Seri Kebanksentralan No. 5
Kelembagaan Bank Indonesia
F.X. Sugiyono Ascarya
PUSAT PENDIDIKAN DAN STUDI KEBANKSENTRALAN (PPSK) BANK INDONESIA
SERI KEBANKSENTRALAN Seri Kebanksentralan Bank Indonesia
1. Uang: Pengertian, Penciptaan, dan Peranannya dalam Perekonomian, oleh Solikin dan Suseno, Desember 2002. 2. Penyusunan Statistik Uang Beredar, oleh Solikin dan Suseno, Desember 2002. 3. Instrumen-instrumen Pengendalian Moneter, oleh Ascarya, Desember 2002. 4. Neraca Pembayaran: Konsep, Metodologi, dan Penerapan, oleh F.X. Sugiyono, Desember 2002. 5. Kelembagaan Bank Indoesia, oleh F.X. Sugiyono dan Ascarya, Desember 2003. 6. Kebijakan Moneter di Indonesia, oleh Perry Warjiyo dan Solikin, Desember 2003. 7. Sistem dan Kebijakan Perbankan di Indonesia, oleh Suseno dan Piter Abdullah, Desember 2003. 8. Kebijakan Sistem Pembayaran di Indonesia, oleh Sri Mulyati Tri Subari dan Ascarya, Desember 2003. 9. Organisasi Bank Indonesia, oleh Suarpika Bimantoro dan Syahrul Bahroen, Desember 2003.
Seri Kebanksentralan ini diterbitkan oleh: Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan (PPSK) BANK INDONESIA Jl. MH. Thamrin No. 2, Gd. Tipikal lt. 2, Jakarta 10010 No. Telepon: 021-3817628, No. Fax: 021-3501912 e-mail:
[email protected] Penulis adalah peneliti pada Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan – Bank Indonesia Isi dalam tulisan ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab penulis
Seri Kebanksentralan
No. 5
Kelembagaan Bank Indonesia
F.X. Sugiyono Ascarya
PUSAT PENDIDIKAN DAN STUDI KEBANKSENTRALAN (PPSK) BANK INDONESIA Jakarta, Desember 2003 i
Sugiyono, F.X. Kelembagaan Bank Indonesia / F.X. Sugiyono, Ascarya. – Jakarta: Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan (PPSK) BI, 2003. 51 hlm.; 15,2 cm x 22,8 cm. – (Seri Kebanksentralan; 5) Bibliografi: hlm. – 35 SBN 000-0000-00-0
ii
Sambutan
Sejalan dengan amanat yang diemban dalam UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya Bank Indonesia senantiasa berupaya untuk mewujudkan iklim keterbukaan. Selain itu, sebagai sumbangsih Bank Indonesia untuk berperan dalam kegiatan peningkatan wawasan dan pembelajaran kepada masyarakat, dalam tiga tahun terakhir ini Bank Indonesia juga terus berupaya untuk meningkatkan kualitas kegiatan penelitian yang ditujukan untuk memperkaya khazanah ilmu kebanksentralan. Sejalan dengan hal tersebut, pada kesempatan ini Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan, Bank Indonesia, menerbitkan buku seri kebanksentralan. Lingkup materi yang dibahas dalam rangkaian buku seri kebanksentralan pada kesempatan kali ini adalah menyangkut berbagai aspek yang terkait dengan keberadaan bank sentral, mulai dari aspek kelembagaan, kebijakan-kebijakan yang ditempuh, sampai dengan organisasi. Berkaitan dengan hal tersebut, sebagai lanjutan dari buku seri yang telah diterbitkan sebelumnya, kami menerbitkan lima seri buku sekaligus, yang terdiri dari: (i) Kelembagaan Bank Indonesia, (ii) Kebijakan Moneter di Indonesia, (iii) Sistem dan Kebijakan Perbankan di Indonesia, (iv) Kebijakan Sistem Pembayaran di Indonesia, dan (v) Organisasi Bank Indonesia. Guna memudahkan pemahaman pembaca, ulasan masing-masing aspek mengenai bank sentral tersebut dilihat dari dua tataran, yaitu konsep/ teori serta pengalaman dan pelaksanaannya di Indonesia. Buku seri ini juga menggunakan bahasa yang cukup sederhana dan mudah dipahami secara luas, serta sejauh mungkin menghindari penggunaan istilah-istilah teknis yang kiranya dapat mempersulit pembaca dalam memahai isi buku. Meskipun disajikan dengan singkat dan dalam bahasa yang sederhana, pada setiap bagian dalam tulisan ini diberikan bahan-bahan yang dapat dipergunakan sebagai referensi bagi pembaca yang bermaksud untuk memperdalam pemahaman mengenai bagian yang bersangkutan. iii
Akhirnya, mengiringi rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Pemurah, pada kesempatan ini kami menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada para penulis yang telah berusaha secara maksimal serta pihakpihak yang telah memberikan kontribusi berharga dalam penyusunan buku ini. Semoga buku ini bermanfaat dan menambah khazanah pengetahuan kita.
Jakarta, Desember 2003 Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan
F.X. Sugiyono Peneliti Utama Senior
iv
Pengantar
Sebelum abad 17, bank sentral belum dikenal, meskipun perbankan sudah mulai berkembang. Bank dengan sistem perbankannya berkembang sejalan dengan berkembangnya perdagangan dan perniagaan. Dengan semakin berkembangnya sistem perbankan, kebutuhan akan suatu lembaga stabilisator perekonomian mulai dirasakan perlu keberadaannya. Lembaga tersebut sampai saat ini dikenal sebagai bank sentral. Secara umum, bank sentral merupakan lembaga yang memiliki peran penting dalam perekonomian, terutama di bidang moneter, keuangan, dan perbankan. Hal ini nampak dari fungsi dan tujuan bank sentral yang tidak identik dengan bank komersial, bank tabungan atau lembaga keuangan lainnya. Pada dasarnya bank sentral dibentuk untuk mencapai suatu tujuan sosial ekonomi tertentu yang menyangkut kepentingan nasional atau kesejahteraan umum, seperti stabilitas harga dan perkembangan ekonomi. Di sisi lain, dalam suatu sistem perbankan, ketiadaan koordinator dan regulator yang tidak berpihak akan mengakibatkan bank-bank tidak dapat melaksanakan operasinya secara efisien. Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah ikut serta terlibat dan membantu dalam penyusunan tulisan ini, khususnya kepada rekan-rekan di Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan, Direktorat Hukum, Direktorat Sumber Daya Manusia, Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter, dan semua pihak yang telah membantu kelancaran penulisan seri kebanksentralan ini, mulai dari tahap awal penyusunan sampai dengan pencetakan tulisan ini. Ucapan terima kasih secara khusus juga penulis sampaikan kepada Sdr. Perry Warjiyo, Sdr. Suseno, Sdr. Hotbin Sigalingging, Sdr. Iskandar, Sdri. Rosalia Suci, Sdr. Wibisono, dan Sdr. I Made Subaga Wirya atas partisipasi dan masukan-masukannya dalam diskusi dan pembahasan penyelesaian tulisan ini. Demikian pula penulis mengucapkan terima kasih kepada Sdr. J.D. Parera dan Sdr. P. Iman Soesanto yang telah membantu mengedit baik bahasa maupun isi dari tulisan ini.
v
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis akan sangat menghargai semua kritik dan saran dari pembaca bagi penyempurnaan tulisan ini di masa yang akan datang. Akhirnya penulis mengharapkan agar tulisan ini dapat bermanfaat dan menambah khazanah pengetahuan masyarakat luas.
Jakarta, Desember 2003
Penulis
vi
Daftar Isi
Sambutan
iii
Pengantar
v
Pendahuluan
1
Perkembangan Status dan Kedudukan Bank Sentral
2
Boks1: Tugas-Tugas Bank Sentral Perkembangan Status dan Kedudukan Bank Indonesia Tujuan dan Tugas Pokok Bank Indonesia
6 8 13
Tujuan
14
Tugas
15
Tugas Menetapkan dan Melaksanakan Kebijakan Moneter
16
Tugas Mengatur dan Menjaga Kelancaran Sistem Pembayaran
18
Tugas Mengatur dan Mengawasi Bank
20
Hubungan dengan Pemerintah
22
Hubungan Internasional
24
Dewan Gubernur
26
Independensi
29
Pendapat Mengenai Independensi Bank Sentral
33
Independensi Bank Indonesia
34
Boks2: Perbandingan Tingkat Independensi Bank Indonesia 1968 - 1999
36
Akuntabilitas dan Transparansi
39
Daftar Pustaka
42
Lampiran 1: Hubungan Internasional yang dilakukan Bank Indonesia 46 Lampiran 2: Cara Mengukur Tingkat Independensi Bank Sentral vii
53
Lampiran 3: Penghitungan Independensi Bank Indonesia 1968 - 1999 62 Gambar 1: Struktur Bank Indonesia dalam Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia
12
Gambar 2: Tujuan dan Tugas Bank Indonesia
18
Gambar 3: Susunan Dewan Gubernur Bank Indonesia
28
Tabel 1: Bank Sentral dan Tugasnya
viii
7
Kelembagaan Bank Indonesia Pendahuluan Pada awalnya, meskipun beberapa negara sudah mengenal sistem perbankan, namun saat tersebut belum dirasakan perlunya suatu bank sentral. Hal ini mengingat aktivitas penyimpanan dana dan kredit masih sangat terbatas. Namun pada saat di beberapa negara khususnya di daratan Eropa, alat produksi semakin berkembang sehingga mendorong banyaknya aktivitas perdagangan dan perniagaan, pada saat itu pula sistem perbankan mengalami perkembangan. Dengan semakin berkembangnya sistem perbankan, kebutuhan akan suatu lembaga stabilisator perekonomian, mulai dirasakan perlu keberadaannya. Lembaga tersebut sampai saat ini dikenal sebagai bank sentral. Secara umum, bank sentral merupakan lembaga yang memiliki peran penting dalam perekonomian, terutama di bidang moneter, keuangan, dan perbankan. Hal ini nampak dari fungsi dan tujuan bank sentral yang tidak identik dengan bank komersial, bank tabungan atau lembaga keuangan lainnya. Pada dasarnya bank sentral dibentuk untuk mencapai suatu tujuan sosial ekonomi tertentu yang menyangkut kepentingan nasional atau kesejahteraan umum, seperti stabilitas harga dan perkembangan ekonomi. Di sisi lain, dalam suatu sistem perbankan, ketiadaan koordinator dan regulator yang tidak berpihak, akan mengakibatkan bank-bank tidak dapat melaksanakan operasinya secara efisien. Peran bank sentral tersebut tercermin pada tugas-tugas utama yang dimilikinya, yaitu menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan mengawasi bank, serta menjaga kelancaran sistem pembayaran. Tugas utama tersebut tidak selalu sama antara satu bank
1
KELEMBAGAAN BANK INDONESIA
sentral dengan bank sentral lainnya. Misalnya, terdapat bank sentral yang hanya bertugas menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter serta menjaga kelancaran sistem pembayaran, sementara terdapat juga bank sentral lain yang hanya bertugas menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter. Tugas utama yang pada umumnya dimiliki oleh bank sentral tersebut, juga dimiliki oleh Bank Indonesia selaku bank sentral Republik Indonesia. Buku Seri Kebanksentralan ini akan menguraikan segi kelembagaan Bank Indonesia dalam rangka menjalankan tugas-tugasnya sebagai bank sentral. Uraian akan didahului dengan perkembangan status dan kedudukan bank sentral yang bermula dari bank umum yang diberi tanggung jawab khusus, sampai dengan perkembangannya yang terkini. Dalam buku seri ini dibahas juga gambaran tugas-tugas bank sentral di beberapa negara. Berikutnya akan dibahas perkembangan status dan kedudukan Bank Indonesia sebagai bank sentral Republik Indonesia. Pembahasan meliputi periode sebelum kemerdekaan, periode awal kemerdekaan, periode UU No. 11 Tahun 1953 yang merupakan awal berdirinya Bank Indonesia, periode UU No. 13 Tahun 1968, sampai dengan periode UU No. 23 Tahun 1999. Setelah itu, akan diuraikan tujuan dan tiga tugas pokok Bank Indonesia yang merupakan pilar dalam pencapaian tujuan dan dilanjutkan dengan pembahasan mengenai hubungan Bank Indonesia dengan Pemerintah dan badan-badan internasional dalam rangka pelaksanaan tugasnya. Terakhir akan diuraikan mengenai independensi, akuntabilitas, dan transparansi yang melekat pada Bank Indonesia dengan diberlakukannya undang-undang mengenai Bank Indonesia yang baru, yaitu UU No. 23 Tahun 1999.
Perkembangan Status dan Kedudukan Bank Sentral Dengan semakin berkembangnya perekonomian, penawaran akan uang menjadi elemen yang sangat penting dan dapat memberikan dampak multiplier melalui operasi simpan pinjam dalam suatu sistem perbankan. Sampai akhirnya tiba pada suatu saat dimana perkembangan tersebut 2
Perkembangan Status dan Kedudukan Bank Sentral
telah memunculkan suatu keadaan ketidakseimbangan antara penawaran akan uang dengan tingkat produksi barang dan jasa yang dihasilkan. Pada saat tingkat produksi barang dan jasa lebih rendah dari pada tingkat kenaikan penawaran akan uang, hampir selalu dapat dipastikan akan terjadi kenaikan harga sehingga terjadi inflasi. Kondisi tersebut mengindikasikan bahwa bila terjadi kenaikan pendapatan sehingga menambah jumlah uang yang dimiliki oleh seseorang, maka orang tersebut akan cenderung membelanjakan uangnya lebih banyak untuk memenuhi kebutuhan akan barang dan jasa. Bila pada saat tersebut ternyata produksi barang dan jasa tidak dapat memenuhi tingkat pertambahan permintaan, maka harga pasar akan meningkat. Demikian sebaliknya, maka akan terjadi deflasi. Kondisi tersebut pada gilirannya akan mengganggu stabilitas ekonomi, sehingga dirasakan perlunya pengaturan terhadap besarnya penawaran akan uang atau jumlah uang beredar. Keadaan tersebut sekaligus telah mendorong didirikannya suatu lembaga pengatur jumlah uang beredar, yaitu yang sampai saat ini dikenal dengan Bank Sentral. Di lihat dari sejarah berdirinya, keberadaan bank sentral diawali dengan berdirinya Swedish Riksbank yang beroperasi pada tahun 1668 (Pollard, 2003) dan diikuti oleh berdirinya The Bank of England pada tahun 1694 (Capie, 1994). Hingga tahun 1913 baru terdapat 21 bank sentral, namun meningkat pesat setelah perang dunia II terutama akibat adanya dekolonisasi. Jumlah ini meningkat lagi pada awal 1990an dengan runtuhnya Uni Soviet dan munculnya negara-negara baru bekas republikrepublik Soviet, sehingga pada tahun 1998 terdapat 173 Bank Sentral. Dilihat dari sisi tugasnya, bank sentral pada mulanya berkembang dari suatu bank yang mempunyai tugas sebagaimana dilakukan oleh bankbank lainnya. Selanjutnya secara gradual bank sentral diberi tugas dan tanggung jawab yang lebih besar dibandingkan dengan bank lainnya, seperti menerbitkan uang kertas, dan bertindak sebagai agen dan bankir pemerintah. Dalam perkembangan selanjutnya, bank yang kemudian dikenal sebagai bank sentral selain memiliki tugas dan tanggung jawab yang lebih besar juga terlepas dari beberapa tugas dan tanggung jawab utama bank pada umumnya. Pada awalnya bank sentral disebut sebagai bank of issue ‘bank sirkulasi’ karena tugasnya yang harus mempertahankan konversi uang 3
KELEMBAGAAN BANK INDONESIA
kertas yang dikeluarkannya terhadap emas atau perak atau keduanya. Dalam perkembangan selanjutnya bank sirkulasi ini menjalankan fungsifungsi lain, seperti untuk mengawasi dan mengatur perbankan, untuk mempertahankan stabilitas ekonomi dengan mengatur jumlah uang beredar, atau untuk bertanggung jawab dalam penyelenggaraan sistem pembayaran. Dengan berkembangnya tujuan dan tugasnya, bank sentral tidak lagi identik dengan bank komersial, bank tabungan, atau lembaga keuangan lainnya. Masyarakat umum tidak dapat lagi menyimpan uangnya atau meminta kredit atau mentransfer uang di bank sentral. Dengan demikian, bank sentral dibentuk tidak dalam kerangka mencari keuntungan seperti bank-bank komersial, tetapi bank sentral dibentuk untuk mencapai suatu tujuan sosial ekonomi tertentu yang menyangkut kepentingan nasional atau kesejahteraan umum, seperti stabilitas harga dan perkembangan ekonomi. Di samping itu, bank sentral dibentuk juga untuk menjaga dan mengarahkan agar aktivitas lembaga-lembaga perbankan dapat berjalan secara lancar sehingga dapat mendorong kegiatan ekonomi. Hal ini mengingat bahwa keberadaan koordinator dan regulator yang tidak berpihak akan membawa bank-bank dapat melaksanakan operasinya secara efisien. Contohnya, kalau tidak ada regulator, maka secara ekonomi keberhasilan bank-bank kecil dapat mengalami kesulitan karena adanya praktek bisnis yang tidak fair yang dilakukan oleh bank-bank yang lebih besar. Selain itu, kepentingan para deposan akan kurang mendapat perhatian, dan juga akan dapat muncul praktek-praktek yang merugikan kepentingan nasabah suatu bank. Berkaitan dengan keadaan tersebut, jelas diperlukan pengaturan dalam bentuk undang-undang, kebijakan, dan peraturan untuk mengarahkan aktivitas industri perbankan dalam mendorong kegiatan ekonomi. Selain itu, pengendalian jumlah uang beredar merupakan faktor yang sangat penting dalam seluruh kegiatan ekonomi suatu negara, sebagaimana dikemukakan oleh Walter Bagehot bahwa Money will not manage itself. 1 Hal ini terkait dengan diperlukannya uang untuk membiayai seluruh kegiatan ekonomi, seperti investasi dan perdagangan. Berkembangnya 1 Sebagaimana yang dikatakan oleh Feliciano R Fajardo dan Manuel M Manansala, dalam Central Banking, Navotas Press, Navotas, Metro Manila, 1994, hlm.19.
4
Perkembangan Status dan Kedudukan Bank Sentral
investasi tersebut akan membuka lapangan kerja, meningkatkan produksi dan pendapatan, dan pada gilirannya akan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sementara itu, bila jumlah uang beredar tidak dikendalikan secara benar, maka akan terjadi inflasi, yang akan menghambat peningkatan pendapatan riil masyarakat dan pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan. Untuk itulah diperlukan suatu lembaga bank sentral yang mempunyai wewenang untuk menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, terutama untuk mengatur dan mengawasi aktivitas yang terkait dengan peredaran uang, kredit, dan perbankan. Dapat disimpulkan bahwa bank sentral pada umumnya merupakan suatu lembaga yang bertugas untuk menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter dan mengawasi (mengontrol) sistem keuangan dan perbankan. Dalam perkembangannya peranan dan fungsi bank sentral telah mengalami evolusi dari yang semula hanya sebagai bank sirkulasi menuju ke bank sentral yang mempunyai fungsi sebagai pelaksana kebijakan moneter, pengatur perkreditan, dan pengawas perbankan.2 Dengan demikian, secara lebih rinci peran bank sentral selain sebagai bankers’ bank yaitu sebagai sumber dana bagi bank-bank dan lender of last resort yaitu sumber dana pinjaman terakhir bagi bank-bank yang mengalami kesulitan likuiditas, juga sebagai penjaga stabilitas moneter melalui membuat dan melaksanakan kebijakan-kebijakan moneter, termasuk mengatur, mengawasi, serta mengendalikan sistem moneter. Untuk dapat melaksanakan perannya, bank sentral mempunyai beberapa kewenangan antara lain: 1) mengedarkan uang sekaligus mengatur jumlah uang beredar; 2) mengatur dan mengawasi kegiatan perbankan; 3) mengembangkan sistem pembayaran; dan 4) mengembangkan sistem perkreditan3 . Peran bank sentral tersebut umumnya telah diterapkan di banyak negara dewasa ini. 2 Dilihat dari perkembangan bank sentral di dunia, awal berdirinya bank sentral yang telah menerapkan konsep dasar-dasar kebanksentralan dimulai saat berdirinya The Bank of England pada tahun 1694. Dalam perkembangannya, sampai dengan tahun 1913 baru terdapat 21 Bank Sentral. Sampai dengan saat ini telah terdapat 173 Bank Sentral di dunia. Perkembangan terpesat terjadi setelah perang dunia II terutama akibat dekolonisasi, dan setelah runtuhnya Uni Soviet yang mengakibatkan munculnya negara-negara baru di bekas wilayah Uni Soviet. Bank Sentral yang terakhir didirikan adalah European Central Bank (ECB) pada tahun 1998, yang berkedudukan di Frankfurt. 3 The Morgan Stanley Central Bank Directory 2003.
5
KELEMBAGAAN BANK INDONESIA
Namun demikian, di negara-negara yang sedang berkembang peran bank sentral jauh lebih luas, yaitu termasuk juga sebagai agen pembangunan. Peran sebagai agen pembangunan dimaksudkan untuk melayani kebutuhan pembiayaan pembangunan yang diselenggarakan oleh Pemerintah. Peran tersebut diperlukan karena terbatasnya sumber-sumber dana untuk pembiayaan pembangunan.
Boks 1: Tugas-tugas Bank Sentral Bank sentral pada umumnya mempunyai tiga tugas utama yang meliputi pengendalian moneter, pengaturan dan pengawasan perbankan, dan pengaturan sistem pembayaran. Tugas pengendalian moneter dimaksudkan untuk menjaga kestabilan harga dan/atau pertumbuhan ekonomi. Sementara tugas dalam pengaturan dan pengawasan perbankan dimaksudkan untuk menjaga kestabilan sistem perbankan. Selanjutnya, tugas pengaturan sistem pembayaran bertujuan mengembangkan sitem pembayaran dan infrastruktur keuangan yang sehat. Dalam prakteknya, bank sentral tidak seluruhnya menjalankan tiga tugas utama sebagaimana telah disebutkan di atas. Beberapa bank sentral mengemban dua tugas utama, bahkan ada juga bank sentral yang hanya mengemban satu tugas utama. Di bawah ini diberikan tabel bank sentral beberapa negara dengan tugas masingmasing. Beberapa negara yang tugas pengendalian moneter dan pengawasan perbankannya dilakukan oleh bank sentral adalah Brasil, India, Malaysia, Selandia Baru, Filipina, dan Singapura. Secara umum, alasan penyatuan kedua fungsi tersebut antara lain: 1) Fungsi pengawasan bank dan pengendalian moneter memiliki sifat yang interdependent, sehingga kedua fungsi tersebut harus sejalan;
6
Perkembangan Status dan Kedudukan Bank Sentral
Tabel 1: Bank Sentral dan Tugasnya
Negara
Otoritas Moneter
Brunei Hong Kong Inggris Australia Jepang Amerika Perancis Belanda Itali Jerman Afrika Selatan Brasil India Singapura Indonesia Malaysia Selandia Baru
Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya
Pengatur Bank Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Sebagian Sebagian Sebagian Sebagian Sebagian Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya
Sistem Pembayaran Tidak Tidak Tidak Ya Ya Sebagian Sebagian Ya Ya Ya Tidak Sebagian Sebagian Sebagian Ya Ya Ya
Sumber: berbagai referensi
2) Bank sentral lebih mudah memantau dan menindaklanjuti dampak kebijakan moneter terhadap perbankan; dan 3) Data dan informasi hasil pengawasan bank sangat diperlukan dalam mengambil keputusan dan melaksanakan kebijakan moneter, demikian pula sebaliknya. Sementara itu, terdapat pula beberapa negara yang pengawasan banknya dilakukan oleh bank sentral bersama dengan lembaga lainnya. Beberapa negara yang menggunakan kebijakan tersebut antara lain Amerika Serikat, Finlandia dan Jerman. Di Amerika Serikat pemeriksaan bank dilakukan oleh Federal Reserve System ‘Bank Sentral Amerika Serikat’ bekerja sama dengan Office of the Controller of the Currency, State Government dan Federal Deposit Insurance Corporation (FDIC), dengan pembagian tugas pengawasan yang berbeda. Di Finlandia pengawasan bank
7
KELEMBAGAAN BANK INDONESIA
dilakukan oleh Bank of Finland ‘Bank Sentral Finlandia’ bekerja sama dengan The Bank Inspectorate. Hal yang sama dilakukan oleh Bundesbank ‘Bank Sentral Jerman’, yang melakukan pengawasan bank bersama Bundesaufsichtsamt fur das Kreditwesen. Dalam pada itu, di negara-negara lain, seperti Australia, Belgia, Inggris, Jepang, Korea Selatan, dan Swiss, fungsi pengawasan bank dipisahkan dari bank sentral. Alasan pemisahan tersebut antara lain adanya kekhawatiran akan terjadinya pertentangan kepentingan antara tugas menjaga kestabilan moneter dan tugas pengawasan bank.
Perkembangan Status serta Kedudukan Bank Indonesia selaku Bank Sentral di Indonesia Sebagaimana negara sedang berkembang lainnya, peran dan tugas Bank Indonesia selaku Bank Sentral di Indonesia hingga saat ini telah mengalami evolusi dari yang semula hanya sebagai bank sirkulasi hingga sebagai agen pembangunan, dan terakhir sejak tahun 1999 telah menjadi independen dan mempunyai tugas mencapai sasaran tunggal yaitu stabilitas nilai rupiah. Sebelum Indonesia merdeka, Indonesia belum memiliki bank sentral seperti yang ada pada saat ini. Pada periode tersebut fungsi bank sentral hanya terbatas sebagai bank sirkulasi. Tugas sebagai bank sirkulasi dilaksanakan oleh De Javasche Bank NV yang telah diberi hak oktrooi (1827), yaitu hak yang diberikan oleh pemerintah Belanda untuk mencetak dan mengedarkan uang Gulden Belanda. De Javasche Bank sendiri didirikan tahun 1828 dan selain berfungsi sebagai bank sirkulasi, bank ini juga melakukan kegiatan komersial.
8
Perkembangan Status serta Kedudukan Bank Indonesia selaku Bank Sentral di Indonesia
Pada masa setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia, sebagaimana tertuang dalam penjelasan bab VII pasal 23 UUD 1945 bahwasanya akan segera dibentuk sebuah bank yang disebut Bank Indonesia.dengan tugas mengeluarkan dan mengatur peredaran uang kertas. Berkaitan dengan hal tersebut, pada tanggal 19 September 1945 dalam sidang Dewan Menteri, Pemerintah Indonesia mengambil keputusan untuk mendirikan satu bank sirkulasi berbentuk bank milik negara. Langkah pertama dibentuk yayasan dengan nama “Pusat Bank Indonesia” yang selanjutnya yayasan tersebut merupakan cikal bakal berdirinya Bank Negara Indonesia (BNI). Sampai dengan tahun 1949 yaitu saat berlangsung Konperensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag yang salah satu keputusan pentingnya adalah penyerahan kedaulatan Indonesia kepada Pemerintah Republik Indonesia Serikat, utusan pemerintah masih mengalami kesulitan untuk mengusahakan agar Bank Negara Indonesia yang telah didirikan sejak tahun 1946 ditetapkan sebagai bank sentral Republik Indonesia Serikat. Pemerintah Indonesia dengan terpaksa tetap menerima De Javasche Bank sebagai Bank Sentral. Pada saat tersebut De Javasche Bank masih tetap melakukan kegiatan komersial. Dalam perkembangannya, pada tanggal 6 Desember 1951 pemerintah Indonesia mengeluarkan undang-undang nasionalisasi De Javasche Bank. Selanjutnya pada 1 Juli 1953 dikeluarkan UU No. 11 Tahun 1953 tentang Pokok Bank Indonesia sebagai pengganti Javasche Bank Wet tahun 1922. Mulai saat itu lahirlah satu bank sentral di Indonesia yang diberi nama Bank Indonesia. Sejak keberadaan Bank Indonesia sebagai bank sentral hingga tahun 1968, tugas pokok Bank Indonesia selain menjaga stabilitas moneter, mengedarkan uang, dan mengembangkan sistem perbankan, juga masih tetap melaksanakan beberapa fungsi sebagaimana dilakukan oleh bank komersial. Namun demikian, tanggung jawab kebijakan moneter berada di tangan Pemerintah melalui pembentukan Dewan Moneter yang tugasnya menentukan kebijakan moneter yang harus dilaksanakan oleh Bank Indonesia. Selain itu, Dewan Moneter juga bertugas memberikan petunjuk kepada direksi Bank Indonesia dalam menjaga kestabilan nilai mata uang dan memajukan perkembangan perkreditan dan perbankan.
9
KELEMBAGAAN BANK INDONESIA
Kesemuanya ini mencerminkan bahwa kedudukan Bank Indonesia pada periode tersebut masih merupakan bagian dari Pemerintah. Menyadari bahwa peran ganda yang dilaksanakan oleh Bank Indonesia mengakibatkan kurang sehatnya perkembangan moneter bagi perekonomian, maka pada tahun 1968 dikeluarkannya UU No. 13 Tahun 1968 tentang Bank Indonesia. DalamUU tersebut, Bank Indonesia tidak lagi berfungsi ganda karena beberapa fungsi sebagaimana dilakukan oleh bank komersial dihapuskan.4 Namun demikian, misi Bank Indonesia sebagai agen pembangunan masih melekat, demikian juga tugas-tugas sebagai kasir Pemerintah dan bankers’ bank. Selain itu, Dewan Moneter sebagai lembaga pembuat kebijakan yang berperan sebagai perumus kebijakan moneter masih tetap dipertahankan. Tugas Bank Indonesia sebagai agen pembangunan tercermin pada tugas pokoknya, yaitu pertama mengatur, menjaga, dan memelihara stabilitas nilai Rupiah, dan kedua mendorong kelancaran produksi dan pembangunan, serta memperluas kesempatan kerja guna meningkatkan taraf hidup rakyat. Tugas-tugas pokok yang diemban Bank Indonesia sebagai otoritas moneter pada periode tersebut, khususnya untuk memelihara kestabilan nilai rupiah, berkontradiksi dengan tugas lain Bank Indonesia, yaitu tugas untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan memperluas kesempatan kerja. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi, misalnya, sering pula diikuti oleh peningkatan harga-harga (inflasi) yang tinggi. Hal ini disebabkan oleh menguatnya permintaan di dalam negeri sehubungan dengan meningkatnya pendapatan masyarakat sebagai dampak pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Inflasi yang tinggi berkelanjutan dan tidak terkendali 4 Sementara itu, karena berbagai hal di antaranya karena UU No. 13 Tahun 1968 disusun setelah UU No.14 Tahun 1967, maka muncul kerancuan di lingkungan masyarakat dalam hal status dan kedudukan Bank Indonesia sebagai Bank Sentral yang seolah-olah merupakan bagian dari sistem keuangan/perbankan di Indonesia dan merupakan bagian dari lembaga financial intermediary. Akibat kerancuan tersebut sebagian masyarakat beranggapan bahwa status dan fungsi Bank Indonesia tidak berbeda dengan bank milik negara lainnya.Anggapan tersebut lebih diperkuat dengan ditetapkannya Komisaris Pemerintah sebagai pengawas Bank Indonesia, demikian juga dengan adanya kewajiban penyusunan neraca dan laporan laba-rugi setiap akhir tahun, yang kesemuanya sama dengan kewajiban dari Bank BUMN (Badan Usaha Milik Negara). Di samping itu, dengan tetap ditunjuknya Dewan Moneter sebagai lembaga yang mengkoordinasikan pelaksanaan kebijakan moneter, sementara Dewan Moneter diketuai oleh Menteri Keuangan, selain mengakibatkan Bank Indonesia tidak otonom, juga memperkuat anggapan bahwa Bank Indonesia sama dengan Bank BUMN lainnya.
10
Perkembangan Status serta Kedudukan Bank Indonesia selaku Bank Sentral di Indonesia
pada gilirannya akan mengganggu kesinambungan pertumbuhan ekonomi itu sendiri. Selain itu, penetapan status dan kedudukan Bank Indonesia sebagaimana tersebut di atas telah memungkinkan terjadinya campur tangan pihak luar yang pada gilirannya dapat menyebabkan kebijakan yang diambil bank sentral menjadi kurang bahkan tidak efektif. Dengan latar belakang tersebut, maka pada tanggal 17 Mei 1999, diberlakukan UU No. 23 Tahun 1999 sebagai pengganti UU No.13/1968. UU yang baru tersebut memberikan status dan kedudukan kepada Bank Indonesia sebagai suatu bank sentral yang independen dan bebas dari campur tangan pihak luar termasuk pemerintah.. Dengan status dan kedudukan tersebut, Bank Indonesia telah mempunyai kedudukan yang independen sebagaimana dimiliki oleh bank-bank sentral di beberapa negara, seperti Amerika Serikat, Cile, Filipina, Inggris, Jepang, Jerman, Korea Selatan, dan Swiss. Sebagai suatu otoritas moneter yang independen, Bank Indonesia memiliki kewenangan untuk merumuskan kebijakan moneter dan melaksanakan kebijakan yang telah ditetapkan dalam pelaksanaan tugasnya tanpa campur tangan pihak di luar Bank Indonesia. Dalam kaitan ini, Bank Indonesia wajib menolak dan mengabaikan setiap bentuk campur tangan atau intervensi dari pihak di luar Bank Indonesia. Dengan independensi tersebut, Bank Indonesia mempunyai otonomi penuh dalam merumuskan dan melaksanakan setiap tugas dan wewenangnya, sebagaimana tertuang dalam undang-undang tersebut. Pihak di luar Bank Indonesia tidak dibenarkan mencampuri pelaksanaan tugas Bank Indonesia. Pada saat yang sama, Bank Indonesia juga berkewajiban untuk menolak atau mengabaikan intervensi dalam bentuk apapun dan dari pihak manapun. Selanjutnya, berdasarkan UU No. 23 Tahun 1999 tersebut, Bank Indonesia dinyatakan sebagai badan hukum. Dengan status tersebut, Bank Indonesia mempunyai kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum termasuk mengelola kekayaannya sendiri terlepas dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Selain itu, Bank Indonesia juga berwenang membuat peraturan yang mengikat masyarakat luas sesuai dengan tugas dan kewenangannya dan dapat bertindak atas namanya sendiri di dalam dan di luar pengadilan. 11
KELEMBAGAAN BANK INDONESIA
Untuk lebih menjamin independensi, undang-undang tersebut telah memberikan kedudukan khusus kepada Bank Indonesia dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia. Kedudukan Bank Indonesia selaku lembaga negara yang independen tidak sejajar dengan lembaga tinggi negara, seperti Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), dan Mahkamah Agung (MA).5 Kedudukan Bank Indonesia juga tidak sama dengan departemen, karena kedudukan Bank Indonesia berada di luar pemerintahan (baca Gambar 1). Status dan kedudukan yang khusus tersebut diperlukan agar Bank Indonesia dapat melaksanakan peran dan fungsinya sebagai otoritas moneter secara lebih efektif dan efisien. Meskipun demikian, dalam menetapkan kebijakannya Bank Indonesia tetap berpegang pada kerangka ekonomi dan kesejahteraan bangsa. Sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang, meskipun Bank Indonesia sebagai lembaga negara yang independen, dalam melaksanakan tugasnya tentu mempunyai hubungan kerja dan koordinasi yang baik dengan DPR, BPK, Pemerintah dan pihak lainnya. Dalam hubungannya dengan Presiden dan DPR, Bank Indonesia setiap awal tahun anggaran menyampaikan informasi tertulis mengenai evaluasi pelaksanaan kebijakan moneter dan rencana kebijakan moneter yang akan Gambar 1 Struktur Bank Indonesia dalam Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia
MPR
Presiden Bank Indonesia
DPR
BPK
MA
Kepala Kepala Negara Pemerintahan
Sumber : Didik J. Rachbini, hlm. 166 (disesuaikan) 5
Sebelum Perubahan Keempat Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 yang disahkan pada tanggal 10 Agustus 2002, Dewan Pertimbangan Agung (DPA) bersama-sama dengan Presiden, DPR, BPK, dan MA merupakan Lembaga Tinggi Negara.
12
Tujuan dan Tugas Pokok Bank Indonesia
datang. Khusus kepada DPR, Bank Indonesia wajib menyampaikan laporan perkembangan pelaksanaan tugas dan wewenang setiap triwulan dan sewaktu-waktu bila diminta oleh DPR. Selain itu, Bank Indonesia menyampaikan rencana dan realisasi anggaran tahunan kepada Pemerintah dan DPR. Dalam hubungannya dengan BPK, Bank Indonesia wajib menyampaikan laporan keuangan tahunan kepada BPK.
Tujuan dan Tugas Pokok Bank Indonesia Sebagaimana dikemukakan pada bab sebelumnya, sebelum UndangUndang No.23/1999 tentang Bank Indonesia diberlakukan, nuansa Bank Indonesia sebagai bank sentral yang membantu Pemerintah sangat kental. Hal ini tercermin pada kebijakan yang dilaksanakan Bank Indonesia merupakan hasil perumusan Dewan Moneter yang diketuai oleh Menteri Keuangan. Keterbatasan wewenang Bank Indonesia dalam menetapkan kebijakan dan kekurangtegasan dalam pembagian tugas dan tanggung jawab antara Bank Indonesia dan Pemerintah ini telah mengakibatkan kurang efektifnya langkah-langkah yang ditempuh oleh Bank Indonesia. Ketidakjelasan tugas yang harus dilakukan oleh Bank Indonesia ini tercermin pada penetapan tugas-tugas pokok Bank Indonesia sesuai yang ditetapkan undang-undang yaitu (1) mengatur dan memelihara kestabilan nilai rupiah, (2) mendorong kelancaran produksi dan pembangunan serta memperluas kesempatan kerja guna meningkatkan kesejahteraan rakyat. Baik secara teoritis maupun dalam pelaksanaannya, untuk mencapai keberhasilan seluruh tugas tersebut, sering timbul conflict antara keharusan pencapaian satu kebijakan dengan kebijakan lain yang juga merupakan tugas yang harus dicapai. Implikasi dari tidak fokusnya tugas tersebut telah mengakibatkan pencapaian tujuan akhir dari kebijakan Bank Indonesia kurang efektif. Hal ini terjadi mengingat, (1) peran Bank Indonesia sebagi otoritas moneter menjadi kabur karena kekurangjelasan wewenang dan tanggung jawab sebagai akibat tidak fokusnya tujuan dan tugas yang harus dilaksanakan, (2) fungsi sebagai otoritas moneter kurang focus karena memungkinkan timbulnya conflict diantara tugas-tugas yang 13
KELEMBAGAAN BANK INDONESIA
harus dilaksanakan dan (3) tugas pokok membantu Pemerintah mengakibatkan tidak independennya Bank Indonesia dalam menetapkan dan melaksanakan kebijakan untuk mencapai tujuan yang harus ditetapkan. Bersandar pada pengalaman sebelumnya, maka langkah awal agar Bank Indonesia dapat melaksanakan tugasnya dengan baik dan efektif, diperlukan ketegasan dalam tujuan dan pembagian tugas harus jelas dan tidak dicampuri oleh kepentingan-kepentingan yang seharusnya dilakukan oleh Pemerintah. Langkah awal tersebut harus berupa pemberian independensi kepada Bank Indonesia sehingga Bank Indonesia dapat menetapkan dan melaksanakan kebijakan untuk mencapai tujuan yang harus dicapai sebagai lembaga Bank Sentral. Tu j u a n UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia secara tegas telah memberikan landasan bagi independensi Bank Indonesia dalam mencapai target yang ditetapkan, yaitu memelihara kestabilan nilai rupiah dengan menggunakan berbagai instrumen kebijakan yang ditetapkan. Kestabilan nilai rupiah yang dimaksudkan dalam undang-undang tersebut adalah kestabilan nilai rupiah terhadap barang dan jasa yang diukur berdasarkan atau tercermin pada perkembangan laju inflasi, serta terhadap mata uang negara lain yang diukur berdasarkan atau tercermin pada perkembangan nilai tukar rupiah (kurs) terhadap mata uang negara lain. Sebagaimana di negara-negara lain, penetapan inflasi sebagai sasaran akhir kebijakan moneter dilakukan oleh Bank Indonesia dengan beberapa pertimbangan. Pertama, bukti-bukti empiris menunjukkan bahwa dalam jangka panjang kebijakan moneter hanya dapat mempengaruhi tingkat inflasi dan tidak dapat mempengaruhi variabel riil, seperti pertumbuhan ekonomi atau tingkat pengangguran. Kebijakan moneter hanya dapat mempengaruhi variabel-variabel riil dalam jangka pendek. Kedua, pencapaian inflasi yang rendah merupakan prasyarat bagi tercapainya pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, karena perekonomian tidak dipacu untuk tumbuh melebihi kapasitasnya. Ketiga, dengan ditetapkannya inflasi sebagai sasaran tunggal, sasaran tersebut akan menjadi dasar acuan
14
Tujuan dan Tugas Pokok Bank Indonesia
dalam perumusan kebijakan moneter, sehingga tercapai atau tidaknya tujuan Bank Indonesia akan lebih transparan dan mudah diukur. Penetapan tujuan tunggal di atas menjadikan sasaran dan batas tanggung jawab Bank Indonesia akan semakin jelas dan terfokus. Selanjutnya, sebagai implikasi terfokusnya tujuan tersebut, Bank Indonesia perlu mengarahkan kebijakannya untuk menyeimbangkan kondisi ekonomi internal, khususnya keseimbangan antara permintaan dan penawaran agregat, dengan kondisi ekonomi eksternal yang tercermin pada kinerja neraca pembayaran. Perwujudan keseimbangan internal adalah terjaganya inflasi pada tingkat yang rendah, sementara dari sisi eksternal adalah terjaganya nilai rupiah pada tingkat perkembangan yang cukup kuat dan stabil. Dengan terjaganya keseimbangan internal dan eksternal tersebut, maka sasaran tunggal kebijakan moneter yaitu kestabilan nilai rupiah akan dapat tercapai. Tu g a s Dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditentukan, maka tugas Bank Indonesia sesuai dengan UU No. 23 Tahun 1999 meliputi 3 tugas utama, yaitu: 1) Menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter; 2) Mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran; dan 3) Mengatur dan mengawasi bank. Guna mendukung tercapainya tujuan Bank Indonesia secara efektif dan efisien, maka ketiga tugas tersebut harus saling mendukung (baca Gambar 2). Hal ini mengingat bahwa untuk mencapai kebijakan moneter yang efektif dan efisien yang dilakukan dengan mengendalikan jumlah uang yang beredar, diperlukan suatu sistem pembayaran yang efisien, cepat, aman, dan andal. Sementara itu, sistem pembayaran yang efisien, cepat, aman, dan andal tersebut juga tidak terlepas dari kondisi sistem perbankannya yaitu sistem perbankan yang sehat. Dalam hal ini, sistem perbankan yang sehat, selain mendukung kinerja sistem pembayaran, juga akan mendukung pengendalian moneter mengingat mekanisme transmisi kebijakan moneter ke kegiatan ekonomi riil terutama
15
KELEMBAGAAN BANK INDONESIA
berlangsung melalui sistem perbankan. Dengan keterkaitan yang saling mendukung tersebut, maka pencapaian tujuan Bank Indonesia akan berhasil dengan baik. Tugas Menetapkan dan Melaksanakan Kebijakan Moneter Sesuai dengan UU No. 23 Tahun 1999, Bank Indonesia diberi kewenangan untuk melaksanakan kebijakan moneter melalui penetapan sasaran moneter dengan memperhatikan sasaran laju inflasi serta melakukan pengendalian jumlah uang beredar dengan menggunakan berbagai instrumen kebijakan moneter. Pada dasarnya, kebijakan moneter yang ditempuh oleh otoritas moneter merupakan salah satu bagian integral dari kebijakan ekonomi makro. Selain itu, kebijakan moneter juga mempunyai peranan yang sangat strategis, mengingat kebijakan moneter dapat mempengaruhi pencapaian sasaran akhir dari kebijakan ekonomi makro, seperti stabilitas harga, pertumbuhan ekonomi, dan perluasan kesempatan kerja. Secara umum, kebijakan moneter sebagai salah satu kebijakan ekonomi makro ditujukan untuk mempengaruhi perkembangan kegiatan perekonomian ke arah sasaran akhir yang diharapkan. Sesuai dengan UU No. 23 Tahun 1999, sasaran akhir yang diharapkan ini adalah sasaran tunggal untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Untuk mencapai tujuan tersebut, bank sentral dapat menggunakan instrumen langsung maupun tidak langsung. Instrumen moneter yang saat ini digunakan oleh Bank Indonesia adalah instrumen tidak langsung yang meliputi operasi pasar terbuka, fasilitas diskonto, penetapan giro wajib minimum, dan himbauan, yang dalam pelaksanaannya dapat dilakukan secara bersama-sama atau tersendiri. Sementara instrumen langsung yang pernah digunakan, seperti penetapan pagu kredit dan penetapan suku bunga tidak dilakukan lagi mengingat instrumen tersebut kurang efektif dan tidak berorientasi pasar. Selain itu, dalam rangka lebih memfokuskan pelaksanaan tugas di bidang pengendalian moneter, berdasarkan UU No. 23 Tahun 1999, telah dilakukan penyesuaian terhadap beberapa tugas Bank Indonesia. 1) Bank Indonesia tidak lagi diperkenankan memberikan kredit kepada Pemerintah dan kredit likuiditas dalam rangka kredit program. Hal ini
16
Tujuan dan Tugas Pokok Bank Indonesia
dimaksudkan untuk menghindari terjadinya ekspansi moneter atau penambahan uang beredar yang berlebihan, yang pada gilirannya dapat mengakibatkan terjadinya inflasi sehingga mengurangi efektifitas pengendalian moneter untuk memelihara kestabilan nilai rupiah. Selanjutnya, pengelolaan kredit likuiditas yang sedang berjalan dialihkan kepada: 1) Bank Rakyat Indonesia (BRI) untuk Kredit Usaha Tani, Kredit Koperasi dan Kredit Koperasi untuk Anggotanya (KKPA); 2) Bank Tabungan Negara (BTN) untuk Kredit Perumahan Rakyat Sederhana (KPRS) dan KPR-Sangat Sederhana (KPRSS); dan 3) PT Permodalan Nasional Madani untuk KKPA, Kredit Pengusaha Kecil dan Mikro (KPKM), Kredit Kecil, Mikro dan Menengah (KMKM)Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dan Kredit untuk Usaha Angkutan. 2) Bank Indonesia hanya dapat melakukan penyertaan modal pada perusahaan yang sangat diperlukan dalam menunjang pelaksanaan tugasnya. Selanjutnya, pelaksanaan kebijakan moneter tidak dapat dilepaskan dari sistem nilai tukar dan sistem devisa yang ditetapkan. Dalam hal sistem nilai tukar, Bank Indonesia melaksanakan kebijakan berdasarkan sistem nilai tukar yang telah ditetapkan. Bank Indonesia antara lain dapat melakukan: 1) Devaluasi atau revaluasi terhadap mata uang asing pada saat sistem nilai tukar yang dianut adalah nilai tukar tetap; 2) Intervensi pasar pada saat sistem nilai tukar yang dianut adalah nilai tukar mengambang; dan 3) Penetapan nilai tukar harian dan lebar pita intervensi pada saat sistem nilai tukar yang dianut adalah mengambang terkendali. Hingga saat ini Indonesia pernah menerapkan ketiga sistem nilai tukar tersebut, dan sejak 14 Agustus 1997 Pemerintah menetapkan sistem nilai tukar yang dianut adalah sistem nilai tukar mengambang. Selain itu, pelaksanaan kebijakan moneter juga tidak dapat dilepaskan dari sistem devisa yang dianut. Secara umum terdapat tiga sistem, yaitu: 1) sistem devisa kontrol; 2) sistem devisa semikontrol; dan 3) sistem devisa bebas. Pada sistem devisa kontrol, setiap perolehan devisa oleh masyarakat harus diserahkan kepada negara, dan setiap penggunaan devisa harus memperoleh izin dari negara. Dalam sistem devisa semikontrol, perolehan devisa tertentu wajib diserahkan kepada negara, dan penggunaannya diperlukan izin dari negara, sementara jenis devisa lainnya dapat secara 17
KELEMBAGAAN BANK INDONESIA
bebas diperoleh dan dipergunakan. Pada sistem devisa bebas, masyarakat dapat secara bebas memperoleh dan menggunakan devisa. Sementara itu, pemilihan sistem devisa yang dianut akan tergantung pada kondisi negara yang bersangkutan, khususnya keterbukaan ekonominya dalam arti seberapa jauh negara yang bersangkutan ingin mengintegrasikan ekonominya dengan ekonomi global. Dapat dikemukakan bahwa pada saat ini sistem devisa yang dianut Indonesia adalah sistem devisa bebas. Tugas Mengatur dan Menjaga Kelancaran Sistem Pembayaran Sistem pembayaran yang lancar dan aman merupakan salah satu prasyarat dalam keberhasilan pencapaian tujuan kebijakan moneter. Sehubungan dengan hal tersebut, Bank Indonesia mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran melalui kewenangannya dalam a) menetapkan penggunaan alat pembayaran; dan b) mengatur penyelenggaraan jasa sistem pembayaran. Gambar 2 Tujuan dan Tugas Bank Indonesia
18
Mengatur & Mengawasi Bank
Mengatur & Menjaga Kelancaran Sistem Pembayaran
Menetapkan & Melaksanakan Kebijakan Moneter
Mencapai dan Memelihara Kestabilan Nilai Rupiah
Tujuan dan Tugas Pokok Bank Indonesia
a) Kewenangan Menetapkan Penggunaan Alat Pembayaran Secara umum, terdapat dua jenis alat pembayaran yaitu alat pembayaran tunai dan nontunai. Untuk kelancaran sistem pembayaran diperlukan pengaturan mengenai penggunaan alat-alat pembayaran yang merupakan kewenangan Bank Indonesia. Kewenangan dalam menetapkan penggunaan alat pembayaran tersebut meliputi alat pembayaran tunai dan nontunai. Kewenangan penggunaan alat pembayaran tunai meliputi mengeluarkan, mengedarkan, menarik, dan memusnahkan uang rupiah, termasuk menetapkan macam, harga, ciri uang, bahan yang digunakan, serta tanggal mulai berlakunya. Sebagai konsekuensi kewenangankewenangan tersebut, Bank Indonesia harus menjamin ketersediaan uang di masyarakat dalam jumlah yang cukup dan kualitas yang memadai. Selain itu, Bank Indonesia juga memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk melakukan penukaran uang dari pecahan yang sama dan atau ke pecahan yang lain, penukaran uang yang cacat dan atau tidak layak edar, serta menukar uang yang rusak dengan nilai yang sama atau lebih kecil tergantung dari tingkat kerusakannya. Sementara itu, kewenangan dalam menetapkan penggunaan alat pembayaran nontunai, baik paper based maupun nonpaper based, meliputi pengaturan dan penggunaan alat pembayaran nontunai.6 Tujuan dari pengaturan dan penggunaan alat pembayaran nontunai dimaksudkan adalah untuk memperoleh keyakinan bahwa seluruh alat pembayaran yang dipergunakan termasuk pengoperasiannya telah memperhitungkan risikorisikonya dan dikelola serta dimonitor secara baik. b) Kewenangan Mengatur dan Menyelenggarakan Sistem Pembayaran Dalam rangka menjamin kelancaran sistem pembayaran, juga diperlukan pengaturan dan penyelenggaraan sistem pembayaran. Terkait dengan hal tersebut, Bank Indonesia mempunyai kewenangan untuk memberikan persetujuan dan izin atas penyelenggaraan jasa sistem pembayaran, serta kewenangan untuk mewajibkan penyelenggara sistem pembayaran menyampaikan laporan kegiatannya kepada Bank Indonesia. Di samping 6
Paper based antara lain bilyet giro, cek dan wesel, sementara nonpaper based antara lain kartu kredit, kartu debit, ATM, internet dan phone payment
19
KELEMBAGAAN BANK INDONESIA
itu, Bank Indonesia berwenang mengatur sistem kliring dan menyelenggarakan kliring antarbank, serta menyelenggarakan penyelesaian akhir transaksi pembayaran antarbank, baik dalam mata uang rupiah maupun valuta asing. Tugas Mengatur dan Mengawasi Bank Tugas pengaturan dan pengawasan bank merupakan salah satu tugas yang penting khususnya dalam rangka menciptakan sistem perbankan yang sehat yang pada akhirnya akan dapat mendorong efektivitas kebijakan moneter. Hal itu mengingat bahwa lembaga perbankan selain menjalankan fungsi intermediasi, juga berfungsi sebagai media transmisi kebijakan moneter serta pelayanan jasa sistem pembayaran. Selain itu, antara fungsi pengawasan bank dan pengendalian moneter memiliki sifat yang interdepen, sehingga kedua fungsi tersebut harus sejalan. Dengan demikian akan memudahkan dalam memantau dan menindaklanjuti dampak kebijakan moneter terhadap perbankan, dan data dan informasi hasil pengawasan bank sangat diperlukan dalam mengambil keputusan dan melaksanakan kebijakan moneter, dan demikian pula sebaliknya. Sementara itu, terdapat pula beberapa negara yang pengawasan banknya dilakukan oleh bank sentral bersama dengan lembaga lainnya. Beberapa negara yang menggunakan kebijakan tersebut antara lain Amerika Serikat, Finlandia dan Jerman. Di Amerika Serikat pemeriksaan bank dilakukan oleh Bank Sentral Amerika Serikat yaitu Federal Reserve Board bekerja sama dengan Office of the Controller of the Currency, State Government, dan Federal Deposit Insurance Corporation, dengan pembagian tugas pengawasan yang berbeda. Di Finlandia pengawasan bank selain dilakukan oleh bank sentral Finlandia yaitu Bank of Finland bekerja sama dengan The Bank Inspectorate. Hal yang sama dilakukan oleh bank sentral Jerman yaitu Bundesbank, melakukan pengawasan bank bersama Bundesaufsichtsamt fur das Kreditwesen. Dalam pada itu, negara-negara lain, seperti Australia, Belgia, Inggris, Jepang, Korea Selatan, Swiss, dan Perancis, fungsi pengawasan bank
20
Hubungan Dengan Pemerintah
dipisahkan dari bank sentral. Alasan pemisahan tersebut antara lain adanya kekawatiran akan terjadinya pertentangan kepentingan (conflict of interest) antara tugas menjaga kestabilan moneter dan tugas pengawasan bank. Dalam kaitannya dengan tugas pengawasan bank ini, berdasarkan undang-undang, Bank Indonesia diberi wewenang mengatur dan mengawasi bank yang meliputi: 1) Memberikan dan mencabut izin atas kelembagaan dan kegiatan usaha tertentu dari bank; 2) Menetapkan peraturan di bidang perbankan; 3) Melakukan pengawasan bank baik secara langsung maupun tidak langsung; dan 4) Mengenakan sanksi terhadap bank sesuai ketentuan perundangan. Secara umum, dalam melaksanakan tugas-tugas dimaksud, Bank Indonesia menetapkan ketentuan-ketentuan perbankan berdasarkan prinsip kehati-hatian sesuai standar yang berlaku secara internasional. Ketentuan tersebut bertujuan memberikan rambu-rambu penyelenggaraan kegiatan usaha perbankan yang pada gilirannya dapat mewujudkan suatu sistem perbankan yang sehat. Sementara itu, agar pelaksanaan pengawasan dan pengaturan perbankan tersebut dapat berjalan efektif, maka tugas tersebut dapat dirinci sebagai berikut. 1) Melaksanakan ketentuan prinsip prudential ‘kehati-hatian’ secara efektif dan sekaligus melaksanakan prinsip disclosure ‘keterbukaan’ yang lebih luas bagi masyarakat tentang kondisi masing-masing bank; 2) Menyehatkan kegiatan operasional di bidang finansial perbankan melalui program-program penyehatan/restrukturisasi perbankan dan peningkatan fungsi intermediasi; 3) Memantapkan sistem pengawasan bank, baik pengawasan langsung maupun tidak langsung; dan 4) Meningkatkan mutu pengelolaan perbankan untuk memantapkan ketahanan sistem perbankan.
21
KELEMBAGAAN BANK INDONESIA
Hubungan Dengan Pemerintah Menilik pada tujuan dan tugas Bank Indonesia, keterkaitan dengan kepentingan Pemerintah sangat diperlukan. Disatu sisi bank Indonesia sebagai otoritas moneter dan bertugas mengatur kebijakan sektor moneter, di sisi lain Pemerintah mengatur kebijakan sektor fiscal. Baik secara teori maupun dalam pelaksanaan kedua sektor tersebut saling terkait dalam mencapai sasaran secara nasional berupa pertumbuhan ekonomi. Sebagai contoh, dalam penentuan laju inflasi kedua instansi akan bekerja sama agar target atau sasaran yang ditentukan dapat tercapai. Hubungan kerja yang harmonis dengan Pemerintah penting untuk mencapai sinergi yang optimal. Meskipun Bank Indonesia telah memiliki independensi, cakupan tugas dan wewenangnya sedikit-banyak terkait dengan kepentingan Pemerintah. Secara makro, tugas Bank Indonesia juga ditentukan oleh kinerja institusi-institusi yang berhubungan erat dengan tujuan Bank Indonesia, yakni mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Dalam kondisi yang demikian, sinkronisasi dan koordinasi Bank Indonesia dengan Pemerintah tetap diperlukan mengingat keduanya memiliki tanggung jawab yang semuanya untuk kepentingan bangsa Indonesia. Hubungan Bank Indonesia dengan Pemerintah telah diatur dengan jelas dalam UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, yaitu bahwa Bank Indonesia tetap ditunjuk sebagai pemegang kas Pemerintah. Selain itu, Bank Indonesia untuk dan atas nama Pemerintah dapat menerima pinjaman luar negeri, menatausahakan, serta menyelesaikan tagihan dan kewajiban keuangan Pemerintah terhadap luar negeri. Salah satu perubahan yang penting dibandingkan dengan ketentuan sebelumnya adalah saat ini Bank Indonesia tidak diperkenankan lagi memberikan kredit kepada Pemerintah yang selama ini dipergunakan untuk menutup defisit anggaran Pemerintah.
22
Hubungan Dengan Pemerintah
Dalam pada itu, sesuai dengan undang-undang, Pemerintah wajib meminta pendapat dan atau mengundang Bank Indonesia dalam sidang kabinet yang membahas masalah yang berkaitan dengan tugas Bank Indonesia yaitu masalah ekonomi, perbankan dan keuangan. Demikian juga dalam penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) dan atau kebijakan Pemerintah lainnya yang terkait dengan tugas dan wewenang Bank Indonesia, Bank Indonesia dapat memberikan pendapat dan pertimbangan kepada Pemerintah. Hal lain yang menggambarkan hubungan antara Bank Indonesia dengan Pemerintah adalah diaturnya koordinasi yang bersifat konsultatif dengan Pemerintah dengan dapat hadirnya Pemerintah yang diwakili seorang menteri atau lebih dalam Rapat Dewan Gubernur dengan hak bicara tanpa hak suara. Selain itu, dalam hal Pemerintah akan menerbitkan surat-surat utang negara, Pemerintah wajib lebih dahulu berkonsultasi dengan Bank Indonesia. Hal ini dimaksudkan agar penerbitan surat utang tersebut tepat waktu dan tidak berakibat negatif terhadap kebijakan moneter. Dalam kaitan ini, Bank Indonesia dapat membantu penerbitan surat utang negara, namun tidak diperkenankan membeli secara langsung di pasar perdana. Bank Indonesia dapat membeli surat utang negara di pasar sekunder hanya untuk keperluan kebijakan moneter. Selanjutnya, sesuai dengan amanat UU No. 24 Tahun 2002 tentang Surat Utang Negara (SUN) khususnya pasal 12 dan pasal 13, Bank Indonesia bertindak selaku penatausaha dan agen lelang SUN baik di pasar perdana maupun di pasar sekunder. Kegiatan penatausahaan ini mencakup dua fungsi yaitu: 1) sebagai central registry, yaitu bertugas mencatat kepemilikan surat berharga, kliring, dan setelmen; dan 2) sebagai paying agent, yaitu bertugas sebagai agen pembayar bunga (kupon) dan pokok. Hubungan dengan Pemerintah tampak pula pada pembagian hasil kegiatan Bank Indonesia. Surplus hasil kegiatan Bank Indonesia setelah diperhitungkan untuk cadangan tujuan dan cadangan umum serta kewajiban Pemerintah kepada Bank Indonesia, akan diserahkan kepada Pemerintah. Sebaliknya, dalam hal Bank Indonesia mengalami defisit hingga modal turun menjadi kurang dari Rp2 triliun, maka pemerintah diwajibkan menutup kekurangan tersebut.
23
KELEMBAGAAN BANK INDONESIA
Hubungan Internasional Selain dengan Pemerintah, Bank Indonesia juga menjalin hubungan kerja dengan lembaga-lembaga internasional. Hubungan tersebut diperlukan dalam rangka menunjang kelancaran pelaksanaan tugas Bank Indonesia maupun Pemerintah yang berhubungan dengan ekonomi, moneter, maupun perbankan. Secara umum, hubungan kerja sama internasional yang dijalin oleh bank sentral terdiri dari: 1) Kerjasama yang dilakukan atas nama bank sentral sendiri dalam rangka melaksanakan tugas-tugasnya, seperti keanggotaan bank sentral di South East Asia Central Bank (SEACEN); dan 2) Kerjasama yang dilakukan untuk dan atas nama negaranya masingmasing, seperti keanggotaan suatu negara di lembaga keuangan internasional, seperti International Monetary Fund (IMF). Sebagaimana bank sentral lainnya, Bank Indonesia juga menjalin kerjasama internasional yang meliputi bidang-bidang: 1) Investasi bersama untuk kestabilan pasar valuta asing; 2) Penyelesaian transaksi lintas negara; 3) Hubungan koresponden; 4) Tukar-menukar informasi mengenai hal-hal yang terkait dengan tugastugas Bank Sentral; dan 5) Pelatihan/penelitian di bidang moneter dan sistem pembayaran. Keanggotaan Bank Indonesia di beberapa lembaga dan forum international atas nama Bank Indonesia sendiri antara lain:7 1) The South East Asian Central Banks Research and Training Centre (SEACEN Centre). 7
Uraian lebih rinci dapat dibaca pada Lampiran 1
24
Hubungan Internasional
2) The South East Asian, New Zealand and Australia Forum of Banking Supervisors (SEANZA). 3) The Executives’ Meeting of East Asian and Pacific Central Banks (EMEAP) 4) ASEAN Central Bank Forum (ACBF) 5) Bank for International Settlement (BIS)8 Sementara itu, keanggotaan Bank Indonesia mewakili pemerintah Republik Indonesia antara lain:9 1)
Association of South East Asian Nations (ASEAN)
2)
ASEAN+3 (ASEAN + Cina, Jepang dan Korea)
3)
Asian Development Bank (ADB)
4)
Asia Pacific Economic Cooperation (APEC)
5)
Manila Framework Group (MFG)
6)
Asia-Europe Meeting (ASEM)
7)
Islamic Development Bank (IDB)
8)
Consultative Group on Indonesia (CGI)
9)
International Monetary Fund (IMF)
10) World Bank, termasuk keanggotaan di International Bank for Reconstruction and Development (IBRD), International Development Association (IDA) dan International Finance Corporation (IFC) dan Multilateral Investment Guarantee Agency (MIGA) 11) World Trade Organization (WTO) 12) Intergovernmental Group of 20 (G20)10 13) Intergovernmental Group of 15 (G15, sebagai observer) 14) Intergovernmental Group of 24 (G24, sebagai observer) 8
Disetujui pada sidang BIS 30 Juni 2003. Uraian lebih rinci dapat dibaca pada Lampiran 1 10 Anggota group bisa negara bisa juga lembaga multilateral. Meskipun anggota bertambah, namanya tetap G20. Demikian pula untuk G15 dan G24. 9
25
KELEMBAGAAN BANK INDONESIA
Dewan Gubernur Secara umum, pimpinan suatu lembaga merupakan elemen penting dalam suatu kelembagaan. Dengan melihat tugas, wewenang, hak, dan tanggung jawab pimpinan suatu lembaga, banyak hal mengenai lembaga tersebut dapat diketahui. Untuk lembaga Bank Sentral, kendali kepemimpinan berada pada suatu dewan yang disebut Dewan Gubernur atau Executive Board, Policy Board atau sebutan lainnya. Dewan tersebut umumnya dipimpin oleh seorang gubernur, presiden, chairman, atau sebutan lainnya. Dengan mengetahui tugas, wewenang, hak, dan tanggung jawab pimpinan suatu bank sentral, dapat diketahui beberapa hal, antara lain seberapa besar wewenang anggota Dewan Gubernur dalam melaksanakan tugasnya secara independen dalam rangka pencapaian tujuan bank sentral yang telah ditetapkan. Jumlah anggota Dewan Gubernur atau Executive Board atau Policy Board pada umumnya bervariasi. Sebagai contoh, Bank of Japan (BoJ) memiliki seorang Gubernur, dua Deputi Gubernur, dan enam anggota Policy Board. The Bundesbank memiliki seorang presiden, seorang wakil, dan enam anggota Executive Board. The Federal Reserve System (FedRes) memiliki seorang Chairman, seorang wakil, dan lima anggota Dewan Gubernur. Sementara itu, European Central Bank (ECB)11 memiliki seorang Presiden, seorang wakil, dan empat anggota Executive Board. Sementara itu, masa jabatan dan kemungkinan pengangkatan kembali Dewan Gubernur antara bank sentral yang satu dengan yang lain tidak selalu sama. Sebagai contoh, Dewan Gubernur FedRes mempunyai masa jabatan 14 tahun dan tidak dapat diangkat kembali. Dua dari anggota Dewan Gubernur dipilih sebagai Chairman dan wakil untuk masa jabatan 11 ECB merupakan bank sentral supranatural yang didirikan oleh 12 dari 15 bank sentral anggota European Union, yang merupakan bagian dari The European System of Central Banks (ESCB). ECB menerapkan matauang bersama “euro” dalam Eurosystem, dan mempunyai tanggung jawab dalam melaksanakan kebijakan moneter di euro area untuk memelihara kestabilan harga. Dengan demikian, ke 12 bank sentral tersebut telah menyerahkan kedaulatan kebijakan moneternya kepada ECB.
26
Dewan Gubernur
empat tahun dan dapat diangkat kembali selama masih dalam masa jabatan 14 tahun sebagai anggota Dewan Gubernur. Semua anggota Executive Board (termasuk Presiden dan wakilnya) dari ECB mempunyai masa jabatan delapan tahun dan tidak dapat diangkat kembali. Demikian juga dalam hal pengusulan, pengangkatan dan pemberhentian anggota Dewan Gubernur masing-masing berbeda-beda. Sebagai contoh, pengusulan anggota Dewan Gubernur FedRes diusulkan oleh Presiden Amerika Serikat untuk mendapat persetujuan dari Senat. Sedangkan Chairman dan wakilnya ditunjuk dari anggota Dewan Gubernur oleh Presiden Amerika Serikat dan dikonfirmasi oleh Senat. Sementara itu, semua Pemerintah harus setuju apabila ditunjuk sebagai anggota Executive Board. Prosesnya dimulai dari rekomendasi oleh Council of Economics and Finance Ministers (ECOFIN) yang beranggotakan semua Menteri Keuangan negara anggota, sehingga hal ini mencerminkan konsensus dari semua negara anggota. Setelah direkomendasi oleh ECOFIN kemudian dikonsultasikan dengan Parlemen Eropa (European Parliament) dan the Governing Council of ECB.12 Setelah konsultasi ini, pengangkatan dikonfirmasi oleh kepala negara anggota euro area. Bank Indonesia sebagai bank sentral Republik Indonesia dipimpin oleh Dewan Gubernur. Dalam melaksanakan tugasnya Dewan Gubernur dipimpin oleh seorang Gubernur dengan Deputi Gubernur Senior sebagai wakil. Dewan Gubernur terdiri atas seorang Gubernur, seorang Deputi Gubernur Senior, dan minimal empat orang atau maksimal tujuh orang Deputi Gubernur sebagai anggotanya. Dewan Gubernur mempunyai masa jabatan maksimum lima tahun dan hanya dapat diangkat kembali untuk satu kali masa jabatan berikutnya. Namun demikian, penggantian Dewan Gubernur diatur secara berkala, yaitu setiap tahun paling banyak dua orang yang diganti. Saat ini Bank Indonesia memiliki seorang Gubernur, seorang Deputi Gubernur Senior, dan enam Deputi Gubernur.13
12 The Governing Council terdiri dari anggota Executive Board dan pimpinan bank sentral dari ke 12 anggota ECB. 13 Menurut undang-undang sebelumnya (UU No. 13 Tahun 1968) Bank Indonesia dipimpin oleh Direksi yang terdiri dari seorang Gubernur dan minimal lima atau maksimal tujuh orang Direktur.
27
KELEMBAGAAN BANK INDONESIA
Gubernur dan Deputi Gubernur Senior diusulkan dan diangkat oleh Presiden dengan terlebih dahulu mendapatkan persetujuan dari DPR. Sementara itu, Deputi Gubernur diusulkan oleh Gubernur dan diangkat oleh Presiden setelah mendapat persetujuan dari DPR. Persetujuan oleh DPR diberikan setelah melalui fit and proper test ‘uji kompetensi dan integritas’. Meskipun anggota Dewan Gubernur diangkat oleh Presiden, anggota Dewan Gubernur tidak dapat diberhentikan oleh Presiden, kecuali bila anggota Dewan Gubernur mengundurkan diri, berhalangan tetap, atau terbukti melakukan tindak pidana kejahatan. Dewan Gubernur (dan atau Pejabat Bank Indonesia) juga tidak dapat dihukum karena telah mengambil keputusan atau kebijakan yang sejalan dengan tugas dan wewenangnya, sepanjang dilakukan dengan itikad baik. Persyaratan yang harus dipenuhi oleh seorang calon anggota Dewan Gubernur yang akan diusulkan oleh Presiden (untuk calon Gubernur dan Deputi Gubernur Senior) atau Gubernur (untuk calon Deputi Gubernur) adalah. 1) warga negara Indonesia, sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku; 2) memiliki akhlak dan moral yang tinggi, yang dapat dipercaya baik dalam ucapan maupun tindakannya; dan 3) memiliki keahlian dan pengalaman di bidang ekonomi, keuangan, perbankan, atau hukum, khususnya yang berkaitan dengan tugas bank sentral. Gambar 3 Susunan Dewan Gubernur Bank Indonesia
Gubernur Deputi Gubernur Senior
Deputi Deputi Deputi Deputi Deputi Deputi Deputi Gubernur Gubernur Gubernur Gubernur Gubernur Gubernur Gubernur
28
Independensi
Dewan Gubernur sebagai pimpinan Bank Indonesia berwenang untuk menetapkan kebijakan dalam melaksanakan tugas-tugasnya di bidang moneter, sistem pembayaran, dan perbankan. Selain itu, Dewan Gubernur juga mempunyai tugas dan wewenang internal dalam hal organisasi, kepegawaian, sistem penggajian, penghargaan, pensiun, tunjangan hari tua, dan penghasilan lainnya bagi pegawai Bank Indonesia. Dalam menjalankan tugasnya, Dewan Gubernur menyelenggarakan Rapat Dewan Gubernur (RDG) sebagai suatu forum pengambilan keputusan tertinggi. RDG diselenggarakan sekurang-kurangnya sekali dalam sebulan untuk menetapkan kebijakan umum di bidang moneter, dan sekurang-kurangnya sekali dalam seminggu melakukan evaluasi atas pelaksanaan kebijakan moneter atau menetapkan kebijakan lain yang bersifat prinsipal dan strategis. Pengambilan keputusan dalam RDG dilakukan atas dasar prinsip musyawarah untuk mencapai mufakat. Apabila mufakat tidak tercapai, Gubernur menetapkan keputusan akhir.
Independensi Independensi adalah salah satu faktor penting dalam pencapaian tujuan akhir suatu bank sentral. Permasalahan independensi telah ada semenjak bank sentral pertama berdiri. David Ricardo (1824) menganjurkan adanya otonomi bank sentral dan menganjurkan pula agar bank sentral tidak membiayai defisit anggaran belanja Pemerintah. Independensi bank sentral sering dihubungkan dengan perkembangan maupun kinerja lembaga tersebut, tetapi independensi masih diperdebatkan kebaikan dan keburukannya. Independensi suatu bank sentral menjadi penting pada saat bank sentral tersebut memiliki target-target tertentu, misalnya, target inflasi yang rendah. Secara umum, independensi didefinisikan sebagai kebebasan dari pengaruh, instruksi/pengarahan, atau kontrol dari pihak/pihak-pihak lain. Jika diterapkan dalam independensi bank sentral, Meyer (2000) mengartikannya sebagai kebebasan dari pengaruh, instruksi/pengarahan, atau kontrol, baik dari badan eksekutif maupun dari badan legislatif. 29
KELEMBAGAAN BANK INDONESIA
Sementara itu, Fraser (1994) mendefinisikan independensi bank sentral sebagai kebebasan bank sentral untuk dapat melaksanakan kebijakan moneternya yang bebas dari pertimbangan-pertimbangan politik. Tidak termasuk dalam pengertian independen menurut Fraser adalah pendapat mengenai kebijakan moneter yang disampaikan oleh Departemendepartemen, dan konsultasi/koordinasi dengan Pemerintah dalam hal kebijakan moneter, atau kebijakan lainnya. Independensi bank sentral dikategorikan berbeda-beda oleh para ahli. Fraser (1994) dan Meyer (2000) membagi independensi bank sentral ke dalam goal independence dan instrument independence. 1) Goal independence artinya bank sentral menetapkan sendiri tujuantujuan yang akan dicapai; dan 2) Instrument independence artinya bank sentral memiliki ruang lingkup/ wewenang yang cukup dalam mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan. Menurut Fraser, bank sentral sebaiknya tidak memiliki goal independence, tetapi memiliki instrument independence. Sementara itu, Grilli et al. (1991) dan Elgie (1995) membagi independensi bank sentral kedalam political independence dan economic independence. 1) Political independence berarti kemampuan bank sentral untuk menetapkan tujuan-tujuan/keputusan kebijakannya yang bebas dari pengaruh Pemerintah. Termasuk dalam political independence adalah pengusulan, pengangkatan, pemberhentian, kualifikasi, masa jabatan, pengangkatan kembali Gubernur, dan jabatan lain dari Gubernur, wakil, dan anggota Dewan Gubernur, serta proses pengambilan keputusan yang meliputi pembuatan keputusan, ada/tidaknya instruksi dari Pemerintah, ada/tidaknya hak veto dari wakil Pemerintah, penetapan penghasilan Dewan Gubernur dan kepemilikan modal bank sentral; dan 2) Economic independence berarti kemampuan bank sentral untuk menggunakan semua instrumen kebijakan moneter yang tersedia secara bebas, tanpa batasan-batasan dari Pemerintah, untuk mencapai tujuantujuannya. Baka (1994-95) membagi independensi bank sentral kedalam tiga aspek, yaitu institutional independence, functional independence dan financial independence. 30
Independensi
1) Institutional independence berarti posisi bank sentral dalam pemerintah dan prosedur dalam mengangkat dan memberhentikan pimpinan bank sentral; 2) Functional independence berarti kekuasaan dan kapasitas bank sentral dalam rangka menetapkan dan menerapkan kebijakan moneter dan otonomi dalam fungsi-fungsi lainnya; dan 3) Financial independence berarti bank sentral memiliki kontrol penuh dalam mengakumulasi dan mendistribusi sumber daya finansialnya tanpa adanya pengaruh luar. Mboweni (2000) membagi independensi bank sentral ke dalam empat aspek, yaitu “functional independence”, “personnel independence”, “instrumental independence” dan “financial independence.” 1. Functional independence berarti hak untuk memutuskan segala hal yang berkaitan dengan kebijakan moneter dan kestabilan harga; 2. Personnel independence meliputi pemilihan dan pengangkatan anggota Dewan Gubernur dengan kompetensi profesional tinggi dan tanpa kewajiban untuk condong pada tekanan-tekanan politik atau lainnya; 3. Instrumental independence berarti bank sentral memiliki kontrol terhadap instrumen-instrumen yang mempengaruhi proses inflasi, termasuk larangan pembiayaan langsung defisit Pemerintah; dan 4. Financial independence yang memberi hak kepeda bank sentral untuk memiliki akses sendiri terhadap sumber finansial yang cukup dan memiliki kontrol penuh terhadap anggarannya (budget) sendiri. Selain keempat pembagian independensi bank sentral di atas, masih banyak lagi klasifikasi yang lain, yang secara umum kurang lebih meliputi aspek-aspek yang hampir sama, dengan masing-masing kelebihan dan kekurangannya. Dari gabungan beberapa pendekatan di atas, independensi dapat dibedakan ke dalam 3 (tiga) aspek. 1) Goal Independence berarti pemerintah tidak memiliki pengaruh langsung dalam penetapan tujuan-tujuan kebijakan moneter. Goal independence bervariasi dari kebebasan penuh/tinggi sampai dengan kebebasan terbatas/rendah. Kebebasan tinggi, seperti di Amerika Serikat, undang-undangnya hanya menyebutkan tujuan-tujuan yang
31
KELEMBAGAAN BANK INDONESIA
harus dicapai. FedRes memiliki kebebasan untuk menentukan prioritas sesuai keadaan. Kebebasan cukup tinggi, seperti di Uni Eropa, tujuan utama ECB dalam menjaga stabilitas harga (tanpa menetapkan rentang waktu secara spesifik) telah ditetapkan dalam undang-undang, tetapi ECB masih memiliki kebebasan menetapkan target lain dalam jangka pendek. Bank Of Japan (BoJ) dan Sveriges Riksbank (SR) juga memiliki tingkat goal independence cukup tinggi. Kebebasan rendah, seperti di Reserve Bank of New Zealand (RBNZ), stabilitas harga dinegosiasikan antara Menteri Keuangan dan Gubernur bank sentral secara periodik. Bank of England (BoE) dan Bank of Canada (BOC) juga memiliki tingkat goal independence rendah mengingat di Inggris Menteri Keuangan menetapkan batasan stabilitas harga dan di Kanada Pemerintah dan BOC menetapkan target-target pengendalian inflasi; 2) Instrument Independence berarti bank sentral memiliki wewenang untuk menetapkan sendiri target-target operasionalnya tanpa pengaruh dari pemerintah. Instrument independence ini meliputi pengendalian suku bunga jangka pendek dan nilai tukar, serta larangan pemberian kredit kepada pemerintah. Sebagai gambaran, bank sentral seperti ECB, FedRes, BoJ dan SR memiliki kewenangan penuh dalam menetapkan suku bunga. Dalam hal pengendalian nilai tukar hampir semua bank sentral hanya memiliki tanggung jawab yang sangat terbatas. Demikian juga, hampir semua bank sentral masih dapat memberikan kredit kepada pemerintah. Sementara itu, ECB masih memiliki wewenang dalam penetapan nilai tukar dan tidak dapat memberikan kredit langsung kepada pemerintah; dan 3) Personal Independence berarti badan pembuat kebijakan memiliki wewenang untuk menolak campur tangan pemerintah. Personal independence ini meliputi masa jabatan, jumlah anggota, dan masa jabatan berjenjang dari anggota badan pembuat kebijakan, tingkat keragaman lembaga yang terkait dalam proses pengangkatan anggota badan pembuat kebijakan, serta status hukum khusus undang-undang bank sentral. Sebagai gambaran, beberapa bank sentral yang memiliki tingkat personal independence tinggi sehingga dapat mengurangi campur tangan pemerintah di bank sentral, antara lain ECB diikuti oleh FedRes, BOC dan BoJ.
32
Independensi
Seperti dikemukakan di atas, pengusulan, pengangkatan, dan pemberhentian anggota Dewan Gubernur akan ikut menentukan tingkat independensi bank sentral. Semakin banyak campur tangan pihak lain (terutama dalam hal pemberhentian) akan menurunkan tingkat independensi bank sentral. Sebagai contoh, anggota Dewan Gubernur FedRes diusulkan oleh Presiden Amerika Serikat untuk mendapat persetujuan dari Senat. Sedangkan Chairman dan wakilnya ditunjuk dari anggota Dewan Gubernur oleh Presiden Amerika Serikat dan dikonfirmasi oleh Senat. Contoh yang lain, yaitu di ECB. Semua Pemerintah anggota harus setuju apabila ditunjuk sebagai anggota Executive Board. Prosesnya dimulai dari rekomendasi oleh Council of Economics and Finance Ministers (ECOFIN) yang beranggotakan semua menteri keuangan negara anggota, sehingga hal ini mencerminkan konsensus dari semua negara anggota. Setelah direkomendasi oleh ECOFIN kemudian dikonsultasikan dengan European Parliament ‘Parlemen Eropa’ dan the Governing Council of ECB.14 Setelah konsultasi ini, pengangkatan dikonfirmasi oleh kepala negara anggota euro area. Kedudukan Gubernur dalam struktur ketatanegaraan juga berpengaruh besar terhadap tingkat independensi bank sentral yang bersangkutan. Apabila kedudukan Gubernur berada di bawah Pemerintah, maka Pemerintah akan dapat mempengaruhi kebijakan yang diambil. Hal ini akan menurunkan independensi bank sentral yang bersangkutan. Sedangkan, apabila kedudukan Gubernur berada di luar Pemerintah, maka Pemerintah tidak dapat mempengaruhi kebijakan yang diambil. Hal ini akan meningkatkan independensi bank sentral yang bersangkutan. Pendapat tentang Independensi Bank Sentral Sudah cukup banyak studi, riset, dan artikel mengenai independensi bank sentral yang meyakini dan yang tidak meyakini manfaat independensi bank sentral dengan pendapat yang berbeda. Pendapat yang meyakini manfaat independensi antara lain didasarkan pada hasil studi. 14 The Governing Council terdiri dari anggota Executive Board dan pimpinan bank sentral dari ke 12 anggota ECB.
33
KELEMBAGAAN BANK INDONESIA
1) Sejumlah studi telah membuktikan bahwa semakin besar independensi bank sentral, semakin rendah dan stabil inflasi sehingga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang; dan 2) Sejumlah studi telah membuktikan bahwa semakin besar independensi bank sentral, semakin kecil defisit anggaran belanja dalam jangka panjang. Hal ini karena adanya pemisahan wewenang antara pencetakan dan pembelanjaan uang. Pendapat yang tidak meyakini manfaat independensi antara lain didasarkan pada hasil studi pula. 1) Walaupun terdapat keterkaitan antara independensi dan rendahnya laju inflasi, tidak berarti bahwa semakin independen suatu bank sentral, inflasi yang rendah dapat dicapai; 2) Kebijakan moneter merupakan bagian dari kebijakan ekonomi secara keseluruhan sehingga tidak ada artinya untuk memisahkan kebijakan fiskal, moneter, ketenagakerjaan, perdagangan, atau kebijakan lainnya; dan 3) Apabila pejabat bank sentral tidak dipilih secara demokratis, maka keputusan mengenai suku bunga, nilai tukar, inflasi, dan hal-hal moneter lainnya tidak mewakili kepentingan masyarakat pada umumnya. Dengan kondisi tersebut, independensi dapat mengakibatkan terjadinya penyalahgunaan wewenang. Terlepas dari perbedaan pendapat tersebut di atas, kenyataan menunjukan bahwa semakin banyak bank sentral yang independen, baik di negaranegara maju maupun di negara-negara berkembang. Independensi Bank Indonesia Konsep independensi bank sentral telah banyak dibahas semenjak tahun 1950-an. Mr. Sjafruddin Prawiranegara, presiden De Javasche Bank waktu itu, sudah mensinyalir adanya gangguan terhadap independensi karena rencana pembentukan dewan moneter. Beliau menyatakan : Justru karena oleh sifat pekerjaan bank sirkulasi, pimpinannya tak boleh ikut diombang-ambingkan oleh pengaruh dan kepentingan
34
Independensi
politik dari sesuatu saat, maka tidaklah benar apabila Pemerintah diberi kekuasaan yang mutlak terhadap bank sirkulasi. Bahaya dari keadaan yang demikian itu ialah bahwa bank sirkulasi mungkin dipergunakan buat kepentingan partai-partai politik, yang pada suatu saat kebetulan memegang kekuasaan Negara... Dengan undang-undang yang baru tentang Bank Indonesia (UU No. 23 Tahun 1999, yang berlaku sejak 17 Mei 1999), Bank Indonesia telah memiliki status dan kedudukan sebagai suatu lembaga negara yang independen. Tingkat independensi Bank Indonesia tersebut dapat dilihat dari aspek goal independence, instrument independence, dan personal independence. 1) Goal independence. Tujuan Bank Indonesia telah ditetapkan dalam undang-undang, yaitu mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah (tanpa penetapan rentang waktu secara spesifik). Namun, Bank Indonesia masih memiliki kebebasan menetapkan target dalam jangka pendek sehingga Bank Indonesia dapat dikatakan memiliki goal independence yang cukup tinggi, seperti ECB dan BoJ tetapi tidak seindependen FedRes. 2) Instrument independence Bank Indonesia, sesuai dengan undang-undang, memiliki wewenang untuk menetapkan sendiri target-target operasionalnya tanpa pengaruh dari pemerintah. Dalam menjalankan kebijakan moneternya, Bank Indonesia memiliki wewenang penuh dalam menetapkan suku bunga jangka pendek tanpa pengaruh dari pemerintah. Dalam hal nilai tukar, sebagaimana negara-negara lain yang menerapkan sistem nilai tukar mengambang, pada dasarnya Bank Indonesia tidak diarahkan untuk mencapai target nilai tukar tertentu. Namun, Bank Indonesia masih dapat mempengaruhi gejolak nilai tukar melalui operasi valuta asing. Selain itu, Bank Indonesia tidak dapat lagi memberikan kredit kepada Pemerintah. Bank Indonesia dapat dikatakan memiliki instrument independence yang
35
KELEMBAGAAN BANK INDONESIA
cukup tinggi yang lebih independen dari FedRes dan BoJ tetapi tidak seindependen ECB. 3) Personal independence Sesuai dengan undang-undang, pihak luar tidak dibenarkan mencampuri pelaksanaan tugas Bank Indonesia (Dewan Gubernur), dan Bank Indonesia (Dewan Gubernur) juga berkewajiban untuk menolak atau mengabaikan intervensi dalam bentuk apa pun dari pihak mana pun juga. Anggota Dewan Gubernur mempunyai masa jabatan lima tahun dan dapat diangkat kembali satu kali. Jumlah anggota Dewan Gubernur berkisar antara enam dan sembilan orang dengan penggantian secara berkala. Pengusulan dan pengangkatan Gubernur dan Deputi Gubernur Senior dilakukan oleh Presiden dengan persetujuan DPR. Sedangkan pengusulan Deputi Gubernur dilakukan oleh Gubernur dan diangkat oleh Presiden dengan persetujuan DPR. Sementara itu, Bank Indonesia tidak memiliki status hukum khusus, seperti ECB. Bank Indonesia dapat dikatakan memiliki personal independence yang sedang, lebih independen dibandingkan dengan BoJ tetapi tidak seindependen FedRes atau ECB.
Boks2: Perbandingan Tingkat Independensi Bank Indonesia 1968 - 1999 Seperti yang telah disebutkan dalam subbab tugas, UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia secara tegas telah memberikan landasan bagi independensi Bank Indonesia dalam menetapkan target-target yang akan dicapai dan dalam menggunakan berbagai instrumen kebijakan yang ditujukan untuk mencapai target yang ditetapkan, yaitu memelihara kestabilan nilai rupiah. Untuk dapat mengetahui seberapa independen Bank Indonesia saat ini dibandingkan sebelumnya, secara teoretis dapat
36
Independensi
dilakukan penghitungan sesuai dengan pendekatan yang dilakukan oleh Robert Elgie (1995). Pendekatan Elgie selengkapnya dapat dibaca di lampiran 1. Periode Tahun 1968 sampai dengan 1999 UU No. 13 Tahun 1968 mempengaruhi kedua indikator political dan economic independence. Dalam hal political independence, keempat aspeknya tercakup. Sebagai contoh, pasal 15 menyebutkan bahwa Gubernur dan Direktur diangkat oleh Presiden atas usul Dewan Moneter untuk masa lima tahun dan dapat diangkat kembali. Pasal 16 menyebutkan bahwa Direksi bertanggung jawab kepada Pemerintah. Pasal 17 menyebutkan bahwa Presiden dapat memberhentikan Gubernur dan DirekturDirektur, meskipun masa jabatannya belum berakhir. Sebagai tambahan, anggota Direksi tidak boleh merangkap jabatan pada lembaga lain kecuali karena kedudukannya (pasal 18). Sementara itu, pasal 22 menyebutkan bahwa komisaris Pemerintah mengawasi pengurusan Bank Indonesia sebagai perusahaan dan boleh hadir dalam Rapat Direksi. Pengambilan keputusan dilakukan atas dasar musyawarah untuk mencapai mufakat (kolektif). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa Bank Indonesia memiliki political independence yang terbatas. Dalam hal economic independence, pasal 7 menyebutkan bahwa Bank Indonesia mempunyai multi tujuan, yaitu: a) mengatur, menjaga, dan memelihara kestabilan nilai Rupiah (price stability); dan b) mendorong kelancaran produksi dan pembangunan serta memperluas kesempatan kerja; guna meningkatkan taraf hidup rakyat. Sedangkan, pasal 8 menyebutkan bahwa Bank Indonesia menjalankan tugas-tugas pokok tersebut berdasarkan kebijaksanaan yang ditetapkan oleh Pemerintah, termasuk kebijakan moneternya (pasal 16). Bank Indonesia dapat memberikan kredit kepada Pemerintah (pasal 35). Akhirnya, Pemerintah menyetujui anggaran tahunan Bank Indonesia (pasal
37
KELEMBAGAAN BANK INDONESIA
44). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa Bank Indonesia memiliki economic independence yang terbatas. Periode tahun 1999 sampai saat ini UU No. 23 Tahun 1999 membawa perubahan yang sangat signifikan pada tingkat independensi Bank Indonesia dari Pemerintah. Dalam hal political independence, pasal 41 menyebutkan bahwa anggota Dewan Gubernur ( Gubernur, Deputi Gubernur Senior dan para Deputi Gubernur) diangkat untuk masa jabatan lima tahun dan dapat diangkat kembali satu kali pada jabatan yang sama. Pada pasal 57 disebutkan bahwa masa jabatan mereka cukup aman karena anggota Dewan Gubernur tidak dapat diberhentikan dalam masa jabatannya kecuali karena mengundurkan diri, berhalangan tetap, atau melakukan tindak kejahatan. Selain itu, mereka juga tidak dapat dihukum karena telah mengambil keputusan atau kebijakan sesuai dengan tugas dan kewenangannya (pasal 45). Sebagai tambahan, anggota Dewan Gubernur tidak boleh merangkap jabatan pada lembaga lain kecuali karena kedudukannya (pasal 47). Sementara itu, pasal 43 menyebutkan bahwa wakil Pemerintah boleh hadir dalam Rapat Dewan Gubernur dengan hak bicara tanpa hak suara atau veto. Pengambilan keputusan dilakukan atas dasar musyawarah untuk mencapai mufakat (kolektif). Apabila mufakat tidak tercapai, Gubernur menetapkan keputusan akhir. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa Bank Indonesia memiliki political independence yang meningkat cukup tajam dibandingkan sebelumnya. Dalam hal economic independence, pasal 7 menyebutkan bahwa tujuan Bank Indonesia adalah mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah, sedangkan, pasal 8 menyebutkan bahwa Bank Indonesia menetapkan dan melaksanakan kebijaksanaan moneter, mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, serta mengatur dan mengawasi bank. Sedangkan, pasal 10
38
Akuntabilitas dan Transparansi
menjabarkan bahwa pelaksanaan kebijaksanaan moneter termasuk penetapan suku bunga kunci. Pasal 12 menyebutkan bahwa Bank Indonesia melaksanakan kebijakan nilai tukar. Bank Indonesia dilarang memberikan kredit kepada Pemerintah (pasal 56). Akhirnya, Dewan Gubernur menetapkan anggaran tahunan Bank Indonesia (pasal 60). Dengan demikian, berarti Bank Indonesia pada periode ini memiliki economic independence yang cukup tinggi. Hasil perhitungan tingkat independensi Bank Indonesia terhadap UU No. 13 Tahun 1968 adalah 0,45, sedangkan tingkat independensi terhadap UU No. 23 Tahun 1999 adalah 0,87. Hasil perhitungan tersebut mencerminkan peningkatan signifikan independensi Bank Indonesia dari Pemerintah. Tentunya, angkaangka tersebut yang merupakan proksi tidak mutlak sesuai dengan hasil perhitungan tersebut (0,45 atau 0,87). Perincian lebih lanjut mengenai pengukuran tersebut dapat dibaca pada lampiran 2.
Akuntabilitas dan Transparansi Akuntabilitas dan transparansi dalam suatu lembaga seperti bank sentral sangat berkaitan erat. Dengan kelembagaan yang lebih transparan diharapkan lembaga tersebut dapat mencapai hasil kebijakan (kinerja) yang lebih baik melalui peningkatan efisiensi pasar dan peningkatan kejelasan pembuatan keputusan itu sendiri (Poole, 2001). Selanjutnya, kinerja yang lebih baik akan meningkatkan akuntabilitas lembaga yang bersangkutan. Oleh karena itu, akuntabilitas dan transparansi lembaga yang bersangkutan menjadi penting agar semua kebijakan lembaga yang bersangkutan dapat diketahui secara terbuka oleh para stakeholder15 15 Stakeholder adalah pihak-pihak yang berkepentingan, seperti pemerintah, DPR, dan masyarakat.
39
KELEMBAGAAN BANK INDONESIA
sehingga dapat dilakukan pengawasan terhadap kinerja lembaga yang bersangkutan. Transparansi merupakan necessary condition untuk akuntabilitas, tetapi bukan merupakan sufficient condition karena akuntabilitas juga ditentukan oleh tanggung jawab dalam melaksanakan kebijakan moneter. Menurut Geraats (2002), terdapat tiga bentuk transparansi yang menunjang akuntabilitas. 1) Political transparency dalam bentuk tujuan-tujuan formal, target-target kuantitatif, dan kejelasan tentang struktur institusi. Political transparency merupakan hal yang terpenting karena dapat memberikan kriteria dan identifikasi siapa yang bertanggung jawab; 2) Economic, procedural and policy transparency diperlukan untuk mengetahui latar belakang kebijakan-kebijakan yang dilakukan; dan 3) Operational transparency diperlukan untuk mengetahui kendalakendala proses pencapaian suatu kebijakan. Sementara itu, akuntabilitas bank sentral dapat dilihat dari dua aspek utama (Meyer,2000), yaitu: 1) Tujuan. Tujuan tunggal akan membuat bank sentral lebih terpercaya dibandingkan dengan bank sentral yang mempunyai tujuan ganda karena ada konflik di antara tujuan ganda tersebut sehingga tidak jelas pengukurannya; dan 2) Proses pengangkatan kembali Dewan Gubernur. Masa jabatan Dewan Gubernur yang pendek dengan kemungkinan diangkat kembali akan membuat bank sentral lebih terpercaya. Sementara itu, masa jabatan Dewan Gubernur yang panjang dan tidak bisa diangkat kembali akan menurunkan akuntabilitas bank sentral. Sementara itu, Undang-undang Bank Indonesia menuntut adanya akuntabilitas dan transparansi dalam setiap pelaksanaan tugas, wewenang, dan anggarannya. Tuntutan akan akuntabilitas dan transparansi Bank Indonesia tersebut dimaksudkan agar supaya semua pihak yang berkepentingan dapat ikut melakukan pengawasan terhadap setiap langkah kebijakan yang ditempuh oleh Bank Indonesia. 40
Akuntabilitas dan Transparansi
Prinsip akuntabilitas dan transparansi pelaksanaan tugas dan wewenang Bank Indonesia diterapkan dengan cara menyampaikan informasi kepada masyarakat luas secara terbuka melalui media masa, pada setiap awal tahun. Laporan tersebut meliputi evaluasi pelaksanaan kebijakan moneter pada tahun sebelumnya, serta rencana kebijakan moneter dan penetapan sasaran-sasaran moneter untuk tahun yang akan datang. Laporan tersebut juga disampaikan secara tertulis kepada Presiden dan DPR. Dalam pasal yang sama juga disebutkan bahwa Bank Indonesia diwajibkan untuk menyampaikan laporan perkembangan pelaksanaan tugas dan wewenangnya kepada DPR setiap triwulan dan sewaktu-waktu bila diminta oleh DPR. Hal ini sejalan dengan fungsi pengawasan yang diemban oleh DPR. Di bidang anggaran, demi tercapainya transparansi, sebelum dimulainya tahun anggaran, Bank Indonesia menyampaikan rencana dan realisasi anggaran tahunan kepada DPR dan Pemerintah. Selain itu, Laporan Keuangan Tahunan Bank Indonesia juga disampaikan kepada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk diperiksa dan diumumkan kepada masyarakat luas melalui media massa. Kewajiban lain Bank Indonesia adalah menyusun neraca singkat mingguan yang diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia. Dalam rangka lebih meningkatkan transparansi, Bank Indonesia secara berkala menerbitkan berbagai laporan dan publikasi, seperti Laporan Mingguan, Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia Bulanan, Tinjauan Kebijakan Moneter Bulanan, Perkembangan Ekonomi dan Moneter Triwulanan, Laporan Triwulanan Perkembangan Kebijakan Moneter, dan Laporan Tahunan. Selain itu, sesuai dengan perkembangan teknologi informasi, Bank Indonesia juga mempunyai homepage yang berisikan informasi terkini mengenai data ekonomi moneter dan organisasi dan tata kerja Bank Indonesia.
41
KELEMBAGAAN BANK INDONESIA
Daftar Pustaka Ascarya (2002), Instrumen-instrumen Pengendalian Moneter, Seri Kebanksentralan No.3, PPSK, Bank Indonesia, Jakarta. Baka, W. (1994-95), ‘Please Respect the National Bank’, Central Banking, vol.5, hlm.65-72. Bank Indonesia, Laporan Tahunan Bank Indonesia, Beberapa tahun penerbitan, Bank Indonesia, Jakarta. Bofinger, Peter (2001), Monetary Policy: Goals, Institutions, Strategies, and Instruments, Oxford University Press, New York. Burdekin R. et al. (1992), ‘A Monetary Constitution Case for an Independent European Central Bank’, The World Economy, vol.15/2. Capie, Forest (1994), ‘The Evolution of Central Banking’, Seminar Paper, World Bank. Chandavarkar, Anand (1996), Central Banking in Developing Countries, MacMillan Press Ltd., London. Cukierman, Alex (1992), Central Banking Strategy, Credibility and Independence: Theory and Evidence, Cambridge, Massachussetts. Cukierman, Alex et al. (1992), ‘Measuring the Independence of Central Banks and its Effect on Policy Outcomes’, The World Bank Economic Review, vol.6/3. Doriyanto, Triatmo dan Pranoto, M. Seto (2000), ‘Central Bank Independence and Accountability: the Case of Indonesia’, Makalah, disampaikan pada EMEAP Central Banking Seminar, Tokyo, 14-19 Februari. Elgie, Robert (1995), ‘Core Executive-Central Bank Relations: Central Bank Independence: What It Is and How to Compare It’, unpublished Political Studies Association 1995 Annual Conference Paper, Political Studies Association.
42
Daftar Pustaka
Esmara, Hendra ed. (1987), Teori Ekonomi dan Kebijaksanaan Pembangunan, PT Gramedia, Jakarta. Fajardo, Feliciano R dan Manansala, Manuel M. (1994), Central Banking, Navotas Press, Navotas, Metro Manila. Fraser, B.W. (1994), ‘Central Bank Independence: What Does It Means?’, Pidato pada 20th SEANZA Central Banking Course, Karachi, 23 Nopember. Fry, Maxwell J. et al. (1996), Central Banking in Developing Countries: Objectives, Activities and Independence, Routledge, London. Geraats, Petra M. (2002), ‘Central Bank Transparency’, Survey Article, University of Cambridge, Massachussetts, Maret. Gokbudak, Nuran (1996), ‘Central Bank Independence, The Bundesbank Experience and the Central Bank of the Republic of Turkey’, Discussion Paper, no.9610, Research Department, The Central Bank of the Republic of Turkey, March. Grilli, V., Masciandaro D., and Tabellini, G. (1991), ‘Political and Monetary Institutions and Public Financial Policies in the Industrial Countries’, Economic Policy, vol. 13, hlm. 341-392. Hadiwigeno, Soetatwo dan Wijaya, Faried (1980), Lembaga-lembaga Keuangan dan Bank: Perkembangan, Teori dan Kebijaksanaan, Bagian Penerbitan Fakultas Ekonomi, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. Hartono, Noek (1976), Bank Indonesia: Sejarah Lahir dan Pertumbuhannya, mimeo. Lembaga Studi dan Pengembangan Etika Usaha Indonesia (2003), Pengkajian Mengenai Independensi dan Akuntabilitas Bank Sentral, Jakarta. Masciandro, D. dan Spinelli, F. (1994), ‘Central Banks Independence: Institutional Determinants, Rankings and Central Bankers’ Views’, Scottish Journal of Political Economy, vol.41/4. Mboweni, TT. (2000), ‘Central Bank Independence,’ Pidato pada the Reuters Forum Lecture, Johannesburg, 11 Oktober, www.stlouisfed.org/ news/speeches/1999/11_04_99.html. 43
KELEMBAGAAN BANK INDONESIA
Meyer, Laurence H. (2000), ‘The Politics of Monetary Policy: Balancing Independence and Accountability’, Ceramah pada the University of Wisconsin, LaCrosse, Wisconsin, 24 Oktober, www.federalreserve.gov/ boarddocs/speeches/2000/20001024.htm. Parkin, M. (1987), ‘Domestic Monetary Institutions and Deficits’, dalam J. Buchanan dkk. (eds), Deficits, Blackwell. Pollard, Patricia S. (2003), ‘A Look Inside Two Central Banks: The European Central Bank and the Federal Reserve’, Federal Reserve Bank of St. Louis Review, January/February 2003, hlm.12-30. Poole, William (1999), ‘Central Bank Transparency: Why and How’, Pidato pada the University of Missouri, Columbia, 4 Nopember,www.stlouisfed.org/news/speeches/1999/11_04_99.html Prawiroardjo, Priasmoro (1987), Perbankan Indonesia 40 Tahun, Kumpulan Esei untuk menghormati Sumitro Djojohadikusumo, P.T. Gramedia, Jakarta. Rachbini, Didik J. dkk. (2000), Bank Indonesia: Menuju Independensi Bank Sentral, PT Mardi Mulyo, Jakarta. Raharjo, Dawam (1995), Sejarah Bank Indonesia, LP3ES, Jakarta. Ribeiro, Fausto de Andrade (2002), ‘Central Bank: Independence, Governance and Accountability’, Minerva Program, Fall 2002, Institute of Brazilian Issues. Rissal, Romeo (2002), ‘Independensi dan Tuntutan Transformasi Bank Indonesia’, Makalah, disampaikan pada Seminar Sehari di Hotel Tiara Medan, 21 Maret. Sabirin, Syahril (2000), ‘Upaya Pemulihan Ekonomi Melalui Strategi Kebijakan Moneter-Perbankan dan Independensi Bank Indonesia’, Makalah, disampaikan pada Seminar Nasional Strategi Pemulihan Ekonomi Era Pemerintahan Baru, KAGAMA, Jawa Timur, 5 Februari. Sukandar, Ahmad (1998), ‘Independensi Bank Indonesia, Pembahasan dari Segi Hukum’, Paper SESPIBI XXIII, Bank Indonesia, Jakarta. Suseno (1998), ‘Independensi Bank Indonesia dan Konflik Kepentingan
44
Daftar Pustaka
antara Efektifitas Kebijakan Moneter dan Pengawasan Bank’, Paper SESPIBI XXIII, Bank Indonesia, Jakarta. Tim RUU Bank Indonesia (1998), Naskah Akademis Rancangan Undangundang tentang Bank Indonesia, Jakarta. Tjahjono, Endy Dwi (2000), ‘Perjalanan Panjang Independensi Bank Sentral: Dari Deregulasi Perbankan, Hingga Krisis Ekonomi, Menuju Bank Sentral yang Independen’, Makalah, no.2/DKM/OP/19, DKM, Bank Indonesia, Jakarta. __________ (1953), UU No. 11 Tahun 1953 tentang Pokok Bank Indonesia, Jakarta. __________ (1968), UU No. 13 Tahun 1968 tentang Bank Sentral, Jakarta. __________ (1999), UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, Jakarta.
45
KELEMBAGAAN BANK INDONESIA
Lampiran 1 Hubungan Internasional Yang dilakukan Bank Indonesia Organisasi (tahun berdiri, keanggotaan) Keterangan (sekilas mengenai organisasi) Atas Nama Sendiri Sebagai Anggota 1. SEACEN, 1982, 12 bank sentral SEACEN Centre merupakan pusat penelitian dan pelatihan bagi pegawai bank sentral yang menjadi anggotanya dari kawasan Asia Tenggara di bidang keuangan, moneter, perbankan, kebanksentralan, dan ekonomi pembangunan. Termasuk juga memprakarsai dan memfasilitasi kerjasama dalam bidang penelitian dan pelatihan yang berhubungan dengan aspek kebijakan dan operasional bank sentral, survei ekonomi dan prakiraan (outlook) tahunan, dan publikasi hasil survey, analisa dan telaah ulang. 2. SEANZA, 1957, 20 bank sentral SEANZA dibentuk terutama untuk membantu mengatasi masalah keterbatasan sumber daya manusia yang ahli dan berpengalaman, khususnya pada tingkat manajerial menengah ke atas, yang dihadapi bank sentral negara-negara di kawasan Asia Pasifik. 3. EMEAP, 1991, 11 bank sentral EMEAP merupakan organisasi kerjasama bank sentral dan otoritas moneter di kawasan Asia dan Pasifik yang bertujuan untuk mempererat hubungan kerjasama sesama anggotanya. Kerjasama ini dilakukan dalam bentuk Governors’ Meeting, Deputies’ Meeting, dan Working
46
Lampiran 1 Hubungan Internasional Yang dilakukan Bank Indonesia
Group. Bentuk lainnya antara lain pembentukan jejaring regional untuk pertukaran informasi. 4. ACBF, 2002, 10 bank sentral ACBF dibentuk dengan tujuan untuk mengevaluasi perekonomian dan risiko keuangan yang mungkin timbul dengan menekankan pada policy option dan implikasinya, serta mendorong dilakukannya langkah awal untuk meminimalisasi risiko tersebut dengan bantuan dari beberapa lembaga multilateral baik di tingkat regional maupun internasional. 5. BIS, Mei 1930, 49 bank sentral BIS merupakan forum kerjasama keuangan dan moneter internasional, sebagai lembaga yang memainkan peran penting dalam menyediakan jasa keuangan dalam pengelolaan devisa, menjadi pusat riset ekonomi dan moneter, memberikan kontribusi dalam memahami pasar keuangan internasional, dan sebagai forum pembahasan hasil riset moneter dan perbankan Atas Nama Pemeritah, Sebagai Anggota 1. ASEAN, Agustus 1967, 10 negara ASEAN merupakan asosiasi negara-negara di kawasan Asia Tenggara yang bertujuan untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi, perkembangan sosial dan pembangunan kultural di kawasan ini. Selain itu juga untuk mendorong stabilitas ekonomi dan politik dikawasan ini dan memecahkan berbagai isu yang ada dalam kawasan ini. Kesemuanya itu untuk mencapai masyarakat yang damai dan sejahtera di kawasan Asia tenggara. 2. ASEAN+3, 1997, 13 negara ASEAN+3 merupakan forum kerjasama di bidang ekonomi dari negaranegara ASEAN ditambah Cina, Jepang, dan Korea Selatan. Kerjasama 47
KELEMBAGAAN BANK INDONESIA
ini di masa yang akan datang terus ditingkatkan sehingga meliputi juga bidang politik dan keamanan untuk mendorong perdamaian, kestabilan, dan kesejahteraan di kawasan ini. Forum yang digelar antara lain berbentuk Pertemuan Puncak dan Pertemuan tingkat Menteri. 3. ADB, 1966, 61 negara ADB adalah lembaga pembangunan keuangan yang ditujukan untuk memberantas kemiskinan melalui strategi pengurangan kemiskinan di kawasan Asia dan Pasifik. Untuk itu ADB terus mendorong pertumbuhan ekonomi, pembangunan sumber daya manusia, peningkatan status wanita, dan pelestarian lingkungan. Selain itu, kerjasama regional, pembangunan sektor swasta, dan pembangunan sosial juga menjadi perhatian dalam rangka mencapai tujuan utama. 4. APEC, 1989, 21 negara APEC adalah forum utama untuk memfasilitasi pertumbuhan ekonomi, kerjasama perdagangan dan investasi di kawasan sekitar Asia dan Pasifik. Anggotanya meliputi 47% perdagangan dunia. Tiga aspek prioritasnya adalah liberalisasi perdagangan dan investasi, memfasilitasi kegiatan usaha, dan kerjasama ekonomi dan teknis. 5. Manila Framework, Nopember 1997, 14 negara (bank sentral & DepKeu) Manila Framework dibentuk setelah terjadinya krisis di beberapa negara Asia pertengahan 1997 lalu. Tujuannya adalah untuk menyediakan forum untuk mendiskusikan isu-isu yang mempengaruhi stabilitas keuangan di kawasan ini. Grup ini bertemu dua kali setahun, yang dihadiri oleh pejabat Departemen Keuangan dan bank sentral negara anggotanya, ditambah wakil dari IMF, WB, BIS, dan ADB. 6. ASEM, 1996, 25 negara ASEM merupakan forum kerjasama negara Asia dan Eropa untuk
48
Lampiran 1 Hubungan Internasional Yang dilakukan Bank Indonesia
memelihara perdamaian secara global, stabilitas, dan kemakmuran yang bertujuan untuk memajukan kegiatan perdagangan dan investasi yang lebih besar antara dua kawasan melalui liberalisasi perdagangan dan investasi serta fasilitasi di antara negara anggota. 7. IDB, Juli 1975, 54 negara anggota OIC IDB merupakan agen pembangunan yang bertujuan untuk meningkatkan pembangunan ekonomi dan perkembangan sosial negara anggotanya dan komunitas muslim, baik secara individu maupun kelompok, sesuai dengan prinsip-prinsip syariah islam. Dalam rangka mencapai tujuan, IDB berpartisipasi dalam equity capital ‘modal ekuitas’ dan pemberian pinjaman untuk proyek-proyek produktif dan untuk perusahaan-perusahaan, selain juga menyediakan bantuan keuangan kepada negara-negara anggotanya dalam bentuk lain untuk pembangunan ekonomi dan sosial. 8. CGI, 1991, 30 negara & organisasi multilateral CGI merupakan kelompok donor yang memberi bantuan dana kepada Indonesia untuk kepentingan dana taktis pembangunan . Sektor utama pendanaan adalah penanggulangan masalah kemiskinan, pembangunan infrastruktur, penanganan masalah-masalah pemerintahan yang bersih (good governance), restrukturisasi perbankan, dan penanganan masalah-masalah kesejahteraan masyarakat. CGI terbentuk menggantikan IGGI (Intergovernmental Group on Indonesia). CGI melakukan pertemuan dialog setiap tahun antara negara/organisasi multilateral donor dan pemerintah Indonesia untuk mengevaluasi kegiatan sebelumnya, rencana selanjutnya, dan biasanya diakhiri dengan komitmen/persetujuan untuk memberikan bantuan. 9. IMF, Desember 1945, 184 negara IMF merupakan organisasi internasional yang dibentuk sesuai dengan kesepakatan konferensi Bretton Woods tahun 1944 yang ditujukan untuk mendorong kerjasama moneter internasional untuk menghindari
49
KELEMBAGAAN BANK INDONESIA
terjadinya kembali economic disaster seperti great depression tahun 1930an. Indonesia bergabung Pebruari 1967 (setelah pernah bergabung sebelumnya dan keluar). Dalam rangka mencapai tujuan, IMF memfasilitasi perluasan dan pertumbuhan yang seimbang dari perdagangan internasional; mendorong stabilitas nilai tukar; membantu pembentukan sistem pembayaran multilateral; dan membantu pendanaan bagi negara-negara yang mengalami kesulitas neraca pembayaran. Secara lebih umum IMF bertanggung jawab untuk memastikan stabilitas sistem keuangan internasional. 10. World Bank/IBRD, Juli 1944, 184 negara World Bank atau Bank Dunia merupakan organisasi internasional yang juga dibentuk sesuai kesepakatan Bretton Woods tahun 1944 yang merupakan sumber terbesar didunia untuk bantuan pembangunan. Indonesia bergabung April 1967. Bank Dunia bukanlah sebuah bank seperti pada umumnya melainkan sebuah agen pembangunan khusus dari PBB yang terdiri dari lima organisasi yaitu IBRD (International Bank for Reconstruction and Development), IDA (International Development Association), IFC (International Finance Corporation), MIGA (Multilateral Investment Guarantee Agency) dan ICSID (International Centre for Settlement of Investment Disputes). Pada perkembangannya, Bank Dunia menjadi nama yang digunakan untuk IBRD dan IDA. 11. IDA, 1960, 164 negara anggota IBRD IDA merupakan bagian dari World Bank yang membantu negara-negara termiskin di dunia untuk mengurangi kemiskinan dengan memberikan kredit dengan bunga nol persen, dengan grace period 10 tahun dan jangka waktu 35 sampai 40 tahun. IDA membantu membangun human capital, kebijakan-kebijakan, institusi-institusi dan infrastruktur fisik yang dibutuhkan negara-negara ini untuk mempercepat pertumbuhan yang environmentally sustainable. Tujuan IDA adalah untuk mengurangi kesenjangan antar negara dan dalam negara. Terutama dalam hal akses terhadap pendidikan dasar, kesehatan pokok dan air
50
Lampiran 1 Hubungan Internasional Yang dilakukan Bank Indonesia
bersih dan sanitasi dan untuk mendorong meningkatkan produktivitas masyarakat. Indonesia bergabung tahun 1968. 12. IFC, 1956, 175 negara anggota IBRD IFC merupakan bagian dari World Bank yang bertujuan untuk mendorong investasi/petumbuhan sektor swasta yang sustainable di negara-negara berkembang sebagai salah satu cara untuk mengurangi kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sebagai bagian dari the World Bank Group, IFC juga mempunyai tujuan utama untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat di negara-negara berkembang anggotanya. Indonesia bergabung tahun 1968. Aktivitas IFC termasuk pembiayaan proyek-proyek sektor swasta di negaranegara berkembang, membantu perusahaan swasta untuk mencari dana di pasar keuangan internasional, dan memberikan saran dan bantuan teknis untuk dunia usaha dan pemerintah. 13. MIGA, 1988, 157 negara anggota IBRD MIGA merupakan bagian dari World Bank yang bertujuan untuk mendorong investasi asing langsung (foreign direct investment) di negara-negara berkembang untuk meningkatkan tingkat kehidupan masyarakat dan mengurangi kemiskinan. Untuk mencapai tujuan tersebut MIGA menawarkan political risk insurance/guarantees kepada para investor dan pemberi pinjaman, dan juga membantu negara-negara berkembang untuk menarik dan menjaga investasi swasta. 14. WTO, 1995, 146 negara WTO merupakan forum negosiasi kebijakan/peraturan-peraturan perdagangan internasional yang antara lain bertujuan untuk menangani perselisihan perdagangan, memonitor kebijakan perdagangan nasional negara anggota, memberikan bantuan berupa pelatihan dan bantuan teknis bagi negara-negara yang sedang berkembang, dan menjalin kerjasama dengan organisasi internasional lainnya.
51
KELEMBAGAAN BANK INDONESIA
15. G20, September 1999, 19 negara, EU, IMF dan IBRD G20 merupakan forum internasional Menteri Keuangan dan Gubernur bank sentral dari negara-negara industri dan berkembang untuk mendorong stabilitas keuangan dan ekonomi setelah terjadinya krisis keuangan dan perbankan di Asia pada pertengahan 1997. G20 dibentuk atas prakarsa G7. Agenda group kemudian meluas sampai kepada masalah-masalah dan tantangan-tantangan globalisasi dan cara-cara untuk memerangi kejahatan terorisme keuangan. G20 tidak memiliki sekretariat permanen, namun dirancang untuk mendorong pertukaran pandangan secara informal dan pembentukan konsensus mengenai isuisu internasional. Atas nama Pemeritah, Sebagai Pengamat 1. G15, Pebruari 1999, 17 negara berkembang dari Asia, Afrika dan Amerika Selatan G15 merupakan kelompok dari 17 negara-negara berkembang dari Asia, Afrika dan Amerika Latin yang bertujuan untuk meningkatkan kerjasama dan memberikan input untuk kelompok internasional lain, seperti WTO (the World Trade Organization) dan G7 (kelompok tujuh negara industri kaya). 2. G24, 1971, 24 negara G24 merupakan kelompok dari 24 negara berkembang dari Afrika, Amerika Selatan, Karibia, Asia dan Eropa, yang tujuan utamanya adalah untuk menggalang persatuan posisi dari negara-negara berkembang dalam isu-isu moneter dan pembangunan keuangan. Negara anggota G77 boleh hadir sebagai pengamat. G24 beroperasi melalui dua level yaitu level politis di tingkat Menteri Keungan/Gubernur bank sentral dan level official di tingkat Deputi.
52
Lampiran 2 Cara Mengukur Tingkat Independensi Bank Sentral
Lampiran 2 Cara Mengukur Tingkat Independensi Bank Sentral Terdapat berbagai metodologi yang berbeda untuk mengukur tingkat independensi suatu bank sentral dibandingkan dengan bank sentral lainnya. Demikian juga tingkat independensi suatu bank sentral pada periode tertentu dibandingkan periode lainnya. Para ahli telah mengembangkan dan mengidentifikasi indikator-indikator independensi yang kemudian digunakan dalam pengukuran tingkat independensi bank sentral. Sebagai contoh, Parkin (1978 dan 1987) mengembangkan pendekatan yang memungkinkan untuk membedakan jenis-jenis independensi bank sentral. Burdekin et al. (1992) dan Masciandro & Spinelli (1994) mengembangkan pendekatan yang memungkinkan untuk me-rangking independensi. Sementara itu, Cukierman et al. (1992) telah mengembangkan pengukuran independensi bank sentral yang dapat menghasilkan hasil pengukuran yang presisi. Cukirman menggunakan 16 indikator yang dikategorikan kedalam delapan set indikator. Kedelapan set indikator ini kemudian diberi bobot yang berkisar antara 0.20 untuk empat set indikator mengenai Gubernur dan 0.05 untuk set indikator yang berisi satu indikator mengenai pinjaman yang diberikan oleh Bank Sentral. Cara pengukuran tingkat independensi yang akan dijelaskan lebih lanjut adalah cara yang dilakukan oleh Robert Elgie (1995) yang menggunakan cara Cukierman et al. yang disempurnakan. Elgie menggunakan 29 indikator political independence sementara yang digunakan Cukierman et al. hanya lima indikator. Selain itu, Elgie menggunakan tujuh indikator untuk gubernur, sedangkan Cukierman et al. mengunakan hanya empat indikator. Kemudian, Elgie menggunakan lima indikator untuk proses pengambilan keputusan intern, delapan indikator untuk deputi gubernur dan sembilan indikator untuk dewan gubernur (board of governors). Untuk economic independence Elgie hanya menggunakan tujuh indikator, sedangkan Cukierman et al. menggunakan 11 indikator. Namun demikian, delapan dari kesebelas indikator tersebut berkaitan dengan pembatasan bank sentral untuk memberi pinjaman kepada Pemerintah.
53
KELEMBAGAAN BANK INDONESIA
Sementara itu Elgie merangkum kedelapan indikator tersebut ke dalam satu indikator. Sehingga secara keseluruhan Elgie memiliki sekumpulan indikator economic independence yang akan dapat memberikan gambaran yang lebih lengkap. Secara keseluruhan, metodologi yang disempurnakan ini mencakup indikator-indikator political dan economic independence yang jauh lebih komprehensif. Selengkapnya, indikator dan bobotnya adalah sebagai berikut: Political independence (bobot keseluruhan 0.50)
(i) Gubernur (bobot 0.30) (a) Pengangkatan 1.00
Pengangkatan oleh bank sentral sendiri
0.75
Pengangkatan dengan campur tangan bank sentral
0.50
Pengangkatan oleh pihak eksekutif dan legislatif
0.25
Pengangkatan oleh pihak eksekutif secara kolektif
0.00
Pengangkatan oleh pimpinan eksekutif secara pribadi
(b) Pengusulan 1.00
Pengangkatan oleh bank sentral sendiri
0.75
Pengangkatan dengan campur tangan bank sentral
0.50
Pengangkatan oleh pihak eksekutif dan legislatif
0.25
Pengangkatan oleh pihak eksekutif secara kolektif
0.00
Pengangkatan oleh pimpinan eksekutif secara pribadi
54
Lampiran 2 Cara Mengukur Tingkat Independensi Bank Sentral
(c) Kualifikasi 1.00
Beberapa kualifikasi diperlukan
0.00
Kualifikasi tidak diperlukan
(d) Masa Jabatan 1.00
Lebih dari delapan tahun
0.50
Antara lima dan delapan tahun
0.00
Kurang dari lima tahun
(e) Pemberhentian 1.00
Keamanan penuh masa jabatan
0.75
Pemberhentian dengan campur tangan bank sentral
0.50
Pemberhentian oleh pihak eksekutif dan legislatif
0.25
Pemberhentian oleh pihak eksekutif secara kolektif
0.00
Pemberhentian oleh pimpinan eksekutif secara pribadi
(f) Pengangkatan Kembali 1.00
Tidak bisa diangkat kembali
0.50
Bisa diangkat kembali satu kali
0.00
Bisa diangkat kembali
(g) Posisi Lain 1.00
Tidak diperbolehkan menduduki posisi lain
0.00
Diperbolehkan menduduki posisi lain
55
KELEMBAGAAN BANK INDONESIA
(ii) Sub-gubernur (bobot 0.20) (a) Pengangkatan 1.00
Pengangkatan oleh bank sentral sendiri
0.75
Pengangkatan dengan campur tangan bank sentral
0.50
Pengangkatan oleh pihak eksekutif dan legislatif
0.25
Pengangkatan oleh pihak eksekutif secara kolektif
0.00
Pengangkatan oleh pimpinan eksekutif secara pribadi
(b) Pengusulan 1.00
Pengangkatan oleh bank sentral sendiri
0.75
Pengangkatan dengan campur tangan bank sentral
0.50
Pengangkatan oleh pihak eksekutif dan legislatif
0.25
Pengangkatan oleh pihak eksekutif secara kolektif
0.00
Pengangkatan oleh pimpinan eksekutif secara pribadi
(c) Kualifikasi 1.00
Beberapa kualifikasi diperlukan
0.00
Kualifikasi tidak diperlukan
(d) Masa Jabatan 1.00
Lebih dari delapan tahun
0.50
Antara lima dan delapan tahun
0.00
Kurang dari lima tahun
(e) Pemberhentian 1.00
Keamanan penuh masa jabatan 56
Lampiran 2 Cara Mengukur Tingkat Independensi Bank Sentral
0.75
Pemberhentian dengan campur tangan bank sentral
0.50
Pemberhentian oleh pihak eksekutif dan legislatif
0.25
Pemberhentian oleh pihak eksekutif secara kolektif
0.00
Pemberhentian oleh pimpinan eksekutif secara pribadi
(f) Pengangkatan Kembali 1.00
Tidak bisa diangkat kembali
0.50
Bisa diangkat kembali satu kali
0.00
Bisa diangkat kembali
(g) Posisi Lain 1.00
Tidak diperbolehkan menduduki posisi lain
0.00
Diperbolehkan menduduki posisi lain
(h) Pengangkatan berkala 1.00
Pengangkatan dilakukan berkala
0.00
Pengangkatan dilakukan bersama-sama
(iii) Anggota Dewan Gubernur (bobot 0.20) (a) Pengangkatan 1.00
Pengangkatan oleh bank sentral sendiri
0.75
Pengangkatan dengan campur tangan bank sentral
0.50
Pengangkatan oleh pihak eksekutif dan legislatif
0.25
Pengangkatan oleh pihak eksekutif secara kolektif
0.00
Pengangkatan oleh pimpinan eksekutif secara pribadi 57
KELEMBAGAAN BANK INDONESIA
(b) Pengusulan 1.00
Pengangkatan oleh bank sentral sendiri
0.75
Pengangkatan dengan campur tangan bank sentral
0.50
Pengangkatan oleh pihak eksekutif dan legislatif
0.25
Pengangkatan oleh pihak eksekutif secara kolektif
0.00
Pengangkatan oleh pimpinan eksekutif secara pribadi
(c) Kualifikasi 1.00
Beberapa kualifikasi diperlukan
0.00
Kualifikasi tidak diperlukan
(d) Masa Jabatan 1.00
Lebih dari delapan tahun
0.50
Antara lima dan delapan tahun
0.00
Kurang dari lima tahun
(e) Pemberhentian 1.00
Keamanan penuh masa jabatan
0.75
Pemberhentian dengan campur tangan bank sentral
0.50
Pemberhentian oleh pihak eksekutif dan legislatif
0.25
Pemberhentian oleh pihak eksekutif secara kolektif
0.00
Pemberhentian oleh pimpinan eksekutif secara pribadi
(f) Pengangkatan Kembali 1.00
Tidak bisa diangkat kembali
0.50
Bisa diangkat kembali satu kali
0.00
Bisa diangkat kembali
58
Lampiran 2 Cara Mengukur Tingkat Independensi Bank Sentral
(g) Posisi Lain 1.00
Tidak diperbolehkan menduduki posisi lain
0.00
Diperbolehkan menduduki posisi lain
(h) Pengangkatan berkala 1.00
Pengangkatan dilakukan berkala
0.00
Pengangkatan dilakukan bersama-sama
(i) Wakil Pemerintah 1.00
Tidak ada wakil Pemerintah di dewan gubernur
0.00
Ada wakil Pemerintah di dewan gubernur
(iv) Proses Pengambilan Keputusan Intern (bobot 0.30) (a) Pengambilan Keputusan 1.00
Pengangkatan oleh bank sentral sendiri
0.00
Pengangkatan oleh pimpinan eksekutif secara pribadi
(b) Instruksi 1.00
Bank sentral tidak menerima instruksi dari Pemerintah
0.00
Bank sentral menerima instruksi dari Pemerintah
(c) Wakil Pemerintah 1.00
Wakil Pemerintah tidak mempunyai hak veto
0.00
Wakil Pemerintah mempunyai hak veto
59
KELEMBAGAAN BANK INDONESIA
(d) Pendapatan 1.00
Bank sentral menetapkan sendiri pendapatannya
0.00
Pemerintah menetapkan pendapatan Dewan Gubernur
(e) Modal 1.00
Modal swasta 100%
0.50
Sebagian modal swasta
0.00
Tidak ada modal swasta
Economic independence (bobot keseluruhan 0.50) (i) Misi 1.00
Misi tunggal untuk menjaga kestabilan harga
0.50
Beberapa misi yang saling conflicting
0.00
Tidak ada pernyataan misi sama sekali
(ii) Kebijakan Moneter 1.00
Bank sentral menetapkan kebijakan moneter
0.50
Ada Keterlibatan bank sentral dalam kebijakan moneter
0.00
Pemerintah menetapkan kebijakan moneter
(iii) Suku Bunga 1.00
Bank sentral menentukan pergerakan suku bunga kunci
0.00
Pemerintah menentukan pergerakan suku bunga kunci
60
Lampiran 2 Cara Mengukur Tingkat Independensi Bank Sentral
(iv) Nilai Tukar 1.00
Bank sentral menetapkan paritas nilai tukar
0.00
Pemerintah menetapkan paritas nilai tukar
(v) Peraturan Perbankan 1.00
Bank sentral mengatur keseluruhan sektor perbankan
0.50
Bank sentral bertanggung jawab untuk mengatur bersama
0.00
Peerintah merupakan pengatur utama
(vi) Pinjaman Pemerintah 1.00
Bank sentral dilarang memberikan pinjaman Pemerintah
0.00
Bank sentral diwajibkan memberikan pinjaman Pemerintah
(vii) Anggaran 1.00
Bank sentral berperan penting dalam proses anggaran
0.00
Pemerintah bertanggung jawab penuh mengenai anggaran
Setiap indikator economic independence dibobot sama dan rata-ratanya diambil
61
KELEMBAGAAN BANK INDONESIA
Lampiran 3 Penghitungan Independensi Bank Indonesia 1968 - 1999 Political independence
1968
1999
(i) Gubernur Pengangkatan Pengusulan Kualifikasi Masa Jabatan Pemberhentian Pengangkatan Kembali Posisi Lain Total Rata-rata
0.00 0.00 1.00 0.50 0.00 0.50 1.00 3.00 0.43
0.50 0.00 1.00 0.50 1.00 0.50 1.00 4.50 0.64
(ii) Sub-gubernur Pengangkatan Pengusulan Kualifikasi Masa Jabatan Pemberhentian Pengangkatan Kembali Posisi Lain Pengangkatan Bertahap Total Rata-rata
0.00 0.00 1.00 0.50 0.00 0.50 1.00 1.00 4.00 0.50
0.50 0.00 1.00 0.50 1.00 0.50 1.00 1.00 5.50 0.69
(iii) Anggota Dewan Gubernur Pengangkatan Pengusulan Kualifikasi Masa Jabatan
0.00 0.00 1.00 0.50
0.50 1.00 1.00 0.50
62
Lampiran 3 Penghitungan Independensi Bank Indonesia 1968 - 1999
Pemberhentian Pengangkatan Kembali Posisi Lain Pengangkatan Bertahap Wakil Pemerintah Total Rata-rata
0.00 0.50 1.00 1.00 1.00 5.00 0.55
1.00 0.50 1.00 0.50 1.00 7.00 0.78
(iv) Proses Pengambilan Keputusan Intern Pengambilan Keputusan Instruksi Wakil Pemerintah Pendapatan Modal Total Rata-rata Jumlah rata-rata tertimbang Political Independence tertimbang
1.00 0.00 1.00 0.00 0.00 2.00 0.40 0.46 0.23
1.00 1.00 1.00 1.00 0.00 4.00 0.80 0.73 0.37
Economic independence Misi Kebijakan Moneter Suku Bunga Nilai Tukar Peraturan Perbankan Pinjaman Pemerintah Anggaran Total Rata-rata Economic Independence tertimbang
0.50 0.50 0.50 0.50 1.00 0.00 0.00 3.00 0.43 0.22
1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 7.00 1.00 0.50
Independensi keseluruhan
0.45
0.87
63