KEPRIBADIAN DAN AGRESIVITAS TOKOH UTAMA D’ARTAGNAN DALAM ROMAN LES TROIS MOUSQUETAIRES KARYA ALEXANDRE DUMAS PERE
skripsi diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sastra Jurusan Bahasa dan Sastra Asing Prodi Sastra Prancis
oleh Agnes Prativi 2350406008
JURUSAN BAHASA DAN SASTRA ASING FAKULTAS BAHASA DAN SENI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2010 i
PENGESAHAN Skripsi ini telah dipertahankan dihadapan sidang Panitia Ujian Skripsi Jurusan Bahasa dan Sastra Asing, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Semarang. Pada hari
: Senin
Tanggal
: 6 Desember 2010
Panitia Ujian Skripsi
Ketua,
Sekretaris,
Prof. Rustono, M.Hum NIP 195801271983031003
Dwi Astuti, M. Pd NIP 196101231986012001
Penguji I
Ahmad Yulianto, S.S NIP 197307252006041001
Penguji II,
Penguji III,
Drs. Isfajar Ardinugroho, M.Hum NIP 196905181993031001
Dr. B. Wahyudi.J.S,, M.Hum NIP 196110261991031001 ii
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Dengan ini saya, Nama
: Agnes Prativi
NIM
: 2350406008
Program studi
: Sastra Prancis
Jurusan
: Bahasa dan Sastra Asing
menyatakan
dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang
berjudul
Kepribadian dan Agresivitas Tokoh Utama dalam Roman Les Trois Mousquetaires Karya Alexandre Dumas Père, yang saya tulis dalam rangka memenuhi syarat memperoleh gelar sarjana ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri. Skripsi ini saya hasilkan setelah melalui proses penelitian, bimbingan, diskusi, dan pemaparan atau ujian. Semua kutipan yang diperoleh dari sumber kepustakaan telah disertai keterangan melalui identitas sumbernya dengan cara yang sebagaimana lazimnya dalam penulisan karya tulis. Dengan demikian, walaupun tim penguji dan pembimbing penulisan skripsi ini membubuhkan tanda tangan sebagai keabsahannya, seluruh isi karya ilmiah tetap menjadi tanggungjawab saya sendiri. Dengan demikian pernyataan ini saya buat agar dapat digunakan seperlunya.
Semarang, 23 November 2010
Agnes Prativi NIM 2350406008
iii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
Je pense donc je suis. Les actions que nous realisons n’ont aucune valeur mais nous les faisons car personne ne les fera pour nous (Gandhi).
Skripsi ini penulis persembahkan untuk: • Orang tuaku tercinta, • Almamaterku, Perancis 2006. iv
Sastra
PRAKATA Tiada kata yang dapat terangkai untuk mewakili sebuah perasaan saat menyelesaikan skripsi ini karena atas limpahan rahmat, taufik, dan hidayah-Nya kepada penulis sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi yang berjudul: Kepribadian dan Agresivitas Tokoh Utama dalam Roman Les Trois Mousquetaires Karya Alexandre Dumas Père. Penulis meyakini bahwa penyusunan skripsi ini tidak akan dapat selesai tanpa adanya peran serta dari berbagai pihak yang turut membantu terselesaikannya penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada: 1. Dekan Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan kemudahan penelitian; 2. Ketua Jurusan Bahasa dan Sastra Asing yang telah memberikan izin dalam penyusunan skripsi ini; 3. Ahmad Yulianto, S.S, dosen penguji yang telah memberikan kritik dan saran demi kesempurnaan skripsi ini; 4. Dr. B. Wahyudi Joko. S, M.Hum, dosen pembimbing I yang telah membantu dan membimbing penulis, sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini; 5. Drs. Isfajar Ardinugroho, M.Hum, dosen pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penyusunan skripsi ini; 6. Dra. Dwi Astuti, M.Pd sekretaris sidang skripsi yang telah membantu kelancaran berlangsungnya sidang skripsi; 7. Pak Yanto, yang telah membantu menyiapkan segala perlengkapan yang diperlukan dalam sidang skripsi; 8. Orang tua dan seluruh keluarga yang memberikan doa dan semangat dalam menyelesaikan skripsi ini; 9. Les Coquettes Filles, teman seperjuangan sastra perancis 2006; yang telah memberi dukungan dan saran dalam mengerjakan skripsi. 10. Hengky Raditya, teman yang selalu siap memberikan tenaga dan waktunya dalam kelancaran pembuatan skripsi ini. v
11. Semua pihak yang telah memberikan bantuan dan motivasi dalam menyelesaikan skripsi ini. Penulis berharap segala sesuatu yang tertuang di dalam skripsi ini dapat memberikan manfaat kepada semua pembaca. Kritik dan saran dari pembaca tentu saja sangat penulis harapkan untuk perbaikan karya-karya tulis di masa mendatang.
Semarang, 23 November 2010
Agnes Prativi
vi
ABSTRAK Prativi, Agnes. 2010. Kepribadian dan Agresivitas Tokoh Utama dalam Roman Les Trois Mousquetaires Karya Alexandre Dumas Père. Skripsi. Jurusan Bahasa dan Sastra Asing. Fakultas Bahasa dan Seni. Univeritas Negeri Semarang. Pembimbing I: Dr. B. Wahyudi Joko Santoso, M.Hum., Pembimbing II: Drs. Isfajar Ardinugroho, M.Hum. Kata kunci: trait kepribadian dan agresivitas Fokus penelitian ini adalah kepribadian dan agresivitas tokoh utama dalam roman Les Trois Mousquetaires karya Alexandre Dumas Père. Peneliti memilih roman ini karena roman Les Trois Mousquetaires merupakan salah satu roman legendaris dari Perancis yang telah diterjemahkan ke dalam ratusan bahasa dan difilmkan oleh beberapa sutradara di dunia. Adapun yang dikaji adalah (1) bagaimanakah pengaruh trait kepribadian terhadap bentuk agresivitas, (2) apa sajakah faktor pencetus dan (3) dampak agresivitas yang ditimbulkan oleh tokoh utama. Untuk mengkaji permasalahan di atas, maka penulis menggunakan teori kepribadian Wade dan Carol serta teori agresivitas Myers, Kennet Moyers, Krahé, Koeswara, Sarwono dan Breakwell. Oleh karena penelitian ini lebih mengacu kepada psikologi yang terkandung di dalam karya sastra, maka pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan psikologi sastra. Metode penyediaan data yang digunakan adalah metode simak dengan teknik catat. Adapun metode analisis data adalah metode deskriptif analisis dengan menggunakan teknik baca markah. Sementara itu, metode penyajian hasil analisis data menggunakan metode dan teknik informal. Setelah melakukan analisis secara bertahap, maka penulis mengetahui bahwa trait kepribadian tokoh utama sangat mempengaruhi bentuk agresivitas yang dilakukannya, misalnya kepribadian neurotisisme mempengaruhi agresivitas emosi dan ketakutan. Selain itu, agresivitas yang dilakukannya muncul akibat adanya faktor pencetus dari pihak lain, misalnya provokasi. Agresivitas juga memiliki dampak negatif bagi korbannya, yakni cidera dan kematian.
vii
RÉSUMÉ
Prativi, Agnes. 2010. La Personnalité et L’Agressivité du Personnage Principal dans Le Roman Les Trois Mousquetaires d’Alexandre Dumas Père. Mémoire. Département des Langues et des Littératures Étrangères, Programme d’Études de la Littérature Française. Faculté des Langues et des Arts. Université d’Etat de Semarang. Directeurs: 1. Dr. B. Wahyudi Joko Santoso, M.Hum., 2. Drs. Isfajar Ardinugroho, M.Hum.
A.
Introduction Les Trois Mousquetaires a été écrit par Alexandre Dumas Père en 1844; il
a fait ce roman d’être le plus célèbre dans l'histoire de la littérature française. J’ai étudié cette oeuvre car il est un roman légendaire et il a inspiré un grand nombre d'écrivains en France. D’abord, Alexandre Dumas Père l’a écrit sous forme de feuilleton pour le magazine «Les Siècles » en 1844. Depuis ce roman est traduit dans une centaine de langues et grâce à toutes ces traductions, plus de 200 films ont été realisés par la suite. Ce roman raconte l’aventure d'un mousquetaire nommé d’Artagnan: un homme modeste de la ville de Gascon. Bien qu’il fût pauvre, il avait un grand espoir d’ être un grand mousquetaire. Quand il a débuté son aventure, il rencontrait un grand nombre de problèmes mais finalement, il pouvait tous les résoudre. C'est pour cette raison-là que j'ai porté mon intérêt et mon analyse sur la psychologie de d’Artagnan. Dans cette recherche, d’abord j'ai analysé la personnalité et ensuite l’agressivité de d’Artagnan. Je n’ai que choisi d’Artagnan dans mon étude car il est le personnage principal qui faisait beaucoup d’agressivités que les autres personnages dans ce roman. Dans cette recherche, premierement, j’ai analysé la personnalité de d’Artagnan en utilisant la théorie de Wade et Carol (2007:205) et l’agressivité de d’Artagnan en utilisant les théories de Myers (2002:298) et de Kennet Moyers viii
(1988:6).
Deuxièmement, j’ai continué mon étude afin des causes de ces
agressivités en utilisant le théories de Koeswara (1988:82-113), et enfin les effets de ces agressivités en utilisant le théories de Krahé (2005:300).
B.
Théories de la Personnalité La personnalité est la représentation et la description des attitudes sans
donner des jugements d'évaluation (voir Alwisol 2004:8). D’après Wade et Carol, la personnalité se compose de cinq points principaux qu’on appelle " Big Five" se compose de l’extravertie contre l’introvertie, la nerveuse contre le sang-froid, l’agréable contre l’antipathique, la réfléchie contre l’impulsive et enfin l’esprit ouverte contre la nouvelle expérience fermée.
C.
Théories de l’Agressivité En psychologie, en psychologie sociale et aussi en psychanalyse, le terme
"agressivité" désigne toute tendance visant, par un moyen quelconque et sous n’importe quelle forme, à causer un tort à un individu, un groupe, ou à ce qui les représente (www. Bibliothèque-psy.com/spp.php). Cette seconde partie traitera des theories que je vais utiliser. 1.
Types des Agressivités D’après Myers (dans Sarwono 2002:298), l’agressivité se distingue en
deux formes : l’agressivité émotionnelle et l’agressivité de l’instrumentale. Mais d’après Kennet Moyers (dans Koeswara 1988:6) et Krahé (2005:300), l’agressivité se distingue en huit formes : l’agressivité du prédateur, l’agressivité entre deux mâles, l’agressivité liée à la peur, l’agressivité du vexé, l’agressivité défensive, l’agressivité de l'instinct maternel, l’agressivité de l’instrumental et l’agressivité sexuelle. Dans cette recherche, j’ai utilisée tous les deux théories.
2.
Facteurs de la Cause des Agressivités L’agressivité n’arrive pas sans cause. Quelques cas provoquent
l’agressivité. D’après Koeswara (1988:82-113), il y a huit causes d’agressivité, ces sont la frustration, le stress, la dépersonnalisation, le pouvoir et l’obéissance, ix
l’effet de l’arme, la provocation, l’effet de l’alcool, l’effet des médicaments, et la température.
3.
Effets des Agressivités Sarwono (2002:297) et Breakwell (1988:96-101) disent qu’il y a quatre
effets d’agressivité. Ce sont la dépression, l’invalidité, la blessure, et la mort.
D.
Méthodologie de la Recherche Dans ce mémoire, j’ai utilisé la psychologie littéraire comme l’approche
de cette recherche car elle décrit cet oeuvre littéraire comme le miroir de la personnalité de l’écrivain. Les problématiques sont (1) comment est la relation entre la personnalité et l’agressivité, (2) quels sont les facteurs de l’agressivité, et (3) quels sont les effets de l’agressivité. Alors, les objets de cette recherche sont la personnalité, l’agressivité, les facteurs de l’agressivité, et les effets de l’agressivité. Pour la source de la donnée, j’ai utilisé le roman Les Trois Mousquetaires d’Alexandre Dumas Père. Dans cette recherche, j’ai utilisé les trois méthodes. Premièrement, la méthode de collecter des données, j’ai utilisé la méthode de lire attentivement ‘metode simak’ car j’ai lu ce roman d’une façon attentive. Pour la technique de collecter des données, j’ai utilisé la technique de noter ‘catat’. Cela veut dire j’ai noté toutes les données à la carte de la donnée. Deuxièmement c’est la méthode de l’analyse. J’ai utilisé la méthode descriptive analytique car j’ai décrit et analysé la personnalité, les types des agressivités, les causes des agressivités, et les effets des agressivités du personnage principal dans le roman Les Trois Mousquetaires d’Alexandre Dumas Père. En utilisant la méthode descriptive, j’ai analysé les données en forme de description des mots, ce n’est pas en forme de la description des chiffres (Sudaryanto 1993: 95). Et puis pour la technique de l’analyse, j’ai utilisé celle de lire des marqueurs ‘baca markah’. La pratique de cette technique baca markah est lire des marques formelles comme des mots, des syntagmes, des phrases ou bien des x
expressions sur la personnalité, les types, les formes, et les effets d’agressivité du personnage principal dans le roman ci-dessus. Enfin, pour les résultats de l’analyse, j’ai utilisé la méthode informelle. Et l’utilisation de cette méthode est aussi dit la technique informelle. La principe de cette technique est l’utilisation des mots ordinaires et simples sans le symbole (non verbal et ceux de la science naturelle) et le graphique (Sudaryanto 1993:45).
E.
Analyse Dans cette partie, j’ai traité de la personnalité et des types de l'agressivité
du personnage principal, des facteurs de la cause, et des effets de l'agressivité.
1.
Personnalité et des Types de l'Agressivité du Personnage Principal (1) D’Artagnan avisa à une fenêtre entrouverte du rez-de-chaussée un gentilhomme de belle taille et de haute mine, quoique au visage légèrement renfrogné, lequel causait avec deux personnes qui paraissaient
l’écouter avec déférence.
D’Artagnan crut
tout
naturellement, selon son habitude, être l’objet de la conversation et écouta. Cette fois, d’Artagnan ne s’était trompé qu’à moitié : ce n’était pas de lui qu’il était question, mais de son cheval. Le gentilhomme paraissait énumérer à ses auditeurs toutes ses qualités, et comme, ainsi que je l’ai dit, les auditeurs paraissaient avoir une grande déférence pour le narrateur, ils éclataient de rire à tout moment. Or, comme un demi-sourire suffisait pour éveiller l’irascibilité du jeune homme.” (LTM/I/13)
Quand d’Artagnan est arrivé à Meung, il a rencontré un gentilhomme. Malheureusement, ce gentilhomme a méprisé le cheval de d’Artagnan devant tous les gens et d’Artagnan le savait. C’était pourquoi, quand le gentilhomme a sourit d’un air méprisant, d’Artagnan a été devenu en colère. Sa colère était une preuve que d’Artagnan a senti l’agressivité de l’émotion. Cette agressivité a été influencée par sa personnalité névrotique de sorte qu’il devienne émotif xi
facilement. Pour cela, suffisait
2.
pour
voyez cette citation (...Or, comme un demi-sourire éveiller
l’irascibilité
du
jeune
homme.)
Facteur de la Cause de l’Agressivité En analysant le même texte (1) ci-dessus, je pourrais souligner que
l’agressivité de l’émotion de d’Artagan été causé par d’un demi-sourire de ce gentilhomme. À cause de ce demi-sourire, d’Artagnan était en colère. La preuve est représentée de la phrase citée suivante (…Or, comme un demi-sourire suffisait pour éveiller l’irascibilité du jeune homme).
3.
Effet de l’Agressivité (2) Pendant ce temps, d’Artagnan s’était jeté sur le second soldat, l’attaquant avec son épée; la lutte ne fut pas longue, ce misérable n’avait pour se défendre que son arquebuse déchargée ; l’épée du garde glissa contre le canon de l’arme devenue inutile et alla traverser la cuisse de l’assassin, qui tomba. D’Artagnan lui mit aussitôt la pointe du fer sur la gorge. (LTM/XLI/618)
De cette citation ci-dessus, le soldat secondaire a été blessé par un coup d’épée. Ici, d’Artagnan a fait de l’agressivité défensive de soi-même. Il a attaqué le soldat secondaire avec son épée et l'a blessé à la cuisse. Cet événement devient une preuve que la blessure est une des conséquences de l’agressivité de d’Artagnan.
F.
Conclusion De le roman Les Trois Mousquetaires d’Alexandre Dumas Père, je
pourrais déduire qu’il y a un bon rapport entre la personnalité et l’agressivité. Ce rapport se trouve dans ce roman. Par exemple: d’Artagnan était en colère, parce qu’il a été provoqué par sa personnalité névrotique. En autre, l’agressivité a des conséquences négatives pour la victime.
xii
G.
Proposition Je propose aux étudiants du Programme d’Études de la Littérature
Française d’analyser la personnalité et l’agressivité des personnages des autres romans pour qu’on puisse développer les théories de la psychologie littéraire. En autre, je leur propose aussi d’analyser la forme de la psychologie en utilisant des points de vue différente dans des autres oeuvres, par exemple le conflit de la psychologie dans les personnages pour que les étudiants complétent les recherches sur la psychologie littéraire.
xiii
DAFTAR ISI LEMBAR JUDUL.......................................................................................
i
PENGESAHAN ..........................................................................................
ii
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ...................................................
iii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN .............................................................
iv
PRAKATA .................................................................................................
vi
ABSTRAK ..................................................................................................
viii
RESUMÉ ....................................................................................................
ix
DAFTAR ISI ..............................................................................................
xvi
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ...................................................................
1
1.2 Rumusan Masalah .............................................................................
8
1.3 Tujuan Penelitian ..............................................................................
8
1.4 Manfaat Penelitian.............................................................................
8
1.5 Sistematika Penulisan ........................................................................
9
BAB 2 KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Terdahulu ..............................................................................
11
2.2 Landasan Teoretis ............................................................................
13
2.2.1 Pengertian Psikologi Sastra .......................................................
14
2.2.2 Pengertian Roman ....................................................................
16
2.2.3 Pengertian Kepribadian…………………………………………
17
2.2.4 Trait Kepribadian……………………………………………….
18
2.2.4.1 Ektroversi versus Introversi…………………………….
19
2.2.4.2 Neurotisisme versus Stabilitas Emosi…………………..
19
2.2.4.3 Agreeableness versus Antagonisme…………………….
19
2.2.4.4 Conscientiousness versus Impulsivitas………………….
20
2.2.4.5 Openness versus Penolakan Pada Pengalaman Baru……
20
2.2.5 Pengertian Agresi……………………………………………….
20
xiv
2.2.6 Tipe-Tipe Agresi………………………………………………..
22
2.2.6.1 Tipe Agresi Menurut Myers…………………………….
22
2.2.6.1.1 Agresi Rasa Benci atau Emosi………………..
22
2.2.6.1.2 Agresi Instrumental…………………………...
23
2.2.6.2 Tipe Agresi Menurut Kennet Moyer dan Krahé………... 23 2.2.6.2.1 Agresi Predatori………………………………. 23 2.2.6.2.2 Agresi Antarjantan……………………………. 23 2.2.6.2.3 Agresi Ketakutan……………………………... 24 2.2.6.2.4 Agresi Tersinggung………………………….... 24 2.2.6.2.5 Agresi Pertahanan atau Teritorial……………... 24 2.2.6.2.6 Agresi Maternal .............................................. 25 2.2.6.2.7 Agresi Instrumental…………………………… 25 2.2.6.2.8 Agresi Seksual………………………………… 25 2.2.7 Faktor Pencetus Agresi…………………………………………. 26 2.2.7.1 Frustasi………………………………………………….. 26 2.2.7.2 Stres…………………………………………………….. 27 2.2.7.3 Deindividuasi atau Depersonalisasi…………………….. 27 2.2.7.4 Kekuasaan dan Kepatuhan……………………………... 28 2.2.7.5 Efek Senjata……………………………………………. 29 2.2.7.6 Provokasi……………………………………………….. 29 2.2.7.7 Alkohol dan Obat-obatan……………………………… 29 2.2.7.8 Suhu Udara……………………………………………... 30 2.2.8 Dampak Agresi…………………………………………………. 30 2.2.8.1 Depresi………………………………………………….. 30 2.2.8.2 Cacat Fisik……………………………………………… 31 2.2.8.3 Cidera…………………………………………………... 31 2.2.8.4 Kematian……………………………………………….. 31 Skema Landasan Teori……………………………………………….. 32
xv
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Pendekatan Penelitian ....................................................................... 36 3.2 Objek Penelitian ............................................................................... 36 3.3 Data dan Sumber Data ...................................................................... 37 3.4 Metode dan Teknik Penyediaan Data ................................................ 38 3.5 Metode dan Teknik Analisis Data ..................................................... 39 3.6 Metode dan Teknik Penyajian Hasil Analisis Data. ............................ 39 BAB 4 KEPRIBADIAN, TIPE AGRESIVITAS, FAKTOR PENCETUS DAN DAMPAK AGRESIVITAS TOKOH UTAMA DALAM ROMAN LES TROIS MOUSQUETAIRES 4.1 Tipe-tipe Agresivitas dan Trait Kepribadian yang Mempengaruhi ..... 42 4.1.1 Agresi Rasa Benci atau Agresi Emosi ....................................... 42 4.1.2 Agresi Antarjantan .................................................................... 47 4.1.3 Agresi Ketakutan……………………………………………….. 54 4.1.4 Agresi Tersinggung……………………………………………... 58 4.1.5 Agresi Pertahanan………………………………………………. 61 4.2 Faktor Pencetus Agresi………………………………………………. 65 4.2.1 Kekuasaan dan Kepatuhan……………………………………… 65 4.2.2 Efek Senjata…………………………………………………….. 68 4.2.3 Provokasi………………………………………………………... 70 4.3 Dampak Agresi………………………………………………………. 72 4.3.1 Cidera…………………………………………………………… 72 4.3.2 Kematian………………………………………………………... 74 Tabel Hasil Analisis Data………………………………………………… 76 BAB V PENUTUP 5.1 Simpulan…………………………………………………………... .. 80 5.2 Saran…………………………………………………………………. 82 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 83 LAMPIRAN
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Sinopsis Roman Les Trois Mousquetaires .....................................................
xx
Kutipan Teks Roman Les Trois Mousquetaires……………………………… xxiii Biografi Alexandre Dumas Père....................................................................... xxvii
xvii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering melihat bentuk-bentuk agresivitas
manusia yang terjadi di masyarakat. Hal ini dapat kita lihat di siaran televisi ataupun membacanya di koran. Agresivitas tidak hanya dilakukan oleh orang dewasa saja, tetapi anak kecil pun juga melakukannya. Contoh dari agresivitas tersebut adalah pembunuhan, pemerkosaan yang dilakukan oleh anak SD terhadap anak balita, perkelahian yang dilakukan oleh para pelajar dan kekerasan dalam rumah tangga yang dilakukan oleh suami kepada istrinya. Agresivitas sendiri sebenarnya tidak dapat dipisahkan dari manusia. Seperti yang diungkapkan oleh Sarwono (dalam Koeswara 1988:xi) kiranya tidak ada yang membantah bahwa agresivitas tidak dapat dilenyapkan dari bumi ini karena agresivitas merupakan bagian dari manusia itu sendiri. Perilaku agresivitas yang terjadi di dalam kehidupan sehari-hari dapat memberikan inspirasi bagi para pengarang untuk menulisnya dalam karya sastranya. Menurut Endraswara (2003:33) karya sastra adalah kisah kehidupan yang penuh liku-liku. Dari pengertian tersebut kita dapat membuat kesimpulan bahwa dalam penciptaan sebuah karya sastra, pengarang sering dipengaruhi oleh kejadian yang terjadi di lingkungan sekitarnya. Sehingga dalam karya sastranya terkadang tersirat keadaan yang terjadi pada saat si pengarang membuat karya tersebut.
1
2
Wellek dan Waren (1990:48-49) menggolongkan karya sastra menjadi dua, yaitu karya sastra lisan dan karya sastra tulis. Adapun Endraswara (2003:150) membagi karya sastra lisan menjadi dua, yaitu karya satra sastra lisan murni berupa dongeng, legenda, cerita yang tersebar secara lisan di masyarakat dan karya sastra lisan tak murni biasanya berbaur dengan tradisi lisan yang sudah ada Sastra tulisan menurut Wellek dan Waren (1990:51) adalah karya satra yang dipopulerkan melalui tulisan-tulisan. Kita sering menemukan berbagai macam karya sastra tulis di sekitar kita misalnya prosa, puisi, cerpen, dan roman. Roman menurut Komarudin (2000:222-223) berasal dari bahasa Perancis Romance. Pada mulanya roman berarti buku-buku yang ditulis dalam bahasa Romana, bahasa sehari-hari Perancis kuno, yang selanjutnya berubah arti menjadi kisah atau cerita atau hikayat yang menyajikan tokoh-tokoh ksatria dan pahlawan. Komarudin juga menambahkan bahwa novel dalam bahasa Perancis disebut romance dan dalam bahasa Indonesia dikenal sebagai roman. Dalam karya sastra khususnya roman ditemukan berbagai macam pengalaman kehidupan, persoalan-persoalan yang terdapat dalam lingkungan sosial masyarakat, dan sistem nilai serta norma-norma. Semua itu dapat dijadikan cermin diri dalam menghadapi persoalan-persoalan yang sama seperti dalam roman, pembaca dapat mengambil hikmah dan manfaat dibalik cerita atau persoalan-persoalan dalam roman. Selanjutnya pembaca dapat mencontoh hal-hal yang baik dan meningggalkan hal-hal yang buruk dalam kehidupan manusia.
3
Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa cerita di dalam roman memiliki hubungan yang erat dengan kehidupan manusia. Hal ini sesuai dengan pendapat Plato (dalam Aminuddin 2004:115) bahwa karya sastra bersifat mimesis, yakni semacam cermin yang menjadi perepresentasi dari realitas itu sendiri. Mimemis merupakan paparan cerita yang diemban oleh tokoh pelaku tertentu, terjadi di suatu tempat dan waktu tertentu seperti halnya kenyataan terjadinya peristiwa dalam kehidupan sehari-hari, maka terdapat pengisahan yang berkembang dari ilusi pengarang tanpa terikat oleh para pelaku. Selain memiliki kaitan dengan kehidupan pengarang, karya sastra juga menggambarkan tentang bentuk psikologis manusia. Hal ini dapat dilihat dari psikologis para tokoh yang terdapat di dalam karya sastra tersebut. Jatman (dalam Endraswara 2003:97) berpendapat bahwa karya sastra dan psikologi memiliki tautan yang erat, secara tak langsung dan fungsionel. Pertautan tak langsung, karena baik karya sastra maupun psikologi memiliki objek yang sama, yaitu kehidupan manusia. Psikologi dan sastra mempunyai hubungan fungsionel karena sama-sama untuk mempelajari keadaan kejiwaan orang lain, bedanya dalam psikologi gejala tersebut riil, sedangkan dalam sastra bersifat imajinatif. Meskipun karya sastra bersifat kreatif dan imajiner, penulis karya sastra sering memanfaatkan hukum-hukum psikologi untuk menghidupkan karakterkarakter tokohnya. Penulis sadar atau tidak telah menerapkan teori psikologi secara diam-diam (Endraswara 2003:99). Psikologi sendiri berhubungan dengan kepribadian seseorang.
4
Menurut Gordon Allport (dalam Hall dan Gardner 1993:24) kepribadian adalah organisasi dinamik dalam individu atas sistem-sistem psikofisis yang menentukan penyesuaian dirinya yang khas terhadap lingkungannya. Kepribadian dibagi menjadi 2 trait yaitu trait utama dan trait sekunder. Allport(dalam Wade dan Carol 2007:204) berpendapat bahwa kebanyakan dari kita memiliki lima sampai sepuluh trait utama (central trait) yang merefleksikan cara khusus kita dalam berperilaku, dalam berhubungan dengan orang lain, dan dalam bereaksi terhadap situasi baru. Sebaliknya, trait sekunder (secondary traits) merupakan aspek kepribadian yang lebih mungkin berubah, seperti selera musik, kebiasaan, opini santai, dan lain-lain. Dengan mengetahui kepribadian seseorang, kita bisa mengetahui bentuk penyimpangan psikologi yang dialami oleh orang tersebut. Salah satu bentuk penyimpangan psikologi yaitu perilaku agresif. Menurut Baron (2005:137) agresi adalah tingkah laku yang diarahkan kepada tujuan menyakiti makhluk hidup lain yang ingin menghindari perilaku macam itu. Sedangkan menurut Gordon Allport (dalam Hall dan Gardner 1993:24) kepribadian adalah organisasi dinamik dalam individu atas sistem-sistem psikofisis
yang
menentukan
penyesuaian
dirinya
yang
khas
terhadap
lingkungannya. Dalam penelitian ini penulis akan membuktikan adanya hubungan psikologi dalam pembentukan sebuah karya sastra. Oleh karena itu, penulis memilih salah satu roman perancis yang berjudul Les Trois Mousquetaires
5
karangan Alexandre Dumas Père yang merupakan seorang penulis terkenal dari Perancis.
Roman ini berisi tentang bentuk psikologi seperti kepribadian dan
agresivitas. Bentuk psikologi ini terinspirasi dari psikologi yang terdapat dalam diri manusia pada kehidupan nyata. Kemudian, psikologi tersebut direfleksikan oleh Alexandre Dumas Père ke dalam teks untuk menciptakan roman Les Trois Mousquetaires. Bentuk psikologi tersebut dapat dilihat pada para tokoh yang terdapat dalam novel ini. Alexandre Dumas Père lahir pada tanggal 24 Juli 1802 di Perancis. Ayahnya adalah seorang jendral tentara revolusioner yang wafat saat dia masih berusia empat tahun. Ia tidak mengenyam pendidikan formal yang tinggi, namun berkat pengajaran dalam rumah tangga calon raja saat itu, Louis-Phillipe, Dumas menjadi anak yang haus akan bacaan. Lalu ia kemudian mulai untuk menulis. Cerita-cerita dari ibunya tentang keberanian ayahnya dalam pemerintahan Napoleon I membuat Dumas terinspirasi untuk menulis kisah petualang. Oleh karena itu dia dikenal dengan penulis roman sejarah yang kaya akan petualang. Pada awalnya Alexandre Dumas menulis drama, setelah drama yang ditulisnya mendapat banyak pujian, Alexandre Dumas mencoba menulis novel. Novel pertamanya adalah Le Capitaine Paulus yang ditulisnya pada tahun 1838. Pada tahun 1840 Alexandre Dumas menikah dengan seorang aktris yang bernama Ida Ferreier. Namun, Alexandre Dumas selama pernikahannya juga memiliki empat istri yang tidak sah. Salah satu dari mereka melahirkan seorang anak yang
6
memiliki nama sama seperti Alexandre Dumas. Karena Alexandre Dumas dan anaknya memiliki nama yang sama dan bekerja di bidang yang sama, maka untuk membedakannya mereka menyebut Alexandre Dumas Père dan Alexandre Dumas Fils. Karya-karya dari Alexandre Dumas Père adalah Le Comte de MonteCristo (1845-1846), Les Deux Dianne (1846), La Reine Margot (1845), La Dame de Monsoreau (1846), Vingt Ans Aprés(1845), Les Trois Mousquetaires (1844) dan lain-lain. Salah satu roman terbaiknya adalah Les Trois Mousquetaires. Penulis memilih roman ini karena roman ini sangat legendaris di dunia kesustraan. Awalnya, roman ini dimuat dalam bentuk cerita bersambung di majalah Les Siècle Perancis pada tahun 1844. Namun, dalam perkembangannya hingga sekarang, roman ini telah sering diadaptasi dan memberi pengaruh pada begitu banyak karya setelahnya. Selain itu, dalam roman ini terdapat banyak bentuk agresivitas yang dilakukan oleh tokoh utama sehingga memudahkan penulis untuk menganalisisnya. Tokoh utama yang dimaksudkan dalam roman ini adalah d’Artagnan seorang pemuda Gaston yang gagah berani dalam menghadapi permasalahan dan untuk mencapai cita-citanya menjadi seorang musketri. Perilaku agresivitas yang terdapat dalam roman ini adalah perbuatan balas dendam d’Artagnan kepada Milady. Perbuatan balas dendam ini terjadi karena permasalahan cinta. Milady telah mempermainkan cinta d’Artagnan dan membunuh kekasih d’Artagnan yang bernama Madame Bonacieux. Selain itu juga banyak bentuk agresivitas yang lain
7
seperti pertarungan yang dilakukan oleh d’Artagnan karena kepribadiannya yang pemarah sehingga mudah untuk terbakar emosinya. Roman Les Trois Mousquetaires merupakan salah satu roman beraliran romantisme yang lahir pada abad ke-19. Aliran romantisme adalah aliran dalam karya sastra yang mementingkan unsur perasaan, di samping unsur rasio. Aliran romantisme merupakan aliran yang mengungkapkan bahwa karya sastra merupakan cerminan dari kehidupan sehari-hari (http:// aliran karya sastra.com). Roman ini dimasukkan ke dalam aliran romantisme karena roman ini menceritakan kehidupan pada masa itu yang masih dalam kondisi peperangan, masyarakatnya yang suka berpesta serta adanya perselingkuhan antara masyarakat kalangan biasa dengan para pejabat negara. Dalam penelitian ini penulis akan membahas mangenai kepribadian, bentuk-bentuk agresivitas yang dilakukan oleh tokoh utama, faktor-faktor dan dampak agresivitas dalam roman Les Trois Mousquetaires karya Alexandre Dumas Père. Untuk mengkaji permasalahan tersebut, maka penulis menggunakan teori psikologi dari Carol, Myers, Moyer dan Krahé. Penulis menggunakan banyak teori karena teori-teori ini cocok untuk menemukan trait kepribadian dan agresivitas tokoh utama dalam roman Les Trois Mousquetaires karya Alexandre Dumas Père. Selain itu teori-teori ini saling berkaitan dan saling mendukung satu sama lain.
8
1.2
Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan yang akan dikaji
adalah sebagai berikut. 1.
Bagaimana trait kepribadian yang terdapat dalam diri tokoh utama dalam roman Les Trois Mousquetaires karya Alexandre Dumas Père?
2.
Bagaimana tipe-tipe dan faktor-faktor pencetus agresivitas tokoh utama dalam roman Les Trois Mousquetaires karya Alexandre Dumas Père?
3.
Bagaimana dampak agresivitas tokoh utama dalam roman Les Trois Mousquetaires karya Alexandre Dumas Père?
1.3
Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut.
1.
Mendeskripsikan trait kepribadian tokoh utama dalam roman Les Trois Musquetaires karya Alexandre Dumas Père.
2.
Mendeskripsikan tipe-tipe dan faktor-faktor pencetus agresivitas tokoh utama dalam roman Les Trois Mousquetaires karya Alxandre Dumas Père.
3.
Mendeskripsikan dampak agresivitas tokoh utama dalam roman Les Trois Mousquetaires karya Alexandre Dumas Père.
1.4
Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat, baik secara teoritis
maupun praktis, yaitu :
1.
Manfaat teoretis
9
Penelitian ini diharapkan mampu menerapkan teori psikologi sastra dalam roman Les Trois Mousquetaires karya Alexandre Dumas Père ? 2.
Manfaat Praktis Secara praktis dengan penelitian ini diharapkan dapat membantu pembaca
untuk mengetahui kepribadian seseorang dan menilai baik dan buruknya perilaku agfresif sehingga pembaca penelitian ini lebih bijak dalam mengontrol sifat agresif dalam dirinya. Selain itu, penelitian ini diharapkan mampu menambah wawasan dan memperkaya khazanah ilmu pengetahuan mengenai hubungan antara psikologi dan karya sastra bagi pengajaran sastra sebagai materi alternatif dalam mata kuliah apresiasi sastra serta menambah khazanah kepustakaan dalam penelitian sastra terutama di bidang psikologi.
1.5
Sistematika Penulisan Secara garis besar, penelitian ini terdiri dari tiga bagian, yaitu bagian awal
penelitian, inti penelitian, dan akhir penelitian. Bagian awal penelitian meliputi judul, lembar pengesahan, motto dan persembahan, kata pengantar, daftar isi, abstrak, dan extrait. Bagian inti penelitian terdiri dari lima bab dengan sistematika sebagai berikut. Bab I Pendahuluan, berisi latar belakang masalah, permasalahan, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penelitian.
10
Bab II Landasan Teori, memaparkan landasan teori yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: 1) pengertian psikologi sastra, 2) pengertian roman, 3) pengertian kepribadian 4) tipe (trait) kepribadian, yang terdiri atas : ekstroversi versus introversi, neurotisisme versus stabilitas emosi, agreeableness versus antagonisme, conscientiousness versus impulsivitas dan openness versus penolakan terhadap sesuatu yang baru 5) pengertian agresi, 6) tipe-tipe agresi, yang terdiri atas: agresi predatori, agresi antarjantan, agresi ketakutan, agresi tersinggung, agresi pertahanan, agresi maternal, agresi instrumental, dan agresi seksual, 7) faktor pencetus agresi yang terdiri atas: frustasi, stres, deindividualisasi atau depersionalisasi, kekuasaan dan kepatuhan, efek senjata, provokasi, alkohol dan obat-obatan, dan suhu udara, 8) dampak agresi, yang terdiri atas: depresi, cacat fisik, cidera, dan kematian. Bab III Metode Penelitian, bab ini berisi penjelasan tentang langkahlangkah metode penelitian yang meliputi: pendekatan penelitian, objek penelitian, data dan sumber data, metode dan teknik penyediaan data, metode dan teknik analisis data, metode dan teknik penyajian hasil analisis data serta langkah kerja penelitian. Bab IV Analisis Data, bab ini berisi analisis data dan pembahasan berdasarkan teori yang digunakan. Terakhir, Bab V Penutup, yang berisi simpulan dan saran. Pada bagian terakhir penelitian ini, disajikan daftar pustaka dan lampiranlampiran yang berhubungan dengan penulisan penelitian ini.
BAB 2 KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI
2.1
Kajian Terdahulu Setiap orang yang akan melakukan suatu penelitian tidak akan beranjak
dari awal. Pada umumnya suatu penelitian akan mengacu pada penelitian lain yang dijadikan titik tolak dalam penelitian selanjutnya. Dengan demikian, peninjauan terhadap penelitian lain sangatlah penting untuk digunakan sebagai relevansi penelitian yang terdahulu dengan penelitian yang akan dilakukan. Selain itu, peninjauan penelitian sebelumnya dapat dipergunakan untuk membandingkan seberapa besar keaslian dari penelitian yang akan dilakukan. Dalam hal ini, penulis menemukan lima penelitian yang dapat dijadikan sebagai bahan acuan. Penelitian itu diambil dari penelitian Relianedo Surya Dirgantara, Lina Eliyana, Mariana Sirait, Reny Rahmawati, dan Rani setianingrum. Kelima penelitian tersebut akan dibahas di bawah ini. Relianedo Surya Dirgantara (2007) dengan judul skripsinya “Agresivitas Tokoh dalam Roman Thérèse Raquin Karya Emile Zola”, mengkaji tentang agresivitas tokoh-tokoh yang terdapat dalam roman Thérèse Raquin. peneliti menggunakan teori Myers, Kennet Moyer, dan Krahé. Dalam penelitiannya, dia mendapatkan hasil bahwa perilaku agresivitas manusia dapat berakibat buruk bagi korban agresi dan bagi pelaku agresi itu tersendiri. Lina Eliyana (2010) dengan judul skripsinya “Kepribadian Tokoh Utama dalam Roman La Dame Aux Camelias Karya Alexandre Dumas JR”, mengkaji 11
12
kepribadian tokoh utama dengan menggunakan teori kepribadian Carl Justave Jung. Dari penelitiannya, dia memperoleh hasil bahwa kepribadian tokoh utama dalam roman La Dame Aux Camelias Karya Alexandre Dumas JR, dipengaruhi oleh kepribadian fungsi jiwa dan sikap jiwa dari teori Carl Gustav Jung. Mariana Sirait (2010) dengan judul skripsinya “Pengaruh Kepribadian Tokoh Utama Terhadap Konflik Psikologis dalam Roman Madame Bovary Karya Gustave Flaubert”, mengkaji kepribadian tokoh utama dengan menggunakan teori Sigmund Freud. Hasil dari penelitiannya membuktikan bahwa kepribadian mempengaruhi konflik yang disebabkan oleh pertentangan diantara aspek-aspek kepribadian. Reny Rahmawati (2006) dengan judul skripsinya “Kepribadian Tokoh Utama dalam Novel Larung Karya Ayu Utami”, mengkaji kepribadian tokoh utama dengan menggunakan teori Sigmund Freud. Penelitian ini mempunyai hasil bahwa energi id mendominasi dalam pembentukan kepribadian tokoh Larung. Rani Setianingrum (2008) dengan judul skripsinya “Analisis Aspek Kepribadian Tokoh Utama dalam Novel Supernova Episode Akar Karya Dewi Lestari : Tinjauan Psikologi Sastra”, mengkaji aspek kepribadian tokoh utama dengan menggunakan teori Abraham Maslow. Hasil penelitiannya adalah kepribadian tokoh utama dipengaruhi oleh lima kebutuhan, yakni (1) kebutuhan dasar fisiologis. (2) kebutuhan akan rasa aman (3) kebutuhan akan rasa cinta dan memiliki. (4) kebutuhan akan penghargaan. (5) kebutuhan akan aktualisasi diri. Meskipun kelima penelitian di atas hampir memiliki kesamaan mengenai kajiannya, namun penelitian yang sekarang dilakukan memiliki perbedaan
13
mengenai judul roman, permasalahan dan teori yang digunakan. Dalam penelitian ini, penulis memakai roman Les Trois Mousquetaires karya Alexandre Dumas Père. Penulis mengkaji tentang kepribadian tokoh utama dengan menggunakan teori Wade dan Carol, dan mengkaji agresivitas tokoh utama dengan menggunakan teori Myers, Koeswara, Kennet Moyer dan Krahé. Berdasarkan referensi tersebut, penulis yakin bahwa penelitian yang saat ini dilakukan belum pernah ada dan dapat dipertanggungjawabkan keasliannya.
2.2
Landasan Teoretis Dalam penelitian ini penulis akan mengkaji tentang kepribadian dan
agresivitas tokoh utama yang terdapat dalam roman Les Trois Mousquetaires. Tokoh utama yang dimaksud adalah D’Artagnan. Penulis hanya memilih tokoh utama karena dalam roman ini tokoh utama yang paling sering melakukan atau mengalami agresivitas. Selain itu juga penulis tertarik untuk mengetahui kepribadian tokoh utama yang melatarbelakangi munculnya agresivitas tersebut. Oleh karena itu, penulis akan menggunakan teori tentang psikologi sastra, roman, kepribadian dan agresivitas untuk menganalisisnya. Teori-teori tersebut akan dibahas satu-persatu di bawah ini.
2.2.1 Pengertian Psikologi Sastra Endraswara (2003:96) mengatakan psikologi sastra adalah kajian sastra yang memandang sastra hanya sebagai aktivitas kejiwaan. Pengarang akan menggunakan cipta, rasa, dan karya dalam berkarya. Begitu pula pembaca dalam
14
menanggapi karya juga tidak akan lepas dari kejiwaan pengarang. Pengarang akan menangkap gejala jiwa dan merefleksikannya ke dalam sebuah teks sastra dan dilengkapi dengan kejiwaanya. Pengalaman sendiri dan pengalaman hidup pengarang akan tergambar ke dalam teks sastra. Dalam pandangan Wellek dan Warren (dalam Endraswara 2003:98) dan Hardjana (dalam Endraswara 2003:98), psikologi sastra mempunyai empat kemungkinan penelitian sebagai berikut.
2.2.1.1 Studi psikologi pengarang sebagai tipe atau sebagai pribadi Studi ini cenderung mengarah ke psikologi seni. Peneliti berusaha menangkap kondisi kejiwaan seorang pengarang pada saat menciptakan karya sastra.
2.2.1.2 Studi proses kreatif Studi ini cenderung kearah psikologi seni karena berhubungan dengan psikologi proses kreatif pengarang saat membuat karya sastra. Studi ini membahas langkah-langkah
psikologis
pengarang
ketika
memfokuskan
diri
dalam
menciptakan karya sastra. Langkah-langkah psikologis itu meliputi seluruh tahapan, mulai dari dorongan bawah sadar yang melukiskan karya sastra sampai pada perbaikan akhir yang dilakukan pengarang.
15
2.2.1.3 Studi tipe dan hukum-hukum psikologi yang diterapkan pada karya sastra Kaitan studi ini dapat diarahkan pada teori-teori psikologi, misalnya psikoanalisa ke dalam teks sastra. Kajian ini mengasumsikan bahwa pengarang baik sadar atau tidak sering menggunakan teori psikologi tertentu untuk menghidupkan karakter tokoh dalam penciptaan karya sastra.
2.2.1.4 Penelitian dampak psikologis teks terhadap pembaca Studi ini lebih cenderung ke arah aspek-aspek pragmatik psikologis teks sastra terhadap pembacanya. Keempat pengertian di atas yang paling cocok dengan penelitian psikologi sastra dalam karya sastra adalah yang ketiga yaitu studi tipe dan hukum-hukum psikologi yang diterapkan pada karya sastra. Pengertian Wallek yang ketiga ini menegaskan analisis psikologis yang diarahkan kepada tokoh utama semata, sebab tipe dan hukum psikologis paling intern pada tokoh utama yang dikenai banyak konflik ketimbang tokoh lain (Siswantoro 2005 : 86). Pendekatan psikologi sastra dalam penelitian ini disesuaikan dengan objek penelitian yang berupa teks dalam novel Les Trois Mousquetaires, yaitu pendekatan psikologi sastra tekstual. Pendekatan psikologi sastra tekstual adalah pendekatan yang mengkaji psikologi tokoh dalam karya sastra. Hal ini dapat dilihat pada karakter tokoh yang diciptakan oleh pengarang dalam karya sastranya, seberapa jauh pengarang mampu menggambarkan perwatakan tokoh sehingga karya menjadi semakin hidup.
16
2.2.2 Pengertian Roman Roman est littérature œuvre en prose, relativement longue, basée sur une intrigue imaginaire qui dépeint l'évolution et la psychologie de différents personages. (fr.encarta.msn.com/dictionary.../roman.html) (Roman adalah karya sastra dalam bentuk prosa, secara relatif panjang, berdasarkan pada imajinasi tentang persekongkolan yang menggambarkan perkembangan dan psikologi dari tokoh yang berbeda). Sementara roman menurut Komarudin (2000: 222-223) berasal dari bahasa Perancis Romance. Pada mulanya roman berarti buku-buku yang ditulis dalam bahasa Romana, bahasa sehari-hari Perancis kuno, yang selanjutnya berubah arti menjadi kisah atau cerita atau hikayat yang menyajikan tokoh-tokoh ksatria dan pahlawan. Komarudin juga menambahkan bahwa novel dalam bahasa Perancis disebut Romance, dan dalam bahasa Indonesia dikenal sebagai roman. Dari kedua pengertian di atas, maka penulis menarik kesimpulan bahwa roman adalah karya sastra berupa kisah atau hikayat yang menyajikan tokohtokoh ksatria atau pahlawan, berdasarkan pada imajinasi tentang persekongkolan yang menggambarkan perkembangan dan psikologi tokoh-tokohnya. Penelitian ini memilih roman karena memiliki kelebihan dibanding karya sastra lain, seperti cerita pendek. Kelebihan roman yang khas adalah kemampuannya menyampaikan permasalahan yang kompleks secara penuh, mengkreasikan sebuah dunia yang sudah “jadi”. Hal ini berarti membaca sebuah roman lebih mudah karena tidak menuntut pemahaman masalah yang kompleks dalam waktu yang relatif singkat (Nurgiantoro 2003: 11).
17
2.2.3 Pengertian Kepribadian La personalité est ensemble des comportement attitudes, etc., qui caractérisent
une
personne
(www.linternaute.com)
(Kepribadian
adalah
keseluruhan tingkah laku, sikap dan lain-lain, yang menggambarkan seseorang). Sementara, menurut Gordon Allport (dalam Hall dan Gardner 1993:24) kepribadian adalah organisasi dinamik dalam individu atas sistem-sistem psikofisis
yang
menentukan
penyesuaian
dirinya
yang
khas
terhadap
lingkungannya. Meskipun istilah kepribadian dan watak (karakter) sering digunakan secara bertukar-tukar, namun Allport menunjukkan bahwa secara tradisional kata watak mengisyaratkan norma tingkah laku tertentu atas dasar mana individu-individu atau perbuatannya dinilai. Jadi, dalam menggambarkan watak individu, kata “baik” dan
“buruk” seringkali dipakai.
Sedangkan kepribadian adalah
penggambaran tingkah laku secara deskriptif tanpa memberi nilai devaluatif (Alwisol 2004:8). Allport berpendapat bahwa watak adalah suatu konsep etis. Dia menyatakan watak sebagai kepribadian yang dievaluasi dan kepribadian adalah watak yang dievaluasi. (Hall dan Gardner Lindzey). Dengan penjelasan-penjelasan di atas, maka penulis menarik kesimpulan bahwa kepribadian adalah tingkah laku,sikap dan watak seseorang yang dievaluasi atas penyesuaian dirinya terhadap lingkungannya. kepribadian tidak hanya ada satu macam, tetapi memiliki keanekaragaman. Hal tersebut dikenal sebagai trait kepribadian oleh para tokoh psikologi. Trait kepribadian tersebut akan dibahas di bawah ini.
18
2.2.4 Trait Kepribadian Kepribadian dibagi menjadi 2 tipe (trait) yaitu trait utama dan trait sekunder. Allport (dalam Wade dan Carol 2007:204) berpendapat bahwa kebanyakan dari kita memiliki lima sampai sepuluh trait utama (central trait) yang merefleksikan cara khusus kita dalam berperilaku, dalam berhubungan dengan orang lain, dan dalam bereaksi terhadap situasi baru. Sebaliknya, trait sekunder (secondary traits) merupakan aspek kepribadian yang lebih mungkin berubah, seperti selera musik, kebiasaan, opini santai, dan lain-lain. Namun, beberapa ahli sepakat untuk membagi trait utama menjadi lima yang dikenal dengan Big Five (Wade dan Carol 2007:205) yaitu ekstroversi versus introversi, neurotisisme versus stabilitas emosi, agreeableness versus antagonisme, conscientiousness versus impulsivitas dan openness versus penolakan pada pengalaman baru. Kelima hal tersebut akan dibahas satu per satu di bawah ini.
2.2.4.1 Ekstroversi versus Introversi Kepribadian ini menggambarkan seseorang memiliki kepribadian yang supel atau pemalu. Faktor ini mencakup trait seperti banyak bicara atau pendiam, suka bersosialisasi atau penyendiri, suka berpetualang atau waspada, ingin tampil di depan umum atau cenderung di belakang layar.
19
2.2.4.2 Neurotisisme (Negatif Secara Emosional) versus Stabilitas Emosi Kepribadian
ini
menggambarkan
tingkat
kecemasan
seseorang,
ketidakmampuannya mengontrol dorongan, dan kecenderungannya merasakan emosi negatif seperti kemarahan, rasa bersalah, kebencian, dan penolakan. Individu yang neurotik sering merasa khawatir, sering mengeluh, dan pembangkang, bahkan saat mereka tidak memiliki masalah dalam hidup mereka. Mereka selalu melihat sisi pahit dari kehidupan dan tidak dapat merasakan sisi kehidupan yang menyenangkan.
2.2.4.3 Agreeableness (Keramahan) versus Antagonisme Kepribadian ini memberikan gambaran seseorang memiliki kepribadian santai atau mudah terganggu, kooperatif atau pembangkang, merasa aman atau curiga dan cemburu. Faktor ini merefleksikan kecenderungan kita untuk memiliki hubungan yang baik atau hubungan yang penuh ketegangan dengan rekan-rekan kita.
2.2.4.4 Conscientiousness (Keteraturan) versus Impulsivitas Kepribadian ini menggambarkan seseorang memiliki kepribadian yang bertanggung jawab atau tidak dapat diandalkan, pantang menyerah atau mudah menyerah, tegas atau tidak dapat menentukan pendapat, rapi atau ceroboh, disiplin atau impulsif.
20
2.2.4.5 Openness (Keterbukaan Terhadap Pengalaman) versus Penolakan Pada Pengalaman Baru Kepribadian ini menggambarkan seseorang memiliki kepribadian yang dipenuhi rasa ingin tahu, imajinatif, selalu mempertanyakan segala hal, dan kreatif; atau selalu mengikuti orang lain, tidak imajinatif, mudah ditebak, dan tidak nyaman dengan sesuatu yang baru.
2.2.5 Pengertian Agresi Selain menggunakan teori tentang kepribadian dan trait kepribadian, penulis juga menggunakan teori tentang agresivitas, yang mencakup pengertian agresivitas, tipe agresivitas, faktor pencetus dan dampak agresivitas. Teori ini dimulai dari pengertian agresivitas terlebih dahulu. Di bawah ini ada beberapa definisi tentang agresivitas yang akan dibahas satu per satu. En psychologie, en psychanalyse et en psychologie sociale, l’agressivité désigne toute tendance visant, par un moyen quelconque et sous n’importe quelle forme, à causer un tort à un individu, un groupe ou à ce qui les représente. (www.bibliotheques-psy.com/spip.php?) (Dalam psikologi, psikoanalis dan psikologi sosial, agresivitas menunjukkan semua yang terlihat, oleh sebuah cara apa pun, di bawah bentuk apa saja, akibat kesalahan kepada seseorang, kelompok atau apa pun yang ditemui). Buss (dalam Krahé 2005:15) mendefinisikan perilaku agresif sebagai sebuah respon yang mengantarkan stimulasi “beracun” kepada makhluk lain. Sementara itu, Baron dan Richardson (dalam Krahé 2005: 16) mengusulkan penggunaan istilah agresi untuk mendeskripsikan segala bentuk perilaku yang
21
dimaksudkan untuk menyakiti atau melukai makhluk hidup lain yang terdorong untuk menghindari perlakuan pelaku agresi tersebut. Bagi Lorenz dan Freud (dalam Fromm 2008:8), keagresifan manusia merupakan insting yang digerakkan oleh sumber energi yang selalu mengalir, dan tidak selalu merupakan akibat dari reaksi terhadap rangsangan luar. Lorenz berpendapat bahwa energi khusus untuk tindakan instingtif mengumpul secara kontinu di pusat-pusat syaraf yang ada kaitannya dengan pola tindakan tersebut, dan akan terjadi ledakan jika sudah terkumpul cukup energi sekalipun tanpa adanya rangsangan dari luar. Dengan demikian, bagi Lorenz (dalam Fromm 2008:9), agresi pada dasarnya bukanlah reaksi terhadap stimulasi luar, melainkan rangsangan dalam yang sudah “terpasang” yang mencari pelampiasan dan akan terekspresikan sekalipun dengan rangsangan luar yang sangat kecil. Oleh karena itu yang menjadikannya berbahaya justru spontanitas itu sendiri. Berdasarkan uraian di atas, maka penulis menyimpulkan bahwa perilaku agresif merupakan insting yang digerakkan oleh sumber energi yang selalu mengalir dan terkumpul secara kontinu di pusat-pusat syaraf untuk melukai atau menyakiti makhluk hidup lain.
2.2.6 Tipe-tipe Agresi Tipe agresivitas dibagi menjadi dua, yakni tipe agresivitas menurut Myers dan tipe agresivitas menurut Kennet Moyer dan Krahé. Dua tipe tersebut akan dibahas satu per satu berikut ini.
22
2.2.6.1 Tipe Agresivitas Menurut Myers Menurut Myers (dalam Sarwono 2002:298) agresi dibagi menjadi dua, yakni agresi rasa benci atau emosi dan agresi instrumental. Kedua agresi tersebut akan dibahas di bawah ini.
2.2.6.1.1 Agresi Rasa Benci atau Agresi Emosi (Hostile Agression) Agresi rasa benci adalah ungkapan kemarahan dan ditandai dengan emosi yang tinggi. Akibat dari jenis ini tidak dipikirkan oleh pelaku dan pelaku memang tidak peduli jika akibat perbuatannya lebih banyak mengakibatkan kerugian daripada manfaat. Contoh : seseorang membunuh tetangganya sebagai ungkapan kemarahan karena si tetangga sering menginjak-injak kebun ketela miliknya. (Sarwono 2002:296)
2.2.6.1.2 Agresi Instrumental (Instrumentale Agression) Agresi instrumental adalah agresi yang dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu, contohnya polisi menembak kaki seorang tahanan karena si tahanan tersebut mencoba melarikan diri dari penjara.
2.2.6.2 Tipe Agresivitas Menurut Kennet Moyer dan Krahé Kennet Moyer (dalam Koeswara 1988: 6) dan Krahé (2005 : 300) membagi agresi ke dalam delapan tipe agresi, yakni agresi predatori, agresi antarjantan, agresi ketakutan, agresi tersinggung, agresi pertahanan atau agresi territorial, agresi maternal, agresi instrumental dan agresi seksual. Kedelapan
23
bentuk agresi tersebut akan dibahas satu per satu di bawah ini.
2.2.6.2.1 Agresi Predatori Agresi predatori adalah agresi yang dibangkitkan oleh kehadiran objek alamiah (mangsa). Agresi predatori biasanya terdapat pada organism atau spesies hewan yang menjadikan hewan dari spesies lain sebagai mangsanya. Ini berarti perilaku agresif yang dilakukan oleh hewan terhadap sesamanya.
2.2.6.2.2 Agresi Antarjantan Agresi antarjantan adalah agresi yang secara tipikal dibangkitkan oleh kehadiran sesama jantan pada suatu spesies. Agresi ini tidak hanya dilakukan manusia terhadap sesama jenisnya, tetapi juga hewan terhadap sesama jenisnya.
2.2.6.2.3 Agresi Ketakutan Agresi ketakutan adalah agresi yang dibangkitkan oleh tertutupnya kesempatan untuk menghindar dari ancaman. Bentuk agresi ini merupakan bentuk pertaharnan diri dari ancaman keselamatan jiwa individu tersebut. Korbn yang mengalami acaman, biasanya akan merasa takut apalagi jika ancaman tersebut mengancam jiwanya. Korban akan berusaha untuk mempertahankan diri dengan cara apapun agar jiwanya selamat.
2.2.6.2.4 Agresi Tersinggung Agresi tersinggung adalah agresi yang dibangkitkan oleh perasaan
24
tersinggung atau kemarahan; respon yang menyerang muncul terhadap stimulus yang luas (tanpa memilih sasaran), baik berupa objek-objek hidup maupun objekobjek mati. Seseorang yang diperlakukan tidak sesuai dengan hak asasinya maka akan merasa tersinggung, maka terjadi pemberontakan dalam dirinya karena merasa hak asasinya terancam.
2.2.6.2.5 Agresi Pertahanan atau Agresi Teritorial Agresi pertahanan atau agresi territorial adalah agresi yang dilakukan oleh organism dalam rangka mempertahankan daerah kekuasaannya dari ancaman atau gangguan anggota spesiesnya sendiri. Agresi ini juga dilakukan oleh seseorang yang merasa terancam daerahnya dari gangguan orang lain.
2.2.6.2.6 Agresi Maternal Agresi maternal adalah agresi yang dilakukan oleh induk (betina) dalam upaya melindungi anak-anaknya dalam berbagai ancaman.
2.2.6.2.7 Agresi Instrumental Agresi instrumental adalah agresi yang dipelajari, diperkuat (reinforced), dan dilakukan untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu. Agresi instrumental pada umunnya tidak disertai dengan emosi, bahkan antara pelaku dan korban kadangkadang tidak ada hubungan pribadi. Agresi ini hanyalah untuk mencapai tujuan lain.
25
2.2.6.2.8 Agresi Seksual Abbey (dalam Krahé 2005: 304) menyatakan bahwa agresi seksual meliputi berbagai kegiatan seksual yang dipaksakan dan penggunaan berbagai strategi
paksaan,
seperti
ancaman,
atau
penggunaan
kekuatan
fisik,
mengeksploitasi ketidakmampuan korban untuk menolak, atau menekan secara verbal. Agresi seksual juga memasukkan perhatian yang tidak dikehendaki dalam bentuk pelecehan seksual, stalking (memperlihatkan penis yang ereksi), dan telepon cabul. Salah satu contoh agresi seksual adalah pemerkosaan. Pemerkosaan, menurut Wieke dan Richard (dalam Krahé 2005: 307) adalah kegiatan seksual apapun bentuknya, yang dialami seseorang di luar kehendaknya. Dalam penelitian ini, penulis akan menggunakan kedua teori ini untuk menganalisis tipe-tipe agresivitas tokoh utama yang terdapat dalam Les Trois Mousquetaires.
2.2.7 Faktor Pencetus Agresi Koeswara (1988: 82-113) membahas faktor pencetus agresi yang menurut para teoretis dan peneliti agresi yang sering ditemukan sebagai pengarah dan pencetus perilaku agresi, yaitu frustasi, stres, deindividuasi atau depersonalisasi, kekuasaan dan kepatuhan, efek senjata, provokasi, alkohol dan obat-obatan, dan suhu udara. Kedelapan faktor tersebut akan dibahas satu per satu di bawah ini.
26
2.2.7.1 Frustasi Frustasi adalah situasi individual yang terhambat atau gagal dalam usaha mencapai tujuan tertentu yang diinginkannya, atau mengalami hambatan untuk bebas bertindak dalam rangka mencapai tujuan. Perilaku individu frustasi dipengaruhi oleh stimulus negatif yang membuat agresi menjadi pilihan perilaku yang paling menonjol, contoh penelitian Berkowitz dan Le Page (dalam Krahé 2005 : 112) menunjukkan bahwa subjek yang sebelumnya telah dibuat frustasi dan terangsang secara negatif, subjek tersebut mempunyai indikasi untuk melakukan tindakan agresif.
2.2.7.2 Stres Menurut Kartono dan Gulo dalam Kamus Psikologi (1987:489) stress adalah sejenis frustasi, dimana aktivitas yang terarah pada pencapaian tujuan telah diganggu oleh atau dipersukar, tetapi tidak terhalang-halangi; peristiwa ini biasanya disertai oleh perasaan waswas kuatir dalam pencapaian tujuan. Engle (dalam Koeswara 1988: 87) mendefinisikan stress yang meliputi sumber-sumber stimulasi internal dan eksternal. Menurut teori Engle, stres merujuk pada segenap proses, baik yang bersumber pada kondisi-kondisi internal maupun kondisikondisi eksternal yang menuntut penyesuaian atas organisme.
2.2.7.3 Deindividuasi atau Depersonalisasi Menurut Kartono dan Gulo dalam Kamus Psikologi, Deindividuasi adalah keadaan dimana seseorang tidak mengetahui baik nama maupun sifat-sifat orang
27
lain dalam suatu situasi sosial. Sementara depersonalisasi adalah hilangnya kesadaraan akan realitas atau kesadaran identitas (1987:110,113). Deindividuasi dapat digolongkan sebagai faktor pencetus tindakan agresif karena menyingkirkan atau mengurangi peranan beberapa aspek yang terdapat pada individu, yaitu identitas diri dan keterlibatan emosional individu pelaku agresi terhadap korbannya. Deindividuasi sering berubah menjadi dehumanisasi dalam situasi tertentu, contoh perang. Jika dalam deindividuasi target para pelaku agresi dipandang sebagai individu yang unik tetapi sewajarnya, sedangkan dehumanisasi merupakan kebalikan dari deindividuasi. Dehumanisasi menganggap korban agresinya bukan lagi manusia melainkan sebuah objek yang boleh diperlakukan sesuka hati pelaku agresi sehingga perilaku agresi itu cenderung ekstrem, kejam, dan brutal. Contoh: kerusuhan Sampit di Kalimantan.
2.2.7.4 Kekuasaan dan Kepatuhan Spekulasi filsafat atau uraian-uraian teoretis sering menyiratkan keyakinan tentang hubungan antara kekuasaan dengan agresi atau tentang kecenderungan manusia
menggunakan
agresi
sebagai
instrumen
untuk
mencapai
dan
mempertahankan kekuasaannya. Misalnya Max Weber (dalam Koeswara 1988:100) menyebutkan bahwa kekuasaan adalah kesempatan dari seseorang atau sekelompok orang untuk merealisasikan keinginan-keinginannya dalam tindakan komunal bahkan meskipun harus berhadapan dengan perlawanan dari seseorang atau sekelompok orang lainnya yang berpartisipasi dalam tindakan komunal
28
tersebut. Kekuasaan dimasukkan ke dalam faktor-faktor pencetus agresi karena didasari pemikiran yang dinyatakan oleh Lord Acton bahwa kekuasaan itu cenderung disalahgunakan, misalnya Hitler Mussolini (Koeswara 1988: 100). Penyalahgunaan kekuasaan yang mengubah kekuasaan menjadi kekuatan yang memaksa (coercive) memiliki peranan terhadap kemunculan agresi, contoh kekuasaan yang ditunjukkan oleh Hitler dalam pembantaian kaum Yahudi pada Perang Dunia Kedua.
2.2.7.5 Efek Senjata Krahé (2005: 146) berpendapat bahwa efek senjata ditemukan paling kuat pada individu-individu yang sebelumya dibuat marah atau dibuat frustasi, sehingga mereka sudah dalam kondisi terpicu kemarahannya.
2.2.7.6 Provokasi Peranan provokasi turut mengambil bagian dalam kemunculan agresi. Penelitian Wolfgang (dalam Koeswara 1988: 106) mengemukakan bahwa tiga perempat dari 600 pembunuhan yang diselidikinya terjadi karena adanya provokasi dari korban. Perampokan yang disertai oleh tindakan kekerasan oleh pihak perampok dengan menggunakan menggunakan senjata api disebabkan oleh tindakan provokatif pihak korban berupa tindakan perlawanan aktif maupun pasif terhadap perampok tersebut.
29
2.2.7.7 Alkohol dan Obat-obatan Krahé (2005: 129) menyebutkan bahwa dalam pengaruh alkohol, waktu yang dibutuhkan individu untuk memperhatikan sesuatu menjadi berkurang, sehingga hanya stimulus negatif yang paling menonjol yang akan keluar sebagai tindakan agresif.
2.2.7.8 Suhu Udara Suhu udara merupakan faktor yang jarang diperhatikan oleh para peneliti agresi meski sesungguhnya ada dugaan suhu udara memiliki pengaruh terhadap tingkah laku, termasuk tingkah laku agresif. Krahé (2005: 147) menyatakan bahwa tindakan kriminal lebih banyak terjadi di daerah yang memiliki temperatur udara tinggi daripada di daerah yang memiliki temperatur udara rendah.
2.2.8 Dampak Agresi Dampak perilaku agresi menurut Sarwono (2002:297) dan Brekwell (1988:96-101) dibedakan menjadi empat (4), yakni depresi, cacat fisik, cidera, dan kematian. Keempat dampak tersebut akan dibahas satu per satu di bawah ini.
2.2.8.1 Depresi Menurut Kartono dan Gulo dalam Kamus Psikologi, depresi adalah keadaan patah hati atau putus asa yang disertai dengan melemahnya kepekaan terhadap stimuli tertentu, pengurangan aktivitas fisik maupun mental dan kesukaran dalam berpikir (1987:114).
Perilaku agresif sering terjadi dalam
30
insiden traumatis yang mengakibatkan depresi, yakni keadaan mundur baik bagi korban maupun pelakunya, seperti respon rasa bersalah setelah melakukan tindakan agresif.
2.2.8.2 Cacat fisik Perilaku agresif dapat menimbulkan cacat fisik terhadap korban agresi. Cacat fisik akibat dari perilaku agresi ini dapat berlangsung seumur hidup dan sulit untuk disembuhkan. Korban yang mengalami cacat fisik akan merasa tersingkir dari masyarakat dan tidak percaya diri dalam menjalani hidup bermasyarakat.
2.2.8.3 Cidera Selain cacat fisik, perilaku agresi juga dapat menimbulkan cidera. Cidera yang dialaminya tidak sampai seumur hidup, hanya bagian-bagian tubuh tertentu saja yang mengalami cidera dan dapat disembuhkan.
2.2.8.4 Kematian Perilaku agresif juga dapat mengakibatkan seseorang atau makhluk lainnya langsung meninggal. Kematian dapat terjadi terhadap korban agresi oleh pelaku agresi dengan menggunakan alat atau tanpa menggunakan alat.
31
SKEMA LANDASAN TEORI A. Trait Kepribadian Wade dan Carol
B. Tipe Agresivitas
32
C. Faktor Pencetus Agresi Menurut Koeswara
D. Dampak Agresi Menurut Sarwono dan Brekwell
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN
Dalam bab ini akan dibahas mengenai pendekatan penelitian, objek penelitian, data dan sumber data, metode dan teknik penyediaan data, metode dan teknik analisis data, metode dan teknik penyajian hasil analisis data serta langkah kerja penelitian.
3.1
Pendekatan Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
psikologi sastra. Menurut Endaswara (2003:97) pendekatan psikologi sastra adalah kajian sastra yang memandang sastra hanya sebagai aktivitas kejiwaan artinya psikologi sastra mengenal sastra sebagai pantulan kejiwaan pengarang. Pengarang akan menangkap gejala jiwa dan merefleksikannya ke dalam sebuah teks sastra dan dilengkapi dengan kejiwaannya.
3.2
Objek Penelitian Objek penelitian ini terdiri dari dua bagian, yaitu objek formal dan objek
material. Objek formal adalah sudut pandang subjek menelaah objek materialnya, sedangkan objek material adalah objek yang dijadikan sasaran untuk menyelidiki suatu ilmu (www.one.indoskripsi.com/node/cetak disunting pada tanggal 3 Agustus 2009).
33
34
Objek material penelitian ini adalah roman Les Trois Mousquetaires karya Alexandre Dumas Père. Sedangkan objek formal penelitian ini adalah tuturantuturan yang mengandung trait kepribadian dan agresivitas tokoh utama yang terdapat dalam roman Trois Mousquetaires karya Alexandre Dumas Père.
3.3
Data dan Sumber Data Sumber data dalam penelitian ini berupa roman abad ke-19 ditulis pada
tahun 1844 yang berjudul Les Trois Mousquetaires karya Alexandre Dumas. Awalnya roman ini dimuat dalam bentuk cerita bersambung di majalah Les Siècle Perancis pada tahun 1844. Roman ini sangat legendaris sepanjang masa karena novel ini sangat memberi pengaruh kepada banyak pengarang dalam membuat roman. Oleh karena novel ini legendaris, maka novel ini diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa di dunia serta adanya pembuatan film yang berdasarkan pada cerita novel ini. Di Indonesia, roman ini diterjemahkan oleh Diani Hera. Namun, penulis akan menggunakan terjemahan bebas oleh penulis sendiri untuk mempermudah penulis dalam menginterpretasikan makna yang terkandung dalam Les Trois Mousquetaires.
3.4
Metode dan Teknik Penyediaan Data Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode simak yakni
menyimak keseluruhan isi cerita dari roman Les Trois Mousquetaires. Selain itu penelitian ini juga menggunakan teknik penyediaan data dengan teknik catat yakni
35
mencatat tuturan-tuturan yang menunjukkan trait kepribadian, agresivitas dan wujud agresivitas tokoh utama dalam roman Les Trois Mousquetaires karya Alexandre Dumas. Setelah mengumpulkan data melalui teknik catat, langkah selanjutnya adalah memasukkan data tersebut dalam sebuah kartu data. Data-data yang relevan dituliskan pada kartu data yang berisi komponen-komponen sebagai berikut: (1) Nomor data : 1 (2) Sumber
: LTM/I/03
(3) Korpus data Data
Terjemahan
(4) Analisis Korpus Data Keterangan: Bagian 1 berisi : Nomor urut kartu data Bagian 2 berisi : Judul roman yaitu Les Tois Mousquetaires (LTM) Chapitre (I,II,III,…) Halaman (1,2,3,…) Bagian 3 berisi : Korpus data Bagian 4 berisi : Analisis korpus data
3.5
Metode dan Teknik Analisis Data Metode analisis dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analisis.
Nanawi (dalam Siswantoro 2005:56) mendefinisikan metode deskriptif sebagai
36
prosedur pemecahan masalah dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan subjek atau objek penelitian (seseorang, lembaga, dan masyarakat) pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau fakta yang sebagaimana adanya. Adapun berkenaan dengan teknik analisis, penulis menggunakan teknik baca markah yakni
membaca markah-markah yang mengandung ungkapan-
ungkapan tentang kepribadian tokoh utama, tipe, faktor pencetus dan dampak agresivitas yang berkaitan oleh tokoh utama dalam roman Les Trois Musquetaires karya Alexandre Dumas (Sudaryanto 1993:95).
3.6
Metode dan Teknik Penyajian Hasil Analisis Data Dalam penyajian hasil analisis data, penulis menggunakan metode
penyajian informal yakni penyajian hasil analisis dengan kata-kata biasa walaupun dengan terminologi yang teknis sifat-sifatnya (Sudaryanto 1993: 145). Sementara teknik penyajian hasil analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik informal. Teknik penyajian informal yaitu perumusan dengan kata-kata biasa (Sudaryanto 1993:145). Maksudnya, dalam menyajikan hasil analisis data, peneliti menggunakan kalimat-kalimat yang lugas dan mudah dimengerti, bukan menggunakan tanda, lambang-lambang ataupun grafik.
BAB 4 KEPRIBADIAN, TIPE AGRESIVITAS, FAKTOR PENCETUS DAN DAMPAK AGRESIVITAS TOKOH UTAMA D’ARTAGNAN DALAM ROMAN LES TROIS MOUSQUETAIRES
Bab ini berisi analisis kepribadian dan agresivitas tokoh utama yang terdapat dalam roman Les Trois Mousquetaires. Dalam analisis ini, penulis ingin membuktikan antara pengaruh trait kepribadian terhadap bentuk agresivitas yang dialami oleh tokoh utama. Langkah awal, penulis akan mengkaji agresivitas tokoh utama dan trait kepribadian yang mempengaruhi bentuk agresivitas tersebut. penulis menganalisis bentuk agresivitas dan trait kepribadian secara bersamaan supaya mempermudah mengetahui hubungan antara keduanya. Langkah kedua, penulis mengkaji tentang faktor pencetus timbulnya agresivitas. Dan langkah terakhir, penulis mengkaji tentang dampak yang ditimbulkan oleh agresivitas tersebut. Adapun tokoh utama yang dimaksud adalah d’Artagnan, seorang pemuda dari Gascon yang memiliki keinginan menjadi seorang musketri (pasukan bersenjata musket). Penulis hanya memilih untuk menganalisis tokoh utama d’Artagnan saja karena tokoh inilah yang sering muncul dan selalu terlibat dengan tokoh-tokoh lain dari awal sampai akhir. Selain itu, agresivitas yang terjadi sering muncul di dalam diri tokoh d’Artagnan daripada tokoh-tokoh lain (Athos, Porthos, Aramis, Madame Bonacieux, Millady atau Lady de Winter, Duke of Buckingham, Anne of Austria, Ketty, Kardinal dan Louis XIII).
37
38
4.1
Tipe-tipe Agresivitas dan Trait Kepribadian yang Mempengaruhinya Pada subbab ini penulis akan menganalisis tentang tipe-tipe agresivitas
yang dimiliki oleh d’Artagnan dan trait kepribadian yang mempengaruhinya. Dalam roman ini, d’Artagnan hanya memiliki lima dari sepuluh tipe agresivitas, yakni agresivitas rasa benci atau emosi, agresi antarjantan, agresi ketakutan, agresi tersinggung, dan agresivitas pertahanan. Sementara trait kepribadian yang mempengaruhi agresivitas-agresivitas tersebut, yaitu neurotisisme (negatif secara emosional), antagonisme, dan conscientiousness (keteraturan). Semua hal itu akan dibahas satu per satu di bawah ini.
4.1.1 Agresi Rasa Benci atau Agresi Emosi Agresi rasa benci atau emosi adalah ungkapan kemarahan dan ditandai dengan emosi yang tinggi. Agresi emosi ini dialami d’Artagnan pada saat dia tiba di Meung. Dia bertemu dengan pria asing. Namun, pria ini membuat d’Artagnan merasa marah atau emosi karena pria tersebut menghina kuda yang dimilikinya di depan orang-orang. Hal ini dapat dilihat pada kutipan (1) dan (2) berikut ini.
(1) Le gentilhomme paraissait énumérer à ses auditeurs toutes ses qualités, et comme, ainsi que je l’ai dit, les auditeurs paraissaient avoir une grande déférence pour le narrateur, ils éclataient de rire à tout moment. Or, comme un demi-sourire suffisait pour éveiller l’irascibilité du jeune homme,’. (TM/I/13)
Pria asing tersebut menguraikan fakta perihal kuda itu pada pendengarnya satu per satu, dan dua pria lainnya tampak setuju dengannya. Dan setiap kali si pria berbicara, pendengarnya tertawa
39
terbahak-bahak terus-menerus. Padahal, hanya senyuman sinis saja cukup menimbulkan amarah si anak muda itu, ‘ Dari kalimat ‘…Or, comme un demi-sourire suffisait pour éveiller l’irascibilité du jeune homme,’ (…Padahal, hanya senyuman sinis cukup menimbulkan amarah si anak muda (d’Artagnan)’) penulis dapat mengetahui bahwa d’Artagnan menjadi marah akibat senyuman dari pria asing itu. D’Artagnan merasa bahwa senyuman tersebut secara tidak langsung menghina dirinya. Selain itu, d’Artagnan juga merasa marah akibat gelak tawa dari orangorang yang mendengar ejekan pria asing tersebut berkenaan dengan kudanya. Dari kutipan (1) tersebut, penulis menyimpulkan bahwa agresivitas marah yang terjadi pada d’Artagnan dipengaruhi oleh trait kepribadian antagonisme, yakni mudah terganggu (Lihat kembali teori Wade dan Carol 2007:205). Sebelum d’Artagnan mengalami agresivitas emosi, dia merasa terganggu terlebih dahulu dengan kelakuan pria asing tersebut dan orang-orang di sekitarnya yang melecehkan kudanya serta mentertawakannya. Kepribadiannya yang antagonisme membuat dia merasa mudah tersinggung atas sikap mereka terhadap dirinya. Ini membuktikan bahwa kepribadian antagonisme mempengaruhi timbulnya agresi emosi yang dialaminya. Setelah memperhatikan kelakuan orang-orang di Meung yang menghina dirinya, d’Artagnan pun tidak dapat menahan emosinya lagi. Dia menghampiri pria asing tersebut. Kutipan (2) di bawah ini akan membuktikan hal tersebut. (2) Mais d’Artagnan n’était pas de caractère à lâcher ainsi un homme qui avait eu l’insolence de se moquer de lui. Il tira son épée entièrement du fourreau et se mit à sa poursuite en criant:
40
« Tournez, tournez donc, monsieur le railleur, que je ne vous frappe point par-derrière. (TM/I/16) Tetapi d’Artagnan bukan seorang yang bisa menerima bila dirinya dicemooh. Dia menarik pedang dari sarung pedangnya, mengejarnya sambil berteriak: “ Kembali, kembali, Tuan Pencemooh, atau saya tusuk Anda dari belakang.’
Dari kalimat ‘…Tournez, tournez donc, monsieur le railleur, que je ne vous frappe point par-derrière’(…kembali, kembali, Tuan Pencemooh, atau saya tusuk Anda dari belakang) membuktikan bahwa d’Artagnan menantang pria asing itu untuk bertarung. D’Artagnan melakukan itu karena dia marah dan sudah tidak dapat mengendalikan emosinya atas penghinaan yang dilakukan pria asing tersebut. Oleh karena itu, ketika pria asing tersebut akan meninggalkan tempat, d’Artagnan pun menarik pedangnya dan menantang pria itu. Agresivitas emosi yang terjadi pada kutipan (2) dipengaruhi oleh trait kepribadian neurotisisme (mudah marah) yang diimiliki oleh d’Artagnan. Kemarahan d’Artagnan atas hinaan dari pria asing di Meung, membuktikan bahwa kepribadian neurotisisme yang dimilikinya muncul, yaitu ketidakstabilan emosi. Ketidakstabilan emosi tersebut dapat dilihat kembali dalam kutipan (1). Dari kemarahan inilah, maka d’Artagnan melakukan agresivitas emosi, yakni menantang pria asing tersebut untuk bertarung. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kepribadian neurotisisme mempengaruhi agresivitas emosinya (d’Artagnan). Selain dari dua kutipan tersebut, d’Artagnan juga mengalami agresivitas rasa benci (Hostile Agression) terhadap Milady (wanita yang dicintainya selain
41
Madame Bonacieux). Misalnya, ketika pulang dari misa, d’Artagnan bertemu gadis cantik bernama Milady. D’Artagnan pun merasa jatuh cinta dengan kecantikan yang dimiliki oleh Milady. Setelah mereka berkenalan, akhirnya d’Artagnan memberanikan diri untuk menyatakan cintanya. Namun, cinta d’Artagnan dimanfaatkan oleh Milady untuk membunuh kakak iparnya, Lord de Winter, karena Milady ingin memiliki kekayaan mendiang suaminya. Pada kenyataannya, Milady mencintai pria lain(Comtes de Wardes). Hal ini membuat d’Artagnan marah dan membenci dia. Kutipan (3) di bawah ini akan membuktikan peristiwa tersebut. (3) Non, Ketty, tu te trompes, je ne l’aime plus; mais je veux me venger de ses mépris. (TM/XXXIII/521) Tidak, Ketty, kamu keliru, aku tidak mencintainya lagi; tetapi aku ingin balas dendam atas penghinaan-penghinaannya.
Dari kutipan (3) di atas, penulis dapat melihat bahwa d’Artagnan merasa sangat marah kepada Milady. Kalimat “…mais je veux me venger de ses mépris”’ (‘…tetapi
aku
ingin
balas
dendam
atas
penghinaan-penghinaan
dia’)
membuktikan bahwa d’Artagnan membenci Milady dan dia ingin membalas dendam kelakuan Milady terhadap dirinya. Agresivitas rasa benci ini dipengaruhi oleh kepribadian neurotisisme, yakni ketidakstabilan emosi d’Artagnan. Dalam hal ini, ketidakstabilan emosi yang dialami d’Artagnan berupa kemarahan. Kemarahan ini muncul akibat penghinaan-penghinaan Milady terhadap dirinya. Hal ini dapat dibuktikan pada kalimat bercetak tebal pada kutipan (3) di atas. Penghinaan-penghinaan tersebut terdengar oleh dirinya tanpa
42
sengaja ketika dia berada di kamar Ketty (pembantu Milady). Kemarahan tersebut juga dapat dilihat pada kalimat yang dicetak tebal di atas (kutipan 3). Dari rasa marah inilah yang menyebabkan agresivitas rasa benci pada d’Artagnan. Selain itu, d’Artagnan juga merasakan kebencian yang mendalam kepada Milady, pada saat dia mengetahui kekasihnya, yaitu Madame Bonacieux, dibunuh oleh wanita itu (Milady) dengan racun yang dicampurkan ke dalam gelas anggur yang diminumnya. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada kutipan (4) berikut ini.
(4) Ami, sois homme: les femmes pleurent les morts, les hommes les vengent ! – Oh ! oui, dit d’Artagnan, oui ! si c’est pour la venger, je suis prêt à te suivre ! “ (TM/LXIII/916)
Teman, jadilah laki-laki : para wanita menangisi kematian, para lakilaki membalas dendam! Oh, ya, kata d’Artagnan, ya! Jika ini untuk balas dendam, aku siap untuk ikut denganmu!
Kebencian d’Artagnan ditunjukkan pada kalimat ‘…si c’est pour la venger, je suis prêt à te suivre !’ (…Jika ini untuk balas dendam, aku siap untuk ikut denganmu!). Keinginan d’Artagnan untuk membalas dendam kepada Milady membuktikan bahwa dia sangat membenci Milady. D’Artagnan merasa tidak rela kekasihnya dibunuh oleh wanita itu. Oleh karena itu, dia ingin membalas dendam atas kematian kekasihnya. Agresivitas rasa benci yang terdapat pada kutipan (4) dipengaruhi juga oleh kepribadian d’Artagnan yang neurotisisme. Kepribadian ini mencakup tentang ketidakstabilan emosi d’Artagnan. Dia merasa sangat marah saat
43
mengetahui kekasihnya telah dibunuh oleh Milady. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada kalimat ‘si c’est pour la venger, je suis prêt à te suivre !’ (Jika ini untuk balas dendam, aku siap untuk ikut denganmu!). Kemarahan inilah yang mendorong agresivitas rasa benci pada dirinya untuk membalas dendam atas kejadian tersebut.
4.1.2 Agresi Antarjantan Agresi antarjantan sering muncul akibat kehadiran seseorang yang mengganggu kehidupan seseorang. Gangguan tersebut dapat berupa ejekan, makian dan tantangan. Agresi ini hanya terjadi pada laki-laki. Dalam hal ini, d’Artagnan pun mengalami bentuk agresivitas antarjantan. Agresivitas ini dapat dilihat pada kutipan (2), (5) sampai dengan kutipan (9). Kutipan-kutipan tersebut akan dibahas satu per satu di bawah ini. Ketika tiba di Meung, d’Artagnan mengalami agresivitas antarjantan dengan pria asing yang ditemuinya. Perkelahian itu terjadi karena pria tersebut menghina kuda yang dimilikinya di depan orang-orang. Peristiwa tersebut dapat dilihat kembali pada kutipan (2) berikut ini.
(2) Mais d’Artagnan n’était pas de caractère à lâcher ainsi un homme qui avait eu l’insolence de se moquer de lui. Il tira son épée entièrement du fourreau et se mit à sa poursuite en criant : « Tournez, tournez donc, monsieur le railleur, que je ne vous frappe point par-derrière. (TM/I/16) Tetapi d’Artagnan bukan seseorang yang bisa menerima bila dirinya dicemooh. Dia menarik pedang dari sarung pedangnya, mengejarnya sambil berteriak ‘kembali, kembali, Tuan pencemooh, atau saya tusuk Anda dari belakang.’
44
Kalimat ‘…Tournez, tournez donc, monsieur le railleur, que je ne vous frappe point par-derrière’ (…kembali, kembali, Tuan pencemooh, atau saya tusuk Anda dari belakang) diucapkan oleh d’Artagnan kepada pria asing yang telah menghina dirinya. Dari kalimat ini, diketahui bahwa d’Artagnan menantang pria tersebut untuk bertarung. Tantangan d’Artagnan merupakan awal dari agresi antarjantan yang akan terjadi diantara mereka. Hal ini dikarenakan d’Artagnan sudah tidak dapat menahan rasa emosinya. Rasa emosi yang muncul merupakan pengaruh dari kepribadian neurotisisme yang dimilikinya. Kepribadian ini mencakup ketidakstabilan emosi (mudah marah) yang terjadi akibat cemoohan dari pria asing tersebut. Rasa emosi ini yang mendorong d’Artagnan melakukan agresivitas antarjantan dengan pria tersebut, yakni bertarung. Tindakan tersebut dilakukan pada saat pria itu akan meninggalkan tempat, dimana d’Artagnan mengeluarkan pedangnya. Akibat dari tantangan-serangan d’Artagnan, maka terjadilah pertarungan diantara mereka yang membuat d’Artagnan kelelahan dan hampir tidak sadarkan diri. Pertarungan inilah yang menggambarkan agresi antarjantan d’Artagnan yang terjadi diantara mereka. Pertarungan ini dapat dibuktikan pada kutipan (5) di bawah ini.
(5) Mais l’inconnu ne savait pas encore à quel genre d’entêté il avait affaire; d’Artagnan n’était pas homme à jamais demander merci. Le combat continua donc quelques secondes encore; enfin d’Artagnan, épuisé, laissa échapper son épée qu’un coup de bâton brisa en deux morceaux. Un autre coup, qui lui entama le front, le renversa presque en même temps tout sanglant et presque évanoui. (TM/I/17)
45
Tetapi ia belum tahu sosok apa yang harus ia hadapi; d’Artagnan bukanlah pria yang menyerah tanpa perlawanan. Perkelahian berlangsung beberapa saat; akhirnya, d’Artagnan kelelahan, menjatuhkan pedangnya yang patah menjadi dua bagian karena hantaman dari tongkat. Sebuah tinju mendarat di dahinya, membuatnya terjatuh ke tanah dalam keadaan telungkup, berdarah, dan nyaris tak sadarkan diri.’
Selain dengan pria asing di Meung, d’Artagnan juga mengalami agresi antarjantan dengan salah satu pengawal Kardinal yang bernama Jussac. D’Artagnan melawan Jussac karena pada saat itu dia ingin membuktikan bahwa dirinya hebat di depan Athos, Porthos dan Aramis. Kutipan (6) di bawah ini akan membuktikan hal tersebut.
(6) Quant à d’Artagnan, il se trouva lancé contre Jussac lui-même.Le cœur du jeune Gascon battait à lui briser la poitrine, non pas de peur, Dieu merci ! il n’en avait pas l’ombre, mais d’émulation; il se battait comme un tigre en fureur, tournant dix fois autour de son adversaire, changeant vingt fois ses gardes et son terrain.’ (TM/V/79)
Sementara itu, d’Artagnan, dia berhadapan dengan Jussac. Jantung pemuda Gascon (d’Artagnan) itu berdebar kencang, bukan karena takut, tetapi berterima kasih kepada Tuhan! Dia tidak memiliki rasa takut itu, tetapi perasaan tidak mau kalah; dia berkelahi seperti harimau yang mengamuk, berputar sepuluh kali di sekeliling musuhnya, berpindah tempat dua puluh kali,’
Dengan melihat kutipan di atas, diketahui bahwa d’Artagnan bertarung dengan Jussac, salah satu pengawal Kardinal. Hal ini dapat dilihat dari kalimat ‘Quant à d’Artagnan, il se trouva lancé contre Jussac lui-même’(Sementara itu, d’Artagnan, dia berhadapan dengan Jussac). D’Artagnan bertarung dengan sekuat
46
tenaga untuk melawan Jussac. Dia bertarung bagaikan harimau yang mengamuk. Hal ini dapat dibuktikan melalui kalimat terakhir pada kutipan di atas, yakni ‘…il se battait comme un tigre en fureur, tournant dix fois autour de son adversaire, changeant vingt fois ses gardes et son terrain’(dia berkelahi seperti harimau yang mengamuk, berputar sepuluh kali disekeliling musuhnya, berpindah tempat dua puluh kali). Selain dari kutipan (5) dan (6), kutipan (7) di bawah ini juga menunjukkan agresivitas antarjantan yang dilakukan d’Artagnan saat berada di benteng La Rochelle. Dia berkelahi dengan tentara La Rochelle saat dia menyerang benteng tersebut.
(7) Pendant ce temps, d’Artagnan s’était jeté sur le second soldat, l’attaquant avec son épée ; la lutte ne fut pas longue, ce misérable n’avait pour se défendre que son arquebuse déchargée; l’épée du garde glissa contre le canon de l’arme devenue inutile et alla traverser la cuisse de l’assassin, qui tomba. D’Artagnan lui mit aussitôt la pointe du fer sur la gorge.’ (TM/XLI/618) Sementara itu, d’Artagnan telah menjatuhkan diri ke atas tubuh tentara kedua, menyerangnya dengan pedangnya; perkelahian tidak dilakukan lama, kemalangan ini hanya untuk melindungi dari tembakan senapannya; pedang d’Artagnan bertahan melawan serangan musuh yang menggunakan laras senapan yang rusak, dan menyerang paha pembunuh (tentara) yang jatuh. D’Artagnan meletakkan ujung pedang yang tajam ke arah leher pembunuh itu.’
Dari kalimat ‘…d’Artagnan s’était jeté sur le second soldat, l’attaquant avec son épée ; la lutte ne fut pas longue’(…d’Artagnan telah menjatuhkan diri ke atas tubuh tentara kedua, menyerangnya dengan pedangnya; perkelahian tidak dilakukan lama) dapat diketahui bahwa d’Artagnan menyerang tentara kedua, dan
47
menusuknya dengan pedang. D’Artagnan memilih untuk menyerang tentara kedua karena tentara itu sudah tidak mempunyai senjata lagi, sehingga memudahkan d’Artagnan untuk melawannya. Dari kutipan (5), (6) dan (7), dapat diketahui bahwa agresivitas antarjantan terjadi, akibat pengaruh dari kepribadian d’Artagnan yang antagonisme, yakni memiliki hubungan yang penuh ketegangan dengan orang lain. Ini dapat dilihat dari pertarungan-pertarungan yang terjadi. Pertarungan-pertarungan tersebut membuktikan adanya ketegangan yang terjadi di antara mereka. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa kepribadian antagonisme dan agresivitas antarjantan yang dilakukan oleh d’Artagnan saling berkaitan. Agresi antarjantan juga dialami oleh d’Artagnan saat bertemu Athos di tempat para musketri berkumpul. Pada saat itu, dia tidak sengaja menabrak Athos yang akan pulang ke rumahnya. Hal ini membuat Athos marah dan menghina d’Artagnan. Kutipan (8) di bawah ini membuktikan hal tersebut.
(8) « Monsieur, dit Athos en le lâchant, vous n’êtes pas poli. On voit que vous venez de loin. » D’Artagnan avait déjà enjambé trois ou quatre degrés, mais à la remarque d’Athos il s’arrêta court. « Morbleu, monsieur ! » dit-il, de si loin que je vienne, ce n’est pas vous qui me donnerez une leçon de belles manières, je vous préviens. ’ (TM/IV/58)
Tuan, kata Athos sambil melepaskannya, tingkah laku Anda buruk, seperti pendatang dari desa. D’Artagnan baru saja menuruni tiga atau empat anak tangga, tetapi pernyataan Athos membuatnya marah.
48
“ Dengar, Tuan!” katanya, mungkin saya datang dari desa, tapi Anda tidak perlu mengajarkan saya kesopanan, saya memberitahu Anda.’
Kalimat ‘…Morbleu, monsieur ! dit-il, de si loin que je vienne, ce n’est pas vous qui me donnerez une leçon de belles manières, je vous préviens.’ (…Dengar, Tuan! Katanya, mungkin saya pendatang dari desa, tapi Anda tidak perlu mengajarkan saya kesopanan, saya memberitahu Anda) membuktikan bahwa d’Artagnan sangat marah kepada Athos. D’Artagnan merasa terganggu dengan perkataan Athos yang menyebut dirinya datang dari desa. Ini membuktikan bahwa d’Artagnan memiliki kepribadian neurotisisme (mudah marah) dan antagonisme (mudah terganggu). Kepribadian inilah
yang
mengakibatkan agresivitas antarjantan di antara d’Artagnan dan Athos yang akan dibahas dalam kutipan (10). Dari perkataan yang diucapkan oleh d’Artagnan pada kutipan (8), Athos pun menjadi marah. Akhirnya, antara d’Artagnan dan Athos terjadi ketegangan yang menyebabkan pertarungan. Peristiwa ini dapat dibuktikan pada kutipan (9) berikut ini.
(9) Et où cela, s’il vous plaît ? – Près des Carmes-Deschaux. – À quelle heure ? – Vers midi. – Vers midi, c’est bien, j’y serai. – Tâchez de ne pas me faire attendre, car à midi un quart je vous préviens que c’est moi qui courrai après vous et vous couperai les oreilles à la course. – Bon ! lui cria d’Artagnan; on y sera à midi moins dix minutes. » (TM/IV/58)
49
Dan dimana? -Dekat Carmelite Convent -Pukul berapa? -Sekitar pukul 12 siang -Pukul 12 siang, baik, saya akan pergi ke sana -Jangan membuatku menunggu, karena pukul 12 lebih seperempat, saya memberitahu Anda bahwa saya yang akan memotong kuping Anda. -Baik, teriaknya kepada d’Artagnan; kita akan di sana pukul 12 kurang sepuluh menit.’
Dari kalimat di atas, yang berbunyi ‘…Tâchez de ne pas me faire attendre, car à midi un quart je vous préviens que c’est moi qui courrai après vous et vous couperai les oreilles à la course.’(…jangan membuatku menunggu, karena tengah hari lebih seperempat, saya memberitahu Anda bahwa saya yang akan memotong kuping Anda) penulis dapat mengetahui bahwa akan terjadi pertarungan antara d’Artagnan dan Porthos. Pertarungan ini membuktikan bahwa adanya agresi antarjantan yang terjadi diantara keduanya. Selain empat orang yang telah disebutkan di atas, d’Artagnan juga mengalami agresi antarjantan dengan Lord de Winter, yakni adik ipar dari Milady. Hal ini terjadi ketika d’Artagnan melihat Milady sedang bertengkar dengan Lord de Winter. Awalnya, d’Artagnan mengira bahwa Lord de Winter adalah laki-laki yang mengganggu Milady. Oleh karena itu, d’Artagnan menolong Milady dan menantang Lord de Winter untuk bertarung. Hal ini dapat dilihat dari kutipan (10) di bawah ini.
(10) Quant à d’Artagnan, il avait joué purement et simplement un jeu défensif ; puis, lorsqu’il avait vu son adversaire bien fatigué, il lui avait, d’une vigoureuse flanconade, fait sauter son épée. Le baron, se
50
voyant désarmé, fit deux ou trois pas en arrière; mais, dans ce mouvement, son pied glissa, et il tomba à la renverse. D’Artagnan fut sur lui d’un seul bond, et lui portant l’épée à la gorge…(TM/XXXI/488) Ada pun d’Artagnan, bermain begitu saja dan secara sederhana dengan permainan pertahanan; kemudian, ketika dia melihat lawannya kelelahan, dia menendangnya dengan sekuat tenaga, melucuti pedangnya. Bangsawan itu nampak tak berdaya, mundur dua atau tiga langkah kebelakang; tetapi, dalam gerakan itu, kakinya tergelincir, dan dia jatuh terjungkir. D’Artagnan melompat ke atasnya, dan menodongkan pedangnya ke leher bangsawan itu...
Dari kalimat ‘Quant à d’Artagnan, il avait joué purement et simplement un jeu defensive… ’(Ada pun d’Artagnan, dia bermain begitu saja dan sederhana dengan permainan pertahanan…) diketahui bahwa d’Artagnan bertarung melawan Lord de Winter. Dia bertarung dengan hati-hati dan santai. Ketika d’Artagnan bertarung menunggu Lord de Winter merasa kelelahan. Ketika d’Artagnan melihat stamina Lord de Winter menurun, akhirnya dia menyerangnya dan menudingkan pedangnya ke leher Lord de Winter. Hal ini dapat dibuktikan dari kalimat ‘D’Artagnan fut sur lui d’un seul bond, et lui portant l’épée à la gorge…’(D’Artagnan melompat ke atasnya, dan menudingkan pedangnya ke leher bangsawan itu…) Pada kutipan (10) dapat diketahui juga bahwa agresivitas antarjantan yang terjadi, dipengaruhi oleh kepribadian d’Artagnan conscientiousness, yakni pantang menyerah. Ini dapat dilihat dari kalimat ‘Quant à d’Artagnan, il avait joué purement et simplement un jeu defensive… ’(Ada pun d’Artagnan, dia bermain begitu saja dan sederhana dengan permainan pertahanan…). Kata
51
“pertahanan”
mengandung arti bahwa d’Artagnan
selalu
bertahan.
Ini
menunjukkan bahwa d’Artagnan tidak mudah menyerah pada saat bertarung dengan Lord de Winter.
4.1.3 Agresi Ketakutan Agresi ketakutan muncul akibat adanya ancaman yang datang kepada seseorang atau perasaan ketakutan. D’Artagnan mengalami agresi ketakutan saat dia mendengar Athos bercerita tentang kisah masa lalu Milady, gadis yang dicintainya. Athos menceritakan hal tersebut karena ia ingin memberitahukan tentang jati diri Milady kepada d’Artagnan. Kutipan (11) di bawah ini membuktikan hal tersebut.
(11) Et que fit le comte ? - Le comte était un grand seigneur, il avait sur ses terres droit de justice basse et haute: il acheva de déchirer les habits de la comtesse, il lui lia les mains derrière le dos et la pendit à un arbre. - Ciel ! Athos ! un meurtre ! s’écria d’Artagnan. -Oui, un meurtre, pas davantage, dit Athos pâle comme la mort. Mais on me laisse manquer de vin, ce me semble. » Et Athos saisit au goulot la dernière bouteille qui restait, l’approcha de sa bouche et la vida d’un seul trait, comme il eût fait d’un verre ordinaire. Puis il laissa tomber sa tête sur ses deux mains ; d’Artagnan demeura devant lui, saisi d’épouvante. (TM/XXVII/439-440) Dan apa yang dia lakukan? -Dia seorang pemimpin, dia memiliki wewenang berkenaan dengan kejahatan dan keadilan; dia menelanjangi perempuan itu, mengikat tangannya ke belakang dan menggantungkannya di pohon. -Astaga! Athos! Itu pembunuhan! Teriak d’Artagnan. -Ya, sebuah pembunuhan, kata Athos pucat seperti orang mati. Tetapi kita kehabisan anggur, sepertinya.
52
Dan Athos duduk mengambil botol terakhir, mendekatkan ke mulut dan menenggaknya seolah-olah minum dari gelas. Ia lalu menunduk dan membenamkan wajahnya di kedua tangannya; d’Artagnan duduk di depannya dan diam karena ngeri.
Dari kalimat “…d’Artagnan demeura devant lui, saisi d’épouvante” (‘…d’Artagnan duduk di depannya dan diam karena ngeri’) membuktikan bahwa pada saat itu, d’Artagnan merasa ketakutan setelah mendengar cerita dari Athos. Athos bercerita bahwa salah satu temannya pernah mencoba untuk membunuh Milady karena wanita itu mempunyai simbol kejahatan yaitu la fleur de lis. D’Artagnan merasa ketakutan karena dia tidak menyangka bahwa wanita yang dicintainya (selain Madame Bonacieux) adalah seorang kriminal dan hampir dibunuh oleh orang lain. Namun, ketakutan d’Artagnan tidak hanya terjadi akibat cerita dari Athos. D’Artagnan mengalami ketakutan yang sama ketika melihat langsung simbol itu (la fleur de lis). Untuk lebih jelasnya, akan ditunjukkan pada kutipan (12) berikut ini.
(12) Alors la batiste se déchira en laissant à nu les épaules et sur l’une de ces belles épaules rondes et blanches, d’Artagnan avec un saisissement inexprimable, reconnut la fleur de lis, cette marque indélébile qu’imprime la main infamante du bourreau. (TM/XXXVII/567) Maka kain batis sobek dengan membiarkan pundak-pundak telanjang dan di atas salah satu pundak indah bulat dan putih, d’Artagnan dengan perasaan mencekam yang tidak dapat diungkapkan, mengetahui lambang kejahatan (la fleur de lis), lambang ini tidak dapat dihilangkan karena dicetak oleh tangan algojo.’
53
Dari kalimat ‘…d’Artagnan avec un saisissement inexprimable, reconnut la fleur de lis…’ (…d’Artagnan dengan perasaan mencekam yang tidak dapat diungkapkan, mengetahui la fleur de lis…) dapat digambarkan bahwa pada saat itu, d’Artagnan merasa sangat takut karena melihat langsung lambang la fleur de lis yang tergambar di salah satu pundak Milady, sebagaimana diceritakan Athos kepada dirinya. Hal itu terjadi secara tidak sengaja ketika Milady berusaha menyerang d’Artagnan dan d’Artagnan pun melawannya. Akibatnya, pakaian Milady sobek dan memperlihatkan pundaknya yang telah dicap dengan lambang kriminalitas (la fleur de lis). Lambang la fleur de lis bukan satu-satunya yang membuat d’Artagnan ketakutan, tetapi d’Artagnan juga mengalami agresi ketakutan saat dia sadar bahwa Milady telah berusaha mencoba membunuhnya dengan cara mengirim anggur kepadanya atas nama teman-temannya. Kutipan (13) di bawah ini akan membuktikannya.
(13) – Oui ! oui ! murmura d’Artagnan, c’est bien cela, chez Milady elle même. » Alors le jeune homme comprit en frémissant quelle terrible soif de vengeance poussait cette femme à le perdre, ainsi que ceux qui l’aimaient, et combien elle en savait sur les affaires de la cour, puisqu’elle avait tout découvert. Sans doute elle devait ces renseignements au cardinal.(TM/XLI/621)
-Ya! Ya! Bisik d’Artagnan, itu dia, di rumah Milady sendiri’ Maka pemuda itu mengerti dengan gemetaran betapa sangat menakutkannya haus akan balas dendam dari wanita ini yang ingin membunuhnya (d’Artagnan), demikianlah seseorang yang dia cintai,dan bagaimana dia mengetahuinya tentang hal-hal kerajaan,
54
karena dia mempunyai semua jalan yang terbuka. Tidak salah dia menjadi orang kepercayaan Kardinal.
Kalimat “…Alors le jeune homme comprit en frémissant quelle terrible soif de vengeance poussait cette femme à le perdre,…” (‘…Maka pemuda itu mengerti dengan gemetar betapa menakutkan haus akan balas dendam dari wanita ini untuk menghilangkannya…’) menunjukkan bahwa d’Artagnan merasa sangat ketakutan ketika dia sadar bahwa Milady berusaha membunuhnya. Dia merasakan kengerian yang luar biasa setelah mengetahui bahwa wanita yang dia cintai adalah wanita yang menakutkan dan seorang mata-mata dari pihak musuhnya, yakni Kardinal. Dari analisis di atas, dapat diketahui bahwa agresi ketakutan yang dialami oleh d’Artagnan merupakan pengaruh dari kepribadiannya, yakni neurotisisme (ketidakstabilan emosi). Ketidakstabilan emosi yang dimaksud yakni rasa takut. Ini dapat dilihat pada kalimat bercetak tebal yang terdapat dalam kutipan (11), (12) dan (13). Ketidakstabilan emosi yang dimiliki d’Artagnan tersebut merangsang timbulnya agresi ketakutan. Oleh karena itu, dalam hal ini, kepribadian neurotisisme dan agresivitas ketakutan saling berhubungan satu sama lain.
4.1.4 Agresi Tersinggung Agresi tersinggung dibangkitkan oleh perasaan tersinggung atau kemarahan. Agresi tersinggung yang dialami oleh d’Artagnan dapat dilihat dari dua kutipan di bawah ini, yakni kutipan (14) dan (15).
55
(14) Or, comme au moment où d’Artagnan fixait son regard sur le gentilhomme au pourpoint violet, le gentilhomme faisait à l’endroit du bidet béarnais une de ses plus savantes et de ses plus profondes démonstrations, ses deux auditeurs éclatèrent de rire, et lui-même laissa visiblement, contre son habitude, errer, si l’on peut parler ainsi, un pâle sourire sur son visage. Cette fois, il n’y avait plus de doute, d’Artagnan était réellement insulté. (TM/I/14) Sementara itu, d’Artagnan sedang mengamatinya, pria asing yang berpakaian ungu itu, pria tersebut sedang mengemukakan teorinya yang paling ilmiah dan mendalam tentang kuda pendek Béarnese itu. Para pendengarnya tertawa terbahak-bahak, dan dia sendiri meninggalkan dengan terang-terangan, berlawanan dengan tingkah lakunya, nampak sebentar-sebentar, jika mereka dapat mengatakannya demikian, senyum tipis di wajahnya. Kali ini, tidak diragukan lagi, d’Artagnan pun merasa terhina.’
Kalimat “…Cette fois, il n’y avait plus de doute, d’Artagnan était réellement insulté” (‘…Kali ini, tidak diragukan lagi, d’Artagnan pun merasa terhina’) penulis dapat mengetahui bahwa d’Artagnan merasa tersinggung atas tingkah laku pria asing yang ditemuinya di Meung. Pria itu telah menghina kuda yang dimilikinya di depan orang-orang. Mereka tertawa setelah mendengar ejekan dari pria itu. Oleh karena itu, ketika pria itu tersenyum tipis ke arah d’Artagnan, dia merasa senyuman itu menghina dan menyinggung dirinya. Kutipan tersebut juga membuktikan bahwa adanya pengaruh kepribadian antagonisme terhadap agresivitas tersinggung yang dialami oleh d’Artagnan. Kepribadian ini menggambarkan kepribadian d’Artagnan yang mudah terganggu. D’Artagnan mengalami agresivitas tersinggung karena sebelumnya dia merasa terganggu atas tingkah laku pria asing dan orang-orang di sekitarnya yang
56
menghina kudanya serta menertawakannya. Hal ini dapat ditunjukkan pada kutipan (14) di atas. Selain itu, d’Artagnan juga mengalami agresi tersinggung pada saat dia bertemu dengan Porthos. Pada saat itu, dia tidak sengaja menabrak Porthos yang sedang bersama dengan musketri lainnya. Kejadian tersebut membuat Porthos marah dan memaki d’Artagnan dengan kata-kata kasar. Perkataan Porthos menyinggung d’Artagnan. Hal ini dapat dilihat pada kutipan (15) di bawah ini.
(15) – Est-ce que vous oubliez vos yeux quand vous courez, par hasard ? demanda Porthos. – Non, répondit d’Artagnan piqué, non, et grâce à mes yeux je vois même ce que ne voient pas les autres. (TM/IV/59)
-Apakah Anda lupa dengan mata Anda pada saat Anda lari tadi? Kata Porthos -Tidak, jawab D’Artagnan tersinggung, tidak, dan berkat mata saya, saya dapat melihat apa yang tidak dilihat oleh orang lain.
Dari kalimat “…Non, répondit d’Artagnan piqué, non, et grâce à mes yeux je vois même ce que ne voient pas les autres.”(‘…tidak, jawab D’Artagnan tersinggung, tidak, dan berkat mata saya, saya dapat melihat apa yang tidak dilihat oleh orang lain’) menunjukkan bahwa d’Artagnan tersinggung dengan kata-kata yang dilontarkan Porthos kepada dirinya. Oleh karena itu, d’Artagnan membalas menghina Porthos dengan mengatakan bahwa matanya dapat melihat hal-hal yang tidak dapat dilihat orang lain. D’Artagnan berkata seperti itu untuk menghina tali bahu Porthos yang dilihatnya.
57
Analisis di atas menunjukkan bahwa agresivitas tersinggung yang dialami oleh d’Artagnan dipengaruhi juga oleh kepribadian dia, yakni kepribadian neurotisisme (ketidakstabilan emosi) dan antagonisme (mudah terganggu). Ketidakstabilan emosi d’Artagnan muncul karena dia marah dengan perkataan Porthos yang menghina dirinya. Perkataan tersebut juga membuat d’Artagnan terganggu. Oleh karena itu, d’Artagnan pun mengalami agresi tersinggung. Dengan demikian, dapat diketahui bahwa kepribadian neurotisisme dan antagonisme
mempengaruhi
agresivitas
tersinggung
yang
dialami
oleh
d’Artagnan.
4.1.5 Agresi Pertahanan Agresi pertahanan adalah agresi yang muncul akibat adanya perasaan untuk membela diri dari sesuatu yang mengganggu dirinya. Agresi ini dapat dilihat ketika Milady menyerang d’Artagnan di rumahnya, d’Artagnan melakukan agresi pertahanan untuk membela diri. Milady menyerangnya karena pemuda itu (d’Artagnan) telah mengetahui rahasianya berkenaan dengan lambang la fleur de lis yang terdapat di pundak kiri Milady. Agresi pertahanan ini dapat dilihat pada kutipan (16) berikut ini.
(16) Mais sans s’inquiéter de l’épée, Milady essaya de remonter sur le lit pour le frapper, et elle ne s’arrêta que lorsqu’elle sentit la pointe aiguë sur sa gorge. Alors elle essaya de saisir cette épée avec les mains mais d’Artagnan l’écarta toujours de ses étreintes et, la lui présentant tantôt aux yeux, tantôt à la poitrine, il se laissa glisser à bas du lit, cherchant pour faire retraite la porte qui conduisait chez Ketty. (TM/XXXVII/568)
58
Namun, tanpa mengkhawatirkan pedang (milik d’Artagnan), Milady mencoba naik kembali ke atas tempat tidur untuk memukulnya, dia hanya berhenti ketika dia merasa ujung pedang yang tajam menyentuh lehernya. Maka dia berusaha merebut pedang itu dengan tangan-tangannya tetapi d’Artagnan menjauhkan selalu dari cengkramancengkramannya, dan d’Artagnan mengarahkan pedang itu ke mata kemudian ke perut, dia bergerak turun dari tempat tidur itu sambil mencoba meraih pintu yang menuju rumah Ketty.
Dari kalimat yang dicetak tebal pada kutipan di atas, dapat disimpulkan bahwa d’Artagnan melakukan pertahanan untuk melawan Milady yang berusaha membunuhnya. D’Artagnan berjuang sekuat tenaga untuk lepas dari cengkeraman Milady. Oleh karena itu, d’Artagnan melawan serangan Milady dengan pedangnya agar dia dapat melarikan diri ke kamar Ketty, pembantu Milady, yang terletak di samping kamar Milady. Agresi pertahanan juga diperlihatkan oleh d’Artagnan pada saat dia menghadapi pasukan La Rochelle. Hal ini dapat dilihat dari kutipan (17) berikut ini.
(17) L’un d’eux prit son fusil par le canon, et s’en servit comme d’une massue: il en porta un coup terrible à d’Artagnan, qui l’évita en se jetant de côté, mais par ce mouvement il livra passage au bandit, qui s’élança aussitôt vers le bastion. (TM/XLI/618) Salah satu dari mereka mengambil senapan dan menggunakannya sebagai tongkat; dia menggunakannya untuk memukul d’Artagnan, yang menghindar sambil menjatuhkan diri ke samping, tetapi oleh karena gerakan ini, dia membiarkan penjahat lewat, yang menyerbu benteng pertahanan.’
59
Dari kalimat ‘…il en porta un coup terrible à d’Artagnan, qui l’évita en se jetant de côté…’(…dia menggunakannya untuk memukul d’Artagnan, yang menghindar sambil menjatuhkan diri ke samping…) penulis dapat mengetahui bahwa d’Artagnan melakukan agresi pertahanan dengan cara menghindari serangan yang dilakukan oleh tentara La Rochelle. Setelah berhasil menghindar, d’Artagnan juga melakukan agresi pertahanan yang lain, yakni membalas serangan tentara kedua yang sudah tidak memiliki senjata lagi. D’Artagnan membalas serangan tentara tersebut dengan menggunakan pedangnya. Hal ini dapat dilihat dari kalimat-kalimat yang dicetak tebal pada kutipan (18) di bawah ini.
(18) Pendant ce temps, d’Artagnan s’était jeté sur le second soldat, l’attaquant avec son épée; la lutte ne fut pas longue, ce misérable n’avait pour se défendre que son arquebuse déchargée; l’épée du garde glissa contre le canon de l’arme devenue inutile et alla traverser la cuisse de l’assassin, qui tomba. D’Artagnan lui mit aussitôt la pointe du fer sur la gorge.’ (TM/XLI/618) Sementara itu, d’Artagnan telah menjatuhkan diri ke atas tubuh tentara kedua, menyerangnya dengan pedangnya; perkelahian tidak dilakukan lama, kemalangan ini hanya untuk melindungi dari tembakan senapannya; pedang pelindung bertahan melawan laras senapan yang rusak, dan menyerang paha pembunuh (tentara), yang jatuh. D’Artagnan meletakkan ujung pedang yang tajam ke arah leher pembunuh itu.’
Selain dengan Milady dan tentara La Rochelle, d’Artagnan juga melakukan agresi pertahanan dengan Lord de Winter. Pertarungan ini terjadi ketika d’Artagnan melihat Milady bertengkar dengan Lord de Winter. Akhirnya, Lord de Winter menantang d’Artagnan untuk bertarung. Dalam pertarungan ini,
60
d’Artagnan melakukan agresi pertahanan. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat kembali pada kutipan (10) di bawah ini.
(10) Quant à d’Artagnan, il avait joué purement et simplement un jeu défensif; puis, lorsqu’il avait vu son adversaire bien fatigué, il lui avait, d’une vigoureuse flanconade, fait sauter son épée. Le baron, se voyant désarmé, fit deux ou trois pas en arrière; mais, dans ce mouvement, son pied glissa, et il tomba à la renverse. D’Artagnan fut sur lui d’un seul bond, et lui portant l’épée à la gorge…(TM/XXXI/488)
Ada pun d’Artagnan, bermain begitu saja dan secara sederhana dengan permainan pertahanan; kemudian, ketika dia melihat lawannya kelelahan, dia menendangnya dengan sekuat tenaga, melucuti pedangnya Bangsawan itu nampak tak berdaya, mundur dua atau tiga langkah kebelakang; tetapi, dalam gerakan itu, kakinya tergelincir, dan dia jatuh terjungkir. D’Artagnan melompat ke atasnya, dan menodongkan pedangnya ke leher...
Kalimat ‘Quant à d’Artagnan, il avait joué purement et simplement un jeu defensive…’ (Ada pun d’Artagnan, dia bermain begitu saja dan sederhana dengan permainan pertahanan…) menunjukkan bahwa d’Artagnan bertarung melawan Lord de Winter dengan teknik pertahanan. Teknik pertahanan yang dimaksud yaitu dia bertarung dengan hati-hati dan santai. D’Artagnan menunggu Lord de Winter merasa kelelahan. Ketika d’Artagnan melihat stamina Lord de Winter menurun, akhirnya dia menyerangnya dan menudingkan pedangnya ke leher Lord de Winter. Hal ini dapat dibuktikan dari kalimat ‘D’Artagnan fut sur lui d’un seul bond, et lui portant l’épée à la gorge…’ (D’Artagnan melompat ke atasnya, dan menudingkan pedangnya ke leher…).
61
D’Artagnan selalu melakukan agresi pertahanan karena dia memiliki kepribadian conscientiousness (keteraturan), yakni tidak pantang menyerah dalam menghadapi segala permasalahan. D’Artagnan selalu berusaha untuk tidak kalah dalam setiap serangan dengan siapapun. Dia berusaha sekuat tenaga untuk memenangkan pertarungan tersebut. Pernyataan ini dapat dibuktikan pada kalimat yang bercetak seperti terdapat pada kutipan (10), (16) sampai dengan kutipan (18). Dengan demikian, dapat disimpulkan adanya hubungan antara agresivitas pertahanan dan kepribadian conscientiousness. Kepribadiannya yang pantang menyerah membuat d’Artagnan melakukan agresi pertahanan dalam setiap pertarungannya.
4.2
Faktor Pencetus Agresi Agresivitas yang dilakukan oleh d’Artagnan dikarenakan adanya dua
faktor pencetus, yakni kekuasaan dan kepatuhan, efek senjata dan provokasi. Ketiga faktor ini akan dibahas satu per satu di bawah ini.
4.2.1 Kekuasaan dan Kepatuhan Dalam penelitian ini, kekuasaan yang dimaksud bukanlah kekuasaan untuk menguasai daerah seperti pada umumnya, namun kekuasaan yang terkandung dalam roman ini adalah kekuasan yang muncul akibat pengaruh senjata dan kekuasaan yang diperoleh dari oranglain. Kutipan no (2), (19), dan (20) di bawah ini akan mengungkapkan tentang kekuasaan yang dilakukan oleh d’Artagnan.
62
(2) Mais d’Artagnan n’était pas de caractère à lâcher ainsi un homme qui avait eu l’insolence de se moquer de lui. Il tira son épée entièrement du fourreau et se mit à sa poursuite en criant: “Tournez, tournez donc, monsieur le railleur, que je ne vous frappe point par-derrière.” (TM/I/16) Tetapi d’Artagnan bukan seorang yang bisa menerima bila dirinya dicemooh. Dia menarik pedang dari sarung pedangnya, mengejarnya sambil berteriak: “ Kembali, kembali, Tuan Pencemooh, atau saya tusuk Anda dari belakang.’
Ketika d’Artagnan tiba di Meung, dia bertengkar dengan pria asing yang mengejek kudanya. Kalimat “…Il tira son épée entièrement du fourreau et se mit à sa poursuite en criant:“Tournez, tournez donc, monsieur le railleur, que je ne vous frappe point par-derrière.” (‘Dia menarik pedang dari sarung pedangnya, mengejarnya sambil berteriak: “Kembali, kembali, Tuan Pencemooh, atau saya tusuk dari belakang’) membuktikan bahwa d’Artagnan berani menantang pria asing tersebut karena dia memiliki senjata. Dari kutipan tersebut dapat diketahui adanya kekuasaan D’Artagnan akibat efek dari senjata. Dia merasa berkuasa karena pada saat itu dia membawa pedang sehingga dapat melawan pria asing tersebut. Selain kutipan (2) di atas, kutipan (19) juga akan membuktikan adanya kekuasaan d’Artagnan. (19) - Et il n’a nommé personne dans sa colère ? - Si fait, il frappait sur sa poche, et il disait: « Nous verrons ce que M. de Tréville pensera de cette insulte faite à son protégé.(LTM/I/19) -Dan dia tidak memanggil seorangpun dalam kemarahannya ?
63
-Ya dia melakukan, dia menepuk sakunya, dan dia berkata: Kita akan melihat apa yang Monsieur de Tréville pikirkan atas cacian yang dilakukan pada orang yang dilindunginya.
Kutipan di atas menunjukkan bahwa d’Artagnan merasa berkuasa karena dia pada saat itu membawa surat untuk Monsieur de Tréville. Dengan surat tersebut, d’Artagnan merasa memiliki kuasa untuk melawan seseorang yang menggangunya. Hal ini dibuktikan dari kalimat “…Nous verrons ce que M. de Tréville pensera de cette insulte faite à son protégé” (‘…Kita akan melihat apa yang Monsieur de Tréville pikirkan atas cacian yang dilakukan pada orang yang dilindunginya’) Kata “son protégé” (‘orang yang dilindunginya’) yang diucapkan d’Artagnan mengacu kepada dirinya. Dia menganggap bahwa dengan membawa surat tersebut, dia dilindungi oleh Monsieur de Tréville. Sementara dalam hal kepatuhan, dialami oleh d’Artagnan ketika akan memulai untuk berpetualang menjadi seorang musketri. Hal tersebut akan dibuktikan melalui kutipan (20) berikut ini.
(20) …De plus, M. de Tréville gagne dix mille écus par an; c’est donc un fort grand seigneur. – Il a commencé comme vous, allez le voir avec cette lettre, et réglez-vous sur lui, afin de faire comme lui… . Le même jour le jeune homme se mit en route, muni des trois presents paternels et qui se composaient, comme nous l’avons dit, de quinze écus, du cheval et de la lettre pour M. de Tréville; comme on le pense bien, les conseils avaient été donnés par-dessus le marché. (TM/1/13)
…Selain itu, Monsieur de Tréville mendapat sepuluh ribu crown setiap tahun; menjadi seorang bangsawan besar. – Dia memulainya seperti Anda, pergilah padanya dengan surat ini, dan contohlah dia, untuk bertindak seperti dia. Pada hari yang sama, si
64
pemuda memulai perjalanan, berbekal tiga hadiah dari ayahnya dan yang terdiri, seperti mereka telah katakan, lima belas crown, seekor kuda, dan surat untuk Monsieur de Tréville; seperti mereka pikirkan dengan baik, nasehat-nasehat yang telah diberikan di atas perjanjian. D’Artagnan diperintahkan oleh ayahnya untuk menemui Monsieur de Tréville agar dirinya bisa menjadi seorang musketri besar seperti Monsieur de Tréville. Setelah menerima perintah tersebut, d’Artagnan pergi dari rumahnya untuk memulai petualangannya.Kalimat “Le même jour le jeune homme se mit en route…” (‘Pada hari yang sama, si pemuda memulai perjalanan…’) pada kutipan (20) di atas, membuktikan bahwa pada saat itu juga d’Artagnan pergi untuk berpetualang seperti yang telah diperintahkan oleh ayahnya. Hal ini menjadi bukti bahwa d’Artagnan mematuhi perintah ayahnya untuk mencapai keinginannya menjadi seorang musketri besar. 4.2.2 Efek Senjata Efek senjata yang dimaksud dalam roman ini adalah akibat atau hasil pengaruh dari senjata yang menimbulkan agresi. Faktor pencetus agresi akibat efek senjata dialami d’Artagnan pada saat dia menyerbu benteng La Rochelle. Pada saat itu salah satu pasukan La Rochelle menyerangnya dengan senjata. Peristiwa tersebut dapat dilihat kembali pada kutipan (7) berikut ini.
(7) L’un d’eux prit son fusil par le canon, et s’en servit comme d’une massue: il en porta un coup terrible à d’Artagnan, qui l’évita en se jetant de côté, mais par ce mouvement il livra passage au bandit, qui s’élança aussitôt vers le bastion. Pendant ce temps, d’Artagnan s’était jeté sur le second soldat, l’attaquant avec son épée; la lutte ne fut pas longue, ce misérable n’avait pour se défendre que son arquebuse déchargée; l’épée du garde glissa contre le canon de
65
l’arme devenue inutile et alla traverser la cuisse de l’assassin, qui tomba. D’Artagnan lui mit aussitôt la pointe du fer sur la gorge.’ (TM/XLI/618) Salah satu dari mereka mengambil senapan dan menggunakannya sebagai tongkat; dia menggunakannya untuk memukul d’Artagnan, yang menghindar sambil menjatuhkan diri ke samping, tetapi oleh karena gerakan ini, dia membiarkan penjahat lewat, yang menyerbu benteng pertahanan. Sementara itu, d’Artagnan telah menjatuhkan diri ke atas tubuh tentara kedua, menyerangnya dengan pedangnya; perkelahian tidak dilakukan lama, kemalangan ini hanya untuk melindungi dari tembakan senapannya; pedang bertahan melawan laras senapan yang rusak, dan menyerang paha pembunuh (tentara) yang jatuh. D’Artagnan meletakkan ujung tajam pedang ke arah leher pembunuh itu.’
Dari kalimat-kalimat yang dicetak tebal pada kutipan di atas, dapat disimpulkan bahwa adanya efek senjata bagi d’Artagnan. Akibat serangan senjata yang dilakukan tentara pertama, d’Artagnan membalas serangan tersebut dengan menyerang tentara kedua. D’Artagnan menyerang tentara kedua karena tentara tersebut tidak memiliki senjata sehingga d’Artaganan bisa mengalahkannya dengan mudah. Pedang yang dibawanya d’Artagnan menimbulkan keberanian bagi d’Artagnan untuk melawan tentara tersebut. Efek senjata tidak hanya terjadi akibat pengaruh dari eksternal atau orang lain. Namun, dalam roman ini efek senjata juga muncul dari internal atau dari dalam diri sendiri. Efek senjata pengaruh dari internal ini dapat dilihat kembali pada kutipan (2) berikut ini. (2) Mais d’Artagnan n’était pas de caractère à lâcher ainsi un homme qui avait eu l’insolence de se moquer de lui. Il tira son épée entièrement du fourreau et se mit à sa poursuite en criant: Tournez, tournez
66
donc, monsieur le railleur, que je ne vous frappe point par-derrière. (TM/I/16) Tetapi d’Artagnan bukan seseorang yang bisa menerima bila dirinya dicemooh. Dia menarik pedang dari sarung pedangnya, mengejarnya sambil berteriak ‘kembali, kembali, Tuan pencemooh, atau saya tusuk Anda dari belakang.
Dari kalimat yang berbunyi “…Il tira son épée entièrement du fourreau et se mit à sa poursuite en criant : Tournez, tournez donc, monsieur le railleur, que je ne vous frappe point par-derrière.” (‘…Dia menarik pedang dari sarung pedangnya, mengejarnya sambil berteriak: Kembali, kembali, Tuan pencemooh, atau saya tusuk Anda dari belakang.’) dapat diketahui bahwa d’Artagnan berani menantang pria asing tersebut karena dia memiliki senjata. Ini merupakan bukti bahwa senjata yang dimilki d’Artagnan memiliki efek kepada dirinya yaitu menimbulkan keberanian untuk bertarung.
4.2.3 Provokasi Faktor pencetus agresivitas yang lain yaitu provokasi. Provokasi adalah tantangan atau pancingan kepada seseorang. Dalam hal ini, d’Artganan juga mengalami provokasi dari berbagai pihak yaitu pria asing dari Meung, Porthos dan Athos. Provokasi-provokasi tersebut dapat dilihat dari kutipan (1),(8), dan (15) di bawah ini.
(1) Le gentilhomme paraissait énumérer à ses auditeurs toutes ses qualités, et comme, ainsi que je l’ai dit, les auditeurs paraissaient avoir une grande déférence pour le narrateur, ils éclataient de rire à
67
tout moment. Or, comme un demi-sourire suffisait pour éveiller l’irascibilité du jeune homme,’. (TM/I/13) Pria asing tersebut menguraikan fakta perihal kuda itu pada pendengarnya satu per satu, dan dua pria lainnya tampak setuju dengannya. Dan setiap kali si pria berbicara, pendengarnya tertawa terbahak-bahak terus menerus. Padahal, hanya senyuman sinis saja cukup menimbulkan amarah si anak muda itu, ‘
Kalimat “…Or, comme un demi-sourire suffisait pour éveiller l’irascibilité du jeune homme,” (‘…Padahal, hanya senyuman sinis cukup menimbulkan amarah si anak muda itu’) membuktikan bahwa adanya provokasi dari pria asing tersebut yang menimbulkan agresi emosi pada d’Artagnan. provokasi tersebut adalah senyuman sinis pria asing tersebut yang mengejek d’Artagnan. Selain itu, d’Artagnan juga mengalami provokasi yang ditimbulkan oleh Athos, ketika tidak sengaja d’Artagnan menabrak dirinya. kutipan (8) akan membuktikan hal tersebut.
(8) « Monsieur, dit Athos en le lâchant, vous n’êtes pas poli. On voit que vous venez de loin. » D’Artagnan avait déjà enjambé trois ou quatre degrés, mais à la remarque d’Athos il s’arrêta court. « Morbleu, monsieur ! » dit-il, de si loin que je vienne, ce n’est pas vous qui me donnerez une leçon de belles manières, je vous préviens.’ (TM/IV/58)
“Tuan, kata Athos sambil melepaskannya, tingkah laku Anda buruk, seperti pendatang dari desa.” D’Artagnan baru saja menuruni tiga atau empat anak tangga, tetapi pernyataan Athos membuatnya marah. “ Dengar, Tuan!” katanya, mungkin saya datang dari desa, tetapi Anda tidak perlu mengajarkan saya kesopanan, saya memberitahu Anda.’
68
Kutipan di atas membuktikan adanya provokasi yang dilakukan Athos kepada d’Artagnan. Dari kalimat “Monsieur, dit Athos en le lâchant, vous n’êtes pas poli. On voit que vous venez de loin…” (‘ Tuan, kata Athos sambil melepaskannya, tingkah laku Anda buruk seperti pendatang dari desa…’) penulis mengetahui bahwa kalimat yang diucapkan oleh Athos memancing kemarahan d’Artagnan. Hal ini menunjukkan bahwa ucapan Athos memprovokasi agresi emosi d’Artagnan. Selain dengan pria asing dan Athos, d’Artagnan juga mengalami provokasi dari Porthos ketika berada di tempat perkumpulan para musketri. Peristiwa ini dapat dilihat dari kutipan (15) di bawah ini. (15) – Est-ce que vous oubliez vos yeux quand vous courez, par hasard ? demanda Porthos. – Non, répondit d’Artagnan piqué, non, et grâce à mes yeux je vois même ce que ne voient pas les autres. (TM/IV/59)
-Apakah Anda lupa dengan mata Anda saat Anda lari tadi? Kata Porthos -Tidak, jawab D’Artagnan tersinggung, tidak, dan berkat mata saya, saya dapat melihat apa yang tidak dilihat oleh orang lain.
Provokasi yang dilakukan oleh Porthos dapat dilihat dari kalimat “Est-ce que vous oubliez vos yeux quand vous courez, par hasard ? demanda Porthos.” (‘apakah Anda lupa dengan mata Anda saat Anda lari tadi? Kata Porthos’). Dari kalimat tersebut dapat dilihat bahwa makian yang diucapkan oleh Porthos memprovokasi d’Artagnan marah sehingga d’Artagnan mengalami agresi emosi dan tersinggung.
69
4.3
Dampak Agresi Dalam roman ini, dampak yang timbul akibat agresi yang dilakukan
d’Artagnan adalah cidera dan kematian. Kedua hal tersebut akan dibahas di bawah ini.
4.3.1 Cidera Salah satu dampak agresivitas yang terdapat dalam roman ini adalah cidera. Dampak ini adalah dampak paling ringan yang ditimbulkan oleh agresivitas. Cidera ini dialami oleh tentara La Rochelle ketika d’Artagnan dan teman-temannya menyerbu benteng tersebut. Kejadian tersebut dapat dilihat kembali pada kutipan (7) di bawah ini.
(7) Pendant ce temps, d’Artagnan s’était jeté sur le second soldat, l’attaquant avec son épée; la lutte ne fut pas longue, ce misérable n’avait pour se défendre que son arquebuse déchargée; l’épée du garde glissa contre le canon de l’arme devenue inutile et alla traverser la cuisse de l’assassin, qui tomba. D’Artagnan lui mit aussitôt la pointe du fer sur la gorge.’ (TM/XLI/618) Sementara itu, d’Artagnan telah menjatuhkan diri ke atas tubuh tentara kedua, menyerangnya dengan pedangnya; perkelahian tidak dilakukan lama, kemalangan ini hanya untuk melindungi dari tembakan senapannya; pedang bertahan melawan laras senapan yang rusak, dan menyerang paha pembunuh yang jatuh. D’Artagnan meletakkan ujung tajam pedang ke arah leher pembunuh itu.’
Dari kalimat-kalimat yang dicetak tebal pada kutipan di atas, penulis mengetahui bahwa d’Artagnan menyerang tentara kedua dengan menggunakan pedangnya. Akibat dari serangan d’Artagnan, tentara tersebut mengalami cidera
70
pada bagian pahanya dan hampir saja terbunuh oleh d’Artagnan. Namun, hal itu tidak terjadi karena d’Artagnan menghentikan penyerangannya. Selain tentara La Rochelle, pengawal Kardinal yang bernama Jussac pun mengalami cidera akibat serangan dari d’Artagnan. Perkelahian itu terjadi pada saat d’Artagnan akan bertarung dengan tiga musketir, yakni Athos, Porthos, dan Aramis. Kutipan (21) berikut ini akan membuktikan hal tersebut.
(21) Jussac, voulant en finir, porta un coup terrible à son adversaire en se fendant à fond; mais celui-ci para prime, et tandis que Jussac se relevait, se glissant comme un serpent sous son fer, il lui passa son épée au travers du corps. Jussac tomba comme une masse. (TM/V/79) Jussac ingin mengakhiri pertarungan itu, menghunuskan pedang yang mengerikan ke arah lawannya, kebagian belakang; tetapi d’Artagnan secepat kilat menghunus pedang dan sebelum Jussac bangun, ia meluncur laksana ular dan menusuk tubuhnya. Jussacpun jatuh seperti gumpalan tanah.’
Kalimat bercetak tebal yang berbunyi ‘…celui-ci para prime, et tandis que Jussac se relevait, se glissant comme un serpent sous son fer, il lui passa son épée au travers du corps’(…d’Artagnan secepat kilat menghunus pedang dan sebelum Jussac bangun, ia meluncur laksana ular dan menusuk tubuhnya) menunjukkan bahwa d’Artagnan menyerang Jussac, salah satu pengawal Kardinal. Dia menusuk Jussac dengan pedangnya sehingga Jussac mengalami cidera di tubuhnya. Namun hal ini tidak membuat Jussac meninggal pada saat itu.
71
4.3.2 Kematian Dalam roman ini dampak agresi yang paling parah ditemukan adalah kematian. Kematian ini menimpa Milady, wanita yang menjadi musuh utama d’Artagnan. Milady pada akhirnya, secara tidak langsung dibunuh oleh d’Artagnan dengan bantuan seorang algojo. Algojo ini yang memberikan cap lambang La fleur de lis pada waktu itu. Selain itu, algojo ini merupakan salah satu korban dari Milady. Adiknya dibunuh oleh Milady, oleh karena itu dia mau membantu d’Artagnan untuk membunuh Milady. Hal ini dapat dilihat pada kutipan (22) di bawah ini.
(22) Alors on vit, de l’autre rive, le bourreau lever lentement ses deux bras, un rayon de lune se refléta sur la lame de sa large épée, les deux bras retombèrent ; on entendit le sifflement du cimeterre et le cri de la victime, puis une masse tronquée s’affaissa sous le coup. Alors le bourreau détacha son manteau rouge, l’étendit à terre, y coucha le corps, y jeta la tête, le noua par les quatre coins, le chargea sur son épaule et remonta dans le bateau. (TM/LXVI/945) Maka mereka lihat, di lain tepian sungai, algojo mengangkat perlahan kedua tangannya, cahaya bulan memantul ke arah mata pisaunya yang besar, kedua tangannya turun kembali, mereka mendengar desiran kelewang dan teriakan korban, kemudian ada gumpalan yang terjatuh ke bawah dengan keras. Maka algojo melepaskan mantel merahnya, menghempaskannya ke tanah, menidurkan tubuh itu disana, membuang kepalanya disana, mengikat empat sudutnya, memanggulnya di atas bahunya, naik kembali ke perahu.’
Dari kutipan teks di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa algojo itu telah berhasil membunuh Milady dan membuangnya ke perahu. Kematian Milady adalah klimaks dari dampak agresi yang dilakukan oleh d’Artagnan secara tidak
72
langsung. Selain itu, kematian Milady juga menjadi penyelesaian masalah yang terdapat dalam roman ini. Untuk lebih jelasnya, hasil analisis data tersebut dibuat dalam bentuk tabel yang dapat dilihat pada halaman berikut ini.
TABEL HASIL ANALISIS DATA
N o
Trait Kepribadian
Tipe Agresivit as
1
Neurotisisme
2
Neurotisisme
Faktor Pencetus Agresivi tas
Dampak Agresivi tas
No Data
Hasil Analisis
Emosi
(1), (2)
Rasa benci
(3)
D’Artagnan mengalami agresi marah akibat pengaruh dari kepribadian neurotisisme, yakni ketidakstabila n emosi (mudah marah). D’Artagnan marah akibat ejekan dan senyuman sinis dari pria asing di Meung tentang kudanya. D’Artagnan benci Milady karena hinaan dari Milady
73
(4)
3
Nerotisisme
Antagonisme
Neurotisisme dan
Antarjant an
tentang dirinya. Agresi emosi ini dipengaruhi oleh kepribadianny a yang neurotisisme.
D’Artagnan benci dan ingin balas dendam kepada Milady atas kematian kekasihnya. Agresi rasa benci ini juga dipengaruhi oleh kepribadianny a yang neurotisisme. (2) D’Artagnan berkelahi dengan pria asing di Meung karena tingkah laku pria tersebut yang (5),(6 menghina kud ), dan d’Artagnan. (7) Agresivitas antarjantan yang terjadi dipengaruhi oleh kepribadian (8) neurotisisme
74
antagonisme
Conscientious ness
dan (9)
(10)
(mudah marah) yang dimiliki oleh d’Artagnan. D’Artagnan berkelahi dengan pria asing di Meung, Jussac dan tentara La Rochelle. Agresivitas ini dipengaruhi oleh kepribadian antagonisme, yakni kepribadian yang penuh ketegangan dengan orangorang di sekitarnya. D’Artagnan berkelahi dengan Athos, karena hinaan Athos kepada d’Artagnan yang tidak sengaja menabrak dirinya. Agresivitas ini terjadi akibat pengaruh kepribadian neurotisisme
75
(mudah marah) dan antagonisme (mudah terganggu).
4
Neurotisisme
Ketakutan
(11), (12), dan (13)
Terjadi perkelahian antara d’Artagnan dan Lord de Winter karena d’Artagnan ingin membuktikan dirinya hebat di depan Milady. Agresivitas yang terjadi, akibat pengaruh dari kepribadian conscientiousn ess, yakni pantang menyerah. D’Artagnan mengalami agresivitas ketakutan karena telah mengetahui jati diri Milady yang sebenarnya. Agresivitas ketakutan ini juga dipengaruhi
76
5
Antagonisme
Neurotisisme dan antagonisme
Tersinggu ng
(14)
(15)
oleh kepribadian neurotisisme, yakni ketidakstabila n emosi tentang rasa takut. D’Artagnan tersinggung dengan sikap pria asing di Meung yang menghina kudanya. Agresivitas tersinggung ini dipengaruhi oleh kepribadian antagonisme (mudah terganggu) D’Artagnan tersinggung atas perkataan Porthos yang menghina dirinya. Agresivitas yang terjadi dipengaruhi oleh kepribadian neurotisime (mudah marah) dan antagonisme (mudah
77
6
Conscientious ness
Pertahana n
(16), (17), (18) dan (10)
7
Efek senjata
(2) dan (7)
8
Kekuasa an dan
(2), (19),
terganggu). D’Artagnan mengalami agresivitas pertahanan saat bertarung melawan Milady, tentara La Rochelle dan Lord de Winter. Agresivitas pertahanan yang dialami d’Artagnan dipengaruhi oleh kepribadian conscientiousn ess, yakni kepribadian yang pantang menyerah. D’Artagnan di serang oleh tentara La Rochelle. Akibat serangan ini, d’Artagnan melakukan agresivitas, yakni membalas menyerang tentara tersebut. D’Artagnan merasa
78
9
10
kepatuha n
dan (20)
provokas i
(1), (8), dan (15)
Cidera
(7) dan
berkuasa ketika dia membawa surat atas nama Monsieur de Treville karena Monsieur de Treville adalah seorang musketri besar yang disegani banyak orang. Sementara kepatuhan dialami oleh d’Artagnan ketika dia mematuhi perintah ayahnya untuk berpetualang. D’Artagnan mengalami provokasi dari pria asing di Meung, Athos dan Porthos. Akibat provokasi tersebut d’Artagnan mengalami agresi emosi, tersinggung dan antarjantan. Tentara La Rochelle dan
79
(21)
11
Kematia n
(22)
Jussac mengalami cidera saat bertarung dengan d’Artagnan. Cidera tersebut merupakan bukti dari dampak agresivitas yang dilakukan oleh d’Artagnan. Milady dibunuh oleh algojo atas permintaan d’Artagnan. Kematian ini merupakan dampak paling parah dari agresivitas yang dilakukan oleh d’Artagnan.
BAB 5 PENUTUP
Bagian terakhir penulisan skripsi ini terdiri dari simpulan dan saran. Simpulan meliputi hasil analisis yang berupa pendeskripsian jawaban dari rumusan masalah, sedangkan saran berisi rekomendasi penulis berdasarkan hasil analisis.
5.1
Simpulan Setelah melakukan analisis secara bertahap, diketahui bahwa psikologi
manusia tidak terjadi di kehidupan nyata saja, tetapi terjadi juga di dunia roman. Salah satu roman yang menggambarkan psikologi manusia yaitu roman Les Trois Mousquetaires karya Alexandre Dumas Père. Dalam roman ini, psikologi yang dialami oleh para tokoh bercermin dari psikologi pada kehidupan nyata. Penelitian ini hanya menganalisis bentuk psikologi yang terdapat dalam tokoh utama d’Artagnan saja, yakni tentang kepribadian dan agresivitas. Setelah dilakukan analisis, akhirnya dapat disimpulkan tiga hal, yakni pertama d’Artagnan tidak dapat dikatakan memiliki trait kepribadian “Big Five” karena dia hanya memiliki tiga dari trait kepribadian yang ada, yaitu neurotisisme, antagonisme, dan conscientiousness. Selain itu, d’Artagnan juga dapat dikatakan sebagai seseorang yang memiliki agresivitas medium (sedang) karena dia hanya
80
81
mempunyai lima dari sepuluh tipe agresivitas, yakni agresivitas rasa benci atau emosi, agresivitas ketakutan, agresivitas tersinggung, agresivitas antar jantan, dan agresivitas pertahanan. Ketiga trait kepribadian yang dimiliki d’Artagnan mempengaruhi agresivitas dirinya. Agresivitas emosi dan agresivitas ketakutan terjadi karena pengaruh dari kepribadian neurotisisme yang dimilikinya. Sementara agresivitas tersinggung, agresivitas antarjantan dan agresivitas pertahanan dipengaruhi oleh kepribadian dia yang neurotisisme, antagonisme, dan conscientiousness. Kedua, dalam roman ini dapat dikatakan bahwa faktor pencetus agresivitas d’Artagnan tidak begitu banyak. Dia hanya mengalami tiga dari delapan faktor pencetus yang terdapat dalam teori, yakni kekuasaan dan kepatuhan, efek senjata dan provokasi. Kekuasaan dan kepatuhan terjadi pada saat d’Artagnan mematuhi perintah ayahnya untuk menjadi seorang musketri. Faktor kedua adalah efek senjata. Faktor ini sering ditemui diantara ketiga faktor tersebut karena d’Artagnan sering bertarung melawan musuh. Sementara faktor pencetus agresi terakhir yaitu provokasi. D’Artagnan mengalami provokasi dari beberapa pihak, yaitu pria asing di Meung, Athos dan Porthos. Ketiga (terakhir) ditemukan dampak yang ditimbulkan agresivitas. Penulis menemukan dua dampak, yakni cidera dan kematian. Dampak yang sering terjadi adalah cidera, karena sebagian besar musuh d’Artagnan mengalami cidera setelah bertarung dengan dirinya. Kematian adalah dampak yang hanya sekali terjadi dalam roman ini. Kematian ini dialami oleh Milady, musuh dari d’Artagnan dan para tokoh lain (Athos, algojo dan Lord de Winter).
82
5.2
Saran Setelah melakukan penelitian ini, penulis memberikan saran kepada
mahasiswa jurusan sastra pada umumnya dan kepada mahasiswa prodi sastra perancis pada khususnya untuk meneliti bentuk psikologi yang terdapat dalam karya sastra. Dengan melakukan penelitian psikologi dalam karya sastra, kita dapat mengetahui dan mempelajari tentang bentuk psikologi seseorang yang tercermin pada tokoh-tokoh dalam karya sastra tersebut. Selain itu, penulis juga menyarankan untuk menganalisis bentuk psikologi dari sudut pandang yang berbeda selain bentuk kepribadian dan agresivitas tokoh yang terdapat dalam sebuah karya sastra. Misalnya, meneliti roman ini dari sudut pandang sosiologi atau politik. Atau bahkan membandingkan antara roman Les Trois Mousquetaires dengan filmnya.
DAFTAR PUSTAKA
Alwisol. 2004. Psikologi Kepribadian. Malang: UPT. Penerbitan Universitas Muhammadiyah Malang. Aminuddin. 2004. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung: Sinar Baru Agresindo. Baron, Robert.A. Doyn Byrne. 2005. Psikologi Sosial. Jakarta: Erlangga. Brekwell, Glynis. M. 1988. Mengatasi Perilaku Agresif. Yogyakarta : Kanisius. Dirgantara, S. Reinaldo. 2007. Agresivitas Tokoh dalam Roman Thérèse Raquin Karya Emile Zola. Semarang: Universitas Negri Semarang. Dumas, Alexandre. 2010. 1844. Les Trois Mousquetaires. Gallimard: Folio Classique. Eliyana, Lina. 2010. Kepribadian Tokoh Utama dalam Roman La Dame Aux Camelias Karya Alexandre Dumas JR. Semarang: Universitas Negri Semarang. Endraswara, Suwardi. 2003. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Widyatama. Fromm, Erich. 2008. Akar Kekerasan. Yogyakarta: Pustaka Belajar. Hall dan Gardner. 1993. Teori-teori Sifat dan Behavioristik. Yogyakarta: Kanisius. Kartono, Kartini dan Dali Gulo. 1987. Kamus Psikologi. Bandung: CV Pionir Jaya. Koeswara, E. 1988. Agresi Manusia. Bandung: PT Eresco. Komaruddin,dkk. 2000. Kamus Istilah Karya Tulis Ilmiah. Jakarta: PT Bumi Aksara. Krahé, Barbara. 2005. Perilaku Agresif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Nurgiyantoro, Burhanuddin. 2003. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada University Pers. 83
84
Rahmawati, Reny. 2006. Kepribadian Tokoh Utama dalam Novel Larung Karya Ayu Utami. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta. Sarwono, Sarlito Wirawan. 2002. Psikologi Sosial : Individu dan Teori-Teori Psikologi Sosial. Jakarta: Balai Pustaka. Setianingrum, Rani. 2008. Analisis Aspek Kepribadian Tokoh Utama dalam Novel Supernova Episode Akar Karya Dewi Lestari : Tinjauan Psikologi Sastra. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta. Sirait, Mariana. 2010. Pengaruh Kepribadian Tokoh Utama Terhadap Konflik Psikologis dalam Roman Madame Bovary Karya Gustave Flaubert. Semarang : Universitas Negri Semarang. Siswantoro. 2005. Metode Penelitian Sastra: Analisis Psikologis. Universitas Muhamadiyah Surakarta: Muhamadiyah University Pers. Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa. Yogyakarta: Duta Wacana University Press. Wade dan Carol. 2007. Psikologi. Yogyakarta: Kanisius. Wellek dan Waren. 1990. Teori Kesusastraan. Jakarta: PT Gramedia. www. fr.encarta.msn.com/dictionary.../roman.html www.one.indoskripsi.com/node/cetak www.linternaute.com www.bibliotheques-psy.com/spip.php?...
LAMPIRAN
85
86
SINOPSIS LES TROIS MOUSQUETAIRES
Roman Les Trois Mousquetaires adalah salah satu roman legendaris dari Perancis yang ditulis oleh Alexandre Dumas Père pada tahun 1844. Roman ini menceritakan petualangan d’Artagnan, seorang pemuda miskin dari Gascon. Kisah petualangannya berawal dari permintaan ayah d’Artagnan kepada dirinya untuk menjadi seorang musketri, agar kehidupan d’Artagnan lebih baik. Ayahnya meminta d’Artagnan untuk menemui Monsieur de Trèville, seorang musketri terkenal, agar d’Artagnan dapat bekerja dengan Monsieur de Trèville dan menjadi seorang musketri seperti dirinya. Setelah mendapat perintah dari ayahnya, d’Artagnan pergi dari rumahnya dengan membawa seekor kuda untuk memulai petualangannya. Namun, petualangan d’Artagnan untuk menjadi seorang musketri tidak mudah. Dia menemui berbagai masalah. Ketika d’Artagnan tiba di Meung, dia mendapat masalah dengan pria asing. Pria tersebut menghina kuda yang dimiliki d’Artagnan karena kuda tersebut berukuran kecil dan berwarna kuning. D’Artagnan marah mendengar ejekan tersebut. Dia menyerang pria tersebut dan pada akhirnya terjadi pertarungan diantara mereka. Akibat dari pertarungan tersebut, surat pengantar yang ditulis oleh ayah d’Artagnan untuk Monsieur de Trèville hilang. Namun d’Artagnan tidak putus asa meskipun surat itu telah hilang. D’Artagnan tetap melanjutkan perjalanan menuju rumah Monsieur de Trèville. Ketika tiba di rumah Monsieur de Trèville, D’artagnan bertemu para musketri, yang pada saat itu sedang berkumpul. Sayangnya, ketika d’Artagnan berada di tempat ini, dia mendapat masalah dengan tiga musketri yang terkenal yaitu Athos, Porthos, dan Aramis. D’Artagnan secara tidak sengaja membuat mereka marah atas tingkah lakunya, yang dianggap tidak sopan dan akhirnya membuat mereka menantang d’Artagnan untuk bertarung. Ketika pertarungan itu akan berlangsung, tiba-tiba muncul pengawal Kardinal yang bernama Jussac bersama tentara yang lain. Jussac melihat pertarungan mereka, dan mengancam mereka akan melaporkan kepada raja. Dalam peraturan musketri, jika seorang musketri terlihat bertarung dengan rakyat
87
biasa, maka musketri tersebut akan dipenjarakan. Oleh karena itu, tiga musketri tersebut melawan para tentara dan Jussac dengan dibantu d’Artagnan. Akibat pertarungan tersebut, d’Artagnan dan tiga musketri itu menjalin persahabatan. Mereka mencarikan sebuah penginapan untuk d’Artagnan. Ketika melihat istri pemilik penginapan tersebut, yakni Madame Bonacieux, d’Artagnan jatuh cinta pada wanita tersebut. Akhirnya d’Artagnan menjalin percintaan dengan Madame Bonacieux. Selain menjadi seorang istri dari sebuah penginapan, Madame Bonacieux adalah pelayan kepercayaan ratu. Madame Bonacieux sering mendapat tugas dari ratu untuk mengantar surat kepada Duke of Buckingham, yakni seorang bangsawan Inggris yang merupakan kekasih gelap ratu. Namun percintaan ratu dan Duke of Buckingham diketahui oleh Kardinal. Kardinal memanfaatkan perselingkuhan itu untuk menggulingkan pemerintahan raja Louis XIII, karena pada masa itu, Inggris dan Perancis berseteru. Oleh sebab itu, mereka menculik Madame Bonacieux. Penculikan tersebut diketahui oleh d’Artagnan dan tiga musketri lainnya, yakni Athos, Porthos dan Aramis. Mereka berusaha menemukan dan menyelamatkan wanita tersebut. Ketika dalam pencarian Madame Bonacieux, d’Artagnan bertemu dengan perempuan cantik bernama Milady. D’Artagnan jatuh cinta kepada wanita teresebut. Sekalipun d’Artagnan mencintai Madame Bonacieux, d’Artagnan juga mencintai Milady. Namun, ternyata Milady adalah mantan istri Athos, dan seorang kriminalitas. Dia juga bekerja sebagai mata-mata Kardinal. Wanita ini mempunyai banyak catatan kriminal pada masa lampau. Salah satunya, Milady adalah seorang penipu yang suka berganti-ganti suami hanya untuk mendapatkan hartanya saja. Salah satu korbannya yaitu Aramis. Wanita ini juga yang membunuh Madame Bonacieux, kekasih d’Artagnan. Selain itu, Milady juga bekerja sama dengan Kardinal untuk mencelakai Duke of Buckingham. D’Artagnan yang mengetahui hal itu akhirnya membalas dendam kepada Milady. D’Artagnan bekerja sama dengan Athos, Porthos, Aramis dan seorang algojo untuk membunuh perempuan itu. Setelah peristiwa tersebut, akhirnya
88
d’Artagnan diangkat menjadi seorang musketri karena Kardinal menganggap bahwa dia telah menyelamatkan dirinya dari ancaman bahaya Milady.
89
KUTIPAN TEKS ROMAN LES TROIS MOUSQUETAIRES KARYA ALEXANDRE DUMAS PÈRE
(1) Le gentilhomme paraissait énumérer à ses auditeurs toutes ses qualités, et comme, ainsi que je l’ai dit, les auditeurs paraissaient avoir une grande déférence pour le narrateur, ils éclataient de rire à tout moment. Or, comme un demi-sourire suffisait pour éveiller l’irascibilité du jeune homme,’. (TM/I/13)
(2) Mais d’Artagnan n’était pas de caractère à lâcher ainsi un homme qui avait eu l’insolence de se moquer de lui. Il tira son épée entièrement du fourreau et se mit à sa poursuite en criant : « Tournez, tournez donc, monsieur le railleur, que je ne vous frappe point par-derrière. (TM/I/16)
(3) Non, Ketty, tu te trompes, je ne l’aime plus; mais je veux me venger de ses mépris. (TM/XXXIII/521)
(4) Ami, sois homme : les femmes pleurent les morts, les hommes les vengent ! – Oh ! oui, dit d’Artagnan, oui ! si c’est pour la venger, je suis prêt à te suivre ! “ (TM/LXIII/916)
(5) Mais l’inconnu ne savait pas encore à quel genre d’entêté il avait affaire ; d’Artagnan n’était pas homme à jamais demander merci. Le combat continua donc quelques secondes encore ; enfin d’Artagnan, épuisé, laissa échapper son épée qu’un coup de bâton brisa en deux morceaux. Un autre coup, qui lui entama le front, le renversa presque en même temps tout sanglant et presque évanoui. (TM/I/17)
(6) Quant à d’Artagnan, il se trouva lancé contre Jussac lui-même.Le cœur du jeune Gascon battait à lui briser la poitrine, non pas de peur, Dieu merci ! il
90
n’en avait pas l’ombre, mais d’émulation ; il se battait comme un tigre en fureur, tournant dix fois autour de son adversaire, changeant vingt fois ses gardes et son terrain.’ (TM/V/79)
(7) Pendant ce temps, d’Artagnan s’était jeté sur le second soldat, l’attaquant avec son épée ; la lutte ne fut pas longue, ce misérable n’avait pour se défendre que son arquebuse déchargée ; l’épée du garde glissa contre le canon de l’arme devenue inutile et alla traverser la cuisse de l’assassin, qui tomba. D’Artagnan lui mit aussitôt la pointe du fer sur la gorge.’ (TM/XLI/618)
(8) Monsieur, dit Athos en le lâchant, vous n’êtes pas poli. On voit que vous venez de loin. » D’Artagnan avait déjà enjambé trois ou quatre degrés, mais à la remarque d’Athos il s’arrêta court. « Morbleu, monsieur ! dit-il, de si loin que je vienne, ce n’est pas vous qui me donnerez une leçon de belles manières, je vous préviens.’ (TM/IV/58)
(9) Et où cela, s’il vous plaît ? – Près des Carmes-Deschaux. – À quelle heure ? – Vers midi. – Vers midi, c’est bien, j’y serai. – Tâchez de ne pas me faire attendre, car à midi un quart je vous préviens que c’est moi qui courrai après vous et vous couperai les oreilles à la course. – Bon ! lui cria d’Artagnan ; on y sera à midi moins dix minutes. » (TM/IV/58)
(10) Quant à d’Artagnan, il avait joué purement et simplement un jeu défensif ; puis, lorsqu’il avait vu son adversaire bien fatigué, il lui avait, d’une vigoureuse flanconade, fait sauter son épée. Le baron, se voyant désarmé, fit
91
deux ou trois pas en arrière ; mais, dans ce mouvement, son pied glissa, et il tomba à la renverse. D’Artagnan fut sur lui d’un seul bond, et lui portant l’épée à la gorge…(TM/XXXI/488)
(11) Et que fit le comte ? - Le comte était un grand seigneur, il avait sur ses terres droit de justice basse et haute : il acheva de déchirer les habits de la comtesse, il lui lia les mains derrière le dos et la pendit à un arbre. - Ciel ! Athos ! un meurtre ! s’écria d’Artagnan. -Oui, un meurtre, pas davantage, dit Athos pâle comme la mort. Mais on me laisse manquer de vin, ce me semble. » Et Athos saisit au goulot la dernière bouteille qui restait, l’approcha de sa bouche et la vida d’un seul trait, comme il eût fait d’un verre ordinaire. Puis il laissa tomber sa tête sur ses deux mains ; d’Artagnan demeura devant lui, saisi d’épouvante. (TM/XXVII/439-440) (12) Alors la batiste se déchira en laissant à nu les épaules et sur l’une de ces belles épaules rondes et blanches, d’Artagnan avec un saisissement inexprimable, reconnut la fleur de lis, cette marque indélébile qu’imprime la main infamante du bourreau. (TM/XXXVII/567)
(13) – Oui ! oui ! murmura d’Artagnan, c’est bien cela, chez Milady elle même. » Alors le jeune homme comprit en frémissant quelle terrible soif de vengeance poussait cette femme à le perdre, ainsi que ceux qui l’aimaient, et combien elle en savait sur les affaires de la cour, puisqu’elle avait tout découvert. Sans doute elle devait ces renseignements au cardinal.(TM/XLI/621)
(14) Or, comme au moment où d’Artagnan fixait son regard sur le gentilhomme au pourpoint violet, le gentilhomme faisait à l’endroit du bidet béarnais une de ses plus savantes et de ses plus profondes démonstrations, ses deux auditeurs éclatèrent de rire, et lui-même laissa visiblement, contre son
92
habitude, errer, si l’on peut parler ainsi, un pâle sourire sur son visage. Cette fois, il n’y avait plus de doute, d’Artagnan était réellement insulté. (TM/I/14)
(15) Est-ce que vous oubliez vos yeux quand vous courez, par hasard ? demanda Porthos. – Non, répondit d’Artagnan piqué, non, et grâce à mes yeux je vois même ce que ne voient pas les autres. » (TM/IV/59)
(16) Mais sans s’inquiéter de l’épée, Milady essaya de remonter sur le lit pour le frapper, et elle ne s’arrêta que lorsqu’elle sentit la pointe aiguë sur sa gorge. Alors elle essaya de saisir cette épée avec les mains mais d’Artagnan l’écarta toujours de ses étreintes et, la lui présentant tantôt aux yeux, tantôt à la poitrine, il se laissa glisser à bas du lit, cherchant pour faire retraite la porte qui conduisait chez Ketty. (TM/XXXVII/568)
(17) L’un d’eux prit son fusil par le canon, et s’en servit comme d’une massue: il en porta un coup terrible à d’Artagnan, qui l’évita en se jetant de côté, mais par ce mouvement il livra passage au bandit, qui s’élança aussitôt vers le bastion. (TM/XLI/618)
(18) Pendant ce temps, d’Artagnan s’était jeté sur le second soldat, l’attaquant avec son épée; la lutte ne fut pas longue, ce misérable n’avait pour se défendre que son arquebuse déchargée; l’épée du garde glissa contre le canon de l’arme devenue inutile et alla traverser la cuisse de l’assassin, qui tomba. D’Artagnan lui mit aussitôt la pointe du fer sur la gorge.’ (TM/XLI/618)
(19) - Et il n’a nommé personne dans sa colère ? - Si fait, il frappait sur sa poche, et il disait : « Nous verrons ce que M. de Tréville pensera de cette insulte faite à son protégé.(LTM/I/19)
93
(20) …De plus, M. de Tréville gagne dix mille écus par an; c’est donc un fort grand seigneur. – Il a commencé comme vous, allez le voir avec cette lettre, et réglez-vous sur lui, afin de faire comme lui… . Le même jour le jeune homme se mit en route, muni des trois presents paternels et qui se composaient, comme nous l’avons dit, de quinze écus, du cheval et de la lettre pour M. de Tréville; comme on le pense bien, les conseils avaient été donnés par-dessus le marché. (TM/1/13)
(21) Jussac, voulant en finir, porta un coup terrible à son adversaire en se fendant à fond ; mais celui-ci para prime, et tandis que Jussac se relevait, se glissant comme un serpent sous son fer, il lui passa son épée au travers du corps. Jussac tomba comme une masse. ( TM/V/79)
(22) Alors on vit, de l’autre rive, le bourreau lever lentement ses deux bras, un rayon de lune se refléta sur la lame de sa large épée, les deux bras retombèrent ; on entendit le sifflement du cimeterre et le cri de la victime, puis une masse tronquée s’affaissa sous le coup. Alors le bourreau détacha son manteau rouge, l’étendit à terre, y coucha le corps, y jeta la tête, le noua par les quatre coins, le chargea sur son épaule et remonta dans le bateau. (TM/LXVI/945)
94
BIOGRAFI ALEXANDRE DUMAS PÈRE
Alexandre Dumas Père lahir pada 24 Juli 1802 di Villers-Cottêrets 40 km NE dari Paris. Di akte kelahiran, namanya ditulis Dumas Davy de la Pailleterie. Kakeknya adalah Marquis Antoine-Alexandre Davy de la Pailleterie dan neneknya adalah Marie-Céssette Dumas, seorang budak hitam dari Jeremie, SaintDomingue (sekarang bagian dari Haiti). Dia melahirkan Thomas-Alexandre dan meninggal ketika Thomas masih muda . Ketika mereka akhirnya kembali ke Paris, kakeknya tidak menyetujui ayahnya mendaftar tentara dengan nama Davy de la Pailleterie, jadi ia terdaftar sebagai Thomas-Alexandre Dumas. ThomasAlexandre bekerja di bawah kekuasaan Napoleon Bonaparte. Alexandre dibesarkan di Villers-Cotterêts, dan pergi ke Paris saat ia berusia dua puluh. Ketika berumur dua puluh lima, ia telah meraih kesuksesan pertamanya sebagai penulis drama. Dumas telah menulis banyak anekdot menarik tentang tahun di Mes Memoires . Banyak orang tidak menyadari bahwa Dumas menjadi terkenal bukan karena novelnya, tetapi karena permainanannya. Dumas menulis ratusan drama, novel dan buku harian perjalanan. Dia menulis beberapa cerita anak-anak, dan kamus kuliner. Dia mulai menulis di beberapa majalah mingguan. Dia adalah salah satu penulis yang paling produktif yang pernah ada, dan tidak menolak untuk bekerja sama dengan orang lain atau menulis ulang cerita yang lebih tua. Novelnya yang paling sukses tidak begitu menarik, tetapi berisi petualangan menakjubkan dan pertarungan, lebih menarik daripada cerita tentang kehidupan. Dia menulis novel sejarah dimana ia mengambil kebebasan besar dengan kebenaran untuk mencapai sebuah cerita yang baik, tetapi tidak pernah mengklaim bahwa cerita-ceritanya akurat dalam hal sejarahnya. Putranya, Alexandre Dumas Fils, juga menulis novel terkenal yaitu La Dame aux Camélias, dasar dari Verdi’s opera dari La Traviata. Karya-karya terkenal dari Alexandre Dumas Père adalah Les Trois Mousquetaires (1844); Vingt Ans Après (1845), Le Comte de Monte Cristo (1844-
95
1855), Dix ans plus tard ou Le Victome de Bragelonne (1848-1850), dan La Tulipe Noire (1850). Ketika kehidupannya sukses dan kaya, Dumas selalu berfoya-foya sehingga jatuh miskin dan memiliki banyak hutang. Dia mencoba untuk mencari uang dengan jurnalisme dan dengan buku-buku perjalanan tetapi dengan tidak begitu berhasil. Ada salah satu naskah yang hilang namun belum selesai ditulis, yaitu Le Chevalier de Sainte-Hermine (The Cavalier Terakhir), ditemukan di Bibliothèque Nationale di Paris pada akhir 1980-an dan pertama kali diterbitkan pada tahun 2005. Setelah bertahun-tahun menulis, berpetualangan, dan bersenangsenang, serta setelah ia kehilangan beberapa kekayaan, Dumas meninggal di Puys, dekat Dieppe, pada tanggal 5 Desember 1870.