Seminar Nasional 2008 “Sistem Informasi sebagai Penggerak Pembangunan di Daerah” Yogyakarta, 27 November 2008
ISBN 9-793-688893-9
KERANGKA PEMECAHAN MASALAH INDUSTRI ABON TUNA SKALA RUMAH TANGGA DI GUNUNGKIDUL Oleh Prima Ditahardiyani dan Satriyo Krido Wahono UPT Balai Pengembangan Proses dan Teknologi Kimia LIPI Desa Gading, Kec. Playen, Gunungkidul, Yogyakarta Email :
[email protected]
Abstrak Di Indonesia, produksi olahan ikan sebagian besar dilakukan secara tradisional, mempunyai nilai mutu produk rendah dan untuk konsumen domestrik. Pada tulisan ini akan dibahas produk olahan ikan tradisional yaitu abon ikan tuna di Gunungkidul, permasalahan yang dihadapi oleh industri kecil tersebut dan rekomendasi untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi dengan menggunakan metode Analitycal Hierarchy Process (AHP) dan analisis SWOT. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masalah yang dihadapi adalah lemahnya jaminan mutu produk, kurangnya promosi, sarana produksi yang kurang memadai, teknik pengolahan yang kurang tepat, kontinyuitas ketersediaan bahan baku yang berkualitas dan kurangnya pengetahuan tentang standar keamanan pangan. Untuk mengatasi masalah tersebut, rekomendasi tindakan yang dapat dilakukan adalah pelaksanaan cara produksi pangan yang baik, jaminan mutu produk, peningkatan promosi dan pelatihan. Kata kunci : Abon Ikan Tuna, Analitycal Hierarchy Process, analisis SWOT
Abstracts Generally, traditional products in Indonesia are produced in traditional ways, have a low quality and intended mainly for the domestic markets. This paper will discuss about tuna fish abon as a traditional product from Gunungkidul, Yogyakarta. Analyzed problems that are faced by the producer and the recommendations to solve the problems using Analytical Hierarchy Process method and SWOT analysis. The results showed that the problems of tuna fish abon producer are the less reliable supply of good quality of raw materials, lack of the infrastructure, poor processing techniques, inadequate marketing, lack of product quality assurance and knowledge about food safety standards. To solve the problems, implementation of good manufacturing practices, improving marketing, training, and ensuring that the product meets food safety standards are strongly recommended to be done. Keywords: Analytical Hierarchy, Process tuna fish abon, SWOT Analysis
Pendahuluan Kekayaan sumberdaya laut Indonesia sangat berlimpah. Pada tahun 2006, total produksi perikanan 4,71 juta ton, 75 % (3,5 juta ton) diantaranya berasal dari tangkapan laut. Data statistik menunjukkan bahwa 49,99% pemanfaatan ikan laut adalah dalam bentuk produk tradisional (Husaeni, 2007). Menurut terminologi FAO (1989), olahan ikan tradisional adalah produk yang diolah secara sederhana dan biasanya dilakukan oleh industri rumah tangga. Produk tradisional dicirikan dengan pengolahan dengan tingkat sanitasi dan higiene yang rendah, menggunakan bahan mentah dengan tingkat mutu yang rendah, keamanan pangannya tidak terjamin dan teknologi yang digunakan secara turun temurun (Eong dan Min, 2002). Meskipun demikian data 20 tahun terakhir menunjukkan bahwa sebagian besar pemanfaatan ikan dilakukan secara tradisional. Gambaran tersebut menunjukkan
Bidang Agroindustri
AG31-1
Seminar Nasional 2008 “Sistem Informasi sebagai Penggerak Pembangunan di Daerah” Yogyakarta, 27 November 2008
ISBN 9-793-688893-9
bahwa pengolahan ikan secara tradisonal mempunyai peluang untuk dikembangkan dengan melakukan perbaikan-perbaikan agar produk yang dihasilkan memenuhi persyaratan mutu dan jaminan keamanan pangan. Salah satu produk olahan ikan tradisional di Indonesia adalah dalam bentuk abon. Pembuatan abon merupakan salah satu alternatif pengolahan ikan, untuk mengantisipasi melimpahnya produksi ataupun untuk penganekaragaman produk perikanan. Pengolahan abon merupakan pengeringan bahan
baku
yang
telah
ditambahkan
bumbu-bumbu
untuk
meningkatkan
cita
rasa
dan
memperpanjang masa simpan (Leksono dan Syahrul, 2001). Abon ikan yang telah dikembangkan di Gunungkidul berasal dari ikan tuna. Abon ikan tuna diproduksi pada skala industri rumah tangga. Selama ini industri abon ikan tuna diproduksi secara manual dengan teknologi yang sederhana dan pemasaran yang terbatas. Akibatnya industri ini belum berkembang secara optimal. Pengembangan suatu industri kecil merupakan interaksi kompleks dari berbagai faktor yang ada. Pengembangan Industri kecil yang efektif harus lebih luas daripada sekedar membuat daftar program-program dukungan finansial dan teknis yang berdiri sendiri tanpa adanya kaitan antara satu dengan yang lain (ADB, 2002). Menurut Berry et al. (2001), strategi dalam mengembangkan suatu industri kecil/rumah tangga akan lebih tepat mengenai sasaran jika disesuaikan dengan permasalahan yang dihadapi industri kecil tersebut. Oleh sebab itu perlu suatu identifikasi permasalahan yang dihadapi oleh industri kecil agar dapat ditentukan strategi pengembangan yang tepat bagi industri tersebut. Dalam masalah multi criteria decision making (MCDM) seperti di atas, salah satu metode yang dapat digunakan adalah analytical hierarchy process (AHP). Pendekatan analytical hierarchy process (AHP) dipilih sebagai metode dalam penelitian ini karena pendekatan ini menawarkan perspektif bahwa pengambil keputusan dapat menentukan faktor yang berpengaruh dalam pengambilan keputusan serta menentukan prioritasnya (Febransyah, 2006). Penelitian ini bertujuan untuk menentukan permasalahan yang dihadapi oleh industri abon ikan tuna skala rumah tangga dan rekomendasi yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan tersebut.
Metode Penelitian berlokasi di industri rumah tangga abon ikan tuna di Kabupaten Gunungkidul. Jenis data yang digunakan adalah data primer dan sekunder. Data diperoleh melalui observasi dan wawancara. Data primer meliputi permasalahan yang dihadapi oleh industri abon ikan tuna serta rekomendasi pemecahan masalah untuk mengembangkan industri tersebut, sedangkan data sekunder berupa perkembangan industri abon ikan tuna di Kabupaten Gunungkidul. Usaha abon ikan tuna dianalisis secara deskriptif dengan memperhatikan aspek kekuatan, kelemahan, kesempatan dan ancaman menggunakan analisis SWOT (Strength, Weakness, Opportunity, Threat). Setiap aspek ditentukan faktor-faktor yang berpengaruh dan diberi bobot dari 0 (tidak penting) sampai dengan 1. Bobot menunjukkan tingkat kepentingan terhadap pengembangan industri abon ikan tuna. Pada masing-masing faktor dihitung ratingnya dengan memberikan skala 1 (poor) sampai dengan 4 (outstanding) berdasarkan pengaruh faktor tersebut pada pengembangan
Bidang Agroindustri
AG31-2
Seminar Nasional 2008 “Sistem Informasi sebagai Penggerak Pembangunan di Daerah” Yogyakarta, 27 November 2008
ISBN 9-793-688893-9
industri abon ikan tuna (Putong, 2003). Hasil rating tertinggi menunjukkan faktor yang paling berpengaruh pada pengembangan industri (Bradford, Duncan, dan Tarcy, 2004). Data yang diperoleh dari observasi, wawancara dan hasil analisis SWOT digunakan sebagai dasar dalam penyusunan struktur hierarki pemecahan masalah industri abon tuna skala rumah tangga. Data tersebut kemudian ditabulasi dan dilanjutkan dengan perhitungan sesuai dengan prosedur Analytical Hierarchy Process yang dikembangkan oleh Saaty (1992). Perhitungan bobot faktor dan alternatif serta consistency ratio dilakukan dengan bantuan software expert choice. Data tersebut kemudian diuji signifikansi untuk mengetahui bobot prioritas berbeda nyata secara statistik atau tidak dengan menggunakan software SPSS. Untuk memilih rekomendasi yang tepat dalam pemecahan masalah maka dilakukan analisis sensitivitas (Teknomo, 1999). Analisis sensitivitas dilakukan terhadap pemilihan prioritas alternatif pemecahan masalah pada tiap-tiap faktor dengan cara trial and error pada masing-masing faktor.
Hasil dan Pembahasan Berdasarkan hasil diskusi dan observasi yang dilakukan, permasalahan yang dihadapi oleh industri abon ikan tuna di Gunungkidul meliputi ketersediaan bahan baku yang berkualitas, sarana produksi yang kurang memadai, teknik pengolahan yang kurang tepat, lemahnya jaminan mutu, kurangnya pengetahuan tentang standar keamanan pangan dan kurangnya pemasaran. Produk abon ikan tuna yang dihasilkan masih mempunyai mutu yang beragam dan keamanan pangannya belum terjamin. Hal ini mengakibatkan lemahnya jaminan mutu produk tersebut. Akibatnya abon ikan tuna kurang mampu dalam bersaing dalam pasar bebas. Memberi jaminan kepada konsumen terhadap produk yang aman dan sehat merupakan hal utama yang menjadi perhatian konsumen dalam rangka menyiasati maraknya peredaran produk perikanan yang kurang berkualitas dan mengandung bahan kimia berbahaya. Sarana produksi yang digunakan belum memadai. Peralatan untuk pengolahan masih sederhana, sebagian besar alat yang digunakan masih manual sehingga kapasitasnya kecil. Peralatan pembersihnya belum lengkap, area dapur dan ruangan penghubung belum selalu dalam keadaan bersih, pembersihan belum dilakukan secara teratur dan belum menjamin higienitas ruang produksi. Pengolahan produk belum sesuai dengan cara produksi pangan yang baik. Cara proses dan prosedur belum terstandarisasi dan masih menungkinkan terjadinya kontaminasi. Hal ini disebabkan pengetahuan pelaku usaha tentang standar keamanan pangan masih rendah. Untuk mengatasi masalah tersebut perlu dibangun kesadaran pelaku usaha abon ikan tuna guna memahami pentingnya pengetahuan mengenai keamanan pangan sehingga pada akhirnya akan meningkatkan posisi industri abon tersebut. Mutu bahan baku yang kurang baik juga merupakan masalah bagi industri abon ikan tuna. Sebanyak 85% produksi ikan tuna tangkap didominasi/dihasilkan oleh nelayan skala kecil dan pada umumnya kurang memenuhi standar bahan baku industri pengolahan. Akibatnya produk yang dihasilkan mempunyai mutu yang beragam. Permasalahan terakhir adalah permasalahan yang umum dialami oleh industri kecil dan rumah tangga yaitu pemasaran produk masih terbatas. Abon ikan tuna di masyarakat belum populer,
Bidang Agroindustri
AG31-3
Seminar Nasional 2008 “Sistem Informasi sebagai Penggerak Pembangunan di Daerah” Yogyakarta, 27 November 2008
ISBN 9-793-688893-9
hal ini disebabkan masih kurangnya intensitas promosi serta rendahnya partisipasi stakeholders dalam mengembangkan program promosi. Berdasarkan
permasalahan-permasalahan
tersebut kemudian
dirancang
rekomendasi
tindakan sehingga industri abon ikan tuna dapat berkembang. Rekomendasi tindakan diperoleh dengan melakukan analisis SWOT sehingga diketahui kekuatan dan kelemahan (faktor internal) serta peluang dan ancaman (faktor eksternal) dari usaha abon ikan tuna. Faktor internal yang berpengaruh pada industri abon tuna dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Komponen-komponen faktor internal industri abon ikan tuna No 1
Variabel Internal
Kekuatan (+) Bobot
Skala
Nilai
4
0,6
Aspek SDM a. Motivasi dalam berusaha
0,15
b. Tingkat pendidikan
0,05
3
0,15
d. Tingkat pengetahuan
0,15
4
0,6
e. Tingkat adospsi teknologi
0,075
4
0,3
0,1
4
0,4
a. Mekanisme kerja
0,035
3
0,105
b. Koordinasi
0,015
2
0,03
c. Pengolahan produk
0,15
4
0,6
d. Teknologi yang digunakan
0,1
4
0,4
e. Mutu produk
0,2
5
1
g. Sarana produksi
0,125
4
0,5
c. Tingkat ketrampilan
2
b. Mutu bahan baku c. Akses terhadap sumber daya atau bahan baku
4
0,15
4
0,6
Aspek SDA a. Ketersediaan bahan baku
3
Kelemahan (-) Bobot Skala Nilai
0,2
0,1
4
3
0,8
0,3
Aspek kelembagaan
Aspek usaha a. Pengelolaan
0,1
4
0,4
b. Reputasi oleh konsumen
0,05
3
0,15
h. Keanekaragaman produk
0,25
Jumlah
1
4
1 3,85
1
4,085
Peluang yang berpotensi untuk dikembangkan pada aspek sumber daya manusia berdasarkan hasil analisis SWOT adalah motivasi yang kuat untuk berusaha dan tingkat ketrampilan. Motivasi yang kuat
terlihat dari kesungguhan pelaku usaha dalam berusaha dan menyelesaikan
permasalahan. Sedangkan kelemahannya terletak pada tingkat adopsi teknologi, tingkat pendidikan dan tingkat pengetahuan pelaku usaha terutama mengenai cara produksi pangan yang baik. Faktor kekuatan dari aspek SDA adalah ketersediaan bahan baku yang cukup dan mudahnya akses untuk mendapatkan bahan baku. Kelemahan pada faktor ini terdapat pada mutu bahan baku
Bidang Agroindustri
AG31-4
Seminar Nasional 2008 “Sistem Informasi sebagai Penggerak Pembangunan di Daerah” Yogyakarta, 27 November 2008
ISBN 9-793-688893-9
yang belum seragam. Pada aspek kelembagaan, mekanisme kerja lembaga usaha belum baik. Koordinasi antar pelaku usaha dan instansi pendamping juga belum optimal. Pada aspek usaha terlihat bahwa kekuatan usaha abon ikan tuna adalah keanekaragaman hasil olahan yang memberikan keuntungan. Kekuatan lain yang mendukung usaha ini adalah cara pengelolaannya yang tidak rumit dan sudah ada reputasi dari konsumen. Faktor yang masih terlihat lemah sekali adalah mutu produk yang belum seragam, pengolahan dan teknologi yang digunakan serta sarana untuk produksi. Pada faktor eksternal, peluang dan ancaman pada usaha abon tuna dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Faktor eksternal industri abon ikan tuna No
Peluang ( + )
Variabel eksternal
Bobot 1
Bobot
Skala
Nilai
3
Nilai
a. Kebijakan pasar
0,2
4
0,8
b. Perijinan
0,15
3
0,45
0,25
3
0,75
d. Perubahan selera konsumen
0,15
3
0,45
e. Produk substitusi
0,25
4
1
Aspek kebijakan pemerintah :
c. Pendampingan 2
Skala
Ancaman ( - )
0,05
2
0,1
a. Lokasi
0,1
3
0,3
b. Akses pasar
0,15
3
0,45
0,25
4
1
Aspek geografis
Aspek sosial ekonomi dan budaya a. Pemasaran produk b. Persaingan c. Akses kredit
0,2
f. Daya serap pasar
0,25
Jumlah
1
4
5
0,8
1,25 3,9
1
3,45
Hasil perhitungan rating analisis SWOT menunjukkan peluang yang dapat dikembangkan dari faktor eksternal adalah daya serap pasar besar serta pemasaran yang masih dapat ditingkatkan. Akses kredit juga mudah sehingga merupakan peluang. Dari aspek geografis juga mendukung industri abon ikan tuna. Lokasi bahan baku maupun pasar mudah dijangkau. Sedangkan ancaman yang dihadapi adalah adanya produk substitusi, dan persaingan dengan industri lain yang sejenis. Berdasarkan data faktor-faktor internal dan eksternal didapatkan skor pembobotan sebagai berikut : faktor kekuatan = 3,85, faktor kelemahan = 4,085; faktor peluang = 3,9 dan faktor ancaman = 3,45. Penilaian hasil analisis faktor internal dan faktor eksternal kemudian digambarkan pada diagaram analisis SWOT pada Gambar 1.
Bidang Agroindustri
AG31-5
Seminar Nasional 2008 “Sistem Informasi sebagai Penggerak Pembangunan di Daerah” Yogyakarta, 27 November 2008
ISBN 9-793-688893-9
Peluang Strategi putar haluan -0,235; 0,45 IV
Strategi agresif I
Kelemahan
Kekuatan Strategi bertahan III
Strategi diversifikasi II
Ancaman
Gambar 1. Diagram analisis SWOT industri abon ikan tuna Hasil diagram analisis tersebut menunjukkan bahwa posisi pengusaha dalam pengembangan industri abon ikan tuna berada pada wilayah kuadran IV. Posisi ini merupakan situasi yang tidak begitu buruk, karena masih terbuka peluang untuk pengembangan walaupun masih terdapat kelemahan internal. Strategi yang harus dilakukan pada posisi ini adalah membuka peluang pasar seluas-luasnya. Kekuatan yang sudah ada harus dipertahankan, misalnya aspek sumber daya manusia dan sumber daya alam. Kelemahan yang ada perlu diperbaiki. Pada Tabel 3 dapat dilihat formulasi alternatif tindakan dalam pemecahan masalah industri abon tuna di Gunungkidul yang mengkombinasikan faktor-faktor kekuatan dan kelemahan (internal) dengan faktor-faktor peluang dan ancaman (eksternal). Tabel 3. Formulasi alternatif tindakan pemecahan Faktor Internal
Kekuatan (S) Motivasi berusaha Tingkat ketrampilan Ketersediaan bahan baku Akses terhadap bahan baku Keanekaragaman produk
Kelemahan (W)
Eksternal Peluang (O)
Strategi SO
Strategi WO
- Pemasaran - Daya serap pasar
- Motivasi yang kuat,tingkat ketrampilan yang cukup, bahan baku cukup, dan aneka produk yang bisa dihasilkan hendaknya menjadi modal dasar untuk memperluas akses pasar sampai ke luar kabupaten dengan cara meningkatkan promosi Strategi ST
- Kelemahan yang masih banyak dapat diatasi dengan akses kredit dan pelatihan sehingga dapat dilakukan cara produksi pangan yang baik agar dapat dihasilkan produk yang berkualitas sesuai dengan kebutuhan pasar
- Kekuatan yang ada (motivasi bahan baku dan keanekaragaman produk) harus ditingkatkan lagi agar bisa menarik pasar bebas dan mengurangi persaingan pasar yang tidak sehat.
- Untuk meningkatkan daya serap pasar dan mengatasi persaingan maka diperlukan jaminan mutu produk dan pelatihan untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan
Faktor
Ancaman (T) - Kebijakan pasar - Produk substitusi - Persaingan
Bidang Agroindustri
-
Mutu produk Pengolahan produk Sarana produksi Teknologi yang digunakan Tingkat pengetahuan
-
Strategi WT
AG31-6
Seminar Nasional 2008 “Sistem Informasi sebagai Penggerak Pembangunan di Daerah” Yogyakarta, 27 November 2008
ISBN 9-793-688893-9
Berdasarkan hasil analisis SWOT ditentukan bahwa rekomendasi pemecahan masalah yang dapat dilakukan untuk mengembangkan industri abon ikan tuna terdiri dari peningkatan promosi, penerapan cara produksi pangan yang baik, jaminan mutu produk dan pelatihan. Berdasarkan hasil obeservasi, wawancara dan analisis SWOT maka disusun struktur hierarki pemecahan masalah dalam pengembangan industri abon tuna skala rumah tangga, seperti pada Gambar 2.
Kerangka Pemecahan Masalah Industri Abon Tuna
Faktor
Ketersediaan bahan baku berkualitas
Sarana Produksi Kurang memadai
Lemahnya jaminan mutu produk
Peningkatan promosi
Alternatif
Teknik pengolahan kurang tepat
Cara Produksi Pangan yang baik
Pengetahuan Standar keamanan pangan rendah
Pemasaran kurang
Jaminan mutu produk
Pelatihan
Gambar 2 Struktur hierarki pemecahan masalah usaha abon tuna Dari struktur hierarki tersebut kemudian dilakukan perbandingan berpasangan antar faktor maupun alternatif untuk mendapatkan bobot prioritas dari masing-masing faktor dan alternatif sesuai dengan metode Analytical Hierarchy Porcess. Hasil bobot prioritas permasalahan yang dialami industri abon ikan tuna terdapat pada Gambar 3.
Gambar 3. Bobot prioritas masalah industri abon tuna
Bidang Agroindustri
AG31-7
Seminar Nasional 2008 “Sistem Informasi sebagai Penggerak Pembangunan di Daerah” Yogyakarta, 27 November 2008
ISBN 9-793-688893-9
Hasil perhitungan bobot prioritas faktor kemudian diuji signifikansi untuk mengetahui bobot prioritas berbeda secara nyata atau tidak secara statistik. Pada tabel 4 dapat dilihat bahwa lemahnya jaminan mutu produk mempunyai perbedaan prioritas yang signifikan dengan faktor lain. Tabel 4. Uji Signifikansi antar Faktor Perbandingan antar fakor HASIL Lemahnya jaminan mutu produk 0,046 * Pemasaran kurang Pengetahuan standar keamanan pangan rendah 0,004 ** 0,003 ** Sarana produksi kurang memadai 0,0017 ** Teknik pengolahan kurang tepat 0,0001 ** Ketersediaan bahan baku Pemasaran kurang Pengetahuan standar keamanan pangan rendah 0,42 0,34 Sarana produksi kurang memadai 0,27 Teknik pengolahan kurang tepat 0,014* Ketersediaan bahan baku Pengetahuan standar keamanan pangan rendah 0,73 Sarana produksi kurang memadai 0,663 Teknik pengolahan kurang tepat 0,01* Ketersediaan bahan baku Sarana produksi kurang memadai 0,781 Teknik pengolahan kurang tepat 0,009* Ketersediaan bahan baku Teknik pengolahan kurang tepat 0,145 Ketersediaan bahan baku Keterangan * signifikan untuk α<0,05; ** sangat signifikan untuk α<0,001 Hasil penelitian menunjukkan bahwa lemahnya jaminan mutu merupakan prioritas utama. Mutu dan jaminan mutu merupakan bagian dari kehidupan modern. Oleh karena itu, dalam persaingan global dewasa ini konsep mutu dan jaminan mutu harus diterapkan dalam pengembangan industri abon ikan tuna. Tanpa adanya jaminan mutu, produk abon ikan tuna tidak dapat bersaing atau bahkan ditinggalkan oleh masyarakat. Para pengolah hendaknya diajarkan untuk memahami prinsip dasar pengolahan yang benar, dan dibiasakan untuk melakukannya, sehingga sistem jaminan mutu produk dapat diterapkan. Hasil perhitungan bobot prioritas alternatif rekomendasi dalam mengembangkan industri abon ikan tuna terdapat pada Gambar 4.
Gambar 4. Bobot prioritas alternatif tindakan
Bidang Agroindustri
AG31-8
Seminar Nasional 2008 “Sistem Informasi sebagai Penggerak Pembangunan di Daerah” Yogyakarta, 27 November 2008
ISBN 9-793-688893-9
Uji beda alternatif rekomendasi kemudian dilakukan untuk melihat apakah perbedaan prioritas hasil perhitungan melalui prosedur AHP bila ditinjau secara statistik akan memberi hasil yang signifikan atau tidak. Hasil uji signifikansi alternatif rekomendasi terdapat pada Tabel 5. Tabel 5. Uji Signifikansi antar Faktor Perbandingan antar alternatif rekomendasi HASIL Cara produksi pangan yang baik 0,047 * Peningkatan promosi 0,04 * Jaminan mutu produk 0,001 ** Pelatihan Peningkatan promosi 0,74 Jaminan mutu produk 0,14 Pelatihan Jaminan mutu produk 0,195 Pelatihan Keterangan * signifikan untuk α<0,05; ** sangat signifikan untuk α<0,001 Pada Tabel 5 dapat dilihat bahwa cara produksi pangan yang baik merupakan alternatif rekomendasi yang mempunyai prioritas yang signifikan dibandingkan rekomendasi lainnya, sedangkan peningkatan promosi, jaminan mutu produk dan pelatihan tidak berbeda nyata yang berarti prioritas rekomendasi tersebut relatif sama. Cara Produksi Pangan yang Baik (CPPB) atau Good Manufacturing Practices (GMP) adalah suatu pedoman cara berproduksi makanan yang menjelaskan bagaimana memproduksi pangan agar bermutu, aman, dan layak dikonsumsi (BPOM, 2003). Untuk Skala Industri Rumah Tangga, Cara Produksi Pangan yang Baik untuk Industri Rumah Tangga (CPPB-IRT) telah ditetapkan oleh BPOM. Persyaratannya meliputi persyaratan produksi yang baik seperti persyaratan lokasi, bangunan, dan fasilitas peralatan produksi, pengendalian hama, higiene karyawan, pengendalian proses, dan pengawasan. Peningkatan promosi dapat dilakukan dengan memperluas jaringan pemasaran. Kemampuan pengusaha untuk memasarkan hasil produknya secara luas masih menjadi kendala dalam pengembangan usaha. Apabila ditelaah menurut aspek-aspek pemasaran, responden menyatakan adanya hambatan berturut-turut biaya pemasaran, aspek informasi pasar, harga jual, peluang pasar, dan persyaratan produk. Cakupan daerah pemasaran produk masih terbatas pada lokal antar propinsi, hanya sebagian kecil yang dipasarkan di luar propinsi. Untuk penentuan harga jual, pengusaha masih kesulitan. Mereka belum cukup mempunyai pengetahuan tentang penentuan harga pokok penjualan. Akibatnya kadang pengusaha mengalami kerugian. Peningkatan promosi melalui penyelengaraan pameran dan penerbitan katalog/booklet oleh Dinas Perindustrian, bantuan sarana/materi informasi (profil industri, majalah/buletin), pemanfaatan organisasi profesi, dan pembuatan jalur pemasaran. Jaminan mutu produk dilakukan dengan cara pengujian secara periodik serta penetapan standar mutu produk selain dengan pelaksanaan cara produksi pangan yang baik. Pelatihan dalam pengembangan industri abon ikan tuna dilakukan melalui pelatihan cara produksi pangan yang baik dan manajerial usaha untuk meningkatkan kemampuan pelaku usaha baik dari segi produksi maupun manajemen usaha.
Bidang Agroindustri
AG31-9
Seminar Nasional 2008 “Sistem Informasi sebagai Penggerak Pembangunan di Daerah” Yogyakarta, 27 November 2008
ISBN 9-793-688893-9
Analisis sensitivitas AHP kemudian dilakukan terhadap tiap faktor masalah dari setiap alternatif rekomendasi sehingga
dapat dilihat kecenderungan pengaruh tiap faktor terhadap
pergeseran prioritas alternatif rekomendasi pemecahan masalah. Analisis sensitivitas dilakukan dengan mengubah bobot nilai masing-masing faktor secara trial and error dengan bantuan software expert choice. Berdasarkan hasil analisis sensitivitas, diperoleh hasil bahwa prioritas rekomendasi untuk pemecahan masalah tidak berubah yaitu pelaksaan cara produksi pangan yang baik.
Kesimpulan Permasalahan yang dihadapi dalam mengembangkan usaha abon tuna di Gunungkidul terdiri dari lemahnya jaminan mutu produk, kurangnya promosi, sarana produksi yang kurang memadai, teknik pengolahan yang kurang tepat, kontinyuitas ketersediaan bahan baku yang berkualitas dan kurangnya pengetahuan tentang standar keamanan pangan. Prioritas rekomendasi untuk mengatasi permasalahan tersebut secara berurutan adalah pelaksanaan cara produksi pangan yang baik, jaminan mutu produk, peningkatan promosi dan pelatihan.
Daftar Pustaka Asian Development Bank (ADB). 2002. Praktek Terbaik dalam Menciptakan Suatu Lingkungan yang Kondusif bagi UKM. Asian Development Bank SME Development.Jakarta Berry, A., Rodriquez, H and Sandeem, H. 2001, Small and Medium Enterprises Indonesia. Bulletin of Indonesian Economis Studies 37: 32-41
Dynamics in
BPOM, 2003. Pedoman Cara Produksi Pangan yang Baik untuk Industri Rumah Tangga (CPPB-IRT). Balai Pengawas Obat dan Makanan. Jakarta Bradford, R.W., P.J. Duncan, and B. Tarcy. 2004. Simplified Strategic Planning: A No-Nonsense Guide for Busy People Who Want Result Fast! www.quickmba.com/strategy/swot/ Eong, Y.S d Mean, S.M. 2002. Issues Facing the Traditional Fish Products Industry in Southeast Asia. 9th JIRCAS International Symposium 2002 Value-Addition to Agricultural Products: 115–121 Food and Agriculture Organization. 1989. A field Guide to the Types of Inscects and Mites Infesting Cured Fish. www.fao.org/docrep/003/T0146E/T0146E00 Febransyah, A. 2006. Mengukur Kesuksesan Produk Pada Tahap Desain : Sebuah Pendekatan Fuzzy MCDM. Jurnal Teknik Industri Universitas Petra 10 (2): 122-130 Husaeni, M. 2007. Masalah dan Kebijakan Peningkatan produk perikanan untuk pemenuhan gizi masyarakat. Seminar Nasional Hari Pangan Sedunia Kamis, 21 November 2007 Leksono, T dan Syahrul. 2001. Studi mutu dan penerimaan konsumen terhadap abon ikan. Jurnal Natur Indonesia III (2): 178–184 Putong, I. 2003. Teknik Pemanfaatan Analisis SWOT tanpa Skala Industri. Jurnal Ekonomi dan Bisnis No 2 (8): 66-71 Saaty, L T. 1992. Pengambilan Keputusan Bagi Para Pemimpin. Jakarta. PPM Teknomo, K. 1999. Penggunaan AHP dalam Menganalisa Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pemilihan Moda ke Kampus. Jurnal Teknik Sipil Universitas Petra 1: 31-39
Bidang Agroindustri
AG31-10