KEKUATAN DOA DALAM MEWUJUDKAN IMPIAN : PERSPEKTIF PSIKOLOGI ISLAM Oleh : Muhammad Shohib, S.Psi. M.Si* Janganlah anda memberi kesempatan kepada siapapun, pada sesuatu apapun, bahkan pada diri anda sendiri untuk melenyapkan impian anda. 1. Pengantar. Dalam menjalani kehidupan ini setiap orang telah memilih perilakunya masing-masing. Keberanian memilih perilakunya merupakan sesuatu yang kadang tidak terduga (tidak disadari) atau merupakan hasil perencanaan yang matang. Dengan latar belakang seperti ini maka konsekuensi pilihan perilaku juga bervariasi sesuai dengan proses pemilihan perilaku tersebut. Perilaku yang merupakan hasil perencanaan yang matang akan membuat seseorang dapat menghadapi konsekuensinya dengan baik. Sementara orang yang tidak membuat perencanaan dalam pemilihan perilakunya mempunyai kecenderungan mengalami kesulitan jika menghadapi situasi yang tidak sesuai harapan. Impian merupakan bagian dalam perencanaan pemilihan perilaku yang akan diambil seseorang. Impian mempunyai kekuatan yang hebat dalam mengarahkan sekaligus mengendalikan perilaku orang. Meskipun tanpa impian seseorang dapat menjalani kehidupannya, namun focus dan arah perilaku akan dapat dikendalikan manakala seseorang mempunyai impian. Impian akan membuat seseorang mempunyai energi (positif), sehingga mampu mengejar dan mempertahankan perilakunya sampai impian tersebut terwujud. Impian mengandung sebuah harapan dan harapan merupakan kekuatan yang diperlukan seseorang untuk dapat bertahan hidup (survive). Impian tidak harus dikaitkan dengan hal-hal yang duniawi (material), tetapi sangat penting untuk mengikrarkan diri mempunyai impian yang mengarah kepada pemenuhan kebutuhan rohani (ukhrowi). Kenyataan yang cukup memprihatinkan saat ini adalah banyak orang yang hidup tanpa impian (cita-cita). Banyak orang yang tidak mampu menjawab ketika ditanya impian (cita-citanya). Seringkali kita juga mendengar seseorang mengucapkan “saya menjalani hidup itu apa adanya” atau “saya hidup seperti air yang mengalir saja”. Ini menandakan bahwa dalam menjalani hidup kita tidak mempunyai target yang setiap orang akan berusaha sekuat tenaga mencapainya. Bukankah Allah SWT menginginkan kita untuk kembali padanya dalam keadaan fitrah ? Bukankan setiap orang menginginkan akhir hidup dalam keadaan khusnul khatimah ? Bukankah Rasulullah lebih menyukai orang yang kuat (lahir-batin) ? Inilah sebetulnya contoh cita-cita yang harus dimiliki atau target hidup yang harus dikejar oleh setiap muslim. Apakah ini juga telah hilang atau tidak mampu diimpikan ? Tidak semua orang dalam menjalani hidup mempunyai impian, dengan kata lain membuat impian adalah sesuatu yang tidak mudah. Dare to dreams (berani bermimpi) merupakan slogan yang senyatanya tidak mudah dilakukan karena mengandung konsekuensi yang besar bagi “pemimpinya”. Salah satu syarat yang harus dimiliki adalah kekuatan karakter (personality), disamping hal-hal yang lain seperti dukungan dari keluarga atau lingkungan (social support) dan kemampuan fisiologis (material). Kemampuan personal ini akan sangat baik manakala ditunjang dengan pemahaman tentang makna peribadatan (spiritual). Jiwa spiritualitas akan mampu mendorong seseorang dalam mewujudkan impian dan spiritualitas inilah yang juga dapat membantu manakala muncul permasalahan dalam proses mewujudkan impian tersebut.
2. Doa Kata doa yang termuat dalam Al-Qur’an sebanyak 203 ayat mempunyai berbagai macam pengertian. Adakalanya bermakna ibadah, permohonan, memanggil, memuji, percakapan atau meminta pertolongan. Namun demikian banyak ulama yang mengartikan doa sebagai suatu kegiatan yang menyeru, memohon dan mengharap sesuatu dari Allah SWT. Berdoa merupakan suatu kebutuhan rohaniah yang diperlukan manusia dalam kehidupan ini yang telah terbukti dapat menjadi landasan dalam menentramkan jiwa manusia, terlebih lagi pada saat terjadinya bencana, kesusahan atau malapetaka. Doa merupakan suatu elemen penting dalam Islam. Hal ini sesuai dengan Hadist nabi yang mengatakan : “Doa adalah inti ibadah”. Hal ini dapat dipahami karena pada dasarnya kegiatan berdoa adalah bentuk penghargaan dan ketergantungan hamba kepada kebesaran dan keagungan Allah SWT. Berdoa bukanlah sekedar hanya menyampaikan permohonan dan keinginan kepada Allah SWT, tetapi merupakan perintah Allah SWT seperti firman-Nya dalam Hadist qudsi menyatakan : “Barang siapa yang tidak berdoa kepada-Ku, niscaya Aku murka kepadanya”, sehingga doa dapat dijadikan media komunikasi yang menghubungkan antara hamba dan Allah SWT. Jika kita melihat dari sunnah Rasul maka setiap perilaku kita dalam kehidupan ini harus selalui dimulai dengan doa. Hal ini menunjukkan bahwa hembusan nafas manusia tidak bisa dipisahkan dengan kehadiran Allah, apapun yang kita lakukan Rasulullah mengajarkan minimal membaca basmalah. Mencermati dari perintah Allah dan Rasululllah, maka dapat kita ambil kesimpulan bahwa sesungguhnya berdoa merupakan fitrah manusia. Manusia membutuhkan sandaran yang paling hakiki dalam kehidupannya. Ia merasa menjadi makhluk yang lemah dan tiada daya tanpa kekuatan dari Tuhannya. Kesadaran ini akan terasa manakala kesusahan dan kesulitan menerpa kehidupannya. Bahkan sering tanpa disadari seseorang akan menyebut Tuhannya saat ia membutuhkan pertolongan. Kalimat-kalimat doa yang terucapkan oleh seseorang pada dasarnya mempunyai kekuatan psikologis (ruhaniah) yang mampu membangunkan energi fisiologis (material). Doa dapat diibaratkan sebagai radio aktif yang mengandung sumber tenaga dahsyat dari Allah. Ketika seseorang berdoa maka seseungguhnya ia sedang menghubungkan dirinya dengan kekuatan yang maha dahsyat, karena Allah senantiasa melihat dan mendengarkan setiap untaian kalimat doa para hamba-Nya. 3. Bukti Peran Doa Dalam Kehidupan Manusia Seperti yang telah diuraikan diatas tentang hakekat doa, maka pada dasarnya siapapun yang berdoa akan mendapatkan manfaat psikologis dari kalimat-kalimat doa tersebut. Namun demikian tidak berarti bahwa setiap orang akan merasakan secara langsung kekuatan doa jika tidak dibarengi dengan suasana psikologis individu yang menunjang. Sebagai contoh adalah ketidakhadiran jiwa (hati) dalam berdoa akan menghalangi seseorang dapat merasakan kekuatan doa. Begitu pula doa yang diucapkan dengan bentuk kesombongan justru akan menghalangi seseorang merasakan nikmatnya berdoa. Doa yang dimasukkan dalam dimensi spiritual keagamaan memiliki makna yang sama pentingnya seperti dimensi fisiologis, psikologis dan psikososial dalam membangun (membentuk) karakter manusia. Hal ini ditunjukkan dengan adanya lokakarya The American Psychiatric Assosiation (APA) pada tahun 1993 yang mengangkat judul Religion and Psychiatry Model of Partnership. Hasil lokakarya
menganjurkan adanya terapi keagamaan disamping terapi psikis dan medis (Hawari, 2002). Begitu pula Larson dkk (1992) menyampaikan bahwa didalam memandu kesehatan manusia hendaknya komitmen agama tidak diabaikan begitu saja (spiritual power). Agama dapat dijadikan sebagai kekuatan dalam menyelesaikan problem psikologis dan social seseorang. Banyak penelitian yang mencoba menghubungkan antara kegiatan berdoa dengan penyembuhan penyakit, baik secara fisiologis maupun non-fisiologis. Penelitian Comstock dkk dalam journal of chronic disease menemukan bahwa pasien yang melakukan kegiatan keagamaan secara teratur yang disertai doa, memiliki resiko kematian akibat penyakit jantung koroner lebih rendah 50% dibanding mereka yang tidak melakukan kegiatan keagamaan dan lebih rendah 53% kematian akibat bunuh diri. Begitu pula penelitian Robbins dan Metzner yang dilakukan selama 8-10 tahun terhadap 2700 responden menunjukkan bahwa responden yang rajin menjalankan ibadah dan berdoa, angka kematiannya jauh lebih rendah dibandingkan responden yang tidak beribadah dan berdoa. Sementara Larry Dossey dari Mexico menyampaikan bahwa doa dapat menyembuhkan (prayer as medicine) dan kemanjuran atau kekuatan doa tidak dipengaruhi oleh jarak meskipun orang yang berdoa dan objek yang menjadi tujuan doa terpisah oleh jarak atau bahkan tidak mengetahui sekalipun. Penelitian lain yang tidak kalah hebohnya adalah yang dilakukan oleh VSCF Medical Center yang menemukan bahwa pasien operasi jantung yang didoakan oleh orang lain tampak jauh lebih mampu bertahan, mengalami komplikasi yang lebih sedikit dan lebih singkat waktu perawatannya dibanding pasien yang tidak mendapatkan doa dari orang lain. Disamping itu frekuensi doa yang dipanjatkan memiliki korelasi yang positif dengan kesehatan mental seseorang, artinya semakin sering seseorang memanjatkan doa maka semakin baik kesehatan mentalnya. Orang yang berdoa secara teratur merasa lebih baik dan lebih damai. Melihat penemuanpenemuan mutakhir ini maka Institut Pengobatan dan Doa Santa Fe mengembangkan metode pengobatan yang menggabungkan praktek spiritual ke dalam praktek pengobatan actual. 4. Fungsi Doa Dalam Kesehatan Mental Ada 3 (tiga) fungsi doa dalam kesehatan mental yaitu : a. Fungsi Kuratif (Penyembuhan) Doa mempunyai peran penting dalam proses penyembuhan seseorang yang mengalami gangguan kejiwaan, baik doa yang diucapkan oleh subyek sendiri maupun yang diucapkan oleh orang lain (mendoakan). Hal ini dapat dipahami dari uraian diatas yang memberikan bukti-bukti tentang pengaruh doa. Fungsi kuratif banyak digunakan oleh pengobatan yang menggunakan metode holistic dalam menangani pasien (psikoreligius terapi). Pasien yang mengalami gangguan emosi (kejiwaan) sering diajari bagaimana memanjatkan doa, sehingga pasien mulai mengenal dan mendekatkan diri kepada Tuhannya. Begitu pula dengan terapis dan orang-orang disekelilingnya yang juga mendoakan pasien dengan kesungguhan dan kekhusyukannya, sehingga kekuatan doa dapat membantu pasien mengurangi rasa sakit dan menghilangkan keluhan (gangguan) yang dialami. Hal ini pernah diuraikan oleh Harrington (1996) dan Goldstein (1997) yang mengatakan bahwa orang yang mengalami kecemasan kemudian diberi obat anti cemas maka yang bersangkutan akan tenang dan hal ini sama dengan kejadian ketika orang mengalami kecemasan kemudian ia memanjatkan doa dan disertai dzikir maka ia juga akan memperoleh ketenangan.
b. Fungsi Preventif (Pencegahan) Doa juga berperan dalam mencegah timbulnya gangguan jiwa yang akan dialami oleh seseorang. Hal ini dapat dimengerti dengan melihat manfaat yang diperoleh oleh orang yang berdoa seperti adanya rasa optimis dalam menghadapi sesuatu seperti yang ada dalam doanya, timbul harapan baru dan percaya akan terjadinya sebuah perubahan ketika Tuhan menghendaki. Manfaat yang dirasakan ini akan membantu seseorang terhindar dari gangguan kejiwaan seperti stress, depressi, pesimis dalam menghadapi kehidupan dan gangguan-gangguan yang lain. Dengan berdoa kita akan memupuk rasa optimis dalam diri yang luar biasa dan mampu memompa semangat hidup sehingga akan menimbulkan ketentraman batin bagi orang yang berdoa. Ia tidak mudah menyerah dan mengenal putus asa. c. Fungsi Konstruktif (Pembinaan) Fungsi ini berkaitan dengan karakteristik yang terbentuk dalam diri seseorang manakala ia melakukan aktifitas doa secara berkelanjutan (continue). Individu yang menjadikan aktifitas berdoa sebagai bagian dalam hidupnya akan senantiasa mempunyai semangat hidup yang menggelora sehingga tidak mudah patah semangat. Semangat hidup dan sikap mental yang positif dapat membantu seseorang untuk tetap menjalani kehidupan ini dengan baik. Pengembangan sikap dan perilaku positif akan terlihat pada diri individu yang senantiasa menempatkan aktifitas doa sebagai rutinitas bahkan kebutuhan hidup. Disamping ketiga fungsi tersebut diatas, doa mampu menjadi autosugesti bagi diri individu yang dapat mendorong seseorang melakukan sesuatu seperti yang diucapkan dalam doanya (dalam bentuk permohonan dan permintaan tentang sesuatu hal). Tanpa disadari seseorang sering termotivasi untuk ikut larut dalam pencapaian tujuan dari apa yang menjadi doanya. Doa mampu menjadi penguat dan pengokoh motivasi seseorang dalam mencapai tujuan, sehingga mampu mengalahkan munculnya pengaruh negative yang dapat menghambat perilaku pencapaian tujuan. Doa juga mampu menghambat munculnya sifat dan perilaku negative seperti egois, tinggi hati atau sombong dan mampu menumbuhkan sifat-sifat positif seperti mau mengakui kelemahan atau kekurangan diri, mengakui kelebihan orang lain dan senantiasa mau memperbaiki diri untuk menyempurnakan langkah (perilaku) yang mengarah pada tujuan (hidup). 5. Dimensi-Dimensi Doa Ada 3 (tiga) dimensi dalam aktifitas doa yang dilakukan oleh seseorang yaitu : a. Dimensi kesadaran sebagai hamba Dimensi ini merupakan awal tergeraknya seseorang untuk berdoa, dimana ia sadar tentang kelemahan dan kehambaan dirinya sebagai manusia. Bentuk kesadaran ini akan mengantarkan seseorang yang berdoa dalam keadaan lemah (tiada daya). Orang yang menyadari dirinya lemah akan berupaya semaksimal mungkin meminta pertolongan kepada dzat yang memiliki kekuatan melebihi dirinya. Dalam berdoapun orang yang mengakui dan memahami dirinya lemah akan berdoa secara sungguh-sungguh (khusyu’) karena takut doa yang diucapkan tidak dikabulkan oleh Allah SWT. Tanpa kesadaran akan kelemahan diri maka kesungguhan doa akan sulit tercapai. Bentuk kesadaran diri dapat dilakukan dengan melihat pada keadaan dirinya sendiri, seperti bagaimana jantung bisa bekerja tanpa perintah dari kita, darah mau mengalir dengan sendirinya tanpa kita minta dan masalah yang kita
hadapi sering karena ketidakberdayaan dan ketidakmampuan kita memecahkan masalah yang muncul. Sikap ini akan memunculkan pula sikap menerima dan pasrah (jawa : sumeleh) dengan kehendak Allah SWT. Ketika seseorang telah menyadari dirinya sebagai hamba (tanpa kuasa apapun) maka ia akan bersungguh-sungguh memperbaiki diri dan meningkatkan kemampuan dirinya sehingga lebih baik dan sempurna. Keadaan ini akan membantu dirinya untuk bekerja semaksimal mungkin dengan melihat kelebihan orang lain dengan tidak mencaci kekurangan sendiri. Apabila hal ini dilakukan maka setiap hari ia akan menjadi pribadi yang lebih baik, tanpa kesombongan dan keangkuhan. Tiada hari tanpa memperbaiki diri. b. Dimensi kesadaran akan kekuasaan Allah SWT. Kesadaran diri sebagai hamba akan diikuti dengan kesadaran akan kekuasaan Allah SWT, bukan yang lain (selain Allah). Ia akan menyadari tentang sifat-sifat Allah yang sempurna (Asmaul husna), kebesaran-Nya, kasih saying-Nya dan keadailan-Nya. Kesadaran ini akan membantu seseorang dalam melaksanakan setiap aktifitasnya hanya bergantung kepada Allah dan hanya kehendak-Nya saja yang akan terjadi di muka bumi. Kondisi psikologis orang yang mengakui kebesaran Allah SWT akan senantiasa mengilhami dirinya untuk sering mendekat dan bersungguh-sungguh menjalankan semua yang diperintah dan menjauhi semua yang dilarang, bahkan dalam berdoapun ia akan sungguh-sungguh (khusyu’) karena betul-betul mengharapkan kemahamurahan Allah dalam mengabulkan doanya. Disamping itu seseorang yang telah mengakui kekuasaan Allah SWT akan senantiasa berprasangka baik terhadap apa yang terjadi (menimpa dirinya), baik itu berupa kesenangan terlebih lagi kesusahan sehingga meskipun duka atau susah yang diterima ia akan tetap tidak kecewa kepada Allah dan hambahambanya. Begitu pula ketika mendapatkan kegembiraan atau kebahagiaan, ia tidak akan lupa dengan dzat yang memberi dan tidak sombong kepada makhluk lain yang tidak ikut menikmati kebagiaan, bahkan ia akan berbagi dengan sesama untuk ikut merasakan kebahagiaannya. c. Dimensi komunikasi Selanjutnya untuk menjembatani kesadaran diri sebagai hamba dan kesadaran akan kekuasaan Allah SWT, seseorang akan mengembangkan komunikasi sebagai bentuk media memberitahukan hasrat hidup sebagai manusia. Dimensi ini dapat dilakukan dengan langsung secara verbal (lisan), namun dapat juga disampaikan melalui hati (qalbu). Namun sebagai manusia yang diberi Allah kemampuan verbal dan sunnatullah sebagai manusia, komunikasi verbal menjadi sangat penting meskipun ada beberapa etika yang dianjurkan dalam berdoa, misalny tidak mengeraskan suara yang dapat mengganggu orang lain atau seperti berbicara pada orang yang tidak bisa mendengar. Komunikasi yang dilakukan dapat dimulai dengan menyanjung kebesaran dan keagungan Allah serta doa dan sholawat kepada kekasih Allah (Rasulullah SAW). Setelah itu dimulai dengan pengungkapan atas kelemahan, dosa dan kesalahannya, sehingga mampu menimbulkan kerendahan hati di hadapan Allah SWT. Kemudian diikuti dengan pengungkapan atas kegundahan hati dalam menghadapi kesulitan, permasalahan maupun hal-hal lain yang membutuhkan pertolongan Allah SWT.
Komunikasi yang dilakukan secara intens akan terus membuka tabir kemahakuasan Allah dalam hidup manusia. Hal ini dikarenakan semakin sering kita berkomunikasi dengan Allah maka perasaan kita semakin dekat kepada Allah dan inilah yang ditunggu-tunggu oleh Allah. Bahkan Allah sangat menyukai rintihan doa seorang hamba dikala semua orang telah terlelap dalam tidur malam dan janji Allah akan segera mengabulkannya (Allah akan malu untuk tidak mengabulkan doa hamba yang bertakwa). d. Dimensi menunggu hasil (feedback doa) Dalam komunikasi ada tahap feedback yang akan diterima sebagai hasil komunikasi antara 2 (dua) belah pihak. Aktifitas doa akan membuat seseorang menunggu apakah doa yang dipanjatkan akan dikabulkan oleh Allah dalam waktu yang singkat (sesuai harapan) atau ditunda pada waktu yang tidak ditentukan (tidak sesuai harapan). Namun keyakinan bahwa setiap doa akan dikabulkan merupakan kekuatan seseorang untuk tetap berdoa. Seperti firman Allah : “berdoalah kepada Ku pasti akan Aku kabulkan”. Dalam dimensi ini seseorang diminta untuk tetap ikhtiar sambil menunggu terkabulnya doa (sabar) karena kita tidak mengetahui rencana Allah untuk kehidupan kita selanjutnya. Seseorang yang memahami ini akan tetap berusaha mencapai tujuan sesuai dengan doa yang dipanjatkan, artinya tidak terjadi disonansi kognitif dalam diri seseorang. Iapun tidak akan menggugat Allah manakala doa yang dipanjatkan tidak kunjung terpenuhi. Masa menunggu bagi setiap orang terasa lama dan membosankan sehingga sering terjadi ketidakpercayaan kepada Allah atas kehendak-Nya. Dimensi ini juga merupakan suatu ujian tersendiri bagi seseorang atas kesungguhannya dalam berdoa dan kesabaran atas ujian yang sedang ditimpakan kepada-Nya, sehingga memungkinkan pada tahapan ini tidak sedikit pula seseorang mengalami kekalahan dalam berdoa (tidak sabar) bahkan menyalahkan Allah SWT atas kejadian yang menimpa dirinya. 6. Kekuatan Doa Dalam Mewujudkan Impian Impian adalah ambisi dari dalam diri manusia yang menjadi penggerak untuk maju. Impian merupakan hasrat yang akan menggerakkan manusia untuk mewujudkannya bahkan kemajuan kehidupan saat ini merupakan hasil impian generasi pendahulu kita karena impian yang besar akan mempunyai kekuatan yang besar pula untuk mewujudkannya. Impian akan mempengaruhi pikiran bawah sadar seseorang bahkan senantiasa menjadi sumber motivasi yang akan menggerakkan tubuh dan mengatur strategi yang harus ditempuh untuk mencapai tujuan. Sebenarnya, kitapun dapat memperbarui nilai dan menyempurnakan jati diri dengan kekuatan impian. Jadi jangan takut untuk bermimpi akan hal-hal yang besar, sebab impian menimbulkan hasrat yang kuat untuk meraihnya. Impian mampu berperan sebagai sumber motivasi, yang membangkitkan ambisi dan optimisme, sehingga kita mampu melampaui semua rintangan dan kesulitan. Dalam mencapai impian tersebut sering manusia meninggalkan sandaran terhadap kekuasaan Allah SWT sehingga yang sering terjadi adalah kekalutan saat impian sulit terwujud, kegundahan dan kegelisahan saat sumberdaya tidak mendukung terwujudnya impian serta kekecewaan dan stres jika impian tidak mampu digapai. Untuk itu ada 5 (lima) strategi yang perlu diterapkan untuk mewujudkan impian dengan tetap bersandar pada kekuatan doa (kekuasaan Allah) yang disingkat PULSA yaitu Percaya, Ulet, Loyalitas, Sikap mental positif dan sertakan Allah.
Rasa percaya menjadikan seseorang pantang menyerah, meskipun mungkin orang lain mengkritik atau menghalangi. Kepercayaan itu juga membentuk kesadaran bahwa manusia diciptakan di dunia ini sebagai pemenang. Kepercayaan juga berkaitan dengan keyakinan bahwa tidak ada sesuatu yang tidak mungkin jika Allah menghendaki. Rasa percaya akan medorong orang mengerahkan tenaga untuk mencapai cita-cita (impiannya).Tips yang kedua adalah loyalitas atau fokus untuk merealisasikan impian. Untuk mendapatkan daya dorong yang luar biasa, maka seseorang harus tetap fokus terhadap apa yang menjadi target tujuannya. Dengan tetap loyal terhadap sasaran pencapaiannya ini akan mengarahkan seseorang untuk mendesain setiap perilakunya agar tetap dapat memenuhi impiannya tersebut, misalnya dengan menentukan target waktu, mengalokasikan sumber daya yang dimiliki dan mengidentifikasikan kelemahan diri. Tips yang ketiga adalah ulet. Sebuah impian menjadikan seseorang bekerja lebih lama dan keras. Keuletan merupakan bentuk totalitas energi yang dimiliki oleh seseorang sehingga mampu menghadapi hambatan dan rintangan dalam mewujudkan impiannya. Ia tidak patah semangat dan putus asa menghadapi ujian-ujian mewujudkan impian. Sedangkan tips yang ke empat adalah sikap mental positif. Seseorang yang mempunyai impian memahami bahwa keberhasilan memerlukan pengorbanan, kerja keras dan komitmen, waktu serta dukungan dari orang lain. Oleh sebab itu, mereka selalu bersemangat mengembangkan kemampuan tanpa henti dan mencapai kemajuan terus menerus hingga tanpa batas. Tips yang terakhir dan terpenting adalah mengikutsertakan Allah dalam setiap langkah mewujudkan impian melalui komunikasi (doa) yang senantiasa dipanjatkan. Menyertakan Allah dalam aktifitas mewujudkan impian menjadi harga mati yang tidak dapat ditawar dalam rangka menjaga yang sudah menjadi nafas kehidupan merupakan daya dorong yang luar biasa. Impian Menjadikan Kehidupan Manusia Lebih Mudah Dijalani Impian menjadikan manusia lebih kuat menghadapi segala rintangan dan tantangan. Sebab impian dapat menimbulkan kemauan keras untuk merealisasikannya. Para pencipta puisi Belanda atau Dutch Poet’s Society mengatakan “Nothing is difficult to those who have the will, -Tidak ada sesuatupun yang sulit selama masih ada kemauan.” Bob William mampu berlari dengan menggunakan kedua tangan. Ia tidak merasakan sakit di tangannya. Sebab sebuah tujuan yang berarti menjadikan segala sesuatu dapat dilakukan dengan mudah dan menyenangkan. Kunci kebahagiaan adalah mempunyai impian. Sedangkan kunci kesuksesan itu sendiri adalah mewujudkan impian. George Lucas mengatakan, “Dreams are extremely important. You can’t do it unless you imagine it, - Impian sangatlah penting. Kau tidak akan dapat melakukan apa-apa sebelum kau membayangkannya. “ Jadi jangan takut memimpikan sesuatu. Jadikan impian tersebut sebagai nafas kehidupan. Sebab impian yang kuat justru menjadikan perjuangan yang berat saat menggapainya sebagai sarana latihan mengoptimalkan kekuatan-kekuatan yang lain, misalnya kekuatan emosi, fisik, maupun rohani.*