Kejadian gerakan tanah dan banjir bandang pada tanggal 20 April 2008 di Kecamatan Rembon, Kabupaten Tanatoraja, Provinsi Sulawesi Selatan (Suranta)
KEJADIAN GERAKAN TANAH DAN BANJIR BANDANG PADA TANGGAL 20 APRIL 2008 DI KECAMATAN REMBON, KABUPATEN TANA TORAJA, PROVINSI SULAWESI SELATAN SURANTA Penyelidik Bumi Madya, pada Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi
Sari Wilayah Kecamatan Rembon, Kabupaten Tana Toraja, Provinsi Sulawesi Selatan merupakan lereng bagian utara dari deretan perbukitan G. Sado’ko’. Di daerah tersebut mengalir Sungai Pessimbongan yang mempunyai kemiringan lereng 30–45°, berada pada ketinggian 900-1800m di atas permukaan laut dan berhulu di kaki G.Sado’ko’. Pada hari Minggu 20 April 2008 terjadi curah hujan yang tinggi selama 4 jam dan beberapa hari sebelumnya hujan turun secara terus menerus di daerah tersebut. Kondisi tersebut menyebabkan tanah menjadi jenuh air dan adanya batuan dasar daerah ini berupa lava dan batuan serpih berlapis dengan perlapisan searah dengan kemiringan lereng memudahkan tanah yang berada diatasnya untuk bergerak. Disamping itu dengan adanya perubahan tata guna lahan dari tanaman keras yang umumnya tanaman pinus dan cemara menjadi tanaman perdu seperti tanaman kopi menyebabkan lereng kehilangan gaya penahannya sehingga menyebabkan terjadinya longsoran di bagian hulu Sungai Pessimbongan. Di sisi lain adanya lereng yang terjal di sekitar G.Sado’ko’ serta kurangnya tanaman yang berakar kuat dan dalam yang dapat menguatkan lereng menyebabkan tanah diatasnya mudah bergerak. Dengan adanya proses erosi vertikal yang terjadi di daerah hulu Sungai Pessimbongan (head work erosion) dan beberapa faktor di atas maka lambat laun lereng di atas tebing sungai tersebut kehilangan tahanan bawahnya sehingga mengakibatkan terjadinya longsoran dan banjir bandang yang meluncur ke Sungai Pessimbongan yang melalui Kampung Tiroallo, Desa Bua’tarrung, dan Kecamatan Rembon.
Pendahuluan Bencana alam gerakan tanah dan banjir bandang terjadi di Wilayah Kecamatan Rembon, Kabupaten Tana Toraja, Provinsi Sulawesi Selatan (Gambar 1). Gerakan tanah dan banjir bandang di daerah tersebut terjadi pada hari Minggu tanggal 20 April 2008 pukul 18.30 WITA. Gerakan tanah dan banjir bandang di daerah tersebut menyebabkan 3 orang meninggal dunia, 2 jembatan putus, 1 rumah, dan 1 buah sepeda motor hanyut terbawa banjir bandang, pipa PDAM sepanjang 700m hancur, 3 buah tiang listrik roboh dan 108 hektar lahan sawah dan perkebunan rusak.
U
Lokasi
Gambar 1. Peta Petunjuk lokasi
Bulletin Vulkanologi dan Bencana Geologi, Volume 3 Nomor 2, Agustus 2008 : 41 - 46
Hal : 41
Kejadian Gerakan Tanah dan Banjir Bandang pada Tanggal 20 April 2008 di Kecamatan Rembon, KabupatenTana Toraja, Provinsi Sulawesi Selatan (Suranta)
Kondisi Daerah Bencana • Morfologi sekitar daerah bencana gerakan tanah dan banjir bandang Kampung Tiroallo, Desa Bua’tarrung merupakan lereng bagian utara dari G. Sado’ko’ yang terjal hingga sangat terjal dan di daerah tersebut mengalir Sungai Pessimbongan yang mempunyai kemiringan lereng 30–45° dan berada pada ketinggian 900-1800m di atas permukaan laut. Batuan dasar daerah ini termasuk Formasi Sekula (Tmps) terdiri dari batu pasir, konglomerat, lava, dan batuan serpih yang berlapis dengan perlapisan searah dengan kemiringan lereng yaitu N340°E/25 dengan tanah pelapukan bersifat gembur. • Kondisi tanah pelapukan bersifat agak sarang jika basah mudah menjadi gembur, sehingga mudah runtuh. • Tata guna lahan di sekitar Sungai Pessimbongan bagian lereng atas adalah kebun cemara dan pinus serta kebun kopi dan di lereng bawah merupakan daerah persawahan. • Retakan tanah banyak terjadi di daerah sekitar longsoran yang mengarah kurang lebih baratdaya–timurlaut. Gerakan Tanah Gerakan tanah di daerah ini disebabkan beberapa faktor, antara lain : • Batuan pembentuk lereng di daerah ini termasuk Formasi Sekula (Tmps) terdiri dari batu pasir, konglomerat, lava, dan batuan serpih yang berlapis dengan perlapisan searah dengan kemiringan lereng yaitu N340°E/25 dengan tanah pelapukan berupa lempung pasiran dengan ketebalan tanah pelapukan berkisar 3–4m bersifat sarang sehingga air permukaan mudah meresap ke dalam tanah dan tertahan pada batuan lava atau serpih yang dapat berfungsi sebagai bidang gelincir gerakan tanah.
Hal :42
• Adanya erosi vertikal S. Pessimbongan pada lereng G.Sado’ko’ mengakibatkan terjadinya erosi ke hulu (head work erosion) sehingga lereng kehilangan tahanan bawahnya dan menyebabkan terjadinya longsoran. • Adanya bidang lemah yaitu kontak antara tanah pelapukan dengan batuan lava atau batuan serpih serta adanya perlapisan serpih yang searah dengan kemiringan lereng sehingga tanah/batuan yang berada diatasnya mudah untuk bergerak. • Adanya curah hujan yang tinggi selama 4 jam berturut–turut serta hujan yang terjadi beberapa hari sebelumnya pada lereng yang terjal, menyebabkan tanah pelapukan menjadi jenuh air dan bobot masa tanah meningkat serta berdekatan dengan lembah Sungai Pessimbongan yang curam sehingga terjadi longsoran di daerah G. Sado’ko’ • Kurangnya akar–akar tanaman yang berakar kuat dan dalam yang dapat menguatkan lereng di sekitar G. Sa’doko’ karena adanya alih fungsi lahan dari tanaman pinus dan cemara menjadi kebun kopi. • Berdasarkan Peta Zona Kerentanan Gerakan Tanah (PZKG) Tana Toraja (PVMBG, 2008 belum terbit) daerah gerakan tanah masuk dalam Zona Kerentanan Gerakan Tanah Menengah (Gambar 2).
Bulletin Vulkanologi dan Bencana Geologi, Volume 3 Nomor 2, Agustus 2008 : 42-46
Kejadian gerakan tanah dan banjir bandang pada tanggal 20 April 2008 di Kecamatan Rembon, Kabupaten Tanatoraja, Provinsi Sulawesi Selatan (Suranta)
serta menerjang apa saja yang berada di lembah Sungai Pesimbongan, berlanjut hingga ke Sungai Salluputi (Gambar 3).
MAMUJU MAKALE MAJENE
ENREKANG PARE PARE WATAMPON
U
0 Keterangan:
50 km
Lokasi gerakan tanah Zona kerentanan gerakan tanah sangat rendah Zona kerentanan gerakan tanah rendah Zona kerentanan gerakan tanah menengah Zona kerentanan gerakan tanah tinggi
Gambar 2. PZKG daerah Tana Toraja
Mekanisme gerakan tanah Dengan adanya curah hujan yang tinggi selama 4 jam secara terus menerus serta beberapa hari sebelumnya maka lereng akan menjadi jenuh air sehingga bobot masa tanah akan menjadi bertambah. Di sisi lain adanya lereng yang terjal di sekitar G. Sado’ko’ serta kurangnya tanaman yang berakar kuat dan dalam yang dapat menguatkan lereng menyebabkan tanah diatasnya mudah bergerak. Dengan adanya proses erosi vertikal yang terjadi di daerah hulu Sungai Pessimbongan (head work erosion) maka lambat laun lereng di atas tebing sungai tersebut kehilangan tahanan bawahnya yang ditandai dengan adanya retakan tanah di beberapa tempat. Adanya bidang lemah yaitu kontak antara tanah pelapukan dengan batuan lava atau serpih yang mempunyai kemiringan searah dengan kemiringan lereng maka memudahkan tanah atau bongkahan batuan yang berada diatasnya untuk meluncur ke bawah. Pada perjalanannya material longsoran yang berupa tanah, kerikil hingga bongkah bercampur dengan air permukaan dan meluncur ke S. Pessimbongan
Permasalahan Dengan adanya perbukitan dengan kemiringan lereng yang terjal hingga sangat terjal serta adanya perubahan tata guna lahan dari pepohonan yang berakar kuat menjadi tanaman perdu seperti tanaman kopi di sekitar G. Sado’ko’ menyebabkan kurangnya akar– akar yang dapat menguatkan tanah. Selain itu proses erosi vertikal yang terjadi di daerah hulu Sungai Pessimbongan (head work erosion) berjalan terus maka lambat laun lereng kehilangan tahanan bawahnya yang ditandai dengan adanya retakan tanah di beberapa tempat. Dengan adanya retakan–retakan tanah tersebut menyebabkan air hujan cepat masuk ke dalam tanah sehingga bobot masa tanah meningkat. Adanya bidang lemah yaitu kontak antara tanah pelapukan dengan batuan lava atau serpih yang mempunyai kemiringan searah dengan kemiringan lereng sehingga memudahkan tanah atau bongkahan batuan yang berada diatasnya untuk meluncur ke bawah. Rekomendasi dan Upaya Penanggulangan Daerah di sekitar tempat kejadian gerakan tanah dan banjir bandang tersebut masih berpotensi terjadinya gerakan tanah maupun banjir bandang susulan, oleh karena itu direkomendasikan : • Masyarakat yang beraktivitas di sekitar daerah Sungai Pessimbongan dan Sungai Salluputi perlu lebih waspada, karena material lepas masih menumpuk pada lembah sungai tersebut sehingga jika terjadi banjir maka material lepas tersebut dapat terangkut kembali oleh air permukaan yang dapat mengakibatkan terjadinya banjir bandang susulan.
Bulletin Vulkanologi dan Bencana Geologi, Volume 3 Nomor 2, Agustus 2008 : 43 - 46
Hal : 43
Kejadian Gerakan Tanah dan Banjir Bandang pada Tanggal 20 April 2008 di Kecamatan Rembon, KabupatenTana Toraja, Provinsi Sulawesi Selatan (Suranta)
• Retakan yang terjadi akibat longsoran dan banjir bandang tersebut agar segera ditutup dengan tanah yang dipadatkan, agar air permukaan tidak masuk ke dalam tanah. • Agar dilakukan penghijauan kembali di daerah yang terjal dengan tanaman yang berakar kuat dan dalam. • Enam rumah yang termasuk Kampung Tiroallo harus lebih waspada karena rumah yang terletak di ujung tebing sungai tersebut terancam gerakan tanah. • Untuk mengantisipasi terjadinya banjir banding susulan di daerah tersebut perlu dibuat tanggul/dam yang gunanya untuk menampung material lepas yang mengalir dari daerah hulu sungai.
Hal :44
Bulletin Vulkanologi dan Bencana Geologi, Volume 3 Nomor 2, Agustus 2008 : 44-46
Kejadian gerakan tanah dan banjir bandang pada tanggal 20 April 2008 di Kecamatan Rembon, Kabupaten Tanatoraja, Provinsi Sulawesi Selatan (Suranta)
Gambar 3. Sketsa gerakan tanah dan banjir bandang di Kecamatan Rembon, Kabupaten Tana Toraja (Suranta dkk, 2008)
Bulletin Vulkanologi dan Bencana Geologi, Volume 3 Nomor 2, Agustus 2008 : 45 - 46
Hal : 45
Kejadian Gerakan Tanah dan Banjir Bandang pada Tanggal 20 April 2008 di Kecamatan Rembon, KabupatenTana Toraja, Provinsi Sulawesi Selatan (Suranta)
Foto Kegiatan
Gambar 4 : Gerakan tanah terjadi di lereng G. Sa’doko dan menimbulkan banjir bandang yang menerjang jembatan di Kampung Tiroallo dan mengakibatkan2 orang meninggal dunia (Suranta, 2008).
Gambar 5 : Bongkahan – bongkahan andesit yang berasal dari bagian hulu menumpuk di lembah sungai bagian hilir dari Sungai Pessimbongan (Suranta, 2008).
Gambar 6 : Nampak perlapisan batuan serpih Formasi Sekula (Tmps) yang bersifat kedap air searah dengan kemiringan lereng sehingga memudahkan batuan yang ada diatasnya untuk bergerak (Suranta, 2008).
Gambar 7 : Banjir bandang menyebabkan kerusakkan lahan persawahan dan menewaskan 1 orang serta menghanyutkan jembatan di daerah ini (Suranta, 2008).
Hal :46
Bulletin Vulkanologi dan Bencana Geologi, Volume 3 Nomor 2, Agustus 2008 : 46-46