KEHENDAK MUTLAK TUHAN DAN KEADILANNYA Analisa Perbandingan Antar Aliran Oleh: Zainal Arifin Purba Dosen Fakultas Syariah dan Ilmu Hukum IAIN Padangsidimpuan Abstract Actually in Islam there are more than one theology concepts. They are liberal concept, traditional concept, and liberal-traditional concept. The arising of these theology concepts satrted from a discussion about big sin subject which spread to other topics arranged by Harun Nasution into seven main topics in Islamic theology, namely: 1. mind and revalation, 2. human freedom, 3. power and God absolute will, 4.God justice, 5. God characteristic, 6. His decision, 7. And faith concept. Furthermore, traditional people is more suitable with traditional theology, while liberal people will be match with liberal theology. The difference of the theology concept caused by different understanding about mind power and revalation function. Kata Kunci: Kehendak Mutlak, Perbandingan Antar Aliran aliran-aliran teologi liberal.3 Terjadinya kedua
A. Pendahuluan Dalam Islam sebenarnya terdapat lebih dari
model aliran tersebut akibat dari perbedaan paham
satu aliran teologi. Ada aliran yang bersifat liberal
mereka tentang kekuatan akal dan fungsi wahyu.4
ada yang bersifat tradisional, dan ada pula yang
Dari sinilah kemudian muncul perbedaan antar
mempunyai sifat antara liberal dan tradisional.
1
aliran kehendak mutlak dan keadilan Tuhan.
Munculnya aliran-aliran teologi tersebut bermula
Bagaimanakah
sebenarnya
pandangan
dari timbulnya perbincangan tentang pelaku dosa
aliran-aliran teologi Islam yang beragam tentang
besar, yang kemudian meluas kepada teme-tema
kehendak
pokok lainnya yang telah disistematisasikan oleh
bagaimana perbandingan anatara aliran pada hal
Harun Nasution kepada tujuh tema pokok dalam
tersebut? Penulis dalam hal ini akan membahas
teologi Islam, meliputi; 1. akal dan wahyu, 2.
tema pokok tersebut dalam pandangan aliran
kebebsan manusia, 3. kekuasaan dan kehendak
Mu’tazilah sebagai aliran liberal dan aliran
mutlak Tuhan, 4. keadilan Tuhan, 5. sifat Tuhan, 6.
Asy’ariyah sebagai aliran tradisional dan aliran
perbuatan-Nya, 7. Konsep iman.2
Maturidiyah sebagai aliran diantara keduanya, serta
mutlak
dan
keadilan
Tuhan
dan
menganalisa perbandingan antar aliran-aliran di
Selanjutnya, bagi orang yang bersifat tradisional mungkin lebih sesuai dengan jiwanya
atas dalam tema pokok tersebut.
teologi tradisionil, sedangkan orang yang bersifat
Kehendak Mutlak Tuhan (Perbandingan Antar
liberal dalam pemikirannya lebih dapat menerima
Aliran)
1 Harun Nasution, Teologi Islam (Jakarta: UI Press, 1986) cet. V, hlm. X 2 Ibid., hlm. iii
3
Ibid., hlm. X Ibid., hlm. 118
4
84
Kehendak Mutlak Tuhan .....Zainal Arifin Purba | 85 Aliran Mu’tazilah dikenal sebagai aliran yang paling keras berpendapat bahwa kekuasaan
(sunnatullah) yang tidak mengalami perubahan. Alqur’an mengatakan :11
لن تحد لسنة هللا تبديال
dan kehendak mutlak Tuhan tidak bersifat absolute. Hal
ini
karena
perbuatan
manusia
menurut
diciptakan
Tuhan,
Asy’ariyah mempertahankan kehendak mutlak
manusia
dengan
Tuhan. Tuhan bagi mereka adalah Maha Pemilik
Dengan daya itulah manusia
(al-Malik) yang bersifat absolute dan dapat berbuat
pandangan
mereka
melainkan
diwujudkan 5
dayanya sendiri.
bukan oleh
6
Berbeda
dengan
Mu’tazilah
aliran
bebas menentukan pilihan dalam berbuat, misalnya
apa
berbuat baik atau jahat, patuh dan inkar kepada
seorangpun yang dapat mencela perbuatan-Nya.12
Tuhan semuanya atas kehendak manusia dengan
Oleh karena itu boleh saja Tuhan melarang apa
daya yang ada dalam dirinya.
7
saja
yang
dikehendaki-Nya
serta
tidak
yang diperintah-Nyadan memerintahkan apa yang
Konsekwensi logis dari kebebasan yang
telah dilarang-Nya.13
diberikan Tuhan kepada manusia tersebut, Tuhan
Dari sini terlihat kedudukan manusia dalam
harus bersifat adil. Hal ini berarti Tuhan tidak
pandangan mereka adalah muhkluk yang lemah dan
8
mampu berbuat zhalim kepada manusia. Tuhan
tidak mempunyai daya apa-apa bila berhadapan
berkewajiban melakukan yang baik dan terbaik
dengan kehendak mutlak Tuhan. Segala tindak-
9
untuk hamba-Nya (al-Shalah wa al-Ashlah).
tanduk manusia dalam mengatur kehidupan dan
Dari uraian di atas diketahui bahwa
perbuatannya semata-mata ditentukan oleh Tuhan.
kehendak mutlak Tuhan telah dibatasi oleh
Bila Tuhan menghendaki manusia baik maka
keadilan-Nya.
lagiberbuat
baiklah manusia tersebut begitu pula sebaliknya.14
sekehendak-Nya, karena Dia telah terikat pada
selain itu Tuhan dapat saja meletakkan beban yang
norma-norma keadilan yang kalau dilanggar,
tak terpikul pada diri manusia.15 Tuhan dalam
membuat-Nya bersifat tidak adil bahkan zhalim.10
pandangan kalangan Asy’ariyah juga dapat saja
Sifat-sifat ini tidak dapat diberikan kepada Tuhan.
mewahyukan bila berdusta itu baik, maka berdusta
Tuhan
tidak
bisa
Selain itu, kehendak mutlak Tuhan dibatasi oleh 11
kewajiban-kewajiban Tuhan terhadap manusia yang menurut paham Mu’tazilah memang ada, seperti mengutus Rasul. Lebih lanjut lagi kehendak mutlak Tuhan
itu dibatasi
oleh atau
hukum alam
5 ’Abd al-Jabbar Ibn Ahmad, Syarh al-Usul al-Khamsah (Kairo; Maktabah Wahbah, 1965), Ed., ‘Abd al-Karim ‘Usman, hlm. 323 6 Ibid., hlm. 367 7 Muhammad Ibn ‘Abd al-Karim al-Syahrastani, alMihal wa al-Nihal (Beirut; Daar al-Fikr, t.t ), hlm. 54 8 Ibid., hlm. 81 9 Harun Nasution, op.cit., hlm. 48 10 Ibid., hlm. 119
Alqur’an, Surah al-Ahzab ayat 62. (“Tidak akan engakau jumpai perubahan pada Sunnah Allah”) 12 Muhammad Abduh, Hasyiyah ‘ala al-‘Aqa’id al‘Adudiya (Kairo; ‘Isa al-Babi al-Halabi, 1958), hlm. 546. Lihat juga, Muhammad Qasim, Dirasat Fi al-Falsafah al-Islamiyah (Mesir; t.p, 1973), hlm. 168 13 Abu Mansur al-Baghdadi, Kitab Usul al-Din (Constantinople; Madrasah al-Ilahiyat, 1928), cet. I, hlm. 213 14 Lebih tegas ia mengatakan ; كما انه قادر على ان.انه قادر على ان يفعل بهم لطفا لوفعله بهم المنوا اجمعون يفعل بهم امرا لوفعله بهم لكفروا كلهم “Tuhan berkuasa mutlak terhadap hamba-Nya dengan kasih saying-Nya, Ia dapat saja menjadikan orang-orang kafir menjadi mukmin sebagaimana Ia juga dapat menjadikan orang mukmin menjadi kafir semuanya”. Abu al-Hasan ‘Ali Ibn Isma’il al-Asy’ari, al-Ibanah ‘an Usul al-Diyanah (Madinah; Markaz Syu’un al-Da’wah, 1410 H), hlm. 168 15 al-Syahrastani, op.cit., hlm. 135. Lihat juga, Muhammad al-Ghazali, al-Iqtisad Fi al-I’tiqad (Angkasa; Universitas, 1962), hlm. 160
86 | Vol. 2 No. 1 Januari 2016 mestilah baik bukan buruk.16 Hal ini karena di atas
penciptaan daya dan diri manusia dam pemakaian
Tuhan tidak ada suatu zat lain yang dapat membuat
daya itu sendiri merupakan perbuatan manusia.
hukum dan dapat menentukan apa yang boleh
Daya diciptakan bersama-sama dengan perbuatan
dibuat dan apa yang tidak boleh dibuat Tuhan.
()مع الفعل,18 bukan sebelum perbuatan manusia
Tuhan tidak tunduk kapada siapapun dan apapun.
dalam arti sebenarnya dan bukan dalam arti kiasan.
Akhirnya, bagi kaum Asy’ariyah Tuhan
Dalam pada itu, Maturidiyah Bukhoro yang
tidak terikat kepada apapun, tidak terikat kepada
lebih dekat dengan aliran Asy’ariyah berpendapat
janji-janji, apalagi kepada norma-norma keadilan.
bahwa Tuhan mempunyai kekuasaan mutlak.
Tuhan juga tidak mempunyai kewajiban-kewajiban
Bazdawi menegaskan bahwa
terhadap manusia sebagaimana aliran Mu’tazilah
berbuat apa saja yang dikehendaki-Nya dan
yang
menentukan segala jalannya menurut kehendak-
mengakibatkan
Tuhan
terikat
dengan
Nya. Tidak ada yang dapat menentang atau
kewajiban-kewajiban tersebut. Meskipun
tidak
Tuhan mungkin
seliberal
Mu’tazilah,
memaksa Tuhan dan tidak ada larangan-larangan
Maturidiyah golongan Samarkand juga berpendapat
terhadap Tuhan.19 Oleh karena itu dapat saja Tuhan
bahwa kekuasaan Tuhan tidak absolute. Namun
membebankan sesuatu kepada manusia diluar
mereka tidak sekeras kaum Mu’tazilah dalam
kemampuannya (taklif ma la yutaq).20
Menurut
Meskipun asumsi Maturidiyah Bukhoro
Tuhan
tentang Tuhan berbuat apa saja yang dikehendaki-
terhadap kekuasaan-Nya dibatasi oleh Tuhan dan
Nya, sama dengan Asy’ariyah namun kedua aliran
dengan kehendak-Nya sendiri. Tuhan terbatas
ini mempunyai perbedaan yang paling esensal
karena; pertama, manusia memiliki kemerdekaan
tentang perbuatan manusia sebagai akibat langsung
dalam berkehendak dan berbuat. Kedua, adanya
dari asumsi di atas. Asy’ariyah berpendapat bahwa
hukuman Tuhan mesti terjadi.17
pembuat perbuatan manusia adalah Tuhan, sedang
membatasi Maturidiyah
kehendak
mutlak-Nya.
Samarkand
keterbatasan
Melihat argumentasi Maturidiyah di atas timbul
pertanyaan,
apa
yang
menjadi
titik
manusia hanya merupakan alat untuk memunculkan perbuatan
Tuhan.
Lain
halnya
Maturidiyah
perbedaan pemahamannya dengan Mu’tazilah?
Bukhoro yang berpendapat bahwa benar perbuatan
Perbedaan pemahaman tersebut antara lain bertitik
manusia diciptakan Tuhan namun manusialah yang
letak pada perbuatan manusia. Kalau Mu’tazilah
mewujudnyatakannya dalam bentuk perbuatan
berpendapat perbuatan manusia sepenuhnya terjadi
bukan Tuhan.21
karena kehendak dan kemauan manusia itu sendiri, sedangkan
menurut
Maturidiyah
Samarkand,
Beranjak dari perbedaan ini dapatlah dikatakan bahwa paham Maturidiyah Bokhoro
perbuatan manusia adalah ciptaan Tuhan. Dalam 18
hubungan ini mereka menyebutkan adanya dua perbuatan,
perbuatan
Tuhan
dan
perbuatan
manusia. Perbuatan Tuhan mengambil bentuk 16
Harun Nasution., hlm. 119 Ibid., hlm. 122
17
Ibid., hlm. 112 Abu al-Yusr Muhammad Ibn ‘Abd al-Karim albazdawi, Kitab Usul al-Din (Kairo; ‘Isa al-Babi al-Halabi, 1963), Ed. Hans Peter Linss, hlm. 130 20 Ibid., hlm. 125 21 Ibid., hlm. 106. Pernyataan tersebut tertulis dalam teks aslinya ; فالبد من ان نضيف االيجاد الى هللا تعالى والفعل الى العبه 19
Kehendak Mutlak Tuhan .....Zainal Arifin Purba | 87 tentang kehendak mutlak Tuhan tidak semutlak
sebab itu manusia harus diberi kebebasan dalam
paham Asy’ariyah.
menempatkannya,
mengingat
kebebasan
bagi
manusia adalah sesuatu yang tidak terhingga B. Keadilan Aliran)
Tuhan
(Perbandingan
Antar
nilainya dan kebebasan yang diberikan Tuhan juga sebagai dasar pertanggungjawaban manusia kelak
Aliran yang paling keras mempertahankan
atas apa yang telah ia perbuat selama di dunia. Dari
keadilan Tuhan adalah Mu’tazilah dan merasa
sini terlihatlah keadilan Tuhan. Tuhan akan
bangga dinamai “ahl al-Adl”.22 Keadilan Tuhan
memasukkan manusia ke surga karena memang hal
menurut mereka dikaitkan dengan pemenuhan hak-
itu telah ia pilih melalui perbuatan-perbuatan yang
hak hamba dan kebijakan Tuhan dalam berbuat.
dilakukannya selama di dunia dan sebaliknya Dia
Artinya, Tuhan memberikan hak-hak kepada
akan memasukkan manusia ke neraka karena
hamba-Nya sebagaimana mestinya, dan segenap
pilihannya juga selama di dunia. Asy’ariyah menolak keras paham keadilan
perbuatan-Nya adalah baik, serta tidak lalai dari Yang
yang ditawarkan oleh Mu’tazilah. Penolakannya ini
dimaksud segenap perbuatan-Nya baik ialah baik
berdasar pada paham kemutlakan kekuasaan Tuhan
menurut sifat kebijaksanaan-Nya.24 Oleh karena itu,
yang dianut oleh kaum Asy’ariyah. Sebagai telah
Tuhan tidak mungkin berdusta dalam janji-Nya,
dikemukakan terdahulu, Tuhan dalam pandangan
tidak zhalim dalam memberikan hukuman, tidak
mereka dapat berbuat sekehendak-Nya, tanpa
menyiksa anak-anak orang musyrik lantaran dosa
terikat oleh sesuatu norma atau aturan. Dengan
orang tuanya, dan tidak membebani hamba-Nya
demikian jika Tuhan memasukkan segenap orang
kewajiban yang tidak dapat dipikul olehnya.25
mukmin ke dalam neraka dan memasukkan orang
kewajiban-Nya
kepada
hamba-Nya.
23
Paham keadilan Tuhan aliran ini banyak
kafir ke surge, tidaklah berarti Tuhan bersifat
tergantung pada paham kebebasan manusia dan
zhalim. Zhalim sendiri menurut al-Ghazali ialah
paham kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan. Hal
apabila seseorang melanggar hak orang lain, atau
ini terjadi karena kepercayaan mereka yang besar
jika ia melanggar perintah, hal yang demikian itu
pada
tidak berlaku pada hak Tuhan.28
kekuatan
akal
dan
kemerdekaan
serta
gilirannya
Sekiranyapun Tuhan melakukan hal di
bertendensi dalam meninjau wujud kebebasan
atas, Tuhan tidak berbuat salah. Tuhan tetap masih
manusia
kepentingan
bersifat adil.29 Adapun upah yang diberikan Tuhan
manusia.26Menurutnya juga semua mahkluk lainnya
hanyalah merupakan rahmat dan hukuman tetap
diciptakan Tuhan untukkepentingan manusia,27 oleh
merupakan keadilan Tuhan.30 Hal ini karena
kebebasan
manusia
dari
sudut
yang
rasio
pada
dan
keadilan mereka artikan ‘menempatkan sesuatu 22
Ahmad Amin, Dhuha al-Islam (Mesir; Maktabah alNahdat, t.t), Juz III, hlm. 44 23 ’Abd al-Jabbar., op.cit., hlm. 132 فاذا قيل انه تعالى عدل فالمراد به انه افعاله كلها حسنة وانه اليفعل القبيح واليخل بما هو واجب عليه 24 ` Ibid. 25 Ibid., hlm. 133 26 Harun Nasution, op.cit., hlm. 123 27 ’Abd al-Jabbar., op.cit., hlm. 133
pada
tempat-tempat
28
yang
sebenarnya,
yaitu
Al-Ghazali, op.cit., hlm. 90 Al-Asy’ari, Kitab al-Luma’ (Beipouth; Imprimerie Catholoqiq, 1952), Ed. Richard J. Mc. Carthy S.J., hlm. 71 30 al-Syahrastani, op.cit., hlm. 168 29
88 | Vol. 2 No. 1 Januari 2016 mempunyai kekuasaan mutlak terhadap harta yang dimiliki pemiliknya’.
Dari gambaran di atas tampak bahwa
Sebaliknya ketidak-adilan
keadilan menurut Mu’tazilah tidak menghadapi
berarti menempatkan sesuatu tidak pada tempatnya,
dilemma, sedangkan kaum Asy’ariyah sebaliknya,
yaitu berkuasa mutlak terhadap hak milik orang
dihadapkan dengan persoalan yang sulit. Dikatakan
31
32
lain.
sulit karena mereka terjebak dengan pendapat Berpijak dari defenisi
yang mereka
mereka sendiri tentang perbuatan manusia yang
kemukakan di atas dapat kita simpulkan bahwa adil
pada hakekatnya menurut mereka adalah perbuatan
tidaknya perbuatan Tuhan terhadap manusia bukan
Tuhan. Apakah Tuhan tetap dikatakan adil/benar,
diukur dengan pandangan manusia, melainkan
jika ia memberikan hukuman kepada seseorang atas
berdasar
kejahatan yang dilakukannya yang pada hakekatnya
pada
pandangan-NYa.
Tuhan
tetap
dikatakan benar dan adil bila Dia memasukkan seluruh hamba-Nya ke dalam surge atau sebaliknya
bukan perbuatannya melainkan perbuatan Tuhan? Untuk mengatasi
dilemma
ini, aliran
ke dalam neraka. Benar, perbuatan salah dan tidak
Asy’ariyah merubah defenisi keadilan yang biasa
adil adalah perbuatan yang melanggar hukum,
dipakai, sehingga paham keadilan pada aliran ini
namun karena di atas Tuhan tidak ada undang-
sesuai dengan teorinya tentang al-Kasb dan tentang
undang/hukum,
kekuasaan serta kehendak mutlak Tuhan.36
33
perbuatan
Tuhan
tidak
bertentangan dengan hukum.34
Dalam masalah ini Maturidiyah golongan antara
Samarkand sependapat dengan Mu’tazilah yang
Mu’tazilah dan Asy’ariyah dalam soal keadilan
menganut paham free will dan free act serta adanya
Tuhan, maka sangat menarik jika kita melihat
batasan kekuasaan mutlak Tuhan. Keadilan Tuhan
gambaran yang diberikan Harun Nasution sebagai
menurut paham ini adalah pemenuhan kewajiban-
berikut ;
kewajiban
Melihat
pertentangan
paham
Tuhan
kepada
manusia
sekurang-
“Keadilan dalam paham kaum Asy’ariyah
kurangnya berupa kewajiban untuk menepati janji-
ialah keadilan Raja absolut, yang memberi hukum
Nya tentang pahala dan siksa.37 Ini tidak terlepas
menurut kehendak mutlak-Nya, tidak terikat pada
dari pendapat mereka tentang perbuatan manusia
suatu kekuasaan kecuali kekuasaannya sendiri.
yang terdiri dari dua perbuatan, perbuatan Tuhan
Keadilan paham kaum Mu’tazilah adalah keadilan,
dan perbuatan manusia yang dalam hal ini disebut
Raja konstitusional, yang kekuasaannya dibatasi
kasb,38 selanjutnya dengan kasb itulah manusia
oleh hukum, sungguhpun hukum itu buatannya
bebas memilih,39 dan dengannya juga adanya
sendiri. Ia mengeluarkan hukum sesuai dengan 36
hukum, bukan dengan kesewenang-wenanganNya”.35
31
Ibid., hlm. 58 Ibid., hlm. 167 33 Ibid. 34 Al-Asy’ari, al-Luma’, loc.cit. 35 Harun Nasution, op.cit., hlm. 127 32
Ibid. Harun Nasution, Ensiklopedi Islam di Indonesia (Jakarta; Departemen Agama RI, 1992), jilid II, hlm. 731 38 Teks tertulis sebagai berikut ; , اذ اليضاف الذى اضف الى هللا مطلقا,وكان فى وجود احد الوجهين تحقيق االخر ثبت ان حقيقة ذلك الفعل الذي هو للعباد من,مع ا ضافة اضداد الواقع عليه معانيها طريق الكسب Abu Mansur Muhammad Ibn Muhammad Ibn Mahmud alMaturidi al-Samarkand, Kitab al-Tauhid (Istambul Turki; Maktabah al-Islamiyah, t.t), ed. Fatahullah Khalif, hlm. 228 39 Ibid., hlm. 226. Lihat juga, Muhammad Abu Zahrah, Tarikh al-Mazahab al-Islamiyah (Jakarta; Logos Puslishing 37
Kehendak Mutlak Tuhan .....Zainal Arifin Purba | 89 pahala dan siksa. Karena manusia diberi kebebasan
jahat atas kehendak Tuhan namun perbuatan itu
memilih dalam perbuatannya dan dalam hal baik
menentang ridho-Nya dan akibat langsung dalam
dan buruk, maka Tuhan bersifat adil kalau
penentangan ini adalah Tuhan memberi hukuman
menyiksa orang yang berdosa dan member pahala
kepadanya dan ini bukan berarti Tuhan tidak adil,41
bagi orang yang berbuat kebajikan. Bahkan lebih
bahkan sebaliknya, Tuhan adil. Menurut Bazdawi, Tuhan tidak mungkin
tegas lagi, Tuhan tidak mungkin memberikan suatu diluar
melanggar janji-Nya untuk member upah kepada
kemampuannya,40 yang apabila dilakukan justru
orang yang berbuat baik tetapi Dia mingkin
menafikan keadilan-Nya.
membatalkan
beban
kepada
manusia
yang
berada
ancaman
untuk
memberikan
Dari uraian di atas sekilas terlihat adanya
hukuman-Nya kepada orang yang berbuat jahat.42
perbedaan antara Maturidiyah Samarkand dengan
Kedudukan orang yang melakukan dosa besar bagi
Mu’tazilah. Perbedaan initerjadi tidak lain karena
paham ini ditentukan oleh kehendak mutlak Tuhan.
tendensi
Jika
Samarkand
dalam
meninjau
wujud
Tuhan
berkehendak
member
ampunan
kepentingan manusia lebih kecil dari tendensi kaum
padanya, Tuhan tidak lagi memasukkannya ke
Mu’tazilah. Hal ini mungkin disebabkan oleh
neraka melainkan ke surge, sebaliknya jika Tuhan
kekuatan yang diberikan golongan Samarkand
berkehendak memasukkannya ke neraka maka Ia
kepada akal serta batasan yang mereka berikan
akan memasukkannya ke neraka baik itu sementara
kepada kekuasaan mutlak Tuhan, lebih kecil dari
atau selama-lamanya.43
yang diberikan kaum Mu’tazilah.
Ditambah lagi bahwa mungkin saja Tuhan
Dalam pada itu kaum Maturidiyah Bukhoro
memberikan ampunan kepada seseorang, dan tidak
lebih dekat ke Asy’ariyah, karena mereka juga
memberikannya kepada orang yang lain meskipun
menganut
kenyataannya pada dosa yang sama.44
paham
kekuasaan
mutlak
Tuhan,
walaupun mereka menolak kesewenangan Tuhan
Akhirnya keadilan Tuhan dalam pandangan Bukhoro dan Asy’ariyah terdapat perbedaan yang
dalam soal pemberian pahala. Pendapat Bazdawi tentang keadilan Tuhan
jelas. Bukhoro mengartikan keadilan sebagai
adalah kilas balik dari pendapatnya tentang
pemberian
kekuasaan dan kemutlakan Tuhan dan kebebasan
perbuatannya,
manusia
mewujudkan
mengartikan keadilan sebagai pemberian hak-hak
perbuatannya. Menurutnya manusia memang diberi
hamba. Hal ini dapat dipahami dari pendapat
kebebasan untuk memilih antara perbuatan baik dan
Bazdawi tentang keharusan Tuhan untuk memenuhi
buruk seperti yang telah diciptakan Tuhan. Hanya
janji-Nya (al-Wa’d) dalam memberikan pahala
sanya yang mendapat ridho Tuhan hanyalah yang
kepada hamba-Nya.
dalam
memilih
dan
hak-hak
hamba
sedangkan
sesuai asy’ariyah
dengan tidak
baik saja, sedang yang buruk tidak mendapat ridhoNya. Dengan kata lain, meskipun manusia berbuat
41
Al-Bazdawi, op.cit., hlm. 42 Ibid., hlm. 131 43 Ibid. 44 Ibid., hlm. 145 اليستحيل ان يغفر هللا تعالى لواحد ذنبا ال يغفرلغيره ذلك الذنب 42
House, 1996), terj. Abdul Rahman Dahlan dan Ahmad Qarib, hlm. 217. Dan HAR. Gibb and Kramess, Shorter Encylopedia Of Islam (Leiden; E.J. Brill, 1961), hlm. 363 40 Harun Nasution (Ed.), loc.cit.
90 | Vol. 2 No. 1 Januari 2016 C. Kesimpulan
Daftar Pustaka
Perbedaan paham antar aliran liberal (Mu’tazilah), tradisional (Asy’ariyah) dan antara keduanya
(Maturidiyah
Samarkand/Bukhoro)
tentang kehendak mutlak Tuhan dan keadilan-Nya tidak terlepas dari perbedaan mereka tentang fungsi akal dan wahyu dan berlanjut pada perbuatan manusia. Mu’tazilah berpendapat bahwa kehendak mutlak dan keadilan Tuhan tadi dibatasi oleh kebebasan manusia dan perbuatannya yang pada gilirannya Tuhan wajib berbuat yang baik dan terbaik bagi manusia (as-Shalah wa al-Ashlah). Asy’ariyah justru sebaliknya,
kekuasaan dan
kehendak mutlak Tuhan serta keadilan-Nya adalah diumpamakan seperti Raja yang absolut dalam arti memiliki
kemutlakan
penuh.
Sedangkan
Maturidiyah Samarkand hampir sama dengan Mu’tazilah hanya terbatas perbedaan tendensi saja, begitu juga Maturidiyah Bukhoro yang cenderung ke Asy’ariyah dalam pahamnya juga terdapat perbedaan sedikit yaitu keabsolutan Tuhan tidak semutlak pendapat Asy’ariyah. Setelah menganalisa perbandingan antar aliran di atas tampak bahwa sebenarnya semua aliran bertujuan mensucikan Tuhan, dan perbedaan itu terjadi karena masing-masing aliran memakai versinya sendiri.
Harun Nasution, Teologi Islam (Jakarta: UI Press, 1986) cet. V, hlm. X ’Abd al-Jabbar Ibn Ahmad, Syarh al-Usul alKhamsah (Kairo; Maktabah Wahbah, 1965), Ed., ‘Abd al-Karim ‘Usman, Muhammad Ibn ‘Abd al-Karim al-Syahrastani, alMihal wa al-Nihal (Beirut; Daar al-Fikr, t.t), Alqur’an, Surah al-Ahzab ayat 62. (“Tidak akan engakau jumpai perubahan pada Sunnah Allah”) Muhammad Abduh, Hasyiyah ‘ala al-‘Aqa’id al‘Adudiya (Kairo; ‘Isa al-Babi al-Halabi, 1958), hlm. 546. Muhammad Qasim, Dirasat Fi al-Falsafah alIslamiyah (Mesir; t.p, 1973) Abu Mansur al-Baghdadi, Kitab Usul al-Din (Constantinople; Madrasah al-Ilahiyat, 1928), cet. I, Abu al-Hasan ‘Ali Ibn Isma’il al-Asy’ari, al-Ibanah ‘an Usul al-Diyanah (Madinah; Markaz Syu’un al-Da’wah, 1410 H) Muhammad al-Ghazali, al-Iqtisad Fi al-I’tiqad (Angkasa; Universitas, 1962) Abu al-Yusr Muhammad Ibn ‘Abd al-Karim albazdawi, Kitab Usul al-Din (Kairo; ‘Isa alBabi al-Halabi, 1963), Ed. Hans Peter Linss, Ahmad Amin, Dhuha al-Islam (Mesir; Maktabah al-Nahdat, t.t), Juz III, Al-Asy’ari, Kitab al-Luma’ (Beipouth; Imprimerie Catholoqiq, 1952), Ed. Richard J. Mc. Carthy Harun Nasution, Ensiklopedi Islam di Indonesia (Jakarta; Departemen Agama RI, 1992) Abu Mansur Muhammad Ibn Muhammad Ibn Mahmud al-Maturidi al-Samarkand, Kitab al-Tauhid (Istambul Turki; Maktabah alIslamiyah, t.t) Muhammad Abu Zahrah, Tarikh al-Mazahab alIslamiyah (Jakarta; Logos Puslishing House, 1996), terj. Abdul Rahman Dahlan dan Ahmad Qarib, HAR. Gibb and Kramess, Shorter Encylopedia Of Islam (Leiden; E.J. Brill, 1961)