KEKUATAN LELAH BAJA HQ 705 DAN BAJA THYRODUR 1730 DI LINGKUNGAN KELEMBABAN TINGGI
TE S I S
Oleh
INDRA HASAN 017015008/TM
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2006
Indra Hasan : Kekuatan Lelah Baja HQ 705 Dan Baja Thyrodur 1730 Di Lingkungan Kelembaban Tinggi, 2006 USU Reepository © 2008
KEKUATAN LELAH BAJA HQ 705 DAN BAJA THYRODUR 1730 DI LINGKUNGAN KELEMBABAN TINGGI
TE S I S Untuk Memperoleh Gelar Magister Teknik Dalam Program Studi Teknik Mesin Pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Oleh
INDRA HASAN 017015008/TM
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2006
Indra Hasan : Kekuatan Lelah Baja HQ 705 Dan Baja Thyrodur 1730 Di Lingkungan Kelembaban Tinggi, 2006 USU Reepository © 2008
Judul Tesis
: KEKUATAN LELAH BAJA HQ 705 DAN BAJA
Nama Mahasiswa Nomor Pokok Program Studi
THYRODUR 1730 DI LINGKUNGAN KELEMBABAN TINGGI : Indra Hasan : 017015008 : Teknik Mesin
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Dr.Ir. Haftirman, M.Eng) Ketua
(Ir. Tugiman, MT) Anggota
Ketua Program Studi,
(Prof. Dr. Ir. Bustami Syam, MSME)
(Dr.-Ing. Ikhwansyah Isranuri) Anggota
Direktur,
(Prof.Dr.Ir.T. Chairun Nisa B.,M.Sc)
Tanggal Lulus: 07 Februari 2006
Indra Hasan : Kekuatan Lelah Baja HQ 705 Dan Baja Thyrodur 1730 Di Lingkungan Kelembaban Tinggi, 2006 USU Reepository © 2008
Telah Diuji pada Tanggal: 07 Januari 2006
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua
: Dr.Ir. Haftirman, M.Eng
Anggota
: 1. Ir. Tugiman, MT 2. Dr. -Ing. Ikhwansyah Isranuri 3. Ir. Alfian Hamsi, MSc 4. Ir. Mulfi Hazwi, M.Sc
Indra Hasan : Kekuatan Lelah Baja HQ 705 Dan Baja Thyrodur 1730 Di Lingkungan Kelembaban Tinggi, 2006 USU Reepository © 2008
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lingkungan tempat baja digunakan sangat mempengaruhi umur pemakaian baja, lingkungan yang mempengaruhi baja menurut beberapa peneliti salah satunya adalah lingkungan berkelembaban tinggi yang menyebabkan terjadinya penurunan kekuatan lelah atau mempercepat terjadinya kegagalan baja. Menurut Haftirman (1995), lingkungan dengan kelembaban relatif di bawah 60% tidak mempengaruhi baja tetapi lingkungan dengan kelembaban relatif di atas 70% sangat mempengaruhi baja. semakin tinggi tingkat kelembaban relatif semakin besar pengaruh kelembaban relatif tersebut terhadap baja yaitu kekuatan lelah baja semakin menurun dengan semakin tingginya kelembaban relatif lingkungan. Penelitian ini telah dilakukan terhadap baja HT 800 dan SS 400 di lingkungan kelembaban relatif 60%, 70%, 85% dan 90% pada pembebanan axial loading fatigue testing machine. Penurunan kekuatan lelah disebabkan terbentuknya korosi pit pada permukaan baja di lingkungan kelembaban relatif yang tinggi. begitu juga penelitian yang dilakukan oleh Nakajima M, (2003) dengan bahan JIS SNCM 439 menyatakan terjadi penurunan tegangan pada lingkungan laboratory air dari pada lingkungan dry air serta Lee & Uhlig (1972) yang melakukan pengujian terhadap baja AISI 4140 yang diberikan perlakuan panas untuk meningkatkan kekerasannya, di lingkungan
Indra Hasan : Kekuatan Lelah Baja HQ 705 Dan Baja Thyrodur 1730 Di Lingkungan Kelembaban Tinggi, 2006 USU Reepository © 2008
kelembaban relatif 70% mengalami penurunan kekuatan lelah, semakin tinggi tingkat kekerasannya
semakin
besar persentase penurunan kekuatan
lelahnya.
Kemudian Dalil (2005) juga melakukan penelitian terhadap baja TEW 6582 dan EMS 45 pada lingkungan kelembaban tinggi, mengemukakan bahwa baja High Tensile Strength mengalami penurunan kekuatan lelah lebih besar dari baja Medium Tensile Strength dan Riski (2005) menyatakan bahwa penurunan kekuatan lelah paling rendah terjadi pada baja dengan proses heat treatment sekitar 775oC dengan demikian tingkat penurunan kekuatan lelah tergantung pada masing-masing sifat baja akan tetapi lingkungan kelembaban tinggi tetap menyebabkan penurunan kekuatan lelah. Baja HQ 705 dengan sifat yang telah diperbaiki dari hasil awal pengerolan baja sangat menarik diberikan pengujian kekuatan lelah karena belum pernah dilakukan pengujian fatik terhadap baja tersebut sebelumnya pada suatu lingkungan tertentu di Pekanbaru. Baja HQ 705 (High Performance Engineering Steels) yaitu baja HQ 705 (High Quality) yang merupakan baja Pre-hardened High Tensile Strength. Baja ini diproduksi di Swedia dan dipasarkan oleh PT. Tira Andalan Steel. Baja HQ 705 banyak dipakai pada Pabrik Karet di Pekanbaru dan Industri lainnya, namun belum mempunyai spesifikasi untuk pemakaian di lingkungan Indonesia khususnya di Pekanbaru dengan tingkat kelembaban tinggi dan temperatur yang juga lebih tinggi dari daerah lain di Indonesia maupun dari negara yang memproduksi baja tersebut. Sehingga diperlukan suatu pengujian untuk mengetahui sampai sejauhmana performance baja tersebut jika dipakai di Indonesia.
Indra Hasan : Kekuatan Lelah Baja HQ 705 Dan Baja Thyrodur 1730 Di Lingkungan Kelembaban Tinggi, 2006 USU Reepository © 2008
Performance baja HQ705 di lingkungan kelembaban tinggi, dibandingkan dengan baja Thyrodur 1730 yang diproduksi oleh Thyssen Germany Special Steel, untuk melihat
sejauhmana
tingkat
pengaruh
kelembaban tinggi terhadap kekuatan
lelah baja HQ 705 dengan baja Thyrodur 1730 sebagai dasar untuk melihat tingkat pengaruh kelembaban tinggi tersebut . Baja HQ 705 dan baja Thyrodur 1730 samasama digunakan untuk poros pada konstruksi permesinan (Machinery Steels). Baja HQ 705 termasuk golongan baja High Tensile Strength dan baja Thyrodur 1730 termasuk golongan baja Medium Tensile Strength dan ekivalen baja S45C. Pembebanan yang diberikan dalam pengujian adalah pembebanan bending dengan tipe tumpuan cantilever. Tipe pembebanan ini disesuaikan dengan kasus kegagalan poros pada Creeper untuk memipih karet di Pabrik Karet. Poros pada rol Creeper digerakkan oleh motor listrik dan tersambung dengan poros kedua. Kedua poros menompang silinder pemipih ukuran karet. Poros yang tersambung dengan motor penggerak memperoleh beban puntir dari motor yang terjepit pada bantalan dan memperoleh beban bending dari rol silinder serta gaya tekan dari kedua rol dalam proses memipih karet.
1.2. Perumusan Masalah Baja HQ 705 yang belum pernah dilakukan pengujian fatik di lingkungan kelembaban tinggi khusus untuk pemakaian di Indonesia, dilakukan pengujian untuk mengetahui tingkat penurunan kekuatan lelah yang dibandingkan dengan tingkat penurunan kekuatan lelah baja Thyrodur 1730 dan baja lainnya. Tinjauan dilakukan
Indra Hasan : Kekuatan Lelah Baja HQ 705 Dan Baja Thyrodur 1730 Di Lingkungan Kelembaban Tinggi, 2006 USU Reepository © 2008
terhadap keretakan yang terjadi pada permukaan spesimen uji dalam memprediksi penyebab penurunan kekuatan lelah baja HQ 705 yang beroperasi di lingkungan kelembaban tinggi. Pengujian
ini
menjadi
penting
untuk
dilakukan
dalam
mengetahui sejauhmana performance dari baja HQ 705 jika digunakan di lingkungan kelembaban tinggi di wilayah Indonesia khusus untuk daerah Pekanbaru pada salah satu pabrik industri karet.
1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kelembaban tinggi terhadap kekuatan lelah bahan baja HQ 705 dan baja Thyrodur 1730 yang mengalami pembebanan dinamis dan mengamati keretakan yang terjadi pada kedua jenis bahan, untuk memperoleh informasi penyebab penurunan kekuatan lelah baja di lingkungan kelembaban tinggi dan dengan informasi
ini diharapkan dapat mengoptimalkan
pemakaian bahan. 1.3.2. Tujuan Khusus Tujuan penelitian secara khusus adalah mengetahui kekuatan lelah baja HQ 705 dan baja Thyrodur 1730 pada lingkungan kelembaban relatif 70%, 75%, 80%, 85% dan 90% dengan fokus peninjauan terhadap keretakan yang terjadi pada permukaan spesimen uji untuk digunakan sebagai dasar analisa penyebab penurunan kekuatan lelah baja.
Indra Hasan : Kekuatan Lelah Baja HQ 705 Dan Baja Thyrodur 1730 Di Lingkungan Kelembaban Tinggi, 2006 USU Reepository © 2008
1.4. Manfaat Hasil penelitian ini dapat memberikan rekomendasi kepada industri-industri pengguna baja HQ 705 dan baja Thyrodur 1730 yang beroperasi pada lingkungan kelembaban tinggi, membantu dalam pemilihan bahan yang tepat digunakan pada konstruksi permesinan dengan pembebanan berulang serta membantu dalam disain pembebanan dan bentuk komponen untuk optimalisasi pemakaian bahan baja atau optimalisasi ketahanan baja. Sedangkan bagi masyarakat, dunia pendidikan dan lembaga penelitian dapat menjadi dasar dan pembanding bagi penelitian lanjutan.
Indra Hasan : Kekuatan Lelah Baja HQ 705 Dan Baja Thyrodur 1730 Di Lingkungan Kelembaban Tinggi, 2006 USU Reepository © 2008
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kekuatan Lelah Kekuatan lelah suatu bahan disusun dari serangkaian percobaan dengan pemberian beban sampai terjadi kegagalan pada siklus tertentu, hasilnya digambarkan dalam suatu bentuk kurva S-N (Kurva Wohler) seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.1. Pada kurva S-N, tegangan (S) dipetakan terhadap jumlah siklus hingga terjadi kegagalan, sedangkan N adalah jumlah siklus tegangan yang menyebabkan terjadinya patah sempurna benda uji . Tegangan yang dipetakan dapat berupa S a (tegangan bolak-balik), Smaks (tegangan maksimum) dan S min (tegangan minimum). Menurut Dieter (1986), nilai tegangan adalah tegangan nominalnya dengan demikian tidak terdapat penyesuaian untuk konsentrasi tegangan.
Gambar 2.1. Kurva S-N dari Hasil Pengujian Metode Standar Uji (Collins, pp. Thyrodur 375) 1730 Di Lingkungan Kelembaban Tinggi, 2006 Indra Hasan : Kekuatan LelahFatik Baja HQ 705 Dan Baja USU Reepository © 2008
Pada baja, siklus (N) yang melampaui batas lelah (N > 107), baja dianggap mempunyai umur tak terhingga atau kegagalan diprediksi tidak akan terjadi, sedangkan untuk logam bukan besi (non ferrous) tidak terdapat batas lelah yang signifikan, memiliki kurva S-N dengan gradien yang turun sedikit demi sedikit sejalan dengan bertambahnya jumlah siklus. Tegangan pada spesimen di suatu titik tertentu dengan tipe pembebanan cantilever ditentukan dengan rumus berikut (shigley, 1989):
Sc =
M cYc I zx
dimana: Sc = tegangan pada titik c di permukaan spesimen Mc = momen pada titik c akibat beban pada spesimen Yc = jarak maksimum dari titik pusat spesimen ke arah titik c pada permukaan spesimen Izx = momen inersia polar spesimen =
π 64
dc
4
dc = diameter pada titik c spesimen Hubungan antara tegangan pada spesimen akibat beban dengan jumlah putaran sampai terjadi patah lelah sempurna adalah: S = a Nb
(2.2)
dimana : S = Tegangan bolak-balik atau Kekuatan lelah (MPa) N = Jumlah siklus tegangan
Indra Hasan : Kekuatan Lelah Baja HQ 705 Dan Baja Thyrodur 1730 Di Lingkungan Kelembaban Tinggi, 2006 USU Reepository © 2008
(0,9S ut ) 2 a= Se
0,9 S ut 1 b = − log Se 3
Se = ka. kb. kc. kd. ke. Se’
(2.3)
dimana Se’ = batas ketahanan (endurance limit) dari spesimen uji (test specimen) = 0,504 (Sut) Sut = kekuatan tarik maksimum (MPa) ka = faktor permukaan = a (Sut)b ⎛ d ⎞ kb = faktor ukuran = ⎜ ⎟ ⎝ 7,62 ⎠
−0 ,1133
kc = faktor beban kd = faktor temperatur ke = faktor modifikasi terhadap pemusatan tegangan Kegagalan lelah disebabkan beban berulang (beban dinamis) atau perubahan struktur permanen, terlokalisasi dan progresif yang terjadi pada bahan yang dibebani dengan tegangan/regangan fluktuasi yang dapat mengakibatkan retak atau patahan setelah jumlah siklus tertentu. Kondisi pembebanan yang menyebabkan kelelahan adalah fluktuasi tegangan, mencakup getaran, fluktuasi regangan, fluktuasi temperatur (thermal fatigue), atau salah satu kondisi di atas di dalam lingkungan korosif atau pada suhu tinggi (Dieter, 1986). Sedangkan yang menyebabkan kegagalan lelah adalah tegangan tarik maksimum yang cukup tinggi, variasi atau
Indra Hasan : Kekuatan Lelah Baja HQ 705 Dan Baja Thyrodur 1730 Di Lingkungan Kelembaban Tinggi, 2006 USU Reepository © 2008
fluktuasi tegangan yang cukup besar, dan siklus penerapan tegangan yang cukup besar. Tegangan berulang yang menyebabkan kelelahan digambarkan berbentuk sinusoidal antara tegangan maksimum dan minimum, tegangan tarik dianggap positif dan tegangan tekan dianggap negatif. Pada tipe pembebanan cantilever, tegangan maksimum dan minimum tidak sama, tegangan tarik lebih besar dari tegangan tekan seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.2.
Gambar 2.2 Siklus tegangan lelah (Hertzberg, R.W., 1996)
2.1.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kekuatan Lelah Faktor-faktor yang mempengaruhi atau cendrung mengubah kondisi kelelahan atau kekuatan lelah yaitu tipe pembebanan, putaran, kelembaban lingkungan (korosi), konsentrasi tegangan, suhu, kelelahan bahan, komposisi kimia bahan, tegangantegangan sisa, dan tegangan kombinasi. Faktor yang mempengaruhi dan cendrung
Indra Hasan : Kekuatan Lelah Baja HQ 705 Dan Baja Thyrodur 1730 Di Lingkungan Kelembaban Tinggi, 2006 USU Reepository © 2008
mengubah kekuatan lelah pada pengujian ini adalah kelembaban lingkungan, tipe pembebanan, putaran, suhu, komposisi kimia bahan dan tegangan sisa. Faktor yang diperhitungkan adalah kelembaban lingkungan (korosi) dan tipe pembebanan sedangkan putaran, suhu, komposisi kimia dan tegangan sisa sebagai variabel yang konstan selama pengujian sehingga tidak ada pengaruh yang signifikan terhadap kekuatan lelah. a.
Faktor Kelembaban Lingkungan Faktor
kelembaban
lingkungan
sangat
mempengaruhi
kekuatan
lelah
sebagaimana yang telah diteliti oleh Haftirman (1995) bahwa kekuatan lelah sangat menurun pada lingkungan kelembaban tinggi yaitu pada kelembaban relatif 70% sampai 85%. Lingkungan kelembaban tinggi membentuk pit korosi dan retak pada permukaan spesimen yang menyebabkan kegagalan lebih cepat terjadi. Ko Haeng Nam (2003), menyatakan bahwa pada kelembaban relatif 85% terjadi transisi tegangan lebih besar dibandingkan dengan kelembaban relatif 5% sampai 55%, dan Nakajima M., (2003) menyatakan terjadi penurunan tegangan pada udara laboratorium dibandingkan dengan lingkungan udara kering. Pengaruh kelembaban tinggi terhadap setiap kekuatan bahan juga berbeda, untuk bahan dengan kekerasan yang tinggi, kelembaban sangat menurunkan kekuatan lelah dibanding bahan dengan kekerasan yang rendah, sebagaimana yang telah diteliti oleh Haftirman (1995) terhadap baja HT 800 yang dibandingkan dengan baja SS 400, bahwa baja HT 800 dengan kekerasan yang
Indra Hasan : Kekuatan Lelah Baja HQ 705 Dan Baja Thyrodur 1730 Di Lingkungan Kelembaban Tinggi, 2006 USU Reepository © 2008
tinggi (268 Hv) mengalami penurunan kekuatan lelah yang lebih besar dari penurunan
kekuatan lelah baja SS 400 engan kekerasan (166 Hv). Lee
dan Uhlig (1972) menyatakan bahwa semakin keras suatu baja semakin besar penurunan kekuatan lelahnya pada lingkungan kelembaban relatif 70%. b.
Tipe Pembebanan Tipe pembebanan dipilih berdasarkan kasus di lapangan yaitu untuk poros pemipih karet pada pabrik karet di PTPN III
dengan tipe pembebanan
cantilever yang menerima beban lentur dan puntir. Tipe pembebanan ini sangat mempengaruhi kekuatan lelah sebagaimana yang diteliti oleh Ogawa (1989) bahwa baja S45C yang diberikan tipe pembebanan lentur putar dan pembebanan aksial mempunyai kekuatan lelah yang sangat berbeda, baja S45C dengan pembebanan aksial mempunyai kekuatan lelah lebih rendah dari baja yang menerima pembebanan lentur putar. c.
Faktor Putaran Putaran yang mempengaruhi kelelahan pada pengujian ini direduksi dari 1450 rpm menjadi 887,5 rpm yang diukur dengan tachometer dan putaran tersebut digunakan untuk mendapatkan pengaruh pembebanan pada spesimen tetapi masih dalam batas tidak ada pengaruh putaran yang signifikan terhadap kekuatan lelah, sebagaimana yang telah diteliti oleh Iwamoto (1989) dengan hasil bahwa putaran antara 750 rpm sampai 1500 rpm mempunyai kekuatan lelah yang hampir sama tetapi apabila putaran 50 rpm menurunkan kekuatan
Indra Hasan : Kekuatan Lelah Baja HQ 705 Dan Baja Thyrodur 1730 Di Lingkungan Kelembaban Tinggi, 2006 USU Reepository © 2008
lelah jauh lebih besar dari putaran 750 rpm dan 1500 rpm, sehingga putaran yang berada diantara 750 rpm sampai 1500 rpm tidak mempengaruhi kekuatan lelah dengan signifikan sebagaimana putaran 887,5 rpm pada pengujian ini.
d.
Faktor Suhu Faktor suhu sangat mempengaruhi kekuatan lelah karena suhu menaikkan konduktivitas elektrolit lingkungan sehingga dapat mempercepat proses oksidasi. Untuk mengkondisikan pengujian standar terhadap suhu, pengujian dilakukan pada temperatur kamar. Menurut Haftirman (1995) bahwa pengujian pada lingkungan dengan suhu 40oC retakan pada spesimen memanjang dari pada pengujian di suhu 25oC dengan retakan yang halus, karena suhu yang tinggi menyebabkan molekul air yang terbentuk mengecil di permukaan baja sehingga mempercepat terjadi reaksi oksidasi dan membuat jumlah pit korosi jauh lebih banyak, akibatnya pit korosi cepat bergabung membentuk retakan yang memanjang. Dieter (1986) mengemukakan secara umum kekuatan lelah baja akan turun dengan bertambahnya suhu di atas suhu kamar kecuali baja lunak dan kekuatan lelah akan bertambah besar apabila suhu turun.
e.
Faktor Tegangan Sisa Faktor tegangan sisa yang mungkin timbul pada saat pembuatan spesimen direduksi dengan cara melakukan pemakanan pahat sehalus mungkin terhadap spesimen sehingga pemakanan pahat tidak menimbulkan suhu yang bisa menyebabkan munculnya tegangan sisa maupun tegangan lentur pada spesimen.
Indra Hasan : Kekuatan Lelah Baja HQ 705 Dan Baja Thyrodur 1730 Di Lingkungan Kelembaban Tinggi, 2006 USU Reepository © 2008
f.
Faktor Komposisi Kimia Pengaruh faktor komposisi kimia terhadap kekuatan lelah diharapkan sama untuk seluruh spesimen uji dengan pemilihan bahan yang diproduksi dalam satu kali proses pembuatan, sehingga didapat kondisi pengujian yang standar untuk seluruh spesimen uji.
2.1.2 Mekanisme Kegagalan Fatik Kegagalan fatik dimulai dengan terjadinya deformasi plastis (slip) secara lokal. Bila slip terjadi maka slip tersebut dapat terlihat pada permukaan logam sebagai suatu tangga (step) yang disebabkan oleh pergerakan logam sepanjang bidang slip.
Demikian seterusnya maka lama-kelamaan akan terjadi suatu retak. Slip pada
pembebanan rotating bending ditunjukkan pada Gambar 2.3.
Gambar 2.3. Bentuk Alur dan Puncak Slip yang Digabungkan dari Hasil Pembebanan Berulang (Collins, pp.182) Siklus untuk menimbulkan awal retak dan penjalaran retak tergantung pada tegangan yang bekerja. Bila tegangan yang bekerja tinggi maka waktu terbentuknya awal retak akan lebih pendek. Pada tegangan yang sangat rendah maka hampir seluruh umur lelah digunakan untuk membentuk retak awal. Pada tegangan yang tinggi sekali retak terbentuk sangat cepat.
Indra Hasan : Kekuatan Lelah Baja HQ 705 Dan Baja Thyrodur 1730 Di Lingkungan Kelembaban Tinggi, 2006 USU Reepository © 2008
Retak permulaan ini begitu kecil sehingga tidak bisa dilihat oleh mata telanjang.
Sekali suatu retak muncul, pengaruh pemusatan tegangan menjadi
bertambah besar dan retak tersebut akan maju lebih cepat. Begitu ukuran luas yang menerima tegangan berkurang, tegangan bertambah besar sampai akhirnya luas yang tersisa tiba-tiba
gagal menahan tegangan tersebut. Karena itu kegagalan lelah
ditandai dari perkembangan retak yang ada dan kepatahan mendadak dengan daerah yang mirip kepatahan bahan rapuh (Shigley, 1989).
2.2. Mekanisme Kegagalan Fatik Korosi
Kegagalan fatik korosi berlangsung secara bersamaan antara tegangan berulang dan serangan kimia (Trethewey, 1991). Kegagalan fatik disebabkan oleh adanya beban tegangan, sedangkan kegagalan fatik korosi disebabkan adanya beban tegangan bersamaan dengan serangan kimia. Serangan korosi tanpa ada beban tegangan, biasanya mengakibatkan lubang pada permukaan logam.
Lubang ini
bertindak sebagai takik dan menyebabkan pengurangan besarnya kekuatan lelah. Akan tetapi, apabila serangan korosi bersamaan dengan pembebanan lelah, maka dihasilkan penurunan sifat-sifat lelah yang lebih besar dibanding serangan korosi sebelumnya tanpa beban tegangan. Bila korosi dan lelah terjadi bersamaan, maka serangan kimia akan mempercepat laju rambat retak lelah. Bahan-bahan yang pada saat diuji dalam suhu kamar memperlihatkan adanya batas lelah, apabila diuji dalam lingkungan yang korosif, tidak memperlihatkan adanya batas lelah.
Indra Hasan : Kekuatan Lelah Baja HQ 705 Dan Baja Thyrodur 1730 Di Lingkungan Kelembaban Tinggi, 2006 USU Reepository © 2008
Sementara uji
lelah
biasa
pada
lingkungan
udara,
untuk
siklus
pembebanan 1000 hingga 12000 siklus/menit, tidak dipengaruhi oleh laju pembebanan, jika pengujian dilakukan pada lingkungan yang korosif, maka terdapat ketergantungan yang terbatas. Karena serangan korosi merupakan gejala yang tergantung pada waktu, makin cepat laju pengujian makin kecil kerusakan yang disebabkan oleh korosi . Pada uji lelah korosi, tegangan berulang menimbulkan kerusakan lapisan oksida permukaan setempat, sedemikian hingga terjadi lubang-lubang korosi. Lubang-lubang kecil (korosi sumuran) yang terjadi pada lelah korosi jauh lebih banyak jumlahnya dibanding yang dihasilkan oleh serangan korosi tanpa adanya tegangan. Dasar lubang korosi lebih anodik dibanding logam yang tak berlubang, sehingga korosi bergerak ke dalam, dipercepat lagi dengan terkelupasnya lapisan oksida akibat regangan berulang. Retakan akan terjadi, apabila lubang menjadi cukup tajam untuk menghasilkan konsentrasi tegangan yang tinggi . Korosi adalah proses kerusakan logam atau material dan sifat-sifatnya oleh pengaruh lingkungan yang berlangsung secara kimia atau elektrokimia (Trethewey, 1991). Korosi ini mengembalikan logam ke bentuk asalnya dan berlangsung dengan sendirinya, sehingga proses korosi tidak dapat dicegah, hanya ada usaha untuk mengendalikannya (mengurangi). Salah satu faktor yang memicu terjadinya korosi adalah kelembaban relatif. Persentase kelembaban relatif merupakan jumlah dari campuran udara dan uap air atau 100 kali tekanan sebagian (partial pressure) uap air di udara dibagi dengan tekanan sebagian uap air di dalam campuran udara dan air
Indra Hasan : Kekuatan Lelah Baja HQ 705 Dan Baja Thyrodur 1730 Di Lingkungan Kelembaban Tinggi, 2006 USU Reepository © 2008
(pressure vapor) (Geankoplis, 1997). Persentase kelembaban relatif juga bergantung pada temperatur, apabila temperatur konstan dan jumlah tekanan uap air naik maka persentase kelembaban akan naik tetapi apabila temperatur naik dan tekanan uap air konstan maka persentase kelembaban akan turun.
Gambar 2.4 Grafik kelembaban campuran udara dan uap air pada tekanan total 101, 325 kPa (760 mmHg), (Geankoplis, C.J., 1997) Pengaruh kelembaban relatif terhadap kekuatan lelah baja telah diuji terhadap beberapa bahan dengan berbagai tipe pembebanan. Hasil pengujian memberikan informasi bahwa kelembaban relatif di atas 70% sangat mempengaruhi kekuatan lelah suatu bahan. Wadsworth N.J. menyatakan (dikutip oleh Majumdar D. 1983) bahwa campuran oksigen dan uap air sangat merusak terhadap umur lelah suatu logam dan paduannya. Majumdar D. (1983) menemukan bahwa pada lingkungan oksigen dan
Indra Hasan : Kekuatan Lelah Baja HQ 705 Dan Baja Thyrodur 1730 Di Lingkungan Kelembaban Tinggi, 2006 USU Reepository © 2008
uap air, besi cor yang diuji dengan beban lentur putar mengalami retak disekitar butir dan retak tersebut mengurangi deformasi plastis disekeliling butir. Haftirman (1995) juga menemukan bahwa kelembaban relatif 70% sampai 85% menurunkan kekuatan lelah baja HT 800 dan SS 400. Ko Haeng-Nam (2003) menemukan bahwa pada kelembaban 85% terjadi transisi tegangan lebih besar dibandingkan dengan pada kelembaban relatif 5% sampai 55%. Pada lingkungan berkelembaban terjadi reaksi korosi karena terdapat perbedaan potensial listrik dan terbentuk aliran listrik dengan adanya anoda, katoda dan lingkungan elektrolit. Pada bagian logam yang terkorosi dengan lingkungan bersifat anoda, atom logam pada bagian anoda ini akan kehilangan elektron atau terjadi reaksi oksidasi. Pada bagian logam yang tidak terkorosi bersifat katoda, dan pada katoda ini terjadi penangkapan elektron oleh ion hydrogen atau oleh air (proses reduksi). Sedangkan lingkungan elektrolit merupakan larutan penghantar listrik yang menghubungkan anoda dengan katoda yang dapat berupa udara yang lembab, air pada permukaan logam akibat pengembunan atau permukaan yang basah dan fluida berupa cairan yang mengandung garam-garaman atau larutan asam atau basa yang kontak dengan logam. Reaksi korosi pada daerah anoda yaitu reaksi oksidasi dengan persamaan reaksi sebagai berikut:
Fe → Fe 2 + + 2e − Reaksi korosi pada daerah katoda yaitu reaksi reduksi dengan persamaan.
2 H + + 2e − → H 2 Indra Hasan : Kekuatan Lelah Baja HQ 705 Dan Baja Thyrodur 1730 Di Lingkungan Kelembaban Tinggi, 2006 USU Reepository © 2008
Dengan adanya air akan terjadi reaksi hid rolisa dengan persamaan reaksi
Fe 2 + + 2 H 2O → FeOH + + H + Apabila terdapat oksigen dalam air akan terjadi reaksi
O2 + 2 H 2O + 4e − → 4OH − (pada larutan netral dan basa) 4 Fe(OH ) 2 + O2 + 2 H 2O → 4 Fe(OH )3
2 Fe(OH )3 → Fe2O3 + 3H 2O
( Fe2O3 adalah karat)
Mekanisme terbentuknya lubang korosi pada permukaan baja dengan adanya udara dan uap air ditunjukkan pada Gambar 2.5. Gambar 2.5 menjelaskan bahwa oksigen akan menempuh lintasan yang cukup jauh untuk mencapai bagian tengah titik air sehingga bagian ini menjadi anoda. Akibatnya terjadi pelarutan logam di bagian tengah titik air dan reaksi ion-ion logam dengan ion-ion hidroksil menyebabkan penumpukan produk korosi di seputar lubang sumuran dan membentuk cincin karat.
Indra Hasan : Kekuatan Lelah Baja HQ 705 Dan Baja Thyrodur 1730 Di Lingkungan Kelembaban Tinggi, 2006 USU Reepository © 2008
(
Gambar 2.5. Mekanisme pit korosi pada permukaan baja di bawah butir air (Trethewey K.R., 1991)
Lobang yang terbentuk pada permukaan baja akibat korosi ditunjukkan pada Gambar 2.6. Lobang yang terbentuk tidak merata dan ukurannya juga berbeda antara lubang yang satu dengan lainnya.
Gambar 2.6. Pitting pada Stainless Steel dengan bentuk deep (From A.I. Asphahani and W.L. Silence, Metals Handbook, Vol.13, Corrosion, 9th ed., ASM, Metals Park, OH, p. 11, 1987. Reprinted by permission, ASM International, Jones, 1996)
Indra Hasan : Kekuatan Lelah Baja HQ 705 Dan Baja Thyrodur 1730 Di Lingkungan Kelembaban Tinggi, 2006 USU Reepository © 2008
2.3. Kerangka Konsep
Pelaksanaan penelitian disusun dalam suatu kerangka konsep penelitian sebagai berikut:
ALAT UJI Hygrometer
LINGKUNGAN Kelembaban Tinggi (70%, 75%, 80%, 85% dan 90% RH)
BEBAN Tipe pembebanan adalah cantilever rotating bending
PENGUJIAN LELAH Alat: Cantilever Rotating Bending Fatigue Testing Machine
PERMASALAHAN Kekuatan lelah baja HQ 705 turun lebih besar pada lingkungan kelembaban di atas 70%,
BAHAN Baja HQ 705 dan Baja Thyrodrur 1730
PENGOLAHAN DATA - Data hasil pengujian diolah dalam bentuk kurva S – N dan S vs %RH - Analisa korosi dan keretakan permukaan spesimen dengan SEM untuk mendukung dan interpretasi hasil penelitian
Hasil dan Pembahasan Diskusi, Hasil, Kesimpulan dan Saran
Gambar 2.7. Kerangka Konsep Pelaksanaan Penelitian
Indra Hasan : Kekuatan Lelah Baja HQ 705 Dan Baja Thyrodur 1730 Di Lingkungan Kelembaban Tinggi, 2006 USU Reepository © 2008
BAB 3 METODE PENELITIAN
3.1. Tempat dan Waktu
Penelitian bertempat di laboratorium Fatik dan Korosi Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik USU Medan, dan dilaksanakan sejak Februari 2005 sampai Agustus 2005, sedangkan pengamatan terhadap patahan spesimen hasil pengujian fatik menggunakan SEM di Laboratorium PTKI medan pada bulan Juni 2005 serta pengujian tarik dan kekerasan dilakukan di Laboratorium Pengujian Bahan Teknik Mesin Universitas Riau ( UNRI) pada bulan Juli 2005.
3.2. Bahan dan Ukuran Spesimen
Bahan yang digunakan dalam pengujian ini adalah baja permesinan (Machinery Steels ) khususnya untuk poros yaitu baja HQ 705, diproduksi di Swedia dan dipasarkan oleh Tira Andalan Steel, yang merupakan baja High Tensile Strength, dan baja Thyrodur 1730 merupakan baja Medium Tensile Strength yang termasuk golongan Medium Carbon Steel. Komposisi kimia dan sifat mekanis dari baja HQ 705 dan baja Thyrodur 1730 ditunjukkan pada Tabel 3.1 dan Tabel 3.2. Komposisi kimia diperoleh dari PT. Tira Andalan Steel yang merupakan hasil pengujian dan ditunjukkan dalam bentuk
Indra Hasan : Kekuatan Lelah Baja HQ 705 Dan Baja Thyrodur 1730 Di Lingkungan Kelembaban Tinggi, 2006 USU Reepository © 2008
sertifikat, sedangkan sifat mekanis diperoleh dari hasil pengujian menggunakan alat uji tarik universal dan kekerasan dengan alat uji Brinell.
Tabel 3.1 Komposisi Kimia baja HQ 705 dan bajaThyrodur 1730 Bahan
C
Si
Mn
P
S
Ni
Cr
Mo
Cu
Al
HQ 705
0.34
0.26
0.55
0.018
0.01
1.43
1.44
0.17
0.27
0.032
Thyrodur 1730
0.45
0.3
0.7
-
-
-
-
-
Tabel 3.2 Sifat Mekanis baja HQ 705 dan baja Thyrodur 1730 Bahan
Sy(0,2) (MPa)
Sut (MPa)
ε (%)
HB
HQ 705
865.87
1109.12
17.1
352.42
Thyrodur 1730
443.27
786.62
22.9
203.85
Ukuran spesimen uji fatik dibuat berdasarkan standar ASTM E466 seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.1. 175
φ 10
20
φ 12
φ 8
R 30
95
Gambar 3.1. Ukuran Spesimen Uji Fatik (Sesuai ASTM E 466)
Indra Hasan : Kekuatan Lelah Baja HQ 705 Dan Baja Thyrodur 1730 Di Lingkungan Kelembaban Tinggi, 2006 USU Reepository © 2008
Spesimen dibentuk secara mekanis (dibubut) dari diameter 16 mm sampai diperoleh ukuran seperti pada Gambar 3.1. Pembubutan dilakukan dengan pemakanan sehalus mungkin untuk menghindari pembebanan
yang
besar
pada
saat
pembubutan dan mengurangi temperatur yang terjadi pada spesimen yang dapat menimbulkan tegangan sisa pada spesimen.
3.3. Peralatan
Alat uji yang digunakan untuk mengetahui kekuatan lelah dari spesimen adalah Mesin Uji Fatik Tipe Cantilever Rotating Bending yang ditunjukkan pada Gambar 3.2. Alat ini dilengkapi dengan pengatur kelembaban lingkungan pengujian, counter untuk mengetahui siklus lelah spesimen, pengatur beban bending pada spesimen, poros tempat spesimen berputar dan menerima pembebanan. Alat yang digunakan untuk mengamati keretakan yang terjadi pada permukaan spesimen digunakan Scanning Elektron Microscope (SEM), sedangkan untuk mengetahui ultimate tensile strength dan yield strength menggunakan Universal Testing Machines dan Hardnes Tester untuk mengetahui kekerasan baja. Peralatan bantu lain yang digunakan adalah Thermometer untuk mengukur suhu ruangan dan suhu di dalam chamber, Dial Gauge dengan Magnetic Base untuk membantu center pemasangan spesimen pada poros alat uji. Vernier Calipers untuk mengetahui dan memastikan ukuran spesimen uji, Tachometer infra red untuk mengetahui putaran poros tempat spesimen berputar.
Indra Hasan : Kekuatan Lelah Baja HQ 705 Dan Baja Thyrodur 1730 Di Lingkungan Kelembaban Tinggi, 2006 USU Reepository © 2008
17
18
19
20 1 2 3 4 5 6 7
888
8 9
1. Chamber 2. Sensor 3. Spesimen 4. Bantalan Beban 5. Microswitch 6. Fan 7. Beban 8. Control Valve 9. Air 10. Elemen Pemanas 11. Hidrometer 12. Unit Pengontrol Kelembaba 13. Swicth 14. Counter 15. Penunjuk kelembaban 16. Kontaktor 17. Motor 18. Poros 19. Pulley dan belt 20. Bantalan Poros
10 16
15
14
13
12
11
Gambar 3.2. Mesin Uji Fatik Tipe Cantilever Rotating Bending
Indra Hasan : Kekuatan Lelah Baja HQ 705 Dan Baja Thyrodur 1730 Di Lingkungan Kelembaban Tinggi, 2006 USU Reepository © 2008
3.4. Pelaksanaan Penelitian
Penelitian dilaksanakan dengan lingkungan yang dikondisikan sesuai dengan lingkungan pengujian yang diinginkan. Lingkungan diatur sedemikian rupa sampai diperoleh temperatur dan kelembaban dalam ruang pengujian konstan selama pengujian
spesimen dengan menggunakan alat kontrol kelembaban. Sedangkan
pengaruh faktor putaran dan getaran dikurangi semaksimal mungkin dengan pemasangan spesimen uji center pada poros dengan bantuan alat dial gauge. Pengaruh faktor permukaan spesimen uji dikurangi dengan mempolish sampai mencapai permukaan commercially polish menggunakan kertas pasir secara berurutan mulai dari ukuran 400, 600, 800, 1000 dan 1200, serta dipolish dengan cairan alumina. Pemberian beban sesuai perhitungan kekuatan lelah dari data sifat mekanik bahan dan dengan melakukan pengujian awal sampai didapat tingkat pembebanan yang sesuai, lingkungan pengujian divariasikan dengan kelembaban 70%RH, 75%RH, 80%RH, 85%RH, dan 90%RH, masing-masing pada siklus pembebanan yang berbeda mulai dari N = 102 sampai batas ketahanan N = 107 pada satu lingkungan pengujian. Putaran motor direduksi dari 1420 rpm menjadi 887,5 rpm untuk mendapatkan pengaruh beban dan kelembaban terhadap bahan uji. Jumlah siklus spesimen uji dihitung menggunakan counter hour sampai spesimen patah dan untuk spesimen yang tidak patah melewati N = 107 pengujian dihentikan dan dianggap spesimen tidak akan mengalami perpatahan lagi.
Indra Hasan : Kekuatan Lelah Baja HQ 705 Dan Baja Thyrodur 1730 Di Lingkungan Kelembaban Tinggi, 2006 USU Reepository © 2008
Pada satu lingkungan pengujian (satu tingkat kelembaban relatif) dilakukan pengujian terhadap 6 (enam) buah specimen untuk memperoleh minimal 6 (enam) buah titik pengujian pada kurva S-N sesuai standar pengujian fatik sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 2.1. Kelembaban relatif dikondisikan 5 (lima) tingkat sehingga jumlah minimal specimen keseluruhan adalah 30 (tiga puluh) buah. Jumlah ini dapat ditambah untuk mendapatkan keakuratan data pengujian.
3.5. Variabel yang Diamati
Pengamatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pengaruh kelembaban terhadap kekuatan lelah, hubungan antara tegangan dan siklus lelah pada satu kondisi kelembaban, hubungan tegangan dengan kelembaban pada satu kondisi siklus beban dan hubungan keretakan dengan kelembaban. Data diolah menggunakan program excel untuk mendapatkan hubungan: 1. Pengaruh kelembaban tinggi terhadap bahan baja HQ 705 dan baja Thyrodur 1730. 2. Kekuatan lelah dan kelembaban relatif 70%, 75 %, 80%, 85%, dan 90% pada baja HQ 705 dan baja Thyrodur 1730 yang mengalami pembebanan fatik.
Indra Hasan : Kekuatan Lelah Baja HQ 705 Dan Baja Thyrodur 1730 Di Lingkungan Kelembaban Tinggi, 2006 USU Reepository © 2008
BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Penelitian
Penelitian terhadap kekuatan lelah baja HQ 705 dan baja Thyrodur 1730 telah dilakukan pada lingkungan kelembaban tinggi yaitu pada kelembaban relatif 70%, 75%, 80%, 85% dan 90% menggunakan mesin uji fatik tipe cantilever . Hasil pengujian pada lingkungan kelembaban relatif tersebut ditampilkan dalam bentuk kurva S-N sebagaimana yang ditunjukkan pada Gambar 4.1 dan Gambar 4.2. Gambar 4.1 menunjukkan kurva S-N dari baja Thyrodur 1730, pada temperatur ruangan pengujian 30oC. Pada Gambar 4.1 terlihat bahwa garis kurva kelembaban relatif 90% dengan kekuatan lelah 261,11 MPa lebih rendah dari garis kurva pada kelembaban relatif 85% dengan kekuatan lelah 334,23 MPa, garis kurva pada kelembaban relatif 85% lebih rendah dari garis kurva pada kelembaban relatif 80% dengan kekuatan lelah 365,56 MPa, garis kurva pada kelembaban relatif 80% lebih rendah dari garis kurva pada kelembaban relatif 75% dengan kekuatan lelah 407,34 MPa, dan garis kurva pada kelembaban relatif 75% lebih rendah dari garis kurva pada kelembaban relatif 70% dengan kekuatan lelah 438,67 MPa. Sedangkan pada kelembaban relatif 95% sampai 100% garis kurva hampir berimpit, hal ini
Indra Hasan : Kekuatan Lelah Baja HQ 705 Dan Baja Thyrodur 1730 Di Lingkungan Kelembaban Tinggi, 2006 USU Reepository © 2008
menunjukkan kekuatan lelah baja tidak begitu dipengaruhi oleh peningkatan kelembaban relatif dari 95% sampai 100%. Garis kurva yang semakin rendah ini menunjukkan kekuatan lelah mengalami penurunan seiring dengan menurunnya garis kurva, atau kekuatan lelah baja Thyrodur 1730 semakin menurun dengan bertambahnya tingkat kelembaban relatif lingkungan pengujian atau baja Thyrodur 1730 dipengaruhi oleh kelembaban tinggi atau baja Thyrodur 1730 mengalami kegagalan lebih cepat dengan meningkatnya kelembaban relatif lingkungan.
800
700
K e kuatan Le lah, S (M Pa)
600
500
Thyrodur 1730 400
70% R H , 30'C Tem p. R uang 300
75% R H , 30'C Tem p. R uang 80% R H , 30'C Tem p. R uang 85% R H , 30'C Tem p. R uang 90% R H , 30'C Tem p. R uang
200
95% R H , 30'C Tem p. R uang 100% R H , 30'C Tem p. R uang
100
0 1.E+00
1.E+01
1.E+02
1.E+03
1.E+04
1.E+05
1.E+06
1.E+07
1.E+08
Siklus (N)
Gambar 4.1. Kurva S-N Baja Thyrodur 1730
Indra Hasan : Kekuatan Lelah Baja HQ 705 Dan Baja Thyrodur 1730 Di Lingkungan Kelembaban Tinggi, 2006 USU Reepository © 2008
Gambar 4.2 merupakan kurva S-N dari baja HQ 705, pada temperatur lingkungan pengujian 30oC. Pada Gambar 4.2 terlihat bahwa garis kurva kelembaban relatif 90% dengan kekuatan lelah 417,78 MPa lebih rendah dari garis kurva pada kelembaban relatif 85%, dengan kekuatan lelah 449,12 MPa, garis kurva pada kelembaban relatif 85% lebih rendah dari garis kurva pada kelembaban relatif 80% dengan kekuatan lelah 501,34 MPa, garis kurva pada kelembaban relatif 80% lebih rendah dari garis kurva pada kelembaban relatif 75% dengan kekuatan lelah 522,23 MPa, dan garis kurva pada kelembaban relatif 75% lebih rendah dari garis kurva 70% dengan kekuatan lelah 564,01 MPa. Garis kurva yang semakin rendah ini menunjukkan kekuatan lelah mengalami penurunan seiring dengan menurunnya garis kurva, atau kekuatan lelah baja HQ 705 semakin menurun dengan bertambahnya tingkat kelembaban relatif lingkungan pengujian.
1200
K ekuatan Lelah, S (MPa)
1000
800
HQ 705 600
7 0 % R H , 3 0 'C T e m p . R u a n g 7 5 % R H , 3 0 'C T e m p . R u a n g 8 0 % R H , 3 0 'C T e m p . R u a n g
400
8 5 % R H , 3 0 'C T e m p . R u a n g 9 0 % R H , 3 0 'C T e m p . R u a n g
200
9 5 % R H , 3 0 'C T e m p . R u a n g 1 0 0 % R H , 3 0 'C T e m p . R u a n g
0 1 .E + 0 0
1.E + 01
1 .E + 0 2
1.E + 03
1 .E + 0 4
1.E + 05
1 .E + 0 6
1.E + 07
1 .E + 0 8
S ik lu s ( N )
Gambar 4.2. Kurva S-N Baja HQ 705
Indra Hasan : Kekuatan Lelah Baja HQ 705 Dan Baja Thyrodur 1730 Di Lingkungan Kelembaban Tinggi, 2006 USU Reepository © 2008
Garis kurva yang semakin menurun dengan semakin tinggi tingkat kelembaban relatif lingkungan pengujian menunjukkan bahwa baja HQ 705 dipengaruhi oleh lingkungan kelembaban tinggi, sebagaimana yang terjadi pada baja Thyrodur 1730 mengalami kegagalan lebih cepat dengan meningkatnya kelembaban relatif lingkungan, tetapi baja HQ 705 mempunyai endurance limit yang lebih tinggi dari baja Thyrodur 1730 atau baja HQ 705 mempunyai kekuatan lelah lebih besar dari baja Thyrodur 1730, yang disebabkan oleh kekuatan tarik baja HQ 705 lebih tinggi dari kekuatan tarik baja Thyrodur 1730.
Gambar 4.3. Hubungan antara Kekuatan Lelah baja HQ 705 dan baja Thyrodur 1730 dengan Kelembaban Relatif pada Siklus 106
Indra Hasan : Kekuatan Lelah Baja HQ 705 Dan Baja Thyrodur 1730 Di Lingkungan Kelembaban Tinggi, 2006 USU Reepository © 2008
Gambar 4.3 menunjukkan hubungan antara kekuatan lelah baja HQ 705 dan baja Thyrodur 1730 dengan kelembaban relatif lingkungan pada siklus 106. Kekuatan lelah baja HQ 705 dan baja Thyrodur 1730 menunjukkan penurunan atau dipengaruhi oleh lingkungan berkelembaban tinggi. Penurunan mulai terjadi pada kelembaban relatif 70% sampai kelembaban relatif 90%. Garis kurva penurunan kekuatan lelah baja HQ 705 mempunyai kemiringan lebih rendah dari kemiringan garis kurva baja Thyrodur 1730, sehingga dari kemiringan garis kurva ini diketahui bahwa penurunan kekuatan lelah baja HQ 705 lebih rendah dari penurunan kekuatan lelah baja Thyrodur 1730, yang dapat dihitung dengan selisih harga kekuatan lelah pada lingkungan kelembaban 90% dengan 70% dan diperoleh bahwa penurunan kekuatan lelah baja HQ 705 sebesar 25,92 %, dan penurunan kekuatan lelah baja Thyrodur 1730 sebesar 40,47 %.
4.2. Pembahasan
Peninjauan penyebab penurunan kekuatan lelah baja HQ 705 yang lebih rendah dibandingkan baja Thyrodur 1730 dapat dibahas pada perbedaan yang terdapat pada baja HQ 705 yaitu baja HQ 705 sudah diberikan perlakuan treatment awal untuk meningkatkan kekuatan dan meningkatkan ketanggguhan material yang dijual ke konsumen, dengan kelebihan dari baja Thyrodur 1730 yaitu walaupun sudah diberikan perlakuan panas masih bisa dimesin dengan baik sebagaimana baja Tyhrodur 1730 hasil produksi yang belum diberikan perlakuan panas atau material yang masih membutuhkan perlakuan panas lanjutan
untuk
meningkatkan
Indra Hasan : Kekuatan Lelah Baja HQ 705 Dan Baja Thyrodur 1730 Di Lingkungan Kelembaban Tinggi, 2006 USU Reepository © 2008
kekuatan atau ketangguhan. Perbedaan ini memberikan perbedaan tingkat kekuatan lelah dan batas ketahanan baja , akan tetapi kedua baja tetap mengalami penurunan kekuatan lelah akibat pengaruh kelembaban tinggi yaitu pada kelembaban relatif 70% sampai 90%. Penurunan kekuatan lelah pada kelembaban relatif 70% sampai 90% ini disebut baja mengalami transisi tegangan sebagaimana pernyataan Ko Hang Nam (2003) terhadap baja High Carbon Chromium dilingkungan kelembaban relatif 85%. Transisi tegangan ini merupakan penurunan kekuatan lelah yang memindahkan batas kekuatan lelah pada tingkat yang lebih rendah . Baja HQ 705 mempunyai kekuatan lelah 25,92% lebih rendah dan baja Thyrodur 1730 40,47% lebih rendah dari batas kekuatan lelah yang harus dimiliki baja tersebut. Penurunan kekuatan lelah baja HQ 705 jika dibandingkan dengan penurunan kekuatan lelah baja TEW 6582 menunjukkan penurunan yang hampir sama tetapi berbeda dalam hal kekuatan tarik yaitu kekuatan tarik baja HQ 705 lebih besar dari kekuatan tarik baja TEW 6582, sehingga dari keadaan ini dapat dinyatakan bahwa pengaruh lingkungan kelembaban tinggi pada baja HQ 705 dan TEW 6582 adalah sama, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.4. tetapi terdapat perbedaan yang cukup besar pada baja Thyrodur 1730 yaitu terjadi penurunan kekuatan lelah lebih besar pada lingkungan kelembaban tinggi, yang menunjukkan baja Thyrodur 1730 sangat sensitif terhadap kelembaban tinggi dibandingkan baja HQ 705.
Indra Hasan : Kekuatan Lelah Baja HQ 705 Dan Baja Thyrodur 1730 Di Lingkungan Kelembaban Tinggi, 2006 USU Reepository © 2008
Kekuatan Lelah S , (M Pa)
600 550 500 450 400 350 300 250 200
T EW 6582 EM S 45 S45C
150 100 50 0
SS 400 HQ 705 T h y ro d u r 1 7 3 0
50
60
70
80
90
1
R e l a ti ve H u m i d i ty %
Gambar 4.4. Hubungan antara Kekuatan Lelah baja HQ 705, baja Thyrodur 1730 TEW 6582, EMS 45, S45C, dan SS 400 dengan Kelembaban Relatif pada Siklus 106
Gambar 4.4 menunjukkan baja HQ 705 dan baja Thyrodur 1730 mengalami transisi tegangan pada lingkungan kelembaban relatif 70% atau mengalai perubahan tegangan ke arah penurunan tegangan sampai pada kelembaban relatif 90%, sehingga daerah transisi berkisar antara kelembaban relatif 70% sampai 90%. Untuk mengetahui kenapa terjadi perbedaan penurunan kekuatan lelah pada baja HQ 705 dan baja Thyrodur 1730 yang cukup besar, dapat ditinjau dengan pengamatan terhadap permukaan retak pada masing-masing material menggunakan
Indra Hasan : Kekuatan Lelah Baja HQ 705 Dan Baja Thyrodur 1730 Di Lingkungan Kelembaban Tinggi, 2006 USU Reepository © 2008
SEM (Scanning Electron Microscope). Pengamatan dilakukan terhadap spesimen yang
mengalami perpatahan pada siklus di atas N = 106, sedangkan terhadap
spesimen dengan siklus di bawah N = 106 tidak dilakukan pengamatan dengan SEM karena terjadinya perpatahan pada spesimen lebih besar disebabkan oleh pembebanan, sedangkan kelembaban belum berpengaruh karena lingkungan membutuhkan waktu untuk dapat menyebabkan korosi pada material, dan untuk spesimen dengan siklus di atas N = 107 tidak dilakukan pengamatan karena material yang telah melewati siklus N = 107 dianggap tidak akan mengalami perpatahan lagi.
Gambar 4.5. Permukaan patah dari baja HQ 705 di lingkungan kelembaban relatif 90% pada N = 106, Temperatur 30oC Pada Gambar 4.5 dapat dilihat bahwa pada kelembaban relatif 90% baja HQ 705 mengalami keretakan yang cukup panjang dibandingkan kelembaban yang lebih rendah yaitu pada kelembaban relatif 85% yang dapat dilihat pada Gambar 4.6. dimana retakan terjadi menjalar tegak lurus pembebanan tarik dan sedikit bergeser
Indra Hasan : Kekuatan Lelah Baja HQ 705 Dan Baja Thyrodur 1730 Di Lingkungan Kelembaban Tinggi, 2006 USU Reepository © 2008
arahnya akibat pembebanan puntir. Retakan tampak dimulai dari titik ketidakmulusan bahan atau cacat titik yang dibentuk oleh korosi pada permukaan baja . Cacat titik yang berbentuk lobang ini disebut korosi pit yang ditimbulkan oleh lingkungan kelembaban tinggi . Dalil (2005) menemukan ukuran korosi pit yang terbentuk akan semakin besar dengan meningkatnya kelembaban relatif lingkungan. Arah retakan sejajar bidang slip akibat pembebanan rotating dan tegak lurus arah pembebanan bending. Dari arah retakan ini diasumsikan bahwa terjadinya keretakan tidak disebabkan pembebanan berlebih tetapi oleh siklus pembebenan berulang yang menyebabkan slip pada permukaan dan dengan adanya O2 dan H2O dipermukaan baja pada kelembaban relatif yang tinggi terjadi korosi pada bidang slip yang terbuka. Lobang yang dibentuk oleh korosi ini menjadi inisial terbentuknya keretakan. Keretakan yang terbentuk akan bergerak lebih cepat menuju kedalam (dari permukaan menuju ketitik pusat specimen uji, Fuch, 1980). Penjalaran retak ini sangat cepat menyebabkan kegagalan, sehingga pada pembebanan fatik kegagalan terjadi secara tiba-tiba atau tanpa ada tanda-tanda awal yang dapat dilihat secara makro.
Indra Hasan : Kekuatan Lelah Baja HQ 705 Dan Baja Thyrodur 1730 Di Lingkungan Kelembaban Tinggi, 2006 USU Reepository © 2008
Gambar 4.6. Permukaan patah dari baja HQ 705 di lingkungan kelembaban relatif 85% pada N = 106, Temperatur 30oC Keretakan yang terjadi pada Gambar 4.6, juga terjadi sebgaimana keretakan pada Gambar 4.5, tetapi denga lingkungan kelembaban yang lebih rendah sehingga jumlah uap air dan udara dipermukaan lebih sedikit yang memicu terjadinya keretakan dipermukaan baja. Keretakan tampak lebih halus dan pendek dibandingkan keretakan yang terlihat pada permukaan baja dilingkungan kelembaban relatif 90%.
Gambar 4.7. Permukaan patah dari baja HQ 705 di lingkungan kelembaban relatif 80% pada N = 106, Temperatur 30oC
Keretakan yang ditunjukkan pada Gambar 4.7 adalah keretakan yang terjadi pada baja HQ 705 dilingkungan kelembaban relatif 80%. Keretakan terlihat lebih kecil dengan jumlah yang juga relatif lebih sedikit dibanding keretakan yang terjadi
Indra Hasan : Kekuatan Lelah Baja HQ 705 Dan Baja Thyrodur 1730 Di Lingkungan Kelembaban Tinggi, 2006 USU Reepository © 2008
pada kelembaban relatif 85%. Keretakan yang muncul sedikit tetapi bidang slip untuk inisial keretakan tampak cukup banyak . Bidang slip ini sangat potensial untuk tempat terjadinya keretakan dilingkungan kelembaban lebih tinggi dari 80% seperti pada Gambar 4.5 , dimana keretakan tampak lebih jelas.
Gambar 4.8. Permukaan patah dari baja HQ 705 di lingkungan kelembaban relatif 75% pada N = 106, Temperatur 30oC Gambar 4.8 menunjukkan permukaan apath dari baja HQ 705 dilingkungan kelembaban relatif 75%. Keretakan tampak lebih halus dibandingkan keretakan yang ditunjukkan pada lingkungan kelembaban relatif lebih tinggi, tetapi bidang slip untuk inisial keretakan tampak dengan jelas didekat titik ketidakmulusan permukaan baja.
Indra Hasan : Kekuatan Lelah Baja HQ 705 Dan Baja Thyrodur 1730 Di Lingkungan Kelembaban Tinggi, 2006 USU Reepository © 2008
Gambar 4.9. Permukaan patah dari baja HQ 705 di lingkungan kelembaban relatif 70% pada N = 106, Temperatur 30oC Gambar 4.9 menunjukkan permukaan patah dari baja HQ 705 dilingkungan kelembaban relatif 70%.
Keretakan lebih halus dan lebih sedikit dibandingkan
keretakan yang ditunjukkan pada lingkungan kelembaban relatif lebih tinggi, bidang slip sebagai inisial keretakan juga sedikit dan titik-titik ketidakmulusan permukaan juga tampak sedikit . Sehingga pada kelembaban relatif 70%, pengaruh kelembaban relatif belum besar pengaruhnya terhadap terjadinya keretakan , tetapi keretakan yang halus pada permukaan menunjukkan terdapat sedikit pengaruh kelembaban. Merujuk pada Gambar 4.8, keretakan yang halus pada permukaan baja dilingkungan kelembaban relatif 70% merupakan awal dari terjadinya transisi tegangan.
Gambar 4.10. Permukaan patah dari baja Thyrodur 1730 di lingkungan kelembaban relatif 90% pada N = 106, Temperatur 30oC Gambar 4.10 menunjukkan permukaan patah dari baja Thyrodur 1730 dilingkungan kelembaban relatif 90%. Pada gambar tersebut terlihat keretakan yang cukup banyak dan tampak dengan jelas. Keretakan pada baja Thyrodur 1730 ini juga tampak lebih jelas dibandingkan keretakan yang muncul pada permukaan baja HQ
Indra Hasan : Kekuatan Lelah Baja HQ 705 Dan Baja Thyrodur 1730 Di Lingkungan Kelembaban Tinggi, 2006 USU Reepository © 2008
705 dilingkungan kelembaban relatif 90%. Dengan perbandingan keretakan yang tampak pada kedua baja akan memberikan informasi bahwa baja Thyrodur 1730 lebih mudah mengalami keretakan pada lingkungan relatif 90%, dan sesuai dengan Gambar 4.3, transisi tegangan yang terjadi pada baja Thyrodur 1730 jauh lebih besar dari transisi tegangan baja HQ 705 , hal ini dibenarkan oleh ukuran dan jumlah keretakan yang terjadi pada permukaan kedua baja tersebut. Dengan kondisi permukaan baja Thyrodur 1730 dan baja HQ 705 dapat dinyatakan bahwa baja Thyrodur 1730 lebih sensitif terhadap kelembaban relatif yang tinggi dibandingkan baja HQ 705.
Gambar 4.11. Permukaan patah dari baja Thyrodur 1730 di lingkungan kelembaban relatif 85% pada N = 106, Temperatur 30oC
Gambar 4.11 menunjukkan permukaan baja Thyrodur 1730 dilingkungan kelembaban relatif 85%. Keretakan tampak lebih sedikit dibandingkan keretakan pada permukaan baja dilingkungan kelembaban relatif 90%, walaupun dalam ukuran panjang keretakan yang hampir sama. Sehingga kelembaban relatif sangat berpengaruh terhadap terjadinya keretakan pada baja. Pengaruh kelembaban relatif ini
Indra Hasan : Kekuatan Lelah Baja HQ 705 Dan Baja Thyrodur 1730 Di Lingkungan Kelembaban Tinggi, 2006 USU Reepository © 2008
sangat jelas pada baja Thyrodur 1730 dibandingkan baja HQ 705, dengan melihat perbedaan antara satu tingkat kelembaban relatif lingkungan pengujian. Sensitifnya baja Thyrodur 1730 terhadap kelembaban tinggi sudah terbukti dan perlu mendapat perhatian dalam pemakaian terhadap pengaruh lingkungan kerkelembaban.
Gambar 4.12. Permukaan patah dari baja Thyrodur 1730 di lingkungan kelembaban relatif 80% pada N = 106, Temperatur 30oC Gambar 4.12 menunjukkan permukaan baja Thyrodur 1730 dilingkungan kelembaban relatif 80%. Keretakan terlihat panjangdan lebih halus dibandingkan keretakan pada lingkungan kelembaban relatif 80% dan 90%. Bidang slip tampak dengan jelas sebagai tempat munculnya keretakan.
Indra Hasan : Kekuatan Lelah Baja HQ 705 Dan Baja Thyrodur 1730 Di Lingkungan Kelembaban Tinggi, 2006 USU Reepository © 2008
Gambar 4.13. Permukaan patah dari baja Thyrodur 1730 di lingkungan kelembaban relatif 75% pada N = 106, Temperatur 30oC Gambar 4.13 menunjukkan permukaan baja Thyrodur 1730 dilingkungan kelembaban relatif 75% . Pada lingkungan relatif 75% ini terdapat perbedaan permukaan dengan lingkungan 80%, 85% dan 90%, yaitu keretakan yang muncul dan bidang slip permukaan yang sedikit. Titik-titik atau cacat permukaan terlihat dengan keretakan yang memanjang tetapi bidang slip dan keretakan halus sedikit terlihat, dan begitu juga pada Gambar 4.14 yang menunjukkan permukaan baja Thyrodur 1730 dilingkungan kelembaban relatif 70%. Sehingga dari kondisi ini dapat diinformasikan bahwa kelembaban relatif diatas 75% jauh lebih mempengaruhi baja Thyrodur 1730 dibandingkan dilingkungan kelembaban relatif lebih rendah.
Gambar 4.14. Permukaan patah dari baja Thyrodur 1730 di lingkungan kelembaban relatif 70% pada N = 106, Temperatur 30oC Permukaan baja Thyrodur 1730 dilingkungan kelembaban relatif 70% seperti ditunjukkan pada Gambar 4.14 mempunyai keretakan yang lebih pendek dan dalam
Indra Hasan : Kekuatan Lelah Baja HQ 705 Dan Baja Thyrodur 1730 Di Lingkungan Kelembaban Tinggi, 2006 USU Reepository © 2008
jumlah yang sedikit. Bidang slip sebagai inisial keretakan pada permukaan tidak begitu terlihat, sehingga kelembaban relatif 70% ini tidak begitu mempengaruhi baja Thyrodur 1730, tetapi transisi tegangan dimulai dari kelembaban relatif 70% ini sesuai pada Gambar 4.3 . Hasil pengamatan dengan SEM dari Gambar 4.5 sampai Gambar 4.14 telah diuraikan dan telah menunjukkan bahwa terdapat keretakan pada permukaan specimen. Baja HQ 705 pada Gambar 4.5 sampai Gambar 4.9 terlihat keretakan yang terjadi berbentuk memanjang tegak lurus pembebanan, dan baja Thyrodur pada Gambar 4.10 sampai Gambar 4.14 juga menunjukkan keretakan terjadi memanjang tetapi berbeda dalam ukuran dengan baja HQ 705. Keretakan baja Thyrodur 1730 lebih panjang dan lebih lebar ukuran serta jumlah retaknya dibandingkan baja HQ 705 terutama dilingkungan kelembaban relatif 90%. Dalam pengamatan dapat dinyatakan bahwa rendahnya kekuatan lelah baja Thyrodur 1730 tampak dari keretakan yang terjadi, dan dapat disimpulkan bahwa baja HQ 705 tahan terhadap keretakan dan mempunyai kekuatan lelah lebih tinggi. Tingginya kekuatan lelah baja HQ 705 jika ditinjau dari komposisi kimia karena baja HQ 705 mengandung unsur Ni sebanyak 1.43% dan Cr 1.44% sedangkan untuk baja Thyrodur tidak terdapat unsur-unsur tersebut. Sebagaimana disebutkan Shgley (1989) penambahan Cr akan memberikan baja bersifat liat dan meningkatkan kekerasan, Ni dapat meningkatkan kekuatan tanpa mengurangi sifat keliatan, dan dengan penambahan Ni-Cr secara bersamaan akan meningkatkan keliatan dan ketahanan terhadap aus. Dari komposisi kimia yang dimiliki oleh baja HQ 705 dapat
Indra Hasan : Kekuatan Lelah Baja HQ 705 Dan Baja Thyrodur 1730 Di Lingkungan Kelembaban Tinggi, 2006 USU Reepository © 2008
memberikan gambaran bahwa baja HQ 705 akan lebih tahan terhadap keretakan, karena untuk terjadinya retakan - retakan awal tersebut akan lebih sulit dibandingkan baja Thyrodur 1730, karena baja HQ 705 memiliki sifat tahan kehausan atau permukaan baja HQ 705 jauh lebih baik dari permukaan baja Thyrodur 1730. Pembentukan bidang slip pada baja HQ 705 lebih sulit dibandingkan pembentukan bidang slip pada baja Thyrodur 1730 karena sifat ketahanan aus permukaan ada pada baja HQ 705, walaupun pembebanan tetap menyebabkan terjadinya slip tetapi lapisan film permukaan baja HQ 705 lebih sulit terbuka untuk diserang oleh korosi dan penjalaran retaknya akan lebih lambat jika dibandingkan dengan baja Thyrodur 1730. Pada Gambar 4.5 sampai Gambar 4.14, dari hasil pengamatan SEM dapat dilihat bahwa terjadinya penurunan kekuatan lelah baja HQ 705 lebih rendah dari penurunan kekuatan lelah baja Thyrodur 1730 digambarkan karena keretakan yang terjadi pada baja Thyrodur 1730 lebih besar, lebih panjang mulai dari kelembaban 70% sampai 90% yang cendrung meningkat terus seiring kenaikan tingkat kelembaban relatif. Tetapi pada baja HQ 705 ukuran keretakan yang terjadi lebih kecil atau lebih halus dan lebih pendek, sehingga penurunan kekuatan lelah yang lebih rendah disebabkan keretakan pada baja HQ 705 lebih sulit terbentuk dibanding pada baja Thyrodur 1730.
Indra Hasan : Kekuatan Lelah Baja HQ 705 Dan Baja Thyrodur 1730 Di Lingkungan Kelembaban Tinggi, 2006 USU Reepository © 2008
Tabel 4.1 Jumlah dan Panjang Retak baja HQ 705 dan baja Thyrodur 1730 pada N = 106
Panjang Retak (μm) Lingkungan (RH) 0-49
50-99
100-149
150-199
200-249
1 2 2 3
2 0 1 1
1 0 0
1 0
1
0 1 2 2 1
1 0 0 1 3
1 0 0 2
1 0 0
1 0
250-299
HQ 705 Pada N = 106 70 % 75 % 80 % 85 % 90 % Thyrodur 1730 Pada N = 106 70 % 75 % 80 % 85 % 90 %
1
Ukuran keretakan yang terjadi pada baja HQ 705 dan baja Thyrodur 1730 ditunjukan pada Tabel 4.1 dan pada Gambar 4.15. Pada tabel 4.1 terlihat bahwa jumlah keretakan yang paling banyak terjadi adalah pada kelembaban relatif 90% untuk kedua jenis baja HQ 705 dan baja Thyrodur 1730, sedangkan keretakan yang paling panjang adalah pada baja Thyrodur 1730 yang mencapai panjang keretakan maksimum 290 μm. Gambar 4.15 menunjukkan keretakan yang terjadi pada baja Thyrodur lebih besar dan lebih panjang dibandingkan keretakan yang terjadi pada baja HQ 705,
Indra Hasan : Kekuatan Lelah Baja HQ 705 Dan Baja Thyrodur 1730 Di Lingkungan Kelembaban Tinggi, 2006 USU Reepository © 2008
sehingga dari Tabel 4.1. dan Gambar 4.15 dapat dinyatakan bahwa penurunan kekuatan lelah baja Thyrodur 1730 lebih besar dari baja HQ 705 karena keretakan yang terjadi lebih besar dan lebih panjang pada lingkungan kelembaban tinggi.
500
m
400
Panjang Retak Maksimum
450
350 300
y = 0.0714x 2 + 0.0714x - 296.43
HQ705 250
Thyrodur 1730
200
Pada : N = 106 Siklus : Temperatur 30oC
150 100
y = 0.0857x 2 - 4.7143x - 48.714
50 0 50
55
60
65
70
75
80
85
90
95
Relative Humidity %
Gambar 4.15. Hubungan antara Panjang Retak Maksimum Baja HQ705 dan Baja Thyrodur 1730 dengan Kelembaban Relatif pada N = 106 siklus, Temperatur 30oC Persentase penurunan kekuatan lelah baja HQ 705 dan baja Thyrodur 1730 jika ditinjau terhadap kekuatan tarik dapat dilihat bahwa baja HQ 705 yang tergolong baja High Tensile Strength mempunyai kecendrungan penurunan kekuatan lelah dengan semakin besarnya kekuatan tarik. tetapi terdapat yang sangat besar terhadap baja Thyrodur 1730 dimana persentase penurunan kekuatan jauh lebih besar
Indra Hasan : Kekuatan Lelah Baja HQ 705 Dan Baja Thyrodur 1730 Di Lingkungan Kelembaban Tinggi, 2006 USU Reepository © 2008
dibandingkan baja HQ 705 dan mendekati pada material HT 800 dan SS 400 yang
Perbandingan Penurunan Kekuatan Lelah pada Lingkungan Kelembaban Tinggi
mengalami pembebanan aksial.
Tensile Strength (Sut) MPa
Gambar 4.16. Hubungan antara Perbandingan Penurunan Kekuatan Lelah dengan Tegangan Tarik baja HQ 705 dan baja Thyrodur 1730, serta TEW 6582 dan EMS 45 pada Pembebanan Rotating Bending dengan Baja HT 800 dan SS 400 pada Pembebanan Aksial di Lingkungan Kelembaban Tinggi. Sehingga dari kedua material baja HQ 705 dan baja Thyrodur 1730 dapat diambil suatu kesimpulan bahwa baja Thyrodur tidak baik digunakan sebagai poros yang bekerja pada lingkungan kelembaban tinggi karena sangat sensitif terhadap kelembaban tinggi atau jauh lebh cepat mengalami kegagalan karena pengaruh lingkungan kelembaban tinggi.
Indra Hasan : Kekuatan Lelah Baja HQ 705 Dan Baja Thyrodur 1730 Di Lingkungan Kelembaban Tinggi, 2006 USU Reepository © 2008
Gambar 4.17. Hubungan antara Kekuatan Tarik baja HQ 705, TEW 6582, EMS 45, S45C, SS 400 dan baja Thyrodur 1730 dengan Endurance Limit (Batas Ketahanan Fatik)
Pada Gambar 4.17 terlihat bahwa pada kelembaban relatif 70% baja mempunyai kecendrungan endurance limit semakin tinggi dengan semakin tingginya kekuatan tarik sedangkan pada kelembaban relatif 90% (kelembaban tinggi) endurance limit dari baja cendrung untuk tidak mengalami kenaikan atau cendrung menuju kestabilan dengan semakin naiknya kekuatan tarik. Sehingga dari kondisi ini dapat dinyatakan bahwa baja yang dipakai pada kelembaban tinggi, peningkatan kekuatan tarik tidak begitu bermanfaat untuk meningkatkan endurance limit dari baja, tetapi pada kelembaban relatif 70% dengan peningkatan kekuatan tarik akan meningkatkan ketahanan baja dalam pemakaian.
Indra Hasan : Kekuatan Lelah Baja HQ 705 Dan Baja Thyrodur 1730 Di Lingkungan Kelembaban Tinggi, 2006 USU Reepository © 2008
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Dari hasil penelitian diketahui bahwa: 1. Baja HQ 705 pada lingkungan kelembaban tinggi mengalami penurunan kekuatan lelah sebesar 25,92% dan kekuatan lelah baja Thyrodur 1730 mengalami penurunan sebesar 40,47%. Baja Thyrodur 1730 lebih sensitif terhadap kelembaban tinggi dari pada baja HQ 705 dan mengalami transisi tegangan mulai dari lingkungan relatif 70% sampai 90%. 2. Besarnya penurunan kekuatan lelah baja Thyrodur 1730 seiring dengan besarnya ukuran keretakan yang terjadi pada permukaan patah baja Thyrodur 1730. sedangkan pada baja HQ 705 keretakan yang terjadi lebih halus dan pendek, sehingga penurunan kekuatan lelah lebih rendah dari baja Thyrodur 1730. 3. Faktor kelembaban relatif tersebut menjadi faktor penting dalam menentukan ketahanan baja HQ 705 dan baja Thyrodur 1730 yang digunakan pada lingkungan kelembaban tinggi.
Indra Hasan : Kekuatan Lelah Baja HQ 705 Dan Baja Thyrodur 1730 Di Lingkungan Kelembaban Tinggi, 2006 USU Reepository © 2008
5.2. Saran
Besarnya penurunan kekuatan lelah baja Thyrodur 1730 dibandingkan baja HQ 705 dan penurunannya mendekati kekuatan lelah baja SS 400 yang mengalami pembebanan aksial maka baja Thyrodur 1730 disarankan untuk tidak digunakan pada poros yang beroperasi pada lingkungan kelembaban tinggi, karena terlalu besarnya penurunan pada pembebanan rotating bending atau sangat sensitif terhadap kelembaban tinggi yang akan menyebabkan umur pemakaian baja akan pendek.
Indra Hasan : Kekuatan Lelah Baja HQ 705 Dan Baja Thyrodur 1730 Di Lingkungan Kelembaban Tinggi, 2006 USU Reepository © 2008
DAFTAR PUSTAKA
Annual Books of ASTM Standards, “Iron and Steel Products,” Section One, Volume 01.04, USA, 2001 Annual Books of ASTM Standards, “Metals Test Methods and Analytical Procedures,” Section Three, Volume 03.01, USA, 1996 Asami, K., “Acceleration Effect with Moisture in Air on Fatigue Crack Propagation of High Strength Steels,” J. Soc. Mat. Sci. Japan, Vol. 43, No. 489, pp. 659665, 1994 Asami, K., “The Influence of Moisture in Air on Fatigue Crack Propagation Characteristics of High Strength Steels,” J. Soc. Mat. Sci. Japan, pp. 425-658, 1989 Austen, I. M., and Walker, E. F., “Quantitative Understanding of the Effects of Mechanical and Environmental Variables on Corrosion Fatigue Crack Growth Behaviour”, Paper Presented at Institution of Mechanical Engineers Conference, The Influence of Environment on Fatigue, England, 1977 Austen, I. M., and Walker, E.F., “The Influence of Environmental Aggresion on the Corrosion Fatigue Behavior of Steels”, Proceeding of International Conference on Mechanisms of Environment Sensitive Cracking of Materials, University of Surrey, Guildford, England, pp. 334 – 347, 1977 Barsom, J.M., “Corrosion-Fatigue Crack Propagation below KISCC”, Engineering Fracture Mechanics, Vol. 3, pp. 15-25, 1971 Beach, J.E., Marchica, N.V., and Ichter, L.L., “A Fatigue Comparison of High Strength Steel, Stainless Steel, and Titanium in a Simulated Ocean Environment”, Proceedings of 10th Annual Offshore Technology Conference, Houston, Texas, Vol. 3, pp. 1737-1745, 1978 Budynas, G., Richard, “Advanced Strength and Applied Stress Analysis,” Second Edition, Mc.Graw-Hill, 1999 Colangelo, V.J. and Heiser, F.A., “Analysis of Metallurgical Failures,” Second Edition, John Wiley & Sons, New York, 1987
Indra Hasan : Kekuatan Lelah Baja HQ 705 Dan Baja Thyrodur 1730 Di Lingkungan Kelembaban Tinggi, 2006 USU Reepository © 2008
Collins, J.A., “Failure of Materials in Mechanical Design, Analysis Prediction Prevention,” Second Edition, New York, 1987 Davis, D. A., and Czyryca, E.J., “The Effects of Environment and Cathodic Protection on the Low-Cycle Fatigue Crack Growth Characteristics of a 5NiCr-Mo-V Steel”, Paper presented at ASME Pressure Vessels and Piping Technology Conference, San Francisco, 1980 Dieter, G.E., “Mechanical Metallurgy,” Third Edition, McGraw-Hill Book Company, New York, 1986 Ebara, E.,” Current Status and Future Problems on Corrosion Fatigue Research of Structural Materials,” pp. 1-11, 1993 Emura, H., Asami, K., “Fatigue Strength Characteristics of High Strength Steel,” Transaction of the Japan Society of Mechanical Engineers, Japan, pp 45-50, 1989 Endo, K., Komai, K., and Nakagaki, K., “Plastic Strain Fatigue of High Tensile Steel in Corrosive Media”, Bull. JSME, pp. 791-797, 1968 Forrest, P.G., “Fatigue of Metals,” Pergamon Press, Addison-Wesley Publishing Company, USA, 1962 Fuchs, H.O., Stephens, R.I., “Metal Fatigue in Engineering,” John Wiley & Sons, New York, 1980 Geankoplis, C.J., “Transport Processes and Unit Operations,” Third Edition, Prentice Hall of India, Private Limited, New Delhi, 1997 Haftirman, “Efek Pembebanan dan Ukuran terhadap Kekuatan Lelah Baja Karbon S45C di Lingkungan Kelembaban Tinggi, Jurnal Teknik, 2003 Haftirman, “Fatigue Strength of Steel in High Humidity Environment,” Transaction of the Japan Society of Mechanical Engineers, Japan, pp 1174-1184, 1995 Haftirman, “Kekuatan Lelah Paduan Aluminium di Lingkungan Berkelembaban Tinggi,” Proceedings ETM, Bandung, 2000 Hatanaka, K., Fujimitsu, T., Watanabe H., “Growth Behaviors of Small Surface Cracks in Low Carbon Steel Fatigued under Rotating Bending,” Transaction of the Japan Society of Mechanical Engineers, Japan, pp. 732-742, 1989
Indra Hasan : Kekuatan Lelah Baja HQ 705 Dan Baja Thyrodur 1730 Di Lingkungan Kelembaban Tinggi, 2006 USU Reepository © 2008
Hertzberg, R.W., “Deformation and Fracture Mechanics of Engineering Materials,” Fourth Edition, John Wiley & Sons Inc, New York, 1996 Hoeppner, D.W., “Model for Prediction of Fatigue Lives Based Upon a Pitting Corrosion Fatigue Process”, ASTM-STP 675, 841-870, 1979 Inoue K., and Sadayuki N., “Influence of Alloying Elements on Mechanical Properties and Fatigue Strength in Notched Specimens of Bainitic Microalloyed Steels”, Denki-Seiko, Vol. 69, pp.27, Daido Steel Co., Ltd, Japan, 1998. Iwamoto, K., “On the S-N Curve of Carbon Steel under Rotary Bending Conditions in City Water,” Transaction of the Japan Society of Mechanical Engineers, Japan, pp. 500-503, 1989 Jaske, C.E., Payer J.H., Balint V.S., “Corrosion Fatigue of Metals in Marine Environments,” MCIC, New York, 1981 Jones, D.A., “Principles and Prevention of Corrosion,” Second Edition, Prentice Hall, Inc., 1996 Ko Haeng-Nam, “Fatigue Behavior of High Carbon Chromium Steel in Controlled Humidity.” Original Paper, Vol. 51, No. 8 pp. 912, www.jsms.jp/kaishi/51/paper51-8-10.htm-3k Lee, H. H., and Uhlig, H. H., “Corrosion Fatigue of Type 4140 High Strength Steel,” Metallurgical Transactions, Volume 3, pp. 1249-1257, 1972 Majumdar, D., and Chung, Y., “Surface Deformation and Crack Initiation during Fatigue of Vacuum Melted Iron: Environmental Effects,” Metallurgical Transactions A, Volume 14A, pp. 1421-1425, 1983 Mehdizadeh, P., McGlasson, R.L., and Landers, J.E., “Corrosion Fatigue Performance of a Carbon Steel in Brine Containing Air, H2S, and CO2”, Corrosion, pp. 325-335, 1966 Nakajima, M., “Step Wise S-N Curve Assisted by Humidity in High Strength Steel.” Original Paper, Vol. 50 No. 9 pp. 954, www.jsms.jp/kaishi/50/paper50-94.htm-3k
Indra Hasan : Kekuatan Lelah Baja HQ 705 Dan Baja Thyrodur 1730 Di Lingkungan Kelembaban Tinggi, 2006 USU Reepository © 2008
Lampiran 1.
Data Hasil Pengujian Fatik baja HQ 705 dengan Pembebanan Rotating Bending pada Lingkungan Kelembaban Tinggi o
Temperatur ( C) No. Spec Chamber Ruang
Kelembaban (%) Chamber
Ruang
Selesai
Beban (N)
Beban Nominal (MPa)
Siklus (N)
Waktu (jam) Mulai
1
30
29
70
70
2483.3
2680.2
270
564.01
10.484.925
2
30
29
70
70
2260.13
2331.09
280
584.89
3.778.620
3
30
29
70
70
2043.51
2119.7
290
605.78
4.057.117
4
30
30
70
70
4358.2
4371.5
300
626.67
708.225
5
30
30
70
70
4371.5
4391.3
300
626.67
1.054.350
6
30
31
70
70
4395.6
4404.1
320
668.45
452.625
7
30
30
70
70
4391.3
4395.6
350
731.12
228.975
8
30
29
75
75
2368.23
2557
250
522.23
10.052.003
9
30
29
75
75
2003.33
2043.51
260
543.12
2.139.585
10
30
30
75
75
4338.1
4358.2
265
553.56
1.070.325 1.899.960
11
30
29
75
75
2332.55
2368.23
270
564.01
12
30
30
75
75
4325.7
4338.1
280
584.89
660.300
13
30
30
75
75
4316.1
4323.5
300
626.67
394.050
14
30
31
75
75
4323.5
4325.7
350
731.12
117.150
15
30
29
80
75
2680.2
2870.5
240
501.34
10.133.475
16
30
29
80
75
2221.34
2260.13
250
522.23
2.065.568
17
30
29
80
75
2368.23
2381.01
260
543.12
680.535
18
30
30
80
75
4299.8
4307.4
270
564.01
404.700
19
30
31
80
75
4310.8
4316.1
280
584.89
282.225
20
30
29
80
75
4307.4
4309.8
300
626.67
127.800
21
30
31
80
75
4309.8
4310.8
350
731.12
53.250
22
30
29
85
75
2870.5
3060.8
215
449.12
10.133.475
23
30
29
85
75
2260.13
2280
230
480.45
1.058.077
24
30
29
85
75
4285.6
4292.2
240
501.34
351.450
25
30
30
85
75
4290.2
4294.4
240
501.34
223.650
26
30
30
85
75
4294.4
4297.8
260
543.12
181.050
27
30
31
85
75
4297.8
4299.4
300
626.67
85.200
28
30
31
85
75
4299.4
4299.8
350
731.12
21.300
29
30
30
90
75
3060.8
3255.4
200
417.78
10.362.450
30
30
29
90
75
2280.12
2324.22
210
438.67
2.348.325
31
30
29
90
75
4276.1
4279.2
220
459.56
165.075
32
30
31
90
75
4280.3
4285.6
220
459.56
282.225
33
30
30
90
75
2219.7
2221.34
250
522.23
87.330
34
30
29
90
75
2324.22
2324.83
290
605.78
324.825
35
30
31
90
75
4280.2
4280.3
350
731.12
53.250
Indra Hasan : Kekuatan Lelah Baja HQ 705 Dan Baja Thyrodur 1730 Di Lingkungan Kelembaban Tinggi, 2006 USU Reepository © 2008
o
Temperatur ( C) No. Spec Chamber Ruang
Kelembaban (%)
Waktu (jam)
Chamber
Ruang
Mulai
Selesai
Beban (N)
Beban Nominal (MPa)
Siklus (N)
36
30
29
95
75
8636.7
8804.9
189
395.89
8.956.650
37
30
29
95
75
8812.8
8875.3
190
396.89
3.328.125
38
30
29
95
75
8615.3
8625.7
199
416.95
553.800
39
30
29
95
75
8804.9
8808.2
210
438.67
175.725
40
30
29
95
75
8808.9
8809.8
240
501.34
85.200
41
30
29
95
75
8811.9
8812.8
260
543.12
47.925
42
30
29
100
75
2499.5
2690.3
188
392.71
10.160.100
43
30
29
100
75
2402.19
2493.33
192
401.07
4.853.205
44
30
29
100
75
2400.93
2411.92
190
396.89
585.217.5
45
30
29
100
75
2493.33
2496.2
210
438.45
152.827.5
46
30
29
100
75
2496.2
2498.4
230
480.45
117.150
47
30
29
100
75
2498.4
2498.9
270
564.01
26.625
Indra Hasan : Kekuatan Lelah Baja HQ 705 Dan Baja Thyrodur 1730 Di Lingkungan Kelembaban Tinggi, 2006 USU Reepository © 2008
Lampiran 2.
Data Hasil Pengujian Fatik baja Thyrodur 1730 dengan Pembebanan Rotating Bending pada Lingkungan Kelembaban Tinggi
No. Spec
Temperatur (oC)
Kelembaban (% RH)
Waktu (jam)
Beban (N)
Beban Nominal (MPa)
Siklus (N)
Chamb.
Ruang
Chamb.
Ruang
Mulai
Selesai
1 2 3 4 5 6 7
30 30 30 30 30 30 30
29 29 30 29 29 31 31
70 70 70 70 70 70 70
85 85 85 85 85 85 85
4068.1 4257.9 4268.7 2331.2 4272.1 4273.8 4275.2
4257.9 4267.5 4272.1 2332.6 4273.8 4275.2 4276.1
210 220 230 240 250 260 270
438.67 459.56 480.45 501.34 522.23 543.12 564.01
10.106.850 511.200 181.050 74.550 90.525 74.550 47.925
8 9 10 11 12 13 14
30 30 30 30 30 30 30
29 29 29 29 30 30 31
75 75 75 75 75 75 75
85 85 85 85 85 85 85
3869.4 2394.3 4064.3 4060.6 4063.4 4062.4 4063.1
4060.6 2398.5 4068.1 4062.4 4064.3 4063.1 4063.4
195 200.5 210 220 240 250 270
407.34 418.83 438.67 459.56 501.34 522.23 564.01
10.181.400 223.650 202.350 95.850 47.925 37.275 15.975
15 16 17 18 19 20 21
30 30 30 30 30 30 30
29 30 30 29 29 29 30
80 80 80 80 80 80 80
85 85 85 85 85 85 85
3255.4 1640.2 3865.6 1564.99 1564.26 1563.91 3869.3
3458.2 1729.4 3869.3 1567.1 1564.9 1564.3 3869.4
175 180 185 200 220 250 275
365.56 376.00 386.45 417.78 459.56 522.23 574.45
10.799.100 4.749.368 197.025 112.357.5 38.872.5 18.637.5 5.325
22 23 24 25 26 27 28
30 30 30 30 30 30 30
30 29 30 29 30 30 31
85 85 85 85 85 85 85
85 80 85 80 80 80 85
3458.2 1568.8 3862.3 1568.01 1567.1 1729.349 3865.4
3651.7 1640.2 3865.4 1569.2 1567.8 1729.9 3865.6
160 170 175 190 200 210 240
334.23 355.11 365.56 396.89 417.78 438.67 501.34
10.303.875 3.802.050 165.075 63.367.5 37.275 31.470.75 10.650
29 30 31 32
30 30 30 30
29 30 29 30
90 90 90 90
75 75 70 75
3651.7 1743.04 1735.91 1737.94
3862.3 1804.6 1737.9 1743.0
125 130 140 140
261.11 271.56 292.45 292.45
11.214.450 3.278.070 108.097.5 271.575
Indra Hasan : Kekuatan Lelah Baja HQ 705 Dan Baja Thyrodur 1730 Di Lingkungan Kelembaban Tinggi, 2006 USU Reepository © 2008
33 34 35
No. Spec
30 30 30
29 29 29
Temperatur (oC)
90 90 90
70 70 70
Kelembaban (% RH)
1731.77 1730.52 1729.94
1735.9 1731.8 1730.3
Waktu (jam)
160 180 210
334.23 376.00 438.67
220.455 66.562.5 19.702.5
Beban (N)
Beban Nominal (MPa)
Siklus (N)
Chamb.
Ruang
Chamb.
Ruang
Mulai
Selesai
36 37 38 39 40 41
30 30 30 30 30 30
29 29 29 29 29 29
95 95 95 95 95 95
75 75 75 75 75 75
2411.92 2400.93 2398.03 2676.1 2674.9 2674.3
2674.3 2411.92 2400.93 2678.3 2676.1 2674.9
124 125 140 160 170 190
259.02 261.11 416.95 438.67 501.34 543.12
13.971.735 585.217 154.425 117.150 63.900 31.950
42 43 44 45 46 47
30 30 30 30 30 30
29 30 29 30 29 29
100 100 100 100 100 100
75 75 75 75 75 75
2413.42 2423.67 2483.73 2490.34 2491.81 2492.35
2523.67 2483.73 2490.34 2491.81 2492.35 2492.75
188 192 190 210 230 270
259.02 261.11 271.56 334.23 396.89 417.78
5.870.813 3.198.195 351.982 78.277 28.755 21.300
Indra Hasan : Kekuatan Lelah Baja HQ 705 Dan Baja Thyrodur 1730 Di Lingkungan Kelembaban Tinggi, 2006 USU Reepository © 2008
Lampiran 3.
Endurance Limit Baja S45C, SS 400, TEW 6582, EMS 45, baja HQ 705 dan baja Thyrodur 1730 pada Lingkungan Kelembaban Tinggi.
Endurance Limit
Kelembaban Relatif (%)
S45C
S400
TEW 6582
EMS 45
HQ 705
Thyrodur 1730
65
380
350
-
-
-
-
70
380
350
511.7824
386.4480
564.01
438.67
75
-
-
480.4488
365.5589
522.23
407.34
80
380
325
421.9594
336.3142
501.34
365.56
85
-
-
386.4480
315.4251
449.12
334.23
90
350
320
386.4480
315.4251
417.78
261.11
95
350
320
-
-
395.89
259.02
100
-
-
-
-
392.72
259.02
Kekuatan Tarik (MPa)
781
657
1001
724
1109.12
786.62
Indra Hasan : Kekuatan Lelah Baja HQ 705 Dan Baja Thyrodur 1730 Di Lingkungan Kelembaban Tinggi, 2006 USU Reepository © 2008
Lampiran 4.
Persentase Penurunan Kekuatan Lelah baja HQ 705, baja Thyrodur 1730, TEW 6582, EMS 45, HT 800, dan SS 400 di Lingkungan Kelembaban Tinggi Kekuatan Tarik, Sut (MPa)
Persentase Penurunan Kekuatan Lelah di Lingkungan Kelembaban Tinggi (%)
HQ 705
1109,12
25,92
Thyrodur 1730
786,62
40,47
TEW 6582
1001
26
EMS 45
724
16,1
HT 800
853
64
SS 400
434
41
Bahan
Indra Hasan : Kekuatan Lelah Baja HQ 705 Dan Baja Thyrodur 1730 Di Lingkungan Kelembaban Tinggi, 2006 USU Reepository © 2008
Lampiran 5.
Gambar Salah Satu Peralatan yang Beroperasi pada Kelembaban Tinggi dan Mengalami Patah. (a) dan (b) Creeper yang sedang beroperasi pada lingkungan Kelembaban Tinggi, (c). Poros Creeper (d) Poros Creeper yang patah
(a)
(b)
(c)
(d)
Indra Hasan : Kekuatan Lelah Baja HQ 705 Dan Baja Thyrodur 1730 Di Lingkungan Kelembaban Tinggi, 2006 USU Reepository © 2008
Lampiran 6.
Gambar Spesimen Uji Fatik. (a) Baja berbentuk bar diameter 16 mm yang belum dibentuk menjadi spesimen standar ASTM E466, (b) Bentuk spesimen uji yang sesuai dengan standar ASTM E466.
(a)
(b)
Indra Hasan : Kekuatan Lelah Baja HQ 705 Dan Baja Thyrodur 1730 Di Lingkungan Kelembaban Tinggi, 2006 USU Reepository © 2008
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Annual Books of ASTM Standards, “Iron and Steel Products,” Section One, Volume 01.04, USA, 2001 Annual Books of ASTM Standards, “Metals Test Methods and Analytical Procedures,” Section Three, Volume 03.01, USA, 1996 Asami, K., “Acceleration Effect with Moisture in Air on Fatigue Crack Propagation of High Strength Steels,” J. Soc. Mat. Sci. Japan, Vol. 43, No. 489, pp. 659665, 1994 Asami, K., “The Influence of Moisture in Air on Fatigue Crack Propagation Characteristics of High Strength Steels,” J. Soc. Mat. Sci. Japan, pp. 425-658, 1989 Austen, I. M., and Walker, E. F., “Quantitative Understanding of the Effects of Mechanical and Environmental Variables on Corrosion Fatigue Crack Growth Behaviour”, Paper Presented at Institution of Mechanical Engineers Conference, The Influence of Environment on Fatigue, England, 1977 Austen, I. M., and Walker, E.F., “The Influence of Environmental Aggresion on the Corrosion Fatigue Behavior of Steels”, Proceeding of International Conference on Mechanisms of Environment Sensitive Cracking of Materials, University of Surrey, Guildford, England, pp. 334 – 347, 1977 Barsom, J.M., “Corrosion-Fatigue Crack Propagation below KISCC”, Engineering Fracture Mechanics, Vol. 3, pp. 15-25, 1971 Beach, J.E., Marchica, N.V., and Ichter, L.L., “A Fatigue Comparison of High Strength Steel, Stainless Steel, and Titanium in a Simulated Ocean Environment”, Proceedings of 10th Annual Offshore Technology Conference, Houston, Texas, Vol. 3, pp. 1737-1745, 1978 Budynas, G., Richard, “Advanced Strength and Applied Stress Analysis,” Second Edition, Mc.Graw-Hill, 1999 Colangelo, V.J. and Heiser, F.A., “Analysis of Metallurgical Failures,” Second Edition, John Wiley & Sons, New York, 1987
Indra Hasan : Kekuatan Lelah Baja HQ 705 Dan Baja Thyrodur 1730 Di Lingkungan Kelembaban Tinggi, 2006 USU Reepository © 2008
Collins, J.A., “Failure of Materials in Mechanical Design, Analysis Prediction Prevention,” Second Edition, New York, 1987 Davis, D. A., and Czyryca, E.J., “The Effects of Environment and Cathodic Protection on the Low-Cycle Fatigue Crack Growth Characteristics of a 5NiCr-Mo-V Steel”, Paper presented at ASME Pressure Vessels and Piping Technology Conference, San Francisco, 1980 Dieter, G.E., “Mechanical Metallurgy,” Third Edition, McGraw-Hill Book Company, New York, 1986 Ebara, E.,” Current Status and Future Problems on Corrosion Fatigue Research of Structural Materials,” pp. 1-11, 1993 Emura, H., Asami, K., “Fatigue Strength Characteristics of High Strength Steel,” Transaction of the Japan Society of Mechanical Engineers, Japan, pp 45-50, 1989 Endo, K., Komai, K., and Nakagaki, K., “Plastic Strain Fatigue of High Tensile Steel in Corrosive Media”, Bull. JSME, pp. 791-797, 1968 Forrest, P.G., “Fatigue of Metals,” Pergamon Press, Addison-Wesley Publishing Company, USA, 1962 Fuchs, H.O., Stephens, R.I., “Metal Fatigue in Engineering,” John Wiley & Sons, New York, 1980 Geankoplis, C.J., “Transport Processes and Unit Operations,” Third Edition, Prentice Hall of India, Private Limited, New Delhi, 1997 Haftirman, “Efek Pembebanan dan Ukuran terhadap Kekuatan Lelah Baja Karbon S45C di Lingkungan Kelembaban Tinggi, Jurnal Teknik, 2003 Haftirman, “Fatigue Strength of Steel in High Humidity Environment,” Transaction of the Japan Society of Mechanical Engineers, Japan, pp 1174-1184, 1995 Haftirman, “Kekuatan Lelah Paduan Aluminium di Lingkungan Berkelembaban Tinggi,” Proceedings ETM, Bandung, 2000 Hatanaka, K., Fujimitsu, T., Watanabe H., “Growth Behaviors of Small Surface Cracks in Low Carbon Steel Fatigued under Rotating Bending,” Transaction of the Japan Society of Mechanical Engineers, Japan, pp. 732-742, 1989 Hertzberg, R.W., “Deformation and Fracture Mechanics of Engineering Materials,” Fourth Edition, John Wiley & Sons Inc, New York, 1996
Indra Hasan : Kekuatan Lelah Baja HQ 705 Dan Baja Thyrodur 1730 Di Lingkungan Kelembaban Tinggi, 2006 USU Reepository © 2008
Hoeppner, D.W., “Model for Prediction of Fatigue Lives Based Upon a Pitting Corrosion Fatigue Process”, ASTM-STP 675, 841-870, 1979 Inoue K., and Sadayuki N., “Influence of Alloying Elements on Mechanical Properties and Fatigue Strength in Notched Specimens of Bainitic Microalloyed Steels”, Denki-Seiko, Vol. 69, pp.27, Daido Steel Co., Ltd, Japan, 1998. Iwamoto, K., “On the S-N Curve of Carbon Steel under Rotary Bending Conditions in City Water,” Transaction of the Japan Society of Mechanical Engineers, Japan, pp. 500-503, 1989 Jaske, C.E., Payer J.H., Balint V.S., “Corrosion Fatigue of Metals in Marine Environments,” MCIC, New York, 1981 Jones, D.A., “Principles and Prevention of Corrosion,” Second Edition, Prentice Hall, Inc., 1996 Ko Haeng-Nam, “Fatigue Behavior of High Carbon Chromium Steel in Controlled Humidity.” Original Paper, Vol. 51, No. 8 pp. 912, www.jsms.jp/kaishi/51/paper51-8-10.htm-3k Lee, H. H., and Uhlig, H. H., “Corrosion Fatigue of Type 4140 High Strength Steel,” Metallurgical Transactions, Volume 3, pp. 1249-1257, 1972 Majumdar, D., and Chung, Y., “Surface Deformation and Crack Initiation during Fatigue of Vacuum Melted Iron: Environmental Effects,” Metallurgical Transactions A, Volume 14A, pp. 1421-1425, 1983 Mehdizadeh, P., McGlasson, R.L., and Landers, J.E., “Corrosion Fatigue Performance of a Carbon Steel in Brine Containing Air, H2S, and CO2”, Corrosion, pp. 325-335, 1966 Nakajima, M., “Step Wise S-N Curve Assisted by Humidity in High Strength Steel.” Original Paper, Vol. 50 No. 9 pp. 954, www.jsms.jp/kaishi/50/paper50-94.htm-3k
Ogawa, H., Hatanaka K., and Yamamoto, T., “An Analysis on the Growth of a Surface Fatigue Crack under Rotary Bending in terms of Fracture Mechanics,” Transaction of the Japan Society of Mechanical Engineers, Japan, pp. 1322-1328, 1989
Indra Hasan : Kekuatan Lelah Baja HQ 705 Dan Baja Thyrodur 1730 Di Lingkungan Kelembaban Tinggi, 2006 USU Reepository © 2008
Pettit, D.E., Ryder, J. T., Krupp, W.E., and Hoeppner, D.W., ”Environmental Aspects of Subcritical Crack Growth ”, Proceeding of Second International Conference on Mechanical Behavior of Materials, pp. 680 – 684, 1976 Sakai, T., “ Effect of Atmospheric Conditions on Fatigue Life Distributions of Carbon Steel for Machine Structural Use,” J. Soc. Mat. Sci. Japan, pp. 1775-1782, 1990 Shigley, J.E., Mischke, C.R., “Mechanical Engineering Design,” Fifth Edition, McGraw-Hill Book Company, New York, 1989 Suhartono, A., “Failure Analysis and Prevention of Machinery and Structural Component, Yayasan Puncak Sari, Jakarta, 2002 Tanaka, T., Kawase, M., “Effect of Atmospheric Humidity on Fatigue Strength of Low Carbon Steels,” Transaction of the Japan Society of Mechanical Engineers, Japan, pp. 815-821, 1989 Trethewey K.R., Chamberlain J., “Korosi Untuk Mahasiswa dan Rekayasawan,” PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1991 Vosikovsky, O., “Frequency, Stress Ratio, and Potential Effects on Fatigue Crack Growth of HY130 Steel in Salt Water”, J. Test, and Eval (JTEVA), pp. 175182, 1978 Wadsworth, N.J., “Phil. Mag.,” Volume 6, pp. 397-401, 1961 Yajima H., Motomichi Y., Tadashi I., Toshihiko K., Naoaki F., Masayuki H., and Yutaka F., “Fatigue Strength in Sea Water of Steel Plate having Surface Layers with Ultra Fine Grained Microstructure and its Evaluation (Fourth Report”, The 100th West-Japan Society of Naval Architects Meeting, Japan, 2003 Yajima, H., Yunbo K., Tadashi I., Masanori M., Kazuhiro H., and Tomoya K., “A Study on Fatigue Strength in Air of Plasma Arc Cut Steel Plate” The 105th West-Japan Society of Naval Architects Meeting, Japan, 2006.
Indra Hasan : Kekuatan Lelah Baja HQ 705 Dan Baja Thyrodur 1730 Di Lingkungan Kelembaban Tinggi, 2006 USU Reepository © 2008
DAFTAR KEPUSTAKAAN 1. Rice, R.C., Fatigue Design Handbook, AE-10, Second Edition, SAE The Engineering Society For Advancing Mobility Land Sea Air and Space, USA, 1988 2. Bannantine, J.A., Comer, J.J., Handrock, J.L., Fundamentals of Metal Fatigue Analysis, Prentice-Hall Inc, New Jersey, 1990 3. Jaske C.E., Payer J.H., Balint V.S., Corrosion Fatigue of Metals in Marine Environments, MCIC, New York, 1981 4. NACE, Corrosion Fatigue, Chemistry, Mechanics and Microstructure, Texas, 1972 5. ASM Handbook, Fractography, Formerly Ninth Edition, Volume 12, USA, 1992 6. Trethewey K.R., Chamberlain J., Korosi Untuk Mahasiswa dan Rekayasawan, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1991 7. Alexander, W.O., Davies, G.J., Heslop, S., Reynolds, K.A., Whittaker, V.N., Bradbury E.J., Dasar Metalurgi Untuk Rekayasawan, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1991 8. Surdia, T., Saito, S., Pengetahuan Bahan Teknik, Cetakan Ketiga, PT. Pradnya Paramita, Jakarta, 1995 9. Smith, W.F., Principles of Materials Science and Engineering, Second Edition, McGraw-Hill Publishing Company, USA, 1990 10. Timings, R.L., Engineering Materials, Volume 1, Second Edition, Addison Wesley Longman Limited., England, 1998 11. Popov, E.P., Mekanika Teknik, Edisi Kedua, Erlangga, Jakarta, 1989 12. Urry, SA., and Turner, PJ., Sutanto, B., Penyelesaian Soal-soal Mekanika Teknik, Edisi keempat, Erlangga, Jakarta, 1985 13. Hartog, J.P.D., Advanced Strength of Materials, McGraw-Hill Book Company, Inc, New York, 1952 14. Ewalds, H.L., and Wanhill, R.J.H., Fracture Mechanics, Edward Arnold (Published) Ltd, Amsterdam, 1985 15. Dally, W., James, Riley, F., William, Experimental Stress Analysis, Third Edition, McGraw-Hill Inc., New York, 1991 16. Davis, H. E., Troxell, G. E., Hauck, G.F.W., The Testing of Engineering Materials, Fourth Edition, McGraw-Hill Book Company, New York, 1982 17. Emori, R.I., Shuring, D.J., Scale Models In Engineering; Fundamentals and Applications, Pergamon Press, New York, 1977 18. Anderson, T.L., Fracture Mechanics; Fundamentals and Applications, CRC Press Inc, Boston, 1991 19. Hertzberg, R.W., Deformation and Fracture Mechanics of Engineering Materials, Fourth Edition, John Wiley & Sons Inc, New York, 1996 20. Kusrianto, Adi, Mengupas Tuntas Formula dan Fungsi Microsoft Excel, PT. Gramedia, Jakarta, 20
Indra Hasan : Kekuatan Lelah Baja HQ 705 Dan Baja Thyrodur 1730 Di Lingkungan Kelembaban Tinggi, 2006 USU Reepository © 2008
JURNAL PENELITIAN
1. KO Haeng-Nam, “Fatigue Behavior of High Carbon Chromium Steel in Controlled Humidity.” Original Paper, Vol. 51, No. 8 pp. 912, www.jsms.jp/kaishi/51/paper51-8-10.htm-3k 2. Nakajima M., “Step Wise S-N Curve Assisted by Humidity in High Strength Steel.” Original Paper, Vol. 50 No. 9 pp. 954, www.jsms.jp/kaishi/50/paper50-94.htm-3k 3. Haftirman., “Fatigue Strength of Steel in High Humidity Environment,” Transaction of the Japn Society of Mechanical Engineers, Japan, pp 1174-1184, 1995 4. Gough, Jurnal Inst.Met, hal 415-421, 1946 5. Thompson, Phil. Mag, jilid 1, hal 113-126, 1956 6. Kanetoshi Iwamoto, On the S-N Curve of Carbon Steel under Rotary Bending Conditions in City Water 7. Toshio Nishihara, Influence of Stress Conditions on Corrosion Fatigue Strength (Kekuatan lelah torsi lebih rendah dari bending baik diudara maupun di city water) 8. Kichiro Endo (1957), The effect of the Directions of Notches and the Nominal Stresses of Fatigue Strength under Rotating Bending 9. Tsuneshichi Tanaka, Effect of Atmospheric Humidity on Fatigue Strength of Low Carbon Steels 10. Kenji Hatanaka, Growth Behaviors of Small Cracks in Low Carbon Steel Fatigued under Rotating Bending 11. Hisashi Ogawa, An Analysis on the Growth of a Surface Fatigue Crack under Rotary Bending in terms of Fracture Mechanics 12. Masaki Nakajima, Step-Wise Curve Assisted by Humidity in a High Strength Steel 13. Haeng-Nam KO, Fatigue Behavior of High Carbon Chromium Steel in Controlled
Indra Hasan : Kekuatan Lelah Baja HQ 705 Dan Baja Thyrodur 1730 Di Lingkungan Kelembaban Tinggi, 2006 USU Reepository © 2008