KERAGAMAN DNA MIKROSATELIT LOKUS ILSTS073, ILSTS030 DAN HEL013 PADA SAPI KATINGAN DI KALIMANTAN TENGAH
SKRIPSI RAHMAH MUTHMAINNAH
DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011 i
RINGKASAN RAHMAH MUTHMAINNAH. D14070235. 2011. Keragaman DNA Mikrosatelit Lokus ILSTS073, ILSTS030 dan HEL013 pada Sapi Katingan di Kalimantan Tengah. Skripsi. Mayor Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama : Prof. Dr. Ir. Ronny Rachman Noor, M. Rur. Sc. Pembimbing Anggota : Dr. Jakaria, S.Pt. M.Si. Sapi Katingan adalah salah satu plasma nutfah ternak di Kabupaten Katingan, Kalimantan Tengah dan dipelihara oleh masyarakat di sepanjang aliran sungai Katingan. Penelitian ini perlu dilakukan karena adanya keterbatasan informasi genetik, khususnya pada tingkat molekuler (DNA mikrosatelit). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keragaman DNA mikrosatelit lokus ILSTS073, ILSTS030 dan HEL013 pada sapi Katingan di Kalimantan Tengah. Sampel darah diambil dari 70 ekor sapi Katingan yang berasal dari tiga populasi, yaitu populasi Buntut Bali, Pendahara dan Tumbang Lahang masingmasing 26 ekor, 13 ekor dan 31 ekor. Amplifikasi DNA mikrosatelit dilakukan dengan teknik Polymerase Chain Reaction (PCR) kemudian dielektroforesis menggunakan gel poliakrilamid 6% dan dilanjutkan dengan pewarnaan perak. Data yang diperoleh dianalisis berdasarkan frekuensi alel, frekuensi genotipe, derajat heterozigositas dan pohon genetik. Hasil amplifikasi lokus ILSTS073 menghasilkan 13 macam alel yaitu alel A, B, C, D, E, F, G, H, I, J, K, M dan N. Frekuensi alel tertinggi yaitu alel E (0,5208) pada populasi Pendahara dan terendah yaitu alel C dan N pada populasi Tumbang Lahang. Frekuensi genotipe tertinggi adalah genotipe EE (0,3333) pada populasi Pendahara dan Tumbang Lahang dan terendah yaitu genotipe CD, DD, DE, EE FH, HH, EK, FK dan HN (0,0333) pada populasi Tumbang Lahang. Lokus ILSTS030 menghasilkan 10 macam alel yaitu alel A, B, C, D, E, F, G, H, I dan J. Frekuensi alel tertinggi adalah alel E (0,5167) pada populasi Tumbang Lahang dan terendah adalah alel C dan N (0,0167) pada populasi Tumbang Lahang. Frekuensi genotipe tertinggi adalah genotipe GG (0,3000) pada populasi Tumbang Lahang dan terendah yaitu genotipe AB, CC, BD, BF, AG, DG dan IJ (0,0333) pada populasi Tumbang Lahang. Lokus HEL013 menghasilkan 12 macam alel yaitu alel B, C, D, E, F, G, H, I, L, N, O dan P. Frekuensi alel tertinggi adalah alel F (0,4615) pada populasi Buntut Bali dan terendah adalah alel I dan L (0,0167) pada populasi Tumbang Lahang. Frekuensi genotipe tertinggi adalah genotipe FN (0,7000) pada populasi Tumbang Lahang dan terendah yaitu genotipe EE, GI, EL dan GN (0,0333) pada populasi Tumbang Lahang. Nilai heterozigositas tertinggi diperoleh pada populasi Tumbang Lahang Lokus HEL013 yaitu sebesar ĥ=0,9667, sedangkan yang terendah terdapat pada populasi Buntut Bali Lokus ILSTS030 sebesar ĥ=0,1538. Rataan Heterozigositas (Ĥ) untuk lokus ILSTS073, ILSTS030 dan HEL013 , masing-masing sebesar 0,5601, 0,2824 dan 0,9073. Kata-kata kunci : Sapi Katingan, DNA mikrosatelit, keragaman genetik
i
ABSTRACT
The Polymorphism of ILSTS073, ILSTS030, and HEL013 Microsatellite DNA Loci on Katingan Cattle in Central Kalimantan Muthmainnah, R., R. R. Noor, and Jakaria The aim of this research was to identify the polymorphisms of ILSTS070, ILSTS030 and HEL013 microsatellite DNA loci of Katingan cattle at Central Kalimantan. Blood samples were taken from 70 Katingan cattle which originated from three different populations, 13 blood samples were from Buntut Bali population, 26 blood samples were from Pendahara population and 31 blood samples were collected from Tumbang Lahang population. The amplification of microsatellite DNA marker was done by PCR (Polymerase Chain Reaction) and PCR product were then electrophoresed using 6% polyacrilamide gel followed by silver staining. The data were analyzed to get allele frequency, genotype frequency, heterozygosity value and genetic tree. The result showed that all microsatellite DNA loci were polymorphic. ILSTS073 locus had 13 alleles with the highest allele frequency was found in Pendahara population with allele E (0.5028) and the lowest allele frequency was found in Tumbang Lahang population with allele C and N (0.0167). ILSTS030 locus had 10 alleles with the highest allele frequency was found in Tumbang Lahang population with allele E (0.5167) and the lowest allele frequency was found in Tumbang Lahang population with allele C and N (0.0167). HEL013 locus had 12 alleles with the highest allele frequency was found in Buntut Bali population with allele F (0.4615) and the lowest allele frequency was found in Tumbang Lahang population with allele I and L (0.0167). The highest heterozygosity value was found in Tumbang Lahang population of HEL013 locus (ĥ=0.9667) and the lowest heterozygosity value was found in Buntut Bali population of ILSTS030 locus (ĥ=0.1538). The average heterozygosity (Ĥ) from ILSTS073, ILSTS030 and HEL013 locus were 0.5601, 0.2824 and 0.9073. Keywords: Katingan cattle, microsatellite DNA, genetic diversity
ii
KERAGAMAN DNA MIKROSATELIT LOKUS ILSTS073, ILSTS030 DAN HEL013 PADA SAPI KATINGAN DI KALIMANTAN TENGAH
RAHMAH MUTHMAINNAH D14070235
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
iii
Judul
: Keragaman DNA Mikrosatelit Lokus ILSTS073, ILSTS030 dan HEL013 pada Sapi Katingan di Kalimantan Tengah
Nama
: Rahmah Muthmainnah
NIM
: D14070235
Menyetujui,
Pembimbing Utama,
Pembimbing Anggota,
(Prof. Dr. Ir. Ronny R. Noor, M.Rur.Sc.) NIP: 19610210 198603 1 003
(Dr. Jakaria, S.Pt. M.Si.) NIP: 19660105 199303 1 001
Mengetahui: Ketua Departemen, Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan
(Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc.) NIP: 1951212 198603 1 004
Tanggal Ujian: 16 September 2011
Tanggal Lulus:
iv
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 21 Agustus 1989 di Cipinang, Jakarta Timur. Penulis adalah anak kedua dari delapan bersaudara dari pasangan Bapak Purboyanto D. N. dan Ibu Suryanti. Penulis mengawali pendidikan dasar pada tahun 1995 di SD Negeri 7 Prabumulih Barat, Sumatera Selatan. Pendidikan lanjutan tingkat pertama dimulai pada tahun 2001 diselesaikan pada tahun 2004 di SLTP N 2 Prabumulih Timur, Sumatera Selatan. Penulis melanjutkan di SMA N 1 Prabumulih Barat, Sumatera Selatan pada tahun 2004 dan diselesaikan pada tahun 2007. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2007 melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) dan diterima di Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan (IPTP), Fakultas Peternakan Institut pada tahun 2008. Selama mengikuti pendidikan, penulis aktif di Lembaga Dakwah Kampus Al Hurriyyah IPB periode 2007-2009, Organisasi Mahasiswa Daerah Sumatera Selatan (IKAMUSI) IPB periode 2007-2009, dan Lembaga Dakwah Fakultas Peternakan (FAMM AL AN’AAM) periode 2008-2010. Penulis berkesempatan menjadi penerima beasiswa reguler KSE (Karya Salemba Empat) pada tahun 2010/2011.
vii
KATA PENGANTAR Puji syukur senantiasa dipersembahkan kehadirat Allah SWT yang selalu memberikan rahmat dan hidayahnya kepada penulis sehingga penelitian dan penulisan skripsi ini dapat terselesaikan. Skripsi yang berjudul “Identifikasi Keragaman DNA Mikrosatelit Lokus ILSTS073, ILSTS030 dan HEL013 pada Sapi Katingan di Kalimantan Tengah” ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Sapi Katingan merupakan salah satu jenis sapi yang terdapat di Kalimantan Tengah. Sapi ini berpotensi untuk dikembangkan sebagai sapi potong. Sapi ini dipelihara oleh suku Dayak secara ekstensif di sepanjang sungai Katingan. Keberadaan sapi ini sudah puluhan tahun dan sudah beradaptasi dengan lingkungan. Peningkatan produktivitas dapat dilakukan dengan pemanfaatan beberapa teknologi, yaitu teknologi reproduksi dan teknologi DNA. Salah satu teknologi DNA yang digunakan untuk
mengidentifikasi
keragaman DNA adalah penciri
DNA
mikrosatelit. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keragaman DNA mikrosatelit lokus ILSTS073, ILSTS030 dan HEL013 pada sapi Katingan di Kalimantan Tengah.
Bogor, September 2011
Penulis
viii
DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN ..............................................................................................
i
ABSTRACT .................................................................................................
ii
LEMBAR PERNYATAAN .........................................................................
iii
LEMBAR PENGESAHAN .........................................................................
iv
RIWAYAT HIDUP .....................................................................................
v
KATA PENGANTAR .................................................................................
vi
DAFTAR ISI ................................................................................................
vii
DAFTAR TABEL ........................................................................................
ix
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................
x
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................
xi
PENDAHULUAN .......................................................................................
1
Latar Belakang ................................................................................. Tujuan ..............................................................................................
1 2
TINJAUAN PUSTAKA ..............................................................................
3
Sapi Lokal Kalimantan Tengah ....................................................... Keragaman Genetik ......................................................................... DNA Mikrosatelit ............................................................................
3 6 6
METODE .....................................................................................................
8
Lokasi dan waktu ............................................................................. Materi ...............................................................................................
9 9
Sampel Darah Sapi Katingan ............................................... Ekstraksi DNA ..................................................................... Amplifikasi DNA ................................................................. Polyacrilamide Gel Elektroforesis (PAGE) ........................ Silver Staining (Pewarnaan Perak) ...................................... Alat-alat ...............................................................................
9 10 10 10 10 10
Prosedur ...........................................................................................
10
Pengambilan Sampel Darah Sapi Katingan .......................... Isolasi dan Ekstraksi DNA ................................................... Amplifikasi DNA Mikrosatelit ............................................. Deteksi Alel DNA Mikrosatelit ............................................
10 10 11 11
Analisis Data ....................................................................................
13
Frekuensi Alel ...................................................................... Frekuensi Genotipe .............................................................. Derajat Heterozigositas ........................................................
13 13 13 ix
Jarak Genetik dan Pohon Genetik ........................................
14
HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................................
15
Amplifikasi DNA Mikrosatelit ........................................................ Keragaman DNA Mikrosatelit .........................................................
15 16
Lokus ILSTS073 .................................................................. Lokus ILSTS030 .................................................................. Lokus HEL013 .....................................................................
16 20 23
Nilai Heterozigositas ........................................................................
26
Jarak Genetik ...................................................................................
29
KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................................
31
Kesimpulan ...................................................................................... Saran ................................................................................................
31 31
UCAPAN TERIMAKASIH ........................................................................
32
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................
34
LAMPIRAN .................................................................................................
37
x
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
1. Rataan dan Simpangan Baku Bobot Badan Sapi Katingan ...............
5
2. Informasi tentang Tiga Pasang Primer Pengapit DNA Mikrosatelit
12
3. Macam Alel dan Genotipe serta Frekuensi Alel dan Genotipe Lokus ILSTS073 pada Populasi Sapi Katingan di Kalimantan Tengah .......
17
4. Macam Alel dan Genotipe serta Frekuensi Alel dan Genotipe pada Lokus ILSTS073 pada Sapi Katingan di Kalimantan Tengah ...........
19
5. Macam Alel dan Genotipe serta Frekuensi Alel dan Genotipe Lokus ILSTS030 pada Populasi Sapi Katingan di Kalimantan Tengah .......
21
6. Macam Alel dan Genotipe serta Frekuensi Alel dan Genotipe pada Lokus ILSTS030 pada Sapi Katingan di Kalimantan Tengah ..........
23
7. Macam Alel dan Genotipe serta Frekuensi Alel dan Genotipe Lokus HEL013 pada Populasi Sapi Katingan di Kalimantan Tengah ........
25
8. Macam Alel dan Genotipe serta Frekuensi Alel dan Genotipe Lokus HEL013 pada Sapi Katingan di Kalimantan Tengah .......................
26
9. Nilai Heterozigositas sapi Katingan pada Ketiga Populasi .............
27
10. Rataan Heterozigositas (Ĥ) dari Masing-masing Lokus ...................
27
11. Rataan Heterozigositas (Ĥ) pada Beberapa bangsa Sapi di Indonesia
28
12. Jarak Genetik Sapi Katingan Populasi Pendahara, Buntut Bali, dan Pendahara Berdasarkan Metode UPGMA .........................................
29
x
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1. Keragaman Warna Bulu Sapi Katingan Betina ................................
4
2. Keragaman Warna Bulu Sapi Katingan Jantan ................................
5
3. Peta Lokasi Pengambilan Sampel Sapi Katingan ............................
9
4. Contoh Penentuan Genotipe Lokus ILSTS073 .................................
16
5. Distribusi Frekuensi Alel Lokus ILSTS073 ....................................
18
6. Contoh Penentuan Genotipe Lokus ILSTS030 .................................
20
7. Distribusi Frekuensi Alel Lokus ILSTS030 ....................................
22
8. Contoh Penentuan Genotipe Lokus HEL013 ....................................
24
9. Distribusi Frekuensi Alel Lokus HEL013 ........................................
25
10. Pohon Genetik Sapi Katingan Sub Populasi Pendahara, Buntut Bali, dan Pendahara Berdasarkan Metode UPGMA .........................
29
i
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1. Informasi Ulangan Nukleotida Lokus ILSTS073, ILSTS030 dan HEL013 ..............................................................................................
38
2. Macam, Ukuran Alel dan Genotipe pada Lokus ILSTS073, Sapi Katingan, Kalimantan Tengah ..........................................................
39
3. Macam, Ukuran Alel dan Genotipe pada Lokus ILSTS030, Sapi Katingan, Kalimantan Tengah ...........................................................
40
4. Macam, Ukuran Alel dan Genotipe pada Lokus HEL013, Sapi Katingan, Kalimantan Tengah ...........................................................
41
ii
PENDAHULUAN Latar Belakang Peternakan sapi potong merupakan salah satu komponen subsektor peternakan nasional yang mampu memberikan lahan usaha dan meningkatkan kesejahteraan sebagian masyarakat lokal setempat, memberikan perbaikan gizi melalui penyediaan protein hewani masyarakat luas. Sejumlah usaha telah dilakukan pemerintah untuk meningkatkan populasi dan produktivitas sapi potong domestik. Salah satu kebijakan pembangunan peternakan di Provinsi Kalimantan Tengah yang merupakan bagian integral dari kebijakan pembangunan nasional adalah upaya untuk kecukupan daging. Salah satu potensi ternak di Kalimantan Tengah adalah sapi lokal yang dipelihara di sepanjang daerah aliran sungai (DAS) Katingan secara ekstensif sehingga sapi tersebut oleh Dinas Peternakan Provinsi Kalimantan Tengah dikenal sebagai sapi Katingan. Sapi Katingan merupakan sapi lokal di Kalimantan Tengah yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai sapi potong. Keberadaan sapi Katingan telah lama dipelihara dan beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya pada kondisi lahan yang tergolong asam pada pH berkisar antara 3-5 dan miskin mineral khususnya mineral Cu yang mungkin berpengaruh pada sapi Katingan. Sampai saat ini, informasi sapi Katingan masih terbatas, terutama dasar-dasar genetik, sehingga pemanfaatan potensi sapi Katingan sebagai ternak potong perlu dioptimalkan. Ilmu pengetahuan dan teknologi bidang molekuler yang semakin berkembang telah berhasil menemukan berbagai macam penanda molekuler khususnya marker berbasis DNA untuk mengetahui keragaman genetik (DNA) yang mungkin terkait dengan sifat-sifat ekonomis, kajian asal- usul atau kekerabatan dan studi genetika populasi. Salah satu teknologi DNA yang digunakan untuk mengetahui keragaman DNA adalah penciri DNA mikrosatelit. DNA mikrosatelit merupakan salah satu penanda molekuler yang sangat populer digunakan pada saat ini. DNA mikrosatelit merupakan salah satu penanda genetik yang efisien dibandingkan dengan penanda genetik yang lain, karena jumlahnya yang sangat besar dan menyebar hampir di seluruh genom (Georges et al., 1993). DNA mikrosatelit pada dasarnya adalah DNA bukan gen dan disebut juga sebagai short tandem repeats (STRs) yang merupakan 1
runutan DNA pendek berulang dengan panjang basa 1-5 nukleotida serta memiliki panjang total sekitar 10-100 bp (Bennet, 2000). DNA mikrosatelit dapat dimanfaatkan untuk mendeteksi keragaman genetik baik dalam ataupun antara populasi. DNA mikrosatelit juga banyak digunakan sebagai penanda molekuler untuk mendukung pemuliaan ternak meliputi kegiatan dalam identifikasi ternak, penetapan asal-usul keturunan, penggalian sumber-sumber genetik, dan menjadi penanda molekuler penting dalam analisis genetik pada beberapa bangsa sapi (Ciampolini et al., 1995). Penelitian ini dilakukan karena data yang berhubungan dengan aspek genetik sapi Katingan belum pernah dilakukan. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keragaman DNA mikrosatelit lokus ILSTS073, ILSTS030 dan HEL013 pada sapi Katingan di Kalimantan Tengah.
2
TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Kalimantan Tengah Berdasarkan aspek pewilayahan Kalimantan Tengah mempunyai potensi besar untuk pengembangan peternakan dilihat dari luas lahan 153.564 km2 yang terdiri atas lahan pasang surut (rawa) 5,5 juta ha dan lahan kering 7,7 juta ha, dengan ketersediaan pakan lokal yang melimpah. Luas lahan yang dapat dimanfaatkan untuk pengembangan peternakan seluas 1.158.500 ha, belum termasuk daerah rawa. Kalimantan Tengah setiap tahun mendatangkan ternak sapi potong dari luar provinsi sekitar 3.000 ekor karena produksi lokal hanya mampu memenuhi sekitar 45%-50% dari total kebutuhan, di sisi lain pemerintah secara nasional menargetkan swasembada daging sapi dicapai pada tahun 2014. Kondisi ini memerlukan berbagai upaya dan kerja keras semua pihak dan yang paling penting adalah bagaimana potensi sumberdaya lokal di daerah dapat dimanfaatkan secara optimal, baik sumberdaya genetik ternak maupun sumberdaya lahan dan pakan lokal (Adrial, 2010). Potensi pakan untuk wilayah Kalimantan Tengah sebenarnya tidak menjadi masalah. Potensi rumput alam mampu menampung pengembangan ternak 2,5 juta ekor sapi, disertai limbah pertanian tanaman pangan, sayuran, hortikultura dan perkebunan. Selain itu, Kalimantan Tengah juga memiliki sapi lokal yang oleh masyarakat setempat (suku Dayak) dinamakan sebagai sapi lokal. Sapi lokal Kalimantan Tengah belum memiliki nama, namun beberapa orang menyebut sesuai dengan nama Daerah Aliran Sungai (DAS) dimana sapi tersebut hidup (Adrial, 2010). Asal usul sapi lokal Kalimantan Tengah sampai saat ini masih belum diketahui secara pasti. Keberadaan sapi sudah puluhan tahun dan sudah beradaptasi dengan lingkungan sekitar yang lahannya tergolong asam dan miskin mineral. Sapi tersebut dapat dijumpai di Kabupaten Katingan dan Gunung Mas, diperkirakan juga terdapat di Kabupaten Seruyan. Dilaporkan populasi sapi lokal di Kabupaten Katingan sekitar 1.500 ekor (Adrial, 2010). Sapi lokal Kalimantan Tengah memiliki potensi besar sebagai ternak potong, karena sapi ini mampu beradaptasi dengan lingkungan di Kalimantan Tengah yang asam dan miskin mineral, mempunyai produktivitas yang cukup baik pada kondisi 2
pemeliharaan ekstensif tradisional, relatif tahan terhadap berbagai macam penyakit dan parasit serta mempunyai kemampuan reproduksi yang tinggi. Potensi ini belum dapat dimanfaatkan secara optimal, bahkan banyak orang di Kalimantan Tengah yang tidak mengetahui bahwa Kalimantan Tengah mempunyai sapi lokal yang sangat potensial untuk dikembangkan (Adrial, 2010). Kabupaten Katingan merupakan salah satu Kabupaten yang terdapat di Kalimantan Tengah. Kabupaten Katingan memiliki sapi lokal yang diberi nama sapi Katingan oleh masyarakat setempat (suku Dayak) dimana sapi tersebut banyak ditemukan di sepanjang daerah aliran sungai Katingan. Data mengenai sapi Katingan baik dari pemerintah daerah Kalimantan Tengah maupun nasional belum ada, tetapi terdapat beberapa data mengenai keragaman morfometrik dan fenotipik sapi Katingan yang merupakan hasil penelitian Utomo et al. (2010), salah satunya yaitu keragaman warna bulu sapi Katingan sebagaimana disajikan pada Gambar 1 dan Gambar 2.
Sumber : Utomo et al. (2010)
Gambar 1. Keragaman Warna Bulu Sapi Katingan Betina
4
Sumber : Utomo et al. (2010)
Gambar 2. Keragaman Warna Bulu Sapi Katingan Jantan Ciri umum sapi Katingan adalah bergelambir, berpunuk, bertanduk dan mempunyai banyak variasi warna bulu. Adapun penciri sapi Katingan ditunjukkan pada sapi betinanya. Ada enam variasi pertumbuhan tanduk pada sapi betina, namun yang dominan pertumbuhan tanduknya melengkung ke depan. Pertumbuhan tanduk pada sapi jantan umumnya ke samping atas. Ditemukan tonjolan diantara tanduk hanya pada sapi betina. Ada sembilan kombinasi warna pada sapi Katingan jenis kelamin betina yaitu warna coklat kemerahan, coklat keputihan, coklat warna sapi Bali, hitam, coklat keruh/kusam, coklat merah bata, kehitaman, putih kecoklatan dan putih keabuan. Sapi Katingan jenis kelamin jantan ditemukan delapan kombinasi warna yaitu coklat keputihan, coklat keputihan dan kemerahan, coklat kemerahan, kehitaman, coklat keputihan punuk hitam, coklat merah bata dan coklat merah bata punuk hitam (Utomo et. al., 2011). Hasil pengukuran bobot badan sapi Katingan di Kalimantan Tengah dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Rataan dan Simpangan Baku Bobot Badan Sapi Katingan Populasi
Betina
Jantan
...................... Kg....................... Pendahara Buntut Bali Tumbang Lahang
208.9 + 21.3 201.8 + 26.6 217.1 + 23.0
250.5 + 106.0 299.9 + 86.1 261.1 + 20.5
Sumber : Utomo et al. (2010)
5
Keragaman Genetik Keragaman genetik merupakan perbedaan antara individu dalam suatu populasi, antara individu dalam populasi yang berbeda dalam spesies yang sama atau dalam spesies yang berbeda (Hendrick, 2000). Keragaman genetik di dalam suatu populasi dapat dipengaruhi faktor-faktor yaitu seleksi, inbreeding, mutasi dan migrasi. Nei dan Kumar (2000) menyatakan bahwa variasi genetik terjadi jika terdapat dua alel atau lebih dalam suatu populasi (frekuensi lebih dari 1%). Keragaman genetik pada tingkat DNA dapat diketahui dengan melihat nilai frekuensi alel dan heterozigositas. Derajat heterozigositas merupakan rataan persentase lokus heterozigot pada setiap individu atau rataan persentase individu heterozigot di dalam populasi (Nei, 1987). Hartl dan Clark (2000) menyatakan bahwa polimorfisme genetik berguna untuk menentukan hubungan genetik dalam dan antara populasi yang terfragmentasi dalam suatu spesies. Menurut Li et al. (2000), keragaman genetik di antara subpopulasi dapat diketahui dengan cara melihat persamaan dan perbedaan frekuensi alel di antara subpopulasi tersebut. Beberapa teknik yang digunakan untuk melakukan analisis keanekaragaman genetik adalah Random Amplified Polymorphic DNA (RAPD), Restricted Fragment Length Polymorphism (RFLP), Single Strand Conformation Polymorphism (SSCP) dan DNA Mikrosatelit. DNA Mikrosatelit DNA mikrosatelit adalah satu dari tipe DNA berulang yang paling umum digunakan sebagai penciri DNA dengan motif ulangan nukleotida sederhana dalam bentuk salinan berdampingan (tandem). DNA mikrosatelit merupakan salah satu penanda genetik yang efisien dibandingkan dengan penanda genetik yang lain, karena jumlahnya yang sangat besar dan menyebar hampir diseluruh genom (Georges et al., 1993). DNA mikrosatelit dapat memberikan penampakan polimorfisme atau proporsi gen atau alel yang berbeda pada masing-masing individu ternak (Ciampolini et al., 1995), sehingga akan memberikan kemudahan dalam analisis keragaman pada tingkat DNA. Penanda ini dapat dimanfaatkan dalam pemuliaan ternak terutama dalam mendeteksi keragaman genetik. Hoelzel (1998) menyatakan bahwa DNA mikrosatelit merupakan salah satu penciri genetik yang ideal untuk analisis genom karena jumlah cukup banyak di dalam genom. DNA 6
mikrosatelit memiliki tingkat ulangan nukleotida 5-100 tiap lokus dan ditemukan pada sejumlah besar lokus spesifik dalam genom sehingga polimorfisme lokus tersebut dapat diketahui berdasarkan jumlah ulangan yang berbeda. DNA Mikrosatelit banyak digunakan sebagai penanda molekuler untuk mendukung pemuliaan ternak yang meliputi kegiatan dalam identifikasi ternak, penetapan asal-usul keturunan, penggalian sumber-sumber genetik dan menjadi penanda molekuler penting dalam analisis genetik pada beberapa sapi (Ciampolini et al., 1995). Selain itu, DNA mikrosatelit juga digunakan dalam pengenalan spesies antar mamalia, sidik jari DNA dan konservasi. Keragaman
mikrosatelit
ditunjukkan
dengan
variasi
dalam
jumlah
pengulangan sekuen nukleotida. Tingkat keragaman mikrosatelit secara positif berhubungan dengan panjang dari sekuen berulang (Weber, 1990). Perbedaan alel yang dihasilkan disebabkan oleh perbedaan jumlah pengulangan basa (Bennett, 2000). Tipe dan kemurnian pengulangan merupakan bentuk dari keragaman mikrosatelit. Menurut Weber (1990) bahwa DNA mikrosatelit berdasarkan kemurnian pengulangan dibagi berdasarkan tiga kategori, yaitu: 1) mikrosatelit berulang sederhana (perfect repeats) yang terdiri dari sekuen tanpa tersisipi oleh penyela sepanjang unit berulangnya, 2) mikrosatelit berulang komplek (imperfect repeats) terdiri dari sekuen dengan satu atau lebih penyela dalam unit berulangnya, 3) mikrosatelit berulang campuran terdiri dari rangkaian perfect atau imperfect repeats berdampingan dengan sebuah rangkaian sekuen ulangan sederhana yang lain. Keragaman mikrosatelit ini berkaitan dengan ketidakstabilan lokus. Keragaman yang tinggi dari lokus mikrosatelit dihasilkan dari kecepatan mutasi yang tinggi yaitu berkisar 10-3-10-5/lokus/generasi (Lehmann et al., 1996). Ketidakstabilan dan keragaman DNA mikrosatelit diduga disebabkan rekombinasi yang tidak seimbang dan DNA polimerase slippage (Maskur, 2001). Keragaman dalam DNA mikrosatelit dapat dideteksi dengan menggunakan teknologi PCR (Polymerase Chain Reaction) dengan bantuan sekuen pengapit yang khas (primer) yang digunakan untuk mengamplifikasi fragmen target (lokus DNA mikrosatelit). Primer bersifat spesifik sehingga primer tersebut hanya mampu mengamplifikasi lokus tertentu. Fragmen DNA mikrosatelit yang diamplifikasi dapat divisualisasikan dengan melakukan proses elektroforesis yang dilanjutkan dengan proses pewarnaan perak (silver
57
staining). Penggunaan marka mikrosatelit sebelumnya juga sudah digunakan untuk meneliti sapi lokal Indonesia lainnya yaitu sapi Bali pada lokus INRA035 yang menemukan dua alel yaitu alel A dan B dan lokus HEL9 yang menemukan satu alel yaitu alel A (Noor et al., 2000).
8
METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Genetika dan Molekuler Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dimulai dari Desember 2010 sampai dengan Mei 2011. Materi Sampel Darah Sapi Katingan Sampel darah yang digunakan berasal dari populasi sapi Katingan di Kalimantan Tengah sebanyak 70 sampel darah dari populasi Pendahara sebanyak 26 ekor, Buntut Bali 13 ekor, dan Tumbang Lahang 31 ekor. Sapi tersebut diperoleh dari beberapa peternak yang terdiri atas sapi jantan dan sapi betina. Lokasi pengambilan sampel sapi Katingan dapat dilihat pada Gambar 3.
Sumber: Bhermana (2010)
Gambar 3. Peta Lokasi Pengambilan Sampel Sapi Katingan 2
Ekstraksi DNA Bahan-bahan yang digunakan dalam ekstraksi DNA adalah sampel darah, SDS (sodium dosesil sulfat), proteinase-K, STE (Sodium Tris-EDTA), CIAA (Chloroform Iso Amil Alkohol), larutan phenol, ethanol absolut, NaCl, TE (Tris EDTA) dan DW (destilated water). Amplifikasi DNA Bahan-bahan yang digunakan dalam amplifikasi DNA yaitu DW (destilated water), primer, dNTPs, MgCl2, dream taq buffer dan Taq Polimerase. Polyacrilamide Gel Elektrophoresis (PAGE) Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan PAGE yaitu larutan akrilamid, TEMED (N,N,N’,N’-tetramethylethylenediamine), DW (destilated water), APS (ammonium peroxodisulfat) 10%, dan larutan 5x TBE (tris boric acid-EDTA). Silver Staining (Pewarnaan Perak) Bahan-bahan yang digunakan untuk silver staining (pewarnaan perak), yaitu DW (destilated water), AgNO3, NaOH, formaldehida, asam asetat, dan amonia. Alat-alat Alat yang digunakan adalah mesin PCR, tabung eppendorf (0,2 µl dan 1,5 µl), pipet mikro, tip, vortex, centrifuge, inkubator, disposible syringe 10 ml, tube test 12 ml, kertas label, tabung 1,5 ml, freezer, desikator, spiser, penjepit, karet, sisir, mesin elektroforesis serta nampan. Prosedur Pengambilan Sampel Darah Sapi Katingan Sampel darah sapi Katingan diperoleh dari koleksi Laboratorium Genetika dan Molekuler Ternak pada tahun 2010 yang dimasukkan dalam ethanol absolut dan disimpan pada suhu ruang. Isolasi dan Ekstraksi DNA Isolasi DNA dilakukan dengan menggunakan metode Sambrook et al. (1989) yang dimodifikasi. Sebanyak 200 µl sampel darah dalam etanol absolut dipindahkan
10 00
ke tabung 1,5 µl kemudian ditambahkan 1.000 µl DW/TE. Larutan dikocok kuat atau dengan menggunakan vortex dan didiamkan ± lima menit, disentrifugasi pada kecepatan 8.000 rpm selama ± lima menit, bagian supernatan dibuang dan kemudian diulangi lagi tahapan tersebut, setelah itu ditambahkan SDS 10% sebanyak 40 µl, proteinase-K lima mg/ml sebanyak 10 µl, dan 1 x STE sampai 400 µl. Larutan dikocok dalam inkubator pada suhu 55 ºC selama dua jam, kemudian ditambahkan larutan phenol sebanyak 400 µl, kloroform isoamil alkohol (CIAA) sebanyak 400 µl, dan DNA diendapkan dengan 5 M NaCl sebanyak 40 µl. Larutan dikocok pelan pada suhu ruang selama 1 jam, kemudian disentrifugasi pada kecepatan 12.000 rpm selama lima menit. Bagian DNA (bening) dipindahkan dengan menggunakan pipet ke tabung 1.5 µ baru sebanyak 400 µl, kemudian ditambahkan EtOH absolut sebanyak 800 µl dan 5 M NaCl sebanyak 40 µl. Larutan disimpan di freezer selama satu malam. Endapan dicuci dengan menambahkan 70 % etanol sebanyak 400 μl, disentrifugasi dengan kecepatan 12.000 rpm selama lima menit, etanol dibuang dan diuapkan dengan menggunakan pompa vakum, selanjutnya DNA dilarutkan dengan 80% buffer TE sebanyak 80 μl. Amplifikasi DNA Mikrosatelit Primer yang digunakan untuk menganalisis keragaman DNA mikrosatelit sapi Katingan adalah ILSTS073, ILSTS030, dan HEL013 (Tabel 2). Reaksi PCR yang digunakan terdiri dari DNA 1 µl, primer 0,05 µl, dNTP 0,1 µl, MgCl2 0,25 µl, 10 x buffer 1,25 µl, DW (destilated water) 9,3 µl, dan tag DNA Polimerase 0,05 µl. Kondisi PCR kemudian dijalankan sebagai berikut : siklus pertama adalah denaturasi awal pada 94 ºC selama lima menit, diikuti dengan 35 siklus yang masingmasing terdiri dari denaturasi (94 ºC selama 20 detik), penempelan primer (55-60 ºC), pemanjangan (72 ºC selama 45 detik), dan diakhiri dengan satu siklus berikutnya yaitu pemanjangan akhir pada 72 ºC selama lima menit. Deteksi Alel DNA Mikrosatelit Pengujian
produk
PCR
dilakukan
dengan
menggunakan
metode
elektroforesis gel poliakrilamid (6%) dan dilanjutkan dengan pewarnaan perak (silver staining). Prosedur elektroforesis dilakukan dengan menggunakan metode Sambrook et al. (1989). Polyacrilamida Gel Electrophoresis (PAGE) yang digunakan yaitu
11
PAGE 6%. Elektroforesis akrilamid dijalankan pada voltase 100 volt selama ± 1,5 jam. Setiap sumur pada gel diisi dengan produk PCR sebanyak 2 µl yang dicampur dengan 0,25 µl larutan pemberat (loading dye). Satu sumur gel terakhir diisi dengan DNA marker 20 bp sebanyak 1 µl sebagai ukuran standar pita-pita DNA hasil amplifikasi. Pewarnaan dilakukan dengan menggunakan metode pewarnaan perak (silver staining) menurut Tegelstrom (1992). Pewarnaan perak terdiri atas empat tahap yaitu perendaman dengan larutan A (DW 200 ml, AgNO3 0,2 gram, 10 N NaOH sebanyak 80 ml, dan ammonia 800 µl), DW sebanyak 200 ml, larutan B (DW 200 ml, NaOH sebanyak 6 gram, formaldehid 200 µl) dan terakhir larutan C (DW 100 µl dan 100 µl asetat). Gel kemudian dimasukkan ke dalam larutan A sambil digoyang-goyang selama ± delapan menit, kemudian gel dicuci dengan DW (destilated water) selama dua menit. Selanjutnya gel direndam dalam larutan B sampai muncul pita. Larutan B sebelum digunakan dipanaskan terlebih dahulu di dalam waterbath pada suhu 60 -65 ºC sampai siap digunakan. Setelah pita muncul, kemudian gel dicuci dengan asam asetat glasial. Setelah selesai dicuci dengan larutan C, kemudian gel diletakkan di dalam plastik dan disimpan. Tabel 2. Informasi tentang Tiga Pasang Primer Pengapit DNA Mikrosatelit Kromosom
Lokus
TA (°C)
19
ILSTS 073
55
2
ILSTS 030
55
11
HEL 013
55
Runutan Primer (5’
3’)
F:AGGGCAGGAGTAATCTTTGG R:AACAGAGAGTATGGTGGTGG F:CTGCAGTTCTGCATATGTGG R:CTTAGACAACAGGGGTTTGG F:TAAGGACTTGAGATAAGGAG R: CCATCTACCTCCATCTTAAC
Motif Ulangan (CA)20 (GT)10 (CA)18
Sumber: Kathiravan et al. (2009) Keterangan : TA = Temperature Annealing
12
Analisis Data Frekuensi Alel Frekuensi alel untuk setiap lokus DNA mikrosatelit dihitung menggunakan rumus Nei (1987):
Keterangan : j≠1 xi = frekuensi alel ke-i nij = jumlah individu untuk genotip ij nii = jumlah individu untuk genotip ii N = jumlah alel Frekuensi Genotipe Frekuensi Genotipe ditentukan dengan menggunakan rumus Nei dan Kumar (2000):
Keterangan : xi
= frekuensi genotipe ke-i
ni
= jumlah individu bergenotipe ke-i
N
= jumlah individu
Derajat Heterozigositas Derajat heterozigositas ditentukan dengan menggunakan rumus Nei dan Kumar (2000):
13
Keterangan : h
= nilai heterozigositas
xi
= frekuensi alel ke-i
n
= jumlah individu Rataan heterozigositas pada setiap lokus dihitung dengan menggunakan
rumus Nei dan Kumar (2000):
Ĥ
Keterangan : Ĥ
= rataan heterozigositas semua lokus
ĥj
= heterozigositas lokus ke-j
r
= jumlah lokus
Jarak Genetik dan Pohon Genetik Jarak dan pohon genetik dibuat dengan menggunakan perangkat lunak POPGENE Versi 32. Metode yang digunakan adalah metode UPGMA (Unweighted Pair-Group Methode with Arithmetic Mean) (Nei, 1987).
14
HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi DNA Mikrosatelit Amplifikasi DNA mikrosatelit pada sapi Katingan dianalisis menggunakan tiga primer yaitu ILSTS073, ILSTS030 dan HEL013. Ketiga primer tersebut dapat mengamplifikasi dengan baik sampel DNA, namun dari total 70 sampel yang digunakan ditemukan beberapa sampel yang tidak dapat diamplifikasi oleh primer tersebut. Suhu annealing berhasil didapat setelah dilakukan optimasi, diperoleh suhu annealing untuk lokus ILSTS073 adalah 55 oC, lokus ILSTS030 60 oC dan lokus HEL013 55 oC. Suhu annealing pada lokus ILSTS030 berbeda dengan yang digunakan oleh Kathiravan et al. (2009). Perbedaan suhu ini mungkin disebabkan jenis ternak yang digunakan. Lokus ILSTS073, lokus ILSTS030 dan HEL013 masing-masing dapat mengamplifikasi 67, 68 dan 65 sampel sapi Katingan. Pita target dapat dilihat setelah dilakukan proses silver staining pada gel akrilamid. Perbedaan panjang dari pita target menunjukkan perbedaan alel. Selain pita target, muncul juga pita-pita tambahan seperti yang dapat dilihat pada gambar gel akrilamid. Menurut Poerwanto (1993), konsentrasi enzim yang terlalu tinggi dan jumlah siklus yang berlebih juga dapat menjadi penyebab munculnya pita-pita tambahan. Sampel yang tidak dapat diamplifikasi pada lokus ILSTS073, lokus ILSTS030 dan HEL013 masing-masing sejumlah 3, 2 dan 5 sampel. Hal ini mungkin dikarenakan primer tidak dapat menempel pada daerah komplemennya sehingga DNA mikrosatelit yang diapit tidak dapat diamplifikasi atau dikarenakan pencampuran bahan PCR tidak sempurna. Menurut Poerwanto (1993), faktor-faktor yang mempengaruhi hasil PCR adalah konsentrasi enzim (taq polimerase), dNTP (deoxynucleotide triphosphate), konsentrasi magnesium (MgCl2), suhu, jumlah siklus, konsentrasi primer dan DNA templet. Konsentrasi enzim yang terlalu tinggi dan jumlah siklus yang berlebihan akan menyebabkan latar yang tidak spesifik. Kondisi suhu penempelan primer (annealing) juga sangat menentukan baik tidaknya proses amplifikasi.
2
Keragaman DNA Mikrosatelit Keragaman genetik merupakan perbedaan antara individu dalam suatu populasi, antara individu dalam populasi yang berbeda dalam spesies yang sama atau dalam spesies yang berbeda (Hendrick, 2000). Hasil analisis DNA mikrosatelit lokus ILSTS073, lokus ILSTS030 dan HEL013 masing-masing menghasilkan 13 alel, 10 alel dan 12 alel. Berikut ini disajikan keragaman DNA mikrosatelit setiap lokus pada sapi Katingan. Lokus ILSTS073 Lokus ILSTS073 menghasilkan 13 alel dengan macam alel yaitu alel A, B, C, D, E, F, G, H, I, J, K, M dan N. Ukuran alel terendah sebesar 148 pb dan ukuran alel tertinggi yaitu 184 pb. Kesemua alel tersebut diberi tanda abjad sesuai dengan ukuran alelnya. Contoh penentuan genotipe dari pewarnaan perak sampel pada lokus ILSTS073 dapat dilihat pada Gambar 4.
140 pb
Keterangan : M = marker (*) = tidak dilakukan genotyping (bukan sapi Katingan) (1a-8)= nomor sampel
Gambar 4. Contoh Penentuan Genotipe Lokus ILSTS073 Macam alel yang dihasilkan berbeda antara populasi Buntut Bali, populasi Pendahara, dan populasi Tumbang Lahang. Informasi mengenai macam alel, frekuensi alel, genotipe, dan frekuensi genotipe untuk masing-masing populasi pada lokus ILSTS073 dapat dilihat pada Tabel 3.
16
Tabel 3. Macam Alel dan Genotipe serta Frekuensi Alel dan Genotipe Lokus ILSTS073 pada Populasi Sapi Katingan di Kalimantan Tengah Populasi
Jumlah Alel
Alel dan Ukuran (pb)
Frekuensi Alel
Genotipe
Frekuensi Genotipe
Buntut Bali (n=13)
7
Pendahara (n=24)
10
C (156) D (158) E (160) G (162) H (166) I (168) M (178) A (148) B (152) D (158) E (160) G (162) H (166) I (168) J (170) K (174) N (180)
0,1154 0,1154 0,4231 0,1154 0,0385 0,1538 0,0385 0,0208 0,0208 0,0833 0,5208 0,1667 0,0208 0,0833 0,0417 0,0208 0,0208
Tumbang Lahang (n=30)
8
C (156) D (158) E (160) F (162) H (166) I (168) K (174) N (180)
0,0167 0,1167 0,5167 0,0833 0,1333 0,0833 0,0333 0,0167
DD EE CG EH EI II DM AB DD DE EE DG EG GG EH EI EJ GK GN CD DD DE EE DF EH FH HH EI EK FK HN
0,0769 0,3076 0,2308 0,0769 0,1538 0,0769 0,0769 0,0417 0,0417 0,0417 0,3333 0,0417 0,0417 0,0833 0,0417 0,1667 0,0833 0,0417 0,0417 0,0333 0,0333 0,0333 0,3333 0,1000 0,1333 0,0333 0,0333 0,1667 0,0333 0,0333 0,0333
Hasil tersebut menunjukkan bahwa pada lokus ILSTS073, populasi Buntut Bali, Pendahara dan Tumbang Lahang masing-masing menghasilkan 7, 10 dan 8 alel. Frekuensi alel tertinggi pada lokus ILSTS073 adalah alel E pada populasi Pendahara sebesar 0,5208 dan alel yang rendah adalah alel C dan N pada populasi Tumbang Lahang yaitu masing-masingsebesar 0,0167. Frekuensi genotipe tertinggi pada ketiga populasi yaitu genotipe EE dengan nilai frekuensi genotipe untuk populasi Buntut Bali, Pendahara, dan Tumbang Lahang berturut-turut 0,3076, 0,3333 dan 0,3333.
17
Frekuensi genotipe yang rendah untuk populasi Buntut Bali yaitu genotipe DD, EH, II, dan DM dengan nilai frekuensi genotipe 0,0769, frekuensi genotipe yang rendah pada populasi Pendahara yaitu genotipe AB, DD, DE, DG, EG, EH, GK, dan GN dengan nilai frekuensi genotipe 0,0417, sedangkan untuk frekuensi genotipe yang rendah pada populasi Tumbang Lahang yaitu genotipe CD, DD, DE, EE, FH, HH, EK, FK, HN dengan nilai frekuensi genotipe 0,0333. Distribusi frekuensi alel pada lokus ILSTS073 dari masing-masing populasi disajikan pada Gambar 5.
60 50 40
Buntut Bali Pendahara
(%) 30
Tumbang Lahang 20 10 0
Macam Alel Gambar 5. Distribusi Frekuensi Alel Lokus ILSTS073 Hasil distribusi alel pada Gambar 5 menunjukkan bahwa beberapa alel yang hanya muncul pada populasi tertentu. Beberapa alel yang ditemukan pada populasi Pendahara dan Tumbang Lahang tidak ditemukan pada populasi Buntut Bali pada Lokus ILSTS073, seperti alel M yang hanya ditemukan pada populasi Buntut Bali serta alel C yang hanya terdapat pada populasi Buntut Bali dan Tumbang Lahang. Informasi mengenai frekuensi masing-masing alel dan genotipe untuk lokus ILSTS073 disajikan pada Tabel 4.
18
Tabel 4. Macam Alel dan Genotipe serta Frekuensi Alel dan Genotipe pada Lokus ILSTS073 pada Sapi Katingan di Kalimantan Tengah Macam Alel
Frekuensi Alel
Macam Genotipe
Frekuensi Genotipe
A B C D E F G H I J K M N
0,0075 0,0075 0,0296 0,1045 0,5000 0,0373 0,0821 0,0746 0,0970 0,0149 0,0224 0,0075 0,0149
DD EE CG EH DM AB DE DG EG GG EJ GK GN EI II CD DF FH HH EK FK HN
0,0448 0,3284 0,0448 0,0896 0,0149 0,0149 0,0299 0,0149 0,0149 0,0299 0,0149 0,0149 0,0149 0,1642 0,0149 0,0149 0,0149 0,0149 0,0149 0,0149 0,0149 0,0149
Berdasarkan Tabel 4 di atas, hasil tersebut menunjukkan bahwa alel E merupakan alel tertinggi, alel E ini mendominasi alel lain yang berarti bahwa kemungkinan tetua dari sapi Katingan memiliki alel dominan E, seperti yang dinyatakan oleh Ciampolini et al. (1995) bahwa DNA Mikrosatelit banyak digunakan sebagai penanda molekuler untuk mendukung pemuliaan ternak meliputi kegiatan dalam identifikasi ternak, penetapan asal-usul keturunan, penggalian sumber-sumber genetik, dan menjadi penanda molekuler penting dalam analisis genetik pada beberapa sapi. Nei dan Kumar (2000) menyatakan bahwa variasi genetik terjadi jika terdapat dua alel atau lebih dalam satu populasi (frekuensi alel lebih dari 1%). Perbedaan jumlah alel yang diperoleh disebabkan bangsa sapi yang digunakan (Bishop et al., 1994) dan perbedaan jumlah sampel yang digunakan (Winaya, 2000). Prahasta (2001) menyatakan bahwa semakin banyak jumlah sampel yang digunakan maka akan semakin banyak kemungkinan alel yang muncul. Moxon dan Will (1999)
19
menyatakan bahwa keragaman mikrosatelit tersebut disebutkan perbedaan ukuran DNA mikrosatelit pada masing-masing lokus, sebagai hasil rekombinasi tidak seimbang saat replikasi DNA yang berakibat pada penarikan dan pengurangan jumlah nukleotida. Jumlah alel yang muncul tidak hanya dipengaruhi jumlah sampel yang digunakan, tetapi juga dipengaruhi oleh bangsa sapi dan sistem perkawinan yang dilakukan (Fikri, 2002). Menurut Utomo et. al. (2011), perkawinan pada sapi Katingan terjadi secara alam karena pejantan kebanyakan tersedia dalam kelompok sapi-sapi tersebut. Lokus ILSTS030 Lokus ILSTS030 menghasilkan sebanyak 10 alel dengan macam alel yaitu alel A, B, C, D, E, F, G, H, I dan J. Ukuran alel terendah sebesar 140 pb dan ukuran alel tertinggi yaitu 178 pb. Kesemua alel tersebut diberi tanda abjad A hingga J sesuai dengan ukuran alelnya. Hasil sebagian genotipe dari pewarnaan perak sampel pada lokus ILSTS030 dapat dilihat pada Gambar 6.
140 pb
Keterangan : M = marker (*) = tidak dilakukan genotyping (bukan sapi Katingan) (21, 46-55)= nomor sampel
Gambar 6. Contoh Penentuan Genotipe Lokus ILSTS030 Informasi mengenai macam alel, frekuensi alel, genotipe, dan frekuensi genotipe pada masing-masing populasi pada lokus ILSTS030 dapat dilihat pada Tabel 5. Jumlah alel yang dihasilkan pada lokus ILSTS030 pada populasi Buntut Bali, Pendahara, dan Tumbang Lahang masing-masing sebanyak 6, 8 dan 8 alel. Frekuensi alel tertinggi pada lokus ILSTS030 adalah alel G pada populasi Tumbang
20
Lahang sebesar 0,4000 dan alel terendah adalah alel J pada populasi Tumbang Lahang yaitu sebesar 0,0167. Tabel 5. Macam Alel dan Genotipe serta Frekuensi Alel dan Genotipe Lokus ILSTS030 pada Populasi Sapi Katingan di Kalimantan Tengah Populasi
Jumlah Alel
Alel dan Ukuran (pb)
Frekuensi Alel
Genotipe
Frekuensi Genotipe
Buntut Bali (n=13)
6
B (146) D (150) E (152) F (154) G (156) I (160)
0,1154 0,1538 0,1538 0,0769 0,3077 0,1923
Pendahara (n=25)
8
B (146) C (148) D (150) E (152) F (154) G (156) H (158) I (160)
0,1000 0,0200 0,1400 0,2600 0,0800 0,2400 0,0600 0,1000
Tumbang Lahang (n=30)
8
A (140) B (146) C (148) D (150) E (152) F (154) G (156) H (158) I (160) J (178)
0,0333 0,0833 0,0333 0,1333 0,1000 0,0833 0,4000 0,0667 0,0500 0,0167
BB DD EE FF BG GG GI II BD DD BE CE EE FF BG GG EH HH BI GI II AB CC BD DD EE BF FF AG BG DG GG HH GI IJ
0,0769 0,1538 0,1538 0,0769 0,0769 0,2308 0,0769 0,1538 0,0400 0,1200 0,0400 0,0400 0,2000 0,0800 0,0800 0,1600 0,0400 0,0400 0,0400 0,0800 0,0400 0,0333 0,0333 0,0333 0,1000 0,1000 0,0333 0,0667 0,0333 0,0667 0,0333 0,3000 0.0667 0.0667 0.0333
21
Frekuensi genotipe yang tinggi dari populasi Buntut Bali, Pendahara, dan Tumbang Lahang berturut-turut yaitu GG, EE dan GG dengan nilai frekuensi genotipe 0,2308, 0,2000, dan 0,3000. Frekuensi genotipe yang rendah untuk populasi Buntut Bali yaitu genotipe BB, FF, BG dan GI dengan nilai frekuensi genotipe 0,0769, frekuensi genotipe yang rendah pada populasi Pendahara yaitu genotipe BD, BE, CE, EH, HH, BI dan II dengan nilai frekuensi genotipe 0,0400, sedangkan untuk frekuensi genotipe yang rendah pada populasi Tumbang Lahang yaitu genotipe AB, CC, BD, BF, AG, DG dan IJ dengan nilai frekuensi genotipe 0,0333. Distribusi frekuensi alel pada lokus ILSTS030, disajikan pada Gambar 7.
40
(%) 30 20 10 0
Macam Alel Gambar 7. Distribusi Frekuensi Alel Lokus ILSTS030 Hasil distribusi alel pada Gambar menunjukkan bahwa beberapa alel yang hanya muncul pada populasi tertentu. Beberapa alel yang ditemukan pada populasi Tumbang Lahang tidak ditemukan pada populasi Buntut Bali dan Pendahara pada Lokus ILSTS030, seperti alel A dan J yang hanya ditemukan pada populasi Tumbang Lahang. Informasi mengenai frekuensi masing-masing alel dan genotipe untuk lokus ILSTS030 disajikan pada Tabel 6.
22
Tabel 6. Macam Alel dan Genotipe serta Frekuensi Alel dan Genotipe pada Lokus ILSTS030 pada Sapi Katingan di Kalimantan Tengah Macam Alel
Frekuensi Alel
Macam Genotipe
Frekuensi Genotipe
A B C D E F G H I J
0,0147 0,0956 0,0221 0,0140 0,1691 0,0809 0,3162 0,0518 0,0809 0,0007
DD EE AG BI AB CC DG BG GG IJ BD EH II BE BF HH BB FF GI CE
0,1176 0,1470 0,0147 0,0147 0,0147 0,0147 0,0147 0,0735 0,2352 0,0147 0,0294 0,0147 0,0441 0,0147 0,0147 0,0441 0,0147 0,0735 0,0735 0,0147
Hasil tersebut menunjukkan bahwa alel G merupakan alel tertinggi. Alel G ini mendominasi alel lainnya yang berarti bahwa kemungkinan salah satu tetua dari sapi Katingan yang beralel G ditemukan banyak pada sapi Katingan. Lokus HEL013 Lokus HEL013 menghasilkan sebanyak 12 alel dengan macam alel yaitu alel B, C, D, E, F, G, H, I, M, N, O dan P. Ukuran alel terendah sebesar 174 pb dan ukuran alel tertinggi yaitu 204 pb. Kesemua alel tersebut diberi tanda abjad sesuai dengan ukuran alelnya berturut-turut (174, 176, 178, 180, 182, 184, 186, 188, 196, 200, 202, dan 204 pb). Contoh penentuan genotipe dari pewarnaan perak sampel pada lokus HEL013 dapat dilihat pada Gambar 8.
23
140 pb
Keterangan : M = marker (*) = tidak dilakukan genotyping (bukan sapi Katingan), (45-56)= nomor sampel
Gambar 8. Contoh Penentuan Genotipe Lokus HEL013 Informasi mengenai macam alel, frekuensi alel, genotipe, dan frekuensi genotipe untuk masing-masing populasi pada lokus HEL013 dapat dilihat pada Tabel 7. Jumlah alel yang dihasilkan pada lokus HEL013 pada populasi Buntut Bali, Pendahara, dan Tumbang Lahang masing-masing sebanyak 5, 10 dan 8 alel. Frekuensi alel tertinggi pada lokus HEL013 adalah alel F pada populasi Buntut Bali sebesar 0,4615 dan alel yang rendah adalah alel I dan L pada populasi Tumbang Lahang yaitu sebesar 0,0167. Frekuensi genotipe tertinggi dari populasi Buntut Bali, Pendahara, dan Tumbang Lahang yaitu genotipe FN dengan nilai frekuensi genotipe 0,6923, 0,5909, dan 0,7000. Frekuensi genotipe yang rendah untuk populasi Buntut Bali yaitu genotipe DF, FF, GG dan GO dengan nilai frekuensi genotipe 0,0769, frekuensi genotipe yang rendah pada populasi Pendahara yaitu genotipe BB, CF, FF, EG, FH, GI dan EL dengan nilai frekuensi genotipe 0,0455, sedangkan untuk frekuensi genotipe yang rendah pada populasi Tumbang Lahang yaitu genotipe EE, GI, EL dan GN dengan nilai frekuensi genotipe 0,0333.
24
Tabel 7. Macam Alel dan Genotipe serta Frekuensi Alel dan Genotipe Lokus HEL013 pada Populasi Sapi Katingan di Kalimantan Tengah Populasi
Jumlah Alel
Alel dan Ukuran (pb)
Frekuensi Alel
Genotipe
Frekuensi Genotipe
Buntut Bali (n=13)
5
Pendahara (n=22)
10
0,0769 0,0769 0,0769 0,6923 0,0769 0,0455 0,0455 0,0455 0,0455 0,0455 0,0455 0,0455 0,5909 0,0909
8
0,0385 0,4615 0,1154 0,3462 0,0385 0,0455 0,0227 0,0455 0,3864 0,0909 0,0227 0,0227 0,0227 0,2955 0,0455 0,0500 0,3500 0,0833 0,0333 0,0167 0,0167 0,0500 0,0333
DF FF GG FN GO BB CF FF EG FH GI EL FN GO
Tumbang Lahang (n=30)
D (178) F (182) G (184) N (200) O (202) B (174) C (176) E (180) F (182) G (184) H (186) I (188) L (196) N (200) O (202) E (180) F (182) G (184) H (186) I (188) L (196) N (200) P (204)
EE GI EL FN GN GO HP
0,0333 0,0333 0,0333 0,7000 0,0333 0,1000 0,6667
Distribusi frekuensi alel lokus HEL013, disajikan pada Gambar 9. 50 40 (%) 30 20 10 0
Macam Alel Gambar 9. Distribusi Frekuensi Alel Lokus HEL013
25
Hasil distribusi alel pada Gambar 8 menunjukkan bahwa beberapa alel hanya muncul pada populasi tertentu. Beberapa alel yang ditemukan pada populasi Tumbang Lahang ada yang tidak ditemukan pada populasi Buntut Bali dan Pendahara pada lokus HEL013, seperti alel P yang hanya ditemukan pada populasi Tumbang Lahang serta alel D yang hanya ditemukan pada populasi Buntut Bali. Informasi mengenai frekuensi masing-masing alel dan genotipe untuk lokus ILSTS030 disajikan pada Tabel 8. Tabel 8. Macam Alel dan Genotipe serta Frekuensi Alel dan Genotipe pada Lokus HEL013 pada Sapi Katingan di Kalimantan Tengah Macam Alel
Frekuensi Alel
Macam Genotipe
Frekuensi Genotipe
B C D E F G H I L N O P
0,0154 0,0077 0,0077 0,0385 0,3846 0,0923 0,0231 0,0154 0,0154 0,3385 0,0462 0,0154
FN EG CF HP GG FF GI FH EE DF GO EL BB GN
0,6769 0,0154 0,0154 0,0154 0,0154 0,0376 0,0154 0,0154 0,0154 0,0154 0,0923 0,0376 0,0154 0,0154
Berdasarkan Tabel 8 di atas, hasil tersebut menunjukkan bahwa alel F dan alel N merupakan alel tertinggi, kedua alel ini mendominasi alel lainnya yang berarti bahwa kemungkinan salah satu tetua dari sapi Katingan yang beralel F atau beralel N ditemukan banyak pada sapi Katingan. Nilai Heterozigositas Nilai heterozigositas (ĥ) tertinggi ditemukan pada populasi Tumbang Lahang yaitu pada lokus HEL013 (0,9667) dan terendah (0,1538) ditemukan pada populasi Buntut Bali yaitu pada lokus ILSTS030. Rataan Heterozigositas (Ĥ) dari ketiga lokus menunjukkan bahwa sapi Katingan yang berasal dari populasi Tumbang Lahang mempunyai keragaman genetik yang sedikit lebih tinggi (0,6333) dibandingkan sapi Katingan yang berasal dari populasi Buntut Bali (0,5128) dan Pendahara (0,6063).
26
Prahasta (2001) menyatakan bahwa semakin banyak sampel yang digunakan pada suatu lokus maka semakin besar nilai heterozigositas yang diperoleh, Nilai heterozigositas dari ketiga primer yang digunakan dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 9. Tabel 9. Nilai Heterozigositas sapi Katingan pada Ketiga Populasi (ĥ) pada Populasi Lokus
Buntut Bali
Pendahara
Tumbang Lahang
ILSTS073
0,5385
0,5417
0,6000
ILSTS030
0,1538
0,3600
0,3333
HEL013 Rataan Heterozigositas (Ĥ)
0,8462
0,9091
0,9667
0,5128
0,6036
0,6333
Nei (1987) menyatakan bahwa nilai heterozigositas (ĥ) merupakan cara paling akurat untuk mengukur variasi genetik. Menurut Takezaki dan Nei (1996), untuk mengukur keragaman genetik, rataan heterozigositas dari lokus-lokus mikrosatelit antara 0,3 dan 0,8 dalam populasi, dengan demikian sudah sesuai dengan kategori tersebut. Tingkat heterozigositas dapat dipengaruhi oleh ukuran atau jumlah populasi (Nei, 1987). Derajat heterozigositas dapat diperoleh dari rataan persentase lokus heterozigot tiap individu atau rataan persentase individu heterozigot di dalam populasi (Nei dan Kumar, 2000). Keragaman genetik pada tingkat DNA dapat diketahui dengan melihat nilai heterozigositas dan frekuensi alel. Rataan Heterozigositas (Ĥ) dari masing-masing lokus dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Rataan Heterozigositas (Ĥ) dari Masing-masing Lokus No.
Lokus
Rataan Heterozigositas (Ĥ)
1
ILSTS073
0,5672
2
ILSTS030
0,3088
3
HEL013
0,9231
Berdasarkan Tabel di atas dapat dilihat bahwa raatan heterozigositas (Ĥ) tertinggi terdapat pada lokus HEL013 dan terendah terdapat pada lokus ILSTS030.
27
Rataan
heterozigositas
(Ĥ)
dari
heterozigositas
yang
tinggi
pada
subpopulasi/populasi menurut Abdullah (2008) menunjukkan bahwa sapi-sapi tersebut mengandung alel-alel sapi lain. Hal ini dimungkinkan karena di lokasi Tumbang Lahang telah dikembangkan sapi jenis Zebu, PO, Bali bahkan juga FH melalui berbagai program, baik dari Pemerintah maupun dari misionaris. Menurut Utomo et. al. (2011), misionaris bekerja di Tumbang Lahang diantaranya pada saat itu untuk membina masyarakat lokal guna melakukan kegiatan pertanian menetap. Dalam rangka mendukung kegiatan pertanian tersebut dikembangkan pula sapi-sapi (sapi Zebu) yang dapat membantu untuk mengolah lahan. Sapi-sapi introduksi tersebut ada yang dikawinsilangkan dengan sapi lokal setempat. Adanya kawin silang menimbulkan segregasi gen-gen sapi-sapi tersebut yang beragam dan meluas pada populasi sapi Katingan yang ada di Tumbang Lahang, dan membentuk performan sapi Katingan populasi Tumbang Lahang seperti sekarang ini. Menurut Karthickeyan et al. (2009), tidak adanya kegiatan seleksi seperti yang ada di lapangan,memunculkan alel observasi yang tinggi dimana keragaman genetiknya juga akan tinggi. Keragaman genetik ternak di Indonesia khususnya bangsa sapi telah banyak diteliti pada beberapa bangsa sapi, dan hasilnya menyatakan bahwa bangsa sapi tersebut bersifat polimorfik seperti yang disajikan pada Tabel 11. Tabel 11. Rataan Heterozigositas (Ĥ) pada Beberapa Bangsa Sapi di Indonesia Lokus
(Ĥ)
Sapi Pesisir
ILSTS006
0,71
Harmayanti (2004)
Sapi Katingan
ILSTS029
0,66
Purwanti (2011)
Sapi Bali
16 lokus*
0,33
Winaya et al. (2007)
Sapi Madura
16 lokus*
0,31
Winaya et al. (2007)
Sapi Katingan
HEL013
0,92
Hasil Penelitian
Bangsa Ternak
Referensi
Keterangan : (*) Terdiri dari BM2113, CSSM66, ETH3, ETH10, ETH152, ETH185, ETH225, HEL1, HEL9, ILSTS005, INRA023, INRA032, INRA035, INRA037, HAUT24
Crow (1986) menyatakan bahwa sebagian besar alel resesif yang bersifat lethal memiliki peluang yang semakin besar untuk terekspresi ketika derajat heterozigositas semakin menurun yang diakibatkan derajat inbreeding yang tinggi dan fragmentasi populasi. Tingginya keragaman genetik juga menandakan bahwa
28
sifat-sifat yang dimiliki masih sangat beragam, baik sifat yang unggul maupun yang jelek (Harmayanti, 2004). Jarak Genetik Berdasarkan hasil penelitian sapi Katingan pada populasi Buntut Bali, Pendahara, dan Tumbang Lahang diperoleh hasil bahwa populasi Pendahara memiliki jarak genetik yang lebih dekat dengan populasi Buntut Bali, sedangkan populasi Tumbang Lahang memiliki hubungan kekerabatan yang jauh dengan populasi Buntut Bali dan Pendahara. Jarak genetik dari ketiga populasi sapi Katingan dapat dilihat secara lengkap pada Tabel 12. Tabel 12. Jarak Genetik Sapi Katingan Populasi Tumbang Lahang, Buntut Bali, dan Pendahara Berdasarkan Metode UPGMA Populasi
Jarak Genetik antar Populasi Tumbang Lahang
Pendahara
Tumbang Lahang
0,0000
Pendahara
0,0506
0,0000
Buntut Bali
0,0363
0,0099
Buntut Bali
0,0000
Berdasarkan pohon genetik sapi Katingan (Gambar 10), sapi Katingan pada populasi Buntut Bali dan Pendahara memiliki hubungan kekerabatan yang lebih dekat, sedangkan sapi Katingan pada populasi Tumbang Lahang memiliki hubungan kekerabatan yang lebih jauh dengan populasi Buntut Bali dan Pendahara. Hasil pada penelitian ini sama dengan kondisi di lapang yang sebenarnya. 2,1712 0,4940 1,6772 0,4940
Gambar 10. Pohon Genetik Sapi Katingan Sub Populasi Tumbang Lahang, Buntut Bali, dan Pendahara Berdasarkan Metode UPGMA
29
Jika dilihat pada peta lokasi pengambilan sampel sapi Katingan, jarak lokasi pengambilan sampel sapi Katingan populasi Buntut Bali berdekatan dengan populasi Pendahara. Hal ini dapat menyebabkan jarak genetik sapi Katingan pada populasi Buntut Bali berdekatan dengan populasi Pendahara karena sistem pemeliharaan ekstensif pada sapi Katingan dapat menyebabkan perkawinan sapi Katingan antara kedua populasi. Begitu juga dengan sapi Katingan pada populasi Tumbang Lahang, kemungkinan sapi Katingan pada populasi Tumbang Lahang belum terjadi perkawinan dengan sapi Katingan yang ada di populasi Buntut Bali dan populasi Pendahara, sehingga jarak genetiknya berjauhan.
30
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Hasil amplifikasi menunjukkan bahwa sapi Katingan di Kalimantan Tengah memiliki tingkat keberagaman yang tinggi atau bersifat polimorfik untuk lokus ILSTS073, ILSTS030, dan HEL013. Nilai Rataan Heterozigositas (Ĥ) tertinggi ditemukan pada lokus HEL013 dan terendah ditemukan pada lokus
ILSTS030.
Populasi Buntut Bali memiliki hubungan genetik yang lebih dekat dengan populasi Pendahara. Populasi Tumbang Lahang memiliki hubungan genetik lebih jauh dengan populasi Buntut Bali dan Pendahara. Saran Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk menentukan keragaman genetik sapi Katingan di Kalimantan Tengah dengan jumlah sampel dan lokus yang lebih banyak. Identifikasi keragaman genetik pada sapi Katingan menggunakan kurang lebih 30 lokus seperti yang direkomendasikan oleh FAO.
2
UCAPAN TERIMAKASIH Alhamdulillahirobbil’alamin, segala puji hanya bagi Allah SWT, Tuhan semesta alam yang Maha Penyayang, Maha Pengasih dan Maha Penolong untuk hamba-hambaNya yang selalu meminta kepadaNya. Terima kasih Ya Rabb, hanya karena pertolongan-Mu Penulis dapat menyelesaikan penelitian dan menyelesaikan tugas akhir ini. Shalawat serta salam selalu tercurah kepada junjungan nabi besar Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat dan pengikutnya hingga akhir zaman. Penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Prof. Dr. Ir. Ronny Rachman Noor, M.Rur.Sc dan Dr. Jakaria, S.Pt. M.Si selaku pembimbing skripsi atas segala kesabaran, bimbingan, motivasi dan bantuannya yang diberikan kepada Penulis. Terima kasih juga kepada Dr. Drh. Bambang Ngaji Utomo, M.Sc., yang telah memberikan izin kepada Penulis untuk ikut dalam penelitiannya, terima kasih juga atas arahan dan bimbingan serta informasi yang telah diberikan kepada Penulis selama ini. Terima kasih kepada Ir. Rini H. Mulyono, M.Si., Ir. Anita S. Takradidjaja, M.Rur.Sc. dan M. Baihaqi, S.Pt., M.Sc., sebagai penguji yang telah memberikan kritikan dan masukannya. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebanyak-banyaknya kepada Ummi dan Abi yang sangat penulis sayangi, segala kesabaran yang tak pernah ada batasnya, segala perhatian yang tak pernah ada hentinya, pengorbanan, motivasi, do’a dan nasihat yang selalu mengiringi perjalanan hidup Penulis sampai kapanpun, maaf tiada hentinya atas hasil yang mungkin selama ini belum memberikan suatu kebanggaan dan belum bisa memberikan yang terbaik bagi Ummi dan Abi. Kepada adik-adikku yang keenam orang ini, terima kasih karena kalian telah menjadi adikadik yang sangat lucu. Kepada pendamping hidupku Erwinsyah, Penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-sebesarnya atas kesabaran, motivasi dan bantuannya selama ini. Terimakasih penulis ucapkan kepada kakak Eryk, kakak Restu, kakak Surya, kakak Dina, bapak Ihsan, bapak Andi, ibu Suriana dan teman-teman satu penelitian di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak (Revi, Ulin, Irene, Priskila, Ferdy, Icha, Diny, Wike, Gabby, Tiffany, Leny, Desi dan Gina), teman-teman terdekat (Eva, Desti, Aslimah) serta teman-teman IPTP 44 seperjuangan yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu. Terimakasih kepada teman-teman seperjuangan dalam
2
kelembagaan dan kakak tingkat (Mbak Weni, Mbak Ayu, Mbak Henti, Mbak Rini) atas dukungannya selama ini kepada Penulis. Penulis banyak mengucapkan terimakasih atas dukungan dan kebersamaan kalian selama ini.
Bogor, September 2011
Penulis
33
DAFTAR PUSTAKA Abdullah, M. A. N. 2008. Karakterisasi genetik sapi Aceh menggunakan analisis keragaman fenotipk, daerah D-Loop DNA mitokondria dan DNA mikrosatelit Disertasi. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Adrial. 2010. Sapi Lokal Kalimantan Tengah Sumberdaya Lokal potensial yang Belum Termanfaatkan Secara Optimal. BPTP Kalteng. http://kalteng.litbang.deptan.go.id/ind/index.php?option=com_content&view=a rticle. [1November 2010]. Bennet, P. 2000. Microsatellites. J. Clin. Pathol. Mol. Pathol. 53: 177-183. Bhermana, A. 2010. Peta sumberdaya lahan Desa Pendahara, Buntut Bali dan Tumbang Lahang, Kabupaten Katingan skala 1:250.000. palangka Raya: BPTP Kalimantan Tengah. Bishop, M. D., S. M. Kappes, J. W. Keelle, R. T. Stone, S. L. F. Sunden, G. A. Hawkins, S. S. Toldo, R. Fries, M. D. Gronzs, J. Yoo & C. W. Beattie. 1994. A genetic linkage map for cattle. Genetics. 136: 619-639. Ciampolini, R., K. M. Goudarzi, D. Vaiman, C. Dillmann, E. Mazzanti, J. L. Foulley, H. Leveziel, & D. Cianci. 1995. Individual multilocus genotypes using microsatellite polymorphisms to permit the analysis of the genetic variability within and between Italian beef cattle breeds. J. Anim. Sci. 73: 3259-3268. Crow, J. F. 1986. Basic Concept in Population, Quantitative, and Evolutionary Genetics. W. H. Freeman Company, USA. Fikri, M. 2002. Variasi alel DNA mikrosatelit BM 143 dan BM 888 berdasarkan nilai pemuliaan tertaksir pada sapi Fries Holland (FH) di BPT HMT Baturaden. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Georges, M., R. Drinkwater, T. King, D. Nielsen & L. S. Sargeant. 1993. Microsatellite mapping of gene affecting horn development in Bos taurus. Nature Genet. 4: 206-210. Hartl, D. L. & A. G. Clark. 2000. Principles of Population Genetics. 3rd Eds. Sinaeur Assosiatess, Inc., Publisher Sunderlands, Massachusetts. Harmayanti, W. A. 2004. Pendeteksian keragaman DNA mikrosatelit sapi Pesisir Sumatera Barat dengan menggunakan primer INRA037, BM2113, serta ILSTS006. Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Hendrick, P. W. 2000. Genetics of Population. 2nd Ed. Jones and barlett Publishers. Sudbury, Massachussetts. Hoelzel, A. R. 1998. Molecular Genetic Analysis of Populations. A Practical Approach.Second Edition. Oxford University Press, New York. Karthickeyan, S.M.K., S.N. Sivaselvam, R. Selvam & P. Thangeraju. 2009. Microsatellite analysis of Kangayam cattle (Bos indicus). Indian J. Sci. Technol. 2(10): 38-40. Kathiravan, P, B. P. Mishra, R. S. Kataria, & D. K. Sadana. 2009. Evaluation of genetic architecture and mutation drift equilibrium of marathwada buffalo population in central India. J. Genet. 288-293. 2
Lehmann, T., A. H. William & F. H Collins. 1996. An evolutionary constraints on microsatellite loci using null allels. J. Genet. 144: 1155-1163. Li, X, K. Li, B. Fan, Y. Gong, S. Zhao, Z. Peng & B. Liu. 2000. The genetics diversity of seven pig breeds in China, estimated by means of microsatellites. J. Anim. Sci. 9: 1193-1195. Maskur. 2001. Mikrosatelit sebagai penanda molekuler dalam analisis genom. Tesis. Sekolah Pascasarjana, Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Moxon, E. R & C. Wills. 1999. DNA Microsatellites: Agents of Evaluation. Scientific American, USA. Nei, M. 1987. Molecular Evolution and Genetics. Columbia University Press, New York. Nei, M. & S. Kumar. 2000. Molecular Evolutionery and Phylogenetics. Oxford University Press, New York. Noor, R. R., Muladno, B. Benyamin, Z. Hedah, & Herliantin. 2000. The Purity Breed Test of Bali Cattle by Protein, Microsatellite DNA, Body Hair structure and Chromosome. Join Research Grand Program Reports. Faculty of Animal Science, Bogor Agricultural University and Artificial Insemination Center. Purwanti, R. 2011. Identifikasi keragaman DNA mikrosatelit lokus CSSM006, ILSTS029 dan ILSTS061 pada Sapi Katingan di Kalimantan Tengah. Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Poerwanto, S. B. 1993. Teknik PCR dan Aplikasinya. Kursus Singkat Biologi Molekuler. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengentahuan Alam. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Prahasta, P. 2001. Derajat heterozigositas DNA mikrosatelit pada populasi sapi Fries Holland (FH). Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Sambrook, J., E.F. Fritsch & T. Maniatis. 1989. Molecular Cloning : Laboratory Manual. 2nd Edition. Cold Spring Harbor Laboratory Press, USA. Takezaki, N., & M. Nei. 1996. Genetic distances and reconstruction of phylogenetic tree from microsatellite DNA. Genetics 144: 389-399. Tegelstrom, H. 1992. Mitochondrial DNA in natural population: An improved routine for screening of genetic variation based on sensitive silver staining. Electrophoresis, 7: 226-229. Utomo, B. N., R. R. Noor, C. Sumantri, I. Supriatna, & E. Gurnardi. 2010. Keragaman morfometrik dan fenotipik Sapi Katingan di Kalimantan Tengah. JITV (InPress). Utomo, B. N. 2011. Keragaman fenoripik dan genetik, profil reproduksi serta strategi pelestarian dan pengembangan sapi Katingan di Kalimantan Tengah. Disertasi. Sekolah Pascasarjana, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor Utomo, B. N., R. R. Noor, C. Sumantri, I. Supriatna, & E. Gurnardi. 2011. Keragaman genetik sapi Katingan dan hubungan kekerabatannya dengan beberapa sapi lokal lain menggunakan analisis DNA mikrosatelit. JITV (InPress).
35
Weber, J.L. 1990. Informativeness of human (dC-dA)n(dG-dT)n polymorphism. Genomics 7: 524-530. Winaya, A. 2000. Penggunaan penanda molekuler mikrosatelit untuk deteksi polimorfisme dan analisis filogenetik genom sapi. Tesis. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Winaya, A., Muladno, & B. Tappa. 2007. Panel 16 lokus mikrosatelit untuk deteksi polimorfisme dan hubungan filogenetik pada genom sapi. Med. Pet. 24(2): 8188.
36
LAMPIRAN
2
Lampiran 1. Informasi Ulangan Nukleotida Lokus ILSTS073, ILSTS030 dan HEL013 (http://www.ncbi.nlm.nih.gov) [08 Juli 2011] 1. Lokus ILSTS073 Akses L37232.1 5´cgactctagaggatcttagggcaggagtaatctttggaagttatacacacacacacacacacacacacacacacac acacacacatatacacacacatacatacatatatatggttttgattgtgacctagcaggacactatggggccttttaaggac agactccaccaccatactctctgttttatttcctctctgaaagcacctagataatagtatcagatgcacatctggacttcccan nnncactagtggtaaagaaaccatgcctggcaatgcaagagtcataagagagacataagagattcaggttga 3´ 2. Lokus ILSTS030 Akses L37212.1 5´ctcacccccattttatagcaccatacaaagataaactatttgatgaagtttcttaattcagttctaatacattctaaaatacatt cagaattaaatattaataatttatattatttatttaatatctgtgtgtttttattgtagtaatcaatataaggaaataaatttatncagtc tctatcctgaataaagtacaatattcacaactgaatgagtattggagaggcattctgaaaagggaataaacantggcaatgc aaagattgggaagattactttttttcctgtatacctcaaatttattttgtgagnnccaaatgatatacagttagttggncctagag atgttgacctctctaccctgtcgaaaatccaagtaaaactttacagttggaccttaaaatctgcagttctgcatatgtggattca aacaatcatggactccgtgtgtgtgtgtgtgtgtgtatgtgttagtcatactgtacaagtatgtattggaaacaagatctggt agaagtggacacacacagtccaaacccctgttgtctaaggatcc 3´ 3. Lokus HEL013 Akses X65207.1 5´ttttcccatgtaatattatcttacttggaaaaagaatctttgcagatgcaattaagttaaggacttgagataaggaggttgtct tgaatcatctcnntnagctctgaatgctagcaagtgttcttgtaagagagaaacaaaggggcattagagagagacacaca cacatacacacacacacacacacacacacacacacacacacagggaggaagcaaagaggagggaataagatgtt aagatggaggtagatggtgcagtgattcagctacgggattcaagccactgattgccagaagccccccgaaagctgtaag aggcaaggaacagctcctcacatggagccctgaaacaattaacctgggattcctggcctccagaactgtgtgagaacaa atttttgctgttttaaaccattcagtctgtggccatttgtttcagcagccacgggaaacaaatacgctggcaaacggtttccgt ggtgatgacagcttctcccccc 3´
38
Lampiran 2.
Macam, Ukuran Alel dan Genotipe pada Lokus ILSTS073, Sapi Katingan, Kalimantan Tengah
Macam alel menurut ukuran panjang (bp): A 148
B 152
C 156
D 158
No Lab 1a
Alel 1 (bp) 160
Alel 2 (bp) 160
2a
160
E 160
F 162
Genotipe
G 164
H 166
I 168
EE
No Lab 28
Alel 1 (bp) 160
Alel 2 (bp) 168
170
EJ
29
160
J 170
K 174
Genotipe
L 176
M 178
N 180
O 184
P -
Q -
EI
No Lab 59
Alel 1 (bp) 160
Alel 2 (bp) 168
Genotipe
160
EE
60
160
168
EI IO
EI
3a
156
164
CG
30
160
168
EI
61
168
184
4a
160
174
EK
31
160
168
EI
62
160
168
EI
1
170
176
JL
32
160
160
EE
63
168
184
IO
2
160
160
EE
33
156
164
CG
64
160
168
EI
3
160
164
EG
34
156
164
CG
65
160
168
EI
4
160
160
EE
35
160
160
EE
66
156
158
CD
5
160
160
EE
36
160
160
EE
67
162
174
FK
6
164
174
GK
37
160
166
EH
68
160
168
EI
7
164
180
GN
38
160
160
EE
69
160
160
EE
8
164
164
GG
39
160
160
EE
70
160
170
EJ
9
158
160
DE
40
160
168
EI
71
166
180
HN
10
158
160
DE
41
168
168
II
72
166
180
HN
11
158
178
DM
42
160
168
EI
73
160
166
EH
12
-
-
-
43
160
166
EH
74
174
174
KK
12b
158
162
DF
44
160
166
EH
75
162
166
FH
14
158
158
DD
45
160
160
EE
76
160
166
EH
15
158
158
DD
46
160
160
EE
77
160
166
EH
16
158
162
DF
47
160
160
EE
78
160
174
EK
17
158
180
DG
48
166
166
HH
79
166
170
HJ
18
158
158
DD
49
160
166
EH
80
174
174
KK
19
158
162
DF
50
-
-
-
81
166
170
HJ
20
158
158
DD
51
160
166
EH
82
160
178
EM
21
160
168
EI
52
160
166
EH
83
-
-
22
160
160
EE
53
160
160
EE
84
160
160
23
168
168
II
54
160
160
EE
85
-
-
24
160
160
EE
55
166
180
HN
86
160
160
25
160
160
EE
56
166
180
HN
87
-
-
26
160
160
EE
57
160
168
EI
88
148
152
AB
27
160
160
EE
58
160
168
EI
89
164
164
GG
EE EE -
39
Lampiran 3.
Macam, Ukuran Alel dan Genotipe pada Lokus ILSTS030, Sapi Katingan, Kalimantan Tengah
Macam alel menurut ukuran panjang (bp): A 140
B 146
C 148
D 150
No Lab 1a
Alel 1 (bp) 152
Alel 2 (bp) 152
2a
146
E 152
F 154
Genotipe
G 156
H 158
I 160
EE
No Lab 28
Alel 1 (bp) 156
Alel 2 (bp) 158
156
BG
29
156
156
J 178
K -
L -
Genotipe
M -
N -
O -
P -
Q -
GH
No Lab 59
Alel 1 (bp) 146
Alel 2 (bp) 156
Genotipe
GG
60
156
156
GG
BG
3a
152
152
EE
30
156
160
GI
61
156
156
GG
4a
152
152
EE
31
156
156
GG
62
156
156
GG
1
150
150
DD
32
156
156
GG
63
158
158
HH
2
152
152
EE
33
156
156
GG
64
158
158
HH
3
156
156
GG
34
160
160
II
65
158
158
HH
4
152
152
EE
35
156
156
GG
66
156
156
GG
5
146
152
BE
36
156
160
GI
67
156
156
GG
6
152
152
EE
37
160
160
II
68
158
158
HH
7
152
152
EE
38
160
160
II
69
160
178
IJ
8
152
152
EE
39
156
160
GI
70
146
160
BI
9
146
156
BG
40
156
156
GG
71
156
156
GG
10
146
150
BD
41
146
156
BG
72
152
156
FG
11
150
150
DD
42
154
154
FF
73
156
156
GG
12
150
150
DD
43
156
160
GI
74
156
156
GG
12b
152
152
EE
44
154
154
FF
75
156
156
GG
14
154
154
FF
45
156
156
GG
76
156
156
GG
15
146
154
BF
46
150
150
DD
77
156
156
GG
16
154
154
FF
47
150
150
DD
78
158
160
HI
17
154
154
FF
48
150
156
DG
79
156
156
GG
18
154
154
FF
49
146
150
BD
80
156
156
GG
19
-
-
-
50
148
152
CE
81
150
150
DD
20
154
154
FF
51
140
156
AG
82
150
150
DD
21
150
150
DD
52
152
152
EE
83
150
150
DD
22
156
156
GG
53
148
152
CE
84
140
146
AB
23
156
156
GG
54
150
150
DD
85
-
-
24
156
156
GG
55
148
148
CC
86
150
150
DD
25
146
156
BG
56
148
148
CC
87
150
150
DD
26
158
158
HH
57
156
156
GG
88
152
158
EH
27
140
146
AB
58
146
146
BB
89
156
160
GI
-
40
Lampiran 4.
Macam, Ukuran Alel dan Genotipe pada Lokus HEL013, Sapi Katingan, Kalimantan Tengah
Macam alel menurut ukuran panjang (bp): A 166
B 174
C 176
D 178
No Lab 1a
Alel 1 (bp) 182
Alel 2 (bp) 200
2a
182
E 180
F 182
Genotipe
G 184
H 186
I 188
FN
No Lab 28
Alel 1 (bp) 182
Alel 2 (bp) 200
200
FN
29
182
J 190
K 194
Genotipe
L 196
M 198
N 200
FN
No Lab 59
Alel 1 (bp) 186
Alel 2 (bp) 204
200
FN
60
182
200
O 202
P 204
Genotipe HP FN
3a
182
200
FN
30
182
186
FH
61
186
204
HP
4a
182
200
FN
31
180
180
EE
62
184
202
GO
1
180
184
EG
32
178
182
DF
63
186
194
HK
2
182
200
FN
33
182
200
FN
64
184
202
GO
3
182
200
FN
34
182
200
FN
65
186
202
HO
4
182
200
FN
35
182
200
FN
66
184
202
GO
5
182
200
FN
36
182
200
FN
67
184
202
GO
6
180
184
EG
37
182
200
FN
68
184
202
GO
7
182
200
FN
38
182
200
FN
69
184
200
GN
8
182
200
FN
39
182
200
FN
70
180
196
EL
9
182
200
FN
40
182
200
FN
71
180
196
EL
10
176
182
CF
41
182
200
FN
72
182
198
FM
11
182
200
FN
42
182
200
FN
73
180
196
EL
12
-
-
-
43
182
200
FN
74
182
198
FM
12b
182
200
FN
44
182
200
FN
75
184
188
GI
14
182
200
FN
45
182
200
FN
76
182
198
FM
15
186
204
HP
46
182
200
FN
77
180
196
EL
16
182
200
FN
47
182
200
FN
78
184
200
GN
17
182
200
FN
48
182
200
FN
79
166
184
AG
18
182
200
FN
49
182
200
FN
80
186
200
HN
19
182
200
FN
50
186
202
HO
81
184
190
GJ
20
182
200
FN
51
182
200
FN
82
178
178
DD
21
184
184
GG
52
182
200
FN
83
-
-
22
182
182
FF
53
182
200
FN
84
176
176
23
182
200
FN
54
182
200
FN
85
-
-
24
182
182
FF
55
182
200
FN
86
174
174
25
184
188
GI
56
184
190
GJ
87
-
-
-
26
182
200
FN
57
186
204
HP
88
-
-
-
27
182
200
FN
58
184
202
GO
89
-
-
-
CC BB
41