I.
PENDAHULUAN
Terbitnya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, sebagaimana telah diubah untuk kedua kalinya dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008, telah memberikan kewenangan kepada Pemerintahan Daerah untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Dengan demikian tujuan besar dari penyelenggaraan Pemerintahan Daerah yaitu untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum, dan daya saing daerah, diharapkan agar dapat segera terwujud nyata. Pemberian otonomi secara luas kepada Daerah diharapkan mampu meningkatkan daya saing dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan, dan kekhususan serta potensi dan keanekaragaman daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Di samping itu, melalui penerapan otonomi secara luas diharapkan akan terjadi percepatan dalam mewujudkan kesejahteraan rakyat melalui peningkatan pemberdayaan, peran serta masyarakat dan peningkatan pelayanan aparatur. Penetapan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah juncto Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2007 tentang Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Kepada Pemerintah, Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Kepala Daerah kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan Informasi Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah kepada Masyarakat, dimaksudkan untuk mewujudkan pelaksanaan otonomi daerah yang sejalan dengan upaya menciptakan pemerintahan yang bersih, bertanggungjawab dan mampu menjawab tuntutan perubahan secara efektif dan efisien sesuai prinsip tata pemerintahan yang baik. Oleh karena itu Kepala Daerah wajib melaporkan penyelenggaraan Pemerintahan Daerah dalam bentuk Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) yang disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Hal ini sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, sebagaimana telah diubah untuk kedua kalinya dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 Pasal 27 ayat (2), dan dipertegas kembali dalam Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2007 tentang Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah kepada Pemerintah, Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Kepala Daerah kepada DPRD, dan Informasi
I-1
Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah kepada Masyarakat, yang menyebutkan bahwa kepala daerah mempunyai kewajiban untuk memberikan laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah kepada pemerintah, dan memberikan laporan keterangan pertanggungjawaban kepada DPRD, serta menginformasikan laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah kepada masyarakat.
• Kepala Daerah berkewajiban menyampaikan LKPJ kepada DPRD dalam rangka mewujudkan pelaksanaan otonomi daerah yang sejalan dengan upaya menciptakan pemerintahan yang bersih, bertanggung jawab, serta mampu menjawab tuntutan perubahan secara efektif dan efisien sesuai dengan prinsip tata pemerintahan yang baik
Pelaksanaan LKPJ dilakukan sebagai proses pencapaian kinerja dalam mewujudkan visi dan misi pemerintah daerah sebagaimana ditetapkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD). LKPJ pada dasarnya merupakan laporan yang berupa informasi penyelenggaraan pemerintahan daerah selama 1 (satu) tahun anggaran atau akhir masa jabatan yang disampaikan oleh Kepala Daerah kepada DPRD. Dengan demikian LKPJ merupakan gambaran kinerja tahunan yang merupakan implementasi penyelenggaraan pemerintahan daerah yang mengakumulasikan ketepatan sebuah perencanaan, kecermatan dalam pelaksanaan kegiatan oleh seluruh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Pemerintah Kota Bandung dan pengendaliannya yang ditunjang oleh seluruh stakeholders. Adapun ruang lingkup LKPJ mencakup penyelenggaraan urusan desentralisasi, tugas pembantuan, dan tugas umum pemerintahan, yang disusun berdasarkan Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) yang merupakan penjabaran tahunan RPJMD dengan berpedoman pada Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD). LKPJ merupakan sarana sinergitas bagi pihak eksekutif dan legislatif dalam menyelenggarakan pemerintahan daerah dan menjadi media evaluasi kinerja pelaksanaan program dan kegiatan yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah. Jika merunut pada masa sebelum dilaksanakannya pemilihan langsung Kepala Daerah, maka hubungan kerja Kepala Daerah dengan DPRD mengalami perubahan yang cukup mendasar. Kini, hubungan antara pemerintah daerah dan DPRD merupakan hubungan kerja yang kedudukannya setara dan bersifat kemitraan. Dengan demikian, kedudukan antar lembaga pemerintahan daerah memiliki kedudukan yang sama dan sejajar dan merupakan mitra kerja dalam membuat kebijakan daerah untuk melaksanakan otonomi daerah sesuai dengan fungsi masing-masing. Hubungan kerja yang diharapkan terbangun adalah hubunganyang sifatnya saling mendukung. Dengan mempertimbangkan hal-hal tersebut, maka Pemerintah Kota Bandung memiliki kewajiban dalam penyelenggaraan pemerintahan daerahnya untuk menyampaikan LKPJ Walikota Bandung Tahun 2012 kepada DPRD Kota Bandung. Dengan demikian, LKPJ ini merupakan pertanggungjawaban kinerja pelaksanaan RKPD Kota Bandung Tahun 2012, sebagaimana diatur dalam Peraturan Walikota Bandung Nomor 487 Tahun 2011 tentang RKPD Kota Bandung Tahun 2012, yang merupakan penjabaran tahunan Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 08 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 09 Tahun 2009 tentang RPJMD Kota Bandung Tahun 2009-2013, dengan berpedoman
I-2
pada Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 08 Tahun 2008 tentang RPJPD Kota Bandung Tahun 2005-2025.
A.
Dasar Hukum
1.
Dasar Hukum Pembentukan Daerah
Pada tanggal 15 Agustus 1950 dibentuk Kota Besar Bandung berdasarkan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah Kota Besar dalam Lingkungan Provinsi Jawa Timur/Tengah/Barat dan Daerah Istimewa Yogyakarta (Himpunan Peraturan Negara tentang Pembentukan Wilayah/Negara). Dengan adanya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957 maka sebutan Kota Besar diganti dengan istilah ”Kota Praja Bandung”. Selanjutnya melalui Surat Edaran Walikota Kepala Daerah Bandung Nomor 637 tanggal 19 Maret 1966 maka Kota Praja Bandung diubah menjadi Kotamadya Bandung dan selanjutnya berdasarkan UndangUndang Nomor 5 Tahun 1974 menjadi Kotamadya Daerah Tingkat II Bandung yang kemudian berubah kembali menjadi Pemerintah Kota Bandung pada tahun 2000 yang ditetapkan dalam Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 08 Tahun 2000 tentang Perubahan Nomenklatur dan Titelatur di Lingkungan Pemerintah Kota Bandung yang berlaku hingga sekarang.
2.
Dasar Hukum Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Kepala Daerah
LKPJ Walikota Bandung Tahun 2012 disusun berdasarkan ketentuan dan pertimbangan sebagai berikut: a.
b.
c.
d.
e.
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851); Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286); Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355); Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421); Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran
I-3
f.
g.
h.
i.
j.
k.
l.
m.
n.
o.
p.
q.
Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438); Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 123, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5043); Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4578); Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4593); Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 25, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4614); Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2007 tentang Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah kepada Pemerintah, Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Kepala Daerah kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan Informasi Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah kepada Masyarakat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 19, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4693); Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737); Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 89, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4741); Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2008 tentang Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4816); Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah; Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian, dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah; Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 08 Tahun 2007 tentang Urusan Pemerintah Daerah Kota Bandung (Lembaran Daerah Kota Bandung Tahun 2007 Nomor 08);
I-4
r.
s.
t.
Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 08 Tahun 2008 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kota Bandung Tahun 2005-2025 (Lembaran Daerah Kota Bandung Tahun 2008 Nomor 08); Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 08 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 09 Tahun 2009 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (Lembaran Daerah Kota Bandung Tahun 2011 Nomor 08); Peraturan Walikota Bandung Nomor 487 Tahun 2011 tentang Rencana Kerja Pembangunan Daerah Kota Bandung Tahun 2012.
B.
Gambaran Umum Daerah
1.
Kondisi Geografis, Batas Administrasi Daerah, Luas Wilayah, dan Topografis
Berikut ini diuraikan gambaran umum daerah Kota Bandung dilihat dari segi geografis, batas administrasi daerah, luas wilayah, dan topografis.
a.
Kondisi Geografis
Secara geografis, Kota Bandung terletak pada koordinat 107º 36’ Bujur Timur dan 6º 55’ Lintang Selatan dengan luas wilayah sebesar 16.767 hektar. Wilayah Kota Bandung dilewati oleh 15 sungai sepanjang 265,05 km, dengan sungai utamanya yaitu Sungai Cikapundung yang mengalir ke arah selatan dan bermuara ke Sungai Citarum.
• Dilihat dari posisi geografisnya, Kota Bandung berada pada lokasi yang sangat strategis bagi perekonomian nasional, karena terletak pada pertemuan poros jalan utama di Pulau Jawa
Sebagai ibukota provinsi Jawa Barat, Bandung mempunyai nilai strategis terhadap daerah-daerah di sekitarnya karena berada pada lokasi yang sangat strategis bagi perekonomian nasional. Kota Bandung terletak pada pertemuan poros jalan utama di Pulau Jawa, yaitu: 1) 2)
Barat – Timur, pada posisi ini Kota Bandung menjadi poros tengah yang menghubungkan antara Ibukota Provinsi Banten dan Jawa Tengah. Utara – Selatan, selain menjadi penghubung utama ibukota negara dengan wilayah selatan, juga menjadi lokasi titik temu antara daerah penghasil perkebunan, peternakan, dan perikanan.
I-5
Posisi strategis Kota Bandung juga terlihat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN), dimana Kota Bandung ditetapkan dalam sistem perkotaan nasional sebagai bagian dari Pusat Kegiatan Nasional (PKN) Kawasan Perkotaan Bandung Raya. Selain itu, Kota Bandung juga ditetapkan sebagai Kawasan Andalan Cekungan Bandung, yaitu kawasan yang memiliki nilai strategis nasional. Dilihat dari aspek geologisnya, kondisi tanah Kota Bandung sebagian besar merupakan lapisan aluvial hasil letusan Gunung Tangkuban Perahu. Jenis material di bagian utara umumnya merupakan jenis andosol, sedangkan di bagian selatan serta timur terdiri atas sebaran jenis aluvial kelabu dengan bahan endapan liat. Di bagian tengah dan barat tersebar jenis tanah andosol. Iklim Kota Bandung secara umum adalah sejuk dengan kelembapan tinggi karena dipengaruhi oleh iklim pegunungan di sekitarnya dan curah hujan yang masih cukup tinggi. Namun, beberapa tahun terakhir kondisi suhu rata-rata udara Kota Bandung cenderung mengalami peningkatan yang disebabkan oleh peningkatan sumber polutan dan dampak dari perubahan iklim serta pemanasan global (global warming). Gambar I.1 Peta Orientasi Kota Bandung
b.
Batas Administrasi Daerah
Secara administratif, Kota Bandung sebagai ibukota Provinsi Jawa Barat berbatasan dengan beberapa daerah kabupaten/kota lainnya, yaitu: 1) 2)
sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Bandung dan Kabupaten Bandung Barat; sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Bandung Barat dan Kota Cimahi;
I-6
3) 4)
sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Bandung; dan sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Bandung. Gambar I.2 Peta Administrasi Wilayah Kota Bandung
c.
Luas Wilayah
Luas wilayah Kota Bandung berdasarkan Peraturan Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Bandung Nomor 10 Tahun 1989 tentang Perubahan Batas Wilayah Kotamadya Daerah Tingkat II Bandung yang merupakan tindak lanjut dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1987 tentang Perubahan Batas Wilayah Kotamadya Daerah Tingkat II Bandung dengan Kabupaten Daerah Tingkat II Bandung, adalah 16.729,65 Ha. Luas tersebut merupakan perubahan terakhir dari luasan sebelumnya, yaitu: 1) 2) 3) 4)
1.922 Ha (tahun 1906–1917) 2.871 Ha (tahun 1917–1942) 5.413 Ha (tahun 1942–1949) 8.098 Ha (tahun 1949–1987)
Wilayah Kota Bandung tersebut dibagi menjadi beberapa wilayah administratif, yang terdiri atas: 1) 2) 3) 4)
30 Kecamatan yang masing-masing dikepalai oleh seorang Camat, 151 Kelurahan yang masing-masing dikepalai oleh seorang Lurah, 1.561 Rukun Warga (RW) yang masing-masing dikepalai oleh seorang Ketua RW, dan 9.691 Rukun Tetangga (RT) yang masing-masing dikepalai oleh seorang Ketua RT.
I-7
Untuk lebih jelasnya mengenai jumlah RT, RW, dan kelurahan, dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel I.1 Banyaknya RT, RW, dan Kelurahan per Kecamatan di Kota Bandung No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Kecamatan
RT
Bandung Kulon Babakan Ciparay Bojongloa Kaler Bojongloa Kidul Astanaanyar Regol Lengkong Bandung Kidul Buah Batu Rancasari Gedebage Cibiru Panyileukan Ujung Berung Cinambo Arcamanik Antapani Mandalajati Kiaracondong Batununggal Sumur Bandung Andir Cicendo Bandung Wetan Cibeunying Kidul Cibeunying Kaler Coblong Sukajadi Sukasari Cidadap Jumlah
437 365 395 261 303 370 431 181 360 318 184 278 181 273 100 245 306 295 593 549 226 381 415 197 562 290 465 332 223 175 9.691
RW 72 57 47 44 47 60 65 32 55 48 37 53 36 55 25 51 58 51 85 83 36 54 56 36 87 46 75 49 32 29 1.561
Kelurahan 8 6 5 6 6 7 7 4 4 4 4 4 4 5 4 4 4 4 6 8 4 6 6 3 6 4 6 5 4 3 151
Sumber : Bandung Dalam Angka, 2011
d.
Kondisi Topografis
Secara topografis, bentuk bentang alam Kota Bandung merupakan cekungan yang dikelilingi perbukitan di bagian Utara dan dataran di bagian Selatan, yang terletak pada ketinggian antara 675 m – 1.050 m di atas permukaan laut (dpl). Dimana titik tertinggi berada di daerah utara dengan ketinggian 1.050 m dpl dan titik terendah di sebelah selatan dengan ketinggian 675 m dpl. Di wilayah Kota Bandung bagian selatan permukaan tanahnya relatif datar, sedangkan di bagian utara permukaan tanahnya berbukit-bukit sehingga menjadi panorama yang indah.
I-8
2.
Gambaran Umum Demografis, Jumlah Penduduk, Komposisi Penduduk Menurut Jenis Kelamin, Struktur Usia, Jenis Pekerjaan, dan Pendidikan
Penduduk atau masyarakat merupakan bagian penting atau titik sentral dalam pembangunan, karena peran penduduk sejatinya adalah sebagai subjek dan objek dari pembangunan. Jumlah penduduk yang besar dengan pertumbuhan yang cepat dan didukung dengan kualitas SDM yang tinggi diharapkan dapat menciptakan akselerasi guna tercapainya kondisi ideal dari pembangunan. Pertumbuhan penduduk yang makin cepat mendorong pertumbuhan aspek-aspek kehidupan yang meliputi aspek sosial, ekonomi, politik, kebudayaan, dan sebagainya. Perkembangan penduduk di Kota Bandung selama ini menunjukkan peningkatan dan ini dapat dilihat dari jumlah penduduk pada tahun 2011 yang sebanyak 2.424.957 jiwa, meningkat menjadi sebanyak 2.455.517 pada tahun 2012, sehingga Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP) Kota Bandung pada tahun 2012 mencapai 1,26%. Tabel I.2 Jumlah dan Komposisi Penduduk Kota Bandung Tahun 2011-2012
Uraian
2011
2012*
Jumlah Penduduk (jiwa) 2 Rata-rata Kepadatan Penduduk (jiwa/km ) Laju Pertumbuhan Penduduk (%) Komposisi Penduduk, menurut: a. Jenis Kelamin Pria (orang) Perempuan (orang) b. Angkatan Kerja (orang) Jumlah yang Bekerja (orang) Jumlah pengangguran (orang) Tingkat Pengangguran (%) c. Pendidikan (penduduk usia> 10 th dan Ijazah tertinggi) Tidak/belum pernah sekolah/tidak/belum tamat SD (orang) SD/MI/sederajat (orang) SMP/MTs/sederajat (orang) SLTA/sederajat (orang) Perguruan Tinggi (orang)
2.424.957 14.494 1,26
2.455.517 14.676 1,26
Peningkatan/ Penurunan (%) 1,26 1,26 -
1.230.615 1.194.342 1.129.744 1.012.946 116.798 10,34
1.246.122 1.209.395 1.171.551 1.064.167 107.384 9,17
1,26 1,26 3,70 5,06 -8,06 -11,32
174.292
192.141
10,24
502.426 393.689 655.857 282.591
482.763 409.741 661.857 292.142
-3,91 4,08 0,91 3,38
No 1 2 3 4
Sumber: BPS Kota Bandung, 2012 *) Angka Sementara
Pertumbuhan penduduk ini selain dikarenakan adanya fertilitas yang cukup tinggi (pertumbuhan penduduk alami), juga disebabkan adanya pertumbuhan penduduk migrasi, dimana terdapat migrasi masuk yang lebih besar daripada migrasi keluar (migrasi neto positif) atau dengan kata lain penduduk yang datang lebih banyak dibandingkan dengan penduduk yang keluar Kota Bandung. Aktivitas ekonomi yang ada di Kota Bandung menjadikan daya tarik (pull factors) bagi sebagian orang untuk mencari penghidupan di Kota Bandung. Jumlah penduduk tersebut
I-9
2
mendiami wilayah seluas 167,30 km sehingga rata-rata kepadatan penduduk pada tahun 2012 2 adalah 14.676 jiwa per km . Dari Tabel I.2 dapat dilihat bahwa komposisi penduduk Kota Bandung menurut jenis kelamin relatif seimbang selama periode 2011-2012, dimana persentase penduduk pria sebesar 50,75% dan penduduk perempuan sebesar 49,25%. Grafik I.1 Komposisi Penduduk Kota Bandung Menurut Jenis Kelamin Tahun 2012
Wanita 49.25%
Pria 50.75%
Sumber: BPS Kota Bandung
Jumlah angkatan kerja Kota Bandung tahun 2012 mengalami peningkatan sebesar 3,70% jika dibandingkan dengan tahun 2011. Pada tahun 2011, angkatan kerja yang berada di Kota Bandung tercatat sebanyak 1.129.744 tenaga kerja dan meningkat menjadi 1.171.551 tenaga kerja di tahun 2012. Pada tahun 2012, sebanyak 90,83% dari angkatan kerja telah memiliki pekerjaan dan sisanya sebesar 9,17% masih menganggur. Tingkat pengangguran terbuka di Kota Bandung selama periode 2011-2012 mengalami penurunan yang cukup tinggi, dari sebesar 10,34% pada tahun 2011 menjadi sebesar 9,17% pada tahun 2012 seperti yang diilustrasikan pada grafik 1-2. Hal ini mengindikasikan bahwa secara makro, tingkat perekonomian dan penyediaan lapangan pekerjaan mengalami perbaikan.
I-10
1,200,000
10.34
Angkatan Kerja (Oang)
1,150,000 1,100,000 1,050,000 9.17
1,000,000 950,000 900,000 2011 Jumlah yg Bekerja
10.6 10.4 10.2 10.0 9.8 9.6 9.4 9.2 9.0 8.8 8.6 8.4
Tk. Pengangguran (%)
Grafik I.2 Perkembangan Tenaga Kerja dan Tingkat Pengangguran Terbuka Kota Bandung Periode 2011-2012
2012* Jumlah Pengangguran
Tingkat Pengangguran
Sumber : BPS Kota Bandung *) Angka Sementara
Jumlah penduduk dilihat dari aspek kualitas tingkat pendidikan, selama periode 2011-2012 menunjukkan terjadinya peningkatan. Penduduk usia di atas 10 tahun yang tidak/belum pernah sekolah dan tidak/belum tamat SD mengalami peningkatan dari 174.292 orang pada tahun 2011, menjadi 192.141 orang pada tahun 2012 atau meningkat sebesar 10.24%. Di sisi lain, penduduk usia di atas 10 tahun yang memiliki ijasah tertinggi SD/MI/sederajat, SMP/MTs/sederajat, SLTA/sederajat, dan Perguruan Tinggi mengalami kenaikan. Penduduk usia di atas 10 tahun yang memiliki ijasah tertinggi SLTA/sederajat mengalami kenaikan dari 655.857 orang di tahun 2011 menjadi 661.857 orang pada tahun 2012 atau meningkat sebesar 0.92% seperti yang diilustrasikan pada grafik 1-3. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kesadaran dan kemampuan masyarakat dalam mengenyam pendidikan telah mengalami perkembangan, selain karena kebijakan pemerintah yang terus menggalakkan urusan wajib di bidang pendidikan. Proses pencerdasan SDM melalui peningkatan pendidikan merupakan elemen penting agar dapat menjaga tingkat daya saing dan keberlanjutan pembangunan di Kota Bandung dalam jangka panjang. Dengan semakin meningkatnya tingkat pendidikan masyarakat diharapkanjuga dapat terbentuk insan Kota Bandung yang cerdas intelektual, emosional dan sosial, serta spiritual. Dinamika yang berkembang saat ini, aspek pendidikan yang baik sangat memegang peranan sentral dalam upaya mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development).
I-11
Grafik I.3 Perkembangan Komposisi Penduduk Kota Bandung Berdasarkan Tingkat Pendidikan Periode 2011-2012
12,897 12,099
S2/S3
172,649 179,344
D4/S1 81,592 70,804
D3/ Sarjana Muda
2012 2011
25,004 20,344
D1/D2
133,724 133,351
SMA Kejuruan
528,133 522,506
SMA/MA 409,741 393,689
SMP Umum/ Kejuruan / MTs
482,763 502,426
SD 192,141 174,292
Tidak Punya Ijazah SD 0
100,000 200,000 300,000 400,000 500,000 600,000
Orang
Sumber: BPS Kota Bandung
Perkembangan dari tingkat pendidikan yang cukup baik juga berkorelasi positif dengan peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kota Bandung, karena salah satu unsur pembentuk IPM adalah Indeks Pendidikan. Perkembangan piramida penduduk Kota Bandung seperti yang diilustrasikan pada Grafik I.4 memperlihatkan adanya sedikit penambahan tingkat fertilitas, karena pada penduduk kelompok umur 0-4 tahun, baik laki-laki maupun perempuan jumlahnya lebih besar dibanding penduduk kelompok umur 5-9 tahun. Hal ini mengindikasikan bahwa tingkat fertilitas pada tahun 2012 belum mengalami penurunan. Piramida penduduk dapat menggambarkan komposisi penduduk menurut umur dan jenis kelamin serta menunjukkan riwayat penduduk dan tingkat perkembangan penduduk pada setiap kelompok umur berbeda di Kota Bandung.
I-12
Grafik I.4 Perkembangan Komposisi Penduduk Kota Bandung Berdasarkan Usia dan Jenis Kelamin Periode 2011-2012
>75 70-74 65-69 60-64 55-59 50-54 45-49 40-44 35-39 30-34 25-29 20-24 15-19 10-14 5-9 0-4 150,000
100,000
50,000 00 Perempuan
50,000 Laki-laki
100,000
150,000
Sumber: Bappeda dan BPS Kota Bandung, Survei Penyusunan IPM 2012
3.
Kondisi Ekonomi Kota Bandung
a.
Potensi Unggulan Daerah
Salah satu indikator yang dapat digunakan untuk mengetahui potensi unggulan suatu daerah adalah komposisi Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Potensi-potensi yang ada dalam suatu wilayah dapat dilihat dari berbagai macam perspektif dan pendekatan. Salah satu pendekatan dalam menghitung PDRB adalah menggunakan pendekatan produksi yang merupakan jumlah nilai tambah atas barang dan jasa yang dihasilkan oleh berbagai unit produksi di wilayah suatu daerah dalam jangka waktu tertentu. Unit-unit produksi tersebut dalam penyajiannya dikelompokkan menjadi 9 lapangan usaha (sektor) dan setiap sektor tersebut dirinci lagi menjadi sub-sub sektor. PDRB dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu PDRB Atas Dasar Harga Berlaku dan PDRB Atas Dasar Harga Konstan. PDRB Atas Dasar Harga Berlaku menunjukkan kemampuan sumber daya ekonomi yang dihasilkan oleh suatu wilayah. Distribusi PDRB Atas Dasar Harga Berlaku menurut sektor menunjukkan struktur perekonomian atau peranan setiap sektor ekonomi dalam suatu daerah. Sektor-sektor ekonomi yang mempunyai peranan besar menunjukkan basis perekonomian suatu daerah. Sementara PDRB Atas Dasar Harga Konstan berguna untuk menunjukkan Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) secara keseluruhan maupun sektoral dari tahun ke tahun. Nilai PDRB yang besar menunjukkan kemampuan sumber daya ekonomi yang besar pula.
I-13
Nilai dan kontribusi sektoral (lapangan usaha) PDRB Kota Bandung tahun 2011-2012 dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel I.3 PDRB Kota Bandung Tahun 2011-2012 Atas Dasar Harga Konstan N o
2011 1
Pertanian
2
Industri Pengolahan
3
Listrik , Gas, dan Air Bersih
4
Bangunan/ Konstruksi
5
Perdagangan, Hotel, dan Restauran
Atas Dasar Harga Berlaku
(Juta Rp)
Lapangan Usaha %
(Juta Rp)
2012***
%
2011
%
2012***
%
67.070
0,19
71.511
0,19
192.743
0,20
216.277
0,20
8.365.548
24,27
8.706.737
23,09
22.482.061
23,51
25.142.574
22,72
843.768
2,45
935.647
2,48
2.201.593
2,30
2.581.777
2,33
1.782.526
5,17
2.091.371
5,55
4.425.332
4,63
6.853.005
6,19
14.040.746
40,74
15.665.043
41,55
39.436.088
41,25
45.392.106
41,02
6
Pengangkutan dan Komunikasi
3.885.215
11,27
4.354.679
11,55
11.841.320
12,38
13.575.198
12,27
7
Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan
1.813.112
5,26
1.943.801
5,16
6.094.630
6,37
6.827.305
6,17
Jasa-Jasa
3.665.646
10,64
3.933.165
10,43
8.939.096
9,35
10.081.595
9,11
100,00
37.701.954
100,00
95.612.863
100,00
110.669.837
100,00
8
Total
34.463.631
Sumber: BPS Kota Bandung, 2012 ***) Angka sangat sangat sementara
Dari tabel tersebut terlihat bahwa sektor perdagangan, hotel, dan restoran merupakan salah satu sektor unggulan Kota Bandung. Hal ini ditunjukkan oleh paling besarnya kontribusi sektor ini terhadap perekonomian Kota Bandung. Pada tahun 2011, sektor perdagangan, hotel, dan restoran memberikan kontribusi sebesar 41,25% terhadap perekonomian Kota Bandung dan mengalami sedikit penurunan kontribusi menjadi 41,02% pada tahun 2012 (berdasarkan harga berlaku). Hal ini menunjukkan bahwa sektor tersier telah menjadi penopang utama perekonomian Kota Bandung. Kontribusi sektor terbesar kedua berdasarkan harga berlaku pada tahun 2011 adalah sektor industri pengolahan yang memberikan kontribusi sebesar 23,51% terhadap perekonomian Kota Bandung. Perkembangan kontribusi sektor ini mengalami sedikit penurunan pada tahun 2012, yaitu menjadi sebesar 22,72%. Sedangkan, kontribusi sektor terbesar ketiga disumbangkan oleh sektor pengangkutan dan komunikasi dimana pada tahun 2012 mencapai 12,27% (berdasarkan hargaberlaku). Grafik 1-5 menggambarkan kontribusi sektoral PDRB di Kota Bandung selama periode 20112012 yang diurut mulai dari nilai kontribusi terbesar (sektor perdagangan, hotel, dan restoran) hingga nilai kontribusi terkecil (sektor pertanian) dengan menggunakan harga berlaku.
I-14
Grafik I.5 Persentase PDRB Kota Bandung Berdasarkan Lapangan Usaha Tahun 2011-2012 (Atas Dasar Harga Berlaku)
41.02 41.25
Perdagangan, Hotel, dan Restauran 22.72 23.51
Industri Pengolahan 12.27 12.38
Pengangkutan dan Komunikasi
9.11 9.35
Jasa-Jasa Bangunan/Konstruksi
6.19 4.63
2012
Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan
6.17 6.37
2011
2.33 2.30
Listrik , Gas, dan Air Bersih
0.20 0.20
Pertanian -
10
20
30
40
50
Persentase (%)
Sumber: BPS Kota Bandung, 2012
Jika dilihat trend periode yang lebih lama, mulai dari tahun 2001 hingga 2012 terlihat bahwa kontribusi sektor industri pengolahan cenderung mengalami trend penurunan (lihat Grafik I.6). Perubahan trend kontribusi ini dikarenakan dari faktor internal dan eksternal industri pengolahan itu sendiri. Secara umum, salah satu faktor eksternal adalah akibat semakin tingginya tingkat persaingan di sektor industri pengolahan, baik secara nasional ataupun global yang mempengaruhi kinerja industri pengolahan lokal Kota Bandung, khususnya yang berorientasi ekspor. Dengan adanya penandatanganan kesepakatan Perdagangan Bebas ASEAN China Free Trade Area (ACFTA) juga memberikan tekanan pada tingkat daya saing industri lokal. Makin meningkatnya serbuan produk-produk yang berasal dari China memberikan tekanan yang cukup signifikan atas kinerja industri pengolahan Kota Bandung. Walaupun begitu, industri pengolahan Kota Bandung mengalami pertumbuhan yang positif tiap tahunnya. Apabila dibandingkan beberapa sektor-sektor lain di luar sektor industri pengolahan mengalami pertumbuhan yang relatif lebih tinggi (misal: sektor perdagangan, hotel, dan restoran), kenaikan proporsi kontribusi sektor industri pengolahan lebih kecil dibandingkan dengan sektor lainnya. Dapat dikatakan bahwa struktur ekonomi Kota Bandung memang telah didominasi sektor tersier dibandingkan dengan sektor sekunder. Jika dilihat perkembangan terakhir di tahun 2010-2012, menunjukkan bahwa kontribusi sektor industri pengolahan cukup mengalami penurunan. Walaupun begitu, diharapkan sektor ini di masa depan dapat tetap memberikan sumbangsih yang lebih tinggi lagi terhadap perekonomian
I-15
dan penyediaan lapangan pekerjaan di Kota Bandung. Hal ini terutama diindikasikan dengan semakin menggeliatnya perkembangan industri kreatif yang ada. Kota Bandung dapat dikatakan sebagai kota kreatif dimana aktivitas kulturalnya dapat menyatu dengan aktivitas ekonomi dan sosial. Dengan semakin berkembangnya komunitas kreatif juga diharapkan dapat menjadi pendorong lebih lanjut akan sinergisitas perkembangan aktivitas ekonomi kreatif lokal. Ekonomi kreatif yang mencakup industri kreatif merupakan dinamika perekonomian yang berkembang saat ini di Kota Bandung. Ekonomi kreatif yang berfokus pada penciptaan barang dan jasa dengan mengandalkan keahlian, bakat, dan kreativitas sebagai kekayaan intelektual adalah harapan bagi ekonomi nasional ataupun daerah untuk bangkit, bersaing, dan meraih keunggulan dalam ekonomi global. Berkembangnya industri kreatif di Kota Bandung menjadi faktor yang memperkuat sektor perdagangan, hotel, dan restoran, serta jasa dan sektor industri pengolahan (tertentu) sebagai potensi unggulan daerah di Kota Bandung. Grafik I.6 Trend Kontribusi Sektor Industri Pengolahan dan Perdagangan, Hotel, dan Restoran Periode 2001-2012 (Atas Dasar Harga Berlaku)
120,000,000 32.9%
40.6%
41.0%
45% 40%
34.2%
35%
80,000,000
30% 30.6%
60,000,000
25%
28.7% 25.7%
24.4%
22.7% 20%
40,000,000
15%
Kontribusi (%)
Nilai PDRB (Rp Jutaan)
100,000,000
40.1%
10%
20,000,000
05%
-
00% 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
TOTAL PDRB
Kontribusi Industri Pengolahan
Konstribusi Perdagangan, Hotel & Restoran
Sumber: BPS Kota Bandung, 2012
Sektor pariwisata juga merupakan andalan sektor jasa Kota Bandung yang memberikan kontribusi signifikan terhadap perekonomian, membangkitkan kunjungan wisatawan, membangkitkan pertumbuhan sektor pembangunan lainnya, serta menghidupkan kembali seni dan budaya tradisional Bandung. Bandung sebagai kota kreatif merupakan potensi daya tarik wisata yang tinggi. Dalam lingkup nasional, Kota Bandung ditetapkan sebagai destinasi sekunder. Berada di tempat ke-empat, di bawah Jakarta dan Bali sebagai destinasi primer di Indonesia, dan destinasi Borobudur-Yogya-Solo. Semenjak tahun 2011, Kota Bandung telah ditetapkan sebagai salah satu Kawasan Pengembangan Pariwisata Nasional (KPPN) dan Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) di Provinsi Jawa Barat (KPPN Bandung Kota dan
I-16
sekitarnya) dan merupakan bagian dari Destinasi Pariwisata Nasional (DPN BANDUNG– CIWIDEY dan sekitarnya).
I-17
KAWASAN STRATEGIS 7(TUJUH) SENTRA INDUSTRI PERDAGANGAN : (1) Sentra Tahu dan Tempe Cibuntu, (2) Sentra Rajutan Binongjati, (3) Sentra Kaos Surapati, (4) Sentra Tekstil Cigondewah, (5) Sentra Boneka Sukamulya, (6) Sentra Jeans Cihampelas, serta (7) Sentra Sepatu dan Olahan Kulit Cibaduyut
I-18
I-19
Kota Bandung juga dikenal dengan • Kota Bandung telah ditetapkan keberadaan beberapa sentra industri dan sebagai salah satu Kawasan perdagangan. Sentra dalam hal ini Pengembangan Pariwisata Nasional (KPPN) dan Kawasan Strategis diartikan sebagai tempat atau lokasi usaha Pariwisata Nasional (KSPN) di tertentu yang menghasilkan produk yang Provinsi Jawa Barat (KPPN relatif sama. Berdasarkan RTRW Kota Bandung Kota dan sekitarnya) dan merupakan bagian dari Destinasi Bandung Tahun 2011-2031, terdapat Pariwisata Nasional (DPN kawasan-kawasan strategis yang termasuk BANDUNG–CIWIDEY dan sekitarnya) dalam kawasan yang memiliki nilai strategis dari sudut kepentingan ekonomi Kota Bandung. Kawasan strategis ini diantaranya adalah 7 (tujuh) sentra industri yang meliputi (i) Sentra Sepatu dan Olahan Kulit Cibaduyut, (ii) Sentra Boneka Sukamulya, (iii) Sentra Rajutan Binongjati, (iv) Sentra Tekstil Cigondewah, (v) Sentra Kaos Surapati, (vi) Sentra Jeans Cihampelas, serta (vii) Sentra Tahu dan Tempe Cibuntu.
b.
Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi (economic growth) adalah proses perubahan kondisi perekonomian suatu wilayah secara berkesinambungan menuju keadaan yang lebih baik selama periode tertentu. Pada dasarnya, pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan output agregat (keseluruhan barang dan jasa yang dihasilkan oleh kegiatan perekonomian). Adanya pertumbuhan ekonomi merupakan indikasi keberhasilan pembangunan ekonomi. Tingkat pertumbuhan ekonomi merupakan aspek strategis makro ekonomi yang perlu menjadi perhatian penting dalam menjaga kesinambungan pembangunan. Walaupun begitu, pertumbuhan ekonomi bukanlah merupakan tujuan akhir dari pembangunan. Tujuan utama yang ingin dicapai dalam pembangunan adalah kesejahteraan rakyat seluas-luasnya. Perkembangan Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) Kota Bandung selama 5 (lima) tahun terakhir (tahun 2008–2012) menunjukkan peningkatan yang positif. Jika pada tahun 2008 LPE Kota Bandung mencapai 8,17.%, pada tahun 2012 mengalami kenaikan menjadi 9,40%. Tingkat LPE Kota Bandung ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan kinerja LPE secara nasional. Hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi Kota Bandung relatif lebih baik jika dibandingkan dengan kondisi ekonomi secara nasional. Selama periode 2008-2012, rerata LPE Kota Bandung mencapai 8,59%, sedangkan rerata LPE nasional secara periode 2008-2012 hanya berada di kisaran 5,89%.
I-20
Grafik I.7 Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) Kota Bandung Tahun 2008–2012 dan Perbandingannya dengan Tingkat Nasional (%)
10 Kota Bandung
Nasional
9
9.40
Persentase
8 8.17
8.45
8.34
8.73 Rerata LPE Bandung : 8,59%
7 6 5
6.50 6.10
6.00
6.23
Rerata LPE Nasional : 5,89%
4
4.60
3
2008
2009
2010
2011
2012
Keterangan : LPE Kota Bandung 2008-2012 (Sumber: BPS Kota Bandung). LPE tahun 2012 merupakan angka sangat sementara. LPE Nasional 2008-2012 (Sumber BPS Pusat). LPE Nasional 2012, Sumber: Berita Resmi Statistik BPS No. 14/02/Th. XVI, 5 Februari 2013.
Selain pertumbuhan ekonomi, perkembangan pembangunan ekonomi dan kesejahteraan rakyat Kota Bandung juga perlu dilihat dalam konteks yang lebih luas lagi (multidimensional). Hal ini dikarenakan tingkat pertumbuhan tidak berdiri sendiri dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat secara luas, melainkan saling bertautan (berkorelasi) dengan aspek dan indikator makro lainnya. Dengan kata lain, pertumbuhan ekonomi dipengaruhi dan mempengaruhi indikator-indikator pembangunan lainnya. Hal ini berguna untuk dapat melihat kerangka pertumbuhan dan pembangunan ekonomi, serta kesejahteraan masyarakat secara lebih komprehensif dan holistik.
• Perkembangan laju pertumbuhan ekonomi (LPE) Kota Bandung selama 5 (lima) tahun terakhir (tahun 2008–2012) menunjukkan peningkatan yang positif. Jika pada tahun 2008 LPE Kota Bandung mencapai 8,17.%, pada tahun 2012 mengalami kenaikan menjadi 9.40%.
Tabel berikut menguraikan beberapa indikator makro strategis Kota Bandung untuk dapat melihat pembangunan ekonomi dan kesejahteraan rakyat secara lebih luas.
I-21
Tabel I.4 Indikator Makro Kota Bandung
No
Uraian
Tahun
Satuan 2008
2009
2010
2011
2012*)
1
IPM
78,33
78,71
78,99
79,12
79,32
2
Indeks Pendidikan
89,71
89,83
90,09
90,14
90,25
3
Indeks Kesehatan
80,97
81,08
81,22
81,32
81,35
4
Indeks Daya Beli
64,27
65,22
65,66
65,90
66,35
5
Angka Harapan Hidup (AHH)
73,58
73,65
73,73
73,79
73,81
6
Angka Melek Hurup (AMH)
%
99,50
99,54
99,54
99,55
99,58
7
Standar Hidup Layak Konsumsi per kapita yang Disesuaikan
(Ribu Rp.)
578,13
582,21
584,14
585,15
587,10
8
Rata-rata Lama Sekolah (RLS)
Tahun
10,52
10,56
10,68
10,70
10,74
9
LPE
%
8,17
8,34
8,45
8,73
9.40
10
PDRB (Berlaku)
11
PDRB per Kapita (Berlaku)
12 13 14
Inflasi
Tahun
(Juta Rupiah)
60.444.487
70.281.163
82.002.176
97.451.902
110.669.837
Rupiah
26.365.372
30.455.029
34.688.875
40.400.465
45.069.872
PDRB (Konstan)
(Juta Rupiah)
26.978.909
29.228.272
31.697.282
34.415.522
37.701.954
PDRB per Kapita (Konstan)
Rupiah
11.767.971
12.665.526
13.408.706
14.267.583
15.353.978
%
10,23
2,11
4,53
2,75
4,02
%
15,27
13,28
12,17
10,34
9,17
15
Tingkat Pengangguran Terbuka Sumber: BPS Kota Bandung, 2012 *) Angka sementara
Berdasarkan data yang diuraikan pada tabel tersebut, secara umum indikator makro ekonomi Kota Bandung periode 2008-2012 menunjukkan peningkatan dan pertumbuhan yang cukup signifikan. Hal ini dapat menjadi salah satu indikasi bahwa tingkat kesejahteraan masyarakat Kota Bandung menjadi lebih baik dibandingkan sebelumnya. Adapun penjelasan singkat data-data pada tabel tersebut adalah sebagai berikut: 1)
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kota Bandung yang dapat menunjukkan tingkat pembangunan manusia melalui pengukuran keadaan penduduk menurut usia hidup, pengetahuan, dan hidup layak menunjukkan trend peningkatan setiap tahunnya. Jika pada tahun 2008 IPM Kota Bandung sebesar 78,33, pada tahun 2012 mengalami peningkatan menjadi 79,32. Peningkatan ini tidak terlepas dari hasil kerja keras unsur pemerintah, swasta, akademisi, serta masyarakat. Kinerja pembangunan manusia dalam dimensi ekonomi, pendidikan, dan sosial yang diukur melalui Indeks Pembangunan Manusia (IPM) ini dapat menjadi indikasi bahwa kesejahteraan masyarakat Kota Bandung dari waktu ke waktu mengalami peningkatan.
I-22
Grafik I.8 Perkembangan IPM Kota Bandung Periode 2008-2012
79.32
79.4 79.12
79.2 78.99
Nilai Indeks
79.0 78.71
78.8 78.6 78.4
78.33
78.2 78.0 77.8 2008
2009
2010
2011*
2012**)
Sumber: BPS Kota Bandung, 2008-2012
Peningkatan IPM ini didasari oleh peningkatan indeks parsial pembentuk IPM itu sendiri. IPM merupakan indeks komposit yang merupakan hasil gabungan dari beberapa indeks. Indeks-indeks tersebut adalah Indeks Pendidikan yang dihitung berdasarkan Angka Melek Huruf (AMH) dan Angka Rata-Rata lama Sekolah (RLS), Indeks Kesehatan yang dihitung berdasarkan Angka Harapan Hidup (AHH), serta Indeks Ekonomi yang dihitung berdasarkan kemam-puan/paritas daya beli . Pada tahun 2008, Indeks Pendidikan berada pada nilai 89,71 dan meningkat menjadi 90,25 di tahun 2012. Salah satu penyebab adanya peningkatan dalam indeks pendidikan ialah semakin besarnya proporsi anggaran pendidikan dengan disertai meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan. Peningkatan yang serupa juga terjadi di Indeks Kesehatan. Jika pada tahun 2008 nilai indeks ini berada pada nilai 80,97, pada tahun 2012 meningkat menjadi 81,35. Peningkatan ini menunjukkan bahwa derajat kesehatan masyarakat Kota Bandung secara umum menjadi lebih baik setiap tahunnya. Indeks ekonomi (daya beli) juga cukup meningkat tajam selama periode 2008-2012, dimana pada akhir tahun 2012 sudah berada dikisaran 66,35.
I-23
Grafik I.9 Perkembangan IPM Kota Bandung dan Indeks Parsialnya Periode 2008-2012
IPM
90.09
89.83
89.71
85
Indeks Daya Beli
78.71
78.33
80
78.99
79.32
79.12
65
81.35 66.35
81.32 65.9
81.22 65.66
70
81.08 65.22
75
80.97 64.27
Nilai Indeks
90
Indeks Kesehatan
90.25
95
Indeks Pendidikan
90.14
100
60
2008
2009
2010
2011*
2012**)
Sumber: BPS Kota Bandung, 2008-2012
Jika dilakukan komparasi dengan tingkat nasional dan provinsi Jawa Barat, perkembangan IPM Kota Bandung relatif lebih baik. Pada tingkat nasional, IPM pada tahun 2008 hanya mencapai nilai 71,17 dan meningkat pada tahun 2011 menjadi 72,77. Grafik I.10 Perbandingan IPM Kota Bandung, Provinsi Jawa Barat dan Tingkat Nasional Periode 2008-2011
79 78.33
78.71
78.99
79.12
75 72.77
72.73
72.27
72.29
71.76
69
71.64
71
71.17
73 71.12
Nilai Indeks
77
67 65 2008
2009
Prov. Jawa Barat
2010 Nasional
Sumber: IPM Kota Bandung: BPS Kota Bandung IPM Nasional & Provinsi Jawa Barat: BPS Pusat.
I-24
2011 Kota Bandung
Hal yang tidak jauh berbeda juga terjadi jika dibandingkan dengan Provinsi Jawa Barat. Pada tahun 2008, IPM Provinsi Jawa Barat baru mencapai nilai 71,17 dan meningkat menjadi 72,73 pada tahun 2011. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kesejahteraan masyarakat Kota Bandung relatif lebih baik jika dibandingkan dengan Provinsi Jawa Barat dan Nasional. Selain itu, hal ini juga memberikan indikasi bahwa potensi yang ada di Kota Bandung memiliki keunggulan yang relatif lebih baik dan patut untuk terus dipelihara dan dikembangkan dalam peningkatan pembangunan di segala bidang secara berkelanjutan. Grafik I.11 Trend IPM dan Laju Pertumbuhan Ekonomi Kota Bandung Periode 2008-2012
79.32 79.12
79.2
78.99
9.4 9.4
Nilai IPM
79.0
8.8 8.6
8.73
78.6
78.2
9.2 9.0
78.71
78.8
78.4
9.6
8.4
78.33 8.34
8.45
8.17
8.2 8.0
IPM (Sumbu Kiri)
Pertumbuhan Ekonomi (%)
79.4
7.8 78.0
Pertumbuhan Ekonomi (Sumbu Kanan)
77.8 2008
2009
2010
2011
7.6 7.4
2012
Sumber: BPS Kota Bandung
Jika dilihat trend-nya, perkembangan kenaikan IPM Kota Bandung juga memiliki kaitan yang erat dengan peningkatan pertumbuhan ekonomi yang terjadi selama ini. Beberapa penelitian yang telah dilakukan membuktikan bahwa terdapat hubungan timbal balik (twoway relationship) antara modal manusia (human capital) dan pertumbuhan ekonomi. Pertama adalah dari pertumbuhan ekonomi ke pembangunan manusia (human development). Perekonomian (PDRB) mempengaruhi pembangunan manusia, khususnya melalui aktivitas rumah tangga dan pemerintah. Di sisi lain, dengan semakin tingginya pembangunan manusia, maka akan mempengaruhi ekonomi melalui peningkatan kemampuan atau kapabilitas masyarakat. Sebagai konsekuensinya akan mengakibatkan peningkatan kreativitas dan produktivitas masyarakat. Stabilitas pertumbuhan ekonomi jangka panjang suatu daerah tidak hanya didukung oleh kenaikan stok modal fisik dan jumlah tenaga kerja, tetapi juga peningkatan mutu modal manusia yang memiliki pengaruh kuat terhadap peningkatan kualitas tenaga kerja serta pemanfaatan kemajuan teknologi.
I-25
Dengan menempatkanpeningkatan pembangunan manusia sebagai tujuan akhir dari proses pembangunan Kota Bandung, makadiharapkan dapat menciptakan peluangyang secara langsung menyumbang upaya memperluas dan meningkatkan kemampuan manusia dan kualitas kehidupan masyarakat Kota Bandung itusendiri. 2)
Sebagaimana telah diuraikan di atas, LPE Kota Bandung dalam periode 2008-2012 mengalami trend peningkatan, dimana pada tahun 2012 mencapai 9.40%. Besaran perekonomian yang diindikasikan dengan nilai PDRB juga mengalami perkembangan setiap tahunnya. PDRB Atas Dasar Harga Berlaku Kota Bandung pada tahun 2008 mencapai Rp60,4 triliun dan meningkat menjadi Rp110,7 triliun pada tahun 2012, atau meningkat sebesar 83,09%. Jika dihitung menggunakan PDRB Atas Dasar Harga Konstan, pada tahun 2008 nilainya mencapai Rp27 triliun dan meningkat menjadi Rp37,7 triliun di tahun 2012, atau meningkat sebesar 39,75%. Grafik I.12 Perkembangan PDRB danPertumbuhanEkonomi Kota Bandung Periode 2008-2012
9.4
100,000,000
20,000,000
82,002,176 31,697,282
40,000,000
70,281,163 29,228,272
60,000,000
60,444,487 26,978,909
80,000,000
9.0 8.5 8.0 37,701,954
8.45
8.34
110,669,837
8.17
97,451,902 34,415,522
Nilai PDRB (Rp Juta)
120,000,000
9.5
8.73
7.5 7.0
LPE (%)
140,000,000
6.5 6.0
5.5
0
5.0 2008
2009
2010
PDRB (Berlaku)
2011* PDRB (Konstan)
2012**) LPE
Sumber: BPS Kota Bandung
3)
Meningkatnya kesejahteraan/kemakmuran masyarakat merupakan salah satu tujuan utama dalam pembangunan. Indikasi kesejahteraan masyarakat ini dapat ditunjukkan dengan pendapatan per kapita (PDRB per kapita atas dasar harga konstan) Kota Bandung yang menunjukkan kemajuan yang cukup berarti. Jika pada tahun 2008 pendapatan per kapita baru mencapai Rp11,8 juta/orang, maka pada tahun 2012 mengalami peningkatan yang cukup signifikan menjadi Rp15,4 juta/orang. Jika menggunakan harga berlaku, pendapatan per kapita Kota Bandung pada tahun 2012 telah mencapai Rp45,1 juta/orang, dimana mengalami peningkatan sebesar 70,9% jika dibandingkan dengan tahun 2008 yang hanya Rp26,4 juta/orang.
I-26
Grafik I.13 Perkembangan Pendapatan Per Kapita Kota Bandung Periode 2008-2012
60
Pendapatan perkapita (Harga Berlaku) Pendapatan perkapita (Harga Konstan)
50
45.07 40.40
Rp Jutaan
40
34.69 30.46
30
26.37
20
13.41
12.67
11.77
15.35
14.27
10 2008
2009
2010
2011
2012
Sumber: BPS Kota Bandung
Jika dibandingkan dengan tingkat nasional, pendapatan per kapita (atas dasar harga konstan) Kota Bandung berada di atas level nasional. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kesejahteraan masyarakat Kota Bandung relatif lebih baik jika dibandingkan dengan rata-rata tingkat nasional. Pada tahun 2008 pendapatan perkapita nasional (atas dasar harga konstan) berada di level Rp9,31 juta/orang dan meningkat di tahun 2011 menjadi sebesar Rp10,16 juta/orang. Grafik I.14 Perbandingan Pendapatan Perkapita (PDRB Per Kapita Harga Konstan) Kota Bandung dan Tingkat Nasional Periode 2008-2012
20
Kota Bandung Nasional Linear (Nasional)
18 16
Rp Juta
14 12
11.77
13.41
12.67
14.27
10 8 6
9.11
9.41
9.74
10.16
2008
2009
2010
2011
15.35
?
4 2 0
Sumber:
I-27
2012
PDRB perkapita Kota Bandung (BPS Kota Bandung) PDRB perkapita Nasional (BPS Pusat) olahan
4) Kota Bandung mengalami penurunan laju inflasi dari 5,13% pada triwulan III tahun 2012 menjadi 4,02% (yoy) pada triwulan IV tahun 2012. Penurunan tajam laju inflasi pada 1 triwulan IV dialami komponen volatile foods . Grafik I.15 Inflasi Tahunan Kota Bandung Periode 2011-2012
Sumber:Kantor Bank IndonesiaBandung, KajianEkonomi Regional ProvinsiJawa Barat Triwulan IV-2012.
Berdasarkan kelompok barang dan jasa, penurunan tekanan inflasi yang signifikan terjadi di kelompok bahan makanan disusul kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar. Dari kelompok bahan makanan, sub-kelompok sayur-sayuran, bumbubumbuan, dan buah-buahan mengalami penurunan laju inflasi tertinggi. Tabel I.5 Inflasi Tahunan Kota Bandung Menurut Kelompok Barang dan Jasa
No .
2011
Kelompok
Tw.1
Tw.2
2012
Tw.3
Tw.4
Tw.1
Tw.2
Tw.3
Tw.4 6,54
Bahanmakanan
9,31
7,10
2,42
3,60
6,81
7,94
10,31
2
Makanan jadi,minuman,rokok dan tembakau
1,81
2,35
1,89
2,16
4,64
5,32
6,58
7,76
3
Perumahan,air,listrik,gas bahanbakar
2,18
1,93
0,63
2,69
2,97
3,20
3,47
1,53
4
Sandang
3,36
4,00
3,67
1,95
0,95
-0,18
0,79
0,70
5
Kesehatan
0,98
3,70
3,13
3,21
3,35
0,97
1,08
1,13
1
dan
1
Inflasi komoditas bergejolak (volatile foods) adalah inflasi kelompok komoditas bahan makanan yang perkembangan harganya sangat bergejolak karena faktor-faktor tertentu. Sebagai contoh, inflasi yang terjadi pada beberapa komoditas bahan makanan seperti beras, cabai, dan beberapa jenis sayuran lainnya seringkali berfluktuasi secara tajam karena dipengaruhi oleh kondisi kecukupan pasokan komoditas yang bersangkutan (faktor musim panen, gangguan distribusi, bencana alam, dan hama)..
I-28
No . 6 7
2011
Kelompok Pendidikan,rekreasi dan olahraga Transpor,komunikasi keuangan Umum
dan
jasa
2012
Tw.1 4,00
Tw.2 4,07
Tw.3 6,07
Tw.4 4,60
Tw.1 3,39
Tw.2 3,34
Tw.3 5,86
Tw.4 5,83
2,98
3,52
2,17
1,58
0,75
0,40
0,62
0,63
3,92
3,71
2,17
2,75
3,76
4,00
5,13
4,02
Sumber: Kantor Bank Indonesia Bandung, Kajian Ekonomi Regional Provinsi Jawa Barat Triwulan IV Tahun 2012.
Sedangkan kenaikan inflasi pada sub-kelompok daging dan hasil-hasilnya (dari 5,42% pada Triwulan III Tahun 2012 menjadi 7,79% pada Triwulan IV Tahun 2012), ikan diawetkan (dari 4,04% pada Tiwulan III Tahun 2012 menjadi 7,99% pada Triwulan IV Tahun 2012), serta sub-kelompok telur, susu, dan hasil-hasilnya (dari 2,76% pada Triwulan III Tahun 2012 menjadi 4,18% pada Triwulan IV Tahun 2012) menahan penurunan laju inflasi yang terjadi pada Triwulan IV Tahun 2012. Sejak bulan November 2012 terjadi kenaikan harga daging sapi yang dipicu dengan kelangkaan sapi siap potong. Kondisi ini disebabkan pemerintah yang menghentikan impor daging sapi untuk tahun 2012, karena sejak September karena sudah mencapai kuota impor daging sapi dimana kuota terakhir triwulan IV diimpor pada bulan Desember 2012 sebanyak 15.000 ekor sapi. Selain itu, kenaikan ini diikuti dengan peningkatan harga daging yang 2 melonjak . Grafik I.16 InflasiTahunanJawa Barat Menurut Kota Periode 2010-2012
Sumber:Kantor Bank IndonesiaBandung, KajianEkonomi Regional ProvinsiJawa Barat Triwulan IV-2012.
5)
Salah satu prioritas dalam membangun perekonomian adalah penciptaan lapangan pekerjaan atau berkurangnya tingkat pengangguran. Tingkat pengangguran terbuka Kota Bandung dari waktu ke waktu mengalami penurunan yang cukup signifikan. Jika pada tahun 2008 tingkat pengangguran terbuka sebesar 15,27%, pada tahun 2012 telah
2
Kantor Bank Indonesia Bandung, Kajian Ekonomi Regional Provinsi Jawa Barat Triwulan IV2012.
I-29
berkurang secara signifikan menjadi 9,17% seperti yang diilustrasikan pada grafik 1-17. Pengangguran terbuka (open unemployment) adalah orang yang masuk dalam angkatan kerja (15 tahun ke atas) yang sedang mencari pekerjaan, yang mempersiapkan usaha, yang tidak mencari pekerjaan karena merasa tidak mungkin mendapatkan pekerjaan (sebelumnya dikategorikan sebagai bukan angkatan kerja), dan yang sudah punya pekerjaan tetapi belum mulai bekerja (sebelumnya dikategorikan pekerjaan bekerja), dan pada waktu yang bersamaan mereka tak bekerja (jobless). Penurunan tingkat pengangguran ini selaras dengan tingkat pertumbuhan ekonomi yang semakin meningkat. Meningkatnya aktivitas perekonomian pada beberapa sektor perekonomian, mendorong penyerapan tenaga kerja yang lebih besar, terutama pada sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan, hotel, dan restoran. Selain itu, dukungan kebijakan pemerintah daerah Kota Bandung dalam aspek ketenagakerjaan (pro-job) juga memberikan kontribusi terhadap penurunan tingkat pengangguran yang ada. Grafik I.17 Perkembangan Tingkat Pengangguran Terbuka dan Pertumbuhan Ekonomi Kota Bandung Periode 2008-2012
15.27
16 13.28 12.17
LPE (%)
9.0
14 8.73
12 10
8.5
10.34 9.17
8.45
8.0
18
8.17
8.34 Pertumbuhan Ekonomi (Sumbu Kiri) Pengangguran Terbuka (Sumbu Kanan)
7.5
8
6
Tk. Pengangguran (%)
9.40
9.5
4 2 0
2008
2009
2010
2011*
2012**)
Sumber: BPS Kota Bandung
Dari grafik 1-17 tersebut terlihat bahwa terdapat korelasi antara peningkatan pertumbuhan ekonomi dan penurunan tingkat pengangguran di Kota Bandung. Diharapkan dengan semakin meningkatnya pertumbuhan ekonomi Kota Bandung setiap tahunnya ke depan, maka dapat memperluas kesempatan kerja, yang pada akhirnya dapat meminimalisasi tingkat pengangguran yang ada.
I-30