Bea Meterai
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK Direktorat Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat
Bea Meterai
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK Direktorat Penyuluhan Pelayanan dan Hubungan Masyarakat
4
3
DAFTAR ISI DAFTAR ISI............................................................................................ 3 1. KETENTUAN UMUM..................................................................... 4 A. PENGERTIAN-PENGERTIAN.......................................................... 4 B. SAAT TERUTANG BEA METERAI.................................................. 4 C. PIHAK YANG TERUTANG BEA METERAI...................................... 5 D. OBJEK BEA METERAI................................................................... 6 E. BUKAN OBJEK BEA METERAI....................................................... 7 F. TARIF BEA METERAI..................................................................... 8 2. BENDA METERAI, PENGGUNAAN, DAN PELUNASANNYA............. 11 A. PELUNASAN BEA METERAI DENGAN MEMBUBUHKAN ANDA BEA METERAI LUNAS DENGAN MESIN TERAAN METERAI........ 12 1) JANGKA WAKTU....................................................................... 13 2) PENYETORAN ULANG DEPOSIT.............................................. 13 3) PENCABUTAN ATAU PEMBETULAN IZIN PEMBUBUHAN TANDA BEA METERAI LUNAS DENGAN MESIN TERAAN DIGITAL..................................................................................... 14 4) BENTUK TERAAN BEA METERAI LUNAS DENGAN MESIN TERAAN METERAI DIGITAL..................................................... 16 5) KETENTUAN LAIN.................................................................... 16 B. PELUNASAN BEA METERAI DENGAN MEMBUBUHKAN TANDA BEA METERAI LUNAS DENGAN TEKNOLOGI PERCETAKAN............................................................................... 17 1) PERSYARATAN.......................................................................... 17 2) JANGKA WAKTU PENYELESAIAN............................................ 18 3) KEWAJIBAN WP YANG TELAH MENDAPAT IZIN..................... 18 4) KETENTUAN LAIN.................................................................... 18 C. PELUNASAN BEA METERAI DENGAN MEMBUBUHKAN TANDA BEA METERAI LUNAS DENGAN SISTEM KOMPUTERISASI.......................................................................... 19 KUMPULAN PERATURAN TERKAIT BEA METERAI......................... 23
4
1. KETENTUAN UMUM A. PENGERTIAN-PENGERTIAN 1. Dokumen adalah kertas yang berisikan tulisan yang mengandung arti dan maksud tentang perbuatan, keadaan atau kenyataan bagi seseorang dan/atau pihakpihak yang berkepentingan; 2. Benda meterai adalah meterai tempel dan kertas meterai yang dikeluarkan oleh Pemerintah Republik Indonesia; 3. Tanda tangan adalah tanda tangan sebagaimana lazimnya dipergunakan, termasuk pula paraf, teraan atau cap tanda tangan atau cap paraf, teraan cap nama atau tanda lainnya sebagai pengganti tanda tangan; 4. Pemeteraian kemudian adalah suatu cara pelunasan Bea Meterai yang dilakukan oleh Pejabat Pos atas permintaan pemegang dokumen yang Bea Meterai-nya belum dilunasi sebagaimana mestinya; 5. Pejabat Pos adalah Pejabat Perusahaan Umum Pos dan Giro yang diserahi tugas melayani permintaan pemeteraian kemudian.
B. SAAT TERUTANG BEA METERAI aat terutang Bea Meterai sangat perlu diketahui karena S akan menentukan besarnya tarif Bea Meterai yang berlaku dan juga berguna untuk menentukan daluarsa pemenuhan Bea Meterai dan denda admininistrasi yang terutang. Saat terutang Bea Meterai ditentukan oleh jenis dan dimana suatu dokumen dibuat. Pasal 5 UU Bea Meterai menentukan saat terutang Bea Meterai sebagai berikut:
5
1. Dokumen yang dibuat oleh satu pihak, adalah pada saat dokumen itu diserahkan; >> yang dimaksud saat dokumen itu diserahkan termasuk saat dokumen tersebut diterima oleh pihak untuk siapa dokumen itu dibuat, bukan pada saat ditanda tangani, misalnya kuintansi, cek, dan sebagainya. 2. Dokumen yang dibuat oleh lebih dari salah satu pihak, adalah pada saat selesainya dokumen dibuat, yang ditutup dengan pembubuhan tanda tangan dari yang bersangkutan. Sebagai contoh surat perjanjian jual beli. Bea Meterai terutang pada saat ditanda tanganinya perjanjian tersebut. 3. Dokumen yang dibuat di luar negeri adalah pada saat digunakan di Indonesia.
C. PIHAK YANG TERUTANG BEA METERAI Pasal 6 UU Bea Meterai menentukan bahwa Bea Meterai terutang oleh pihak yang menerima atau pihak yang mendapat manfaat dari dokumen, kecuali pihak atau pihakpihak yang bersangkutan menentukan lain. Selanjutnya dalam penjelasan Pasal 6 tersebut dijelaskan subjek Bea Meterai untuk tiap-tiap jenis dokumen adalah sebagai berikut: 1. Dalam hal dokumen dibuat sepihak, misalnya kuitansi, Bea Meterai terutang oleh penerima kuitansi. 2. Dalam hal dokumen dibuat oleh 2 (dua) pihak atau lebih, misalnya surat perjanjian di bawah tangan, maka masingmasing pihak terutang Bea Meterai atas dokumen yang diterimanya. 3. Jika surat perjanjian dibuat dengan Akta Notaris,
6
maka Bea Meterai yang terutang baik atas asli sahih yang disimpan oleh Notaris maupun salinannya yang diperuntukkan pihak-pihak yang bersangkutan terutang oleh pihak-pihak yang mendapat manfaat dari dokumen tersebut, yang dalam contoh ini adalah pihak-pihak yang mengadakan perjanjian. Jika pihak atau pihak-pihak yang bersangkutan menentukan lain, maka Bea Meterai terutang oleh pihak atau pihak-pihak yang ditentukan dalam dokumen tersebut.
D. OBJEK BEA METERAI Dokumen yang dikenakan Bea Meterai adalah: 1. surat perjanjian dan surat-surat lainnya yang dibuat dengan tujuan untuk digunakan sebagai alat pembuktian mengenai perbuatan, kenyataan, atau keadaan yang bersifat perdata. 2. akta-akta notaris sebagai salinannya. 3. akta-akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) termasuk rangkap-rangkapnya. 4. surat yang memuat jumlah uang, yaitu; a. yang menyebutkan penerimaan uang; b. yang menyatakan pembukuan uang penyimpanan uang dalam rekening di bank;
atau
c. yang berisi pemberitahuan saldo rekening di bank; dan d. yang berisi pengakuan bahwa utang uang seluruhnya atau sebagiannya telah dilunasi atau diperhitungkan. 5. surat berharga seperti wesel, promes, aksep , dan cek. 6. efek dalam nama dan bentuk apapun
7
E. BUKAN OBJEK BEA METERAI 1. Dokumen yang berupa : a. surat penyimpanan barang; b. konosemen;
c. surat angkutan penumpang dan barang;
d. keterangan pemindahan yang dituliskan di atas dokumen sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c;
e. bukti untuk pengiriman dan penerimaan barang;
f. surat pengiriman barang untuk dijual atas tanggungan pengirim; g. surat-surat lainnya yang dapat disamakan dengan surat-surat sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai huruf f. 2. segala bentuk Ijazah; 3. tanda terima gaji, uang tunggu, pensiun, uang tunjangan, dan pembayaran lainnya yang ada kaitannya dengan hubungan kerja serta surat-surat yang diserahkan untuk mendapatkan pembayaran itu; 4. tanda bukti penerimaan uang Negara dari kas Negara, Kas Pemerintah Daerah, dan bank; 5. kuitansi untuk semua jenis pajak dan untuk penerimaan lainnya yang dapat disamakan dengan itu dari Kas Negara, Kas Pemerintahan Daerah dan bank; 6. tanda penerimaan uang yang dibuat untuk keperluan intern organisasi; 7. dokumen yang menyebutkan tabungan, pembayaran uang tabungan kepada penabung oleh bank, koperasi, dan badan-badan lainnya yang bergerak di bidang tersebut;
8
8. surat gadai yang diberikan oleh Perusahaan Jawatan Pegadaian; 9. tanda pembagian keuntungan atau bunga dari efek, dengan nama dan dalam bentuk apapun.
F. TARIF BEA METERAI Tarif Bea Meterai UU Nomor 13 Tahun 1985
PP Nomor 7 Tahun 1995
PP Nomor 24 Tahun 2000
Surat Perjanjian dan suratsurat lainnya (a.l. Surat Kuasa, surat hibah, surat pernyataan) yang dibuat dengan tujuan untuk digunakan sebagai alat pembuktian mengenai perbuatan, kenyataan/ keadaan yang bersifat perdata.
Rp 1.000,00
Rp 2000,00
Rp 6.000,00
2,
Akta Notaris dan salinannya
Rp 1.000,00
Rp 2000,00
Rp 6.000,00
3.
Akta yang dibuat PPAT termasuk rangkapannya
Rp 1.000,00
Rp 2000,00
Rp 6.000,00
Surat yang memuat sejumlah uang lebih dari Rp 1 juta (harga nominal yang dinyatakan dalam mata uang asing) a. Yang menyebutkan penerimaan uang; b. Yang menyatakan pembukuan uang atau penyimpanan uang dalam rekening di bank; c. Yang berisi berisi pemberitahuan saldo rekening di bank, dan d. Yang berisi pengakuan bahwa utang uang seluruhnya atau sebagian telah dilunasi atau diperhitungkan.
Rp 1.000,00
Rp 2000,00
Rp 6.000,00
No.
1.
4,a.
Dokumen
9
Tarif Bea Meterai No.
4.b.
4c
Dokumen
UU Nomor 13 Tahun 1985
PP Nomor 7 Tahun 1995
PP Nomor 24 Tahun 2000
Surat yang memuat jumlah uang lebih dari Rp 250.000,00 tetapi tidak lebih dari Rp 1.000.000,00
Rp 500,00
Rp 1.000,00
Rp 3.000,00
Surat yang memuat jumlah uang lebih dari Rp 100.000,00 tetapi tidak lebih dari Rp 250.000,00
Rp 500,00
Tidak terutang
Tidak dikenakan
4d
Surat yang memuat jumlah uang tidak lebih dari Rp 1.00.000,00
Tidak terutang
Tidak terutang
Tidak dikenakan
5a
Surat berharga seperti wesel, promes,dan aksep yang harga nominalnya lebih5 dari Rp 1.000.000,00
Rp 1.000,00
Rp 2000,00
Rp 6.000,00
5b
Surat berharga seperti wesel, promes, dan aksep yang hargaa nominalnya lebih dari Rp 250.000,00 tetapi tidak lebih dari Rp 1.000.000,00
Rp 500,00
Rp 1000,00
Rp 3.000,00
5c
Surat berharga seperti wesel, promes,dan aksep yang hargaa nominalnya tidak lebih dari Rp 250000,00
Rp 500,00
Tidak terutang
Tidak dikenakan
5d
Surat berharga seperti wesel, promes,dan aksep yang hargaa nominalnya tidak lebih dari Rp 100.000,00
Tidak terutang
Tidak terutang
Tidak dikenakan
6a
Cek dan bilyet giro yang harga nominalnya lebih dari Rp 1.000.000,-
Rp 1000,00
Rp 1000,00
Rp 3.000,00
Cek dan bilyet giro yang harga nominalnya lebih dari Rp 250.000,- terapi tidak ebih dari Rp 1.000.000,--
Rp500,00
Rp 1000,00
Rp 3.000,00
6b
10
Tarif Bea Meterai UU Nomor 13 Tahun 1985
PP Nomor 7 Tahun 1995
PP Nomor 24 Tahun 2000
Cek dan bilyet giro yang harga nominalnya lebih dari Rp 100.000,00 tetapi tidak lebh dari Rp 250.000,00
Rp 500,00
Rp 1000,00
Rp 3.000,00
6d
Cek dan bilyet giro yang harga nominalnya tidak lebih dari Rp 100.000,-
Tdk terutang *)
Rp 1000,00
Rp 3.000,00
7a
Efek yang harga nominalnya lebih dari Rp 1.000.000
Rp 1.000,00
Rp 2.000,00
Rp 6.000,00
7b
Efek yang harga nominalnya lebih dari Rp 250.000.,00 tetapi tidak lebih dari Rp 1,000,000,00
Rp 500,00
Rp 1.000,00
Rp 3.000,00
Efek yang harga nominalnya lebih dari Rp 100.000.,00 tetapi tidak lebih dari Rp 250000,00
Rp 500,00
Tidak terutang
Rp 3.000,00
Efek yang harga nominalnya tidak lebih dari Rp 100.000.,00
Tidak terutang
Tidak terutang
Rp 3.000,00
Dokumen yang akan digunakan sebagai alat bukti di muka pengadilan melputi : a. Surat-surat biasa dan surat kerumah-tanggaan; b. Surat-surat yang semula tidak dikenakan bea meterai berdasarkan tujuannya, jika digunakan untuk tujuan lain atau digunakan oleh orang lain, selain dari masksud semula.
Rp 1.000,00
Rp 2000,00
Rp 6.000,00
No.
Dokumen
6c
7c
7d
8.
11
2. BENDA METERAI, PENGGUNAAN, DAN PELUNASANNYA Bea Meterai atas dokumen dilunasi dengan cara : 1. Menggunakan benda meterai; Meterai Tempel • Meterai tempel direkatkan seluruhnya dengan utuh dan tidak rusak di atas dokumen yang dikenakan Bea Meterai. • Meterai tempel direkatkan di tempat dimana tanda tangan akan dibubuhkan. • Pembubuhan tanda tangan disertai dengan pencatuman tanggal, bulan, dan tahun dilakukan dengan tinta atau yang sejenis dengan itu, sehingga sebagian tanda tangan ada di atas kertas dan sebagian lagi di atas meterai tempel. • Jika digunakan lebih dari satu meterai tempel, tanda tangan harus dibubuhkan sebagian di atas semua meterai tempel dan sebagian di atas kertas 2. Menggunakan cara lain yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan. a. Pelunasan Bea Meterai Dengan Membubuhkan Tanda Bea Meterai Lunas Dengan Mesin Teraan Meterai b. Pelunasan Bea Meterai Dengan Membubuhkan Tanda Bea Meterai Lunas Dengan Teknologi Percetakan c. Pelunasan Bea Meterai Dengan Membubuhkan Tanda Bea Meterai Lunas Dengan Sistem Komputerisasi
12
A. PELUNASAN BEA METERAI DENGAN MEMBUBUHKAN TANDA BEA METERAI LUNAS DENGAN MESIN TERAAN METERAI Syarat Pelunasan Bea Meterai dengan menggunakan Mesin Teraan Meterai: 1. WP mengajukan Surat Permohonan Izin secara tertulis kepada Kepala KPP tempat WP terdaftar, dengan melampirkan: a. Surat Keterangan Layak Pakai dari distributor Mesin Teraan Meterai Digital; dan b. Surat Pernyataan Kepemilikan Mesin Teraan Meterai Digital menggunakan format dari Lampiran 1 PER-66/ PJ/2010 2. WP harus membayar deposit sebesar Rp15.000.0000,00 (15 juta) atau kelipatannya dengan menggunakan SSP. a. Penyetoran deposit sebesar Rp15.000.000,00 atau kelipatannya adalah penyetoran dalam satu SSP sebesar Rp15.000.000,00 - Rp30.000.000,00 atau Rp45.000.000,00 dan seterusnya, dan bukan merupakan jumlah penyetoran yang terpecah-pecah dalam beberapa SSP b. MAP/KJP: 411611 c. KJS: untuk digit pertama adalah angka “2”, untuk digit ke-2 dan ke-3 diisi: 1) angka “01” jika WP hanya memiliki 1 (satu) unit Mesin Teraan Meterai Digital; atau 2) sesuai dengan nomor urut dilakukannya pendaftaran Mesin Teraan Meterai Digital jika WP punya lebih dari 1 (satu) unit Mesin Teraan Digital.
13
Untuk ketentuan sebelum berlakunya PER - 45/PJ/2008 (29 April 2008) ini, WP yang dapat diberikan izin untuk menggunakan Mesin Teraan Meterai adalah WP yang menerbitkan dokumen dengan jumlah rata-rata setiap hari minimal 50 dokumen.
1) JANGKA WAKTU 1. Jangka waktu penerbitan Surat Izin: paling lambat 7 (tujuh) hari sejak surat permohonan diterima lengkap. 2. Jangka waktu pemberian kode deposit: paling lambat 3 (tiga) hari sejak tanggal pembayaran deposit. KETENTUAN LAMA (PER-45/PJ/2008) Izin pembubuhan tanda Bea Meterai Lunas dengan Mesin Teraan Meterai Digital berlaku selama 4 (empat) tahun sejak tanggal ditetapkan dan dapat diperpanjang. Prosedur perpanjangan izin sesuai/ sama dengan prosedur penerbitan izin baru. KETENTUAN BARU (PER-66/PJ/2010) TIDAK DIATUR masa berlaku Izin Pembubuhan Tanda Bea Meterai Lunas dengan Mesin Teraan Meterai Digital
2) PENYETORAN ULANG DEPOSIT 1 WP harus menyetor ulang deposit apabila terjadi kesalahan sebagai berikut : a. Melakukan penyetoran deposit namun tidak sebesar Rp15.000.000,00 (lima belas juta rupiah)
14
atau kelipatannya dalam satu Surat Setoran Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2); b. Melakukan penyetoran deposit namun tidak menggunakan Kode Akun Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3); c. Melakukan penyetoran deposit namun tidak menggunakan Kode Jenis Setoran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (4); atau d. Identitas Wajib Pajak pada Surat Setoran Pajak yang berbeda dengan identitas Wajib Pajak pada Surat Izin Pembubuhan Tanda Bea Meterai Lunas Dengan Mesin Teraan Meterai Digital. Akibat dari kesalahan tersebut di atas, setoran yang dilakukan tidak dapat membangkitkan Kode Deposit. 2 WP dapat melakukan Pemindahbukuan untuk memperhitungkan kelebihan deposit akibat kesalahan diatas dengan cara : Pemindahbukuan hanya dapat dilakukan ke Kode Akun Pajak dan KJS SELAIN Kode Akun Pajak (411611) dan KJS (2xx) untuk penyetoran deposit Mesin Teraan Meterai Digital.
3) PENCABUTAN ATAU PEMBETULAN IZIN PEMBUBUHAN TANDA BEA METERAI LUNAS DENGAN MESIN TERAAN DIGITAL Pencabutan Izin Pembubuhan Tanda Bea Meterai Lunas dengan Mesin Teraan Meterai Digital disebabkan oleh : a) Mesin Teraan Meterai Digital mengalami kerusakan sehingga tidak dapat digunakan lagi.Hal ini dibuktikan dengan Surat Pernyataan dari Distributor Mesin Teraan Meterai Digital
15
b) Wajib Pajak mengajukan pembubuhan, misalnya:
pencabutan
izin
i WP sudah tidak lagi melaukan pembubuhan tanda Bea Meterai Lunas dengan Mesin Teraan Meterai Digital, atau ii WP Pindah domisili sehingga tidak lagi terdaftar di KPP sebagaimana ditetapkan dalam Surat Izin Pembubuhan iii Kantor Pelayanan Pajak menemukan Mesin Teraan Meterai Digital digunakan tidak sesuai dengan izin pembubuhan tanda Bea Meterai lunas. Dalam hal dilakukan Pencabutan Surat Izin Pembubuhan Tanda Bea Meterai Lunas Dengan Mesin Teraan Meterai Digital dikarenakan Mesin Teraan meterai Digital mengalami kerusakan atau WP mengajukan pencabutan izin pembubuhan,atas saldo deposit yang tersisa dapat dilakukan Pemindahbukuan. Pemindahbukuan hanya dapat dilakukan ke Kode Akun Pajak dan KJS SELAIN Kode Akun Pajak (411611) dan KJS (2xx) untuk penyetoran deposit Mesin Teraan Meterai Digital. Dalam hal dilakukan Pencabutan Surat Izin Pembubuhan Tanda Bea Meterai Lunas Dengan Mesin Teraan Meterai Digital dikarenakan Kantor Pelayanan Pajak menemukan Mesin Teraan Meterai Digital digunakan tidak sesuai dengan izin pembubuhan tanda Bea Meterai lunas, atas saldo deposit masih tersisa tidak dapat dilakukan Pemindahbukuan.
16
4) BENTUK TERAAN BEA METERAI LUNAS DENGAN MESIN TERAAN METERAI DIGITAL Paling sedikit memiliki unsur-unsur sebagai berikut: 1. logo dan tulisan Direktorat Jenderal Pajak, 2. logo dan/atau tulisan Wajib Pajak pelaksana pembubuhan tanda Bea Meterai Lunas dengan Mesin Teraan Meterai Digital, 3. tulisan METERAI TERAAN, 4. tulisan nominal tarif Bea Meterai, 5. tulisan tanggal, bulan, dan tahun dilaksanakannya pembubuhan tanda Bea Meterai Lunas dengan Mesin Teraan Meterai Digital, 6. nomor mesin, dan 7. kode unik. Warna teraan Bea Meterai lunas dengan Mesin Teraan Meterai Digital adalah warna merah
5) KETENTUAN LAIN 1. Penggunaan Mesin Teraan Meterai Digital tanpa izin tertulis dari Dirjen Pajak dikenakan sanksi pidana berdasarkan Pasal 14 UU 13 tahun 1985 tentang Bea Meterai; 2. Bea Meterai yang kurang dilunasi karena kelebihan pemakaian, dikenakan denda administrasi sebesar 200% dari Bea Meterai yang kurang dibayar. 3. Penggunaan mesin teraan meterai yang melewati masa berlakunya izin yang diberikan, dikenakan sanksi pencabutan izin. 4. Penyampaian laporan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak setempat yang melewati batas waktu yang telah ditentukan dikenakan sanksi pencabutan izin.
17
B. PELUNASAN BEA METERAI DENGAN MEMBUBUHKAN TANDA BEA METERAI LUNAS DENGAN TEKNOLOGI PERCETAKAN 1) PERSYARATAN 1. Bea Meterai dengan teknologi percetakan hanya diperkenankan untuk dokumen berbentuk cek, bilyet giro, dan efek dengan nama dan dalam bentuk apapun. 2. Mengajukan permohonan secara tertulis kepada Dirjen Pajak dengan mencantumkan: • jenis dokumen yang akan dilunasi Bea Meterai; dan • jumlah Bea Meterai yang telah dibayar. 3. WP harus membayar Bea Meterai di muka sebesar jumlah dokumen yang harus dilunasi Bea Meterai dengan menggunakan SSP. • MAP: 411611 • KJS: 100 4. WP/ Perusahaan yang mendapat izin Direktur Jenderal Pajak untuk melaksanakan pembubuhan Bea Meterai Lunas dengan teknologi percetakan adalah: • Perum Peruri; • Perusahaan percetakan sekuriti yang mendapat izin Badan Koordinasi Pemberantasan Uang Palsu (Botasupal) dan ditunjuk Bank Indonesia untuk mencetak warkat baku otomasi kliring, yaitu: • PT Wahyu Abadi
18
• PT Graficindo Megah Utama • PT Swadarhama Eragrafindo Sarana • PT Jasuindo Tiga Perkasa • PT Sandipala Arthaputra • PT Aria Multi Graphia • PT Cicero Indonesia • PT Royal Standard • PT Stacopa Raya
2) JANGKA WAKTU PENYELESAIAN Jangka waktu penyelesaian paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak permohonan diterima lengkap.
3) KEWAJIBAN WP YANG TELAH MENDAPAT IZIN Menyampaikan laporan bulanan kepada Direktur Jenderal Pajak paling lamabat tanggal 10 setiap bulan.
4) KETENTUAN LAIN 1. Bea Meterai yang tertera pada cek, bilyet giro dan efek yang belum dipergunakan dapat dialihkan untuk pengisian deposit mesin teraan meterai, pembubuhan Bea Meterai dengan tekonologi percetakan atau dengan sistem komputerisasi. Jika ingin melakukan pengalihan harus mengajukan permohonan secara tertulis kepada Direktur Jenderal Pajak dengan mencatumkan alasan secara tertulis dan jumlah yang akan dialihkan. 2. WP yang melakukan pelunasan Bea Meterai dengan teknologi percetakan tanpa izin tertulis dari Direktur
19
Jenderal Pajak dikenakan sanksi pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun (sesuai Pasal 14 UU 13 tahun 1985 tentang Bea Meterai). 3. Jika laporan bulanan disampaikan melewati batas waktu yang telah ditentukan dikenakan sanksi pencabutan izin.
C. PELUNASAN BEA METERAI DENGAN MEMBUBUHKAN TANDA BEA METERAI LUNAS DENGAN SISTEM KOMPUTERISASI • Pelunasan Bea Meterai dengan membubuhkan tanda Bea Meterai Lunas dengan sistem komputerisasi hanya diperkenankan untuk dokumen yang berbentuk surat yang memuat jumlah uang dengan jumlah rata-rata pemeteraian setiap hari minimal sebanyak 100 dokumen. • Penerbit dokumen yang akan melakukan pelunasan Bea Meterai dengan membubuhkan tanda Bea Meterai Lunas dengan sistem komputerisasi, harus mengajukan permohonan izin secara tertulis kepada Direktur Jenderal Pajak dengan mencantumkan jenis dokumen dan perkiraan jumlah rata-rata dokumen yang akan dilunasi Bea Meterai setiap hari. • Penerbit dokumen yang akan melakukan pelunasan Bea Meterai dengan membubuhkan tanda Bea Meterai Lunas dengan sistem komputerisasi harus melakukan pembayaran Bea Meterai di muka minimal sebesar perkiraan jumlah dokumen yang harus dilunasi Bea Meterai setiap bulan, dengan menggunakan Surat Setoran ke Kas Negara. • Penerbit dokumen yang mendapatkan izin pelunasan Bea Meterai dengan membubuhkan tanda Bea Meterai Lunas
20
dengan sistem komputerisasi harus menyampaikan laporan bulanan tentang realisasi penggunaan dan saldo Bea Meterai kepada Direktur Jenderal Pajak paling lambat tanggal 15 setiap bulan. • Izin pelunasan Bea Meterai dengan membubuhkan tanda Bea Meterai Lunas dengan sistem komputerisasi berlaku selama saldo Bea Meterai yang telah dibayar pada saat mengajukan izin masih mencukupi kebutuhan pemeteraian 1 (satu) bulan berikutnya. • Penerbit dokumen yang mempunyai saldo Bea Meterai kurang dari estimasi kebutuhan satu bulan, harus mengajukan permohonan izin baru dengan terlebih dahulu melakukan pembayaran Bea Meterai di muka minimal sebesar kekurangan yang harus dipenuhi untuk mencukupi kebutuhan 1 (satu) bulan. • Bea Meterai yang belum dipergunakan karena sesuatu hal, dapat dialihkan untuk pengisian deposit mesin teraan meterai, atau pencetakan tanda Bea Meterai Lunas dengan teknologi percetakan. • Penerbit dokumen yang akan melakukan pengalihan Bea Meterai sebagaimana dimaksud ayat (1), harus mengajukan permohonan secara tertulis kepada Direktur Jenderal Pajak dengan mencantumkan alasan dan jumlah Bea Meterai yang akan dialihkan. • Pelunasan Bea Meterai dengan membubuhkan tanda Bea Meterai Lunas dengan sistem komputerisasi tanpa izin tertulis Direktur Jenderal Pajak dikenakan sanksi pidana berdasarkan Pasal 14 Undang-undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai. • Bea Meterai kurang bayar yang disebabkan oleh kelebihan pemakaian dari pembayaran di muka yang dilakukan, dikenakan sanksi denda administrasi sebesar
21
200 % dari Bea Meterai kurang bayar. • Pembubuhan tanda Bea Meterai Lunas dengan sistem komputerisai yang melewati masa berlakunya izin yang diberikan, dikenakan sanksi pencabutan izin. • Penyampaian laporan kepada Direktur Jenderal Pajak yang melewati batas waktu yang telah ditentukan dikenakan sanksi pencabutan izin.
22
23
KUMPULAN PERATURAN TERKAIT BEA METERAI
24
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1985 TENTANG BEA METERAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa Pembangunan Nasional menuntut keikutsertaan segenap warganya untuk berperan menghimpun dana pembiayaan yang memadai, terutama harus bersumber dari kemampuan dalam negeri, hal mana merupakan perwujudan kewajiban kenegaraan dalam rangka mencapai tujuan Pembangunan Nasional; b. bahwa Bea Meterai yang selama ini dipungut berdasarkan Aturan Bea Meterai 1921 (Zegelverordening 1921) tidak sesuai lagi dengan keperluan dan perkembangan keadaan di Indonesia; c. bahwa sehubungan dengan hal tersebut di atas, perlu diadakan pengaturan kembali tentang Bea Meterai yang lebih bersifat sederhana dan mudah dilaksanakan oleh masyarakat;
25
d. bahwa untuk mencapai maksud tersebut di atas perlu dikeluarkan undang-undang baru mengenai Bea Meterai yang menggantikan Aturan Bea Meterai 1921 (Zegelverordening 1921); Menimbang : 1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), dan Pasal 23 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945; 2. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3262);
Dengan persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN : Dengan mencabut Aturan Bea Meterai 1921 (Zegelverordening 1921) (Staatsblad Tahun 1921 Nomor 498) sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-undang Nomor 2 Prp Tahun 1965 (Lembaran Negara Tahun 1965 Nomor 121), yang telah ditetapkan menjadi Undang-undang dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1960 (Lembaran Negara Tahun 1969 Nomor 38). Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG BEA METERAI
26
BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 (1)
Dengan nama Bea Meterai di kenakan pajak atas dokumen yang disebut dalam Undang-undang ini. (2) Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan : a. Dokumen adalah kertas yang berisikan tulisan yang mengandung arti dan maksud tentang perbuatan, keadaan atau kenyataan bagi seseorang dan/atau pihak-pihak yang berkepentingan; b. Benda meterai adalah meterai tempel dan kertas meterai yang dikeluarkan oleh Pemerintah Republik Indonesia; c. Tandatangan adalah tandatangan sebagaimana lazimnya dipergunakan, termasuk pula paraf, teraan atau cap tandatangan atau cap paraf, teraan cap nama atau tanda lainnya sebagai pengganti tandatangan; d. Pemeteraian kemudian adalah suatu cara pelunasan Bea Meterai yang dilakukan oleh Pejabat Pos atas permintaan pemegang dokumen yang Bea Meterai-nya belum dilunasi sebagaimana mestinya; e. Pejabat Pos adalah Pejabat Perusahaan Umum Pos dan Giro yang diserahi tugas melayani permintaan pemeteraian kemudian.
27
BAB II OBYEK, TARIF, DAN YANG TERHUTANG BEA METERAI Pasal 2 (1) Dikenakan Bea Meterai atas dokumen yang berbentuk : a. Surat perjanjian dan surat-surat lainnya yang dibuat dengan tujuan untuk digunakan sebagai alat pembuktian mengenai perbuatan, kenyataan atau keadaan yang bersifat perdata; b. akta-akta notaris termasuk salinannya; c. akta-akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah termasuk rangkap-rangkapnya; d. surat yang memuat jumlah uang lebih dari Rp.1.000.000,- (satu juta rupiah) : 1) yang menyebutkan penerimaan uang; 2) yang menyatakan pembukuan uang atau penyimpanan uang dalam rekening di bank; 3) yang berisi pemberitahuan saldo rekening di bank; 4) yang berisi pengakuan bahwa hutang uang seluruhnya atau sebagiannya telah dilunasi atau diperhitungkan; e. surat berharga seperti wesel, promes, aksep, dan cek yang harga nominalnya lebih dari Rp.1.000.000,- (satu juta rupiah); f. efek dengan nama dan dalam bentuk apapun, sepanjang harga nominalnya lebih dari Rp.1.000.000,- (satu juta rupiah).
28
(2) Terhadap dokumen sebagaimana dalam ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, dan huruf f dikenakan Bea Meterai dengan tarif sebesar Rp.1.000,(seribu rupiah). (3) Dikenakan pula Bea Meterai sebesar Rp.1000,- (seribu rupiah) atas dokumen yang akan digunakan sebagai alat pembuktian di muka Pengadilan: a. surat-surat biasa dan surat-surat kerumahtanggaan; b. surat-surat yang semula tidak dikenakan Bea Meterai berdasarkan tujuannya, jika digunakan untuk tujuan lain atau digunakan oleh orang lain, lain dari maksud semula; (4) Terhadap dokumen sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf d, huruf e, dan huruf f, yang mempunyai harga nominal lebih dari Rp.100.000,- (seratus ribu rupiah) tetapi tidak lebih dari Rp.1.000.000,- (satu juta rupiah) dikenakan Bea Meterai dengan tarif Rp.500,(lima ratus rupiah) dan apabila harga nominalnya tidak lebih dari Rp.100.000,- (seratus ribu rupiah) tidak terhutang Bea Meterai. Pasal 3 Dengan Peraturan Pemerintah dapat ditetapkan besarnya tarif Bea Meterai dan besarnya batas pengenaan harga nominal yang dikenakan Bea Meterai, dapat ditiadakan, diturunkan, dinaikkan setinggi-tingginya enam kali atas dokumen-dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2. Pasal 4 Tidak dikenakan Bea Meterai atas : a. dokumen yang berupa :
29
1) surat penyimpanan barang;
2) konosemen;
3) surat angkutan penumpang dan barang;
4) keterangan pemindahan yang dituliskan di atas dokumen sebagaimana dimaksud dalam angka 1), angka 2), dan angka 3); 5) bukti untuk pengiriman dan penerimaan barang; 6) surat pengiriman barang untuk dijual atas tanggungan pengirim; 7) surat-surat lainnya yang dapat disamakan dengan surat-surat sebagaimana dimaksud dalam angka 1) sampai angka 6).
b. segala bentuk Ijazah; c. tanda terima gaji, uang tunggu, pensiun, uang tunjangan, dan pembayaran lainnya yang ada kaitannya dengan hubungan kerja serta surat-surat yang diserahkan untuk mendapatkan pembayaran itu; d. tanda bukti penerimaan uang Negara dari kas Negara, Kas Pemerintah Daerah, dan bank; e. kuitansi untuk semua jenis pajak dan untuk penerimaan lainnya yang dapat disamakan dengan itu dari Kas Negara, Kas Pemerintahan Daerah dan bank; f. tanda penerimaan uang yang dibuat untuk keperluan intern organisasi; g. dokumen yang menyebutkan tabungan, pembayaran uang tabungan kepada penabung oleh bank, koperasi, dan badan-badan lainnya yang bergerak di bidang tersebut; h. surat gadai yang diberikan oleh Perusahaan Jawatan
30
Pegadaian; i. tanda pembagian keuntungan atau bunga dari efek, dengan nama dan dalam bentuk apapun. Pasal 5 Saat terhutang Bea Meterai ditentukan dalam hal : a. dokumen yang dibuat oleh satu pihak, adalah pada saat dokumen itu diserahkan; b. dokumen yang dibuat oleh lebih dari salah satu pihak, adalah pada saat selesainya dokumen itu dibuat; c. dokumen yang dibuat di luar negeri adalah pada saat digunakan di Indonesia. Pasal 6 Bea Meterai terhutang oleh pihak yang menerima atau pihak yang mendapat manfaat dari dokumen, kecuali pihak atau pihak-pihak yang bersangkutan menentukan lain. BAB III BENDA METERAI, PENGGUNAAN, DAN CARA PELUNASANNYA Pasal 7 (1)
(2)
Bentuk, ukuran, warna meterai tempel, dan kertas meterai, demikian pula pencetakan, pengurusan, penjualan serta penelitian keabsahannya ditetapkan oleh Menteri Keuangan. Bea Meterai atas dokumen dilunasi dengan cara : a. menggunakan benda meterai; b. menggunakan cara lain yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
31
(3)
(4) (5)
(6)
(7) (8)
(9)
Meterai tempel di rekatkan seluruhnya dengan utuh dan tidak rusak di atas dokumen yang dikenakan Bea Meterai. Meterai tempel di rekatkan di tempat dimana tanda tangan akan dibubuhkan. Pembubuhan tanda tangan disertai dengan pencantuman tanggal, bulan, dan tahun dilakukan dengan tinta atau yang sejenis dengan itu, sehingga sebagian tanda tangan ada di atas kertas dan sebagian lagi di atas meterai tempel. Jika digunakan lebih dari satu meterai tempel, tanda tangan harus dibubuhkan sebagian di atas semua meterai tempel dan sebagian di atas kertas. Kertas meterai yang sudah digunakan, tidak boleh digunakan lagi. Jika isi dokumen yang dikenakan Bea Meterai terlalu panjang untuk dimuat seluruhnya di atas meterai yang digunakan, maka untuk bagian isi yang masih tertinggal dapat digunakan kertas tidak bermeterai. Apabila ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sampai dengan ayat (8) tidak dipenuhi, dokumen yang bersangkutan dianggap tidak bermeterai. Pasal 8
(1)
(2)
Dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 yang Bea Meterainya tidak atau kurang dilunasi sebagaimana mestinya dikenakan denda administrasi sebesar 200% (dua ratus persen) dari Bea Meterai yang tidak atau kurang dibayar. pemegang dokumen atas dokumen sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus melunasi Bea Meterai yang terhutang berikut dendanya dengan cara pemeteraian-kemudian.
32
Pasal 9 Dokumen yang dibuat di luar negeri pada saat digunakan di Indonesia harus telah dilunasi bea Meterai yang terhutang dengan cara pemeteraian-kemudian. Pasal 10 Pemeteraian-kemudian atas dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3), Pasal 8, dan Pasal 9 dilakukan oleh Pejabat Pos menurut tata cara yang tetapkan oleh Menteri Keuangan. BAB IV KETENTUAN KHUSUS Pasal 11 (1) Pejabat pemerintah, hakim, panitera, jurusita, notaris, dan pejabat umum lainnya, masing-masing dalam tugas atau jabatannya tidak dibenarkan : a. menerima, mempertimbangkan atau menyimpan dokumen yang Bea Meterai-nya atau kurang dibayar; b. meletakan dokumen yang Bea Meterai-nya tidak atau kurang dibayar sesuai dengan tarifnya pada dokumen lain yang berkaitan; c. membuat salinan, tembusan, rangkapan atau petikan dari dokumen yang Bea Meterai-nya tidak atau kurang dibayar; d. memberikan keterangan atau catatan pada dokumen yang tidak atau kurang dibayar sesuai dengan tarif Bea Meterai-nya.
33
(2) Pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dikenakan sanksi administratif dengan peraturan perundangundangan yang berlaku. Pasal 12 Kewajiban pemenuhan Bea Meterai dan denda administrasi yang terhutang menurut Undang-undang ini daluwarsa setelah lampau waktu lima tahun, terhitung sejak tanggal dokumen dibuat. BAB V KETENTUAN PIDANA Pasal 13 Di pidana sesuai dengan ketentuan dalam Kitab Undangundang Hukum Pidana : a. barang siapa meniru atau memalsukan meterai tempel dan kertas meterai atau meniru dan memalsukan tanda tangan yang perlu untuk mensahkan meterai; b. barang siapa dengan sengaja menyimpan dengan maksud untuk diedarkan atau memasukan ke Negara Indonesia meterai palsu, yang dipalsukan atau yang dibuat dengan melawan hak; c. barang siapa dengan sengaja menggunakan, menjual, menawarkan, menyerahkan, menyediakan untuk dijual atau di masukan ke Negara Indonesia meterai yang mereknya, capnya, tanda-tangannya, tanda sahnya atau tanda waktunya mempergunakan telah dihilangkan seolah-olah meterai itu belum dipakai dan atau menyuruh orang lain menggunakan dengan melawan hak; d. barang siapa menyimpan bahan-bahan atau perkakasperkakas yang diketahuinya digunakan untuk melakukan salah satu kejahatan untuk meniru dan memalsukan benda meterai.
34
Pasal 14 (1)
(2)
Barang siapa dengan sengaja menggunakan cara lain sebagaimana di maksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf b tanpa izin Menteri Keuangan, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya 7 (tujuh) tahun. Tindak Pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah kejahatan. BAB VI KETENTUAN PERALIHAN Pasal 15
(1)
(2)
Atas dokumen yang tidak atau kurang dibayar Bea Meterainya yang dibuat sebelum Undang-undang ini berlaku, bea meterainya tetap terhutang berdasarkan aturan Bea Meterai 1921 (Zegelverordening 1921). Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur oleh Menteri Keuangan. Pasal 16
Selama peraturan pelaksanaan Undang-undang ini belum dikeluarkan, maka peraturan pelaksanaan berdasarkan Aturan Bea Meterai 1921 (Zegelverordening 1921) yang tidak bertentangan dengan Undang-undang ini yang belum dicabut dan diganti dinyatakan masih tetap berlaku sampai dengan tanggal 31 Desember 1988.
35
BAB VII KETENTUAN PENUTUP Pasal 17 Pelaksanaan Undang-undang ini selanjutnya akan diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 18 Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 1986. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran negara Republik Indonesia Disahkan di Jakarta pada tanggal 27 Desember 1985 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA ttd SOEHARTO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 27 Desember 1985 MENTERI/SEKR555ETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA ttd SUDHARMONO, S.H. LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1985 NOMOR 69
36
PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1985 TENTANG BEA METERAI UMUM Negara Republik Indonesia sebagai negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 memberikan hak dan kewajiban yang sama kepada semua Warga Negara untuk berperan serta dalam pembangunan Nasional. Salah satu cara dalam mewujudkan peran serta masyarakat tersebut adalah dengan memenuhi kewajiban pembayaran atas pengenaan Bea Meterai terhadap dokumen-dokumen tertentu yang digunakan. Pengaturan pengenaan bea Meterai selama ini yang terdapat dalam Aturan Bea Meterai 1921 (Zegelverordening 1921) (staatsblad Tahun 1921 Nomor 498) sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-undang Nomor 2 Prp Tahun 1965 (Lembaran Negara Tahun 1965 Nomor 121), yang telah ditetapkan menjadi Undang-undang dengan Undang-undang No 7 Tahun 1969 (Lembaran Negara Tahun 1969 Nomor 38) tidak sesuai lagi dengan keperluan dan perkembangan keadaan di Indonesia sehingga perlu disederhanakan. Untuk itu Undang-undang ini tidak lagi mencantumkan Bea Meterai menurut luas kertas dan Bea Meterai sebanding
37
melainkan hanya Bea Meterai tetap yang besarnya Rp.1.000,(seribu rupiah) dan Rp 500,- (lima ratus rupiah). Selanjutnya untuk kesederhanaan dan kemudahan pemenuhan Bea Meterai maka pelunasannya cukup dilakukan dengan menggunakan meterai tempel dan kertas meterai, sehingga masyarakat tidak perlu lagi datang ke Kantor Direktorat Jenderal Pajak, untuk memperoleh Surat Kuasa Untuk Menyetor (SKUM). Yang dikenakan Bea Meterai dibatasi pada dokumendokumen yang disebut dalam Undang-undang ini, yang dipakai oleh masyarakat dalam lalu lintas hukum. Untuk melunasi Bea Meterai yang tidak atau kurang dibayar beserta dendanya (jika ada) dilakukan dengan cara pemeteraian kemudian (nexegeling). PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 2 Ayat (1) Huruf a Pihak-pihak yang memegang surat perjanjian atau surat-surat lainnya tersebut, di bebani kewajiban untuk membayar Bea Meterai atas surat perjanjian atau suratsurat yang dipegangnya.
38
Yang dimaksud surat-surat lainnya pada huruf a ini antara lain surat kuasa, surat hibah, surat pernyataan. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d, huruf e, dan huruf f Jumlah uang ataupun harga nominal yang disebut dalam huruf d, huruf e, dan huruf f ini juga dimaksudkan jumlah uang ataupun harga nominal yang dinyatakan dalam mata uang asing. Untuk menentukan nilai rupiahnya maka jumlah uang atau harga nominal tersebut dikalikan dengan nilai tukar yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan yang berlaku pada saat dokumen itu dibuat, sehingga dapat diketahui apakah dokumen tersebut dikenakan atau tidak dikenakan Bea Meterai. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Ayat ini dimaksudkan untuk mengenakan Bea Meterai atas surat-surat yang semula tidak kena Bea Meterai, tetapi karena kemudian digunakan sebagai alat pembuktian di muka pengadilan maka lebih dahulu harus dilakukan pemeteraian-kemudian. Huruf a Surat-surat biasa yang dimaksud dalam huruf a ayat ini dibuat tidak untuk tujuan sesuatu pembuktian misalnya seseorang mengirim surat biasa kepada orang lain untuk menjualkan sebuah barang.
39
Surat semacam ini pada saat dibuat tidak kena Bea Meterai, tetapi apabila kemudian dipakai sebagai alat pembuktian di muka Pengadilan, maka terlebih dahulu dilakukan pemeteraian-kemudian. Surat-surat kerumahtanggaan misalnya daftar barang. Daftar ini dibuat tidak dimaksudkan untuk digunakan sebagai alat pembuktian, oleh karena itu tidak dikenakan Bea Meterai. Apabila kemudian ada sengketa dan daftar harga barang ini digunakan sebagai alat pembuktian, maka daftar harga barang ini terlebih dahulu dilakukan pemeteraiankemudian. Huruf b Surat-surat yang dimaksud dalam huruf b ayat ini ialah surat-surat yang karena tujuannya tidak dikenakan Bea Meterai, tetapi apabila tujuannya kemudian diubah maka surat yang demikian itu dikenakan Bea Meterai. Misalnya tanda penerimaan tidak dikenakan Bea Meterai. Apabila kemudian tanda penerimaan uang tersebut digunakan sebagai alat pembuktian di muka Pengadilan, maka tanda penerimaan uang tersebut harus dilakukan pemeteraian-kemudian terlebih dahulu. Ayat (4) Lihat penjelasan ayat (1) huruf d, huruf e, dan huruf f. Pasal 3 Cukup jelas Pasal 4 Huruf a
40
Angka 1
Cukup Jelas Angka 2
Cukup Jelas Angka 3
Cukup Jelas Angka 4
Cukup Jelas Angka 5
Cukup Jelas Angka 6
Cukup Jelas Angka 7 Yang dimaksud dengan surat-surat lainnya dalam angka 7 ini ialah surat-surat yang tidak disebut pada angka 1 sampai dengan angka 6 namun karena isi dan kegunaannya dapat disamakan dengan surat-surat yang dimaksud, seperti surat titipan barang, cell gudang, manifest penumpang, maka surat yang demikian ini tidak dikenakan Bea Meterai, menurut Pasal 4 huruf a ini. Huruf b Termasuk dalam pengertian segala bentuk ijazah ini ialah surat tanda tamat belajar, tanda lulus, surat keterangan telah mengikuti sesuatu pendidikan, latihan, kursus, dan penataran. Huruf c Cukup Jelas
41
Huruf d Cukup Jelas Huruf e Bank yang dimaksud dalam huruf e ini adalah bank yang ditunjuk oleh Pemerintah untuk menerima setoran pajak, bea dan cukai. Huruf f Cukup Jelas Huruf g Cukup Jelas Huruf h Cukup Jelas Huruf i Cukup Jelas Pasal 5 Huruf a Saat terhutang Bea Meterai atas dokumen yang termasuk pada huruf a, adalah pada saat dokumen itu diserahkan dan diterima oleh pihak untuk siapa dokumen itu dibuat, bukan pada saat ditandatangani, misalnya kuitansi, cek, dan sebagainya. Huruf b Saat terhutang Bea Meterai atas dokumen yang termasuk pada huruf b, adalah pada saat dokumen itu telah selesai dibuat, yang ditutup dengan pembubuhan tanda tangan dari yang bersangkutan. sebagai contoh surat perjanjian jual beli.
42
Bea Meterai terhutang pada saat ditandatanganinya perjanjian trsebut. Huruf c Cukup jelas Pasal 6 Dalam hal dokumen dibuat sepihak, misalnya kuitansi, Bea Meterai terhutang oleh penerima kuitansi. Dalam hal dokumen dibuat oleh 2 (dua) pihak atau lebih, misalnya surat perjanjian di bawah tangan, maka masingmasing pihak terhutang Bea Meterai atas dokumen yang diterimanya. Jika surat perjanjian dibuat dengan Akta Notaris, maka Bea Meterai yang terhutang baik atas asli sahih yang disimpan oleh Notaris maupun salinannya yang diperuntukkan pihak-pihak yang bersangkutan terhutang oleh pihak-pihak yang mendapat manfaat dari dokumen tersebut, yang dalam contoh ini adalah pihak-pihak yang mengadakan perjanjian. Jika pihak atau pihak-pihak yang bersangkutan menentukan lain, maka Bea Meterai terhutang oleh pihak atau pihak-pihak yang ditentukan dalam dokumen tersebut. Pasal 7 Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2) Pada umumnya Bea Meterai atas dokumen dilunasi dengan benda meterai menurut tarif yang ditentukan
43
dalam Undang-undang ini. Disamping itu dengan Keputusan Menteri Keuangan dapat ditetapkan cara lain bagi pelunasan Bea Meterai, misalnya membubuhkan tanda-tera sebagai pengganti benda meterai di atas dokumen dengan mesin-teraan, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang ditentukan untuk itu. Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Cukup jelas Ayat (5) Yang sejenis dengan tinta misalnya pensil tinta, ballpoint dan sebagainya. Ayat (6) Cukup jelas Ayat (7) Ayat ini menegaskan bahwa sehelai kertas meterai hanya dapat digunakan untuk sekali pemakaian, sekalipun dapat saja terjadi tulisan atau keterangan yang dimuat dalam kertas meterai tersebut hanya menggunakan sebagian saja dari kertas meterai. Andai kata bagian yang masih kosong atau tidak terisi tulisan atau keterangan, akan dimuat tulisan atau keterangan lain, maka atas pemuatan tulisan atau keterangan lain tersebut terhutang Bea Meterai tersendiri yang besarnya disesuaikan dengan besarnya tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2. Jika sehelai kertas meterai karena sesuatu hal tidak jadi digunakan dan dalam hal ini belum ditandatangani oleh
44
pembuat atau yang berkepentingan, sedangkan dalam kertas meterai telah terlanjur ditulis dengan beberapa kata atau kalimat yang belum merupakan suatu dokumen yang selesai dan kemudian tulisan yang ada pada kertas meterai tersebut dicoret dan dimuat tulisan atau keterangan baru maka kertas meterai yang demikian dapat digunakan dan tidak perlu dibubuhi meterai lagi. Ayat (8) Cukup jelas Ayat (9) Cukup jelas Pasal 8 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Pasal 9 Dokumen yang dibuat di luar negeri tidak dikenakan Bea Meterai sepanjang tidak digunakan di Indonesia. Jika dokumen tersebut hendak digunakan di Indonesia harus dibubuhi meterai terlebih dahulu yang besarnya sesuai dengan tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dengan cara pemeteraian-kemudian tanpa denda. Namun apabila dokumen tersebut baru dilunasi Bea Meterainya sesudah digunakan, maka pemeteraiankemudian dilakukan berikut dendanya sebesar 200% (dua ratus persen).
45
Pasal 10 Cukup jelas Pasal 11 Cukup jelas Pasal 12 Ditinjau dari segi kepastian hukum daluwarsa 5 (lima) tahun dihitung sejak tanggal dokumen dibuat, berlaku untuk seluruh dokumen termasuk kuitansi. Pasal 13 Cukup jelas Pasal 14 Ayat (1) Melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam penjelasan Pasal 7 ayat (2) tanpa izin Menteri Keuangan, akan menimbulkan keuntungan bagi pemilik atau yang menggunakannya, dan sebaliknya akan menimbulkan kerugian bagi Negara. Oleh karena itu harus dikenakan sanksi pidana berupa hukuman setimpal dengan kejahatan yang diperbuatnya. Ayat (2) Cukup jelas Pasal 15 Ayat (1)
46
Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Pasal 16 Cukup jelas Pasal 17 Cukup jelas Pasal 18 Cukup jelas
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3313
47
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN TARIF BEA METERAI DAN BESARNYA BATAS PENGENAAN HARGA NOMINAL YANG DIKENAKAN BEA METERAI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:
a. bahwa dalam rangka pembangunan nasional maka peran serta segenap masyarakat perlu ditingkatkan dalam menghimpun dana pembiayaan yang sumbernya sebagian besar dari sektor perpajakan; b. besarnya tarif Bea Meterai dan besarnya batas pengenaan harga nominal yang dikenakan Bea Meterai yang berlaku sekarang sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan sosial ekonomi masyarakat; c. bahwa sehubungan dengan hal tersebut di atas, dipandang perlu untuk mengatur kembali mengenai besarnya tarif Bea Meterai dan besarnya batas pengenaan harga nominal yang dikenakan Bea Meterai;
48
Mengingat:
1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945; 2. Undang-undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai (Lembaran Negara Tahun 1985 Nomor 69, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3313): MEMUTUSKAN : Menetapkan: PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN TARIF BEA METERAI DAN BESARNYA BATAS PENGENAAN HARGA NOMINAL YANG DIKENAKAN BEA METERAI. Pasal 1 Dokumen yang dikenakan Bea Meterai berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai adalah dokumen yang berbentuk : a. surat perjanjian dan surat-surat lainnya yang dibuat dengan tujuan untuk digunakan sebagai alat pembuktian mengenai perbuatan, kenyataan atau keadaan yang berifat perdata; b. akta-akta Notaris termasuk salinannya; c. akta-akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) termasuk rangkap-rangkapnya; d. surat yang memuat jumlah uang, yaitu : 1) yang menyebutkan penerimaan uang;
49
2) Yang menyatakan pembukuan uang atau penyimpanan uang dalam rekening di Bank; 3) yang berisi pemberitahuan saldo rekening di Bank; atau 4) yang berisi pengakuan bahwa hutang uang seluruhnya atau sebagiannya telah dilunasi atau diperhitungkan; e. surat berharga seperti wesel, promes, dan aksep; atau f. dokumen yang akan digunakan sebagai alat pembuktian di muka Pengadilan, yaitu : 1) surat-surat biasa dan surat-surat kerumahtanggaan; 2) surat-surat yang semula tidak dikenakan Bea Meterai berdasarkan tujuannya, jika digunakan untuk tujuan lain atau digunakan oleh orang lain, selain dari maksud semula. Pasal 2 1. Dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf f dikenakan Bea Meterai dengan tarif Rp 6.000,00 (enam ribu rupiah). 2. Dokumen sebagaimana dimaksud pada Pasal I huruf d dan huruf e:
50
a. yang mempunyai harga nominal sampai dengan Rp 250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah), tidak dikenakan Bea Meterai; b. yang mempunyai harga nominal lebih dari Rp 250.000,00 (dua ratuslima puluh ribu rupiah) sampai dengan Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah), dikenakan Bea Meterai dengan tarif sebesar Rp 3.000,00 (tiga ribu rupiah); c. yang mempunyai harga nominal lebih dari Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah), dikenakan Bea Meterai dengan tarif sebesar Rp 6.000,00 (enam ribu rupiah). Pasal 3 Cek dan Bilyet Giro dikenakan Bea Meterai dengan tarif sebesar Rp 3.000,00 (tiga ribu rupiah) tanpa batas pengenaan besarnya harga nominal. Pasal 4 1. Efek dengan nama dan dalam bentuk apapun yang mempunyai harga nominal sampai dengan RP 1.000.000,00 (satu juta rupiah) dikenakan Bea Meterai dengan tarif sebesar Rp 3.000,00 (tiga ribu rupiah), sedangkan yang mempunyai harga nominal lebih dari Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah) dikenakan Bea Meterai dengan tarif sebesar Rp 6.000,00 (enam ribu rupiah).
51
2. Sekumpulan efek dengan nama dan dalam bentuk apapun yang tercantum dalam surat kolektif vang mempunyai jumlah harga nominal sampai dengan Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah) dikenakan Bea Meterai dengan tarif sebesar Rp 3.000,00 (tiga ribu rupiah) sedangkan yang mempunyai harga nominal lehih dari Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah) dikenakan Bea Meterai dengan tarif sebesar Rp 6.000,00 (enam ribu rupiah). Pasal 5 Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, maka Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1995 tentang Perubahan Tarif Bea Meterai, dinyatakan tidak berlaku. Pasal 6 Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan Peraturan Pemerintah ini ditetapkan oleh Menteri Keuangan. Pasal 7 Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal 1 Mei 2000. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
52
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 20 April 2000 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA ttd ABDURRAHMAN WAHID Diundangkan di Jakarta Pada tanggal 20 April 2000 Pj. SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA ttd BONDAN GUNAWAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2000 NOMOR 51
53
PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN TARIF BEA METERAI DAN BESARNYA BATAS PENGENAAN HARGA NOMINAL YANG DIKENAKAN BEA METERAI UMUM Negara Republik Indonesia adalah negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 yang menjunjung tinggi hak dan kcwajiban yang sama kepada semua Warga Negara untuk berperan serta dalam pembangunan. Dalam rangka menyesuaikan dengan perkembangatn ekonomi dan untuk meningkatkan keikutsertaan segenap warga masyarakat untuk berperan serta menghimpun dana pembangunan, maka salah satu cara dalam mewujudkannya adalah dengan memenuhi kewajiban pembayaran Bea Meterai atas dokumen-dekumen tertentu yang digunakan. Besarnya tarif Bea Meterai yang berlaku sekarang sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan sosial ekonomi masyarakat sehingga perlu dilakukan penyesuaian yang wajar. Sesuai dengan Pasal 3 Undang-undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai, dengan Peraturan Pemerintah dapat ditetapkan besarnya tarif Bea Meterai dan besarnya batas pengenaan harga nominai yang dikenakan Bea Meterai, dapat ditiadakan, diturunkan, dinaikkan setinggi-tingginya 6 (enam) kali.
54
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas maka perlu diatur kembali mengenai besarnya tariff Bea Meterai dan besarnya batas pengenaan harga nominal yang dikenakan Bea Meterai dengan Peraturan Pemerintah. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Huruf a Pihak-pihak yang memegang surat perjanjian atau surat-surat lainnya tersebut, dibebani kewajiban untuk membayar Bea Meterai atas surat perjanjian atau suratsurat yang dipegangnya. Yang dimaksud surat-surat lainnya pada huruf a ini antara lain surat kuasa, surat hibah, dan surat pernyataan. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d dan huruf e Jumlah uang ataupun harga nominal yang disebut dalam huruf d dan huruf e ini juga meliputi jumlah uang ataupun harga nominal yang dinyatakan dalam mata uang asing. Untuk menentukan nilai rupiahnya, maka jumlah uang atau harga nominal tersebut dikalikan dengan nilai tukar (kurs) yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan yang berlaku pada saat dokumen itu dibuat, sehingga dapat diketahui apakah dokumen tersebut dikenakan atau tidak dikenakan Bea Meterai.
55
Huruf f Ketentuan ini dimaksudkan untuk mengenakan Bea Meterai atas surat-surat yang semula tidak kcna Bea Meterai, tetapi karena kemudian digunakan scbagai alat pembuktian di muka pengadilan, maka lebih dahulu harus dilakukan pemeteraian kemudian. Angka 1) Surat-surat yang dimaksud huruf f angka 1 ini tidak untuk tujuan sesuatu pembuktian, misalnya seseorang mengirim surat biasa kepada orang lain untuk menjualkan sebuah barang. Surat semacam ini pada saat dibuat tidak kena Bea Meterai, tetapi apabila kemudian dipakai sebagai alat pembuktian di muka pengadilan, maka terlebih dahulu dilakukan pemeteraian kemudian. Surat-surat kerumahtanggaan, misalnya daftar harga barang. Daftar ini dibuat tidak dimaksudkan untuk digunakan sebagai alat pembuktian, oleh karena itu tidak dikenakan Bea Meterai. Apabila kemudian ada sengketa dan daftar harga barang ini digunakan sebagai alat pembuktian, maka daftar harga ini terlebih dahulu dilakukan permeteraian kemudian. Angka 2) Surat-surat yang dimaksud dalam huruf f angka 2 ini ialah surat-surat yang karena tujuannya tidak dikenakan Bea Meterai, tetapi apabila tujuannya kemudian diubah maka surat yang demikian itu dikenakan Bea Meterai. Misalnya tanda penerimaan uang yang dibuat dengan tujuan untuk keperluan intern organisasi tidak dikenakan Bea Meterai.
56
Apabila kemudian tanda penerimaan uang tersebut digunakan sebagai alat pembuktian di muka pengadilan, maka tanda penerimaan uang tersebut harus dilakukan pemeteraian kemudian terlebih dahulu. Pasal 2 Ayat (1) Dokumen sebagaimana dimaksud pada Pasal 2 ayat (1) yang dikenakan Bea Meterai dengan tarif Rp 6.000,00 (enam ribu rupiah) adalah dokumen yang semula berdasarkan Undang-undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai dikenakan Bea Meterai dengan tarif sebesar Rp 1.000,00 (seribu rupiah). Kemudian dengan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1995 tentang Perubahan Tarif Bea Meterai dikenakan Bea Meterai dengan tarif sebesar Rp 2.000,00 (dua ribu rupiah). Ayat (2) Huruf a Dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf a yang tidak dikenakan Bea Meterai adalah dokumen yang semula berdasarkan Undang-undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai dikenakan Bea Meterai dengan tarif sebesar Rp 500,00 (lima ratus rupiah). Kemudian dengan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1995 tentang Perubahan Tarif Bea Meterai tidak dikenakan Bea Meterai; Huruf b Dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf b yang dikenakaa Bea Meterai dengan tarif Rp 3.000,00 (tiga ribu rupiah) adalah dokumen yang semula berdasarkan Undang-undang Nomor 13 Tahun 1985tentang Bea Meterai
57
dikenakan Bea Meterai dengan tarif sebesar Rp 500,00 (lima ratus rupiah). Kemudian dengan PeraturanPemerintah Nomor 7 Tahun 1995 tentang Perubahan Tarif Bea Meterai dikenakan Bea Meterai dengan tarif sebesar Rp 1.000,00 (seribu rupiah); Huruf c Dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf c yang dikenakan Bea Meterai dengan tarif Rp 6.000,00 (enam ribu rupiah) adalah dokumen yang semula berdasarkan Undang-undang Nomor 13 Tahun 1985tentang Bea Meterai dikenakan Bea Meterai dengan tarif sebesar Rp 1.000,00 (seribu rupiah), kemudian dengan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1995 tentang Perubahan Tarif Bea Meterai dikenakan Bea Meterai dengan tarif sebesar Rp 2.000,00 (dua ribu rupiah). Pasal 3 Dalam Pasal ini ditetapkan penggunaan Bea Meterai dengan tarif tunggal atas Cek dan Bilyet Giro sebesar Rp 3.000,00 (tiga ribu rupiah). Untuk menunjang kelancaran pelaksanaan otomasi kliring, maka pengenaan tarif Bea Meterai sebesar Rp 3.000,00 (tiga ribu rupiah) tersebut dengan tidak memperhatikan besarnya harga nominal dari Cek dan Bilyet Giro. Oleh karena itu, dalam penyelenggaraan kliring. Bank cukup menyediakan 1 (satu) macam bentuk buku cek dan 1 (satu) macam bentuk buku Bilyet Giro. Semula berdasarkan Undang-undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai atas Cek dan Bilyet Giro dikenakan Bea Meterai sebesar Rp 500,00 (lima ratus rupiah) dan Rp 1.000,00 (seribu rupiah), dengan memperhatikan besarnya harga nominal.
58
Kemudian dengan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 1989 tentang Perubahan Besarnya Tarif Bea Meterai dan Besarnya Batas Harga Nominal yang Dikenakan Bea Meterai atas Cek dan Bilyet Giro, diubah menjadi Rp 500,00 (lima ratus rupiah), dengan tidak memperhatikan besarnya harga nominal. Terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1995 tentang Perubahan Tarif Bea Meterai, diubah menjadi Rp 1.000,00 (seribu rupiah), dengan tidak memperhatikan besarnya harga nominal. Pasal 4 Ayat (1) Efek dengan nama dan dalam bentuk apapun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) dikenakan Bea Meterai berdasarkan harga nominal per lembar. Ayat (2) Sekumpulan efek dengan nama dan dalam bentuk apapun yang tercantum dalam surat kolektif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) dikenakan Bea Meterai berdasarkan jumlah harga nominal dari sekumpulan efek tersebut. Pasal 5 Cukup jelas. Pasal 6 Pelaksanaan teknis yang diatur oleh Menteri Keuangan antara lain bentuk, ukuran, dan warna benda meterai, tata cara pelunasan Bea Meterai, pengadaan dan pengelolaan Benda Meterai.
59
Pasal 7 Cukup jelas. TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3950
60
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 55/PMK.03/2009 TENTANG BENTUK, UKURAN, DAN WARNA BENDA METERAI MENTERI KEUANGAN, Menimbang:
a. bahwa dalam rangka meningkatkan pengawasan dan pengamanan terhadap, benda meterai sebagai upaya untuk menghindari atau mencegah tindakan pemalsuan benda meterai, serta untuk memudahkan pengenalan masyarakat awam terhadap ciriciri benda meterai yang asli, perlu dilakukan perubahan terhadap bentuk, ukuran, warna, dan desain benda meterai berupa Meterai Tempel sebagaimana ditetapkan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 15/ PMK.03/2005 tentang Bentuk, Ukuran, Warna, dan Desain Meterai Tempel Tahun 2005 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 90/PMK.03/2005;
61
b. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985tentang Bea Meterai, Menteri Keuangan diberikan kewenangan untuk menetapkan bentuk, ukuran, dan warna meterai tempel dan kertas meterai; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Bentuk, Ukuran, dan Warna Benda Meterai; Mengingat: 1. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 69, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3313); 2. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perubahan Tarif Bea Meterai Dan Besarnya Batas Pengenaan Harga Nominal yang Dikenakan Bea Meterai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3950); 3. Keputusan Presiden Nomor 20/P Tahun 2005; MEMUTUSKAN : Menetapkan: PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG BENTUK, UKURAN, DAN WARNA BENDA METERAI
62
Pasal 1 Bentuk, ukuran, dan warna benda meterai berupa Meterai Tempel Tahun 2009 dengan nilai nominal Rp3.000,00 (tiga ribu rupiah) adalah sebagai berikut: a. Bentuk meterai tempel nominal Rp3.000,00 (tiga ribu rupiah) adalah segi empat dengan ukuran 32 mm x 24 mm; b. Cetakan dasar terdiri dari raster yang berupa teks "DITJEN PAJAK" dan gambar "Bintang" yang membentuk logo Departemen Keuangan-Ditjen Pajak yang berwarpa kuning dan hijau, c. Cetakan utama mempunyai sifat dapat diraba dengan warna merah, dan colour shifting merah-biru (red to blue) yang terdiri dari: 1. Teks "METERAI", "TEMPEL", "PAJAK MEMBANGUN BANGSA", dan "TGL" serta angka "20" berada di empat baris pojok kiri atas dengan warna merah; 2. Gambar Garuda lambang negara Republik Indonesia di pojok kanan atas dengan warna merah; 3. Teks "TIGA RIBU RUPIAH", mikro teks "DITJEN PAJAK" dan Teks nominal "3000" berada di tiga baris pojok kiri bawah dengan warna merah; dan
63
d. e.
f.
g.
h.
4. Teks DJP berbentuk diapositif dalarn blok warna (colour shifting merah-biru); Cetakan nomor memiliki 17 (tujuh belas) digit nomor seri berwarna hitam; Jenis kertas terdiri dari: 1. Kertas sekuriti UV dull, warna putih, berlapis pada satu sisi (one sided coated); 2. Berat dasar kertas sekitar 84 g/ m2; 3. Memiliki serat-serat tampak (visible fibres) warna biru; dan 4. Pada bagian belakang kertas mengandung perekat yang berwarna kehijau-hijauan; Terdapat lubang perforasi berbentuk oval di sisi kiri dan kanan (di antara perforasi bentuk bulat) dan perforasi berbentuk bintang di kanan cetakan yang dapat diketahui dengan menerawangkan cetakan; Meterai dicetak dengan menggunakan cetakan offsett, intaglio dan digital printing; dan Sekuriti terdiri dari: 1. Tinta cetakan dasar yang berwarna kuning akan berpendar di bawah sinar UV;
64
2. Teks DJP di dalam blok akan memiliki perubahan warna dari merah ke biru bila digerak-gerakkan (colour shifting) dan tinta taggant yang akan berbunyi bila diperiksa dengan alat khusus; dan 3. Cetakan utama memiliki sifat dapat diraba (tactile effect) karena dicetak intaglio. Pasal 2 Bentuk, ukuran, dan warna benda meterai berupa Meterai Tempel Tahun 2009 dengan nilai nominal Rp6.000,00 (enam ribu rupiah) adalah sebagai berikut: a. Bentuk meterai tempel nominal Rp6.000,00 (enam ribu rupiah) adalah segi empat dengan ukuran 32 mm x 24 mm; b. Cetakan dasar terdiri dari raster yang berupa teks "DITJEN PAJAK" dan gambar "Bintang" yang membentuk logo Departemen Keuangan-Ditjen Pajak yang berwarna biru dan hijau; . c. Cetakan utama mempunyai sifat dapat diraba dengan warna violet (ungu), dan colour shifting merah muda - hijau (pink to green) yang terdiri dari: 1. Teks "METERAI", "TEMPEL", "PAJAK MEMBANGUN BANGSA", dan "TGL" serta angka "20" berada di empat baris pojok kiri atas dengan warna violet (ungu);
65
d. e.
f.
g.
h.
2. Gambar Garuda lambang negara Republik Indonesia di pojok kanan atas dengan warna violet (ungu); 3. Teks "ENAM RIBU RUPIAH", mikro teks "DITJEN PAJAK" dan Teks nominal "6000" berada di tiga baris pojok kiri bawah dengan warna violet (ungu); dan 4. Teks DJP berbentuk diapositif dalam blok warna (colour shifting merah muda-hijau); Cetakan nomor memiliki 17 (tujuh belas) digit nomor seri berwarna hitam; Jenis kertas terdiri dari: 1. Kertas sekuriti UV dull, warna putih, berlapis pada satu sisi (one sided coated); 2. Berat dasar kertas sekitar 84 g/m2; 3. Memiliki serat-serat tampak (visible fibres) warna biru, dan 4. Pada bagian belakang kertas mengandung perekat yang berwarna kehijau-hijauan; Terdapat lubang perforasi berbentuk oval di sisi kiri dan kanan (di antara perforasi bentuk bulat) dan perforasi berbentuk bintang di kanan cetakan yang dapat diketahui dengan menerawangkan cetakan; Meterai dicetak dengan menggunakan cetakan offsett, intaglio dan digital printing; dan Sekuriti terdiri dari:
66
1. Tinta cetakan dasar yang berwarna biru akan berpendar di bawah sinar UV; 2. Teks DJP di dalam blok akan memiliki perubahan warna dari merah muda ke hijau bila digerak-gerakkan (colour shifting) dan tinta taggant yang akan berbunyi bila diperiksa dengan alat khusus; dan 3. Cetakan utama memiliki sifat dapat diraba (tactile effect) karena dicetak intaglio. Pasal 3 Dengan berlakunya Peraturan Menteri Keuangan ini: a. Kertas meterai yang telah dicetak dengan menggunakan desain berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 323/KMK.03/2002 tentang Bentuk, Ukuran, dan Warna Benda Meterai Desain Tahun 2002; dan b. Meterai tempel yang telah dicetak dengan menggunakan desain berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 15/PMK.03/2005 tentang Bentuk, Ukuran, Warna, dan Desain Meterai Tempel Tahun 2005 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 90/PMK.03/2005, masih dapat dipergunakan sampai dengan tanggal 31 Maret 2010.
67
Pasal 4 Pada saat Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku: a. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 323/KMK.03/2002 tentang Bentuk, Ukuran, dan Warna Benda Meterai Desain Tahun 2002; dan b. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 15/ PMK.03/2005 tentang Bentuk, Ukuran, Warna, dan Desain Meterai Tempel Tahun 2005 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 90/PMK.03/2005, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 5 Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal 1 Juli 2009. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 27 Maret 2009 MENTERI KEUANGAN,
SRI MULYANI INDRAWATI
68
KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 133b/KMK.04/2000 TENTANG PELUNASAN BEA METERAI DENGAN MENGGUNAKAN CARA LAIN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perubahan Tarif Bea Meterai Dan Besarnya Batas Pengenaan Harga Nominal Yang Dikenakan Bea Meterai, dipandang perlu untuk menetapkan ketentuan pelaksanaan tentang pelunasan Benda Meterai dengan menggunakan cara lain dengan Keputusan Menteri Keuangan; Mengingat : 1. Pasal 7 ayat (2) huruf b jo. Pasal 8 ayat (1) Undang-undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai (Lembaran Negara Tahun 1985 Nomor 69, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3313); 2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perubahan Tarif Bea Meterai Dan Besarnya Batas Pengenaan Harga Nominal Yang Dikenakan Bea Meterai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3950);
69
MEMUTUSKAN : Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG PELUNASAN BEA METERAI DENGAN MENGGUNAKAN CARA LAIN. Pasal 1 Pelunasan Bea Meterai dengan menggunakan cara lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf b Undang-undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai adalah dengan membubuhkan tanda Bea Meterai Lunas dengan menggunakan mesin teraan meterai, teknologi percetakan, sistem komputerisasi, dan alat lain dengan teknologi tertentu. Pasal 2 (1) Pelunasan Bea Meterai dengan menggunakan cara lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 harus mendapat ijin tertulis dari Direktur Jenderal Pajak. (2) Hasil pencetakan tanda Bea Meterai Lunas harus dilaporkan kepada Direktur Jenderal Pajak. Pasal 3 Pembubuhan tanda Bea Meterai Lunas dengan menggunakan teknologi percetakan dilaksanakan oleh Perusahaan Umum (Perum) Percetakan Uang Republik Indonesia (Peruri) dan/ atau Perusahaan Sekuriti yang mendapat ijin dari Badan Koordinasi Pemberantasan Uang Palsu (Botasupal) yang di tunjuk oleh Bank Indonesia. Pasal 4 Bea meterai yang telah dibayar atas tanda Bea Meterai Lunas yang tercetak pada dokumen yang tidak terutang Bea Meterai ataupun yang belum digunakan untuk mencetak tanda Bea Meterai Lunas, dapat dialihkan untuk penggunaan berikutnya.
70
Pasal 5 Penerbit dokumen dengan tanda Bea Meterai Lunas yang Bea Meterainya tidak atau kurang dilunasi harus melunasi Bea Meterai yang terutang berikut dendanya 200 % (dua ratus persen) dari Bea Meterai yang tidak atau kurang dilunasi dengan cara menyetorkannya ke Kas Negara atau Bank Persepsi. Pasal 6 Bea Meterai kurang bayar atas cek, bilyet giro, dan efek yang tanda Bea Meterai Lunasnya dibubuhkan sebelum 1 Mei 2000 harus dilunasi dengan menggunakan mesin teraan meterai atau dengan menggunakan meterai tempel. Pasal 7 Dengan berlakunya Keputusan ini maka Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 104/KMK.04/1986 tanggal 22 Februari 1986 tentang Pelunasan Bea Meterai dengan menggunakan cara lain dan Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 217/ KMK.01/1996 tanggal 22 Maret 1996 tentang Perubahan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor : 1131/KMK.04/1989 tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor : 13 Tahun 1989 tentang Perubahan Besarnya Tarif Bea Meterai dan Besarnya Batas Harga NominalYang dikenakan Bea Meterai Atas Cek dan Bilyet Giro dinyatakan tidak berlaku lagi. Pasal 8 Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan Keputusan ini ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak. Pasal 9 Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal 1 Mei 2000.
71
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman keputusan ini dengan menempatkannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 28 April 2000 MENTERI KEUANGAN ttd BAMBANG SUDIBYO
72
KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR KEP - 122c/PJ./2000 TENTANG TATA CARA PELUNASAN BEA METERAI DENGAN MEMBUBUHKAN TANDA BEA METERAI LUNAS DENGAN TEKNOLOGI PERCETAKAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Menimbang : bahwa dengan ditetapkannya Keputusan Menteri Keuangan Nomor 133b/KMK.04/2000 tanggal 28 April 2000 tentang Pelunasan Bea Meterai Dengan Menggunakan Cara Lain, dipandang perlu untuk menetapkan ketentuan pelaksanaan tentang tata cara pelunasan Bea Meterai dengan membubuhkan tanda Bea Meterai Lunas dengan teknologi percetakan dengan Keputusan Jenderal Pajak; Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai (Lembaran Negara Tahun 1985 Nomor 69,Tambahan Lembaran Negara Nomor 3313); 2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 TAHUN 2000 tentang Perubahan Tarif Bea Meterai Dan Besarnya Batas Pengenaan Harga Nominal Yang Dikenakan Bea Meterai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara 3950); 3. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 133b/KMK.04/2000 tanggal 28 April 2000 tentang Pelunasan Bea Meterai Dengan Menggunakan Cara Lain;
73
MEMUTUSKAN : Menetapkan : KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG TATA CARA PELUNASAN BEA METERAI DENGAN MEMBUBUHKAN TANDA BEA METERAI LUNAS DENGAN TEKNOLOGI PERCETAKAN. Pasal 1 Pelunasan Bea Meterai dengan membubuhkan tanda Bea Meterai Lunas dengan teknologi percetakan hanya diperkenankan untuk dokumen yang berbentuk cek, bilyet giro, dan efek dengan nama dan dalam bentuk apapun. Pasal 2 Penerbit dokumen yang akan melakukan pelunasan Bea Meterai dengan membubuhkan tanda Bea Meterai Lunas dengan teknologi percetakan harus melakukan pembayaran Bea Meterai di muka sebesar jumlah dokumen yang harus dilunasi Bea Meterai, dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (KP.PDIP.5.1-98) ke Kas Negara melalui Bank Presepsi. Pasal 3 Penerbit dokumen yang akan melakukan pelunasan Bea Meterai dengan membubuhkan tanda Bea Meterai Lunas dengan teknologi percetakan, harus mengajukan permohonan ijin secara tertulis kepada Direktur Jenderal Pajak dengan mencantumkan jenis dokumen yang akan dilunasi Bea Meterai dan jumlah Bea Meterai yang telah dibayar. Pasal 4 Perusahaan Umum Percetakan Uang Republik Indonesia (Perum Peruri) dan perusahaan sekuriti yang melakukan pembubuhan tanda Bea Meterai Lunas pada cek, bilyet giro, atau efek dengan nama dan dalam bentuk apapun, harus
74
menyampaikan laporan bulanan kepada Direktur Jenderal Pajak paling lambat tanggal 10 setiap bulan. Pasal 5 (1) Bea Meterai kurang bayar atas cek, bilyet giro, dan efek dengan nama dan dalam bentuk apapun yang tanda Bea Meterai Lunasnya dibubuhkan sebelum tanggal 1 Mei 2000 harus dilunasi dengan menggunakan mesin teraan meterai atau dengan menggunakan meterai tempel. (2) Bea Meterai kurang bayar atas cek, bilyet giro, dan efek dengan nama dan dalam bentuk apapun yang tanda Bea Meterai Lunasnya dibubuhkan sejak tanggal 1 Mei 2000 harus dilunasi dengan menggunakan mesin teraan meterai atau dengan menggunakan meterai tempel dengan ditambah denda administrasi sebesar 200% dari Bea Meterai kurang bayar tersebut. (3) Pelunasan denda administrasi seperti tersebut pada ayat (2) di atas dilakukan dengan menyetorkan ke Kas Negara melalui Bank Persepsi dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (KP.PDIP.5.1-98). Pasal 6 (1) Bea Meterai yang telah dibayar atas tanda Bea Meterai Lunas yang tercetak pada cek, bilyet giro, dan efek dengan nama dan dalam bentuk apapun yang belum dipergunakan dapat dialihkan untuk pengisian deposit mesin teraan meterai, pembubuhan tanda Bea Meterai Lunas lainnya dengan teknologi percetakan atau pembubuhan tanda Bea Meterai Lunas dengan sistem komputerisasi. (2) Penerbit dokumen yang akan melakukan pengalihan Bea Meterai sebagaimana dimaksud ayat (1), harus mengajukan permohonan secara tertulis kepada Direktur Jenderal Pajak dengan mencantumkan alasan dan jumlah Bea Meterai yang akan dialihkan.
75
Pasal 7 (1) Penerbit dokumen yang melakukan pelunasan Bea Meterai dengan membubuhkan tanda Bea Meterai Lunas dengan teknologi percetakan tanpa ijin tertulis Direktur Jenderal Pajak dikenakan sanksi pidana berdasarkan Pasal 14 Undang-undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai. (2) Perusahaan Umum Percetakan Uang Republik Indonesia (Perum Peruri) atau perusahaan sekuriti yang melakukan pembubuhan tanda Bea meterai Lunas tanpa adanya ijin tertulis dari Direktur Jenderal Pajak dikenakan sanksi pidana berdasarkan Pasal 14 Undang-undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai dan pencabutan ijin penunjukan sebagai pelaksana pembubuhan tanda Bea Meterai Lunas dengan teknologi percetakan. (3) Penyampaian laporan bulanan kepada Direktur Jenderal Pajak yang melewati batas waktu yang telah ditentukan dikenakan sanksi pencabutan ijin penunjukan sebagai pelaksana pembubuhan tanda Bea Meterai Lunas dengan teknologi percetakan. Pasal 8 Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 1 Mei 2000 DIREKTUR JENDERAL PAJAK ttd MACHFUD SIDIK
76
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 66/PJ/2010 TENTANG TATA CARA PELUNASAN BEA METERAI DENGAN MEMBUBUHKAN TANDA BEA METERAI LUNAS DENGAN MESIN TERAAN METERAI DIGITAL DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Menimbang: a. bahwa untuk melaksanakan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 133b/KMK.04/2000 tentang Pelunasan Bea Meterai Dengan Menggunakan Cara Lain, dan telah diterbitkannya Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-17/PJ/2008 tentang Penggunaan Mesin Teraan Meterai Digital; b. bahwa untuk lebih memberikan kepastian hukum kepada Wajib Pajak dalam pelaksanaan pelunasan Bea Meterai dengan membubuhkan tanda Bea Meterai lunas dengan Mesin Teraan Meterai Digital; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b di atas, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak tentang Tata Cara Pelunasan Bea Meterai Dengan Membubuhkan Tanda Bea Meterai Lunas Dengan Mesin Teraan Meterai Digital;
77
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 69, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3313); 2. Peraturan Pemerintah Nomor 24 TAHUN 2000 tentang Perubahan Tarif Bea Meterai dan Besarnya Batas Pengenaan Harga Nominal Yang Dikenakan Bea Meterai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3950); 3. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 133b/KMK.04/2000 tentang Pelunasan Bea Meterai Dengan Menggunakan Cara Lain; 4. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-17/PJ/2008 tentang Penggunaan Mesin Teraan Meterai Digital; 5. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-23/PJ/2010 tentang Perubahan atas Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-38/PJ/2009 tentang Bentuk Formulir Surat Setoran Pajak; MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG TATACARA PELUNASAN BEA METERAI DENGAN MEMBUBUHKAN TANDA BEA METERAI LUNAS DENGAN MESIN TERAAN METERAI DIGITAL. Pasal 1 Dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini yang dimaksud dengan:
78
1. Wajib Pajak adalah Penerbit dokumen yang melakukan pelunasan Bea Meterai dengan membubuhkan tanda Bea Meterai Lunas dengan Mesin Teraan Meterai Digital. 2. Surat Setoran Pajak (SSP) adalah Surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melakukan pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang ke Kas Negara melalui Kantor Penerima Pembayaran. 3. Kantor Penerima Pembayaran adalah Kantor Pos dan/ atau Bank Badan Usaha Milik Negara atau Bank Badan Usaha Milik Daerah atau Tempat Pembayaran Lain yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan sebagai penerima pembayaran atau penyetoran pajak. 4. Aplikasi Kode Deposit adalah Aplikasi yang diinstal dalam server milik distributor Mesin Teraan Meterai Digital yang ditempatkan pada Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak yang berfungsi sebagai penerbit Kode Deposit Mesin Teraan Meterai Digital setelah mendapat informasi hasil verifikasi pembayaran deposit dari Aplikasi e-Meterai. 5. Aplikasi e-Meterai adalah Aplikasi yang diinstal dalam server milik Direktorat Jenderal Pajak yang melayani pendaftaran Mesin Teraan Meterai Digital, verifikasi pembayaran deposit, dan pelaporan Bea Meterai, yang dapat diakses melalui portal intranet Direktorat Jenderal Pajak. 6. Kode Deposit adalah Kode yang dibutuhkan untuk mengisi deposit Mesin Teraan Meterai Digital. 7. Deposit adalah Penyetoran Bea Meterai di muka oleh Wajib Pajak. Pasal 2 Wajib Pajak yang bermaksud melakukan pelunasan Bea Meterai dengan membubuhkan tanda Bea Meterai Lunas
79
dengan Mesin Teraan Meterai Digital harus mengajukan Surat Permohonan Izin kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar, dengan melampirkan data sebagai berikut: 1. Surat Keterangan Layak Pakai dari distributor Mesin Teraan Meterai Digital; dan 2. Surat Pernyataan Kepemilikan Mesin Teraan Meterai Digital sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran 1 Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini. Pasal 3 (1) Petugas Kantor Pelayanan Pajak meneliti dan meng-input data yang disampaikan oleh Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ke Aplikasi e-Meterai. (2) Petugas Kantor Pelayanan Pajak mencetak Surat Izin Pembubuhan Tanda Bea Meterai Lunas Dengan Mesin Teraan Meterai Digital dari Aplikasi e-Meterai sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran 2 Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini. (3) Kepala Kantor Pelayanan Pajak wajib menerbitkan Surat Izin Pembubuhan Tanda Bea Meterai Lunas Dengan Mesin Teraan Meterai Digital paling lambat 7 (tujuh) hari sejak Surat Permohonan Izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 diterima lengkap. Pasal 4 (1) Wajib Pajak yang bermaksud menggunakan Mesin Teraan Meterai Digital untuk membubuhkan tanda Bea Meterai Lunas harus menyetor deposit sebesar Rp15.000.000,(lima belas juta rupiah) atau kelipatannya, dengan
80
menggunakan Surat Setoran Pajak ke Kas Negara melalui Kantor Penerima Pembayaran. (2) Penyetoran deposit sebesar Rp15.000.000,- (lima belas juta rupiah) atau kelipatannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus tercantum dalam satu Surat Setoran Pajak. (3) Kode Akun Pajak untuk penyetoran deposit Mesin Teraan Meterai Digital adalah 411611. (4) Kode Jenis Setoran untuk penyetoran deposit Mesin Teraan Meterai Digital adalah: a. Digit pertama adalah angka “2” yaitu kode untuk pelunasan Bea Meterai dengan membubuhkan tanda Bea Meterai lunas dengan Mesin Teraan Meterai Digital, dan b. Digit kedua dan ketiga diisi: 1) angka “01”, dalam hal Wajib Pajak hanya memiliki 1 (satu) unit Mesin Teraan Meterai Digital; atau 2) sesuai dengan nomor urut dilakukannya pendaftaran Mesin Teraan Meterai Digital dalam hal Wajib Pajak memiliki lebih dari 1 (satu) unit Mesin Teraan Meterai Digital. Pasal 5 (1) Wajib Pajak harus menyetor ulang deposit dalam hal terjadi kesalahan sebagai berikut: a. Melakukan penyetoran deposit namun tidak sebesar Rp15.000.000,- (lima belas juta rupiah) atau kelipatannya dalam satu Surat Setoran Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2); b. Melakukan penyetoran deposit namun tidak menggunakan Kode Akun Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3);
81
c. Melakukan penyetoran deposit namun tidak menggunakan Kode Jenis Setoran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (4); atau d. Identitas Wajib Pajak pada Surat Setoran Pajak yang berbeda dengan identitas Wajib Pajak pada Surat Izin Pembubuhan Tanda Bea Meterai Lunas Dengan Mesin Teraan Meterai Digital. (2) Kesalahan yang terjadi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyebabkan Aplikasi Kode Deposit tidak dapat membangkitkan (generate) Kode Deposit. Pasal 6 (1) Wajib Pajak setelah membayar deposit Mesin Teraan Meterai Digital akan memperoleh Kode Deposit paling lambat 3 (tiga) hari kerja sejak tanggal pembayaran deposit dilakukan. (2) Agar dapat menggunakan Mesin Teraan Meterai Digital, Wajib Pajak harus memasukan Kode Deposit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ke dalam Mesin Teraan Meterai Digital yang akan digunakan, baik secara manual (entry langsung) maupun menggunakan cara lain sesuai dengan spesifikasi Mesin Teraan Meterai Digital yang akan digunakan. (3) Kesalahan prosedur dalam memasukan Kode Deposit mengakibatkan Mesin Teraan Meterai Digital terkunci, dan hanya dapat dibuka kembali melalui prosedur unlock (pembukaan) sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran 3 Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini. Pasal 7 (1) Surat Izin Pembubuhan Tanda Bea Meterai Lunas Dengan Mesin Teraan Meterai Digital dicabut dalam hal:
82
a. Mesin Teraan Meterai Digital mengalami kerusakan sehingga tidak dapat digunakan lagi, b. Wajib Pajak mengajukan pembubuhan, atau
pencabutan
izin
c. Kantor Pelayanan Pajak menemukan Mesin Teraan Meterai Digital digunakan tidak sesuai dengan izin pembubuhan tanda Bea Meterai lunas. (2) Surat Izin Pembubuhan Tanda Bea Meterai Lunas Dengan Mesin Teraan Meterai Digital dapat dibetulkan dalam hal terdapat kesalahan data akibat salah tulis atau salah input kedalam Aplikasi e-Meterai. (3) Prosedur Pencabutan atau Pembetulan Surat Izin Pembubuhan Tanda Bea Meterai Lunas Dengan Mesin Teraan Meterai Digital sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) adalah sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran 4 Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini. (4) Pencabutan Surat Izin Pembubuhan Tanda Bea Meterai Lunas Dengan Mesin Teraan Meterai Digital sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dilakukan secara jabatan oleh Kantor Pelayanan Pajak tempat Surat Izin Pembubuhan diterbitkan. Pasal 8 (1) Dalam hal setoran tidak berhasil membangkitkan (generate) Kode Deposit karena terjadi kesalahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, Wajib Pajak dapat melakukan Pemindahbukuan. (2) Dalam hal dilakukan Pencabutan Surat Izin Pembubuhan Tanda Bea Meterai Lunas Dengan Mesin Teraan Meterai Digital sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf a dan huruf b, atas saldo deposit yang tersisa dapat
83
dilakukan Pemindahbukuan. (3) Dalam hal dilakukan Pencabutan Surat Izin Pembubuhan Tanda Bea Meterai Lunas Dengan Mesin Teraan Meterai Digital secara jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf c, atas saldo deposit masih tersisa tidak dapat dilakukan Pemindahbukuan. (4) Pemindahbukuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) hanya dapat dilakukan ke Kode Akun Pajak dan Kode Jenis Setoran selain Kode Akun Pajak dan Kode Jenis Setoran untuk penyetoran deposit Mesin Teraan Meterai Digital sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-23/PJ/2010 tentang Perubahan atas Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-38/PJ/2009 tentang Bentuk Formulir Surat Setoran Pajak. (5) Prosedur Pemindahbukuan atas saldo deposit Mesin Teraan Meterai Digital sebagaimana dimaksud pada ayat (4) adalah sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran 5 Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini. Pasal 9 Penggunaan Mesin Teraan Meterai Digital tanpa izin tertulis dari Direktur Jenderal Pajak dikenakan sanksi pidana dengan pidana penjara selama-lamanya 7 (tujuh) tahun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai. Pasal 10 (1) Bentuk teraan Bea Meterai lunas dengan Mesin Teraan Meterai Digital paling sedikit memiliki unsur-unsur sebagai berikut: 1. logo dan tulisan Direktorat Jenderal Pajak,
84
2. logo dan/atau tulisan Wajib Pajak pelaksana pembubuhan tanda Bea Meterai Lunas dengan Mesin Teraan Meterai Digital, 3. tulisan METERAI TERAAN, 4. tulisan nominal tarif Bea Meterai, 5. tulisan tanggal, bulan, dan tahun dilaksanakannya pembubuhan tanda Bea Meterai Lunas dengan Mesin Teraan Meterai Digital, 6. nomor mesin, dan 7. kode unik. (2) Warna teraan Bea Meterai lunas dengan Mesin Teraan Meterai Digital adalah warna merah. Pasal 11 Pada saat Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku, Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-45/ PJ/2008 tentang Tata Cara Pelunasan Bea Meterai Dengan Membubuhkan Tanda Bea Meterai Lunas Dengan Mesin Teraan Meterai Digital, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 12 Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2011. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 31 Desember 2010 DIREKTUR JENDERAL PAJAK ttd MOCHAMAD TJIPTARDJO NIP 195104281975121002
Untuk keterangan lebih lanjut, hubungi :
Account Representative
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK Direktorat Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Jalan Jenderal Gatot Subroto Kav. 40-42 Jakarta Selatan 12190 Telepon : (021) 5250208, 5251608 ext. 51658, 51601, 51608 : (021) 5736088 Fax :
[email protected] email website : www.pajak.go.id
• Panduan ini hanya bersifat informasi untuk memudahkan pemahaman masyarakat atas peraturan terkait. • Beberapa ketentuan dalam panduan ini dapat berubah mengikuti peraturan perundang-undangan yang berlaku. • Tahun pencetakan leaflet 2013. • Nomor: PJ.091/BM/B/001/2013-00