KEMAMPUAN KONSELOR DALAM MENGELOLA KONSELING BEHAVIORAL MELALUI ALAT PENILAIAN Oleh : Dra. Nelly Nurmelly, MM (Widyaiswara Muda Balai Diklat Keagamaan Palembang)
ABSTRACT : Bimbingan dan Konseling merupakan suatu proses bantuan yang diberikan kepada siswa dalam upaya menemukan pribadi , mengenal lingkungan , dan merencanakan masa depan. Konselor sebagai petugas profesional mempunyai tugas tanggung jawab, wewenang, dan hak secara penuh dalam pelaksanaan pelayanan Bimbingan dan Konseling terhadap sejumlah siswa. Sebagai helper ia bertugas sangat berat , sekalipun sudah dibekali wawasan dan kerampilan inipun belum cukup menjamin keterlaksanaan program bimbingan dan konseling secara efisien dan efektif. Sehubungan dengan keterlaksanaan layanan konseling khususnya, para konselor banyak mengalami kerisauan terhadap hasil bantuan yang diberikan kepada siswa / kliennya. Ia merasa kurang yakin apakah perubahan perilaku , sikap, pikiran , dan perasaan klien itu dari hasil intervensi konseling. Selama konselor belum berupaya mencari solusi kesulitan yang dialaminya maka perasaan –perasaan tersebut senantiasa mengganggu. Sebagai salah satu profesi yang memberikan layanan sosial atau layanan kemanusiaan maka secara sadar atau tidak keberadaan profesi bimbingan dan konseling berhadapan dengan perubahan realitas baik yang menyangkut perubahan-perubahan pikiran , persepsi , demikian juga nilai-nilai . Perubahan yang terus menerus terjadi dalam kehidupan, mendorong konselor perlu mengembangkan awareness, pemahaman , dan penerapannya dalam perilaku serta keinginan untuk belajar , dengan diikuti kemampuan untuk membantu siswa memenuhi kebutuhan yang serupa. Kata Kunci : Konselor, Konseling Behavioral. KONSELING BEHAVIORAL Psikologi yang dikenal sebagai ilmu tentang perilaku manusia sebenarnya banyak dipengaruhi oleh paradigma behavioris. Paradigma tersebut melihat manusia “as the behaviorist views it”, sehingga kepribadian manusia dalam perspektif behavioral adalah
perilaku nampak dari seseorang individu. Kemunculan behavioris sebagai peradigma merupakan gagasan dari akibat ketidakpuasan terhadap psikologi yang sudah ada sebelumnya (psikoanalisis). Asumsi dasar dari psikologi behavioristis antara lain (Alwisol, 2003:400): 1. Tingkah laku itu mengikuti hukum tertentu, artinya setiap peristiwa berhubungan secara teratur dengan peristiwa lainnya. 2. Tingkah laku dapat diramalkan (diprediksikan). 3. Tingkah laku manusia dapat dikontrol. Dari paradigma behavioris tersebut lahirlah pendekatan konseling yang disebut dengan konseling behavioral, yang menekankan aspek modifikasi perilaku. Sejak perkembangannya tahun 1960-an, teknik-teknik modifikasi perilaku semakin bervariasi baik yang menekankan aspek perilaku nampak (fisik) maupun kognitif. Saat ini konseling behavioral berkembang pesat dengan ditemukannya sejumlah teknik-teknik pengubahan perilaku, baik yang menekankan pada aspek fisiologis, perilaku, maupun kognitif (Hackman, 1993). Rachman (1963) dan Wolpe (1963) mengemukakan bahwa terapi behavioral dapat menangani masalah perilaku mulai dari kegagalan individu untuk belajar merespon secara adaptif hingga mengatasi gejala neurosis. Teknik Konseling Behavioral Manusia adalah mahluk reaktif yang tingkah lakunya dikontrol oleh faktor-faktor dari luar. Manusia memulai kehidupannya dengan memberikan reaksi terhadap lingkungannya dan interaksi ini menghasilkan pola-pola perilaku yang kemudian membentuk kepribadian. Tingkah laku seseorang ditentukan oleh banyak dan macamnya penguatan yang diterima dalam situasi hidupnya. Karakteristik konseling behavioral adalah : (a) berfokus pada tingkah laku yang tampak dan spesifik,
(b)
memerlukan
kecermatan
dalam
perumusan
tujuan
konseling,
(c)
mengembangkan prosedur perlakuan spesifik sesuai dengan masalah klien, dan (d) penilaian yang obyektif terhadap tujuan konseling.
Asumsi Tingkah Laku Bermasalah 1.
Tingkah laku bermasalah adalah tingkah laku atau kebiasaan-kebiasaan negatif atau tingkah laku yang tidak tepat, yaitu tingkah laku yang tidak sesuai dengan tuntutan lingkungan.
2.
Tingkah laku yang salah hakikatnya terbentuk dari cara belajar atau lingkungan yang salah.
3.
Manusia bermasalah itu mempunyai kecenderungan merespon tingkah laku negatif dari lingkungannya. Tingkah laku maladaptif terjadi juga karena kesalapahaman dalam menanggapi lingkungan dengan tepat.
4.
Seluruh tingkah laku manusia didapat dengan cara belajar dan juga tingkah laku tersebut dapat diubah dengan menggunakan prinsip-prinsip belajar
DAFTAR PUSTAKA Alwisol. Psikologi Kepribadian. Malang. UMM Press. 2004. Chaplin, J.P. Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta. PT Raja Grafindo Persada. 2002. Corey, Gerald. Teori dan Praktek Konseling dan psikologi. Bandung. Refika. 2003. Latipun. Psikologi Konseling. Malang. UMM Press. 2004. Wijaya, Juhana. Psikologi Bimbingan. Bandung. PT Eresco. 1988.