemungkinan status HIV yang dimiliki, sehingga Chia tidak mampu menyadari kerentanan yang dirinya hadapi akan tranmsisi HIV. Selain menyembunyikan perilaku berisiko yang dilakukan pada saat transmisi tejadi, suami Chia juga menyembunyikan informasi-informasi penting terkait kehidupannya sebelum menikah, termasuk pengalaman sebagai Penasun dan status HIV kakak laki-lakinya. Chia juga sering kali dikelabui agar memberikan banyak uang kepada suami tanpa diperbolehkan mengetahui alasan pengunaan yang sebenarnya. Selain penyembunyian informasi, Chia bahkan pernah menjadi korban pengabaian oleh suami. Sesaat setelah melahirkan anak keduanya, suami Chia langsung bergegas
pergi dari rumah sakit sehingga Chia terpaksa berjalan kaki pulang ke rumah dengan membawa bayi yang baru saja dilahirkan olehnya.
7. Saran dan Rekomendasi Dalam upaya mencegah transmisi HIV pasangan intim, intervensi yang dicanangkan harus mempertimbangkan peran dominasi dan hierarki sosial berbasis kelompok akan kerentanan pasangan berisiko. Maka guna menekan kerentanan seseorang akan transmisi HIV pasangan intim, berbagai daya yang mempertahankan dominasi dan hierarki sosial harus dihapuskan. Mengingat hierarki sosial berbasis kelompok tidak hanya diciptakan oleh individu, maka segala peraturan, prosedur, dan aksi institusi juga harus menjauhi segala bentuk diskriminasi sosial yang mampu mengakibatkan peningkatan kerentanan transmisi HIV pasangan intim. Langkah yang selanjutnya akan diambil juga harus mengakui peran kekerasan pasangan intim sebagai salah satu faktor utama yang meningkatkan risiko transmisi HIV pada perempuan menikah. Kekerasan diketahui menimbulkan rasa takut dan mengabaikan hak seksual dan reproduksi perempuan. Kekerasan pasangan intim merupakan salah satu contoh dari banyak wujud dominasi patriarkhi yang menindas kuasa perempuan sehingga semakin rentan akan transmisi HIV.
8. Daftar Acuan Ackermann, L., & de Klerk, G. (2000). Social Factors That Make South African
Kerentanan perempuan…, Sarah Ayu, FISIP UI, 2013
Women Vulnerable to HIV Infection. Health Care for Women International , 163-172.
Southern African Mine. Social Science and Medicine , 479-494.
Amaro, H. (1995). Love, Sex, and Power: Considering Women's Realities in HIV Prevention. American Psychologist , 437447.
Carbone-Lopez, K., Kruttschnitt, C., & Macmillan, R. (2006). Patterns of Intimate Partner Violence and Their Associations with Physical Health, Psychological Distress, and Substance Use. Public Health Reports , 382-392.
amfAR AIDS Research. (2005). Women, Sexual Violence and HIV. Dipetik Oktober 6, 2012, dari Proceedings of an amfAR Symposium, 3rd International AIDS Society Conference on HIV Pathogenesis and Treatment: http://www.amfar.org/binarydata/AMFAR_PUBLICATION/download_fi le/44.pdf Baron, R., & Byrne, D. (2005). Psikologi Sosial, Jilid 2, Edisi Kesepuluh. Jakarta: Penerbit Erlangga. Bass, L., & Richards, M. (2012). What is Associated with Married Women's Contraceptive Behavior in Ghana. Population Association of America (PPA) Annual Meeting (hal. 1-25). San Francisco: http://paa2012.princeton.edu/papers/121954. Bowleg, L., Lucas, K., & Tschann, J. (2004). "The Ball Was Always in His Court": An Exploratory Relationship, Sexual Scripts, Condom Use, and HIV Risk among African American Women. Psychology of Women Quarterly , 70-82.
Carrabine, E., Cox, P., Lee, M., Plummer, K., & South, N. (2009). Criminology: A Sociological Introduction (Second Edition). New York: Routledge. Center for Disease Control and Prevention. (2005). HIV Transmission among Black Women - North Caroline, 2004. Morbidity and Mortality Weekly Report. Centers for Disease Control and Prevention. (2013, Maret 8). HIV Among Women. Dipetik April 12, 2013, dari Department of Health and Human Services, Centers for Disease Control and Prevention: http://www.cdc.gov/hiv/topics/women/ Christie, D. (2012). The Encyclopedia of Peace Psychology. West Sussex: Blackwell Publishing Ltd. Colvin, M., Abdool Karim, S., & Wilkinson, D. (1995). Migration and AIDS. Lancet , 1302-1303a.
Britton, D. M. (2011). The Gender of Crime. Maryland: Rowman & Littlefield Publishers, Inc.
Creswell, J. W. (1994). Research Design: Qualitatve and Quantitative Approaches. London: SAGE Publications.
Campbell, C. (2000). Selling Sex in The Time of AIDS: The Psycho-Social Context of Condom Use by Sex Workers on A
DiStefano, P. M., & Hubach, M. R. (2011). Addressing the Intersections of Violence and HIV/AIDS: A Qualiative Study of
Kerentanan perempuan…, Sarah Ayu, FISIP UI, 2013
Service Providers. Violence and Victims, Volume 26, Number 1 , 33-52.
International Institute for Population Sciences.
Dtijen PP & PL Kemeterian Kesehatan Republik Indonesia. (2012). Laporan Situasi Perkembangan HIV&AIDS di Indonesia s.d. Maret 2012. Kementerian Kesehatan RI.
Jipguep, M.-C., Sanders-Philips, K., & Cotton, L. (2004). Another Look at HIV in African American Women: The Impact of Psychosocial and Contextual Factors. Journal of Black Psychology , 366-385.
El-Bassel, N., Gilbert, L., Rajah, V., Foleno, A., & Frye, V. (2000). Fear and Violence: Raising the HIV Stakes. AIDS Education and Prevention , 12 (2), 154-170. Gielen, A. C., Ghandour, R., Burke, J., Mahoney, P., McDonnell, K., & O'Campo, P. (2007). HIV/AIDS and Intimate Partner Violence: Intersecting Women's Health Issues in the United States. Trauma Violence Abuse , 178-198. Glick, P., & Fiske, S. (1996). The Ambivalent Sexism Inventory: Differentiating Hostile and Benevolent Sexism. Journal of Personality and Social Psychology , 491-512. Heise, L., Pitanguy, J., & Germain, A. (1994). Violence against Women: The Hidden Burden. Washington, D.C.: The World Bank.
Karmen, A. (2013). Crime Victims. Belmont: Wadsworth, Cengage Learning. Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat. (n.d.). Gawat! Ada 1,6 Juta Istri Rentan Tertular HIV/AIDS. Dipetik Oktober 18, 2012, dari Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat: http://www.menkokesra.go.id/content/gawat -ada-16-juta-istri-rentan-tertular-hivaids. Komisi Penanggulangan AIDS Nasional. (2010). Strategi dan Rencana Aksi Nasional Penanggulangan HIV dan AIDS tahun 2010-2014 (Lampiran Peraturan Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Selaku Ketua Komisi Penanggulangan AIDS Nasional Nomor 08/PER/MENKO/KESRA/I/2010). Jakarta: Komisi Penanggulangan AIDS Nasional.
Ikatan Perempuan Positif Indonesia. (2012). Pendokumentasian Kekerasan Terhadap Perempuan dengan HIV. IPPI.
Kurzban, R. (2001). Social Dominance: An Intergroup Theory of Social Hierarchy and Oppression by Jim Sidanius; Felicia Pratto. Political Psychology , 413-417.
International Council of AIDS Service Organization. (2007). Gender, Sexuality, Rights and HIV: An Overview for Community Sector Organizations. ICASO.
Ligouri, A. L., & Lamas, M. (2003). Commentary: Gender, Sexual Citizenship and HIV/AIDS. Culture, Health & Sexuality , 87-90.
International Institute for Population Sciences. (2007). National Family Health Survey (NFHS-3) 2005-06. Mumbai:
Maman, S., Campbell, J., Sweat, M., & Gielen, A. (2000). The intersections of HIV and Violence: Directions for Future
Kerentanan perempuan…, Sarah Ayu, FISIP UI, 2013
Research and Interventions. Social Science and Medicine , 459-478. Matshidze, K. P., Ritcher, L., Ellison, G., Levin, J., & McIntyre, J. (1998). Caesarean Section Rates in South Africa: evidence of bias. Ethn Health , 71-79. McCormick, N. B. (1994). Sexual Salvation: Affirming Women's Sexual Rights and Pleasures. Westport: Greenwood Publishing Group, Inc. Menghwar, D. (2009, Oktober 6). How about 'AIDS widow's struggle against pain and stigma'. Dipetik Mei 10, 2013, dari Modern Ghana: http://www.modernghana.com/blogs/242155 /31/how-about-aids-widows-struggleagainst-pain-and-st.html Miller, J. B. (1986). Toward a new psychology of women. Boston: Beacon Press. Miller, J. M. (2009). 21st Century Criminology: A Reference Handbook. California: SAGE Publications, Inc. Murniati, A. N. (2004). Getar Gender Buku Kedua (Perempuan Indonesia dalam Perspektif Agama, Budaya, dan Keluarga). Magelang: Yayasan IndonesiaTera. National AIDS Commission Republic of Indonesia. (2009). Republic of Indonesia Country Report on the Follow up to the Declaration of Commitment on HIV/AIDS (UNGASS) Reporting Period 2008-2009. National AIDS Commission Indonesia. Newmann, S., Sarin, P., Kumarasamy, N., Amalraj, E., Rogers, M., Madhivanan, P., et
al. (2000). Marriage, monogamy and HIV: a profile of HIV-infected women in South India. Chennai: International Journal of STD & AIDS. Nguyen, V., & Scannapieco, M. (2008). Drug Abuse in Vietnam: A Critical Review of the Literature and Implications for Future Research. Addiction , 535-543. Nyanzi, B., Nyanzi, S., Wolff, B., & Whitworth, J. (2005). Money, Men, and Markets: Economic and Sexual Empowerement of Market Women in Southwestern Uganda. Culture, Health & Sexuality , 13-26. Outwater, A., Abrahams, N., & Campbell, J. (2005, March). Women in South Africa: Intentional Violence and HIV/AIDS: Intersections and Prevention. Journal of Black Studies, Vol. 35, No. 4 , 135-154. Parish, W., Wang, T., Laumann, E., Pan, S., & Luo, Y. (2004). Intimate Partner Violence in China: National Prevalence, Risk Factors, and Associated Health Problems. International Family Planning Perspectives , 174-181. Parker, R. (2001). Sexuality, Culture, and Power in HIV/AIDS Research. Annual Review of Anthropology , 163-179. Pratto, F., & Angela, W. (2004). The Bases of Gendered Power. The Psychology of Gender , 242-268. Pratto, F., Sidanius, J., & Levin, S. (2006). Social Dominance Theory and The Dynamics of Intergroup Relations: Taking Stock and Looking Forward. European Review of Social Psychology , 271-320.
Kerentanan perempuan…, Sarah Ayu, FISIP UI, 2013
Ramah, R. (2013, Februari 11). Widowed HIV-positive women in Kibera fight cultural stigma. Dipetik Mei 10, 2013, dari SABAHI: Covering the Horn of Africa: http://sabahionline.com/en_GB/articles/hoa/ articles/features/2013/02/11/feature-02
Sanders-Philips, K. (2002). Faqctors Influencing HIV/AIDS in Women of Color. Public Health Reports Vol. 117, SUPPLEMENT 1. Drug Use, HIV/AIDS, and Health Outcomes Among Racial and Ethnic Populations , 151-156.
Reinharz, S. (1992). Feminist Methods in Social Research. Oxford: Oxford University Press.
Schneider, H. J. (2001). Victimological Developments in the World Duirng the Past Three Decades (I): A Study of Comparative Victimology. International Journal of Offender Therapy and Comparative Criminology , 449-468.
Republic of South Africa. (2001). How best can South Africa adress the horrific impact of HIV/AIDS on women and girls? Joint Monitoring Committee Report on the Improvement of the Quality of Life & Status of Woemn. Richards, M., & Bass, L. (t.thn.). Genderen Power and The Use of Contraception and Condoms Among Married Women in Ghana. United States of America: University of Oklahoma.
Sidanius, J., & Pratto, F. (1999). Social Dominance: An Intergroup Theory of Social Hierarchy and Oppression. Cambridge: Cambridge University Press. Sidanius, J., Pratto, F., van Laar, C., & Levin, S. (2004). Social Dominance Theory: Its Agenda and Method. Political Psychology , 845-880.
Rosenthal, L., & Levy, S. (2010). Understanding Women's Risk for HIV Infection Using Social Dominance Theory and the Four Bases of Gendered Power. Psychology of Women Quarterly , 21-35.
Silverman, J., Decker, M., Saggurti, N., Balaiah, D., & Raj, A. (2008). Intimate Partner Violence and HIV Infection Among Married Indian Women. JAMA , 300 (6), 703-710.
Rosenthal, L., Levy, S., & Earnshaw, V. (2012). Social Dominance Orientation Relates to Believing Men Should Dominate Sexually, Sexual Self-Efficacy, and Taking Free Female Condoms Among Undergraduate Women and Men. Sex Roles , 659-669.
Simpson, G. (1992). Jack-asses and Jackrollers: Rediscovering gender in understanding violence. Dipetik November 14, 2012, dari The Centre for the Study of Violence and Reconciliation: http://www.csvr.org.za/index.php?option=co m_content&view=article&id=1547%3Ajack -asses-and-jackrollers-rediscovering-genderin-understanding-violence&Itemid=2
Saggurti, N., Schensul, S., & Verma, R. (2009). Migration, Mobility, and Sexual Risk Behaviour in Mumbai, India. AIDS and Behavior .
Solomon, S., Subbaraman, R., Solomon, S., Srikrishnan, A., Johnson, S., Vasudevan, C., et al. (2009). Domestic Violence and Forced
Kerentanan perempuan…, Sarah Ayu, FISIP UI, 2013
Sex Among the Urban Poor in South India: Implications for HIV Prevention. Violence Against Women , 15 (7), 753-773.
Wilson, J. K. (2009). The Praeger Handbook of Victimology. Santa Barbara: ABC-CLIO, LLC.
Staveteig, S., & Wigton, A. (2000). Racial and Ethnic Disparities: Key Findings From the National Survey of America's Families. Washington, D.C: The Urban Institute.
Wood, K., & Jewkes, R. (1998). "Love is a Dangerous Thing": Micro-Dynamics of Violence in Sexual Relationships of Young People in Umtata. Pretoria: CERSAWomen's Health Medical Research Council.
UNAIDS, J. U. (2009). Hidup di Dunia dengan HIV: Informasi untuk Karyawan di Kalangan Sistem PBB dan Anggota Keluarganya. Jenewa: Joint United Nations Programme on HIV/AIDS (UNAIDS). UNAIDS, J. U. (2009). HIV Transmission in Intimate Partner Relationships in Asia. Geneva: Joint United Nations Programme on HIV/AIDS (UNAIDS). UNAIDS/WHO. (2003). AIDS Epidemic Update 2003. Geneva: UNAIDS. Van Lange, P. A., Kruglanski, A. W., & Higgins, E. T. (2012). Handbook of Theories of Social Psychology. London: SAGE Publications Ltd. Virley, M. (2013). Social Dominance Theory: The Explanation behind Social Hierarchy and Oppression? Sociological Imagination: Western's Undergraduate Sociology Student Journal , 1-20.
Wyatt, G., Myers, H., William, J., Kitchen, C. R., Loeb, T., Carmona, J. V., et al. (2002). Does a History of Trauma Contribute to HIV Risk for Women of Color? Implications for Prevention and Policy. American Journal of Public Health , 660-665. Yayasan Spiritia. (2012, Juni 9). Lembaran Informasi 500: Infeksi Oportunistik. Dipetik April 21, 2013, dari Yayasan Spiritia: http://spiritia.or.id/li/bacali.php?lino=500 Yodanis, C. L. (2004). Gender Inequality, Violence Against Women, and Fear: A Cross-National Test of the Feminist Theory of Violence Against Women. Journal of Interpersonal Violence , 19 (6), 655-675.
Weir, B., O'Brien, K., Bard, R., Casciato, C., Maher, J., Dent, C., et al. (2009). Reducing HIV and partner violence risk among women with criminal justice system involvement: A randomized controlled trial of two Motivational Interviewing-based interventions. AIDS Behav. , 1-21.
Kerentanan perempuan…, Sarah Ayu, FISIP UI, 2013