KEMAMPUAN PENGENALAN HURUF HIJAIYAH PADA SANTRI YANG BELAJAR BACA-TULIS AL- QURAN DENGAN METODE IQRA HIJAIYAH LITERACY SKILLS IN STUDENTS WHO ARE LEARNING TO READ AND WRITE BY THE METHOD OF AL-QUR,AN IQRA Marlina Marzuki Email :
[email protected]
Abstrak Tulisan ini mengkaji tentang kemampuan pengenalan huruf-huruf hijaiyah pada santri yang belajar baca-tulis Al-Quran dengan metode Iqra; salah satu metode pembalajaran cara baca Al-Quran yang popular di Indonesia dalam 20 tahun terakhir. Penelitian dilakukan dilakukan pada sekolah dasar di Kabupaten Bireuen, Propinsi Aceh. Selama ini metode Iqra telah mampu menggeser kepopuleran metode Baghdadiyah, satu-satunya metode pembelajaran konvensional cara baca Al-Quran yang telah digunakan di Indonesia selama ratusan tahun. Metode Iqra diunggulkan karena efektivitasnya, dimana siswa diajarkan langsung membaca tanpa diharuskan mengeja huruf. Bagaimanapun kelebihan dan keunggulan metode tersebut perlu dikaji secara mendalam, sehingga dapat menjadi pertimbangan bagi pemakainya. Hasil penelitian menunjukkan banyak peserta yang menggunakan metode Iqra’ tidak mampu menyebutkan nama-nama huruf Hijaiyah secara benar, meskipun mereka telah mampu membaca Al-Quran dengan baik. Kata kunci: metode iqra, huruf hijaiyah, baca-tulis, al-quran, metode baghdadiyah
1
Staf Pengajar Pada Jurusan Teknik Kimia, Politeknik Negeri Lhokseumawe
31
Abstract This paper is aimed to study ability of students who learnt reading and writing Al-Quran scripts using Iqra method in spelling Arabic alphabets properly. The Iqra is a new introduced method that becomes popular during the last 20 years in Indonesia. The research has been conducted at 2 elementary schools in District of Bireuen, Province of Aceh. Since the Iqra method introduced, a conventional method of Baghdadiyah that has been used for long time in Indonesia became less popular. The Iqra method is consider as an attractive method because it directly introduces how to read words in Al-Quran without any spelling process. However, a deep study on advantages and disadvantages of the method are still needed. This research foundthat majority of respondents who used the Iqra method were not able to recognize the Arabic alphabets even though they able to read Al-Quran properly. Key words: iqra method, arabic alphabets, reading, al-quran, baghdadiyah method
PENDAHULUAN Al-Quran adalah kitab suci yang menjadi petunjuk dan tuntunan bagi umat Islam. Setiap Muslim berkewajiban untuk mempelajari kitab suci yang diturunkan dalam Bahasa Arab tersebut. Oleh sebab itu, mempelajari cara membaca Al-Quran dengan sendirinya menjadi kewajiban, meskipun tidak semua Muslim mampu memahami Bahasa Arab. Selama ini, berbagai upaya telah dilakukan oleh para pendidik untuk memudahkan mempelajari cara baca-tulis Al-Quran dengan tepat, mulai dari metode konvensional sampai metode praktis yang modern. Kedua metode tersebut digunakan secara luas di Indonesia. Metode konvensional pembelajaran baca-tulis Al-Quran yang sering digunakan di Indonesia adalah Kaidah Baghdadiyah. Pada beberapa tempat, Kaidah Baghdadiyah lebih dikenal dengan nama Juz Amma atau Al-Quran Kecil karena kitab Kaidah Baghdadiyah biasanya disatukan dengan surah Al-Fatihah dan Juz Amma pada 32
bagian akhir. Cara mengajarkan Kaidah Baghdadiyah dimulai dengan menghafal huruf-huruf hijaiyah serta pengejaan bacaannya. Sedangkan metode modern merupakan metode-metode yang dikembangkan selama 20 tahun terakhir di Indonesia. Di antaranya adalah metode Iqra yang dikembangkan sejak tahun 1980-an oleh KH. As’ad Humam dari Kotagede, Yogyakarta (Humam, 1995). Dalam metode Iqra, peserta diajarkan cara baca langsung tanpa ada kewajiban menghafal huruf-huruf hijaiyah dan pengejaanya. Dalam praktiknya, keberhasilan metode Iqra ini memang sangat cepat, peserta dapat membaca langsung Al-Quran sesuai dengan kaidah dalam masa kurang dari satu tahun. Mengingat sedemikian jelas perbedaan cara pembelajaran kaidah Baghdadiyah dengan metode Iqra, tentu saja akan ada beberapa kekurangan dan kelebihan dari masing-masing metode tersebut. Metode Iqra merupakan pola pengajaran cara membaca Al-Quran yang cepat tanpa melalui tahap-tahap penghafalan huruf-huruf hijaiyah secara alfabetis. Pada metode ini huruf-huruf hijaiyah yang dikenalkan sejak semula telah diberikan tanda baca/baris, baik berupa fatah (bunyi vokal “a”), kasrah (bunyi vokal “i”), atau dhammah (bunyi vokal ‘u”). Sedangkan pada metode Baghdaiyah, tahap pertama pembelajaran para peserta diwajibkan melafalkan huruf-huruf hijaiyah secara benar. Setelah pelafalan huruf-huruf hijaiyah ini tepat, baru kemudian dikenalkan huruf-huruf hijaiyah yang telah diberikan tanda baca/baris pada bagian-bagian berikutnya. Pada sisi lain, pengenalan huruf hijaiyah secara tepat merupakan pengetahuan dasar yang diperlukan pada tahap pembelajaran cara baca Al-Quran yang lebih lanjut. Bacaan Al-Quran yang tepat adalah bacaan yang mengikuti kaidah-kaidah ilmu tajwid. Hukum-hukum dalam ilmu tajwid selalu dilandaskan pada sifat-sifat huruf hijaiyah (makharijul huruf) itu sendiri. Oleh karena itu, untuk memahami ilmu tajwid secara benar, kemampuan mengenal huruf hijaiyah secara tepat adalah mutlak diperlukan. Kemampuan ini tentu saja diperoleh pada saat pertama sekali diajarkan tata-cara membaca Al-Quran. Tulisan ini bertujuan untuk mengkaji sejauh mana perbandingan efektivitas metode pembelajaran cara baca Al-Quran dengan metode metode Iqra, serta pengaruh penggunaan metode Iqra terhadap kemampuan pelajar dalam mengenal dan melafalkan huruf33
huruf hijaiyah secara tepat. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi lembaga-lembaga pendidikan Al-Quran, masyarakat dan instansi pemerintah yang terkait tentang efektifitas dari metode-metode pebelajaran cara baca Al-Quran yang telah digunakan di Indonesia selama ini.
TINJAUAN PUSTAKA Kitab Suci Al-Quran Al-Quran merupakan kitab suci bagi umat Islam yang ditulis dalam Bahasa Arab diturunkan oleh Allah Subhanahu wata’ala (SWT) kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam (SAW) melalui Malaikat Jibril Alaihissalam (AS). Secara harfiah Al-Quran bermakna bacaan, namun dalam pandangan yang lebih lengkap di dalamnya terkandung berbagai aspek kehidupan beragama baik berupa hudan (petunjuk), bayyinah (penjelas) dan furqan (pembeda). Karena itu merupakan kewajiban bagi setiap umat Islam terhadap Al Quran untuk meyakini kebenaran isi yang terkandung di dalamnya, mempelajari cara membacanya dan senantiasa membacanya, mempelajari isinya (artinya) dan menjadikannya sebagai petunjuk, serta mengamalkannya (Hamid, 2006) . Al-Quran diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW secara berangsur-angsur dalam waktu sekitar 23 tahun. Wahyu pertama pada Surat Al-‘Alaq Ayat 1-5 dan sampai dengan Surat Al-Maidah Ayat 3, sebagai ayat yang terakhir. Keseluruhan Al-Qur’an terdiri dari 30 Juz dan 114 Surat. Kemurnian Al-Quran sangat terjaga, sejak pertama kali diturunkan sampai dengan sekarang. Sejarah permurnian Al-Quran juga berlanjut pada masa pemerintahan khulafaurrasyidin (Khalifah yang empat setelah Rasullulah SAW wafat). Pada masa Khalifah Abu Bakar (623 – 634 M), Umar bin Khatab menyarankan untuk membukukan Al-Quran. Perkembangan Agama Islam pada masa khalifah Usman Bin Affan (644 – 655) semakin pesat. Perbedaan dialek Bahasa Arab semakin meluas sehingga semakin banyak perbedaan bacaan Al-Quran terjadi sesama pemeluk Islam. Khalifah Usman berinisiatif melakukan standarisasi dalam dialek fushah; yaitu dialek standar Bahasa Arab Modern yang digunakan oleh Suku Quraisy. Khalifah Usman bin 34
Affan memperbanyak salinan Al-Quran berdasarkan standar yang dibukukan pada masa Khalifah Abu Bakar, serta memusnahkan tulisan-tulisan yang lain untuk menjaga kemurnian Al-Quran. Salinan ini dikenal sebagai Al-Quran Mushaf Usmani yang dipergunakan oleh umat Islam hingga sekarang (Al-‘Azami, 2005). Kaidah Baghdadiyah Sebelum tahun 80-an hanya dikenal satu metode pendidikan cara baca Al-Quran di Indonesia, yaitu metode kaidah Baghdadiyah. Metode yang dikenal dengan istilah Juz Amma ini juga digunakan secara luas, paling tidak dalam wilayah Asia Tenggara (Dirjen Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, 1994). Kaidah Baghdadiyah di Aceh lebih dikenal dengan nama Quran Kecil (Kuru-an Ubit) yang diajarkan kepada anak-anak di rumah-rumah, tempat pengajian (rumoh beut), langgar (meunasah), dan pesantren (dayah) (Ismail, 2005). Berdasarkan dari namanya, kemungkinan besar Kaidah Baghdadiyah dikembangkan di Baghdad pada masa Khalifah Bani Abassiah (750 – 1258 M). Sejauh ini penulis belum mendapatkan referensi nama penemu metode tersebut. Namun demikian efektivitas metode ini telah teruji dalam kurun waktu yang sangat lama. Sebagian besar alim-ulama, penghafal Al-Quran (hafidz), dan cendikiawan yang kita kenal dulu dan sekarang belajar membaca Al-Quran dengan menggunakan metode kaidah Baghdadiyah ini. Kaidah Baghdadiyah merupakan metode pembelajaran cara baca Al-Quran dengan menekankan pengejaan huruf. Materi-materi dalam metode Baghdadiyah diajarkan secara gradual dengan urutan dari materi yang paling mudah ke materi yang sukar dan dari materi yang bersifat umum ke materi yang bersifat khusus. Secara garis besar, Kaidah Baghdadiyah memerlukan 17 langkah. 30 huruf hijaiyyah selalu ditampilkan secara utuh dalam tiap langkah. Seolaholah sejumlah tersebut menjadi tema sentral dengan berbagai variasi. Variasi dari tiap langkah menimbulkan rasa estetika bagi siswa (enak didengar) karena bunyinya bersajak berirama. Indah dilihat karena penulisan huruf yang sama. Metode ini diajarkan secara klasikal maupun privat (Dirjen Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, 1994). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kelebihankelebihan kaidah Baghdadiyah antara lain karena susunan materi pelajaran yang sekuensif, penekanan pada pengenalan huruf-huruf 35
hijaiyah sehingga hampir selalu ditampilkan pada setiap tahap pembelajaran secara utuh sebagai tema sentral, bacaan disusun berdasarkan pola bunyi dan susunan huruf (wazan) yang rapi, penekanan ketrampilan mengeja, dan penyisipan materi tajwid secara terpadu pada setiap tahap pembelajaran. Meskipun demikian, sebagian pengajar, terutama pengembang metode pembelajaran car abaca Al-Quran moderen di Indonesia berpendapat bahwa penyajian Kaidah Baghdadiyah menjemukan, penampilan huruf yang hampir-hampir mirip sehingga menyulitkan pembaca, dan membutuhkan waktu yang lama untuk mampu membaca Al-Quran secara sempurna (Komari, 2008). Metode Iqra Setelah tahun 80-an, metode pembelajaran cara baca Al-Quran di Indonesia telah banyak yang dikembangkan. Di antara metodemetode tersebut, yang terkenal adalah adalah metode Iqra, Qiraati, AlBarqy, dan Tilawah. Namun demikian, hanya konsep pembelajaran metode Iqra yang akan disajikan dalam makalah ini. Metode Iqra disusun oleh K.H. As'ad Humam dari Kotagede Yogyakarta (Humam, 1995). Dalam pelaksanaannya, metode tersebut kemudian dikembangkan oleh Angkatan Muda Masjid dan Musholla (AMM) Yogyakarta dengan membuka Taman Kanak-kanak Al-Quran (TKA) dan Taman Pengajian Al-Quran (TPA). Metode Iqra berkembang dan menyebar merata di Indonesia karena dukungan Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Badan Koordinasi Pemuda dan Remaja Masjid Indonesia (BKPRMI). Untuk menarik perhatian siswa, 6 jilid metode Iqra juga dikemas dalam sampul yang bervariasi, mengingat targetnya adalah anak-anak pra-sekolah dan sekolah dasar. Tata cara baca Al-Quran dan metode-metode pengajaran dalam buku-buku Iqra disajikan dalam bentuk bacaan langsung, sesuai dengan sistem pembelajaran Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) yang sedang digiatkan pemerintah pada masa yang bersamaan. Pembelajaran metode Iqra lebih difokuskan pada program privat, berlaku sistem modul, dan asistensi. Meskipun target lembaga pendidikan yang utama adalah TKA dan TPA, metode ini juga dapat digunakan pada pengajian-pengajian semi tradisional di masjid dan mushalla, kursus baca tulis Al-Quran, program ekstra 36
kurikuler sekolah, atau digunakan di majelis-majelis ta'lim setelah mengelami beberapa pengembangan. Metode Iqra Dewasa, Iqra Terpadu, dan Iqra Klasikal merupakan metode pengembangan dari konsep-konsep metode Iqra. Metode Iqra Dewasa pertama kali dikembangkan untuk pembelajaran cara baca Al-Quran orang dewasa. Sedangkan Metode Iqra terpadu merupakan penyempurnaan dari Metode Iqra Dewasa. Jumlah pertemuan pada metode Iqra Dewasa sebanyak 20 kali, pada metode Iqra Terpadu dirangkaskan menjadi 10 kali pertemuan saja. Metode Iqra Terpadu juga dilengkapi dengan latihan membaca dan menulis. Metode Iqra Klasikal dikembangkan oleh Tim Tadarrus AMM Yogyakarta sebagai pemampatan dari buku Iqra 6 jilid. Iqra Klasikal diperuntukkan bagi siswa sekolah dasar dan madrasah ibtidaiyah (SD/MI). Metode ini diajarkan secara klasikal dan mengacu pada kurikulum sekolah formal. Baik pada metode Iqra dasar maupun pada metode Iqra yang telah dikembangkan, keduanya berpedoman pada bacaan langsung dan tidak perlu pengejaan huruf demi huruf. Satu persatu huruf-huruf hijaiyah yang telah diberikan tanda baris dikenalkan bacaannya pada siswa. Mulai dari huruf tunggal sampai pada gabungan beberapa huruf dengan berbagai variasi tanda baris disajikan untuk memudahkan siswa mengingatnya. Setelah dasar-dasar bacaan dikuasai, siswa mulai dikenalkan bacaan huruf-huruf yang disambung, tanda-tanda baca sampai dengan kaidah tajwid yang lengkap. Selain tidak dikenalkan nama-nama huruf hijaiyah, metode Iqra juga tidak mengenalkan nama-nama tanda baca dan istilah-istilah hukum tajwid kepada siswa secara keseluruhan kecuali hukum bacaannya.
METODE PENELITIAN Desain, Populasi, Sampel, Instrumen, dan Diskusi Etis Penelitian ini merupakan survey non eksperimental, tujuannya adalah untuk mengumpulkan data dalam skala yang lebih luas sehingga dapat diperoleh generalisasi yang bisa digunakan secara statistik. Untuk mencapai tujuan penelitian tersebut telah diadakan pengumpulan dan analisa data secara kuantitatif dari beberapa pelajar yang dipilih. Untuk memperdalam analisa dari penelitian ini juga 37
diadakan kajian kualitatif. Demikian penelitian ini merupakan gabungan dari kajian data secara kuantitaif dan kualitatif, mengingat penelitian kualitaif semata agak mempersulit proses generalisasi karena jumlah responden yang dipilih terlalu sedikit. Data kuantitatif diambil berdasarkan kuesioner yang diberikan kepada murid-murid yang telah mampu membaca Al-Quran. Muridmurid tersebut dipilih secara acak dan diberikan npertanyaan menyangkut latar belakang metode yang digunakan selama belajar membaca Al-Quran. Selanjutnya mereka diberikan tes kecil menyangkut dengan kemampuan mereka mengenal huruf-huruf hijaiyah secara personal. Populasi yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah para pelajar yang telah mampu membaca Al-Quran. Pada penelitian ini akan digunakan metode stage sampling karena keterbatasan waktu, akses dan biaya. Metode stage sampling melibatkan sampel-sampel yang dipilih dalam tahap-tahap dimana sampel dipilih di dalam sekelompok sampel. (Cohen, et al., 2000 ). Sampel atau objek dalam penelitian ini adalah sejumlah pelajar yang dipilih secara acak dalam sekolah tertentu. Peserta yang akan dilibatkan dalam penelitian ini perbedaan gender sangat proposional. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner dan data sekunder. Data sekunder merupakan data-data referensi yang berasal dari berbagai sumber kepustakaan dan internet. Data sekunder kemudian dibandingkan dengan data kuesioner. (Cohen et al. 2000, ) menjelaskan bahwa kuesioner digunakan secara luas dan merupakan instrumen yang sangat bermanfaat untuk pengumpulan informasi penelitian. Metode tersebut dapat dibuat dibentuk terstruktur atau data numeris yang mudah dalam pengelolaannya. Data kuesioner agak lebih mudah dianalisa. Pada penelitian ini, kuesioner dibuat dalam bentuk beragam antara rating scale sampai dengan pertanyaan langsung. Untuk memfasilitasi indentifikasi, pengumpulan, analisa data, dan penyampaian laporan dalam penelitian ini, peneliti sangat memperhatikan etis penelitian terhadap manusia. Peneliti menjamin bahwa peserta yang dipilih dalam penelitian ini sepenuhnya setuju untuk dilibatkan tanpa ada paksaan. Demikian juga peneliti menjamin kerahasiaan data dari pada responden untuk digunakan dalam 38
penelitian ini. Berdasarkan isu-isu etis tersebut, proses pengumpulan data dilakukan sebagai penjelasan pada bagian di bawah ini. Kuesioner didistribusikan kepada responden pada sekolah yang dipilih. Para responden ditanyakan kesediaannya untuk mengikuti kuesioner. Setiap pertanyaan yang ada dalam kuesioner dijelaskan secara terperinci sehingga memudahkan responden untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut. Kepada responden juga dijelaskan manfaat-manfaat dari penelitian ini sehingga memberikan kenyamanan bagi mereka untuk mengikuti. Prosedur Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan Maret 2011 pada beberapa Sekolah Dasar di Bireuen, Propinsi Aceh. Sebanyak 40 siswa dipilih secara acak dari SD Negeri 1 dan SD Negeri 15 Bireuen. Kuesioner yang dibagikan kepada responden berisi pertanyaan dua bagian. Bagian pertama kuesioner berisi seputar kesediaan peserta untuk menjawab, latar belakang lembaga dan metode serta lama dan efektivitas dari metode yang digunakan sewaktu pertama kali belajar membaca Al-Quran menurut pandangan peserta. Pada bagian kedua pertanyaan dari kuesioner berupa ujian kemampuan peserta terhadap pengenalan huruf-huruf hijaiyah. Untuk menjaga validitas data yang diberikan, penulis membagikan dan mengawal proses pengisian data secara langsung. Sebelum pengisian data, peserta juga diberikan petunjuk ringkas sehingga dapat memahami maksud dan tujuan dari pertanyaan yang diberikan tersebut. Namun demikian, penulis tidak sekali-kali memberikan atau mengarahkan jawaban kepada peserta. Analisis Data Analisa data yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi pengumpulan data, reduksi data, penyajian, dan verivikasi. Data sekunder dikumpulkan dengan metode triangulasi yang menggabungkan dua atau lebih sumber data untuk objek tertentu. Cara seperti ini akan memberikan kepercayaan yang signifikat terhadap data yang dianalisa (Cohen et al., 2000,). Data sekunder akan dikumpulkan berdasarkan hasil laporan dan tulisan mengenai efektifitas metode pengajaran cara baca Al-Quran yang telah digunakan di Indonesia selama ini. 39
Proses reduksi data diperlukan ketika data dikumpulkan terlalu banyak. Reduksi data untuk data yang tidak dipublikasi dan data sekunder yang dipublikasi dilakukan dengan proses dokumentasi, rangkuman, dan pemilihan yang fokus dengan maksud dan tujuan penelitian. Untuk kuesioner, data yang didapat telah diedit sebelum dilakukan data reduksi untuk mengidentifikasi dan mengurangi kesalahan yang dibuat oleh responden. Data reduksi umumnya meliputi pengkodean data secara manual dalam rangka untuk persiapan data analisis. Semua jawaban yang dibuat oleh responden dikodekan untuk kemudahan pembacaan. Sesudah dilakukan reduksi, data tersebut ditampilkan dan divisualisasi untuk memudahkan pembacaan dan proses analisa. Data sekunder ditampilkan dalam bentuk grafik dan tabel. Cara visualisasi demikian dapat membrikan gambaran kecnederungan dan hubunganhubungan tertentu dari data itu sendiri. Kemudian kedua data tersebut, data sekunder dan kuesioner dipresentasikan dalam bentuk narasi untuk pembahasan. Pada tahap terakhir dari analisa data dilakukan verifikasi data dan pencarian gambaran kesimpulan yang mungkin dapat ditarik dari penelitian ini. Kesimpulan tersebut diambil berdasarkan validitas dan konsistensi data. Kesimpulan merupakan jawaban dari topik yang difokuskan dan dicari sejak awal dalam penelitian ini. Kesimpulan tersebut tidak harus sesuai dengan asumsi dasar, tetapi juga boleh berubah atau berkembang dari apa yang telah direncanakan.
HASIL DAN PEMBAHASAN Profil Responden Sebanyak 40 siswa sekolah dasar telah menyatakan secara suka rela untuk berperan serta dalam penelitian ini. Peserta semuanya berasal dari Sekolah Dasar Negeri 1 dan Sekolah Dasar Negeri 15, Kapupaten Bireuen, Provinsi Aceh. Peserta berumur antara 10 sampai 12 tahun, dimana mereka adalah siswa kelas 5 dan kelas 6 dari kedua sekolah tersebut. Sebanyak 17 orang responden berjenis kelamin lakilaki dan 23 orang peserta perempuan. Berdasarkan metode pembelajaran cara belajar Al-Quran yang pertama sekali digunakan, sebanyak 15 orang peserta mengaku belajar 40
cara membaca Al-Quran dilakukan pada Taman Pendidikan Al-Quran. Sebanyak 6 orang peserta mengaku belajar di lembaga pengajian tradisional semisal meunasah atau rumah-rumah pengajian. Hanya satu orang peserta yang belajar membaca Al-Quran di rumah dan sisanya tidak menyebutkan secara spesifik lokasi pengajian mereka. Secara umum hampir semua peserta mulai belajar membaca Al-Quran sejak berusia dini. Sebanyak 16 peserta mulai belajar AlQuran pada usia pra sekolah, 3 sampai 6 tahun. Sementara 23 peserta mengaku mulai belajar membaca Al-Quran pada usia memasuki jenjang pendidikan dasar, yaitu dari 7 sampai 10 tahun dan hanya satu peserta yang memulainya pada usia di atas 10 tahun. Dalam usia belajar yang relatif dini tersebut, sebanyak 12 peserta mengaku mampu membaca Al- Quran dalam waktu kurang dari satu tahun. Sebanyak 19 peserta mengaku mampu membaca AlQuran dalam masa 1 sampai 2 tahun. Sedangkan 3 peserta mengaku mampu membacanya dalam masa 3 sampai 4 tahun dan sisanya di atas 6 tahun. Dipandang dari metode yang digunakan, sebanyak 12 peserta mengaku menggunakan metode Iqra’. Sedangkan sebanyak 10 peserta mengaku menggunakan metode Bagdadiyah dan sisanya menggunakan metode lain tetapi tidak disebutkan secara spesifik metode yang digunakannya. Meskipun demikian, kecuali hanya satu orang pengguna metode Baghdadiyah murni, seluruh peserta yang non-Iqra’ yang lain mengaku juga pernah mempelajari metode Iqra’. Kemampuan Pengenalan Huruf Hijaiyah Berdasarkan hasil pengujian kemampuan pengenalan hurufhuruf Hijaiyah, sebanyak 16 peserta mampu mengenali huruf secara keseluruhan. Dari jumlah tersebut hanya 6 peserta yang merupakan lulusan metode Iqra’, sedangkan sisanya merupakan lulusan metode Bagdadiyah dan metode lain yang tidak disebutkkan secara spesifik. Kuat dugaan penulis, peserta yang menggunakan metode yang lain tersebut adalah peserta yang menggunakan metode Bagdadiyah. Hanya saja mereka tidak mengetahui nama metode yang digunakan secara pasti. Berbeda dengan metode Iqra’ yang telah dikenal namanya, metode Bagdadiyah tidak dikenal nama. Bahkan di banyak tempat, metode tersebut disebut dengan Quran Kecil. 41
Selain itu, sebanyak 6 peserta yang menggunakan metode nonIqra’ hanya melakukan satu kesalahan pengenalan huruf saja, yaitu huruf Lam-Alif ()ﻻ. Huruf-huruf seperti Jim ()ﺝ, Dal ()ﺩ, Dzal ()ﺫ, Zai ()ﺯ, Qaf ()ﻕ, dan Kaf ( )ﻙmerupakan huruh yang terbanyak salah pengucapan oleh peserta metode Iqra’. Mereka umumnya responden melafalkan huruf-huruf tersebut dengan bacaan yang sama dengan huruf yang bertanda baris di atas (kasrah), yaitu Ja ()ﺝ, Da ()ﺩ, Dza ()ﺫ, Za ()ﺯ, Qa ()ﻕ, dan Ka ()ﻙ. Ada sebagian kecil peserta metode Bagdadiyah yang juga melakukan kesalahan pelafalan huruf-huruf hijayaiyah tersebut di atas, hal ini sangat beralasan mengingat mereka juga mengaku pernah menggunakan metode Iqra’ di tempat pengajian sekolah misalnya. Sehingga mungkin saja pola pengetahuan hurufhuruf hiajaiyah mereka telah terinduksi dengan pola metode Iqra. Berdasarkan hasil pengujian tersebut, penulis juga menemukan bahwa beberapa pengguna metode Iqra’ umumnya gagal dalam mengenal nama huruf Hijaiyah berupa Jim ()ﺝ, Dal ()ﺩ, Dzal ()ﺫ, Zai ()ﺯ, Sin () ﺱ, Syain ( )ﺵ, Shad ( )ﺹDhad ( )ﺽ, Ain () ﻉ, Ghain ( )ﻍ, Qaf ()ﻕ, Kaf ()ﻙ, Lam ( )ﻝ, Mim () ﻡ, Nun ( )ﻥ, dan Wau ()ﻭ. Selayaknya penggguna metode Iqra, mereka secara spontan menambahkan bacaan kasrah pada huruf-huruf Hijaiyah tersebut di atas. Dengan demikian, bacaan huruf-huruf tersebut menjadi Ja untuk Jim ()ﺝ, Da untuk dal ()ﺩ, Dza untuk Dzal ()ﺫ, Za untuk Zai ()ﺯ, Sa untuk Sin () ﺱ, Sya untuk Syain ( )ﺵ, Sha untuk Shad ( )ﺹ, Dha untuk Dhad ( )ﺽ, ‘A untuk ‘Ain () ﻉ, Gha untuk Ghain ( )ﻍ, Qa untuk Qaf ()ﻕ, Ka untuk Kaf ()ﻙ, La untuk Lam ( )ﻝ, Ma untuk Mim () ﻡ, Na untuk Nun ( )ﻥ, dan Wa untuk Wau ()ﻭ. Huruf-huruf hijaiyah yang tidak pernah salah dilafalkan oleh semua responden adalah huruf Ba ( )ٻTa ()ﺕ, Tsa ()ﺙ, Ha ()ﺡ, Kha ()ﺥ, Ra ()ﺭ, Tha ()ﻁ, Dla ()ﻅ, Fa ()ﻑ, dan Ya ()ﻱ. Secara kebetulan huruf-huruf tersebut berbunyi sama dengan atau tanpa tanda baca kasrah. Efektivitas Metode Pembelajaran Salah satu keunggulan yang sering dipromosikan dalam metode Iqra’ adalah efektivitas metode pembelajarannya. Berdasarkan buku panduan disebutkan bahwa metode Iqra mampu mempercepat kemampuan peserta membaca Al-Quran selama 3 bulan atau kurang dari satu tahun. Sedangkan metode Baghdadiyah terlanjur dipercaya sebagai metode yang lamban, bahkan dipercaya peserta yang 42
menggunakan metode Baghdadiyah baru mampu membaca Al-Quran dalam hitungan bertahun-tahun. Sementara itu, berdasarkan data dari kuesioner diperoleh bahwa sebanyak 6 peserta Iqra’ malah mengaku baru mampu membaca Al-Quran dalam masa waktu lebih dari 6 tahun. Jumlah peserta yang mampu membaca Al-Quran dalam waktu kurang satu tahun antara yang menggunakan metode Iqra dan metode Bagdadiyah adalah sebanding. Bahkan sebagian besar peserta yang menggunakan metode Baghdadiyah atau metode lain non-Iqra’ mampu membaca AlQurang dalam waktu hanya 1 hingga 2 tahun saja. Ini menunjukkan bahwa tidak beralasan menyebutkan bahwa metode Baghdadiyah tidak efektif. Metode tersebut akan sama efektifnya jika digunakan sesuai dengan aturan-aturan yang berlaku. Sedangkan metode Iqra’, meskipun mampu menghasilkan kemampuan yang cepat, sebenarnya prose belajar mereka belum selesai karena masih perlu melanjutkan tahap pengenal huruf-huruf Hijaiyah secara benar, sehingga dapat dijadikan bekal dalam belajar ilmu tajwid secara baik dan benar.
KESIMPULAN Berdasarkan dari paparan hasil dan pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa: Kedua metode, baik Iqra’ maupun Baghdadiyah dipandang efektif digunakan dalam pembelajaran cara baca Al-Quran, asalkan kedua metode tersebut digunakan sesuai dengan aturannya yang berlaku. Secara signifikan menunjukkan lebih banyak peserta yang menggunakan metode Iqra’ tidak mampu menyebutkan nama-nama huruf Hijaiyah secara benar. Kesalahan penyebutan nama-nama huruf Hiajiyah umumnya karena metode Iqra’ mengajarkan cara baca langsung, sehingga peserta tidak perna mengenal nama huruf tersebut kecuali yang telah diberikan tanda baca.
DAFTAR PUSTAKA Al-A'zami, M.M. 2005. Sejarah Teks Al-Qur'an dari Wahyu sampai Kompilasi, (terjemahan), Jakarta: Gema Insani Press. Cohen, Louis, Manion, Lawrence and Keith, M., 2000, Research Methods in Education, London: Routledge, 43
Dirjen Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, 1994. Metode-metode mengajar Al-Qur'an di sekolah-sekolah Umum, Departmen Agama Republik Indonesia, Jakarta. Hamid, S. R., 2006. Pahala dan Keutamaan Membaca Al-Qur’an. Samudra Hikmah. Bogor. Humam, A. 1995. Pedoman Pengelolaan, Pembinaan Dan Pengembangan M3A. Yogyakarta: Balai Litbang LPTQ Nasional. Ismail,N. 2005. Pendidikan Dayah dalam Konteks Sejarah dan Kekinian, Jurnal Seumike, Banda Aceh, Aceh Institute. Komari, 2008. Metode Pengajaran Baca Tulis al-Qur'an, Pelatihan Nasional Guru dan Pengelola TK-TPA, Makassar.
44