KEPERCAYAAN DAN KOMUNIKASI BERMEDIASI KOMPUTER (Studi Deskriptif Kualitatif Kepercayaan pada Pelaku Personal E-commerce di Aplikasi Chat LINE pada Mahasiswa Prodi Informatika Universitas Muhammadiyah Surakarta)
Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I pada Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Komunikasi dan Informatika
Oleh:
ALFATONI L100120001
PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2017
i
ii
iii
KEPERCAYAAN DAN KOMUNIKASI BERMEDIASI KOMPUTER ( Studi Deskriptif Kualitatif Kepercayaan pada Pelaku Personal E-commerce di Aplikasi Chat LINE pada Mahasiswa Prodi Informatika Universitas Muhammadiyah Surakarta) Abstrak E-commerce merupakan praktek jualbeli yang tidak memerlukan untuk bertemu secara fisik.Transaksi e-commerce menjadi tantangan untuk menumbuhkan kepercayaan bagi calon pelanggan.Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendekripsikan bagaimana kepercayaan Mahasiswa Prodi Informatika Universitas Muhammadiyah Surakarta angkatan 2012 hingga 2015 terhadap pelaku personal e-commerce pada aplikasi chat LINE. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Subjek penelitian ini adalah Mahasiswa Prodi Informatika Universitas Muhammadiyah Surakarta angkatan 2012 hingga 2015. Data dikumpulkan dengan teknik wawancara semi terstruktur. Metode analisis data yang digunakan adalah triangulasi data. Hasil penelitian dalam kepercayaan padae-commerce di aplikasi chat LINE yang dilakukan oleh penelitimenunjukkan bahwa kepercayaan dapat terbangun dengan kemampuan, kebaikan hati, dan integritas dari pelakue-commerce. Kemampuan meliputi informasi produk yang harus diketahui oleh pelakue-commerce. Sedangkan kebaikan hati meliputi keramahan dan pelayanan yang akan diberikan oleh pelakue-commerce. Dan integritas yang meliputi latar belakang dan manajemen dari pelakue-commerce. Kata kunci : Kepercayaan, e-commerce, media sosial, computer mediated communication Abstract E-commerce is the buying and selling practices which do not require to meet physically. E-commerce transactions is a challenge to cultivate trust to potential customer. The purpose of this study is to decribe how trust Informatics Study Program Student Muhammadiyah University of Surakarta force in 2012 to 2015 against the person of personalized the e-commerce on LINE chat applications. This research used descriptive qualitative method. The subject of this research is the studies Informatics Program Student Muhammadiyah University of Surakarta force in 2012 to 2015. Data were collected by semi-structured interview technique. Data analysis method used was triangulation data. The results of research in the trust e-commerce on LINE chat application made by the researchers showed that the trust can be woken up with the ability, benevolence, and integrity of the e-commerce.Abilityinclude product information that should be known by the e-commerce. While benevolence includes the friendliness and service that will be provided by the e-commerce. And integrity that includes background and management of the e-commerce. Keywords: Trust, e-commerce, social media, computer mediated communication 1. PENDAHULUAN Kemajuan teknologi komunikasi telah banyak memberikan kesempatan di berbagai bidang kehidupan, terutamapeluang e-commerce (electronic commerce) atau perdagangan elektronik. Teknologi komunikasi memungkinkan orang berbelanja cukup dengan menekan tombol-tombol komputer di rumah masing-masing (Darmawan, 2012). Menurut (Dewi, 2009) E-commerce dapat didefinisikan sebagai suatu transaksikomersial melalui jaringan komunikasi yang dapat berupa fax, 1
email, dan sarana elektronik lainnya yang meliputi kegiatan tukar-menukar informasi, iklan, pemasaran, kontrak dan kegiatan perbankan melalui internet. Julian Ding dalam bukunya E-commerce : Lawand office mendefinisikan e-commerce merupakan suatu transaksi perdagangan antara penjual dan pembeli dalam hubungan yang sama untuk mengirimkan sejumlah barang berdasarkan atas perjanjian dan pelayanan. Transaksi semacam ini tidak memerlukan fisik untuk bertemu secara langsung bagi yang bersangkutan atau sedang melakukan transaksi, dan keberadaan media ini dalam public network atas sistem yang berlawanan terhadap private network (Asnawi, 2004). Beberapa akademisi sepakat mendefinisikan e-commerce sebagai cara memperbaiki kerja yang berhubungan dengan pertukaran barang dan jasa serta informasi dan pengetahuan dengan memanfaatkan teknologi berbasis jaringan peralatan digital (Asnawi, 2004). Sifat dan karakter darie-commerce adalah transparan dan simultan, interaktif, serta cepat. Meski banyak kelebihannya, e-commerce juga memiliki kelemahan. Secara teknis, e-commerce kurang menjamin keamanan dan reabilitas sistem, termasuk keamanan dan reabilitas standar dan protokol-protokol komunikasi. Sedangkan secara hukum, keamanan dan privasi dalam perdagangan elektronik dapat merugikan pihak konsumen terutama dalam akses informasi pribadi konsumen (Dewi, 2009). Transaksi e-commerce juga melibatkan tiga karakteristik yaitu tidak dapat melihat produknya secara langsung, mengenai kualitas produk yang dijual, dan konsumen sulit melakukan komplain jika terjadi kesalahan pada produk yang telah dikirim (Barkatullah, 2009). Persoalan semacam ini dapat menghilangkan kepercayaan konsumen pada transaksi e-commerce. Kepercayaan merupakan unsur penting dalam transaksi online. Menurut Mayer et al., 1995 mendefinisikan
trust adalah kemauan seseorang untuk peka terhadap tindakan orang lain
berdasarkan pada harapan bahwa orang lain akan melakukan tindakan tertentu pada orang yang mempercayainya, tanpa tergantung pada kemampuannya untuk mengawasi dan mengendalikannya (Chan, 2003). Kurangnya kepercayaan dalam online shop juga menjadi salah satu alasan pelanggan enggan membeli produk secara online. E-commerce memanfaatkan internet baik yang sejenis website maupun menggunakan media sosial sebagai media pemasaran dari produknya.Untuk mempromosikan barang nya, media sosial yang digunakan para pelaku e-commerce salah satunya adalah LINE. LINE sendiri sebuah aplikasi yang sebagai wadah untuk berbagi foto dan video ke jejaring sosial. Menurut Mayer, 1995 dalam (Zendehdel, Bt, Paim, Bojei, & Osman, 2011) faktor yang membentuk kepercayaan seseorang terhadap yang lain ada tiga, yaitu kemampuan (ability), kebaikan hati (benevolence), dan integritas (integrity). Faktor lain yang juga membangun kepercayaan yaitu keamanan.
2
Penelitian ini tertarik dari latar belakang yang telah dipaparkan, maka untuk mengetahui bagaimana kepercayaan mahasiswa Prodi Informatika Universitas Muhammadiyah Surakarta pada pelaku personal e-commerce di aplikasi chat LINE Penelitian ini mengambil subjek Mahasiswa Prodi Informatika Universitas Muhammadiyah Surakarta angkatan 2012 hingga 2015 dipilih karena sebagai mahasiswa peneliti menganggap mereka lebih berfokus dan melek pada kemajuan teknologi akan tetapi mereka sedikit memahami tentang literasi media baru yang saat ini perkembangannya sangat signifikan.
1.1 TELAAH PUSTAKA 1.1.1 Kepercayaan Kepercayaan disini tentunya kepercayaan dalam melakukan transaksi perdagangan antara penjual dengan pembeli di media elektronik (Ullah, 2014). Kepercayaan mempunyai peran penting dalam banyak interaksi sosial dan kegiatan ekonomi lainnya yang melibatkan ketidakpastian dan ketergantungan. Seperti ketidakpastian dalam transaksi melalui internet, banyak peneliti telah menyatakan bahwa kepercayaan adalah faktor terpenting yang mempengaruhi suksesnya sebuah ecommerce ( Gefen, 2002; Teo dan Liu, 2007 dalam Pilík & Juřičková, 2016). Menurut Mayer, 1995 (dalam Zendehdel et al., 2011) faktor yang membentuk kepercayaan seseorang terhadap yang lain ada tiga, yaitu kemampuan (ability), kebaikan hati (benevolence) , dan integritas (integrity. Ketiga faktor tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: a) Kemampuan (Ability) Bhattacherjee merumuskan kemampuan disini lebih mengacu pada pengetahuan, keterampilan dan kompetensi dari orang yang dipercaya melakukan tindakan sesuai apa yang diharapkan. Dimensi dari kepercayaan ini adalah domain yang spesifik : yaitu, kepercayaan hanya pada satu wilayah, maksudnya menyediakan sesuatu berdasarkan apa yang telah ada. Dan tidak mengirimkan ke domain lain, artinya apa yang telah kita pesan tidak akan dikirim ke pihak lain . b) Kebaikan hati (Benevolence) Kebaikan hati mengacu pada sejauh mana pelaku e-commerce diyakini berbuat baik kepada calon pembelinya.Dalam aturan dunia komersial, hal ini mungkin dalam keyakinan bahwa pelaku ecommerce memiliki kepentingan untuk mengambil hati calon pembelinya. c) Integritas (Integrity) Jarvenpaa mengatakan integritas mengacu pada keyakinan seseorang atau perusahaan yang akan bertindak dengan cara yang jujur, terpercaya, dan kredibel(Whitty & Joinson, 2009). Menurut Gefen (2002) dalam konteks e-commerce, integritas akan merujuk bahwa pelaku e-commerce akan
3
mengelola usahanya dengan jujur, dapat diandalkan, dan akan menepati janjinya (Whitty & Joinson, 2009). 1.1.2 Kepercayaan pada pelaku e-commerce berbasis teks Untuk membangun kepercayaan kepada calon konsumen, banyak cara yang dapat dilakukan oleh pelaku e-commerce. Salah satunya dengan pembentukan pesan yang mampu membangun kepercayaan calon pembeli. Pesan yang dibentuk terhadap produk merupakan pengembangan dari konsep produk itu sendiri. Rancangan terhadap pembentukan pesan memerlukan ide dan konsep dengan strategi kreatif yang melewati tahap pembentukan, evaluasi, seleksi, dan pelaksanaan pesan untuk menarik peminat pembeli di e-commerce. Kreatifitas dari konsep suatu produk e-commerce itu sendiri jauh lebih penting dari pada sejumlah uang yang dikeluarkan (Suyanto, 2003). Dalam (Tu, 2002) Gunawardena merumuskan bahwa kepercayaan calon konsumen terhadap perdagangan elektronik dapat tercipta dari komunikasi yang baik yang dibangun oleh pelaku ecommerce. Komunikasi yang dilakukan disini merupakan komunikasi online mulai dari bahasa yang digunakan yaitu bahasa secara online dan aplikasi dari bahasa online. Atribut dari CMC yaitu keterampilan melek komputer, kedekatan secara online, dan kemampuan bahasa online. Format berbasis teks dari CMC mengharuskan pengguna memiliki beberapa tingkat melek komputer, seperti mengetik, membaca, dan menulis. Jika tidak memiliki kemampuan tersebut mungkin mereka akan mengalami kecemasan bahkan kesulitan dalam komunikasi. Komunikasi secara online menjadi sulit untuk memberikan gerakan tubuh keseluruhan karena CMC kekurangan gesture sosial. CMC tidak dapat mengirimkan tandanonverbal karena CMC merupakan bentuk komunikasi berbasis teks seperti yang dijelaskan oleh (Connolly, Jessup & Valacich, 1990 dalam (Tu, 2002). Karena media berdagangnya e-commerce secara online, maka komunikasi yang dilakukan juga secara online. Banyak aplikasi online yang menawarkan kemudahan-kemudahan untuk berkomunikasi. Seperti halnya LINE yang dirancang untuk mempermudah pelaku e-commerce dalam mempromosikan produknya. LINE dapat mengirim berbagai macam pesan baik berupa foto, teks, dan video secara bersamaan kepada calon pembeli. Serta LINE juga terdapat fitur chat room yang memungkinkan calon pembeli dapat mengirim pesan secara personal kepada pelaku e-commerce. LINE sendiri juga meluncurkan aplikasi khusus buat pedagang online yaitu LINE@. Terdapat keunggulan dari LINE, diantaranya : pertama, Unlimited follower yaitu LINE bisa menampung calon pelanggan yang tidak terbatas dalam satu akun. LINE tidak akan mempengaruhi kinerja smartphone dan akan tetap stabil sehingga perangkat smartphone tidak terbebani. Kedua, mempunyai timeline yaitu fitur yang tersedia di LINE ini memungkinkan anda dapat berbagi momen dari aktifitas bisnis atau merk dari pelaku e-commerce dengan calon pembelinya.Ketiga, kemampuan untuk broadcast gambar, maksudnya LINE dapat melakukan 4
broadcast teks atau kirim ke banyak disertai gambar sekalian.Tidak hanya teks saja yang dapat di kirim ke banyak, melainkan foto atau gambar juga dapat di kirim kebanyak ID LINE (At.line.me/en/). 1.1.3 Kepercayaan pada Computer Mediated Communication (CMC) Computer Mediated Communication (CMC) merupakan perkembangan komunikasi yang menarik. Pengguna komputer yang berubah menjadi sebuah kebutuhan bagi proses komunikasi saat ini membuat keberadaannya sangat menentukan bagaimana proses yang terjadi (Rizky, 2015). Sedangkan menurut Jhon, CMC (Computer Mediated Communication) merupakan komunikasi online yang terjadi melalui komputer sebagai perantara atau pihak penghantar seseorang atau sekelompok yang melakukan komunikasi yang membentuk media untuk tujuan yang beraneka ragam (Purwanta et al., 2014). CMC memungkinkan kita berkomunikasi dengan yang lainnya tanpa face to face. CMC dapat dikatakan tidak melibatkan konteks fisik disetiap interaksinya. Oleh karena itu hanya terdapat adanya tanda-tanda nonverbal berupa teks kalau melakukan interaksi melalui CMC. Interaksi CMC sendiri hanya dapat digambarkan melalui kata-kata atau foto. Dalam CMC juga dapat diketahui orangnya tanpa kita mengenal secara personal. Namun berbeda dalam dunia ecommerce, CMC juga memiliki peran disetiap interaksinya. Akan tetapi, ketakutan yang paling mendasar dalam interaksi dengan pelaku e-commerce yaitu ketika kita tidak dapat mengetahui secara pasti siapa yang mempunyai dan mengelola bisnis e-commerce tersebut atau sering dikenal dengan sebutan anonim (tidak diketahui orangnya). a) Jaringan (network) antarpengguna Kehadiran media sosial memberikan medium bagi pengguna untuk terhubung secara mekanisme teknologi. Walaupun jaringan sosial di media sosial terbentuk melalui perangkat teknologi, internet tidak hanya sekedar alat. Internet juga memberikan kontribusi terhadap munculnya ikatan sosial di internet. Nilai-nilai dalam masyarakat virtual, sampai pada struktur sosial secara online. b) Informasi (information) Pentingnya informasi di media sosial sebab pengguna media sosial mengkreasikan representasi identitasnya, memproduksi konten, dan melalukakan interaksi berdasarkan informasi. Informasi menjadi komoditas yang dikonsumsi oleh pengguna. c) Arsip (archive) Arsip dalam media sosial mempunyai peran sebagai penyimpan informasi yang telah tersimpan dan bisa diakses kapan pun dan melalui perangkat apapun. Ketika kita sudah mengunggah tulisan, foto, bahkan video maka informasi-informasi tersebut akan tersimpan tersendirinya tanpa ada yang bisa menghapus kecuali pemilik akunnya sendiri. 5
d) Interaksi (interactivity) Jaringan antarpengguna media sosial menjadi dasar karakter media sosial. Jaringan ini tidak hanya soal pertemanan di jejaring sosial, melainkan harus adanya interaksi antarpengguna tersebut. e) Simulasi sosial (simulation of society) Media sosial mempunyai karakter sebagai medium berlangsungnya masyarakat (society) di dunia virtual. Jean Baudrillard dalam (Nasrullah, 2009) mengatakan bahwa simulasi di media sosial yakni kesadaran akan yang real dibenak khalayak semakin berkurang dan tergantikan dengan realitas semu. Khalayak seolah-olah tidak bisa membedakan antara yang nyata dan yang semu. Khalayak seperti berada diantara realitas dan ilusi sebab tanpa tanda yang ada di media sepertinya telah terputus dari realitas. f) Penyebaran (share/sharing) Pada medium ini konten yang dihasilkan tidak hanya dibangun, melainkan juga di distribusikan dan dikembangkan oleh penggunanya.Hal ini menunjukkan adanya khalayak aktif dalam menyebarkan sekaligus mengembangkan konten yang ada. Berhubungan dengan e-commerce, penyebaran konten dilakukan untuk mempermudah kita dalam mencari barang yang akan kita beli di media sosial. Ketujuh karakter media sosial diatas merupakan aspek penting yang mampu mendukung dalam pembentukan kepercayaan calon pembeli terhadap pelaku personal e-commerce. Serta mempermudah peneliti dalam mengkategorisasikan apa saja yang dapat membangun kepercayaan pada pelaku personal e-commerce. Karena dalam penelitian ini terfokus pada pelaku personal ecommerce di aplikasi chat LINE yang merupakan salah satu bentuk dari media sosial. LINE tergolong dalam bentuk social networking site, dimana media sosial tersebut memungkinkan anggotanya untuk berinteraksi satu sama lain. Interaksi yang terjadi tidak hanya pada pesan teks, tetapi juga termasuk foto dan video yang mungkin menarik perhatian pengguna lain ( Nasrullah, 2009). Kehadiran situs jejaring sosial seperti LINE merupakan media sosial yang digunakan untuk memublikasikan konten, seperti profil, aktivitas, atau bahkan pendapat pengguna. Juga sebagai media yang memberikan ruang bagi komunikasi dan interaksi dalam jejaring sosial di ruang siber. Terdapat fasilitas LINE yaitu chat personal yang dapat dimanfaatkan pelaku e-commerce untuk berkomunikasi dengan calon pembeli.
2. METODE Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode deskriptif kualitatif. Alasan menggunakan metode ini karena penulis ingin mendeskripsikan secara sistematis fenomena yang sedang terjadi. Dengan menggunakan metode kualitatif informasi yang didapat bisa berupa kata-kata atau teks seperti yang dikatakan Creswell dalam (Raco, 2010). Dalam penelitian ini, sampel yang digunakan 6
untuk memperoleh data dengan menggunakan stratified sampling, yaitu dengan “membuat kerangka sampling untuk setiap beberapa kategori kasus, mengambil sampel acak dari setiap kategori, dan kemudian mengabungkan beberapa sampel” (Neuman, 2013, p. 303). Dimana setiap anggota populasi mempunyai peluang yang sama untuk dijadikan sampel. Memberikan nomor pada anggota populasi kemudian merandom sesuai jumlah yang dibutuhkan merupakan cara yang mudah dalam menentukan sampel (Krisyantono, 2010). Sehingga subyek dalam penelitian ini adalah mahasiswa Prodi Informatika Universitas Muhammadiyah Surakarta yang memiliki kriteria-kriteria : 1) MahasiswaProdi Informatika angkatan 2012 hingga 2015 . 2) Menggunakan secara aktif media sosial LINE. 3) Pernah melakukan transaksi online dengan pelaku e-commerce di aplikasi chat LINE. Peneliti memilih mahasiswa informatika karena sebagai mahasiswa peneliti menganggap mereka lebih berfokus dan melek pada kemajuan teknologi akan tetapi mereka sedikit memahami tentang literasi media baru yang saat ini perkembangannya sangat signifikan. Selanjutnya penelitian ini menggunakan teknik penggumpulan data dengan 1) Wawancara; wawancara yang dilakukan peneliti dalam penelitian ini adalah wawancara mendalam dan wawancara semi terstruktur, dengan cara melakukan tanya jawab mengenai topik yang telah ditentukan untuk memperoleh hasil yang diinginkan peneliti, serta penggunaan wawancara semi terstruktur (Herdiansyah, 2013). 2) Observasi; dalam penelitian ini, peneliti mengamati perbincangan penjual dengan pembeli dari informan dalam melakukan transaksi online dengan pelaku e-commerce menggunakan aplikasi chat LINE. Penelitian ini non-participant observer yaitu “Suatu bentuk observasi dimana peneliti tidak terlibat langsung dalam kegiatan kelompok yang diamati”(Yusuf, 2014, p. 384). 3) Dokumentasi; dokumentasi dalam penelitian ini berupa perbincangan penjual dan pembeli dari informan dalam melakukan transaksi online dengan pelaku e-commerce menggunakan aplikasi chat LINE. Kemudian untuk menganalisis data peneliti menggunakan teknik analisis interaktif dari Miles dan Human yang meliputi : 1) Reduksi data yaitu penyusunan kembali data agar lebih strategis dan lebih mudah serta lebih terorientasikan demi analisis berikutnya (Aan, 2013). 2) Penyajian data, peneliti menyajikan data sesuai dengan hasil dari tahap reduksi data yang berupa uraian singkat sesuai dengan tema dan bahasan yang difokuskan serta mempermudah dalam tahap selanjutnya yaitu penarikan kesimpulan. 3) Penarikan kesimpulan, penarikan kesimpulan sendiri lebih mengarah kepada induksi untuk menyimpulkan dari data yang sudah diperoleh atau dikumpulkan. Pengkategorian untuk mempermudah dalam mengumpulkan data juga dilakukan dalam penelitian ini sesuai dengan langkah-langkah yang digunakan dalam kepercayaan pada pelaku personal e-commerce di aplikasi chat LINE. Kategorinya meliputi : unsur kepercayaan, kepercayaan pada e-commerce berbasis teks, dan karakter computer mediated communication. 7
Sedangkan keabsahan data, peneliti menggunakan teknik analisis triangulasi. Triangulasi data menjadi pilihan karena pada saat melakukan riset menggunakan sumber data untuk mengumpulkan data yang sama. Serta memberikan jaminan trust tentang kualitas data, dan dalam rangka kualitas riset untuk mengantisipasi keabsahan data (Aan, 2013).
3. HASIL DAN PEMBAHASAN Dari wawancara yang telah dilakukan, peneliti menyusun kategorisasi yang dapat menunjukkan bagaimana kepercayaan pada pelaku personal e-commerce di aplikasi chat LINE oleh informan. Kategorisasi tersebut antara lain : a. Kepercayaan Dalam konteks e-commerce, kepercayaan pembeli dapat didefinisikan sebagai kesediaan pembeli akan menjadi berkurang terhadap tindakan pihak secara online, ketika terlibat dalam pertukaran hubungan dengan pelaku e-commerce (Nah & Davis, n.d.). Dari hasil observasi dan wawancara dalam pengkategorian kepercayaan dibagi lagi menjadi 3 bagian, antara lain : 1) Kemampuan Kemampuan pelaku e-commerce lebih mengacu pada pengetahuan, ketrampilan dan kompetensi dari orang yang dipercaya untuk melakukan tindakan sesuai dengan apa yang diharapkan (Whitty & Joinson, 2009). Kemampuan pelaku e-commerce tentang pengetahuan produknya juga mendapatkan perhatian dari calon pembeli. Menurut mereka dengan paham produk yang dijual mampu meningkatkan kepercayaan pada calon pembeli. “ Kalo menurut saya ya sangat penting banget ya. Karena buat calon pelanggannya itu kalo tanya-tanya tentang detail barangnya mereka bisa tau. Jadi, mereka dapat dipercaya kalo misal mereka tau tentang produk yang dijualnya. Kalo mereka sendiri ga paham dengan produk yang dijualnya kan gimana pelanggannya mau percaya dengan barang yang dijualnya gitu”. (Informan 8, Angkatan 2015, Perempuan) Menurut Muniz & O'Guinn (2001) mengemukakan bahwa pelaku e-commerce merupakan sumber terpenting untuk mendapatkan informasi bagi calon pembeli (Han, 2014). Informasi yang dapat dipercaya adalah informasi yang berkualitas. Dalam pengertian ini, Goa, Zhang, Wang, dan Ba (2012 dalam (Milan, Bebber, & Toni, 2015) Mendefinisikan kualitas informasi sebagai berapa banyak informasi yang tersedia dari perusahaan online tentang produk atau merk yang berguna bagi pelanggan, apa yang membantu konsumen untuk mengevaluasi obyek tersebut. Tidak hanya pengetahuan mengenai produk yang dijual. 2) Kebaikan Hati 8
Di dalam bukunya, (Whitty & Joinson, 2009) mengemukakan bahwa kebaikan hati mengacu pada sejauh mana pelaku e-commerce diyakini berbuat baik kepada calon pembelinya. Pelayanan yang baik dari pelaku e-commerce akan menambah point kebaikan dari pembeli. “ Ya seperti yang tadi, sangat penting untuk menarik kesan pertama dari calon pembelinya. Kalo responnya baik kan pasti buat kita jadi bakal balik belanja kesana lagi. Tapi kalo e-commerce nya jutek kan biasanya nanti calon pembeli males dan pastinya nyari yang lain”. (Informan 4, Angkatan 2013, Perempuan) Survei yang dilakukan oleh (e.g., Shankar et al. 2000; Zeithaml et al. 1996) dalam (Gefen, 2002) adalah melalui kualitas pelayanan yang unggul. Karena kualitas pelayanan merupakan sesuatu yang akan dinilai oleh calon pembeli. Memberikan pelayanan dengan kualitas tinggi dapat dibilang mampu meningkatkan ketersediaan mereka untuk datang kembali dan melakukan lebih banyak bisnis dengan pelaku e-commerce. Sebaliknya, pelanggan yang mengalami kualitas pelayanan yang rendah akan lebih cenderung untuk mencari e-commerce lain karena mereka tidak mendapatkan sesuai dengan apa yang mereka harapkan. 3) Integritas Jarvenpaa (1998) dalam (Whitty & Joinson, 2009) mengatakan bahwa integritas mengacu pada keyakinan seseorang atau perusahaan yang akan bertindak dengan cara yang jujur, terpercaya, dan kredibel. “ Biasanya sih kualitas barang sama harga barangnya sih. Cara transaksinya itu gimana dan detail barangnya. Lokasi jualannya dimana gitu sih. Sama pengirimannya dipaketin atau bisa ketemuan gitu”. ( Informan 4, Angkatan 2013, Perempuan) Hal tersebut sependapat dengan Greenspan (2002) dan Shneiderman (2000) dalam (Nah & Davis, n.d.) untuk mengembangkan kepercayaan informan, pelaku e-commerce perlu memberikan identitas dan informasi lengkap perusahaan seperti lokasi fisik, informasi kontak penuh, kepemilikan, manajemen, tujuan dan misi. Tanpa pemahaman dasar tentang latar belakang dan manajemen perusahaan e-commerce, calon pembeli tidak mungkin memiliki cukup keyakinan dan kepercayaan untuk melakukan bisnis dengan pelaku e-commerce. b. Kepercayaan pada Pelaku E-commerce Berbasis Teks Kepercayaan calon konsumen terhadap perdagangan elektronik dapat tercipta dari komunikasi yang baik yang dibangun oleh pelaku e-commerce. Komunikasi yang dilakukan adalah komunikasi online karena bahasa yang digunakan yaitu bahasa secara online dan aplikasi dari bahasa online. CMC didefinisikan secara luas dengan model berbasis teks yang dapat berkomunikasi secara interaktif antarmanusia melalui internet (Herring, 2008). Gunawardena (1991) dalam (Tu, 2002) 9
memaparkan bahwa atribut dari CMC yaitu keterampilan melek komputer, kedekatan secara online, dan kemampuan bahasa online. Format berbasis teks dari CMC mengharuskan pengguna memiliki beberapa tingkat melek komputer, seperti mengetik, membaca, dan menulis. Jika tidak memiliki kemampuan tersebut mungkin mereka akan mengalami kecemasan bahkan kesulitan dalam komunikasi. Kepahaman pelaku e-commerce dalam mengoperasikan komputer khususnya media mereka untuk berjualan sangat penting. Setidaknya pelaku e-commerce mengatehui bagaimana dan seperti apa media untuk mereka berjualan. “Ya sangat penting karena itu untuk keamanan ya. Tentang sistem mereka juga harus mengerti. Karena media sosial itu banyak yang kurang baik makanya harus waspada”. (Informan 6, Angkatan 2014, Perempuan) Seperti yang sudah dibahas sebelumnya, keamanan data pribadi selalu menjadi perhatian utama oleh konsumen (Cox, 1999; Ernst and Young, 2001 dalam (Nah & Davis, n.d.). Menurut Siau dan Shen (2002) dalam (Nah & Davis, n.d.) hal ini merupakan tanggungjawab dari pelaku ecommerce untuk memastikan bahwa teknologi yang dipakai oleh pelaku e-commerce adalah handal dan aman untuk memberikan jaminan keamanan kepada calon pembeli. Tingkat kontrol keamanan yang tinggi juga harus tersedia dari pelaku e-commerce untuk memastikan penyelesaian tepat waktu dan keakuratan bertransaksi, untuk mendeteksi dan mencegah terjadinya penipuan dan manipulasi (pembajakan), dan untuk menjaga komunikasi kedua belah pihak saat bertransaksi. Komunikasi secara online memungkinkan pelaku e-commerce dapat berkomunikasi dengan calon pembelinya secara intens. Pemilihan kata yang baik, santai dan sopan serta bahasa yang terbilang ramah oleh pelaku e-commerce merupakan salah satu alasan calon pembeli merasa nyaman ketika berkomunikasi dengan pelaku e-commerce. seperti yang dikatakan oleh informan 3 : “ Santai sih, kayak bahasa sehari-hari gitu. Ramah juga selayaknya penjual ke pembelinya. Terus ada panggilannya juga kadang sis kalo ga ya say gitu”. (Informan 3, Angkatan 2013, Perempuan) Menurut Shankar et al. 2000; Zeithaml et al. 2001 dalam (Gefen, 2002) keramahan merupakan bagian kecil dari pelayanan yang diberikan oleh pelaku e-commerce kepada calon pembeli. Hal ini merupakan cara pelaku e-commerce agar calon pembeli ada kedekatan secara online dengan e-commerce. Kualitas pelayanan yang diberikan pada calon pembeli memang sangat penting bagi pelaku e-commerce. c. CMC (Computer Mediated Communication) Computer Mediated Communication (CMC) merupakan komunikasi yang dilakukan dengan perantara komputer. Banyak sekali jenis dari CMC salah satunya adalah media sosial yang dimanfaatkan pelakue-commerce untuk berjualan serta melakukan hubungan dengan calon pembeli. 10
Dan salah satu yang di gunakan e-commerce dalam berjualan adalah LINE. Berikut adalah karakteristik dari media sosial: 1) Jaringan antarpengguna Dalam bukunya, (Nasrullah, 2009) berpendapat bahwa kehadiran media sosial memberikan medium bagi pengguna untuk terhubung secara mekanisme teknologi. Walaupun jaringan sosial di media sosial terbentuk melalui perangkat teknologi, internet tidak hanya sekedar alat. Internet juga memberikan kontribusi terhadap munculnya ikatan sosial di internet. Nilai-nilai dalam masyarakat virtual, sampai pada struktur sosial secara online. “ Pernah mbak, jadi dia pernah transaksi di e-commerce itu. Ya buat mastiin aja bagus atau enggak, kekurangannya apa kalo belanja disana gitu sih”. (Informan 6, Angkatan 2014, Perempuan) Menurut informan, pendapat dari pembeli yang pernah melakukan transaksi online dengan salah satu e-commerce memang perlu sebagai referensi. Oleh karena itu media sosial didefinisikan sebagai media yang menghubungkan jutaan pengguna dari seluruh dunia dengan minat, hobi dan pandangan yang sama (Sin, et al., 2012 dalam(Stoica, 2014). Kozinets(2002) dalam (Stoica, 2014) mengatakan bahwa calon pembeli menggunakan format online untuk berkomunikasi, untuk berbagi ide tentang suatu produk tertentu, layanan, atau mengenai merek dan mengontak konsumen lainnya, yang dipandang sebagai sumber informasi yang lebih objektif. 2) Informasi Li et al., (2012) dalam (Han, 2014) mengatakan bahwa informasi yangdapat dipercaya adalah informasi yang berkualitas. Informasi dengan kualitas yang tinggi sangat penting untuk pembeli karena pembeli tidak dapat melihat secara langsung produk yang mereka inginkan. “ Biasanya informasi yang mendetail dari barang yang saya incar gitu sih. Mulai dari warna, bukti foto juga. Untuk memastikan kalo barang yang ada sama yang dikirim nantinya sama”.(Informan8, Angkatan 2015, Perempuan) Menurut informan 8, kelengkapan informasi juga penting sebab dia hanya memastikan produk yang dia inginkan sesuai dengan informasi dari pelaku e-commerce. Menurut Nielsen (1999) dalam (Nah & Davis, n.d.) kualitas informasi adalah bagian terpenting pada sebuah ecommerce. Hal ini merupakan tanggung jawab pelaku e-commerce untuk memastikan produk yang dijualnya memiliki informasi harga yang lengkap dan akurat, serta informasi yang di unggah di media sosial adalah informasi yang benar dan uptodate. 3) Arsip Arsip dalam media sosial mempunyai peran sebagai penyimpan informasi yang telah tersimpan dan bisa diakses kapan pun dan melalui perangkat apapun. Ketika kita sudah mengunggah tulisan, foto, 11
bahkan video maka informasi-informasi tersebut akan tersimpan tersendirinya tanpa ada yang bisa menghapus kecuali pemilik akunnya sendiri (Nasrullah, 2009). “Ya pernah. Kalo kayak gitu menurut ku sih bagus-bagus aja ya. Karena dengan adanya testimoni gitu kita bisa tau bagaimana pelayanan dari e-commerce tersebut. Rekomended ga gitu kalo beli di e-commerce itu gitu sih”.(Informan 1, Angkatan 2012, Laki-laki) Jawaban informan 1 diatas sependapat dengan (Shneiderman, 2000;. Resnick et al, 2000 dalam(Nah & Davis, n.d.) bahwa tetimoni yang sudah diunggah oleh pelaku e-commerce adalah referensi dari pengguna terdahulu yang dimanfaatkan pelaku e-commerce sebagai cara yang efektif untuk menilai reputasi dari sebuah e-commerce. Hal tersebut merupakan kunci untuk mendapatkan kepercayaan dari pelanggan (Jarvenpaa et al, 2000 dalam (Nah & Davis, n.d.). Dalam dunia ecommerce, reputasi e-commerce dapat diperoleh dari komentar secara online dan testimoni yang telah diunggah oleh pelaku e-commerce. Pada sistem ini, pelaku e-commerce yang mengumpulkan, mendistribusikan, dan mendapatkan umpan balik dari calon pembeli dan hal itulah yang disebut sebagai sistem reputasi seperti yang telah dijelaskan oleh Kollock, 1999; Resnick et al, 2000 dalam (Nah & Davis, n.d.). Adanya testimoni, calon pembeli dapat menilai reputasi dari sebuah ecommerce. 4) Interaksi Menurut (Han, 2014) Interaksi adalah salah satu karakteristik layanan jaringan komputer yang paling signifikan. Alih- alih menerima informasi sepihak, layanan jaringan komputer memungkinkan pengguna untuk saling berkomunikasi. “Ya sangat penting sekali sih, soalnya kan komunikasi yang baik itu menentukan tingkat ketertarikan pelanggan terhadap produk e-commerce nya”. (Informan 1, Angkatan 2012, Laki-laki) Dari pendapat diatas, keramahan dapat menentukan tingkat ketertarikan pelanggan pada produk yang dijual oleh pelaku e-commerce. Menurut Chen, Hsu, & Lin 2010 dalam (Safa & Solms, 2016) keramahan dari pelaku e-commerce dapat membuat pelanggan merasa nyaman. Kenyamanan didefinisikan sebagai sejauh mana pelanggan merasa bahwa pelaku e-commerce yang ramah, sederhana , dan memiliki kepahaman mengenai produknya. 5) Simulasi sosial Simulasi di media sosial yakni kesadaran akan yang real dibenak khalayak semakin berkurang dan tergantikan dengan realitas semu. Kondisi ini disebabkan oleh imaji yang disajikan oleh media terus-menerus ( Nasrullah, 2009).
12
“ Beda banget sih pastinya. Kalo lewat online bisa santai dan friendly gitu. Bahasa yang dipake juga enak, sikapnya juga baik gitu sih. Kalo mau menolak kan ga canggung juga kalo komunikasi lewat online. Beda kalo komunikasi langsung kalo uda banyak tanya tapi ga jadi beli kan ngeasa ga enak, pastinya akan canggung kalo ga jadi beli”. (Informan 4, Angkatan 2013, Perempuan) Kozinets et al., (2010) dalam (Stoica, 2014) mengatakan bahwa kelompok online memberikan dampak yang nyata pada perilaku dan maksut pembelian calon pembeli dan tanpa ragu pada keputusan pembelian. Misalnya, media sosial menyediakan forum publik yang memberikan calon pembeli mampu menyuarakan pendapatnya, serta memfasilitsi akses informasi mengenai produk pada keputusan pembelian. 6) Penyebaran Pada medium ini konten yang dihasilkan tidak hanya dibangun, melainkan juga didistribusikan dan dikembangkan oleh penggunanya.Hal ini menunjukkan adanya khalayak aktif dalam menyebarkan sekaligus mengembangkan konten yang ada. Berhubungan dengan e-commerce, penyebaran konten dilakukan untuk mempermudah kita dalam mencari barang yang akan kita beli di media sosial. “ Ya bermanfaat aja sih mbak kalo menurut ku, kan kita jadi tau tentang merk dari produk e-commerce lainnya yang dijual tanpa harus nyari lagi. Jadi nggak dua kali kerja gitu”. (Informan 8, Angkatan 2015, Perempuan) Mempromosikan sebuah merk merupakan salah satu manfaat utama media sosial dalam memberikan wadah kepada e-commerce untuk membangun sebuah merk. Sebuah survei yang dilakukan oleh alat pemasaran online menemukan bahwa 89 persen responden mengatakan pemasaran media sosial yang dihasilkan lebih banyak menghasilkan dampak bagi bisnis yang dijalankan. Karena sifat dan kemampuan media sosial dengan mudah dan cepat dalam menyebarkan pesan, produk yang bermerk merupakan unggahan yang rutin oleh e-commerce untuk mendapatkan umpan balik dari penggemar atau pengikut mereka (Abdel & Irsheid, 2014).
4. PENUTUP Kepecayaan dalam e-commerce merupakan kepercayaan dalam melakukan transaksi perdagangan penjual dengan pembeli di media elekronik. Dalam penelitian yang dilakukan Mahasiswa Prodi Informatika Universitas Muhammadiyah Surakarta menunjukkan bahwa informan mempercayai pelaku e-commerce seperti mereka mempercayai apa yang ada di toko yang mempunyai sistem secara offline. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa untuk membangun kepercayaan pada Mahasiswa Prodi Informatika Universitas Muhammadiyah Surakartayang dilakukan oleh pelaku e13
commerce yaitu dengan kelengkapan informasi, informasi yang dapat dipercaya adalah informasi yang berkualitas. Penyampaian informasi dengan baik dan ramah juga mampu meyakinkan calon pembeli terhadap pelaku e-commerce. Keramahan dapat menentukan tingkat ketertarikan calon pembeli pada produk yang dijual oleh pelaku e-commerce. Serta keramahan dari pelaku ecommerce merupakan bagian terkecil dari pelayanan. Dengan kualitas pelayanan yang baik secara tidak langsung akan membangun tingkat kepercayaan pada pelanggan. Karena kualitas pelayanan merupakan sesuatu hal yang harus dimiliki pelaku e-commerce untuk melayani pembeli. Pelayanan yang berkualitas tinggi mampu membangun kepercayaan calon pembeli terhadap e-commerce. DAFTAR PUSTAKA Aan, M. S. (2013). Resolusi Neo-Metode Riset Komunikasi Wacana. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Asnawi, H. F. (2004). Transaksi Bisnis E-commerce Perspektif Islam. Yogyakarta: Magista Insania Press. Barakatullah, A. H., & Syahrida. (2010). Sengketa Transaksi Ecommerce Internasional. Bandung: Nusamedia. Barkatullah, A. H. (2009). Perlindungan Hukim bagi Konsumen dalam Transaksi E-commerce Lintas Negara di Indonesia. Yogyakarta: Pascasarjana FH UII. Budiargo, D. (2015). Berkomunikasi Ala Net Generation. Jakarta: Elex Media Komputindo. Darmawan, D. (2012). Pendidikan Teknologi Informasi dan Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Dewi, S. (2009). Cyber Law (Perlindungan Privasi Atas Informasi Pribadi dalam E-commerce Menurut Hukum Internasional). Bandung: Widya Padjajaran. Krisyantono, R. (2010). Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Nasrullah, R. (2009). Media sosial- Perspektif komunikasi, Budaya dan Sosioteknologi. Bandung: Simbiosa Rekatama Media. Neuman, w. L. (2013). Metode penelitian Sosial: Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif. Jakarta Barat: PT Indeks. Suyanto, M. (2003). Strategi Periklanan pada E-commerce Perusahaan Top Dunia. Yogyakarta: ANDI. Whitty, M., & Joinson, A. (2009). Truth, Lies, Trust On The Internet. New York: Routledge. Yusuf, M. (2014). Metode Penelitian: Kuantitatif, Kualitatif, dan Penelitian Gabungan. Jakarta: Prenadamedia Group. 14
Abdel, M., & Irsheid, M. (2014). The Impact of Social Media on Sales Promotion in Ecommerce Companies ( Case Study – KSA- Al Baha City ), (16), 197–205. Chan, M. (2003). Factors that affect consumer trust in online shopping in Taiwan. Gana, M. A., & Koce, H. D. (2016). Mobile Marketing : The Influence of Trust and Privacy Concerns
on
Consumers
’
Purchase
Intention,
8(2),
121–127.
http://doi.org/10.5539/ijms.v8n2p121 Gefen, D. (2002). Customer Loyalty in E-Commerce, 3, 27–51. Han, M. (2014). How Social Network Characteristics Affect Users ’ Trust and Purchase Intention, 9(8), 122–132. http://doi.org/10.5539/ijbm.v9n8p122 Hashim, N. A., Nor, S. M., & Janor, H. (2016). Riding the waves of social commerce : An empirical study of Malaysian entrepreneurs, 2(2), 83–94. Herring, S. C. (2008). New Media & Society. http://doi.org/10.1177/1461444804039906 Ling, K. C., Chai, L. T., & Piew, T. H. (2010). The Effects of Shopping Orientations , Online Trust and Prior Online Purchase Experience toward Customers ’ Online Purchase Intention, 3(3), 63–76. Milan, G. S., Bebber, S., & Toni, D. De. (2015). Information Quality , Distrust and Perceived Risk as Antecedents of Purchase Intention in the Online Purchase Context, 2(2), 111– 129. http://doi.org/10.15640/jmise.v2n2a2 Nah, F. F., & Davis, S. (n.d.). Hci Research Issues In E-commerce, 98–113. Purwanta, P., Studi, P., Komunikasi, I., Komunikasi, F., Informatika, D. A. N., & Surakarta, U. M. (2014). Online Customer Relation. Rizky, O. K. (2015). After Facebook ( Harapan Setelah Memutuskan Pertemanan Di Jejaring Sosial Facebook). Universitas Muhammadiyah Surakarta. Stoica, I. (2014). Social Media and its Impact on Consumers Behavior, 4(2), 295–303. Ullah, I. A. D. (2014). Analisis Kepercayaan Konsumen Dan Risiko E-commerce Terhadap Keputusan Pembelian Secara Elektronik (Survei Pada Komunitas Kaskus Regional Solo). Zendehdel, M., Bt, L., Paim, H. J., Bojei, J. B., & Osman, S. B. T. (2011). The Effects of Trust on Online Malaysian Students Buying Behavior Departmant of Economic and Management, 5(12), 1125–1132.
15