SINKRONISASI PROGRAM DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN JANGKA PENDEK 2018 - 2020 KETERPADUAN PENGEMBANGAN KAWASAN DENGAN INFRASTRUKTUR PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT
KEPULAUAN MALUKU DAN PULAU PAPUA
PUSAT PEMROGRAMAN DAN EVALUASI KETERPADUAN INFRASTRUKTUR PUPR BADAN PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR WILAYAH KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT
JUDUL: Sinkronisasi Program dan Pembiayaan Pembangunan Jangka Pendek 2018-2020 Keterpaduan Pengembangan Kawasan dengan Infrastruktur PUPR Kepulauan Maluku dan Pulau Papua PEMBINA: Kepala Badan Pengembangan Infrastruktur Wilayah: Ir. Rido Matari Ichwan, MCP. PENANGGUNG JAWAB: Kepala Pusat Pemrograman dan Evaluasi Keterpaduan Infrastruktur PUPR: Ir. Harris H. Batubara, M.Eng.Sc. PENGARAH: Kepala Bidang Penyusunan Program: Sosilawati, ST., MT. TIM EDITOR: 1. Kepala Sub Bidang Penyusunan Program I: Amelia Handayani, ST., MSc. 2. Kepala Sub Bidang Penyusunan Program II: Dr.(Eng.) Mangapul L. Nababan, ST., MSi. PENULIS: 1. Kepala Bidang Penyusunan Program: Sosilawati, ST., MT. 2. Kepala Sub Bidang Penyusunan Program II: Dr.(Eng.) Mangapul L. Nababan, ST., MSi. 3. Pejabat Fungsional Perencana: Ary Rahman Wahyudi, ST., MUrb&RegPlg. 4. Pejabat Fungsional Perencana: Zhein Adhi Mahendra , SE. 5. Staf Bidang Penyusunan Program: Wibowo Massudi, ST. 6. Staf Bidang Penyusunan Program: Sekar Utami, ST. KONTRIBUTOR DATA: 1. Sekar Utami, ST. 2. Agus Sugiyanto, S.Pd. 3. Chafid Syahbi, SE. 4. Ika Juwita Rahayu, ST. DESAIN SAMPUL DAN TATA LETAK: 1. Wantarista Ade Wardhana, ST. 2. Wibowo Massudi, ST.
TAHUN ISBN PENERBIT
: 2017 : ISBN 978-602-61190-4-9 : PUSAT PEMROGRAMAN DAN EVALUASI KETERPADUAN INFRASTRUKTUR PUPR, BADAN PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR WILAYAH, KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT.
i
KATA PENGANTAR Kepala Pusat Pemrograman dan Evaluasi Keterpaduan Infrastruktur PUPR Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh; Salam Sejahtera; Om Swastiastu; Namo Buddhaya. Tahun 2017 adalah tahun ketiga perwujudan Nawa Cita yang merupakan penjabaran visi dan misi pemerintahan Kabinet Kerja Joko Widodo – Jusuf Kalla (2014-2019) menuju Indonesia yang berdaulat secara politik, serta mandiri dalam bidang ekonomi dan berkepribadian dalam kebudayaan berlandaskan gotong royong. Pembangunan infrastruktur merupakan salah satu fokus utama yang ingin diamanatkan dalam Nawa Cita yang diharapkan dapat mewujudkan 4 (empat) hal penting terkait dengan penyediaan infrastruktur PUPR, yaitu: (1) membangun dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan, (2) meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia, (3) meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar Internasional, dan (4) mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik. World Economic Forums (WEF) tahun 2016 menunjukkan indeks daya saing global Indonesia menempati peringkat 41 dan indeks daya saing infrastruktur Indonesia menempati peringkat 60. WEF menekankan bahwa perlu perbaikan penyelenggaraan infrastruktur dan perwujudan birokrasi yang lebih efisien. Terkait dengan pembangunan infrastruktur, kita masih dihadapkan pada keterbatasan kapasitas pendanaan, SDM, penguasaan teknologi, dan kesenjangan wilayah. Untuk mengatasi tantangan tersebut, perlu upaya bersama terpadu (terintegrasi) dan sinkron sehingga pemanfaatan sumber daya dalam mewujudkan pembangunan infrastruktur dapat lebih optimal dan efisien. Sebagai salah satu institusi strategis dalam perencanaan dan pemrograman terkait infrastruktur PUPR, Badan Pengembangan Infrastruktur Wilayah (BPIW) dituntut dapat memberikan solusi dan inovasi dalam penyelenggaraan infrastruktur PUPR. BPIW sendiri telah memperkenalkan konsep pendekatan Wilayah Pengembangan Strategis (WPS) sebagai salah satu terobosan strategi untuk memadukan pengembangan wilayah dengan pembangunan infrastruktur PUPR. WPS diharapkan menjadi salah satu pendekatan untuk meningkatkan keterpaduan perencanaan antara pengembangan kawasan dengan pembangunan infrastruktur PUPR, meningkatkan sinkronisasi program dan
ii
pembiayaan program pembangunan infrastruktur PUPR, peningkatan kualitas pekerjaan konstruksi, hingga peningkatan kualitas monitoring dan evaluasi. Pada buku ini ditampilkan program jangka pendek 3 (tiga) tahunan (2018-2020) pada setiap kawasan, WPS (antar kawasan), dan antar WPS didalamnya menggunakan data yang bersumber dari UU No. 17 Tahun 2007 tentang RPJPN 2005-2025, Perpres No. 2 Tahun 2015 tentang RPJMN 2015-2019, Perpres No. 3 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional, Direktif Presiden, Peraturan Menteri PUPR No. 13 Tahun 2015 tentang Rencana Strategis Kementerian PUPR, serta berbagai produk perencanaan BPIW yang terkait yang disusun berdasarkan arahan program dalam Master Plan dan Development Plan yang diintegrasikan dengan Rencana Induk Pulau. Selain itu, penyusunan program juga berpedoman kepada prioritas pembangunan pemerintah yang ditetapkan oleh Bappenas untuk mewujudkan sinkronisasi program dan pembiayaan pembangunan infrastruktur baik antar wilayah ataupun antar tingkat pemerintahan. Dalam proses penyusunan program 3 (tiga) tahunan tersebut, berbagai program dianalisis untuk menentukan prioritas program berdasarkan kriteria pemrograman. Hasil analisis tersebut berupa matriks program jangka pendek yang terbagi berdasarkan 3 (tiga) sumber pembiayaan, yakni Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan Kerjasama antara Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU). Saya menyadari bahwa peningkatan kualitas perencanaan maupun pemrograman membutuhkan proses yang berkelanjutan dan buku ini merupakan salah satu upaya untuk keberlangsungan proses tersebut. Semoga buku ini dapat menjadi media diseminasi yang efektif kepada para akademisi serta praktisi di bidang perencanaan dan pemrograman pembangunan infrastruktur PUPR. Akhir kata, apresiasi setinggi-tingginya secara tulus saya sampaikan kepada semua pihak yang terlibat dalam penulisan buku ini, baik di lingkungan Kementerian PUPR, maupun di lingkungan pemerintah daerah di seluruh pelosok Indonesia. Jakarta, Desember 2016 Kepala Pusat Pemrograman dan Evaluasi Keterpaduan Infrastruktur PUPR (TTD) Ir. Harris Hasudungan Batubara, M.Eng.Sc.
iii
KATA PENGANTAR Kepala Bidang Penyusunan Program Pusat Pemrograman dan Evaluasi Keterpaduan Infrastruktur PUPR Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh; Salam Sejahtera; Om Swastiastu; Namo Buddhaya.
Indonesia merupakan negara berkembang dimana infrastruktur yang terbangun memainkan peranan sangat penting bagi pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat, sehingga perencanaan pembangunan infrastruktur di Indonesia dilakukan secara terpadu menggunakan pendekatan pengembangan wilayah. Tantangan pembangunan infrastruktur Indonesia saat ini, coba dijawab melalui pembentukan Badan Pembangunan Infrastruktur Wilayah (BPIW) yang memiliki peranan penting dalam memadukan pembangunan infrastruktur PUPR dengan pengembangan wilayah melalui pendekatan 35 Wilayah Pengembangan Strategis (WPS). Pembangunan berbasis WPS merupakan suatu pendekatan pembangunan yang memadukan antara pengembangan wiayah dengan “market driven” mempertimbangkan daya dukung dan daya tampung lingkungan, serta memfokuskan pengembangan infrastruktur pada suatu wilayah strategis dalam rangka mendukung percepatan pertumbuhan kawasan strategis dan mengurangi disparitas antar kawasan di dalam WPS. Dalam konsep pengembangan wilayah, diperlukan keterpaduan perencanaan antara infrastruktur dengan kawasan pertumbuhan di dalam kawasan pertumbuhan, antar kawasan pertumbuhan (WPS), antar WPS, selanjutnya dilakukan sinkronisasi program dan pembiayaan keterpaduan pembangunan pengembangan kawasan dengan infrastruktur PUPR untuk meningkatkan sinergi terkait fungsi, lokasi, waktu, besaran, dan dana. Berbagai dokumen perencanaan dan pemrograman telah dihasilkan BPIW untuk mendukung pengembangan wilayah di 35 WPS. Upaya mengintegrasikan perencanaan dijabarkan melalui Master Plan, Development Plan, RIPP (Rencana Induk Pengembangan Pulau), serta dokumen lainnya yang pada intinya menjadi dasar penyusunan sinkronisasi program dan pembiayaan pembangunan keterpaduan pengembangan kawasan dengan infrastruktur PUPR (khususnya
iv
jalan dan jembatan, sumber daya air, keciptakaryaan, dan penyediaan perumahan). Berdasarkan dokumen-dokumen tersebut, kami menyusun program keterpaduan pengembangan kawasan dengan infrastruktur PUPR Tahun 2018 – 2020 dengan melakukan Analisis Kelayakan untuk menentukan program infrastruktur PUPR yang secara terpadu mendukung pengembangan kawasan/wilayah. Analisis ini dilakukan dengan memperhatikan Kawasan Terdukung, Fungsi Kawasan Terdukung, Jangka Waktu Berfungsinya Kawasan, Potensi dari Kawasan Terdukung, Tantangan dan Isu Kawasan Terdukung. Proses penyusunan program juga mempertimbangkan Kriteria Penyusunan Program yaitu: (a) Fungsi Kawasan Terdukung; (b) Lokasi Program Jangka Pendek (kabupaten/kota); (c) Waktu Pelaksanaan Program Jangka Pendek; (d) Besaran Program Jangka Pendek; (e) Biaya Program Jangka Pendek; (f) Kewenangan (pusat/provinsi/ kabupaten/kota/swasta); (g) Kesiapan/Readiness Criteria (Kesesuaian RTRW, FS, DED, Dokumen Lingkungan, dan Kesiapan Lahan). Akhirnya, atas izin dari Allah SWT, serta segala upaya dari seluruh jajaran Badan Pengembangan Infrastruktur Wilayah, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, kami harapkan dengan terbitnya buku ini dapat memberikan manfaat dan menjadi acuan dalam penyusunan program tahunan yang selanjutnya menjadi bahan referensi di forum-forum koordinasi pemrograman seperti Konsultasi Regional Kementerian PUPR, Musrenbang, dan forum-forum lainnya. Kami juga menyadari, kehadiran buku ini masih jauh dari sempurna dan untuk itu kami sangat terbuka terhadap berbagai masukan dan saran untuk perbaikan ke depan.
Jakarta,, Desember 2016 Kepala Bidang Penyusunan ProgramTTD) pala Bidan ng Pen
Sosilawati, S.T., M.T. ilawati,, SS. .T. T,M
v
KATA SAMBUTAN Kepala Badan Pengembangan Infrastruktur Wilayah
Assalamu’alaikum
Warahmatullahi
Wabarakatuh; Salam Sejahtera; Om Swastiastu; Namo Buddhaya.
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah, karena berkat rahmat dan karunia-Nya, buku Sinkronisasi Program
dan
Pembiayaan
Pembangunan Infrastruktur PUPR Jangka
Pendek
3
(tiga)
Tahun
Keterpaduan Pengembangan Kawasan dengan Infrastruktur PUPR di 6 (enam) pulau dan kepulauan dapat diterbitkan.
Buku ini, menjabarkan proses sinkronisasi program dan pembiayaan, yang dimulai dari perencanaan infrastruktur PUPR di tingkat pulau dan kepuluan, perencanaan 35 (tiga puluh lima) Wilayah Pengembangan Strategis (WPS) yang mencangkup kawasankawasan prioritas, kawasan perkotaan dan perdesaan strategis, yang kemudian menghasilkan program-program prioritas jangka pendek. Buku ini, menjadi acuan dalam upaya BPIW melakukan penajaman sinkronisasi program dan pembiayaan yang selanjutnya menjadi materi program untuk dibahas dalam berbagai rapat koordinasi dan konsultasi terkait pemrograman baik ditingkat nasional maupun provinsi dan kabupaten/kota (Musyawarah Rencana Pembangunan (Musrenbang), Konsultasi Regional (Konreg), Rapat Koordinasi Teknis (Rakortek), dan lain sebagainya.
Buku ini bertujuan untuk meningkatkan keterpaduan perencanaan dan kesinkronan program dan pembiayaan pembangunan jangka pendek keterpaduan pengembangan kawasan dengan infrastruktur PUPR. Melalui buku ini, program pembangunan
vi
infrastruktur PUPR yang menggunakan sumber daya yang dikelola oleh pemerintah, khususnya melalui APBN, dapat terselenggara secara optimal dan efisien serta mendukung berbagai agenda prioritas Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla yang diamanatkan dalam Nawa Cita.
Proses penyusunan buku ini melibatkan berbagai pihak yang terkait dengan perencanaan dan pemrograman baik di internal BPIW maupun seluruh kerabat perencanaan dan pemrograman di lingkungan Kementerian PUPR. Selain itu, dalam prosesnya juga melibatkan para pemangku kepentingan (stakeholders) daerah baik ditingkat provinsi maupun di kabupaten/kota, dalam hal ini Badan Perencanaan Pembangunan Daerah provinsi maupun kabupaten/kota, serta dinas yang membidangi urusan Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota.
Saya mengharapkan buku ini dapat menjadi referensi penting tidak hanya bagi praktisi/pelaku perencanaan dan pemrograman di Kementerian PUPR, namun juga dapat memberikan gambaran proses pelaksanaan perencanaan dan pemrogaman infrastruktur PUPR bagi kalangan akademisi dan pemerhati infastruktur PUPR, baik di pusat maupun di daerah.
Jakarta, Desember 2016 Kepala Badan Pengembangan Infrastruktur Wilayah
Ir. Ridho Matari Ichwan, MCP.
vii
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR KEPALA PUSAT PEMROGRAMAN DAN EVALUASI KETERPADUAN INFRASTRUKTUR PUPR ...........................................................................................I KATA PENGANTAR KEPALA BIDANG PENYUSUNAN PROGRAM ............................................ III KATA SAMBUTAN KEPALA BADAN PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR WILAYAH................ V DAFTAR ISI ........................................................................................................................ VII DAFTAR GAMBAR................................................................................................................IX DAFTAR TABEL ....................................................................................................................XI BAB I PENDAHULUAN...........................................................................................................1 1.1 Profil Kepulauan Maluku dan Papua ......................................................................... 2 1.1.1 Gambaran Umum Kepulauan Maluku ............................................................ 2 1.1.2 Gambaran Umum Pulau Papua .................................................................... 11 1.1.3 Gambaran Umum Provinsi Maluku .............................................................. 21 1.1.4 Gambaran Umum Provinsi Maluku Utara .................................................... 23 1.1.5 Gambaran Umum Provinsi Papua Barat....................................................... 25 1.1.6 Gambaran Umum Provinsi Papua ................................................................ 27 1.2 Kondisi Umum Infrastruktur Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat di Kepulauan Maluku dan Papua ............................................................................. 29 1.2.1 Sektor Sumber Daya Air ............................................................................... 29 1.2.2 Sektor Bina Marga ........................................................................................ 31 1.2.3 Sektor Cipta Karya ........................................................................................ 32 1.2.4 Sektor Penyediaan Perumahan .................................................................... 34 1.3 Kebijakan Pembangunan Kepulauan Maluku dan Papua ........................................ 35 1.3.1 Kebijakan Pembangunan Jangka Panjang .................................................... 36 1.3.2 Kebijakan Pembangunan Jangka Menengah ................................................ 37 1.3.3 Kebijakan Keterpaduan Pengembangan Lintas Kementerian dan Lembaga ................................................................................................ 38 1.3.4 Kebijakan Keterpaduan Pengembangan Wilayah dan Infrastruktur Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat ................................................... 49 1.4 Tantangan dan Hambatan Pembangunan Infrastruktur di Kepulauan Maluku dan Papua ................................................................................................................ 54 1.4.1 Tantangan dan Hambatan Pembangunan Infrastruktur di Kepulauan Maluku.................................................................................... 55 1.4.2 Tantangan dan Hambatan Pembangunan Infrastruktur di Pulau Papua ..... 58 BAB II MEKANISME PERENCANAAN DAN PEMROGRAMAN PEMBANGUNAN KETERPADUAN PENGEMBANGAN KAWASAN DENGAN INFRASTRUKTUR PUPR ............................65 2.1 Definisi Umum Perencanaan dan Pemrograman .................................................... 65 2.2 Dasar Hukum Perencanaan dan Pemrograman Infrastruktur PUPR ....................... 66 2.3 Pola Kerja Keterpaduan Perencanaan, Sinkronisasi Program & Pembiayaan, dan Evaluasi dalam Pengembangan Kawasan dengan Pembangunan Infrastruktur PUPR................................................................................................... 68
viii
2.4 Pola Kerja Sinkronisasi Program dan Pembiayaan Pembangunan Keterpaduan Pengembangan Kawasan dengan Infrastruktur PUPR ....................... 72 2.5 Pola Kerja Sinkronisasi Program dan Pembiayaan Pembangunan Jangka Pendek Keterpaduan Pengembangan Kawasan dengan Infrastruktur PUPR................................................................................................... 75 BAB III SINKRONISASI PROGRAM DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN JANGKA PENDEK 2018-2020 KETERPADUAN PENGEMBANGAN KAWASAN DENGAN INFRASTRUKTUR PUPR ..........................................................................77 3.1 Profil WPS dan Kawasan .......................................................................................... 77 3.1.1 Profil WPS ..................................................................................................... 78 3.1.2 Profil Kawasan dalam WPS ........................................................................... 96 3.2 Analisis Kelayakan Program Jangka Pendek 2018–2020 Kepulauan Maluku dan Pulau Papua .................................................................................................... 110 3.2.1 Analisis Kelayakan Program Jangka Pendek dalam Kawasan ..................... 111 3.2.2 Analisis Kelayakan Program Jangka Pendek Antar Kawasan ...................... 149 3.2.3 Analisis Kelayakan Program Jangka Pendek Antar WPS ............................. 153 3.3 Kriteria Pemrograman Jangka Pendek 2018 – 2020 Kepulauan Maluku dan Pulau Papua .................................................................................................... 170 3.4 Program Pembangunan Jangka Pendek Keterpaduan Pengembangan Kawasan dengan Infrastruktur PUPR Kepulauan Maluku dan Pulau Papua .......... 178 3.4.1 Program Jangka Pendek dalam Kawasan ................................................... 178 3.4.2 Program Jangka Pendek antar Kawasan .................................................... 204 3.4.3 Program Jangka Pendek antar WPS ........................................................... 206 3.5 Pembiayaan Pembangunan Jangka Pendek Keterpaduan Pengembangan Kawasan dengan Infrastruktur PUPR di Kepulauan Maluku dan Pulau Papua ...... 214 3.5.1 Pembiayaan Program Jangka Pendek Pembangunan Infrastruktur PUPR Kepulauan Maluku dan Pulau Papua Tahun 2018 – 2020 ................ 215 3.5.2 Pembiayaan Program Jangka Pendek Pembangunan Infrastruktur PUPR Kepulauan Maluku dan Pulau Papua Untuk Mendukung Kawasan, WPS, dan Antar WPS .................................................................. 217 3.5.3 Pembiayaan Program Jangka Pendek Pembangunan Infrastruktur PUPR Kepulauan Maluku dan Pulau Papua Untuk Mendukung Prioritas Nasional ....................................................................................... 218 BAB IV PENUTUP .............................................................................................................221 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................223
ix
DAFTAR GAMBAR Gambar 1.1 Gambar 1.2 Gambar 1.3 Gambar 1.4 Gambar 1.5 Gambar 1.6 Gambar 1.7 Gambar 1.8
Peta Provinsi Maluku Utara ......................................................................... 4 Peta Administrasi Provinsi Maluku .............................................................. 5 Grafik IPM Kepulauan Maluku Tahun 2011-2015 ....................................... 8 PDRB Kepulauan Maluku ........................................................................... 10 Peta Pulau Papua ....................................................................................... 12 Grafik IPM Pulau Papua Tahun 2011-2015 ................................................ 17 PDRB Pulau Papua ..................................................................................... 21 PDRB Provinsi Maluku Berdasarkan Lapangan Usaha Tahun 2010-2015 Atas Dasar Harga Konstan (Juta Rupiah) ................................. 22 Gambar 1.9 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Provinsi Maluku ............................. 23 Gambar 1.10 PDRB Provinsi Maluku Utara Berdasarkan Lapangan Usaha Tahun 2010-2015 Atas Dasar Harga Konstan (Juta Rupiah) ...................... 24 Gambar 1.11 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Provinsi Maluku Utara .................... 25 Gambar 1.12 PDRB Provinsi Papua Barat Berdasarkan Lapangan Usaha Tahun 2010-2015 Atas Dasar Harga Konstan (Juta Rupiah) ................................. 26 Gambar 1.13 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Provinsi Papua Barat ..................... 27 Gambar 1.14 PDRB Provinsi Papua Berdasarkan Lapangan Usaha Tahun 2010-2015 Atas Dasar Harga Konstan (Juta Rupiah) ................................. 28 Gambar 1.15 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Provinsi Papua ............................... 29 Gambar 1.16 Proyek Pembangunan Bendung Wariori ................................................... 30 Gambar 1.17 Rencana Pembangunan Jalan Trans Papua ............................................... 31 Gambar 1.18 Pembangunan PLBN Skouw, Jayapura ...................................................... 33 Gambar 1.19 Tipikal Rumah Khusus ................................................................................ 35 Gambar 1.20 Konsepsi Wilayah Pengembangan Strategis .............................................. 52 Gambar 1.21 Peta Faktor Penghambat Utama Pulau Papua .......................................... 59 Gambar 1.22 Peta Faktor Penghambat Utama Pulau Papua .......................................... 59 Gambar 1.23 Peta Faktor Penghambat Utama Pulau Papua .......................................... 59 Gambar 2.1 Struktur Lembaga Badan Pengembangan Infrastruktur Wilayah .............. 69 Gambar 2.2 Pola Kerja Keterpaduan Perencanaan, Sinkronisasi Program & Pembiayaan, dan Evaluasi Pengembangan Kawasan dengan Pembangunan Infrastruktur PUPR ............................................................ 70 Gambar 2.3 Pola Kerja Sinkronisasi Program dan Pembiayaan Keterpaduan Pengembangan Kawasan dengan Infrastruktur PUPR............................... 73 Gambar 2.4 Jadwal Rangkaian Kegiatan Perencanaan maupun Pemrograman Pembangunan Nasional ............................................................................. 74
x
Gambar 2.5 Pola Kerja Sinkronisasi Program dan Pembiayaan Pembangunan Jangka Pendek Keterpaduan Pengembangan Kawasan dengan Infrastruktur PUPR..................................................................................... 76 Gambar 3.1 Profil WPS 29 Ternate – Sofifi – Daruba .................................................... 79 Gambar 3.2 Peta Kawasan di WPS 29 Ternate – Sofifi – Daruba .................................. 80 Gambar 3.3 Profil WPS 30 Ambon – Masohi ................................................................. 82 Gambar 3.4 Peta Kawasan di WPS 30 Ambon – Masohi ............................................... 83 Gambar 3.5 Profil WPS 31 Sorong – Manokwari ........................................................... 85 Gambar 3.6 Peta Kawasan di WPS 31 Sorong – Manokwari ......................................... 86 Gambar 3.7 Profil WPS 32 Biak – Manokwari – Bintuni ................................................ 88 Gambar 3.8 Peta Kawasan di WPS 32 Biak – Manokwari – Bintuni .............................. 89 Gambar 3.9 Profil WPS 33 Nabire – Enarotali – Wamena ............................................. 91 Gambar 3.10 Peta Kawasan di WPS 33 Nabire – Enarotali – Wamena ........................... 92 Gambar 3.11 Profil WPS 34 Jayapura – Merauke ........................................................... 94 Gambar 3.12 Peta Kawasan di WPS 34 Jayapura – Wamena .......................................... 95 Gambar 3.13 Program Jangka Pendek Kawasan Morotai – Tobelo .............................. 179 Gambar 3.14 Program Jangka Pendek Kawasan Sofifi – Ternate – Tidore .................... 181 Gambar 3.15 Program Jangka Pendek Kawasan Pertumbuhan Ekonomi Terpadu Seram....................................................................................................... 183 Gambar 3.16 Program Jangka Pendek Kawasan Pertumbuhan Ambon ....................... 185 Gambar 3.17 Program Jangka Pendek Kawasan Ekonomi Terpadu dan Strategis Pariwisata Sorong – Raja Ampat ............................................................. 187 Gambar 3.18 Program Jangka Pendek Kawasan Pertumbuhan Baru Manokwari ........ 189 Gambar 3.19 Program Jangka Pendek Kawasan Strategis Migas Manokwari – Bintuni ............................................................................... 191 Gambar 3.20 Program Jangka Pendek Kawasan Pertumbuhan Baru Biak .................... 193 Gambar 3.21 Program Jangka Pendek Kawasan Pertumbuhan Baru Nabire ................ 195 Gambar 3.22 Program Jangka Pendek Kawasan Pertumbuhan Baru Timika ................ 197 Gambar 3.23 Program Jangka Pendek Kawasan Pertumbuhan Baru Wamena ............ 199 Gambar 3.24 Program Jangka Pendek Kawasan Pertumbuhan Baru Jayapura – Skouw .................................................................................... 201 Gambar 3.25 Program Jangka Pendek Kawasan Pertumbuhan Baru Merauke – Salor Muting – Tanah Merah ................................................ 203 Gambar 3.26 Program Jangka Pendek Antar Kawasan Provinsi Papua Barat ............... 205 Gambar 3.27 Program Jangka Pendek Antar WPS Provinsi Maluku Utara ................... 207 Gambar 3.28 Program Jangka Pendek Antar WPS Provinsi Maluku ............................. 209 Gambar 3.29 Program Jangka Pendek Antar WPS Provinsi Papua Barat ...................... 211 Gambar 3.30 Program Jangka Pendek Antar WPS Provinsi Papua................................ 213
xi
DAFTAR TABEL Tabel 1.1 Tabel 1.2 Tabel 1.3 Tabel 1.4 Tabel 3.1 Tabel 3.2 Tabel 3.3 Tabel 3.4 Tabel 3.5 Tabel 3.6 Tabel 3.7 Tabel 3.8 Tabel 3.9 Tabel 3.10 Tabel 3.11 Tabel 3.12 Tabel 3.13 Tabel 3.14 Tabel 3.15 Tabel 3.16 Tabel 3.17 Tabel 3.18 Tabel 3.19 Tabel 3.20 Tabel 3.21
Nama Kabupaten/Kota di Kepulauan Maluku ................................................ 3 Nama Kabupaten/Kota di Pulau Papua ........................................................ 12 Wilayah Sungai di Kepulauan Maluku .......................................................... 55 Wilayah Sungai di Pulau Papua .................................................................... 60 Pembagian WPS Berdasarkan Wilayah Administrasi ................................... 77 Profil Kawasan KEK Morotai ......................................................................... 96 Daftar Subkawasan di Kawasan (29.1) Morotai – Tobelo ............................ 96 Daftar Subkawasan di Kawasan (29.2) Sofifi – Ternate – Tidore.................. 98 Daftar Subkawasan di Kawasan (30.1) Pertumbuhan Ekonomi Terpadu Seram ............................................................................................. 99 Daftar Subkawasan di Kawasan (30.2) Pertumbuhan Ambon ................... 101 Daftar Subkawasan di Kawasan (31.1) Ekonomi Terpadu dan Strategis Pariwisata Sorong – Raja Ampat ................................................. 102 Daftar Subkawasan di Kawasan (31.2) Pertumbuhan Baru Manokwari .... 103 Daftar Subkawasan di Kawasan (32.1) Strategis Migas Manokwari – Bintuni .................................................................................. 104 Daftar Subkawasan di Kawasan (32.2) Pertumbuhan Baru Biak ................ 105 Daftar Subkawasan di Kawasan (33.1) Pertumbuhan Baru Nabire ............ 106 Daftar Subkawasan di Kawasan (33.2) Pertumbuhan Baru Timika ............ 107 Daftar Subkawasan di Kawasan (33.3)Pertumbuhan Baru Wamena ......... 107 Daftar Subkawasan di Kawasan (34.1) Pertumbuhan Baru Jayapura – Skouw ....................................................................................... 108 Daftar Subkawasan di Kawasan (34.2) Pertumbuhan Baru Merauke – Salor – Muting – Tanah Merah ................................................ 109 Kriteria Pemrograman Program Jangka Pendek dalam Kawasan 29.1 Kawasan Morotai – Tobelo ........................................................................ 172 Perkiraan Indikasi Pagu KPJM dan Program New Development Tahun 2018 – 2020 ..................................................................................... 214 Jumlah Kebutuhan Pembiayaan Pembangunan Infrastruktur Kepulauan Maluku dan Pulau Papua Tahun 2018 ...................................... 215 Jumlah Kebutuhan Pembiayaan Pembangunan Infrastruktur Kepulauan Maluku dan Pulau Papua Tahun 2019 ...................................... 216 Jumlah Kebutuhan Pembiayaan Pembangunan Infrastruktur Kepulauan Maluku dan Pulau Papua Tahun 2020 ...................................... 216 Jumlah Kebutuhan Pembiayaan Pembangunan Infrastruktur berdasarkan Kawasan Pengembangan Tahun 2018 – 2020 ....................... 217
xii
Tabel 3.22 Jumlah Kebutuhan Pembiayaan Pembangunan Infrastruktur berdasarkan Dukungan Prioritas Nasional Tahun 2018 – 2020 ................. 218
xiii
BAB
I PENDAHULUAN
1 BAB I PENDAHULUAN Pengembangan wilayah (regional development) merupakan upaya untuk memacu perkembangan sosial ekonomi, mengurangi kesenjangan antarwilayah dan menjaga kelestarian hidup pada suatu wilayah. Pengembangan wilayah sangat dibutuhkan untuk mengkaji kondisi sosial, budaya, ekonomi, politik, dan geografis secara terpadu yang berbeda antara satu wilayah dengan wilayah lainnya. Penerapan konsep pengembangan wilayah harus disesuaikan dengan potensi, permasalahan, dan kondisi nyata wilayah bersangkutan. Tujuan pengembangan wilayah adalah menyerasikan berbagai kegiatan pembangunan sektor dan wilayah, sehingga pemanfaatan ruang dan sumber daya yang ada dapat optimal mendukung peningkatan kehidupan masyarakat sesuai dengan tujuan dan sasaran program pembangunan yang diharapkan. Optimalisasi berarti tercapainya tingkat kemakmuran yang sesuai dan selaras dengan aspek sosial budaya dan lingkungan yang berkelanjutan. Konsep pengembangan wilayah berbeda dengan konsep pembangunan sektoral. Pengembangan wilayah lebih berorientasi pada isu-isu dan permasalahan pokok wilayah yang saling berkaitan, sedangkan pembangunan sektor berorientasi pada tugas dan fungsi yang bertujuan untuk mengembangkan aspek atau bidang tertentu, tanpa memperhatikan keterkaitan dengan sektor lainnya. Meskipun dua konsep itu berbeda dalam prakteknya keduanya saling melengkapi. Artinya pengembangan wilayah tidak akan terwujud tanpa adanya pengembangan sektoral secara terintegrasi. Sebaliknya, pembangunan sektoral tanpa berorientasi pada pengembangan wilayah akan menghasilkan suatu perencanaan sektoral yang tidak optimal dan menciptakan konflik antarsektor. Kepulauan Maluku dan Papua merupakan wilayah yang identik dengan bagian Indonesia timur. Keduanya terletak pada lempeng Australia. Luas Kepulauan Maluku diketahui 2 sekitar 78.896,53 km dengan jumlah pulau sebanyak 2.896. Sedangkan Pulau Papua 2 memiliki luas yang jauh lebih besar, yakni 418.707,7 km yang terdiri dari 2.543 pulau. Total persentase luas wilayah keduanya adalah 26% terhadap keseluruhan luas wilayah Indonesia (BPS, 2016). Kegiatan perekonomian di kedua kepulauan tersebut, salah satunya didukung oleh sektor utama yang sama, yakni sumber daya alam wilayahnya yang melimpah. Sumber daya alam yang dimiliki Kepulauan Maluku dan Papua sangat beragam. Beberapa potensi yang sudah dikembangkan adalah pada sektor pertambangan di Pulau Papua dan perikanan di Kepulauan Maluku. Adapun sektor lain yang kini tengah
1
digalakkan untuk dikembangkan adalah potensi pada sektor pariwisata alam pesisir di kedua wilayah. Sektor-sektor tersebut diharapkan dapat menjadi daya tarik bagi para investor untuk menanamkan modalnya pada kedua kepulauan tersebut. Pengembangan kegiatan ekonomi menuntut suatu daerah untuk dapat menyediakan infrastruktur memadai yang mampu mendukung kelancaran aktivitas atau dapat pula berlaku sebaliknya, dimana ketersediaan infrastruktur yang memadai mampu memicu perkembangan ekonomi. Pada intinya, infrastruktur memegang peranan vital dalam aktivitas ekonomi masyarakat. Di Kepulauan Maluku dan Papua, infrastruktur dasar yang memadai masih sangat dibutuhkan untuk mendukung kawasan-kawasan potensial seperti area pertambangan dan pertanian perikanan, seperti jalan yang masih harus disesuaikan tonasenya dengan beban kawasan yang didukung. Selain jalan yang rusak, beberapa ruas jalan juga harus segera dibangun untuk mendukung konektivitas antar sumber-sumber produksi. Selain itu, tidak lupa yang harus diperhatikan adalah penyediaan infrastruktur pertanian, seperti sistem saluran irigasi. Penyusunan Buku Sinkronisasi Program dan Pembiayaan Pembangunan Jangka Pendek 2018-2020 Keterpaduan Pengembangan Kawasan dengan Infrastruktur PUPR Kepulauan Maluku dan Pulau Papua oleh Pusat Pemrograman dan Evaluasi Keterpaduan Infrastruktur PUPR, BPIW, dilakukan dalam rangka mendukung pengembangan kawasan strategis, kawasan perkotaan, dan kawasan lainnya. Pengembangan kawasan yang akan didukung antara lain Kawasan Morotai – Tobelo, Kawasan Jayapura – Skouw, serta Kawasan Merauke – Salor – Muting – Tanah Merah, yang termasuk di dalamnya terdapat Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Morotai, Pusat Kegiatan Strategis Nasional (PKSN) Perbatasan Jayapura, dan PKSN Perbatasan Merauke. Untuk itu, dalam rangka mendukung peran penting Kepulauan Maluku dan Papua dalam pembangunan ekonomi Indonesia yang dinilai mampu menjadi kekuatan baru bagi perekonomian Indonesia di masa depan, pemerintah perlu terus melakukan perbaikan penyediaan infrastruktur, termasuk pengembangan infrastruktur bidang PUPR.
1.1 Profil Kepulauan Maluku dan Papua 1.1.1
Gambaran Umum Kepulauan Maluku Kepulauan Maluku yang terletak di lempeng Australia didominasi oleh wilayah perairan dengan potensi kekayaan alam yang melimpah. Oleh karena kekayaan alamnya, pada zaman dahulu, Kepulauan Maluku mendapatkan julukan sebagai Kepulauan Rempah-rempah. Komoditas rempah-rempah utama yang dihasilkan adalah cengkeh dan pala. Saat ini, Kepulauan Maluku dikenal dengan kekayaan alam yang dimiliki antara lain berupa sumber daya hayati laut dan pesisir. Salah satu potensi perikanan, yakni ikan tuna, bahkan menjadi yang terbesar di dunia. Selain sektor tersebut, Kepulauan Maluku juga memiliki sektor pertanian dan pertambangan sebagai
2
sumber perekonomian utama wilayah. Gugusan Kepulauan Maluku diapit oleh Pulau Sulawesi di sebelah barat dan Pulau Papua di bagian Timur. Pada bagian utara, Kepulauan Maluku berbatasan langsung dengan Samudera Pasifik. Di antara Provinsi Maluku dan Maluku Utara dipisahkan oleh Laut Seram. Pada bagian selatan, wilayah Kepulauan Maluku dibatasi oleh Laut Arafura dan Samudera Indonesia.
A. Geografi Wilayah Kepulauan Maluku Kepulauan Maluku merupakan bagian dari gugusan kepulauan di wilayah timur yang turut membentuk Nusantara Indonesia. Kepulauan Maluku berada di lempeng Australia yang berdekatan dengan Pulau Sulawesi di bagian barat, Papua Nugini di bagian timur, Timor Leste di sebelah selatan, dan Palau di bagian timur laut. Kepulauan Maluku memiliki kurang lebih 2.896 pulau. Persentase wilayah laut di Kepulauan Maluku 2 adalah 90% dengan total luas seluruh wilayahnya adalah 78.896,53 km , sehingga 2 kurang lebih luas wilayah perairannya adalah 71.006,88 km . Secara administratif, Kepulauan Maluku terdiri dari 2 (dua) provinsi, yakni Provinsi Maluku dengan ibukota Ambon dan Provinsi Maluku Utara dengan ibukota Ternate. Secara administratif, Kepulauan Maluku dibagi menjadi beberapa kabupaten dan kota seperti yang ditunjukkan pada tabel Tabel 1.1. Tabel 1.1 Nama Kabupaten/Kota di Kepulauan Maluku No.
Provinsi
Nama Kabupaten/Kota
Luas 2 (km )
1.
Maluku Utara
31.982,5
2.
Maluku
46.914,03
Kabupaten 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Halmahera Barat Halmahera Tengah Halmahera Selatan Halmahera Utara Halmahera Timur Kep. Sula Pulau Morotai Pulau Taliabu Maluku Tenggara Barat Maluku Barat Daya Maluku Tenggara Maluku Tengah Buru Buru Selatan Kep. Aru Seram Bagian Barat Seram Bagian Timur
Kota 1. 2.
Ternate Tidore Kep.
1. 2.
Ambon Tual
Sumber: Rencana Induk Pengembangan Infastruktur PUPR, 2016
3
Provinsi Maluku Utara secara geografis terletak pada 3° LU - 3° LS dan 124° 129° BT, serta terbentang dari utara ke selatan sepanjang 770 km dan dari barat ke timur sepanjang 660 km. Secara keseluruhan, Provinsi Maluku Utara memiliki luas 2 wilayah sebesar 31.982,5 km . Dapat dikatakan bahwa wilayah perairan mendominasi wilayah provinsi ini sebesar 76,28%. Pada wilayah perairan Provinsi Maluku Utara tersebut, terdapat 1.474 buah pulau yang terdiri dari pulau berpenghuni dan pulau tidak berpenghuni. Komposisi gugusan pulau-pulau tersebut terdiri dari pulau-pulau besar dan kecil. Adapun pulau yang tergolong besar diantaranya adalah Pulau Halmahera dan pulau-pulau yang ukurannya relatif sedang antara lain Pulau Obi, Pulau Taliabu, Pulau Bacan, dan Pulau Morotai. Pulau-pulau berukuran relatif kecil yaitu Pulau Ternate, Tidore, Makian, dan Gebe. Gambar 1.1 Peta Provinsi Maluku Utara
Secara geografis, Provinsi Maluku berlokasi di antara garis meridien 2°30' - 9° Lintang Selatan dan di antara 124° - 136° Bujur Timur. Berbatasan langsung dengan Pulau Papua di sebelah timur dan Pulau Sulawesi di sebelah barat. Pada bagian selatan berbatasan langsung dengan Laut Arafura dan Samudera Indonesia. Di bagian utara terdapat Laut Seram yang memisahkan provinsi ini dengan Provinsi Maluku Utara. Luas 2 wilayah provinsi ini adalah 46.914,03 km . Dari luas tersebut, diketahui bahwa 90% luas wilayah provinsi ini adalah wilayah perairan, sedangkan 10% luas wilayah daratan terdiri dari pulau-pulau besar dan kecil.
4
Provinsi Maluku merupakan gugusan pulau dengan segala keterkaitan yang berjalan mengikuti pola aktivitas penduduk di bidang ekonomi dan interaksi sosial. Keterkaitan wilayah di dalam Provinsi Maluku diwujudkan dalam pola interaksi antar pusat-pusat pertumbuhan dan permukiman di wilayah yang memiliki hierarki/jenjang sehingga membentuk pola jaringan transportasi wilayah secara regional. Berdasarkan analisis pola pergerakan penduduk dan barang, maka jaringan pelayanan transportasi internal wilayah Provinsi Maluku didasarkan pada pembagian orientasi gugus pulau. Adapun pembagiannya terdiri dari 12 gugus pulau. Gambar 1.2 Peta Administrasi Provinsi Maluku
B. Demografi Wilayah Kepulauan Maluku Pada tahun 2010, jumlah penduduk yang bermukim di Kepulauan Maluku dan Papua berjumlah tidak lebih dari 3% total jumlah penduduk Indonesia. Jumlah tersebut jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan 57,48% penduduk Indonesia yang bermukim di Pulau Jawa. Meskipun demikian, fenomena kepadatan penduduk perkotaan lebih tinggi dibanding perdesaan juga terjadi di Kepulauan Maluku. Berikut ini merupakan tabel jumlah dan kepadatan penduduk di Provinsi Maluku pada tahun 2014. Tabel 1.2 Jumlah dan Kepadatan Penduduk Provinsi Maluku Tahun 2014 No.
Kabupaten/Kota
Jumlah Penduduk (Jiwa)
Kepadatan Penduduk (Jiwa/km²)
1
Maluku Tenggara Barat
108.665
10,40
2
Maluku Tenggara
98.073
28,76
5
No.
Kabupaten/Kota
Jumlah Penduduk (Jiwa)
Kepadatan Penduduk (Jiwa/km²)
3
Maluku Tengah
367.177
31,67
4
Buru
120.181
21,99
5
Kepulauan Aru
88.739
14,16
6
Seram Bagian Barat
168.134
41,55
7
Seram Bagian Timur
104.902
26,54
8
Maluku Barat Daya
71.707
15,65
9
Buru Selatan
57.188
15,13
10
Kota Ambon
379.615
1.006,94
11
Kota Tual
64.032
251,71
1.628.413
30,05
Provinsi Maluku Sumber: BPS Provinsi Maluku, 2015
Pada Tabel 1.2 dapat dilihat bahwa kepadatan penduduk di wilayah perkotaan lebih tinggi jika dibandingkan dengan penduduk di wilayah perdesaan. Hal itu terjadi terutama di ibukota provinsi, yakni Kota Ambon yang juga memiliki jumlah penduduk tertinggi, yakni 379.615 jiwa dari total 1.628.413 penduduk Provinsi Maluku pada tahun 2014. Untuk mengetahui jumlah dan kepadatan penduduk di bagian Kepulauan Maluku lainnya, yakni Provinsi Maluku Utara, dapat dilihat pada Tabel 1.3. Tabel 1.3 Jumlah dan Kepadatan Penduduk Provinsi Maluku Utara Tahun 2013 No.
Kabupaten/Kota
Jumlah Penduduk (Jiwa)
Kepadatan Penduduk (Jiwa/km²)
1
Halmahera Barat
106.791
62,66
2
Halmahera Tengah
47.079
17,74
3
Kepulauan Sula
91.406
27,66
4
Halmahera Selatan
211.682
25,98
5
Halmahera Utara
173.117
44,42
6
Halmahera Timur
80.526
12,25
7
Pulau Morotai
57.565
23,25
8
Pulau Taliabu
49.510
33,68
9
Ternate
202.728
1.819,98
10
Tidore Kepulauan
94.493
57,42
Provinsi Maluku Utara
1.114.897
34,86
Sumber: BPS Provinsi Maluku Utara, 2014
Kondisi Provinsi Maluku Utara juga tidak berbeda dengan apa yang terjadi di Provinsi Maluku. Kepadatan penduduk tertinggi terdapat di Kota Ternate yang 2 merupakan ibukota provinsi dengan kepadatan 1.819,98 jiwa/km . Akan tetapi, jika dilihat dari jumlah penduduk secara umum, persentase jumlah penduduk di Kota
6
Ternate berada di bawah Kabupaten Halmahera Selatan, yakni sebesar 18,98% berbanding 18,18%. Kabupaten Halmahera Selatan memiliki luas wilayah yang lebih besar jika dibandingkan dengan Kota Ternate. Dalam bidang kependudukan, permasalahan tidak berhenti pada tingginya kepadatan penduduk suatu wilayah. Kesejahteraan penduduk menjadi salah satu hal penting yang harus diperhatikan. Jumlah penduduk suatu wilayah hanya menjadi salah satu variabel penentu tingkat kesejahteraan. Terdapat variabel lain yang menjadi indikator dalam menentukan tingkat kesejahteraan penduduk, khususnya kualitas hidup manusia yang merupakan aktor dalam pembangunan. Pada Gambar 1.3 ditampilkan grafik yang menjelaskan mengenai kecenderungan perkembangan IPM per provinsi di Kepulauan Maluku. Pada grafik tersebut, terlihat bahwa nilai IPM secara umum di Kepulauan Maluku meningkat setiap tahunnya. Hal tersebut menunjukkan adanya perbaikan taraf kualitas hidup manusia setiap tahunnya. Provinsi Maluku memiliki nilai IPM yang lebih tinggi dibandingkan dengan Provinsi Maluku Utara. Salah satu faktor utama lebih tingginya nilai IPM di Provinsi Maluku adalah sudah lebih stabilnya pemerintahan di Provinsi Maluku, dibandingkan Provinsi Maluku Utara yang notabene merupakan provinsi baru. Angka kesempatan hidup di Provinsi Maluku mengungguli angka yang dimiliki oleh Provinsi Maluku Utara. Hal tersebut dapat dikarenakan masih sulit diaksesnya beberapa wilayah di Provinsi Maluku Utara yang berkarakter pulau-pulau kecil. Namun, pada sektor pendidikan, jika dilihat dari rata-rata lama sekolah, Provinsi Maluku Utara lebih unggul dibandingkan dengan Provinsi Maluku. Pembangunan infrastruktur merupakan jawaban atas permasalahan – permasalahan yang ada di Provinsi tersebut, upaya pemerintah dalam membangun kualitas sumber daya manusia harus didukung oleh pembangunan infrastruktur yang merata di setiap wilayah negara Indonesia.
7
Gambar 1.3 Grafik IPM Kepulauan Maluku Tahun 2011-2015 Maluku
Maluku Utara
66,74 66,09 65,43 64,78
64,75
67,05
65,91 65,18
63,93 63,19
2011
2012
2013
2014
2015
Sumber: Hasil olahan data BPS Maluku dan Maluku Utara, 2016
C. Perekonomian Wilayah Perekonomian Wilayah Kepulauan Maluku memiliki 2 (dua) sektor utama yang menjadi potensi unggulan, yaitu sektor pertanian terutama perikanan, sektor pertambangan terutama nikel dan tembaga, serta sektor pariwisata, terutama pariwisata bahari. Berdasarkan RPJMN 2015-2019, potensi dan keunggulan wilayah Kepulauan Maluku dijelaskan sebagai berikut.
Potensi perikanan Wilayah Kepulauan Maluku menjadikan Indonesia sebagai salah satu produsen makanan laut terbesar di Asia Tenggara. Kemudian dalam konteks global, berdasarkan potensi sumber daya alam yang dimiliki, Wilayah Kepulauan Maluku dikenal sebagai produsen skala besar komoditas perikanan di Indonesia (terutama Provinsi Maluku Utara). Potensi terbesar dari sektor perikanan dan kelautan Wilayah Kepulauan Maluku berasal dari perikanan tangkap. Produksi perikanan tangkap dan budidaya tahun 2012 mencapai 688.241 ton dan untuk perikanan budidaya sebesar 600.383 ton. Dalam hal produksi perikanan tuna, Wilayah Kepulauan Maluku menjadikan Indonesia sebagai negara penghasil tuna terbesar, dengan peringkat ketiga dunia. Selain potensi perikanan dan kelautan, Wilayah Kepulauan Maluku memiliki potensi pertambangan dan energi yang cukup besar, terutama untuk nikel dan tembaga. Wilayah Kepuluan Maluku merupakan penyumbang terbesar pertambangan nikel di Indonesia dengan cadangan nikel sebesar 39% dan tembaga sebesar 92.48% dari total nasional. Nikel dan tembaga merupakan sumber daya alam yang cukup potensial di Wilayah Kepulauan Maluku, namun belum memiliki hasil produksi yang bernilai tambah dan berdaya saing tinggi. Hasil ekstraksi produk tambang nikel dan tembaga secara umum dilakukan tanpa melalui proses pengolahan untuk memberikan nilai tambah bagi hasil produksi, sehingga
8
kontribusi sektor-sektor tersebut dalam memajukan perekonomian lokal kurang optimal. Hal ini merupakan peluang investasi bagi investor untuk pengembangan usaha disektor pertambangan di Wilayah Kepulauan Maluku. Potensi pariwisata bahari di Wilayah Kepulauan Maluku antara lain taman laut yang tersebar terutama di Provinsi Maluku. Selain itu Wilayah Kepulauan Maluku juga mempunyai aneka ragam adat istiadat dan budaya yang apabila seluruh potensi pariwisata tersebut dapat dimanfaatkan secara optimal, akan menjadikan Wilayah Kepulauan Maluku sebagai salah satu tujuan utama pariwisata di Indonesia bahkan dunia. Selama kurun waktu 2011-2013, jumlah kunjungan wisatawan, baik wisatawan nusantara maupun mancanegara, ke Wilayah Kepulauan Maluku meningkat pesat dari 16.004 wisatawan pada tahun 2011 menjadi 53.260 wisatawan pada tahun 2013. Berdasarkan potensi dan keunggulan Wilayah Kepulauan Maluku, tema besar Pembangunan Wilayah Kepulauan Maluku sebagai: Produsen makanan laut dan lumbung ikan nasional; Percepatan pembangunan perekonomian berbasis maritim (kelautan) melalui pengembangan industri berbasis komoditas perikanan; Pengembangan industri pengolahan berbasis nikel dan tembaga; dan Pariwisata bahari. Kepulauan Maluku berada dalam Koridor Ekonomi Papua dan Kepulauan Maluku. Koridor perekonomian ini memiliki potensi sumber daya alam yang tersedia di berbagai belahan pulau, akan tetapi terdapat beberapa masalah yang menjadi perhatian dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi wilayah. Adapun pada Kepulauan Maluku permasalahan yang harus diperhatikan, antara lain: Rata-rata laju pertumbuhan PDRB per tahun pada tahun 2010-2015 di Kepulauan Maluku tergolong relatif tinggi, yakni sebesar 6%, namun besaran PDRB tersebut relatif kecil jika dibandingkan dengan koridor lainnya;
9
Gambar 1. 4 PDRB Kepulauan Maluku 70.000.000,00 60.000.000,00 50.000.000,00 Th 2010
40.000.000,00
Th 2011 30.000.000,00
Th 2012
20.000.000,00
Th 2013
10.000.000,00 Maluku
Maluku Utara
Sumber: Hasil olahan data BPS Maluku dan Maluku Utara, 2016
PDRB Provinsi Maluku pada tahun 2015 mengalami perlambatan dibandingkan tahun sebelumnya. Laju pertumbuhan PDRB Maluku tahun 2015 mencapai 5,44% sedangkan tahun 2014, pertumbuhan ekonomi Maluku sebesar 6,61%. Struktur lapangan usaha masyarakat Maluku masih didominasi oleh lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan. Selain itu, lapangan usaha usaha lainnya yang memberikan sumbangan pendapatan terbesar adalah administrasi pemerintahan, pertahanan dan jaminan sosial wajib, perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor, dan konstruksi. Selama tahun 2015 keadaan ekonomi Provinsi Maluku Utara cenderung membaik. Laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Maluku Utara tahun 2015 sebesar 6,10% mengalami peningkatan bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang mencapai 5,48%. Peningkatan ini diantaranya disebabkan oleh membaiknya kinerja kategori Pertambangan dan Penggalian sebesar 6,54% Pengadaan Listrik dan Gas (14,70 %). Sektor lain yang juga tumbuh cukup tinggi adalah Kategori Jasa Keuangan dan Asuransi (10,38%), kategori Konstruksi (10,21%), serta kategori Informasi dan Komunikasi (9,13%). Perekonomian Provinsi Maluku Utara didominasi oleh 3 (tiga) lapangan usaha yang utama, yakni kategori Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan, kategori Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor serta kategori Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib. Distribusi pendapatan antar golongan masyarakat di seluruh provinsi di Kepulauan Maluku mengalami kenaikan kesenjangan pendapatan antar golongan. Hal ini
10
harus diperhatikan agar proses pembangunan terus melibatkan masyarakat secara inklusif, sehingga hasil-hasil pembangunan dapat dinikmati secara merata oleh masyarakat.
1.1.2 Gambaran Umum Pulau Papua Pulau Papua secara keseluruhan merupakan pulau terbesar kedua di dunia setelah Greenland. Selain Indonesia, bentang Pulau Papua juga merupakan bagian dari negara Papua Nugini di sebelah timur. Pada pulau yang bentuknya menyerupai burung cendrawasih ini, terletak gunung tertinggi di Indonesia, yakni Gunung Jayawijaya dengan Puncak Jaya sebagai titik tertingginya. Pegunungan Jayawijaya juga merupakan pegunungan tertinggi di kawasan Asia Tenggara. Papua memiliki sumber daya alam yang menarik akibat dari kondisi tektonik berupa patahan dan lipatan, sehingga menghasilkan material-material yang berada dari dalam mantel bumi terekspos. Kondisi tersebut menghasilkan banyak sumber daya alam berupa bahan-bahan tambang, seperti emas, tembaga, dan lain sebagainya.
A. Geografi Wilayah Pulau Papua merupakan batas ujung timur Indonesia. Di Indonesia, pulau dengan luas wilayah daratan paling besar dibandingkan pulau lainnya adalah Pulau 2 Papua. Pulau Papua memiliki luas ± 418.707,7 km atau merupakan ± 21% dari luas wilayah Indonesia. Seluas lebih dari 75% wilayah Pulau Papua masih tertutup oleh hutan-hutan tropis yang lebat, dengan ±80% penduduknya masih dalam keadaan semi terisolir di daerah pedalaman (bagian tengah Papua). Secara geografis berada diantara ° ° ° ° garis meridian 0 19’ – 10 45 LS dan antara garis bujur 130 45’ – 141 48’ BT yang ° membentang dari Barat ke Timur dengan silang 11 atau 1.200 km. Secara geofisik, evolusi tektonik Wilayah Papua merupakan produk dari pertumbukan benua yang dihasilkan dari tubrukan lempeng Samudera Pasifik dan Lempeng Australia. Di Provinsi Papua Barat, Wilayah Manokwari merupakan daerah yang paling rawan gempa. Kabupaten yang mengalami kejadian gempa cukup tinggi antara lain Kabupaten Manokwari Selatan, Kabupaten Manokwari, Kabupaten Tambrauw, Kota Sorong, dan Kabupaten Raja Ampat. Di Provinsi Papua, wilayah yang potensial rawan gempa, antara lain adalah Kabupaten Biak Numfor dan Kabupaten Nabire. 2
Tutupan lahan di Provinsi Papua Barat dengan total luas lahan 97.024,27 km 2 didominasi oleh hutan lahan kering primer (71.792,39 km ) dan hutan lahan kering 2 sekunder (14.168,92 km ). Adapun pada Provinsi Papua yang memiliki luas lahan 2 316.553,10 km , tututpan lahannya didominasi oleh hutan lahan kering primer (151,582 2 2 km ) dan hutan rawa primer (4.490,323 km ). Secara garis besar, topografi di Papua terdiri dari: (1) zona utara, kondisinya mulai dari dataran rendah, dataran tinggi sampai pegunungan dengan beberapa puncak yang cukup tinggi (dataran rendah Mamberamo,
11
pegunungan Arfak); (2) zona tengah (central high land) merupakan rangkaian pegunungan dengan puncak yang diliputi salju dan dataran yang cukup luas (Puncak Jaya, Lembah Jayawijaya); dan (3) zona selatan, pada umumnya terdiri dari dataran rendah yang sangat luas (dari teluk Beraur sampai Digul fly depression). Topografinya sangat bervariasi mulai dari yang sangat tinggi (Puncak Jaya 5.500 m, Puncak Trikora 5.160 m, dan Puncak Yamin 5.100) sampai dengan daerah rawa (lembah sungai Digul di selatan dan lembah sungai Mamberami di sebelah utara). Gambar 1.5 Peta Pulau Papua
Jika dilihat berdasarkan wilayah administratif, Pulau Papua terdiri dari 2 (dua) provinsi, yakni Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat. Pembagian wilayah administratif di Pulau Papua lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut. Pembagian wilayah administratif di Pulau Papua lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut.
No. 1.
12
Tabel 1.4 Nama Kabupaten/Kota di Pulau Papua Nama Kabupaten/Kota Provinsi Luas (km2) Kabupaten Kota Papua Barat
99.671,63
1. 2. 3. 4. 5.
Fakfak Kaimana Raja Ampat Sorong Sorong Selatan
1.
Sorong
Nama Kabupaten/Kota No.
Provinsi
Luas (km2) Kabupaten 6. 7. 8. 9. 10. 11.
2.
Papua
319.036,05
12. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21.
Tambraw Maybrat Teluk Wondama Pegunungan Arfak Manokwari Manokwari Selatan Teluk Bintuni Asmat Biak Numfor Kepulauan Yapen Waropen Sarmi Keerom Jayapura Pegunungan Bintang Kab. Boven Digoel Yahukimo Mappi Jayawijaya Lanny Jaya Puncak Puncak Jaya Tolikara Paniai Nabire Mimika Mamberamo Raya Mamberamo Tengah
Kota
1.
Jayapura
13
Nama Kabupaten/Kota No.
Provinsi
Luas (km2) Kabupaten 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28.
Kota
Nduga Deiyai Dogiyai Intan Jaya Supiori Yalimo Merauke
Sumber: Rencana Induk Pengembangan Infastruktur PUPR
B. Demografi Wilayah Pada tahun 2010, jumlah penduduk yang bermukim di Kepulauan Maluku dan Papua berjumlah tidak lebih dari 3% total jumlah penduduk Indonesia. Jumlah tersebut jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan 57,48% penduduk Indonesia yang bermukim di Pulau Jawa. Meskipun demikian, fenomena kepadatan penduduk perkotaan lebih tinggi dibanding perdesaan juga terjadi di Pulau Papua. Berikut ini merupakan tabel jumlah dan kepadatan penduduk di Provinsi Papua Barat pada tahun 2015. Tabel 1.5 Jumlah dan Kepadatan Penduduk Provinsi Papua Barat Tahun 2015 No.
Kabupaten/Kota
Jumlah Penduduk (Jiwa)
Kepadatan Penduduk (Jiwa/km²)
1
Fakfak
73.468
6,66
2
Kaimana
54.165
3,33
3
Teluk Wondama
29.791
7,52
4
Teluk Bintuni
59.196
2,84
5
Manokwari
158.326
49,69
6
Sorong Selatan
43.036
6,53
7
Sorong
80.695
12,33
8
Raja Ampat
45.923
5,72
9
Tambrauw
13.615
1,18
10
Maybrat
37.529
6,87
11
Manokwari Selatan
21.907
7,79
12
Pegunungan Arfak
28.271
10,19
871.510
8,74
Provinsi Papua Barat Sumber: BPS Provinsi Papua Barat, 2015
14
Pada Tabel 1.5, dapat dilihat bahwa kepadatan penduduk di wilayah perkotaan lebih tinggi jika dibandingkan dengan penduduk di wilayah perdesaan. Hal itu terjadi terutama di ibukota provinsi, yakni Kabupaten Manokwari yang juga memiliki jumlah penduduk tertinggi, yakni 158.326 jiwa dari total 871.510 proyeksi penduduk Provinsi Papua Barat pada tahun 2015. Untuk mengetahui jumlah dan kepadatan penduduk di bagian Pulau Papua lainnya, yakni Provinsi Papua, dapat dilihat pada Tabel 1.6. Tabel 1.6 Jumlah dan Kepadatan Penduduk Provinsi Papua Tahun 2013 Jumlah Penduduk Kepadatan Penduduk No. Kabupaten/Kota (Jiwa) (Jiwa/km²) 1 Merauke 209.980 4,43 2
Jayawijaya
203.085
87,12
3
Jayapura
118.789
8,25
4
Nabire
137.283
30,17
5
Kepulauan Yapen
88.187
17,86
6
Biak Numfor
135.080
10,38
7
Paniai
161.324
7,80
8
Puncak Jaya
112.010
45,78
9
Mimika
196.401
85,38
10
Boven Digoel
60.403
2,45
11
Mappi
88.006
3,80
12
Asmat
85.000
3,44
13
Yahukimo
175.086
11,63
14
Pegunungan Bintang
69.304
4,73
15
Tolikara
125.326
20,38
16
Sarmi
35.508
2,54
17
Keerom
51.772
5,74
18
Waropen
26.905
5,00
19
Supiori
16.976
26,77
20
Mamberamo Raya
19.776
0,71
21
Nduga
85.894
14,75
22
161.077
46,83
42.687
12,61
24
Lanny Jaya Mamberamo Tengah Yalimo
54.911
15,01
25
Puncak
99.926
17,78
26
Dogiyai
89.327
19,75
27
Intan Jaya
43.405
18,66
23
15
No.
Kabupaten/Kota
Jumlah Penduduk (Jiwa) 66.516
Kepadatan Penduduk (Jiwa/km²) 7,12
28
Deiyai
29
Kota Jayapura
272.544
286,77
Provinsi Papua
3.032.488
9,58
Sumber: BPS Provinsi Papua, 2014
Kondisi Provinsi Papua juga tidak berbeda dengan apa yang terjadi di Provinsi Papua Barat. Kepadatan penduduk tertinggi terdapat di Kota Jayapura yang juga 2 merupakan ibukota provinsi dengan kepadatan 286,77 jiwa/km . Kota Jayapura juga sekaligus merupakan wilayah dengan jumlah penduduk tertinggi di provinsi ini. Berbanding terbalik dengan tingginya angka kepadatan penduduk di Kota Jayapura, di bagian Provinsi Papua lainnya terdapat Kabupaten Mamberamo Raya yang angka 2 kepadatan penduduknya hanya berkisar pada angka 0,71 jiwa/km . Kondisi tersebut diakibatkan oleh kondisi alam kabupaten ini yang berupa pegunungan dan merupakan tempat bermukim dari beberapa suku pedalaman Papua. Dalam bidang kependudukan, permasalahan tidak berhenti pada tingginya kepadatan penduduk suatu wilayah. Kesejahteraan penduduk menjadi salah satu hal penting yang harus diperhatikan. Jumlah penduduk suatu wilayah hanya menjadi salah satu variabel penentu tingkat kesejahteraan. Terdapat variabel lain yang menjadi indikator dalam menentukan tingkat kesejahteraan penduduk, khususnya kualitas hidup manusia yang merupakan aktor dalam pembangunan. Pada Gambar 1.6, ditampilkan grafik yang menjelaskan mengenai kecenderungan perkembangan IPM per provinsi di Pulau Papua. Pada grafik tersebut, terlihat bahwa nilai IPM secara umum di Pulau Papua meningkat setiap tahunnya. Hal tersebut menunjukkan adanya perbaikan taraf kualitas hidup manusia setiap tahunnya. Provinsi Papua Barat memiliki nilai IPM yang lebih tinggi dibandingkan dengan Provinsi Papua. Adapun Provinsi Papua Barat mengungguli Provinsi Papua pada setiap indikator penentu IPM, yakni angka harapan hidup, angka harapan lama sekolah, serta pengeluaran per kapita. Karakter geografis Provinsi Papua menjadi salah satu faktor utama lebih rendahnya angka IPM provinsi tersebut dibandingkan Provinsi Papua Barat. Sulitnya akses konektivitas merupakan salah satu bentuk nyata tantangan yang harus dihadapi untuk menaikkan angka IPM tersebut. Pembangunan infrastruktur merupakan jawaban atas permasalahan – permasalahan yang ada di Provinsi tersebut, upaya pemerintah dalam membangun kualitas sumber daya manusia harus didukung oleh pembangunan infrastruktur yang merata di setiap wilayah negara Indonesia.
16
Gambar 1.6 Grafik IPM Pulau Papua Tahun 2011-2015 Papua
59,90
55,01
2011
60,30
55,55
2012
Papua Barat
61,28
60,91
56,25
56,75
2013
2014
61,73
57,25
2015
Sumber: Hasil olahan data BPS Papua Barat dan Papua, 2016
C.
Perekonomian Wilayah Wilayah Papua sebagai salah satu pulau terbesar di Indonesia berdasarkan RPJMN 2015-2019 memiliki potensi sumber daya alam sangat besar di sektor pertambangan, migas, dan pertanian. Potensi dan keunggulan wilayah di Pulau Papua dijelaskan secara lebih rinci sebagai berikut. o
o
Komoditas sektor pertambangan dan penggalian yang paling dominan adalah minyak, gas, emas, perak, nikel dan tembaga. Pada tahun 2013, sektor pertambangan dan penggalian sudah berkontribusi sebesar 33,56% untuk seluruh Wilayah Papua. Kontribusi sektor tersebut di Wilayah Papua terpusat di Provinsi Papua yang menjadi salah satu penyumbang terbesar bagi sektor pertambangan nasional. Dengan bertumpunya perekonomian Wilayah Papua pada sektor pertambangan dan penggalian menyebabkan fluktuasi pada sektor ini akan sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan. Wilayah Papua memiliki potensi gas bumi sebesar 23,91 TSCF (Trillion Square Cubic Feet) atau sebesar 23,45% dari potensi cadangan gas bumi nasional. Sementara itu, cadangan minyak bumi di Wilayah Papua mencapai sekitar 66,73 MMSTB atau sebesar 0,91% dari cadangan minyak bumi nasional yang mencapai 7.039,57 MMSTB (Million Stock Tank Barrels/Cadangan Minyak Bumi). Cadangan gas bumi terdapat di sekitar Teluk Bintuni. Sementara itu, cadangan migas terbesar terdapat di sekitar Sorong, Blok Pantai Barat Sarmi, dan Semai.
17
o
o
o
o
Emas, perak, dan tembaga merupakan hasil tambang yang sangat potensial untuk dikembangkan di Wilayah Papua karena memiliki lebih dari 45% cadangan tembaga nasional yang sebagian eksplorasi dan pengolahannya terpusat di Timika (Kabupaten Mimika). Cadangan bijih tembaga di Wilayah Papua diperkirakan sekitar 2,6 milliar ton. Sementara itu, cadangan logam tembaga hanya sekitar 25 juta ton. Bahan tambang dan galian yang menjanjikan potensi lainnya adalah bijih nikel, pasir besi, dan emas. Bijih nikel terdapat di daerah Tanah Merah, Jayapura. Sebagian besar dari sumber daya tersebut masih dalam indikasi dan belum dieksploitasi. Penambangan pasir besi, bijih tembaga, dan emas berlokasi di tempat yang sama dengan penambangan biji tembaga di Timika. Pengembangan MIFEE (Merauke Integrated Food dan Energy Estate) dialokasikan seluas 1,2 juta ha yang terdiri dari 10 Klaster Sentra Produksi Pertanian (KSPP). Empat Klaster Sentra Produksi Pertanian yang dikembangkan yaitu: Greater Merauke, Kali Kumb, Yeinan, dan Bian di Kabupaten Merauke. Untuk jangka menengah (kurun waktu 2015 – 2019) diarahkan pada terbangunnya kawasan sentra produksi pertanian tanaman pangan, hortikultura, peternakan dan perkebunan, serta perikanan darat di Klaster Okaba, Ilwayab, Tubang, dan Tabonji. Sedangkan untuk jangka panjang (kurun waktu 2020 – 2030) diarahkan pada terbangunnya kawasan sentra produksi pertanian tanaman pangan, hortikultura, peternakan dan perkebunan. Potensi unggulan pertanian tanaman pangan di wilayah Papua meliputi komoditi padi, palawija dan hortikultura. Tanaman palawija terdiri dari komoditi jagung, ubi kayu, ubi jalar, buah merah kacang tanah, kacang kedelai dan kacang hijau. Sedangkan hortikultura terdiri dari komoditi sayur-sayuran serta buahbuahan. Berdasarkan data BPS tahun 2013, produksi tanaman pangan di Wilayah Papua terdiri dari produksi jagung sebesar 9.107 ton dari luas panen 4.255 ha, produksi padi mencapai 199.362 ton dari luas panen 58.634 ha, produksi kedelai mencapai 5.219 ton dari luas panen sebesar 4.367 ha, produksi kacang tanah mencapai 2.693 ton dari luas panen sebesar 2.551 ha, produksi sagu sebesar 7.319 ton dari luas panen 7.608 ha, dan produksi ubi jalar mencapai 455.742 ton dari luas panen sebesar 34.100 ha (2012), serta ubi kayu yang memiliki produksi mencapai 51.120 ton dari luas panen 4.253 ha. Tanaman perkebunan di wilayah Pulau Papua dengan produksi dan luas areal terbesar adalah kelapa sawit, kelapa, coklat, dan kopi. Penyebaran untuk produksi kelapa sawit, kelapa dan kopi terbesar terdapat di Provinsi Papua. Perkembangan perkebunan kelapa sawit cukup tinggi karena ekspansi perkebunan sawit banyak dikembangkan di wilayah Papua. Selain kelapa sawit, produksi perkebunan karet di Wilayah Papua secara keseluruhan cukup besar. Produksi karet di Wilayah Papua mengalami peningkatan selama periode 2009-2013. Pada tahun 2013, produksi
18
karet di Wilayah Papua mencapai 2.308 ton dengan dominasi produksi dari Provinsi Papua sebesar 2.281 ton. Wilayah Papua juga sangat berpotensi untuk menjadi penghasil tebu yang besar karena memiliki lahan untuk produksi tebu terluas di luar Jawa yaitu sebesar 500.000 ha atau 47% dari total lahan tebu di luar Pulau Jawa. o Sedangkan untuk peternakan besar di Wilayah Papua, jumlah populasi terbesar adalah babi, sapi potong, dan kambing. Sebaran populasi ternak babi terbesar di Provinsi Papua sebesar 577.407 ekor di tahun 2012. Secara umum, jumlah populasi untuk ternak, sebagian besar terdapat di Provinsi Papua dibandingkan di Provinsi Papua Barat. o Potensi perikanan dan kelautan di Wilayah Pulau Papua sangat melimpah. Wilayah Papua memiliki teritorial perairan yang luas sekaligus memiliki potensi berbagai jenis biota laut yang bernilai ekonomi tinggi. Sektor perikanan dan kelautan menjadi salah satu sektor unggulan di Provinsi Papua sumber Pendapatan Asli Daerah. Oleh karena itu sektor ini mempunyai peluang yang sangat luas untuk terus dipacu perkembangannya. Sebagian besar produksi perikanan terdiri dari perikanan tangkap laut yang berada di Provinsi Papua. Selain itu terdapat juga potensi perikanan budidaya laut, tambak, kolam, karamba, jaring apung dan sawah (mina padi). Sementara itu, perikanan budidaya laut terbesar terdapat di Provinsi Papua Barat, sedangkan untuk perikanan budidaya kolam terbesar berada di Provinsi Papua. o Selain pengembangan sektor primer, Wilayah Papua juga memiliki beberapa potensi untuk pengembangan sektor sekunder dan tersier. Di sektor sekunder, untuk meningkatkan nilai tambah sektor unggulan, wilayah Papua memiliki potensi untuk didirikan industri pengolahan sektor unggulan (industri hilir) terutama industri buah merah, kakao dan kelapa, industri pengolahan turunan hasil pertanian dan perikanan serta industri pertambangan, minyak dan gas. Sementara di sektor tersier, dapat dikembangkan sektor pariwisata terutama wisata alam, bahari dan budaya yang merupakan tujuan wisatawan mancanegara maupun wisatawan lokal yang salah satunya terdapat di Raja Ampat, Provinsi Papua Barat. Berdasarkan potensi dan keunggulan wilayah yang sudah disebutkan di atas, maka tema besar pembangunan Wilayah Papua, sebagai berikut: o o o o
Percepatan pengembangan industri berbasis komoditas lokal yang bernilai tambah di sektor/subsektor pertanian, perkebunan, peternakan dan kehutanan; Percepatan pengembangan ekonomi kemaritiman melalui pengembangan industri perikanan dan parawisata bahari; Percepatan pengembangan pariwisata budaya dan alam melalui pengembangan potensi sosial budaya dan keanekaragaman hayati; Percepatan pengembangan hilirisasi industri pertambangan, minyak, gas bumi, emas, perak, dan tembaga;
19
o
Peningkatan kawasan konservasi dan daya dukung lingkungan untuk pembangunan rendah karbon; o Penguatan kapasitas kelembagaan pemerintahan daerah dan masyarakat; dan o Pengembangan kawasan ekonomi inklusif dan berkelanjutan berbasis wilayah kampung masyarakat adat, melalui percepatan peningkatan kualitas sumberdaya manusia Papua yang mandiri, produktif, dan berkepribadian. Pulau Papua berada dalam Koridor Ekonomi Papua dan Kepulauan Maluku. Koridor perekonomian ini memiliki potensi sumber daya alam yang tersedia di berbagai belahan pulau, akan tetapi terdapat beberapa masalah yang menjadi perhatian dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi wilayah. Adapun pada wilayah Pulau Papua permasalahan yang harus diperhatikan, antara lain: o Secara umum Pemerintah Provinsi di Wilayah Pulau Papua telah cukup berhasil dalam menurunkan jumlah penduduk miskin, namun masih berada di atas angka kemiskinan nasional; o Distribusi pendapatan antar golongan masyarakat seluruh provinsi di Pulau Papua mengalami kenaikan kesenjangan pendapatan antar golongan. Hal ini perlu mendapatkan perhatian agar proses pembangunan terus lebih melibatkan masyarakat secara inklusif, sehingga hasil-hasil pembangunan tersebut dapat dinikmati secara merata oleh masyarakat; o Jika dibandingkan, maka pendapatan dari Provinsi Papua lebih besar dibanding dengan Provinsi Papua Barat, sehingga pada dasarnya diperlukan optimalisasi dan peningkatan sumber daya manusia dan sumber daya alam untuk dapat meningkatkan pendapatan daerah Provinsi Papua Barat. Pemberdayaan sumber daya manusia yang baik dapat meningkatkan pengembangan ekonomi lokal daerah tersebut.
20
Gambar 1. 7 PDRB Pulau Papua 140000000,0 120000000,0 100000000,0 Th 2010
80000000,0
Th 2011 60000000,0
Th 2012
40000000,0
Th 2013
20000000,0 Papua
Papua Barat
Sumber: BPS Papua dan Papua Barat, 2017
1.1.3 Gambaran Umum Provinsi Maluku Provinsi Maluku dikenal sebagai gugusan pulau-pulau yang terdiri dari 1.422 pulau dan beberapa diantaranya masuk dalam golongan pulau besar. Adapun wilayah daratan provinsi ini tidak lain merupakan gugusan gunung dan danau yang letaknya ada di hampir seluruh kabupaten/kota. Adapun gunung dengan puncak tertinggi di Provinsi Maluku berada di Puncak Binaya Kabupaten Maluku Tengah dengan ketinggian 3.055 MDPL. Selain itu, Kabupaten Maluku Tengah juga merupakan kabupaten dengan jumlah kecamatan terbanyak, yakni sebanyak 18 kecamatan.
21
Gambar 1.8 PDRB Provinsi Maluku Berdasarkan Lapangan Usaha Tahun 2010-2015 Atas Dasar Harga Konstan (Juta Rupiah) 8.000.000,00 7.000.000,00 6.000.000,00 5.000.000,00 4.000.000,00 3.000.000,00
Tahun 2010 Tahun 2011 Tahun 2012
2.000.000,00
Tahun 2013
1.000.000,00
Tahun 2014
0,00
Tahun 2015
Sumber: Hasil Analisis, 2017
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Maluku atas dasar harga konstan pada tahun 2010-2015 menurut lapangan usaha bergerak dengan baik. Hal tersebut ditandai dengan adanya peningkatan rata-rata selama 2 tahun terakhir sebesar 4,06% pertahunnya. Sektor jasa-jasa konsisten menjadi kontributor terbesar dalam PDRB. Pada tahun 2015, kontribusinya terhadap keseluruhan nilai PDRB mencapai 29,41%. Sektor pertanian dan perikanan yang menjadi unggulan di Kepulauan Maluku berada di bawah sektor jasa-jasa dengan persentase kontribusi sebesar 23,79% pada tahun 2015. Komoditas utama pada sektor lapangan usaha tersebut antara lain kelapa, coklat, dan cengkeh dari sektor perkebunan. Pada sektor produksi hasil hutan terdapat minyak putih dan kayu bulat, sedangkan komoditas unggulan pada sektor perikanan adalah penangkapan ikan laut. Adapun sektor pertambangan yang diharapkan dapat menjadi salah satu penyumbang utama dalam PDRB dari sektor eksplorasi sumber daya alam, mengalami penurunan pada tahun 2014-2015 sebesar 0,96%. Pada Gambar 1.9 di bawah dapat dilihat bahwa terjadi perkembangan IPM pada seluruh kota/kabupaten di Provinsi Maluku. Terdapat penurunan nilai IPM pada tahun 2013 menuju tahun 2014. Hal tersebut disebabkan oleh adanya perbedaan metode penghitungan IPM pada tahun tersebut. Akan tetapi, tren kenaikan IPM tetap positif pada tahun 2014 menuju tahun 2015. Adapun kenaikan rata-rata nilai IPM
22
setelah menggunakan metode penghitungan baru pada periode tahun 2014-2015 adalah sebesar 0,82%. Nilai IPM tertinggi masih terdapat pada Kota Ambon. Posisi Ambon sebagai ibukota provinsi sekaligus berperan sebagai PKN menjadikan kota tersebut memiliki standar dalam memenuhi kebutuhan kegiatan-kegiatan dengan skala nasional, sehingga juga dapat melayani beberapa provinsi. Setelah Kota Ambon, terdapat Kota Tual, yang baru telah memisahkan diri dari Kabupaten Maluku Tenggara pada tahun 2007. Kota tersebut telah berkembang menjadi salah satu poros maritim dengan potensi unggulannya di bidang bahari dan perikanan. Tumbuhnya potensi tersebut turut serta menjadi pendorong pembangunan berbagai aspek perkotaan, termasuk naiknya IPM di Kota Tual. Gambar 1.9 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Provinsi Maluku 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
Tahun 2010 Tahun 2011
Tahun 2012 Tahun 2013 Tahun 2014 Tahun 2015
Sumber: BPS Provinsi Maluku, 2016
1.1.4 Gambaran Umum Provinsi Maluku Utara Maluku Utara merupakan provinsi pecahan dari Provinsi Maluku yang dahulu merupakan Kabupaten Maluku Utara. Di awal masa pendiriannya, Provinsi Maluku Utara beribukota di Ternate, namun pada 4 Agustus 2010, ibukota provinsi dipindahkan ke Kota Sofifi yang terletak di Pulau Halmahera. Geografis Maluku Utara yang terletak pada Koordinat 3° 40' LS- 3° 0' LU123° 50' - 129° 50' BT. Provinsi Maluku Utara terkenal juga dengan sebutan Moloku Kie Raha atau Kesultanan Empat Gunung di Maluku, karena pada mulanya daerah ini merupakan wilayah 4 kerajaan besar Islam Timur Nusantara, terdiri dari: 1. 2.
Kesultanan Bacan; Kesultanan Jailolo;
23
3. 4.
Kesultanan Tidore; dan Kesultanan Ternate.
Perekonomian wilayah di Maluku Utara utamanya digerakkan oleh perekonomian rakyat yang bertumpu pada sektor pertanian, perikanan, dan jenis hasil laut lainnya. Adapun komoditas utama yang mendukung nadi perekonomian di Maluku Utara, meliputi kopra, buah pala, cengkeh, perikanan, emas, dan nikel. Berdasarkan PDRB Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2010-2015, terlihat bahwa pendapatan kotor daerah Provinsi Maluku Utara bergerak dengan baik ditandai dengan nilai PDRB yang terus mengalami peningkatan dengan rata-rata peningkatan sebesar 6,01%. Meskipun demikian, pada sektor lapangan usaha pertambangan dan penggalian pada tahun 20132014 sempat mengalami penurunan sekitar 12%. Secara umum, sektor yang menjadi unggulan berdasarkan data PDRB Tahun 2010-2015 adalah sektor pertanian, peternakan, dan kehutanan. Nilai PDRB sektor tersebut pada tahun 2011-2012 mengalami kenaikan yang cukup signifikan, yakni sebesar 10,59%. Kenaikan tersebut sekaligus menjadikan sektor pengolahan sumber daya alam khususnya pertanian dan perikanan laut sebagai sektor penggerak ekonomi utama di Provinsi Maluku Utara. Hal tersebut didukung dengan pengembangan KEK Morotai yang salah satu kegiatan utamanya adalah industri pengolahan perikanan. Gambar 1.10 PDRB Provinsi Maluku Utara Berdasarkan Lapangan Usaha Tahun 20102015 Atas Dasar Harga Konstan (Juta Rupiah) 5.000.000,00 4.500.000,00 4.000.000,00 3.500.000,00 3.000.000,00 2.500.000,00 2.000.000,00 1.500.000,00 1.000.000,00 500.000,00 0,00
Tahun 2010 Tahun 2011 Tahun 2012 Tahun 2013 Tahun 2014 Tahun 2015
Sumber: Hasil Analisis, 2017
24
Terdapat persamaan pada pola pergerakan angka IPM di Provinsi Maluku dan Maluku Utara pada tahun 2010-2015, yakni tren angka IPM bergerak positif. Hal tersebut ditunjukkan pada Gambar 1.11. Kecenderungan yang sama juga terjadi, yakni angka IPM perkotaan lebih tinggi jika dibandingkan dengan wilayah kabupaten disekitarnya. Dapat dilihat bahwa Kota Ternate memiliki rata-rata angka IPM tertinggi pada tahun 2010-2015 di Provinsi Maluku Utara, yakni 76,27. Setelah Kota Ternate, angka IPM tertinggi dimiliki oleh Kota Tidore Kepulauan dengan rata-rata pada tahun 2010-2015 adalah 65,86. IPM Indonesia secara keseluruhan pada tahun 2015 adalah 69,55 poin, hanya Kota Ternate di Provinsi Maluku Utara yang dapat melampaui angka tersebut. Kondisi tersebut didukung oleh penyediaan prasarana kesehatan dan pendidikan yang baik di Kota Ternate. Gambar 1.11 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Provinsi Maluku Utara 90 80 70 60 50
Tahun 2010
40
Tahun 2011
30
Tahun 2012
20
Tahun 2013
10 0
Tahun 2014 Tahun 2015
Sumber: BPS Provinsi Maluku Utara, 2016
1.1.5 Gambaran Umum Provinsi Papua Barat Provinsi Papua Barat secara geografi merupakan provinsi yang terletak pada area “leher dan kepala burung” di Pulau Papua. Pada bagian timur, provinsi ini berbatasan dengan Provinsi Papua. Di sebelah selatan berbatasan langsung dengan Laut Banda. Pada bagian barat, wilayahnya berbatasan dengan Laut Seram. Sedangkan pada sebelah utara Provinsi Papua Barat berbatasan dengan Samudera Pasifik. Provinsi Papua Barat mempunyai potensi yang luar biasa, baik itu pertanian, pertambangan, hasil hutan maupun pariwisata. Mutiara dan rumput laut dihasilkan di kabupaten Raja Ampat,
25
sedangkan satu-satunya industri tradisional tenun ikat yang disebut kain Timor dihasilkan di kabupaten Sorong Selatan. Selain itu, wisata alam juga menjadi salah satu andalan Papua Barat, seperti Taman Nasional Teluk Cenderawasih yang berlokasi di Kabupaten Teluk Wondama. Taman Nasional ini membentang dari timur Semenanjung Kwatisore sampai utara Pulau Rumberpon dengan panjang garis pantai 500 km, luas darat mencapai 68.200 ha dan luas laut 1.385.300 ha (80.000 ha kawasan terumbu karang dan 12.400 ha lautan). Kondisi perekonomian wilayah Provinsi Papua Barat berdasarkan kontribusi sektor lapangan usaha didominasi oleh sektor industri pengolahan. Sektor industri pengolahan memiliki kontribusi PDRB rata-rata pertahunnya sebesar 32,73%. Industri pengolahan di Papua Barat cukup beragam, meliputi industri pengolahan kayu dan juga migas. Kemudian, sektor yang juga memberikan kontribusi besar terhadap angka PDRB Papua Barat adalah sektor pertambangan dan penggalian dengan proporsi rata-rata pertahunnya sebesar 24,48%. Kontribusi sektor tersebut terhadap PDRB dari tahun 2011 hingga 2012 cenderung mengalami penurunan. Potensi pada sektor penggalian mineral dan batubara tersebar di hampir seluruh wilayah provinsi. Gambar 1.12 PDRB Provinsi Papua Barat Berdasarkan Lapangan Usaha Tahun 2010-2015 Atas Dasar Harga Konstan (Juta Rupiah) 18.000.000,00 16.000.000,00 14.000.000,00 12.000.000,00 10.000.000,00 8.000.000,00
Tahun 2010
6.000.000,00
Tahun 2011
4.000.000,00
Tahun 2012
2.000.000,00
Tahun 2013
0,00
Tahun 2014 Tahun 2015
Sumber: Hasil Analisis, 2017
26
Berdasarkan grafik IPM di Provinsi Papua Barat dalam kurun waktu tahun 20102015, rata-rata pertumbuhan mencapai 8,37 poin pertahunnya. Pembangunan manusia merupakan tolak ukur sebagai dampak dari tingkat kontribusi pendidikan yang baik, standar hidup layak dan angka harapan hidup di daerah tersebut. Angka IPM paling tinggi terdapat di Kota Sorong yang dikenal sebagai Kota Minyak. Hal tersebut dipengaruhi oleh kondisi pembangunan infrastruktur yang turut berkonstribusi pada terlaksananya pembangunan manusia di Provinsi Papua Barat. Gambar 1.13 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Provinsi Papua Barat 80 70 60 50
Tahun 2010
40
Tahun 2011
30
Tahun 2012
20
Tahun 2013 Tahun 2014
10
Tahun 2015
0
Sumber: BPS Provinsi Papua Barat, 2016
1.1.6 Gambaran Umum Provinsi Papua Provinsi Papua merupakan provinsi terluas di Indonesia dengan wilayah yang luasnya tiga kali luas Pulau Jawa. Wilayah yang luas tersebut diperkaya dengan sumber daya alam yang melimpah, seperti hasil hutan, perkebunan, pertanian, perikanan, dan pertambangan. Pada bagian utara, Provinsi Papua berbatasan dengan Samudera Pasifik. Di sebelah selatan, wilayahnya berbatasan langsung dengan Samudera Hindia, Laut Arafuru, Teluk Carpentaria, dan Australia. Pada bagian barat, provinsi ini bersisian langsung dengan Papua Barat dan wilayah laut Kepulauan Maluku. Sedangkan di sebelah timur, Provinsi Papua berbatasan dengan negara tetangga, yakni Papua Nugini. PDRB Provinsi Papua atas dasar harga konstan menurut lapangan usaha bergerak positif dengan terus mengalami peningkatan, jika dilihat berdasarkan Produk
27
Domestik Regional Bruto dari tahun 2010 sampai 2015. Berdasarkan PDRB tahun 20102015, sektor pertambangan dan penggalian merupakan sektor yang mendominasi pendapatan regional Provinsi Papua. Rata-rata kontribusi sektor tersebut terhadap PDRB provinsi adalah sebesar 44,76%, jauh mengungguli sektor-sektor lainnya. Sektor pertambangan dan penggalian tetap mendominasi PDRB walaupun terdapat gejolak dalam peraihan pendapatan setiap tahunnya. Penurunan persentase sektor tersebut terhadap PDRB dibarengi dengan kenaikan di sektor-sektor lainnya. Kenaikan kontribusi paling signifikan diperlihatkan oleh sektor bangunan yang diikuti oleh sektor jasa-jasa. Adapun pada sektor-sektor lainnya, memperlihatkan kenaikan persentase walau tidak signifikan, sedangkan sektor lainnya cenderung stagnan. Gambar 1.14 PDRB Provinsi Papua Berdasarkan Lapangan Usaha Tahun 2010-2015 Atas Dasar Harga Konstan (Juta Rupiah) 70.000.000,00 60.000.000,00 50.000.000,00 40.000.000,00 30.000.000,00 20.000.000,00 10.000.000,00 0,00
Tahun 2010 Tahun 2011 Tahun 2012 Tahun 2013 Tahun 2014 Tahun 2015
Sumber: Hasil Analisis, 2017
Secara umum, pembangunan manusia yang terjadi di Provinsi Papua mengalami perbaikan di setiap tahunnya jika dilihat berdasarkan tren angka IPM yang bergerak positif. Hal tersebut ditunjukkan pada Gambar 1.15. Terdapat kecenderungan angka IPM perkotaan lebih tinggi jika dibandingkan dengan wilayah perdesaan. Kota Jayapura yang berkedudukan sebagai ibukota provinsi memiliki angka IPM tertinggi. Hal tersebut didukung oleh ketersediaan sarana prasarana perkotaan yang memadai mengingat posisi kota tersebut sebagai PKN. Sedangkan wilayah dengan angka IPM terendah adalah Kabupaten Nduga yang berada di area Lembah Baliem. Keterbatasan penyediaan sarana dan prasarana pendidikan serta kesehatan menyebabkan rendahnya
28
IPM di kabupaten tersebut. Distribusi pembangunan infrastruktur merupakan salah satu jawaban terhadap tantangan peningkatan taraf pembangunan manusia. Gambar 1.15 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Provinsi Papua
Sumber: BPS Provinsi Papua, 2016
1.2 Kondisi Umum Infrastruktur Pekerjaan Umum Perumahan Rakyat di Kepulauan Maluku dan Papua
dan
1.2.1
Sektor Sumber Daya Air Dengan predikatnya sebagai negara maritim, Indonesia menjadi negara dengan cadangan air terbesar ke-5 di dunia, yang memiliki cadangan air sebesar 3.906 Miliar m³/tahun. Di samping itu, Indonesia memiliki 6% dari persediaan air dunia atau sekitar 21% dari persediaan air Asia Pasifik. Namun, dari potensi air sebesar 3.906 Miliar m³/ 3 tahun tersebut, hanya 17% (691,3 Miliar m /tahun) saja yang dapat dimanfaatkan, sedangkan 83% air lainnya tidak dapat dimanfaatkan. Selanjutnya, dari 691,3 Miliar 3 m /tahun yang dapat dimanfaatkan, hanya 25% yang berhasil termanfaatkan hingga saat ini, baik untuk domestik, perkotaan dan industri, serta irigasi. Sesuai dengan UU No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, pengelolaan sumber daya air harus dikelola secara menyeluruh, terpadu, dan berwawasan lingkungan hidup dengan tujuan mewujudkan kemanfaatan sumber daya air secara
29
berkelanjutan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Kewenangan pengelolaan sumber daya air berada pada pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Gambar 1.16 Proyek Pembangunan Bendung Wariori
Sumber: http://pu.go.id ,2015
A. Kepulauan Maluku Satu diantara infrastruktur Sumber Daya Air yang ada di Kepulauan Maluku adalah waduk/bendungan. Hingga saat ini Indonesia memiliki 286 buah bendungan 3 dengan volume tampungan sekitar 14.925,72 Miliar m , dimana yang telah dimanfaatkan untuk PLTA sebesar 4.092,3 MW dan air baku dengan kapasitas 21.321 l/detik. Dari sekitar 286 bendungan tersebut, kapasitas tampungan air dan pemanfaatan airnya belum mencapai angka 10% dari total kebutuhan air irigasi teknis dan belum mencapai angka 7% dari seluruh potensi pembangkit listrik tenaga air. Pada tahun 2015 terdapat 2 (bendungan), yakni masing-masing 1 (satu) di Provinsi Maluku dan Provinsi 3 3 Maluku Utara dengan kapasitas waduk 275.000 m dan 4.969.700 m . Adapun total luas 3 genangan adalah 42.000 m . Selain bendungan, terdapat infrastruktur bendung yang berfungsi dalam meninggikan elevasi muka air dari sungai, sehingga dapat disadap dan dialirkan ke bangunan pengambilan (intake infrastructure). Pada Kepulauan Maluku terdapat 2 (dua) bendung yang tepatnya berada pada Provinsi Maluku. Guna menghindari kekurangan air pada musim kemarau, terdapat setidaknya 38 embung pada Provinsi Maluku Utara dan 1 embung pada Provinsi Maluku Utara.
B. Pulau Papua Hingga tahun 2015, berdasarkan data statistik Kementerian PUPR, tidak terdapat bendungan di Pulau Papua. Untuk mendapatkan manfaat dari penyediaan infrastruktur bendungan, di Pulau Papua telah direncanakan pembangunan Bendungan
30
Baliem di Provinsi Papua. Rencana tersebut masuk ke dalam proyek strategis pembangunan 65 bendungan tahun 2014-2019.Untuk mendukung ketersediaan air baku dan air minum, dibutuhkan infrastruktur bendung yang akan meninggikan elevasi muka air dan mengalirkan ke bangunan pengambilan (intake infrastructure). Pada Pulau Papua terdapat 4 (empat) bangunan bendung tepatnya di Provinsi Papua. Untuk menanggulangi kekurangan air pada musim kemarau, dibangun infrastruktur embung. Utamanya embung tersebut digunakan sebagai kolam tampungan air hujan dan air limpahan atau air rembesan. Pulau Papua memiliki 21 buah embung yang tersebar di Provinsi Papua Barat sebanyak 13 buah dan 8 buah di Provinsi Papua.
1.2.2 Sektor Bina Marga Infrastruktur transportasi berupa jalan/jembatan merupakan objek vital dalam pembangunan suatu wilayah. Jalan/jembatan menjadi sarana penghubung suatu wilayah dengan wilayah lainnya yang memberikan akses dan kemudahan bagi mobilitas manusia, barang, dan jasa. Berdasarkan statusnya, jalan dibedakan menjadi Jalan Nasional (termasuk jalan tol), Jalan Provinsi, dan Jalan Daerah (Kabupaten dan Kota). Hingga akhir tahun 2013 Pemerintah melalui Kementerian Pekerjaan Umum telah membangun jalan nasional sepanjang 38.569,82 km. Untuk meningkatkan mobilitas di daerah maka Pemerintah Daerah telah menyediakan jalan provinsi sepanjang 46.164,43 km dan jalan daerah (kabupaten/kota) sepanjang 376.102,17 km pada tahun 2013. Gambar 1.17 Rencana Pembangunan Jalan Trans Papua
Sumber: http://pu.go.id ,2017
A. Kepulauan Maluku Berdasarkan Buku Statistik Infrastruktur PUPR 2015, pada Kepulauan Maluku terdapat 1.066,65 km jalan nasional di Provinsi Maluku dan 511,89 km jalan nasional di Provinsi Maluku Utara. Kondisi jalan nasional di Kepulauan Maluku secara umum
31
tergolong baik, yaitu terdapat 89,26% jalan tergolong baik di Provinsi Maluku dan 97,05% jalan yang digolongkan baik di Provinsi Maluku Utara. Secara umum, jalan nasional di Kepulauan Maluku tergolong dalam kondisi mantap. Panjang jalan dengan kondisi mantap di Provinsi Maluku adalah 1.026,25 km atau sebesar 96,21%. Sedangkan pada Provinsi Maluku Utara terdapat 510,99 km jalan nasional dengan kondisi mantap atau memiliki persentase sebesar 99,82%. Kondisi jalan nasional dengan kondisi mantap mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, dengan kondisi tersebut, diharapkan dapat mendorong konektivitas yang semakin baik di sektor transportasi. Saat ini pembangunan jalan dilakukan salah satunya untuk mendukung pertumbuhan ekonomi wilayah, seperti yang akan dilaksanakan di Provinsi Maluku Utara, yakni Pembangunan Jalan Lingkar Pulau Morotai untuk mendukung pengembangan KEK Morotai.
B. Pulau Papua Jalan nasional di Pulau Papua berdasarkan Buku Statistik Infrastruktur PUPR 2015, memiliki panjang 963,24 km di Provinsi Papua Barat dan 2.111,44 di Provinsi Papua. Sementara itu, kondisi jalan nasional tersebut tergolong cukup baik pada Provinsi Papua Barat dengan persentase jalan tergolong baik sebesar 70,91%. Sedangkan pada Provinsi Papua, jalan dengan kondisi sedang mendominasi sebesar 52,15%. Konektivitas menjadi isu utama pada Pulau Papua secara umum, terutama pada Provinsi Papua dimana secara geografis wilayahnya berada pada wilayah pegunungan. Secara umum, jalan nasional di Pulau Papua tergolong dalam kondisi mantap. Panjang jalan dengan kondisi mantap di Provinsi Papua Barat adalah 810,87 km atau sebesar 84,18%. Sedangkan pada Provinsi Papua terdapat 1.871,10 km jalan nasional dengan kondisi mantap atau memiliki persentase sebesar 88,62%. Jalan nasional dengan kondisi mantap diharapkan meningkat persentasenya dari tahun ke tahun, sehingga dapat mendorong konektivitas antar wilayah yang semakin baik. Upaya mendukung konektivtias antar wilayah di Pulau Papua salah satunya adalah Pembangunan Jalan Trans Papua dengan total panjang 4.330,07 km.
1.2.3 Sektor Cipta Karya Dalam RPJMN 2015 – 2019, target pembangunan infrastruktur permukiman atau cipta karya antara lain: (1) peningkatan akses air bersih/minum dan sanitasi; (2) pengurangan kemiskinan melalui pemberdayaan masyarakat/PNPM perkotaan; dan (3) peningkatan penataan bangunan dan perencanaan lingkungan. Sesuai dengan target MDGs, diharapkan bahwa jumlah penduduk yang belum memiliki akses terhadap air minum dan sanitasi dasar menurun 50% dari angka pada tahun 2009. Dengan kata lain diharapkan pada tahun 2015 jumlah penduduk yang dapat mengakses air minum layak dan sanitasi menjadi sebesar 68,87%. Selanjutnya pada tahun-tahun berikutnya diharapkan terus meningkat, pada tahun 2020 sebesar 85%, dan tahun 2025 telah terfasilitasi seluruhnya yaitu 100%. Pada sektor air minum, SPAM jaringan perpipaan
32
perkotaan melayani seluruh provinsi di Indonesia dengan persentase penduduk yang terlayani sebesar 18,31% atau 41,86 juta jiwa. Gambar 1.18 Pembangunan PLBN Skouw, Jayapura
Sumber: Paparan Ditjen Cipta Karya, 2016
A. Kepulauan Maluku Pada Kepulauan Maluku, untuk melayani 11 kabupaten/kota di Provinsi Maluku dan 8 kabupaten/kota di Provinsi Maluku Utara, terdapat masing-masing 18 unit SPAM. Jika dibandingkan, cakupan pelayanan SPAM di Kepulauan Maluku lebih besar pada Provinsi Maluku Utara, yakni 31,88% dibandingkan dengan Provinsi Maluku dengan 12,75%. Angka tersebut masih tergolong rendah yang beberapa diantaranya disebabkan oleh pengelolaan pelayanan yang kurang efisien dan kurangnya pendanaan untuk pengembangan sistem. Selain permasalahan dalam penyediaan air minum, tantangan yang harus dihadapi dalam mencapai target MDGs adalah penataan permukiman kumuh. Pada tahun 2015, Kota Ternate di Provinsi Maluku Utara masuk ke dalam prioritas penanganan kawasan permukiman kumuh. Penanganan permukiman kumuh pada area perkotaan dilakukan dengan pola pencegahan dan peningkatan kualitas.
B. Pulau Papua Pelayanan SPAM pada Pulau Papua, melayani 11 kabupaten/kota pada Provinsi Papua Barat dan 28 kabupaten/kota pada Provinsi Papua. Pada Provinsi Papua Barat, jaringan SPAM didukung oleh 35 unit jaringan, sedangkan Provinsi Papua didukung oleh 70 unit jaringan. Cakupan pelayanan SPAM di Pulau Papua masih sangat minim. Hal tersebut terlihat berdasarkan persentase cakupan pelayanan SPAM di Papua Barat yang hanya sebesar 18,78% dan pada Provinsi Papua hanya mencakup 7,04% penduduk.
33
Rendahnya cakupan pelayanan masih merupakan tantangan utama dalam sektor penyediaan air minum. Pada tahun 2015, terdapat 7 (tujuh) Pos Lintas Batas Negara (PLBN) di 3 (tiga) provinsi. Salah satu provinsi yang akan dibangun PLBN adalah Provinsi Papua, tepatnya pada Skouw, Kota Jayapura. PLBN Skouw merupakan salah satu pintu perbatasan Indonesia dengan Papua Nugini. Pengembangan PLBN diantaranya meliputi pembangunan gedung PLBN, wisma negara, kantor pemerintahan, monumen Pancasila, area parkir, masjid atau sarana ibadah, peningkatan kapasitas jalan dan lain-lain.
1.2.4 Sektor Penyediaan Perumahan Tingginya angka backlog menurut perkiraan Kementerian PUPR pada tahun 2015 mencapai angka 13,5 juta unit membuat Pemerintah harus hadir dalam mengatasi permasalahan ini. Kebutuhan akan perumahan setiap tahun mencapai 800 ribu unit per tahun, sedangkan kemampuan pemerintah dan pengembang hanya pada angka 400 ribu unit per tahun. Bila kondisi ini tidak mengalami perubahan, maka backlog perumahan nasional akan semakin tinggi, belum ditambah dengan angka pertumbuhan penduduk rata – rata di indonesia yang mencapai 1,49% tiap tahunnya. Target utama Kementerian PUPR hingga tahun 2019 adalah menurunkan angka backlog dari 13,5 juta unit menjadi 6,8 juta unit. Kemudian menurunkan angka Rumah Tidak layak Huni (RTLH) dari 3,4 juta unit menjadi 1,9 juta unit. Terdapat beberapa kendala dalam menyediakan perumahan khususnya bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) sebagai berikut : a. Ketimpangan antara pasokan (supply) dan kebutuhan (demand). b. Keterbatasan kapasitas pengembang (developer) yang belum didukung oleh regulasi yang bersifat insentif. c. Rendahnya keterjangkauan (affordability) MBR ,baik membangun atau membeli rumah salah satu penyebab masih banyaknya MBR belum tinggal di rumahl ayak huni (Potensi perumahan dan permukiman kumuh). d. Pembangunan perumahan, khususnya di area perkotaan (urban area) terkendala dengan proses pengadaan lahan. e. Peran pemerintah pusat dan daerah sebagai enabler masih lemah. Untuk mengatasi backlog yang terjadi, maka Pemerintah mencanangkan program di bawah ini : a. Pelaksanaan pilot project pendayagunaan tanah wakaf dalam pembangunan perumahan rumah susun sewa/milik secara masif di perkotaan. b. Reformasi kebijakan nasional percepatan pembangunan perumahan rakyat. c. Integrasi tabungan perumahan dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) d. Pembentukan sistem informasi perumahan e. Industrialisasi perumahan yang tanggap kondisi dan kebutuhan lokal f. Pembangunan perumahan sebagai bagian dalam penanganan permukiman kumuh.
34
Gambar 1.19 Tipikal Rumah Khusus
Sumber: http://pu.go.id ,2016
Upaya mengurangi backlog di Kepulauan Maluku salah satunya dilakukan melalui pembangunan Rusunawa. Pembangunan Rusunawa yang dilakukan sejak tahun 2010-2014 pada Provinsi Maluku Utara sebanyak 421 unit, sedangkan pada Provinsi Maluku telah dibangun sebanyak 234 unit. Pada Pulau Papua juga dilakukan pembangunan Rusunawa sebagai upaya mengurangi backlog. Pembangunan Rusunawa yang dilakukan sejak tahun 2010-2014 pada Provinsi Papua Barat sebanyak 263 unit, sedangkan pada Provinsi Papua telah dibangun sebanyak 340 unit. Pada sektor penyediaan perumahan, Pulau Papua memiliki kekhususan tersendiri. Terdapat program pembangunan rumah khusus yang diperuntukkan bagi wilayah Provinsi Papua dan Papua Barat. Rumah khusus merupakan rumah yang diselenggarakan bagi daerah-daerah yang memiliki kebutuhan khusus, salah satunya adalah daerah perbatasan atau pulau terluar bagi penjaga keamanan dan kedaulatan negara.
1.3 Kebijakan Pembangunan Kepulauan Maluku dan Papua Dalam pelaksanaan pembangunan, instrumen kebijakan berperan sebagai panduan untuk menentukan arah pembangunan. Kebijakan dalam pembangunan juga digunakan sebagai penentu berbagai kebijakan turunan dibawahnya. Oleh karena itu, penting dalam suatu kerangka penyusunan program infrastruktur untuk mengintegrasikan suatu kebijakan dengan kebijakan terkait lainnya.
35
1.3.1 Kebijakan Pembangunan Jangka Panjang Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia memiliki rencana pembangunan jangka panjang yang dinamakan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional yang didukung oleh Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional. Rencana - rencana ini akan menjadi panduan utama dalam melaksanakan pembangunan nasional. Visi dari pembangunan nasional yang harus dicapai adalah “INDONESIA YANG MANDIRI, MAJU, ADIL DAN MAKMUR” Visi pembangunan nasional tahun 2005–2025 itu mengarah pada pencapaian tujuan nasional, seperti tertuang dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Visi pembangunan nasional tersebut harus dapat diukur untuk dapat mengetahui tingkat kemandirian, kemajuan, keadilan dan kemakmuran yang ingin dicapai. Dalam mewujudkan visi pembangunan nasional tersebut ditempuh melalui 8 (delapan) misi pembangunan nasional sebagai berikut: 1. 2. 3. 4.
5.
6.
7. 8.
Mewujudkan masyarakat berakhlak mulia, bermoral, beretika, berbudaya, dan beradab berdasarkan falsafah Pancasila. Mewujudkan bangsa yang berdaya-saing adalah mengedepankan pembangunan sumber daya manusia berkualitas dan berdaya saing. Mewujudkan masyarakat demokratis berlandaskan hukum adalah memantapkan kelembagaan demokrasi yang lebih kokoh. Mewujudkan Indonesia aman, damai, dan bersatu adalah membangun kekuatan TNI hingga melampui kekuatan esensial minimum serta disegani di kawasan regional dan internasional. Mewujudkan pemerataan pembangunan dan berkeadilan adalah meningkatkan pembangunan daerah; menyediakan akses yang sama bagi masyarakat terhadap berbagai pelayanan sosial serta sarana dan prasarana ekonomi. Mewujudkan Indonesia asri dan lestari adalah memperbaiki pengelolaan pelaksanaan pembangunan yang dapat menjaga keseimbangan antara pemanfaatan, keberlanjutan, keberadaan, dan kegunaan sumber daya alam dan lingkungan hidup dengan tetap menjaga fungsi, daya dukung, dan kenyamanan dalam kehidupan pada masa kini dan masa depan. Mewujudkan Indonesia menjadi negara kepulauan yang mandiri, maju, kuat, dan berbasiskan kepentingan nasional. Mewujudkan Indonesia berperan penting dalam pergaulan dunia internasional.
Saat ini RPJPN sudah mencapai tahapan RPJMN ketiga (2015 – 2019). Prioritas tahap ketiga yaitu untuk lebih memantapkan pembangunan secara menyeluruh di berbagai bidang dengan menekankan pencapaian daya saing kompetitif perekonomian berlandaskan keunggulan sumber daya alam dan sumber daya manusia berkualitas serta kemampuan ilmu dan teknologi yang terus meningkat. Daya saing perekonomian Indonesia semakin kuat dan kompetitif dengan semakin terpadunya industri manufaktur dengan pertanian, kelautan, dan sumber daya alam lainnya secara berkelanjutan; terpenuhinya ketersediaan infrastruktur yang didukung oleh mantapnya kerja sama pemerintah dan dunia usaha, makin selarasnya pembangunan pendidikan, ilmu
36
pengetahuan dan teknologi dan industri serta terlaksananya penataan kelembagaan ekonomi untuk mendorong peningkatan efisiensi, produktivitas, penguasaan, dan penerapan teknologi oleh masyarakat dalam kegiatan perekonomian. Dengan demikian maka dapat disimpulkan bahwa prioritas pembangunannya adalah meningkatkan potensi yang dimiliki sehingga juga memiliki daya saing dengan negara lain.
1.3.2 Kebijakan Pembangunan Jangka Menengah Berdasarkan RPJPN 2005 – 2025, saat ini sedang berlangsung rencana pembangunan jangka menengah tahap ke 3, yaitu dari tahun 2015 – 2019. Rencana pembangunan jangka menengah yang disebut sebagai Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015 – 2019 yang didasarkan pada visi dan misi Presiden Joko Widodo yang disebut Nawacita. Dalam pembangunan infrastruktur yang dijalankan, kebijakan pemerintah untuk pembangunan jangka menengah saat ini adalah membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah – daerah dan desa dalam keranga Negara Kesatuan. Kebijakan tersebut akan diaplikasikan melalui peletakan dasar – dasar desentralisasi asimetris. Peletakan dasar – dasar desentralisasi asimetris ini dilaksanakan dalam beberapa hal, yaitu: 1. 2. 3. 4. 5.
Pengembangan kawasan perbatasan; Pengembangan daerah tertinggal; Pembangunan Perdesaan; Penguatan tata kelola pemerintah daerah; dan Penataan daerah otonom baru untuk kesejahteraan rakyat.
Sementara itu untuk meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing, diantaranya adalah dengan membangun konektivitas nasional untuk mencapai keseimbangan pembangunan. Keseimbangan pembangunan ini sangat erat kaitannya dengan pengembangan kawasan pinggiran yang juga menjadi prioritas utama dalam RPJPN. Dengan demikian terlihat keselarasan, bahwa aspek utama yang harus dibangun adalah pemerataan yang berkeadilan dengan mulai menerapkan desentralisasi asimetris dan membangun Indonesia dari pinggiran. Dalam konteks pengembangan wilayah mengingat sangat luasnya wilayah nasional Indonesia, maka untuk memudahkan pengelolaannya, pengembangan wilayah dibagi menurut wilayah Pulau/Kepulauan yang dikelompokkan ke dalam beberapa tipe wilayah pengembangan yang diistilahkan “Wilayah Pengembangan Strategis (WPS)” yang didalamnya melingkupi kawasan perkotaan, kawasan industri, dan kawasan maritim berdasarkan pada tema atau potensi per pulau. Adapun tema besar untuk Kepulauan Maluku adalah sebagai Produsen makanan laut dan lumbung ikan nasional; sentra pengembangan industri berbasis komoditas perikanan; sentra pengembangan industri pengolahan berbasis nikel dan tembaga; serta pengembangan pariwisata bahari. Sedangkan tema besar untuk Pulau Papua adalah Percepatan pengembangan
37
industri komoditas lokal perkebunan, peternakan, kehutanan; hilirisasi industri pertambangan, migas dan tembaga; penguatan kapasitas kelembagaan pemerintahan daerah dan masyarakat; percepatan pengembangan pariwisata budaya dan alam; peningkatan kawasan konservasi dan daya dukung lingkungan; dan pengembangan kawasan ekonomi inklusif dan berkelanjutan berbasis wilayah kampung masyarakat adat.
1.3.3 Kebijakan Keterpaduan Pengembangan Lintas Kementerian dan Lembaga Kebijakan nasional yang ditetapkan terhadap pembangunan di wilayah Kepulauan Maluku diarahkan sebagai pusat-pusat pertumbuhan ekonomi yang memiliki skala ekonomi dengan orientasi daya saing nasional dan internasional berbasis pengembangan produsen makanan laut dan lumbung ikan nasional. Potensi tersebut diarahkan untuk pengembangan industri berbasis komoditas perikanan serta pengembangan industri pengolahan berbasis nikel dan tembaga. Persebaran kawasan strategis berada di beberapa provinsi, meliputi: (1) Provinsi Maluku terdapat Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET) Seram; (2) Provinsi Maluku Utara terdapat 1 (satu) kawasan strategis, yaitu KEK Morotai di Kabupaten Pulau Morotai; dan (3) Provinsi Maluku sebagai Kawasan Industri pengolahan perikanan dan perkebunan. Percepatan pembangunan kawasan strategis dilakukan melalui strategi sebagai berikut: 1. Pengembangan Potensi Ekonomi Wilayah di Koridor Ekonomi Maluku Pengembangan potensi ekonomi wilayah dimaksudkan untuk mempercepat pertumbuhan dan memberdayakan masyarakat berbasis komoditas unggulan lokal. Pengembangan potensi berbasis komoditas unggulan lokal ini diupayakan untuk meningkatkan nilai tambah dan daya saing komoditas unggulan. Adapun strategi untuk dapat meningkatkan pengembangan potensi ekonomi wilayah yaitu: a. Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) dan Kawasan Industri (KI) 1) Menyiapkan kawasan pengembangan komoditas perikanan dan pariwisata bernilai tambah tinggi; 2) Mengembangkan pusat-pusat industri pengolahan produk perikanan, jasa pariwisata dan logistik berdaya saing internasional; dan 3) Meningkatkan produktivitas hasil olahan perikanan di dalam dan sekitar pusat industri.
38
b.
2.
3.
Kawasan Pengembangan Terpadu (KAPET) Dalam rangka mendukung pemerataan pertumbuhan dengan memanfaatkan potensi sumber daya alam lokal dan memiliki daya saing tinggi, maka diperlukan strategi sebagai berikut: 1) Menyiapkan kawasan pengelolaan klaster-klaster komoditas unggulan kawasan berupa perikanan tangkap (ikan pelagis dan ikan demersal) dan perkebunan (kelapa, cengkeh, pala, cokelat, dan kopi); 2) Meningkatkan produktivitas produk turunan dari kelapa, kakao, cengkih, dan pala. Percepatan Penguatan Konektivitas Peningkatan konektivitas antara pusat pertumbuhan ekonomi di Provinsi Maluku dan Maluku Utara dengan daerah sekitarnya, yaitu daerah tertinggal (Kabupaten Seram Bagian Barat, Kabupaten Seram Bagian Timur, Kabupaten Maluku Tengah), kawasan minapolitan (Pulau Geser, Pulau Gorom, Pulau Boano), kawasan agropolitan (Kaloa, Warasiwa), kawasan industri yang direncanakan di Masohi, serta KEK Morotai sebagai penunjang dalam peningkatan kinerja pembangunan ekonomi kawasan dilakukan melalui: a. Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) dan Kawasan Industri (KI) 1) Pengembangan dan rehabilitasi Bandar Udara Morotai, Bandar Udara di Tual, dan Bandar Udara Sultan Babullah di Ternate; 2) Pengembangan Pelabuhan Sofifi-Kaiyasa; dan 3) Pembangunan terminal tipe A di Sofifi. b. Kawasan Pengembangan Terpadu (KAPET) 1) Pembangunan fasilitas Pelabuhan Laut Ambon, Pelabuhan Tobelo, Pelabuhan Matui-Jailolo dan Pelabuhan Labuha/Babang; 2) Pembangunan dermaga kapal di Waisamu, Pelabuhan Pengumpul Dokyar, Pelabuhan Areate, dermaga laut di Makariki, pelabuhan kontainer di Passo, dermaga penyeberangan Fatkayon, dermaga penyeberangan Gane Timur, dermaga penyeberangan Bicoli-Maba Selatan, dermaga penyeberangan Weda dan dermaga Ferry Airmanang; 3) Pengembangan Pelabuhan Sofifi-Kaiyasa, Pelabuhan Subaim, Pelabuhan Malbufa, Pelabuhan Tikong, Pelabuhan Wayaluar-Obi, Pelabuhan Saketa, Pelabuhan Bosua; dan 4) Pengembangan dan rehabilitasi Bandar Udara Oesman Sadik Labuha dan Lapangan Terbang Kawa. Penguatan Kemampuan SDM dan IPTEK a. Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) dan Kawasan Industri (KI)
39
4.
1) Meningkatkan kualitas SDM Badan Pengelola dan Administrator KEK Morotai dan Pengelola Kawasan Industri di Maluku dalam bidang perencanaan, penganggaran dan pengelolaan kawasan; 2) Pengembangan sarana prasarana pendidikan dan tenaga terampil untuk meningkatkan kualitas tenaga kerja, khususnya di bidang perikanan, perkebunan, perdagangan dan logistik; 3) Penyiapan tenaga kerja berkualitas di sekitar kawasan dalam bidang industri pengolahan berteknologi tinggi; 4) Peningkatan koordinasi antara Badan Pengelola KEK, pemerintah pusat, dan pemerintah daerah; dan 5) Pembangunan Science Park berteknologi tinggi sebagai sarana peningkatan kualitas SDM kawasan. b. Kawasan Pengembangan Terpadu (KAPET) 1) Meningkatkan kualitas SDM Badan Pengelola KAPET Seram di bidang perencanaan, penganggaran dan pengelolaan kawasan; 2) Memberikan pembinaan kelembagaan yang mendukung perubahan pola pikir bisnis berorientasi daya saing secara komparatif dan kompetitif; 3) Pengembangan sarana prasarana pendidikan dan pelatihan untuk meningkatkan kualitas SDM pengelola komoditas unggulan agroindustri, peternakan, perikanan, distribusi dan pemasaran; 4) Pembangunan Technology Park bidang pangan dan maritim untuk meningkatkan inovasi teknologi. Penguatan Regulasi bagi Peningkatan Iklim Investasi dan Iklim Usaha a. Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) dan Kawasan Industri (KI) 1) Penerapan regulasi insentif fiskal yang sesuai dengan karakteristik wilayah dan kompetitif, antara lain fasilitas fiskal disemua bidang usaha, pembebasan PPN dan PPNBM untuk bahan dan barang impor yangakan diolah dan digunakan di KEK; 2) Membuat regulasi terkait dengan pelimpahan kewenangan antara pusat, daerah dan instansi terkait kepada administrator kawasan-kawasan pertumbuhan; dan 3) Memberikan pelayanan terpadu satu pintu dan penggunaan Sistem Pelayanan Informasi dan Perijinan Investasi secara Elektronik (SPIPISE) bidang perindustrian, perdagangan, pertanahan dan penanaman modal. b. Kawasan Pengembangan Terpadu (KAPET) 1) Harmonisasi peraturan perundangan terkait dengan iklim investasi, diantaranya adalah PP Nomor 147 Tahun 2000 Tentang Perlakuan Perpajakan di KAPET;
40
5.
2) Membuat regulasi terkait dengan pembagian kewenangan antara Kabupaten/Kota di pusat-pusat pertumbuhan; dan 3) Melaksanakan sosialisasi terkait dengan pemanfaatan lahan sebagai peruntukan investasi. Percepatan pemenuhan Standar Pelayanan Perkotaan untuk mewujudkan kota layak huni yang aman dan nyaman di Kepulauan Maluku a. Peningkatan aksesibilitas antar kota melalui penyediaan sarana transportasi umum antarmoda khususnya transportasi laut dan udara secara terpadu dan optimal; b. Percepatan pemenuhan dan peningkatan pelayanan sarana prasarana permukiman; c. Penyediaan dan peningkatan sarana prasarana ekonomi, pengembangan jalur pariwisata dan distribusi-koleksi kegiatan ekonomi wilayah yang mampu mengakomodasi pasar tradisional, sektor informal termasuk kegiatan koperasi dan Usaha Mikro kecil Menengah (UMKM) serta dapat mendukung kegiatan KAPET dan pengembangan ekonomi kawasan perbatasan untuk kota Ambon; d. Peningkatan pelayanan kesehatan, pendidikan, dan sosial budaya melalui pengembangan sarana prasarana dan tenaga terampil di bidang kesehatan, pendidikan, dan sosial; dan e. Peningkatan keamanan kota melalui pencegahan, penyediaan fasilitas dan sistem penanganan kriminalitas dan konflik, serta meningkatkan modal sosial masyarakat kota.
Berdasarkan kebijakan nasional, pengembangan kawasan strategis bidang ekonomi wilayah Pulau Papua dilakukan melalui pengembangan untuk meningkatkan infrastruktur dasar pengembangan sumber daya manusia dan meningkatkan konektivitas menuju dan dalam kawasan-kawasan strategis tersebut. Persebaran kawasan strategis berada di beberapa provinsi, meliputi: (1) Provinsi Papua Barat terdapat Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Sorong dan Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET) Bia; (2) Provinsi Papua memiliki beberapa kawasan strategis, diantaranya yaitu Kota Terpadu Mandiri (KTM) Salor dan Pusat Kegiatan Strategis Nasional (PKSN) Perbatasan Jayapura; dan (3) Kawasan Pengembangan Ekonomi (KPE) berbasis Wilayah Adat yang tersebar di berbagai lokasi. Percepatan pembangunan kawasan strategis dilakukan melalui strategi sebagai berikut:
1. Peningkatan Potensi Ekonomi Wilayah di Wilayah Papua Kekayaan alam di Wilayah Papua selain sektor tambang dan mineral, sektor pertanian dan perkebunan juga melimpah, dimana potensi ini dapat menjadi sektor yang mempunyai prospek baik untuk dikembangkan menjadi kekuatan ekonomi yang
41
dapat diandalkan untuk meningkatkan tingkat kesejahteraan masyarakat lokal. Dengan demikian, dilakukan pemetaan wilayah-wilayah yang akan dijadikan basis industri dengan mempertimbangkan potensi kekayaan alam yang menjadi komoditas unggulan daerah baik di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat. a.
Provinsi Papua Wilayah yang potensial untuk dijadikan sentra industri berbasis komoditas unggulan, khususnya untuk Provinsi Papua dengan fokus 5 (lima) Kawasan Pengembangan Ekonomi (KPE) berbasis Wilayah Adat yaitu: 1.
KPE Saereri Wilayahnya, meliputi: Kabupaten Biak Numfor, Supiori, Kepulauan Yapen, dan Waropen. o Fokus pengembangan peningkatan produktivitas di hulu, meliputi: perikanan laut. o Fokus pengembangan percepatan industrialisasi/hilirisasi, meliputi: Industri Pengalengan, Industri Perikanan Laut, Industri Pariwisata/MICE. 2. KPE Mamta o Wilayahnya, meliputi: Kabupaten Mamberamo Raya, Jayapura, Keerom, Sarmi, dan Kota Jayapura. o Fokus pengembangan peningkatan produktivitas di hulu, meliputi: kelapa sawit dan cokelat. o Fokus pengembangan percepatan industrialisasi/hilirisasi, meliputi: Industri Kelapa Sawit, Industri Cokelat dan Industri Pariwisata Danau Sentani. 3. KPE Me pago o Wilayahnya, meliputi: Kabupaten Nabire, Paniai, Deiyai, Dogiyai, Intan Jaya dan Mimika. o Fokus pengembangan peningkatan produktivitas di hulu, meliputi: Sagu, Buah Merah dan Ubi jalar. o Fokus pengembangan percepatan industrialisasi/hilirisasi, meliputi: Industri Sagu, Industri Buah Merah, Industri Ubi jalar dan Industri Pariwisata. 4. KPE La pago o Wilayahnya, meliputi: Kabupaten Mamberamo Tengah, Jayawijaya, Lanny Jaya, Nduga, Pegunungan Bintang, Tolikara, Yalimo, Yahukimo, Puncak dan Puncak Jaya. o Fokus pengembangan peningkatan produktivitas di hulu, meliputi: Sagu, Buah Merah dan Ubi Jalar. o Fokus pengembangan percepatan industrialisasi/hilirisasi, meliputi: Industri Sagu, Industri Buah Merah, Industri Ubi Jalardan Industri Pariwisata.
o
42
5.
KPE Ha’anim Wilayahnya, meliputi: Kabupaten Merauke, Asmat, Mappi, dan Boven Digoel. Fokus pengembangan peningkatan produktivitas di hulu, meliputi: Karet, Tebu, Kelapa Sawit, Padi, Perikanan dan Peternakan. o Fokus pengembangan percepatan industrialisasi/hilirisasi, meliputi: Industri Tebu, Industri Kelapa Sawit, Industri Pengalengan Ikan, Industri Pangan dan Industri Peternakan. b. Provinsi Papua Barat Pengembangan kegiatan ekonomi di kawasan strategis di Provinsi Papua Barat dilakukan dengan strategi sebagai berikut:
o o
1. 2. 3.
Pengembangan kawasan industri petrokimia; Pengembangan Industri berbasis migas dan pupuk di Teluk Bintuni; Peningkatan produktivitas ekspor untuk produk minyak-gas, pengolahan pertambangan mineral, pertanian/ perkebunan dan hasil laut; 4. Pengembangan kawasan pertanian di Karas dan Teluk Arguni; 5. Pengembangan sentra ternak sapi Pola Ranch di Bomberai, Kebar dan Salawati; 6. Pengembangan Pala di Fakfak; 7. Pengembangan sagu rakyat dan investasi industri komoditas sagu di Sorong Selatan; 8. Pengembangan kawasan wisata bahari terpadu di kawasan Raja Ampat dan kawasan wisata religi Mansinam; 9. Pengembangan pusat-pusat kegiatan ekonomi kecil dan menengah guna mendukung potensi sektor pariwisata, terutama industri kreatif dan makanan olahan khas wilayah Sorong, Manokwari, dan Fakfak; serta Pembinaan terhadap mutu produk usaha kecil dan menengah di Kawasan Sorong, Manokwari dan Fakfak. Selain itu, di Provinsi Papua akan dikembangkan pula kawasan ekonomi khusus (KEK) dan kawasan industri di lima wilayah adat yaitu Jayapura, Biak, Timika, Wamena, dan Merauke; serta pusat-pusat pertumbuhan penggerak ekonomi daerah pinggiran lainnya. Sedangkan di Provinsi Papua Barat, akan dikembangkan kawasan ekonomi khusus dengan fokus industri petrokimia, pengembangan industri pengolahan pertambangan mineral, dan kawasan industri Teluk Bintuni. A. Percepatan Penguatan Konektivitas Peningkatan konektivitas antara pusat-pusat pertumbuhan ekonomi dengan kawasan-kawasan penyangga sekitarnya meliputi:
43
a.
Provinsi Papua Kebutuhan infrastruktur konektivitas di masing-masing wilayah adat, adalah sebagai berikut: 1.
o
o
o
2.
o
o
o
KPE Saereri Pembangunan ruas jalan, antara lain: Ruas Jalan Sarmi-Ampawar-BarapasiSumiangga-Kimibay, Jalan Lingkar Numfor dan Kota Biak, Jalan Strategis penunjang ekonomi Pulau Biak dan Yapen, termasuk penyelesaian jalan sesuai Perpres 40/2012 tentang Pembangunan Jalan Strategis Nasional Dalam Rangka Percepatan Pembangunan Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat; Mempercepat penyelesaian pembangunan transportasi darat, laut, dan udara, antara lain: i. Pengembangan Bandara Internasional Frans Kaisepo di Biak; ii. Reaktivasi Pelabuhan Biak sebagai pendukung Tol Laut dan pelabuhan internasional; dan iii. Pembangunan Bandara di Yapen Waropen. Mempercepat pembangunan infrastruktur air bersih, listrik, dan telekomunikasi, yaitu: i. Pengembangan air bersih DAS Biak Utara dan Supiori; ii. PLTA Supiori; iii. Sejumlah PLTS yang tersebar di berbagai tempat; dan iv. Pengembangan telekomunikasi Palapa Ring. KPE Mamta Pembangunan ruas jalan, antara lain: Ruas Jalan Depapre-Bongkrang; ruas jalan Warumbaim-Taja-Lereh-Tengon, ruas jalan Jayapura-Wamena-Mulia, jalan ring road Kota Jayapura, termasuk penyelesaian jalan sesuai Perpres 40/2012 tentang Pembangunan Jalan Strategis Nasional Dalam Rangka Percepatan Pembangunan Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat; Mempercepat pembangunan infrastruktur air bersih, listrik, dan telekomunikasi yang terdiri dari: i. Pengembangan air bersih Danau Sentani; ii. PLTA Mamberamo; iii. PLTA Genyem; iv. PLTA Hotekamp; v. PLTS yang tersebar di berbagai tempat; dan vi. Pengembangan telekomunikasi Palapa Ring. Mempercepat pembangunan transportasi darat, udara, dan laut, yang terdiri dari: i. Pengembangan Bandara Internasional Sentani; ii. Pengembangan Pelabuhan Peti Kemas Depapre; iii. Pengembangan Pelabuhan Jayapura;
44
iv. Pembangunan Terminal Tipe A di Kota Jayapura; v. Pengembangan Terminal Tipe B di Kabupaten Sarmi, Kabupaten Keerom, dan Kota Jayapura; vi. Penyelesaian pembangunan Jembatan Holtekamp. 3. KPE Me Pago dan KPE La Pago o Mempercepat pembangunan infrastruktur listrik, air bersih, dan telekomunikasi yang terdiri dari: i. Pengembangan air bersih DAS Baliem; ii. Pengembangan energi listrik dengan mengembangkan PLTA Urumuka, PLTA Baliem, PLTMH yang tersebar di berbagai tempat, dan PLTS yang tersebar di berbagai tempat; iii. Pengembangan telekomunikasi Palapa Ring. o Pembangunan transportasi darat, udara, dan laut yang terdiri dari: i. Pengembangan Bandara Internasional Moses Kilangin; ii. Pengembangan Pelabuhan Pomako Timika sebagai hub Tol Laut dan pusat distribusi logistik ke wilayah Pegunungan Tengah; iii. Pengembangan Bandara Wamena; iv. Pengembangan Bandara Dekai; v. Pengembangan Dermaga Kenyam; vi. Pengembangan Dermaga Suru-suru; o Pembangunan jaringan kereta api mulai dari Timika ke Pegunungan Tengah; o Pembangunan ruas jalan, antara lain: ruas jalan Sumohai-Dekai-Oksibil-IwurWaropko, ruas jalan Enarotali-Tiom, ruas jalan Wamena-Habema-Kenyam, ruas jalan Timika-Potowaiburu-Wagete-Nabire, ruas jalan Yeti-Ubrub, termasuk penyelesaian jalan sesuai Perpres 40/2012 tentang Pembangunan Jalan Strategis Nasional Dalam Rangka Percepatan Pembangunan Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat; o Mempercepat daerah irigasi Nabire yang terdiri dari pengembangan jaringan irigasi dan pengembangan pertanian. 4. KPE ha Anim o Pembangunan ruas jalan, antara lain: ruas jalan Okaba–Sanomere–Bade, ruas jalan Merauke-Okaba-Buraka- Wanam -Bian-Wogikel, ruas jalan Okaba-KumbeKuprik-Jagebob-Erambu, termasuk penyelesaian jalan sesuai Perpres 40/2012 tentang Pembangunan Jalan Strategis Nasional Dalam Rangka Percepatan Pembangunan Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat; o Mempercepat pembangunan transportasi darat, udara, dan laut yang terdiri dari: i. Pengembangan Bandara Internasional Mopah; ii. Pengembangan Pelabuhan Merauke.
45
o
Mempercepat pembangunan jaringan irigasi rawa di Merauke yang terdiri dari: i. Pembangunan long storage, ii. Pembangunan bendungan serta embung. o Mempercepat pembangunan infrastruktur air bersih, listrik, dan telekomunikasi yang terdiri dari: i. Pengembangan air bersih di Kali Maro; ii. Pembangkit Listrik Tenaga Ombak; iii. PLTS Makro; iv. Pengembangan Palapa Ring. b. Provinsi Papua Barat Kebutuhan infrastruktur konektivitas di Provinsi Papua Barat adalah sebagai berikut: i. Jaringan Jalan akses dari KI Teluk Bituni menuju ke pelabuhan; ii. Konektivitas Kawasan Industri Arar, Kawasan Peternakan (Salawati, Bomberai, Kebar), dan lumbung pangan Sorong Selatan, yang terhubungkan dengan Kota Sorong dan iii. Manokwari; iv. Pengembangan pelabuhan Arar di Sorong; v. Pembangunan Dermaga di Teluk Bintuni; vi. Pembangunan Pelabuhan Seget sebagai bagian dari Tol Laut; vii. Pembangunan bandara Segun di Kabupaten Sorong; viii. Penyelesaian pembangunan ruas-ruas jalan strategis nasional sesuai Peraturan Presiden RI No. 40 Tahun 2013 tentang Pembangunan Jalan Strategis Nasional Dalam Rangka Percepatan Pembangunan Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat; ix. Pembangunan jaringan kereta api dari Sorong ke Manokwari; x. Peningkatan kualitas jalan dari Manokwari ke Bintuni; dan xi. Pembangunan Bandar Udara baru di Kabupaten Fakfak (Bandara Siboru). B. Penguatan Kemampuan SDM dan IPTEK Peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), kapasitas kelembagaan di tingkat pusat maupun di daerah, serta pemanfaatan Ilmu Pengetahuan dan teknologi (IPTEK) dilakukan dengan strategi: a.
Provinsi Papua Pengembangan sumber daya manusia untuk mendukung pengembangan kawasan ekonomi berbasis wilayah adat di Provinsi Papua, dilakukan dengan strategi berikut:
46
o
Pembentukan SDM Unggul, akan dibangun center of knowledge yang bertujuan memperkuat penguasaan pendidikan dasar, menengah dan tinggi bagi penduduk Papua khususnya yang berada dalam usia sekolah; o Penguasaan IPTEK, melalui kerjasama teknis, aliansi strategis dan kerjasama riset, serta pendidikan dan pemagangan dengan Badan Litbang Pemerintah dan beberapa perguruan tinggi negeri dan swasta; o Pengembangan technopark sebagai center of excellence pada 5 sektor unggulan, yaitu: i. Pertanian, perkebunan, peternakan, dan perikanan serta industri pengolahannya di kawasan adat Ha-Anim; ii. Pertanian, serta industri pengolahannya perkebunan, dan perikanan serta industri pengolahannya di kawasan adat Saereri; iii. Pertanian pangan, perkebunan, peternakan, dan pertambangan serta industri pengolahannya di kawasan adat La-Pago; iv. Pertanian pangan, perkebunan, peternakan dam pertambangan serta industri pengolahannya di kawasan adat Mee-Pago; dan v. Pertanian perkebunan dan perikanan, serta industri pengolahannya di kawasan adat Mamta. o Mewujudkan sumberdaya manusia tepat guna sesuai kebutuhan hingga tahun 2025, dalam rangka pencapaian daya saing tinggi; o Pembangunan dan peningkatan Balai Latihan Kerja di Merauke, Biak, Timika, Nabire dan Jayapura; o Pembangunan politeknik agroindustri pengembangan komoditas unggulan di masing-masing wilayah adat; o Pengembangan SMK pertanian, pariwisata, dan pertambangan di Jayapura, Biak, Sarmi, Merauke, Timika, Nabire dan Wamena; o Pengembangan riset dan lembaga standarisasi mutu di Biak. b. Provinsi Papua Barat Upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia untuk mendukung pengembangan kawasan ekonomi di Provinsi Papua Barat, dilakukan dengan strategi berikut: o Pembinaan kelembagaan pengelola kawasan untuk mendukung pengelolaan kawasan yang berdaya saing; o Penguatan kemampuan Pemda dalam menyusun peraturan pemanfaatan lahan ulayat bersama masyarakat adat untuk memberikan kemudahan investasi. o Penyiapan tenaga kerja berkualitas dengan kompetensi unggulan di bidang industri petrokimia dan pengolahan pertambangan mineral, pertanian, kawasan Arar, kawasan peternakan Bomberai, Kebar dan Salawati;
47
o
Pembangunan Science Park berteknologi tinggi sebagai sarana peningkatan kualitas SDM kawasan; o Pelatihan dan pendampingan SDM untuk meningkatkan kompetensi untuk mengelola produktivitas dan nilai tambah komoditas unggulan di masing-masing kawasan pengembangan ekonomi; o Peningkatan kapasitas Orang Asli Papua (OAP) untuk mendapatkan akses sumber daya ekonomi; o Pendampingan dalam proses produksi dan manajemen usaha-usaha masyarakat; o Pembangunan Technology Park bidang pangan dan maritim untuk meningkatkan inovasi teknologi; o Restrukturisasi kelembagaan dalam pengelolaan kawasan pengembangan ekonomi. C. Penguatan Regulasi bagi Peningkatan Iklim Investasi dan Iklim Usaha Dalam upaya pengembangan kawasan strategis di Wilayah Papua diperlukan sinergisasi dan sinkronisasi regulasi melalui strategi berikut: i. Penerapan regulasi insentif fiskal yang sesuai dengan karakteristik wilayah dan kompetitif, antara lain fasilitas fiskal di semua bidang usaha, pembebasan PPN dan PPNBM untuk bahan dan barang impor yang akan diolah dan digunakan di KEK; ii. Regulasi penetapan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) dan kawasan industri untuk mendorong pengembangan potensipotensi ekonomi di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat; iii. Regulasi pembangunan kawasan pembangunan ekonomi berbasis wilayah adat; iv. Penetapan regulasi untuk mengatur pemanfaatan tanah ulayat dalam rangka memudahkan investasi; v. Pemetaan dan penegasan batas (deliniasi) hak ulayat khususnya pada kawasan strategis yang dikembangkan sebagai pusat-pusat pertumbuhan ekonomi; vi. Memfasilitasi terbitnya sertifikasi hak ulayat; vii. Regulasi pelayanan minimum penyelesaian izin alih fungsi lahan untuk pembangunan fasilitas layanan publik; viii. Sosialisasi kepada masyarakat adat dan investor terhadap regulasi pemanfaatan lahan ulayat untuk investasi di kawasan MIFEE dan kawasan industri Arar, kawasan peternakan Bomberai, Kebar, dan Salawati; ix. Pelayanan terpadu satu pintu dan penggunaan Sistem Pelayanan Informasi dan Perijinan Investasi Secara Elektronik (SPIPISE) di bidang perizinan perindustrian, perdagangan, pertanahan, dan penanaman modal di Kawasan MIFEE senbagai KEK, Kawasan Industri Arar sebagai KEK, dan Kawasan Industri di Pulau Papua;
48
x. Pelimpahan kewenangan antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan instansi terkait kepada pengelola kawasan strategis nasional dan kawasankawasan industri lainnya; xi. Sosialisasi kepada masyarakat adat terhadap regulasi pemanfaatan lahan ulayat untuk investasi di Kawasan Biak dan kawasan ekonomi berbasis kesatuan adat; xii. Pelibatan desa dan warga desa pemilik tanah adat sebagai pemegang saham (shareholdings) dalam pelaksanaan program-program investasi pembangunan perdesaan; xiii. Pelayanan terpadu satu pintu dan penggunaan Sistem Pelayanan Informasi dan Perijinan Investasi Secara Elektronik (SPIPISE) di bidang perijinan perindustrian, perdagangan, pertanahan di Kawasan Biak; serta xiv. Regulasi pelibatan BUMN dan BUMD dalam pemasaran hasil-hasil produk Papua dan Papua Barat di pasar yang lebih luas.
1.3.4 Kebijakan Keterpaduan Pengembangan Wilayah dan Infrastruktur Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Pembangunan infrastruktur ke depan perlu diarahkan tidak hanya dititik beratkan untuk mendukung pencapaian pertumbuhan ekonomi wilayah (engine of growth), namun perlu lebih bersinergi dengan kelestarian lingkungan dengan memperhatikan carrying capacity suatu wilayah yang ingin dikembangkan. Hal ini mengingat pembangunan infrastruktur merupakan pemicu (trigger) terciptanya pusatpusat pertumbuhan baru (new emerging growth center) yang menjadi cikal bakal lahirnya kota-kota baru/ pusat permukiman baru yang dapat menjadi penyeimbang pertumbuhan ekonomi wilayahdan mengurangi kesenjangan antar wilayah. Selain itu pembangunan infrastruktur disamping diarahkan untuk mendukung pengurangan disparitas antar wilayah (perkotaan, pedesaan dan perbatasan), juga untuk pengurangan urbanisasi dan urban sprawl, peningkatan pemenuhan kebutuhandasar serta peningkatan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat yang padaahirnya untuk menjaga stabilitas dan kesatuan nasional. Oleh karena itu pembangunan infrastruktur perlu berlandaskan pada pendekatan pengembangan wilayah secara terpadu oleh seluruh sektor yang bertitik tolak dari sebuah rencana yang sinergi dan mengacu kepada aktivitas ekonomi, sosial, keberlanjutan lingkungan hidup, potensi wilayah dan kearifan lokal, dan rencana tata ruang wilayah. Dengan kata lain pembangunan wilayah perlu didukung kerjasama antara pemerintah pusat, pemerintah daerah dan melibatkan pihak swasta, mengingat pada kenyataanya kawasan yang sudah berkembang akan lebih menarik banyak investor daripada kawasan yang belum berkembang.
49
Tahun 2015 merupakan awal tahun perencanaan jangka menengah, juga merupakan awal dari Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) 2015-2019, maupun dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019. Oleh karena itu sebagai langkah awal menetapkan kebijakan, diperlukan identifikasi terhadap isu – isu strategis yang akan diperhatikan dalam pembangunan infrastruktur 2015 – 2019. Secara lebih rinci, penjabaran isu-isu strategis terkait dengan pembangunan infrastruktur adalah sebagai berikut: a.
Disparitas antar wilayah relatif masih tinggi terutama antara Kawasan Barat Indonesia (KBI) dan Kawasan Timur Indonesia (KTI). b. Urbanisasi yang tinggi (meningkat 6 kali dalam 4 dekade) diikuti persoalan perkotaan seperti urban sprawl dan penurunan kualitas lingkungan, pemenuhan kebutuhan dasar, dan kawasan perdesaan sebagai hinterland belum maksimal dalam memasok produk primer. c. Belum mantapnya konektivitas antara infrastruktur di darat dan laut, serta pengembangan kota maritim/pantai. d. Pemanfaatan sumber daya yang belum optimal dalam mendukung kedaulatan pangan dan kemandirian energi. e. Pengendalian pembangunan belum sepenuhnya dilaksanakan sesuai dengan rencana tata ruang. f. Belum terpadunya perencanaan pembangunan infrastruktur perhubungan laut dan penyeberangan maupun pengembangan kota pesisir dengan pembangunan infrastruktur PUPR. g. Sinergi pembangunan infrastruktur belum optimal terkait dengan batasan kewenangan pusat dan daerah. Isu-isu sebagaimana tersebut di atas tentunya menjadi tantangan bagi pembangunan infrastruktur selama jangka menengah. Untuk mengatasi isu-isu tersebut pembangunan Infrastruktur PUPR diarahkan seperti berikut: 1. 2.
3.
Pembangunan infrastruktur harus sinergi dengan kelestarian lingkungan, memperhatikan carrying capacity suatu wilayah yang ingin dikembangkan; Pembangunan infrastruktur PUPR mendukung pengurangan disparitas antar wilayah terutama Kawasan Barat Indonesia (KBI) dan Kawasan Timur Indonesia (KTI); dan Pengurangan urbanisasi dan urban sprawl dan peningkatan kualitas lingkungan, pemenuhan kebutuhan dasar, dan memaksimalkan kawasan perdesaan sebagai hinterland dalam memasok produk primer.
Seluruh pembangunan infrastruktur yang dilaksanakan dalam kurun waktu 5 tahun tersebut harus melalui pendekatan yang holistik-tematik, integratif, dan spasial.
50
Dengan demikian, dalam mengarahkan pembangunan infrastruktur PUPR di Kepulauan Maluku dan Papua dalam kurun waktu 2015 – 2019, maka masing – masing unit organisasi dalam lingkup Kementerian PUPR memiliki kebijakan tersendiri yang akan mendukung terwujudnya target dalam Rencana Strategis. Kebijakan Pengembangan Wilayah tersebut kemudian akan disebut sebagai WPS (Wilayah Pengembangan Strategis). Pengembangan WPS tersebut berazaskan pada efisiensi yang berbasis daya dukung, daya tampung dan fungsi lingkungan fisik terbangun, manfaat dalam skala ekonomi (economic of scale) serta sinergitas dalam menyediakan infrastruktur transportasi untuk konektivitas dalam lingkup nasional maupun internasional, mengurangi kesenjangan antara pasokan dan kebutuhan energi terbarukan untuk tenaga listrik, pemenuhan kebutuhan layanan dasar permukiman yang layak bagi masyarakat dan mewujudkan kota tanpa permukiman kumuh, serta meningkatan keandalan dan keberlanjutan layanan sumber daya air baik untuk pemenuhan air minum, sanitasi, dan irigasi guna menunjang ketahanan air dan pangan dengan mempertimbangkan Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) pada setiap WPS. Konsepsi pengembangan WPS diilustrasikan yaitu pembangunan infrastruktur wilayah PUPR pada setiap WPS diarahkan untuk mempercepat pembangunan fisik di pusat-pusat pertumbuhan ekonomi kawasan sesuai dengan klasternya, terutama WPS di luar Pulau Jawa (Pulau Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Papua) dengan memaksimalkan keuntungan aglomerasi, menggali potensi dan keunggulan daerah dan peningkatan efisiensi dalam penyediaan infrastruktur dalam kawasan, antar kawasan maupun antar WPS. Pendekatan ini pada intinya merupakan integrasi dari pendekatan sektoral, regional dan makro ekonomi. Setiap WPS akan dikembangkan dengan mempertimbangkan potensi dan keunggulannya, melalui pengembangan pusat-pusat pertumbuhan, industri manufaktur, industri pangan, industri maritim dan atau pariwisata.
51
Gambar 1.20 Konsepsi Wilayah Pengembangan Strategis
Sumber: Paparan BPIW
Selanjutnya untuk mengetahui keberhasilan dari wilayah pengembangan strategis tersebut, akan diukur aspek-aspek yang terkait diantaranya: pengurangan gap pertumbuhan antara kawasan yang sudah berkembang dengan yang belum berkembang, tingkat keterpaduan perencanaan pemrograman dengan pelaksanaan (deviasi), tingkat sinkronisasi program (waktu, fungsi, lokasi, besaran), disparitas kebutuhan dengan pemrograman, tingkat pemberian bimbingan teknis kepada pemerintah daerah. Konsep WPS bukanlah suatu konsep yang berjalan sendirian, namun juga membutuhkan dukungan dari seluruh pihak khususnya unit organisasi di lingkungan Kementerian PUPR. Oleh karena itu, di bawah ini adalah strategi kebijakan sebagai wujud dukungan kepada WPS dari masing – masing bidang Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat untuk Pembangunan Infrastruktur di Kepulauan Maluku dan Papua :
52
a.
b.
Sumber Daya Air Menyelenggarakan pembangunan bidang pekerjaan umum dan perumahan rakyat untuk mendukung ketahanan air, kedaulatan pangan, dan ketahanan energi guna menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik dalam rangka kemandirian ekonomi. Agenda prioritas pembangunan nasional yang terkait dengan pengelolaan sumber daya air adalah agenda mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik. Untuk mewujudkan hal tersebut, bentuk dukungan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat adalah melalui pengelolaan sumber daya air yang terpadu untuk mewujudkan Ketahanan Air, Kedaulatan Pangan, dan Ketahanan Energi, yang akan diwujudkan melalui sasaran strategis: (1) Meningkatnya dukungan ketahanan air; (2) Meningkatnya dukungan untuk kedaulatan pangan dan energi, dengan sasaran program: (a) Meningkatnya layanan sarana dan prasarana penyediaan air baku; (b) Meningkatnya kapasitas tampung sumber-sumber air; (c) Meningkatnya kinerja layanan irigasi; (d) Meningkatnya kapasitas pengendalian daya rusak air (e) Meningkatnya upaya konservasi SDA; (f) Meningkatnya keterpaduan tata kelola pengelolaan SDA; dan (g) Meningkatnya potensi energi dna sumber-sumber air. Bina Marga Menyelenggarakan pembangunan bidang pekerjaan umum dan perumahan rakyat untuk konektivitas nasional guna meningkatkan produktivitas, efisiensi dan pelayanan sistem logistik nasional bagi penguatan daya saing bangsa di lingkup global yang berfokus pada keterpaduan konektivitas daratan dan maritim. Dalam rangka meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional, dicapai salah satunya dengan membangun konektivitas nasional untuk mencapai keseimbangan. Selain itu untuk mempercepat pembangunan transportasi yang mendorong penguatan industri nasional mendukung sislognas dan konektivitas nasional serta membangun sistem dan jaringan transportasi yang terintegrasi untuk mendukung investasi pada Koridor Ekonomi, Kawasan Industri Khusus, Kompleks Industri dan pusat-pusat pertumbuhan lainnya di wilayah non-koridor ekonomi. Untuk mewujudkan hal tersebut, dukungan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat akan dicapai melalui, sasaran strategis: (1) Meningkatnya dukungan konektivitas bagi penguatan daya saing dan (2) Meningkatnya kemantapan jalan nasional. Sasaran strategis tersebut akan dicapai melalui sasaran program (a) Menurunnya waktu tempuh pada koridor utama dari 2,7 Jam per 100 km menjadi 2,2 Jam per km; (b) Meningkatnya pelayanan jalan nasional dari 101 Miliar Kendaraan km menjadi 133 Miliar Kendaraan km; dan (c) Meningkatnya fasilitasi terhadap jalan daerah untuk mendukung kawasan dari 0% menjadi 100%.
53
c.
Cipta Karya Menyelenggarakan pembangunan bidang pekerjaan umum dan perumahan rakyat untuk mendukung layanan infrastruktur dasar yang layak guna mewujudkan kualitas hidup manusia Indonesia sejalan dengan prinsip ‘infrastruktur untuk semua’. Dengan sasaran program yaitu: (1) Meningkatnya kontribusi terhadap pemenuhan kebutuhan air minum bagi masyarakat; (2) Meningkatnya kontribusi terhadap pemenuhan kebutuhan hunian dan permukiman yang layak; dan (3) Meningkatnya kontribusi terhadap pemenuhan akses sanitasi bagi masyarakat. d. Penyediaan Perumahan Agenda prioritas pembangunan nasional yang terkait dengan penyediaan perumahan adalah Agenda No. 5, yaitu Meningkatkan Kualitas Hidup Manusia Indonesia. Agenda prioritas pembangunan nasional tersebut akan dijabarkan ke dalam kebijakan dan strategi penyediaan perumahan. Bentuk dukungan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat terhadap hal tersebut diwujudkan melalui: 1) Meningkatnya dukungan layanan infrastruktur dasar permukiman dan perumahan; 2) Meningkatnya penyediaan dan pembiayaan perumahan, dengan sasaran program menurunnya kekurangan tempat tinggal (backlog) dan menurunnya rumah tidak layak huni. Penyediaan perumahan diharapkan dapat memperluas akses terhadap tempat tinggal yang layak yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana yang memadai untuk seluruh kelompok masyarakat secara berkeadilan, melalui pengembangan multi-sistem penyediaan perumahan secara utuh dan seimbang, meliputi (1) Pengendalian Perumahan Komersial, (2) Penguatan Perumahan Umum, (3) Pemberdayaan Perumahan Swadaya, (4) Fasilitas Perumahan Khusus, dan (5) Pengelolaan Rumah Negara.
1.4 Tantangan dan Hambatan Pembangunan Infrastruktur di Kepulauan Maluku dan Papua Kehadiran infrastruktur pekerjaan umum dan perumahan rakyat (PUPR) dibutuhkan untuk menumbuhkan perekonomian pada suatu kawasan. Pembangunan infrastruktur baik di kawasan kota baru, kawasan industri, infrastruktur jalan bebas hambatan, air bersih, pembangkit listrik, dan juga pelabuhan, terbukti dapat tumbuh dan menjadi motor pertumbuhan. Selain itu, kualitas infrastruktur multi-sektor perlu dijaga, serta dibutuhkan kerjasama pemerintah pusat dengan pemerintah daerah dan swasta. Penjelasan mengenai infrastruktur bidang PUPR secara khusus akan dijelaskan dari beberapa sudut bagian dan pada bagian lainnya juga akan dijelaskan infrastruktur selain PUPR yang turut serta mendukung pertumbuhan wilayah.
54
Secara umum, tantangan dan kendala yang dihadapi dalam upaya pembangunan di Kepulauan Maluku dan Papua adalah sebagai berikut: a. SUMBER DAYA MANUSIA, ditunjukkan oleh kualitas kesejahteraan manusia masih rendah jika dilihat melalui indikator IPM yang dibandingkan dengan rata-rata nasional; b. PRASARANA WILAYAH, tingkat pelayanannya masih sangat terbatas terbatas, seperti sistem perhubungan dan telekomunikasi, pelayanan listrik dan air bersih, serta fasilitas lainnya seperti kesehatan, pendidikan dan pasar; c. PENATAAN RUANG DAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA ALAM, yang ditunjukkan antara lain oleh terjadinya konflik ataupun tumpang tindih pemanfaatan ruang (lahan) baik antara kawasan budidaya dengan kawasan lindung, maupun antar kawasan budidaya seperti antara kegiatan pertambangan dan kehutanan yang berkaitan dengan ekonomi daerah dan masyarakat; d. KETERBATASAN SUMBER PENDANAAN, dimana pembangunan daerah perbatasan kurang diberikan prioritas dibandingkan dengan daerah lainnya, sehingga semakin memperlebar tingkat kesenjangan antardaerah; dan e. TERBATASNYA KELEMBAGAAN DAN APARAT yang ditugaskan di daerah perbatasan, dengan fasilitas yang kurang mencukupi, sehingga fungsi pelayanan kepada masyarakat setempat relatif kurang memadai.
1.4.1 Tantangan dan Hambatan Pembangunan Infrastruktur di Kepulauan Maluku Beberapa permasalahan umum yang dihadapi di setiap sektor infrastruktur di Kepulauan Maluku yaitu: A. Sumber Daya Air Pengelolaan sumber daya air berdasarkan regulasi yang ada didasarkan pada Wilayah Sungai (WS). Secara keseluruhan Wilayah Sungai di Kepulauan Maluku berjumlah 7 (tujuh) WS, yang terdiri dari 4 (empat) WS strategis nasional, 3 (tiga) WS lintas kabupaten/kota. Secara lebih detil data WS disajikan pada Tabel 1.7. Tabel 1.7 Wilayah Sungai di Kepulauan Maluku No. Kode WS WS Strategis Nasional 1. 06.01.A3 2. 06.02.A3 3. 06.05.A3 4.
06.07.A3
WS Lintas Kabupaten/Kota 1. 06.03.B 2. 06.04.B 3. 06.06.B
Nama WS
Provinsi
Halmahera Utara Halmahera Selatan Ambon Seram Kepulauan Yamdena Wetar
Maluku Utara Maluku Utara Maluku
Kepulauan Sula Obi Buru Kepulauan Kei - Aru
Maluku Utara Maluku Maluku
Maluku
Sumber: Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 4/Prt/M/2015 Tentang Kriteria dan Penetapan Wilayah Sungai
55
Pemerintah telah mencanangkan terwujudnya swasembada pangan secara nasional. Hal tersebut sejalan dengan RPJM karena dalam situasi dunia yang tidak menentu, impor beras dan pangan lain tidak terjamin tiap tahun. Ketahanan pangan adalah kondisi pemenuhan kebutuhan pokok pangan untuk setiap rumah tangga yang dicerminkan oleh ketersediaan pangan yang cukup dalam jumlah, mutu, aman, merata dan terjangkau. Ketahanan pangan secara umum didukung oleh sektor pertanian tanaman pangan yaitu padi dan palawija melalui sawah irigasi dan tadah hujan. Terkait dengan isu ketahanan pangan maka luas irigasi di Kepulauan Maluku mencapai 152,49 ribu ha atau sekitar 2% dari total daerah irigasi di seluruh Indonesia yang tersebar di Maluku sekitar 62% dan Maluku Utara sekitar 38%. Daerah irigasi tersebut terdiri atas kewenangan Pemerintah Pusat seluas 41,54 ribu ha, kewenangan pemerintah provinsi 82,31 ribu ha dan kewenangan kabupaten 28,64 ribu ha. Terkait dengan ketahanan energi, maka hingga saat ini di Kepulauan Maluku belum ada pembangkit listrik yang menggunakan tenaga air Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA). Kebutuhan listrik dipenuhi dari Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) dan Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH). B. Transportasi Darat Tingkat kemudahan aksesibilitas ke berbagai wilayah di Kepulauan Maluku dapat dikategorikan masih rendah, selain karena belum terhubungnya wilayah-wilayah tersebut dengan jaringan moda transportasi baik darat, air, maupun udara, jaringan transportasi yang tersedia saat ini kondisinya kurang memadai untuk digunakan. Keterbatasan kapasitas dalam memelihara prasarana dan sarana transportasi, baik secara rutin maupun secara berkala, memberikan dampat terhadap banyaknya prasarana transportasi yang lebih cepat rusak jika dibandingkan dengan umur ekonomis prasarana dan sarana yang seharusnya. Selain itu, kecepatan kerusakan jalan juga dipengaruhi oleh berat dan tekanan gandar kendaraan (gross vehicle weight and axle configuration) yang melalui jalan tersebut. Saat ini banyak kendaraan berat yang mengangkut muatan berlebih (vehicle overloading), yang melebihi kapasitas beban jalan, melewati jalan-jalan lintas Trans Maluku. Hal tersebut mengakibatkan kondisi jalan-jalan tersebut mengalami kerusakan lebih cepat daripada umur teknis dan ekonomis yang seharusnya. Adapun permasalahan lain yang muncul adalah peran dan fungsi jalan untuk membuka dan mengembangkan wilayah tertinggal, terisolasi, dan wilayah pulau terpencil, dirasakan masih sangat lambat laju pembangunannya. Di sisi lain, permintaan untuk membuka akses daerah-daerah tersebut sudah sangat tinggi, terutama untuk mempermudah pemasaran hasil-hasil produksi ke pusat pemasaran.
56
C.
Air Minum Pada sistem pelayanan air minum, yang menjadi permasalahan utama adalah masih rendahnya cakupan pelayanan air minum. Tantangan pembangunan air minum adalah meningkatkan kualitas pengelolaan air minum, meningkatkan kapasitas produksi air minum dan jangkauan pelayanan, meningkatkan kompetensi kemanpuan SDM yang bekerja di sektor air minum, serta menerapkan tarif yang sesuai dengan kemampuan daya beli masyarakat. D. Air Limbah Pada sistem pelayanan air limbah, yang menjadi pokok permasalahan adalah rendahnya cakupan pelayanan air limbah yang antara lain, disebabkan oleh masih rendahnya tingkat kesadaran masyarakat dalam penanganan air limbah. Tantangan pembangunan air limbah adalah meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), mengembangkan pelayanan sistem pembuangan air limbah terpusat (sewerage system), sistem komunal dan on-site system. E.
Persampahan Pada pelayanan persampahan, permasalahan utama adalah menurunnya kualitas pengelolaan persampahan yang mengakibatkan pencemaran udara dan air yang, antara lain, disebabkan oleh menurunnya kualitas pengelolaan tempat pembuangan akhir (TPA), meningkatnya volume sampah yang dibuang ke sungai, dan makin terbatasnya lahan di kawasan perkotaan untuk TPA. Tantangan pembangunan persampahan adalah meningkatkan kesadaran masyarakat tentang ketidakpatutan membuang sampah sembarangan, meningkatkan kerja sama antarpemerintah kota/kabupaten dalam penanganan persampahan regional, meningkatkan kualitas pengelolaan persampahan dan menerapkan teknologi dalam penanganan persampahan. F.
Drainase Pada pelayanan drainase, permasalahan utama adalah makin meluasnya daerah genangan yang disebabkan oleh makin berkurangnya lahan terbuka hijau, tidak berfungsinya saluran drainase secara optimal, terpakainya saluran drainase untuk pembuangan sampah, serta rendahnya operasi dan pemeliharaan saluran drainase. Tantangan pembangunan drainase adalah meningkatkan kesadaran masyarakat untuk tidak membuang sampah ke saluran drainase, mempertahankan luasan lahan terbuka hijau, meningkatkan operasi dan pemeliharaan drainase, serta pembangunan saluran drainase terpadu dengan pengendalian banjir. Perumahan dan Permukiman Permasalahan utama pada sektor penyediaan perumahan adalah makin meningkatnya jumlah rumah tangga yang belum memiliki rumah meningkatnya luasan kawasan kumuh dan belum mantapnya kelembagaan penyelenggara pembangunan G.
57
perumahan. Tantangan yang dihadapi adalah (1) meniadakan mismatch dalam pembiayaan perumahan; (2) meningkatkan efisiensi dalam pembangunan perumahan; (3) meningkatkan pasar perumahan; dan (4) mengembangkan pola subsidi yang efisien, transparan dan dapat dipertanggungjawabkan.
1.4.2 Tantangan dan Hambatan Pembangunan Infrastruktur di Pulau Papua Beberapa tantangan dan hambatan yang dihadapi di pengembangan wilayah Pulau Papua, bisa dilihat pada gambar 1.21 berikut.
58
59
Sumber: Rencana Induk Pengembangan Infrastruktur PUPR di Pulau Papua
Gambar 1.21 Peta Faktor Penghambat Utama Pulau Papua
Beberapa tantangan dan hambatan umum yang dihadapi di setiap sektor infrastruktur di Pulau Papua yaitu: A. Sumber Daya Air Pengelolaan sumber daya air berdasarkan regulasi yang ada didasarkan pada Wilayah Sungai (WS). Secara keseluruhan Wilayah Sungai di Pulau Papua berjumlah 5 (lima) WS, yang terdiri dari 1 (satu) WS Lintas Strategis Nasional, 2 (dua) WS Lintas Negara, 1 (satu) WS Lintas Provinsi, dan 1 (satu). Secara lebih detil data WS disajikan pada Tabel 1.8. Tabel 1.8 Wilayah Sungai di Pulau Papua No.
Kode WS
Nama WS
Provinsi
Kemundyan Sebyar
Papua Barat
WS Lintas Strategis Nasional 1.
07.01.A3 WS Lintas Negara
1.
07.04.A1
MamberamoTami-Apauvar
Papua
2.
07.05.A1
Einlanden-Digul-Bikuma
Papua
Omba
Papua-Papua Barat
Wapoga-Mimika
Papua
WS Lintas Provinsi 07.02.A2 WS Lintas Kab/Kot 07.03.B
Sumber: Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 4/Prt/M/2015 Tentang Kriteria dan Penetapan Wilayah Sungai
Pemerintah telah mencanangkan terwujudnya swasembada pangan secara nasional. Hal tersebut berdasarkann RPJM karena dalam situasi dunia yang tidak menentu impor beras dan pangan lain tidak terjamin tiap tahun. Ketahanan pangan adalah kondisi pemenuhan kebutuhan pokok pangan untuk setiap rumah tangga yang dicerminkan oleh ketersediaan pangan yang cukup dalam jumlah, mutu, aman, merata dan terjangkau. Ketahanan pangan secara umum didukung oleh sektor pertanian tanaman pangan yaitu padi dan palawija melalui sawah, irigasi dan tadah hujan. Terkait dengan isu ketahanan pangan, Pulau Papua merupakan kawasan potensial untuk pertanian yang salah satunya ditunjukkan dengan rencana pembangunan Merauke Integrated Food and Energy Estate (MIFEE) di Kabupaten Merauke, Provinsi Papua. Kendati demikian, untuk memulai langkah tersebut, dibutuhkan perencanaan yang matang pada proses penyediaan infrastruktur pertanian, seperti sistem saluran irigasi, yang meliputi pembangunan dan pengelolaan daerah irigasi, pembangunan bendung-bendung irigasi dan penyediaan infrastruktur pendukung lainnya.
60
Kondisi tanah di Provinsi Papua Barat banyak didapati berupa dataran lumpur dan rawa gambut. Keadaan tersebut mengakibatkan sulitnya akses air bersih untuk masyarakat. Air di dataran lumpur dan air rawa banyak mengandung minyak dan logam. Sementara itu, sebagian besar masyarakat di Provinsi Papua Barat untuk mendapatkan air bersih, seringkali masih mengandalkan air isi ulang dan air hujan (Susenas BPS, 2011). B. Transportasi Darat Di wilayah Papua, jalur transportasi udara masih menjadi pilihan utama sebagai moda angkutan logistik orang dan barang, termasuk juga transportasi barang-barang kebutuhan pokok. Adapun hal tersebut terjadi akibat masih tidak memadainya kondisi infrastruktur jalan darat di sebagian besar wilayah Papua. Dampak dari minimnya infrastruktur darat tersebut adalah melonjaknya biaya distribusi yang kemudian juga berdampak pada kenaikan harga berbagai kebutuhan barang pokok. Hal tersebut terutama dirasakan dampaknya oleh masyarakat yang bermukim di daerah pedalaman yang masih sangat sulit dijangkau melalui jalur darat. Isu keamanan menjadi perhatian besar dalam perencanaan pembangunan infrastruktur transportasi darat. Namun demikian, pembangunan jalan sebagai backbone pengembangan wilayah tetap menjadi prioritas yang akan memberikan efek cepat pada kelancaran distribusi barang kebutuhan masyarakat. Selain isu keamanan, tingginya harga pembangunan infrastruktur jalan di Papua juga merupakan kendala lainnya, sehingga dibutuhkan perencanaan pembangunan yang mengedepankan pendekatan efektif dan efisien. Adapun permasalahan lain yang muncul adalah peran dan fungsi jalan untuk membuka dan mengembangkan wilayah tertinggal, terisolasi, dan wilayah pulau terpencil, dirasakan masih sangat lambat laju pembangunannya. Di sisi lain, permintaan untuk membuka akses daerah-daerah tersebut sudah sangat tinggi, terutama untuk mempermudah pemasaran hasil-hasil produksi ke pusat pemasaran. C.
Air Minum Pada sistem pelayanan air minum, yang menjadi permasalahan utama adalah masih rendahnya cakupan pelayanan air minum akibat adanya pemekaran kawasan dan kondisi topografi wilayah Papua secara umum. Tantangan pembangunan air minum adalah meningkatkan kualitas pengelolaan air minum, meningkatkan kapasitas produksi air minum dan jangkauan pelayanan, serta menerapkan tarif yang sesuai dengan kemampuan daya beli masyarakat. D. Air Limbah Pada sistem pelayanan air limbah, yang menjadi pokok permasalahan adalah rendahnya cakupan pelayanan air limbah yang antara lain, disebabkan oleh masih rendahnya tingkat kesadaran masyarakat dalam penanganan air limbah. Tantangan
61
pembangunan air limbah adalah meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), mengembangkan pelayanan sistem pembuangan air limbah terpusat (sewerage system), sistem komunal, dan on-site system. Secara khusus, sebagian wilayah Papua yang berkembang sebagai wilayah pertambangan menimbulkan problema baru dengan munculnya limbah tambang. Selain limbah domestik, limbah tambang yang tidak dikelola dengan baik dapat mencemari aliran sungai di wilayah Papua, sehingga mengurangi kualitas air. E.
Persampahan Pada pelayanan persampahan, permasalahan utama adalah menurunnya kualitas pengelolaan persampahan akibat semakin tingginya volume sampah perharinya dan berkurangnya kapasitas tampungan Tempat Pembuangan Sementara (TPS) yang disebabkan masih kurangnya jumlah Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Tantangan pembangunan persampahan adalah meningkatkan kesadaran masyarakat tentang ketidakpatutan membuang sampah sembarangan, meningkatkan kerja sama antarpemerintah kota/kabupaten dalam penanganan persampahan regional, meningkatkan kualitas pengelolaan persampahan dan menerapkan teknologi dalam penanganan persampahan. Drainase Pada pelayanan drainase, permasalahan utama adalah makin meluasnya daerah genangan yang disebabkan oleh tidak berfungsinya saluran drainase secara optimal, terpakainya saluran drainase untuk pembuangan sampah, serta rendahnya operasi dan pemeliharaan saluran drainase. Tantangan pembangunan drainase adalah meningkatkan kesadaran masyarakat untuk tidak membuang sampah ke saluran drainase, mempertahankan luasan lahan terbuka hijau, meningkatkan operasi dan pemeliharaan drainase, serta pembangunan saluran drainase terpadu dengan pengendalian banjir. F.
Perumahan dan Permukiman Permasalahan utama pada sektor penyediaan perumahan adalah kebutuhan akan rumah khusus makin meningkatnya jumlah rumah tangga yang belum memiliki rumah layak huni, rendahnya daya beli masyarakat, dan belum mantapnya kelembagaan penyelenggara pembangunan perumahan. Selain itu, pada sektor pengembangan permukiman, yang menjadi isu utama adalah meningkatnya luasan kawasan kumuh, tingginya kebutuhan akan pembangunan permukiman kembali akibat bencana alam, perencanaan dan pembatasan bangunan, lahan-lahan terlantar, sarana prasana permukiman yang tidak memadai akibat pembangunan skala kecil yang tidak tertata dengan baik, ketidakteraturan dalam konteks ruang fisik akibat pembangunan formal dan informal yang tidak terpadu mengikuti bentuk penguasaan lahan dalam berbagai skala. G.
62
Tantangan utama yang dihadapi di wilayah Papua adalah (1) aspek kearifan lokal, seperti kepemilikan hak ulayat atas lahan dan kultur masyarakat setempat; (2) penanganan perumahan bagi pengembangan suku-suku yang terisolasi, terpencil, dan terabaikan; (3) meniadakan mismatch dalam pembiayaan perumahan; (4) meningkatkan efisiensi dalam pembangunan perumahan; (5) meningkatkan pasar perumahan; dan (6) mengembangkan pola subsidi yang efisien, transparan dan dapat dipertanggungjawabkan.
63
BAB
II MEKANISME PERENCANAAN DAN PEMROGRAMAN PEMBANGUNAN KETERPADUAN PENGEMBANGAN KAWASAN DENGAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR PUPR
2 BAB II MEKANISME PERENCANAAN DAN PEMROGRAMAN PEMBANGUNAN KETERPADUAN PENGEMBANGAN KAWASAN DENGAN INFRASTRUKTUR PUPR Pada bab II ini akan dijelaskan definisi umum dari perencanaan dan pemrograman pembangunan serta proses yang dilaksanakan oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) cq Badan Pengembangan Infrastruktur Wilayah (BPIW) dalam mewujudkan keterpaduan pengembangan kawasan dengan pembangunan infrastruktur PUPR. Secara khusus, bab ini juga menjelaskan (1) bagaimana pola kerja keterpaduan perencanaan, sinkronisasi program & pembiayaan, dan evaluasi dalam pengembangan kawasan dengan pembangunan infrastruktur PUPR, (2) bagaimana pola kerja sinkronisasi program dan pembiayaan keterpaduan pengembangan kawasan dengan infrastruktur PUPR, dan (3) bagaimana pola kerja sinkronisasi program dan pembiayaan pembangunan jangka pendek keterpaduan pengembangan kawasan dengan pembangunan infrastruktur PUPR.
2.1 Definisi Umum Perencanaan dan Pemrograman Perencanaan dan pemrograman adalah 2 (dua) istilah yang umum digunakan dalam sistem perencanaan pembangunan nasional. Secara semantik, istilah perencanaan memiliki beberapa pengertian. Pertama, perencanaan adalah suatu proses untuk membentuk masa depan, menentukan urutan, dengan memperhitungkan ketersediaan sumber daya (Pemerintah Republik Indonesia 2004). Kedua, perencanaan dipahami sebagai proses pengambilan keputusan terhadap sejumlah kegiatan untuk menentukan masa depan, dengan memperhitungkan kapan, bagaimana, dan siapa yang akan melakukan (Rasyidi et al. 2016). Sama halnya dengan perencanaan, kata pemrograman juga memiliki beberapa penafsiran. Penafsiran pertama, pemrograman adalah suatu proses pengelolaan instrumen kebijakan, yang terdiri dari satu atau lebih kegiatan, dilakukan oleh instansi pemerintah/lembaga untuk mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditentukan yang melibatkan pengalokasian anggaran, atau kegiatan masyarakat yang dikoordinasikan oleh instansi pemerintah (Pemerintah Republik Indonesia 2004). Kedua, pemrograman dipahami sebagai rangkaian pengelolaan kegiatan yang saling berkaitan, terpadu, dan
65
menyeluruh/komprehensif untuk mencapai tujuan dan sasaran perencanaan yang ditentukan, yang dirinci berdasarkan waktu, besaran biaya, besaran volume, kewenangan, pelaku (actor), serta kriteria kesiapan (readiness criteria) (Rasyidi et al. 2016).
2.2 Dasar Hukum Perencanaan dan Pemrograman Infrastruktur PUPR Pada tataran operasional, perencanaan maupun pemrograman di lingkungan Kementerian PUPR cq BPIW senantiasa mengacu pada berbagai produk hukum yang berlaku. Produk hukum dimaksud mulai dari yang tertinggi, yakni Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945, hingga yang terendah seperti tingkat III (desa). Meski jarang terjadi, ketika ada pertentangan substansi diantara produk hukum tersebut, “lex superiori derogat legi inferiori” menjadi asas hukum yang digunakan BPIW dalam menterpadukan perencanaan maupun mensinkronkan program dan pembiayaan pembangunan infrastruktur PUPR. Sebuah asas dimana produk hukum yang secara hirarkis lebih tinggi menegasi produk hukum yang lebih rendah. Undang-Undang (UU) Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) (Pemerintah Republik Indonesia 2004) secara garis besar mengatur penyelenggaraan perencanaan makro pada setiap fungsi pemerintahan, di setiap bidang kehidupan, yang dilakukan secara terpadu dalam lingkup wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Undang-Undang SPPN dijabarkan menjadi (1) Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP), (2) Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM), dan (3) Rencana Pembangunan Tahunan. Produk hukum yang menjadi acuan berikutnya adalah UU Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) Tahun 20052025 (Pemerintah Republik Indonesia 2007). RPJPN secara sederhana dipahami sebagai dokumen perencanaan dengan masa berlaku 20 (dua puluh) tahun. Untuk periode perencanaan RPJPN saat ini adalah dari tahun 2005 hingga tahun 2025. Secara garis besar, substansi RPJPN menjabarkan berbagai tujuan/target dibentuknya Pemerintahan Negara Indonesia, sebagaimana tercantum dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, melalui rumusan visi, misi serta arah pembangunan nasional. RPJPN sebagai produk perencanaan nasional juga dijadikan acuan dalam penyusunan RPJP Daerah. Pada Pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla, pemerintah kemudian berupaya menjalankan amanat pembangunan yang dikenal dengan sebutan Nawa Cita, atau 9 (sembilan) agenda prioritas, yang kemudian dijabarkan secara lebih detail dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 2 Tahun 2015
66
tentang RPJMN Tahun 2015-2019, perpres ini merupakan tahap ketiga dari pelaksanaan RPJPN 2005-2025. Perpres ini menjadi pedoman bagi kementerian/lembaga dalam menyusun rencana strategis kementerian/lembaga (Renstra-KL) dan menjadi bahan pertimbangan bagi pemerintah daerah dalam menyusun/menyesuaikan rencana pembangunan daerahnya masing-masing dalam rangka pencapaian sasaran pembangunan nasional. Di tingkat kementerian/lembaga, dalam hal ini Kementerian PUPR, ditetapkan Peraturan Menteri PUPR Nomor 13.1/PRT/M/2015 tentang Rencana Strategis Kementerian PUPR Tahun 2015-2019. Permen ini mendetailkan apa yang dijabarkan dalam RPJMN 2015-2019, berisi tentang arah kebijakan serta strategi pembangunan infrastruktur PUPR untuk periode perencanaan 2015-2019. Pada permen PUPR ini, Wilayah Pengembangan Strategis (WPS) diperkenalkan sebagai salah satu strategi Kementerian PUPR untuk menterpadukan pengembangan wilayah dengan pembangunan infrastruktur PUPR. Selain mengacu pada berbagai produk hukum, BPIW juga mengacu pada berbagai produk perencanaan, baik yang terdokumentasi secara legal maupun yang berupa naskah akademis. Diantara produk perencanaan tersebut adalah dokumen Rencana Induk Pengembangan Pulau / RIPP, Rencana Utama (Master Plan/MP), dan Rencana Pengembangan (Development Plan/DP). Adapun penjelasan masing-masing produk perencanaan adalah sebagai berikut. 1.
RIPP adalah produk perencanaan yang merupakan rencana pembangunan Infrastruktur dengan masa perencanaan 20 (dua puluh) tahun. Substansi RIPP secara umum berisikan keterpaduan rencana pembangunan infrastruktur PUPR dengan lokus spasial pulau/kepulauan, dengan pertimbangan-pertimbangan seperti ketersediaan sumber daya, kearifan lokal, dan potensi wilayah setempat. Dokumen ini dirancang sebagai panduan perencanaan jangka panjang infrastruktur pulau/kepulauan di lingkungan Kementerian PUPR (Rasyidi et al. 2016).
2.
Master Plan (MP) Pembangunan Infrastruktur, secara umum dipahami sebagai produk perencanaan yang berfungsi sebagai komplementer atau pelengkap produk perencanaan telah berlaku, dengan durasi waktu perencanaan sepanjang 10 (sepuluh) tahun. Substansi kedua jenis produk perencanaan ini berisikan keterpaduan rencana pembangunan infrastruktur PUPR dengan non infrastruktur PUPR dengan basis spasial WPS. Master Plan Pembangunan Infrastruktur ditetapkan oleh Menteri PUPR (Rasyidi et al. 2016).
3.
Development Plan (DP) Wilayah Pengembangan Strategis (WPS) adalah rencana pengembangan yang terdiri atas berbagai program pembangunan infrastruktur PUPR yang berbasis pendekatan WPS, rencana pengembangan juga dapat diartikan sebagai program pembangunan infrastruktur dalam rentang waktu 5 (lima) tahun (Rasyidi et al. 2016).
67
Antara produk hukum serta produk perencanaan sebagaimana penjelasan diatas, dirancang untuk memiliki keterkaitan satu dengan yang lain, dengan demikian amanat pembangunan atau agenda prioritas nasional yang telah dicanangkan oleh presiden dan wakil presiden terpilih dapat berjalan dengan semestinya.
2.3 Pola Kerja Keterpaduan Perencanaan, Sinkronisasi Program & Pembiayaan, dan Evaluasi dalam Pengembangan Kawasan dengan Pembangunan Infrastruktur PUPR Sebelum beranjak pada pola kerja keterpaduan perencanaan, sinkronisasi program & pembiayaan pembangunan, dan evaluasi pengembangan kawasan dengan infrastruktur PUPR, ada baiknya para pembaca terlebih dahulu mengenal dan memahami apa dan bagaimana struktur badan yang bekerja dalam lingkup perencanaan dan pemrograman pembangunan infrastruktur PUPR di lingkungan Kementerian PUPR. BPIW adalah sebuah unit organisasi (unor) di lingkungan Kementerian PUPR (Kementerian PUPR 2015). Sesuai khittahnya, BPIW dibentuk untuk menterpadukan rencana serta mensinkronkan program pembangunan infrastruktur PUPR dalam upaya mendukung perwujudan ketahanan air, kedaulatan pangan, kedaulatan energi, penguatan konektivitas nasional, permukiman yang layak huni dan berkelanjutan, penyediaan jasa konstruksi dan sistem investasi infrastruktur yang memadai, fasilitasi penyediaan rumah, pengusahaan penyediaan pembiayaan, membina sumber daya manusia konstruksi dan aparatur di lingkungan Kementerian PUPR. Berbagai tujuan pembangunan nasional tersebut tersurat secara gamblang dalam Undang-Undang No. 39 tahun 2008 tentang Kementerian Negara, Peraturan Presiden No. 165 tahun 2014 tentang Penataan Tugas dan Fungsi Kabinet Kerja, dan Keputusan Presiden No. 121/P tahun 2014 tentang Pembentukan Kementerian dan Pengangkatan Menteri Kabinet Kerja Periode 2015-2019 (Pemerintah Republik Indonesia 2008; Pemerintah Republik Indonesia 2014b; Pemerintah Republik Indonesia 2014a).
68
Secara hierarki, unor yang dipimpin oleh Kepala Badan ini berkedudukan berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Menteri PUPR. Adapun tugas dan fungsi dari badan ini, sebagaimana diatur dalam Permen PUPR No. 15/PRT/M/2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian PUPR, diamanatkan untuk menyusun berbagai kebijakan teknis dan strategi keterpaduan antara pengembangan kawasan dengan infrastruktur PUPR. Dalam menjalankan amanat tersebut, BPIW didukung dengan beberapa fungsi yakni (a) penyusunan kebijakan teknis, rencana, dan Gambar 2.1 Struktur Lembaga Badan program keterpaduan pengembangan Pengembangan Infrastruktur Wilayah kawasan dengan infrastruktur PUPR, (b) penyusunan strategi keterpaduan pengembangan kawasan dengan infrastruktur PUPR, (c) pelaksanaan sinkronisasi program antara pengembangan kawasan dengan infrastruktur PUPR, (d) pemantauan, evaluasi, dan pelaporan penyelenggaraan keterpaduan rencana dan sinkronisasi program antara pengembangan kawasan dengan infrastruktur PUPR, serta (e) pelaksanaan fungsi lainnya yang diberikan oleh Menteri. Mengimplementasi berbagai tugas dan fungsi tersebut, BPIW didukung oleh 5 unit organisasi eselon 2 (dua), yakni 1 sekretariat dan 4 Pusat (Kementerian PUPR 2015). Secara rinci, unit organisasi dimaksud terdiri dari (1) Sekretariat Badan, (2) Pusat Perencanaan Infrastruktur Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, (3) Pusat Pemrograman dan Evaluasi Keterpaduan Infrastruktur PUPR, (4) Pusat Kawasan Pengembangan Kawasan Strategis, dan (5) Pusat Pengembangan Kawasan Perkotaan. Ilustrasi terkait struktur kelembagaan BPIW dapat dilihat pada Gambar 2.1. Adapun informasi mengenai tugas dari masing-masing unor eselon 2 (dua) tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut. Pertama, Sekretariat Badan, yang umumnya dikenal dengan sebutan Setba, bertugas dalam pemberian dukungan pengelolaan administrasi kepada seluruh unit organisasi di lingkungan BPIW. Kedua, Pusat Perencanaan Infrastruktur PUPR, yang umum diketahui dengan sebutan Pusat 1 (satu), bertugas dalam menyusun kebijakan teknis, strategi, rencana strategis, analisis manfaat, serta rencana keterpaduan pengembangan kawasan dengan infrastruktur PUPR. Ketiga, Pusat Pemrograman dan Evaluasi Keterpaduan Infrastruktur PUPR atau lebih dikenal dengan sebutan Pusat 2 (dua) memiliki tugas dalam sinkronisasi program, pemantauan, evaluasi, dan pelaporan keterpaduan pengembangan kawasan dengan infrastruktur
69
PUPR. Keempat, Pusat Pengembangan Kawasan Strategis, dikenal dengan Pusat 3 (tiga), memiliki tugas dalam penyusunan kebijakan teknis, rencana dan program, pengembangan area inkubasi di kawasan strategis pada wilayah pengembangan strategis yang menterpadukan antara pengembangan kawasan dan infrastruktur PUPR, serta fasilitasi pengadaan tanah. Terakhir dan kelima, Pusat Pengembangan Kawasan Perkotaan, dikenal dengan sebutan Pusat 4 (empat), memiliki tugas dalam penyusunan kebijakan teknis, rencana dan program, dan pengembangan area inkubasi di kawasan perkotaan yang menterpadukan antara pengembangan berbagai kawasan dan infastruktur PUPR di kawasan perkotaan, serta keterkaitan antara kawasan perkotaan dengan kawasan perdesaan. Setelah mampu memahami apa dan bagaimana struktur kelembagaan BPIW, selanjutnya adalah memahami bagaimana alur atau pola kerja keterpaduan perencanaan, sinkronisasi program & pembiayaan pembangunan, dan evaluasi pengembangan kawasan dengan pembangunan infrastruktur PUPR di lingkungan BPIW. Pada Gambar 2.2 berikut di bawah, menjabarkan secara baku alur atau pola kerja tersebut.
Gambar 2.2 Pola Kerja Keterpaduan Perencanaan, Sinkronisasi Program & Pembiayaan, dan Evaluasi Pengembangan Kawasan dengan Pembangunan Infrastruktur PUPR
70
Penjelasan alur atau pola kerja gambar di atas, diawali dengan penetapan wilayah/kawasan pertumbuhan prioritas oleh Pusat 1. Hasil penetapan wilayah/kawasan pertumbuhan prioritas tersebut ditindak lanjuti dengan penyusunan Master Plan (MP) Pembangunan Infrastruktur di WPS dan kawasan pertumbuhan prioritas tersebut dan dilanjutkan dengan penyusunan Development Plan (DP) Pembangunan Infrastruktur PUPR di Wilayah Pengembangan Strategis dan Kawasan Pertumbuhan dilaksanakan oleh Pusat 3 dan Pusat 4 dimana Pusat 4 menyiapkan Master Plan dan Development Plan untuk kawasan pekotaan, perdesaan dan metropolitan sedangkan Pusat 3 menyiapkan Master Plan dan Development Plan untuk kawasan strategis dan antar kawasan strategis. Master Plan Pembangunan Infrastruktur merupakan produk perencanaan dengan jangka waktu selama 10 tahunan (2015-2025) untuk 35 WPS dan 97 kawasan pertumbuhan. Development Plan Pembangunan Infrastruktur PUPR merupakan dokumen perencanaan hasil penjabaran dari Master Plan Pembangunan Infrastruktur dengan jangka waktu 5 tahun (2015-2019) untuk 35 WPS dan 97 Kawasan Pertumbuhan. Arahan perencanaan dalam Master Plan dan Development Plan tersebut dipadukan kedalam dokumen perencanaan infrastruktur pengembangan pulau (RIPP) yang kemudian hasilnya digunakan sebagai masukan atau input dalam proses penyusunan perencanaan keterpaduan pengembangan kawasan, antar kawasan, antar WPS dengan Infrastruktur PUPR yang dilakukan oleh Pusat 1. Rencana tersebut kemudian dijabarkan berdasarkan lokus penanganannya yaitu pulau dan kepulauan. RIPP ini terdiri dari 6 (enam) Pulau dan Kepulauan yakni (1) RIPP Sumatera, (2) RIPP Jawa dan Bali, (3) RIPP Kalimantan, (4) RIPP Sulawesi, (5) RIP Kepulauan Maluku dan Papua, dan (7) RIPP Nusa Tenggara. Selain RIPP, Pusat 1 juga menghasilkan Rencana Strategis (Renstra) Kementerian PUPR, Rencana Aksi (Tematik), Penyaringan Prioritas Program, dan Kerjasama Regional serta Global (lihat Gambar 2.2). Khusus penyaringan prioritas program, Pusat 1 menentukan peringkat berbagai program pembangunan infastruktur PUPR yang akan masuk dalam produk perencanaan jangka panjang dan menengah, yang kemudian hasilnya akan disinkronkan oleh Pusat 2 untuk kemudian disaring menjadi prioritas program dan pembiayaan jangka pendek (3 (tiga) tahunan) dan tahunan. Dari hasil penyaringan tersebut, kemudian dikoordinasikan dan disinergikan dengan Biro Perencanaan Anggaran dan KLN Sekretariat Jenderal untuk pengalokasian anggaran. Sementara itu Bidang Pemantauan dan Evaluasi Program melakukan pemantauan program infrastruktur bidang PUPR serta melakukan evaluasi keterpaduan rencana, kesinkronan program, dan keterpaduan pelaksanaan pembangunan bidang PUPR berdasarkan: (i) rencana pengembangan; (ii) pemrograman pembangunan; dan (iii) pelaksanaan pembangunan fisik.
71
2.4 Pola Kerja Sinkronisasi Program dan Pembiayaan Pembangunan Keterpaduan Pengembangan Kawasan dengan Infrastruktur PUPR Dalam struktur kelembagaan BPIW, Pusat yang secara khusus melakukan sinkronisasi program dan pembiayaan pembangunan keterpaduan pengembangan kawasan dengan infastruktur PUPR adalah Pusat Pemrograman dan Evaluasi Keterpaduan Infrastruktur PUPR atau Pusat 2. Adapun tugas Pusat ini adalah untuk melaksanakan sinkronisasi program & pembiayaan pembangunan, pemantauan, evaluasi, dan pelaporan keterpaduan pengembangan kawasan dengan infrastruktur bidang PUPR. Fungsi yang dimiliki Pusat ini meliputi: 1.
2. 3.
4.
Koordinasi dan penyusunan sinkronisasi program pembangunan jangka pendek keterpaduan pengembangan kawasan dengan infrastruktur bidang PUPR; Koordinasi dan penyusunan sinkronisasi serta penyusunan program tahunan pembangunan infrastruktur bidang PUPR; Pemantauan, evaluasi, dan pelaporan kinerja pelaksanaan kebijakan dan program keterpaduan pengembangan kawasan dengan infrastruktur bidang PUPR; dan Pelaksanaan penyusunan program dan anggaran serta urusan tata usaha dan rumah tangga Pusat Pemrograman dan Evaluasi Keterpaduan Infrastruktur PUPR.
Beranjak dari tugas dan fungsi tersebut, alur atau pola kerja sinkronisasi program dan pembiayaan keterpaduan pengembangan kawasan dengan infrastruktur PUPR diawali hasil perencanaan yang dilakukan oleh Pusat 1, dalam hal ini RIPP. Substansi inti dari produk perencanaan tersebut adalah program pembangunan infrastruktur PUPR jangka panjang dan dan jangka menengah. Kompilasi program tersebut kemudian dianalisis manfaat serta biayanya, dan diseleksi atau diurutkan berdasarkan prioritas untuk selanjutkan dilegalkan kedalam bentuk Rencana Strategis (Renstra) Kementerian PUPR Tahun 2015-2019 Seluruh proses penyusunan produk perencanaan tersebut telah disesuaikan dan memperhitungkan berbagai produk perencanaan yang berlaku, diantaranya seperti RPJPN/D, RPJMN/D, Perpres, Direktif Presiden, Renstra SKPD, dan RTRW. Hasil dari program prioritas tersebut kemudian ditindak lanjuti oleh Pusat 2 (dua) atau Pusat Pemrograman dan Evaluasi Keterpaduan Infrastruktur PUPR untuk diproses menjadi sinkronisasi program & pembiayaan pembangunan infrastruktur PUPR jangka pendek dan tahunan keterpaduaan pengembangan kawasan dengan infrastruktur PUPR.
72
Gambar 2.3 Pola Kerja Sinkronisasi Program dan Pembiayaan Keterpaduan Pengembangan Kawasan dengan Infrastruktur PUPR Dalam proses pemrograman, berbagai program prioritas tersebut kemudian dianalisis kelayakannya serta dilakukan kriteria pemrograman dilanjutkan dengan fasilitasi dan koordinasi konsultasi daerah (prov, kab/kota) untuk menghasilkan program & pembiayaan pembangunan jangka pendek keterpaduaan pengembangan kawasan dengan infrastruktur PUPR. Program Jangka Pendek tersebut dengan 3 (tiga) sumber pembiayaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan Kerjasama antara Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU). Selanjutnya akan dilakukan sinkronsasi program dan pembiayaan pembangunan menjadi program arahan keterpaduan pengembangan wilayah dengan infrastruktur PUPR tahunan. Melalui kegiatan Pra Konsultasi Regional dan Konsultasi Regional (Konreg) yang melibatkan unor di lingkungan Kementerian PUPR, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi, serta Dinas Provinsi yang membidangi pekerjaan umum dan perumahan rakyat, program arahan tersebut disepakati dan akan menjadi bahan pembahasan dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional (Musrenbangnas). Seluruh proses
73
pemrograman tersebut diatas, menyesuaikan dengan jadwal perencanaan dan pemrograman pembangunan nasional sebagaimana tergambar berikut dibawah ini.
Gambar 2.4 Jadwal Rangkaian Kegiatan Perencanaan maupun Pemrograman Pembangunan Nasional Lain halnya dengan sumber pembiayaan APBN diatas, untuk Harmonisasi Dana Alokasi Khusus (DAK), program dan pembiayaan pembangunan infrastruktur PUPR akan disinkronkan melalui kegiatan Konsultasi dan DAK dengan hasil akhir berupa Matriks Program Tahunan yang dibiayai DAK. Adapun jenis program pembangunan infrastruktur PUPR yang didukung melalui sumber pembiayaan ini adalah program-program pembangunan infrastruktur PUPR kewenangan daerah (provinsi, kabupaten, dan kota) yang mendukung agenda prioritas pembangunan nasional. Untuk KPBU, secara tahunan, program dan pembiayaan akan disinkronkan melalui rapat koordinasi dengan Direktorat Jenderal Bina Konstruksi, Badan Pengusahaan Jalan Tol (BPJT), Badan Pendukung Sistem Penyediaan Air Minum (BPSPAM), dan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Jenis program pembangunan infrastruktur PUPR yang didukung melalui sumber pembiayaan ini adalah program-program pembangunan yang memiliki kelayakan finansial yang tinggi.
74
2.5 Pola Kerja Sinkronisasi Program dan Pembiayaan Pembangunan Jangka Pendek Keterpaduan Pengembangan Kawasan dengan Infrastruktur PUPR Secara kelembagaan, unit organisasi yang secara aktif melakukan sikronisasi program dan pembiayaan pembangunan infrastruktur PUPR jangka pendek adalah bidang penyusunan program. Bidang Penyusunan Program adalah satu dari 4 (empat) Unit Kerja Eselon III di lingkungan Pusat Pemrograman dan Evaluasi Keterpaduan Infrastruktur PUPR yang mempunyai tugas: melaksanakan penyiapan dan penyusunan program sinkronisasi pembangunan jangka pendek keterpaduan pengembangan kawasan dengan infrastruktur PUPR. Adapun fungsi dari bidang Penyusunan Program adalah sebagai berikut: 1. 2. 3.
Penyusunan analisis kelayakan dan kriteria program keterpaduan pengembangan kawasan dengan infrastruktur bidang PUPR; Penyusunan program jangka pendek keterpaduan pengembangan kawasan dengan infrastruktur bidang PUPR; dan Pelaksanaan fasilitasi, koordinasi, pemrograman, dan pembiayaan pembangunan jangka pendek infrastruktur bidang PUPR.
Proses sinkronisasi program dan pembiayaan pembangunan infrastruktur PUPR Jangka Pendek Keterpaduan Pengembangan Kawasan dengan Infrastruktur PUPR, berdasarkan dokumen perencaan sebagai berikut adalah (i) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang RPJPN 2005-2025; (ii) Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015 tentang RPJMN 2015-2019; (iii) Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2016; (iv) Direktif Presiden; (v) Peraturan Menteri PUPR Nomor 13.1 Tahun 2015 tentang Rencana Strategis Kementerian PUPR; (vi) RIPP; (vii) Program Jangka Panjang Infrastruktur PUPR; dan (viii) Program Jangka Menengah Infrastruktur PUPR. Berbagai data dan informasi tersebut diinvetarisasi dan diolah sehingga menjadi rancangan awal Program Jangka Pendek Tahun n+2, n+3, dan n+4. Rancangan awal program pembangunan infrastruktur PUPR jangka pendek tahun n+2, n+3, dan n+4 kemudian dikoordinasikan dan dikonsultasikan kepada para stakeholders (Unor Teknis, Pemerintah Daerah, dan pihak terkait lainnya) melalui Rapat Konsultasi Dearah Program Pembangunan Infrastruktur PUPR Jangka Pendek yang diselenggarakan di seluruh provinsi. Dalam rapat konsultasi, proses sinkronisasi program pembangunan infrastruktur PUPR jangka pendek dilakukan dengan mempertimbangkan kriteria kesiapan (readiness criteria), dalam hal ini (i) kesesuaian RTRW; (ii) Feasibilty Study; (iii) Dokumen Lingkungan; (iv) Detailed Engineering Design; dan (vi) Kesiapan lahan. Selain melaksanakan rapat konsultasi, serta verifikasi program dilakukan kunjungan lapangan, khususnya pada kawasan-kawasan yang menjadi prioritas nasional.
75
Setelah melakukan berbagai rangkaian rapat konsultasi serta kunjungan lapangan tersebut, proses selanjutnya adalah melakukan finalisasi analisis kelayakan dan kriteria pemograman. Dalam melakukan prioritas program pembangunan infrastruktur PUPR dilakukan dengan mempertimbangkan aspek quick yield, rounding up, dan highest leverage. Hal ini dilakukan dengan alasan terbatasnya pagu dalam kantong anggaran (resources envelope) untuk pembangunan infrastruktur PUPR baru (new infrastructure development). Hasil akhirnya adalah dokumen Sinkronisasi Program & Pembiayaan Pembangunan infrastruktur PUPR jangka pendek tahun n+2, n+3, dan n+4. Dokumen tersebut selanjutnya di-input kedalam Sistem Informasi Pemrograman (SIP) menjadi output bidang Penyusunan Progam yaitu Sinkronisasi Program & Pembiayaan Pembangunan Jangka Pendek Keterpaduan Pengembangan Kawasan dengan Infrastruktur PUPR Tahun n,+2, n+3, n+4. Alur dan pola kerja sinkronisasi program dan pembiayaan pembangunan jangka pendek pengembangan kawasan dan infrastruktur PUPR dapat dilihat pada Gambar 2.5.
Gambar 2.5 Pola Kerja Sinkronisasi Program dan Pembiayaan Pembangunan Jangka Pendek Keterpaduan Pengembangan Kawasan dengan Infrastruktur PUPR
76
BAB
III SINKRONISASI PROGRAM DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN JANGKA PENDEK 2018 - 2020 KETERPADUAN PENGEMBANGAN KAWASAN DENGAN INFRASTRUKTUR PUPR
3 BAB III SINKRONISASI PROGRAM DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN JANGKA PENDEK 2018-2020 KETERPADUAN PENGEMBANGAN KAWASAN DENGAN INFRASTRUKTUR PUPR 3.1 Profil WPS dan Kawasan Kepulauan Maluku terdiri dari dua Wilayah Pengembangan Strategis (WPS), yaitu WPS 29 Pusat Pertumbuhan Sedang Berkembang (Ternate – Sofifi – Daruba) dan WPS 30 Pusat Pertumbuhan Sedang Berkembang (Ambon – Masohi). Pada Pulau Papua terdapat empat WPS, yaitu WPS 31 Pusat Pertumbuhan Baru (Sorong – Manokwari), WPS 32 Pusat Pertumbuhan Baru (Biak – Manokwari – Bintuni), WPS 33 Pusat Pertumbuhan Baru (Nabire – Enarotali – Wamena), dan WPS 34 Pusat Pertumbuhan Baru (Jayapura – Merauke). Berikut merupakan pembagian WPS di Kepulauan Maluku dan Pulau Papua berdasarkan wilayah administrasi. Tabel 3.1 Pembagian WPS Berdasarkan Wilayah Administrasi No. 1.
Provinsi Maluku Utara
2.
Maluku
3.
Papua Barat
4.
Papua
WPS WPS 29 Pusat Pertumbuhan Sedang Berkembang (Ternate – Sofifi – Daruba) WPS 30 Pusat Pertumbuhan Sedang Berkembang (Ambon – Masohi) WPS 31 Pusat Pertumbuhan Baru (Sorong – Manokwari) WPS 32 Pusat Pertumbuhan Baru (Biak – Manokwari – Bintuni) WPS 33 Pusat Pertumbuhan Baru (Nabire – Enarotali – Wamena) WPS 34 Pusat Pertumbuhan Baru (Jayapura – Merauke)
77
3.1.1 Profil WPS Di bawah ini merupakan penjelasan mengenai profil WPS yang berlokasi di Kepulauan Maluku dan Pulau Papua. A. Profil WPS 29 (Ternate – Sofifi – Daruba) WPS 29 (Ternate – Sofifi – Daruba) di dasari oleh daya dukung dan daya tampung, lingkungan fisik terbangun, serta Nawacita dan RPJMN. Seluruh kawasan di dalam WPS yang termasuk kategori pusat pertumbuhan sedang berkembang ini masuk ke wilayah administrasi Provinsi Maluku Utara. Adapun kota/kabupaten yang termasuk ke dalam WPS 29 adalah Kota Ternate, Kabupaten Pulau Morotai, Kota Sofifi, Kabupaten Halmahera Utara, Kota Tidore Kepulauan, dan Kabupaten Halmahera Barat. Pada WPS ini terdapat beberapa simpul komoditas pertanian, seperti pala dan cengkeh, dan perikanan laut. Kondisi geografis wilayah berupa kepulauan menjadikan transportasi laut sebagai salah satu moda utama yang didukung dengan keberadaan beberapa pelabuhan pengumpul, seperti Pelabuhan Sofifi dan Pelabuhan Tobelo. Kemudian juga terdapat pelabuhan pengumpan regional, yaitu Pelabuhan Daruba dan Pelabuhan Jailolo, serta terdapat pelabuhan utama, yakni Pelabuhan Achmad Yani di Kota Ternate. Selain Kota Ternate dan Kota Sofifi yang memiliki peran sebagai pusat kegiatan perekonomian utama di Provinsi Maluku Utara, Kabupaten Pulau Morotai diarahkan sebagai area perekonomian baru. Kabupaten Pulau Morotai ditetapkan sebagai Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) yang berkonsentrasi pada wisata bahari. Selain KSPN, kawasan ini juga dikembangkan sebagai Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) yang diarahkan sebagai sentra kegiatan industri pengolahan perikanan, industri berbasis kelapa dan tanaman obat, aneka industri, dan logistik. Pada WPS 29 terdapat dua kawasan yang termasuk ke dalam wilayah Provinsi Maluku Utara yaitu : 1. 29.1 Kawasan Morotai – Tobelo; 2. 29.2 Kawasan Sofifi – Ternate – Tidore.
78
79 Gambar 3. 1 Profil WPS 29 Ternate – Sofifi – Daruba
80 Gambar 3. 2 Peta Kawasan di WPS 29 Ternate – Sofifi – Daruba
B. Profil WPS 30 (Ambon – Masohi) WPS 30 (Ambon – Masohi) merupakan WPS dengan kategori pusat pertumbuhan sedang berkembang dimana keseluruhan kawasan yang terdapat di dalam WPS ini termasuk ke dalam wilayah administrasi Provinsi Maluku. Adapun kota/kabupaten yang termasuk ke dalam WPS 30 adalah Kota Ambon, Kabupaten Seram Bagian Barat, dan Kabupaten Maluku Tengah. Pada WPS 30 terdapat simpul-simpul produksi hasil perikanan dan perkebunan. Simpul produksi perikanan berada pada wilayah Kabupaten Seram Bagian Barat, sedangkan simpul produksi perkebunan berada pada Kota Ambon. Adapun komoditas utama pada sektor perkebunan adalah cengkeh dan pala. WPS 30 memiliki beberapa kawasan yang berpotensi sebagai pendorong pertumbuhan perekonomian dimana terdapat PKN Ambon yang telah dilengkapi beberapa infrastruktur transportasi utama, seperti Bandar Udara Pattimura dan Pelabuhan Yos Sudarso. Kawasan lainnya yang juga berfungsi sebagai pengungkit pertumbuhan ekonomi yaitu Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET) Seram dan Kota Terpadu Mandiri (KTM) Kobisonta di Kabupaten Maluku Tengah. Pada WPS 30 terdapat dua kawasan yang termasuk ke dalam wilayah Provinsi Maluku yaitu : 1. 30.1 Kawasan Pertumbuhan Ekonomi Terpadu Seram 2. 30.2 Kawasan Pertumbuhan Ambon
81
82 Gambar 3. 3 Profil WPS 30 Ambon – Masohi
83
Gambar 3. 4 Peta Kawasan di WPS 30 Ambon – Masohi
C.
Profil WPS 31 (Sorong – Manokwari) WPS 31 (Sorong – Manokwari) merupakan WPS dengan kategori pusat pertumbuhan baru. Adapun keseluruhan kawasan pada WPS ini termasuk ke dalam wilayah administrasi Provinsi Papua Barat. Kota/kabupaten yang menjadi bagian WPS 31 adalah Kabupaten Manokwari, Kabupaten Raja Ampat, Kabupaten Maybrat, Kabupaten Tambraw, Kabupaten Sorong dan Kota Sorong. Pada WPS 31, wilayah utama yang berfungsi sebagai pendorong pertumbuhan perekonomian adalah Kota Sorong yang berkedudukan sebagai PKN dan Kabupaten Manokwari sebagai PKW. Posisi Kota Sorong dan Kabupaten Manokwari sebagai pusat bangkitan kegiatan disokong oleh beberapa infrastruktur pendukung konektivitas, seperti pelabuhan dan bandar udara. Pada Kota Sorong terdapat Pelabuhan Sorong dan Bandar Udara Sorong, sedangkan pada Kabupaten Manokwari, terdapat Pelabuhan Manokwari dan Bandar Udara Rendani Manokwari. Kelancaran konektivitas di WPS ini didukung oleh adanya Jalan Nasional Papua Barat (Sorong – Manokwari) dengan kondisi mantap. Sementara itu, dalam pemenuhan kebutuhan air baku di kedua kota tersebut terdapat Bendungan Klasmesen di Kota Sorong dan Bendungan Prafi di Kabupaten Manokwari. Pada WPS 31 terdapat dua kawasan yang termasuk ke dalam wilayah Provinsi Papua Barat, yaitu : 1. 31.1 Kawasan Ekonomi Terpadu dan Strategis Pariwisata Sorong – Raja Ampat 2. 31.2 Kawasan Pertumbuhan Baru Manokwari
84
85
Gambar 3. 5 Profil WPS 31 Sorong – Manokwari
86 Gambar 3. 6 Peta Kawasan di WPS 31 Sorong – Manokwari
D. Profil WPS 32 (Biak – Manokwari – Bintuni) WPS 32 (Biak – Manokwari – Bintuni) termasuk dalam kategori WPS Pusat Pertumbuhan Sedang Berkembang. Posisi kawasan-kawasan dalam WPS 32 masuk ke dalam wilayah administrasi Provinsi Papua dan Papua Barat. Adapun kota/kabupaten yang menjadi bagian dari WPS 32 adalah Kabupaten Biak dan Kabupaten Biak Numfor di Provinsi Papua, serta Kabupaten Teluk Bintuni dan Kabupaten Manokwari di Provinsi Papua Barat. Dapat diketahui bahwa pada Kabupaten Teluk Bintuni merupakan simpul kegiatan migas, khususnya Liquefied Natural Gas (LNG). Selain itu, Teluk Bintuni juga ditetapkan sebagai KSPN dengan daya tarik utamanya berupa pantai/bahari, taman nasional, serta situs sejarah/tempat ibadah. Di samping Kabupaten Teluk Bintuni, terdapat juga Kabupaten Biak yang menjadi kawasan pendorong pertumbuhan ekonomi di WPS 32. Pengembangan Kabupaten Biak didukung oleh adanya infrastruktur transportasi utama, yakni Pelabuhan Biak dan Bandar Udara Frans Kaisiepo. Salah satu potensi utama dari Kabupaten Biak adalah penetapan sebagai KSPN. Adapun daya tarik utama KSPN Biak adalah bentang alam, wisata bahari, flora dan fauna, situs-situs bersejarah, budaya/adat tradisi, serta taman nasional laut. Pada WPS 32 terdapat satu kawasan yang termasuk ke dalam wilayah Provinsi Papua Barat dan satu kawasan lainnya termasuk ke dalam wilayah Provinsi Papua, yakni: 1. Kawasan 32.1 Kawasan Strategis Migas Manokwari – Bintuni 2. Kawasan 32.2 Kawasan Pertumbuhan Baru Biak
87
88 Gambar 3. 7 Profil WPS 32 Biak – Manokwari – Bintuni
89
Gambar 3. 8 Peta Kawasan di WPS 32 Biak – Manokwari – Bintuni
E.
Profil WPS 33 Nabire – Enarotali – Wamena WPS 33 (Nabire – Enarotali – Wamena) merupakan WPS yang masuk dalam kategori Pusat Pertumbuhan Baru. Posisi kawasan-kawasan dalam WPS 33 masuk ke dalam wilayah administrasi Provinsi Papua. Adapun kota/kabupaten yang menjadi bagian dari WPS 33 adalah Kabupaten Jayawijaya, Kabupaten Mimika, Kabupaten Nabire dan Kabupaten Paniai. Pada WPS tersebut terdapat Kota Timika di Kabupaten Mimika yang berkedudukan sebagai PKN. Adapun kegiatan penambangan emas di Kota Timika menjadi faktor pendorong pertumbuhan ekonomi di wilayah tersebut. PKN Timika dalam pertumbuhannya didukung oleh adanya infrastruktur transportasi utama, yakni Pelabuhan Pomako Timika dan Bandar Udara Mozes Kilangin Timika. Selanjutnya, sebagai pembentuk WPS 33 terdapat beberapa kota yang berkedudukan sebagai PKW dan PKL. Adapun pada beberapa PKW sudah didukung oleh pelabuhan pada tingkat pengumpul. Pada WPS 33 terdapat tiga kawasan yang termasuk ke dalam wilayah Provinsi Papua, yakni: 1. Kawasan 33.1 Kawasan Pertumbuhan Baru Nabire 2. Kawasan 33.2 Kawasan Pertumbuhan Baru Timika 3. Kawasan 33.3 Kawasan Pertumbuhan Baru Wamena
90
91 Gambar 3. 9 Profil WPS 33 Nabire – Enarotali – Wamena
92 Gambar 3. 10 Peta Kawasan di WPS 33 Nabire – Enarotali – Wamena
F.
Profil WPS 34 Jayapura – Merauke WPS 34 (Jayapura – Merauke) termasuk dalam kategori WPS Pusat Pertumbuhan Baru. Posisi kawasan-kawasan dalam WPS 34 masuk ke dalam wilayah administrasi Provinsi Papua. Adapun kota/kabupaten yang menjadi bagian dari WPS 34 adalah Kabupaten Boven Digoel, Kabupaten Jayapura, Kabupaten Keerom, Kabupaten Merauke, Kabupaten Pegunungan Bintang dan Kota Jayapura. WPS 34 juga merupakan WPS Perbatasan Darat Negara karena lokasinya berdampingan langsung dengan Negara Papua Nugini di sisi timur. Sebagai wilayah perbatasan darat negara, pada WPS 34 terdapat tiga PKSN yang terletak di sepanjang garis perbatasan, yakni PKSN Arso, PKSN Merauke dan PKSN Tanah Merah. Pada WPS ini juga terdapat dua kota yang berfungsi sebagai pendorong pertumbuhan ekonomi wilayah, yakni Kota Jayapura dan Kabupaten Merauke. Kota Jayapura memiliki fungsi sebagai PKN, sedangkan Kabupaten Merauke memiliki fungsi sebagai PKW. Dalam perkembangan kawasan tersebut didukung oleh adanya infrastruktur transportasi utama, seperti bandar udara dan pelabuhan laut. Pada WPS 34 terdapat dua kawasan yang termasuk ke dalam Provinsi Papua, yakni: 1. Kawasan 34.1 Kawasan Pertumbuhan Baru Jayapura – Skouw 2. Kawasan 34.2 Kawasan Pertumbuhan Baru Merauke – Salor – Muting – Tanah Merah
93
94 Gambar 3. 11 Profil WPS 34 Jayapura – Merauke
95
Gambar 3. 12 Peta Kawasan di WPS 34 Jayapura – Wamena
3.1.2 Profil Kawasan dalam WPS Di bawah ini merupakan penjelasan terkait profil kawasan dan subkawasan dalam WPS yang berlokasi di Kepulauan Maluku dan Pulau Papua. A. Kawasan (29.1) Morotai – Tobelo Pada Kawasan (29.1) Morotai – Tobelo, beberapa subkawasan yang dapat diidentifikasi adalah Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), kawasan minapolitan, kawasan pariwisata, dan kawasan transmigrasi yang terletak di Pulau Morotai Provinsi Maluku Utara. Secara umum, profil kawasan KEK Morotai ditunjukkan oleh Tabel 3. 2. Kabupaten Morotai ditetapkan sebagai KEK berdasarkan PP No. 50 tahun 2014. Untuk mendorong pengembangan kawasan KEK Morotai maka dibutuhkan dukungan infrastruktur seperti air baku, sumber energi, serta prasarana transportasi. Tabel 3. 2 Profil Kawasan KEK Morotai Lokasi Luas Pengusul Proyeksi Tenaga Kerja Kegiatan Infrastruktur Dalam Kawasan Dukungan Infrastruktur Wilayah Dukungan Pemerintah Daerah Investor
K E K Morotai Kabupaten Pulau Morotai, Provinsi Maluku Utara 245.000 Ha Gubernur Maluku Utara 50.000 Orang Memiliki potensi besar untuk pariwisata, industri pengolahan perikanan, industri pertanian berbasis kelapa dan tanaman obat, aneka industri, dan pusat logistik Penyediaan infrastruktur dasar makro: jalur akses (lingkar dalam dan lingkar luar/trans Morotai), pembangunan waduk sebagai sumber air baku, energi listrik, irigasi, pariwisata, dan perikanan Pembangunan dan penetapan dermaga di dalam KEK sebagai dermaga (pelabuhan) internasional untuk kapal wisata asing Pemberian keringanan pajak daerah dan kemudahan perizinan PT. Jababeka Morotai
Adapun subkawasan yang terdapat pada Kawasan (29.1) Morotai – Tobelo ditunjukkan pada Tabel 3. 3. Tabel 3. 3 Daftar Subkawasan di Kawasan (29.1) Morotai – Tobelo Kawasan KSPN Morotai PKSN Daruba
96
Provinsi Maluku Utara Maluku Utara
Kabupaten/ Kota Kab. Pulau Morotai Kab. Pulau Morotai
WPS WPS 29 WPS 29
Dalam Kawasan Kawasan 29.1 Kawasan 29.1
Jenis KSPN PKSN
Kemenhub/ Surat
Kawasan KPPN Morotai Selatan (Daruba) KPPN Maba Tengah, Wasile, Wasile Timur (Maba) KTM Morotai KEK Morotai
Maluku Utara
Kabupaten/ Kota Kab. Pulau Morotai
WPS 29
Dalam Kawasan Kawasan 29.1
Maluku Utara
Kab. Pulau Morotai
WPS 29
Kawasan 29.1
Maluku Utara Maluku Utara
Kab. Pulau Morotai Kab. Pulau Morotai Kab. Halmahera Utara Kab. Halmahera Barat Kab. Halmahera Barat Kab. Halmahera Barat
WPS 29 WPS 29
Kawasan 29.1 Kawasan 29.1
WPS 29
Kawasan 29.1
PKW
WPS 29
Kawasan 29.1
PL
Pelabuhan Laut
WPS 29
Kawasan 29.1
PR
Pelabuhan Laut
WPS 29
Kawasan 29.1
PL
Pelabuhan Laut
Provinsi
PKW Tobelo
Maluku Utara
Pelabuhan Laut Bataka (PL)
Maluku Utara
Pelabuhan Laut Matui (PR)
Maluku Utara
Pelabuhan Laut Kedi (PL)
Maluku Utara
WPS
Jenis
Kemenhub/ Surat
KPPN
KPPN
KTM KEK
B. Kawasan (29.2) Sofifi – Ternate – Tidore Sejak tanggal 4 Agustus 2010, Kota Sofifi menggantikan posisi Kota Ternate menjadi ibukota Provinsi Maluku Utara. Penetapan Kota Sofifi yang terletak di Pulau Halmahera sebagai ibukota provinsi mundur dari waktu yang dijadwalkan oleh karena belum siapnya infrastruktur perkotaan di kota tersebut. Kota Ternate menjadi sebuah kota otonom sejak tanggal 4 Agustus 2010, sekaligus menjadi ibukota sementara Provinsi Maluku Utara sampai akhirnya Kota Sofifi siap secara infrastruktur menjadi ibukota. Kota Ternate merupakan kota kepulauan yang terdiri dari delapan pulau dengan luas wilayah 547.736 km². Pulau Ternate, Pulau Hiri, Pulau Moti, Pulau Mayau dan Pulau Tifure merupakan lima pulau yang berpenghuni, sedangkan tiga pulau lainnya seperti Pulau Maka, Pulau Mano dan Pulau Gurida merupakan pulau berukuran kecil yang tidak berpenghuni. Infrastruktur transportasi utama yang terdapat di Kota Ternate antara lain adalah Bandar Udara Sultan Babullah dan Pelabuhan Laut Ahmad Yani.
97
2
Kota Tidore Kepulauan memiliki luas wilayah 13.862,86 km yang terdiri dari 2 2 luas lautan 4.746 km dan luas daratan 9.116,36 km yang meliputi Pulau Tidore dan beberapa pulau disekitarnya, serta sebagian wilayah di Pulau Halmahera. Sebagai kota dengan wilayah kepulauan yang dikelilingi oleh lautan, Kota Tidore Kepulauan terdiri dari dua belas pulau dan secara administratif terdiri dari delapan kecamatan. Jika dilihat, profil perairan Kota Tidore Kepulauan menunjukkan cukup besarnya potensi perikanan bagi pengembangan industri perikanan. Secara keseluruhan, penggunaan lahan di Kota Tidore Kepulauan didominasi oleh penggunaan lahan hutan. Penggunaan lahan yang dominan salah satunya adalah perkebunan. Penggunaan lahan untuk kawasan terbangun berupa kampung/permukiman menempati lahan proporsi yang relatif kecil. Dilihat dari penyebarannya, kampung/permukiman menyebar di seluruh kecamatan. Pola penyebaran secara spasial, kawasan budidaya perkotaan dan budidaya pertanian di Kota Tidore Kepulauan berlokasi di kawasan pesisir pantai seluruh pulau. Dilihat dari luasannya, kawasan budidaya perkotaan dan budidaya pertanian menempati lahan yang masih sedikit. Hal ini menunjukkan masih luasnya kesempatan untuk meningkatkan produktivitas lahan di wilayah Kota Tidore Kepulauan. Adapun subkawasan yang terdapat pada Kawasan (29.2) Sofifi – Ternate – Tidore ditunjukkan pada Tabel 3. 4. Tabel 3. 4 Daftar Subkawasan di Kawasan (29.2) Sofifi – Ternate – Tidore Kawasan PPN Ternate Kota Baru Sofifi PKN Ternate
Maluku Utara Maluku Utara Maluku Utara
Kabupaten/ Kota Kota Ternate Kota Sofifi Kota Ternate
WPS 29 WPS 29 WPS 29
Dalam Kawasan Kawasan 29.2 Kawasan 29.2 Kawasan 29.2
WPS
Jenis
Kemenhub/ Surat
PPN Kota Baru PKN
Pelabuhan Umum Ternate A. Yani
Maluku Utara
Kota Ternate
WPS 29
Kawasan 29.2
Pelabuhan Umum
PKW Tidore
Maluku Utara
Kota Ternate
WPS 29
Kawasan 29.2
PKW
Maluku Utara
Kota Tidore Kepulauan
WPS 29
Kawasan 29.2
-
Pelabuhan Penyeberangan
Maluku Utara
Kota Tidore Kepulauan
WPS 29
Kawasan 29.2
PL
Pelabuhan Laut
Pelabuhan Penyeberangan Kepulauan Tidore Pelabuhan Laut Maidi / Lifofa (PL)
98
Provinsi
C.
Kawasan (30.1) Pertumbuhan Ekonomi Terpadu Seram Pada Kawasan (30.1) Kawasan Pertumbuhan Ekonomi Terpadu Seram terdapat salah satu kawasan yang dapat diidentifikasi, yakni Kawasan Ekonomi Terpadu (KAPET) Seram. Pengembangan pembangunan KAPET pada kawasan ini diarahkan ke sektor pertanian, perkebunan, pariwisata bahari, perindustrian, perikanan, dan pertambangan mineral. Terdapat tiga kabupaten di Pulau Seram, yaitu Kabupaten Seram Bagian Barat, Kabupaten Maluku Tengah, dan Kabupaten Seram Bagian Timur. Adapun subkawasan yang terdapat pada Kawasan (30.1) Kawasan Pertumbuhan Ekonomi Terpadu Seram ditunjukkan pada Tabel 3. 5. Tabel 3. 5 Daftar Subkawasan di Kawasan (30.1) Pertumbuhan Ekonomi Terpadu Seram Kawasan
Provinsi
KPPN Seram Utara, Timur Seti, Bula (Bula)
Maluku
KTM Kobisonta
Maluku
PKW Masohi
Maluku
PKW Kairatu
Maluku
PKW Wahai
Maluku
Pelabuhan Penyeberangan Wahai
Maluku
Pelabuhan Toyando (PL)
Maluku
Pelabuhan Penyeberangan Waipirit
Maluku
Pelabuhan Laut Ariate
Maluku
Pelabuhan Penyeberangan Hunimua
Maluku
Pelabuhan Kairatu (PL)
Maluku
Kabupaten / Kota Kab. Seram Bagian Barat Kab. Maluku Tengah Kab. Maluku Tengah Kab. Seram Bagian Barat Kab. Maluku Tengah Kab. Maluku Tengah Kab. Maluku Tengah Kab. Seram Bagian Barat Kab. Seram Bagian Barat Kab. Maluku Tengah Kab. Seram Bagian Barat
WPS
Dalam Kawasan
Jenis
WPS 30
Kawasan 30.1
KPPN
WPS 30
Kawasan 30.1
KTM
WPS 30
Kawasan 30.1
PKW
WPS 30
Kawasan 30.1
PKW
WPS 30
Kawasan 30.1
PKW
WPS 30
Kawasan 30.1
-
WPS 30
Kawasan 30.1
PL
WPS 30
Kawasan 30.1
-
WPS 30
Kawasan 30.1
WPS 30
Kawasan 30.1
PKW
WPS 30
Kawasan 30.1
PL
Kemenhub/Sur at
Pelabuhan Penyeberangan
Pelabuhan Penyeberangan
Pelabuhan Laut
Pelabuhan Penyeberangan
99
Provinsi
Kabupaten / Kota
WPS
Dalam Kawasan
Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu Seram
Maluku
Kab. Maluk u Tengah
WPS 30
Kawasan 30.1
KSN No. 64
Kawasan Laut Banda
Maluku
Kab. Maluk u Tengah
WPS 30
Kawasan 30.1
KSN No. 65
Kawasan
D.I. Kobi
Maluku
Kab. Maluku Tengah
WPS 30
Kawasan 30.1
D.I. Samal
Maluku
Kab. Maluku Tengah
WPS 30
Kawasan 30.1
Jenis
Pusat - DI Perm ukaa nUtuh Kabu pate n/Kot a Pusat - DI Perm ukaa nUtuh Kabu pate n/Kot a
Kemenhub/Sur at
P-1-D192
P-1-D193
D. Kawasan (30.2) Pertumbuhan Ambon Kota Ambon berkedudukan sebagai PKN yang wilayahnya sebagian besar 0 berada dalam wilayah Pulau Ambon. Secara geografis terletak pada posisi 3 0 ° ° 4 Lintang Selatan dan 128 -129 Bujur Timur. Wilayahnya secara keseluruhan berbatasan dengan Kabupaten Maluku Tengah. Terdapat setidaknya tiga usaha yang menonjol di Kota Ambon sampai dengan tahun 2008, yakni UKM, perdagangan dan jasa, serta industri. Selain itu, juga terdapat beberapa kawasan yang difungsikan sebagai pusat pengembangan aktivitas perekonomian. Kota Ambon pada wilayah perairannya memiliki sumber daya perikanan yang sangat potensial ditinjau dari besaran stok maupun peluang pemanfaatan dan pengembangannya. Investasi sektor perikanan dapat dikembangan dalam bentuk perikanan budidaya dan perikanan tangkap. Selain potensi perikanan, wilayah perairan Kota Ambon di lima wilayah juga memiliki potensi wisata bahari. Dengan kondisi alam yang ada, dapat dirancang dan direncanakan ekowisata. Adapun subkawasan yang terdapat pada Kawasan (30.2) Pertumbuhan Ambon ditunjukkan pada Tabel 3. 6.
100
Tabel 3. 6 Daftar Subkawasan di Kawasan (30.2) Pertumbuhan Ambon Kawasan
E.
Provinsi
Kabupaten/ Kota
WPS
PPN Ambon
Maluku
Kota Ambon
WPS 30
Pelabuhan Umum Ambon
Maluku
Kota Ambon
WPS 30
PKN Ambon
Maluku
Kota Ambon
WPS 30
Dalam Kawasan Kawasan 30.2 Kawasan 30.2 Kawasan 30.2
Jenis
Kemenhub /Surat
PPN Pelabuhan Umum PKN
Kawasan (31.1) Ekonomi Terpadu dan Strategis Pariwisata Sorong – Raja Ampat Sebagai penunjang kegiatan perekonomian di Kota Sorong tersedia satu pelabuhan, yaitu Pelabuhan Sorong (Port of Sorong) dan satu bandar udara, yaitu Bandar Udara Domine Eduard Osok. Sebelum adanya bandar udara ini, Kota Sorong menggunakan Bandar Udara Jeffman di Pulau Jeffman. Untuk mencapai bandar udara tersebut dengan menggunakan angkutan kapal dari Kota Sorong. Saat ini bandar udara tersebut sudah tidak digunakan lagi. Secara administratif, Kota Sorong terdiri dari sepuluh distrik (setingkat dengan kecamatan), yaitu Sorong, Sorong Barat, Sorong Kepulauan, Sorong Timur, Sorong Utara, Sorong Manoi, Sorong Kota, Malaimsimsa, Klaurung dan Maladom Mes. Kemudian dibagi lagi atas 41 kelurahan yang tersebar pada masing-masing distrik tersebut. Adapun komoditi unggulan Kota Sorong yaitu sektor pertanian, perkebunan, dan jasa. Pada sub sektor perkebunan, komoditi yang diunggulkan berupa kakao, kelapa, dan cengkeh. Potensi pariwisata di Kota Sorong meliputi wisata alam, wisata adat dan budaya. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kota Sorong dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2012 nilainya telah mencapai sekitar 4.206.112,83 juta rupiah atau mengalami peningkatan sebesar 14,43% dibandingkan tahun 2011. PDRB Provinsi Papua Barat dipengaruhi oleh perkembangan nilai PDRB Kota Sorong. Kabupaten Raja Ampat dideklarasikan sebagai kabupaten baru berdasarkan UU No. 26 tahun 2002 tentang pembentukan Kabupaten Sarmi, Kabupaten Kerom, Kabupaten Sorong Selatan, dan Kabupaten Raja Ampat tanggal 3 Mei tahun 2002. Kabupaten ini merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten Sorong dan termasuk salah satu dari 14 kabupaten baru di Tanah Papua. Saat ini, Kabupaten Raja Ampat merupakan bagian dari Provinsi Papua Barat yang terdiri dari 4 pulau besar yaitu Pulau Waigeo, Batanta, Salawati, dan Misool,
101
dan 1.847 pulau-pulau kecil. Pusat pemerintahan berada di Waisai, Distrik Waigeo Selatan, sekitar 36 mil dari Kota Sorong. Sebagai wilayah kepulauan, daerah ini memiliki 35 pulau yang berpenghuni dengan panjang garis pantai 753 km. Daerah ini didominasi oleh wilayah perairan dengan perbandingan wilayah darat dan laut yaitu 1 : 6. Potensi sumber daya alam Kepulauan Raja Ampat antara lain adalah terletak di jantung pusat segitiga karang dunia (Coral Triangle) dan merupakan pusat keanekaragaman hayati laut tropis terkaya di dunia saat ini. Kepulauan ini berada di bagian paling barat pulau induk Papua, Indonesia, membentang di area seluas kurang lebih 4,6 juta ha. Raja Ampat memiliki kekayaan dan keunikan spesies yang tinggi dengan ditemukannya 1.318 jenis ikan, 699 jenis moluska (hewan lunak), dan 537 jenis hewan karang. Tidak hanya jenis ikan, Raja Ampat juga kaya akan keanekaragaman terumbu karang, hamparan padang lamun, hutan mangrove, dan pantai tebing berbatu yang indah. Potensi menarik lainnya adalah pengembangan usaha ekowisata dan wilayah ini telah pula diusulkan sebagai Lokasi Warisan Dunia (World Herritage Site) oleh Pemerintah Indonesia. Adapun subkawasan yang terdapat pada Kawasan (31.1) Ekonomi Terpadu dan Strategis Pariwisata Sorong – Raja Ampat ditunjukkan pada Tabel 3. 7. Tabel 3. 7 Daftar Subkawasan di Kawasan (31.1) Ekonomi Terpadu dan Strategis Pariwisata Sorong – Raja Ampat Kawasan Pelabuhan Umum Sorong PKN Sorong Kota Baru Sorong KEK Sorong Pelabuhan ASDP Sorong Pelabuhan ASDP Folley Pelabuhan ASDP Salawati KPPN Kepulauan 9 Misool, Salawati (Misool) Pelabuhan Penyeberangan Sorong
102
Papua Barat Papua Barat Papua Barat Papua Barat Papua Barat Papua Barat Papua Barat
Kabupaten /Kota Kota Sorong Kota Sorong Kota Sorong Kota Sorong Kota Sorong Kab. Raja Ampat Kab. Raja Ampat
Papua Barat Papua Barat
Provinsi
WPS 31 WPS 31 WPS 31 WPS 31 WPS 31 WPS 31 WPS 31
Dalam Kawasan Kawasan 31.1 Kawasan 31.1 Kawasan 31.1 Kawasan 31.1 Kawasan 31.1 Kawasan 31.1 Kawasan 31.1
Kab. Raja Ampat
WPS 31
Kawasan 31.1
KPPN
Kab. Sorong
WPS 31
Kawasan 31.1
-
WPS
Jenis
Kemenhub/ Surat
Pelabuhan Umum PKN Kota Baru KEK ASDP ASDP ASDP
Pelabuhan Penyeberangan
Kawasan Pelabuhan ASDP Penyeberangan Folley Pelabuhan Laut Seigun (PL) Kawasan Konservasi Keanekaragaman Hayati Raja Ampat
F.
Kabupaten /Kota
WPS
Dalam Kawasan
Jenis
Kemenhub/ Surat
Papua Barat
Kab. Raja Ampat
WPS 31
Kawasan 31.1
ASDP
Pelabuhan Penyeberangan
Papua Barat
Kab. Sorong
WPS 31
Kawasan 31.1
PL
Pelabuhan Laut
Papua Barat
Kab. Raja Ampat
WPS 31
Kawasan 31.1
Provinsi
KSN No. 68
Kawasan (31.2) Pertumbuhan Baru Manokwari Kabupaten Manokwari adalah ibukota Provinsi Papua Barat. Kabupaten ini beribukota di Kota Manokwari. Kota ini memiliki luas wilayah 1.556,94 km² dan berpenduduk sebanyak kurang lebih 210.488 jiwa. Posisi Manokwari berada di pantai utara daerah “kepala burung” Pulau Papua. Manokwari membentang di Teluk Doreri dan di tengah perbukitan rendah yang didominasi oleh Pegunungan Arfak di selatan. Adapun subkawasan yang terdapat pada Kawasan (31.2) Pertumbuhan Baru Manokwari ditunjukkan pada Tabel 3. 8. Tabel 3. 8 Daftar Subkawasan di Kawasan (31.2) Pertumbuhan Baru Manokwari Kawasan
Provinsi
KPPN Barat, Prafi, Sidey (Manokwari)
Papua Barat Papua Barat
Kabupaten/ Kota Kab. Manokwari Kab. Manokwari
D.I. Aimasi Cs
Papua Barat
D.I. Oransbari
D.I. Wariori
PKW Manokwari
WPS 31 WPS 31
Dalam Kawasan Kawasan 31.2 Kawasan 31.2
Kab. Manokwari
WPS 31
Kawasan 31.2
Papua Barat
Kab. Manokwari
WPS 31
Kawasan 31.2
Papua Barat
Kab. Manokwari
WPS 31
Kawasan 31.2
WPS
Jenis
Kemenhub/ Surat
KPPN PKW Pusat - DI Permukaan - Utuh Kab./Kota Pusat - DI Permukaan - Utuh Kab./Kota Pusat - DI Permukaan - Utuh Kab./Kota
P-1-D198
P-1-D199
P-1-D200
G. Kawasan (32.1) Strategis Migas Manokwari – Bintuni Kabupaten Teluk Bintuni hanya terdiri dari sepuluh distrik pada awal pembentukannya. Namun, sejak diterbitkannya Peraturan Daerah Nomor 3
103
Tahun 2007 tentang Pembentukan Distrik di Wilayah Kabupaten Teluk Bintuni, maka Kabupaten Teluk Bintuni terdiri dari 24 distrik. Berdasarkan hasil pencacahan Sensus Penduduk tahun 2010, jumlah penduduk Kabupaten Teluk Bintuni sementara adalah 52.403 jiwa, yang terdiri atas 29.022 laki-laki dan 23.381 perempuan. Dari hasil Sensus Penduduk 2010 tersebut, tampak bahwa penyebaran penduduk Kabupaten Teluk Bintuni bertumpu di Distrik Bintuni yakni sebesar 35,40%, kemudian diikuti oleh Distrik Sumuri sebesar 12,5%, dan Distrik Manimeri sebesar 10,14% sedangkan distrik-distrik lainnya di bawah 7%. Distrik Bintuni, Distrik Sumuri, dan Distrik Manimeri adalah 3 distrik dengan urutan teratas yang memiliki jumlah penduduk terbanyak yang masingmasing berjumlah 18.552 jiwa, 6.571 jiwa, dan 5.313 jiwa. Dengan luas 2 wilayah Kabupaten Teluk Bintuni sekitar 18.637 km yang didiami oleh 52.403 jiwa maka rata-rata tingkat kepadatan penduduk Kabupaten Teluk 2 Bintuni adalah sebanyak 3 jiwa/km . Adapun subkawasan yang terdapat pada Kawasan (32.1) Kawasan Strategis Migas Manokwari – Bintuni ditunjukkan pada Tabel 3. 9. Tabel 3. 9 Daftar Subkawasan di Kawasan (32.1) Strategis Migas Manokwari – Bintuni Kawasan
Provinsi
KI Teluk Bintuni
Papua Barat
Kawasan Konservasi Keanekaragaman Hayati Teluk Bintuni
Papua Barat
Kabupaten/ Kota Kab. Teluk Bintuni Kab. Teluk Bintuni
WPS 32
Dalam Kawasan Kawasan 32.1
WPS 32
Kawasan 32.1
WPS
Jenis
Kemenhub/ Surat
KI
KSN No. 74
H. Kawasan (32.2) Pertumbuhan Baru Biak Kabupaten Biak Numfor terletak di Teluk Cenderawasih pada titik 0°21'-1°31' LS, 134°47'-136°48' BT dengan ketinggian 0 - 1.000 m di atas permukaan laut. Kabupaten ini merupakan gugusan pulau yang berada di sebelah utara daratan Papua dan berseberangan langsung dengan Samudera Pasifik. Posisi ini menjadikan Kabupaten Biak Numfor sebagai salah satu tempat yang strategis dan penting untuk berhubungan dengan dunia luar terutama negara-negara di kawasan Pasifik, Australia atau Filipina. Letak geografis ini memberikan kenyataan bahwa posisinya sangat strategis untuk membangun kawasan industri, termasuk industri pariwisata.
104
Berdasarkan proyeksi penduduk pertengahan tahun dengan dasar data hasil Sensus Penduduk Tahun 2010, jumlah penduduk Kabupaten Biak Numfor Tahun 2011 adalah 130.593 jiwa yang terdiri dari 67.194 laki-laki dan 63.399 perempuan. Jumlah penduduk paling besar berada di Distrik Biak Kota 2 sebesar 43.134 jiwa dengan kepadatan penduduk 1.005,69 jiwa/km . Industri pariwisata yang diharapkan untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) belum membuahkan hasil. Kondisi ini menjadi tantangan bagi pemerintah daerah Biak Numfor untuk memajukan industri pariwisata. Pembenahan infrastruktur di bidang pariwisata mutlak dilakukan agar wisatawan mancanegara/ lokal merasa nyaman dalam melakukan kunjungan ke objek-objek wisata. Perkembangan investasi di Kabupaten Biak Numfor dirasakan sangat lambat disebabkan oleh kendala utama yaitu masalah kepastian hukum atas tanah yang dirasakan investor. Seringkali terjadi gugatan masyarakat adat terhadap tanah mengakibatkan mundurnya minat investor dalam berinvestasi. Adapun subkawasan yang terdapat pada Kawasan (32.2) Pertumbuhan Baru Biak ditunjukkan pada Tabel 3. 10. Tabel 3. 10 Daftar Subkawasan di Kawasan (32.2) Pertumbuhan Baru Biak Kawasan
Provinsi
Kabupaten/ Kota
WPS
PKW Biak
Papua
Kab. Biak
WPS 32
Dalam Kawasan Kawasan 32.2
Bandar Udara Kargo Biak
Papua
Kab. Biak
WPS 32
Kawasan 32.2
Bandar Udara Kargo
Papua
Kab. Biak
WPS 32
Kawasan 32.2
ASDP
Papua
Kab. Biak Numfor
WPS 32
Kawasan 32.2
KSN No. 69
Papua
Kab. Biak Numfor
WPS 32
Kawasan 32.2
KSN No. 70
Papua
Kab. Biak Numfor
WPS 32
Kawasan 32.2
KSN No. 71
Pelabuhan ASDP Numfor Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu Biak Kawasan Stasiun Bumi Satelit Cuaca dan Lingkungan Kawasan Stasiun Telemetry Tracking and Command Wahana Peluncur Satelit
Jenis
Kemenhub/ Surat
PKW
105
I.
Kawasan (33.1) Pertumbuhan Baru Nabire Kabupaten Nabire terletak pada bagian “leher burung” Pulau Papua atau tepatnya berada di kawasan Teluk Cenderawasih, Provinsi Papua dan Samudera Pasifik yang berada di atas tiga lempengan bumi, sehingga mengakibatkan rawan akan terjadinya bencana gempa bumi. Secara administratif, pada tahun 2012 luas wilayah Kabupaten Nabire adalah 12.075,00 km² dan panjang garis pantai 473 km² serta luas lautan 914.056,96 ha. Kabupaten Nabire terbagi menjadi 15 distrik, 72 kampung dan 9 kelurahan. Sektor perkebunan di Kabupaten Nabire merupakan potensi yang sangat besar peluangnya dalam menggerakkan perekonomian masyarakat. Tersedianya lahan perkebunan yang memadai sebagai salah satu modal utama pengembangan komoditi perkebunan. Hasil survei Bakosurtanal dan Badan Pertahanan Provinsi Papua menunjukkan bahwa lahan potensial untuk perkebunan di Kabupaten Nabire seluas 2.231.049 ha yang sesuai untuk komoditas antara lain kelapa, kelapa sawit, kakao, kopi, dan lada. Adapun subkawasan yang terdapat pada Kawasan (33.1) Pertumbuhan Baru Nabire ditunjukkan pada Tabel 3. 11. Tabel 3. 11 Daftar Subkawasan di Kawasan (33.1) Pertumbuhan Baru Nabire PKW Nabire
Papua
Kabupaten/ Kota Kab. Nabire
D.I. Kalibumi
Papua
Kab. Nabire
D.I. Yahukimo
Papua
Kab. Nabire
Kawasan
J.
Provinsi
WPS 33 WPS 33
Dalam Kawasan Kawasan 33.1 Kawasan 33.1
WPS 33
Kawasan 33.1
WPS
Jenis
Kemenhub/ Surat
PKW Pusat - DI Permukaan - Utuh Kabupaten/Kota Pusat - DI Permukaan - Utuh Kabupaten/Kota
P-1-D202
P-1-D203
Kawasan (33.2) Pertumbuhan Baru Timika Kota Timika merupakan ibukota Kabupaten Mimika di Provinsi Papua. 2 Kabupaten Mimika memiliki luas wilayah 21.633,00 km . Berdasarkan potensi yang dimiliki, Timika ditetapkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan sebagai salah satu dari lima belas lokasi sentra pengembangan kelautan dan perikanan terpadu. Selain potensi kelautan dan perikanan, Kota Timika juga memiliki potensi pertambangan dengan besarnya cadangan emas dan tembaga. Cadangan emas di Timika diperkirakan sebagai yang terbesar di dunia.
106
Adapun subkawasan yang terdapat pada Kawasan (33.2) Pertumbuhan Baru Timika ditunjukkan pada Tabel 3. 12. Tabel 3. 12 Daftar Subkawasan di Kawasan (33.2) Pertumbuhan Baru Timika Kawasan
Provinsi
Kabupaten/ Kota
PKN Timika
Papua
Kab. Mimika
Kawasan Timika
Papua
Kab. Mimika
WPS WPS 33 WPS 33
Dalam Kawasan Kawasan 33.2 Kawasan 33.2
Jenis
Kemenhub/ Surat
PKN KSN No. 72
K. Kawasan (33.3) Pertumbuhan Baru Wamena Wamena merupakan ibukota Kabupaten Jayawijaya, Provinsi Papua. Di Wamena terletak lapangan terbang yang menghubungkan wilayah Jayawijaya dengan Jayapura dan kabupaten pemekaran lainnya seperti Kabupaten Lanny Jaya, Yahukimo, Tolikara dan lainnya. Wamena merupakan satu-satunya kota terbesar yang terletak di pegunungan tengah Papua. Berbeda dengan kota-kota besar lainnya di Papua, seperti Timika, Jayapura, Sorong dan Merauke, Wamena merupakan mutiara yang belum banyak tersentuh di pedalaman pegunungan tengah Papua. Kota yang terletak di Lembah Baliem dan dialiri oleh Sungai Baliem serta diapit Pegunungan Jayawijaya di bagian selatan ini memiliki ketinggian sekitar 1.800 m di atas permukaan laut. Kota Wamena memiliki udara yang segar dan jauh dari polusi udara seperti kota-kota besar lainnya di Indonesia. Seperti kebanyakan kota-kota di Pegunungan Papua lainnya, kota ini berkembang sesuai dengan pola perkembangan sekitar bandar udara. Kota yang banyak dikunjungi oleh wisatawan lokal dan mancanegara ini memiliki alam yang indah dan asri. Pada musim pesta budaya Papua yang diselenggarakan di Distrik Wosilimo, kota ini dibanjiri oleh para wisatawan baik lokal dan mancanegara. Adapun subkawasan yang terdapat pada Kawasan (33.3) Pertumbuhan Baru Wamena ditunjukkan pada Tabel 3. 13. Tabel 3. 13 Daftar Subkawasan di Kawasan (33.3)Pertumbuhan Baru Wamena Kawasan
Provinsi
PKW Wamena
Papua
Kawasan Taman Nasional Lorentz
Papua
Kabupaten /Kota Kab. Jayawijaya Kab. Jayawijaya
WPS WPS 33 WPS 33
Dalam Kawasan Kawasan 33.3 Kawasan 33.3
Jenis
Kemenhub/ Surat
PKW KSN No. 73
107
L.
Kawasan (34.1) Pertumbuhan Jayapura – Skouw Perbatasan Republik Indonesia dan Papua Nugini sudah jadi objek wisata alternatif yang unik di bagian ujung timur Indonesia khususnya di Papua. Pintu perbatasan ini terletak di Desa Skouw, Distrik Muara Tami, Kota Jayapura. Apabila dilihat dari Papua Nugini, pintu perbatasan ini terletak di Desa Wutung, Provinsi Sandaun, Papua Nugini. Gerbang perbatasan RI-PNG di Desa Skouw merupakan wilayah Kota Jayapura yang sebenarnya juga adalah kota pantai. Kota Jayapura secara morfologi merupakan sebuah kota di teluk yang terlindungi dan memiliki panorama yang luar biasa cantik, akan tetapi pantainya kurang dijaga. Kota yang terletak di Teluk Humboldt ini memiliki struktur wilayah yang berbukit yang langsung berbatasan dengan Pegunungan Cyclops. Kota ini sendiri secara resmi berdiri pada 7 Maret 1910 dengan nama Hollandia. Secara geografi ada 4 bagian wilayah Kota Jayapura, yaitu pusat kota yang letaknya memang di kota lama Hollandia di ujung muara Sungai Numbai, wilayah daratan langsung bertemu dengan Teluk Humboldt. Bagian kedua adalah wilayah perbukitan sepanjang pusat kota sampai Waena, meliputi area wilayah perbukitan mulai dari Trikora, Angkasa, sampai ke wilayah Uncen. Bagian ketiga adalah wilayah hinterland pantai yang juga berdekatan dengan Danau Sentani yaitu wilayah Abepura dan Waena, dimana Abepura merupakan bagian wilayah yang memiliki morfologi yang datar, sedangkan Waena merupakan wilayah bergelombang dan langsung bertemu dengan Pegunungan Cyclops. Bagian keempat adalah daerah dataran mulai dari Abepura, menyusuri pantai ke wilayah Arso - Skouw Distrik Muara Tami atau perbatasan, tempat yang indah bagi pengembangan kota. Adapun subkawasan yang terdapat pada Kawasan (34.1) Pertumbuhan Baru Jayapura – Skouw ditunjukkan pada Tabel 3. 14. Tabel 3. 14 Daftar Subkawasan di Kawasan (34.1) Pertumbuhan Baru Jayapura – Skouw Kawasan
108
Provinsi
Pelabuhan Umum Jayapura Bandar Udara Kargo Jayapura
Papua
Pelabuhan Depapre (PP) KPPN Heram, Muara Tami
Papua
Papua
Papua
Kabupaten/ Kota Kota Jayapura Kab. Jayapura
WPS 34 WPS 34
Dalam Kawasan Kawasan 34.1 Kawasan 34.1
Kab. Jayapura Kota Jayapura
WPS 34 WPS 34
Kawasan 34.1 Kawasan 34.1
WPS
Jenis Pelabuhan Umum Bandar Udara Kargo PP KPPN
Kemenhub/ Surat
Kawasan
Provinsi
Kota Baru Jayapura
Papua
PKSN Jayapura
Papua
PLBN Skouw
Papua
PKN Jayapura
Papua
Kawasan Perbatasan Darat RI dengan negara Papua Nugini D.I. Koya
Papua
Papua
Kabupaten/ Kota Kota Jayapura Kota Jayapura Kota Jayapura Kota Jayapura Kota Jayapura
WPS 34 WPS 34 WPS 34 WPS 34 WPS 34
Dalam Kawasan Kawasan 34.1 Kawasan 34.1 Kawasan 34.1 Kawasan 34.1 Kawasan 34.1
Kota Jayapura
WPS 34
Kawasan 34.1
WPS
Kemenhub/ Surat
Jenis Kota Baru PKSN PLBN PKN
KSN No. 75
Pusat - DI Permukaan - Utuh Kabupaten/ Kota
P-1-D201
M. Kawasan (34.2) Petumbuhan Baru Merauke – Salor – Muting – Tanah Merah Kabupaten Merauke adalah salah satu kabupaten di Provinsi Papua, Indonesia. Ibukota kabupaten ini terletak di Merauke. Kabupaten ini adalah kabupaten terluas sekaligus paling timur di Indonesia. Merauke memiliki potensi pada sektor pertanian yang diarahkan pada kemampuan dalam swasembada pangan, sehingga direncanakan akan dikembangkan pertanian terpadu yang dikenal sebagai Merauke Integrated Food and Energy Estate (MIFEE). Adapun subkawasan yang terdapat pada Kawasan (34.2) Pertumbuhan Baru Merauke – Salor – Muting – Tanah Merah ditunjukkan pada Tabel 3. 15. Tabel 3. 15 Daftar Subkawasan di Kawasan (34.2) Pertumbuhan Baru Merauke – Salor – Muting – Tanah Merah Kawasan
Provinsi
Kabupaten /Kota
WPS
Dalam Kawasan
Jenis
Bandar Udara Baru Koroway Batu
Papua
Kab. Merauke
WPS 34
Kawasan 34.2
Bandar Udara Baru
KPPN Kurik, Malind, Tanah Miring ( Merauke)
Papua
Kab. Merauke
WPS 34
Kawasan 34.2
KPPN
KTM Salor
Papua
Kab. Merauke
WPS 34
Kawasan 34.2
KTM
KTM Muting
Papua
Kab. Merauke
WPS 34
Kawasan 34.2
KTM
KEK Merauke
Papua
Kab. Merauke
WPS 34
Kawasan 34.2
KEK
Kemenhub/ Surat
109
Provinsi
Kabupaten /Kota
WPS
Dalam Kawasan
Jenis
PKSN Merauke
Papua
Kab. Merauke
WPS 34
Kawasan 34.2
PKSN
PKW Muting
Papua
Kab. Merauke
WPS 34
Kawasan 34.2
PKW
PKW Merauke
Papua
Kab. Merauke
WPS 34
Kawasan 34.2
PKW
Kawasan Taman Nasional Lorentz
Papua
Kab. Merauke
WPS 34
Kawasan 34.2
KSN No. 73
Kawasan Perbatasan Darat RI dengan negara Papua Nugini
Papua
Kab. Merauke
WPS 34
Kawasan 34.2
KSN No. 75
D.I. Kurik
Papua
Merauke
WPS 34
Kawasan 34.2
Pusat - DI Pompa
P-3-2
D.I. Semangga
Papua
Merauke
WPS 34
Kawasan 34.2
Pusat - DI Pompa
P-3-3
D.I. Tanah Miring
Papua
Merauke
WPS 34
Kawasan 34.2
Pusat - DI Pompa
P-3-4
D.I. Jegabob
Papua
Merauke
WPS 34
Kawasan 34.2
Pusat - DI Pompa
P-3-5
D.I. Sermayam
Papua
Merauke
WPS 34
Kawasan 34.2
Pusat - DI Pompa
P-3-6
Kawasan
Kemenhub/ Surat
3.2 Analisis Kelayakan Program Jangka Pendek 2018–2020 Kepulauan Maluku dan Pulau Papua Analisis kelayakan program jangka pendek adalah analisis terkait kebutuhan infrastruktur PUPR seluruh kawasan strategis baik yang ada dalam kawasan, antar kawasan, ataupun antar WPS dalam program pembangunan jangka pendek 2018 – 2020. Merujuk pada pola kerja sinkronisasi program dan pembiayaan pembangunan jangka pendek keterpaduan pengembangan kawasan dengan infrastruktur PUPR, terdapat beberapa kriteria yang digunakan dalam analisis kelayakan program yaitu (1) identifikasi kawasan terdukung sesuai dengan program prioritas yang telah diarahkan oleh pusat perencanaan infrastruktur PUPR; (2) identifikasi fungsi kawasan terdukung; (3) identifikasi jangka waktu berfungsinya kawasan terdukung; (4) potensi; dan (5) tantangan. Berdasarkan kriteria-kriteria tersebut akan dihasilkan indikasi program yang selanjutnya diintegrasikan dengan kriteria pemrograman. Pada bagian ini, analisis kelayakan akan terbagi kedalam tiga bagian yaitu (1) Analisis Kelayakan Program Pembangunan Infrastruktur PUPR Jangka Pendek dalam Kawasan; (2) Analisis Kelayakan Program Pembangunan Infrastruktur PUPR Jangka Pendek Antar Kawasan dalam WPS; dan (3) Analisis Kelayakan Program Pembangunan Infrastruktur PUPR Jangka Pendek antar WPS. Berikut merupakan
110
analisis kelayakan program pembangunan jangka pendek keterpaduaan pengembangan kawasan dengan infrastruktur PUPR. 3.2.1
2018-2020
Analisis Kelayakan Program Jangka Pendek dalam Kawasan
A. Analisis Kelayakan Program Jangka Pendek Kawasan (29.1) Morotai – Tobelo Berikut ini merupakan deskripsi mengenai analisis kelayakan program jangka pendek pada setiap subkawasan dalam Kawasan (29.1) Morotai – Tobelo. 1.
KTM Morotai
Kawasan Terpadu Mandiri (KTM) Morotai yang memiliki luas 250 ha berada di Kabupaten Pulau Morotai dengan potensi berupa pertanian, perkebunan dan perikanan. Konektivitas di kawasan ini didukung oleh Pelabuhan Penyeberangan Daruba dan Bandar Udara Pitu. Terdapat beberapa tantangan dan potensi kerusakan pada KTM Morotai yaitu sebagai berikut : x Diperlukan pengembangan dan peningkatan sarana dan prasarana air bersih yang mendukung KTM x Diperlukan peningkatan jaringan jalan yang mendukung kawasan KTM Morotai x Kurang tersedianya penyaluran pipa distribusi air minum x Diperlukan penyediaan perumahan layak huni Adapun indikasi program utama untuk mengatasi tantangan dalam pengembangan KTM Morotai, yaitu: x Pembangunan sistem pengembangan air baku x Peningkatan jaringan jalan dan jembatan x Pembangunan SPAM x Pembangunan rumah swadaya bagi MBR 2.
KSPN Morotai
Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) Morotai merupakan salah satu dari 10 destinasi pariwisata prioritas yang terletak di Kabupaten Pulau Morotai. Pada tahun 2016 dilakukan penyusunan Master Plan KSPN Morotai. KSPN ini mempunyai potensi wisata alam dan budaya yang cukup potensial untuk dikembangkan. Terdapat beberapa prioritas pengembangan pada KSPN Morotai yaitu pengembangan kepariwisataan, pengembangan pemasaran dan promosi, pengembangan produk usaha, pengembangan sarana dan prasarana, pengembangan SDM, serta kelembagaan. KSPN
111
Morotai juga memiliki potensi pendukung kawasan berupa pariwisata bahari dan sejarah. Terdapat beberapa tantangan dan potensi kerusakan pada KSPN Morotai yaitu sebagai berikut : x Kurang tersedianya air baku di lokasi pariwisata x Terjadi abrasi di sekitar pantai akibat terjangan gelombang dan ombak x Diperlukan peningkatan jaringan jalan yang mendukung kawasan pariwisata x Masih kurangnya penyaluran pipa distribusi air bersih di kawasan pariwisata Adapun indikasi program utama untuk mengatasi tantangan dalam pengembangan KSPN Morotai, yaitu : x Pembangunan sarana dan prasarana air baku x Pembangunan konstruksi pengaman pantai x Peningkatan dan pelebaran jalan x Pembangunan SPAM 3.
KEK Morotai
Penetapan wilayah Morotai sebagai Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) tertera dalam Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2014 tanggal 1 Juli 2014 tentang Kawasan Ekonomi Khusus Morotai. Kawasan yang terletak dalam wilayah Kecamatan Morotai Selatan, Kabupaten Pulau Morotai ini memiliki luas 1.101,76 ha. KEK Morotai terdiri dari empat zona, yaitu zona pengolahan ekspor, zona logistik, zona industri, dan zona pariwisata. KEK Morotai memiliki potensi alam kawasan pendukung sebagai kawasan perikanan, pertanian, dan pariwisata. Beberapa dukungan yang dibutuhkan dalam pengembangan kawasan KEK Morotai, yaitu sebagai berikut : x Diperlukan pengembangan dan peningkatan sarana dan prasarana air bersih yang menunjang KEK Morotai x Diperlukan peningkatan jaringan jalan yang mendukung konektivitas menuju KEK Morotai x Diperlukan penyaluran pipa distribusi ke kawasan KEK Morotai x Diperlukan infrastruktur fasilitas pengolahan akhir sampah Adapun indikasi program utama untuk memenuhi dukungan yang dibutuhkan dalam pengembangan KEK Morotai, yaitu : x Pembangunan sistem penyediaan air baku
112
x x x
Peningkatan dan pelebaran jalan Pembangunan infrastruktur SPAM Pembangunan fasilitas pengolahan akhir sampah
4.
PKSN Daruba
Daruba sebagai ibukota Kecamatan Morotai Selatan ditetapkan menjadi Pusat Kawasan Strategis Nasional (PKSN) berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional. Pada tahun 2013, Kota Daruba memiliki jumlah penduduk sebanyak 57.565 jiwa dengan nilai PDRB perkapita 2.210.857,12 dan nilai IPM 67,03. Kota yang memiliki potensi alam kawasan pendukung sebagai kawasan perikanan, 2 pertanian, dan pariwisata ini mempunyai luas wilayah 2.476 km . Beberapa tantangan dan dukungan yang dibutuhkan dalam pengembangan kawasan PKSN Daruba, yaitu sebagai berikut : x Diperlukan alternatif sumber air baku yang ada untuk memenuhi kebutuhan sumber air minum x Diperlukan peningkatan jaringan jalan yang mendukung konektivitas kawasan x Kurang tersedianya penyaluran pipa distribusi air minum x Diperlukan pengembangan perumahan Adapun indikasi program utama untuk memenuhi dukungan yang dibutuhkan dalam pengembangan PKSN Daruba, yaitu : x Pembangunan sarana dan prasarana air baku x Peningkatan jaringan jalan dan jembatan x Pengembangan sarana air minum x Pembangunan rumah khusus bagi TNI/POLRI dan rumah swadaya bagi MBR 5.
KPPN Daruba
Kawasan Perdesaan Prioritas Nasional (KPPN) Daruba berada di Kabupaten Pulau Morotai dengan potensi yang dimiliki yaitu potensi pertanian, perkebunan, perikanan, dan potensi alam kawasan pendukung sebagai pariwisata. Adapun tantangan dan potensi kerusakan yang terdapat pada KPPN Daruba adalah sebagai berikut : x Masih kurangnya ketersediaan air baku untuk kebutuhan sehari-hari x Terjadinya abrasi pantai akibat terjangan gelombang x Diperlukan jaringan jalan yang mendukung konektivitas antar kawasan perdesaan
113
x Masih kurangnya pipa distribusi penyaluran air minum x Diperlukan penyediaan perumahan layak huni Adapun indikasi program utama untuk mengatasi tantangan dalam pengembangan KPPN Daruba, yaitu : x x x x x
Pembangunan sarana dan prasarana air baku Pembangunan konstruksi pengaman pantai Pembangunan jalan poros dan jembatan Pembangunan SPAM perdesaan berbasis masyarakat Pembangunan rumah swadaya bagi MBR
6.
PKW Tobelo
Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) Tobelo berada di Kabupaten Halmahera Utara. Dokumen RTRW yang memuat PKW Tobelo disusun pada tahun 2006 yang disesuaikan berdasarkan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007. Adapun dokumen tersebut telah ditetapkan lewat Peraturan Daerah RTRW Kabupaten Halmahera Utara Nomor 09 Tahun 2012. PKW Tobelo ditetapkan sebagai kawasan perkotaan, pusat pemerintahan, perdagangan dan jasa, pariwisata, serta industri kecil dan menengah. Kawasan kota pelabuhan ini 2 memiliki area seluas 33 km dengan jumlah penduduk 33.564 jiwa. Potensi eksisting kawasan pendukung yaitu memiliki Pelabuhan Penyeberangan Tobelo dan memiliki potensi alam kawasan pendukung sebagai kawasan perikanan, pertanian, dan pariwisata. Adapun tantangan dan potensi kerusakan yang terdapat pada PKW Tobelo adalah sebagai berikut : x x x x x x x x x
114
Masih kurangnya ketersediaan air baku untuk kebutuhan sehari-hari Terjadinya abrasi pantai akibat terjangan gelombang Diperlukan peningkatan jaringan jalan yang mendukung konektivitas kawasan Sering terjadi genangan ketika hujan Adanya penumpukan sampah karena tempat yang ada tidak memadai Belum adanya pengelolaan air limbah dan tinja dari rumah tangga Masih banyaknya masyarakat yang belum mempunyai akses air bersih Bangunan kota tua di Tobelo banyak yang tidak terawat dengan baik serta kumuh tak terawat Diperlukan penyediaan perumahan layak huni
Adapun indikasi program utama untuk mengatasi tantangan dalam pengembangan PKW Tobelo, yaitu : x x x x x x x x x
Pembangunan sarana dan prasarana air baku Pembangunan konstruksi pengaman pantai Peningkatan jaringan jalan dan jembatan Pembangunan drainase Pembangunan TPST/3R Pembangunan sistem air limbah terpusat skala kota dan komunal Pembangunan SPAM IKK Penataan kota tua Tobelo dan kawasan kumuh sekitarnya Pembangunan rumah swadaya bagi MBR
7.
Pelabuhan Bataka
Pelabuhan Bataka yang berada di Kabupaten Halmahera Barat menjadi salah satu tempat kegiatan alih moda transportasi dan penunjang kegiatan perdagangan. Adapun dukungan yang dibutuhkan dalam pengembangan Pelabuhan Bataka yaitu diperlukannya peningkatan jaringan jalan yang mendukung konektivitas menuju pelabuhan. Untuk memenuhi dukungan tersebut maka indikasi program utamanya yaitu peningkatan dan pelebaran jalan menuju pelabuhan. 8.
Pelabuhan Matui
Pelabuhan Matui berada di Kabupaten Halmahera Barat. Pelabuhan ini menjadi tempat kegiatan alih moda transportasi dan penunjang kegiatan perdagangan. Adapun dukungan yang dibutuhkan dalam pengembangan Pelabuhan Matui adalah diperlukan peningkatan jaringan jalan yang mendukung konektivitas menuju pelabuhan sehingga indikasi program utamanya yaitu peningkatan dan pelebaran jalan menuju pelabuhan. Dukungan lainnya yang dibutuhkan yaitu diperlukan penyediaan perumahan layak huni sehingga indikasi program utamanya yaitu pembangunan rumah bagi MBR. 9.
Pelabuhan Kedi
Pelabuhan Kedi berada di Kabupaten Halmahera Barat. Subkawasan ini menjadi salah satu tempat kegiatan alih moda transportasi dan penunjang kegiatan perdagangan. Adapun dukungan yang dibutuhkan dalam pengembangan Pelabuhan Kedi yaitu diperlukan peningkatan jaringan jalan
115
yang mendukung konektivitas menuju pelabuhan sehingga indikasi program utamanya yaitu peningkatan dan pelebaran jalan menuju pelabuhan. B. Analisis Kelayakan Program Jangka Pendek Kawasan (29.2) Sofifi – Ternate – Tidore Berikut ini merupakan deskripsi mengenai analisis kelayakan program jangka pendek pada setiap subkawasan dalam Kawasan (29.2) Sofifi – Ternate – Tobelo. 1. PPN Ternate Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Ternate berada di Kota Ternate dengan fasilitas tambatan perahu 40 GT, panjang dermaga 150 m, dan kedalaman kolam 5 m. Pelabuhan ini memiliki kapasitas penampungan ikan dengan volume ikan sebesar 30 ton/hari. Adapun tantangan dan potensi kerusakan yang terdapat pada PPN Ternate adalah sebagai berikut : x Diperlukan peningkatan kualitas jalan dari PPN Ternate ke jalan nasional x Diperlukan penyediaan dan pengembangan sarana air minum x Banyaknya sampah dan limbah ikan yang dibuang sembarangan Adapun indikasi program utama untuk mengatasi tantangan dalam pengembangan PPN Ternate, yaitu : x x x
Peningkatan dan pelebaran Jalan Pembangunan SPAM Kawasan PPN Pembangunan TPS
2. Kota Baru Sofifi Kota Baru Sofifi termasuk ke dalam kawasan Kota Tidore Kepulauan sebelum berstatus sebagai ibukota provinsi. Kawasan ini berpotensi untuk kegiatan pelayanan tingkat regional, pemerintahan, pendidikan, dan pengembangan industri. Ditetapkan melalui Undang-Undang Nomor 46 Tahun 1999 tentang Pembentukan Provinsi Maluku Utara (Malut), Sofifi merupakan sebuah kelurahan. Sofifi terletak di Pulau Halmahera, termasuk wilayah Kecamatan Oba Utara, Kota Tidore Kepulauan. Kota Sofifi memiliki potensi eksisting kawasan pendukung berupa pelabuhan penyeberangan dan potensi alam. Fungsi kawasan pendukung ini juga sebagai pengembangan kota baru, pusat pemerintahan, dan pusat perdagangan dan jasa.
116
Adapun tantangan dan potensi kerusakan yang terdapat di Kota Baru Sofifi adalah sebagai berikut: x x
Masih kurangnya ketersediaan air baku untuk kebutuhan sehari-hari Diperlukan peningkatan jaringan jalan yang mendukung konektivitas kawasan x Adanya penumpukan sampah karena tempat yang ada tidak memadai x Belum adanya pengelolaan air limbah dan tinja dari rumah tangga x Masih banyaknya masyarakat yang belum mempunyai akses air bersih x Diperlukan penyediaan perumahan layak huni Adapun indikasi program utama untuk mengatasi tantangan dalam pengembangan Kota Baru Sofifi, yaitu : x x x x x x
Pembangunan sarana dan prasarana air baku Peningkatan jaringan jalan dan jembatan Pembangunan TPST/3R Pembangunan sistem air limbah terpusat skala kota dan komunal Pembangunan SPAM IKK Pembangunan rumah bagi PNS dan MBR
3. PKN Ternate Pusat Kegiatan Nasional (PKN) Ternate berada di Kota Ternate. Luas Kotamadya Ternate berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1999 2 adalah 5.681,30 km dengan jumlah penduduk 16.039 jiwa. Kedudukan Kota Ternate adalah sebagai pusat pemerintahan dan pusat perdagangan yang sangat strategis dan penting sekali di kawasan ini. Di Kota Ternate terdapat Pelabuhan Samudera Ahmad Yani dan Bandar Udara Babullah. Kota Ternate memiliki posisi yang sangat potensial karena berada di pesisir timur Pulau Ternate dan menghadap Pulau Halmahera sehingga kota ini memiliki peranan yang sangat penting dalam ekonomi perdagangan lintas Halmahera. PKN Ternate memiliki potensi alam kawasan pendukung sebagai kawasan perikanan, pertanian, pariwisata, perdagangan dan jasa. Adapun tantangan dan potensi kerusakan yang terdapat pada PKN Ternate adalah sebagai berikut : x x x x
Masih kurangnya ketersediaan air baku untuk kebutuhan sehari-hari Terjadinya abrasi pantai akibat terjangan gelombang Diperlukan peningkatan jaringan jalan yang mendukung konektivitas kawasan Sering terjadi genangan ketika hujan
117
x x x x
Adanya penumpukan sampah karena tempat yang ada tidak memadai Belum adanya pengelolaan air limbah dan tinja dari rumah tangga Masih banyaknya masyarakat yang belum mempunyai akses air bersih Bangunan Pusaka banyak yang tidak terawat dengan baik serta kumuh tak terawat x Diperlukan penyediaan perumahan layak huni Adapun indikasi program utama untuk mengatasi tantangan dalam pengembangan PKW Tobelo, yaitu : x x x x x x x x x
Pembangunan sarana dan prasarana air baku Pembangunan konstruksi pengaman pantai Peningkatan jaringan jalan dan jembatan Pembangunan drainase Pembangunan TPST/3R Pembangunan sistem air limbah terpusat skala kota dan komunal Pembangunan SPAM IKK Penataan kota pusaka dan kawasan kumuh sekitarnya Pembangunan rumah swadaya bagi MBR
4. Pelabuhan Ternate Pelabuhan Ternate merupakan salah satu Pelabuhan Cabang Kelas II di 2 lingkungan PT. Pelabuhan Indonesia IV (Persero) dengan luas 22.254 m . Adapun tantangan dan potensi kerusakan yang dihadapi pada kawasan Pelabuhan Ternate adalah sebagai berikut : x Diperlukan alternatif sumber air baku yang ada untuk memenuhi kebutuhan sumber air minum x Diperlukan peningkatan jaringan air bersih di kawasan pelabuhan Adapun indikasi program utama untuk mengatasi tantangan dalam pengembangan Pelabuhan Ternate, yaitu : x x
Pembangunan sarana dan prasarana air baku Pembangunan dan peningkatan SPAM
5. PKW Tidore PKW Tidore berada di Kota Tidore Kepulauan dengan luas wilayah 13.862,86 2 2 km . Luas wilayahnya terdiri dari luas lautan 4.746 km dan luas daratan 2 9.116,36 km yang meliputi Pulau Tidore, beberapa pulau disekitarnya, dan sebagian wilayah di Pulau Halmahera. Jumlah penduduk di Kota Tidore sebesar 19.357 jiwa. Sebagai wilayah kepulauan yang dikelilingi oleh lautan,
118
Kota Tidore Kepulauan memiliki 12 pulau dan secara administratif terdiri dari 8 kecamatan. Adapun tantangan dan potensi kerusakan yang terdapat pada PKW Tidore adalah sebagai berikut : x x x x
Masih kurangnya ketersediaan air baku untuk kebutuhan sehari-hari Terjadinya abrasi pantai akibat terjangan gelombang Sering meluapnya air sungai Kolibale pada waktu hujan Diperlukan peningkatan jaringan jalan yang mendukung konektivitas kawasan x Sering terjadi genangan ketika hujan x Adanya penumpukan sampah karena tempat yang ada tidak memadai x Belum adanya pengelolaan air limbah dan tinja dari rumah tangga x Masih banyaknya masyarakat yang belum mempunyai akses air bersih x Masih banyaknya kawasan kumuh di bantaran sungai dan pantai x Diperlukan penyediaan perumahan layak huni Adapun indikasi program utama untuk mengatasi tantangan dalam pengembangan PKW Tidore, yaitu : x x x x x x x x x x
Pembangunan sarana dan prasarana air baku Pembangunan konstruksi pengaman pantai Pembangunan turab sungai Peningkatan jaringan jalan dan jembatan Pembangunan drainase Pembangunan TPST/3R Pembangunan sistem air limbah terpusat skala kota dan komunal Pembangunan SPAM IKK Penataan kawasan kumuh Pembangunan rumah swadaya bagi MBR
6. Pelabuhan Kepulauan Tidore Pelabuhan yang berlokasi di Kota Tidore Kepulauan ini menjadi tempat kegiatan alih moda transportasi dan penunjang kegiatan perdagangan yang melayani rute Kepulauan Tidore – Ternate. Adapun dukungan yang dibutuhkan dalam pengembangan pelabuhan ini yaitu diperlukan peningkatan jaringan jalan yang mendukung konektivitas menuju pelabuhan, sehingga indikasi program utamanya yaitu peningkatan dan pelebaran jalan menuju pelabuhan.
119
7. Pelabuhan Maidi/Lifofa Pelabuhan Maidi/Lifofa yang berada di Kota Tidore Kepulauan ini menjadi tempat kegiatan alih moda transportasi dan penunjang kegiatan perdagangan. Adapun dukungan yang dibutuhkan dalam pengembangan pelabuhan ini yaitu diperlukan peningkatan jaringan jalan yang mendukung konektivitas menuju pelabuhan, sehingga indikasi program utamanya yaitu peningkatan dan pelebaran jalan menuju pelabuhan. C.
Analisis Kelayakan Program Jangka Pendek Kawasan (30.1) Pertumbuhan Ekonomi Terpadu Seram Berikut ini merupakan deskripsi mengenai analisis kelayakan program jangka pendek pada setiap subkawasan dalam Kawasan (30.1) Pertumbuhan Ekonomi Terpadu Seram. 1. KTM Kobisonta KTM Kobisonta berada di Kabupaten Maluku Tengah bagian utara yaitu di Kecamatan Seram Utara. Kawasan ini memiliki potensi di sektor pertanian dan perkebunan, perikanan, serta pariwisata. KTM Kobisonta menjadi salah satu pemasok bahan pangan di Pulau Maluku yang didukung dengan potensi eksisting kawasan pendukung, yakni pelabuhan penyeberangan, serta memiliki potensi alam, yakni kawasan perikanan dan pertanian. Adapun tantangan dan potensi kerusakan yang ditemukan di KTM Kobisonta adalah sebagai berikut : x Masih kurangnya ketersediaan air baku untuk kebutuhan sehari-hari x Diperlukan peningkatan jaringan jalan yang mendukung konektivitas kawasan x Kurang tersedianya penyaluran pipa distribusi air minum x Diperlukan penyediaan perumahan layak huni Adapun indikasi program utama untuk mengatasi tantangan dalam pengembangan KTM Kobisonta, yaitu : x Pembangunan sarana dan prasarana air baku x Peningkatan jaringan jalan dan jembatan x Pembangunan SPAM x Pembangunan rumah swadaya bagi MBR 2. PKW Masohi PKW Masohi berada di Kabupaten Maluku Tengah yang berfungsi sebagai pusat pemerintahan, serta perdagangan dan jasa. Kota ini merupakan kota pelabuhan dengan luas 37,30 km² dan jumlah penduduk sebanyak 31.958
120
jiwa (2010). PKW Masohi memiliki beberapa potensi eksisting seperti pelabuhan penyeberangan dan Bandar Udara Amahai, serta memiliki potensi alam yaitu antara lain kawasan perikanan, pertanian, pariwisata, serta perdagangan dan jasa. Adapun tantangan dan potensi kerusakan yang ditemukan di PKW Masohi adalah sebagai berikut : x x x
Masih kurangnya ketersediaan air baku untuk kebutuhan sehari-hari Terjadinya abrasi pantai akibat terjangan gelombang Diperlukan peningkatan jaringan jalan yang mendukung konektivitas kawasan x Sering terjadi genangan ketika hujan x Adanya penumpukan sampah karena tempat yang ada tidak memadai x Belum adanya pengelolaan air limbah dan tinja dari rumah tangga x Masih banyaknya masyarakat yang belum mempunyai akses air bersih x Diperlukan penyediaan perumahan layak huni Adapun indikasi program utama untuk mengatasi tantangan dalam pengembangan PKW Masohi, yaitu : x Pembangunan sarana dan prasarana air baku x Pembangunan konstruksi pengaman pantai x Peningkatan jaringan jalan dan jembatan x Pembangunan drainase x Pembangunan TPST/3R x Pembangunan sistem air limbah terpusat skala kota dan komunal x Pembangunan SPAM IKK x Pembangunan rumah swadaya bagi MBR 3. PKW Kairatu PKW Kairatu berada di Kabupaten Seram Bagian Barat. Sektor perekonomian yang banyak berkembang di Kairatu adalah pertanian, seperti pengusahaan tanaman pada sawah, ubi kayu, ubi jalar, jagung dan kacang tanah. PKW Kairatu berfungsi sebagai pusat perdagangan dan jasa. Saat ini memiliki fungsi sebagai kawasan pendukung dengan adanya pelabuhan penyeberangan yang masih berpotensi untuk dikembangkan lagi, serta memiliki potensi alam kawasan pendukung sebagai kawasan perikanan, pertanian, pariwisata, perdagangan dan jasa. Adapun tantangan dan potensi kerusakan yang ditemukan di PKW Kairatu adalah sebagai berikut :
121
x x x x x x x x
Masih kurangnya ketersediaan air baku untuk kebutuhan sehari-hari Terjadinya abrasi pantai akibat terjangan gelombang Diperlukan peningkatan jaringan jalan yang mendukung konektivitas kawasan Sering terjadi genangan ketika hujan Adanya penumpukan sampah karena tempat yang ada tidak memadai Belum adanya pengelolaan air limbah dan tinja dari rumah tangga Masih banyaknya masyarakat yang belum mempunyai akses air bersih Diperlukan penyediaan perumahan layak huni
Adapun indikasi program utama untuk mengatasi tantangan dalam pengembangan PKW Kairatu, yaitu : x Pembangunan sarana dan prasarana air baku x Pembangunan konstruksi pengaman pantai x Peningkatan jaringan jalan dan jembatan x Pembangunan drainase x Pembangunan TPST/3R x Pembangunan sistem air limbah terpusat skala kota dan komunal x Pembangunan SPAM IKK x Pembangunan rumah swadaya bagi MBR 4. PKW Wahai PKW Wahai berada di Kabupaten Maluku Tengah dengan memiliki potensi alam antara lain cengkeh, pala, kopra, damar, sagu, ikan, dan minyak. Terdapat satu taman nasional, yaitu Taman Nasional Manusela dan terdapat potensi eksisting kawasan pendukung, yaitu pelabuhan penyeberangan dan memiliki Bandar Udara Wahai, serta memiliki potensi alam kawasan pendukung, yaitu sebagai kawasan perikanan, pertanian, pariwisata, serta perdagangan dan jasa. Adapun tantangan dan potensi kerusakan yang ditemukan di PKW Wahai adalah sebagai berikut : x Masih kurangnya ketersediaan air baku untuk kebutuhan sehari-hari x Terjadinya abrasi pantai akibat terjangan gelombang x Diperlukan peningkatan jaringan jalan yang mendukung konektivitas kawasan x Sering terjadi genangan ketika hujan x Adanya penumpukan sampah karena tempat yang ada tidak memadai x Belum adanya pengelolaan air limbah dan tinja dari rumah tangga
122
x Masih banyaknya masyarakat yang belum mempunyai akses air bersih x Diperlukan penyediaan perumahan layak huni Adapun indikasi program utama untuk mengatasi tantangan dalam pengembangan PKW Wahai, yaitu : x Pembangunan sarana dan prasarana air baku x Pembangunan konstruksi pengaman pantai x Peningkatan jaringan jalan dan jembatan x Pembangunan drainase x Pembangunan TPST/3R x Pembangunan sistem air limbah terpusat skala kota dan komunal x Pembangunan SPAM IKK x Pembangunan rumah swadaya bagi MBR 5. Pelabuhan Penyeberangan Wahai Pelabuhan Penyeberangan Wahai berada di Kabupaten Maluku Tengah. Pelabuhan ini melayani perpindahan muatan (barang dan penumpang) antar pulau. Adapun dukungan yang dibutuhkan dalam pengembangan pelabuhan ini yaitu diperlukan peningkatan jaringan jalan yang mendukung konektivitas menuju pelabuhan, sehingga indikasi program utamanya yaitu peningkatan dan pelebaran jalan menuju pelabuhan. 6. Pelabuhan Penyeberangan Waipirit Pelabuhan Penyeberangan Waipirit berada di Kabupaten Seram Bagian Barat. Pelabuhan ini melayani perpindahan muatan (barang dan penumpang) antar pulau dengan rute Pulau Ambon-Pulau Seram. Adapun dukungan yang dibutuhkan dalam pengembangan pelabuhan ini yaitu diperlukan peningkatan jaringan jalan yang mendukung konektivitas menuju pelabuhan, sehingga indikasi program utamanya yaitu peningkatan dan pelebaran jalan menuju pelabuhan. 7. Pelabuhan Pengumpan Lokal Ariate Pelabuhan yang berada di Kabupaten Seram Bagian Barat ini merupakan tempat kegiatan alih moda transportasi dan penunjang kegiatan perdagangan. Konstruksi pelabuhan terbuat dari beton dengan tipe T-Shape. Tantangan dan potensi kerusakan yang dimiliki oleh Pelabuhan Pengumpan Lokal Ariate adalah diperlukan peningkatan jaringan jalan yang mendukung konektivitas menuju pelabuhan, sehingga indikasi program utamanya yaitu peningkatan dan pelebaran jalan menuju pelabuhan.
123
8. Pelabuhan Penyeberangan Hunimua Pelabuhan Penyeberangan Hunimua berada di Kabupaten Maluku Tengah. Pelabuhan ini melayani perpindahan muatan (barang dan penumpang) antar pulau. Tantangan dan potensi kerusakan yang dimiliki oleh Pelabuhan Penyeberangan Hunimua adalah diperlukan peningkatan jaringan jalan yang mendukung konektivitas menuju pelabuhan, sehingga indikasi program utamanya yaitu peningkatan dan pelebaran jalan menuju pelabuhan. 9. Pelabuhan Pengumpan Lokal Kairatu Pelabuhan Pengumpan Lokal Kairatu berada di Kabupaten Seram Bagian Barat, merupakan tempat kegiatan alih moda transportasi dan penunjang kegiatan perdagangan. Adapun dukungan yang dibutuhkan dalam pengembangan pelabuhan ini yaitu diperlukan peningkatan jaringan jalan yang mendukung konektivitas menuju pelabuhan, sehingga indikasi program utamanya yaitu peningkatan dan pelebaran jalan menuju pelabuhan. 10. KAPET Seram Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET) Seram berada di Kabupaten Maluku Tengah. KAPET Seram ditetapkan melalui Keppres Nomor 2 165 Tahun 1998 dengan luas wilayah 18.625 km . Cakupan wilayah KAPET Seram meliputi 9 kecamatan, yaitu Seram Barat, Tanwel, Kairatu, Teon Nila Serua (TNS), Seram Utara, Tehoru, Bula, Werinama dan Seram Timur. KAPET Seram memiliki potensi alam kawasan pendukung sebagai kawasan perikanan, pertanian, dan perkebunan. Adapun tantangan dan potensi kerusakan yang ditemukan di KAPET Seram adalah sebagai berikut : x Masih kurangnya ketersediaan air baku untuk kebutuhan sehari-hari x Diperlukan peningkatan jaringan jalan yang mendukung konektivitas kawasan x Adanya penumpukan sampah karena tempat yang ada tidak memadai x Belum adanya pengelolaan air limbah dan tinja dari rumah tangga x Masih banyaknya masyarakat yang belum mempunyai akses air bersih x Diperlukan penyediaan perumahan layak huni Adapun indikasi program utama untuk mengatasi tantangan dalam pengembangan KAPET Seram, yaitu : x Pembangunan sarana dan prasarana air baku x Peningkatan jaringan jalan dan jembatan x Pembangunan TPST/3R x Pembangunan sistem air limbah terpusat skala kota dan komunal
124
x x
Pembangunan SPAM IKK Pembangunan rumah swadaya bagi MBR
11. Kawasan Laut Banda Laut ini terdapat di Kabupaten Maluku Tengah, Kepulauan Maluku. Luas Laut 2 Banda sekitar 470.000 km , terpisah dari Samudra Pasifik oleh beratus pulau, serta Laut Halmahera dan Seram. Laut ini memiliki potensi alam berupa keanekaragaman hayati laut yang mendukung Maluku sebagai kawasan lumbung ikan nasional. Adapun tantangan dan potensi kerusakan pada Kawasan Laut Banda, antara lain sebagai berikut: x Masih kurangnya ketersediaan air baku untuk kebutuhan sehari-hari x Diperlukan pengembangan dan peningkatan sarana dan prasarana air bersih Adapun indikasi program utama untuk mengatasi tantangan yang terdapat pada Kawasan Laut Banda, yaitu : x x
Pembangunan sarana dan prasarana air baku Penyediaan dan pengembangan sarana air minum
D. Analisis Kelayakan Program Jangka Pendek Kawasan (30.2) Pertumbuhan Ambon Berikut ini merupakan deskripsi mengenai analisis kelayakan program jangka pendek pada setiap subkawasan dalam Kawasan (30.2) Pertumbuhan Ambon. 1. PPN Ambon Pada tahun 2000 PPN Ambon yang berada di Kota Ambon ditingkatkan kelasnya menjadi Pelabuhan Perikanan Nusantara (Pelabuhan Tipe B) dengan status sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT) pusat yang berada di bawah Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap Departemen Kelautan dan Perikanan. PPN Ambon memiliki potensi alam sebagai kawasan penggerak dan pendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia tengah dan timur. Terdapat potensi kerusakan yang ditemukan di PPN Ambon, yaitu banyaknya sampah dan limbah ikan yang dibuang sembarangan, sehingga indikasi program utamanya yaitu pembangunan TPS. 2. Pelabuhan Ambon Pelabuhan Ambon berada di Kota Ambon dengan daya tampung 75.000 box/tahun. Pada pelabuhan terdapat potensi sebagai kawasan penggerak dan pendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia tengah dan timur.
125
Adapun dukungan yang dibutuhkan oleh Pelabuhan Ambon, yaitu : x Diperlukan alternatif sumber air baku yang ada untuk memenuhi kebutuhan sumber air minum x Diperlukan peningkatan jaringan air bersih di kawasan pelabuhan Adapun indikasi program utama untuk Pelabuhan Ambon, yaitu : x Pembangunan sarana dan prasarana air baku x Pembangunan dan peningkatan SPAM 3. PKN Ambon Posisi Kota Ambon sebagian besar berada dalam wilayah Pulau Ambon, di mana secara umum Kota Ambon meliputi wilayah di sepanjang pesisir dalam Teluk Ambon dan pesisir luar Jazirah Leitimur dengan panjang garis pantai 102,7 km. Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 1979, luas wilayah 2 Kota Ambon seluruhnya seluas 377 km . Kota Ambon merupakan pusat perdagangan rempah terkenal, membentuk pengembangan kota sebagai penghubung dan pusat perdagangan, pendidikan, budaya dan pengembangan. PKN Ambon memiliki potensi eksisting, yaitu pelabuhan penyeberangan, Pelabuhan Yos Sudarso dan Bandara Pattimura. PKN Ambon juga memiliki potensi alam sebagai kawasan perikanan, pertanian, pariwisata, serta perdagangan dan jasa. Adapun tantangan dan potensi kerusakan yang terdapat pada PKN Ambon adalah sebagai berikut : x Masih kurangnya ketersediaan air baku untuk kebutuhan sehari-hari x Terjadinya abrasi pantai akibat terjangan gelombang x Diperlukan peningkatan jaringan jalan yang mendukung konektivitas kawasan x Sering terjadi genangan ketika hujan x Adanya penumpukan sampah karena tempat yang ada tidak memadai x Belum adanya pengelolaan air limbah dan tinja dari rumah tangga x Masih banyaknya masyarakat yang belum mempunyai akses air bersih x Masih banyaknya kawasan kumuh di bantaran sungai dan pantai x Diperlukan penyediaan perumahan layak huni Adapun indikasi program utama untuk mengatasi tantangan dalam pengembangan PKN Ambon, yaitu : x Pembangunan sarana dan prasarana air baku x Pembangunan konstruksi pengaman pantai x Peningkatan jaringan jalan dan jembatan
126
x x x x x x E.
Pembangunan drainase Pembangunan TPST/3R Pembangunan sistem air limbah terpusat skala kota dan komunal Pembangunan SPAM IKK Penataan kawasan kumuh Pembangunan rumah bagi MBR
Analisis Kelayakan Program Jangka Pendek Kawasan (31.1) Ekonomi Terpadu dan Strategis Pariwisata Sorong – Raja Ampat Berikut ini merupakan deskripsi mengenai analisis kelayakan program jangka pendek pada setiap subkawasan dalam Kawasan (31.1) Ekonomi Terpadu dan Strategis Pariwisata Sorong – Raja Ampat. 1. PKN Sorong Berdasarkan RTRW Provinsi Papua Barat, potensi kawasan Kota Sorong sebagai pusat SWP 1 dengan arahan industri pertambangan dan penggalian, perkebunan, kehutanan, pertanian, industri perikanan, serta perdagangan dan jasa. Kota Sorong memiliki luas wilayah 1.105 km², jumlah penduduk tahun 2014 mencapai 349.041 jiwa, dan kepadatan penduduk 316 jiwa/km². Nilai PDRB tahun 2014 yaitu Rp. 7.317,73 Miliar dan nilai PDRB/Kapita Rp. 33,44 Juta. Potensi eksisting PKN Sorong adalah dilalui jalan Trans Papua dan dilalui beberapa sungai besar yaitu Sungai Bian dan Sungai Warsamson. Kota Sorong sebagai kota jasa dan perdagangan didukung dengan adanya Bandara Dominique Edward Osok, Pelabuhan Sorong, dan Pelabuhan ASDP Sorong. Potensi alam yang dimiliki antara lain pada sektor perikanan, perkebunan, tambang, dan pariwisata (Pantai Tanjung Kasuari, Tembok Berlin, Pulau Dofior). Beberapa tantangan dan potensi kerusakan yang terdapat dalam PKN Sorong adalah sebagai berikut : x Memerlukan sumber daya air baku yang besar dan berkesinambungan x Sering terjadi genangan di beberapa lokasi karena letaknya di tepi laut maka berpotensi terhadap intrusi air laut ke daratan x Diperlukan aksesibilitas transportasi antar kawasan untuk menghubungkan wilayah yang belum memiliki jaringan jalan dan jembatan yang dipisahkan oleh aliran sungai serta peningkatan kualitas jalan x Terjadi pemusatan penduduk sehingga akan menimbulkan lingkungan yang padat dan kumuh x Kurangnya pasokan air bersih
127
Adapun indikasi program utama berdasarkan kebutuhan dari masing-masing tantangan dan potensi kerusakan tersebut adalah : x Penyediaan sumber air yang berkelanjutan x Pengendali banjir dan penanganan abrasi pantai x Pembangunan jalan dan jembatan perkotaan dan antar perkotaan x Pembangunan infrastruktur rumah khusus dan swadaya x Pembangunan infrastruktur SPAM regional/perkotaan x Pembangunan IPAL dan persampahan 2. Kota Baru Sorong Dalam pengembangan Kota Baru Sorong terdapat beberapa tantangan dan potensi kerusakan yang ada seperti pada sektor SDA, yaitu perlu penanganan terhadap banjir sungai, abrasi pantai, dan kurangnya air baku. Pada sektor BM, antara lain ketersediaan akses jalan dan jembatan yang masih perlu ditingkatkan. Untuk sektor CK, diperlukan penanganan limbah rumah tangga, air minum, persampahan, dan lingkungan kumuh. Sedangkan pada sektor PnP, yaitu kurang tersedianya perumahan untuk masyarakat di daerah perbatasan. Untuk itu, indikasi program utama yang dibutuhkan adalah sebagai berikut, yaitu (1) pembangunan infrastruktur penampungan air baku; (2) pengendali banjir dan penanganan abrasi pantai; (3) pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan; (4) pembangunan infrastruktur IPAL, SPAM, dan penataan lingkungan kumuh; serta (5) pembangunan infrastruktur rumah khusus dan swadaya. 3. Pelabuhan Sorong Pelabuhan Sorong (feeder) yang berada di Kota Sorong ini merupakan pelabuhan penumpang dan peti kemas. Beberapa kapal yang singgah di Pelabuhan Sorong diantaranya KM Dorolonda dengan rute Ambon – Bau-Bau – Fakfak – Jayapura – Makassar – Manokwari – Nabire – Serui – Sorong – Surabaya, KM Bukit Siguntang dengan rute Ambon – Banda – Bau-Bau – Fakfak – Kupang – Makassar – Sorong – Surabaya – Tg Priok – Tual, KM Kelimutu, KM Laborar, KM Nggapulu serta KM Sinabung. Beberapa tantangan dan potensi kerusakan di Pelabuhan Sorong adalah sebagai berikut : x Truk kontainer long vehicle yang lalu lalang keluar masuk pelabuhan, berbaurnya kendaraan kecil dan besar, dan daya dukung jalan x Kebutuhan air baku yang besar, x Terdapat limbah dan sanitasi kawasan pelabuhan
128
x Kebutuhan perumahan buruh dan masyarakat pesisir Adapun indikasi program utama pada Pelabuhan Sorong adalah sebagai berikut : x Pembangunan jalan dan jembatan khusus kendaraan berat x Peningkatan dan pembangunan intake air baku x Pembangunan IPAL, IPLT dan TPS kawasan pelabuhan x Pembangunan perumahan layak huni 4. Pelabuhan ASDP Sorong Pelabuhan ASDP Sorong merupakan pelabuhan rakyat yang berada di Kota Sorong. Pelabuhan ini dijadikan sebagai pelabuhan pariwisata dan juga melayani penyeberangan kapal ferry yang melayani rute Papua Barat dan Sorong Raya. Beberapa tantangan dan potensi kerusakan yang terdapat di Pelabuhan ASDP Sorong, yaitu : x Perlu penanganan terhadap abrasi pantai x Kemantapan jalan aksesibilitas menuju pelabuhan x Kawasan pelabuhan yang cenderung kumuh x Limbah dan persampahan yang belum tertangani dengan baik x Ketersediaan air bersih dan air minum di kawasan pelabuhan x Masih banyaknya rumah kurang layak huni Adapun indikasi program utama yang dibutuhkan pada Pelabuhan ASDP Sorong adalah sebagai berikut : x Pembangunan pengaman pantai x Peningkatan jalan x Revitalisasi dan penataan kawasan pelabuhan x Pembangunan pengelolaan limbah dan persampahan x Peningkatan kapasitas air minum dan air baku kawasan pelabuhan x Pembangunan rumah layak huni 5. KEK Sorong Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Sorong ditetapkan berdasarkan PP Nomor 31 Tahun 2016. KEK ini terletak di Distrik Mayamuk, Kabupaten Sorong dengan lahan seluas 523,7 ha. Nilai investasi pembangunan kawasan ini diestimasikan mencapai Rp. 2,4 Triliun hingga tahun 2020. Sektor arahan pengembangan sebagai industri penunjang logistik yaitu berupa industri galangan kapal dan komponennya. Proyeksi jumlah tenaga kerja diperkirakan berjumlah 15.024 orang hingga tahun 2020. Terdapat dua infrastruktur di dalam KEK Sorong, yang pertama infrastruktur dalam kawasan tahap 1 yaitu
129
jalan kawasan menuju KEK, jaringan listrik, instalasi air bersih/sumber air baku permukaan dari Sungai Warsamson. Dilihat dari kondisi potensi eksisting kawasan pendukung yaitu merupakan kawasan yang dilalui jalan Trans Papua, dilalui beberapa sungai besar seperti Sungai Warsamson, rencana Bandar Udara Segun, memiliki Pelabuhan Arar (peti kemas) dan Pelabuhan Katapop (perikanan). Selain itu, kawasan ini memiliki potensi alam pendukung diantaranya potensi perikanan, perkebunan, tambang (batubara dan minyak), dan pariwisata (Taman Wisata Klamono, Cagar Alam Markoor, dan Pantai Sausapor). Beberapa tantangan dan potensi kerusakan yang terdapat di KEK Sorong adalah sebagai berikut : x Diperlukan sumber air baku yang berkesinambungan x Berpotensi terjadi instrusi air laut ke daratan karena letaknya di tepi laut x Diperlukan dukungan aksesibilitas antar kawasan untuk menghubungkan wilayah yang belum memiliki jaringan jalan dan jembatan yang dipisahkan oleh aliran sungai serta peningkatan kualitas jalan x Kebutuhan perumahan, air bersih, serta pengelolaan limbah dan persampahan Adapun indikasi program utama yang dibutuhkan di KEK Sorong, yaitu : x Penyediaan sumber air yang berkelanjutan x Pengendali banjir dan penanganan abrasi pantai x Pembangunan jalan dan jembatan menuju dan di kawasan KEK Sorong x Pembangunan infrastruktur rumah khusus, rumah susun dan swadaya x Pembangunan infrastruktur SPAM Regional/Perkotaan x Pembangunan IPAL dan persampahan. 6. Kawasan Konservasi Keanekaragaman Hayati Raja Ampat Sebagai gugusan pulau-pulau kecil, Kabupaten Raja Ampat memiliki keanekaragaman hayati laut yang melimpah. Gugus pulau kecil ini terletak di wilayah "Coral Triangle" yang merupakan jantung keanekaragaman terumbu karang di dunia dengan segala biota yang berasosiasi dengannya, seperti jenis ikan-ikan karang, moluska, dan krustasea. Telah teridentifikasi sebanyak 2000 jenis biota pada 45 titik penyelaman, yaitu 450 jenis karang dimana 7 jenis diantaranya belum pernah ditemukan di dunia, 950 jenis ikan karang dimana 4 jenis tergolong baru bagi dunia, dan 600 jenis moluska. Sebagai kawasan yang dilindungi dan mempunyai daya tarik wisata, terdapat tantangan dan potensi kerusakan di kawasan ini, yaitu : x Diperlukan sumber air baku yang berkesinambungan x Ketersediaan akses jalan dan jembatan masih perlu ditingkatkan
130
x
Kebutuhan air baku yang besar, serta limbah dan sanitasi kawasan pelabuhan x Kebutuhan perumahan buruh dan masyarakat pesisir Untuk itu, indikasi program utama yang dibutuhkan di kawasan ini, yaitu : x Pembangunan pengaman pantai x Pembangunan jalan menuju pelabuhan x Revitalisasi dan penataan kawasan pelabuhan x Pembangunan IPAL dan persampahan x Peningkatan kapasitas air minum dan air baku kawasan pelabuhan x Pembangunan rumah layak huni 7. Pelabuhan ASDP Folley Pelabuhan ASDP Folley berada di Kampung Folley, Distrik Misool Timur. Pelabuhan ini melayani rute pelayaran dari Folley menuju Sorong. Beberapa tantangan dan potensi kerusakan yang terdapat di Pelabuhan ASDP Folley adalah sebagai berikut : x Diperlukan penanganan terhadap abrasi pantai x Kemantapan jalan akses menuju pelabuhan x Kawasan pelabuhan yang cenderung kumuh, limbah dan persampahan yang belum tertangani dengan baik x Kebutuhan air bersih dan air minum di kawasan pelabuhan x Masih banyaknya rumah kurang layak huni Adapun indikasi program utama yang dibutuhkan di Pelabuhan ASDP Folley, yaitu : x Pembangunan pengaman pantai x Pembangunan jalan menuju pelabuhan x Revitalisasi dan penataan kawasan pelabuhan x Pembangunan IPAL dan persampahan x Peningkatan kapasitas air minum dan air baku kawasan pelabuhan x Pembangunan infrastruktur rumah khusus dan swadaya 8. Pelabuhan ASDP Salawati Pelabuhan ASDP Salawati berada di Pulau Bataka, Kabupaten Raja Ampat. Pelabuhan ini merupakan salah satu akses keluar masuk menuju Kabupaten Raja Ampat. Beberapa tantangan dan potensi kerusakan yang terdapat di Pelabuhan ASDP Salawati adalah sebagai berikut : x Diperlukan penanganan terhadap abrasi pantai x Kemantapan jalan akses menuju pelabuhan
131
x
Kawasan pelabuhan yang cenderung kumuh, limbah dan persampahan yang belum tertangani dengan baik x Kebutuhan air bersih dan air minum di kawasan pelabuhan x Masih banyaknya rumah kurang layak huni Adapun indikasi program utama yang dibutuhkan di Pelabuhan ASDP Salawati, yaitu : x Pembangunan pengaman pantai x Pembangunan jalan menuju pelabuhan x Revitalisasi dan penataan kawasan pelabuhan x Pembangunan IPAL dan persampahan x Peningkatan kapasitas air minum dan air baku kawasan pelabuhan x Pembangunan infrastruktur rumah khusus dan swadaya 9. KPPN Kepulauan 9 Misool, Salawati (Misool) KPPN Misool memiliki posisi sebagai pusat pertumbuhan perdesaan di Kabupaten Raja Ampat. Beberapa tantangan dan potensi kerusakan yang terdapat di kawasan ini adalah sebagai berikut : x Perlu penanganan terhadap abrasi pantai x Kemantapan jalan akses menuju pelabuhan x Kawasan pelabuhan yang cenderung kumuh, limbah dan persampahan yang belum tertangani dengan baik x Kebutuhan air bersih dan air minum di kawasan pelabuhan x Masih banyaknya rumah kurang layak huni Adapun indikasi program utama yang dibutuhkan di kawasan ini, yaitu : x Pembangunan pengaman pantai x Pembangunan jalan menuju pelabuhan x Revitalisasi dan penataan kawasan pelabuhan x Pembangunan IPAL dan persampahan x Peningkatan kapasitas air minum dan air baku kawasan pelabuhan x Pembangunan infrastruktur rumah khusus dan swadaya F.
Analisis Kelayakan Program Jangka Pendek Kawasan (31.2) Pertumbuhan Baru Manokwari Berikut ini merupakan deskripsi mengenai analisis kelayakan program jangka pendek pada setiap subkawasan dalam Kawasan (31.2) Pertumbuhan Baru Manokwari.
132
1. PKW Manokwari Berdasarkan kebijakan RTRW Provinsi Papua Barat, Manokwari termasuk dalam satuan wilayah pengembangan 1 (swp 1) dengan arahan industri, pertanian, perikanan tangkap budidaya, dan kehutanan. Ibukota Provinsi Papua Barat ini memiliki luas wilayah 8.664,76 km², jumlah penduduk tahun 2013 mencapai 150.179 jiwa, dengan kepadatan penduduk 10,54 jiwa/km². Nilai PDRB Manokwari tahun 2013 yaitu Rp. 5.077,65 Miliar. Sektor yang diunggulkan adalah industri serta perdagangan dan jasa. Potensi eksisting kawasan pendukung yang ada di PKW Manokwari yaitu dilalui jalan Trans Papua dan dilalui beberapa sungai besar yaitu Sungai Bian dan Sungai Kamundan. Kota Manokwari sebagai kota pusat pemerintahan, perdagangan dan jasa memiliki Bandar Udara Rendani dan Pelabuhan Manokwari dengan potensi alam kawasan pendukung berupa potensi perikanan, perkebunan (kelapa sawit), pertanian (padi), tambang, dan pariwisata (Pulau Mansinam, Taman Wisata Alam Gunung Meja, Danau Anggi Giji dan Anggi Gita, Panorama Gunung Botak, Bendungan di Sungai Prafi). Beberapa tantangan dan potensi kerusakan yang terdapat di PKW Manokwari adalah sebagai berikut : x Kurangnya sumber air bersih dan pasokan yang kontinyu untuk masyarakat perkotaan x Diperlukan aksesibilitas transportasi antar kawasan untuk menghubungkan wilayah yang belum memiliki jaringan jalan dan jembatan yang dipisahkan oleh aliran sungai serta peningkatan kualitas jalan x Terjadi pemusatan penduduk sehingga akan menimbulkan lingkungan yang padat dan kumuh x Kurangnya pasokan air bersih Adapun indikasi program utama berdasarkan kebutuhan dari masing-masing tantangan dan potensi kerusakan tersebut adalah : x Pembangunan embung dan intake air baku x Pembangunan drainase perkotaan x Pengendali banjir sungai x Perlindungan terhadap abrasi Pantai Manokwari x Pembangunan jalan dan jembatan perkotaan dan antar perkotaan x Pembangunan infrastruktur rumah khusus dan swadaya x Pembangunan infrastruktur SPAM regional/perkotaan x Pembangunan IPAL dan persampahan
133
2. KPPN Barat, Prafi, Sidey KPPN ini berkedudukan sebagai pusat pertumbuhan perdesaan di Kabupaten Manokwari selain itu juga sebagai pusat kegiatan pertahanan dan keamanan negara; pusat pemerintahan; pusat perdagangan dan jasa skala internasional, nasional, dan regional; pusat pengembangan agropolitan dan agroforestri. Beberapa tantangan dan potensi kerusakan yang terdapat dalam kawasan ini adalah sebagai berikut : x Diperlukan aksesibilitas antar desa dan akses menuju pusat kegiatan perkotaan x Sanitasi dan sumber air perumahan belum terlayani dan memenuhi syarat kesehatan x Rumah masyarakat yang belum layak huni Adapun indikasi program utama berdasarkan kebutuhan dari masing-masing tantangan dan potensi kerusakan tersebut adalah : x Pembangunan jalan poros desa menuju jalan perkotaan x Pembangunan MCK, IPAL, IPLT dan SPAM x Pembangunan jalan lingkungan perdesaan x Pembangunan infrastruktur rumah khusus dan swadaya G. Analisis Kelayakan Program Jangka Pendek Kawasan (32.1) Strategis Migas Manokwari – Bintuni Berikut ini merupakan deskripsi mengenai analisis kelayakan program jangka pendek pada setiap subkawasan dalam Kawasan (32.1) Strategis Migas Manokwari – Bintuni. 1. KI Teluk Bintuni KI Teluk Bintuni berada di Distrik Sumuri, Kabupaten Teluk Bintuni. Pada tahun 1996, PT. Varita Majutama membuka perkebunan kelapa sawit di sekitar kampung Tofoi untuk menjadi salah satu pelopor sawit di Tanah Papua. Setelah itu, pada tahun 2005 proyek gas alam cair tangguh Liquified Natural Gas (LNG) mulai dibangun sebagai hasil kerjasama perusahaan raksasa dari seluruh dunia dengan BP sebagai pemegang saham utama. Nilai investasi KI Teluk Bintuni mencapai Rp. 31 Triliun dengan fokus industri adalah industri pupuk dan petrokimia, anchor industrinya adalah PT. Pupuk Indonesia dengan penyerapan tenaga kerja secara keseluruhan mencapai 51.000 orang. Potensi eksisting kawasan pendukungnya yaitu memiliki Bandar Udara Babo dan Pelabuhan Penyeberangan Babo. Untuk potensi alam kawasan pendukungnya berupa potensi perikanan, perkebunan (kelapa
134
sawit), pertanian, tambang (LNG) dan pariwisata (Pantai Teluk Bintuni dan Danau Tanimaot). Beberapa tantangan dan potensi kerusakan yang terdapat dalam kawasan ini adalah sebagai berikut : x Diperlukan aksesibilitas pengangkutan bahan baku dan hasil industri x Kebutuhan sumber daya air baku yang besar dan berkesinambungan x Produksi limbah yang berpotensi merusak alam x Jumlah tenaga kerja yang besar dan terkonsentrasi di pusat kota Adapun indikasi program utama berdasarkan kebutuhan dari masing-masing tantangan dan potensi kerusakan tersebut adalah : x Pembangunan jalan poros untuk mendukung KI Teluk Bintuni x Pembuatan tampungan air x Pembuatan fasilitas pengelolaan limbah x Pemenuhan kebutuhan air minum x Pengelolaan sampah lingkungan 2. Kawasan Konservasi Keanekaragaman Hayati Teluk Bintuni Kawasan Konservasi Keanekaragaman Hayati Teluk Bintuni merupakan kawasan yang dilindungi dan mempunyai daya tarik wisata. Beberapa tantangan dan potensi kerusakan yang terdapat dalam kawasan ini adalah sebagai berikut : x Diperlukan peningkatan ketersediaan akses jalan menuju kawasan x Diperlukan penanganan limbah rumah tangga dan sampah yang mencemari lingkungan Adapun indikasi program utama berdasarkan kebutuhan dari masing-masing tantangan dan potensi kerusakan tersebut adalah : x Pembangunan dan peningkatan jalan x Pembangunan infrastruktur IPAL dan persampahan H. Analisis Kelayakan Program Jangka Pendek Kawasan (32.2) Pertumbuhan Baru Biak Berikut ini merupakan deskripsi mengenai analisis kelayakan program jangka pendek pada setiap subkawasan dalam Kawasan (32.2) Pertumbuhan Baru Biak. 1. PKW Biak Berdasarkan kebijakan RTRW Provinsi Papua, Biak termasuk dalam KPE – Saeri dengan arahan pengembangan industri kecil dan menengah, pariwisata, dan perikanan. PKW Biak merupakan ibukota Kabupaten Biak
135
Numfor dengan luas wilayah 21.572 km² dan jumlah penduduk pada tahun 2014 mencapai 156.023 jiwa. Biak memiliki sektor potensial berupa industri kecil dan menengah. Potensi eksisting kawasan pendukungnya yaitu memiliki Bandar Udara Frans Kaiseipo dan Pelabuhan Penyeberangan Biak. Adapun potensi alam kawasan pendukungnya yaitu berupa potensi perikanan (rumput laut, ikan mas, dan udang galah), perkebunan, perikanan, tambang, dan pariwisata. Beberapa tantangan dan potensi kerusakan yang terdapat di PKW Biak adalah sebagai berikut : x Kurangnya sumber air bersih dan pasokan yang kontinyu untuk masyarakat perkotaan x Diperlukan aksesibilitas transportasi antar kawasan untuk menghubungkan wilayah yang belum memiliki jaringan jalan dan jembatan yang dipisahkan oleh aliran sungai serta peningkatan kualitas jalan x Terjadi pemusatan penduduk sehingga akan menimbulkan lingkungan yang padat dan kumuh x Kurangnya pasokan air bersih Adapun indikasi program utama berdasarkan kebutuhan dari masing-masing tantangan dan potensi kerusakan tersebut adalah : x Pembangunan embung dan intake air baku x Pembangunan drainase perkotaan x Perlindungan terhadap abrasi Pantai Biak x Pembangunan jalan dan jembatan perkotaan dan antar perkotaan x Pembangunan infrastruktur rumah layak huni x Pembangunan infrastruktur SPAM regional/perkotaan x Pembangunan IPAL dan persampahan 2. Pelabuhan ASDP Numfor Pelabuhan ASDP Numfor berada di Kabupaten Biak Numfor sebagai salah satu akses keluar masuk Kabupaten Biak Numfor. 3. KAPET Biak KAPET Biak ditetapkan melalui Keputusan Presiden Nomor 10 Tahun 1998. Cakupan wilayah KAPET Biak terdiri dari Kabupaten Biak Numfor, Kabupaten Supiori, Kabupaten Kepulauan Yapen, Kabupaten Waropen, Kabupaten Nabire, Kabupaten Mimika, Kabupaten Manokwari, Kabupaten Teluk Bintuni, 2 dan Kabupaten Teluk Wondama dengan luas 101.748,56 km .
136
I.
Analisis Kelayakan Program Jangka Pendek Kawasan (33.1) Pertumbuhan Baru Nabire Berikut ini merupakan deskripsi mengenai analisis kelayakan program jangka pendek pada setiap subkawasan dalam Kawasan (33.1) Pertumbuhan Baru Nabire. 1. PKW Nabire Berdasarkan kebijakan RTRW Provinsi Papua, Kabupaten Nabire termasuk dalam KPE - Meepago, dengan arahan pengembangan industri besar, pertambangan (semen, smelter), dan pertanian. PKW Nabire merupakan ibukota Kabupaten Nabire dengan luas wilayah 6.861,65 km², jumlah penduduk mencapai 130.314 jiwa, dengan kepadatan penduduk 18,99 jiwa/km². Potensi eksisting kawasan pendukungnya yaitu kawasan ini dilalui jalan Trans Papua serta memiliki Bandar Udara Yos Sudarso Nabire dan Pelabuhan Samabusa. Adapun potensi alam kawasan pendukungnya yaitu berupa potensi industri besar, pertambangan, dan pertanian. Beberapa tantangan dan potensi kerusakan yang terdapat di PKW Nabire adalah sebagai berikut : x Kurangnya sumber air bersih dan pasokan yang kontinyu untuk masyarakat perkotaan x Diperlukan aksesibilitas transportasi antar kawasan untuk menghubungkan wilayah yang belum memiliki jaringan jalan dan jembatan yang dipisahkan oleh aliran sungai serta peningkatan kualitas jalan x Terjadi pemusatan penduduk sehingga akan menimbulkan lingkungan yang padat dan kumuh x Kurangnya pasokan air bersih Adapun indikasi program utama berdasarkan kebutuhan dari masing-masing tantangan dan potensi kerusakan tersebut adalah : x Pembangunan embung dan intake air baku x Pembangunan drainase perkotaan x Perlindungan terhadap abrasi Pantai Biak x Pembangunan jalan dan jembatan perkotaan dan antar perkotaan x Pembangunan infrastruktur rumah layak huni x Pembangunan infrastruktur SPAM regional/perkotaan x Pembangunan IPAL dan persampahan
137
J.
Analisis Kelayakan Program Jangka Pendek Kawasan (33.2) Pertumbuhan Baru Timika Berikut ini merupakan deskripsi mengenai analisis kelayakan program jangka pendek pada setiap subkawasan dalam Kawasan (33.2) Pertumbuhan Baru Timika. 1. PKN Timika Berdasarkan kebijakan RTRW Provinsi Papua, PKN Timika termasuk dalam KPE - Meepago, dengan arahan pengembangan industri besar, pertambangan (semen, smelter), alam, perkebunan (kopi dan buah merah), peternakan (babi), dan pertanian holtikultura. Kota Timika sebagai ibukota Kabupaten Mimika merupakan pusat perdagangan dan jasa. Timika memiliki luas wilayah 19.592 km², jumlah penduduk mencapai 183.633 jiwa, dengan kepadatan penduduk 9,37 jiwa/km². Potensi eksisting kawasan pendukungnya yaitu memiliki Bandar Udara Moses Kilangin dan Pelabuhan Poumako Timika. Adapun potensi alam kawasan pendukung yaitu berupa industri besar, pertambangan, dan pertanian. Beberapa tantangan dan potensi kerusakan yang terdapat di PKN Timika adalah sebagai berikut : x Diperlukan sumber daya air baku yang besar dan berkesinambungan x Sering terjadi genangan di beberapa lokasi akibat saluran sungai yang meluap dan drainase kurang berfungsi dengan baik x Diperlukan aksesibilitas transportasi antar kawasan untuk menghubungkan wilayah yang belum memiliki jaringan jalan dan jembatan yang dipisahkan oleh aliran sungai serta peningkatan kualitas jalan x Terjadi pemusatan penduduk sehingga akan menimbulkan lingkungan yang padat dan kumuh x Kurangnya pasokan air bersih Adapun indikasi program utama berdasarkan kebutuhan dari masing-masing tantangan dan potensi kerusakan tersebut adalah : x Penyediaan sumber air yang berkelanjutan x Pengendali banjir akibat sungai yang meluap x Pembangunan jalan dan jembatan perkotaan dan antar perkotaan x Pembangunan infrastruktur rumah layak huni x Pembangunan infrastruktur SPAM regional/perkotaan x Pembangunan IPAL dan persampahan
138
K. Analisis Kelayakan Program Jangka Pendek Kawasan (33.3) Pertumbuhan Baru Wamena Berikut ini merupakan deskripsi mengenai analisis kelayakan program jangka pendek pada setiap subkawasan dalam Kawasan (33.3) Pertumbuhan Baru Wamena. 1. PKW Wamena Berdasarkan kebijakan RTRW Provinsi Papua, PKW Wamena termasuk dalam KPE – Meepago dengan arahan pengembangan industri besar, pertambangan (semen, smelter), pertanian alam, perkebunan (kopi dan buah merah), peternakan (babi), dan pertanian holtikultura. Kota Wamena sebagai ibukota Kabupaten Jayawijaya memiliki luas 6.585 km² dengan jumlah penduduk mencapai 196.085 jiwa. Potensi eksisting kawasan pendukungnya yaitu memiliki Bandar Udara Wamena, adapun potensi alam kawasan pendukung dari sektor potensial yaitu pertanian (ubi jalar, keladi, jagung), perkebunan (kopi), dan peternakan. Beberapa tantangan dan potensi kerusakan yang terdapat di PKW Wamena adalah sebagai berikut : x Kurangnya sumber air bersih dan pasokan yang kontinyu untuk masyarakat perkotaan x Diperlukan aksesibilitas transportasi antar kawasan untuk menghubungkan wilayah yang belum memiliki jaringan jalan dan jembatan yang dipisahkan oleh aliran sungai serta peningkatan kualitas jalan x Terjadi pemusatan penduduk sehingga akan menimbulkan lingkungan yang padat dan kumuh x Kurangnya pasokan air bersih Adapun indikasi program utama berdasarkan kebutuhan dari masing-masing tantangan dan potensi kerusakan tersebut adalah : x Pembangunan embung dan intake air baku x Pembangunan drainase perkotaan x Pembangunan jalan dan jembatan perkotaan dan antar perkotaan x Pembangunan rumah khusus dan swadaya x Pembangunan infrastruktur sanitasi lingkungan (MCK, air bersih, dan sampah) 2. Kawasan Taman Nasional Lorentz Taman Nasional Lorentz adalah sebuah taman nasional yang secara geografis ° 0 0 terbentang pada 3 41’ - 5°30’ LS dan 136 6’ - 139 9’ BT. Kawasan Taman
139
Nasional Lorentz meliputi beberapa wilayah kabupaten, yaitu Kabupaten Jayawijaya, Kabupaten Yahukimo, Kabupaten Puncak Jaya, Kabupaten Mimika, Kabupaten Pania, Kabupaten Asmat, Kabupaten Nduga, Kabupaten Lanni Jaya, Kabupaten Puncak dan Kabupaten Intan Jaya. Luas wilayah taman nasional ini sebesar 2.236.297,32 ha. Penetapan Taman Nasional Lorentz melalui SK. Menteri Kehutanan No.154/KPTS-II/1997 tanggal 19 Maret 1997. Potensi eksisting kawasan pendukungnya yaitu memiliki Bandar Udara Moses Kilangin dan Pelabuhan Poumako Timika. Untuk potensi alam kawasan pendukungnya yaitu berupa potensi industri besar, pertambangan, dan pertanian. Beberapa tantangan dan potensi kerusakan yang terdapat di kawasan ini adalah sebagai berikut : x Diperlukan penanganan air baku x Ketersediaan akses jalan menuju Kawasan Taman Nasional Lorentz masih perlu ditingkatkan x Diperlukan penanganan limbah rumah tangga dan air minum x Kurang tersedianya perumahan untuk pemukiman masyarakat kurang mampu Adapun indikasi program utama berdasarkan kebutuhan dari masing-masing tantangan dan potensi kerusakan tersebut adalah : x Pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan x Pembangunan infrastruktur penampungan air baku x Pembangunan infrastruktur sanitasi (MCK), air bersih, dan persampahan x Pembangunan rumah khusus dan swadaya L.
Analisis Kelayakan Program Jangka Pendek Kawasan (34.1) Pertumbuhan Baru Jayapura – Skouw Berikut ini merupakan deskripsi mengenai analisis kelayakan program jangka pendek pada setiap subkawasan dalam Kawasan (34.1) Pertumbuhan Baru Jayapura – Skouw. 1. PKN Jayapura Kota Jayapura merupakan ibukota Provinsi Papua yang berkedudukan sebagai pusat perdagangan, jasa, dan pemerintahan. Luas wilayahnya 940 km² dan jumlah penduduknya pada tahun 2014 mencapai 315.872 jiwa. Berdasarkan kebijakan RTRW Provinsi Papua, PKN Jayapura termasuk dalam KPE - Mamta, dengan arahan pengembangan industri kecil dan menengah, dan perkebunan (kakao, kelapa sawit, kelapa, dan sagu). Potensi eksisting kawasan pendukungnya yaitu memiliki Pelabuhan Jayapura. Adapun potensi
140
alam kawasan pendukungnya yaitu berupa potensi pertanian, perikanan, dan pariwisata. Beberapa tantangan dan potensi kerusakan yang terdapat di PKN Jayapura adalah sebagai berikut : x Diperlukan sumber daya air baku yang besar dan berkesinambungan x Sering terjadi genangan di beberapa lokasi karena letaknya di tepi laut sehingga berpotensi terhadap intrusi air laut ke daratan x Diperlukan aksesibilitas transportasi antar kawasan untuk menghubungkan wilayah yang belum memiliki jaringan jalan dan jembatan yang dipisahkan oleh aliran sungai serta peningkatan kualitas jalan x Terjadi pemusatan penduduk sehingga akan menimbulkan lingkungan yang padat dan kumuh x Kurangnya pasokan air bersih Adapun indikasi program utama berdasarkan kebutuhan dari masing-masing tantangan dan potensi kerusakan tersebut adalah : x Penyediaan sumber air yang berkelanjutan x Pengendali banjir dan penanganan abrasi pantai x Pembangunan jalan dan jembatan perkotaan dan antar perkotaan x Pembangunan infrastruktur SPAM regional/perkotaan x Pembangunan infrastruktur sanitasi lingkungan (MCK, air bersih, dan sampah) 2. Pelabuhan Jayapura (Feeder) Pelabuhan Jayapura (Feeder) berada di Kota Jayapura. Pelabuhan ini mendukung program Tol Laut dan merupakan Hub Utama Papua dan Maluku. Beberapa tantangan dan potensi kerusakan di Pelabuhan Jayapura adalah sebagai berikut : x Truk kontainer long vehicle yang lalu lalang keluar masuk pelabuhan, berbaurnya kendaraan kecil dan besar, dan daya dukung jalan x Kebutuhan air baku yang besar x Terdapat limbah dan sanitasi kawasan pelabuhan x Kebutuhan perumahan buruh dan masyarakat pesisir Adapun indikasi program utama pada Pelabuhan Jayapura, yaitu : x Pembangunan jalan dan jembatan khusus kendaraan berat x Peningkatan dan pembangunan intake air baku x Pembangunan IPAL, IPLT, dan TPS kawasan pelabuhan x Pembangunan perumahan layak huni
141
3. KPPN Heram, Muara Tami Beberapa tantangan dan potensi kerusakan yang terdapat dalam kawasan ini adalah sebagai berikut : x Rentan terhadap ketersediaan air baku dan perlu pengendalian banjir x Diperlukan aksesibilitas antar desa dan akses menuju pusat kegiatan perkotaan x Sanitasi dan sumber air perumahan belum terlayani dan memenuhi syarat kesehatan x Diperlukan jalan akses dalam lingkungan perdesaan yang layak x Rumah masyarakat yang belum layak huni Adapun indikasi program utama berdasarkan kebutuhan dari masing-masing tantangan dan potensi kerusakan tersebut adalah : x Pembangunan infrastruktur penampungan air baku x Pengendalian banjir x Pembangunan jalan poros desa menuju jalan perkotaan x Pembangunan MCK, IPAL, IPLT, dan SPAM x Pembangunan jalan lingkungan perdesaan x Pembangunan perumahan layak huni 4. PKSN Jayapura PKSN Jayapura berada di Kecamatan Muara Tami, Kota Jayapura. Pada PKSN ini yang berbatasan langsung dengan Papua New Guinea adalah Kampung Skouw Sae, Skouw Yambe, dan Skouw Mabo. PKSN Jayapura mempunyai fungsi sebagai pusat kegiatan pertahanan dan keamanan negara, pusat pemerintahan, pusat perdagangan dan jasa skala internasional, nasional, dan regional, pusat industri pengolahan dan industri jasa hasil pertanian, hasil hutan, perkebunan, dan perikanan, pusat promosi pariwisata dan komoditas unggulan berbasis potensi lokal. Beberapa tantangan dan potensi kerusakan yang terdapat dalam pengembangan PKSN Jayapura adalah sebagai berikut : x Infrastruktur jalan yang sudah rusak dan kurang memadai x Kurang tersedianya air baku untuk segala kebutuhan x Masih minimnya infrastruktur persampahan dan air bersih x Kurang tersedianya perumahan di wilayah perbatasan Adapun indikasi program utama dalam pengembangan PKSN Jayapura, yaitu : x Pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan x Pembangunan sarana dan prasarana air baku x Pembangunan TPST dan distribusi air bersih
142
x x
Penataan lingkungan kumuh Pembangunan infrastruktur rumah khusus
5. PLBN Skouw PLBN Skouw merupakan kawasan perlintasan darat dengan Papua New Guinea di Kota Jayapura dengan tipologi tradisional/darat. Beberapa tantangan dan potensi kerusakan yang ditemukan di PLBN Skouw adalah sebagai berikut : x Infrastruktur jalan yang sudah rusak dan kurang memadai x Kurang tersedianya air baku untuk segala kebutuhan x Masih minimnya infrastruktur persampahan dan air bersih x Kurang tersedianya perumahan untuk masyarakat di wilayah perbatasan Adapun indikasi program utama pada PLBN Skouw, yaitu : x Pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan di perbatasan x Pembangunan sarana dan prasarana air baku x Pembangunan TPST dan distribusi air bersih x Pembangunan infrastruktur rumah khusus 6. Kota Baru Jayapura Kota Baru Jayapura termasuk ke dalam wilayah Kota Jayapura yang pembangunannya dimaksudkan untuk memperluas pengembangan Kota Jayapura. Beberapa tantangan dan potensi kerusakan yang ditemukan di Kota baru Jayapura adalah sebagai berikut : x Perlu penanganan terhadap banjir akibat luapan air sungai, abrasi pantai, dan kurangnya air baku x Ketersediaan akses jalan dan jembatan masih perlu ditingkatkan x Perlu penanganan limbah rumah tangga, air minum, persampahan, dan lingkungan kumuh x Kurang tersedianya perumahan untuk masyarakat di wilayah perbatasan Adapun indikasi program utama pada Kota Baru Jayapura, yaitu : x Pembangunan infrastruktur penampungan air baku x Pengendalian banjir x Penanganan abrasi pantai x Pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan x Pembangunan infrastruktur IPAL, SPAM, persampahan dan penataan lingkungan kumuh x Pembangunan infrastruktur rumah khusus dan swadaya
143
7.
Kawasan Perbatasan Darat Negara RI dengan Negara Papua New Guinea Kawasan Perbatasan Darat RI dengan PNG, meliputi Kota Jayapura, Kabupaten Keerom, Kabupaten Pegunungan Bintang, Kabupaten Boven Digoel, dan Kabupaten Merauke. Luas kawasan perbatasan Papua berdasarkan luas distrik yang berbatasan langsung dengan Papua New 2 Guinea adalah 37.061 km . Distrik Merauke merupakan distrik terbesar 2 dengan luas wilayah 8.960 km , sedangkan yang terkecil adalah adalah Distrik 2 Batom dengan luas wilayah 440 km . Beberapa tantangan dan potensi kerusakan yang ditemukan di kawasan ini adalah sebagai berikut : x Perlu penanganan terhadap kawasan rawan banjir di beberapa titik karena luapan air sungai dan kurangnya air baku x Diperlukan aksesibilitas transportasi antar kawasan untuk menghubungkan wilayah yang belum memiliki jaringan jalan dan jembatan yang dipisahkan oleh aliran sungai serta peningkatan kualitas jalan x Perlu penanganan limbah rumah tangga, air minum, persampahan, dan lingkungan kumuh x Kurang tersedianya perumahan untuk masyarakat di wilayah perbatasan Adapun indikasi program utama untuk kawasan ini, yaitu : x Pembangunan infrastruktur penampungan air baku x Pengendalian banjir x Pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan x Pembangunan infrastruktur IPAL, SPAM, persampahan, dan penataan lingkungan kumuh x Pembangunan infrastruktur rumah khusus dan swadaya M. Analisis Kelayakan Program Jangka Pendek Kawasan (34.2) Pertumbuhan Baru Merauke – Salor Muting – Tanah Merah Berikut ini merupakan deskripsi mengenai analisis kelayakan program jangka pendek pada setiap subkawasan dalam Kawasan (34.2) Pertumbuhan Baru Merauke – Salor Muting – Tanah Merah. 1. PKW Merauke PKW Merauke mempunyai fungsi sebagai pusat kegiatan pertahanan dan keamanan negara, pusat pemerintahan, pusat perdagangan dan jasa skala internasional, nasional dan regional, dan pusat pengembangan agropolitan dan agroforestri. Potensi eksisting kawasan pendukung PKW Merauke yaitu
144
memiliki Bandar Udara Mopah dan Pelabuhan Merauke. Adapun potensi alam kawasan pendukungnya yaitu berupa potensi industri, pertanian (padi), pariwisata dan perikanan. Beberapa tantangan dan potensi kerusakan yang terdapat di PKW Merauke adalah sebagai berikut : x Kurangnya sumber air bersih dan pasokan yang kontinyu untuk masyarakat perkotaan x Diperlukan aksesibilitas transportasi antar kawasan untuk menghubungkan wilayah yang belum memiliki jaringan jalan dan jembatan yang dipisahkan oleh aliran sungai serta peningkatan kualitas jalan x Terjadi pemusatan penduduk sehingga akan menimbulkan lingkungan yang padat dan kumuh x Kurangnya pasokan air bersih Adapun indikasi program utama berdasarkan kebutuhan dari masing-masing tantangan dan potensi kerusakan tersebut adalah : x Pembangunan embung dan intake air baku x Pembangunan drainase perkotaan x Pembangunan jalan dan jembatan perkotaan dan antar perkotaan di Merauke x Pembangunan rumah khusus dan swadaya x Pembangunan infrastruktur SPAM regional/perkotaan x Pembangunan IPAL dan persampahan 2. PKW Muting Potensi kawasan pendukung PKW Muting adalah sebagai pusat kegiatan pertahanan dan keamanan negara, pusat pemerintahan, pusat perdagangan dan jasa skala internasional, nasional dan regional, pusat pengembangan agropolitan dan agroforestri, serta simpul transportasi sekunder di kawasan perbatasan. Beberapa tantangan dan potensi kerusakan yang ditemukan di PKW Muting adalah sebagai berikut : x Perlu penanganan terhadap kawasan rawan banjir di beberapa titik karena luapan air sungai dan kurangnya air baku x Diperlukan aksesibilitas transportasi antar kawasan untuk menghubungkan wilayah yang belum memiliki jaringan jalan dan jembatan yang dipisahkan oleh aliran sungai serta peningkatan kualitas jalan
145
x
Perlu penanganan limbah rumah tangga, air minum, persampahan, dan lingkungan kumuh x Kurang tersedianya perumahan untuk masyarakat Adapun indikasi program utama untuk PKW Muting, yaitu : x Pembangunan infrastruktur penampungan air baku x Pengendalian banjir x Pembangunan jalan dan jembatan perkotaan dan antar perkotaan di Muting x Pembangunan infrastruktur IPAL, SPAM, persampahan, dan penataan lingkungan kumuh x Pembangunan perumahan layak huni 3. KTM Salor KTM Salor berada di Kabupaten Merauke yang terdiri dari 5 kecamatan yaitu Distrik Kurik, Distrik Animba, Distrik Semangga, Distrik Tanah Miring, dan Distrik Malind. Pusat KTM berada di Kampung Salor dengan luas kawasan 481.006 ha. Beberapa tantangan dan potensi kerusakan yang ditemukan di KTM Salor adalah sebagai berikut : x Pengembangan sektor tanaman pangan dan perikanan x Aksesibilitas antar KTM dengan kawasan Merauke x Penyediaan air bersih, sanitasi lingkungan, dan infrastruktur lingkungan KTM (jalan lingkungan) x Perumahan yang belum layak huni Adapun indikasi program utama untuk mengatasi tantangan dalam pengembangan KTM Salor, yaitu : x Pembangunan daerah dan jaringan irigasi x Pembangunan tampungan air dan intake air baku x Pembangunan jalan dan jembatan yang menghubungkan kawasan x Pembangunan SPAM, IPLT, IPAL, dan TPA x Pembangunan jalan lingkungan KTM x Pembangunan perumahan layak huni 4. KTM Muting Beberapa tantangan dan potensi kerusakan yang ditemukan di KTM Muting adalah sebagai berikut : x Pengembangan sektor tanaman pangan dan perikanan x Aksesibilitas antar KTM dengan kawasan Merauke
146
x x
Penyediaan air bersih, sanitasi lingkungan, dan infrastruktur lingkungan KTM (jalan lingkungan) Perumahan yang belum layak huni
Adapun indikasi program utama untuk mengatasi tantangan dalam pengembangan KTM Muting, yaitu : x Pembangunan daerah dan jaringan irigasi x Pembangunan tampungan air dan intake air baku x Pembangunan jalan dan jembatan yang menghubungkan kawasan x Pembangunan SPAM, IPLT, IPAL, dan TPA x Pembangunan jalan lingkungan KTM x Pembangunan perumahan layak huni 5. KEK Merauke KEK Merauke masuk dalam Klaster Sentra Produksi Pertanian (KSPP) kawasan MIFFE, dengan komoditi padi sawah, jagung, dan padi gogo. Beberapa tantangan dan potensi kerusakan yang ditemukan di KEK Merauke adalah sebagai berikut : x Diperlukan sumber daya air baku yang besar dan berkesinambungan dan pengendalian banjir x Diperlukan aksesibilitas transportasi antar kawasan untuk menghubungkan wilayah yang belum memiliki jaringan jalan dan jembatan yang dipisahkan oleh aliran sungai serta peningkatan kualitas jalan x Terjadi pemusatan penduduk sehingga diperlukan perumahan, air bersih, pengelolaan limbah, dan persampahan Adapun indikasi program utama untuk KEK Merauke, yaitu : x Pembangunan infrastruktur penampungan air baku x Pembangunan saluran irigasi x Pengendalian banjir x Pembangunan jalan dan jembatan menuju dan di kawasan KEK Merauke x Pembangunan perumahan x Pembangunan infrastruktur SPAM regional/perkotaan x Pembangunan IPAL dan persampahan 6. PKSN Merauke PKSN Merauke mempunyai fungsi sebagai pusat kegiatan pertahanan dan keamanan negara, pusat pemerintahan, pusat perdagangan dan jasa skala internasional, nasional dan regional, serta pusat industri pengolahan dan
147
industri jasa hasil pertanian, hasil hutan, perkebunan dan perikanan. Beberapa tantangan dan potensi kerusakan yang ditemukan di PKSN Merauke adalah sebagai berikut: x Diperlukan sumber daya air baku yang besar dan berkesinambungan dan pengendalian banjir x Diperlukan aksesibilitas transportasi antar kawasan untuk menghubungkan wilayah yang belum memiliki jaringan jalan dan jembatan yang dipisahkan oleh aliran sungai serta peningkatan kualitas jalan x Terjadi pemusatan penduduk sehingga diperlukan perumahan, air bersih, pengelolaan limbah, dan persampahan Adapun indikasi program utama untuk KEK Merauke, yaitu : x Pembangunan infrastruktur penampungan air baku x Pembangunan saluran irigasi x Pengendalian banjir x Pembangunan jalan dan jembatan menuju dan di kawasan PKSN Merauke x Pembangunan perumahan x Pembangunan infrastruktur SPAM regional/perkotaan x Pembangunan IPAL dan persampahan 7. KPPN Kurik, Malind, Tanah Miring (Kab. Merauke) Beberapa tantangan dan potensi kerusakan yang terdapat dalam kawasan ini adalah sebagai berikut: x Diperlukan aksesibilitas antar desa dan akses menuju pusat kegiatan perkotaan x Sanitasi dan sumber air perumahan belum terlayani dan memenuhi syarat kesehatan x Diperlukan jalan akses dalam lingkungan perdesaan yang layak x Rumah masyarakat yang belum layak huni Adapun indikasi program utama berdasarkan kebutuhan dari masing-masing tantangan dan potensi kerusakan tersebut adalah : x Pembangunan jalan poros desa menuju jalan perkotaan x Pembangunan MCK, IPAL, IPLT dan SPAM x Pembangunan jalan lingkungan perdesaan x Pembangunan perumahan layak huni
148
3.2.2
Analisis Kelayakan Program Jangka Pendek Antar Kawasan
A. Analisis Kelayakan Program Jangka Pendek Antar Kawasan (29.1) Morotai – Tobelo dan Kawasan (29.2) Sofifi – Ternate – Tidore 1. Kawasan Sidangoli Kawasan Sidangoli terletak di Kabupaten Halmahera Barat. Kawasan ini merupakan kawasan strategis dari sudut kepentingan perekonomian dengan pengembangan pada sektor pendidikan dan industri. Kawasan Sidangoli mempunyai potensi perdagangan dan jasa, perkebunan, industri pertambangan, kawasan pertambangan, pariwisata, permukiman, pengolahan, dan penangkapan perikanan. Beberapa tantangan dan potensi kerusakan yang terdapat dalam kawasan ini adalah sebagai berikut : x Kurang optimalnya pemanfaatan dan pengembangan potensi sumber daya air x Terdapat kawasan yang rawan terkena abrasi pantai x Diperlukan pengembangan dan peningkatan sarana dan prasarana air bersih Adapun indikasi program utama berdasarkan kebutuhan dari masing-masing tantangan dan potensi kerusakan tersebut adalah : x Pembangunan sarana dan prasarana air baku x Pembangunan pengamanan pantai x Penyediaan dan pengembangan sarana air minum B. Analisis Kelayakan Program Jangka Pendek Antar Kawasan (31.1) Ekonomi Terpadu dan Strategis Pariwisata Sorong – Raja Ampat dan Kawasan (31.2) Pertumbuhan Baru Manokwari 1. PKW Ayamaru PKW Ayamaru berada di Kabupaten Maybrat dengan luas wilayah 5.461,69 km² dan jumlah penduduk pada tahun 2013 mencapai 35.798 jiwa. Jumlah PDRB kabupaten ini Rp. 394,64 Miliar dengan PDRB/Kapita Rp. 10,78 Juta. Beberapa tantangan dan potensi kerusakan yang terdapat di PKW Ayamaru adalah sebagai berikut : x Kurangnya sumber air bersih dan pasokan yang kontinyu untuk masyarakat perkotaan x Diperlukan aksesibilitas transportasi antar kawasan untuk menghubungkan wilayah yang belum memiliki jaringan jalan dan
149
jembatan yang dipisahkan oleh aliran sungai serta peningkatan kualitas jalan x Terjadi pemusatan penduduk sehingga akan menimbulkan lingkungan yang padat dan kumuh x Kurangnya pasokan air bersih Adapun indikasi program utama berdasarkan kebutuhan dari masing-masing tantangan dan potensi kerusakan tersebut adalah : x Pembangunan embung dan intake air baku x Pembangunan drainase perkotaan x Perlindungan terhadap abrasi Pantai Utara Ayamaru x Pembangunan jalan dan jembatan perkotaan dan antar perkotaan di Ayamaru x Pembangunan perumahan masyarakat Ayamaru x Pembangunan infrastruktur SPAM regional/perkotaan x Pembangunan IPAL dan persampahan 2. Bandar Udara Werur Bandar Udara Werur berada di Kabupaten Tambrauw dengan panjang landasan 1.200 m. Bandar udara ini melayani akses penerbangan antar kabupaten dan menuju pusat provinsi. Beberapa tantangan dan potensi kerusakan di Bandar Udara Werur adalah sebagai berikut : x Diperlukan pengembangan dan peningkatan sarana dan prasarana air bersih untuk menunjang kegiatan Bandar Udara Werur x Ketersediaan akses jalan menuju Bandar Udara Werur masih perlu ditingkatkan x Kurangnya ketersediaan pasokan air minum di beberapa tempat dan terdapat penumpukan sampah karena tidak memadainya tempat pembuangan sampah Adapun indikasi program utama pada Bandar Udara Werur adalah sebagai berikut : x Pembangunan infrastruktur sarana dan prasarana air baku x Pembangunan jalan dan jembatan menuju Bandar Udara Werur x Peningkatan kapasitas air minum dan air baku kawasan bandar udara x Penyediaan TPS x Pembangunan perumahan masyarakat
150
3. Pelabuhan Laut Segun (PL) Pelabuhan Laut Segun berada di Kabupaten Sorong Selatan. Beberapa tantangan dan potensi kerusakan yang terdapat di Pelabuhan Laut Segun adalah sebagai berikut : x Kebutuhan air baku x Peningkatan akses jalan dan jembatan x Kebutuhan air baku yang besar, serta limbah dan sanitasi kawasan pelabuhan x Kebutuhan perumahan buruh dan masyarakat pesisir Adapun indikasi program utama yang dibutuhkan di Pelabuhan Laut Segun, yaitu : x Pembangunan infrastruktur penampungan air baku x Pembangunan jalan dan jembatan menuju pelabuhan x Peningkatan dan pembangunan intake air baku x Pembangunan IPAL, IPLT dan TPS kawasan pelabuhan x Pembangunan infrastruktur rumah khusus, rumah susun, dan swadaya C.
Analisis Kelayakan Program Jangka Pendek Antar Kawasan (33.1) Pertumbuhan Baru Nabire dan Kawasan (33.2) Pertumbuhan Baru Timika 1. Kawasan Taman Nasional Lorentz (Profil kawasan ini sudah dijelaskan pada Subbab 3.2.1)
D. Analisis Kelayakan Program Jangka Pendek Antar Kawasan (34.1) Pertumbuhan Baru Jayapura – Skouw dan Kawasan (34.2) Pertumbuhan Baru Merauke – Salor Muting – Tanah 1. PKW Arso PKW Arso berada di Kabupaten Keerom dengan luas wilayahnya 9.365 km² dan jumlah penduduk pada tahun 2014 mencapai 53.041 jiwa. PKW Arso terdiri dari 7 distrik dan 61 kampung. Berdasarkan kebijakan RTRW Provinsi Papua, Arso termasuk dalam KPE – Mamta dengan arahan pengembangan wilayah sebagai sentra pengembangan industri kecil dan menengah serta perkebunan (kakao, kelapa sawit, kelapa, dan sagu). Beberapa tantangan dan potensi kerusakan yang ditemukan di PKW Arso adalah sebagai berikut : x Perlu penanganan terhadap kawasan rawan banjir di beberapa titik karena luapan air sungai dan kurangnya air baku x Diperlukan aksesibilitas transportasi antar kawasan untuk menghubungkan wilayah yang belum memiliki jaringan jalan dan
151
jembatan yang dipisahkan oleh aliran sungai serta peningkatan kualitas jalan x Perlu penanganan limbah rumah tangga, air minum, persampahan, dan lingkungan kumuh x Kurang tersedianya perumahan untuk masyarakat Adapun indikasi program utama untuk PKW Arso, yaitu : x Pembangunan infrastruktur penampungan air baku x Pengendalian banjir x Pembangunan jalan dan jembatan perkotaan dan antar perkotaan di Arso x Pembangunan infrastruktur IPAL, SPAM, persampahan, dan penataan lingkungan kumuh x Pembangunan perumahan masyarakat Arso 2. KTM Senggi KTM Senggi berada di Kampung Usku, Distrik Senggi, Kabupaten Keerom. KTM Senggi diarahkan untuk budidaya tanaman pangan berupa tanaman kedelai. Adapun tantangan dan potensi kerusakan yang ditemukan di KTM Senggi adalah sebagai berikut : x Perlu penanganan terhadap banjir akibat luapan air sungai x Ketersediaan jaringan jalan di KTM Senggi masih sangat terbatas x Diperlukan penyediaan air bersih, sanitasi lingkungan dan infrastruktur lingkungan KTM x Kurang tersedianya perumahan untuk masyarakat Adapun indikasi program utama untuk mengatasi tantangan dalam pengembangan KTM Senggi, yaitu : x Pembangunan infrastruktur pengendali banjir di KTM x Pembangunan jalan lingkungan KTM x Pembangunan distribusi air bersih, persampahan, dan pengelolaan air limbah x Pembangunan infrastruktur rumah khusus dan swadaya 3.
Kawasan Perbatasan Darat Negara RI dengan PNG (Kab. Keerom, Kab. Boven Digoel, dan Kab. Pegunungan Bintang) (Profil kawasan ini sudah dijelaskan pada Subbab 3.2.1) 4. PKSN Tanah Merah PKSN Tanah Merah berada di Kabupaten Boven Digoel dengan luas wilayah sebesar 27.837 km² dan jumlah penduduk tahun 2014 mencapai 58.840 jiwa.
152
Potensi wilayah ini diarahkan sebagai sentra produksi pertanian, perkebunan (kopi), peternakan, dan perikanan. Beberapa tantangan dan potensi kerusakan yang terdapat dalam pengembangan PKSN Tanah Merah adalah sebagai berikut : x Ketersediaan sarana dan prasarana dasar di kawasan perbatasan belum memadai, khususnya untuk sarana dan prarasana transportasi serta sarana dan prasarana dasar sosial dan ekonomi x Perlu penanganan terhadap banjir akibat luapan air sungai dan kekurangan air bersih x Perlu penanganan limbah rumah tangga, air minum, dan persampahan x Kurang tersedianya perumahan untuk pemukiman masyarakat kurang mampu Adapun indikasi program utama dalam pengembangan PKSN Tanah Merah, yaitu : x Pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan x Pembangunan infrastruktur penampungan air baku, jaringan irigasi, dan pengendalian banjir x Pembangunan infrastruktur IPAL, SPAM, dan penataan lingkungan kumuh x Pembangunan rumah khusus dan swadaya 3.2.3
Analisis Kelayakan Program Jangka Pendek Antar WPS
A. Analisis Kelayakan Program Jangka Pendek Antar WPS 29 Ternate – Sofifi – Daruba dan WPS 30 Ambon – Masohi 1. KI Buli Kawasan Industri Buli/Halmahera Timur berada di Kecamatan Buli, Kabupaten Halmahera Timur dengan luas hingga 300 ha. Beberapa infrastruktur pendukung kawasan ini yaitu terdapat jaringan jalan provinsi yang menghubungkan Kota Maba ke Buli sepanjang 1,5 km, Bandara Buli, serta Pelabuhan milik PT. Antam. Saat ini sedang dibangun smelter pengolahan biji nikel. Buli mempunyai potensi perdagangan dan jasa, perkebunan, kawasan dan industri pertambangan, pariwisata, permukiman, pengolahan, dan penangkapan perikanan. Beberapa tantangan dan dukungan infrastruktur yang diperlukan KI Buli adalah sebagai berikut : x Kurang tersedianya air baku untuk kebutuhan masyarakat x Diperlukan peningkatan infrastruktur jalan menuju kawasan
153
x Diperlukan penyediaan perumahan bagi pekerja di kawasan industri Adapun indikasi program utama dalam pengembangan KI Buli, yaitu : x Pembangunan sarana/prasarana air baku x Peningkatan dan pelebaran jalan menuju kawasan industri x Pembangunan rumah susun untuk pekerja 2. KPPN Maba Kawasan Perdesaan Prioritas Nasional Maba yang berada di Kabupaten Halmahera Timur mempunyai potensi budidaya perikanan, distribusi kayu, perkebunan, dan pariwisata. Kawasan ini berpotensi pada sektor perdagangan dan jasa, perkebunan, pariwisata, dan permukiman. Beberapa tantangan dan potensi kerusakan yang terdapat pada KPPN Maba adalah sebagai berikut : x Masih kurangnya ketersediaan air baku untuk kebutuhan sehari-hari x Terjadinya abrasi pantai akibat terjangan gelombang x Diperlukan jaringan jalan yang mendukung konektivitas antar kawasan perdesaan x Masih kurangnya pipa distribusi penyaluran air minum x Diperlukan penyediaan perumahan layak huni Adapun indikasi program utama untuk mengatasi tantangan dalam pengembangan KPPN Maba, yaitu : x Pembangunan sarana/prasarana air baku x Pembangunan konstruksi pengaman pantai x Pembangunan jalan poros x Pembangunan SPAM perdesaan berbasis masyarakat x Pembangunan rumah swadaya bagi MBR 3. Pelabuhan Laut Dorosagu Pelabuhan Laut Dorosagu yang berada di Kabupaten Halmahera Timur merupakan pintu gerbang kegiatan perekonomian dan tempat distribusi muatan atau barang. Pelabuhan ini mendukung potensi di sektor perdagangan dan jasa, pariwisata, permukiman, serta pengolahan dan penangkapan perikanan. Adapun tantangan dan potensi kerusakan di kawasan ini adalah diperlukan peningkatan jaringan jalan yang mendukung konektivitas menuju pelabuhan, maka dari itu indikasi program utamanya yaitu peningkatan dan pelebaran jalan menuju pelabuhan.
154
4. Pelabuhan Pengumpan Lokal Subaim Pelabuhan Pengumpan Lokal Subaim yang berada di Kabupaten Halmahera Timur merupakan tempat kegiatan alih moda transportasi dan penunjang kegiatan industri dan perdagangan. Pelabuhan ini mendukung potensi di sektor perdagangan dan jasa, pariwisata, permukiman, serta pengolahan dan penangkapan perikanan. Adapun tantangan dan potensi kerusakan di kawasan ini adalah diperlukan peningkatan jaringan jalan yang mendukung konektivitas menuju pelabuhan, maka dari itu indikasi program utamanya adalah peningkatan dan pelebaran jalan menuju pelabuhan. 5. PKW Labuha PKW Labuha adalah ibukota atau pusat pemerintahan dari Kabupaten Halmahera Selatan yang merupakan sebuah kabupaten di sebelah selatan wilayah Provinsi Maluku Utara. Provinsi Maluku Utara merupakan provinsi yang relatif baru hasil pemekaran dari Provinsi Maluku. Kabupaten Halmahera Selatan resmi berdiri pada tanggal 9 Juni tahun 2003. Semenjak resmi menjadi kabupaten, kontrol pemerintahan wilayah ini dipusatkan di Kota Labuha. Kota Labuha sendiri terletak di Pulau Bacan, salah satu pulau terbesar yang dimiliki Kabupaten Halmahera Selatan. PKW Labuha mempunyai potensi budidaya dan penangkapan perikanan, pertambangan, perkebunan, dan pariwisata. Beberapa tantangan dan potensi kerusakan yang terdapat pada PKW Labuha adalah sebagai berikut : x Diperlukan alternatif sumber air baku yang ada untuk memenuhi kebutuhan sumber air minum x Terjadinya abrasi pantai akibat terjangan gelombang x Diperlukan peningkatan jaringan jalan yang mendukung konektivitas kawasan x Sering terjadi genangan ketika hujan x Adanya penumpukan sampah karena tempat yang ada tidak memadai x Belum adanya pengelolaan air limbah dan tinja dari rumah tangga x Masih banyaknya masyarakat yang belum mempunyai akses air bersih x Masih banyaknya perumahan kumuh di pinggir pantai x Diperlukan penyediaan perumahan layak huni Adapun indikasi program utama untuk mengatasi tantangan dalam pengembangan PKW Labuha, yaitu : x Pembangunan sarana dan prasarana air baku x Pembangunan konstruksi pengaman pantai
155
x x x x x x x
Peningkatan jaringan jalan dan jembatan Pembangunan drainase Pembangunan TPST/3R Pembangunan sistem air limbah terpusat skala kota dan komunal Pembangunan SPAM IKK Penataan kawasan kumuh Pembangunan rumah swadaya bagi MBR
6. Pelabuhan Pengumpan Lokal Pigaraja Pelabuhan Pengumpan Lokal Pigaraja yang berada di Kabupaten Halmahera Selatan merupakan tempat kegiatan alih moda transportasi dan penunjang kegiatan perdagangan. Pelabuhan ini mendukung potensi di sektor perikanan, pariwisata, dan perdagangan. Tantangan dan potensi kerusakan di kawasan ini adalah diperlukan peningkatan jaringan jalan yang mendukung konektivitas menuju pelabuhan, maka dari itu indikasi program utamanya yaitu peningkatan dan pelebaran jalan menuju pelabuhan. 7. Pelabuhan Pengumpan Lokal Pelita Pelabuhan Pengumpan Lokal Pelita yang berada di Kabupaten Halmahera Selatan merupakan tempat kegiatan alih moda transportasi dan penunjang kegiatan perdagangan. Pelabuhan ini mendukung potensi di sektor perikanan, pariwisata dan perdagangan. Tantangan dan potensi kerusakan di kawasan ini adalah diperlukan peningkatan jaringan jalan yang mendukung konektivitas menuju pelabuhan, maka dari itu indikasi program utamanya yaitu peningkatan dan pelebaran jalan menuju pelabuhan. 8. Pelabuhan ASDP Wayaloar Pelabuhan ASDP Wayaloar yang berada di Kabupaten Halmahera Selatan melayani perpindahan muatan (barang dan penumpang) antar pulau dengan ruteWayaloar-Sanana dan Wayaloar-Seram Utara. Pelabuhan ini mendukung potensi di sektor perikanan, pariwisata dan perdagangan. Tantangan dan potensi kerusakan di kawasan ini adalah diperlukan peningkatan jaringan jalan yang mendukung konektivitas menuju pelabuhan, maka dari itu indikasi program utamanya yaitu peningkatan dan pelebaran jalan menuju pelabuhan. 9. PKW Sanana PKW Sanana merupakan ibukota dari Kabupaten Kepulauan Sula. Kota ini merupakan hasil pemekaran wilayah yang berdasarkan Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2003. Total luas wilayah Sanana
156
adalah 429,44 km² dengan pusat pertumbuhan Gugus Kepulauan Sula Bagian Barat dan Gugus Kepulauan Sula Bagian Timur. PKW Sanana memiliki potensi di sektor perikanan, pertanian, pertambangan, pariwisata, perdagangan dan jasa, serta permukiman. Beberapa tantangan dan potensi kerusakan yang terdapat pada PKW Sanana adalah sebagai berikut : x Diperlukan alternatif sumber air baku yang ada untuk memenuhi kebutuhan sumber air minum x Terjadinya abrasi pantai akibat terjangan gelombang x Diperlukan peningkatan jaringan jalan yang mendukung konektivitas kawasan x Sering terjadi genangan ketika hujan x Adanya penumpukan sampah karena tempat yang ada tidak memadai x Belum adanya pengelolaan air limbah dan tinja dari rumah tangga x Masih banyaknya masyarakat yang belum mempunyai akses air bersih x Diperlukan penyediaan perumahan layak huni Adapun indikasi program utama untuk mengatasi tantangan dalam pengembangan PKW Sanana, yaitu : x Pembangunan sarana dan prasarana air baku x Pembangunan konstruksi pengaman pantai x Peningkatan jaringan jalan dan jembatan x Pembangunan drainase x Pembangunan TPST/3R x Pembangunan sistem air limbah terpusat skala kota dan komunal x Pembangunan SPAM IKK x Pembangunan rumah swadaya bagi MBR 10. PKW Werinama PKW Werinama berada di Kabupaten Seram Bagian Timur sebagai pusat pengembangan perikanan dan kelautan berbasis riset pengembangan kelautan, pengembangan prasarana dan sarana perkotaan untuk mendukung kegiatan perdagangan dan jasa dan mempunyai potensi di sektor perikanan, pertanian, pertambangan, pariwisata, perdagangan dan jasa serta permukiman. Beberapa tantangan dan potensi kerusakan yang terdapat pada PKW Werinama adalah sebagai berikut: x Diperlukan alternatif sumber air baku yang ada untuk memenuhi kebutuhan sumber air minum
157
x x x x x x x x
Terjadinya abrasi pantai akibat terjangan gelombang Sering meluapnya air Sungai Werinama pada waktu hujan Diperlukan peningkatan jaringan jalan yang mendukung konektivitas kawasan Adanya penumpukan sampah karena tempat yang ada tidak memadai Belum adanya pengelolaan air limbah dan tinja dari rumah tangga Masih banyaknya masyarakat yang belum mempunyai akses air bersih Masih banyaknya perumahan kumuh di pinggir pantai Diperlukan penyediaan perumahan layak huni
Adapun indikasi program utama untuk mengatasi tantangan dalam pengembangan PKW Werinama, yaitu : x Pembangunan sarana dan prasarana air baku x Pembangunan konstruksi pengaman pantai x Pembangunan turap sungai x Peningkatan jaringan jalan dan jembatan x Pembangunan TPST/3R x Pembangunan sistem air limbah terpusat skala kota dan komunal x Pembangunan SPAM IKK x Penataan kawasan kumuh x Pembangunan rumah swadaya bagi MBR 11. PKW Bula PKW Bula merupakan ibukota Kabupaten Seram Bagian Timur dengan luas wilayah Kabupaten Seram Bagian Timur seluruhnya ± 15.887,92 km² yang terdiri dari luas lautan 11.935,84 km² dan luas daratan 3.952,08 km². PKW Bula memiliki potensi di sektor perikanan, pertanian, pertambangan, pariwisata, perdagangan dan jasa, serta permukiman. Beberapa tantangan dan potensi kerusakan yang terdapat pada PKW Bula adalah sebagai berikut : x Diperlukan alternatif sumber air baku yang ada untuk memenuhi kebutuhan sumber air minum x Terjadinya abrasi pantai akibat terjangan gelombang x Diperlukan peningkatan jaringan jalan yang mendukung konektivitas kawasan x Sering terjadi genangan ketika hujan x Adanya penumpukan sampah karena tempat yang ada tidak memadai x Belum adanya pengelolaan air limbah dan tinja dari rumah tangga x Masih banyaknya masyarakat yang belum mempunyai akses air bersih
158
x x
Masih banyaknya perumahan kumuh di pinggir pantai Diperlukan penyediaan perumahan layak huni
Adapun indikasi program utama untuk mengatasi tantangan dalam pengembangan PKW Bula, yaitu : x Pembangunan sarana dan prasarana air baku x Pembangunan konstruksi pengaman pantai x Peningkatan jaringan jalan dan jembatan x Pembangunan drainase x Pembangunan TPST/3R x Pembangunan sistem air limbah terpusat skala kota dan komunal x Pembangunan SPAM IKK x Penataan kawasan kumuh x Pembangunan rumah swadaya bagi MBR 12. KPPN Bula Kawasan Perdesaan Prioritas Nasional Bula yang berada di Kabupaten Seram Bagian Timur memiliki potensi di sektor, pertanian, dan perkebunan. Beberapa tantangan dan potensi kerusakan yang terdapat pada KPPN Bula adalah sebagai berikut : x Diperlukan alternatif sumber air baku yang ada untuk memenuhi kebutuhan sumber air minum x Terjadinya abrasi pantai akibat terjangan gelombang x Diperlukan jaringan jalan yang mendukung konektivitas antar kawasan perdesaan x Masih kurangnya pipa distribusi penyaluran air minum x Diperlukan penyediaan perumahan layak huni Adapun indikasi program utama untuk mengatasi tantangan dalam pengembangan KPPN Bula, yaitu : x Pembangunan sarana dan prasarana air baku x Pembangunan konstruksi pengaman pantai x Pembangunan jalan poros x Pembangunan SPAM perdesaan berbasis masyarakat x Pembangunan rumah swadaya bagi MBR 13. PKW Tual PKW Tual berada di Kota Tual dengan luas wilayah 19.088,29 km² yang terdiri dari luas daratan 352,66 km² (1,33 %) dan luas lautan 18.736 km² (98,67%). Kota Tual Kepulauan (city of small islands) merupakan gugusan pulau - pulau
159
kecil yang terdiri dari 66 pulau dimana 13 pulau diantaranya berpenghuni, memiliki sumberdaya kelautan dan perikanan yang melimpah serta kondisi pulau-pulau kecil dan pesisir yang indah permai karena dikelilingi pasir putih. Kota Tual mempunyai potensi di sektor perikanan, pertanian, pertambangan dan pariwisata. Beberapa tantangan dan potensi kerusakan yang terdapat pada PKW Tual adalah sebagai berikut : x Diperlukan alternatif sumber air baku yang ada untuk memenuhi kebutuhan sumber air minum x Terjadinya abrasi pantai akibat terjangan gelombang x Diperlukan peningkatan jaringan jalan yang mendukung konektivitas kawasan x Sering terjadi genangan ketika hujan x Adanya penumpukan sampah karena tempat yang ada tidak memadai x Belum adanya pengelolaan air limbah dan tinja dari rumah tangga x Masih banyaknya masyarakat yang belum mempunyai akses air bersih x Masih banyaknya perumahan kumuh di pinggir pantai x Diperlukan penyediaan perumahan layak huni Adapun indikasi program utama untuk mengatasi tantangan dalam pengembangan PKW Tual, yaitu : x Pembangunan sarana dan prasarana air baku x Pembangunan konstruksi pengaman pantai x Peningkatan jaringan jalan dan jembatan x Pembangunan drainase x Pembangunan TPST/3R x Pembangunan sistem air limbah terpusat skala kota dan komunal x Pembangunan SPAM IKK x Penataan kawasan kumuh x Pembangunan rumah swadaya bagi MBR 14. PPN Tual PPN Tual berada di Kabupaten Maluku Tenggara merupakan pelabuhan dengan tipe Jetty yang berukuran 150 m x 6 m dengan cause way 2 (60 m x 2 m). PPN Tual mempunyai potensi di sektor perikanan, pertanian, pertambangan dan pariwisata. Terdapat tantangan di PPN Tual yaitu banyaknya sampah dan limbah ikan yang dibuang sembarangan, maka dari itu indikasi program utamanya yaitu dibutuhkan pembangunan TPS.
160
15. Pelabuhan ASDP Tayando Pelabuhan ASDP Tayando yang berada di Kota Tual melayani perpindahan muatan (barang dan penumpang) antar pulau dengan rute Tayando-Tam dan Tayando-Kur. Pelabuhan ini mendukung potensi di sektor perikanan dan pariwisata. Terdapat tantangan dan potensi kerusakan di Pelabuhan ASDP Tayando yaitu diperlukan peningkatan jaringan jalan yang mendukung konektivitas menuju pelabuhan, maka dari itu indikasi program utamanya yaitu peningkatan dan pelebaran jalan menuju pelabuhan. 16. PKW Namlea PKW Namlea merupakan sebuah kecamatan di Kabupaten Buru. Kecamatan Namlea merupakan ibukota Kabupaten Buru yang terdiri dari 11 desa dan 9 dusun dengan luas wilayah 951,15 km². PKW Namlea mempunyai potensi di sektor perikanan, pertanian, pertambangan, dan pariwisata. Beberapa tantangan dan potensi kerusakan yang terdapat pada PKW Namlea adalah sebagai berikut : x Diperlukan alternatif sumber air baku yang ada untuk memenuhi kebutuhan sumber air minum x Terjadinya abrasi pantai akibat terjangan gelombang x Diperlukan peningkatan jaringan jalan yang mendukung konektivitas kawasan x Adanya penumpukan sampah karena tempat yang ada tidak memadai x Belum adanya pengelolaan air limbah dan tinja dari rumah tangga x Masih banyaknya masyarakat yang belum mempunyai akses air bersih x Masih banyaknya perumahan kumuh di pinggir pantai x Diperlukan penyediaan perumahan layak huni Adapun indikasi program utama untuk mengatasi tantangan dalam pengembangan PKW Namlea, yaitu : x Pembangunan sarana dan prasarana air baku x Pembangunan konstruksi pengaman pantai x Peningkatan jaringan jalan dan jembatan x Pembangunan TPST/3R x Pembangunan sistem air limbah terpusat skala kota dan komunal x Pembangunan SPAM IKK x Penataan kawasan kumuh x Pembangunan rumah swadaya bagi MBR
161
17. Bandar Udara Namniwel Bandar Udara Namniwel berada di Kecamatan Namlea, Kabupaten Buru. Bandar udara yang berjarak sekitar 6 km dari Kota Namlea ini memiliki ukuran landasan pacu 750 m × 23 m. Bandar udara ini mempunyai potensi di sektor pertambangan dan pariwisata. Terdapat tantangan dan potensi kerusakan di bandar udara ini yaitu diperlukan peningkatan infrastruktur jalan menuju kawasan bandar udara, maka dari itu indikasi program utamanya yaitu peningkatan dan pelebaran jalan menuju kawasan bandar udara. 18. Pelabuhan Air Buaya Pelabuhan Air Buaya berada di Kabupaten Buru merupakan tempat kegiatan alih moda transportasi dan penunjang kegiatan perdagangan yang melayani rute Air Buaya-Leksula dan Air Buaya-Taniwel. Pelabuhan yang memiliki konstruksi pelabuhan beton dengan tipe T-Shape ini mempunyai potensi di sektor perikanan dan pariwisata. Terdapat tantangan dan potensi kerusakan di pelabuhan ini yaitu diperlukan peningkatan jaringan jalan yang mendukung konektivitas menuju pelabuhan, maka dari itu indikasi program utamanya yaitu peningkatan dan pelebaran jalan menuju pelabuhan. 19. Pelabuhan Pengumpan Lokal Bilorro (Teluk Bara) Pelabuhan Pengumpan Lokal Bilorro (Teluk Bara) berada di Kabupaten Buru Selatan merupakan tempat kegiatan alih moda transportasi dan penunjang kegiatan perdagangan. Pelabuhan yang memiliki konstruksi pelabuhan beton dengan tipe T-Shape ini mempunyai potensi di sektor perikanan dan pariwisata. Terdapat tantangan dan potensi kerusakan di pelabuhan ini yaitu diperlukan peningkatan jaringan jalan yang mendukung konektivitas menuju pelabuhan, maka dari itu indikasi program utamanya yaitu peningkatan dan pelebaran jalan menuju pelabuhan. 20. PKSN Ilwaki PKSN Ilwaki berada di Kabupaten Maluku Barat Daya, yang berbatasan laut dengan Negara Timor Leste. Kawasan ini mempunyai potensi di sektor perikanan, pertanian, pertambangan, dan pariwisata. Beberapa tantangan dan potensi kerusakan yang terdapat pada PKSN Ilwaki adalah sebagai berikut : x Diperlukan alternatif sumber air baku yang ada untuk memenuhi kebutuhan sumber air minum x Diperlukan jaringan jalan yang mendukung konektivitas antar kawasan perbatasan
162
x x
Masih banyaknya masyarakat yang belum mempunyai akses air bersih Diperlukan penyediaan perumahan layak huni
Adapun indikasi program utama untuk mengatasi tantangan dalam pengembangan PKSN Ilwaki, yaitu : x Pembangunan sarana dan prasarana air baku x Pembangunan jalan poros x Pembangunan SPAM IKK x Pembangunan rumah khusus bagi TNI/POLRI 21. Pelabuhan ASDP Moa Pelabuhan ASDP Moa berada di Kabupaten Maluku Barat Daya. Pelabuhan ini melayani perpindahan muatan (barang dan penumpang) antar pulau dengan rute Moa - Lakor dan Moa - Leti. Pelabuhan yang memiliki konstruksi pelabuhan beton dengan ukuran 38 m x 8 m ini mempunyai potensi di sektor perikanan, pertanian, pertambangan, dan pariwisata. Terdapat tantangan dan potensi kerusakan di pelabuhan ini yaitu diperlukan peningkatan jaringan jalan yang mendukung konektivitas menuju pelabuhan, maka dari itu indikasi program utamanya yaitu peningkatan dan pelebaran jalan menuju pelabuhan. 22. Pelabuhan ASDP Leti Pelabuhan ASDP Leti berada di Kabupaten Maluku Barat Daya. Pelabuhan ini melayani perpindahan muatan (barang dan penumpang) antar pulau dengan rute Leti - Moa & Leti - Kisar/Wonreli. Pelabuhan yang memiliki konstruksi pelabuhan beton tipe L-Shape dengan ukuran 70 m x 8 m ini mempunyai potensi di sektor perikanan, pertanian, pertambangan, dan pariwisata. Terdapat tantangan dan potensi kerusakan di pelabuhan ini yaitu diperlukan peningkatan jaringan jalan yang mendukung konektivitas menuju pelabuhan, maka dari itu indikasi program utamanya yaitu peningkatan dan pelebaran jalan menuju pelabuhan. 23. PKSN Dobo PKSN Dobo berada di Kabupaten Kepulauan Aru yang berbatasan laut dengan Negara Australia. Potensi yang dimiliki bernilai ekonomis yang sangat besar terutama potensi sumber daya alam berupa hasil hutan, tambang dan mineral, perikanan, dan kelautan. Beberapa tantangan dan potensi kerusakan yang terdapat pada PKSN Dobo adalah sebagai berikut : x Diperlukan alternatif sumber air baku yang ada untuk memenuhi kebutuhan sumber air minum
163
x x x
Diperlukan jaringan jalan yang mendukung konektivitas antar kawasan perbatasan Masih banyaknya masyarakat yang belum mempunyai akses air bersih Diperlukan penyediaan perumahan layak huni
Adapun indikasi program utama untuk mengatasi tantangan dalam pengembangan PKSN Dobo, yaitu : x Pembangunan sarana dan prasarana air baku x Pembangunan jalan poros x Pembangunan SPAM IKK x Pembangunan rumah khusus bagi TNI/POLRI 24. Pelabuhan Penyebrangan Dobo Pelabuhan Penyebrangan Dobo berada di Kabupaten Kepulauan Aru. Pelabuhan ini melayani perpindahan muatan (barang dan penumpang) antar pulau dengan rute Kota Tual, Banda, Tanimbar, Yamdena, bahkan sampai ke Merauke. Pelabuhan ini mempunyai potensi di sektor perikanan dan pariwisata. Terdapat tantangan dan potensi kerusakan di pelabuhan ini yaitu diperlukan peningkatan jaringan jalan yang mendukung konektivitas menuju pelabuhan, maka dari itu indikasi program utamanya yaitu peningkatan dan pelebaran jalan menuju pelabuhan. 25. Pelabuhan ASDP Weda Pelabuhan ASDP Weda berada di Kabupaten Halmahera Tengah. Pelabuhan ini melayani perpindahan muatan (barang dan penumpang) antar pulau selain memiliki potensi di sektor perikanan dan pariwisata. Terdapat tantangan dan potensi kerusakan di pelabuhan ini yaitu diperlukan peningkatan jaringan jalan yang mendukung konektivitas menuju pelabuhan, maka dari itu indikasi program utamanya yaitu peningkatan dan pelebaran jalan menuju pelabuhan. 26. Pelabuhan Pengumpan Lokal Sepo Pelabuhan Pengumpan Lokal Sepo yang berada di Kabupaten Halmahera Tengah ini merupakan tempat kegiatan alih moda transportasi dan penunjang kegiatan perdagangan. Terdapat tantangan dan potensi kerusakan di pelabuhan ini yaitu diperlukan peningkatan jaringan jalan yang mendukung konektivitas menuju pelabuhan, maka dari itu indikasi program utamanya yaitu peningkatan dan pelebaran jalan menuju pelabuhan.
164
27. Pelabuhan Pengumpan Lokal Seira Pelabuhan Pengumpan Lokal Seira yang berada di Kabupaten Maluku Tenggara Barat ini merupakan tempat kegiatan alih moda transportasi dan penunjang kegiatan perdagangan dengan rute Seira – Saumlaki dan Seira Wunlah. Terdapat tantangan dan potensi kerusakan di pelabuhan ini yaitu diperlukan peningkatan jaringan jalan yang mendukung konektivitas menuju pelabuhan, maka dari itu indikasi program utamanya yaitu peningkatan dan pelebaran jalan menuju pelabuhan. 28. PKSN Saumlaki PKSN Saumlaki yang berada di Kabupaten Maluku Tenggara Barat merupakan kawasan yang berbatasan laut dengan Negara Timor Leste dan Australia. Kawasan ini memiliki potensi di sektor pertanian, kehutanan, perikanan dan rumput laut. Beberapa tantangan dan potensi kerusakan yang terdapat pada PKSN Saumlaki adalah sebagai berikut: x Diperlukan alternatif sumber air baku yang ada untuk memenuhi kebutuhan sumber air minum x Diperlukan jaringan jalan yang mendukung konektivitas antar kawasan perbatasan x Masih banyaknya masyarakat yang belum mempunyai akses air bersih x Diperlukan penyediaan perumahan layak huni Adapun indikasi program utama untuk mengatasi tantangan dalam pengembangan PKSN Saumlaki, yaitu : x Pembangunan sarana dan prasarana air baku x Pembangunan jalan poros x Pembangunan SPAM IKK x Pembangunan rumah khusus bagi TNI/POLRI 29. Pelabuhan Pengumpan Lokal Wolu Pelabuhan Pengumpan Lokal Wolu berada di Kabupaten Maluku Tengah. Salah satu kegiatan di pelabuhan ini adalah sebagai tempat kegiatan alih moda transportasi selain sebagai penunjang dalam kegiatan perdagangan. Adapun dukungan yang dibutuhkan dalam pengembangan Pelabuhan Pengumpan Lokal Wolu adalah diperlukan peningkatan jaringan jalan yang mendukung konektivitas menuju pelabuhan, untuk itu indikasi program utamanya yaitu peningkatan dan pelebaran jalan menuju pelabuhan.
165
30. Pelabuhan ASDP Wunlah Pelabuahan ASDP Wunlah berada di Kabupaten Maluku Tenggara Barat. Salah satu kegiatan di pelabuhan ini adalah sebagai tempat kegiatan alih moda transportasi dan penunjang kegiatan perdagangan dengan rute Wunlah – Seira dan Wunlah - Larat. Pelabuhan ini mempunyai potensi di sektor perikanan dan pariwisata. Adapun dukungan yang dibutuhkan dalam pengembangan Pelabuhan ASDP Wunlah adalah diperlukan peningkatan jaringan jalan yang mendukung konektivitas menuju pelabuhan, untuk itu indikasi program utamanya yaitu peningkatan dan pelebaran jalan menuju pelabuhan. B. Analisis Kelayakan Program Jangka Pendek Antar WPS 31 Sorong – Manokwari dan WPS 32 Biak – Manokwari – Bintuni 1. PKW Fakfak PKW Fakfak adalah ibukota dari Kabupaten Fakfak. Luas wilayah PKW Fakfak 2 adalah 14.320 km yang terdiri 9 distrik, 5 kelurahan, dan 118 kampung. Jumlah penduduk pada tahun 2013 mencapai 71.069 jiwa dengan kepadatan 2 penduduk mencapai 4,96 jiwa/km . Tingkat kemiringan/kelerengan sebagian besar merupakan wilayah pegunungan dengan kemiringan >400 dengan luas wilayah mencapai 2.297.964 ha atau sekitar 61% dari total luas. Potensi wisata yang ada di PKW Fakfak antara lain adalah Pantai Patawana, Air Terjun Kiti Kiti, dan Goa Kokas. PKW Fakfak memiliki prasarana transportasi pendukung yaitu Bandara Torea dan Pelabuhan Kokas. Beberapa tantangan dan potensi kerusakan yang terdapat di PKW Fakfak adalah sebagai berikut : x Kurangnya sumber air bersih dan pasokan yang kontinyu untuk masyarakat perkotaan x Diperlukan penanganan terhadap abrasi pantai x Diperlukan aksesibilitas transportasi antar kawasan untuk menghubungkan wilayah yang belum memiliki jaringan jalan dan jembatan yang dipisahkan oleh aliran sungai serta peningkatan kualitas jalan x Terjadi pemusatan penduduk sehingga akan menimbulkan lingkungan yang padat dan kumuh x Kurangnya pasokan air bersih Adapun indikasi program utama berdasarkan kebutuhan dari masing-masing tantangan dan potensi kerusakan tersebut adalah : x Pembangunan embung dan intake air baku
166
x x x x x C.
Perlindungan terhadap abrasi pantai Pembangunan jalan dan jembatan perkotaan dan antar perkotaan Pembangunan perumahan masyarakat Fakfak Pembangunan infrastruktur SPAM regional/perkotaan Pembangunan IPAL dan persampahan
Analisis Kelayakan Program Jangka Pendek Antar WPS 32 Biak – Manokwari – Bintuni dan WPS 33 Nabire – Enarotali – Wamena 1. Pelabuhan ASDP Kaonda dan Pelabuhan Laut Dawai Pelabuhan ASDP Kaonda berada di Distrik Poom, Kabupaten Kepulauan Yapen, sedangkan Pelabuhan Dawai berada di Kampung Dawai, Distrik Yapen Timur, Kabupaten Kepulauan Yapen. Kedua pelabuhan ini dilalui KM. Sabuk Nusantara 29 dengan rute pelayaran melewati Pelabuhan Sarmi, Kaipuri, Waren, Serui dan Nabire. Beberapa tantangan dan potensi kerusakan yang terdapat di kawasan pelabuhan ini adalah sebagai berikut : x Ketersediaan akses jalan menuju Pelabuhan ASDP Kaonda dan Pelabuhan Laut Dawai masih perlu ditingkatkan x Diperlukan pengembangan dan peningkatan sarana dan prasarana air bersih untuk kebutuhan masyarakat x Kurangnya ketersediaan pasokan air minum untuk kebutuhan pelabuhan dan masyarakat sekitarnya x Terdapat penumpukan sampah karena tidak memadainya tempat pembuangan sampah yang ada x Diperlukan peningkatan kualitas rumah bagi nelayan Adapun indikasi program utama yang dibutuhkan di kawasan pelabuhan ini, yaitu : x Peningkatan jalan menuju pelabuhan x Pembangunan infrastruktur sarana dan prasarana air baku x Pengembangan dan peningkatan sarana/prasarana distribusi air bersih dan pembuangan sampah x Pembangunan rumah layak huni 2. Pelabuhan ASDP Waren Pelabuhan ASDP Waren berada di di Kampung Ronggaiwa, Distrik Ureifaisei, Kabupaten Waropen. Pelabuhan ini dilalui KM. Sabuk Nusantara 29 dengan rute pelayaran melewati Pelabuhan Sarmi, Kaipuri, Waren, Serui dan Nabire. Beberapa tantangan dan potensi kerusakan yang terdapat di kawasan pelabuhan ini adalah sebagai berikut :
167
x
Ketersediaan akses jalan menuju Pelabuhan ASDP Waren masih perlu ditingkatkan x Diperlukan pengembangan dan peningkatan sarana dan prasarana air bersih untuk kebutuhan masyarakat x Kurangnya ketersediaan pasokan air minum untuk kebutuhan pelabuhan dan masyarakat sekitarnya, x Terdapat penumpukan sampah karena tidak memadainya tempat pembuangan sampah yang ada x Diperlukan peningkatan kualitas rumah bagi nelayan Adapun indikasi program utama yang dibutuhkan di kawasan pelabuhan ini, yaitu : x Peningkatan jalan menuju pelabuhan x Pembangunan infrastruktur sarana dan prasarana air baku x Pengembangan dan peningkatan sarana/prasarana distribusi air bersih dan pembuangan sampah x Pembangunan rumah layak huni D. Analisis Kelayakan Program Jangka Pendek Antar WPS 33 Nabire – Enarotali – Wamena dan WPS 34 Jayapura – Merauke 1. PKW Sarmi PKW Sarmi adalah ibukota dari Kabupaten Sarmi yang terdiri dari 10 kecamatan, 2 kelurahan, dan 66 desa. PKW Sarmi memiliki luas wilayah 17.740 km² dengan jumlah penduduk pada tahun 2013 mencapai 32.200 jiwa. Beberapa tantangan dan potensi kerusakan yang ditemukan di PKW Sarmi adalah sebagai berikut : x Perlu penanganan terhadap kawasan rawan banjir di beberapa titik karena luapan air sungai dan kurangnya air baku x Ketersediaan akses jalan dan jembatan masih perlu ditingkatkan x Perlu penanganan limbah rumah tangga dan persampahan x Kurang tersedianya perumahan untuk pemukiman masyarakat kurang mampu x Banyaknya rumah-rumah yang sudah tidak layak huni Adapun indikasi program utama untuk PKW Sarmi, yaitu : x Pembangunan infrastruktur penampungan air baku x Pengendalian banjir x pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan x Pembangunan infrastruktur IPAL dan persampahan x Pembangunan rumah khusus dan swadaya
168
2. PKW Bade dan Pelabuhan Bade (PP) PKW Bade merupakan ibukota Distrik Edera, Kabupaten Mappi. PKW Bade memiliki luas wilayah 28.518 km² dengan jumlah penduduk pada tahun 2014 mencapai 87.156 jiwa. Pelabuhan Bade berada di pusat kota Kabupaten Mappi yang dilalui KM R 44 dengan jalur pelayaran meliputi Merauke, Kimaam, Wanam, Bade, Mur, dan Keppi (PP); KM R 44 dengan jalur pelayaran Merauke, Kimaam, Wanam, Bade, Asiki, dan Getentiri (PP); dan KM R 46 dengan jalur pelayaran Merauke, Bade, Agats, Parako, Dobo, Tual, Kaimana, Fakfak, Gorong, Geser, Bintuni, Babo, dan Sorong (PP). Beberapa tantangan dan potensi kerusakan yang ditemukan di kawasan ini adalah sebagai berikut : x Perlu penanganan terhadap kawasan rawan banjir di beberapa titik karena luapan air sungai dan kurangnya air baku x Belum maksimalnya aksesibilitas antar kawasan untuk menghubungkan wilayah yang belum memiliki jaringan jalan dan jembatan yang dipisahkan oleh aliran sungai serta peningkatan kualitas jalan menuju Pelabuhan Bade x Perlu penanganan limbah rumah tangga dan persampahan x Diperlukan peningkatan kualitas rumah bagi nelayan x Kurang tersedianya perumahan untuk masyarakat Adapun indikasi program utama untuk PKW Bade, yaitu : x Pembangunan infrastruktur penampungan air baku x Pengendalian banjir x Pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan x Pembangunan infrastruktur IPAL dan persampahan x Pembangunan rumah layak huni 3. Pelabuhan Depapre (PP) Pelabuhan Depapre berada di Teluk Merah, Kabupaten Jayapura, sekitar 30 km dari Sentani. Pelabuhan ini berfungsi sebagai pelabuhan peti kemas, curah air dan curah kering. Beberapa tantangan dan potensi kerusakan di Pelabuhan Depapre adalah sebagai berikut : x Truk kontainer long vehicle yang lalu lalang keluar masuk pelabuhan, berbaurnya kendaraan kecil dan besar, dan daya dukung jalan x Kebutuhan air baku yang besar x Terdapat limbah dan sanitasi kawasan pelabuhan x Kebutuhan perumahan buruh dan masyarakat pesisir
169
Adapun indikasi program utama pada Pelabuhan Depapre, yaitu : x Pembangunan jalan menuju pelabuhan x Peningkatan dan pembangunan intake air baku x Pembangunan IPAL, IPLT, dan TPS kawasan pelabuhan x Pembangunan perumahan layak huni 4. Bandar Udara Kargo Sentani (Jayapura) Bandar udara yang sebelumnya merupakan bandar udara kelas 1 khusus ini merupakan bandar udara terbesar di Papua dan hub utama untuk menuju wilayah pedalaman Papua. Bandar udara ini terletak di Kota Sentani, Kabupaten Jayapura dengan jarak kurang lebih 40 km dari pusat Kota Jayapura. Beberapa tantangan dan potensi kerusakan di Bandar Udara Kargo Sentani adalah sebagai berikut : x Diperlukan penanganan terhadap banjir akibat luapan air sungai di sekitar bandara x Ketersediaan akses jalan menuju bandar udara masih perlu ditingkatkan x Kurangnya ketersediaan pasokan air bersih dan air minum x Limbah dan persampahan yang belum tertangani dengan baik x Diperlukan pengembangan perumahan bagi MBR Adapun indikasi program utama pada Bandar Udara Kargo Sentani adalah sebagai berikut : x Pembangunan akses jalan bandara x Pembangunan infrastruktur pengendali banjir sungai x Pengembangan dan peningkatan sarana/prasarana distribusi air bersih, limbah, dan pembuangan sampah x Pembangunan infrastruktur rumah khusus, susun, dan swadaya
3.3 Kriteria Pemrograman Jangka Pendek 2018 – 2020 Kepulauan Maluku dan Pulau Papua Mengintegrasikan analisis kelayakan yang telah dibahas pada subbab sebelumnya dengan kriteria pemrograman pada bagian ini adalah dengan mendeskripsikan serta merinci indikasi program pembangunan infrastruktur PUPR jangka pendek menggunakan kriteria (1) lokasi dimana pembangunan infrastruktur PUPR itu diprogramkan; (2) kapan waktu pelaksanaan program; (3) berapa besaran volume; (4) berapa besaran biaya; dan (5) kewenangan pembangunan dilakukan oleh siapa.
170
Pada bagian ini, kriteria pemrograman akan terbagi kedalam 3 bagian yaitu (1) Kriteria Pemrograman Program Pembangunan Infrastruktur PUPR Jangka Pendek dalam Kawasan; (2) Kriteria Pemrograman Program Pembangunan Infrastruktur PUPR Jangka Pendek antar Kawasan dalam WPS; dan (3) Kriteria Pemrograman Program Pembangunan Infrastruktur PUPR Jangka Pendek antar WPS. Berikut adalah salah satu contoh kriteria program pembangunan infrastruktur PUPR jangka pendek 2018-2020 Kawasan Morotai – Tobelo. Informasi rinci terkait dengan keseluruhan analisis kriteria program jangka pendek pembangunan infrastruktur PUPR 2018-2020 Kepulauan Maluku dan Pulau Papua dapat dilihat pada Buku II.
171
172
WPS 29 Pusat Pertumb uhan sedang Berkemb ang TernateSofifiMorotai
WPS
29.1. Kawasan MorotaiTobelo
Fungsi Kawasan Pengembangan
KSPN Morotai
KTM Morotai
Kawasan Terdukung
ada
ada
ada
ada
DED Pembangunan Konstruksi Penahan Ombak Morotai Selatan
Pembangunan Konstruksi Pengaman Pantai
ada
Tidak program
A. Unor SDA
Tidak program
D. Unor Pnp
Tidak program
C. Unor CK
Tidak program
B. Unor BM
Tidak program
A. Unor SDA
Program
Pembangunan Sarana dan Prasarana Air Baku
Pembangunan rumah swadaya bagi MBR
Pembangunan SPAM
Peningkatan jaringan jalan & Jembatan
Pembangunan Sistem Pengembangan Air Baku
Indikasi Program Utama
Kab. Pulau Morotai
Kab. Pulau Morotai
Lokasi
1,00
3,00
2018
2019
Output
Besaran
2020
Dok
m
Satuan
Pusat
Pusat
Kewenangan
FS
Dok ling DED
LARAP
Readines Criteria
Tabel 3.16 Kriteria Pemrograman Program Jangka Pendek dalam Kawasan 29.1 Kawasan Morotai – Tobelo
Lahan
173
WPS
Fungsi Kawasan Pengembangan
KEK Morotai
Kawasan Terdukung
Pembangunan Sistem Pengembangan Air Baku
Tidak ada program
Pembangunan SPAM
Peningkatan & Pelebaran Jalan
Indikasi Program Utama
ada
ada
ada
DED Pembangunan Embung untuk sumber air baku KEK Morotai Pembangunan Tanggul Sungai Ake Pageo
A. Unor SDA
Tidak program
D. Unor Pnp
Tidak program
C. Unor CK
Tidak program
B. Unor BM
Pembangunan Konstruksi Penahan Ombak Pantai Morotai Selatan Tahap I Pembangunan Konstruksi Pengaman Pantai Morotai Selatan Tahap II
Program
Kab. Pulau Morotai
Lokasi
16,00
2018
m
2.000
Pusat
Pusat
Pusat
Pusat
Km
m
Pusat
Kewenangan
Km
Dok
1,00
2020
Satuan
1
1,00
2019
Output
Besaran
2016
2016
FS
Dok ling
2015
DED
LARAP
Readines Criteria Lahan
174
WPS
Fungsi Kawasan Pengembangan
Kawasan Terdukung
Pembangunan perumahan bagi Pekerja
Pembangunan Infrastruktur SPAM Pembangunan Fasilitas Pengolahan Akhir Sampah Terbangunnya infrastruktur air limbah sistem terpusat skala kawasan & Komunal
Peningkatan & Pelebaran Jalan
Indikasi Program Utama
ada
ada
Tidak program
Tidak program
Pembangunan Rusunawa untuk pekerja KEK Morotai Rumah Swadaya Rumah Khusus Nelayan
D. Unor Pnp
ada
Tidak program
C. Unor CK
Pembangunan Jalan Wayabula-Sopi
B. Unor BM
Pembangunan Embung untuk sumber air baku KEK Morotai
Program
Lokasi
1.500,
4
24,00
1
2018
300,00
4
2019
Output
Besaran
4
2020
Pusat Pusat
Unit
Pusat
Pusat
Kewenangan
Pk
TB
km
Unit
Satuan
FS
Dok ling
2017
DED
LARAP
Readines Criteria
Siap
Lahan
175
WPS
Fungsi Kawasan Pengembangan
Kawasan Perdesaan Prioritas Nasional Daruba
PKSN Daruba
Kawasan Terdukung
Pembangunan sarana/prasarana air baku Pembangunan Konstruksi Pengaman Pantai
Pembanguanan Rumah Khusus bagi TNI/POLRI & Rumah Swadaya Bagi MBR
Pengembangan sarana air minum
Peningkatan jaringan jalan & Jembatan
Pembangunan Sarana dan Prasarana Air Baku
Indikasi Program Utama
ada
ada
ada
ada
ada
Tidak program B. Unor BM
ada
Tidak program
A. Unor SDA
Tidak program
D. Unor Pnp
Tidak program
C. Unor CK
Tidak program
B. Unor BM
Tidak program
A. Unor SDA
Rumah Khusus Perbatasan
Program
Kab. Pulau Morotai
Kab. Pulau Morotai
Lokasi
20,00
2018
2019
Output
Besaran
300,00
2020
m
Unit
Satuan
Pusat
Pusat
Kewenangan
FS
Dok ling DED
LARAP
Readines Criteria Lahan
176
WPS
Fungsi Kawasan Pengembangan
PKW Tobelo
Kawasan Terdukung
&
Pembangunan SPAM IKK Penataan Kota Tua Tobelo &
Peningkatan jaringan jalan & Jembatan
Pembangunan Sarana dan Prasarana Air Baku Pembangunan Konstruksi Pengaman Pantai
Pembangunan rumah swadaya bagi MBR
Pembangunan SPAM Perdesaan Berbasis Masyarakat
Pembangunan Jalan Poros Jembatan
Indikasi Program Utama
ada
ada
ada
Tidak program Tidak program
C. Unor CK
Tidak program
ada
ada
ada
ada
Tidak program B. Unor BM
ada
Tidak program
A. Unor SDA
Tidak program
D. Unor Pnp
Tidak program
C. Unor CK
Tidak program
Program
Kab. Halmahe ra Utara
Lokasi
1,00
1,00
7,5
40,00
2018 -
2019
Output
Besaran
-
2020
Paket
Kws
Km
m
Satuan
Pusat
Pusat
Provinsi
Pusat
Kewenangan
FS
Dok ling
2017
2017
2015
DED
LARAP
Readines Criteria
Siap
2017
Siap
Lahan
177
WPS
Fungsi Kawasan Pengembangan
Kawasan Terdukung
Pembanguanan Rumah Swadaya bagi MBR
Kawasan kumuh sekitarnya Pembangunan sistem air limbah terpusat skala kota & Komunal Pembangunan Drainase Pembangunan TPST/3R
Indikasi Program Utama
ada
Tidak ada program Tidak ada program Pembangunan Rumah Khusus Nelayan Peningkatan Kualitas Rumah Swadaya
Tidak program
Program
Lokasi
1,00
2018
350,00
2019
Output
Besaran
3.000
2020
Unit
Unit
Kws
Satuan
Pusat
Pusat
Pusat
Kewenangan
FS
Dok ling
2017
DED
LARAP
Readines Criteria
2017
Lahan
3.4 Program Pembangunan Jangka Pendek Keterpaduan Pengembangan Kawasan dengan Infrastruktur PUPR Kepulauan Maluku dan Pulau Papua Pembangunan yang berjalan haruslah didasarkan pada suatu rencana yang terpadu dan didukung oleh program yang tersinkronisasi atas beberapa kriteria, seperti (a) fungsi kawasan terdukung; (b) lokasi program (kota/kabupaten); (c) waktu pelaksanaan program; (d) besaran program; (e) biaya program; dan (f) kewenangan (pusat/provinsi/kabupaten/kota/swasta). Program Jangka Pendek keterpaduan pengembangan kawasan dengan infrastruktur PUPR di Kepulauan Maluku dan Pulau Papua ini akan menjelaskan terkait program – program yang akan dilaksanakan dalam rangka pengembangan ekonomi wilayah serta mendukung pengembangan kawasan selama tahun 2018 – 2020. 3.4.1
Program Jangka Pendek dalam Kawasan
Program jangka pendek dalam kawasan adalah program – program yang disusun untuk mendukung kawasan – kawasan prioritas yang telah ditetapkan dalam Wilayah Pengembangan Strategis. A. Kawasan (29.1) Morotai – Tobelo Pengembangan Kawasan Pulau Morotai dan Tobelo utamanya dilakukan untuk mendukung pertumbuhan KEK Morotai. Pertumbuhan KEK Morotai akan sejalan dengan bertambahnya jumlah pekerja, untuk itu akan dibangun rusunawa yang dikhususkan bagi para pekerja di wilayah tersebut. Selain Pulau Morotai, terdapat beberapa program yang diperuntukkan bagi pengembangan PKW Tobelo. Program-program pembangunan infrastruktur yang terdapat pada wilayah tersebut dimaksudkan untuk menunjang kebutuhan kawasan yang diantaranya adalah pembangunan bendung dan jaringan irigasi D.I. Jano. Program tersebut dilaksanakan sebagai dukungan terhadap potensi sektor pertanian di wilayah Tobelo. Dalam mendukung konektivitas kawasan, terutama pada posisi Tobelo sebagai PKW, pada sektor Bina Marga diprogramkan pembangunan Jalan Lingkar Halmahera Bagian Utara. Jalan lingkar tersebut akan menghubungkan wilayah Sidangoli, Jailolo, Goal, Kedi, hingga Galela. Pengembangan kawasan PKW Tobelo juga akan didukung dengan pembangunan sektor permukiman dan perumahan dengan ditunjang oleh pembangunan rumah susun dan rumah khusus, serta pembangunan sanimas skala kota.
178
179 Gambar 3.13 Program Jangka Pendek Kawasan Morotai – Tobelo
B. Kawasan (29.2) Sofifi – Ternate – Tidore Kota Ternate dan Tidore Kepulauan merupakan salah satu kawasan padat penduduk yang berfungsi sebagai pusat perdagangan dan jasa. Berdasarkan kondisi tersebut, pada sektor Bina Marga akan dibangun Jembatan Ternate – Tidore sebagai upaya meningkatkan mobilitas antar kawasan. Dari sektor Sumber Daya Air terdapat program pembangunan embung yang diperuntukkan bagi Kota Ternate dan Tidore. Pembangunan embung tersebut dapat dimanfaatkan sebagai ruang penyimpanan air limpahan hujan sehingga dapat menjadi sumber pasokan air bagi pertanian, domestik, dan industri. Selain itu, guna mencukupi kebutuhan penyediaan air minum, terutama pada Kota Ternate akan dibangun dan dikembangkan SPAM. Kota Sofifi merupakan kawasan perkotaan yang baru dikembangkan, terutama sehubungan dengan fungsinya sebagai ibukota Provinsi Maluku Utara. Tingginya jumlah pekerja yang akan mengisi kawasan tersebut diakomodasi dengan pembangunan rusunawa pekerja. Untuk mendukung potensi pertanian di kawasan tersebut, dari sektor Sumber Daya Air akan dibangun Bendung dan Jaringan D.I. Maidi.
180
181 Gambar 3. 14 Program Jangka Pendek Kawasan Sofifi – Ternate – Tidore
C.
Kawasan (30.1) Pertumbuhan Ekonomi Terpadu Seram Pengembangan Kawasan Pertumbuhan Ekonomi Terpadu Seram didukung oleh pembangunan infrastruktur di berbagai sektor. Salah satu program yang akan dilaksanakan pembangunannya adalah pembangunan Jalan Hila Kota Ambon. Pembangunan jalan tersebut akan menghubungkan Kota Ambon dengan kawasan di utara Pulau Ambon. Beberapa program jangka pendek lainnya di kawasan pertumbuhan ekonomi terpadu ini adalah pengembangan daerah irigasi, pembangunan waduk, dan pembangunan embung yang menunjang potensi pertanian dan pengembangan daerah irigasi kewenangan pemerintah pusat. Program-program tersebut secara tidak langsung mengkatalis pertumbuhan ekonomi kawasan yang utamanya mengandalkan potensi sektor pertanian. Selain program sektor Sumber Daya Air dan Bina Marga, pengembangan kawasan ini juga didukung oleh program-program infrastruktur permukiman dan penyediaan perumahan. Program penyediaan rumah dimaksudkan untuk mengakomodasi kebutuhan perumahan yang layak bagi nelayan dan pekerja. Selain itu, pada sektor Cipta Karya terdapat program pembangunan SPAM Perkotaan IKK Nusalaut, IKK Seti, IKK Haya, dan IKK Sahulau, serta pembangunan SPAL pada Kawasan Masohi.
182
183
Gambar 3.15 Program Jangka Pendek Kawasan Pertumbuhan Ekonomi Terpadu Seram
D. Kawasan (30.2) Pertumbuhan Ambon Pengembangan Kawasan Pertumbuhan Kota Ambon, Provinsi Maluku didukung oleh berbagai pembangunan infrastruktur perkotaan sesuai dengan posisi kawasan tersebut sebagai PKN. Untuk mengurai permasalahan perkotaan seperti kemacetan, dari sektor Bina Marga akan dibangun Fly Over Sudirman. Pada sektor Penyediaan Perumahan terdapat program pembangunan rumah susun dan rumah khusus yang diharapkan dapat mengurangi angka backlog penyediaan perumahan di kawasan perkotaan. Pada kawasan ini terdapat kawasan pertanian dan daerah irigasi yang merupakan kewenangan pemerintah pusat. Untuk mendukung potensi tersebut, program pembangunan yang terkait di dalamnya antara lain adalah pembangunan waduk dan embung di Kota Ambon untuk mendukung pertumbuhan produksi hasil pertanian. Selain itu, pada sektor Sumber Daya Air juga terdapat program pembangunan pengaman pantai di Kota Ambon. Program tersebut merupakan upaya untuk mengatasi permasalahan abrasi yang diakibatkan oleh air laut yang mengakibatkan terkikisnya jalan lingkar Pulau Ambon sehingga akses jalan terhambat yang menghubungkan beberapa kawasan di Kota Ambon. Kemudian, salah satu upaya mendukung program sanitasi perkotaan oleh sektor Cipta Karya dilakukan pembangunan TPS dan TPA.
184
185
Gambar 3.16 Program Jangka Pendek Kawasan Pertumbuhan Ambon
E.
Kawasan (31.1) Ekonomi Terpadu dan Strategis Pariwisata Sorong – Raja Ampat Pengembangan Kawasan Ekonomi Terpadu dan Strategis Pariwisata Sorong – Raja Ampat didukung oleh berbagai program pembangunan infrastruktur PUPR. Khusus untuk pengembangan kawasan pariwisata Raja Ampat terdapat beberapa program, seperti pembangunan embung, pembangunan intake dan jaringan air baku, dan pembangunan TPA. Sebagai bagian dari upaya pelestarian pulau-pulau yang berada di kawasan pariwisata, terdapat program pembangunan pengaman pantai untuk mengurangi dampak abrasi laut. Dukungan infrastruktur tidak hanya ditujukan bagi kawasan pariwisata Raja Ampat, namun juga untuk kawasan-kawasan lainnya. Hal tersebut ditunjukkan dengan beberapa program yang akan dilaksanakan, seperti pembangunan SPAM IKK yang tersebar di beberapa wilayah serta program penyediaan rumah, seperti rumah susun, rumah khusus, dan rumah swadaya. Beberapa program juga akan dilaksanakan untuk mendukung pengembangan konektivitas, yaitu pembangunan jalan akses menuju simpulsimpul transportasi seperti bandara dan pelabuhan. Program pembangunan jalan yang akan dilaksanakan tersebut antara lain adalah pembangunan jalan penghubung ruas Jalan Nasional Klamono Bandara Segun, pembangunan akses jalan menuju Pelabuhan Penyeberangan Sorong, dan pembangunan Jalan Aimas Bandara Segun.
186
187
Gambar 3.17 Program Jangka Pendek Kawasan Ekonomi Terpadu dan Strategis Pariwisata Sorong – Raja Ampat
F.
Kawasan (31.2) Pertumbuhan Baru Manokwari Kawasan Pertumbuhan Baru Manokwari berada di Kabupaten Manokwari yang merupakan ibukota Provinsi Papua Barat. Terdapat beberapa program pembangunan infrastruktur PUPR yang mendukung pengembangan Kawasan Pertumbuhan Baru Manokwari. Pada sektor Sumber Daya Air, program utama yang akan dibangun diantaranya terkait dengan pengendalian banjir di Sungai Aimasi, Sungai Warmare, dan Sungai Ransiki. Selain itu, masih pada sektor yang sama juga terdapat program pembangunan pengaman Pantai Wosi dan Rendani serta rehabilitasi jaringan irigasi D.I. Wariori. Pada sektor Penyediaan Perumahan, terdapat program pembangunan rusunawa untuk mengurangi backlog perumahan serta pembangunan rumah khusus. Dalam rangka penataan kawasan, pada sektor Cipta Karya terdapat program penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) di Kawasan Teluk Sawaibu.
188
189
Gambar 3.18 Program Jangka Pendek Kawasan Pertumbuhan Baru Manokwari
G. Kawasan (32.1) Strategis Migas Manokwari – Bintuni Kawasan Kabupaten Manokwari dan Kabupaten Teluk Bintuni dikategorikan sebagai kawasan strategis migas. Kawasan industri di Bintuni sebagian besar merupakan industri pengolahan gas alam. Pengembangan kawasan ini didukung oleh pembangunan infrastruktur PUPR di berbagai sektor. Adapun beberapa program pembangunan yang dapat mendukung kawasan tersebut pada sektor Bina Marga diantaranya adalah pembangunan Jembatan Sebyar Tahap II, pembangunan Jembatan Mawin 8 Tahap I, serta pemasangan Jembatan Transpanel dan Armco Ruas Mameh Windesi yang berlokasi di Kabupaten Teluk Bintuni. Program-program tersebut ditujukan untuk mempermudah aksesibilitas dari dan menuju kawasan industri. Sebagai pertahanan terhadap daya rusak air pada sektor Sumber Daya Air terdapat program SID pembangunan pengaman pantai serta pengendalian banjir. Selanjutnya pada sektor Cipta Karya guna mendukung penyediaan air minum kawasan, terdapat program pembangunan SPAM IKK yang tersebar di beberapa lokasi. Selain itu, pada sektor ini juga terdapat program penyusunan RTBL kawasan industri sebagai upaya penataan kawasan. Kemudian, pada sektor Penyediaan Perumahan terdapat program penyediaan rumah khusus bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) dan juga terdapat pembangunan rusunawa yang diperuntukkan bagi pekerja.
190
191
Gambar 3.19 Program Jangka Pendek Kawasan Strategis Migas Manokwari – Bintuni
H. Kawasan (32.2) Pertumbuhan Baru Biak Hanya terdapat beberapa program pembangunan jangka pendek pada tahun 2018-2020 di Kawasan Pertumbuhan Baru Biak. Hal tersebut mengindikasikan masih banyaknya hal yang harus disinkronkan antara pemerintah daerah dengan pemerintah pusat terkait penanganan program pada Kawasan Pertumbuhan Baru Kabupaten Biak. Program yang terdapat pada Kawasan Pertumbuhan Baru Biak untuk tahun 2018-2020 mengarah pada sektor konektivitas, yaitu pembangunan Jalan Tanjung Barari Korem dan juga pembangunan Jalan Lingkar Supiori, Kabupaten Biak Numfor.
192
193 Gambar 3.20 Program Jangka Pendek Kawasan Pertumbuhan Baru Biak
I.
Kawasan (33.1) Pertumbuhan Baru Nabire Pengembangan Kawasan Pertumbuhan Baru Nabire didukung oleh pembangunan infrastruktur PUPR. Pada sektor Sumber Daya Air, program diarahkan untuk mendukung potensi pertanian dengan adanya beberapa program rehabilitasi jaringan irigasi serta pembangunan saluran primer dan saluran sekunder di D.I. Wanggar. Guna meningkatkan konektivitas kawasan, terdapat beberapa program sektor Bina Marga, seperti pembangunan jalan lintas utara Jayapura – Sarmi – Membramoraya – Waropen – Nabire, pengembangan jaringan jalan kolektor primer di ibukota Kabupaten Nabire, serta pembangunan jaringan jalan kolektor primer di Distrik Waropen Bawah (Waren – Botawa – Sumangga). Pada sektor Cipta Karya dan Penyediaan Perumahan, terdapat programprogram peningkatan kualitas lingkungan kumuh. Program tersebut akan dilaksanakan di Kelurahan Siriwini dan Karang Tumaritis, Kabupaten Nabire. Selain itu, guna meningkatkan kualitas permukiman dan penataan lingkungan, terdapat program pembangunan rumah layak huni di Kabupaten Nabire.
194
195
Gambar 3.21 Program Jangka Pendek Kawasan Pertumbuhan Baru Nabire
J.
Kawasan (33.2) Pertumbuhan Baru Timika Terdapat beberapa program pembangunan infrastruktur PUPR yang ditujukan sebagai dukungan terhadap pengembangan Kawasan Pertumbuhan Baru Timika. Pada sektor Sumber Daya Air, program utama yang akan dilangsungkan merupakan upaya penyediaan air baku melalui pembangunan sarana penyediaan air baku dan pembangunan embung. Dari sektor Cipta Karya, terdapat program-program yang dimaksudkan untuk mendukung perbaikan kualitas sanitasi serta penyediaan air minum. Adapun program tersebut di antaranya adalah pembangunan SPAM, pembangunan drainase, dan pembangunan sanimas. Kemudian pada sektor Penyediaan Perumahan, program-program yang akan dilaksanakan merupakan dukungan terhadap pengurangan angka backlog perumahan melalui pembangunan rumah layak huni dan pembangunan rusunawa.
196
197
Gambar 3.22 Program Jangka Pendek Kawasan Pertumbuhan Baru Timika
K. Kawasan (33.3) Pertumbuhan Baru Wamena Pengembangan Kawasan Pertumbuhan Baru Wamena didukung oleh ke empat sektor pembangunan infrastruktur PUPR. Pada sektor Sumber Daya Air, terdapat program pengendalian banjir di Sungai Uwe dan Sungai Elokorak, serta program perkuatan tebing sungai yang diharapkan dapat mengurangi dampak daya rusak air di Kabupaten Jayawijaya. Dari sektor Bina Marga, guna mendukung konektivitas antar kawasan terdapat program pembangunan Jembatan Wosi. Pada sektor Penyediaan Perumahan, guna mengurangi backlog perumahan, terdapat program pembangunan rumah layak huni di Kabupaten Nabire. Kemudian, pada sektor Cipta Karya, guna mendukung penyediaan air minum perkotaan, terdapat program optimalisasi SPAM IKK di Wamena. Selain itu, pada sektor Cipta Karya juga didapati program penataan kawasan tradisional di Kawasan Kurulu.
198
199
Gambar 3.23 Program Jangka Pendek Kawasan Pertumbuhan Baru Wamena
L.
Kawasan (34.1) Pertumbuhan Baru Jayapura – Skouw Terdapat beberapa program pembangunan infrastruktur PUPR yang mendukung pengembangan Kawasan Pertumbuhan Baru Jayapura – Skouw. Program yang mendukung pengembangan kawasan tersebut di antaranya merupakan dukungan pada sektor konektivitas, yaitu pembangunan jaringan jalan yang menyambungkan Jayapura – Sentani – Sentani Timur. Pada sektor Sumber Daya Air, dalam rangka perlindungan terhadap abrasi pantai maka program yang dibutuhkan adalah pembangunan pengaman pantai di beberapa lokasi, seperti Kawasan Pesisir Kota Jayapura dan pantai di wilayah pulau-pulau terluar. Kemudian, pada sektor Cipta Karya terdapat beberapa program terkait penyediaan air minum skala kawasan dan sanitasi lingkungan. Adapun dari sektor Penyediaan Perumahan, terdapat program pembangunan rumah layak huni yang ditujukan untuk mengurangi angka backlog di Kabupaten Nabire.
200
201
Gambar 3.24 Program Jangka Pendek Kawasan Pertumbuhan Baru Jayapura – Skouw
M. Kawasan (34.2) Pertumbuhan Baru Merauke – Salor Muting – Tanah Merah Terdapat beberapa program pembangunan infrastruktur PUPR yang ditujukan untuk mendukung pengembangan Kawasan Pertumbuhan Baru Merauke – Salor Muting – Tanah Merah. Dalam rangka mendukung konektivitas kawasan pada sektor Bina Marga terdapat program pembangunan jalan arteri primer yang menghubungkan ruas jalan Trimuris – Kasonaweja – Jayapura. Di sektor Sumber Daya Air, terdapat program pembangunan pengaman pantai yang berlokasi di pulau-pulau terluar. Pada sektor Cipta Karya, terdapat program pembangunan TPA.
202
203
Gambar 3.25 Program Jangka Pendek Kawasan Pertumbuhan Baru Merauke – Salor Muting – Tanah Merah
3.4.2
Program Jangka Pendek antar Kawasan
A. Provinsi Papua Barat Terdapat beberapa program pembangunan infrastruktur PUPR yang berlokasi di luar kawasan yang terdapat dalam Provinsi Papua Barat. Program-program tersebut umumnya berupa dukungan terhadap konektivitas antar kawasan serta penyediaan rumah pada daerah tertinggal. Pada sektor Bina Marga, dukungan terhadap konektivitas antar kawasan ditunjukkan melalui program pembangunan jalan serta jembatan. Pembangunan jalan tersebut berlokasi di Kabupaten Maybrat dan Kabupaten Tambrauw. Pada sektor Penyediaan Perumahan, program pembangunan difokuskan pada lokasi-lokasi yang dikategorikan sebagai daerah tertinggal, seperti Distrik Feef di Kabupaten Tambrauw dan Distrik Aifat Timur Jauh di Kabupaten Maybrat. Selain itu, juga terdapat program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) Pembangunan Baru yang berlokasi di Kabupaten Tambrauw dan Kabupaten Pegunungan Arfak.
204
205
Gambar 3.26 Program Jangka Pendek Antar Kawasan Provinsi Papua Barat
3.4.3
Program Jangka Pendek antar WPS
A. Provinsi Maluku Utara Pengembangan kawasan yang berada di antar WPS Provinsi Maluku Utara juga didukung oleh pembangunan infrastruktur berbagai sektor PUPR. Pada sektor Bina Marga, dukungan terhadap konektivitas kawasan ditunjukkan dengan pembangunan jalan lingkar di Halmahera Bagian Selatan dan Halmahera Bagian Tengah, serta pembangunan jalan akses Pelabuhan Penyeberangan di Pulau Tidore. Dari sektor Sumber Daya Air, dukungan terhadap penyediaan air baku ditunjukkan melalui program pembangunan embung dan prasarana penyediaan air baku lainnya. Pada sektor Cipta Karya, guna mengurangi angka kumuh di pesisir terdapat program peningkatan kualitas permukiman kumuh di Bantaran Pantai Labuha. Kemudian, pada sektor Penyediaan Perumahan terdapat program bantuan stimulan rumah swadaya di Kabupaten Halmahera Selatan, selain itu juga ditunjukkan dukungan terhadap pengembangan kawasan industri melalui pembangunan rusunawa di Buli.
206
207 Gambar 3.27 Program Jangka Pendek Antar WPS Provinsi Maluku Utara
B. Provinsi Maluku Terdapat beberapa program pembangunan infrastruktur PUPR yang ditujukan sebagai dukungan pengembangan wilayah yang berada di antar WPS Provinsi Maluku. Adapun pada sektor Bina Marga, dukungan diberikan melalui pembangunan jalan akses menuju beberapa pelabuhan, seperti Pelabuhan Pengumpan Lokal Seira. Pada sektor Cipta Karya, didapati program yang bertujuan mengurangi angka kumuh di Pulau Dullah Utara. Kemudian. Pada sektor Penyediaan Perumahan, terdapat program pembangunan rumah susun di Kabupaten Seram Bagian Timur dan Kabupaten Maluku Tenggara. Selain itu, pada sektor ini juga didapati program peningkatan kualitas untuk rumah swadaya di Kabupaten Maluku Tenggara.
208
209 Gambar 3.28 Program Jangka Pendek Antar WPS Provinsi Maluku
C.
Provinsi Papua Barat Pengembangan kawasan antar WPS di Provinsi Papua Barat didukung oleh pembangunan berbagai sektor infrastruktur PUPR. Pada sektor Bina Marga akan dibangun ruas Jalan Fakfak – Siboru sepanjang 3,8 km dan ruas Jalan Tandia – Sanderawai – Nabire yang merupakan perbatasan Papua Barat dengan Papua. Pada sektor Cipta Karya, terdapat program yang mendukung sanitasi kawasan, yaitu pembangunan Instalasi Pengolahan Limbah Terpadu (IPLT) yang tersebar di Kabupaten Kaimana, Kabupaten Teluk Wondama, dan Kabupaten Fakfak. Pada sektor Penyediaan Perumahan, program yang akan dilaksanakan merupakan dukungan terhadap penyediaan rumah layak huni yang berlokasi di Kabupaten Kaimana, Kabupaten Teluk Wondama, dan Kabupaten Fakfak.
210
211 Gambar 3.29 Program Jangka Pendek Antar WPS Provinsi Papua Barat
D. Provinsi Papua Terdapat beberapa program pembangunan infrastruktur PUPR yang mendukung pengembangan kawasan antar WPS di Provinsi Papua. Pada sektor Bina Marga, guna mendukung konektivitas antar kawasan di Provinsi Papua, akan dibangun Jalan Trans Papua pada ruas Kenyam – Dekai. Dari sektor Sumber Daya Air, beberapa program yang akan dilaksanakan merupakan bentuk dukungan terhadap penyediaan air baku. Adapun program tersebut berlokasi di Kabupaten Lanny Jaya dan Kabupaten Deiyai. Pada sektor Cipta Karya, terdapat program dukungan terhadap penyediaan air minum, yakni pembangunan intake SPAM IKK komunal. Dari sektor Penyediaan Perumahan, program-program yang akan dilaksanakan berfokus pada pembangunan rumah layak huni yang tersebar di beberapa kabupaten, seperti Kabupaten Kepulauan Yapen, Kabupaten Deiyai, Kabupaten Dogiyai, dan Kabupaten Waropen.
212
213
Gambar 3. 30 Program Jangka Pendek Antar WPS Provinsi Papua
3.5 Pembiayaan Pembangunan Jangka Pendek Keterpaduan Pengembangan Kawasan dengan Infrastruktur PUPR di Kepulauan Maluku dan Pulau Papua Dalam melakukan pemrograman jangka pendek tahun 2018 – 2020, Pusat Pemrograman dan Evaluasi Keterpaduan Infrastruktur PUPR cq Bidang Penyusunan Program mengacu kepada pagu Kementerian PUPR dalam Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (KPJM) yang telah disusun oleh Kementerian Keuangan. Hal ini dipandang sangat strategis agar penyusunan program yang diusulkan juga memperhatikan kemampuan pendanaan. Saat ini perencanaan program/kegiatan yang dilaksanakan oleh Pusat Pemrograman dan Evaluasi Keterpaduan Infrastruktur PUPR terfokus pada empat Unor yang melakukan pekerjaan konstruksi yaitu: (i) Ditjen Sumber Daya Air; (ii) Ditjen Bina Marga; (iii) Ditjen Cipta Karya; dan (iv) Ditjen Penyediaan Perumahan. Program/kegiatan yang disusun dalam buku ini merupakan program/kegiatan yang bersifat pembangunan baru/new development dimana program/kegiatan tersebut adalah program/kegiatan yang bukan merupakan manajemen aset (pemeliharaan berkala/rutin dan rehabilitasi mayor/minor) dan juga mengesampingkan program/kegiatan yang bersifat committed program (Multi Years Contract lanjutan dan yang pendanaannya bersumber dari P/HLN). Agar Program/Kegiatan tersebut di atas dapat dialokasikan, dilakukan perkiraan pembiayaan dengan mempertimbangkan kapasitas yang tercermin dari KPJMN. Mengingat Ditjen Sumber Daya Air dan Ditjen Bina Marga mengalokasikan anggaran lebih banyak untuk belanja modal dibandingkan Ditjen Cipta Karya dan Ditjen Penyediaan Perumahan maka dilakukan asumsi perhitungan yang berbeda untuk setiap Unor dalam menentukan besarnya kapasitas pembiayaan terhadap program/kegiatan yang bersifat new development. Adapun hasil perhitungan setiap Unor untuk 3 tahun ke depan dijabarkan pada Tabel 3.17. Tabel 3.17 Perkiraan Indikasi Pagu KPJM dan Program New Development Tahun 2018 – 2020 2018 (Rp. . Juta) UNOR KPJM Pagu PUPR Unor Lainnya
214
New Development
2019 (Rp. . Juta) KPJM
New Development
2020 (Rp. . Juta) KPJM
105.037.789
108.702.663
111.966.694
2.712.331
2.805.348
2.890.002
New Development
2018 (Rp. . Juta) UNOR
2019 (Rp. . Juta)
KPJM
New Development
SubTotal (4 Unor)
102.325.458
Ditjen Sumber Daya Air
2020 (Rp. . Juta)
KPJM
New Development
KPJM
New Development
35.962.764
105.897.315
37.218.475
109.076.692
38.335.799
34.424.275
6.884.855
35.625.045
7.125.009
36.694.848
7.338.970
Ditjen Bina Marga
42.838.917
10.709.729
44.334.462
11.083.616
45.665.480
11.416.370
Ditjen Cipta Karya
16.491.869
12.368.902
17.067.698
12.800.774
17.580.086
13.185.065
Ditjen Penyediaan Perumahan
8.570.397
5.999.278
8.870.110
6.209.077
9.136.278
6.395.395
(Setjen, Itjen, Ditjen Bina Konstruksi, Ditjen Pembiayaan Perumahan, BPSDM, BPIW, Balitbang)
Sumber: Hasil Analisis
Di bawah ini akan dijabarkan terkait pembiayaan pembangunan program jangka pendek keterpaduan pengembangan kawasan dengan infrastruktur PUPR berdasarkan pembagian empat Unor di setiap provinsi di Kepulauan Maluku dan Pulau Papua, berdasarkan tipologi kawasan, dan berdasarkan dukungan terhadap prioritas nasional. 3.5.1
Pembiayaan Program Jangka Pendek Pembangunan Infrastruktur PUPR Kepulauan Maluku dan Pulau Papua Tahun 2018 – 2020
Pertumbuhan penduduk dan ekonomi yang terus membaik membutuhkan dukungan penyediaan infrastruktur yang memadai. Namun di sisi lain, sumber daya bagi penyediaan infrastruktur masih begitu terbatas. Oleh Karena itu, dilakukan pemrograman untuk menentukan alokasi anggaran sesuai dengan kebutuhan yang ada untuk tahun 2018 – 2020. Tabel 3.18 Jumlah Kebutuhan Pembiayaan Pembangunan Infrastruktur Kepulauan Maluku dan Pulau Papua Tahun 2018 SDA NO
BM
CK
PnP
PROVINSI JML
BIAYA
JML
BIAYA
JML
BIAYA
JML
BIAYA
1
Maluku
16
49,000,000,000
20
88,000,000,000
15
20,000,000,000
6
158,034,300,000
2
Maluku Utara
7
275,000,000,000
30
562,667,000,000
33
74,892,873,700
5
190,650,000,000
3
Papua
75
436,610,247,000
25
782,707,277,000
86
366,450,000,000
7
7,000,000,000
4
Papua Barat
10
132,400,000,000
52
1,732,838,100,000
29
50,000,000,000
28
336,250,000,000
TOTAL
108
893,010,247,000
127
3,166,212,377,000
163
511,342,873,700
46
691,934,300,000
Sumber : Program Jangka Pendek 2018 – 2020
Berdasarkan data diatas dapat dilihat bahwa prioritas pembangunan untuk tahun anggaran 2018 di Kepulauan Maluku dan Pulau Papua adalah pada sektor Bina
215
Marga melalui pembangunan jalan dan jembatan. Salah satu kegiatan utama pembangunan di Pulau Papua adalah pembangunan Jalan Trans Papua dan pembangunan jalan nasional pararel perbatasan Indonesia dengan Papua New Guinea. Kemudian sektor berikutnya yang dengan jumlah anggaran tertinggi adalah sektor Sumber Daya Air yang bertujuan untuk penyediaan air baku untuk mendukung program ketahanan pangan dan pembangunan pengaman pantai untuk kawasan strategis seperti di Pulau Morotai, Maluku Utara. Tabel 3.19 Jumlah Kebutuhan Pembiayaan Pembangunan Infrastruktur Kepulauan Maluku dan Pulau Papua Tahun 2019 SDA NO
BM
CK
PnP
PROVINSI JML
BIAYA
JML
BIAYA
JML
BIAYA
JML
BIAYA
34
630,000,000,000
16
176,000,000,000
12
45,000,000,000
5
62,003,812,500
Maluku Utara
52
1,496,760,900,000
19
245,170,000,000
10
9,060,000,000
23
816,930,000,000
Papua
102
668,606,322,000
20
1,321,430,000,000
65
804,900,000,000
55
1,617,383,607,200
1
Maluku
2 3 4
Papua Barat TOTAL
8
129,800,000,000
2
1,000,000,000
0
0
64
458,775,000,000
196
2,925,167,222,000
57
1,743,600,000,000
87
858,960,000,000
147
2,955,092,419,700
Sumber : Program Jangka Pendek 2018 – 2020
Selanjutnya untuk tahun anggaran 2019, alokasi anggaran tertinggi adalah untuk sektor Penyediaan Perumahan khususnya perumahan khusus dan perumahan swadaya di Provinsi Papua dan Maluku Utara. Kemudian untuk sektor Sumber Daya Air untuk penyediaaan air baku dan pengaman pantai berada pada urutan kedua dalam hal alokasi anggaran. Tabel 3.20 Jumlah Kebutuhan Pembiayaan Pembangunan Infrastruktur Kepulauan Maluku dan Pulau Papua Tahun 2020 SDA NO
BM
CK
PnP
PROVINSI JML
BIAYA
JML
BIAYA
JML
BIAYA
JML
BIAYA
1
Maluku
13
895,000,000,000
7
747,000,000,000
5
16,500,000,000
9
373,217,493,750
2
Maluku Utara
9
515,035,000,000
7
1,686,372,989,500
2
6,000,000,000
1
34,263,500,000
3
Papua
27
195,353,000,000
2
257,500,000,000
10
301,000,000,000
14
473,204,404,000
4
Papua Barat
0
0
1
0
0
0
1
6,720,000,000
TOTAL
49
1,605,388,000,000
17
2,690,872,989,500
17
323,500,000,000
25
887,405,397,750
Sumber : Program Jangka Pendek 2018 – 2020
Untuk tahun 2020, fokus pembiayaan diarahkan pada pembangunan konektivitas dengan alokasi pembiayaan tertinggi pada Provinsi Maluku Utara dan Maluku. Untuk sektor Sumber Daya Air fokus pembiayaan pada pengelolaan sumber daya air di Provinsi Maluku dan Maluku Utara.
216
3.5.2
Pembiayaan Program Jangka Pendek Pembangunan Infrastruktur PUPR Kepulauan Maluku dan Pulau Papua Untuk Mendukung Kawasan, WPS, dan Antar WPS
Peran infrastruktur sangat signifikan dalam mendukung pengembangan kawasan. Alokasi anggaran akan sangat berkaitan dengan arah pengembangan kawasan sehingga akan menciptakan new development program. Adanya program arahan pengembangan wilayah ini diharapkan mampu menyediakan program pembangunan yang efektif dan efisien sehingga dapat menunjang percepatan pengembangan kawasan. Berikut adalah besaran pembiayaan program jangka pendek untuk masing-masing kawasan, antar kawasan, dan antar WPS. Tabel 3.21 Jumlah Kebutuhan Pembiayaan Pembangunan Infrastruktur berdasarkan Kawasan Pengembangan Tahun 2018 – 2020 2018 NO
2019
2020
DUKUNGAN KAWASAN JML
BIAYA
JML
BIAYA
JML
BIAYA
1
DALAM KAWASAN
240
2,295,671,349,000
220
3,627,102,997,100
53
3,059,188,865,560
29.1
Kawasan Morotai Tobelo
16
699,950,000,000
6
440,500,000,000
3
340,000,000,000
29.2
Kawasan Sofifi - Ternate Tidore
21
46,675,800,000
27
512,810,000,000
3
126,000,000,000
30.1
Kawasan Pertumbuhan Ekonomi Terpadu Seram
24
191,115,550,000
18
37,843,937,500
12
717,614,037,500
30.2
Kawasan Pertumbuhan Ambon
5
64,000,000,000
20
179,562,625,000
9
505,076,618,750
31.1
Kawasan Ekonomi Terpadu Dan Strategis Pariwisata Sorong - Raja Ampat
0
0
8
95,625,000,000
0
0
31.2
Kawasan Pertumbuhan Baru Manokwari
2
3,588,100,000
25
199,300,000,000
0
0
32.2
Kawasan Pertumbuhan Baru Biak
1
1,000,000,000
3
132,988,000,000
1
32,747,000,000
33.1
Kawasan Pertumbuhan Baru Nabire
31
358,868,995,000
26
904,150,296,000
3
67,018,530,400
33.2
Kawasan Pertumbuhan Baru Timika
12
23,700,000,000
13
252,134,502,400
1
40,649,551,360
33.3
Kawasan Pertumbuhan Baru Wamena
3
32,515,000,000
7
54,000,000,000
2
20,000,000,000
34.1
Kawasan Pertumbuhan Baru Jayapura - Skouw
19
171,892,277,000
32
434,025,624,000
3
14,300,000,000
34.2
Kawasan Pertumbuhan Baru Merauke - Salor Muting - Tanah Merah
68
238,156,252,000
24
325,935,000,000
8
118,981,000,000
35.32
Kawasan Perbatasan Laut Pulau Jiew
2
2,000,000,000
2
2,000,000,000
1
927,000,000,000
35.33
Kawasan Perbatasan Laut Pulau Miossu
12
286,000,000,000
1
0
0
0
217
2018
2019
2020
NO
DUKUNGAN KAWASAN JML
BIAYA
JML
BIAYA
JML
BIAYA
35.35
Kawasan Perbatasan Laut Pulau Bras
4
20,000,000,000
3
43,305,387,200
1
17,702,308,800
35.37
Kawasan Perbatasan Laut Pulau Liki
1
1,000,000,000
2
2,000,000,000
2
20,600,000,000
35.40
Kawasan Perbatasan Laut Pulau Budd
18
150,250,000,000
2
6,360,000,000
2
6,720,000,000
35.44
Kawasan Perbatasan Laut Pulau Panambulai
1
4,959,375,000
1
4,562,625,000
2
104,779,818,750
2
ANTAR KAWASAN
150
2,208,541,448,700
201
3,387,144,723,000
41
1,706,915,992,190
3
ANTAR WPS
54
758,287,000,000
66
1,468,571,921,600
14
741,061,529,500
444
5,262,499,797,700
487
8,482,819,641,700
108
5,507,166,387,250
TOTAL
Sumber : Program Jangka Pendek 2018 – 2020
Kebutuhan pembiayaan pada masing – masing kawasan berbeda – beda tergantung pada kebutuhan dan kesiapan (readiness criteria) dari setiap kegiatan. Kebutuhan di tiap kawasan berbeda sesuai dengan arahan pengembangan wilayahnya dan tingkat prioritas yang disesuaikan dengan prioritas pembangunan nasional yang ditetapkan oleh pemerintah setiap tahun anggaran. Walaupun demikian, seluruh program sebisa mungkin memperhatikan aspek keadilan dan pemerataan agar kemajuan yang ada dapat dilaksanakan secara bersama – sama. 3.5.3
Pembiayaan Program Jangka Pendek Pembangunan Infrastruktur PUPR Kepulauan Maluku dan Pulau Papua Untuk Mendukung Prioritas Nasional
Subbab ini akan menjelaskan mengenai pembiayaan program jangka pendek berdasarkan prioritas nasional yang telah disusun oleh Kementerian PPN/Bappenas. Adanya prioritas nasional sebagai salah satu pertimbangan dalam proses pemrograman merupakan wujud dari usaha menciptakan keterpaduan. Berikut adalah pembiayaan program jangka pendek untuk mendukung prioritas nasional. Tabel 3.22 Jumlah Kebutuhan Pembiayaan Pembangunan Infrastruktur berdasarkan Dukungan Prioritas Nasional Tahun 2018 – 2020 2018 NO
2019
2020
PRIORITAS NASIONAL JML
BIAYA
JML
BIAYA
JML
BIAYA
1
Infrastruktur, Konektivitas dan Kemaritiman
43
203,500,000,000
20
97,500,000,000
8
1,754,000,000,000
2
Ketahanan Pangan
0
0
10
90,960,900,000
1
55,000,000,000
3
Pembangunan Wilayah
348
4,212,782,549,000
402
7,249,923,491,700
80
2,563,054,949,750
4
Penanggulangan Kemiskinan
3
6,959,375,000
8
103,105,250,000
3
12,994,037,500
218
2018 NO
2019
2020
PRIORITAS NASIONAL JML
BIAYA
JML
BIAYA
JML
BIAYA
5
Pengembangan Dunia Usaha dan Pariwisata
27
786,225,000,000
8
450,860,000,000
4
346,720,000,000
6
Perumahan dan Permukiman
23
53,032,873,700
39
490,470,000,000
12
775,397,400,000
444
5,262,499,797,700
487
8,482,819,641,700
108
5,507,166,387,250
TOTAL
Sumber : Program Jangka Pendek 2018 – 2020
Prioritas pembangunan wilayah mendapatkan alokasi anggaran tertinggi dalam periode 2018-2020, kemudian dukungan terhadap infrastruktur konektivitas dan kemaritiman untuk menunjang pembangunan di setiap provinsi yang ada di Kepulauan Maluku dan Pulau Papua termasuk untuk mendukung program konektivitas pelabuhan laut dan pengembangan beberapa bandara. Konektivitas juga diharapkan dapat mempercepat pengembangan dunia usaha khususnya pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), Kawasan Industri serta pengembangan Kawasan Strategis Pariwisata, misalnya Raja Ampat di Provinsi Papua Barat.
219
BAB
IV PENUTUP
4 BAB IV PENUTUP Penyusunan Sinkronisasi Program dan Pembiayaan Pembangunan Jangka Pendek (2018 – 2020) Keterpaduan Pengembangan Kawasan dengan Infrastruktur PUPR merupakan sebagian upaya yang dilakukan untuk menciptakan sinkronisasi baik antar tingkat pemerintahan ataupun antar sektor di lingkungan Kementerian PUPR. Program jangka pendek ini juga menjadi muara bagi Rencana Induk Pulau, Master Plan, dan Development Plan yang telah disusun. Serta menjadi input bagi disusunnya rencana tahunan untuk dimasukkan dalam Rencana Kerja Pemerintah tahun 2018 – 2020. Dalam proses penyusunannya, pembagian peran antar tingkat pemerintahan ataupun antar sektor baik dalam wewenang ataupun pembiayaan telah diklarifikasi sedetail mungkin untuk meminimalisir terjadinya tumpang tindih program. Penajaman yang telah dilakukan juga memperhatikan proyeksi pembiayaan yang dapat dilakukan melalui sumber APBN, DAK maupun KPBU. Kebutuhan dana untuk membiayai pembangunan infrastruktur terus mengalami kenaikan dari tahun ke tahun. Dengan demikian seluruh program yang disusun harus dapat efektif dan efisien sehingga mampu memberikan dampak luas bagi pengembangan wilayah. Selain itu, diperlukan kreativitas dalam menemukan sumber – sumber pembiayaan lainnya agar pembangunan infrastruktur tidak seluruhnya dibebankan pada APBN. Pengembangan Kepulauan Maluku dan Pulau Papua melalui dukungan Program Jangka Pendek Keterpaduan Pengembangan Kawasan dengan Infrastruktur PUPR juga mengusung beberapa isu strategis menjadi prioritas. Isu utama yang dijadikan dasar dalam pembangunan infrastruktur di Kepulauan Maluku dan Pulau Papua adalah peningkatan konektivitas antar wilayah. Oleh karena itu, program-program yang ada diharapkan mampu mendukung isu-isu tersebut. Selain itu, terdapat isu strategis lainnya yang menyertai isu utama tersebut, yakni pada Kepulauan Maluku seperti diperlukannya pengembangan subsektor perhubungan laut serta penyediaan infrastruktur pelabuhan, jalan, dan telekomunikasi yang mendukung pengembangan sektor perikanan dan pertanian. Pada wilayah Pulau Papua, isu yang mengemuka tentunya adalah rencana pengembangan Trans Papua, pengembangan kawasan perbatasan, ketahanan pangan, serta pengembangan sektor pariwisata. Dalam rangka pengembangan perekonomian wilayah juga terdapat dukungan pengembangan terhadap kegiatan-kegiatan di sektor Industri, seperti diantaranya Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Morotai, Kawasan Industri (KI) Buli, KEK Sorong beserta Pelabuhan Sorong, KI Teluk Bintuni serta KEK Merauke. Khusus dalam peningkatan
221
konektivitas, dukungan infrastruktur diantaranya dilakukan dengan pembangunan Jalan Lingkar Trans Morotai, pembangunan Jembatan Ternate–Tidore, pembangunan Fly Over Sudirman di Kota Ambon, serta pembangunan Jalan Trans Papua Kenyam–Dekai. Selanjutnya dalam mendukung ketahanan pangan nasional, akan dibangun bendungan untuk menjamin ketersediaan air baku dan irigasi. Terdapat masing-masing satu bendungan baru yang dibangun di Kepulauan Maluku dan Pulau Papua. Pada sektor pengembangan pariwisata, terdapat Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) Morotai. Pembangunan juga dilangsungkan guna menjaga pulau-pulau kecil terluar yang menjadi garda depan Indonesia. Dukungan infrastruktur yang dilakukan diantaranya seperti pembangunan pengaman pantai di lokasi-lokasi pulau kecil terluar. Selain itu, dukungan juga diberikan pada daerah-daerah pedalaman tertinggal, berupa pembangunan rumah khusus masyarakat daerah tertinggal. Pada dasarnya infastruktur yang direncanakan harus dapat diprogramkan. Selanjutnya, program tersebut harus mampu dilaksanakan sehingga tercipta pembangunan, serta infrastruktur yang dibangun harus mampu menjadi solusi dari permasalahan dan mampu mendukung pengembangan potensi wilayah. Program Jangka Pendek (2018 – 2020) yang telah disusun dapat menjadi rekomendasi kebijakan bagi perumusan program pembangunan jangka pendek di Wilayah Pengembangan Strategis di Kepulauan Maluku dan Pulau Papua, sehingga dapat mendorong dan memperluas percepatan pembangunan dan pengembangan infrastruktur wilayah baik secara hirarki vertikal maupun hirarki horizontal serta mengurangi disparitas antar wilayah. Secara lebih luas, Program Jangka Pendek ini juga akan berguna sebagai masukan bagi Pemerintah Daerah dalam menyusun rencana pembangunan sehingga dapat memperoleh manfaat sebesar – besarnya bagi masyarakat di Kepulauan Maluku dan Pulau Papua.
222
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR PUSTAKA Peraturan Perundang - Undangan Undang-Undang No. 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional; Undang-Undang No. 38 tahun 2004 tentang Jalan; Undang-Undang No. 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air; Undang-Undang No. 17 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025; Undang-Undang No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang; Undang-Undang No. 39 tahun 2008 tentang Kementerian Negara; Undang-Undang No. 39 tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi Khusus; Undang-Undang No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman; Peraturan Pemerintah No. 34 tahun 2006 tentang Jalan; Peraturan Pemerintah No. 26 tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional; Peraturan Pemerintah No. 50 tahun 2011 tentang Rencana Induk Kepariwisataan tahun 2010 – 2025; Peraturan Pemerintah No. 100 tahun 2012 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah No. 2 tahun 2011 tentang Penyelenggaran Kawasan Ekonomi Khusus; Peraturan Pemerintah No. 43 tahun 2013 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah No. 15 tahun 2005 tentang Jalan Tol. Peraturan Presiden No.32 tahun 2011 tentang Masterplan Percepatan Dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011-2025; Peraturan Presiden No. 165 Tahun 2014 tentang Penataan Tugas dan Fungsi Kabinet Kerja Peraturan Presiden No. 2 Tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Tahun 2015-2019; Peraturan Presiden No. 15 Tahun 2015 tentang Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.; Peraturan Presiden No. 3 tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan Proyek Strategis Nasional; Keputusan Presiden No. 121/P Tahun 2014 tentang Pembentukan Kementerian dan Pengangkatan Menteri Kabinet Kerja Periode Tahun 2014-2019;
223
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat No. 04/PRT/M/2015 tentang Kriteria dan Penetapan Wilayah Sungai; Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat No. 13.1/PRT/M/2015 tentang Rencana Strategis Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat tahun 2015 – 2019; Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat No. 14/PRT/M/2015 tentang Kriteria dan Penetapan Status Daerah Irigasi; Keputusan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat No. 248/KPTS/M/2015 tahun 2015 tentang Penetapan Ruas Jalan Dalam Jaringan Jalan Primer Menurut Fungsinya Sebagai Jalan Arteri (JAP) dan Jalan Kolektor - 1 (JKP-1); Keputusan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat No. 290/KPTS/M/2015 tahun 2015 tentang Penetapan Ruas Jalan Menurut Statusnya Sebagai Jalan Nasional. Buku dan Dokumen Lainnya Badan Pusat Statistik. (2016). Statistik Indonesia 2016. Jakarta. BPS. Badan Pusat Statistik. (2014). Provinsi Maluku Utara dalam Angka. Ternate. BPS. Badan Pusat Statistik. (2014). Provinsi Papua dalam Angka. Jayapura. BPS. Badan Pusat Statistik. (2015). Provinsi Maluku dalam Angka. Ambon. BPS. Badan Pusat Statistik. (2015). Provinsi Papua Barat dalam Angka. Manokwari. BPS. Badan Pusat Statistik. (2016). Provinsi Maluku dalam Angka. Ambon. BPS. Badan Pusat Statistik. (2016). Provinsi Maluku Utara dalam Angka. Ternate. BPS. Badan Pusat Statistik. (2016). Provinsi Papua dalam Angka. Jayapura. BPS. Badan Pusat Statistik. (2016). Provinsi Papua Barat dalam Angka. Manokwari. BPS. Direktorat Permukiman dan Perumahan Bappenas. (2015). Penyediaan Hunian Layak bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2015-2019. Jakarta. Direktorat Pengembangan Kawasan Permukiman. (2016). Paparan Laporan Pelaksanaan Kegiatan TA 2016 Pengembangan Kawasan Permukiman Khusus Perbatasan (PLBN dan Pengembangan Infrastruktur Permukiman). Kementerian PUPR. Jakarta. Kemetenterian Koordinator Bidang Perekonomian. (2011). Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia. Jakarta. Pusat Data dan Teknologi Informasi. (2015). Informasi Statistik Infrastruktur Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat 2015. Kementerian PUPR. Jakarta.
224
Pusat Pemrograman dan Evaluasi Keterpaduan Infrastruktur PUPR. (2015). Program Jangka Pendek Keterpaduan Pengembangan Kawasan dengan Infrastruktur PUPR. Kementerian PUPR. Jakarta. Pusat Perencanaan Infrastruktur BPIW Kementerian PUPR. (2015). Rencana Induk Pengembangan Infrastruktur PUPR di Kepulauan Maluku. Kementerian PUPR. Jakarta. Pusat Perencanaan Infrastruktur BPIW Kementerian PUPR. (2015). Rencana Induk Pengembangan Infrastruktur PUPR di Pulau Papua. Kementerian PUPR. Jakarta. Pusat Perencanaan Kawasan Strategis BPIW Kementerian PUPR. (2015). Development Plan Wilayah Pengembangan Strategis Pertumbuhan Baru 31 Sorong-Manokwari. Kementerian PUPR. Jakarta. Pusat Perencanaan Kawasan Strategis BPIW Kementerian PUPR. (2015). Development Plan Wilayah Pengembangan Strategis Pertumbuhan Baru 32 Biak-Manokwari-Bintuni. Kementerian PUPR. Jakarta. Pusat Perencanaan Kawasan Strategis BPIW Kementerian PUPR. (2015). Development Plan Wilayah Pengembangan Strategis Pertumbuhan Baru 33 Nabire-Enarotali-Wamena. Kementerian PUPR. Jakarta. Pusat Perencanaan Kawasan Strategis BPIW Kementerian PUPR. (2015). Development Plan Wilayah Pengembangan Strategis Pertumbuhan Baru 34 Jayapura-Merauke. Kementerian PUPR. Jakarta. Rasyidi, M.S. et al., 2016. Kamus Istilah Pengembangan Wilayah 1st ed., Jakarta, Indonesia: Badan Pengembangan Infrastruktur Wilayah Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Simanjuntak, Entatarina et al (2015). Profil Investasi Infrastruktur Bidang Pekerjaan Umum. Jakarta. Pusat Kajian Strategis Kementerian Pekerjaan Umum.
225