Kemampuan Memahami Isi Bacaan Siswa Kelas VII MTs Swasta Labibia Naswiani Samniah
[email protected] Abstrak Pembelajaran membaca mempunyai peran penting dalam mata pelajaran bahasa dan sastra Indonesia. Semua pendidik berharap agar para siswa mempunyai kemampuan membaca yang memadai. Membaca merupakan kegiatan yang sangat penting untuk mendapatkan berbagai informasi. Kemampuan membaca harus diimbangi oleh pemahaman terhadap isi bacaan. Pemahaman didefinisikan sebagai proses berpikir dan belajar. Dikatakan demikian karena untuk menuju ke arah pemahaman perlu diikuti dengan belajar dan berpikir. Pemahaman merupakan proses, perbuatan dan cara memahami. Masalah dalam penelitian ini adalah bagaimanakah kemampuan memahami isi bacaan siswa kelas VI MTS Swasta Labibia? Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk memperoleh informasi dan mendeskripsikan Kemampuan Memahami Isi Bacaan siswa kelas VII MTS Swasta Labibia. Metode yang digunakan dalam peneltian ini adalah deskriptif kuantitatif . selanjutnya, populasi penelitian ini adalah keseluruhan siswa kelas VII MTS Swasta Labibia yang terdaftar pada tahun pelajaran 2015/2016 sebanyak 46 orang yang tersebar pada 2 kelas. Penelitiannya merupakan penelitian populasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Kemampuan Memahami Isi Bacaan siswa kelas VII MTS Swasta Labibia tergolong pada kategori mampu secara individu karena terdapat 27 orang siswa atau (58,69) memperoleh skor diatas KKM yaitu 14-20 atau dengan persentase (70%-100%). Dan sebanyak 19 orang siswa atau (41,30%), dengan memperoleh skor 0-13 atau dengan persentase (0%-65%) berada pada kategori tidak mampu.. Pendahuluan Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam berkomunikasi, baik secara lisan maupun tertulis (Depdiknas, 2003:5). Adapun tujuan pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia ini dimaksudkan agar siswa lebih mahir dalam menggunakan keterampilan berbahasa secara baik, sehingga ketika siswa sudah menamatkan jenjang pendidikan di sekolah lebih terampil menggunakan keterampilan berbahasa baik secara lisan maupun tertulis. Membaca merupakan salah satu kemampuan dasar yang hendaknya ditindaklanjuti, karena membaca adalah salah satu kemampuan berbahasa. Membaca menduduki posisi serta peran yang sangat penting dalam konteks kehidupan umat manusia terlebih pada era informasi dan komunikasi sekarang ini. Membaca juga merupakan jembatan bagi siapa saja dan di mana saja yang berkeinginan maju dan sukses, baik di lingkungan sekolah maupun dunia pekerjaan. Mengingat pentingnya membaca dalam kehidupan, maka membaca wajar diajarkan di sekolah-sekolah dengan berpijak pada tujuan pembelajaran membaca. Nurhadi (1987:56) mengemukakan bahwa pengalaman selama ini menunjukan bahwa pengajaran membaca lanjut di sekolah-sekolah menengah cenderung diabaikan. Faktor yang melatarbelakangi adalah anggapan yang salah tentang membaca itu sendiri. Kebanyakan kita sepakat bahwa pengajaran membaca telah berakhir ketika seorang anak didik telah dapat membaca dan menulis, yaitu ketika selesainya pengajaran membaca dan menulis permulaan, sekitar kelas tiga sekolah dasar. Pada jenjang yang lebih tinggi, pengajaran membaca lanjut tidak mendapat perhatian. Akibatnya, kebiasaan buruk terus berkembang sampai anak menjadi dewasa. Memahami isi bacaan adalah salah satu cara yang diitempuh oleh seorang siswa untuk menemukan kalimat utama pada tiap-tiap paragraf. Pemahaman bacaan juga berbeda-beda antara orang yang satu dengan yang lainnya, tergantung bagaimana orang tersebut dapat memahami dan menjelaskan arti pada masing-masing kata dan kalimat. Berdasarkan paparan di atas maka penelitian masalah kemampuan memahami isi bacaan siswa MTS Swasta Labibia kiranya perlu dilakukan, guna mengetahui sejauh mana kemampuan tingkat pemahaman siswa dalam memahami isi suatu bacaan.
Jurnal Humanika No. 16, Vol. 1, Maret 2016/ ISSN 1979-8296
Dari survei pendahuluan yang penulis laksanakan meliputi observasi dan wawancara dengan guru dan siswa di kelas VII MTS Swasta Labibia, diperoleh data keadaan siswa, kemampuan siswa, karakteristik siswa, dan keinginan siswa. Hal ini dilakukan untuk mengungkapkan permasalahan yang dihadapi siswa. Berdasarkan hasil survei tersebut, Pertama, berdasarkan wawancara dengan beberapa siswa kelas VII MTS Swasta Labibia yakni Munawir, Juliana dan Sarlianti menyatakan pernah belajar membaca namun mereka belum pernah belajar memahami isi bacaan dengan suatu teknik tertentu. Guru hanya mengajarkan siswa untuk membaca tanpa disertai dengan suatu pemahaman yang dapat memudahkan siswa untuk memahami isi suatu bacaan dengan baik. Kedua, berdasarkan keterangan guru bahasa Indonesia kelas VII MTS Swasta Labibia bernama Rusdin, S.Pd dan hasil observasi, siswa jika diberi pelajaran membaca tampak kurang berminat dan kurang tertarik dengan bacaan yang disajikan. Ketiga, berdasarkan hasil wawancara dengan siswa menganggap pembelajaran membaca sangat membosankan. Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini diharapkan dapat mengungkapkan secara memadai dan menyeluruh tentang Kemampuan Memahami Isi Bacaan siswa kelas VII MTS Swasta Labibia. Penetapan jenjang kelas dan tempat penelitian tersebut didasarkan pada pertimbangan bahwa materi pembelajaran membaca merupakan bagian kemampuan memahami isi bacaan di kelas VII MTS Swasta Labibia sama halnya dengan SMP lainnya, menerapkan kegiatan pembelajaran membaca sesuai dengan ketentuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan yang berlaku saat ini. Data yang sahih (valid) dan informasi yang relavan serta dapat dipertanggungjawabkan tentang kemampuan memahami isi bacaan akan menjadi sumbangan sangat berharga bagi perbaikan dan pengembangan pembelajaran khususnya dalam memahami isi bacaan dan pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia pada umumnya. Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Bagaimanakah kemampuan memahami isi bacaan siswa kelas VII MTS Swasta Labibia?
Landasan Teori Pembelajaran Membaca Hakikat Membaca Menurut Soedarso (2010:4) membaca adalah aktivitas yang kompleks dengan mengarahkan sejumlah besar tindakan yang terpisah-pisah. Membaca sebagai kegiatan yang meliputi pengenalan lambang-lambang tertulis atau lamabang-lambang bunyi. Bahasa berperan sebagai stimulus untuk mengingat makna yang dibangun pada pengalaman yang lalu dan menyusun makna-makna baru itu dengan jalan memanipulasi konsep-konsep yang dimiliki pembaca. Membaca dapat pula dianggap sebagai suatu proses untuk memahami yang tersirat dalam yang tersurat, yakni memahami makna yang terkandung di dalam kata-kata yang tertulis. Makna bacaan tidak terletak pada halaman tertulis tetapi berada pada pikiran pembaca. Demikianlah makna itu akan berubah, karena setiap pembaca memiliki pengalaman yang berbeda-beda yang dipergunakan sebagai alat untuk menginterpretasikan kata-kata tersebut. ( Harjasujana dalam Sunendar, 2008: 32-35). Tujuan Membaca Nurhadi (1989:11) berpendapat bahwa tujuan membaca adalah sebagai berikut: 1. Memahami secara detail dan menyeluruh isi buku. 2. Menangkap ide pokok/gagasan utama buku secara cepat (waktu terbatas). 3. Mendapatkan informasi tentang sesuatu (misalnya, kebudayaan suku indian). 4. Mengenali makna kata-kata (istilah) sulit. 5. Ingin mengetahui peristiwa penting yang terjadi di seluruh dunia. 6. Ingin mengetahui peristiwa penting yang terjadi di masyarakat sekitar. 7. Ingin memperoleh nikmatan dari karya fiksi. 8. Ingin memperoleh informasi tentang lowongan pekerjaan.
Jurnal Humanika No. 16, Vol. 1, Maret 2016/ ISSN 1979-8296
9. Ingin mencari merk barang yang cocok untuk dibeli. 10. Ingin menilai kebenaran gagasan pengarang/penulis. 11. Ingin mendapatkan alat tertentu (instrumen affect). 12. Ingin mendapatkan keterangan tentang pendapat seseorang (ahli) atau keterangan tentang definisi suatu istilah. Aspek-Aspek Membaca Menurut Broughton, (dalam Tarigan 1979: 12-13) terdapat dua aspek penting dalam membaca yaitu: a) Keterampilan yang bersifat mekanis (mechanical skills) yang dapat dianggap berada pada urutan yang lebih rendah (lower order). Aspek ini mencakup: 1) pengenalan bentuk huruf; 2) pengenalan unsur-unsur linguistik (fonem/grafem, kata, frase, pola klausa, kalimat dan lain-lain); 3) pengenalan hubungan/korespondensi pola ejaan dan bunyi (kemampuan menyuarakan bahan tertulis atau “to barck at print”); 4) kecepatan membaca ketaraf lambat. b) Keterampilan yang bersifat pemahaman (comprehension skills) yang dapat dianggap berada pada urutan yang lebih tinggi. Aspek ini mencakup: 1) Memahami pengertian sederhana (leksikal, gramatikal, retorikal); 2) Memahami signifikasi atau makna (maksud dan tujuan pengarang, relevansi/keadaan kebudayaan , dan reaksi pembaca); 3) Evaluasi atau penilaian (isi, bentuk); 4) Kecepatan membaca yang fleksibel, yang mudah disesuaikan dengan keadaan.
Jenis-Jenis Membaca Tarigan (1979:23-38) Membaca sebagai suatu aktivitas yang kompleks, mempunyai tujuan yang kompleks dan masalah yang bermacam-macam. a. Membaca teliti yaitu membaca yang penekannya diarahkan pada keterampilan memahami dan menguasai isi bacaan, b. Membaca pemahaman yaitu membaca yang penekannya diarahkan pada keterampilan memahami dan menguasai isi bacaan, c. Membaca ide yaitu membaca dengan maksud mencari, memperoleh serta memanfaatkan ide-ide yang tedapat pada bacaan. d. Membaca kritis yaitu membaca yang dilakukan secara bijaksana, penuh tegang hati, mendalam, evaluatif, serta analitis, bukan hanya mencari kesalahan. e. Membaca telaah bahasa.
Membaca sebagai Suatu Keterampilan Tarigan (1979:11) mengemukakan bahwa membaca adalah suatu keterampilan yang kompleks, yang rumit, yang mencakup atau melibatkan serangkaian keterampilan-keterampilan yang lebih kecil. Dengan perkataan lain, keterampilan membaca mencakup tiga komponen, yaitu: a. Pengenalan terhadap aksara serta tanda-tanda baca; b. Korelasi aksara beserta tanda-tanda baca dengan unsur-unsur linguistik yang formal; c. Hubungan lebih lanjut dari a dan b dengan makna atau meaning.
Jurnal Humanika No. 16, Vol. 1, Maret 2016/ ISSN 1979-8296
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Membaca Ada beberapa faktor yang berpengaruh terhadap proses pemahaman. Faktor-faktor tersebut adalah: 1) faktor kognitif, 2) faktor afektif 3) faktor teks bacaan, dan 4) faktor penguasaan bahasa. Faktor yang pertama berkaitan dengan pengetahuan, pengalaman, dan tingkat kecerdasan (kemampuan berpikir) seseorang. Faktor kedua berkaitan dengan kondisi emosional, sikap dan situasi. Faktor ketiga berkaitan dengan tingkat kesukaran dan ketebacaan suatu bacaan yang dipengaruhi oleh pilihan kata, struktur, isi bacaan, dan penggunaan bahasanya. Selanjutnya faktor terakhir berkaitan dengan tingkat kemampuan berbahasa yang berkaitan dengan penguasaan perbendaharaan kata, struktrur dan unsur-unsur kewacanaan. (http://marrrmembailmu.blogspot.com/2011/01/faktor-faktor yang mempengaruhi membaca). Meningkatkan Minat Baca Tarigan (1978:105-107) mengemukakan cara meningkatkan minat membaca diantaranya adalah: a. Menyediakan Waktu untuk Membaca Alasan yang umum untuk tidak membaca adalah berkurangnya waktu. Memang tidak perlu mengingkari bahwa terdapat banyak tuntutan terhadap waktu kita, tetapi kalau kita sesungguhnya berminat pada kemajuan pribadi, kita pun akan mengatur hari kita sehingga kita mempunyai paling sedikit waktu yang singkat yang digunkan untuk membaca dengan baik. Tidak perlu lebih dari lima belas atau tiga puluh menit, tetapi kesetiaan kita terhadapnya akan memudahkan kita berbuat lebih banyak lagi membaca dari pada yang mungkin kita pikirkan. b. Memilih Bacaan yang Baik Menyediakan waktu untuk membaca sangat erat kaitannya dengan salah satu aspek yang paling penting dari membaca kritis, yaitu mengetahui apa yang baik dan bermanfaat untuk dibaca. Para pembaca yang telah dewasa membeda-bedakan minat mereka dalam beraneka bidang dan kemampuan khusus mereka dalam satu atau dua bidang tertentu.
Tahap-Tahap Perkembangan Membaca Tarigan (1979:18-20) mengemukakan tahap-tahap dalam pengajaran dan pelajaran membaca yaitu sebagai berikut: a. Tahap I Para pelajar disuruh membaca bahan yang telah mereka pelajari. Bahan-bahan tersebut mungkin berupa suatu percakapan, suatu nyanyian, serangkaian kalimat tindakan, suatu cerita sederhana mengenai hal-hal yang telah dialami oleh anggota kelas dan telah didiskusikan, kalimat-kalimat model yang mengandung beberapa struktur yang telah diajarkan tersebut. Dalam tahap ini, para pelajar perlu dibimbing untuk mengembangkan/meningkatkan responsi-responsi visual yang otomatis terhadap gambaran-gambaran huruf yang akan mereka lihat pada halaman cetakan. b. Tahap II Guru/kelompok guru bahasa asing pada sekolah yang bersangkutan menyususn kata-kata struktur yang telah di ketahui untuk dijadikan bahan dialog/paragraf untuk yang beraneka ragaman. c. Tahap III Para pelajar mulai membaca bahan yang bersisi sejumlah kata dan struktur yang masih asing.
Jurnal Humanika No. 16, Vol. 1, Maret 2016/ ISSN 1979-8296
d. Tahap IV Penggunaan teks-teks sastra yang telah disederhanakan/masalah sebagai bahan bacaan. e. Tahap V Bahan bacaan tidak dibatasi seluruh dunia buku terbuka bagi para siswa
Kemampuan Membaca Menurut Suyoto ( dalam Suhendar dan Supinah, 1992:45) yang dimaksud dengan kemampuan membaca adalah kecepatan membaca dan pemahaman isi secara keseluruhan. Kemampuan membaca dapat ditingkatkan dengan penguasaan teknik-teknik membaca efektif dan efisien. Membaca pemahaman dan efektif bukan berarti asal membaca pemahaman saja, sehingga karena cepatnya begitu selesai baca tak ada yang diingat dan dipahami. Menurut Harjasujana dan Mulyati (1996/1997:88) bahwa “Kemampuan membaca adalah kesanggupan melihat serta memahami isi dari pada yang tertulis dengan melisankan atau hanya dalam hati”. Membaca Pemahaman Pengertian pemahaman menurut Sudijono (1996:76) adalah kemampuan seseorang untuk mengerti atau memahami sesuatu setelah sesuatu itu diketahui dan diingat. Dengan kata lain, memahami adalah mengetahui mengetahui tentang sesuatu dan dapat melihatnya dari berbagai segi. Pemahaman merupakan jenjang kemampuan berpikir yang setingkat lebih tinggi dari ingatan dan hafalan. Tarigan (1979:58) berpendapat bahwa, “ Membaca pemahaman ialah sejenis membaca yang bertujuan untuk memhami standar-standar atau norma-norma kesastraan, resensi kritis, drama tulis, dan pola-pola fiksi”. Sedangkan Menurut Suhendar dan Supinah (1992:72) berpendapat bahwa, “Membaca pemahaman ialah membaca bahan bacaan dengan menangkap pokok-pokok pikiran yang lebih tajam dan dalam, sehingga terasa ada kepuasan tersendiri setelah bahan bacaan itu dibaca sampai selesai”. Pembelajaran Membaca di MTS Ungkapan yang menyatakan “membaca sebagai jantungnya pendidikan” tampaknya kita tidak perlu pungkiri. Hampir seluruh kegiatan akademis selalu melibatkan kegiatan membaca. Dengan demikian, peran membaca dalam keberhasilan studi seseorang tampaknya tak perlu kita sangsikan lagi. Meskipun tingkat pencapaian keberhasilan seluruh bidang studi hampi-hampir tidak terlepas dari peran membaca, namun orang sering beranggapan bahwa tanggung jawab utama atas kemampuan membaca siswa terletak pada pundak guru bahasa Indonesia. Tidak adil memang tetapi itulah kenyataanya. Hal ini mungkin disebabkan oleh kenyataan bahwa membaca merupakan salah satu aspek dari keterampilan berbahasa, sedangkan terampilan berbahasa itu sendiri merupakan sasaran sasaran utama dari tujuan pengajaran bahasa Indonesia (Harjasujana dan Mulyati, 1996/1997:195). Memahami isi bacaan merupakan salah satu kompotensi dasar yang diajarkan kepada siswa kelas VII. Pembelajaran memahami isi bacaan tidak lepas dari tujuan pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia, yaitu untuk meningkatkan kemampuan siswa berkomunikasi, baik secara lisan atau tertulis. Kegiatan pembelajaran: 1) siswa membaca teks bacaan; 2) siswa dan guru mendiskusikan bagaimana cara membaca; 3) siswa menjawab pertanyaan yang berhubungan dengan bacaan; 4) siswa menentukan pokok-pokok bacaan; Pembelajaran memahamin isi bacaan dilaksanakan sebanyak satu kali pertemuan selama 2x 40 menit.
Jurnal Humanika No. 16, Vol. 1, Maret 2016/ ISSN 1979-8296
Materi bahan ajar merupakan salah satu pegangan yang dimiliki oleh guru untuk diajarkan kepada siswa sebagai salah satu penunjang keefektifan pembelajaran. Berdasarkan silabus yang terdapat pada MTS Swasta Labibia, terdapat standar kompetensi memahami ragam teks nonsastra dengan berbagai cara membaca melalui kegiatan memahami isi bacaan. Adapun kompetensi dasar ini memiliki beberapa indikator yang terdiri atas: 1) Siswa mampu membaca berdasarkan teks bacaan. 2) Siswa mampu menjawab dengan benar 75% dari jumlah pertanyaan yang disediakan. 3) Siswa mampu menentukan menentukan pokok-pokok bacaan Berdasarkan indikator tersebut, aspek penilaian pun tidak lepas dari indikator yang ada dalam silabus. Adapun materi pembelajaran yang diberikan di MTS Swasta Labibia yakni bahan ajar yang berupa buku pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia yang ditulis Darmawati, Uti, dkk. Metode dan Jenis Penelitian Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kuantitatif. Deskriptif kuantitatif yaitu memberikan gambaran secara objektif tentang kemampuan memahami isi bacaan siswa kelas VII MTS Swasta Labibia. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan, karena dilakukan secara langsung di MTS Swasta Labibia sebagai tempat penelitian untuk mengumpulkan data sesuai dengan masalah dalam penelitian. Populasi dan Sampel Penelitian Populasi dalam penelitian ini adalah keseluruhan siswa kelas VII MTS Swasta Labibia tahun pelajaran 2015/2016 yang berjumlah 46 orang. Jumlah tersebut juga sekaligus menjadi sampel penelitian sebab menurut Arikunto (2007:115) bahwa apabila subyeknya kurang dari 100 maka lebih baik semua populasi diambil sebagai sampel sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi. Untuk lebih jelasnya mengenai jumlah populasi siswa kelas VII MTS Swasta Labibia Tahun pelajaran 2015/2016 tersebut dapat dilihat pada tabel berikut:
No 1 2
Kelas VIIᴬ VIIᴮ
Tabel I Jumlah Populasi Penelitian Total 22 24
Jumlah Sumber: Kepala Tata Usaha MTS Swasta Labibia
46
Instrumen Penelitian Penelitian ini meggunakan instrumen berupa teks bacaan dan tes objektif. Beberapa hal yang menyangkut dengan instrumen tersebut dapat dilihat pada uraian berikut: Materi Bacaan Teks bacaan yang berjudul “ Hutan Lambusango, Paru-Paru Dunia yang Terancam TBC” oleh Hendrawan Gunawan, S.H. Teks bacaan tersebut diambil dari http://hegarmacho.wordpress.com/2008/03/31. teks ini diambil dengan pertimbangan bahwa bacaan ini cocok digunakan di kelas VII SMP dengan berdasarkan perhitungan grafik Fry.
Jurnal Humanika No. 16, Vol. 1, Maret 2016/ ISSN 1979-8296
Bentuk Tes Pada tahap ini dilakukan tes pemahaman isi bacaan dengan menjawab pertanyaan berdasarkan wacana yang telah dibaca. Untuk mengukur pemahaman tersebut dilakukan dengan menjawab soal-soal yang telah disediakan. Model tes yang digunakan adalah tes objektif berupa pilihan ganda. Tes pilihan ganda tersebut terdiri dari 20 item soal, setiap nomornya terdapat empat pilihan ( A, B, C, dan D). Dalam melakukan tes ini, peneliti terlebih dahulu menjelaskan tentang hal-hal yang berkenaan dengan pemahaman membaca. Setelah itu, para siswa mengerjakan soal-soal dengan memperhatikan petunjuk soal-soal yang telah diberikan. Uji Coba Tes Instrumen yang digunakan sebagai pengumpulan data dalam penelitian ini adalah : (1) uji coba keterbacaan tes, (2) uji validitas tes, (3) uji reabilitas tes, (4) tingkat kesulitan butir tes, (5) daya beda butir tes,(6) pemahaman (lampiran 3) Instrumen penelitian sebelum dipakai untuk mengumpulkan data, terlebih dahulu diujicobakan pada sekolah atau kelas yang diasumsikan mempunyai pengetahuan yang sama dengan kemampuan responden. Hal ini dimaksudkan agar memperoleh alat pengumpul data yang terpercaya. Sekolah tempat instrumen diujicobakan adalah siswa kelas VII MTS DDI Bungkutoko. Alasan sehingga memilih siswa kelas VII MTS DDI Bugkutoko karena kedua sekolah memiliki tenaga pengajar yang profesional (berstatus S1), dan menggunakan kurikulum yang sama yaitu KTSP ( Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan). Uji Keterbacaan Teks Uji keterbacaan teks dilaksanakan untuk mengukur tingkat keterbacaan teks (bacaan) yang digunakan sebagai instrumen penelitian. Uji keterbacaan tersebut dilakukan sebelum pelaksanaan tes pemahaman isi bacaan. Uji keterbacaan ini dilakukan dengan menggunakan Grafik Fry. Hasil perhitungan tingkat keterbacaan wacana dengan menggunakan Grafik Fry dapat digunakan untuk menentukan sesuai tidaknya bacaan itu dengan peringkat kelas sesungguhnya. Melalui langka-langkah formula Grafik Fry diperoleh tingkat keterbacaan wacana dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Sampel wacana terdiri atas 7 kalimat utuh tambah 11 kata pada kalimat terakhir dari jumlah kata pada kalimat terakhir 12 kata. Keenam kalimat utuh yang terdapat dalam wacana tersebut adalah sebagai berikut: 1. Hutan Lambusango………………...Di mana saja berada 2. Hutan ini……………………………keanekaragaman hayati 3. Biodiversity………………………...di hutan ini 4. Paru-paru Dunia…………………….Hutan Lambusango 5. Hutan yang menyimpan…………….Besar jumlahnya 6. Terlihat……………………………...di sekeliling hutan 7. Seperti...............................................di hutan lambusango Kalimat terakhir berbunyi seperti yang tergambar pada peta sebaran kuasa pertambangan yang ada di hutan lambusango. Kalimat terakhir ini (kalimat ke-7) tidak seluruhnya terpakai dalam hitungan seratus. Kata ke seratus jatuh pada kata Hutan. Kata tersebut merupakan kata ke-11 dari 13 kata yag terdapat pada kalimat terakhir tersebut. Dengan demikian, rata-rata jumlah kalimat pada wacana diatas adalah 6 + 11/12 kalimat. Jika dihitung ke dalam sistem persepuluhan (desimal) akan menghasilkan angka 6,9 kalimat. Perhitungan jumlah suku kata dari kata pertama sampai kata keseratus adalah sebagai berikut:
Jurnal Humanika No. 16, Vol. 1, Maret 2016/ ISSN 1979-8296
HUTAN LAMBUSANGO, PARU-PARU DUNIA YANG TERANCAM TBC 1. Hutan lambusango yang terdapat di pulau Buton, memiliki icon yang sangat 2 4 1 3 1 3 2 4 1 2 bombatis dan menarik bagi banyak orang di mana saja berada. 3 1 3 2 2 2 1 2 2 3 2.
Hutan ini menyimpan berbagai keanekaragaman hayati. 2 2 3 4 7 3
3. Biodiversity yang sangat tinggi dan sebagai sumber air bagi banyak desa-desa 5 1 2 2 1 4 2 2 2 2 4 yang hulunya berada di hutan ini. 1 3 3 1 2 2 4. Paru-paru dunia atau biasa disingkat PPD merupakan simbol dari keberadaan 4 3 3 3 3 3 4 2 2 5 hutan lambusango. 1 4 5. Hutan yang menyimpan kekayaan sumberdaya alam baik flora dan fauna ini 2 1 3 4 4 2 2 2 1 3 2 ternyata juga terpendam potensi sumberdaya tambang yang sangat besar 3 2 3 3 4 2 1 2 2 jumlahnya. 3 6. Terlihat dengan demikian banyaknya perusahaan tambang yang beredar 3 2 4 3 5 2 1 3 disekeliling hutan. 5 2 7. Seperti yang tergambar pada peta sebaran KP yang ada di hutan 3 1 3 2 2 3 2 1 2 1 2 //Lambusango. Berdasarkan perhitungan kalimat pada wacana tersebut, maka ditemukan jumlah suku kata untuk seluruh kata yang termasuk ke dalam hitungan 100 yaitu 244 suku kata. Jumlah suku kata untuk seratus kata dikalikan dengan angka 0,6 menghasilkan 146. Pertemuan antara vertical (jimlah suku kata) dan baris horizontal (jumlah kalimat) pada wacana (instrument penelitian ini) jatuh di wilayah 7. Dengan demikian, instrumen terebut cocok digunakan untuk peringkat kelas (7-1), 7, (7+1) atau 6,7, dan 8 atau kelas VI SD, kelas I, dan II SLTP/MTS. Kesahihan Butir Soal (Validitas) Jihad dan Haris (2008:179-180) mengemukakan bahwa validitas atau tingkat ketepatan adalah tingkat kemampuan instrumen penelitian untuk mengungkapkan data sesuai dengan masalah yang hendak di ungkapkannya. Dari sudut instrumen, pengukuran adalah kemampuan penelitian untuk mengukur apa yang hendak diukur secara tepat dan benar. Dengan kata lain instrumen atau alat ukur dikatakan valid apabila alat tersebut mampu memenuhi fungsinya sebagai alat ukur tertentu. Maksudnya bahwa alat ukur mampu mengukur apa yang seharusnya diukur. Berbicara tentang validitas bukan
Jurnal Humanika No. 16, Vol. 1, Maret 2016/ ISSN 1979-8296
ditekankan pada tes itu sendirian melainkan pada hasil pengetesan atau skornya. Untuk mengetahui kesahihan butir soal digunakan rumus korelasi product moment berikut: 𝑁 ∑ 𝑥𝑦 −(∑𝑥) (∑𝑦) r x y = (𝑁 ∑𝑥²−(∑𝑥²) (𝑁∑𝑦²−(∑𝑦²) Keterangan : r x y = Koefisien korelasi yang dicari N = Jumlah Subjek x = Skor Item y = Skor total Caranya adalah mengkorelasikan butir-butir soal dengan skor yang diperoleh oleh siswa. Penafsiran besar kecilnya koefisien berdasarkan ketentuan berikut: Koefisien 0,80-1,00 = sangat tinggi Koefisien 0,60-0,79 = tinggi Koefisien 0,40-0,59 = sedang Koefisien 0,00-0,19 = rendah Koefisien 0,00- 0,200 = sangat rendah Ruseffendi (dalam Jihad dan Haris, 2008:180). Berdasarkan kriteria di atas, maka soal sebanyak 20 item dinyatakan valid karena mempunyai koefisien antara 0,411 – 0,669. Berarti soal tersebut memiliki tingkat kesalihannya tinggi (hasil pengolahannya tercantum pada lampiran). Keterpercayaan Alat Tes (Reliabilitas) Jihad dan Haris (2008: 180) mengemukakan bahwa releabilitas biasanya didefinisikan sebagai konsistensi, ketelitian, atau akurasi dari tes. Lebih kompherensif didefinisikan bahwa releabilitas adalah derajat ketepatan dan ketelitian atau akurasi yang ditunjukan oleh instrument pengukuran. Istilah lain digunakan adalah stabilitas, dapat dipercaya dan dapat diramalkan. Antara validitas dan reliabilitas sebenarnya mempunyai hubungan yaitu untuk memenuhi syarat apakah alat ukur (instrumen berkualitas atau tidak). Berdasarkan pendapat tersebut, maka tingkat reliabilitas tes digunakan dalam penelitian ini dihitung dengan rumus “ Kuder Richardson” atau terkenal dengan rumus K – R 20 yaitu: 𝑛
𝑟11 = {(𝑛−1)}{
𝑠²∑𝑝𝑞 𝑠²
}
Keterangan : 𝑟11 : reliabilitas tes yang dicari N : banyaknya butir soal S : simpangan baku (Standar Deviasi) ∑pq : jumlah perkalian antara p dan q p : proporsisi siswa yang menjawab benar ( mendapat skor 1) q : proporsisi siswa yang menjawab salah (mendapat skor 0) ( Ruseffendi dalam Jihad dan Haris, 2008: 181) Langkah- langkah untuk menghitung koefisien keterpercayaan dengan rumus K – R 20 adalah sebagai berikut: 1. Menganalisis jawaban benar atau salah perbutir soal persiswa. Bila jawaban benar diberi skor 1 dan bila jawaban salah diberi skor 0, dalam sebuah tabel analisis butir soal; 2. Menghitung jawaban benar persiswa (secara horizontal). Dari data ini dapat ditemukan besarnya nilai rata-rata (X) dan simpang baku (S); 3. Menghitung jawaban benar perbutir soal (secara vertikal), dari data ini dapat dihitung proporsi jawaban benar (P) dan jawaban salah (q). Besarnya P = jumlah jawaban benar dibagi jumlah siswa, sedangkan q = 1 – P. Setelah itu dihitung berapa jumlah P x q (Pq). Untuk lebih jelasnya data uji coba tes dengan menggunakan rumus K– R 20 dapat dilihat pada penjelasan berikut ini:
Jurnal Humanika No. 16, Vol. 1, Maret 2016/ ISSN 1979-8296
n = 20; S = 22,54 dan pq = 3.5015 Dengan demikian jika dimasukkan ke dalam rumus K – R 20, maka diperoleh keterpercayaan tes sebagai berikut: 𝑟11 = 𝑟11 =
𝑛 𝑠²−∑𝑝𝑞 { 𝑠² } 𝑛−1 20 2254 −3.5015 { 20−19}{ } 22,54
= 1,052 x 0,844 𝑟11 = 0,861 Untuk mengetahui tingkat reliabilitas tes digunakan kriteria sebagai berikut: 𝑟11 < 0,20 Tingkat reliabilitas tes sangat rendah 0,20 < 𝑟11 < 0,40 Tingkat reliabilitas tes rendah 0,40 < 𝑟11 < 0,70 Tingkat reliabiliatas tes sedang 0,70 < 𝑟11 < 0,90 Tingkat reliabilitas tes tinggi 0,90 < 𝑟11 < 1,00 tingkat reliabilitas tes sangat tinggi (Jihad dan Haris 2008:181) Tingkat Kesukaran Butir Tes (TK) Jihad dan Haris (2008:140) mengemukakan bahwa tingkat kesukaran butir tes dikatakan baik apabila bergerak antara 0,25 sampai dengan 0,75. Butir tes yang mempunyai tingkat kesukaran dibawah 0,25 berarti butir tes tersebut terlalu mudah (tidak layak). Demikian pula sebaliknya, butir tes yang memunyai tingkat kesukaran di bawah 0,75 berarti butir tes tersebut terlalu sulit ( tidak layak). Oleh karena itu, rumus yang digunakan untuk menentukan tingkat kesukaran butir tes dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: WH +WL TK = NH +NL TK = tingkat kesukaran butir tes WH = jumlah individu kelompok atas yang menjawab benar WL = jumlah individu kelomok bawah yang menjawab benar NH = jumah kelompok atas NL = jumlah kelompok bawah Tingkat kesukaran butir tes yang digunakan dalam penelitian dapat dihitung dengan menggunakan langkah-langkah berikut: 1. Menyusun lembar jawaban siswa dari yang mendapat nilai tertinggi sampai yang mendapat nilai terendah. 2. Mengambil 27% lembar jawaban dari atas yang selanjutnya disebut kelompok atas, dan 27% lembar jawaban bawah yang selanjutnya disebut kelompok rendah. Sisahnya disishkan. 3. Membuat tabel untuk mengetahui jawaban (benar atau slah dari siswa), baik untuk kelompok tinggi maupun kelompok rendah. Jika jawaban siswa benar diberi tanda (√), sebaliknya jika jawaban siswa salah diberi tanda (x). Berdasarkan uraian diatas, maka soal sebanyak 20 butir semuanya layak digunakan karena mencapai tingkat kesulitan antara 0,59-0,72. Berarti memenuhi standar yang ditetapkan. Daya Pembeda Rumus daya pembeda butir soal adalah sebagai berikut: S −S DP = A N B Keterangan: DP = daya Pembeda 𝑆𝐴 = jumlah individu kelompok atas yang menjawab benar 𝑆𝐵 = jumlah individu kelompok bawah yang menjawab benar
Jurnal Humanika No. 16, Vol. 1, Maret 2016/ ISSN 1979-8296
N = jumlah siswa kedua kelompok tersebut Menurut Arikunto (2007: 218) klasifikasi daya pembeda adalah sebagai berikut: 0,71 - 1,00 : Baik sekali 0,41 - 0,70 : Baik 0,21 – 0,40 : Cukup 0,00 – 0,20 : Jelek Tujuan untuk mencari daya pembeda adalah untuk mengetahui kemampuan tes dalam membedakan kelompok atas dan kelompok bawah. Oleh karena itu, setiap soal yang dibuat perlu diketahui daya beda yang dimiliki. Oller (Nurkancaana, 1983:135) berpendapat bahwa butir tes yang baik indeks pembedanya harus mencapai 0,25. Indeks daya pembeda yang kurang dari 0,25 tidak layak. Dari 20 soal yang dijadikan instrumen, semuanya layak digunakan karena mencapai tingkat daya pembeda 0,27 sampai 0,31. Hal ini berarti memenuhi standar yang ditetapkan (hasil analisis dapat dilihat pada lampiran). Teknik Pengumpulan Data Untuk mendapatkan data yang dibutuhkan, peneliti menggunakan teknik pengumpulan data dengan memberikan teks bacaan kepada siswa selama satu jam pelajaran. Tes terdiri atas 20 item soal yang diselesaikan oleh siswa dan dijawab sesuai dengan petunjuk soal. Adapun langkah--langkah yang dilakukan dalam pengumpulan data penelitian ini adalah sebagi berikut: a. Menyiapkan teks/ wacana sebagai bacaan. b. Mengumpulkan siswa dalam satu ruangan. c. Memberi petunjuk secara garis besar tentang pelaksanaan tes. d. Memberi lembaran soal-soal yang telah dibuat. e. Mengumpulkan lembaran kerja. f. Memeriksa hasil kerja siswa dan menganalisisnya. Teknik Analisis Data Keseluruhan data akan dianalisis dengan menggunakan statistik deskriptif yakni persentase dan tabulasi untuk melihat gejala-gejala responden, melalui aspek pemahaman siswa. Rumus menentukan tingkat pemahaman 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎 ℎ 𝑝𝑒𝑟𝑜𝑙𝑒 ℎ𝑎𝑛 𝑗𝑎𝑤𝑎𝑏𝑎𝑛 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑏𝑒𝑛𝑎𝑟 PI= x 100% 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑖𝑑𝑒𝑎𝑙 (𝑠𝑜𝑎𝑙 ) Keterangan: PI= pemahaman isi bacaan (mampu) Skor ideal = jumlah skor soal (maksimal) Rumus yang digunakan untuk mempresentasekan kemampuan individual adalah: 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑝𝑒𝑟𝑜𝑙𝑒ℎ𝑎𝑛 𝑥 100% 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑎𝑙 Rumus yang digunakan untuk menentukan presentase kemampuan secara klasikal adalah: 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑟𝑒𝑠𝑝𝑜𝑛𝑑𝑒𝑛 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑐𝑎𝑝𝑎𝑖 𝑘𝑒𝑚𝑎𝑚𝑝𝑢𝑎𝑛 𝑚𝑖𝑛𝑖𝑚𝑎𝑙 70% 𝑥 100% 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝑟𝑒𝑠𝑝𝑜𝑛𝑑𝑒𝑛 Untuk menginterprestasikan persentase hasil memahami isi bacaan digunakan kriteria seperti pada tabel 3.
Jurnal Humanika No. 16, Vol. 1, Maret 2016/ ISSN 1979-8296
Tabel 3 Kategori Kemampuan Siswa Kelas VII MTS Swasta Labibia Kategori Kemampuan Rentang Skor Presentase Kemampuan (%) Mampu
14-20
70% - 100%
Tidak Mampu
0-13
0% - 65%
Sumber: Data MTS Swasta Labibia 1. Siswa dikatakan mampu apabila mencapai skor 14-20 atau, presentase kemampuan responden 70%100%. 2. Siswa dikatakan tidak mampu apabila mencapai skor 0-13 atau presentase kemampuan responden 0%65%. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pada bab ini akan disajikan analisis data tentang Memahami Isi Bacaan siswa kelas VII MTS Swasta Labibia. HASIL Data Pemahaman Tabel 4 Aspek Pemahaman Siswa Kelas VII MTS Swasta Labibia Nomor Siswa
Skor Yang Dicapai
Skor Ideal
Pemahaman
1
2
3
4
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
14 17 13 11 12 18 14 17 16 14 11 17 18 12 14 17 10 13 12 16 10 14 13 17 14
20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20
70% 85% 65% 55% 60% 90% 70% 85% 80% 70% 55% 85% 90% 60% 70% 85% 50% 65% 60% 80% 50% 70% 65% 85% 70%
Kategori
Jurnal Humanika No. 16, Vol. 1, Maret 2016/ ISSN 1979-8296
5 Mampu Mampu Tidak Mampu Tidak Mampu Tidak Mampu Mampu Mampu Mampu Mampu Mampu Tidak Mampu Mampu Mampu Tidak Mampu Mampu Mampu Tidak Mampu Tidak Mampu Tidak Mampu Mampu Tidak Mampu Mampu Tidak Mampu Mampu Mampu
26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46
18 15 13 16 17 11 13 19 14 17 15 17 12 14 10 17 11 14 13 16 13
20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20
90% 75% 65% 80% 85% 55% 65% 95% 60% 85% 75% 85% 60% 70% 50% 85% 55% 70% 65% 80% 65%
Mampu Mampu Tidak Mampu Mampu Mampu Tidak Mampu Tidak Mampu Mampu Tidak Mampu Mampu Mampu Mampu Tidak Mampu Mampu Tidak Mampu Mampu Tidak Mampu Mampu Tidak Mampu Mampu Tidak Mampu
3.280% 71% Berdasarkan hasil penelitian pada pemahaman isi bacaan menunjukkan bahwa pemahaman tertinggi sebesar 95% dan yang terendah 50%. Hal ini bila dideskripsikan adalah sebagai berikut:. Dari 46 siswa terdapat 3 orang siswa (6,52%) yang mencapai persentase pemahaman 50%, 4 siswa (8,69%) yang mencapai persentase pemahaman 55%, 5 Siswa (10,86%) yang mencapai persentase pemahaman 60%, 7 siswa (15,21%) yang mencapai persentase pemahaman 65%, 8 siswa (17,39%) yang mencapai persentase pemahaman 70%, 2 siswa (4,34%) yang mencapai persentase pemahaman 75%, 4 siswa (8,69%) yang mencapai persentase pemahaman 80%, 9 siswa (19,56%) yang mencapai persentase pemahaman 85%, 3 siswa (6,52%) yang mencapai persentase pemahaman 90%, dan 1 siswa ( 2,17%) yang mencapai persentase pemahaman 95%. Untuk lebih jelasnya mengenai pemahaman isi bacaan siswa kelas VII MTs.swasta Labibia di sajikan dalam tabel 5 di bawah ini. Tabel 5 Tingkat Pemahaman Pada Siswa Kelas VII MTs.Swasta Labibia Tahun Pelajaran 2015/2016. No Tingkat Pemahaman Jumlah Siswa Persentase (%) 1 Mampu (70%-100%) 27 58,69% 2 Tidak Mampu (0%-65%) 19 41,30% Jumlah 46 100,00% Pada tabel 5 di atas menunjukkan bahwa dari 46 siswa terdapat 27 siswa (58,69%) memiliki tingkat pemahaman isi bacaan berada pada kategori mampu, dan 19 siswa (41,30%) berada pada kategori tidak mampu. Untuk mendapatkan rata-rata pemahaman isi bacaan siswa Kelas VII MTs.Swasta Labibia berdasarkan hasil data diatas dapat dihitung dengan menggunakan rumus rata-rata 3.280:46 = 71%.
Jurnal Humanika No. 16, Vol. 1, Maret 2016/ ISSN 1979-8296
Dengan demikian pemahaman isi bacaan siswa Kelas VII MTs.Swasta Labibia sesuai dengan indikator yang diharapkan yaitu berada pada kategori mampu yakni antara (70%-100%). Analisis Kemampuan Memahami Isi Bacaan “Hutan Lambusango, Paru-Paru Dunia Yang Terancam TBC” Analisis data kemampuan memahami isi bacaan siswa Kelas VII MTS Swasta Labibia menunjukan bahwa dari 46 responden, terdapat 27 responden (58,69%) yang dikatakan mampu secara individu. Sedangkan yang dikategorikan tidak mampu secara individu adalah 19 responden (41,30%). Deskripsi data tersebut akan lebih jelasnya diuraikan dalam tabel berikut: Tabel 6 Analisis Kemampuan Memahami Isi Bacaan Berdasarkan Teks Bacaan No Skor Skor Yang % Kemampuan Frekuensi Kategori Ideal Dicapai 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
20 20 20 20 20 20 20 20 20 20
19 18 17 16 15 14 13 12 11 10
95% 90% 85% 80% 75% 70% 65% 60% 55% 50%
1 3 9 4 2 8 7 5 4 3
Mampu Mampu Mampu Mampu Mampu Mampu Tidak Mampu Tidak Mampu Tidak Mampu Tidak Mampu
Berdasarkan tabel tersebut, dapat dikatakan bahwa dari 46 responden yang dijadikan sampel penelitian, terdapat 1 responden atau 2,17% berada pada kategori mampu karena mencapai persentase kemampuan 95, 3 responden atau 6,53%% berada pada kategori mampu karena mencapai persentase kemampuan 90 %, 9 responden atau 19,56%% berada pada kategori mampu karena mencapai persentase 85%, 4 responden atau 8,69% berada pada kategori mampu karena 80%, 2 responden atau 4,34%% berada pada kategori mampu karena mencapai persentase kemampuan 75 %, 8 responden atau 17.39% berada pada katergori mampu karena mencapai mencapai presentase kemampuan 70%, 7 responden atau 15,21% berada pada kategori tidak mampu karena mencapai presentase kemampuannya 65%, 5 responden atau 810,86% berada pada kategori tidak mampu karena memcapai persentase kemampuan 60%, 4 responden atau 8,69% berada pada kategori tidak mampu karena mencapai persentase kemampuan 55% dan 3 responden atau 6,52 berada pada kategori tidak mampu karena mencapai presentase kemampuan 50%. Berdasarkan penjelasan tersebut, diperoleh kemampuan siswa Kelas VII MTS Swasta Labibia secara individu mampu dalam memahami isi bacaan. Perolehan Tingkat Kemampuan Memahami Isi Bacaan Siswa Kelas VII MTS Swasta Labibia Kategori Kemampuan Rentang Skor Frekuensi Persentase (%) Mampu 70%-100% 27 58,69% Tidak Mampu 0%-65% 19 41,30% Berdasarkan tabel 7 di atas diperoleh informasi bahwa diantara 46 siswa dijadikan sampel dalam penelitian ini terdapat 27 siswa atau sebesar 58,69% mampu dalam memahami isi bacaan dan sebanyak 19 siswa aatau 41,30% tidak mampu dalam memahami isi bacaan. Dengan demikian, bila dicari kemampuan klasikal dari memahami isi bacaan siswa kelas VII MTS Swasta Labibia adalah:
Jurnal Humanika No. 16, Vol. 1, Maret 2016/ ISSN 1979-8296
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎 ℎ 𝑟𝑒𝑠𝑝𝑜𝑛𝑑𝑒𝑛 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑐𝑎𝑝𝑎𝑖 𝑘𝑒𝑚𝑎𝑚𝑝𝑢𝑎𝑛 𝑚𝑖𝑛𝑖𝑚𝑎𝑙 70% 𝑥100% 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎 ℎ 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢 ℎ 𝑟𝑒𝑠𝑝𝑜𝑛𝑑𝑒𝑛
Kemampuan klasikal= 27
KK = 46 x100% = 58,69% Berdasarkan perolehan rumus kemampuan klasikal tersebut, dapat dikatakan bahwa kemampuan siswa Kelas VII MTs Swasta Labibia secara keseluruhan tidak mampu dalam memahami isi bacaan. Dikatakan demikian, karena secara klasikal kemampuan siswa dalam memahami isi bacaan hanya mencapai persentase 58,69% dari standar ketuntasan klasikal yang telah ditetapkan yaitu 85%. Interprestasi Hasil Penelitian Memahami isi bacaan adalah salah satu cara yang diitempuh oleh seorang siswa untuk menemukan kalimat utama pada tiap-tiap paragraf. Pemahaman bacaan juga berbeda-beda antara orang yang satu dengan yang lainnya, tergantung bagaimana orang tersebut dapat memahami dan menjelaskan arti pada masing-masing kata dan kalimat. Pemahaman yang dimaksud adalah proses berpikir dan belajar. Dikatakan demikian karena untuk menuju ke arah pemahaman perlu diikuti dengan belajar dan berpikir. Pemahaman merupakan proses, perbuatan dan cara memahami. Kemampuan memahami isi bacaan bertujuan untuk memahami isi bacaan secara menyeluruh mengenai isi dan kandungan yang ada dalam isi bacaan. Dalam kegiatan memahami isi bacaan pembaca dituntut menerapkan intelektual dan menggabungkannya dengan pengalaman dan diolah secara kritis. Dari hasil penelitian ini menunjukan kemampuan memahami isi bacaan siswa kelas VII MTS Swasta Labibia tergolong pada kategori mampu karena terdapat 27 siswa atau (58,69%) memperoleh skor memahami isi bacaan diatas KKM yaitu 14-19 atau dengan persentase (70%-95%) dan sebanyak 19 siswa atau (41,30%) berada pada kategori tidak mampu dengan pencapaian skor 10-65 atau persentase (50%-65%). Rendahnya memahami isi bacaan siswa Kelas VII MTS Swasta Labibia tersebut dipengaruhi oleh kurangnya minat baca siswa terhadap isi bacaan, sehingga siswa kesulitan dalam memahami isi bacaan. Hal ini dapat dilihat dari nilai yang diperoleh siswa memahami isi bacaan berkisar antara 1419 atau (70%-95%) dan yang tergolong tidak mampu yakni berkisar antara 10-65 atau (50%-65%), walaupun memahami isi bacaan siswa masi rendah namun kenyataannya masi tergolong pada kategori mampu yakni dengan rata-rata 71%. Berdasarkan hasil analisis data yang dijelaskan diatas, menunjukan bahwa memahami isi bacaan siswa Kelas VII MTS Swasta Labibia berada pada kategori mampu secara individu, hal ini dapat dilihat bahwa sebagian besar (58,69%) siswa memperoleh nilai yaitu 70%-95% diatas 65%, sedangkan dari segi tidak mampu hanya (41,30%) siswa memperoleh nilai yaitu 50%-65. Kemampuan memahami isi bacaan pada siswa Kelas VII MST Swasta Labibia berada pada kategori mampu secara individu. Dikatakan demikian karena siswa memperoleh nilai rata-rata sebesar 71% telah mencapai standar mampu yaitu (70%-84% ). Namun bukan berarti seorang guru harus kurang berpartisipasi dalam meningkatkan kemampuan siswanya, seorang guru Bahasa Indonesia MTS Swasta Labibia masi memiliki tanggung jawab yang besar untuk lebih meningkatkan kemampuan siswa-siswanya dalam memahami isi bacaan. Selain itu, upaya lain untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam memahami isi bacaan, yaitu pihak sekolah harus ikut berperan langsung dengan menyediakan berbagai macam buku yang berkaitan dengan memahami isi bacaan. Dengan demikian, solusi pemecahan masalah untuk lebih meningkatkan kemampuan memahami isi bacaan dapat terselesaikan.
Jurnal Humanika No. 16, Vol. 1, Maret 2016/ ISSN 1979-8296
Penutup Simpulan Simpulan yang dikemukakan sehubungan dengan hasil penelitian ini adalah bahwa kemampuan memahami isi bacaan siswa kelas VII MTS Swasta Labibia tergolong pada kategori mampu secara individu karena terdapat 27 siswa memperoleh skor diatas KKM yaitu 14-19 atau dengan persentase (70%-95%). Dan sebanyak 19 siswa atau (41,30%) tidak mampu. Saran Sesuai dengan hasil penelitian yang memperlihatkan ketidakmampuan siswa dalam memahami isi bacaan disebabkan karena kurangnya minat baca siswa terhadap bacaan hendaknya dicarikan pemecahannya. Salah satu alternatif pemecahannnya adalah memberikan latihan-latihan membaca untuk menghilangkan kebiasaan-kebiasaan membaca yang tidak efektif. Bagi guru khusunya guru bahasa Indonesia diharapkan dapat mengoptimalkan penyajian materi pelajaran membaca yang variatif dan memotivasi siswa agar siswa menyukai bacaan, sehingga mereka benar-benar menjadikan membaca sebagai kebutuhan utama dalam kehidupannya. Saran bagi siswa, hendaknya dalam mengikuti proses belajar mengajar selalu bersemangat dan berperilaku positif serta memperbanyak latihan sendiri. Dengan demikian kegiatan belajar mengajar dapat tercapai dengan baik. Daftar Pustaka Harjasujana, A.S., dan Yeti Mulyati. 1996/1997. Membaca 2. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Bagian Proyek Penataran Guru SLTP Setara D-III: Jakarta. Nurhadi. 1987. Membaca Cepat dan Efektif. Bandung: Sinar Baru dan YA3 Malang. Nurhadi. 1989. Bagaiman Meningkatkan Kemampuan Membaca. Malang: Sinar Baru Algensindo Soedarso. 2010. Sistem Membaca Cepat dan Efektif. Jakarta: Gramedia. Sudijono, Anes. 1996. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Tarigan, H.G. 1984. Membaca Ekpresif. Bandung : Angkasa. Tarigan, H.G. 1979. Membaca Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.
Jurnal Humanika No. 16, Vol. 1, Maret 2016/ ISSN 1979-8296