Laporan Tahunan
Kehidupan Keagamaan di Indonesia Tahun 2015
Puslitbang Kehidupan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI 2016 LAPORAN TAHUNAN KEHIDUPAN KEAGAMAAN DI INDONESIA TAHUN 2015
1
BAHAN PRE-LAUNCHING, 15 DESEMBER 2014
Laporan Tahunan
Kehidupan Keagamaan di Indonesia Tahun 2015
Puslitbang Kehidupan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI 2016 LAPORAN TAHUNAN KEHIDUPAN KEAGAMAAN DI INDONESIA TAHUN 2015
1
BAHAN PRE-LAUNCHING, 15 DESEMBER 2014
Laporan Tahunan Kehidupan Keagamaan di Indonesia Tahun 2015 oleh Puslitbang Kehidupan Keagamaan Edisi I, Desember 2015 Edisi II, Februari 2016 ISBN : 978-979-797-xx-x Diterbitkan oleh: Puslitbang Kehidupan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI Jl. M. H. Thamrin No. 6 Lt. 19 (T) 021-3920425 (F) 021-3920421 Surel:
[email protected]
Keterangan gambar sampul: Foto karya Muhammad Muttaqun Juara Lomba Kerukunan Kategori Umum yang diselenggarakan oleh PKUB Kemenag RI http://lombakerukunan.pkub.kemenag.go.id
2
LAPORAN TAHUNAN KEHIDUPAN KEAGAMAAN DI INDONESIA TAHUN 2015
Kata Pengantar
Assalamu alaikum w. w. Salam sejahtera untuk kita semua. Puji syukur ke hadirat Allah subhanahu wa taala, Tuhan Yang Maha Kuasa, atas perkenan-Nya, Laporan Tahunan ini dapat diselesaikan dengan baik dan diterbitkan. Buku “Laporan Tahunan Kehidupan Keagamaan 2015” ini adalah hasil dari proses panjang kegiatan Penyusunan Laporan Tahunan Kehidupan Keagamaan sejak Januari hingga Desember 2015. Buku ini merupakan edisi kedua, setelah buku edisi pertama mendapat masukan dalam forum Pre-Launching Desember lalu. Melanjutkan “tradisi” sejak lima tahun lalu, laporan ini kembali hadir untuk merekam berbagai dinamika kehidupan keagamaan, yang mencakup (a) aliran, paham, dan gerakan keagamaan, (b) pelayanan keagamaan, dan (c) hubungan antarumat beragama. Tersaji ulasan kasus-kasus kehidupan keagamaan di Indonesia sepanjang tahun 2015, yang disertai perspektif dan analisis serta hasil riset dan kajian terkait. Tiada gading yang tak retak. Karya ini kami yakini masih memiliki keterbatasan-keterbatasan. Karenanya, kami akan senang mendapat kritik, masukan, dan saran apapun dari pembaca sekalian. Akhirnya, kami mengucapkan selamat membaca, dan semoga laporan ini memberikan sebesar-besar manfaat. Jakarta, 10 Februari 2016 Kepala Puslitbang Kehidupan Keagamaan, ttd. Dr. H. Muharam Marzuki NIP 19630204 199403 1 002 LAPORAN TAHUNAN KEHIDUPAN KEAGAMAAN DI INDONESIA TAHUN 2015
3
Kata Sambutan
Kepala Badan Litbang dan Diklat
Assalamu alaikum w. w. Salam sejahtera untuk kita semua.
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah subhanahu wata’ala, Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat perkenan-Nya maka Laporan Tahunan Kehidupan Keagamaan di Indonesia kembali dapat diluncurkan pada tahun ini. Seperti tahun-tahun sebelumnya, terbitnya Laporan Tahunan Kehidupan Keagamaan di Indonesia ini adalah bertujuan untuk menyediakan data dan analisa tentang dinamika perkembangan kehidupan keagamaan masyarakat Indonesia dalam berbagai aspek. Sesuai dengan tugas dan fungsi Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama, maka aspek-aspek keagamaan yang disajikan adalah terdiri dari: (a) aliran, paham, dan gerakan keagamaan, (b) pelayanan keagamaan, dan (c) hubungan antar umat beragama. Layaknya sebuah laporan yang disusun oleh pemerintah maka perspektif yang dipakai adalah perspektif pemerintah, yaitu peran pemerintah dalam hal ini Kementerian Agama dalam memberikan pelayanan keagamaan, menciptakan kerukunan umat beragama, dan penguatan tata kelola kepemerintahan yang bersih dan berwibawa.
Terbitnya Laporan Tahunan Kehidupan Keagamaan di
Indonesia ini adalah untuk memenuhi Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 10 Tahun 2010, yaitu bahwa Badan Litbang dan
Diklat merupakan unit yang menyediakan data dan informasi sebagai masukan kebijakan bagi Kementerian Agama. Permasalahan sosial politik global dan nasional yang terus berubah membuat peran agama dalam menjaga tatanan masyarakat yang ideal belum
4
LAPORAN TAHUNAN KEHIDUPAN KEAGAMAAN DI INDONESIA TAHUN 2015
berjalan secara optimal. Oleh karena itu, kehadiran Laporan Tahunan Kehidupan Keagamaaan di Indonesia ini membantu pemerintah dalam rangka mengevaluasi implementasi kebijakan pemerintah dalam bidang keagamaan. Sebagai Kepala Badan Litbang dan Diklat saya ingin mengucapkan terima kasih kepada seluruh Tim Penyusun Laporan ini dan semua pihak yang telah bekerja keras dalam mempersiapkan laporan ini dari awal hingga terbitnya laporan ini. Semoga segala upaya dan sumbangsih yang telah diberikan akan memperoleh balasan yang setimpal dari Allah subhana wa ta’ala, Tuhan Yang Maha Esa. Amin. Jakarta, 10 Februari 2016 Kepala Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama, ttd. Prof. H. Abd. Rahman Mas’ud, Ph.D. NIP 19600416 198903 1 005
LAPORAN TAHUNAN KEHIDUPAN KEAGAMAAN DI INDONESIA TAHUN 2015
5
Daftar Isi
Kata Pengantar (3) Kata Sambutan Kepala Badan Litbang dan Diklat (4) Daftar Isi (6) Bab I PENDAHULUAN (9) Bab II DATA KEAGAMAAN (13) A. Pemeluk Agama (14) B. Rumah Ibadat (17) C. Lembaga Keagamaan (18) Bab III PAHAM, ALIRAN, DAN GERAKAN KEAGAMAAN (21) A. Radikalisme dan Deradikalisasi (21) 1. Efek Rambat Paham dan Gerakan ISIS (22) 2. Pemblokiran Situs Radikal (22) 3. Jihad Informasi (23) 4. Upaya Penanggulangan Ekstrimisme (25) 5. Efektivitas Program Deradikalisasi (26)
B. Fenomena Aliran Bermasalah (26) 1. Gerakan Fajar Nusantara/GAFATAR (26) 2. Aliran Isa Bugis di Parung Bogor (27) 3. Stiker Salat Tiga Waktu di Jombang (28) 4. Gesekan di STAI Ali bin Abi Thalib (29) 5. Konflik Intern Islam Ma’rifat (30) C. Wacana Islam Nusantara dan Islam Berkemajuan (31) D. Kegiatan Ormas Keagamaan (32) 1. Muktamar NU (32) 2. Muktamar Muhammadiyah (32)
6
LAPORAN TAHUNAN KEHIDUPAN KEAGAMAAN DI INDONESIA TAHUN 2015
3. Muktamar Mathlaul Anwar (33) 4. Munas MUI di Surabaya (34) 5. Sinode Gereja Batak Karo Protestan (34) 6. Pekan Komunikasi Sosial Nasional-KWI (34) 7. Munas PGLII Tahun 2015 di Banten (35) Bab IV PELAYANAN KEAGAMAAN (37) A. Isu-Isu Perkawinan (37) 1. Perceraian, Cerai Gugat, dan Suscatin (37) 2. Biaya Nikah Tetap Mahal? (39) 3. Pengangkatan P3N di Daerah Khusus (41) 4. Integrasi Data Nikah dan Kependudukan (41) 5. Kontroversi Nikah Sesama Jenis (42) 6. Nikah Siri Online (43) B. Penyelenggaraan Haji dan Umrah (44) 1. Haji Cukup Satu Kali: Antara KMA dan MK (44) 2. Dugaan Penyerobotan Antrian Haji (45) 3. Travel Haji Nakal dan Tindakan Tegas (46) 4. Peningkatan Kualitas Pelayanan Haji (46) 5. Jatuhnya Crane dan Tragedi Mina (47) 6. Pelayanan Bimbingan Manasik Haji (48) C. Zakat dan Wakaf (49) 1. Upaya Optimalisasi Zakat dan Wakaf (49) 2. Zakat Produktif bagi UKM (50) 3. Sertifikasi Tanah Wakaf Masjid (50) 4. LAZ Pasca Judicial Review UU Zakat (51) D. Penyatuan Kalender Hijriyah (51) E. Sertifikasi Halal (52) 1. Tahapan Pelaksanaan UUJPH (52) 2. Kasus Solaria: Pentingnya Sertifikasi (53) F. Tashih dan Tahfidz Al-Qur’an (54) 1. Tashih Al-Qur’an Digital (54) 2. Program Tahfidz Kemenag- UICCI (54) G. Lomba Membaca Kitab Suci (55) 1. STQ dan MTQ (55) 2. MTQ Mahasiswa Nasional (55) 3. Musabaqah Hafalan Al-Quran dan Hadits (56) 4. Festival Bhagavad Gita/FBG (56) 5. Pesparawi Ambon XI Tahun 2015 (56) H. Jilbab Polwan - Jilbab TNI (57) I. Penguatan Regulasi Penyuluh Agama (57)
LAPORAN TAHUNAN KEHIDUPAN KEAGAMAAN DI INDONESIA TAHUN 2015
7
Bab V HUBUNGAN UMAT BERAGAMA (59) A. Potret Toleransi Beragama (59) 1. Potret Kerukunan di Alor NTT (60) 2. Potret Kerukunan di Tandano Minahasa (60) 3. Potret Kerukunan di Boyoali (61) 4. Potret Kerukunan di Joyoningratan Solo (61) 5. Potret Kerukunan di Kampung Sawah (61) 6. Potret Kerukunan Indonesia di Mata Dunia Internasional (62) 7. Indeks Kerukunan Tahun 2015 (62) B. Kasus-kasus Seputar Rumah Ibadat (64) 1. Demo Menolak Pembangunan Gereja St. Clara (64) 2. Isu Perluasan Gereja Advent Pisangan (65) 3. Kasus Penolakan Pendirian Masjid di Manokwari (65) 4. Penyerangan Masjid Syuhada di Bitung (66) 5. Konflik Penertiban Gereja/Undung-undung di Aceh Singkil (67) 6. Insiden Tolikara (69) 7. Kasus Rumah Ibadat dan Wacana Revisi PBM (71) 8. Penyerangan Majelis Dzikir Az-Zikra (72) C. Upaya Peningkatan Kerukunan (73) 1. Wacana FKUB Tingkat Nasional (73) 2. Edukasi Kerukunan bagi Siswa (73) 3. Merajut Toleransi di Rawan Konflik (74) 4. Reward untuk Program Kerukunan Kementerian Agama (75) D. Penguatan Regulasi: RUU PUB (76) Bab VI PENUTUP (79) LAMPIRAN (81)
8
LAPORAN TAHUNAN KEHIDUPAN KEAGAMAAN DI INDONESIA TAHUN 2015
1
Pendahuluan
B
agi masyarakat Indonesia, agama merupakan sesuatu yang penting. Berbagai segi kehidupan sosial, ekonomi, budaya bahkan politik, selalu ada aspek peran agamanya. Masyarakatnya pun pada umumnya beragama dan mengamalkan ajaran agamanya. Indikasinya tampak dari adanya rumah-rumah ibadat, kegiatan-kegiatan keagamaan, budaya keagamaan, serta adanya beberapa regulasi keagamaan. Bahkan konstitusi dan peraturan perundang-undangan yang merupakan ekspresi kesepakatan warga negara tentang aspirasi-aspirasi mereka sebagai bangsa, juga memuat pasal-pasal dan diktum terkait agama. Dalam konteks hidup bersama sebagai warga negara, umat beragama hidup berdampingan saling mengisi, berkoeksistensi, meskipun kadang-kadang berkompetisi. Dinamika sosial kemasyarakatan dibaca dalam satu tarikan nafas dengan dinamika antarumat beragama, karena pada dasarnya penduduk Indonesia adalah para pemeluk suatu agama. Karena itu, dinamika kehidupan keagamaan masyarakat terus bergulir seiring atau mengiringi dinamika kehidupan sosial pada umumnya. Secara umum, dinamika kehidupan keagamaan di Indonesia tahun 2015 cukup dinamis namun tetap kondusif. Pengalaman polarisasi umat beragama di masa momen politik LAPORAN TAHUNAN KEHIDUPAN KEAGAMAAN DI INDONESIA TAHUN 2015
9
2014, telah mulai berubah, mereka merekonsolidasi meski posisinya masih terus bergerak. Dalam ruang perubahan di era kebebasan berekspresi ini dinamika kehidupan beragama pada umumnya memang lebih dinamis. Ada euforia ekspresi beragama yang unik, lokal, atau bahkan mengglobal. Ada kasus atau isu baru, ada kemunculan kembali kasus atau isu lama, atau ada juga kasus atau isu baru namun mengambil formulasi atau bertransformasi dalam bentuk lain. Ada pola-pola baru kreativitas dalam beragama, yang mengakselerasi dinamika kehidupan keagamaan. Terhadap dinamika isu keagamaan tersebut, penting terus dilakukan pencermatan. Terlebih untuk negara dan Pemerintah, pencermatan ini dimaksudkan agar potensi konfliktual yang dimungkinkan terjadi dapat dihindarkan, dan agar pelayanan kepada warga negara dapat dipantau dan diperbaiki menuju good governance. Dalam konteks inilah, Laporan Tahunan Kehidupan Keagamaan 2015 hadir. Untuk kali keenam, laporan ini merekam informasi, data, laporan, ataupun penjelasan tentang kondisi dan kasus-kasus keagamaan yang terjadi sepanjang Januari-Desember 2015. Tujuannya, selain untuk mendeskripsikan dan mendokumentasikan, juga dalam satu dan lain hal untuk menjelaskan ‘posisi’ atas kasus atau informasi keagamaan yang diangkat dalam laporan ini. Sebagaimana kerap dituduhkan sebagian pihak, bahwa negara absen dalam isu-isu keagamaan, laporan ini hendak memberi tahu bahwa negara telah tahu dan hadir menangani. Perihal “posisi” dijelaskan dalam perspektif di akhir setiap isu yang diangkat, dan sejauh yang tersedia bahannya, di bagian akhir ada supporting data dalam bentuk hasil penelitian dan atau kajian empirik lainnya.
10
Meski merasa jauh dari memadai, namun laporan ini mencakupi hal-hal kehidupan keagamaan yang cukup luas. Tidak hanya soal kondisi kebebasan beragama atau pemenuhan HAM, sebagaimana perhatian sejumlah laporan tahunan LSM, namun juga pernik pelayanan keagamaan serta dinamika ajaran dan ekspresi keagamaan masyarakat--ingkup-lingkup kajian yang sejatinya diwakili kata “kehidupan keagamaan”. Namun demikian, sebagai pembatasan substansi, ihwal politik, pendidikan, dan kajian kelekturan, tidak termasuk lingkup kajian keagamaan dalam laporan ini. Terkait isu-isu pendidikan, misalnya, saat ini sudah ada Laporan Tahunan Pendidikan Agama dan Keagamaan yang meliputnya. Demikian yang lainnya. Meski “meminjam” berita kasus-kasus keagamaan dari sejumlah berita keagamaan yang diliput media, namun laporan ini tidak menghitung dan memrosentasekannya. Media diperankan semata sebagai penjaring berita penunjuk topik kajian, bukan penentu simpulan kecenderungan. Laporan ini tak ingin terjebak pada “media setting”, meski sumber informasi yang digunakan adalah media massa cetak. Paradigma kerukunan, good governance, dan HAM citarasa Indonesia masih kami gunakan sebagai tools dalam menelaah topik-topik yang diangkat. Paradigma kerukunan melihat setiap peristiwa atau kasus untuk dianalisa ke arah resolusi konflik , bagaimana hal tersebut diarahkan pada terciptanya atau terpeliharanya kerukunan umat beragama. Paradigma good governance, dalam kaitan dengan pelayanan keagamaan, berupaya menempatkan diri pada apa hak dan kewajiban yang semestinya. Sedangkan paradigma HAM bercitarasa Indonesia, bahwa pada bagian tertentu laporan ini menggunakan pendekatan nilai-nilai HAM universal dengan mempertimbangkan keselarasan
LAPORAN TAHUNAN KEHIDUPAN KEAGAMAAN DI INDONESIA TAHUN 2015
dan keserasiannya dengan nilai-nilai budaya lokal Indonesia. Penerbitan Laporan Tahunan Kehidupan Keagamaan 2015 ini adalah kali keenam setelah sejak 2010 setiap tahun Puslitbang Kehidupan Keagamaan mulai menerbitkannya. Edisi-edisi terdahulu telah diakses publik, diapresiasi, dan diambil manfaatnya. Pembaca yang belum mendapatkannya edisi-edisi itu dapat mengunduhnya dari laman balitbangdiklat.kemenag.go.id. Bukan perkara mudah, menyusun pendapatpendapat sebagai positioning laporan ini, mewakili siapa: Pemerintah, Kemenag, Badan Litbang dan Diklat, atau Puslitbang Kehidupan Keagamaan? Karena mengangkat isu di bidang kehidupan keagamaan, maka pembahasan isu-isu ini menjadi tetap relevan, dan dalam otoritasnya. Meski tidak selalu merasa sempurna, namun laporan harus terbit. Satu di antara yang mendorong dan menaikkan urgensi kehadiran laporan ini adalah bahwa kami ingin senantiasa mengikuti dan hadir dalam persoalan publik terkait kehidupan keagamaan. Selain itu, melalui laporan tahunan ini kami merasa sedang “berdialog” dengan pembaca sekalian dan laporan serupa lainnya terkait isu-isu yang diangkat. Penting ditambahkan, laporan ini bukanlah laporan tahunan kegiatan (kinerja) Puslitbang Kehidupan Keagamaan, sebagaimana lazim diterbitkan kementerian/lembaga sebagai laporan kinerja di akhir tahun. Ini adalah laporan terkait substansi kehidupan keagamaan, di luar isu politik dan pendidikan. Dengan kata “tahunan”, laporan ini hendak sadar waktu bahwa isu-isu yang diangkat hanyalah yang terjadi pada tahun 2015 ini, dengan masa pantau Januari hingga Desember 2015. Adapun “kehidupan keagamaan” yang secara kajian sosiologis memiliki aspek keyakinan, ritual, pengalaman keagamaan, dan komunitas, dalam laporan ini dibatasi pada sisi pengalaman
dan komunitas keagamaan saja, itupun sebagaimana terjaring dalam sumber data yang kami miliki, dan seleksi berita yang kami lakukan.
... selain untuk mendeskripsikan dan mendokumentasikan, juga dalam satu dan lain hal untuk menjelaskan ‘posisi’ atas kasus atau informasi keagamaan yang diangkat dalam laporan ini. Sebagaimana kerap dituduhkan sebagian pihak, bahwa negara absen dalam isu-isu keagamaan, laporan ini hendak memberi tahu bahwa negara telah tahu dan hadir menangani. Laporan ini ditulis secara deskriptif-analitis
terhadap isu-isu yang dipilih dari sejumlah isu yang berkembang di media massa sebagai perekam informasi harian sepanjang tahun. Gambaran proses penyusunan sebagai berikut:
a. Menyeleksi berita keagamaan sepanjang tahun 2015 dari berbagai media massa, berdasarkan relevansi, urgensi, dan pertimbangan tertentu lainnya. Penyeleksian berujung pada pengelompokan berita keagamaan per bulan di dalam folder berjudul: bidang paham keagamaan, bidang pelayanan keagamaan, dan bidang hubungan antarumat beragama. Sumber berita yang digunakan adalah kliping media harian oleh PINMAS Kementerian Agama, meliputi media massa cetak, seperti: Republika, Kompas, Media Indonesia, Koran Tempo, Jawa Pos, Indo Pos, Suara Pembaruan, Sindo, Duta Masyarakat, Suara Karya, Warta Kota, Koran Jakarta, Pikiran Rakyat, Jurnal Nasional, dan Pelita. Juga sejumlah laman seperti: kemenag. go.id, antaranews.com, detik.com, tempo.co, inilah.com, sindonews. com, vivanews.com, metrotvnews.com, dan lainnya.
LAPORAN TAHUNAN KEHIDUPAN KEAGAMAAN DI INDONESIA TAHUN 2015
11
b. Dari ratusan judul berita keagamaan tersebut lalu diseleksi berita-berita besar (dalam bahasa awak media: “bernafas panjang”), untuk setiap bidangnya. Lalu kami memasukkannya pada tabel 5 kolom yang kami sebut list of issues (sebagaimana terlampir). Proses ini berujung pada tersusunnya outline-sementara untuk bab 3-5 (bab substansi, dimana bab 1 pendahuluan, bab 2 data keagamaan, dan bab 6 penutup).
di-entry-kan ke setiap isu yang dipilih. Berbagai dokumen kebijakan Kementerian Agama telah ikut disertakan di samping hasil-hasil penelitian dan pengembangan di lingkungan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama.[]
c. Outline dikembangkan menjadi naskah dengan cara membaca intisari setiap kliping dalam topik yang sama, lalu ditulis ulang (diparafrasekan) menjadi naskah per topik. Lalu, dikembangkan dan dikembangkan terus sehingga menjadi konsep kasar. d. Bersama bab-bab lainnya, setiap naskah per topik di bab 3-5 ini dilengkapi dengan “perspektif” (yakni pendapat laporan ini terkait berita keagamaan yang diangkat) dan “supporting data” (hasil riset atau kajian terkait, sebagai pendukung/penguat). e. Naskah diedit dan edit lagi sehingga menjadi laporan yang siap diterbitkan. Sebelum dilaunching pada awal tahun berikutnya, naskah diuji publik internal Kementerian Agama pada Desember tahun berjalan, dalam acara yang disebut Pre-Launching. Sejumlah pihak telah turut terlibat dalam penyusunan laporan ini. Pada tahap awal, tim mengundang pakar di bidang media dan isu-isu sosial keagamaan untuk bersama-sama melakukan refleksi atas perjalanan kehidupan keagaaan pada tahun 2015 ini. Hal ini untuk memperkuat sensitivitas tim dalam melakukan pembacaan kliping dan penyeleksian berita keagamaan. Tim internal Puslitbang Kehidupan Keagamaan (lintas bidang) juga menyertakan beberapa tenaga dari Ditjen Bimas Islam, Kristen, Katolik, Hindu, dan Buddha, serta Setjen Kementerian Agama (PINMAS, Pusat Kerukunan Umat Beragama, dan Biro Perencanaan) untuk turut memperkaya bahan awal serta supporting data yang dapat
12
LAPORAN TAHUNAN KEHIDUPAN KEAGAMAAN DI INDONESIA TAHUN 2015
2
Data Keagamaan
P
roblem krusial terkait data keagamaan di Indonesia adalah adanya kepelbagaian data, selain ketidakajekannya dalam penyajian antartahun. Data terkait jumlah rumah ibadat, misalnya, diketahui ada perbedaan di antara beberapa sumber. Data yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS), kerap berbeda dengan data dari Kementerian Agama. Berbeda pula dengan data dari majelis agama. Lalu, data antartahun seringkali menunjukkan selisih data yang agak jauh sehingga sedikit meragukan. Padahal, data keagamaan akan menjadi basis pengambilan kebijakan pelayanan keagamaan oleh Pemerintah. Jumlah kuota haji suatu provinsi, besaran alokasi anggaran bantuan rumah ibadat dan penyuluh agama, misalnya, pasti menggunakan data pemeluk, data penyuluh, dan data rumah ibadat. Demikian halnya bagi majelis dan umat beragama sendiri, data keagamaan dapat menjadi basis dalam administrasi organisasi atau bahkan ‘parameter’ keberhasilan suatu program, misalnya. Karena itu, laporan ini memandang penting menyuguhkan data keagamaan, setidaknya data elementer: jumlah pemeluk agama, rumah ibadat, lembaga atau ormas keagamaan, dan jumlah lembaga Forum Kerukunan Umat Beragama di Indonesia.
LAPORAN TAHUNAN KEHIDUPAN KEAGAMAAN DI INDONESIA TAHUN 2015
13
A. Pemeluk Agama Jumlah pemeluk agama tahun 2015 ini masih menggunakan data hasil sensus penduduk 10 tahunan yang dilakukan BPS, yakni Sensus Penduduk 2010 (SP2010)--lihat tabel 1. Meski secara faktual ada fluktuasi jumlah pemeluk agama setiap tahunnya, namun hasil SP2010 saja yang tersedia sebagai hasil penghitungan cacah dalam skala nasional--yang ditampilkan. Sebagaimana disebutkan di awal, bahwa data jumlah penduduk berdasarkan agama dilaporkan berbeda oleh beberapa lembaga: BPS, Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil, serta Kementerian Agama. Selain karena soal perbedaan tahun masa hitung, diketahui ada
perbedaan metodologis dalam pencacahan. Hal ini terungkap dalam FGD Data Keagamaan yang diadakan Puslitbang Kehidupan Keagamaan pada November 2015, yang dihadiri perwakilan dari BPS, dan unit-unit teknis di lingkungan Kementerian Agama yang juga menyediakan data keagamaan.
Diungkapkan pejabat BPS, bahwa terjadinya perbedaan data hasil Sensus Penduduk 2010 dengan data Disdukcapil dan Kementerian Agama kemungkinan besar karena perbedaan konsep penduduk. Penduduk menurut BPS (SP2010) adalah penduduk real, yang ada di lapangan, yang sudah menetap selama 6 bulan atau belum 6 bulan tetapi berniat untuk menetap. Sedangkan bagi Disdukcapil, pendataan penduduk didasarkan pada dokumen catatan sipil. Sehingga penduduk yang sudah pindah-tetap, selama belum mengurus administrasi/surat pindah, tetap dicatat di tempat lama. Dapat ditambahkan, perbedaan tahun penghitungan juga tentu menyebabkan angka yang berbeda. Data BPS adalah data sepuluh tahunan, sedangkan data Kementerian Agama bersifat tahunan, karena akan digunakan
14
sebagai basis pengambilan kebijakan setiap tahunnya. Karenanya, rentang masa hitung tentu akan menyebabkan perbedaan data/angka. Dapat digambarkan, data penduduk berdasarkan agama yang dimiliki Kementerian Agama setiap tahunnya, didasarkan pada proses hitung manual yang dilakukan para penyuluh agama di lapangan, yang kemudian dilaporkan secara berjenjang. Laporan dari Kantor Kementerian Agama di tingkat kabupaten/kota, diteruskan ke Kantor Wilayah Kementerian Agama di tingkat provinsi, dan akhirnya disinkronisasi oleh Pusat Informasi dan Kehumasan (PINMAS) Kementerian Agama di pusat. Data tahunan ini biasa ditampilkan di dalam buku “Kementerian Agama Dalam Angka” (KADA) yang diterbitkan setiap tahunnya. Hanya saja, khusus terkait jumlah pemeluk agama ini, data yang ditampilkan dalam KADA pun adalah data hasil SP2010 BPS tersebut, untuk adanya kesatuan data secara nasional. Sementara data tahunan hanya menjadi konsumsi internal untuk kebutuhan bagian perencanaan, alokasi anggaran, dan sebagainya. Lembaga lain yang menggunakan dan mengolah data jumlah penduduk adalah Komisi Pemilihan Umum (KPU). Hasilnya juga berbeda dengan data BPS, karena KPU merujuk pada data dasar dari Disdukcapil, berbasis pada ketercatatan KTP/KK penduduk. Penduduk yang dapat memilih di suatu tempat hanya yang memiliki KTP di daerah tersebut. Melihat urgensi ketersediaan data keagamaan yang lebih baik untuk berbagai kebutuhan jangka panjang dan pendek, pada November 2015, PINMAS pada Sekretariat Jenderal Kementerian Agama juga menggelar Workshop Data Keagamaan yang menjajaki kemungkinan penyelenggaraan “Sensus Keagamaan” secara nasional--serupa “Sensus Pertanian” yang pernah dilakukan BPS tahun 2013.
LAPORAN TAHUNAN KEHIDUPAN KEAGAMAAN DI INDONESIA TAHUN 2015
Tabel 1 Jumlah Penduduk Berdasarkan Agama, BPS 2010
Agama No
Provinsi
Islam
Kristen
Katolik
Hindu
Buddha
Khonghucu
Lainnya
Jumlah
1
Aceh
4.413.244
50.309
3.315
136
7.062
36
20.308
4.486.570
2
Sumatera Utara
8.579.830
3.509.700
516.037
14.644
303.548
984
57.461
12.985.075
3
Sumatera Barat
4.721.924
69.253
40.428
234
3.419
70
11.581
4.845.998
4
Riau
4.872.873
484.895
44.183
1.076
114.332
3.755
17.253
5.543.031
5
Jambi
2.950.195
82.311
13.250
582
30.014
1.491
14.422
3.088.618
6
Sumatera Selatan
7.218.951
72.235
42.436
39.206
59.655
663
17.248
7.446.401
7
Bengkulu
1.669.081
28.724
6.364
3.727
2.173
41
5.408
1.713.393
8
Lampung
7.264.783
115.255
69.014
113.512
24.122
596
21.123
7.596.115
9
Bangka Belitung
1.088.791
22.053
14.738
1.040
51.882
39.790
5.002
1.223.048
10
Kepulauan Riau
1.332.201
187.576
38.252
1.541
111.730
3.389
4.474
1.685.698
11
DKI Jakarta
8.200.796
724.232
303.295
20.364
317.527
5.334
36.239
9.588.198
12
Jawa Barat
41.763.592
779.272
250.875
19.481
93.551
14.723
132.238
43.021.826
13
Jawa Tengah
31.328.341
572.517
317.919
17.448
53.009
2.995
90.428
32.380.687
14
DI Yogyakarta
3.179.129
94.268
165.749
5.257
3.542
159
9.387
3.452.390
15
Jawa Timur
36.113.396
638.467
234.204
112.177
60.760
6.166
311.587
37.476.011
16
Banten
10.065.783
268.890
115.865
8.189
131.222
3.232
38.985
10.644.030
17
Bali
520.244
64.454
31.397
3.247.283
21.156
427
5.796
3.891.428
18
Nusa Tenggara Barat
4.341.284
13.862
8.894
118.083
14.625
139
3.325
4.496.855
19
Nusa Tenggara Timur
423.925
1.627.157
2.535.937
5.210
318
91
91.189
4.679.316
20
Kalimantan Barat
2.603.318
500.254
1.008.368
2.708
237.741
29.737
13.857
4.393.239
21
Kalimantan Tengah
1.643.715
353.353
58.279
11.149
2.301
414
142.878
2.202.599
22
Kalimantan Selatan
3.505.846
47.974
16.045
16.064
11.675
236
28.776
3.626.119
23
Kalimantan Timur
3.033.705
337.380
138.629
7.657
16.356
1.080
18.336
3.550.586
24
Sulawesi Utara
701.699
1.444.141
99.980
13.133
3.076
511
8.056
2.265.937
25
Sulawesi Tengah
2.047.959
447.475
21.638
99.579
3.951
141
14.266
2.633.420
26
Sulawesi Selatan
7.200.938
612.751
124.255
58.393
19.867
367
18.205
8.032.551
27
Sulawesi Tenggara
2.126.126
41.131
12.880
45.441
978
48
5.982
2.230.569
28
Gorontalo
1.017.396
16.559
761
3.612
934
11
891
1.038.585
29
Sulawesi Barat
957.735
164.667
11.871
16.042
326
35
7.975
1.158.336
30
Maluku
776.130
634.841
103.629
5.669
259
117
12.861
1.531.402
31
Maluku Utara
771.110
258.471
5.378
200
90
212
2.626
1.035.478
32
Papua Barat
292.026
408.841
53.463
859
601
25
4.607
760.855
33
Papua
450.096
1.855.245
500.545
2.420
1.452
76
23.547
2.851.999
Jumlah / Total
207.176.162
16.528.513
6.907.873
4.012.116
1.703.254
117.091
1.196.317
237.556.363
%
87,21 %
6,96 %
2,91 %
1,69 %
0,72 %
0,5 %
100 %
0,05 %
Sumber: Sensus Nasional BPS, 2010
Problem kesatuan data jumlah penduduk berdasarkan agama mungkin akan terjawab dengan adanya penerapan satu identitas, e-KTP.
Data agama penduduk akan terrekam dalam database kependudukan--meski tetap perlu update tahunan karena ada kemungkinan konversi agama.
LAPORAN TAHUNAN KEHIDUPAN KEAGAMAAN DI INDONESIA TAHUN 2015
15
Dari tabel 1 tergambar, secara nasional, mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam (87,21%). Namun demikian, di tingkat provinsi dan kabupaten/kota kondisinya berbeda. Di Provinsi Bali mayoritas beragama Hindu, di NTT mayoritas Katolik, adapun di Sulawesi Utara dan Papua mayoritas Kristen. Mayoritas-minoritas pemelukan agama di berbagai wilayah ini cukup dipahami sebagai realitas demografis. Tidak untuk dipahami sebagai kompetisi jumlah umat, atau pembedaan dalam pelayanan dan pemenuhan haknya. Dalam hal pendirian rumah ibadat, misalnya, tidak didasarkan pada pemeluk agama mayoritas atau minoritas di wilayah masingmasing, melainkan kebutuhan nyata pelayanan rumah ibadat dan persyaratan tertentu lainnya. Istilah “mayoritas-minoritas” sendiri sesungguhnya bias. Mayoritas di tingkat provinsi tidak berarti mayoritas di tingkat kabupaten/kota, dan pada tingkat selanjutnya. Demikian halnya, mayoritas secara kuantitas-jumlah tidak berarti
mayoritas secara kualitas-kekuatan politik, ekonomi, dan lain sebagainya. Karenanya, dapat dipahami, banyak pihak mengusulkan penghapusan istilah “mayoritas-minoritas” karena kerap disalahmaknai. Selanjutnya, untuk melihat perkembangan jumlah pemeluk agama di Indonesia dari beberapa hasil sensus nasional oleh BPS, dapat dicermati gambaran fluktuasinya pada Tabel 2. Dalam lima kali sensus nasional, data tampak fluktuatif. Dinamika fluktuasi-kuantitatif jumlah umat ini masih memerlukan penjelasan kualitatifnya. Suatu kenaikan atau penurunan jumlah umat dapat merupakan hasil proses penyiaran agama, pindah agama, migrasi penduduk, atau siklus alamiah kelahiran-kematian. Meski laporan ini belum sampai pada simpulan itu, namun informasi tentang fluktuasi ini dinilai penting terus disampaikan kepada publik secara berkala, agar umat beragama terus mengetahui perkembangannya dan dapat secara dewasa memahaminya.
Tabel 2 Fluktuasi Jumlah Penduduk berdasarkan Agama (Hasil Sensus Nasional BPS)
Agama
Islam Kristen Katolik Hindu Buddha Khonghucu (lainnya) Jumlah
1971
1980
1990
2010
103,579,496
128,462,176
151,901,404
172,815,764
207,176,162
1.42%
--
0.32%
0.21%
0.50%
87.51% 6,049,491 5.11% 2,692,215 2.27% 2,296,299 1.94% 1,092,314 0.92% 972,133 0.82% 1,685,902
118,367,850 100%
88.17% 8,505,696 5.84% 4,355,575 2.99% 2,988,461 2.05% 1,391,991 0.96% ----
145,703,899 100%
87.68% 10,065,544 5.81% 5,610,452 3.24% 3,283,382 1.90% 1,824,201 1.05% --554,290
173,239,273 100%
Sumber: Sensus Nasional BPS, 1971, 1980, 1990, 2000, dan 2010.
16
2000
LAPORAN TAHUNAN KEHIDUPAN KEAGAMAAN DI INDONESIA TAHUN 2015
87.91% 11,264,183 5.73% 6,388,935 3.25% 3,518,829 1.79% 2,162,409 1.10% --415,410
196,582,600 100%
87.21% 16,528,513 6.96% 6,907,873 2.91% 4,012,116 1.69% 1,703,254 0.72% 117,091 0.05% 1,196,317
237,556,363 100%
B. Rumah Ibadat Data keagamaan lainnya yang dipandang penting adalah jumlah rumah ibadat masingmasing agama di Indonesia--lihat tabel 3. Data ini memberi gambaran tentang perkembangan
ketersediaan tempat ibadat atau sarana pendukung peribadatan setiap agama di setiap provinsi. Angka jumlah rumah ibadat ini merujuk pada data yang dirilis PINMAS Kementerian Agama, sebagai hasil pengumpulan data dari
Tabel 3 Jumlah Rumah Ibadat di Indonesia Tahun 2015 No
Provinsi
1
Aceh
3
Sumatera Barat
2 4 5 6 7 8 9
10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33
Sumatera Utara
M asjid
Gereja Kristen
Gereja Katolik
Pura
Vihara
Lithang teng
Kelen-
Jum lah
6.322
165
21
2
15
-
6.525
12.293
12.371
2.289
79
386
17
27.435
6.982
1.187
186
8
257
27
8.647
Sumatera Selatan
10.343
583
175
346
151
-
11.598
Lampung
10.409
900
320
612
200
-
12.441
490
72
4
203
20
2.670
Riau
Jambi
Bengkulu
Bangka Belitung Kepulauan Riau
6.766 4.227 2.391 1.560 1.881
63
234 236 178
DKI Jakarta
11.750
1.093
Jawa Tengah
44.885
Jawa Barat
DI Yogyakarta Jawa Timur Banten Bali
Sulawesi Tenggara Gorontalo
Sulawesi Barat M aluku
M aluku Utara Papua Barat Papua
Jumlah %
1
132
186
2.128
2.737
70
427
163
15
55.152
745
456
51
21.428
44
1
22.725
32
14.421
2.274 334 839 29
48 59 14 17
608
4.886
1.684
2.355
1.687
197
3.062 92
577 9
4.346
1.593
378
2.934
2.186
148
1.006 10.316 3.046 1.458 1.372
4.293 2.053 275 133
296.795 75,60%
56 20
4.633
58.650
14,94%
291
29
48.724
24
2
508
114 51 2
9 -
1
27
208
28
-
436 43
252 220 32 54 23 2
10
7.911
25.421
2,02%
13.272
30
356
212 92
4
180
27
260
47
2.278
645
405
191
813
418
1.104
11
168
133
2.552
26
105
910
1.111
29
317
2.711
51.740
5.023
Sulawesi Selatan
12
4.596
151
Kalimantan Selatan
Sulawesi Tengah
12
25
6.966
116
3.729
Sulawesi Utara
60
55
57
1
3.035
4.554
Kalimantan Barat
Kalimantan Timur
16
3
8
28
6.220
Kalimantan Tengah
50
1
80
59.835
Nusa Tenggara Barat
Nusa Tenggara Timur
127
27
6,48%
12
2
39
4
16
1
31 35 18 4 3 6 1 6
16
3.395
0,86%
3
62.396 4.999
15.408 6.722 7.213 7.778 4.689 5.360 6.403 5.606 5.537
5
12.860
-
1.647
-
410
0,10%
3.615 2.472 3.983 1.967 2.924 5.413
392.582
100,00%
Keterangan: data masjid belum termasuk langgar dan mushola; pura belum termasuk sanggah, wihara belum termasuk cetya. Sumber data, Kementerian Agama Dalam Angka, PINMAS Kementerian Agama, 2015.
LAPORAN TAHUNAN KEHIDUPAN KEAGAMAAN DI INDONESIA TAHUN 2015
17
seluruh Kantor Wilayah Kementerian Agama di 33 provinsi, yang telah disinkronisasikan dengan data dari Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat masing-masing agama di Kementerian Agama pusat. Dari jumlah jumlah rumah ibadat tersebut dan jumlah pemeluk agama di atas, dapat dirumuskan rasio penggunaan rumah ibadat oleh pemeluknya. Hal ini untuk menunjukkan tingkat pemenuhan kebutuhan pemeluk agama terhadap rumah ibadat pada masingmasing agama. Dari tabel 4 di bawah ini, tampak bahwa semua pemeluk agama telah mendapatkan pemenuhan kebutuhan rumah ibadatnya, meski dalam rasio yang bervariasi. Sebuah masjid, misalnya, secara rata-rata digunakan oleh 698 pemeluk agama Islam, sementara satu gereja Kristen melayani 282 pemeluk Kristen, dan satu pura digunakan 158 pemeluk Hindu. Demikian juga yang lainnya. Penting ditambahkan, bahwa ada perbedaan dalam tradisi penggunaan rumah ibadat oleh komunitas agama. Dalam Islam, sebuah
masjid dapat digunakan dan dapat melayani umat Islam dari kelompok Islam manapun. Sementara dalam agama Kristen, satu gereja umumnya melayani umat Kristen yang terdaftar sebagai anggota di gereja tersebut. Digunakan oleh satu denominasi secara rutin dan tidak bisa digunakan oleh denominasi lain. Akibatnya, dalam suatu wilayah kecamatan atau desa dimungkinkan berdiri banyak bangunan gereja karena adanya keragaman denominasi penggunanya itu. Terkait dengan hal ini, diperlukan kesalingpahaman dan kedewasaan antarumat beragama, karena selain secara fungsional menjadi sarana beribadat, rumah ibadat juga secara sosiologis memiliki makna simbolik tertentu. Kehadiran sebuah rumah ibadat di suatu wilayah secara sosiologis dapat dimaknai sebagai eksistensi komunitas pemeluknya di wilayah tersebut. Hal ini juga dapat dimaknai sebagai ‘ancaman’ bagi eksistensi pemeluk agama lain di sekitarnya. Karenanya, penting adanya sikap tenggang rasa, komunikasi yang baik, dan kesalingpahaman di antara umat beragama.
Tabel 4 Rasio/Perbandingan Jumlah Rumah Ibadat dan Penggunanya
Jumlah Penduduk Jumlah Rumah Ibadat Rasio
Islam
Kristen
Katolik
Hindu
Buddha
Khonghucu
207.176.162
16.528.513
6.907.873
4.012.116
1.703.254
117.091
296.795
58.650
7.911
25.421
3.395
410
1 : 698
1 : 282
1 : 873
1 : 158
1 : 502
1 : 285
Keterangan: Data jumlah penduduk menggunakan Data Hasil Sensus BPS 2010, sedangkan data jumlah rumah ibadat diambil dari PINMAS 2014.
C. Lembaga Keagamaan Data keagamaan lain adalah mengenai lembaga-lembaga keagamaan, baik berupa aliran, ormas, maupun yayasan keagamaan di masing-masing agama. Selain menunjukkan eksistensi komunitas umat beragama, lembagalembaga ini menjadi gambaran aset kelembagaan di dalam masing-masing agama, dinamika
18
kelompok agama dalam mengorganisasikan aspirasi umatnya, dan bagaimana pemuka agama dilahirkan. Dengan kategorisasi dan lingkup yang beragam, berikut data lembaga keagamaan yang tercatat pada Ditjen Bimbingan Masyarakat Agama di lingkungan Kementerian Agama:
LAPORAN TAHUNAN KEHIDUPAN KEAGAMAAN DI INDONESIA TAHUN 2015
Tabel 5 Jumlah Lembaga Keagamaan 2015
Agama Islam
Lembaga Keagamaan Ormas Islam Ormas Islam tingkat pusat Kristen Lembaga Persekutuan Gerejawi Aras Nasional Sinode (induk organisasi) Gereja se-Indonesia Yayasan Kristen Katolik Keuskupan Agung Keuskupan Paroki Lembaga keagamaan Hindu Lembaga agama dan keagamaan Buddha Lembaga keagamaan Yayasan keagamaan Khonghucu Lembaga keagamaan
Jumlah 7.384 60 8 323 577 10 27 1.201 661 108 311 242
Adapun jumlah penyuluh agama untuk masing-masing agama secara nasional, adalah sebagai berikut: Tabel 6 Jumlah Penyuluh Agama di Indonesia 2015
1 2 3 4 5 6
Grafik 1 Jumlah FKUB 2007-2015 600 480
464
500 402
409
420
428
400
Di dalam lembaga-lembaga keagamaan tersebut dan di berbagai rumah ibadat, aktivitas keagamaan digerakkan oleh para rohaniawan dan penyuluh agama. Tercatat dalam Kementerian Agama Dalam Angka 2015, data nasional jumlah rohaniawan dalam masing-masing agama tahun ini sebagai berikut: rohaniawan Islam 1.348.977 orang, rohaniawan Kristen 77.143 orang, rohaniawan Katolik 6.109 orang, rohaniawan Hindu 30.326 orang, rokhaniawan Buddha 2.622 orang, dan rohaniawan Khonghucu 515 orang.
No
Secara jumlah, berikut perkembangannya dari tahun ke tahun:
1.122
Sumber: Ditjen-ditjen Bimas dan PKUB, 2014.
Penyuluh Agama Islam Kristen Katolik Hindu Buddha Khonghucu
Selain lembaga-lembaga keagamaan, ada juga lembaga lintas agama yang telah ada di tingkat provinsi dan kabupaten/kota di Indonesia, yakni Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB). Eksistensi dan peran FKUB menjadi modal sosial pemuka agama di daerah dalam kontribusinya bagi pemeliharaan kerukunan umat beragama di daerah.
Jumlah Penyuluh PNS Non-PNS Total 4.016 75.313 79.329 264 17.208 17.472 224 4.000 4.224 198 3.789 3.987 60 1.722 1.782 100 100
Sumber: Renstra Kementerian Agama 2015-2019
274
300
306
200 100
36 10
29
31
33
33
33
33
34
34
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2014
2015
0 2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2014
FKUB Provinsi
10
29
31
33
33
33
33
34
2015 34
FKUB Kab/Kota
36
274
306
402
409
420
428
464
480
Sumber: Puslitbang Kehidupan Keagamaan dan PKUB, 2015.
Dalam upaya peningkatan kualitasnya, pada tahun 2015 diselenggarakan Workshop Nasional Penguatan Kapasitas Anggota FKUB oleh PKUB di Jakarta. Workshop ini memberikan pengayaan wawasan dan keterampilan bagi para pengurus FKUB, terkait kerukunan, regulasi,
dan keterampilan teknis lainnya. Secara substansial, workshop ini mengamini dan menindaklanjuti hasil kajian Puslitbang Kehidupan Keagamaan tahun 2009 terkait perlunya penguatan kapasitas anggota FKUB. Bahwa pada tahun 2011, Puslitbang juga telah menyusun dan menerbitkan Modul Penguatan Kapasitas FKUB--sebagai pedoman dalam pemerkuatan FKUB tersebut. []
LAPORAN TAHUNAN KEHIDUPAN KEAGAMAAN DI INDONESIA TAHUN 2015
19
20
LAPORAN TAHUNAN KEHIDUPAN KEAGAMAAN DI INDONESIA TAHUN 2015
3
Paham, Aliran, dan Gerakan Keagamaan
A. Radikalisme dan Deradikalisasi
S
ebelum lebih jauh memaparkan isu-isu radikalisme di tahun 2015, penting diulas mengenai penggunaan kata “radikalisme” dan turunannya “deradikalisasi” di sini. Laporan ini sesungguhnya cenderung ingin untuk tidak menggunakan kata radikalisme agama, melainkan ekstrimisme agama-meski karena kesulitan teknis-populis tertentu akhirnya menggunakannya. Merujuk pada pendapat Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, bahwa dalam beragama seseorang memang harus radikal, dalam pengertian mempunyai keyakinan yang kuat dan mengakar (asal kata radikal adalah radix, mengakar, revolusioner). Namun demikian, menurutnya, beragama yang radikal itu tidak boleh menjadi brutal, yang mentolerir atau
bahkan mewajibkan kekerasan untuk membela keyakinannya. Dengan demikian, cara yang tepat dalam menghadapi orangorang yang berkeyakinan mentolerir cara kekerasan dalam memperjuangkan keyakinannya bukanlah “deradikalisasi”. Istilah ini justeru bisa dimaknai pengikisan keyakinan atau mengentengkan dalam beragama, atau juga deagamaisasi.
LAPORAN TAHUNAN KEHIDUPAN KEAGAMAAN DI INDONESIA TAHUN 2015
21
Deradikalisasi bahkan bisa melahirkan redikalisasi baru. Maka, menurutnya, “moderasi” merupakan tawaran yang dapat diajukan. Artinya, umat beragama harus tetap memiliki keyakinan yang mengakar akan agamanya masing-masing, namun keyakinan itu diarahkan pada hal-hal substantif, pemaknaan pada hal-hal yang esensial. Secara praktis hal ini dapat dilakukan melalui edukasi dan pemberdayaan masyarakat. Dengan demikian, kata “radikalisme” dan “deradikalisasi” dalam laporan ini harus dimaknai sebagai (atau dapat diganti menjadi) “ekstrimisme” dan “moderasi”. Namun untuk alasan teknis dan bahwa kata itu sudah masyhur digunakan oleh para pihak di bidang kajian ini, maka dua kata itu tetap digunakan.
1. Efek Rambat Paham dan Gerakan ISIS Di tahun 2015, ancaman dari paham dan gerakan radikalisme global terus menjalar dan menghantui banyak negara, termasuk Indonesia. Adanya gerakan kekerasan ISIS yang memproklamirkan fatwa jihad ke Suriah, telah membangunkan dan mengonsolidasikan gerakan-gerakan yang memiliki cita-cita serupa di berbagai belahan bumi. Atas nama ‘jihad’, sejumlah orang dari berbagai negara masuk dan ikut berjuang di medan perang Suriah, termasuk beberapa orang dari Indonesia. Sebuah laporan menyebutkan hampir mencapai angka 500 warga negara Indonesia yang pernah dan/atau masih bergabung dengan ISIS di Suriah. Efek rambat paham kekerasan ini benar-benar telah mengancam dunia. Di Indonesia sendiri dukungan terhadap ISIS banyak ditemukan, sebagaimana antara lain temuan peneliti Badan Litbang dan Diklat, Joko Tri Haryanto mengenai Perkembangan ISIS di Surakarta (2014) dan Akmal Salim mengenai dinamika dukungan dan penolakan ISIS di Tangerang Selatan (2014). Dukungan dalam bentuk deklarasi dan baiat kepada Al-Baghdadi,
22
bantuan materil, hingga memberangkatkan orang ke Suriah, dilakukan beberapa kelompok di beberapa daerah di Indonesia. Namun demikian, kontra wacana dan penolakan terhadap pengaruh ISIS juga lebih besar dan massif lagi, baik dari kelompok-kelompok agama maupun Pemerintah. Fatwa jihad ISIS itu sendiri dinilai oleh banyak pihak sebagai fatwa sesat. Fatwa ini tak sesuai dengan nilai-nilai lslam dan lebih merupakan propaganda, ajakan melakukan kekerasan berbungkus agama. Makna jihad telah dibajak untuk kepentingan justifikasi kekerasan. Karena itu, dalam konteks Indonesia, diperlukan upaya bersama berbagai pihak untuk meneguhkan ajaran Islam yang memaknai jihad dengan benar dan memperkuat ideologi Pancasila. Fatwa ini harus ditolak agar tidak terjadi gelombang pemberangkatan gerakan jihad ke luar negeri yang justru membahayakan diri mereka sendiri sebagaimana antara lain terjadi pada bulan Maret lalu. Bahwa terdapat 187 orang rombongan jihad ke Suriah dari Indonesia namun kemudian dapat ditahan dan dideportasi saat sampai di Turki. Sebagian dari mereka merupakan anakanak di bawah umur. Terkait hal ini, Kementerian Agama ikut aktif menangani anak-anak di bawah umur yang ikut dideportasi dari Turki tersebut. Mereka dan orang tuanya telah dibawa ke Rumah Sosial di Bambu Apus, Cipayung, Jakarta Timur (Sabtu, 28/3/2015). Di rumah sosial tersebut, mereka mendapatkan pembinaan deradikalisasi dari Dinas Sosial, Pemerintah Daerah, dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).
2. Pemblokiran Situs Radikal Sementara itu, pemblokiran 22 situs online yang dinilai radikal oleh Kementerian Komunikasi dan Informasi, sebagai tindak lanjut Keputusan BNPT No 149/K.BNPT/3/-2015
LAPORAN TAHUNAN KEHIDUPAN KEAGAMAAN DI INDONESIA TAHUN 2015
tentang situs/website radikal, menimbulkan polemik. Kebijakan ini sesungguhnya diambil untuk mengantisipasi paham radikal yang berkembang melalui tulisan di situs internet. Karena diakui atau tidak, situs-situs yang memuat tulisan berpaham radikal akan berpengaruh bagi masyarakat. Pada konteks inilah negara hadir melakukan langkah antisipatif pemblokiran tersebut. Di sisi lain, pemblokiran situs yang dinilai radikal dianggap tindakan ceroboh pemerintah karena bukan saja memberangus kebebasan berpendapat dan menyumbat demokrasi, namun juga menyudutkan dakwah Islamiyah. Pemerintah dinilai terlalu over acting dan secara sepihak melakukan tafsir radikalisme versi pemerintah. Sejumlah pihak melihat ada jalan lain yang lebih arif yang bisa ditempuh, misalnya dengan melakukan dialog, memberikan klarifikasi dan peringatan ke pemilik situs terlebih dahulu, dan juga melakukan kajian antarinstansi terkait. Merujuk pada kominfo.go.id, sejumlah laman yang telah diblokir adalah sbb: Tabel 7. Website yang diblokir Kominfo
arrahmah.com; voa-islam.com; ghuraba.blogspot.com; panjimas.com; thoriquna.com; dakwatuna.com; kafilahmujahid.com; an-najah.net; muslimdaily.net; hidayatullah.com; salam-online.com;
aqlislamiccenter.com; kiblat.net; dakwahmedia.com; muqawamah.com; lasdipo.com; gemaislam.com; eramuslim.com; daulahislam.com; shoutussalam.com; azzammedia.com; indonesiasupportislamicstate.blogspot.com.
Terkait pemblokiran tersebut, Pemerintah membentuk Tim Panel Forum Penanganan Situs Internet Bermuatan Negatif (FPSIBN) yang pada akhirnya membuka blokir atas 12 dari 22 situs web yang dianggap radikal dan bisa menyebarkan paham terorisme. Tim Panel menyatakan pemblokiran dibuka setelah pengelola situs tersebut
datang untuk mengklarifikasi situs mereka. Kedua belas situs yang sudah dinormalisasi kembali adalah hidayatullah.com, salam-online. com, aqlislamiccenter.com, kiblat.net, gemaislam.com, panjimas.com, muslimdaily.net, voaislam.com, dakwatuna.com, annajah.com, eramuslim.com dan arrahmah.com.
...”moderasi” merupakan tawaran yang dapat diajukan. Artinya, umat beragama harus tetap memiliki keyakinan yang mengakar akan agamanya masing-masing, namun keyakinan itu diarahkan pada hal-hal substantif, pemaknaan pada hal-hal yang esensial. Secara praktis hal ini dapat dilakukan melalui edukasi dan pemberdayaan masyarakat. Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menegaskan (01/04), Kementerian Agama mendukung penuh pemblokiran situs atau website yang jelas-jelas menyebarluaskan paham radikal. Menurutnya, situs tersebut hanya merusak paham keagamaan mayoritas umat Islam Indonesia saja, tapi juga sudah merongrong sendi-sendi kehidupan kita berbangsa dan bernegara. Namun demikian, Menag mengatakan bahwa pemblokiran harus betul-betul didasarkan pada hasil penelitian mendalam untuk memastikan bahwa situs yang akan diblokir memang betul-betul menyebarluaskan paham radikal.
3. Jihad Informasi Maraknya situs yang dinilai menyebarkan paham radikal tidak lepas dari besarnya pengaruh media sosial dalam membentuk mindset generasi muda yang sedang gandrung media sosial. Pada konteks ini, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengidentifikasi adanya
LAPORAN TAHUNAN KEHIDUPAN KEAGAMAAN DI INDONESIA TAHUN 2015
23
jihad informasi yang digencarkan terutama melalui media sosial untuk menyebarkan pahampaham ekstremisme dan radikalisme. Persoalannya adalah mereka yang menyebarkan informasi tentang paham radikal dinilai tidak mempunyai kompetensi keagamaan. Padahal,
jihad informasi potensial memengaruhi generasi muda. Untuk meng-counter paham ini diperlukan penyebaran informasi tentang paham moderat yang dianggap mampu menangkal paham radikal dari pegiat media sosial yang mempunyai kompetensi wawasan keagamaan yang baik.
Tabel 8 Pokja dalam RAN Penanganan dan Pencegahan Terorisme yang dimandatkan pada Kementerian Agama POKJA I Penguatan Kapasitas Lembaga Pendidikan Keagamaan
Penanggung jawab Ditjen Pendidikan Islam Kemenag Mitra Kerja LIPI, MUI, PBNU, PP Muhamadiyah, Dewan Mesjid, IPIM, Rabithah Ma’had Islam NU & Akademisi/LSM.
POKJA IV Pembinaan dan Pendampingan terhadap Pondok Pesantren yang Terindikasi Radikal
Penanggung Jawab Ditjen Pendidikan Islam Kemenag Mitra Kerja Kemendagri, Kemhan, Kemendikbud, Kemensos, Kemenaker, Kemenkop dan UKM, POLRI, TNI, PB NU, PP. Muhammadiah, RMINU, LSM, & akademisi Penanggung Jawab Dirjen Bimas Islam Kemenag Mitra Kerja MUI, PP Muhamadyah, PBNU, DMI, Ikatan Persaudaraan Mesjid Indonesia, FKPT, Kemensos, Kementrian Koperasi dan UKM, LIPI, LSM dan Akademisi Penanggung Jawab Dirjen Bimas Islam Kemenag dan PB NU Mitra Kerja Kemenag, MUI, KPI, Kemenkominfo, PP Muhammadiyah
POKJA V Pelatihan Kewirausahaan kepada Pengurus Masjid di 13 Propinsi
POKJA VII Dialog Bersama Ulama Nasional dan Timur Tengah
Kegiatan 1. Studi Profiling Lembaga Pendidikan Keagamaan yang Terinfiltrasi Paham Radikal Terorism di 13 Provinsi 2. Kegiatan Dialog dan Training of Trainer (ToT) Anti Radikal Terorisme kepada Pengasuh dan Santri 20 Ponpes di 11 prov. 3. Evaluasi Kurikulum, Tenaga Pengajar dan 20 Ponpes yg terafiliasi dgn Radikalisme dan terorisme 4. Penerbitan buku kontra propaganda dari ulama dan tokoh agama pesantren dalam rangka pencegahan terorisme 5. Halaqah dan silaturrahmi nasional pimpinan beserta Santri Ponpes dalam rangka Kampanye pencegahan terorisme. Kegiatan 1. Evaluasi Tenaga Pengajar, Kurikulum, Materi ajaran/buku pegangan dan santri di 11 provinsi 2. Pembinaan (Pendampingan) Keagamaan terhadap 20 pesantren di 11 Provinsi 3. Pembinaan (Pendampingan) wawasan Kebangsaan terhadap 20 pesantren di 11 Provinsi 4. Pembinaan (Pendampingan) Kependidikan terhadap 20 pesantren di 11 Provinsi 5. Pembinaan (Pendampingan) Kewirausahaan terhadap 20 pesantren di 11 Provinsi. Kegiatan 1. Studi Profiling Masjid yang Terinfiltrasi Paham Radikal Terorisme 13 Provinsi 2. Dialog dan ToT Anti Radikal Terorisme kepada Imam Masjid di 13 Provinsi. 3. Dialog dan ToT Anti Radikal Terorisme kepada Khatib Masjid di 13 Provinsi 4. Dialog dan ToT Anti Radikal Terorisme kepada Takmir Masjid di 13 provinsi. 5. Pelatihan Manajemen/Pengelolaan Rumah Ibadah kepada Takmir dan Remaja Masjid dalam Penangkalan Paham radikal terorisme di 13 Provinsi Kegiatan 1. Dialog Damai Bersama Ulama Timur Tengah di TV Nasional 2. Dialog Damai Bersama Ulama Timur Tengah di Radio Jbdtabek 3. Dialog Damai Bersama Ulama Timur Tengah di LP 4. Dialog Damai Bersama Ulama Timur Tengah (13 Pst, 13 Prov) 5. Dialog Damai Bersama Ulama Timur Tengah (13 Msjd, 13 Prov) 6. Dialog Damai Bersama Ulama Timur Tengah di TV/radio lokal
Sumber: Paparan Rencana Pokja Satgas RAN Penanganan dan Pencegahan Terorisme 2016
24
LAPORAN TAHUNAN KEHIDUPAN KEAGAMAAN DI INDONESIA TAHUN 2015
Secara terminologis, menurut Menag, makna radikal sebenarnya mempunyai arti yang baik jika dipahami sebagai bentuk konsistensi umat untuk melakukan ajaran agama sampai ke sumber-sumber otoritatif secara mendasar. Namun menjadi salah jika kemudian sikap ini menimbulkan klaim kebenaran (truth of claim) sepihak dengan menafikan pendapat lain sehingga menimbulkan sikap yang keras terhadap pihak-pihak yang berbeda tersebut. Hal ini akan menimbulkan sikap intoleran dan membahayakan kehidupan beragama. Pada konteks inilah radikalisme perlu didudukkan secara proporsional sehingga tidak terjadi labeling bahwa radikalisme adalah teroris, atau kelompok Islam yang konsisten menjalankan ajaran agama dengan paham tertentu dicurigai teroris yang harus dimusnahkan. Perlu kajian dan upaya serius sehingga tidak terjadi salah persepsi dan perlakuan yang tidak adil dari negara kepada masyarakat. Dalam hal ini, Kementerian Agama melakukan dialog dan kajian mendalam guna menyamakan persepsi tentang radikalisme, terorisme, dan ISIS kaitannya dengan situs online. Dari sejumlah ahli cyber, muncul gagasan agar pemerintah sebaiknya membentuk Badan Cyber Nasional.
4. Upaya Penanggulangan Ektrimisme Memperhatikan perkembangan kejadiankejadian tindak kekerasan atas nama agama yang terjadi di beberapa negara Eropa dan Timur Tengah beberapa waktu lalu dan untuk mencegah tidak terjadi di Indonesia, Presiden memerintahkan Menteri Kemenko Polhukam untuk mengkoordinir Kementerian dan Lembaga khususnya Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) untuk membentuk Tim Satuan Tugas Rencana Aksi Nasional Pembinaan dan Pencegahan Terorisme. Lalu, dalam Rakorsus Tingkat Menteri di
Kemenko Polhukam yang dihadiri oleh Ormas Keagamaan Islam (MUI dan NU) disepakati dibentuk kelompok kerja yang akan melibatkan berbagai pihak komponen bangsa selain dari Kementerian terkait. Dalam konteks pokja tersebut, Kementerian Agama juga mendapat mandat sebagai penanggungjawab 4 (empat) Kelompok Kerja dari 17 Pokja Satgas RAN Penanganan dan Pencegahan Terorisme. Keempat Pokja tersebut adalah Pokja I, Pokja IV, Pokja V, dan Pokja VII. Selengkapnya sebagaimana tabel 8 di atas. Jauh sebelum adanya pokja tersebut, Kementerian Agama telah melakukan serangkaian kegiatan dalam rangka menanggulangi radikalisme/ekstrimisme, seperti: a). Lokakarya Pengembangan Budaya Damai di provinsi/kabupaten/kota di Indonesia, b). Sarasehan isu-isu aktual moderasi Islam di berbagai provinsi di Indonesia yang melibatkan seluruh elemen masyarakat, seperti tokoh Ormas Islam, Kepolisian, Kejaksaan, Kesbangpol, dan akademisi, c). Kampanye dan sosialisasi pentingnya memperjuangkan nilai-nilai Islam yang rahmatan lil alamin, baik melalui iklan di media massa, media sosial, pembagian stiker, serta sosialisasi melalui berbagai kegiatan, d). Deradikalisasi di pondok pesantren dalam tiga zona (barat, tengah dan timur), e). Menyebarluaskan buku pegangan guru SD, SMP dan SMA/SMK tentang Islam rahmatan lil alamin, f). Menyebarluaskan buku Pedoman Anti Radikalisme di Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri, g). Memberikan wawasan tentang multikulturalisme, wawasan kebangsaan, dalam diklatdiklat/workshop/seminar. (Misalnya: Diklat Bernuansa HAM bagi guru agama, penyuluh, tokoh agama, dll.); dan
LAPORAN TAHUNAN KEHIDUPAN KEAGAMAAN DI INDONESIA TAHUN 2015
25
h). Meluruskan makna jihad di dalam masyarakat luas, dengan penyebaran “Buku Saku Meluruskan Makna Jihad” yang dibuat atas kerjasama MUI-UIN-Balitbang Kemenag.
B. Fenomena Aliran Bermasalah
5. Efektivitas Program Deradikalisasi
sebelumnya, bahkan yang sudah cukup lama seperti ajaran Isa Bugis. Beberapa fenomena juga muncul dalam kemasan dan corak baru.
Pemerintah menilai bahwa sejumlah upaya deradikalisasi yang dilakukan pemerintah dianggap efektif mengatasi persoalan radikalisme dan terorisme. Upaya deradikalisasi ini tentu tidak hanya menjadi tugas Badan Nasional Penanggulangan Terorisme dan Detasemen Khusus 88 Anti Teror Polri, namun juga melibatkan seluruh stakeholders yang ada, termasuk Kementerian Agama. Sejumlah upaya deradikalisasi yang telah dilakukan Kementerian Agama di antaranya melalui penyebaran nilainilai ajaran Islam yang damai melalui pondok pesantren, seminar, workshop, pemberdayaan masjid, dan pembentukan team seleksi bukubuku agama di madrasah dan sekolah. Kementerian Agama juga berkoordinasi dengan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan untuk menarik buku-buku yang dinilai bertentangan dengan nilai-nilai yang toleran, moderat dan menghargai perbedaan.
Tahun ini juga masih bermunculan kasus-
kasus di seputar aliran bermasalah. Sebagian besar merupakan lanjutan kasus tahun-tahun
1. Gerakan Fajar Nusantara (GAFATAR ) Warga melakukan penyerangan terhadap Kantor Dewan Pimpinan Daerah Gerakan Fajar Nusantara (DPD Gafatar) Aceh di Desa Lamgapang, Kecamatan Krueng Barona Jaya Kabupaten Aceh Besar (Rabu, 7/2/2015). Warga menilai bahwa Gafatar menyebarkan paham Millata Abraham yang sudah dinyatakan menyimpang. Gafatar juga dinilai tidak mengakui Kerasulan Muhammad SAW. Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh telah mengeluarkan fatwa bahwa organisasi Gafatar Aceh beraliran sesat. Fatwa ini dikeluarkan setelah melakukan rapat paripurna pada tanggal 21-22 Januari 2015.
Keberhasilan program deradikalisasi juga ditopang oleh kehidupan beragama yang toleran. Toleransi dinilai efektif untuk mencegah paham dan gerakan radikal. Hal ini karena kehidupan yang toleran akan menciptakaan sikap menghargai perbedaan, saling menghormati, tidak melakukan klaim kebenaran (truth claim) secara sepihak dan eksklusif sehingga merasa diri dan kelompoknya yang paling benar,
serta terciptanya dialog dan kemauan hidup bersama secara damai. Karena itu, semakin tinggi toleransi yang dimiliki masyarakat maka penyebaran paham dan gerakan radikal bisa diminimalisir.
Adapun aksi Gafatar di Sulawesi Tenggara mendapat penolakan berbagai pihak termasuk Kanwil Kemenag Sulawesi Tenggara yang menilai ormas itu menyebarkan aliran menyimpang karena tidak mengakui Nabi Muhammad sebagai nabi terakhir. Menurut Kepala Kanwil Kementerian Agama Sulawesi Tenggara, dalam penyebaran keyakinannya, para pengurus
26
LAPORAN TAHUNAN KEHIDUPAN KEAGAMAAN DI INDONESIA TAHUN 2015
Gafatar memberikan bantuan, khususnya alatalat pertanian seperti yang terjadi kepada petani di Kabupaten Konawe Utara untuk menarik simpati warga. Terkait Gafatar, penelitian Abdul Jamil di Aceh (Puslitbang Kehidupan Keagamaan, 2015) menghasilkan temuan berikut: pertama, Gafatar adalah organisasi sosial kemasyarakatan yang bergerak dalam bidang sosial dan pemberdayaan masyarakat, namun para pengurus Gafatar pada umumnya adalah memiliki paham dan keyakinan keagamaan sebagaimana paham Millata Abraham. Kedua, Gafatar dengan aksi sosial (aksos) dan bakti sosial (baksos)-nya mampu menarik simpati masyarakat. Kegiatan yang dilakukan antara lain, kerja bakti membersihkan masjid, membersihkan pantai, donor darah, membuka kelas belajar bagi anak-anak , membantu masyarakat petani dan nalayan. Ketiga, mayoritas anggota/pengurus Gafatar adalah generasi muda dan memiliki latar belakang akademis. Mereka memiliki kecerdasan intelektual, sehingga dapat mengikuti logika yang ada dalam Millata Abraham. Keempat, di Provinsi Aceh, Gafatar telah memiliki beberapa kepengurusan di tingkat kabupaten/kota bahkan hingga kecamatan dan kelurahan. Dari laporan Capaian dan Kinerja Bulanan pengurus DPD NAD, hingga September 2014, pengikut Gafatar berjumlah 96 orang, yang terdiri atas 47 pengurus dan 49 anggota. Di samping pengurus dan anggota tersebut, terdapat simpatisan Gafatar yang jumlahnya diperkirakan sangat banyak, namun jumlah nominal simpatisan tidak terdata. Penelitian ini antara lain merekomendasikan pola penanganan Gafatar dan organisasi atau faham lainnya yang dinilai meresahkan masyarakat, harus lebih sistematis, terpadu, dan berkesinambungan. Buku Panduan Penanganan Aliran dan Gerakan Keagamaan Bermasalah di
Indonesia yang diterbitkan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama dapat menjadi salah satu acuan.
Pola penanganan Gafatar dan organisasi atau faham lainnya yang dinilai meresahkan masyarakat, harus lebih sistematis, terpadu, dan berkesinambungan. Buku Panduan Penanganan Aliran dan Gerakan Keagamaan Bermasalah di Indonesia yang diterbitkan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama dapat menjadi salah satu acuan. 2. Aliran Isa Bugis di Parung Bogor Majelis Ulama lndonesia Kabupaten Bogor mengeluarkan putusan terkait Pendidikan Agama lslam (PAI) di SMP dan SMA Proklamasi yang berada di Jalan Raya Parung, menyimpang dari ajaran lslam. Surat ini didasarkan pada kajian yang telah dilaksanakan oleh MUI Bogor pada hari Jumat, 16 Januari 2015 di Kantor MUI. Pada rapat tersebut ditemukan indikasi sesat, yakni adanya penerjemahan Al Quran yang tidak sesuai dengan acuan yang ditetapkan Kementerian Agama dan adanya penafsiran yang mengarah pada ajaran Isa Bugis. Karena itu, SMP dan SMA Proklamasi layak diduga mengajarkan aliran sesat Isa Bugis. Aliran Isa Bugis muncul pertama kali di Sukabumi. Aliran ini menolak beberapa prinsip dalam agama lslam, seperti mukjizat, tauhid, dan pengajaran ilmu fiqih. Aliran ini hanya mendekati lslam dengan nalar dan menafikan hal-hal yang dianggap irasional.
Selanjutnya, MUI Kabupaten Bogor merekomendasikan kepada Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Bogor untuk melakukan pengecekan kembali izin operasional sekolah
LAPORAN TAHUNAN KEHIDUPAN KEAGAMAAN DI INDONESIA TAHUN 2015
27
tersebut. Pihak MUI juga meminta Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Bogor untuk melakukan klarifikasi, pengawasan, dan pembinaan yang lebih intensif terhadap materi PAI di sekolah-sekolah. Kementerian Agama (Kemenag) akan menindak sekolah yang mengajarkan aliran sesat kepada para siswanya. Penindakan tersebut didahului dengan hasil klarifikasi dan teguran. Bila kemudian mata pelajaran PAI menjadi media penyebaran aliran sesat yang bertentangan dengan lslam, Kemenag akan bertindak lebih jauh dengan menarik seluruh bahan ajar tersebut. Hasil penelitian M. Nuhrison (Puslitbang Kehidupan Keagamaan, 2015) menemukan fakta sebagai berikut: pertama, ajaran ini mulanya dikembangkan oleh Isa Bugis pada tahun 1962, kemudian dilanjutkan oleh Yayasan Pondok Pesantren Proklamasi 1945 di sekolah SMP Proklamasi 1945 Parung Bogor melalui para guru agama yang mengajar di sekolah tersebut. Lahirnya aliran ini karena adanya keinginan dari Isa Bugis untuk merespon situasi umat Islam yang pada waktu itu dalam situasi terpojok oleh kekuatan komunis. Sedangkan partai-partai Islam dianggap tidak berdaya. Dari segi sosiologis munculnya aliran ini disebabkan tiga faktor yaitu: ingin memurnikan agama, sikap terhadap establishment keagamaan dan tentang sistem kemasyarakatan yang diidealkan. Kedua, ajaran yang dikembangkan berbeda dengan yang umumnya diajarkan kepada masyarakat kebanyakan. Ketiga, ajaran ini selain tersebar di sekolah SMP-SMA Proklamasi, ada kemungkinan juga tersebar di beberapa daerah lainnya, seperti Bekasi, Bogor, dan Sukabumi. Keempat, pemuka agama umumnya menganggap ajaran yang disampaikan menyimpang dari ajaran Islam. Penyelesaiannya diserahkan kepada MUI Provinsi Jawa Barat dan MUI Pusat. Menariknya, MUI Kabupaten tidak
28
mengeluarkan fatwa sesat, tetapi dilakukan mubahalah antara pengurus MUI dengan pimpinan sekolah SMP Proklamasi. Sedangkan sekolahnya ditutup karena belum mempunyai izin operasional, muridnya dipindahkan ke sekolah lain. Penelitian ini antara lain merekomendasikan dilakukannya monitoring oleh para penyuluh dan Kepala KUA terhadap aliran ini di wilayah Bekasi, Bogor dan Sukabumi. Selain itu, perlu diambil kebijakan yang cepat sehingga anak didik tidak dirugikan, terutama mereka yang duduk di kelas 3 SMP dan SMA.
3. Stiker Salat Tiga Waktu di Jombang Jombang yang dikenal sebagai kota Nahdliyyin terkejut dengan munculnya stiker berisi ajakan salat tiga waktu yang berasal dari Pondok Pesantren Urwatul Wutsqa (PPUW), Desa Bulurejo, Kecamatan Diwek Kabupaten Jombang.
Salat tiga waktu ini pada praktiknya adalah mengerjakan salat dzuhur dijadikan satu dengan salat ashar yang dilakukan di waktu dzuhur; salat magrib dijadikan satu dengan isya yang dilakukan di waktu isya; dan salat subuh tetap dilakukan pada waktu subuh. Dasar salat tiga waktu ini adalah diperbolehkannya
menjama’ salat dzuhur dan asar (jama’ taqdim) serta salat maghrib dengan isya (jama’ ta’khir). Adapun subuh tidak boleh dijama’. Menurut juru
LAPORAN TAHUNAN KEHIDUPAN KEAGAMAAN DI INDONESIA TAHUN 2015
bicara PPUW Bulureja, Hj Quratul Ayun bahwa meski tidak bepergian, bagi pekerja yang sibuk boleh menjama’ salat dengan pola tersebut. Karenanya, tawaran ini diberikan secara khusus bagi pekerja yang sibuk, misalnya buruh tani, pedagang kaki lima, dan pekerja lainnya. Menyikapi penyebaran stiker ini, Kementerian Agama Kabupaten Jombang mendesak Pondok Pesantren Urwatul Wutsqo segera menarik stiker salat tiga waktu yang beredar di masyarakat. Kementerian Agama menilai penyebaran stiker tersebut berpotensi menyesatkan, khususnya bagi masyarakat awam.
4. Gesekan di STAI Ali Bin Abi Thalib Kronologi gesekan di STAI Ali bin Abi Thalib dimulai sejak meninggalnya seorang tokoh masyarakat (Madura) bernama Haji Mustofa yang selalu salat lima waktu di masjid STAI. Ketegangan terjadi saat tokoh tersebut meninggal dan disalatkan di masjid tersebut sesuai dengan wasiatnya. Sebagaimana kebiasaan orang Madura, setelah disalati, maka dibacakan tahlil secara bersama-sama. Namun pihak pengurus STAI menolak pembacaan tahlil dilakukan di masjid dan meminta untuk dilakukan di rumah duka saja. Letupan kecil seperti ini cukup membekas di lingkungan Sidotopo Kidul. Puncak dari kemarahan masyarakat Sidotopo Kidul ditandai dengan adanya demontrasi pada Sabtu 7 Februari 2015, dimulai pukul 09.00 WIB, sebagai reaksi terhadap terbitnya buletin Al-Iman Edisi 2015 Tahun KeV No. 9 Rabiul Awal 1436 H. Buletin tersebut menimbulkan reaksi luar biasa karena secara khusus membahas tradisi maulidan, mulai dari sejarah maulid, definisi versi Salafi, sampai dengan hukum merayakannya. Inti dari bahasan maulidan tersebut sebagai berikut:
1. Acara maulidan tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah SAW, sahabat, tabi’in, tabiut tabi’in maupun salaf as-salih. Untuk itu, perayaan maulid adalah bid’ah. 2. Orang-orang yang merayakan maulid menyerupai apa yang dilakukan oleh orang Nasrani yang merayakan natal, tahun baru atau peringatan tentang kelahiran Yesus Kristus. 3.
Merayakan maulidan adalah sarana yang dapat menjerumuskan seseorang ke dalam perbuatan kesyirikan, karena dalam acara maulidan terdapat pujian-pujian yang berlebihan terhadap Rasulullah, sehingga mendudukkan beliau pada posisi Tuhan.
Kementerian Agama Kabupaten Jombang mendesak Pondok Pesantren Urwatul Wutsqo segera menarik stiker salat tiga waktu yang beredar di masyarakat. Kementerian Agama menilai penyebaran stiker tersebut berpotensi menyesatkan, khususnya bagi masyarakat awam. Sikap STAI Ali bin Abi Thalib yang cenderung antitradisi yang sering dilakukan oleh warga NU tidak hanya tergambar dari isi buletin, tetapi dapat dibuktikan melalui tulisan yang termuat di Majalah Az-Zakhirah Al-Islamiyah. Satu artikel yang ditulis Ustadz Fadlan Fahamsyah, berjudul “Perayaan-Perayaan Terlarang” menempatkan perayaan maulid, khaul ulama, peringatan yaumu asyura bersama-sama dengan peringatan valentine dan ulang tahun sehingga hukumnya dilarang. Gesekan antar kelompok ini terus berlanjut dengan pertemuan dan mediasi yang dilakukan oleh berbagai pihak di antaranya Camat Semampir, Danrem 084/Bhaskara Jaya dan Gubernur Jawa Timur. Deadline warga yang berdemonstrasi untuk menutup atau membu-
LAPORAN TAHUNAN KEHIDUPAN KEAGAMAAN DI INDONESIA TAHUN 2015
29
barkan STAI Ali bin Abi Thalib dijawab dengan pengumpulan massa 2000-an orang. Menurut pengakuan Ustadz Mubarok, mereka datang untuk menghadiri Daurah Ilmiyah “Membendung Radikalisme” tanggal 7-8 Mei 2015. Sejatinya menurut beliau daurah akan dilaksanakan selama empat hari, tetapi Kapolres meminta cukup dua hari saja. Momentum ini satu hal menarik, karena bersamaan dengan batas deadline yang disampaikan oleh kelompok H. Sulton dan H. Adras. Ada kesan pihak STAI juga telah memersiapkan diri menghadapi kemungkinan bentrok karena ancaman warga akan mengumpulkan massa lebih besar. Sebelum batas waktu yang diminta oleh warga Sidotopo Kidul agar STAI dibubarkan atau membubarkan diri pada tanggal 7 Mei 2015, telah terjadi pertemuan penting pada 1 April 2015 di Makorem 084/Bhaskara Jaya. Draf perdamaian sempat diajukan oleh Warga Sidotopo Kidul berupa nota kesepahaman, namun proses tersebut deadlock tanpa ada solusi sama sekali. Ada banyak mediasi yang dilakukan oleh berbagai pihak, MUI, Camat dan Walikota sebelum masa waktu yang ditentukan untuk pembubaran. Hampir semua langkah tidak menemui jalan keluar. Penelitian Raudatul Ulum (Puslitbang Kehidupan Keagamaan, 2015) terkait kasus ini antara lain merekomendasikan agar Kanwil Kemenag setempat mengintensifkan komunikasi dengan kedua belah pihak. Penyuluh agama dapat memerankan peran penting dalam hal membangun komunikasi kedua belah pihak ini.
5. Konflik Intern Islam Marifat Pada bulan Juli 2015 telah terjadi konflik antara orang Islam muka (OIM) dengan orang Islam belakang (OIB), sehingga 2 orang tewas, beberapa orang terluka dan beberapa rumah
30
dibakar. Konflik ini merupakan rentetan peristiwa yang sama sejak tahun 1980-an, akibat perbedaan penetapan 1 Ramadhan dan 1 Syawal yang tidak dapat disepakati. OIM mengikuti penetapan 1 Ramadhan dan 1 Syawal yang dilakukan pemerintah, sementara OIB melaksanakan 3 atau 4 hari setelah itu. Konflik horizontal terbesar terjadi tahun 2012, dimana 7 orang meninggal 12 orang lukaluka, 500 rumah hangus dan 13 rumah Soa terbakar, serta lebih 3.000 jiwa mengungsi dan belum kembali hingga kini. Mereka tersebar di beberapa negeri, Ambon, Seram dan sebagainya. Orang Islam muka tidak menerima, sebelum sepakat dengan penetapan 1 Ramadhan dan 1 Syawal, dan mengakui eksistensi raja (kepala Desa) Pelau saat ini. Mediasi mendamaikan keduanya sudah diupayakan, tetapi belum berhasil. OIM dan OIB adalah komunitas muslim yang menyebut dirinya muslim ma’rifat, yang membedakan dengan muslim syari’at. Antara muslim ma’rifat (mayoritas) dan muslim syari’at (minoritas) ini juga pernah mengalam konflik besar juga di tahun 1930-an, sehingga muslim syari’at terusir dari Negeri Pelau dan direlokasi terpental (tersingkir) ke kampung koloni Ori. Komunitas muslim ma’rifat ini mayoritas di Negeri Pelau, Kabau dan Rohomoni. Ketiga negeri tersebut dulunya merupakan bagian dari Hatuhaha, sebuah kerajaan Islam Uli Hatuhaha, terdiri dari lima negeri (Ama Rima Uli Hatuhaha) yaitu: Pelau-Ory, Rohomoni, Hulaliu, Kailolo dan Kabauw. Tetapi masyarakat Hulaliu telah murtad, sehingga tidak dipandang sebagai Uli Hatuhaha. Islam Syari’at mengacu pada sumber yang jelas yaitu al-Qur’an dan As-Sunnah. Misalnya, tidak ada satupun informan dari kelompok Islam syari’at dan beberapa dari
LAPORAN TAHUNAN KEHIDUPAN KEAGAMAAN DI INDONESIA TAHUN 2015
Islam ma’rifat yang mengatakan bahwa shalat fardu 5 kali sehari tidak wajib. Semua sepakat wajib dan jika tidak melaksanakan Islamnya tidak sempurna. Islam mazhab manapun pasti mewajibkan shalat fardu ini bagi kaum muslim.
lslam nusantara adalah Islam yang tidak memusuhi ataupun memberangus budaya yang ada. Justru budaya setempat diakomodasi dan dilestarikan selama tidak bertentangan dengan aturan atau syariat Islam.
Setelah mengkaji kasus ini, Wakhid Sugiarto (Puslitbang Kehidupan Keagamaan, 2015) merekomendasikan perlunya pemerintah melakukan peningkatan upaya mediasi untuk mengembalikan pengungsi yang sudah 4 tahun berjalan, agar mereka dapat membangun kembali kampungnya. Selain itu, mediasi yang terus menerus perlu juga dilakukan berkaitan dengan wacana keagamaan antara OIS dan OIM ini. Mendorong mereka pada kehidupan beragama yang lebih baik sesuai ilmu agama Islam yang standard.
Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menyatakan dukungan atas gagasan Islam Nusantara yang digagas Nahdlatul Ulama (NU). Menag menilai bahwa nilai-nilai Islam di tanah air bisa berbeda dengan Islam yang diterapkan di tempat lain. Baik Islam Nusantara maupun Islam Berkemajuan (yang menjadi tema Muktamar Muhammadiyah) adalah Islam Indonesia yang selama ini menjadi inspirasi regulasi yang dibuat pemerintah dalam berbagai segi kehidupan.
B. Wacana Islam Nusantara dan Islam Berkemajuan Istilah Islam Nusantara muncul dan menjadi perbincangan yang cukup intens. Islam Nusantara bahkan menjadi tema Muktamar Nahdlatul Ulama (NU) yang ke-33 di Jombang Jawa Timur pada 1-5 Agustus, yakni “Meneguhkan Islam Nusantara untuk Peradaban Indonesia dan Dunia”. Konsep lslam Nusantara dinilai cukup baik untuk menjawab berbagai masalah keagamaan yang bersifat lokal. Secara prinsip, meskipun mengakomodir budaya lokal, namun tetap berdasarkan prinsip syariat sehingga budaya yang bertentangan dengan ajaran Islam tidak bisa diterima. Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siraj mengatakan, Islam Nusantara adalah wujud lslam yang santun, ramah, beradab, dan berbudaya. Dengan demikian, Islam Nusantara
bukan mazhab atau aliran tertentu, melainkan khasais atau tipologi. Ciri khas Islam Nusantara adalah Islam yang melebur dengan budaya.
Menag menilai bahwa nilai-nilai Islam di tanah air bisa berbeda dengan Islam yang diterapkan di tempat lain. Baik Islam Nusantara maupun Islam Berkemajuan (yang menjadi tema Muktamar Muhammadiyah) adalah Islam Indonesia yang selama ini menjadi inspirasi regulasi yang dibuat pemerintah dalam berbagai segi kehidupan. Di samping menjadi perbincangan hangat di dalam negeri, Islam Nusantara juga menjadi salah satu tema diskusi di PBB (Perserikatan Bangsa Bangsa). PBB menggelar diskusi membahas wajah Islam moderat di Indonesia di markas besar mereka di New York, Amerika Serikat, Selasa (7/7/2015). Diskusi yang digagas oleh perwakilan tetap lndonesia di PBB ini diikuti oleh pemuka agama, pengamat, diplomat, serta tokoh masyarakat. Dalam diskusi tentang Islam Nusantara di PBB, Dr. James B. Hoesterey dari Universitas Emory di Atlanta, Georgia, menganggap Islam Nusantara
LAPORAN TAHUNAN KEHIDUPAN KEAGAMAAN DI INDONESIA TAHUN 2015
31
sebagai gagasan yang layak dicontoh oleh dunia internasional. Maraknya diskusi tentang Islam Nusantara maka Puslitbang Kehidupan keagamaan mengadakan kajian lebih dalam tentang isu tersebut. Selain bedah buku “Islam Nusantara: dari Ushul Fiqih hingga Paham Kebangsaan”, karya Ahmad Sahal, dkk., juga dilakukan kajian isu aktual “Metode dan Praktik Islam Nusantara”, yang menghadirkan Abdul Moqsith Ghazali dan Muhammad Ali. Sementara itu, wacana Islam Berkemajuan muncul dan juga menjadi perbincangan. Seolah dipersandingkan dengan Islam Nusantara, wacana Islam Berkemajuan diusung oleh Muhammadiyah dan menjadi tema dalam Muktamarnya yang ke47 di Makasar tahun ini. Menurut Din Syamsuddin, Islam Indonesia saat ini tidak cukup memiliki infrastruktur untuk mencapai kemajuan, sehingga mudah terkalahkan kelompok lain. Meski mayoritas tapi bermental minoritas. Maka hal ini, menurutnya, harus diubah dengan visi berkemajuan, yang diterjemahkan ke berbagai sektor, misalnya dengan proses manajemen yang modern dan baik. Kedua wacana di atas, baik Islam Nusantara yang diusung NU, maupun Islam Berkemajuan yang diusung Muhammadiyah, meski memiliki pendekatan berbeda namun sejatinya bersifat saling melengkapi.
C. Kegiatan Ormas Keagamaan 1. Muktamar NU Muktamar NU ke-33 dilaksanakan di Jombang Jawa Timur pada tanggal 1-5 Agustus 2015 dengan tema “Meneguhkan lslam Nusantara untuk Peradaban lndonesia dan Dunia”. Pada Muktamar kali ini berbeda dengan Muktamar
32
sebelumnya, yakni sistem pemilihan rais ‘am PBNU dengan menggunakan ahlul halli wal aqdi. Pada sidang ulama ahlul halli wal aqdi , terpilih selaku Rais ‘Am adalah KH. Ahmad Mustofa Bisri, Wakil Rais ‘Am KH. Ma’ruf Amin, dan Katib ‘Am H. Yahya Kholil Staquf. Namun karena KH. Ahmad Mustofa Bisri mengundurkan diri, maka KH. Ma’ruf Amin diputuskan menjabat Rais ‘Am Syuriah PBNU. Adapun pemilihan Ketua Umum Tanfidziyah dipilih oleh pengurus cabang (tidak melalui ahlul halli wal aqdi). Terpilih sebagai ketua umum KH. Said Aqil Siradj, M.A. Dengan demikian, Muktamar NU ke 33 memilih duet kepemimpinan KH. Ma’ruf Amin selaku Rais ‘Am dan KH. Said Aqil sebagai ketua umum PBNU.
2. Muktamar Muhammadiyah Muhammadiyah menggelar Muktamar ke-47 pada tanggal 3-7 Agustus 2015 di Makassar, Sulawesi Selatan. Kegiatan ini bertemakan “Gerakan Pencerahan Menuju lndonesia Berkemajuan”. Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin berharap hajatan itu meneguhkan komitmen Muhammadiyah untuk memberikan pencerahan kepada umat dan memajukan peradaban bangsa. Gerakan pencerahan Muhammadiyah mengandung tiga poin, yaitu pembebasan, pemberdayaan, dan pemajuan. Menag Lukman mendukung gerakan tersebut karena mencerminkan visi Muhammadiyah untuk berkontribusi bagi kemajuan bangsa sesuai ajaran pendirinya, KH Ahmad
LAPORAN TAHUNAN KEHIDUPAN KEAGAMAAN DI INDONESIA TAHUN 2015
Dahlan. Nampaknya, harapan Menag agar Muhammdiyah menjadi ormas yang mempunyai gerakan pencerahan sangat tepat. Hal ini karena Muhammadiyah memiliki lembaga pendidikan yang mencapai 10.381. Terdiri dari TK, SD, SMP, SMA, pondok pesantren, dan perguruan tinggi. Secara lebih rinci terdiri dari TK atau PTQ berjumlah 4623; SD/MI 2.604; SMP/ MTS 1772; SMA/sMKlMA 1143; Ponpes 67; dan perguruan tinggi 172. Muktamar Muhammadiyah berhasil memilih 13 anggota formatur dengan rincian suara Haedar Nashir 1.947 suara, Yunahar Ilyas 1.928 suara, A Dahlan Rais 1.827 suara, Busyro Muqoaddas 1.811 suara, Abdul Mu’ti 1.802 suara, Anwar Abbas 1.436 suara, Muhadjir Effendy 1.279 suara, Syafiq A Mughni 1.198 suara, Dadang Kahmad 1.146 suara, Suyatno 1.096 suara, Agung Danarto 1.051 suara, Goodwil Zubair 1.049 suara dan Hajriyanto Y Thohari 968 suara. Dengan perolehan ini ditetapkan Haedar Nasir sebagai Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah periode 20102015 dengan Abdul Mu’thi sebagai Sekretaris Jenderal. Di samping Muhammadiyah, Aisyiyah juga menggelar Muktamar ke-47 di Makassar Sulawesi Selatan. Pada Muktamar tersebut terpilih sebagai Kelua Umum ‘Aisyiyah adalah Siti Noordjannah Djohantini, yang juga istri Ketua Umum Muhammadiyah terpilih. Salah satu gagasan Ketua Pimpinan Pusat Aisyiyah terpilih adalah upaya mengembangkan tafsir nir kekerasan terhadap perempuan dan anak. Hal ini sesuai dengan teladan yang diberikan Nabi Muhammad SAW yang tidak pernah melakukan kekerasan dan mendidik umatnya untuk tidak melakukan kekerasan. Selain itu, Aisyiyah juga mengembangkan pendekatan yang sangat prinsipil dalam ajaran Islam yaitu visi Islam sebagai rahmatan lil alamin. Sebagai wujudnya
adalah Aisyiyah mengembangkan visi kelembutan, visi kebaikan, visi rahmat yang menjadi menjadi landasan substansial gerakan Aisyiyah.
Kedua wacana di atas, baik Islam Nusantara yang diusung NU, maupun Islam Berkemajuan yang diusung Muhammadiyah, meski memiliki pendekatan berbeda namun sejatinya bersifat saling melengkapi. 3. Muktamar Mathlaul Anwar Pengurus Besar Mathla’ul Anwar (MA) akan menyelenggarakan Muktamar ke XIX pada
tanggal 7-9 Agustus di Kabupaten Pandeglang, Banten yang berbarengan dengan perayaan Hari Ulang Tahun yang ke 100 tahun dan Musyawarah Muslimat. Mathla’ul Anwar berdiri pada 10 Ramadhan 1334 H atau 10 Juli 1916 M. Didirikan oleh para kiai di sekitar Menes,
Pandeglang. Sesepuh utamanya KH Tb. Sholeh Kananga dan KH Arsyad Tegal. Kedua ulama ini didikan Syekh Nawawi AI-Bantani. Pendiri formalnya KH Abdurrahman bin Jamal Menes dan KH Entol Muhammad Yasin Kadu Hauk Menes. Pada Muktamar kali ini mengambil tema “Meningkatkan Peran Mathla’ul Anwar dalam Mencerdaskan Bangsa”. Pada Muktamar kali ini, muktamirin memilih kembali KH Ahmad Sadeli Karim Lc sebagai Ketua Umum Pengurus Besar Mathla’ul Anwar, sekaligus ketua tim formatur, bersama Ketua Majelis Amanah KH Drs Irsjad Djuwaeli MM. Dalam usianya yang seabad, Mathla’ul Anwar banyak memberi kontribusi dan sumbangsih bagi bangsa dan negara ini, terutama di bidang dakwah, sosial, dan pendidikan. Hal ini sesuai dengan namanya, “Mathla’ul Anwar” yang berarti tempat terbitnya cahaya.
LAPORAN TAHUNAN KEHIDUPAN KEAGAMAAN DI INDONESIA TAHUN 2015
33
4. Munas MUI di Surabaya Majelis Ulama Indonesia menggelar Musyawarah Nasional ke-lX pada 24-27 Agustus 2015 di Surabaya dengan tema “Islam Wasathiyah untuk lndonesia dan dunia yang berkeadilan dan berkeadaban”. Agenda Munas adalah penyempurnaan peraturan dasar dan peraturan rumah tangga, penetapan garis-garis besar program MUI periode 2015-2020 dan penetapan sejumlah fatwa penting dan rekomendasi. Munas MUI ke IX menetapkan KH. Ma’ruf Amin sebagai ketua umum MUI. Di akhir Munas, MUI mengeluarkan 15 poin rekomendasi, di antaranya adalah: a) mendesak pemerintah dan
aparat penegak hukum menindak tegas sekte/ kelompok dan paham keagamaan dan non keagamaan yang ekstrim; b) mendesak pemerintah dan DPR melakukan pengaturan dan peninjauan kembali terhadap UU dan regulasi yang merugikan rak’yat Indonesia, seperti UU
sejumlah program kegiatan dengan baik sehingga keberadaan GBKP semakin dirasakan manfaatnya, tidak hanya untuk jamaah umat Kristiani, tapi juga seluruh masyarakat lndonesia. Gereja dan umat Kristiani, secara langsung atau tidak langsung ikut membantu pelaksanaan misi Kemenag. lndonesia yang merupakan negara terbesar ke 4 di dunia, dengan kekayaan dan keragaman budaya dan etnis. Karenanya jamaah GBKP hendaknya bisa memaknai keragamam dengan penuh kearifan.
6. Pekan Komunikasi Sosial Nasional KWI Komisi Komunikasi Sosial (Komsos) Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) mendesain sebuah acara yang diberi nama Pekan Komunikasi Sosial Nasional, Konferensi Waligereja Indonesia (PKSN-KWI). Sejak 2014 PKSN-KWI menjadi acara tetap tahunan Komsos KWI bekerja sama dengan Komsos Keuskupan sebagai tuan rumah.
Migas, UU Kelistrikan, UU SDA, dan UU Penanaman Modal; c). mendesak pemerintah untuk membenahi rantai tata niaga pangan dan menindak tegas pihak-pihak yang mengganggu kedaulatan dan ketahanan pangan; d) mengusulkan hukuman mati terhadap pelaku mega korupsl mengingat sudah menggurita nya praktik korupsi di berbagai lini; e) mendesak pemerintah untuk mencegah semua upaya menumbuhsuburkan dan propa-
ganda lesbian, gay, biseksual, transgender, baik melalui pendekatan hukum maupun sosial keagamaan.
5. Sinode Gereja Batak Karo Protestan Sidang Sinode Gereja Batak Karo Protestan (GBKP) ke-XXXV dilaksanakan pada hari Sabtu 1117 April 2015, di Retreat Center Sukamakmur, Sibolangit. Sidang Sinode dibuka Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin. Menag berharap, Sidang Sinode dapat merumuskan
34
Tahun ini, PKSN KWI dilaksanakan di
Aula Lux Ex Oriente, Katedral Sorong, Papua Barat, pada tanggal 12-17 Mei 2015. PKSN-KWI itu dibuka dengan Perayaan Ekaristi pada hari yang sama di Katedral Kristus Raja, Sorong, yang dipimpin oleh Uskup Manokwari-Sorong Mgr Hilarion Datus Lega. Sejumlah acara yang digelar adalah pelatihan jurnalistik dua hari, lomba debat tingkat SMU, rekoleksi orang
LAPORAN TAHUNAN KEHIDUPAN KEAGAMAAN DI INDONESIA TAHUN 2015
muda katolik (OMK), seminar jauhi narkoba dan sosial media, malam budaya, seminar puncak dan diakhiri dengan misa penutup.
7. Munas PGLII Tahun 2015 di Banten PGLII menyelenggarakan Musyawarah Nasional Persekutuan Gereja-Gereja dan Lembaga-Lembaga Injili lndonesia ke-XI Tahun 2015, di Serpong-Banten, Selasa 24 Maret 2015. Acara dibuka oleh Menteri Agama Lukman Hakim Saifudin. Menag mengharapkan perlunya langkah strategis agar kualitas pendidikan agama di masyarakat semakin baik dan kualitas kerukunan juga semakin baik. Indonesia merupakan bangsa yang sangat religius dengan segala etnis dan budaya. Apapun etnisnya, sangat menjunjung nilai agama. Sebagai bangsa yang religius, agama diposisikan tidak bisa dipisahkan dari kehidupan sehari-hari. Sementara itu, Ketua Umum PGLII menyatakan bahwa gereja bergandengan dengan semua pihak tanpa melihat asal usul, bersama membangun bangsa. Gereja harus hidup dalarn harmoni dengan perbedaan-perbedaan yang ada. []
LAPORAN TAHUNAN KEHIDUPAN KEAGAMAAN DI INDONESIA TAHUN 2015
35
36
LAPORAN TAHUNAN KEHIDUPAN KEAGAMAAN DI INDONESIA TAHUN 2015
4
Pelayanan Keagamaan
A. Isu-isu Perkawinan
S
epanjang tahun 2015, terjadi sejumlah isu terkait perkawinan. Meresponi terus meningkatnya angka perceraian, telah dilakukan berbagai upaya pencegahan, yang antara lain dengan kursus pra nikah. Sementara itu, kebijakan biaya nikah nol rupiah, selain disambut baik oleh masyarakat, pada praktiknya masih ada problem implementasi hingga biaya menikah di beberapa kasus tetap mahal. Sehubungan dengan itu, penguatan kualitas P3N dan penambahan kuantitasnya pun dilakukan. Di luar itu, ada praktik menyimpang: perkawinan sesama jenis dan nikah siri online.
1. Perceraian, Cerai Gugat, dan Suscatin Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin prihatin dengan angka perceraian yang dalam beberapa tahun terakhir terus meningkat. Untuk itu, Menag merencanakan untuk mengadakan kursus persiapan pernikahan. Kursus ini bisa diselenggarakan oleh siapa saja, dengan catatan, kurikulum, silabi dan materinya sesuai aturan. Kursus pranikah bisa menambah wawasan dan kedewasaan mengenai rumah tangga. Dengan ini para calon pengantin nantinya akan LAPORAN TAHUNAN KEHIDUPAN KEAGAMAAN DI INDONESIA TAHUN 2015
37
mendapatkan sertifikat. Hingga saat ini, konsep dan teori kursus pranikah itu kini dalam proses pematangan. Grafik 2 Fluktuasi peristiwa Pernikahan dan Perceraian 2009-2014
Fluktuasi peristiwa pernikahan
Fluktuasi peristiwa perceraian
Sumber: badilag.net
Grafik tersebut menunjukkan fenomena perceraian yang terjadi di Indonesia, berdasarkan data dari Badan Peradilan Agama (Badilag) Mahkamah Agung (MA) dalam rentang 20092014. Setiap tahun ada sekitar 2 juta pasangan
yang mencatatkan perkawinannya, rata-ratanya hampir 300.000 atau sekitar 15% mengakhiri perkawinannya. Bahkan di beberapa daerah seperti Indramayu dan Banyuwangi, angkanya melebihi rerata nasional tersebut. Terdapat lima faktor tertinggi penyebab perceraian, yaitu: tidak ada keharmonisan sebanyak 97.615 kasus, tidak ada tanggung jawab 81.266 kasus, ekonomi 74.559 kasus, gangguan pihak ketiga 25.310 kasus, dan cemburu 9.338 kasus. Data lain yang perlu diberi perhatian adalah bahwa dari angka perceraian terebut, sebagian besar (lebih dari 70%) merupakan cerai gugat. Penelitian Puslitbang Kehidupan Keagamaan tahun 2015 yang dilakukan di tujuh daerah, yaitu di Aceh, Padang, Cilegon, Indramayu, Pekalongan, Banyuwangi dan Ambon, menyimpulkan beberapa hal, yaitu: pertama, tingkat perceraian dan tingginya cerai gugat ketimbang cerai talak di tujuh lokasi penelitian tidak berbeda dengan data Badilag
38
MA di atas yaitu rata-rata di atas 70% tiap tahunnya dibandingkan cerai talak. Kedua, penyebab cerai gugat disebabkan oleh ragam faktor antara lain, soal pergeseran budaya yang semakin terbuka, terutama media sosial seperti yang terjadi di Aceh. Sementara di Padang dan Pekalongan ada situasi yang agak sama, di mana makna dan nilai perkawinan sudah semakin hilang sehingga terjadi pengabaian dan penelantaran serta nirtanggung jawab dari pihak laki-laki. Ketiga, struktur formal masih belum berfungsi dengan maksimal, terutama mencegah perceraian. Di samping lemahnya struktur formal, struktur non-formal seperti pranata sosial juga ternyata belum berfungsi maksimal. Padahal di tiap daerah yang diteliti, sebenarnya banyak kekuatan berupa kearifankearfian lokal, seperti di Aceh terdapat mediator adat yang disebut Tuha Peuet atau Keuchi’, di Indramayu ada lebe, serta di Ambon ada tiga batu tungku dan saudara kawin. Salah satu rekomendasi penelitian adalah penguatan keluarga melalui kursus calon pengantin (suscatin) atau disebut juga kursus pranikah. Hilangnya makna perkawinan maupun tidak berfungsinya kearifan lokal di masyarakat menjadi salah satu indikator tidak berfungsinya kursus calon pengantin. Dalam Peraturan Dirjen Bimas Islam Nomor: DJ.II/542 Tahun 2013 tentang Pedoman Penyelenggaraan Kursus Pranikah disebutkan bahwa penyelenggara Kursus pra nikah adalah BP4 dan organisasi keagamaan Islam yang telah memiliki Akreditasi dari Kementerian Agama. Kementerian Agama dapat menyelenggarakan kursus pra nikah yang pelaksanaannya bekerja sama dengan BP4 atau organisasi keagamaan Islam lainnya. Dalam pelaksanaannya BP4 dan organisasi keagamaan Islam penyelenggara kursus pra nikah dapat bekerja sama dengan instansi atau kementerian lain atau lembaga
LAPORAN TAHUNAN KEHIDUPAN KEAGAMAAN DI INDONESIA TAHUN 2015
lainnya. Mencermati Peraturan Dirjen tersebut, maka terbuka kesempatan bagi masyarakat khususnya ormas Islam yang peduli terhadap isu keluarga untuk menjadi pelaksana kursus calon pengantin.
2. Biaya Nikah Tetap Mahal? Biaya nikah dikabarkan bisa melambung tinggi hingga Rp 1 juta rupiah akibat tidak jelasnya biaya transportasi untuk penghulu dan Pembantu Pegawai Pencatat Nikah (P3N). Apalagi P3N tidak mendapatkan honorarium dari pemerintah, dan hanya mengandalkan dari biaya nikah. Sebenarnya pemerintah sudah menetapkan biaya nikah Rp 600.000,- dengan menyetor langsung ke rekening bank yang telah ditentukan. Namun berapa biaya transportasi untuk modin (Jawa: lebe) dan penghulu dipandang tidak jelas. Akibatnya, di masyarakat biaya nikah bisa melambung hingga Rp 1 juta atau bahkan lebih. Mahalnya biaya nikah melebihi ketentuan ini memang marak di sejumlah daerah. Meski sudah ada peraturan yang jelas tentang biaya nikah, pungutan liar (pungli) biaya nikah masih saja terjadi. Pungli tidak hanya terjadi saat pendaftaran nikah, tetapi juga saat berlangsungnya akad nikah yang dikenal dengan uang syukuran atas pernikahan yang dilakukan. Uang ini diberikan kepada oknum penghulu dan modin desa. Terkait hal ini, Kementerian Agama mengakui masih ada oknum KUA yang melakukan praktik pungutan liar dan gratifikasi. Menurut Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kemenag Machasin, memang masih ada KUA yang nakal. Adapun mengenai keterlibatan Pembantu Pegawai Pencatat Nikah (P3N) atau perangkat desa dalam praktik ini, Bimas Islam sebenarnya sudah menghapus keberadaan P3N sejak 2006. P3N hanya difungsikan di daerah-
daerah tertentu. Karenanya, jika ada oknum KUA yang terbukti melakukan praktik pungli dan gratifikasi, Kemenag tidak akan segan menjatuhkan sanksi tegas berupa mutasi hingga pencopotan dari jabatan.
Salah satu rekomendasi penelitian adalah penguatan keluarga melalui kursus calon pengantin (suscatin) atau disebut juga kursus pranikah. Hilangnya makna perkawinan maupun tidak berfungsinya kearifan lokal di masyarakat menjadi salah satu indikator tidak berfungsinya kursus calon pengantin. Lahirnya PP No. 19 Tahun 2015 tentang Jenis dan Tarif PNBP pada Kementerian Agama, mengatur biaya nikah gratis bagi pernikahan yang dilaksanakan di kantor dan pada jam kerja. Sedangkan pernikahan dilaksanakan di luar kantor dikenakan biaya sebesar Rp. 600.000,- Akibat regulasi ini, tren peristiwa nikah di kantor menjadi meningkat. Jika dibandingkan, peristiwa nikah yang dilaksanakan di dalam kantor pada tahun 2015 ada 38%, sedangkan di tahun-tahun sebelumnya hanya berkisar 10%. Kondisi ini tentu mendorong Bimas Islam untuk ikut memberikan pelayanan yang sepadan kepada masyarakat dengan membangun gedung KUA yang layak dan memenuhi tugas pelayanan. Sebagaimana diketahui bahwa kondisi gedung KUA pada umumnya belum memadai untuk memenuhi kebutuhan pelayanan masyarakat.
LAPORAN TAHUNAN KEHIDUPAN KEAGAMAAN DI INDONESIA TAHUN 2015
39
Berdasarkan kondisi bangunan gedung KUA, saat ini terdapat 5.026 unit KUA yang telah memiliki gedung dan lahan sendiri, 3.931 KUA kondisi bangunannya masih baik, 806 KUA kondisinya rusak ringan, dan 289 kondisinya rusak berat. Selebihnya, 471 KUA, belum memiliki lahan dan gedung sendiri. Sesuai dengan Rencana Strategis Bimas Islam tahun 2015-2019, akan dibangun sedikitnya 759 unit gedung KUA, dimulai pada tahun 2015 Bimas Islam telah membangun 41 unit gedung KUA serta merehab 301 gedung KUA. Selain itu, pada tahun yang sama telah diadakan pengadaan tanah untuk gedung KUA sejumlah 132 lokasi. Pembangunan dan rehabilitasi gedung KUA ini bersumber dari Rupiah Murni dan SBSN. Grafik 3 Perkembangan Kantor Urusan Agama (KUA)
Ketentuan tentang biaya nikah sebagaimana dijelaskan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2014 tentang Perubahan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Kementerian Agama, dimaksudkan untuk menghilangkan kasus dugaan gratifikasi di KUA. Sebagaimana diberitakan di berbagai media, sejak 2007 KPK telah merilis Indeks Pelayanan Publik Kementerian Agama dengan skor integritas yang belum memuaskan. Atas rilis tersebut, publik memberikan stigma negatif terhadap Kementerian Agama sebagai kementerian yang “kurang
bersih” bahkan tidak sedikit yang menganggapnya sebagai lembaga yang korup. Salah satu bidang tugas yang dijadikan sampel KPK untuk dinilai adalah pelayanan pencatatan nikah di KUA.
40
Apakah betul di KUA masih terjadi korupsi dan jika betul, apa penyebabnya? Hasil Penelitian Puslitbang Kehidupan Keagamaan tentang Pengaruh Nilai-Nilai Agama dan Budaya Kerja terhadap Pencegahan Tindakan Koruptif di Kementerian Agama (2015) menjelaskan bahwa korupsi yang terjadi di lingkungan birokrasi publik seperti Kementerian Agama merupakan gejala yang didorong oleh berbagai faktor. Oleh karena itu, korupsi disebut sebagai ‘multi-faceted social problems’. Dari berbagai faktor penyebab korupsi pada dasarnya dapat dikelompokkan menjadi penyebab kultural, struktural, dan individual. Penelitian ini menghasilkan empat aspek nilai yang signifikan untuk mencegah intensi korupsi, yaitu: (1) larangan pada pejabat Kementerian Agama agar tidak menggunakan fasilitas, sarana dan apapun yang bukan miliknya. Kebiasaan mencampuradukkan penggunaan barang milik pribadi dan milik kantor merupakan bagian dari pemicu perilaku korupsi. (2) memberi keteladanan dalam berperilaku, sikap dan tutur kata dalam upaya-upaya menghindari perilaku korupsi. Perilaku yang bersahaja memberikan contoh tauladan yang baik pada yang lain. Perilaku dan sikap “show up” pimpinan atau kolega menjadi stimuli bagi yang lain untuk menampilkan diri, minimal sama dengan yang dicontohkan. (3) mengambil tanggungjawab yang utuh dalam berbagai tugas yang ada. Tanggungjawab tinggi berimplikasi pada kehati-hatian dalam bekerja. (4) memiliki jiwa integritas yang ditandai dengan sikap jujur dalam setiap kata dan perbuatan. Penelitian tersebut merekomendasikan agar Biro Kepegawaian dan Badan Litbang dan Diklat dapat mengembangkan pelatihan dan kegiatan sejenis bagi penguatan perilaku yang didasarkan pada nilai agama dan budaya kerja. Untuk memenuhi pelatihan tersebut Puslitbang
LAPORAN TAHUNAN KEHIDUPAN KEAGAMAAN DI INDONESIA TAHUN 2015
Kehidupan Keagamaan telah menyusun Modul Pencegahan Korupsi melalui Etos dan Budaya Kerja pada Kementerian Agama. Modul tersebut didesain untuk digunakan pada pelatihanpelatihan di Pusdiklat Tenaga Teknis Keagamaan Badan Litbang dan Diklat. Di samping itu, modul juga dapat digunakan di unit direktorat teknis dengan sedikit mengalami penyesuaian terkait substansi dan terminologi yang tercantum pada modul.
3. Pengangkatan P3N di Daerah Khusus Dirjen Bimas lslam Prof. Dr. Machasin telah menerbitkan Instruksi Dirjen Bimas lslam No DJ.11/1/2015 tentang Pengangkatan Petugas Pembantu Pencatat Nikah pada Senin (26/01) di daerah pedalaman, pegunungan. perbatasan, dan atau kepulauan. Instruksi ini ditujukan kepada para Kepala Kanwil Kemenag Provinsi seluruh Indonesia dan antara lain mengatur bahwa pengangkatan P3N dilakukan secara selektif dan hanya diperuntukan bagi KUA yang masuk dalam tipologi 01 (daerah pedalaman dan pegunungan) dan 02 (daerah perbatasan dan kepulauan). Pengangkatan ini didasarkan pada kebutuhan karena tidak semua daerah bisa dijangkau oleh Petugas Pencatat Nikah dan terbatasnya SDM dibanding luas wilayah. Tipologi KUA diatur dalam Peraturan Menteri Agama (PMA) No 46 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) atas Biaya Nikah dan Rujuk di luar KUA Kecamatan yang ditandatangani Menag Lukman Hakim Saifuddin pada Rabu (13/08). Klasifikasi KUA Kecamatan ditentukan menurut jumlah peristiwa nikah dan rujuk per bulan dan kondisi geografis keberadaan KUA Kecamatan. KUA bertipologi A adalah KUA yang jumlah nikah dan rujuknya di atas 100 peristiwa per bulan. Untuk tipologi B, jumlah nikah dan rujuk antara 51 sampai dengan 100 peristiwa per bulan.
Sedangkan tipologi C adalah KUA dengan jumlah nikah dan rujuk antara 25 sampai dengan 50 peristiwa per bulan. Selain itu, ada juga KUA tipologi D1, yaitu KUA Kecamatan yang secara geografis berada di daerah terluar, terdalam, dan di daerah perbatasan daratan. dan tipologi D2, yaitu KUA Kecamatan yang secara geografis berada di daerah terluar, terdalam, dan daerah perbatasan kepulauan dengan jumlah peritiwa nikah antara 1-25.
... dapat mengembangkan pelatihan dan kegiatan sejenis bagi penguatan perilaku yang didasarkan pada nilai agama dan budaya kerja. Untuk memenuhi pelatihan tersebut Puslitbang Kehidupan Keagamaan telah menyusun Modul Pencegahan Korupsi melalui Etos dan Budaya Kerja pada Kementerian Agama. 4. Integrasi Data Nikah dan Kependudukan Dalam hal pelayanan administrasi pernikahan dan kependudukan warga Negara Indonesia yang beragama Islam, terdapat pemisahan pelayanan. Pelayanan administrasi pernikahan dilakukan melalui Kantor Urusan Agama (KUA),
sementara pelayanan administrasi kependudukan dilakukan melalui Kantor/Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil). Sistem ini mengandung kelemahan karena memberi kesempatan seseorang yang sudah melangsungkan akad nikah untuk tidak langsung mengubah status identitasnya. KUA diharuskan mengeluarkan buku nikah tanpa mempersyaratkan pasangan pengantin baru tersebut mengubah identitas statusnya di KTP dan KK bersamaan prosesi akad nikah. Sementara itu, KUA tidak bisa memerintahkan Disdukcapil untuk melakukan pengubahan status pasangan baru tersebut.
LAPORAN TAHUNAN KEHIDUPAN KEAGAMAAN DI INDONESIA TAHUN 2015
41
Di tengah kebutuhan untuk mencari solusi atas problematika sistem administrasi nasional di atas, terdapat praktik baik (best practice) integrasi data pernikahan-kependudukan yang dilaksanakan KUA Kecamatan Gondomanan Kota Yogyakarta bekerjasama dengan Disdukcapil Kota Yogyakarta. Ada dua kegiatan utama yang lahir dari program integrasi data pernikahankependudukan, yakni KUA bisa melakukan validasi keabsahan data kependudukan seseorang secara on line kepada data base Disdukcapil dan akselerasi perubahan status seseorang pascakawin. Berdasarkan evaluasi selama 2013, Kantor Kemenag Kota Yogyakarta menilai KUA Gondomanan sebagai KUA yang paling berhasil melaksanakan program integrasi data pernikahan-kependudukan. Pada tataran Pusat, tahun 2014 Ditjen Bimas Islam telah melakukan terobosan untuk memperbaiki layanan pencatatan nikah sehingga pelayanan dilakukan lebih transparan dan persyaratan nikah makin sederhana serta terbebas dari unsur gratifikasi. Agar pelayanan ini dapat dilakukan maka diperlukan nota kesepahaman atau Memorandum of Understanding (MoU) dengan Kementerian Dalam Negeri. Dengan MoU ini, maka KUA bisa mengakses data NIK (Nomor Induk Kependudukan) yang ada di Dukcapil (Kependudukan dan Catatan Sipil) dan sebailiknya Dukcapil bisa mengakses data KUA yang terkait dengan pernikahan. Jika sistem ini berjalan, maka calon mempelai tidak perlu lagi meminta N1 dan N7 di kelurahan. Sejumlah daerah telah melakukan MoU ini, di antaranya adalah Kabupaten Ponorogo. Di Ponorogo, Sejak tanggal 4 Agustus 2015 telah disepakati kerjasama antara Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil dengan Kantor Kementerian Agama Kabupaten Ponorogo untuk mengintegrasikan database Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil dengan
42
database Kantor Kementerian Agama. Melalui Sistem Informasi Berbasis Komputer (SIBK) secara online, khususnya di Kantor Urusan Agama (KUA) di 21 (dua puluh satu) Kecamatan se-Kabupaten Ponorogo dengan Singgle Identiti Number (SIN) yaitu Nomor Induk Kependudukan (NIK) untuk memudahkan pencatatan pernikahan.
5. Kontroversi Nikah Sesama Jenis Nikah sesama jenis yang sudah lama diwacanakan kini kembali hangat diperbincangkan. Hal ini seiring dengan adanya pengakuan perkawinan sejenis di beberapa negara Eropa. Bahkan, yang terbaru adalah Mahkamah Agung Amerika melegalkan praktik itu di semua negara bagian. Atas nama HAM, perkawinan sesama jenis di beberapa negara Eropa dan Amerika menjadi sesuatu yang legal dan diakui negara. Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menyoroti adanya tuntutan sebagian masyarakat agar pernikahan sejenis bisa dilegalkan di lndonesia. Selain itu juga tuntutan agar kaum Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender (LGBT) bisa ditolelir kehidupannya secara lebih terbuka. Menag menilai, hak tersebut sulit terjadi lndonesia, karena masyarakatnya yang religius. Adapun terkait dengan HAM, UUD 1945 telah mengaturnya pada pasal 28 J ayat 2 yang menyatakan: Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk pada UU. Pada konteks ini UU No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, menyatakan bahwa sahnya perkawinan, terjadi jika dilakukan antara laki-laki dan perempuan, menurut agama yang dipeluknya. Karena itu, terkait HAM pelaksanaannya dibatasi dengan pertimbangan salah satu dari 4 hal, yakni: pertimbangan moral, keamanan, ketertiban umum, dan pertimbangan agama.
LAPORAN TAHUNAN KEHIDUPAN KEAGAMAAN DI INDONESIA TAHUN 2015
Meski demikian, fenomena ini tidak hanya menjadi tantangan, tapi juga sekaligus tugas dan tanggung jawab bersama, karena pada dasarnya mereka yang menghendaki perkawinan sejenis dan LGBT adalah umat manusia juga. Mereka tidak harus dijauhi, tapi justru dirangkul dan diajak dialog bersama untuk menyamakan persepsi mengenai nilai-nilai kebajikan. Pernikahan sesama jenis terjadi di Boyolali Jawa Tengah dan Bali. Pada Sabtu (10/ 10/2015) di Boyolali dihebohkan dengan adanya pernikahan antara Ratu Airin Karla alias Darino (26 tahun) dan Dumani (30 tahun). Pihak Pemerintah Desa Cluntang, Kemusuk, Boyolali mengaku tidak memberi izin acara tersebut. Sementara MUI Kabupaten Boyolali dan MUI Jawa Tengah menyatakan bahwa pernikahan tersebut haram dan meresahkan warga Boyolali. Ada juga dugaan pernikahan sesama jenis di Bali dilakukan oleh warga negara Amerika Joe Trully dan warga lndonesia Tiko Mulya di Hotel Four Season, Ubud, Gianyar Bali (12 /09/ 2015). Dugaan ini muncul karena foto-foto keduanya di-posting di media sosial hingga menghebohkan masyarakat Bali. Namun lagi-lagi hal ini dibantah sebagai sebuah pernikahan. Pasangan sejenis itu hanya melakukan pengelukatan, semacam pembersihan diri dengan upacara agama Hindu Bali.
Ketua MUDP Jero Gede Suwena Putus Upadhesa mengatakan pihaknya sudah memben-
tuk tim khusus untuk menyelidiki kasus yang menghebohkan itu. Pernikahan sejenis dilarang dalam agama Hindu dan, bila benar-benar
terjadi, dianggap sebagai cuntaka atau peristiwa yang menimbulkan kekotoran spiritual. Bila ternyata itu bukan upacara pernikahan, keberadaan rohaniwan dan simbol-simbol Hindu dapat dianggap sebagai suatu penodaan atas simbol agama.
Meski demikian, fenomena ini tidak hanya menjadi tantangan, tapi juga sekaligus tugas dan tanggung jawab bersama, karena pada dasarnya mereka yang menghendaki perkawinan sejenis dan LGBT adalah umat manusia juga. Mereka tidak harus dijauhi, tapi justru dirangkul dan diajak dialog bersama untuk menyamakan persepsi mengenai nilai-nilai kebajikan. 6. Nikah Siri Online Berdalih menghindari zina, jasa menikah secara agama marak diiklankan di dunia maya. Puluhan situs menawarkan jasa menikah siri kepada pasangan yang ingin menikah tidak di KUA. Cukup dengan biaya Rp 2 juta. Memang, nikah siri tidak diharamkan oleh agama, namun Menteri Agama menyarankan masyarakat tetap menikah secara resmi. Apalagi jasa nikah siri online tidak memiliki izin resmi. Menteri Agama Lukman Hakim Saefuddin menjelaskan bahwa layanan pernikahan mut’ah atau siri yang diiklankan melalui internet tak sesuai dengan Undang-Undang Perkawinan. Oleh karena itu, pengguna jasa tersebut tidak mendapatkan perlindungan mengenai hak dan kewajiban suami dan istri sebagaimana diatur dalam perundangan. Sementara, Komisi Perlindungan Anak lndonesia mengapresiasi langkah Kemenkominfo untuk memblokir situs terkait nikah siri online setelah sebelumnya disurati oleh Kementerian Agama.
LAPORAN TAHUNAN KEHIDUPAN KEAGAMAAN DI INDONESIA TAHUN 2015
43
B. Penyelenggaraan Haji dan Umrah 1. Haji Satu Kali: Antara KMA dan MK Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengeluarkan Keputusan Menteri Agama (KMA) No 15 Tahun 2015 tentang Perubahan tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Agama Nomor 14 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji Reguler. Pada KMA tersebut dinyatakan bahwa “Jamaah haji yang pernah menunaikan ibadah haji dapat melakukan pendaftaran haji setelah 10 (sepuluh) tahun sejak menunaikan ibadah haji yang terakhir”. Keputusan ini dikeluarkan untuk memprioritaskan kuota haji bagi pendaftar yang belum pernah naik haji pada periode-periode sebelumnya sehingga mencerminkan keadilan bagi masyarakat. Kebijakan ini didukung oleh sistem komputerisasi dalam melakukan administrasi data sehingga nama-nama yang mendaftar dan telah diberangkatkan haji dapat dilacak. Kebijakan ini juga didukung oleh Komisi Fatwa MUI yang menilai bahwa kewajiban haji hanya satu kali dan untuk ibadah haji berikutnya bersifat sunah. Di sisi lain, Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan menolak untuk seluruhnya permohonan uji materiil Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2014 tentang Pengelolahan Keuangan Haji dan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji yang diajukan oleh dua orang calon jemaah haji, Sumilatun dan JN Raisal Haq. Putusan MK tersebut tertuang dalam putusan Nomor 13/ PUU-XIII/2015 pada sidang pleno hari Selasa (20/10/2015), yang di dalamnya memuat amar putusan, mengadili, menyatakan menolak permohonan para Pemohon untuk seluruhnya. Dengan keputusan ini, khususnya terkait dengan pasal 4 ayat 1, maka bagi yang sudah berhaji tetap diperbolehkan menunaikan haji kembali.
44
Pada konteks ini Keputusan Menteri Agama (KMA) No 15 Tahun 2015 sudah tepat, yakni di satu sisi tidak bertentangan dengan keputusan MK, dan di sisi yang lain mengakomodir kepentingan dan hak warga negara yang belum pernah berhaji untuk lebih diprioritaskan. Tugas pemerintah selaku regulator hanya melakukan pengaturan prioritas pemberangkatan calon jamaah, tanpa menghilangkan hak jamaah yang sudah pernah menunaikan haji. Kementerian Agama mencanangkan
program 5 Pasti Umrah (5PU), Senin (28/6/ 2105). Dengan kebijakan ini, sebelum berangkat ke Tanah Suci untuk menunaikan umrah atau haji masyarakat harus memastikan lima hal: 1.
pasti mendapat izin dari Kemenag, 2. pasti pesawatnya, 3. pasti program layanannya, 4. pasti akomodasi, dan 5. pasti visa umrah dan hajinya.
Terkait kebijakan ini, Amphuri merespons positif. Salah satu bentuk responsnya adalah
LAPORAN TAHUNAN KEHIDUPAN KEAGAMAAN DI INDONESIA TAHUN 2015
melakukan roadshow Safari Ramadhan JakartaPurwakarta-Bandung dengan tujuan mensosialisasikan 5P Umrah. Safari Ramadhan yang diikuti sekitar 150 kendaraan roda empat dari berhagai travel anggota Amphuri. Tanggapan berbeda mengemuka saat Kementerian Agama berencana menyelenggarakan ibadah umrah. Rencana ini dinilai penyelenggara umrah swasta bertentangan dengan peraturan di Kementerian Agama sendiri yakni bahwa penyelenggara ibadah umrah harus lembaga berbadan hukum. Polemik ini terjadi mengingat selama ini layananan penyelenggaraan ibadah umrah dilaksanakan pihak swasta jasa penyelenggaraan haji dan umrah. Berdasarkan Peraturan Menteri Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 18 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Perjalanan Ibadah Umrah, pemerintah bisa menjadi penyelenggara umrah selain yang dilakukan perusahaan Penyelenggaraan Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU). Karenanya meskipun pihak Kementerian Agama menyelenggarakan umrah tetap akan bekerjasama dengan pihak lain mengingat SDM yang terbatas. Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menegaskan (15/12/2015) Kemenag tidak akan mengambil alih penyelenggaraan ibadah umroh yang selama ini dijalankan pihak swasta. Pemerintah saat ini justru sedang memperbaiki sistem dan manajemen penyelenggaraan haji kecil tersebut.
2. Dugaan Penyerobotan Antrian Haji Terdapat isu negatif terkait daftar antrian ibadah haji. Diduga terjadi manipulasi data pada daftar antrian, yakni adanya sejumlah nomor antrian yang tak urut para jamaah haji yang akan berangkat. Terdapat nomor antrian besar yang tak sesuai urutan antrean. Diduga
ada oknum Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK) mendaftar haji dengan nama dan identitas fiktif, namun mereka tetap membayar sesuai ketentuan yang ditetapkan pemerintah agar tetap mendapatkan porsi antrean haji. Kemudian pada tahun saat seharusnya calon jamaah haji fiktif tersebut berangkat, pihak PIHK membatalkannya. Porsi tersebut kemudian dijual dengan harga berkali lipat kepada orang lain.
Kemenag tidak akan mengambil alih penyelenggaraan ibadah umroh yang selama ini dijalankan pihak swasta. Pemerintah saat ini justru sedang memperbaiki sistem dan manajemen penyelenggaraan haji kecil tersebut. Namun dugaan praktik tersebut tidak akan terjadi lagi. Hal ini karena Menteri Agama Lukman Hakim Saefudin menerbitkan aturan khusus untuk mencegah permainan oknum PIHK. Modus-modus PIHK nakal tersebut bisa melakukan aksinya karena tidak ada aturan ketat dari Kemenag soal penggantian antrean yang batal berangkat haji. Aturan Menteri Agama yang baru secara rinci mengatur bahwa calon jamaah haji yang diperbolehkan mengganti
harus yang sudah terdaftar dua tahun sebelumnya. Untuk tahun 2015 ini, harus terdaftar minimal sejak Juli 2013.
Terkait isu persaingan tidak sehat dalam memperebutkan antrian haji tersebut, Ketua Umum Himpunan Penyelenggara Umroh dan Haji (Himpuh) Baluki Ahmad menyatakan bahwa tidak mungkin oknum internal Kementerian Agama terlibat. Hal ini karena aturan yang diterapkan oleh Kementerian Agama sekarang ini sudah tidak memungkinkan lagi adanya persaingan-persaingan tidak sehat semacam itu.
LAPORAN TAHUNAN KEHIDUPAN KEAGAMAAN DI INDONESIA TAHUN 2015
45
Adapun adanya daftar antrian yang tidak urut, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengatakan bahwa hal ini terjadi karena ada calon jamaah yang lunas tunda yang kemudian diberangkatkan pada tahun berikutnya. Jamaah lunas tunda adalah calon jamaah haji yang telah melakukan pelunasan tahun lalu, namun belum sempat berangkat. Terhadap yang seperti ini mungkin nomornya bisa jadi lebih besar. Karena setiap tahun urutannya beda-beda.
3. Travel Haji Nakal dan Tindakan Tegas Penyelenggara (travel) haji dan umrah nakal masih saja berkeliaran dan memakan korban. Kementerian Agama pun diminta meningkatkan pengawasan terhadap travel umrah dan haji serta menindak tegas pelaku. Para korban telah tertipu praktik penyelenggaraan haji dan umrah yang dilakukan sebuah yayasan yang menawarkan program haji khusus dengan biaya sangat murah, yakni Rp. 35 juta, sehingga sangat menggiurkan. Selain sangat murah, pihak yayasan juga menjanjikan jamaah tidak perlu menunggu lama untuk diberangkatkan ke Tanah Suci. Adapun sejumlah travel umrah juga banyak yang menawarkan paket umrah murah, yakni umrah paket lengkap senilai Rp 15 juta. Padahal uang sejumlah itu biasanya hanya cukup untuk biaya transportasi. Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umroh (PHU) meminta masyarakat selalu jeli dan kritis terhadap penawaran paket umrah supermurah tersebut. Selain itu. masyarakat juga diharapkan mengecek agen umrah itu resmi atau tidak. Terdapat 655 Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umroh (PPlU) resmi dan di luar itu pasti tidak resmi karena saat ini sudah dilakukan moratorium pemberian izin PPIU.
ibadah umroh. Ketujuh travel yang diberi sanksi adalah PT Mulia Wisata Abadi, PT Sanabil Madinah Barokah, PT Mediterania Travel, PT AlAqsha Jisru Dakwah, PT Pandi Kencana Murni, PT Mustaqbal Lima Wisata dan PT Muaz Barakat Safari. Selain itu, lanjut Djamil, ada juga beberapa perusahan yang dilaporkan ke Bareskrim Polri, yaitu: PT Baitussalam Papua Tour & Travel. PT Al Fatih, PT Uslub, PT Nur Medinah Intermedia, PT E-Consultan, dan PT Baburrahman. Dirjen PHU juga memberikan saran kepada masyarakat bahwa setidaknya ada lima cara agar masyarakat terhindar dari permainan PPIU atau travel umroh nakal, yakni memastikan travel itu resmi, memastikan penerbangan dan jadwal keberangkatan, memastikan program layanan, memastikan hotel, dan terakhir, memastikan visa.
4. Peningkatan Kualitas Pelayanan Haji Hasil survei Badan Pusat Statistik (BPS) tentang pelayanan haji pada tahun 2014 menunjukkan tingkat kepuasan mencapai 81,0% atau berkategori baik. Adapun tahun 2015 ini, tingkat kepuasan jamaah meningkat menjadi 82,26%. Sementara Komite Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Rl memberikan apresiasi atas perbaikan penyelenggaraan haji yang telah dilakukan Kementerian Agama RI. Komite DPD Rl mengharapkan Kementerian Agama RI melakukan sejumlah langkah dalam rangka
Terkait maraknya penipuan haji dan umroh oleh sejumlah travel nakal tersebut, Dirjen PHU Abdul Djamil telah memberikan sanksi kepada tujuh travel penyelenggara
46
LAPORAN TAHUNAN KEHIDUPAN KEAGAMAAN DI INDONESIA TAHUN 2015
perbaikan dan peningkatan kualitas penyelenggaraan ibadah haji. Hal tersebut antara lain: pertama, menyelenggarakan ibadah haji secara berkualitas dengan memastikan terjaminnya realisasi asas keadilan, profesionalitas dan akuntabilitas dengan prinsip nirlaba sesuai dengan ketentuan UU Nomor 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji secara berkelanjutan. Kedua, melakukan koreksi, perbaikan dan penyempurnaan antara lain menyangkut kuantitas dan kualitas kegiatan bimbingan jamaah haji, sertifikasi pembimbing haji, revitalisasi asarama haji secara menyeluruh, layanan katering dan layanan pemondokan jamaah haji dengan memperhatikan persyaratan legalitas, kualitas, kenyamanan, kesehatan, kemudahan akses, serta kelengkapan sarana, prasarana dan keamanan. Ketiga, mengantisipasi permasalahan pelayanan transportasi khususnya di Arab Saudi terutama berkenaan dengan peningkatan rute, kesesuaian bis, dengan jumlah jemaah haji, kualitas pengemudi dan dukungan jumlah petugas sesuai rute dan halte. Keempat, melakukan pengelolaan dan pemanfaatan dana haji secara optimal untuk kepentingan jemaah haji dengan memperhatikan prinsip syariah, aspek keamanan, kehati-hatian, nilai manfaat, dan likuiditas sesuai dengan ketentuan UU Nomor 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji.
meninggal, dua di antaranya berasal dari Indonesia. Keduanya berasal dari embarkasi Sumatera Utara dan Jawa Barat. Adapun jamaah haji asal Indonesia yang terluka berjumlah sekitar 20 jemaah. Anggota jemaah asal Indonesia ditangani dengan baik. Penanganan tenaga medis sangat cepat, yakni saat korban datang di rumah sakit, langsung ditangani.
Hasil survei Badan Pusat Statistik (BPS) tentang pelayanan haji pada tahun 2014 menunjukkan tingkat kepuasan mencapai 81,0% atau berkategori baik. Adapun tahun 2015 ini, tingkat kepuasan jamaah meningkat menjadi 82,26%. Belum usai kesedihan akibat musibah crane jatuh, terjadi lagi musibah yang korbannya
lebih banyak. Pada Kamis (24/9/2015), terjadi musibah di Mina, yakni banyaknya jamaah haji yang berdesak-desakan dan terinjak-injak. Lokasi kejadian di jalan menuju tempat lontar jumrah di antara tenda-tenda di Mina dan bukan merupakan jalur biasa yang dilalui jemaah asal Indonesia. Banyak spekulasi muncul terkait kejadian tersebut, di antaranya Grafik 4 Perkembangan Jumlah Korban Tragedi Mina Ditemukan
Terjadi musibah jatuhnya alat berat proyek (crane) di Masjidil Haram, Mekkah, Jumat (11/9/2015) sekitar pukul 17.30. Kejadian ini akibat angin kencang dan hujan deras sehingga crane jatuh menimpa lantai tiga Masjidil Haram. Akibatnya jemaah yang berada di sana tertimpa crane dan reruntuhan bangunan. Sebanyak 87 jemaah meninggal dan 184 orang lainnya menderita luka-luka. Dari 87 korban
Jumlah korban ditemukan
5. Jatuhnya Crane dan Tragedi Mina
Pencarian hari ke-...
LAPORAN TAHUNAN KEHIDUPAN KEAGAMAAN DI INDONESIA TAHUN 2015
47
adalah: pertama, kejadian ini diduga berawal ketika ada sekelompok jemaah yang tiba-tiba berhenti sehingga terjadi penumpukan jemaah yang kemudian saling berdesakan. Kedua, pihak Arab Saudi menyatakan bahwa musibah Mina lebih banyak disebabkan oleh sikap jamaah haji yang tidak mengikuti instruksi. Ketiga, adanya pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab yang sengaja membuat kekacauan dengan sengaja mendorong jamaah dan menginjak-nginjak mereka. Lepas dari berbagai spekulasi ini, Pemerintah Indonesia mempercayakan investigasi kasus ini ke pihak Kerajaan Arab Saudi. Akibat dua musibah tersebut, Jumlah jamaah yang wafat mencapai 123 jamaah. Data ini diperoleh dari laporan Satker Mekah yang merilis laporan dari hari ke hari sehingga menunjukkan kinerja yang optimal. Lihat grafik 4, data korban jamaah yang meninggal dunia. Jumlah tersebut menyebabkan jumlah jamaah haji Indonesia yang wafat di tahun 2015 ini meningkat. Total jumlah jamaah yang wafat pada tahun 2015 mencapai 597 orang. Jumlah ini jauh lebih banyak dibandingkan data tiga tahun terakhir. Jamaah haji yang wafat pada tahun 2014 sebanyak 297 orang, pada tahun 2013 sebanyak 236 orang, dan pada tahun 2012 sebanyak 428 orang. Kepala Bidang Kesehatan Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi dr. Mawari Edy mengatakan ada tiga penyebab peningkatan, yaitu peristiwa mobile crane di Masjidil Haram, tragedi di Jalan 204, dan panas yang sangat tinggi. Suhu panas menjadi penyebab tingginya kematian pada prosesi Arafah, Muzdalifah, dan Mina. Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menyatakan, suhu yang panas berdampak pada kondisi jamaah yang lanjut usia. Apalagi, jumlah jamaah lanjut usia yang mengidap penyakit sejak di Tanah Air mendominasi pada
48
penyelenggaraan haji tahun ini. Lukman mengatakan, ada dua hal yang perlu dicermati pada penyelenggaraan haji tahun depan dengan tingginya angka kematian tahun ini. Pertama, seleksi lebih ketat kondisi kesehatan jamaah Indonesia. Kedua, adanya kenaikan jumlah jamaah lansia yang merupakan kebijakan Kementerian Agama yang mendahulukan orang tua karena antrean panjang bertahun-tahun. Menag menyatakan perlunya perluasan konsep istita’ah atau kemampuan beribadah haji. Kemampuan berhaji tidak hanya dilihat dari kemampuan material, namun juga kesehatan. Kemampuan kesehatan ini menjadi ukuran seorang jamaah haji dapat diberangkatkan ke tanah suci atau harus ditunda.
6. Pelaksanaan Bimbingan Manasik KUA Undang-Undang No 13 Tahun 2008 Tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji, Pasal 8 ayat 2 berbunyi kebijakan dan pelaksanaan dalam penyelenggaraan ibadah haji merupakan tugas nasional dan menjadi tanggung jawab Pemerintah. PMA 9/2014 Pasal 2 berbunyi bimbingan manasik haji minimal memuat materi: 1) pelaksanaan ibadah haji dan umrah, 2) perjalanan dan pelayanan haji, 3) kesehatan, dan 4) kemabruran haji. Berdasarkan beberapa kajian tentang pelaksanaan Ibadah Haji (Badan Litbang dan Diklat Kemenag 2010 dan 2012), secara umum BMH yang dilakukan Kementerian Agama diragukan efektivitasnya dalam memandirikan jamaah haji. Hasil Kajian Puslitbang Kehidupan Keagamaan 2010 menyebutkan bimbingan manasik merupakan salah satu dari 5 indikator kepuasan pelayanan terendah yang perlu diperhatikan berkaitan dengan “kinerja petugas haji”. Ada beberapa faktor ditengarai menjadi penyebab, seperti, keterbatasan sarana bimbingan, keterba-
LAPORAN TAHUNAN KEHIDUPAN KEAGAMAAN DI INDONESIA TAHUN 2015
tasan kapasitas guru pembimbing (informasi atas dinamika di tanah suci Makkah yang terus berkembang tidak mampu diikuti pembimbing haji), materi bimbingan yang relatif banyak namun tidak sebanding dengan waktu yang disediakan, jadwal praktek manasik yang kurang memadai. Kajian Badan Litbang dan Diklat tahun 2013 menyimpulkan antara lain: calon jamaah haji lebih antusias mengikuti BMH yang diselenggarakan KBIH; BMH dinilai tidak cukup memenuhi kebutuhan pengetahuan manasik bagi sebagian para calon jamaah haji, dan keterbatasan waktu bimbingan, menyebabkan pemahaman jemaah haji tentang manasik kurang memadai. Hasil penelitian tahun 2015 adalah: pertama, nilai indeks manasik di 32 provinsi yang didapatkan dari hasil penelitian terhadap 102 KUA pelaksana bimbingan manasik di Indonesia. Rerata indeks manasik nasional berada pada nilai 58,1%. Kedua, dimensi pembimbing rerata indeks manasik nasional berada pada nilai 70,7%. Ketiga, dimensi materi manasik rerata indeks manasik nasional berada pada nilai 79,3%. Keempat, dimensi metode manasik rerata indeks manasik nasional berada pada nilai 51,5%. Kelima, dimensi sarana dan rerata indeks sarana dan prasarana manasik nasional berada pada nilai 20,3%. Keenam, dimensi kepanitiaan/ Pelaksana Manasik rerata indeks kepanitiaan manasik nasional berada pada nilai 68,6%. Penelitian tahun 2015 ini antara lain merekomen-dasikan perlunya peningkatan program sertifikasi pembimbing melalui diklat sertif ikasi sehingga tercapai standarisasi kompetensi pembimbing manasik. Selain itu, sarana prasarana manasik secara nasional perlu ditingkatkan. Dalam pelatihan manasik, metoda peragaan dan praktik harus lebih ditonjolkan dibanding hanya ceramah saja.
C. Zakat dan Wakaf 1. Upaya Optimalisasi Zakat dan Wakaf Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama lndonesia (DSN-MUI) bersama Bank lndonesia, Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS). dan Badan Wakaf lndonesia (BWI) melakukan penandatanganan nota kesepahaman (MoU) dalam rangka penguatan kerjasama sama dan koordinasi pengembangan ekonomi dan keuangan syariah.
Penelitian tahun 2015 ini antara lain merekomendasikan perlunya peningkatan program sertifikasi pembimbing melalui diklat sertifikasi sehingga tercapai standarisasi kompetensi pembimbing manasik. Selain itu, sarana prasarana manasik secara nasional perlu ditingkatkan. Dalam pelatihan manasik, metoda peragaan dan praktik harus lebih ditonjolkan dibanding hanya ceramah saja. MoU dilakukan pada hari Senin 30 Maret 2015 oleh Gubernur Bank lndonesia Agus D.W. Martowardojo, Ketua DSN-MUI Dr. (HC) KH. Ma’ruf Amin, Ketua Umum BAZNAS Prof. Dr. KH. Didin Hafidhuddin, dan Ketua Badan Pelaksana BWI Dr. (HC). H. Maftuh Basyuni. Dengan MoU ini Bank Syariah diharapkan dapat mengelola wakaf dan zakat sebagai dana murah, sehingga dapat memberikan pembiayaan yang murah pula kepada masyarakat. Berdasarkan hasil survey BAZNAS dan FEM IPB tahun 2011 potensi Zakat, Infak dan Sedekah (ZIS) sebesar Rp. 217 trilyun dan baru terealisasi sebesar Rp. 1,7 trilyun. Sementara itu. berdasarkan data BWI per 2014, potensi wakaf uang mencapai Rp. 20 triliun, namun hanya terealisasi Rp 350 miliar.
LAPORAN TAHUNAN KEHIDUPAN KEAGAMAAN DI INDONESIA TAHUN 2015
49
Dalam catatan BAZNAS, perolehan zakat kuartal I Tahun 2015 naik hingga 37 persen atau mencapai Rp 25 miliar jika dibandingkan tahun sebelumnya, BAZNAS menargetkan perolehan zakat dari seluruh wilayah Indonesia selama 2015 sebesar 4,22 triliun rupiah atau dibandingkan perolehan tahun 2014 yang hanya 2,77 triliun rupiah. Target perolehan zakat 4,22 triliun rupiah ini akan dihimpun melalui Aparatur Sipil Negara (ANS) dan para karyawan swasta. Di samping itu, sebagai upaya optimalisasi pengelolaan zakat, BAZNAS juga mengusulkan agar Pemerintah serius menangani Lembaga Amil Zakat (LAZ) nonpemerintah di seluruh Indonesia. Salah satunya dengan menyederhanakan atau mengurangi LAZ, karena jumlahnya sudah banyak. Sejumlah negara, seperti Arab Saudi, Iran, dan Uni Emirat Arab, juga telah menyederhanakan lembaga amil zakatnya. Di Iran, misalnya, hanya ada tiga sampai empat badan amil zakat.
2. Zakat Produktif UKM Salah satu program zakat produktif yang dijalankan BAZNAS ialah Rumah Makmur BAZNAS, program ini memberikan bantuan modal kepada mustahik yang telah melewati tahapan seleksi. Akad yang digunakan dalam pemberian zakat produktif ini ialah qardhul hasan, yakni pelaku usaha hanya diminta untuk mengembalikan bantuan modal tanpa dikenakan bunga. Program pendayagunaan zakat produktif (Rumah Makmur BAZNAS) dari Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) dapat menjadi salah satu alternatif bagi usaha mikro mustahik yang memiliki permasalahan modal. Program ini bertujuan menjadikan usaha mikro mustahik sebagai usaha yang mandiri, sehingga mampu bersaing dengan usaha kecil, menengah dan besar. Sementara itu, BWI tengah mengkaji pendirian bank wakaf nasional yang modalnya
50
bersal dari wakaf uang. Bank wakaf tersebut dinilai perlu mempertimbangkan mitigasi risiko untuk membiayai usaha mikro di Tanah Air. Bank tersebut akan menerapkan sistem bagi hasil, namun tidak menetapkan patokan. Terkait dengan gagal bayar para kreditur, maka penggantian pembiayaan bermasalah bisa diganti dana zakat.
3. Sertifikasi Tanah Wakaf Masjid Sertifikasi masjid akan menjamin keamanan bagi kelangsungan masjid sebagai tempat ibadah dan pusat kegiatan masyarakat. Dengan ini, Nota kesepahaman (MoU) antara Kementerian Agama dan Kementerian Agraria terkait sertifikasi masjid sangat penting, terutama untuk menelusuri historis atau status tanah wakaf masjid. Berdasarkan data yang dimiliki oleh DMI, jumlah masjid yang baru disertifikasi sekitar satu persen dari jumlah total sejuta masjid. Hal ini terjadi karena minimnya kesadaran hukum yang dimiliki masyarkat terkait pentingnya sertifikasi masjid. Pihak Kementerian Agama sendiri sudah banyak melakukan upaya sertifikasi tanah masjid, bahkan dengan mengucurkan bantuan biaya sertifikasi. Jumlah lokasi tanah wakaf sampai dengan tahun 2014 tercatat sebanyak 435.395 lokasi yang tersebar di seluruh provinsi di Indonesia, dengan luas mencapai 4.142.464.288. 366 m2. Dari jumlah tersebut, 289.696 (66%) lokasi diantaranya sudah bersertifikat, sedangkan sisanya 145.699 (34%) belum bersertifikat.
LAPORAN TAHUNAN KEHIDUPAN KEAGAMAAN DI INDONESIA TAHUN 2015
4. LAZ Pasca Judicial Review UU Zakat Pengelolaan zakat di Indonesia sudah melembaga dan terus berkembang sesuai dengan perkembangan masyarakat. Pada tahun 2011 dikeluarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat, yang mengatur tentang kegiatan perencanaan, pengumpulan, pendistribusian dan pendayagunaan Zakat, Infak dan Sedekah (ZIS). Berlakunya UU 23/2011 di judial review ke Mahkamah Konstitusi (MK), dan pasca ada putusan MK maka terdapat beberapa hal yang harus dipersiapkan oleh seluruh stakeholder. Berdasarkan hasil penelitian Puslitbang Kehidupan Keagamaan di Pekanbaru, Palembang, DKI Jakarta, Bandung, DI Yogyakarta, Surakarta, Surabaya dan Banjarmasin (2015) ditemukan: pertama, BAZNAS (provinsi dan kab./kota) pengelolaanya masih konvensional yang sebagian besar masih bergantung pada adanya Perda/ Instrukti (gubernur, bupati/walikota) dalam
pengumpulan ZIS pada Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD) dan BUMD, serta ketersediaan kualitas SDM dan gaji pegawai masih rendah. Kedua, eksistensi LAZ-LAZ dari dasar pembentukan bermacam-macam seperti dibentuk oleh pimpinan perusahanaan, Dinas Sosial, pimpinan Ormas yang hal ini tidak sesuai dengan UU dan
PP, dan syariat Islam, selain LAZ yang sudah dikukuhkan. Ketiga, baik BAZNAS maupun LAZ memiliki kesediaan untuk mengikuti, dan tidak ada yang berniat tidak mempunyai izin. Meskipun pada awalnya beberapa pihak mengajuan judicial review, namun demikian, setelah MK memutuskan perkara semua pihak menerima. Pihak pemerintah mestinya memberi apresiasi dengan melakukan empowering baik kepada LAZ yang sudah maupun yang belum mempunyai izin. Pada waktu penelitian dilakukan baik BAZNAS maupun LAZ sebagian
besar sedang proses mengusulkan rekomendasi
ke BAZNAS. KMA 333 Tahun 2015 tentang Pedoman Pemberian Izin Pembentukan Lembaga Amil Zakat, baru ditetapkan 6 November 2015. Sementara BAZIS DKI belum mengajukan rekomendasi BAZNAS dengan berbagai pertimbangan, BAZIS DKI Jakarta masih mengacu kepada Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 120 Tahun 2002 (BAZIS DKI akan terkendala zakat dikurangkan dari penghasilan kena pajak Pasal 22 dan Pasal 23 UU 23/2011). Peran pemda (pemprov dan Pemkab/pemkot) dan kemenag belum optimal dalam melakukan sosialisasi dan pendampingan mengimplementasikan UU, PP, Inpres. (pembinaan, pengawasan dan fasilitasi).
D. Penyatuan Kalender Hijriyah Kementerian Agama berupaya menyamakan perhitungan kalender hijriyah sehingga meminimalisir perbedaan, khususnya saat penentuan 1 Ramadhan, 1 Syawal, dan 1 Dzulhijah. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan menyamakan kriteria penentuan awal bulan. Secara umum, ada dua jenis metode dalam menentukan awal bulan Hijriah yakni, hisab dan rukyat. Hisab merupakan metode yang memakai perhitungan astronomi dan matematika. Sedangkan rukyat adalah metode yang mengandalkan penglihatan langsung terhadap hilal. Hilal merupakan bulan sabit yang muncul sebagai tanda awal bulan baru dalam penanggalan Hijriyah. Hilal diamati pada tanggal 29 tiap bulan untuk menentukan apakah hari berikutnya sudah masuk pergantian bulan Hijriyah. Menteri Agama berharap terjadi keberhasilan penyamaan kalender hijriah di Indonesia. Dengan demikian, Indonesia dapat menjadi pelopor di dunia dalam menyatukan kalender yang merujuk pada penanggalan qamariyah
LAPORAN TAHUNAN KEHIDUPAN KEAGAMAAN DI INDONESIA TAHUN 2015
51
atau berdasarkan peredaran bulan itu. Awal Ramadan dan hari Idul Fitri pemerintah dan Muhammadiyah diprediksi akan sama pada tahun 2015 ini hingga 2022 mendatang. Menurut peneliti LAPAN Thomas Djamaludin, hal ini karena posisi bulan yang cukup tinggi. Sehubungan upaya di atas, PB Nahdlatul Ulama (NU) menghargai langkah Kemenag tersebut meskipun penerapannya dipastikan akan sulit. Sebab itu persoalan ikhtilaf, yang sangat mendasar. Sebenarnya perbedaan penentuan awal bulan Hijriah pada masingmasing ormas Islam tidak menjadi persoalan. Sebab, setiap ormas memang memiliki kaidah dan prinsip tersendiri dalam melakukan itu. Karena itu, Kemenag lebih baik bertindak sebagai pemberi pemahaman kepada masyarakat awam mengenai prinsip-prinsip dasar yang menentukan awal bulan Hijriah. Edukasi demikian mesti berkelanjutan. Sehingga, misalnya pada tiap awal atau akhir bulan Ramadhan, serta menjelang Idul Adha, masyarakat tidak heboh bila hari raya jatuh di tanggal Masehi yang berbeda. Sementara Ketua PP Muhammadiyah, Yunahar Ilyas mendukung langkah Kemenag menyatukan awal Hijriah. Muhammadiyah mendukung langkah Kemenag tersebut. Kemenag seyogianya mengutamakan pendekatan ilmu, bukan pendekatan politik. Kalau pendekatan politik, tergantung siapa yang berkuasa. Seperti selama ini, misalnya, kalau yang berkuasa (metode) rukyat, yang hisab tidak diikutkan. Pada prinsipnya, Muhammadiyah mendukung saja bila diadakan dialog. Sebagai upaya menyatukan kalender hijriah, Kementerian Agama menggelar mudzakarah dengan ormas-ormas Islam yang dilaksanakan pada hari Jum’at 1 Mei 2015 di Kantor PP Muhammadiyah Yogyakarta dan tanggal 14 Mei 2015 di Kantor PBNU Jakarta. Hasil Mudzakarah menghasilkan kesepakatan di
52
antaranya: pertama, agar seluruh ormas Islam dapat menciptakan suasana yang kondusif dan tidak melakukan upaya yang dapat menimbulkan permasalahan jika terjadi perbedaan dalam penetapan awal Ramadan, Syawal dan Zulhijah demi menjaga ukhuwah Islamiyah; kedua, bahwa sebelum ada kriteria yang baru maka untuk saat ini tetap menggunakan kriteria yang telah disepakati bersama yaitu imkanur rukyat MABIMS; Ketiga, upaya penyatuan kalender Hijriah di Indonesia dapat dimasukkan dalam agenda besar Ijtima Majelis Ulama Indonesia dan Muktamar yang akan dilaksanakan dalam waktu dekat di ormas Islam masing-masing; Keempat, kriteria baru yang akan diusulkan adalah dengan menggunakan istilah yang dapat diakomodir oleh seluruh ormas Islam dan ahli.
E. Sertifikasi Halal 1. Tahapan Pelaksanaan UU JPH Penerbitan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal disinergikan penerapannya dengan UU No. 20/ 2014 tentang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian. Karenanya, Badan Standardisasi Nasional (BSN) turut menyusun skema akreditasi dan sertifikasi untuk Sistem Jaminan Halal (SJH) berbasis standar Halal Assurance System (HAS) 23000. Standar HAS 23000 yang dikeluarkan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-Obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LP-POM MUI) merupakan standar yang diadopsi dari BSN. Dengan SJH HAS 23000 ini, perusahaan yang sudah bersertifikat halal mampu menjamin bahwa bahan yang digunakan, proses produksi, peralatan, dan alat transportasi yang digunakan benar-benar halal. Di samping itu, SJH HAS 23000 juga menjamin pihak manajemen melakukan edukasi halal kepada seluruh karyawan dan melakukan kaji ulang mana-
LAPORAN TAHUNAN KEHIDUPAN KEAGAMAAN DI INDONESIA TAHUN 2015
jemen serta audit internal perusahaan oleh Auditor Halal Internal (AHI). Dengan terbitnya UU JPH, ke depan sertifikasi halal mempunyai kekuatan hukum untuk diberlakukan secara lebih tegas, termasuk sanksi jika sudah kadaluarsa namun tidak melakukan perpanjangan. Selama ini, jika sertifikat halal perusahaan sudah berakhir masa berlakunya, pihak LPPOM MUI tidak bisa memberikan tindakan apapun. Karenanya, harapannya Pemerintah bisa mengimplementasikan UU JPH ini dengan menerbitkan Peraturan Pemerintah dan penyiapan lembaga pendukungnya. Untuk tahap awal, Kementerian Agama melakukan sosialisasi Undang-Undang Jaminan Produk Halal (UU JPH) Nomor 33 Tahun 2014 di Jakarta Convention Center pada Sabtu 16 Mei 2015. Salah satunya adalah sosialisasi kepada para juru masak (chef), asosiasi pengusaha makanan minuman, dan beberapa pengusaha kecil mikro. Kegiatan ini sekaligus untuk menyerap aspirasi berbagai kalangan sebelum merancang peraturan pemerintah (PP) UU JPH. Salah satu aspirasi yang krusial adalah pembiayaan dan masa berlaku sertifikasi halal. Hal ini karena selama ini pembiayaan dirasakan sangat ringan oleh para pengusaha besar, namun di sisi lain dinilai cukup berat bagi pelaku usaha kecil UKM/IKM. Karenanya, penyusunan tarif penting untuk mengakomodasi kepentingan pelaku usaha kecil dan mikro. Adapun masa berlaku sertifikat selama ini hanya dua tahun sehingga bagi pengusaha kecil khususnya, dinilai terlalu cepat karena harus mengeluarkan biaya perpanjangan lagi.
2. Kasus Solaria; Pentingnya Sertifikasi Masyarakat dikagetkan dengan kasus penemuan barang terindikasi haram pada suatu produk makanan yang sudah bersertifikat halal.
Setelah lama beroperasi dan memegang sertifkasi halal dari LP-POM MUI, suatu Restoran Solaria di Balikpapan tiba-tiba dikabarkan menggunakan bumbu tidak halal. Suatu tim gabungan anti daging ilegal di Balikpapan dalam operasinya menemukan bumbu campur dan bumbu perendam ayam yang positif mengandung unsur babi. Meresponi temuan ini, Restoran Solaria Balikpapan mengambil kebijakan tidak lagi menggunakan bumbu yang diduga mengandung unsur babi tersebut dan menggantinya dengan membuat bumbu sendiri yang halal.
Salah satu aspirasi yang krusial adalah pembiayaan dan masa berlaku sertifikasi halal. Hal ini karena selama ini pembiayaan dirasakan sangat ringan oleh para pengusaha besar, namun di sisi lain dinilai cukup berat bagi pelaku usaha kecil UKM/IKM. Ada sejumlah kemungkinan terkait
temuan tersebut. Pertama, saat dilakukan audit oleh LP-POM MUI, bahan yang digunakan benar-
benar halal. namun di tengah jalan, terjadi pergantian bahan tanpa memberitahukan ke LPPOM MUI; Kedua, terjadi kesalahan pemeriksaan oleh auditor LP-POM MUI; Dan ketiga, terjadi ketidaktepatan uji sampel oleh tim gabungan yang melakukan razia. Menyikapi kasus ini, LP-POM MUI mengadakan uji banding laboratorium dan hasilnya bahan-bahan yang digunakan Solaria tetap halal. berikut pernyataan resmi LP-POM MUI yang dikeluarkan tanggal 27 November 2015: 1.
Penggunaan metode Uji Cepat (Rapid Test) hanya digunakan untuk menguji kandungan protein babi secara cepat.
2.
Uji Cepat (Rapid Test) merupakan sarana pemeriksaan (Screening) awal terhadap
LAPORAN TAHUNAN KEHIDUPAN KEAGAMAAN DI INDONESIA TAHUN 2015
53
objek uji dan bukan merupakan kesimpulan akhir. 3.
Hasil dari uji yang menggunakan Uji Cepat (Rapid test) memerlukan uji lanjutan untuk memastikan ada tidaknya kandungan DNA babi pada objek yang diuji, dengan menggunakan PCR.
4. Dalam melakukan Uji cepat (Rapid test) LPPOM MUI terlebih dahulu melakukan validasi metode. Validasi adalah pembuktian ketepatan metode untuk menguji kandungan bahan tertentu, karena ada kemungkinan terjadinya kesalahan positif (false positive). 5.
Sesuai dengan SOP analisis laboratorium Halal LPPOM MUI serta untuk menghindari kesalahan positif (sesuai poin 4) maka LPPOM MUI melakukan uji lanjutan dengan menggunakan metode PCR.
6.
Terkait dengan Restoran Solaria, LPPOM MUI telah mengambil sampel dari berbagai Outlet restoran Solaria, baik yang berada di Jabodetabek maupun dari Kalimantan Timur untuk dilakukan uji menggunakan metode PCR.
7. Hasil dari uji PCR menunjukkan bahwa semua sampel uji tidak terdeteksi DNA Babi. 8. Berdasarkan hasil uji tes DNA dengan PCR tersebut maka status kehalalan restoran Solaria sesuai dengan Fatwa MUI sebelumnya.
F. Tashih dan Tahfidz Al-Quran 1. Tashih Al-Quran Digital Pesatnya perkembangan teknologi berpengaruh pada pemanfaatan media online dan digital dalam berbagai bidang, termasuk untuk mengakses al-Qur’an. Karenanya, sekarang ini Al-Qur’an banyak beredar dalam bentuk digital, baik yang bisa diakses secara online maupun offline melalui aplikasi khusus. Karenanya, diperlukan upaya pemerintah untuk melakukan tashih al-Qur’an terhadap fenomena yang kian marak tersebut. Kementerian Agama
54
dituntut untuk meningkatkan kinerja tidak hanya mentashih al-Qur’an versi cetakan mushaf, tetapi juga versi digital. Pada konteks inilah, langkah Menteri Agama yang merespons cepat dengan menugaskan Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Quran (LPMA) untuk mencermati tulisan Al Qur’an di media online harus ditindaklanjuti secara serius. LPMA merupakan satuan keja (satker) eselon dua di bawah Badan Diklat dan Litbang Kementerian Agama. Karenanya, perannya sangat vital dan menjadi acuan umat Islam Indonesia dalam mengakses al-Qur’an sesuai dengan tulisan yang sahih. Pjs. Kepala Lajnah Pentashihan Mushaf AI-Quran (LPMA) Muchlis M Hanafi menegaskan bahwa pihaknya siap memonitor peredaran mushaf Al-Quran digital di lndonesia. Hal ini karena di antara tugas dan fungsi LPMA adalah mengawasi peredaran dan percetakan mushaf AI-Quran, mulai dari versi cetak sampai digital. Pihak LPMA juga sedang melakukan proses penerbitan cetakan al-Qur’an digital sesuai standar yang berlaku di Indonesia. Diharapkan, tahun 2016, al-Qur’an versi digital ini akan selesai.
2. Program Tahfidz Kemenag-UICCI Kerja sama Ditjen Pendidikan Islam dan UICCI dimulai sejak 2010, selama 4 tahun, dan diperpanjang tahun 2014, untuk empat tahun berikutnya. Program ini bertujuan menghasilkan santri hafal Al-Quran 30 juz, memiliki kemampuan bidang kajian ilmu-ilmu Islam berbasis kitab kuning, serta kemampuan berbahasa Arab dan Turki. Seleksi beasiswa dilakukan Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren secara serempak pada 18 provinsi: Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Sumatera Selatan, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah dan DKI Jakarta.
LAPORAN TAHUNAN KEHIDUPAN KEAGAMAAN DI INDONESIA TAHUN 2015
Pada tahun 2010, dari 250 santri, diseleksi 27 anak. Tahun 2011 (58 santri), tahun 2012 (119 orang), tahun 2013 (303 orang), dan tahun 2014 (325 orang). Totalnya, sampai tahun 2014, sebanyak 832 santri, terdiri 626 santri putra dan 206 santri putri. Dari angkatan 2010-2015, sudah 1296 santri mengikuti program ini. Para santri mengikuti pendidikan dua tahun di beberapa cabang Pesantren Sulaimaniyah di Indonesia, kemudian diseleksi untu k mengikuti pendidikan 3 tahun di Turki. Di Turki, mereka mendalami tahfidz Al-Quran, pengetahuan keagamaan Islam, serta kemampuan berbahasa Arab dan Turki. Program ini sejalan dengan program Kementerian Agama RI mencetak 10.000 orang penghafal Alquran. Menteri Agama mengharapkan program selanjutnya akan menjangkau penghafal Alquran dari daerah pedalaman lndonesia. Selama di Turki, selain pendalaman tahfidz, santri juga mendapatkan pendidikan kajian-kajian ilmu keislaman, seperti Fiqih, Aqidah, Tarikh, Tasawwuf, Sharf dan Nahwu, Hadits, Tafsir, Ilmu Mantiq, Bahasa Arab, Fiqih 4 Madzhab, Ushul Fiqih, Ushul hadits, Ushul Tafsir, Ilmu Faraidh, Syarhi Aqaid, Syarhi Mantiq, Tasawwuf dan juga Bahasa Turki.
G. Lomba Membaca Kitab Suci 1. STQ dan MTQ Seleksi Tilawatil Quran (STQ) tingkat nasional dilaksanakan di Asrama Haji Pondok Gede Jakarta, pada tanggal 10- 15 Agustus 2015. STQ bertujuan untuk mencari bibit unggul yang akan diikutkan dalam Musabaqah Tilawatil Qur’an (MTQ) tingkat internasional. Pada acara ini, DKI Jakarta berhasil menjadi juara umum berdasarkan Keputusan Dewan Hakim Seleksi Tilawatil Qur’an (STQ) Nasional XXIII Nomor 04/ Kep.DH/STQN-XXIII/2015. DKI Jakarta keluar
sebagai juara umum setelah berhasil mengantarkan wakil-wakilnya menjadi juara hampir di semua golongan, kecuali cabang qari terbaik golongan dewasa, cabang hafizh terbaik 20 juz, dan cabang mufassirah terbaik Bahasa Arab. Adapun secara berurutan juara berikut-nya adalah Provinsi Banten, Kalimantan Selatan, Jawa Barat, Kepulauan Riau, Maluku, Sulawesi Selatan, Papua Barat, Yogyakarta, dan Jambi.
...sekarang ini Al-Qur’an banyak beredar dalam bentuk digital, baik yang bisa diakses secara online maupun offline melalui aplikasi khusus. Karenanya, diperlukan upaya pemerintah untuk melakukan tashih al-Qur’an terhadap fenomena yang kian marak tersebut. Kementerian Agama dituntut untuk meningkatkan kinerja tidak hanya mentashih alQur’an versi cetakan mushaf, tetapi juga versi digital. Pada awalnya, di tahun 1968 hanya ada MTQ. Kemudian pada tahun 1971 dikembangkan dengan penyelenggaraan STQ. Mantan Menteri Agama, Said Agil Husin AI Munawar menjelaskan MTQ awalnya hanya tilawah saja, kemudian dikembangkan dengan cabang baru yaitu hafalan. Pada mulanya hafalan hanya satu juz kemudian ditingkatkan dengan ditambah cabang hafalan lima juz kemudian 10juz, 20 juz dan 30 juz. Selain perbedaan tujuan, MTQ dan STQ juga memiliki perbedaan dalam hal cabang lomba dan sistem seleksi.
2. MTQ Mahasiswa Nasional Musabaqah Tilawatil Quran Mahasiswa Nasional (MTQMN) XIV tahun 20I5 dilaksanakan pada 1-8 Agustus di kampus Universitas Indonesia (UI) dengan mengambil tema
LAPORAN TAHUNAN KEHIDUPAN KEAGAMAAN DI INDONESIA TAHUN 2015
55
“Membentuk Mahasiswa yang beriman, bertakwa dan Berakhlaqulkarimah Menyongsong lndonesia Emas.” Kegiatan ini diikuti oleh 167 perguruan tinggi dengan jenis lomba antara lain debat pengetahuan Alquran dalam bahasa Inggris, Musabaqah Tilawatil Qur’an, Musabaqah tartilil Quran, Musabaqah Qira’at Sab’ah, Musabaqah Hifzhil Quran untuk I Juz, 5 Juz dan 10 Juz serta Musabaqah Khaththil Quran. Adapun cabang lomba yang tergolong baru diperlombakan adalah lomba desain aplikasi Alquran berbasis komputer. Juara umum diraih kembali oleh Universitas Negeri Malang dan berhak membawa lagi piala bergilir Musabaqah Tilawatil Quran Mahasiswa Nasional (MTQMN). Juara umum kedua diraih Universitas Syiah Kuala, dan juara ketiga Universitas lndonesia bersama Universitas Airlangga. Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan T inggi RI, Mohammad Nasir, berjanji akan menindaklanjuti mereka yang berprestasi dengan mengikutsertakan ke ajang Internasional.
3. Musabaqah Hafalan Alquran dan Hadits Musabaqah Hafalan Alquran dan Hadits (MHQH) Pangeran Sultan bin Abdul Aziz Alu Suud tingkat nasional ketujuh dan tingkat ASEAN dan Pasifik keenam, dilaksanakan di Jakarta pada 8-11 Maret 2015. Kegiatan ini merupakan kegiatan rutin tahunan kerjasama Atase Agama Kedutaan Besar Saudi Arabia di lndonesia dengan Kementerian Agama. Cabang kompetisi hafalan Alquran terbagi dalam kategori hafalan 30 juz, 20 juz, 15 juz dan 10 juz. Sementara hafalan Hadist terbagi menjadi 500 hadist lengkap dengan sanad dan 400 hadist tanpa sanad. Tim juri MHQH nasional adalah para pakar Alquran dan Hadits yang tergabung dalam Dewan Juri Nasional.
56
4. Festival Bhagavad Gita (FBG) Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengapresiasi penyelenggaraan Festival Bhagavad Gita (FBG) yang kedua di Denpasar, Bali. Menurutnya, kegiatan FBG ini sangat positif tidak hanya untukmelestarikan nilai-nilai kitab suci, tapi juga menumbuhkan semangat anak muda Hindu kembali pada ajaran agamanya., Sabtu (22/02). Ketua panitia FBG menyampaikan bahwa antusiasme umat Hindu untuk memgikuti FBG II ini sangat besar. Menurutnya, pada FBG I hanya mengundang 400 orang namun yang hadir lebih dari seribu. Sehubungan itu, panitia berharap penyelenggaraan ini dapat dilakukan secara lebih luas. Panitia juga mengapresiasi kehadiran Menag. Dalam laporannya, panitia menyampaikan bahwa Festival Bhagavad Gita II berhasil memecahkan rekor MURI dan rekor dunia berupa: 1) membaca Bhagavad Gita dengan peserta terbanyak, yakni hampir 9.000 peserta; 2) membaca seluruh isi Bhagavad Gita 700 Cloka. FBG II mengambil tema “Vidvan Yuktah Samacaran” yang berarti Kaum cendekiawan, orang-orang bijak harus bekerjakeras untuk kesejahteraan masyarakat.
5. Pesparawi XI Tahun 2015 Pesta Paduan Suara Gerejawi (Pesparawi) Nasional XI Tahun 2015 dibuka oleh Presiden Joko Widodo di Stadion Mandala Remaja Karang Panjang, Kota Ambon, Maluku, Selasa (6/10). Pesparawi Nasional XI Tahun 2015 dilaksanakan dari tgl 2 s/d 11 Oktober 2015. Presiden Jokowi mengingatkan pentingnya komitmen dan kesadaran religius rakyat Indonesia untuk selalu mengingat jati diri sebagai bangsa yang ber-Bhinneka Tunggal Ika. Uniknya, pada kegiatan Pesparawi ini, banyak peserta yang menginap di rumah umat
LAPORAN TAHUNAN KEHIDUPAN KEAGAMAAN DI INDONESIA TAHUN 2015
muslim. Hal ini menujukkan kerukunan antaragama di Maluku yang terjalin dengan baik. Kegiatan ini diikuti 34 kontingen dari seluruh Indonesia. Maluku selaku tuan rumah, menjadi juara umum setelah menyabet gelar “champion” dalam tiga kategori lomba dari 12 kategori yang diperlombakan. Dalam kesempatan itu diumumkan pula tuan rumah Pesparawi tingkat Nasional XII yakni Kalimantan Barat.
H. Jilbab Polwan-Jilbab TNI Kontroversi jilbab bagi Polwan yang sudah lama ‘menggantung’ kini telah berakhir. Kapolri mengeluarkan Keputusan No. Kep/245/ 1V/2015 tentang perubahan atas sebagian isi surat Keputusan Kepala Kepolsian Negara RI No. Skep/702/1X/2005 tanggal 30 September 2005 tentang Penggunaan Pakaian Dinas Seragam Polri dan PPNS Polri. Keputusan ini disetujui banyak pihak baik petinggi Polri, wakil rakyat, tokoh ormas lslam, dan masyarakat. Implementasi Perkap ini akan berjalan baik karena anggaran sudah disetujui anggota DPR RI. Untuk melaksanakannya, sudah tersedia desain jilbab untuk masing-masing seragam yang telah disosialisasikan. Sementara itu Menteri Agama, Lukman Hakim Saifuddin menyambut baik pembolehan polisi wanita (polwan) mengenakan jilbab saat melaksanakan tugasnya. Lukman berharap, pembolehan jilbab secara resmi oleh pimpinan Polri itu dapat meningkatkan citra instansi penegak hukum di Indonesia.
Di sisi lain, Jilbab TNI menjadi wacana baru yang menggelinding dan sempat terjadi perdebatan. Hal ini berawal dari pernyataan Panglima TNI Jenderal Moeldoko bahwa anggota TNI dan PNS wanita di lingkungan TNI bisa memakai jilbab. Pernyataan ini merupakan ‘kado istimewa’ dari Jenderal Moeldoko sebelum purnatugas.
Presiden Jokowi mengingatkan pentingnya komitmen dan kesadaran religius rakyat Indonesia untuk selalu mengingat jati diri sebagai bangsa yang berBhinneka Tunggal Ika. Gayung pun bersambut, sejumlah pihak mengharap, pernyataan Panglima TNI Jendral Moeldoko ini disertai keputusan tertulis. Namun hingga kini, meski sudah berganti Panglima TNI, belum ada kejelasan mengenai diperbolehkannya memakai jilbab bagi prajurit wanita maupun PNS wanita di lingkungan TNI. Selama belum ada aturan baru, maka di TNI masih berlaku aturan yang saat ini berjalan, yakni tidak adanya aturan diperbolehkannya memakai jilbab kecuali di Aceh.
I. Penguatan Regulasi Penyuluh Agama Penyuluh agama merupakan pegawai negeri sipil yang berkedudukan pada instansi pemerintah, dalam hal ini Kementrian Agama, yang memiliki tugas pokok sebagai pelaksana teknis fungsional bimbingan keagamaan atau penyuluhan dan pembangunan melalui bahasa agama kepada masyarakat. Untuk optimalisasi dan penguatan fungsi penyuluhan agama maka diterbitkannya Keputusan Presiden Nomor 87 Tahun 1999 tentang Rumpun Jabatan Fungsional PNS yang antara lain menetapkan bahwa penyuluh agama adalah jabatan fungsional
LAPORAN TAHUNAN KEHIDUPAN KEAGAMAAN DI INDONESIA TAHUN 2015
57
pegawai negeri yang termasuk dalam rumpun jabatan keagamaan. Kepres ini kemudian diikuti dengan dikeluarkannya Keputusan Menteri Negara Koordinator Bidang Pengawasan Pembangunan dan Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 54/KEP/MK.WASPAN/ 9/1999 tentang Jabatan Fungsional Penyuluh Agama dan Angka Kreditnya. Kedua peraturan tersebut memberikan harapan baru bagi kegiatan penyuluhan di Indonesia karena kegiatan penyuluhan agama tidak lagi dilakukan oleh pegawai negeri sipil di lingkungan Kementrian Agama yang juga berangkap sebagai pejabat struktural tetapi telah diangkat para pelaksana fungsional khusus yang memiliki kompetensi dan kapabilitas di bidang keagamaan. Di samping itu, para penyuluh agama pun diberikan tunjangan jabatan fungsional sebagaimana jabatan fungsional di bidang-bidang yang lain, seperti guru dan dosen di bidang pendidikan, penyuluh pertanian, dan penyuluh kesehatan. Setelah 16 tahun kebijakan tentang fungsionalisasi jabatan penyuluh diterbitkan, Puslitbang Kehidupan Keagamaan telah melakukan beberapa kali penelitian. Terkait keberhasilan kebijakan implementasi Keputusan Menteri Negara Koordinator Bidang Pengawasan Pembangunan dan Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 54/KEP/MK.WASPAN/9/1999 tentang Jabatan Fungsional Penyuluh Agama dan Angka kredit yang dilakukan Kementerian Agama dalam meningkatkan kompetensi penyuluh agama.
tenaga penyuluh, pendanaan, dan sarana penunjang serta manajemen pelaksanaan kebijakan yang memang masih jauh dari sempurna. Sebagai tindaklanjut hasil penelitian tersebut diatas, pada tahun 2015 ini Puslitbang kehidupan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementrian Agama RI telah membuat draf naskah akademik perubahan Keputusan Menteri Negara Koordinator Waspan Nomor 54/KEP/MK.WASPAN/ 9/1999 tentang Jabatan Fungsional Penyuluh Agama dan Angka Kreditnya. Adanya naskah akademik dan draf penyempurnaan kebijakan tentang penyuluh tersebut akan dapat menjadi pedoman baru untuk meningkatkan efektivitas penyuluh agama di masa yang akan datang. Sampai saat ini sudah dilakukan workshop 2 kali di DKI Jakarta yang menghadirkan Kepala Seksi dari Ditjen Bimas Islam, Bimas Kristen, Bimas Katolik, Bimas Hindu, Bimas Buddha, Pengurus Kelompok Kerja Penyuluh (Pokjaluh) DKI Jakarta, Pokjaluh lima wilayah DKI Jakarta dan dilaksanakan di Kota Bogor yang dihadiri para pejabat di lingkungan Kementerian Agama Kota Bogor dan para penyuluh agama di wilayah Jawa Barat dalam rangka menerima masukan dari para penyuluh agama. []
Dari hasil penelitian tersebut ternyata banyak temuan-temuan penelitian yang menyatakan bahwa kegiatan penyuluhan agama belum mampu dilaksanakan secara maksimal karena berbagai keterbatasan, antara lain keterbatasan waktu, kualitas dan kuantitas
58
LAPORAN TAHUNAN KEHIDUPAN KEAGAMAAN DI INDONESIA TAHUN 2015
5
Hubungan Umat Beragama
A. Potret Toleransi Beragama
B
anyak pengamat yang terpaku pada kasus-kasus intoleransi tertentu di suatu daerah lalu menyimpulkan “Indonesia tidak toleran!” Mereka lupa bahwa Indonesia sangat luas dan majemuk kondisi latar belakang penduduknya. Menyebut kondisi Indonesia tidak bisa hanya merujukkan pada satu-dua kasus di Jawa saja, melainkan gambaran dari Sabang sampai Merauke. Penyimpulan pun tidak terpaku pada kasus dan kasus, melainkan gambar besar yang menunjukkan cerita baik dan buruknya seluruhnya. Dengan tidak memungkiri kasus demi kasus yang masih terjadi, secara gambar besar kondisi nasional kehidupan beragama dan toleransi beragama sesungguhnya baik. Potretpotret praktik kerukunan di banyak daerah nusantara, juga amatan outsider di luar negeri yang jujur tentang Indonesia, umumnya melihat kondisi kerukunan dan toleransi di Indonesia baik--dalam tingkat tertentu menjadi contoh. Bahkan secara kuantitatif, temuan empirik dari Survei Nasional Kerukunan Umat Beragama 2015 menunjukkan bahwa rerata nasional kerukunan berada pada poin 75,36 (dalam rentang
LAPORAN TAHUNAN KEHIDUPAN KEAGAMAAN DI INDONESIA TAHUN 2015
59
1-100), yang berarti berada pada kategori kerukunan tinggi. Angka ini menguatkan hasil survei KUB 2012 yang berada pada indeks 3,67 (dalam rentang skala 1-5) yang berarti cukup harmonis. Kasus-kasus memang masih terjadi, dan pemerintah melakukan langkah pencegahan dan penanganan terhadap kasus-kasus tersebut— meski tidak semua hal terkabarkan secara baik oleh media. Secara garis besar, upaya dilakukan dengan pendekatan sosiokultural dan pendekatan regulatif. Baik dilakukan secara kolaboratif maupun oleh masing-masing Kementerian/ Lembaga. Dalam hal ini, Kementerian Agama mendapat reward di tingkat nasional atas upayanya mengimplementasikan programprogram penanganan gangguan keamanan dalam negeri.
1. Potret Kerukunan di Alor NTT Menteri Agama mengunjungi sejumlah lokasi pembangunan rumah ibadah, baik Masjid maupun Gereja, di Kalabahi, Alor, Nusa Tenggara Timur. Menteri Agama mengunjungi dua masjid (Babul Jihad dan al Falah), tiga gereja (Iktus Puldown, Betlehem, dan Paroki), dan MAN Kalabahi. Menteri Agama yang didampingi Kapuslitbang Kehidupan Keagamaan Muharram Marzuki, Kabag TU Pimpinan Khairul Huda, Wakil Gubernur NTT, Kakanwil Kemenag NTT, mengapresiasi pembangunan rumah ibadah di Kabupaten Alor. Apresiasi diberikan mengingat konstribusi masyarakat demikian besar sehingga biaya pembangunan kebanyakan dari swadaya masyarakat. Hebatnya lagi, pekerja dari pembangunan rumah ibadah tersebut adalah orang-orang muslim. Potret kerukunan semacam ini, perlu diinformasikan kepada masyarakat luas agar kerukunan di lndonesia tetap terjaga.
60
2. Potret Kerukunan di Tandano Minahasa Di Kota Tandano terdapat Masjid Agung Alfalah Kyai Mojo yang menjadi pusat peradaban pada tahun 1854 dan menjadi penanda keberadaan muslim di daerah ini. bahkan Masjid Agung ini yang menjadi cikal bakal berdirinya masjid-masjid lain di Kabupaten Minahasa.
Masjid tersebut mempunyai nilai sejarah yang tinggi karena mesjid ini berhubungan dengan perang Diponegoro. Dari penjelasan Imam Masjid Agung Al-Falah, Haji Husein Bin Hud Asegal, bahwa gelombang masuknya agama lslam di bumi Minahasa adalah lanjutan perjuangan dari Pangeran Diponegoro pada tahun 1831. Kiai Mojo adalah panglima pasukan Pangeran Diponegoro yang mendirikan perkampungan sekaligus menjadi benteng pertahanan terhadap serangan kolonial Belanda di daerah Tondano. Di daerah pembuangan, para pengikut pangeran diponegoro inilah akhirnya terjalin kolaborasi dengan etnis pendatang buangan lainnya. Interaksi sosial semakin diperkuat oleh adanya perkawinan antar pendatang dengan ningrat setempat dan terbentuklah cikal bakal berdirinya kampung jawa di Tondano atau biasanya populer dikenal oleh masyarakat ditempat terscbut dengan sebutan Kampung Jaton singkatan dari Jawa Tondano.
LAPORAN TAHUNAN KEHIDUPAN KEAGAMAAN DI INDONESIA TAHUN 2015
3. Potret Kerukunan di Boyolali Pemerintah Kabupaten Boyolali mendesain Pembangunan Rumah Ibadah yang menujukkan perstuan dalam perbedaan dan semangat kerukunan. Di sekitar alun-alun Kota Boyolali terdapat bangunan lima rumah ibadah yakni Masjid Agung, Gereja Kristen, Gereja Katolik, Pura, dan Vihara. Kompleks rumah ibadah terpadu ini dibangun Pemkab mulai tahun 2013. Biaya embangunan kompleks terpadu seluas 12,8 hektare tersebut menghabiskan dana APBD senilai Rp 150 milyar. Tiap-tiap rumah ibadah mendapat alokasi tanah sekitar 700 meter persegi. Pastor Paroki Gereja Katolik Boyolali Romo Greogorius menjelaskan bahwa dengan berdekatannya rumah ibadah lima agama di kompleks Pemkab, kedamaian bisa mengalir ke tempat-tempat lainnya di tengah masyarakat. Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama Boyolali sangat mengapresiasi langkah Pemkab ini dan mengharap bisa menjadi contoh bagi daerah lainnya.
4. Potret Kerukunan di Joyoningratan Solo Di daerah Joyoningratan Solo terdapat Masjid dan Gereja yang berdampingan, yakni Masjid AL-Hikmah dan Gereja Kristen Jawa (GKJ) Joyoningratan. Keduanya pun memiliki alamat yang sama yakni di Jalan Gatot Subroto Nomor 222 Solo. Bangunan GKJ Joyodingratan
didirikan sekitar tahun 1937, sedangkan Masjid AI Hikmah sekitar 10 tahun kemudian, tepatnya pada tahun 1947. Menurut Pendeta Nunung lstining Hyang, pimpinan di GKJ Joyodiningratan, pihaknya merasa terganggu dengan suara azan dari masjid sebelah. Pihaknya juga yakni bahwa sebaliknya pihak masjid sebelah juga merasa terganggu dengan aktivitas gereja ketika penyelenggaraannya kebaktian bersama.
Namun, gangguan-gangguan ini tidak merusak jalannya ibadah masing-masing umat.
Kasus-kasus memang masih terjadi, dan pemerintah melakukan langkah pencegahan dan penanganan terhadap kasus-kasus tersebut—meski tidak semua hal terkabarkan secara baik oleh media. Secara garis besar, upaya dilakukan dengan pendekatan sosiokultural dan pendekatan regulatif. Untuk menjaga kerukunan dan toleransi, kedua belah pihak telah sepakat untuk saling berkomunikasi dan mengadakan krdinasi. Misalnya jika suatu saat di gereja akan dilaksanakan ibadah kebaktian yang melibatkan banyak orang maka akan dikomunikasikan dengan pengurus masjid. Sebaliknya, pengurus masjid jika akan menyelenggarakan acara hari besar Islam, misalnya Salat Ied, Isra Mi’raj atau Maulid Nabi SAW juga berkordinasi dengan pihak gereja. Jika suatu saat pelaksanaan Idul Fitri jatuh pada Ahad, maka pengurus gereja langsung menelpon pengurus masjid untuk menanyakan soal kepastian pelaksanaan salat idul fitri. Jika sudah mendapat kepastian, maka pengurus gereja memundurkan jadwal kebaktian yang semula di pagi hari menjadi di siang hari agar umat Islam bisa konsentrasi menjalankan salat idul fitri. Dengan pola komunikasi ini, maka hubungan umat di dua tempat ibadah yang besebelahan ini akan senantiasa rukun dan damai.
5. Potret Kerukunan di Kampung Sawah Kumandang azan dan dentang lonceng gereja setiap hari bersahutan dengan indah di Kampung Sawah, Kelurahan Jatimurni, Kecamatan Pondok Melati, Kota Bekasi. Di daerah tersebut terdapat Masjid Jami’ Al-Jauhar dan Gereja
LAPORAN TAHUNAN KEHIDUPAN KEAGAMAAN DI INDONESIA TAHUN 2015
61
Santo Servatius. Keduanya hanya berjarak 100 meter. Pada hari Jumat misalnya, sebelum adzan berkumandang di Masjid, lonceng Gereja Katolik Santo Servatius berdentang. Bunyinya pun seakan mengiringi umat Islam yang sedang berjalan ke masjid untuk menunaikan salat Jum’at. Di samping Gereja Santo Servatius, juga terdapat Gereja Kristen Pasundan, yang hanya berjarak sekitar 50 meter dari masjid. Ketiga tempal ibadah yang cukup megah itu berdiri berdampingan. Adanya ketiga rumah ibadah yang berdampingan ini menjadi spirit bagi umat Islam, Kristen, dan Katolik untuk merajut kerukunan dan hidup secara damai.
6. Potret Kerukunan Indonesia di Mata Dunia Internasional Kepala Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama Abd. Rahman Mas’ud melakukan kunjungan ke Brussel, Belgia guna mengikuti dialog di kantor Parlemen Eropa, Rabu (18/03). Dari kunjungan ini diketahui bahwa negara Eropa kagum dengan budaya dialog keagamaan di lndonesia. Kekagumaan ini terkuak saat mereka mendengar penjelasan terkait rangkaian dialog lintas agama dalam pemeliharaan kerukunan di lndonesia. Dialog membangun kesepahaman dengan pendekatan teologis serupa nampaknya masih barang mahal dalam konteks negaranegara Eropa. Terlebih, multikulturalisme Eropa kini sedang menghadapi tantangan terkait nilai-nilai baru yang dibawa imigran dan adanya isu fundamentalisme. Dalam masyarakat lndonesia yang majemuk terdapat modal sosial berupa budaya dialog dan saling menghormati antarumat beragama. Bahkan kerjasama berbasis local wisdoms telah mewujud dan menyejarah dalam masyarakat lndonesia yang majemuk dalam agama, suku, bahasa, dan budaya. Menurut Mas’ud, lndonesia memiliki dua organisasi besar yang efektif
62
mewarnai wacana keagamaan masyarakat, yakni Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah. Peran keduanya efektif, termasuk dalam menangkal paham dan gerakan radikal. Soal gerakan ISIS yang juga dikeluhkan Holvenyi, misalnya, majelis-majelis agama ini menyatakan dengan tegas penolakannya dan terus menyebarkan paham lslam rahmatan liI alamin, yang ramah kepada semua manusia. Mr. Gyorgi Holvenyi, anggota Parlemen Eropa dari Kelompok Politik European People’s Party (EPP), kagum dengan budaya dialog di lndonesia sebagaimana dipaparkan Kabalitbang. Ia pun mengapresiasi dan mendukung inisiasi Kementerian Agama dan KBRI Brussel dalam studi komparatif pengelolaan multikulturalisme dengan berbagi pengalaman dan informasi. Sementara Duta Besar Norwegia untuk lndonesia menilai bahwa Indonesia merupakan contoh negara majemuk yang mampu menjunjung nilai-nilai toleransi. Potret tersebut dinilai penting bagi negara-negara yang mengikuti Konferensi Asia Afrika (KAA) 2015 yang digelar di Jakarta dan Bandung pada 19-24 April. lndonesia memiliki interpretasi yang baik mengenai toleransi yang bisa dicontoh bagi negara lain.
7. Indeks Kerukunan Tahun 2015 Berbagai kalangan menilai bahwa terdapat perkembangan yang menyedihkan pasca reformasi. Indonesia dinilai semakin hari semakin tidak toleran. Jumlah konflik keagamaan dicatat semakin meningkat dari tahun ke tahun. CSIS misalnya, pada tahun 2012 mempublikasikan hasil penelitiannya yang menyatakan bahwa sikap intoleransi masyarakat Indonesia semakin meningkat. Untuk itu, Kementerian Agama melakukan survey nasional kerukunan umat beragama. Berdasarkan survey nasional kerukunan umat beragama oleh Balitbang
LAPORAN TAHUNAN KEHIDUPAN KEAGAMAAN DI INDONESIA TAHUN 2015
Diklat Kemenag (2012) menunjukkan, bahwa indeks kerukunan nasional adalah 3,67 (Skala 1-5) yang berarti cukup harmonis. Bahwa ada kasus-kasus intoleransi di beberapa titik itu perlu penanganan tetapi gambaran nasional sesungguhnya cukup baik. Survey Kerukunan Umat Beragama tahun 2015, menggunakan skala 0-100 memeroleh rerata nasional 75,36, yang berarti berada pada kategori kerukunan tinggi. Kerukunan tinggi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah bekerjanya dimensi kerukunan, yaitu: toleransi (71,26%), kesetaraan (75,66%), dan kerjasama (80,44%), secara signif ikan. Selanjutnya, menyangkut rata-rata nilai per provinsi yang memiliki nilai kerukunan tinggi, dapat dilihat pada diagram 2. Provinsi NTT memeroleh nilai tertinggi dalam hal kerukunan umat beragama, peringkat kedua adalah Bali dan ketiga Maluku. Seperti
yang tergambar dalam diagram di atas, posisi empat belas provinsi berada di atas rerata nasional, hal ini menunjukkan tingkat harmoni di sebagian besar wilayah Indonesia sangat baik. Sebagai perbandingan level kerukunan terendah di beberapa provinsi. Diagram 3 di bawah menunjukkan rerata Indeks Kerukunan Umat Beragama untuk provinsi yang lebih rendah indeksnya dari Rerata Indeks Nasional. Sepuluh provinsi memeroleh angka persepsi kerukunan terendah, berkisar angka 62.8 DI Aceh sampai dengan DKI Jakarta 74.1. Rendahnya nilai kerukunan di sepuluh provinsi belum mencapai dibawah angka kritis, hanya memiliki nilai pada kategori kerukunan rendah. Kerukunan pasif diartikan sebagai kategori dimana unsur-unsur pembentuk kerukunan (toleransi, kesetaraan dan kerjasama) belum begitu berfungsi dengan baik dibandingkan dengan beberapa provinsi yang memiliki nilai tinggi.
Te n
gg
ar
a
Diagram 2 Rerata Indeks Kerukunan Umat Beragama Setiap Provinsi Yang Lebih Tinggi dari Rerata Indeks Nasional
LAPORAN TAHUNAN KEHIDUPAN KEAGAMAAN DI INDONESIA TAHUN 2015
63
B. Kasus-kasus Rumah Ibadat Tahun ini, tantangan kerukunan beragama masih diisi kasus-kasus terkait rumah ibadat. Meski ada ragam kronik kasus, namun akar persoalannya klasik: kurangnya pemahaman masyarakat dan aparat terkait regulasi yang ada, atau lemahnya implementasi PBM No. 9 dan 8 Tahun 2006. Uniknya, dipicu kasus Tolikara dan Singkil, malah mengemuka usulan pencabutan PBM tersebut, karena regulasi dipandang sebagai penyebabnya. Namun demikian, usulan tersebut lama kelamaan mereda seiring pemahaman publik semakin terbuka mengenai apa yang sesungguhnya terjadi. Meski kasus-kasus yang menjadi noda
dalam gambar besar kerukunan di Indonesia ini masih ada, namun upaya-upaya penguatan kerukunan dan toleransi terus dilakukan, menghapus secara perlahan noda-noda tersebut.
1. Demo Menolak Pembangunan Gereja Santa Clara di Bekasi Gereja Santa Clara yang berlokasi di Jalan Raya Lingkar Luar Bekasi Utara, RW 11 Kelurahan Harapan Baru, Kecamatan Bekasi Utara Kota Bekasi, didatangi oleh sekitar 2.000 anggota Aliansi Majelis Silaturahim Umat Islam Bekasi, (10/8/2015). Mereka melakukan demonstrasi menuntut Wali Kota Bekasi membatalkan pembangunan Gereja Santa Clara di atas lahan seluas 6.500 M2. Massa menegaskan bahwa pembangunan Gereja Santa Clara penuh aksi rekayasa selama pengurusan izinnya. Perwakilan demonstran pun diajak bermusyawarah dengan Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi, Wakil Kepala Polresta Kota Bekasi Asep Edi Suheri, Komandan Distrik Militer 0507 Bekasi Yuda Rismansyah, dari Kantor Kementerian Agama Kota Bekasi, dan dari FKUB Kota Bekasi. Hasil musyawarah memutuskan bahwa pembangunan Gereja Santa Clara ditetapkan status quo sehingga
Diagram 3 Rerata Indeks Kerukunan Umat Beragama Setiap Provinsi Yang Lebih Rendah dari Rerata Indeks Nasional
64
LAPORAN TAHUNAN KEHIDUPAN KEAGAMAAN DI INDONESIA TAHUN 2015
tidak boleh ada aktivitas pembangunan apa pun di lahan seluas 6.500 M2 tersebut. Setelah dilakukan tinjauan lapangan oleh FKUB Kota Bekasi, ditemukan fakta bahwa informasi Gereja Santa Clara di Kelurahan Harapan Baru, Bekasi Utara yang akan dibangun menjadi gereja terbesar se-Asia Tenggara adalah tidak benar. Fakta yang benar adalah luas tanah yang akan dibangun gereja hanya seluas 1.500 M2 dari total luas tanah 6.000 M2. Berdasarkan surat izin, pihak Santa Clara hanya boleh membangun gereja satu lantai, tidak boleh bertingkat. Sisa tanah seluas 4500 M2 bisa untuk tempat parkir maupun kepentingan lainnya. Nantinya, jika pembangunan Gereja Santa Clara sudah selesai, maka umat Katolik yang tadinya mengadakan ibadah di beberapa ruko akan dipindah seluruhnya ke gereja.
yang ada jemaatnya. Gereja Advent berada di lingkungan RW 07, sedangkan, warga RW 07 mayoritas Muslim. Karenanya, warga merasa resah dengan aktivitas gereja yang dilaksanakan setiap Sabtu, apalagi akan diperluas menjadi lantai dua. Sebenarnya gereja tersebut berdiri di lahan Peruntukan Hijau. Namun, karena sudah lama berdiri, maka tidak ada penggusuran.
Tahun ini, tantangan kerukunan beragama masih diisi kasus-kasus terkait rumah ibadat. Meski ada ragam kronik kasus, namun akar persoalannya klasik: kurangnya pemahaman masyarakat dan aparat terkait regulasi yang ada, atau lemahnya implementasi PBM No. 9 dan 8 Tahun 2006.
Dari hasil klarif ikasi pihak Litbang Kementerian Agama kepada salah satu pengurus Gereja Santa Clara Rasnius bahwa dari pihak Gereja tidak mengetahui tentang istilah Status Quo pada pembangunan Gereja Santa Clara karena pihak gereja tidak pernah mendapatkan surat pemberitahuan dari pihak Walikota. Saat ini proses pembangunan sedang berlangsung dan tidak mendapat gangguan dari pihak manapun termasuk dari warga sekitar.
Pihak Gereja Advent membantah jemaatnya berasal dari luar Pisangan. Namun pihak gereja memang membenarkan jika jumlah jemaatnya hanya 25 sampai 30 orang. Adapun jemaat yang datang dari Bekasi dan Bogor karena mereka dulunya warga Pisangan yang kemudian pindah ke Bekasi dan Bogor. Pihak gereja mengatakan bahwa bangunan tidak akan dibuat bertingkat, hanya meninggikan atap dan memperluas ruangan gereja saja.
2. Isu Perluasan Gereja Advent Pisangan
3. Penolakan Pembangunan Masjid di Anday Kabupaten Manokwari
Front Pembela lslam dan Forum Betawi Rembuk melakukan aksi menolak perluasan pembangunan lantai dua Gereja Advent di Kompleks Pisangan, Kelurahan Ragunan, Kecamatan Pasar Minggu, Rabu (21/1/2015). Meski Gereja Advent sudah beraktivitas sejak 29 tahun lalu, namun warga menilai bahwa aktivitas gereja tidak dilakukan oleh warga pisangan. Sekitar 25 sampai 30 jemaat tersebut datang dari luar, seperti Bekasi dan Bogor. Idealnya, sebuah gereja harus berdiri di tempat
Sejumlah umat Kristiani di Manokwari Kamis, (29/10/2015) melakukan aksi demostrasi di depan kantor Bupati Manokwari, menolak pembangunan masjid di Kelurahan Anday. Selain melakukan orasi, umat kristiani ini meminta aparat membongkar dan melarang dilanjutkannya pembangunan masjid di Jalan Trikora KM 19 Arfai II, Kelurahan Anday, Kecamatan Manokwari Selatan, Kab. Manokwari, Papua Barat.
Aksi ini didasari karena Manokwari dianggap
LAPORAN TAHUNAN KEHIDUPAN KEAGAMAAN DI INDONESIA TAHUN 2015
65
sebagai “Kota Injil”. Karenanya, umat kristen Manokwari tidak ingin adanya rumah ibadah selain gereja. H. Appe selaku penanngung jawab dan pewakaf tanah masjid di Anday mengaku bahwa sejak awal pihaknya sudah mendapat izin kepala suku setempat dan mendapat persetujuan dari Lurah Anday. Masjid ini dibangun sebagai kebutuhan masyarakat Muslim di Manokwari yang tergabung di dalam Jemaah Tabligh (satu kelompok dalam Islam yang tidak terlarang keberadaannya di Indonesia.) Tokoh agama dari Gereja Persekutuan Kristen Alkitab Indonesia (GPKAI) pendeta Tandi Randa yang langsung datang ke lokasi setelah mendengar adanya aksi massa itu menekankan pentingnya saling menghargai antar sesama umat beragama. Dia mengimbau masyarakat khususnya umat Kristen dan Islam di kota Manokwari agar tidak terprovokasi dengan aksi sekelompok massa tersebut. Pengurus Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kabupaten Manokwari ini menjamin aksi itu tidak mewakili suara umat Kristen di Manokwari. Frans Mansim, kepala suku sekaligus pemilik hak ulayat lokasi pendirian masjid juga mengaku tidak tahu siapa saja orang-orang yang ikut dalam kelompok massa tersebut.
Sejauh ini belum ada satu pun rumah ibadat di Manokwari yang telah memiliki IMB rumah ibadat sesuai dengan PBM Tahun 2006. Kedua, sejumlah isu yang berkembang bahwa masjid yang dibangun adalah masjid Raya, H. Appe adalah anggota komando jihad dan teroris, dan isu masjid dibangun di atas tanah zending, adalah tidak benar. Ketiga, H. Appe yang keseharian praktek keagamaannya adalah pengikut kelompok Jemaah Tabligh, sehingga Masjid ini akan diperuntukkan menjadi tempat berkumpulnya Jemaah Tabligh. Keempat, tidak dilaksanakannya penghentian pembangunan masjid sebagaimana hasil kesepakatan pada pertemuan tanggal 22 September 2015 yang diinisiasi Kapolda, karena H. Appe menunggu surat resmi penghentian sementara dari Bupati sebagai pertanggungjawaban kepada Jemaahnya. Dengan berbagai temuan ini, maka Bupati disarankan untuk mengeluarkan surat penghentian sementara seluruh pembangunan rumah ibadat di Kabupaten Manokwari sampai dikeluarkannya IMB rumah ibadat sesuai dengan PBM Tahun 2006. Namun atas desakan para demontran yang berjumlah ± 3000 orang dari denominasi gereja-gereja di Manokwari, Bupati pada tanggal 2 Nopember 2015 telah mengeluarkan surat No. 450/546 tentang Penghentian Pembangunan Masjid di Anday. Atas surat keputusan Bupati ini pihak Masjid tidak dapat menerima dan akan membawa permasalahan ini ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
4. Penyerangan Masjid Syuhada di Bitung
Hasil temuan Tim Pemerintah Pusat
(Baintelkam Polri, Kemenag dan Kemendagri) menunjukkan fakta: pertama, pembangunan Masjid belum berdasarkan PBM Tahun 2006 oleh karenanya belum ada IMB rumah ibadat.
66
Terjadi penyerangan terhadap Masjid AsSyuhada di Bitung, Sulawesi Utara, Senin (9/11). Ratusan massa menyerang pembangunan Masjid Asy-Syuhada di Kompleks Aer Ujang, Kota Bitung, karena dianggap pembangun masjid belum mendapatkan IMB. Sedangkan, semua persyaratan IMB terhenti karena
LAPORAN TAHUNAN KEHIDUPAN KEAGAMAAN DI INDONESIA TAHUN 2015
kelurahan yang enggan menandatangani izin tersebut. Kasus ini bermula ketika bulan Mei 2015, massa menolak pendirian Masjid Asy Syuhada Kompleks Aer Ujang, kelurahan Girian Permai, kecamatan Girian, Kota Bitung, Sulawesi Utara. Rencana pembangunan Masjid AsySyuhada sudah dari bulan Maret 2015. Warga Muslim sudah menyiapkan semua kelengkapan persyaratan; mulai Akta Ikrar Wakaf Tanah, Surat Rekomendasi dari Kementerian Agama, Persetujuan warga (60 warga Kristen dan 90 warga Islam). Tinggal izin dari pihak kelurahan dan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB). Penjelasan dari pihak Kantor Kementerian Agama Kota Bitung bahwa keberadaan masjid ini sangat dibutuhkan oleh masyarakat muslim di sekitar akan dibangunnya masjid, namun pengajuan perizinan masih terkendala belum terpenuhinya salah satu persayaratan yaitu rekomendasi dari FKUB Kota Bitung. Pengajuan surat disertai dengan persyaratan untuk mendapatkan rekomendasi dari FKUB berupa foto copy KTP 90 orang calon pengguna dan 60 orang pendukung sudah disampaikan oleh panitia pembangunan kepada pihak FKUB namun dengan berbagai alasan FKUB belum dapat mengeluarkan rekomendasi.
5. Konflik Penertiban Gereja/Undungundung di Aceh Singkil Secara kronologis konflik Aceh Singkil dapat ditelusuri dari tahun 1979, ketika ada rencana pembangunan Gereja Tuhan Indonesia (GTI) dan isu kristenisasi. Konflik tersebut diakhiri dengan ditandatangani Ikrar Kerukunan Bersama antara unsur masyarakat Muslim dan Kristiani tanggal 13 Oktober 1979. Selanjutnya, tahun 2001 terjadi unjuk rasa sebagai ekspresi keresahan umat Islam, karena adanya rehab bangunan gereja/undung-undung yang berten-
tangan dengan isi Ikrar Kerukunan Bersama 13 Oktober 1979. Pemerintah setempat melakukan musyawarah dan mengadakan Kesepakatan Damai yang ditandatangani umat Muslim dan Kristiani tanggal 9 Oktober 2001. Pihak Kristen menginginkan penambahan jumlah rumah ibadah, dan umat Muslim memberikan toleransi, boleh dibangun 4 undung-undung dan 1 gereja (sudah ada di Kuta Kerangan). Pihak Kristen sepakat jika jumlah gereja melebihi yang mereka sepakati, maka mereka akan membongkarnya sendiri.
Secara kronologis konflik Aceh Singkil dapat ditelusuri dari tahun 1979, ketika ada rencana pembangunan Gereja Tuhan Indonesia (GTI) dan isu Kristenisasi. Konflik tersebut diakhiri dengan ditandatangani Ikrar Kerukunan Bersama antara unsur masyarakat Muslim dan Kristiani pada 13 Oktober 1979. Pada pertengahan bulan Juli 2012 Kabupaten Aceh Singkil digemparkan dengan buku yang melecehkan ajaran Islam. Isi buku yang disebarkan di Aceh Singkil ini sama dengan isi buku yang disebarkan oleh Antonius Richmond Bawengan di Temanggung Jawa Tengah. Namun di Aceh Singkil tidak terjadi konflik sebagaimana yang terjadi di Temanggung. Selain itu, pada tahun 2012, banyak pembangunan/ rehab gereja/undung-undung meskipun persyaratannya belum sesuai dengan ketentuan PBM dan Pergub Aceh nomor 25 tahun 2007, sehingga Kantor Kemenag dan FKUB belum bisa memberikan rekomendasi, dan pemda belum bisa mengeluarkan ijin. Akibatnya, timbul reaksi dari sebagaian umat Islam di Aceh Singkil. Pada 30 April 2012 masyarakat yang tergabung dalam Aliansi Kelompok Muslim
LAPORAN TAHUNAN KEHIDUPAN KEAGAMAAN DI INDONESIA TAHUN 2015
67
melalui Kelompok FPI Aceh Singkil melakukan demo di depan Kantor Bupati Aceh Singkil dengan tuntutan ‘agar dilakukan penertiban terhadap gereja/undung-undung tanpa IMB dan/atau di luar hasil Kesepakatan Damai atara umat Islam dan Kristiani 9 Oktober 2001. Sebagai respon atas demo tersebut, pada 1-6 Mei 2012 Pemda Aceh Singkil melalui Tim Penyelesaian Sengketa Rumah Ibadah berdasarkan SK Bupati nomor 116 Tahun 2012 melakukan penertiban/penyegelan bangunan gereja/ undung-undung tanpa IMB dan yang di luar kesepakatan sebelumnya.
dan anggota DPRK Aceh Singkil, FKUB, instansi terkait, para camat, imeum mukim, kepala kampung, pimpinan pondok pesantren, ulama, tokoh masyarakat, dan ormas Islam melakukan rapat koordinasi membahas permasalahan tersebut. Hasil rapat ’10 gereja/undung-undung yang tidak memiliki IMB akan dibongkar pada tanggal 19 Oktober 2015’. Pemkab beserta Forkopimda melakukan kesepakatan dengan PPI agar pembongkaran dapat dilakukan pada 19 Oktober 2015 sesuai dengan kesepakatan rapat sebelumnya. Pihak PPI kemudian menerima kesepakatan tersebut.
Pada 14 April 2015, ada issu pembangunan gereja/undung-undung tanpa IMB di Kampung Sanggaberu Silulusan dan adanya babi, ternak milik warga Kristen yang berkeliaran di lingkungan kampung Muslim. Untuk itu, FKUB telah melakukan menitoring dan sebagai tindak lanjut, pada 26 Mei 2015 Pemkab menyurati Camat Gunung Meriah perihal Penghentian Pembangunan Gereja/Undung-undung di Desa Silulusan Kecamatan Gunung Meriah. Pada September 2015 ada isu gereja dibakar di Desa Mandumpang. Setelah ditinjau ternyata gereja tersebut terbakar karena arus pendek.
Tetapi pada 13 Oktober 2015 PPI memberitahukan akan melakukan demo di depan Kantor Bupati. Ternyata massa pendemo tidak menuju ke Kantor Bupati melainkan berbelok ke Desa Suka Makmur Kecamatan Gunung Meriah dan melakukan pembakaran sebuah gereja/ undung-undung. Setelah itu, massa bergerak ke Desa Danggurang, Kecamatan Simpang Kanan, suatu desa yang berbukit-bukit. Di desa itu terdapat sebuah bangunan GKPPD yang tidak memiliki IMB, mereka akan membakar gereja itu. Di Desa Anjo-anjo, perempatan jalan menuju Desa Dangguran sejumlah aparat gabungan TNI/Polri telah melakukan pagar betis. Para petugas keamanan itu selain berupaya menutup jalan ke Dangguran juga menyita senjata berupa peralatan seadanya yang dibawa oleh massa. Ada sekitar 20 orang yang berhasil lolos dari pagar betis dan mereka menuju Desa Dangguran dengan tangan kosong. Meski dengan tangan kosong mereka tetap menuju Desa Dangguran, karena mereka bukan bermaksud untuk menyerang umat Kristen melainkan untuk mengeksekusi gereja/ undung-undung yang tidak memiliki IMB di desa itu.
Pada 6 Oktober 2015, massa pemuda yang mengatasnamakan ormas Pemuda Peduli Islam (PPI) Aceh Singkil melakukan demonstrasi di depan Kantor Bupati, mereka menuntut: (1) Agar Pemkab Aceh Singkil membongkar semua gereja/undung-undung yang tidak memiliki IMB; (2) Untuk melakukan eksekusi pembongkaran bangunan gereja/undung-undung tanpa IMB, pemda diberi batas waktu 7 hari, terhitung sejak penyampaian tuntutan atau hingga tanggal 13 Oktober 2015; (3) Apabila tidak dilaksanakan pada waktu tersebut, maka PPI akan melakukan pembongkaran sendiri. Pada 12 Oktober 2012, Pemkab Aceh Singkil bersama Forkopimda, unsur pimpinan
68
Ketika mereka sedang mendaki bukit di jalan menuju Desa Dangguran, mereka diserang
LAPORAN TAHUNAN KEHIDUPAN KEAGAMAAN DI INDONESIA TAHUN 2015
oleh massa Kristen, yang mempertahankan gereja mereka. Massa Kristen yang posisinya di atas bukit dengan mudah menyerang para demonstran. Di antara massa Kristen ada yang menggunakan sejata rakitan yang biasa digunakan untuk berburu babi. Sehingga, di pihak demonstran jatuh korban seorang meninggal terdapat 4 orang korban luka. Konflik di Aceh Singkil merupakan akumulasi dari kekecewaan umat Islam yang berlangsung sejak tahun 1970-an. Kapolda Aceh “Nama Singkil menyatu dengan nama ulama besar Syeh Abdur Rauf As Singkili. Bagaimana kabupaten dengan nama yang lekat dengan nama ulama besar, jika kemudian di pintu masuk wilayah kabupaten terdapat bangunan gereja, warung yang menyediakan makanan dari babi, dan banyak orang beternak babi, bahkan babi-babi itu bebas berkeliaran”. Meski di Aceh terdapat UU Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh, yang merupakan payung hukum bagi kekhususan Aceh, tapi umat Islam di Aceh tidak bisa mewujudkan kekhususan tersebut. Sehingga masalah ini yang mejadi kegelisahan orang Aceh, termasuk masyarakat Muslim Aceh Singkil.
6. Insiden Tolikara Terjadi kerusuhan di kota Karubaga, Tolikara bersamaan pelaksanaan Salat Idul Fitri I Syawal 1436 Hijriah, pada Jumat, 17 Juli 2015. Kerusuhan mengakibatkan pembakaran masjid (menurut Bupati Tolikara disebut mushalla) dan beberapa kios milik penduduk muslim oleh sekelompok orang sehingga menyebabkan beberapa orang terluka. Kerusuhan dipicu oleh surat pemberitahuan pengurus Gereja Injili di lndonesia (GIDI) Tolikara bertanggal 11 Juli 2015 yang melarang salat led bagi umat Muslim. Surat itu dibuat terkait dengan kegiatan Seminar dan Kebaktian Kebangkitan Rohani (KKR) Pemuda Gereja Injili Di Indonesia (GIdi)
tingkat Internasional pada tanggal 13 sampai 19 Juli 2015. Menurut temuan Tim Pencari Fakta (TPF) Kementerian Agama (2015) bahwa isi surat itu berbunyi sebagai berikut: 1) acara membuka lebaran (shalat Id) tanggal 17 Juli 2015, boleh dilakukan di Karubaga Kabupaten Tolikara, 2) hanya jangan dilakukan di lapangan terbuka tetapi lebih baik di Mushala dan halaman Mushala sekitarnya, 3) dilarang kaum Muslimat memakai pakaian Yilbab (red- jilbab) dan berkeliaran dimana-mana (Surat GIDI No.90/SP/ GIDI-WT/VII/2015, tanggal 15 Juli 2015).
Surat itu kemudian diralat dengan membolehkan umat Muslim melaksanakan shalat Idul Fitri. Namun tidak tersosialisasi kepada masyarakat sehingg terlanjur terjadi amuk massa. Menurut temuan TPF Kemenag lagi, dalam proposal kegiatan KKR itu, tertulis rencana pelaksanaan semula adalah pada tanggal 22 sampai 27 Juli 2015, ternyata dilaksanakan pada tanggal 13 sampai 19 Juli 2015 (bersamaan dengan hari raya Idul Fitri) dan ditutup tanggal 20 Juli 2015. Setali tiga
uang, Ketua Komite Umat (KOMAT) untuk Tolikara Bachtiar Nasir mensinyalir adanya unsur kesengajaan membenturkan acara keagamaan hingga membuahkan konflik sosial. Harusnya acara Gereja Injili di lndonesia (GIdi) dimulai
LAPORAN TAHUNAN KEHIDUPAN KEAGAMAAN DI INDONESIA TAHUN 2015
69
jam 10.00. Shalat id jam 08.00. Tapi, acara mereka (GIdi) dimajukan. Dengan indikasiindikasi itu saja sudah terlihat ada unsur kesengajaan. Pasca kejadian, Persekutuan Gerejagereja di lndonesia (PGI) mengeluarkan pemyataan sikap pada hari Sabtu (18/07/2015), yang antara lain berisi sebagai berikut: a.
Menyesalkan terjadinya peristiwa Tolikara. Peristiwa tersebut telah menodai ketenangan dan kekhusukan serta kegembiraan umat Muslim dalam merayakan Isul Fitri. Karena itu, PGI mengecam keras terjadinya pembubaran Shalat led dan pembakaran rumah ibadah, dalam hal ini masjid. Peristiwa ini amat memprihatinkan karena tidak mencerminkan semangat kerukunan yang terus kita tumbuh kembangkan bersama di tanah air yang kita cintai ini.
b.
Tindakan kekerasan dalam bentuk apapun dan dengan alasan apapun tidak dapat dibenarkan karena melukai keutuhan kita sebagai bangsa dan tidak mencerminkan sikap mengasihi semua orang yang diajarkan oleh Yesus Kristus. Terutama jika hal itu dilakukan ketika umat sedang menjalankan ibadah.
3. Indonesia adalah Negara Kesatuan berdasar hukum. Karena itu untuk memelihara keutuhan tersebut, tidak ada satu kelompok berdasarkan latarbelakang apapun yang dapat mengkapling satu daerah tertentu sebagai daerahnya. Setiap warga negara lndonesia apapun latar belakangnya, mempunyai hak untuk hidup di wilayah manapun dalam NKRI, dan bebas menjalankan ibadahnya. 4. Meminta agar pemerintah segera mengusut tuntas siapapun pelaku peristiwa ini dan segera melakukan tindakan sesuai dengan ketentuan hukum. PGI juga berharap agar aparat kepolisian dan keamanan bisa bertindak cepat untuk memulihkan rasa aman masyarakat Tolikara dan sekitamya. PGI menyesalkan bahwa pemerintah
70
termasuk aparat keamanan kurang tanggap mengantisipasi terjadinya peristiwa ini. Sementara itu, sidang paripurna Komnas HAM menyetujui ada empat pelanggaran yang terjadi pada peristiwa Tolikara. Komnas HAM mengajukan tiga rekomendasi kepada pemerintah. Menurut ketua tim kasus Tolikara di Komnas HAM, Maneger Nasution, ada empat poin pelanggaram HAM yang sudah disetujui sidang Paripurna, yakni: pelanggaran intoleransi, hak hidup dan keadilan, pelanggaran terhadap rasa aman, dan pelanggaran terhadap kepemilikan. Dari empat poin pelanggaran HAM, Komnas HAM mengeluarkan tiga rekomendasi yang bisa dilakukan pemerintah untuk menyelesaikan permasalahn di Tolikara. 1) pemerintah harus menjamin tidak akan terjadinya pengulangan. Pengulangan yang dimaksud adalah peristiwa penyerangan dan rasa tidak aman kepada masyarakat. 2) jaminan pemerintah untuk kebebasan penduduknya memilih dan mengamalkan ajaran agama. Tidak ada lagi aksi intoleransi yang terjadi di lndonesia, khususnya di Tolikara. Ia meminta agar masyarakat tidak dibatasi kebebasan beragama. 3) pemerintah agar menghukum siapa pun inisiator, provokator, pelaku lapangan, atau lainnya pada peristiwa di Tolikara. Sementara itu, insiden Tolikara disinyalir
berakar pada adanya ‘Peraturan daerah’ (Perda) Tahun 20I3 yang dinilai diskriminatif. Dari hasil
temuan TPF Kemenag, ‘Perda’ itu tidak diketahui rimbanya. Artinya, Bupati Tolikara dan Presiden GIdi yang dimintai keterangan tidak dapat memberikan salinan ‘Perda’ yang dimaksud. Ternyata, ‘Perda’ yang menimbulkan tindakan diskriminatif atau intoleransi kelompok GIDI ini didasari pada hasil keputusan Sidang BPL GIDI di Blobur tanggal 20-24 Oktober 2014, yaitu: 1) tidak boleh ada agama lain dan denominasi lain dari batas sungai Mamberamo sampai
LAPORAN TAHUNAN KEHIDUPAN KEAGAMAAN DI INDONESIA TAHUN 2015
Puncak Kubu Belela dan dari Yigonikme sampai Yigalukme, 2) jangan pernah memberi peluang sedikitpun kepada iblis dengan kepentingan tertentu untuk memecah belah kesatuan dan persatuan kita dalam Kristus. Jagalah keutuhan tanah Injil ini terhadap pengaruh budaya lain, 3) tiga Wilayah, yaitu Bogo, Toli, dan Yamo harus bersatu karena tiga wilayah tersebut adalah Yerusalem-nya GIDI dan dapurnya GIDI, 4) agama Islam yang ada di Karubaga, tempat ibadahnya tidak boleh dibangun, dan tidak boleh ada simbol-simbol agama Islam dan dilarang denominasi lain dan agama Islam untuk bebas beribadah di tanah Injil di sini, dan 5) GIDI Wilayah Toli tidak mengizinkan: Kegiatan Pelayanan Denominasi lain masuk ke GIDI wilayah Toli, dan membangun tempat ibadat di wilayah Toli (Hasil Keputusan Sidang BPL GIDI di Blobur tanggal 20-24 Oktober 2014). Kesimpulan TPF Kemenag, hasil keputusan inilah yang mendasari lahirnya surat yang melarang pelaksanaan shalat Idul Fitri dan penggunaan Jilbab di Tolikara. Ini pula yang menjadi pelarangan pendirian rumah ibadah selain Gereja Injili di Indonesia (GIDI). Atas dasar keyakinan ini, pihak GIDI Tolikara berkeyakinan bahwa Tolikara adalah wilayah GIDI. Jika ditelisik, peraturan yang membatasi ibadah umat beragama tersebut dinilai tidak berpijak pada akar historis bangsa lndonesia yang beragam. Bahkan surat pelarangan tersebut bertentangan denga aturan normatif di atasnya. Pada konteks ini, otonomi khusus di Papua berbeda dengan Aceh maupun Yogyakarta. Dikhawatirkan surat pelarangan tersebut justru menjadi indikasi menuju Papua merdeka. Agama dijadikan sebagai alat untuk meneguhkan semangat Papua Merdeka yang membahayakan kesatuan NKRI mengingat selama ini isu Papua Merdeka tidak pernah padam.
Terkait ‘Perda bermasalah’ tersebut, Kementrerian Dalam Negeri akan mengkaji dan jika benar hanya mengakui satu agama saja maka akan dibatalkan. Namun saat Pemda Tolikara diminta untuk mengirim salinan Perda tersebut, belum bisa menunjukkannya. Bahkan Pemda Tolikara banyak berkilah dengan alasan bahwa Perda tersebut tidak diundangkan pada saat Bupati maupun DPRD yang saat ini menjabat, sehingga kesulitan mencari berkas salinannya. Saat ini mereka berkilah hanya tinggal menjalankan saja. Menurut Mendagri Tjahjo Kumolo, Perda tersebut tidak sah dan tak dapat diberlakukan bila belum disahkan Mendagri.
Terkait ‘Perda bermasalah’ tersebut, Kementerian Dalam Negeri akan mengkaji dan jika benar hanya mengakui satu agama saja maka akan dibatalkan. 7. Kasus Rumah Ibadat dan Wacana Revisi PBM No. 9 dan 8 Tahun 2006 Akibat banyaknya kasus yang terjadi berkenaan dengan pendirian rumah ibadah di berbagai daerah, muncul wacana perlunya revisi PBM No. 9 dan No. 8 Tahun 2006 tentang Pendirian Rumah Ibadah. Revisi perlu dilakukan khususnya terkait dengan persyaratan jumlah umat sebanyak 90 orang dan persetujuan dari 60 warga di sekitar lokasi pembangunan rumah ibadah. Menanggapi hal ini, Menteri Agama menegaskan bahwa revisi PBM No. 9 dan No. 8 Tahun 2006 tentang Pendirian Rumah Ibadah akan melibatkan tokoh dan majelis agama. Hal ini karena PBM merupakan hasil musyawarah panjang dari majelis-majelis agama di Indonesia sebanyak 11 kali pertemuan selama empat bulan. Dalam hal ini penyusunan PBM ini, pemerintah hanya sebagai fasilitator.
LAPORAN TAHUNAN KEHIDUPAN KEAGAMAAN DI INDONESIA TAHUN 2015
71
Dalam kesempatan audiensi Tim Perumus dengan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin (2/12), Menteri menegaskan agar memberdayakan dan mengoptimalkan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) di setiap daerah dalam mensosialisasikan PBM Tahun 2006. Dalam kesempatan itu juga tim perumus PBM pada umumnya memandang secara substansial PBM diyakini baik dan masih relevan. Permasalahan yang berkembang dewasa ini ditengarai terletak pada tataran implementasi dan minimnya sosialisasi di masyarakat dan aparat. Menag menyampaikan bahwa titik nadir persoalan ini sebenarnya pada sosialisasinya. “Jangankan masyarakat luas, sebagian tokohtokoh agama, termasuk juga kepala-kepala daerah bahkan pemerintah (elit) nya saja masih minim dan terbatas pengetahuannya terkait PBM ini”. Terkait hal ini, baik penelitian yang dilakukan oleh Puslitbang Kehidupan Keagamaan Balitbangdiklat Kementerian Agama (2010-2012), maupun Badan Litbang Kementerian Dalam Negeri (2015), diketahui bahwa problem terkait pendirian rumah ibadat terletak pada tataran implementasi PBM yang kurang. Karenanya mendorong perlunya penggalakan kembali sosialisasi PBM tersebut.
8. Penyerangan Majlis Dzikir Az-Zikra Majelis Dzikir Az-Zikra Pimponan Ustadz Arifin llham yang berlokasi di Desa Cipambuan Kecamatan Babakan Madang Kabupaten Bogor (kawasan Bukit Sentul) diserang sekelompok massa pada Rabu (11/2/2015), tengah malam. Kasus tersebut bermula dari keinginan sekelompok orang tak dikenal yang mendatangi Bukit Az Zikra dan memaksa untuk menurunkan spanduk yang bertuliskan penolakan ajaran Syi’ah. Terkait hal ini, Ketua Dewan Syura Ikatan Jamaah Ahlul Bait Indonesia (IJABI) Jalaluddin
72
Rakhmat meminta penganut Syiah tidak terprovokasi. Isu penyerangan ini secara tidak langsung memperburuk proses rekonsiliasi konflik Syiah-Sunni di Sampang Madura, Jawa Timur. Sementara Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin meminta umat lslam tidak terprovokasi. Dikhawatirkan jka penyerangan tersebut terdapat pihak ketiga yang sengaja ingin mengadu domba sesama umat Islam dengan mengangkat isu Sunni versus Syi’ah. Pihak kepolisian Resort Bogor kemudian mengamankan pelaku penyerangan. Di sini terjadi perlakuan istimewa dari jamaah majelis Adz-Dzikra kepada para penyerang yang diamankan. Majelis Az-Zikra justru menjenguk mereka diamankan Mapolres Bogor, Kamis, (05/ 03/2015) dan memberikan santunan kepada keluarga para penyerang. Sikap ini sebagai bagian dari kepedulian umat Islam kepada para pelaku penyerangan. Pimpinan Majelis AdzDzikra menyadari bahwa selama di dalam tahanan, praktis selama sebulan para pelaku tidak dapat mencari nafkah dan memenuhi kebutuhan keluarganya. Para pelaku penyerangan, yang mengaku Syiah tersebut menyampaikan rasa terima kasih bahkan sebagian di antaranya tampak terharu dan meneteskan air mata. Di samping itu, kepada para pelaku penyerangan yang berjumlah 34 orang, juga diberi buku MUI (Mengenal dan Mewaspadai Penyimpangan Syiah di Indonesia) untuk menambah wawasan mereka. Penelitian Puslitbang Kehidupan Keagamaan menemukan fakta: pertama, Insiden kekerasan dengan pengeroyokan di komplek Bukit Az Zikra Sentul Bogor menimpa Faisal Salim Al-Kaff, Kepala Divisi Keamanan Yayasan Az Zikra. Pengeroyokan dan tindak kekerasan terjadi setelah sekelompok orang yang datang ke Az Zikra merasa tidak puas dengan respons petugas keamanan untuk melepas spanduk
LAPORAN TAHUNAN KEHIDUPAN KEAGAMAAN DI INDONESIA TAHUN 2015
yang menolak Syi’ah. Kedua, pelaku pada awalnya mengaku dari FBR. Namun pimpinan FBR membantah bahwa FBR di balik aksi tersebut. Para pelaku setelah diinterogasi Polisi mengaku mereka dijanjikan mendapat uang saku Rp 50.000,- s/d Rp 100.000,- . Ketiga, kasus ini mempertajam isu konflik Sunni-Syi’ah. Persoalan Sunni dan Syi’ah berangkat karena perbedaan ushul/pokok ajaran dalam Islam sehingga keduanya berpotensi tidak akan pernah bertemu sampai kapan pun. Upaya yang dilakukan pemerintah adalah mengakomodir dua kelompok tersebut agar tidak terjadi halhal yang dapat mengoyak persatuan dan kesatuan bangsa. Menjelek-jelekkan atau memfitnah apalagi berkaitan dengan ajaran agama sangat mudah menjadi faktor penyebab terjadinya konflik antar maupun internal umat beragama.
C. Upaya Penguatan Kerukunan 1. Wacana FKUB Tingkat Nasional Komisi Bahtsul Masail Qanuniyah (perundang-undangan) pada Muktamar Ke-33 NU di Kompleks Pesantren Bahrul Ulum, Tambakberas, Jombang, Jawa Timur, mengusulkan kepada Pemerintah untuk membentuk Badan Nasional Kerukunan Umat Beragama. Badan ini sebagai kelanjutan dari FKUB yang selama ini sudah ada pada tingkat kabupaten/kota hingga provinsi. Menurut pimpinan sidang komisi perundangundangan, HM Ridwan Lubis, bahwa usulan itu muncul saat membahas UU Perlindungan Umat Beragama dan pelaksanaan pendidikan agama di sekolah (PP Nomor 55/2007). Badan ini sekaligus diharapkan mampu menangkal paham dan gerakan radikal. Komisi perundangundangan juga mengususlkan kepada pemerintah agar melakukan revisi terhadap perda-perda
yang bertentangan dengan agama maupun peraturan perundang-undangan di atasnya. Hal ini sebagaimana terjadi di Tolikara yang menerbitkan Perda yang justru menyulut insiden kerusuhan atas nama agama.
... baik penelitian yang dilakukan oleh Puslitbang Kehidupan Keagamaan Balitbangdiklat Kementerian Agama (2010-2012), maupun Badan Litbang Kementerian Dalam Negeri (2015), diketahui bahwa problem terkait pendirian rumah ibadat terletak pada tataran implementasi PBM yang kurang. Karenanya mendorong perlunya penggalakan kembali sosialisasi PBM tersebut. Sejalan dengan apa yang diusulkan oleh Komisi Bahtsul Masail, Tim Perumus PBM pada kesempatan audiensi dengan Menteri Agama awal Desember lalu juga mengusulkan hal yang sama atau setidaknya semacam “Harmoni Center”. Dalam pembahasan penyiapan RUU PUB, yang dianggap lebih mendesak adalah adanya FKUB pada tingkat Kecamatan karena pada tingkat akar rumput inilah awal terjadi persoalan gesekan antar umat beragama.
2. Edukasi Kerukunan bagi Siswa SLTA Pemerintah Kota Surabaya memiliki konsep wisata edukatif yang unik untuk para siswa. Demi mengenalkan anak-anak Surabaya pada sejarah kotanya sekaligus memupuk jiwa toleransi antarumat beragama, para siswa diajak jalan-jalan ke tempat peribadatan
bersejarah di Kota Pahlawan. Kegiatan yang diselenggarakan pada 13-14 April 2015 tersebut diikuti 400-an siswa. Mereka berasal dari SD dan SMP di Surabaya yang berasal dari
LAPORAN TAHUNAN KEHIDUPAN KEAGAMAAN DI INDONESIA TAHUN 2015
73
berbagai agama. Tempat wisata yang dikunjungi adalah Klenteng Pak Kik Bio, Masjid Sunan Ampel, Pura Agung Jagat Karana, Gereja Katolik Kelahiran Santa Perawan Maria, dan Masjid Cheng Ho. Kegiatan ini rutin dilaksanakan setiap tahun sejak tahun 2013.
3. Merajut Toleransi di Rawan Konflik Secara teoritik, konflik dan tindak intoleransi bisa berulang. Karenanya penting untuk melakukan upaya-upaya pemeliharaan kerukunan terutama di daerah-daerah yang rawan konflik. Puslitbang Kehidupan Keagamaan pada 2015 menyelenggarakan penelitian tentang Toleransi Beragama di Daerah Rawan Konflik. Hal ini untuk mendapat gambaran apa sesungguhnya pemahaman masyarakat soal toleransi dan bagaimana cara untuk memelihara kondisi rukun. Wilayah-wilayah yang menjadi objek penelitian sebagian besar adalah wilayah yang dipandang pernah mengalami konflik kaitannya dengan isu keagamaan, yaitu Poso, Mataram, Temanggung, Kupang, Bogor, dan Bekasi. Dari keenam wilayah itu, ada yang konflik intra agama, yaitu Mataram (Ahmadiyah dan umat Islam lain), ada pula yang antar agama (Islam dan Kristen), misalnya Bekasi, Bogor, Temanggung, Kupang, dan Poso. Sementara dua wilayah yang lain, yaitu Padang dan Klender Jakarta Selatan adalah dua wilayah yang masih masuk kategori potensi atau rawan konflik. Makna Toleransi adalah dengan saling menghormati pelaksanaan ibadah masingmasing dan memberi ruang berinteraksi di dalam kehidupan sosial. Bekasi dan Padang termasuk di dalam kategori ini. Bogor dan Klender Jakarta Selatan, agak di atas sedikit di mana umat dari agama lain turut menjaga dan membantu (dalam kategori minimal) perayaan keagamaan. Bagi warga Poso, toleransi adalah kesediaan untuk menerima agama lain,
74
memberi mereka keleluasaan beribadah, dan membuka hubungan sosial yang harmonis, dengan saling kunjung mengunjungi, saling dukung mendukung terhadap ritual keagamaan yang dilaksanakan masing-masing. Bagi Kupang dan Temanggung toleransi lebih dari itu, di mana keikutsertaan dalam perayaan keagamaan telah menjadi arena interaksi yang erat satu dengan yang lain, bahkan di Temanggung umat agama lain aktif dan terlibat langsung dalam perayaan keagamaan.
Penyebab Intoleransi seperti; Penyiaran agama, terutama terkait isu kristenisasi dan islamisasi selalu muncul dan dicurigai menjadi sumbu penyulut konflik. Padang, Bekasi, Bogor, dan Klender Jakarta adalah wilayah-wilayah yang cukup akrab dengan isu ini dan memang ditemukan oleh peneliti. Radikalisasi menjadi sumbu konflik lain, di Poso, Bogor, dan Klender Jakarta Selatan, terbukti sangat kuat radikalisasi merubah warna toleransi yang ada. Perebutan ruang, adalah wilayah kontestasi lain di antara umat beragama. Pertama, pendirian rumah ibadah, di mana problem tafsir yang berbeda terhadap peraturan yang ada, selain manipulasi persyaratan pendirian bangunan yang kerap memantik konflik. Kedua, pengaturan lahan pemakaman. Jika tidak mengakomodir dan
dijaga dengan baik bisa menjadi sebab konflik yang mudah disulut. Ketiga, adanya fasilitasfasilitas umum yang mempertemukan semua
LAPORAN TAHUNAN KEHIDUPAN KEAGAMAAN DI INDONESIA TAHUN 2015
kelompok agama juga, seperti gelanggang olahraga, pentas seni, dll. Di sini Mataram dan Klender Jakarta cukup memperlihatkan betapa toleransi antar umat beragama mengalami pergeseran tatkala ruang-ruang pertemuan publik itu berkurang bahkan ditiadakan. Peran Media. Dari berbagai konflik yang terjadi, peran media sebagai sebab konflik maupun pendamai sangat kentara. Poso, Kupang, Temanggung, Bekasi, dan Bogor adalah contoh di sini, media memainkan peran vital. Kadang media berlebihan dalam memberitakan hingga menimbulkan keresahan. Pihak luar. Pihak luar yang dimaksud di sini adalah orang luar atau pendatang yang menyebar pengaruh intoleransi kepada warga setempat. Pada kasus yang terjadi di Temanggung jelas dikatakan bahwa beberapa konflik itu disulut oleh pihak luar yang “sengaja” membuat kisruh dan memancing emosi warga. Lagi-lagi di Poso, juga menyebutkan akan peran pihak luar yang memperparah konflik yang ada. Majelis Mujahidin yang hadir di sana dianggap menebar intoleransi antarumat beragama. Elemen-elemen pendukung dan penjaga toleransi di antaranya: 1) Tokoh agama dan nilai-nilai keagamaan. Tokoh agama sangat berperan di dalam menjaga kerukunan. Peran mereka adalah dengan menebarkan nilai-nilai toleransi antaragama kepada masing-masing umatnya, menghindari materi penyiaran agama yang menyinggung agama lain, dan memperkokoh silaturahmi. 2) Institusi Keagamaan dan Institusi Pendidikan. Keduanya menjadi sarana tokoh agama dan masyarakat secara lebih massif dan terstruktur di dalam menjaga kerukunan, baik itu FKUB, NU, Muhammadiyah dan organisasi keagamaan lain. Namun ada kecenderungan peran tokoh agama ini menurun, di antaranya di Klender Jakarta Selatan. Selain institusi keagamaan ini, lembaga pendidikan
juga memberi peran yang signif ikan. Lembaga-lembaga pendidikan seperti Universitas Kristen di Tentena Poso yang mengajarkan toleransi kepada mahasiswanya, Al-Wathoniyah, Az-Ziyadah, dan AlFalah di Klender Jakarta Selatan memiliki andil menebarkan toleransi sesuai ajaran ulama atau ustadznya.
Dari berbagai konflik yang terjadi, peran media sebagai sebab konflik maupun pendamai sangat kentara. Poso, Kupang, Temanggung, Bekasi, dan Bogor adalah contoh di sini, media memainkan peran vital. Terkadang media berlebihan dalam memberitakan hingga menimbulkan keresahan. 3) Pemerintah. Safari Ramadhan dan Safari Natal di Poso, Natal Bersama di Kupang adalah contoh dari upaya konkret pemerintah daerah menjaga toleransi dan kerukunan. 4) Nilai-nilai lokal. “Sing Penting Brayan” yang didengungkan Temanggung, “Misale” di Poso, “Oko Mama” di Kupang, dan “Asah Asih Asuh” di Bogor sekedar contoh betapa efektifnya kearifan lokal mampu mempertemukan yang berbeda. Aktifis kemanusiaan. Dari delapan wilayah penelitian, hanya Bogor yang mengurai peran aktifis kemanusiaan di dalam menjaga toleransi.
4. Reward untuk Program Kerukunan Kementerian Agama Kementerian Agama memperoleh peng-
hargaan terbaik keempat dari lima kementerian dan lembaga negara yang memperoleh penghargaan dari Kemenko Polhukam selaku Koordinator Tim Terpadu Penanganan Gangguan Keamanan Dalam Negeri. Secara berurutan, peringkat pertama adalah Kepolisian, Kementerian Dalam
Negeri, Kementerian Kehutanan, Kementerian Agama, dan Kemenko Perekonomian.
LAPORAN TAHUNAN KEHIDUPAN KEAGAMAAN DI INDONESIA TAHUN 2015
75
Penghargaan ini terkait Pelaksanaan Rencana Aksi (Renaksi) Penanganan Gangguan Keamanan Dalam Negeri tahun 2014, pada Sidang Evaluasi Renaksi yang dilaksanakan di Bali, Kamis (29/1/2015). Pelaksanaan Rencana Aksi ini sebagai imple-mentasi Inpres No. I Tahun 2014 kelanjutan dari Inpres No. 2 Tahun 2013 tentang Penanganan Gangguan Keamanan Dalam Negeri. Kepala Puslitbang Kehidupan Keagamaan Muharram Marzuki yang mewakili Kementerian Agama menjelaskan bahwa evaluasi dan penilaian dilakukan kepada seluruh Kementerian/Lembaga Negara dan Pemerintah Daerah.
D. Penguatan Regulasi: RUU PUB Rancangan Undang-Undang Perlindungan Umat Beragama (RUU PUB) yang digagas Kementerian Agama bertujuan melindungi seluruh umat beragama yang menjadi pijakan regulasi ke depan. RUU ini juga bisa menjadi dasar bagi aparat untuk menegakkan hukum atas pelanggaran di bidang agama, karena meskipun selama ini sudah ada UU Penistaan Agama, namun UU tersebut masih belum memadai. Sejumlah pihak menilai bahwa RUU PUB masih menyisakan banyak persoalan. Sejumlah persoalan tersebut di antaranya adalah: a) klausul pasal tentang dilarang menyebarkan syiar kebencian dinilai belum jelas indikatornya. Di samping itu, klausul pasal tentang syiar kebencian yang masuk dalam delik pidana juga dipertanyakan batasannya; b) pro kontra legalisasi agama-agama lokal dalam RUU PUB; c) Efektifitas RUU PUB dalam mencegah konflik atas nama agama dan keyakinan; d) RUU PUB
Model penilaian evaluasi ini didasarkan atas tiga hal: pertama, realisasi terhadap rencana aksi yang sudah disepakati oleh masing-masing kementerian; kedua, konsistensi bahwa semua rencana aksi itu dilaksanakan dengan baik; dan ketiga konsistensi melaporkan per-triwulan kepada Kemenko-polhukam yang diteruskan kepada Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian (UKP4). Pada konteks ini, peran Kemenag adalah terkait dengan upaya Kemenag dalam menangani beberapa persoalan “konflik” yang berlatar belakang keagamaan yang ada di tanah air, seperti: kasus Ahmadiyah, Syiah, dan rumah ibadat.
76
belum aplikatif karena cenderung hanya ‘menyalin’ isi peraturan surat keputusan bersama, SKB tiga menteri dan PNPS; dan e) RUU PUB baru mengatur definisi agama resmi dan belum mencakup semua keyakinan sehingga dinilai belum mampu mengakomodir hak-hak konstitusi warga negara yang tercantum dalam pasal 29 ayat I UUD 1945.
Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengaku pihaknya masih berupaya mendengar masukan dari berbagai pihak. Sementara itu, drafting RUU PUB berjalan terus. Sejumlah pihak mengharapkan RUU PUB harus disetujui seluruh agama di Indonesia. Jika tidak, RUU ini berpotensi menjadi kontroversi yang merugikan umat beragama. Kepala Badan Litbang dan Diklat, Abd. Rahman Mas’ud, mengatakan bahwa penyusunan RUU PUB dibangun berdasarkan semangat
LAPORAN TAHUNAN KEHIDUPAN KEAGAMAAN DI INDONESIA TAHUN 2015
konstitusi yang melindungi Hak Asasi Manusia. Menurutnya, RUU yang sedang disusun akan mengakomodir berbagai aspirasi dan kepentingan tidak hanya dari kelompok keagamaan yang mainstream tetapi juga kelompok keagamaan yang minoritas. RUU PUB disusun untuk menjamin kebebasan dan kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk dan beribadah sesuai dengan agama dan kepercayaan yang dianut. Meskipun demikian, semangat kebebasan juga harus tetap dibatasi dengan seperangkat norma dan aturan untuk menciptakan toleransi, kedamaian dan kerukunan antarumat beragama di tengah masyarakat. Isu-isu besar yang sejauh ini ada dalam RUU adalah soal definisi agama, registrasi agama, majelis agama, FKUB, rumah ibadat, penyiaran agama, perayaan hari besar, pemulasaraan jenazah, dan bantuan luar negeri. Juga ada soal pemidanaan yang antara lain menyentuh soal penodaan atau penghinaan agama. []
LAPORAN TAHUNAN KEHIDUPAN KEAGAMAAN DI INDONESIA TAHUN 2015
77
78
LAPORAN TAHUNAN KEHIDUPAN KEAGAMAAN DI INDONESIA TAHUN 2015
6
Penutup
S
epanjang tahun 2015 di Indonesia terjadi berbagai peristiwa keagamaan yang sangat dinamis. Sebagiannya merupakan kasus keagamaan yang merupakan sisa-sisa atau lanjutan dari tahun 2014, dan sebagian lainnya merupakan kasus unik di tahun 2015. Secara umum, dinamika keagamaan berjalan normal, berkelindan dan terselip diantara sisa-sisa kesibukan pesta politik 2014. Dalam hal paham dan gerakan keagamaan, kekhawatiran global dan lokal dari efek rambat ideologi ISIS masih membayangi. Aktivitas radikalisme dan upaya deradikalisasi ditingkatkan seiring adanya gejala dukungan dari dalam negeri ataupun ancaman keamanan. Dari sisi keamanan dilakukan oleh aparat TNI/Polri serta BNPT, sedangkan dari sisi sosiokultural dan paham keagamaan dilakukan secara sinergis oleh tokoh agama dan Kementerian Agama. Sementara itu, meruyaknya aliran-aliran bermasalah, baik berupa reformulasi atau transformasi aliran lama, atau kreativitas baru, masih ada dan menantang ketahanan umat beragama. Resistensi dan gesekan antarpaham juga terjadi.
LAPORAN TAHUNAN KEHIDUPAN KEAGAMAAN DI INDONESIA TAHUN 2015
79
Namun upaya meresponi dan menanganinya tak kalah massif. Penguatan dan pembinaan akidah umat, pengembangan paham inklusif, semisal Islam Nusantara, serta penanganan aliran bermasalah dengan persuasi, menjadi usaha banyak pihak mengerem paham dan gerakan abnormal itu. Sementara, lembaga-lembaga keagamaan memperkuat kapasitas kelembagaannya dengan reorganisasi, reorientasi, dan berbagai aktivitas pencerdasan umat. Dalam hal pelayanan agama, angka perceraian dan bahkan cerai gugat menjadi fenomena. Penguatan lembaga keluarga dengan berbagai pembinaan pranikah, selama berkeluarga, dan mediasi ketika ada persoalan, dilakukan. Upaya-upaya perbaikan pelayanan pernikahan pun dilakukan; evaluasi pelaksanaan pernikahan, pengangkatan tenaga P3N di daerah khusus, hingga penanganan bagi praktik-praktik menyimpang: nikah online juga nikah sesama jenis. Haji dan umroh terus melakukan perbaikan kualitas. Ada “Gerakan Lima Pasti Umroh”, misalnya, selain penindakan atas travel nakal. Zakat dan wakaf terus pula meningkatkan optimalisasinya. Sertifikasi halal yang diuji dengan suatu kasus, kian menegaskan pentingnya hal ini diindahkan para industri makanan dan restoran. Festival kitab suci, sebagai upaya penghayatan dan kompetisi positif, juga dilakukan semua kalangan agama. Ada MTQ, MHQ, Festival Bhagavad Gita, Pesparawi, meriah diselenggarakan umat beragama. Kemeriahan mengagungkan kitab suci.
kerukunan dan toleransi, namun gambar besar kondisi Indonesia sesungguhnya masih baik. Bahkan komparasi dengan negara lain, tak jarang Indonesia dijadikan rujukan atau bahkan laboratorium kerukunan. Kasus demi kasus yang terjadi terus ditangani secara lebih terkoordinasi, dan terrencana dalam Rencana Aksi Nasional, misalnya. Senyampang usaha itu, usaha pengembangan toleransi dan budaya damai tak bosan-bosannya digemakan. Pendekatan sosiokultural juga penyiapan piranti regulasi. Dus, kondisi kehidupan beragama yang baik dan semakin baik ini perlu terus dilanjutkan dengan usaha sadar dan kewaspadaan bersama akan berbagai tantangan yang siap menghadang. Tantangan MEA, misalnya, meski tekanannya pada soal ekonomi, tetapi tentu membawa serta unsur sosial dan keagamaan. Demikian halnya, perkembangan teknologi informasi, selain memberikan berbagai kemudahan juga mengandung tantangan yang tidak sedikit bagi pemeliharaan kerukunan. Penyebaran suatu hoax bernuansa agama secara viral di media sosial, misalnya, dapat dengan mudah menghapus begitu saja usahausaha membangun kerukunan yang tak mudah dan murah. Karenanya, perlu usaha bersama. Sinergi semua pihak akan meringankan berbagai langkah dan mempertegas tercapainya cita-cita. Mari! []
Dalam isu hubungan antarumat beragama, data empirik kualitatif dan kuantitatif, seakan membantah tuduhan dan stigma “Indonesia intoleran.” Meski tak dipungkiri masih ada kasus-kasus keagamaan sebagai tantangan
80
LAPORAN TAHUNAN KEHIDUPAN KEAGAMAAN DI INDONESIA TAHUN 2015
Puslitbang Kehidupan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI Judul-judul penelitian yang pernah dilakukan:
Tahun 2009 1. Kajian tentang Perubahan Paradigma Keagamaan di Indonesia 2. Penelitian Kasus-Kasus Faham/Aliran Keagamaan Aktual di Indonesia 3. Penelitian Pelaksanaan Hukum Waris di Kalangan Umat Islam di Indonesia 4. Penelitian Pandangan Masyarakat terhadap Tindak Kekerasan Atas Nama Agama 5. Penelitian Tingkat Toleransi di Kalangan Mahasiswa Berbeda Agama pada Perguruan Tinggi 6. Penelitian tentang Peta Kehidupan Keagamaan di Indonesia (Peta Keagamaan Jawa Barat) 7. Penelitian Peranan FKUB dalam Pelaksanaan Pasal 8,9 dan 10 PBM No. 9 dan Tahun 2006 8. Penelitian Kompetitif Kehidupan Keagamaan 2009
Tahun 2010 1. Penelitian Perkembangan Paham Keagamaan Transnasional di Indonesia 2. Penelitian tentang Perkembangan Paham Keagamaan Lokal di Indonesia 3. Penelitian tentang Kasus-Kasus Keagamaan Aktual 4. Penelitian tentang Efektifitas Bantuan Dana Keagamaan Departemen Agama di Berbagai Daerah 5. Penelitian tentang Peran Lembaga Keagamaan Dalam Pembinaan Keluarga Harmoni (Sakinah/Bahagia) 6. Penelitian Kompetitif Kehidupan Keagamaan 2010 7. Penelitian tentang Pendirian Rumah Ibadah di Berbagai Daerah (Studi Kasus PBM No. 9 dan 8 Tahun 2006) 8. Penelitian tentang Pengaruh Budaya dan Peran Pemerintah terhadap Kerjasama Antarumat Beragama di Indonesia 9. Penelitian tentang Peta/Potret Kerukunan Umat Beragama di Indonesia (Jawa Timur)
Tahun 2011 1. Studi Pandangan Tokoh Agama terhadap Eksklusivitas Keberagamaan di Berbagai Komunitas Umat Beragama 2. Penelitian Kasus-Kasus Kehidupan Keagamaan Aktual 3. Penelitian Dinamika Gerakan Keagamaan Lokal di Indonesia 4. Penelitian Kepuasan Jamaah Haji terhadap Penyelenggaraan Ibadah Haji di Indonesia dan Arab Saudi 2011 5. Penelitian Peran Lembaga Pengelola Dana dan Aset Sosial Keagamaan dalam Pemberdayaan Umat Beragama 6. Penelitian Perilaku Umat Islam dalam Mengkonsumsi Produk Halal 7. Penelitian tentang Kerukunan Umat Beragama (Studi tentang Gerakan Dakwah di Kalangan Umat Islam) 8. Penelitian tentang Hubungan Umat Beragama (Studi Kasus Penutupan Rumah Ibadat) 9. Peta Kerukunan Umat Beragama di Provinsi Lampung 10. Penelitian Kompetitif Kehidupan Keagamaan 2011 11. Studi Pandangan Tokoh Agama terhadap Eksklusivitas Keberagamaan di Berbagai Komunitas Umat Beragama 12. Penelitian Kasus-Kasus Kehidupan Keagamaan Aktual
LAPORAN TAHUNAN KEHIDUPAN KEAGAMAAN DI INDONESIA TAHUN 2015
81
Tahun 2012 1. Respon Pemuka Agama terhadap Kebijakan Pemerintah di Bidang Agama 2. Penelitian Pelaksanaan UU Perkawinan 3. Penelitian Efektifitas Metode Pengawasan Fungsional bagi Peningkatan Kinerja Aparatur Kementerian Agama 4. Penelitian Peran Pemerintah Daerah dan Kementerian Agama dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama 5. Studi Model-Model Resolusi Konflik Etrnorelijius pada berbagai Daerah di Indonesia 6. Penelitian Kasus-Kasus Kehidupan Keagamaan Aktual (15 Kasus) 7. Penelitian tentang Wawasan Kebangsaan Kelompok Radikal Keagamaan 8. Survei Nasional Kerukunan Umat Beragama di Indonesia 9. Penelitian Kompetitif Kehidupan Keagamaan 2012
Tahun 2013 1. Penelitian Pemberdayaan Penyuluh dalam Peningkatan Pelayanan Keagamaan 2. Penelitian Indeks Biaya Pencatatan Nikah di Kantor Urusan Agama (KUA) 3. Efektifitas Kinerja Kelompok Bimbingan Haji dalam Memberikan Pelayanan dan Bimbingan terhadap Jamaah Haji 4. Penelitian Perkembangan Aliran, Faham dan Gerakan Keagamaan “Penelitian tentang Aliran-Aliran Keagamaan” 5. Penistaan Agama dalam Perspektif Para Pemuka Agama Pusat dan Daerah 6. Dinamika Agama Lokal di Indonesia 7. Penelitian Dinamika Hubungan Antar Umat Beragama “Penanganan Konflik Keagamaan di Berbagai Komunitas” 8. Penyiaran Agama dan Kerukunan Umat Beragama 9. Peran Kelompok-Kelompok Keagamaan dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama 10. Penelitian Kasus-Kasus Aktual Kehidupan Keagamaan di Indonesia a. Pelayanan Pencatatan Perkawinan Kantor Urusan Agama (KUA) di Kota Surabaya, Jawa Timur b. Pelayanan KUA: Studi Kasus KUA di Kota Malang Pasca Deklarasi FKK-KUA se-Jawa Timur c. Pelayanan KUA terhadap Pencatatan Perkawinan di Kota Kediri, Pasca Deklarasi FKK-KUA Jawa Timur d. Penyiaran Agama di Kota Denpasar Provinsi Bali: Studi Kasus Dugaan Konversi Agama e. Komunikasi dan Mediasi dalam Pembangunan Gereja Obor Banten Tangerang Selatan f. Penghentian Aktivitas Jamaat Ahmadiyah Oleh Pemkot Bekasi di Masjid Al-Misbah Pondok Gede, Kota Bekasi g. Hate Speech Atas Dasar Agama di Indonesia (Sebuah Kajian Pendahuluan) h. Infiltrasi Ajaran Agama: Studi Kasus Penyiaran Agama Kristen terhadap Masyarakat Islam di Kampung Lio i. Kasus Penyiaran Rumah Ibadat di Provinsi Jambi j. Pembangunan dan Penolakan Masjid Al Munawar, Sumatera Utara k. Perusakan Pesantren Al Idrisiyah di Cisayong Tasikmalaya, Jawa Barat l. Peran Kemenag Kab. Tasikmalaya dalam Menangani Konflik Ahmadiyah m. Kronologis HKBP Desa Taman Sari Kecamatan Setu, Kab. Bekasi, Jawa Barat n. Mengurai Akar Permasalahan Konflik di Puger, Kabupaten Jember, Jawa Timur o. Studi Kasus Tindakan Diskriminasi Agama di Provinsi Sumatera Utara p. Studi Kasus Upacara Bebaritan Dalam Tradisi Buhun di Kranggan, Jatisampurna Kota Bekasi, Jawa Barat q. Penandatanganan Deklarasi Damai (Studi Kasus Pengikut Tajul Muluk) di Sampang Provinsi Jawa Timur r. Kelompok Keagamaan Radikal: Studi Kasus Gerakan Pagar Aqidah (Gardah) di Kota Cirebon, Jawa Barat s. Pembakaran Pondok Pesantren Aluwung Bumi Arum Bedowo, Desa Jetak, Kec. Sidoarjo, Sragen, Jawa Tengah t. Aliran-Aliran Keagamaan dalam Agama Kristen: Studi Kasus JKI Jemaat The Rock di Kecamatan Pamulang
Tahun 2014 1. Penelitian tentang Pelayanan Keagamaan “Pelayanan Keagamaan bagi Masyarakat Perbatasan” 2. Penelitian tentang Aliran/Paham “Aliran/Denominasi dalam Agama Kristen” 3. Penelitian tentang “Pandangan Masyarakat terhadap Penyusunan RUU Perlindungan dan Kebebasan Beragama” 4. Penelitian Model-Model Pemberdayaan Rumah Ibadat di Indonesia
82
LAPORAN TAHUNAN KEHIDUPAN KEAGAMAAN DI INDONESIA TAHUN 2015
5. Penelitian Eksistensi Agama Shikh, Baha’i, dan Tao di Indonesia 6. Penelitian Indeks Kesalehan Sosial Masyarakat di Indonesia 7. Survei Efektivitas FKUB dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama 8. Penelitian Kasus-Kasus Aktual Kehidupan Keagamaan di Indonesia a. Kasus Peristiwa Kerusuhan Sosial di Kecamatan Ngaglik, Kabupaten Sleman b. Kasus Kekerasan Atas Perusakan Segel Rumah Ibadat di Pangukan Kab. Sleman Yogyakarta c. Kasus Penutupan Ruko dan Rumah Tinggal Digunakan Sebagai Tempat Ibadat Kristiani di Cianjur Jawa Barat d. Kasus Penolakan Pembangunan Gereja Bethel Indonesia (GBI) di Komplek Perumahan Araya Kota Malang e. Kasus Gereja Santo Ignatius di Kabupaten Rokan Hulu, Provinsi Riau f. Studi Kemungkinan Adanya Penistaan Agama Islam dan Dugaan Kristenisasi di Sentul, Kab. Bogor g. Eksistensi Agama Yahudi/Yudaisme di Kota Manado h. Respon Pemuka Agama Terhadap Pelarangan Simbol Agama Islam di Kota Denpasar Bali i. Menangkis ISIS, Menebar Syiar: Dinamika Penolakan Gerakan ISIS di Ciputat, Kota Tangerang Selatan j. Ajaran Kaharuddin di Yayasan Almagfurullah Kabupaten Cirebon
Tahun 2015 1. Penelitian Pelaksanaan Bimbingan Manasik Tahun 2015 2. Penelitian Trend Cerai Gugat dikalangan Masyarakat Muslim (Konteks Keluarga Sakinah) 3. Penelitian Eksistensi Laz Pasca Judicial Review UU Zakat No. 23 Tahun 2011 4. Penelitian Aktualisasi Nilai-Nilai Agama dalam Pencegahan Tindakan Koruptif 5. Penelitian Aktualisasi Nilai-Nilai Agama Dalam Memperkuat NKRI 6. Penelitian Keberagamaan Umat Buddha(Etnis, Sekte Dan Majelis) 7. Penelitian Motivasi Menjadi Rohaniawan/Wati Dan Pengaruhnya Terhadap Kerukunan Umat Beragama 8. Survey Kerukunan Umat Beragama 9. Penelitian Relasi Antarumat Beragama di Berbagai Daerah (Seluruh Agama) 10. Penelitian Toleransi Beragama di Daerah-Daerah Rawan Konflik 11. Penelitian Persepsi Masyarakat terhadap Perlindungan Umat Beragama Oleh Pemerintah 12. Kasus-kasus Aktual Kehidupan Keagamaan, meliputi: a. Aliran Isa Bugis di Parung Jawa Barat b. Kajian Tentang Islam Syariat dan Islam Makrifat di Hatuhaha Kec. Haruku Maluku Tengah c. Aliran Bermasalah Bunda di Bekasi d. Heboh Gafatar di Tanah Rencong e. Konflik STAI Ali Bin Abi Thalib dengan Komunitas Masyarakat Sekitar di Surabaya f. Kasus Ahmadiyah di Manislor Kuningan g. Insiden Tolikara Papua h. Kasus Spanduk Pelarangan Masjid di Manokwari Papua i. Kasus Pembakaran Gereja di Singkil j. Penutupan Kegiatan Ponpes Nuur Ulum Kemiling Bandar Lampung k. Konversi Agama Dari Islam Ke Buddha di Wonosobo l. Relasi Islam dan Kristen di Cirebon
LAPORAN TAHUNAN KEHIDUPAN KEAGAMAAN DI INDONESIA TAHUN 2015
83
84
LAPORAN TAHUNAN KEHIDUPAN KEAGAMAAN DI INDONESIA TAHUN 2015
Laporan Tahunan
Kehidupan Keagamaan di Indonesia Tahun 2015
Puslitbang Kehidupan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI 2016 LAPORAN TAHUNAN KEHIDUPAN KEAGAMAAN DI INDONESIA TAHUN 2015
1
BAHAN PRE-LAUNCHING, 15 DESEMBER 2014