KERAGAAN PRODUKSI DAN MUTU BENIH PADI DARI SEKTOR PERBENIHAN INFORMAL (STUDI KASUS DI JAWA TIMUR) Sri Wahyuni, Ade Ruskandar dan Tita Rustiati Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, Sukamandi ABSTRAK Benih yang digunakan oleh petani berasal dari sektor perbenihan informal dan sektor perbenihan informal. Penggunaan benih bersertifikat saat ini mencapai sekitar 62%, sedangkan sisanya berasal dari sektor perbenihan informal. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi mengenai keragaan produksi dan mutu benih dari sektor perbenihan informal telah dilaksanakan pada tahun 2010. Kegiatan diawali dengan enumerasi data sekunder dan wawancara ke petani pengguna benih tidak bersertifikat di tiga kabupaten: Blitar, Malang dan Pasuruan untuk mengetahui varietas yang ditanam, alasn penggunaan benih tidak bersertifikat, teknik bididaya dan penanganan benih serta cara penyimpanan benihnya. Selain itu, dilakukan analisa mutu benih dari sampel-sampel benih yang diperoleh dari petani (sekor perbenihan informal). Sebagian besar petani yang menggunakan benih hasil produksi sendiri menanam benih varietas unggul seperti: Ciherang, IR 64 dan Way Apo Buru. Sebagian besar petani menggunakan benih bersertifikat bila ada bantuan dari pemerintah. Alasan terbesar penggunaan benih produksi sendiri di Blitar dan Malang adalah: varietas sama untuk beberapa musim, sedangkan di Pasuruan petani beranggapan benih mereka sendiri mutunya lebih bagus dibandingkan membeli di pasaran. Sebagian besar petani melakukan roguing 1 kali selama pertanaman, sedangkan sebagian kecil roguing 2 kali selama pertanaman. Sebagian besar responden tidak melakukan pembersihan benih sebelum disimpan (90% responden di Pasuruan, 92% responden di Blitar dan 89% responden di Malang). Bila dibandingkan dengan persyaratan mutu benih sebar, sebagian besar benih yang dihasilkan tidak memenuhi persyaratan mutu benih sebar, kecuali sebanyak 6, 1 dan 1 sampel benih berturut-turut dari Malang, Pasuruan dan Blitar. Benih-benih yang tidak memenuhi syarat tersebut disebakab oleh persentase kadar air atau kotoran benih yang tinggi. Perbaikan dalam pengolahan (pengeringan) dan pembersihan benih sebelum simpan serta cara penyimpanan yang baik perlu dilakukan untuk menjaga mutu benih dari sektor perbenihan informal tetap tinggi sampai saat tanam. Kata kunci: padi, varietas, mutu benih, sektor perbenihan informal PENDAHULUAN Varietas unggul padi merupakan inovasi teknologi utama dari Balai Besar Penelitian Tanaman Padi yang berperan sangat dominan dalam peningkatan produktivitas padi, dan kontribusinya mencapai 56% dalam peningkatan produksi beras nasional (BB Padi, 2007). Saat ini, petani mendapatkan benih untuk pertanamannya dari dua sumber yaitu: (i) benih yang diperoleh dari pasar atau pedagang dan produsen benih komersial yang disebut sektor perbenihan formal (formal seed sector), dan (ii) benih yang berasal dari hasil panen sendiri (farm-
171
saved seed) atau beli/barter dengan petani lain yang disebut sektor perbenihan informal (Turner, 1996). Sektor perbenihan formal yang menghasilkan benih padi bersertifikat baru dapat memasok sekitar 62% dari total kebutuhan benih, sedangkan kebutuhan benih sisanya (48%) dipenuhi dari sektor perbenihan informal (Direktorat Perbenihan, 2009a). Saat ini, perhatian terhadap sektor perbenihan informal seperti diseminasi varietas unggul dan inovasi teknologi lainnya melalui sektor perbenihan informal masih lemah. Padahal sektor informal merupakan sumber benih untuk pertanaman seluas 48 % dari total areal tanam padi di Indonesia. Penguatan diseminasi varietas unggul padi dan teknologi pendukungnya seperti pengelolaan tanaman terpadu, pengendalian hama dan penyakit terpadu atau cara penyimpanan benih yang baik kepada petani subsisten melalui sektor perbenihan informal diharapkan dapat mempercepat peningkatan adopsi varietas unggul padi. Transfer teknologi produksi padi termasuk pengenalan varietas unggul baru pada sektor perbenihan informal di Kabupaten Blora, Lombok Timur dan Pandeglang telah berhasil mendorong petani dapat menyediakan benih untuk keperluan sendiri dan adopsi varietas unggul baru meningkat (Nugraha dan Wahyuni, 2008, Wahyuni dan Rasam, 2010). Meskipun demikian, pembinaan petani yang memproduksi benih untuk kepentingannya sendiri masih perlu dilakukan terutama dalam proses untuk mendapatkan benih yang bermutu tinggi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan informasi keragaan produksi benih dan kualitas benih yang dihasilkan oleh sektor perbenihan informal di Jawa Timur. METODOLOGI Penelitian diawali dengan survei melalui wawancara ke petani responden di daerah-daerah yang petaninya banyak menggunakan benih hasil produksi sendiri/tidak bersertifikat (benih dari sektor perbenihan informal). Berdasarkan data sekunder dipilih 3 kabupaten sebagai lokasi survei yaitu Pasuruan, Malang dan Blitar. Survei dilakukan dengan cara mendatangi petani responden yang dipilih secara purposif atas dasar petani yang menggunakan benih dari sektor perbenihan informal/tidak bersertifikat/benih produksi sendiri minimal satu kali dalam satu tahun. Pertanyaan kunci yang diajukan dalam penelitian ini adalah: 1. Pola usaha tani dan luas lahan garapan 2. Alasan petani menggunakan benih tidak bersertifikat / produksi sendiri 3. Varietas yang ditanam 4. Cara produksi benih yang dilakukan oleh petani 5. Cara pengeringan, pembersihan dan penyimpanan benih oleh petani Selain itu, juga diambil sampel benih dari para petani responden (benih hasil produksi petani sendiri) untuk diuji mutunya di Laboratorium Mutu Benih BB Penelitian Tanaman padi. Pengujian mutu benih meliputi: daya berkecambah, kemurnian fisik benih (persentase benih murni dan kotoran), serta kadar air benih. Analisis mutu benih dilakukan mengikuti metode ISTA (2008) dengan modifikasi kertas menggunakan kertas merang dalam pengujian daya berkecambah. Analisis kadar air benih dan kemurnian fisik diulang dua kali, sedangkan analisis
172
daya berkecambah benih diulang empat kali dengan jumlah benih per ulangan 100 butir. Data hasil uji mutu benih diolah sesuai dengan ISTA (2008) dan kemudian dibandingkan dengan standar minimum mutu benih bersertifikat untuk kelas benih sebar (Direktorat Perbenihan, 2009b). Juga diuji vigor benih dengan metode AAT (Accelerated Ageing Test) dengan mengikuti metode AOSA (2009). HASIL DAN PEMBAHASAN Varietas dan pola tanam petani pengguna benih dari sektor perbenihan informal Varietas yang diterapkan oleh petani pengguna benih dari sektor perbenihan informal tampak beragam antar kabupaten. Petani pengguna benih dari sektor perbenihan informal di Pasuruan menanam varietas unggul baru: Ciherang, IR 64 dan Mekongga serta beberapa varietas lainnya. Petani pengguna benih produksi sendiri di Blitar menanam paling banyak Situ Patenggang dan Ciherang, sedangkan petani di Malang menanam IR 64 dan sebagian kecil menanam Ketan Sri Jaya (ketan lokal) (Tabel 1). Penanaman VUB oleh petani yang memproduksi benih sendiri dilakukan setelah mendapatkan bantuan benih (BLBU) yang hasil panenanya untuk benih pada musim tanam berikutnya. Petani responden umumnya memerlukan 25-40 kg benih/ha, sementara bantuan benih dari pemerintah hanya 20 kg/ha. Karena tidak mencukupi dan petani ingin mencoba varietas baru (seperti saat petani mencoba varietas Cibogo atau Situ Patenggang), maka petani lebih tertarik membeli benih pokok dibandingkan benih sebar, dengan alasn: (1) petani trauma dari pengalamannya yang pernah mendapat bantuan benih label biru tapi mutunya sangat jelek, dan (2) anggapan bila menaman benih pokok maka mutu hasil gabahnya setara dengan benih sebar dan petani dapat menggunakannya untuk pertanaman beikutnya. Pola tanam yang diterapkan oleh petani sektor perbenihan informal juga berbeda antar wilayah. Petani pengguna benih sektor perbenihan informal di Pasuruan sebagian besar menerapkan pola tanam padi-palawija-palawija (44,4%) yang diikuti dengan padi-padi-palawija (38,9%). Seperti petani di Pasuruan yang menanam 3 kali dalam satu tahun, petani responden di Blitar paling banyak menerapkan pola tanam padi-padi-palawija (47,4%) dan padipalawija-palawija (31,6%), sedangkan petani di Malang pola tanamnya adalah padi-padi-padi (55,2%) dan padi-padi-palawija (41,4%) (Tabel 2). Alasan penggunaan benih bersertifikat dan benih dari hasil sendiri Alasan ini diketahui dari wawancara dengan 67 responden, terdiri dari 23 responden di Pasuruan, 14 responden di Blitar dan 30 responden di Malang. Alasan petani dalam menggunakan benih hasil produksi sendiri sangat beragam (Tabel 3). Bagi petani di daerah Pasuruan alasan utama penggunaan benih produksi sendiri adalah harga benih mahal (35%), dan mutu benih bersertifikat tidak berbeda dengan produksi sendiri (26%). Sementara bagi petani di Blitar dan Malang, alasan utama menggunakan benih produksi sendiri adalah varietas yang ditanam sama. Beberapa petani membeli benih bersertifikat satu kali, kemudian turunannya digunakan untuk pertanaman musim berikutnya 1, 2 atau 3
173
kali musim tanam tergantung penampilan tanaman masih seragam atau tidak. Jika pertanaman mulai tidak seragam petani membeli benih kembali. Tabel 1. Varietas dari sektor perbenihan informal di kabupaten di Jawa Timur No a. b. c. d. e. f. g.
Varietas Ciherang IR 64 Mekongga Situ Patenggang Cisadane Ketan Sri Jaya Lainnya
Pasuruan 63,2 21,1 5,2 0,0 0,0 0,0 10,53
Blitar 36,8 0,0 0,0 42,1 10,5 0 10,5
Malang 22,9 65,7 0,0 0,0 0,0 11,4 0
Tabel 2. Pola tanam petani dari sektor perbenihan informal di 3 kabupaten di Jawa Timur No a. b. c. d. e.
Pola tanam Padi-padi-padi Padi-padi-palawija Padi - palawija-palawija Padi-padi-bera Padi-bera
Pasuruan 16,7 38,9 44,4 0,0 0,0
Blitar 5,3 47,4 31,6 0,0 15,8
Malang 55,2 41,4 0,0 3,4 0,0
Tabel 3. Alasan penggunanan benih hasil sendiri/tidak bersertifikat Alasan • • • • •
Varietas sama untuk beberapa musim Mutu benih tidak berbeda Hasil gabah tidak berbeda Harga benih mahal / irit biaya Mutu benih produksi sendiri lebih bagus
Persentase petani responden (%) Pasuruan Blitar Malang 21,7 69,2 36,7 26,1 7,7 20,0 8,7 7,7 16,6 34,8 7,7 26,7 8,7 7,7 -
Teknik produksi benih padi di tingkat petani Pengetahuan petani dalam memproduksi benih sebagian besar berasal dari pengalaman sendiri (87% responden di Pasuruan; 44% responden di Blitar dan 75% responden di Malang), sedangkan sebagian petani lainnya mendapatkan pengetahuan dari pelatihan, dari anggota kelmpok tani lainnya, maupun dari orang tua. Dalam memproduksi benih, 100% responden di Pasuruan melakukan seleksi di pertanaman satu kali menjelang panen. Di Blitar 21% responden tidak melakukan seleksi, sisanya 50% melakukan seleksi satu kali menjelang panen, 7% panen dengan cara memilih malai dan 21% melakukan roguing 2 kali setelah berbunga dan menjelang panen. Sebanyak 20% responden di Malang tidak melakukan seleksi, 47% melakukan seleksi satu kali menjelang panen dan sisanya melakukan seleksi 2 kali. Semua responden melakukan pengeringan benih dengan cara penjemuran antara 2-3 hari tergantung intensitas sinar matahari. Namun, sebagian besar responden tidak melakukan pembersihan benih sebelum disimpan (90% responden di Pasuruan, 92% responden di Blitar dan 89% responden di Malang). Semua responden menyimpan benihnya dengan menggunakan karung plastik dengan masa simpan yang bervariasi yakni antara 1-3 bulan. Penyimpanan dalam jangka waktu yang lama hanya dilakukan untuk benih padi gogo.
174
Mutu benih dari sektor perbenihan informal Sampel benih dari sektor perbenihan informal diperoleh dari 3 kabupaten yaitu; Malang, Pasuruan dan Blitar. Sebagian benih yang diproduksi oleh petani di Kabupaten Malang adalah varietas unggul, kecuali ketan lokal Sri Jaya. Sebagian besar benih masih mempunyai daya berkecambah di atas 80%, kecuali sampel benih IR 64 (nomor 5 dan 23), serta Ketan Sri Jaya sampel nomor 27 (Tabe 4). Hal ini terkait erat dengan umur benih, sebagian besar benih merupakan benih yang bermurur sekitar satu bulan, yang rencananya sebagian benih tersebut akan digunakan untuk tanam sekitar dua bulan berikutnya. Sebanyak satu sampel memiliki kadar air di atas 13%, namun sebanyak 23 sampel memiliki persentase kotoran yang melebihi 2% (batas maksimum % kotoran dalam benih), bahkan ada yang mencapai 7%. Persentase kotoran benih yang tinggi terkait dengan cara penanganan benih oleh petani, dimana sebagian petani (89% responden di Malang) tidak menapi benih (benih tidak dibersihkan) sebelum disimpan. Kondisi benih yang masih kotor saat disimpan akan menyebabkan peningkatan laju respirasi benih maupun mikroorganisme yang ada di benih tersebut, mendorong tumbuhnya jamur atau menurunkan viabilitas benih. Pada penelitian terdahulu, penyimpanan di tingkat petani dengan kondisi serupa mengakibatka benih padi terinfeksi oleh 10 jenis cendawan gudang dan cendawan terbawa benih (Wahyuni et al., 1999). Kadar air benih, jenis kemasan yang digunakan dan kondisi ruang simpan mempengaruhi daya simpan benih (Agrawal, 1981). Benih yang diproduksi oleh sektor perbenihan informal di Kabupaten Pasuruan juga varietas unggul seperti Ciherang, IR 64, Towuti, Inpari 1 dan sebagainya. Seperti di Kabupaten Malang, benih yang dihasilkan petani masih memiliki daya berkecambah yang tinggi, kecuali benih IR 64 sampel nomor 15. Sebanyak 5 sampel mempunyai vigor yang rendah (di bawah 80%), sebanyak 9 sampel mempunyai kadar air benih yang tinggi (>13%) dan 18 sampel (95%) mempunyai persentase kotoran yang tinggi (> 2%). Dalam penanganan benih, 90% responden di Kabupaten Pasuruan menyimpan benih dalam kondisi yang masih kotor (tanpa dilakukan penapian lebiih dahulu), yang berakibat pada persentase kotoran benih yang tinggi (Tabel 5). Sebaliknya mutu benih dari sektor perbenihan informal di Kabupaten Blitar saat sampling lebih jelek dibandingkan dengan benih dari Kabupaten Malang maupun Pasuruan. Hanya 4 dari 14 sampel (29%) yang memiliki daya berkecambah >80% dan hanya 3 sampel yang mempunyai vigor yang tinggi (Tabel 6). Hal ini terkait dengan umur benih, dimana benih padi gogo (Situ Patenggang) sudah berumur sekitar 5-6 bulan pada saat sampling. Selain itu, kondisi penyimpanan yang kurang baik yaitu benih disimpan dalam karung plastik, mengakibatkan mutu benih cepat menurun. Kondisi benih saat disimpan yang masih kotor terlihat dari persentase kotoran benih yang tinggi (>2%), kecuali benih Inpari 1 (sampel nomor 4) akan memberi kontribusi terhadap penurunan mutu benih selama penyimpanan. Sebagian besar benih yang dihasilkan oleh petani responden mempunyai kadar kotoran dan kadar air yang tinggi. Kadar air benih yang tinggi akan
175
berpengaruh terhadap mutu benih selama penyimpanan (Delouche, 1973). Selain itu, pada kadar air benih sekitar 14%, jamur masih mungkin tumbuh pada permukaan dan di dalam benih. Semakin rendah kadar air benih, maka daya simpan benih akan semakin panjang. Kaidah yang dianut selama ini adalah bahwa pada kisaran kadar air benih antara 5-14%, penurunan 1% kadar air akan memperpanjang daya simpan 2 kali lipat (Delouche, 1973). Tabel 4. Mutu benih yang dihasilkan oleh sektor perbenihan informal di Kabupaten Malang No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21.. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29.
Varietas Ciherang Ciherang IR 64 IR 64 IR 64 IR 64 IR 64 IR 64 IR 64 IR 64 IR 64 IR 64 IR 64 IR 64 IR 64 IR 64 IR 64 IR 64 IR 64 IR 64 IR 64 IR 64 IR 64 Ketan Sri Jaya Ketan Sri Jaya Ketan Sri Jaya Ketan Sri Jaya Memberamo WAB
Mutu Fisiologis (%) DB Vigor 91 82 94 90 92 94 91 85 67 71 96 94 96 93 94 92 91 93 95 81 94 92 95 96 82 84 92 91 95 93 89 83 94 94 91 87 91 90 94 90 94 91 92 90 78 65 94 93 90 91 94 91 49 27 95 94 95 95
Mutu Fisik (%) K Air 11,48 11,58 11,38 12,83 13,06 12,40 11,94 12,80 12,12 12,56 11,66 11,47 12,14 11,73 12,04 12,52 12,62 11,86 12,48 11,71 12,01 11,90 12,01 11,41 12,75 12,01 12,74 12,23 11,13
B. Murni 94,7 95,5 96,0 96,5 96,0 94,4 93,0 96,2 98,0 97,0 93,3 98,5 92,9 97,7 98,7 94,0 98,5 97,7 92,6 96,7 98,3 96,3 99,0 97,8 97,3 95,3 95,2 96,6 96,8
Kotoran 5,3 4,5 4,0 3,5 4,0 5,6 7,0 3,7 1,9 3,0 6,7 1,4 7,0 2,3 1,3 5,9 1,4 2,2 7,4 3,3 1,6 3,7 1,0 2,2 2,6 4,7 4,7 3,4 3,2
Kondisi penyimpanan benih dengan kadar air benih yang tinggi dan benih disimpan dalam kondisi yang masih kotor, menyebabkan peningkatan laju respirasi benih maupun laju perkembangan mikroorganisme di dalam massa benih tersebut, berakibat pada tumbuhnya jamur atau menurunkan viabilitas benih. Hasil penelitian lain menunjukan penyimpanan di tingkat petani dengan kondisi serupa mengakibatka benih padi gogo terinfeksi 10 jenis cendawan gudang dan cendawan terbawa benih (Wahyuni et al., 1999). Kadar air benih, jenis kemasan yang digunakan dan kondisi ruang mempengaruhi daya simpan benih (Agrawal,1981, Wilson, 2005). Hasil penelitian Mulsanti dan Wahyuni (2007) menunjukkan penyimpanan benih dengan kadar air awal <11% yang disimpan dalam karung plastik dapat disimpan sampai 7 bulan, bahkan sampai >9 bulan bila digunakan kantong plastik yang di seal rapat. Berdasarkan hasil survei ini, beberapa perbaikan perlu dilakukan untuk meningkatkan hasil gabah dan mutu benih yang dihasilkan oleh petani sektor perbenihan informal yaitu:
176
i. Transfer pengetahuan cara seleksi tanaman menyimpang dan campuran varietas lain sehingga kemurnian genetik dari varietas tersebut akan terjaga. ii. Transfer pengetahuan pengeringan benih sampai kadar air sekitar 13%, pembersihan benih sebelum disimpan dan penggunaan kantong plastik yang ditutup rapat untuk mempetahankan mutu benih selama penyimpanan. Tabel 5. Mutu benih yang dihasilkan oleh sektor perbenihan informal di Kabupaten Pasuruan No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19.
Varietas Ciherang Ciherang Ciherang Ciherang Ciherang Ciherang Ciherang Ciherang Ciherang Ciherang Ciherang Ciherang Inpari 1 Inpari 13 IR 64 IR 64 IR 64 Silugonggo Towuti
Mutu Fisiologis (%) DB Vigor 85 81 96 92 95 95 92 91 83 66 91 95 86 80 94 94 84 73 94 93 90 71 94 92 94 94 97 97 72 51 91 88 83 76 94 91 96 94
Mutu Fisik ( % ) K Air 13,03 13,70 12,03 12,85 12,79 14,56 12,40 12,84 12,01 11,97 13,30 14,17 12,10 14,47 13,70 11,44 12,46 13,05 12,80
B. Murni 96,4 97,4 99,3 93,5 94,2 97,0 93,7 93,4 95,5 96,6 90,4 93,2 97,8 93,8 97,4 97,3 94,6 94,1 96,3
Kotoran 3,3 2,6 0,6 6,5 5,7 3,0 6,3 6,6 4,5 3,4 9,6 6,8 2,1 6,2 2,5 2,7 5,4 5,9 3,6
Tabel 6. Mutu benih yang dihasilkan oleh sektor perbenihan informal di Kabupaten Blitar No.
Varietas
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14.
Cibogo Ciherang Inpari 1 Inpari 1 Inpari 1` Situ Patenggang Situ Patenggang Situ Patenggang Situ Patenggang Situ Patenggang Situ Patenggang Situ Patenggang Situ Patenggang Situ Patenggang
Mutu Fisiologis (%) DB Vigor 80 75 31 15 94 88 98 97 74 55 59 40 79 60 67 55 55 8 93 84 71 45 36 3 70 7 77 49
K Air 12,11 11,89 12,37 12,71 12,81 13,58 12,77 12,27 12,56 12,43 12,43 12,27 12,19 12,00
Mutu Fisik ( % ) B. Murni Kotoran 90,5 9,5 95,2 4,8 91,2 8,8 98,0 1,8 95,3 4,7 92,9 7,1 93,6 6,4 94,1 5,9 94,9 5,1 96,0 4,0 96,0 4,0 91,9 8,1 95,8 4,2 92,6 7,4
KESIMPULAN • Sebagian besar petani yang menggunakan benih hasil produksi sendiri menanam benih varietas unggul seperti: Ciherang, IR 64 dan Way Apo Buru. Sebagian besar petani menggunakan benih bersertifikat bila ada bantuan. • Alasan terbesar penggunaan benih produksi sendiri di Blitar dan Malang adalah varietas sama untuk beberapa musim, sedangkan di Pasuruan petani beranggapan benih panenan sendiri mutunya lebih bagus dibandingkan membeli di pasaran • Sebagian besar petani melakukan roguing 1 kali selama pertanaman, sedangkan sebagian kecil roguing 2 kali selama pertanaman. Sebagian besar respon-
177
den tidak melakukan pembersihan benih sebelum disimpan (90% responden di Pasuruan, 92% responden di Blitar dan 89% responden di Malang). • Bila dibandingkan dengan persyaratan mutu benih sebar, sebagian besar benih yang dihasilkan tidak memenuhi persyaratan mutu benih sebar, kecuali 6, 1 dan 1 sampel benih dari berturut-turut Malang, pasuruan dan Blitar. • Perbaikan dalam pengolahan (pengeringan) dan pembersihan benih sebelum simpan serta cara penyimpanan yang baik perlu dilakukan untuk menjaga mutu benih dari sektor perbenihan informal tetap tinggi sampai saat tanam. DAFTAR PUSTAKA Agrawal,R.L.1981. Seed technology. Oxford and IBH Publ. Co. New Delhi. 318 p. BB Penelitian Padi. 2007. Penelitian Padi Mendukung Upaya Peningkatan Produksi Beras Nasional. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. Badan Litbang Pertanian. 22 hal. Delouche, J.C., R.K.Matthes, G.M. Dougherty and A.H.Boyd. 1973. Storage of seed in subtropical and tropical regions. Seed Sci. And Technol. 1:663-791 Direktorat Perbenihan. 2009a. Laporan Tahunan Direktorat Perbenihan Tanaman Pangan Tahun 2009. Direktorat Perbenihan. 2009b. Persyaratan dan Tatacara Sertifikasi Benih Bina Tanaman Pangan. 173 pp. ISTA. 2008. International Rules for Seed Testing Edition 2008. The Germination Test: 5.1 – 5. 9. International Seed Testing Association, Switzerland Mulsanti, I.W. dan S.Wahyuni. 2007. Pengaruh suhu dan jenis kemasan terhadap daya simpan benih padi dengan kadar amilosa yang berbeda. Prosiding Lokakarya Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Nendukung Hari Pangan Sedunia 2007. Buku I: 206-217. Nugraha, U.S. dan S. Wahyuni. 2008. Model pengembangan benih di wilayah Blora dan Lombok Timur. Laporan Hasil Penelitian Kerjasama Balai Besar Penelitian Tanaman Padi dan P4MI. OASA. 2009. www.aosaseed.com/publications.htm#vigor. 2009. Seed vigor testing handbook. Part IV: Seed Vigor Test – Procedures. Updated December 2009 Turner, M.R. 1996. Problem of Privatizing the Seed Supply in Self-Pollinated Grain Crops. In H.van Amstel, et al. (Ed.). Integrating Seed Systems for Annual Food Crops. CGPRT No.32: 17-29. Wahyuni, S., U.S.Nugraha dan T.S.Kadir. 1999. Evaluasi teknik pengelolaan dan mutu benih padi gogo di tingkat petani.Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia Vol 8 (1):1 -5. Wahyuni, S. dan Rasam. 2010. Penyiapan penangkar padi gogo di tingkat pedesaan. Laporan Tahunan Penelitian Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. Wilson Jr., D.O. 2005. The storage of ortodoks seeds. Seed quality: basic mechanisms and agricultural implications. New York: Food Products Press p: 38-43.
178