KERANGKA ACUAN KERJA SARASEHAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN INDONESIA Jakarta, 4 Februari 2009 Tema: Perumahan dan Permukiman Indonesia: Masa Lalu, Kini dan Ke Depan
I.
LATAR BELAKANG
Sarasehan ini merupakan bagian dari rangkaian kegiatan kongres perumahan dan permukiman yang direncanakan akan diselenggarakan pada bulan April 2009 yang akan datang. Tema sarasehan perumahan dan permukiman ini adalah: Perumahan dan Permukiman Indonesia: Masa Lalu, Kini dan Ke Depan. Tema sarasehan ini diangkat setelah mencermati semakin besarnya tantangan pembangunan dalam pemenuhan kebutuhan perumahan dan permukiman. Perumahan dan permukiman merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang mempunyai peran yang strategis dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia. Dalam UUD 1945 pasal 28 huruf H, dinyatakan bahwa setiap orang berhak bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan yang baik dan sehat. Selanjutnya dalam UU Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Azasi Manusia pada pasal 40 dinyatakan bahwa setiap orang berhak untuk bertempat tinggal serta berkehidupan yang layak. Lebih lanjut dalam UU Nomor 4 Tahun 1992 Tentang Perumahan dan Permukiman dinyatakan bahwa setiap warga negara mempunyai hak untuk menempati dan/ atau menikmati dan/ atau memiliki rumah yang layak dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi, dan teratur. Pembangunan di sektor ini sesungguhnya merupakan salah satu mata rantai dari strategi pembangunan yang berkelanjutan yaitu dalam rangka pemenuhan kebutuhan hunian yang layak dan terjangkau bagi seluruh lapisan masyarakat (adequate shelter for all) sekaligus mewujudkan permukiman yang berkelanjutan (sustainable human settlements). Dalam konteks ini, maka pembangunan perumahan dan permukiman di samping harus memenuhi kriteria kelayakan rumah dan lingkungan permukiman yang sehat, aman, serasi dan teratur, juga harus memenuhi kriteria keterjangkauan sehingga dapat diakses oleh kemampuan daya beli seluruh lapisan masyarakat. Walaupun secara umum penyelenggaraan pembangunan perumahan dan permukiman di Indonesia telah mencoba memperhatikan berbagai rekomendasi kebijakan yang dihasilkan dari kesepakatan nasional seperti kongres maupun lokakarya nasional sebelumnya, namun faktanya masih banyak persoalan pelik yang masih dihadapi dalam pemenuhan kebutuhan rakyat terhadap rumah layak huni. Apalagi dengan semakin kuatnya fenomena arus migrasi desa-kota telah mendorong peningkatan jumlah
1
penduduk di kota-kota besar di Indonesia. Implikasinya antara lain adalah meningkatnya jumlah kebutuhan perumahan di daerah perkotaan. Sektor formal dan informal di perkotaan saling berbenturan dan berkompetisi dalam memperebutkan ruang kota yang terbatas. Pada gilirannya fenomena ini akan semakin mengurangi akses lahan untuk tempat tinggal bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Ketidaksiapan pemerintah kota untuk mengantisipasi fenomena urbanisasi ini telah memicu munculnya permukiman ilegal dan lingkungan permukiman kumuh yang biasanya ditandai dengan kualitas perumahan yang tidak layak huni dan minimnya layanan prasarana, sarana lingkungan permukimannya. Tidak hanya itu, yang lebih memprihatinkan adalah munculnya berbagai permasalahan sosial dan kesenjangan sosial dalam kehidupan bermasyarakat. Rumah sebagai private goods memang pada dasarnya menjadi tanggungjawab masyarakat sendiri. Walaupun pada kondisi tertentu pemerintah dapat membantunya melalui berbagai skim bantuan pembiayaan perumahan, misalnya melalui fasilitasi kredit pemilikan rumah atau penyediaan rumah sewa. Sementara itu, sebuah perumahan pada dasarnya bukan hanya kumpulan rumah-rumah, namun merupakan lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan sistem prasarana dan sarana lingkungan permukiman. Sistem prasarana dan sarana lingkungan permukiman pada hakikatnya merupakan public goods dan pada dasarnya menjadi kewajiban pemerintah untuk menyelenggarakannya. Faktanya, masih banyak satuan lingkungan permukiman yang belum didukung oleh keberadaan sistem prasarana dan sarana lingkungan permukiman. Dampaknya adalah munculnya berbagai kawasan perumahan dan permukiman yang kurang layak huni. Nampaknya perlu diurai siapa sebetulnya yang harus bertanggungjawab untuk memecahkan persoalan yang tidak kunjung usai ini, dan mengapa persoalan itu selalu muncul. Sebetulnya, apakah masyarakat telah memenuhi kewajibannya dalam memenuhi kebutuhannya akan rumah tersebut. Apakah pemerintah selaku penanggungjawab sektor publik telah pula menunaikan kewajibannya dalam memenuhi penyediaan prasarana dan sarana lingkungan permukiman, dan penataan ruang yang memungkinkan rumah-rumah tersebut membentuk tempat tinggal atau lingkungan permukiman yang layak huni, termasuk penyediaan akses pertanahan? Persoalan menjadi semakin kompleks ketika tata kelola pembangunan yang sentralistis di masa lalu telah berubah pada saat ini menjadi terdesentralisasi yang didorong oleh otonomi daerah. Demikian pula politik pembangunan yang telah bergeser dari yang semula didominasi oleh pemerintah kini telah didominasi dunia usaha dan masyarakat. Otonomi daerah telah menjadi sebuah keniscayaan. Demikian pula peran dunia usaha dan masyarakat dalam mendominasi pembangunan. Persoalannya adalah sejauh mana otonomi daerah mampu meningkatkan peran dan kapasitas pemerintah daerah dalam mengelola sumber daya pembangunan perumahan dan permukiman termasuk aspek
2
pengembangan perekonomian daerah yang mempunyai relasi yang sangat kuat terhadap kinerja pembangunan perumahan dan permukiman, termasuk sejauh mana para pemangku kepentingan terkait di daerah bersedia mendukungnya. Sementara itu beberapa pihak menilai bahwa penyelenggaraan pembangunan perumahan dan permukiman di Indonesia belum memiliki filosofi yang kokoh. Wakil Presiden Republik Indonesia Pertama, Drs. Mohammad Hatta, dalam acara pembukaan Kongres Perumahan Rakyat Pertama di Bandung pada Tahun 1950 telah memberikan dorongan yang besar dan terukur kepada seluruh pemangku kepentingan yang menghadiri, seperti tercermin dalam sepotong kutipan sambutan beliau “…memang tjita-tjita itu tidak akan tertjapai dalam setahun dua tahun, tidak akan terselenggara semuanja dalam 10 atau 20 tahun. Tetapi dalam 40 tahun atau setengah abad pasti dapat ditjapai, apabila kita sungguh-sungguh mau dan berusaha dengan penuh kepertjajaan …. Sebab itu, tidak mustahil apabila kita mau mengamalkan dan mengerdjakan sungguh-sungguh.” Menurut beberapa catatan disebutkan pula bahwa hal fundamental yang disepakati dalam kongres perumahan rakyat tersebut antara lain adalah bahwa Negara (harus) ikut campur dalam masalah perumahan rakyat. Hal ini terutama dikaitkan dengan tingkat kesehatan masyarakat pada saat itu. Negara tidak lagi hanya mengurus perumahan pegawai pemerintah dan tidak hanya menyerahkan pada mekanisme pasar saja, tetapi mengurus perumahan bagi rakyat secara keseluruhannya. Potret yang menggambarkan semangat, motivasi dan kebulatan para pendahulu tersebut terasa sangat visioner. Mereka telah berupaya sekuat tenaga dan pikiran untuk merumuskan berbagai rekomendasi strategis dengan menerawang jauh ke depan guna mewujudkan suatu sistem penyelenggaraan perumahan di Indonesia. Kini rumusan tersebut telah berjalan dengan segala dinamikanya selama setengah abad lebih, tepatnya 58 tahun. Kurun waktu setengah abad perjalanan tersebut merupakan ukuran yang tidak berlebihan untuk mengevaluasi seberapa jauh upaya-upaya tersebut telah berjalan dan terwujud. Beberapa agenda pun telah dilakukan dalam kurun waktu setengah abad tersebut seperti lokakarya tahun 1972, 1992, 2002, namun cita-cita bersama tersebut belum kunjung sepenuhnya terwujud hingga kini. Seiring dengan perubahan lingkungan stratejik dalam pembangunan perumahan dan permukiman di Indonesia, maka para pemangku kepentingan yang terlibat merasa perlu untuk menata kembali falsafah dan tata kelola penyelenggaraan perumahan dan permukiman di Indonesia dengan merencanakan kongres perumahan dan permukiman yang akan diselenggarakan pada bulan April 2009. Rangkaian kegiatan kongres diharapkan mampu menjawab pertanyaan dasar ‘apakah kita kurang bersungguh-sungguh, apakah kita kurang penuh kepercayaan, atau keduanya?’, apabila memang kita merasa belum berhasil. Atau sebaliknya harus mampu menjawab pertanyaan ‘pembelajaran apa yang bisa kita
3
petik untuk meneruskan perjuangan ke depan’, apabila kita dalam beberapa hal telah merasa mencapai keberhasilan. Rangkaian kegiatan persiapan kongres yang akan dilaksanakan sebelum penyelenggaraan kongres mencakup pertama, sarasehan yang akan mengevaluasi seberapa jauh hasil kongres pertama telah dilaksanakan dan sekaligus mencoba mengidentifikasi tantangan dan peluang stratejik. Kedua, serial diskusi yang akan memperbincangkan usulan solusi dari setiap masalah yang dirumuskan dalam sarasehan serta membahas rekomendasi utama yang akan digulirkan dalam kongres sebagai puncak kegiatan. Untuk itu sarasehan yang melibatkan para pelaku, baik unsur pemerintah di pusat maupun daerah, dunia usaha, dan masyarakat ini diharapkan mampu secara bersama-sama mengevaluasi tindak lanjut dari berbagai rekomendasi hasil kongres perumahan rakyat pertama pada 58 tahun silam maupun lokakarya nasional yang telah dilaksanakan, sekaligus menemukenali tantangan dan peluang sesuai dengan lingkungan stratejik yang ada pada saat ini dan ke depan. II.
MAKSUD DAN TUJUAN SARASEHAN
Maksud dari penyelenggaraan sarasehan perumahan dan permukiman ini adalah mengevaluasi pelaksanaan berbagai rekomendasi yang dihasilkan dari kongres tahun 1950 dan lokakarya nasional yang telah dilaksanakan hingga tahun 2002 sekaligus mengidentifikasi tantangan dan peluang pembangunan perumahan dan permukiman ke depan sesuai dengan dinamika perubahan lingkungan stratejik. Sedangkan tujuan dari penyelenggaraan sarasehan perumahan dan permukiman ini adalah merumuskan isu dan permasalahan permasalahan strategis serta tantangan dan peluangnya dalam mendukung keberhasilan pembangunan perumahan dan permukiman di Indonesia di masa yang akan datang. III.
SASARAN YANG DIHARAPKAN
Sasaran utama yang diharapkan dapat dihasilkan dari sarasehan ini adalah ditemukenalinya hal-hal sebagai berikut: A. Sesi 1 (Pembicara I): Evaluasi pembangunan perumahan dan permukiman di Indonesia di masa lalu, saat ini, dan tantangan serta peluangnya di masa depan, untuk menemukenali hal-hal sebagai berikut: 1. Faktor-faktor pendukung dan penghambat dalam melaksanakan keputusan kongres dan lokakarya-lokakarya terdahulu. 2. Faktor-faktor pendukung dan penghambat yang terkait dengan pembangunan perumahan dan permukiman pada masa depan. 3. Peran pemerintah dalam mengurus perumahan rakyat sesuai dengan dinamika lingkungan stratejik.
4
B. Sesi 2 (Pembicara II): Tinjauan dari perspektif perekenomian terhadap pembangunan perumahan dan permukiman di Indonesia di masa lalu, saat ini, dan tantangan serta peluangnya di masa depan, untuk menemukenali hal-hal sebagai berikut: 1. Faktor-faktor pendukung dan penghambat dalam pengembangan perekonomian daerah dan keterkaitannya dengan pembangunan perumahan dan permukiman di daerah. 2. Tantangan dan peluang strategis, baik dari sisi permintaan maupun penawaran pada masa depan yang terkait dengan pembangunan perumahan dan permukiman pada masa depan. 3. Berbagai terobosan ke depan untuk meningkatkan kinerja baik dari sisi permintaan maupun penawaran yang terkait dengan pembangunan perumahan dan permukiman pada masa depan. C. Sesi 3 (Pembicara III): Tinjauan dari perspektif pemerintahan dan otonomi daerah terhadap pembangunan perumahan dan permukiman di Indonesia di masa lalu, saat ini, dan tantangan serta peluangnya di masa depan, untuk menemukenali hal-hal sebagai berikut: 1. Faktor-faktor pendukung dan penghambat dalam melaksanakan PP 38/2007 dan PP 41/2007 terkait bidang perumahan dan permukiman. 2. Faktor-faktor tantangan otonomi daerah bidang perumahan dan permukiman. 3. Berbagai terobosan perkuatan kapasitas daerah ke depan untuk meningkatkan kinerja pemerintah daerah dalam pembangunan perumahan dan permukiman pada masa depan. Sasaran dari setiap topik bahasan tersebut diharapkan dapat dibahas dari sudut pandang pembicara dalam melihat dinamika lingkungan strategis nasional dan dunia yang mempengaruhi kebijakan pembangunan perumahan dan permukiman di Indonesia. IV.
KELUARAN YANG DIHARAPKAN
Keluaran yang diharapkan dari pembahasan dalam topik ini adalah rumusan isu dan permasalahan serta tantangan dan peluangnya yang akan menjadi bahan bahasan dalam diskusi seri yang akan diselenggarakan setelah sarasehan ini. Selanjutnya, diharapkan dari diskusi seri yang akan diselenggarakan kemudian tersebut dapat diidentifikasi masukan kebijakan nasional yang akan disepakati lebih lanjut dalam acara kongres yang akan diselenggarakan pada bulan April yang akan datang.
5
V.
RUANG LINGKUP PEMBAHASAN
Pembicara dan peserta diskusi diharapkan dapat memberikan dan mengupas gambaran keadaan dan pencapaian atas rekomendasi kongres nasional perumahan rakyat pertama yang diikuti oleh lokakarya-lokakarya nasional berikutnya serta perkiraan-perkiraan yang relatif terukur tentang kondisi stratejik terkait dengan bidang perumahan dan permukiman. Di samping Pembicara Utama (Pembicara I), dalam sarasehan ini juga akan ditampilkan dua pembicara lainnya yang akan memberikan bahasan atas makalah utama dari perspektif perekonomian (Pembicara II) dan dari perspektif pemerintahan dan otonomi daerah (Pembicara III). Selanjutnya ruang lingkup bahasan dalam setiap sesi (Pembicara) setidak-tidaknya akan membahas beberapa hal berikut: A. Sesi 1 (Pembicara I): Evaluasi pembangunan perumahan dan permukiman di Indonesia di masa lalu, saat ini, dan tantangan serta peluangnya di masa depan, untuk menemukenali hal-hal sebagai berikut: 1. Evaluasi terhadap kinerja bidang perumahan dan permukiman dengan melihat lingkungan stratejik sejak kongres nasional perumahan rakyat pertama hingga saat kini. 2. Faktor yang mendukung dan menghambat perkembangan kinerja bidang perumahan dan permukiman. 3. Peran pemerintah baik pusat maupun daerah dalam pembangunan dan dalam keterlibatannya mengurus perumahan rakyat, baik pada masa silam maupun ke depan. 4. Peran perumahan dan permukiman dalam meningkatkan Human Development Index / HDI serta memajukan kesejahteraan umum. 5. Perkiraan-perkiraan yang terukur atas kondisi lingkungan stratejik ke depan, dengan kurun waktu hingga akhir PJP tahun 2025, terkait dengan bidang perumahan dan permukiman. 6. Arah kebijakan yang harus ditempuh di masa depan, dengan mempertimbangkan prakiraan kondisi masa depan serta mengacu pengalaman pada masa silam. B. Sesi 2 (Pembicara II): Tinjauan dari perspektif perekenomian terhadap pembangunan perumahan dan permukiman di Indonesia dalam konteks tantangan dan peluangnya, untuk menemukenali hal-hal sebagai berikut: 1. Evaluasi terhadap kinerja bidang perumahan dan permukiman dengan melihat lingkungan stratejik sejak kongres nasional perumahan rakyat pertama pada saat ini, khususnya dari sudut pandang perekonomian. 2. Perkiraan-perkiraan yang terukur atas kondisi lingkungan stratejik ke depan, dengan kurun waktu hingga akhir PJP tahun 2025, terkait
6
dengan bidang perumahan dan permukiman, khususnya dari sudut pandang perekonomian, baik secara nasional maupun global. 3. Peran pemerintah baik di pusat maupun daerah dalam pembangunan dan dalam keikutsertaannya mengurus perumahan rakyat. 4. Peran perumahan dan permukiman dalam meningkatkan Human Development Index / HDI serta memajukan kesejahteraan umum dari perspektif perekonomian. 5. Prakiraan arah kebijakan dan terobosan yang harus ditempuh di masa depan, dengan mempertimbangkan prakiraan kondisi perekonomian masa depan serta mengacu pengalaman sebelumnya. C. Sesi 3 (Pembicara III): Tinjauan dari perspektif pemerintahan dan otonomi daerah terhadap pembangunan perumahan dan permukiman di Indonesia dalam konteks tantangan dan peluangnya, untuk menemukenali hal-hal sebagai berikut: 1. Evaluasi terhadap kinerja bidang perumahan dan permukiman dengan melihat lingkungan stratejik sejak kongres nasional perumahan rakyat pertama hingga kini, khususnya dari sudut pandang kelembagaan pemerintahan. 2. Faktor yang mendukung dan menghambat perkembangan kinerja bidang perumahan dan permukiman, khususnya dari sudut pandang kelembagaan pemerintahan. 3. Peran pemerintah baik pusat maupun daerah dalam mengurus perumahan rakyat. 4. Peran perumahan dan permukiman dalam meningkatkan Human Development Index (HDI) serta memajukan kesejahteraan umum dari perspektif otonomi daerah. 5. Prakiraan arah kebijakan dan terobosan yang harus dilakukan terkait dengan bidang perumahan dan permukiman, khususnya dari sudut pandang kelembagaan pemerintahan, dengan mempertimbangkan prakiraan kondisi masa depan serta mengacu pengalaman sebelumnya. VI.
WAKTU DAN TEMPAT PELAKSANAAN
Pelaksanaan acara sarasehan dijadwalkan pada Rabu, 4 Februari 2009, mulai pukul 09.30 hingga 13.30 WIB di Jakarta. Agenda acara, Undangan Sarasehan dan tempat acara dilaksanakan akan dikirimkan melalui undangan.
7
VII. PESERTA Peserta yang dundang untuk hadir dalam sarasehan ini sekitar 150 hingga 200 orang yang berasal dari lingkungan instansi pemerintah baik pusat dan daerah; dunia usaha yang terkait dengan bidang perumahan dan permukiman; dan masyarakat termasuk lembaga swadaya masyarakat, asosiasi profesi, perguruan tinggi dan dan para pemerhati bidang perumahan dan permukiman lainnya. VIII. SEKRETARIAT PENYELENGGARA Untuk informasi dan keterangan lebih lanjut, dapat menghubungi sekretariat panitia penyelenggara sarasehan perumahan dan permukiman, dengan alamat: Biro Prencanaan dan Anggaran Sekretariat Kementerian Negara Perumahan Rakyat Jl. Raden Patah I/1, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan Telp./ Fax.: 021 – 7279.6124 Kontak: Agnes – 0813.2157.5387 Ika – 0813.2025.1667 Erwin – 0813.1030.6229 Email:
[email protected] Jakarta, Januari 2009 Sekretariat Kementerian Negara Perumahan Rakyat
8