BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Kepatuhan 2.1.1. Kepatuhan pasien GGK dengan Hemodialisis Kepatuhan (adherence) secara umum didefinisikan sebagai tingkatan perilaku seseorang yang mendapatkan pengobatan, mengikuti diet, dan melaksanakan gaya hidup sesuai dengan rekomendasi pemberi pelayanan kesehatan (WHO, 2003 dalam Syamsiyah, 2011). Kepatuhan pasien terhadap rekomendasi dan perawatan dari pemberi pelayanan kesehatan adalah penting untuk kesuksesan suatu intervensi. akan tetapi, ketidakpatuhan menjadi masalah yang besar terutama pada pasien yang menjalani hemodialisis, sehingga berdampak pada berbagai aspek perawatan pasien, termasuk konsistensi kunjungan, regimen pengobatan serta pembatasan makanan dan cairan (Syamsiah, 2011). 2.2.2. Perilaku kepatuhan menurut Teori Green Kepatuhan merupakan suatu perilaku dalam bentuk respon atau reaksi terhadap stimulus atau rangsangan dari luar organisme. Dalam memberikan respon sangat bergantung pada karakteristik atau faktor-faktor lain. Green (1980, dalam Notoatmojo, 2010) menjabarkan bahwa perilaku seseorang dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu predisposisi, faktor pemungkin, dan faktor penguat. Ketika faktor tersebut akan diuraikan sebagai berikut: a. Faktor-faktor predisposisi (Predisposing factors) Faktor predisposisi merupakan faktor anteseden terhadap perilaku yang menjadi dasar atau motivasi perilaku. Faktor predisposisi dalam arti umum juga dapat dimaksud sebagai prefelensi pribadi yang dibawa seseorang atau kelompok kedalam suatu pengalaman belajar. Prefelensi ini mungkin mendukung atau menghambat perilaku sehat.
Faktor predisposisi melingkupi sikap, keyakinan, nilai-nilai, dan persepsi yang berhubungan dengan motivasi individu atau kelompok untuk melakukan suatu tindakan. Selain itu status sosial-ekonomi, umur, dan jenis kelamin juga merupakan faktor predisposisi. Demikian juga tingkat pendidikan dan tingkat pengetahuan, termasuk kedalam faktor ini. b. Faktor Pemungkin (enabling factors) Faktor ini merupakan faktor antedesenden terhadap perilaku yang memungkinkan aspirasi terlaksana. Termasuk didalamnya adalah kemampuan dan sumber daya yang dibutuhkan untuk melakukan suatu perilaku. Faktor-faktor pemungkin ini melingkupi pelayanan kesehatan (termasuk didalamnya biaya, jarak, ketersediaan transportasi, waktu pelayanan dan keterampilan petugas). c. Faktor-faktor Penguat (Reinforcing factors) Faktor penguat merupakan faktor yang datang sesudah perilaku dalam memberikan ganjaran atau hukuman atas perilaku dan berperan dalam menetapkan dan atau lenyapnya perilaku tersebut. Termasuk dalam faktor ini adalah manfaat sosial dan manfaat fisik serta ganjaran nyata atau tidak nyata yang pernah diterima oleh pihak lain. Sumber dari faktor penguat dapat berasal dari tenaga kesehatan, kawan, keluarga, atau pimpinan. Faktor penguat bisa positif dan negatif tergantung pada sikap dan perilaku orang lain yang berkaitan 2.2.3. Kepatuhan Hemodialisis dalam Model Kamerrer Faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan pasien hemodialisis digambarkan dalam sebuah interaksi kompleks (Kamerrer, 2007 dalam Syamsiah, 2011), dengan model interaksi pada gambar berikut.
Patient
Healtth care e system
proovider
Gambaar 2.1 . Fak ktor-faktor yang mem mpengaruhi kepatuhann hemodiallisa mpengaruhii kepatuhan n pasien heemodialisis menurut Kamerrer K Faaktor-faktorr yang mem addalah: a.. Faktor Passien Faktor--faktor yaang berhubbungan deengan pasiien melipuuti sumberr daya, yakinan, peersepsi, dan harapan paasien. Faktoor-faktor ini analog peengetahuan, sikap, key deengan Faktoor Predispossisi (Predispposing fakto ors) dari Grreen. Peengetahuann pasien dan keyakinaan tentang penyakit, motivasi m unntuk mengeelolanya, keepercayaan (self effiicacy) tenttang kemam mpuan untuk terlibaat dalam perilaku m manajemen penyakit, p dan d harapann mengenaii hasil peng gobatan serrta konseku uensinya daari ketidakppatuhan beerinteraksi uuntuk mem mpengaruhi kepatuhan dengan caara yang seepenuhnya dipahami d (S Sabate, 200 1 dalam Syaamsiah, 201 11). b.. Sistem Pellayanan Kessehatan. Komunnikasi deng gan pasien aadalah kom mponen penting dari peerawatan, sehingga s peemberi pelayanan kessehatan harrus mempu unyai waktu u yang cukkup untuk berbagi deengan pasieen dalam diskusi d tentaang perilaku u mereka dan d motivassi untuk peerawatan diiri. Perilakuu pada pen nelitian penndidikan meenunjukkan n kepatuhann terbaik mengenai m paasien yang menerima perhatian p inndividu. Pad da model peerilaku Greeen, faktor-fa faktor ini annalog dengaan faktor-faktor pemunngkin (enablling faktors)).
c. Petugas Hemodialisis Salah satu faktor penting yang mempengaruhi kepatuhan adalah hubungan yang dijalin oleh anggota staf hemodialisis dengan pasien (Krueger dkk, 2005 dalam syamsiah, 2011). Waktu yang didedikasikan perawat untuk konseling pasien meningkatkan kepatuhan pasien. Selain itu, kehadiran ahli diet terlatih (terintegrasi) tampaknya juga menurunkan kemungkinan kelebihan IDGW. Pada model perilaku Green, faktor-faktor tersebut analog dengan faktor-faktor penguat (reinforcing factors).
2.3.4. Faktor-faktor yang mempengaruhi Kepatuhan pasien hemodialis Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang berhubungan dengan ketidakpatuhan pasien CKD dengan hemodialisis menggunakan Model Perilaku Green (1980 dalam Notoatmojo, 2007) dan Model Kepatuhan Kamerrer, 2007 adalah: a. Faktor Pasien (Predisposing faktors) Faktor pasien meliputi karakteristik pasien (usia, jenis kelamin, ras, status perkawinan, pendidikan), lamanya sakit, tingkat pengetahuan, status bekerja, sikap, keyakinan, nilainilai, persepsi, motivasi, harapan pasien, kebiasaan merokok. b. Faktor Sistem Pelayanan Kesehatan (Enabling factors) Faktor pelayanan kesehatan meliputi: fasilitas unit hemodialisa, kemudahan mencapai pelayanan kesehatan termasuk didalamnya biaya, jarak, ketersediaan transportasi, waktu pelayanan, dan keterampilan petugas. c. Faktor Petugas/provider (Reinforcing factors) Faktor provider meliputi: keberadaan tenaga perawat terlatih, ahli diet, kualitas komunikasi, dukungan keluarga.
Beberapa faktor yang berhubungan dengan kepatuhan pasien Gagal Ginjal Kronik dengan hemodialisis seperti dikemukakan diatas akan diuraikan sebagiannya sebagai berikut: a. Usia Siagian (2001, dalam Syamsiah, 2011) menyatakan bahwa umur berkaitan erat dengan tingkat kedewasan atau maturitas, yang berarti bahwa semakin meningkat umur seseorang, akan semakin meningkat pula kedewasaannya atau kematangannya baik secara teknis, psikologis, maupun spiritual, serta akan semakin meningkatkan pula kemampuan seseorang dalam mengambil keputusan, berfikir rasional, mengendalikan emosi, toleran dan semakin terbuka terhadap pandangan orang lain termasuk pula keputusannya untuk mengikuti program-program terapi yang berdampak pada kesehatannya. b. Pendidikan Pendidikan
merupakan
pengalaman
yang
berfungsi
untuk
mengembangkan
kemampuan dan kualitas pribadi seseorang, dimana semakin tinggi tingkat pendidikan akan
semakin
besar
kemampuannya
untuk
memanfaatkan
pengetahuan
dan
keterampilannya (Siagian, 20011, Rohman, 2007 dalam Syamsiah, 2011). c. Lamanya Hemodialisis Periode sakit dapat mempengaruhi kepatuhan. Beberapa penyakit yang tergolong penyakit kronik, banyak mengalami masalah kepatuhan. Pengaruh sakit yang lama, belum lagi perubahan pola hidup yang kompleks serta komplikasi-komplikasi yang sering muncul sebagai dampak sakit yang lama mempengaruhi bukan hanya pada fisik pasien, namun juga emosional, psikologis, dan sosial. Pada pasien hemodialisis didapatkan hasil riset yang memperlihatkan perbedaan kepatuhan pada pasien yang sakit kurang dari 1 tahun dengan yang lebih dari 1 tahun. Semakin lama sakit yang diderita, maka resiko penurunan tingkat kepatuhan semakin tinggi (Kamerrer, 2007 dalam Syamsiah, 2011).
d. Kebiasaan Merokok Merokok merupakan masalah kesehatan yang utama di banyak negara yang berkembang (termasuk Indonesia). Rokok mengandung lebih dari 4000 jenis bahan kimia yang diantaranya bersifat karsinogenik atau mempengaruhi sistem vaskular. e. Pengetahuan tentang Hemodialisa Pengetahuan atau kognitif merupakan faktor yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang sebab dari pengetahuan dan penelitian ternyata perilakunya yang disadari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Manusia mengembangkan pengetahuannya untuk mengatasi kebutuhan kelangsungan hidupnya. Penelitian telah menunjukkan bahwa peningkatan pengetahuan tidak berarti meningkatkan kepatuhan pasien terhadap pengobatan yang diresepkan, yang paling penting, sesorang harus memiliki sumber daya dan motivasi untuk mematuhi protokol pengobatan ( Morgan, 2000, Kamerrer, 2007, dalam Syamsiah, 2011). f. Motivasi Motivasi adalah merupakan sejumlah proses -proses psikologikal, yang menyebabkan timbulnya, diarahkannya, dan terjadinya persistensi kegiatan-kegiatan sukarela (volunter) yang diarahkan ketujuan tertentu, baik yang bersifat internal, atau eksternal bagi seorang individu, yang menyebabkan timbulnya sikap antusiasme dan persistensi. Penelitian membuktikan bahwa motivasi yang kuat memiliki hubungan yang kuat dengan kepatuhan (Kamerrer, 2007, dalam Syamsiah, 2011). h. Status Ekonomi Individu yang status sosial ekonominya berkecukupan akan mampu menyediakan segala fasilitas yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Sebaliknya,
individu yang status sosial ekonominya rendah akan mengalami kesulitan didalam memenuhi kebutuhan hidupnya (Sunaryo, 2004 dalam Butar, 2011). 2.2. Konsep Hemodialisa 2.2.1. Definisi Hemodialisa Hemodialisis adalah pengalihan darah pasien dari tubuhnya melalui dialiser yang terjadi secara difusi dan ultrafiltrasi, kemudian darah kembali lagi kedalam tubuh pasien. Hemodialisis memerlukan akses ke sirkulasi darah pasien, suatu mekanisme untuk membawa darah pasien ke dan dari dializer (tempat pertukaran cairan, elektrolit, dan zat tubuh), serta dializer (Mary, dkk, 2009). Hemodialisis dilakukan dengan mengalirkan darah ke suatu tabung ginjal buatan (dializer) yang terdiri dari dua kompartemen yang terpisah. Darah pasien dipompa dan dialirkan ke kompatemen darah yang dibatasi oleh selaput semipermeabel buatan (artifisial) dengan kompartemen (artifisial) dengan kompartemen dialisat dialiri cairan dialisis yang bebas pirogen, berisi larutan dengan komposisi elektrolit mirip serum normal dan tidak mengandung sisa metabolisme nitrogen. Cairan dialisat dan darah yang terpisah akan mengalami perubahan kosentrasi yang tinggi kearah kosentrasi yang rendah sampai kosentrasi zat terlarut sama dikedua kompartemen (difusi). Pada proses dialisis, air juga dapat berpindah dari kompartemen darah ke kompartemen cairan dialisat dengan cara menaikkan tekanan hidrostatik negatif pada kompartemen dialisat. Perpindahan ini disebut ultrafiltasi (Sudoyo, 2009). 2.2.2. Prinsip Yang Mendasari Kerja Hemodialisa Tujuan hemodialisa adalah untuk mengambil zat-zat nitrogen toksin dari dalam darah dan mengeluarkan air yang berlebihan. Pada hemodialisis, aliran darah yang penuh
dengan toksin dan limbah nitrogen dialihkan dari tubuh pasien ke dialiser ketempat darah tersebut dibersihkan dan kemudian dikembalikan lagi ketubuh pasien. Sebagian besar dialiser merupakan lempengan rata atau ginjal serat artifisial berongga yang berisi ribuan tubulus selofan yang halus dan bekerja sebagai membran semipermeabel. Aliran darah akan melewati tubulus tersebut sementara cairan dialisat bersirkulasi disekelilingnya. Pertukaran limbah dari darah ke dalam cairan dialisat akan terjadi melalui membran semipermeabel tubulus. Ada tiga prinsip yang mendasari kerja hemodialisis, yaitu difusi, osmosis dan ultrafiltrasi. Pada difusi toksin dan zat limbah didalam darah dikeluarkan, dengan cara bergerak dari darah yang memiliki kosentrasi tinggi ke cairan dialisat yang memiliki kosentrasi rendah. Pada osmosis air yang berlebihan pada tubuh akan dikeluarkan dari tubuh dengan menciptakan gradien tekanan dimana air bergerak dari tubuh pasien ke cairan dialisat. Gradien ini dapat ditingkatkan melalui penambahan tekanan negatif yang dikenal sebagai ultafiltasi pada mesin dialisis. Tekanan negatif diterapkan pada alat ini sebagai kekuatan penghisap pada membran dan memfasilitasi pengeluaran air. Karena pasien tidak dapat mengeksresikan air, kekuatan ini diperlukan untuk mengeluarkan cairan hingga tercapai isovolemia (keseimbangan cairan) (Brunner n Sudarth, 2002) 2.2.3. Penatalaksanaan Pasien Yang Menjalani Hemodialisa a. Diet dan masalah cairan Diet merupakan faktor penting bagi pasien yang menjalani hemodialisis mengingat adanya efek uremia. Apabila ginjal yang rusak tidak mampu mengeksresikan produk akhir metabolisme, substansi yang bersifat asam ini akan menumpuk dalam serum pasien dan bekerja sebagai racun atau toksin. Gejala uremik tersebut akan mengganggu setiap sistem tubuh. Diet rendah protein akan mengurangi penumpukan limbah nitrogen dengan demikian meminimalkan gejala.
Dengan penggunaan hemodialisis yang efektif, asupan makan pasien akan diperbaiki meskipun biasanya memerlukan penyesuaian atau pembatasan pada asupan protein, natrium, kalium, dan cairan. Berkaitan dengan pembatasan asupan protein, maka protein dari makanan harus memiliki nilai biologis tinggi dan tersusun dari asam-asam amino esensial untuk mencegah penggunaan protein yang buruk serta mempertahankan keseimbangan nitrogen yang positif. Contoh protein dengan nilai biologis yang tinggi adalah telur, daging, ikan, dan susu. Diet yang bersifat membatasi akan merubah gaya hidup dan dirasakan pasien sebagai gangguan serta tidak disukai lagi oleh penderita gagal ginjal kronis. Karena makanan dan minuman merupakan aspek penting dalam sosialisasi, pasien sering merasa disingkirkan ketika berada bersama-sama orang lain karena hanya ada beberapa pilihan makanan saja yang tersedia baginya. Jika pembatasan ini diabaikan, dapat menyebabkan hiperkalemia dan udema paru. Jika seorang perawat mempunyai pasien dengan keluhan atau komplikasi akibat pelanggaran diet, tindakan untuk tidak memarahi dan menyalahkan pasien merupakan hal yang sangat penting. b. Pertimbangan Medikasi Apabila seorang pasien menjalani dialisis, semua jenis obat dan dosisnya harus di evaluasi dengan cermat. Terapi antihipertensi, yang sering merupakan bagian dari susunan terapi dialisis, merupakan salah satu contoh dimana komunikasi, pendidikan dan evaluasi dapat memberikan hasil yang berbeda. Pasien harus mengetahui kapan harus minum obat dan kapan menundanya. Sebagai contoh, jika obat antihipertensi diminum pada hari yang sama saat menjalani hemodialisis, efek hipotensi dapat terjadi selama proses hemodialisis dan dapat menyebabkan tekanan darah rendah yang berbahaya.
2.2.4. Komplikasi Hemodialisa a. Hipotensi dapat terjadi selama dialisis ketika cairan dikeluarkan b. Emboli udara merupakan komplikasi yang jarang tetapi dapat saja terjadi jika udara memasuki sistem vaskuler pasien. c. Nyeri dada dapat terjadi karena pCO2 menurun bersamaan dengan
terjadinya
sirkulasi darah diluar tubuh. d. Pruritus dapat terjadi selama terapi dialisis selama produk akhir metabolisme meninggalkan kulit. e. Gangguan keseimbangan dialisis terjadi karena perpindahan cairan serebral dan muncul sebagai serangan kejang. Komplikasi ini kemungkinan terjadi lebih besar jika terdapat gejala uremia yang berat. f. Kram otot yang nyeri terjadi ketika cairan dan elektrolit dan cepat meninggalkan ruang ekstrasel. g. Mual dan muntah merupakan hal yang sering terjadi. 2.3. Jenis Kelamin 2.3.1. Pengaruh Biologis Sigmund Freud dan Erik Erikson berpendapat bahwa genital individu mempengaruhi perilaku gendernya dan oleh karenanya, anatomi adalah takdir. Salah satu asumsi dasar yang dikemukakan oleh freud adalah perilaku manusia berkaitan secara langsung dengan proses-proses reproduktif. Erikson (1968) memperluas argumen Freud dengan menyatakan bahwa perbedaan psikologis antara laki-laki dan perempuan bersumber dari perbedaan anatomi antara keduanya. Erikson berpendapat bahwa, karena struktur genitalnya, laki-laki memiliki sifat lebih suka mencampuri dan lebih agresif, sementara perempuan memiliki sifat lebih inklusif dan pasif (Santrock, 2007).
2.3.2. Stereotip Gender Stereotip Gender adalah kategori luas yang mencerminkan berbagai kesan dan keyakinan kita mengenai perbedaan perempuan dan laki-laki. Semua sreteotip, baik yang didasarkan pada gender,etnis, atau kelompok-kelompok lain, mengandung gambaran mengenai anggota tipikal dan suatu kategori sosial tertentu. Sikap yang terlalu menyederhanakan ini dapat membantu kita dalam menangani dunia yang sangat kompleks. Antara laki-laki dan perempuan terdapat sejumlah perbedaan fisik. Perbedaan gender yang menyangkut keterampilan verbal seringkali tidak besar bahkan tidak ada. Meskipun demikian, dibandingkan laki-laki, perempuan cenderung menonjol dibidang keterampilan membaca dan prestasi di sekolah. Perbedaan sosio-emosional dapat meliputi; laki-laki secara fisik lebih agresif dan aktif; perempuan memperlihatkan minat yang lebih kuat dalam relasi, memiliki regulasi diri yang lebih baik dalam berperilaku dan emosi, serta lebih banyak terlibat dalam perilaku prososial (Santrock, 2007). 2.3.3. Perbedaan Jenis Kelamin Beberapa studi yang memperlihatkan adanya perbedaan yang berkaitan dengan gender dalam hal cara berfungsinya intelek cenderung terlalu melebih-lebihkan hasil temuan mereka. Hasil dari studi yang tidak memperlihatkan perbedaan gender biasanya tidak diterbitkan atau hasil temuannya kurang diperhatikan (Gage & Berliener, 1992, Rohman, 2007, dalam Syamsiah, 2011). Oleh karena itu mengenai sejauh mana hasil pembelajaran itu dipengaruhi oleh perbedaan gender hingga kini masih terus dipertanyakan dan dikaji. Laki-laki dan perempuan sudah pasti berbeda. Berbeda dalam cara berespon, bertindak, dan bekerja di dalam situasi yang mempengaruhi setiap segi kehidupan.
Misalnya dalam hubungan antar manusia, intuisi perempuan cenderung ditampakkan dengan nada suara dan air muka yang lembut, sedangkan laki-laki cenderung tidak peka terhadap tanda-tanda komunikasi tersebut. Dalam hal navigasi perempuan cenderung mengalami kesulitan untuk menemukan jalan, sedangkan laki-laki lebih kuat pengenalan arahnya. Sementara itu, dalam bidang kognitif, perempuan lebih unggul di bidang bahasa dan verbalisasi, sedangkan laki-laki menunjukkan kelebihannya dalam kemampuan mengenali ruang dan matematika. Laki-laki dan perempuan memperlihatkan budaya sosial yang berbeda satu sama lain. Mereka menggunakan simbol , sistem kepercayaan, dan cara-cara yang berbeda untuk mengekspresikan dirinya. (Jhonson,2000, Rohman, 2007, dalam syamsiah, 2011) mencontohkan bahwa perempuan cenderung mampu untuk menjadi pendengar yang baik dan dapat langsung menangkap fokus permasalahan dalam diskusi dan tidak terfokus pada diri sendiri. Mereka cenderung lebih banyak menjawab, dan lebih peka terhadap orang lain. Sementara laki-laki disisi lain lebih pandai memimpin diskusi. Sikap inipun baik untuk digunakan dalam mengambil keputusan terhadap dirinya termasuk permasalahanpermasalahan kesehatan untuk dirinya.
2.4. Diet Gagal Ginjal Kronis 2. 4.1. Tujuan Diet adapun tujuan diet menurut Kresnawan (2008) adalah sebagai berikut: a.
Mencegah defisiensi gizi serta mempertahankan dan memperbaiki status gizi agar penderita dapat melakukan aktivitas normal.
b.
Menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit.
c.
Menjaga agar akumulasi produk sisa metabolisme tidak berlebihan
d.
Membantu mengontrol tekanan darah dan berat badan secara normal.
2.4.2. Syarat Diet Dalam Atmatsier (2006) syarat pemberian diet pada CKD adalah sebagai berikut: a. Energi cukup, yaitu 35 kkal/kg BB. b. Protein rendah, yaitu 0,6-0,75 gr/kg BB. Sebagian harus bernilai biologik tinggi. c. Lemak cukup, yaitu 20-30% dari kebutuhan total energi. Diutamakan lemak tidak jenuh ganda. d. Karbohidrat cukup, yaitu kebutuhan energi total dikurangi yang berasal dari protein dan lemak. e. Natrium dibatasi apabila ada hipertensi, edema, acites, oliguria, atau anuria, natrium yang diberikan antara 1-3 gram. f. Kalium dibatasi (60-70 mEq) apabila ada hiperkalemia (kalium darah > 5,5 mEq), oliguria, atau anuria. g. Cairan dibatasi yaitu sebanyak jumlah urine sehari ditambah dengan pengeluaran cairan melalui keringan dan pernafasan (kurang lebih 500ml). h. Vitamin cukup, bila perlu berikan vitamin piridoksin, asam folat, vitamin C dan D. Pasien hemodialisis harus mendapatkan asupan makanan yang cukup agar tetap sehat dalam gizi yang baik. Gizi kurang merupakan prediktor yang penting untuk terjadinya kematian pada pasien hemodialisa. Adapun asupan diet yang dianjurkan adalah: a. Asupan protein diharapkan 1-1,2 g/kgBB/hari dengan 50% terdiri atas protein dengan nilai biologis tinggi. b. Asupan kalium diberikan 40-70 meq/hari. Pembatasan kalium sangat diperlukan. Karena itu makanan tinggi kalium seperti buah-buahan dan umbi-umbian tidak dianjurkan konsumsi. c. Asupan natrium dibatasi 40-120 meq/hari guna mengendalikan tekanan dan edema. Asupan tinggi natrium akan menimbulkan rasa haus yang selanjutnya akan mendorong
pasien untuk minum. Bila asupan cairan berlebihan maka selama periode diantara dialisis akan terjadi kenaikan berat badan yang besar. 2.4.3. Diet yang efektif Bagi penderita gagal ginjal kronik, meningkatkan kualitas hidup adalah cara yang terbaik agar fungsi tubuh dapat bekerja lebih optimal. Adapun hal-hal yang menjadikan diet dapat berjalan efektif menurut Kresnawan (2008) adalah sebagai berikut: a. Memahami kondisi ginjal dan terapi yang dilakukan karena menentukan pola diet yang akan dijalani. Pola diet bagi setiap orang akan berbeda-beda. b. Menyesuaikan aturan diet bagi penderita gagal ginjal dengan sisa fungsi ginjal dan ukuran tubuh (tinggi maupun berat badan). c. Menjaga agar selera makan pasien tidak hilang. Hal ini penting karena penderita gagal ginjal mudah kehilangan selera makan. 2.4.4. Pengaturan makan dan minum (Diet) Penyandang hemodialisis diharuskan melaksanakan pengaturan makan/minum. Berikut beberapa makanan dan porsi yang dianjurkan untuk pasien gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisa dalam Suwitra (2010): a. Nasi Walaupun secara teori ada jumlah kalori tertentu yang harus dimakan oleh para penyandang hemodialisis, tetapi dalam kehidupan sehari-hari penyandang diperbolehkan makan nasi secara bebas, kecuali yang menderita diabetes (kencing manis). Hal ini dikarenakan, penyandang hemodialisis memerlukan kalori yang cukup tinggi untuk mengimbangi penyakit ginjalnya. Bagi yang sering mengalami gangguan pada pencernaan disarankan untuk makan dalam porsi kecil beberapa kali (4-5 kali) dalam sehari. Tidak dianjurkan makan terlalu kenyang atau menunda sampai terlalu lapar
b. Protein/daging Protein untuk penyandang hemodialisis diperbolehkan 1,2 gr/kg berat badan /hari. Jumlah ini tidak terlalu jauh beda dengan konsumsi protein untuk penduduk Indonesia pada umumnya , yaitu: 1,2-1,5 gr/kg berat badan/hari. Di samping daging, sumber protein lain yang boleh dikonsumsi adalah ikan, telur, dan susu. Jenis daging yang tidak dianjurkan adalah jeroan (hati, usus, otak. dan lainnya). Hal tersebut dapat meningkatkan asam urat dimana sebagian besar penyandang hemodialisis mengalami kenaikan kadar asam urat dalam darahnya. c. Garam Garam dapat meningkatkan tekanan darah dan mengakibatkan sembab/bengkak. Sehingga pada penyandang hemodialisis garam hanya diperbolehkan paling banyak setengah sendok teh dalam sehari. demikian pula makanan asin lainnya seperti kecap asin, bumbu penyedap dan lain sebagainya. d. Buah Buah-buahan dibatasi untuk penyandang hemodialisis karena banyak mengandung kalium. Kalium ini banyak terdapat dalam buah sehingga dapat mengakibatkan kelainan jantung. Artinya, penyandang hemodialisis boleh makan buah dalam jumlah yang terbatas. Buah yang tidak boleh dimakan adalah durian, blimbing, air kelapa. Buah yang boleh dimakan adalah pisang, pepaya, tomat, apel, mangga, melon. Untuk mengurangi kadar kalium dalam buah, dapat diupayakan dengan merebus buah tersebut atau dipotong-potong kemudian dicuci dan direndam dengan air hangat sehingga kalium yang terkandung didalamnya terlarut dalam air.
e. Sayur Sayur juga mengandung banyak kalium, oleh karenanya harus dibatasi untuk penyandang hemodialisis. Beberapa jenis sayur yang dibatasi adalah bayam, buncis, kembangkol. Hal tersebut dikarenakan dapat meningkatkan asam urat. Kalium dalam sayur dapat dikurangi dengan cara memotong-motong terlebih dahulu kemudian dicuci dan dimasak. f. Tahu/tempe Penyandang hemodialisis diperbolehkan makan tahu/tempe karena tetap diperlukan oleh tubuh namun dengan jumlah yang terbatas. Jumlahnya paling banyak adalah 50 gram perhari. g. Air/minum Air, baik berupa air minum ataupun sajian lain (kuah, sop, juice, kopi, susu, dan lain sebagainya) sangat dibatasi untuk penyandang hemodialisis karena dapat mengakibatkan bengkak, meningkatkan tekanan darah dan sesak nafas akibat sembab paru. Bagi penyandang hemodialisis yang masih keluar kencing, boleh minum lebih banyak dibandingkan dengan yang tidak keluar kencing sama sekali. Dasarnya adalah, membuat keseimbangan antara air yang asupan cairan yang dibutuhkan= jumlah urin 24 jam+(500 sampai 750)ml/hari.
2.4.5. Bahan makanan yang Dianjurkan dan tidak dianjurkan Berikut ini daftar makanan yang dinajurkan dan yang tidak dianjurkan
bagi pasien
gagal ginjal kronis dalam Almatsir (2005 No
Bahan Makanan
Dianjurkan
Tidak dianjurkan/dibatasi Sumber Nasi, bihun, jagung, Karbohidrat kentang, makaroni, mie, tepung-tepungan, singkong, ubi, selai, madu, permen. 2 Sumber protein Telur, daging, ikan, Kacang-kacangan ayam, susu dan hasil olahannya, seperti tempe dan tahu. 3 Sumber Lemak Minyak jagung, Kelapa, santan, minyak kacang tanah, minyak kelapa, minyak kelapa sawit, mentega biasa dan minyak kedelai, lemak hewan margarim, dan mentega rendah garam 4 Sumber vitamin Semua sayuran dan Sayuran dan buah dan mineral buah, kecuali pasien tinggi kalium pada dengan hiperkalemia pasien dengan dianjurkan yang hiperkalemia. mengandung kalium rendah/sedang. Tabel 2.2. Bahan Makanan yang Dianjurkan dan Tidak Dianjurkan Pada Pasien GGK Berikut Daftar Makanan Untuk Pasien Gagal ginjal kronis dalam Nainggolan (2008) : Daftar Makanan Sumber Protein Jenis Makanan Mg/100 gr Sumber Protein Hewani Ayam 18 Daging domba 17 Daging kambing 16 Daging sapi 19 Ikan segar 20 Keju 23 Putih telur 11 Susu bubuk 25 Susu sapi segar 3 Telur ayam 13 Sumber protein nabati Kacang merah
23
Kacang tanah Kacang hijau Kedelai Oncom Tahu Tempe kedelai murni
25 22 35 13 8 18 Tabel 2.3. Makanan Sumber Protein Daftar Makanan Sumber Natrium
Jenis Makanan
Mg/100gr
Sumber Hidrat arang Biskuit Kraker Roti coklat Roti kismis Roti putih Roti susu Roti bakar Sumber protein hewani Daging kornet Keju Sosis
500 710 500 300 530 500 700 1250 1250 1000
Tabel 2.4. Makanan Sumber Natrium Daftar Makanan Sumber Kalium Jenis Makanan Mg/100 gr Sumber Hidrat arang Singkong 394 Ubi Kuning 304 Kentang 396 400 Terigu Tapioka 400 Sumber Protein Hewani Daging ayam 350 Daging bebek 300 489 Daging sapi Daging domba 350 Ikan mas 335 Ikan sardine 510 Ikan tongkol 470 Udang 333 Sumber protein nabati Kacang hijau 1132 1504 Kedelai 421 Kacang tanah Kacang merah 1151
Kecap Buah-buahan Advokat Apel Pepaya Pisang
500 278 203 221 435
Sayuran Bayam Bawang putih Bit Daun pepaya muda Kapri Kembang kol Paterseli Prei Seledri batang Seledri daun
221 435 330 652 370 349 900 316 350 326
Susu Susu coklat Susu bubuk asam
500 1800 Tabel 2.5. Makanan Sumber Kalium