PYTHAGORAS: Jurnal Pendidikan Matematika Volume 9 – Nomor 1, Juni 2014, (22-30) Available online at: http://journal.uny.ac.id/index.php/pythagoras
Keefektifan Pendekatan CTL dan PPM Pembelajaran Matematika Metode GTG Ditinjau Keaktifan dan Prestasi Siswa Nuryadi 1), Rusgianto Heri Santoso 2) 1 Universitas Mercu Buana Yogyakarta, Jl. Wates Km. 10 Yogyakarta 55753, Indonesia. Email:
[email protected] 2 Pendidikan Matematika, Universitas Negeri Yogyakarta, Jl. Colombo No. 1, Karangmalang, Yogyakarta 55281, Indonesia. Email:
[email protected] Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan keefektifan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) dan Pendekatan Pemecahan Masalah (PPM) menggunakan metode Group to Group (GG) pada pembelajaran matematika ditinjau dari keaktifan dan prestasi belajar siswa. Penelitian ini adalah penelitian eksprerimen semu dengan pretest-postest nonequivalent control group design. Penelitian ini menggunakan dua kelompok eksperimen. Populasi penelitian mencakup seluruh siswa kelas VIII MTs Negeri Godean yang terdiri dari empat kelas. Dari populasi yang ada diambil secara acak dua kelas yaitu VIII A dan VIII C sebagai sampel penelitian. Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah tes prestasi belajar dan lembar observasi aktivitas belajar siswa terhadap matematika. Hasil penelitian menunjukkkan bahwa penerapan Pendekatan CTL dan PPM menggunakan metode GG dalam pembelajaran matematika efektif ditinjau dari aktivitas dan prestasi belajar siswa dalam matematika Kata Kunci: aktivitas belajar siswa, pendekatan CTL dan pendekatan pemecahan masalah, metode group to group, prestasi belajar siswa
Effectiveness of CTL Approach and PPM with GTG Method on Mathematics Teaching in Terms of Learning Activeness and Achievement of the Students Abstract This research aims to describe the effectiveness of Contextual Teaching and Learning (CTL) Approach and Problem-Solving (PS) Approach with Group to Group (GG) method on mathematics teaching in terms of learning activeness and achievement of the students. This study used two experimental groups. The population includes all 8th grade students of MTs N Godean which consist of four classes. A sample of two classes, VIII A and VIII C was established randomly teaching. The instruments used to collect the data are a mathematics achievement test and questionnaire. The result of the research shows that the application of the CTL Approach and PS Approach with GG method on mathematics teaching is effective in terms of learning activeness and achievement in mathematics. Keywords: student learning activity, contextual teaching and learning approach and problem-solving approach, group to group method, students’ achievement.
Copyright © 2014, Pythagoras, ISSN: 1978-4538
Pythagoras, 9 (1), Juni 2014 - 23 Nuryadi, Rusgianto Heri Santoso PENDAHULUAN Matematika merupakan suatu pelajaran yang relatif sulit. Siswa mengalami kesulitan untuk memahami materi pelajaran matematika yang abstrak (Muijs & Reynolds, 2005, p.218). Kesulitan siswa mempelajari matematika juga disebabkan oleh sifatnya yang abstrak dan membutuhkan kemampuan berpikir logis serta terurut (Sousa, 2008, p.2). Sehingga sebuah konsekuensi logis jika sebagian besar siswa tidak cukup tertarik dan yakin mampu mempelajari matematika dengan baik. Menurut Van den HeuvelPanhuizen (2000, p.19), bila anak belajar matematika terpisah dari pengalaman mereka seharihari maka anak akan cepat lupa dan tidak dapat mengaplikasikan matematika. Berdasarkan hasil wawancara dari 140 siswa kelas VIII MTS N 1 Godean, diperoleh bahwa 98 siswa atau 70 % siswa masih beranggapan metematika adalah pelajaran yang sulit, kegiatannya hanya menghitung, dan menghafalkan rumus. Dari pengamatan langsung terhadap siswa dalam pembelajaran, terlihat bahwa siswa akhirnya kurang berpartisipasi aktif dalam belajar matematika. Berdasarkan hasil TIMSS 2011 (Mullis et al, 2012, p. 42), tingkat penguasaan pelajar di Indonesia pada mata pelajaran matematika matematika untuk kelas 8 masih rendah karena hanya memperoleh skor 386, dengan rata-rata skor internasional adalah 500. Skor tersebut menempatkan Indonesia pada peringkat ketiga terbawah. Jika dibandingkan dengan tahun 2007, Indonesia memperoleh skor 397, sehingga terjadi penurunan sebesar 11 poin. Jadi, prestasi belajar matematika untuk kelas 8 di Indonesia dalam kurun waktu 2007-2011 berdasarkan hasil TIMSS mengalami penurunan. Prestasi belajar matematika yang masih rendah berdasarkan survei TIMSS dan hasil observasi langsung sekolah saat pembelajaran mate-matika berlangsung, diduga terkait dengan ren-dahnya aktivitas belajar matematika. Menjadikan siswa aktif pada awal pembelajaran merupakan langkah pertama untuk menjadikan pembelajaran aktif ini efektif (Murni, 2010, p.3). Pentingnya aktivitas belajar siswa secara jelas juga termuat dalam Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 tentang standar isi. Salah satu tujuan mempelajari matematika di sekolah, seperti dijelaskan dalam standar isi, adalah agar siswa memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari
matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. Tujuan lain matematika yaitu memper-siapkan siswa agar dapat menggunakan matematika dan pola pikir matematika dalam kehidupan sehari-hari serta dalam mempelajari berbagai ilmu pengetahuan (Suherman, 2001, p. 56). Menurut Freudenthal (1973, p. 60) bahwa matematika merupakan sebuah aktivitas manusia. Melalui aktivitas yang membangun kerja kelompok dan dalam waktu singkat membuat mereka berpikir tentang materi pelajaran membuat proses pembelajaran berlangsung secara alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan transfer pengetahuan dari guru ke siswa. Oleh karena itu janganlah matematika itu disajikan untuk siswa sebagai sebuah ready-made product. Kondisi setiap siswa dalam suatu kelas sangat variatif. Dengan demikian maka diperlukan pendekatan pembelajaran yang bervariasi juga. Setiap pendekatan pembelajaran memberikan kesempatan kepada setiap anak untuk membangun pengetahuannya dan mengembangkan keterampilannya Kennedy (2008, p.105). Penerapan pendekatan pembelajaran matematika Contextual Teaching and Learning (CTL) dan pemecahan masalah dapat dijadikan salah satu upaya dalam menuntun peserta didik untuk bisa meningkatkan motivasi dan prestasi belajar khususnya dalam pembelajaran matematika karena secara tidak langsung semua siswa dituntut untuk berpikir, sehingga mampu menyelesaikan masalah matematika dan mengaplikasikannya dengan kehidupan sehari-hari. Menurut Sanjaya (2009, p. 255) Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang menekankan pada proses yang melibatkan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka. Sedangkan pendekatan pemecahan masalah dalam pembelajaran matematika merupakan suatu cara untuk menyampaikan pelajaran dan sekaligus sebagai alat untuk berfikir bagi siswa dalam belajar matematika, sehingga pendekatan pemecahan masalah tidak dapat dipisahkan dari pembelajaran matematika. Hal ini sesuai dengan harapan NCTM (1989, p.12) yang menyatakan bahwa “ …problem solving should become the focus of mathematics in school”. Fokus dalam penyelenggaraan pembelajaran di sekolah adalah kemampuan siswa
Copyright © 2014, Pythagoras, ISSN: 1978-4538
Pythagoras, 9 (1), Juni 2014 - 24 Nuryadi, Rusgianto Heri Santoso dalam memecahkan masalah sehingga diharapkan siswa mampu memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Timbulnya pengaruh yang baik terhadap aktivitas siswa dan prestasi belajar siswa dalam setiap kegiatan pembelajaran merupakan tolak ukur berpikir bahwa proses pembelajaran telah dilaksanakan dengan baik. Oleh karena itu, metode group to group dengan menggunakan pende-katan Contextual Teaching and Learning (CTL) dan pendekatan pemecahan masalah dalam pe-nelitian ini akan lebih diefektifkan ditinjau dari keaktifan dan prestasi belajar siswa dalam pembelajaran matematika. Katz dan Smith (2006, p.82) mendefinisikan contextual teaching and learning sebagai konsep belajar mengajar yang membantu guru menghubungkan materi pelajaran yang diajarkan dengan dunia nyata siswa sehingga dapat membantu siswa menghubungkan pengetahuan yang dimiliki dengan aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari. Center for Occupational Research and Depelovement (1999, p.3) menyatakan bahwa terdapat lima komponen esensial dalam pembelajaran kontekstual yaitu Relating, Experiencing, Applying, Cooperating dan Transferring. Menurut Rusman (2010, p.193) ada tujuh prinsip pembelajaran CTL yang harus dikembangkan oleh guru yaitu contructivism, questioning, learn-ing community, modelling, refleksi, dan authentic assessment, Tahap terakhir dari pembelajaran kontekstual adalah melakukan penilaian. Penilaian sebagai bagian integral dari pembelajaran memiliki fungsi yang menentukan untuk mendapatkan informasi kualitas proses dan hasil pembelajaran melalui penerapan CTL. Penilaian adalah proses pengumpulan berbagai data dan informasi yang bisa memberikan gambaran atau petunjuk terhadap pengalaman belajar siswa. Berdasarkan komponen pembelajaran kontekstual, maka dapat dipaparkan secara singkat pembelajaran kontekstual (1) membuat berbagai keterkaitan yang bermakna, (2) melakukan pekerjaan yang berarti, (3) melakukan pembelajaran yang diatur sendiri, (4) melakukan kerja sama, (5) berpikir kritis dan kreatif, (6) membantu individu untuk tumbuh dan berkembang, (7) mencapai standar yang tinggi, (8) menggunakan penilaian autentik. Sedangkan pendekatan pemecahan masalah (problem solving) menurut Anonim (2005, p.67) adalah suatu bentuk cara belajar aktif yang mengembangkan kemampuan anak untuk berpikir dan bertindak secara logis, kreatif dan kritis
terhadap pemecahan masalah. Dalam proses belajar mengajar masalah yang dikemukakan anak antara lain dapat dipecahkan melalui diskusi, observasi, klasifikasi, pengukuran penarikan kesimpulan serta pembuktian hipotesis. Teknik memecahkan masalah menurut Polya melibatkan empat tahap yaitu (1) memahami masalah, (2) menyusun rencana, (3) melaksanakan rencana dan (4) melihat ke belakang (Orton, 2006 , p. 87). Empat tahap pemecahan masalah dari Polya tersebut merupakan satu kesatuan yang sangat penting untuk dikembangkan. Salah satu cara mengembangkan kemampuan anak dalam memecahkan masalah adalah melalui penyedian pengalaman pemecahan masalah yang memerlukan strategi yang berbedabeda dari satu masalah ke masalah lain. Lewis (2011,p.34) memberikan gambaran tentang praktek struktur pembelajaran pemecahan masalah dengan tahapan sebagai berikut: (1) memunculkan dan memahami tugas (secara ringkas), (2) menyelesaikan masalah secara mandiri, (3) presentasi solusi siswa dan diskusi kelas dan (4) ringkasan/konsolidasi pengetahuan. Untuk memaksimalkan pendekatan CTL dan problem solving maka dibutuhkan metode yang memiliki kesesuaian dengan karakter kedua pendekatan. Salah satu metode yang memiliki kesesuaian adalah group to group. Fink (2003, p.1) berpendapat bahwa metode group to group merupakan salah satu dari metode pembelajaran active learning. Group to group merupakan salah satu terobosan baru dalam dunia pendidikan dengan cara memaksimalkan keaktifan siswa di dalam kegiatan belajar mengajar. Metode tersebut bertolak belakang dengan kegiatan pembelajaran yang sering ditemui yaitu pembelajaran konvensional. Salah satu dari tujuan penggunaan metode ini adalah untuk meningkatkan pemahaman konsep siswa. Sesuai dengan pendapat Murni (2010, p.5), langkah-langkah metode group to group adalah (1) pilihlah sebuah pokok bahasan yang mencakup beberapa sub pokok bahasan, tiap sub pokok bahasan haruslah memiliki keterkaitan, (2) bagilah kelas ke dalam kelompok sesuai jumlah tugas. Berikan cukup waktu untuk mempersiapkan usaha mereka dalam menyajikan sub pokok bahasan yang telah mereka kerjakan, (3) ketika pembahasan tiap kelompok sudah selesai, mintalah masing-masing kelompok untuk memilih seseorang juru bicara. Undanglah setiap juru bicara menyampaikan kepada kelompok lain, (4) setelah presentasi singkat, doronglah
Copyright © 2014, Pythagoras, ISSN: 1978-4538
Pythagoras, 9 (1), Juni 2014 - 25 Nuryadi, Rusgianto Heri Santoso peserta didik bertanya pada presenter atau tawarkan pandangan mereka sendiri. Biarkan anggota juru bicara kelompok merespon dengan bantuan dari teman yang lainnya dan (5) lanjutkan sisa presentasi agar setiap kelompok memberikan informasi dan merespon pertanyaan serta komentar peserta. Berdasarkan uraian tersebut, penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan keefektifan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) dan Pendekatan Pemecahan Masalah (PPM) menggunakan metode Group to Group (GG) pada pembelajaran matematika ditinjau dari keaktifan dan prestasi belajar siswa. METODE Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan Quasi exsperiment design. Peneliti menggunakan sistem pembagian kelompok untuk perlakuan karena peneliti tidak dapat memilih individu secara acak. Kelompok yang diberikan perlakuan adalah siswa kelas VIII yang ada di MTs Negeri Godean Kabupaten Sleman. Kelas VIII-A dengan pendekatan CTL menggunakan metode group to group. Sedangkan metode pembelajaran dengan Pendekatan Pemecahan Masalah menggunakan metode group to group pada siswa kelas VIII-C. Perangkat pembelajaran yang digunakan adalah Silabus, Rencana Proses Pembelajaran (RPP), Lembar Kegiatan Siswa (LKS) dan Tes untuk prestasi belajar dan lembar observasi untuk mengukur aktivitas belajar siswa. Prosedur Penelitian Dalam penelitian ini data diperoleh langsung oleh peneliti dengan memberikan perlakuan kepada kedua kelas eksperimen. Teknik pengumpulan data dengan tes untuk mengukur prestasi belajar dan non tes untuk mengukur aktivitas belajar siswa. Instrumen yang digunakan yaitu instrumen tes dan lembar observasi. Untuk instrumen tes, validitas yang digunakan adalah validitas isi, sedangkan untuk instrumen non tes digunakan validitas isi dan konstruk. Validitas isi instrumen mengacu pada sejauh mana instrumen mencakup keseluruhan situasi yang ingin diukur. Validitas isi instrumen tes dapat diketahui dari kesesuaian instrumen tes tersebut dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar. Validitas isi instrumen non tes dapat diketahui dari kesesuaian instrumen yang telah dikembangkan dengan kisi-
kisinya. Untuk memperoleh bukti validitas isi baik untuk instrumen tes maupun instrumen non tes dilakukan dengan cara meminta pertimbangan ahli (expert judgment). Untuk mengestimasi koefisien reliabilitas instrumen digunakan formula Alpha Cronbach (Ebel & Frisbie, 1986, p.79) dengan rumus sebagai berikut:
Keterangan : : koefisien realibilitas instrumen K : banyak butir item : varians skor siswa pada suatu item tes : varians skor total Teknik Analisis Data Keefektifan pendekatan pembelajaran ditentukan berdasarkan kriteria ketuntasan belajar matematika (KKM) di MTs Negeri Godean Kabupaten Sleman yaitu siswa dikatakan tuntas belajar apabila mencapai nilai minimal 65,00 untuk skala 100, maka kriteria pencapaian tujuan pembelajaran aspek prestasi matematika ditetap-kan yaitu 65,00 dengan Ketuntasan Klasikal (KK) 75%. Kategori keefektifan pendekatan pembelajaran aspek afektif yaitu aktivitas belajar belajar siswa terhadap matematika diperoleh dengan menggunakan instrumen lembar observasi yang berbentuk checklist dengan skala likert. Untuk menentukan kriteria hasil pengukurannya digunakan klasifikasi berdasarkan rata-rata ideal (Mi) dan Standar Deviasi ideal (Si). Adapun kriteria aktivitas belajar siswa pada pembelajaran ma-tematika terpapar pada Tabel 1. Tabel 1. Kriteria Aktivitas belajar Siswa Interval Mi+1,5Si < X ≤ Mi+3Si Mi+Si < X ≤ Mi+1,5Si Mi-0,5Si < X ≤ 0,5Mi+Si Mi-1,5SI < X ≤ Mi-0,5Si Mi-3Si < X ≤ Mi-1,5Si
Kriteria Sangat baik Baik Cukup baik Kurang baik Sangat kurang baik
Hasil konversi tersebut kemudian dipersentasekan mencapai ketutansan klasikal minimal 75% untuk katagori tinggi dan sangat tinggi. Selanjutnya dilakukan uji one sample t-test dengan menggunakan bantuan SPSS 16 for windows yaitu untuk melihat keefektifan keseluruhan pendekatan pembelajaran terhadap prestasi belajar matematika dan aktivitas belajar
Copyright © 2014, Pythagoras, ISSN: 1978-4538
Pythagoras, 9 (1), Juni 2014 - 26 Nuryadi, Rusgianto Heri Santoso siswa terhadap matematika. Menurut Tatsuaoka, (1971, p.77), rumus uji one sample t-test yang digunakan adalah sebagai berikut.
t=
x o s n
Kriteria keputusannya adalah H0 ditolak jika thitung ≥ t(0,05;n-1) atau nilai signifikansi lebih besar dari 0,05. Keterangan: adalah nilai rata-rata sampel o adalah nilai yang dihipotesis kan adalah standar deviasi sampel adalah ukuran sampel Pengujian normalitas dalam penelitian ini menggunakan jarak mahalanobis dengan pemeriksaan multivariat normal. Menurut Johnson, & Wichern (2007, p.183), pengujian dilakukan dengan cara membuat q-q plot dari d i2 dan qi. Tahapan-tahapan dalam pembuatan q-q plot adalah sebagai berikut. (1) menentukan nilai vektor rata -rata X dan invers dari matrik varians kovarians , (2) menentukan nilai d i2 yang merupakan jarak mahalanobis setiap penga-matan dengan vektor rata-ratanya adalah d i2 ( X i X )S 1 ( X i X )T dengan i = 1, 2, …,
menunjukkan penyimpangan dari normalitas. Titik-titik amatan yang jauh dari garis menunjukkan jarak yang besar atau dapat dikatakan bahwa amatan tersebut merupakan outlier. Untuk uji homogenitas terhadap prestasi dan aktivitas belajar siswa terhadap matematika se-cara bersama-sama menggunakan Uji Box’s M. Jika angka signi-fikansi (probabilitas) yang dihasilkan baik secara bersama-sama maupun secara sendiri-sendiri lebih besar dari 0.05, maka matriks varians-kovarians pada variabel dependen adalah homogen. Langkah selanjutnya adalah melakukan uji hipotesis. Menurut Stevens, (2009, p.151) Uji multivariat menggunakan statistik T2 Hotelling dengan formula sebagai berikut:
T2
Keterangan: 2 T = Hotelling Trace n1 = besar sampel dari kelompok CTL n2 = besar sampel dari kelompok PM y1 = vektor rerata skor kelompok CTL y2 = vektor rerata skor kelompok CTL S = matriks disperse Nilai T2 ditransformasi untuk memperoleh nilai dari distribusi F dengan menggunakan formula sebagai berikut:
F
n., (3) mengurutkan d i2 dari yang terkecil hingga terbesar,
d (21) d (22) ... d (2n ) ., (4)
menentukan nilai qi yang didekati dengan formula sebagai berikut.
1 ni 2 p2 n Keterangan: p adalah derajat kebebasan. (5) Buat scatter plot jarak mahalanobis dengan ordinat d i2 dan axis qi. Adapun formula adalah sebagai berikut.
1 ni 2 , d 2 ). ( p2 i n Jika plot membentuk pola garis lurus, maka dapat dikatakan bahwa data berdistribusi multivariat normal. Sedangkan kelengkungan
n1n2 ( y1 y 2 ) S 1 ( y1 y 2 ) n1 n2
n1 n2 p 1 2 T (n1 n2 2) p
Kriteria keputusannya adalah H01 tolak jika F hitung F tabel (F0,05, dk1, dk2) derajat bebasnya dk1 = p dan dk2 = n1 + n2 – p – 1. Kriteria keputusan dari uji tersebut yaitu H01 tolak jika pvalue < 0,05. Menurut Stevens (200, p.147) uji t univariat dapat dilakukan dengan Hotteling T2 dengan rumus sebagai berikut.
t
n
1
x1 x 2 1) S12 (n2 1) S 22 n1 n2 2
1 n 1
1 n2
Kriteria keputusannya adalah H0 ditolak jika thitung ≥ t(0,025;n1+n2-2). Keterangan: x1 = Nilai rata-rata kelompok CTL
x 2 = Nilai rata-rata kelompok PM
S12 = varian sampel kelompok CTL
S 22 = varian sampel kelompok PM
Copyright © 2014, Pythagoras, ISSN: 1978-4538
Pythagoras, 9 (1), Juni 2014 - 27 Nuryadi, Rusgianto Heri Santoso = banyak anggota sampel. HASIL DAN PEMBAHASAN Prestasi belajar siswa diukur dengan menggunakan instrumen tes. Pengukuran dilakukan sebelum (pretest) dan sesudah (posttest) perlakuan. Adapun data deskriptif hasil penelitian prestasi belajar siswa terpapar pada Tabel 2. Tabel 2. Hasil Tes Prestasi Belajar Siswa Deskripsi Rata-rata SD Varian Skor min. Skor maks. Ketuntasan
CTL Pretest Postest 21.41 80.17 6.06 7.27 36.73 52.93 12 70 34 96 0% 100%
PM Pretest Postest 21.82 84.58 4.90 5.26 24.08 27.76 12 76 32 96 0% 100%
Berdasarkan Tabel 2, peningkatan ketuntasan belajar untuk pembelajaran dengan pendekatan CTL yaitu dari 0% menjadi 100%. Sedangkan peningkatan ketuntasan belajar untuk pembelajaran dengan pendekatan PM yaitu dari 0% menjadi 100%. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perubahan yang sangat signifikan dilihat dari hasil sebelum dan setelah diberikan treatment. Aktivitas belajar siswa diamati melalui observasi yang dipandu dengan lembar observasi. Pengukuran aktivitas belajar dilakukan sebelum perlakuan dan setelah perlakuan. Adapun data hasil observasi aktivitas belajar siswa dipaparkan dalam Tabel 3. Tabel 3. Deskripsi Data Hasil Lembar Observasi Aktivitas Belajar Deskripsi Banyak siswa Rata-rata SD Varians Skor maks. Skor min.
CTL
PM
Sebelum
Setelah
Sebelum
Setelah
34
34
34
34
68,26 7,80 60,92 56 83
76,79 7,00 49,01 64 94
67,82 5,99 35,96 57 83
77,5 7,34 54,01 66 93
Berdasarkan Tabel 3, terjadi peningkatan nilai rata-rata aktivitas belajar siswa untuk pembelajaran dengan pendekatan CTL yaitu dari 68,26 menjadi 76,79. Sedangkan peningkatan nilai rata-rata aktivitas belajar siswa untuk pembelajaran dengan pendekatan PM yaitu dari 67,82 menjadi 77,50. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perubahan yang sangat signifi-
kan dilihat dari hasil sebelum dan setelah diberikan treatment. Hasil scater plot jarak mahalanobis uji normalitas populasi sebelum treatment untuk pembelajaran dengan pendekatan CTL dan PM menggunakan metode Group to Group terlihat bahwa scater plot jarak mahalanobis cenderung membentuk garis lurus, sehingga dapat dikatakan bahwa asumsi kenormalan multivariat terpenuhi karena titik-titik amatan mengikuti arah garis lurus diagonal. Selanjutnya dilakukan uji homogenitas. Berdasarkan hasil analisis dengan Box’s M dengan bantuan SPSS untuk data awal tampak bahwa signifikansi yang diperoleh adalah 5,75 dan bernilai lebih dari 0,05 dan untuk data akhir signifikansi yang diperoleh adalah 0,135 dan bernilai lebih dari 0,05. Ini menunjukkan bahwa matrik varians-kovarians pembelajaran dengan pendekatan CTL dan PM menggunakan metode GG homogen. Setelah uji asumsi telah terpenuhi, uji hipotesis dapat dilakukan. Hasil one sample ttest untuk keaktifan belajar siswa dengan pendekatan CTL menggunakan metode GG diperoleh nilai thitung = 8,99, untuk variabel prestasi belajar siswa terhadap matematika diperoleh nilai thitung = 8,16. Kedua nilai thitung ini menunjukkan bahwa hasil yang diperoleh signifikan karena nilai thitung tersebut lebih besar dari ttabel = 2,03. Dengan demikian, pembelajaran dengan CTL menggunakan metode GG efektif ditinjau dari prestasi dan aktivitas belajar siswa terhadap matematika. Pada pembelajaran PMM menggunakan metode GG untuk variabel prestasi diperoleh nilai thitung = 13,93 untuk variabel aktivitas belajar siswa terhadap matematika diperoleh nilai thitung = 9,13. Kedua nilai thitung ini menunjukkan bahwa hasil yang diperoleh signifikan karena nilai-nilai tersebut lebih besar dari ttabel = 2,03. Dengan demikian, sebagaimana pembelajaran CTL, pembelajaran PPM menggunakan metode GG juga efektif baik ditinjau dari prestasi belajar matematika dan aktivitas belajar siswa terhadap matematika. Uji multivariat menggunakan statistik T2 Hotelling menghasilkan F hitung = 4,039, signifikansi yang diperoleh adalah 0,022 dan bernilai kurang dari 0,05. Ini menunjukkan bahwa H0 ditolak. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan keefektifan antara CTL dan PPM menggunakan metode GG ditinjau dari keaktifan dan prestasi belajar siswa terhadap matematika.
Copyright © 2014, Pythagoras, ISSN: 1978-4538
Pythagoras, 9 (1), Juni 2014 - 28 Nuryadi, Rusgianto Heri Santoso Berdasarkan hasil uji hipotesis multivariat data setelah perlakuan bahwa terdapat perbedaan keefektifan pembelajaran dengan pendekatan CTL dan pendekatan Pemecahan Masalah ditinjau dari keaktifan belajar siswa dan prestasi belajar matematika, maka dilakukan uji-t univariat untuk melihat manakah dari pendekatan CTL dan pendekatan Pemecahan Masalah yang lebih efektif ditinjau dari keaktifan belajar siswa dan prestasi belajarp matematika. Hasil analisis terhadap perbedaan keaktifan belajar siswa kedua kelompok diperoleh thitung = 0,41, kemudian ttabel = 1.99 atau ( ) sehingga dapat disimpulkan H0 diterima. Dengan kata lain tidak terdapat perbedaan pendekatan CTL dan pendekatan Pemecahan Masalah ditinjau dari keaktifan belajar siswa. Untuk prestasi belajar matematika didapat thitung sebesar 2.353554 kemudian ttabel = 1,99 atau ( ) sehingga dapat disimpulkan H0 ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa kelompok pendekatan pemecahan masalah lebih efektif dari tipe dengan pendekatan CTL ditinjau dari prestasi belajar siswa terhadap matematika. Berdasarkan pada data hasil penelitian, akan dilakukan pembahasan dan interpretasi dari berbagai fakta yang muncul. Untuk mengetahui tingkat keefektifan dari pembelajaran dengan Pendekatan CTL dan pembelajaran dengan Pendekatan Pemecahan Masalah mengacu pada Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). KKM untuk materi bangun ruang sisi datar adalah 70. Pembelajaran dikatakan efektif apabila ketuntasan klasikal melebihi 75%, dengan kata lain lebih dari 75% siswa mendapatkan nilai melebihi KKM tanpa harus remidi. Hal lain juga menjadi pertimbangan, apabila sebelum diajarkan hasil pretes menunjukkan ketuntasan klasikal lebih dari 75%, maka topik tersebut tidak perlu diajarkan lagi. Dari hasil pretest untuk kedua kelompok eksperimen menunjukkan bahwa ketuntasan klasikal masih sangat rendah. Oleh karena itu perlu diberikan perlakuan berupa pembelajaran dengan menerapkan pendekatan pembelajaran tertentu yakni pendekatan CTL dan pendekatan Pemecahan Masalah. Setelah dilakukan pembelajaran, dari hasil analisis deskriptif terhadap skor posttest diperoleh hasil untuk kelompok eksperimen pertama yaitu kelas VIII-A yang mengikuti pembelajaran dengan pendekatan CTL dan kelas VIII-C yang mengikuti pembelajaran dengan pendekatan Pemecahan Masalah mencapai memiliki nilai di atas KKM.
Berdasarkan kriteria ketuntasan yang telah ditetapkan dan setelah dilakukan uji statistik dengan uji one sample t-test, pembelajaran matematika dengan pendekatan CTL efektif ditinjau dari prestasi matematika dan aktivitas belajar siswa terhadap matematika. Hal ini disebabkan karena partisipasi aktif siswa dalam mengikuti pembelajaran matematika melalui diskusi dengan anggota kelompoknya. Dalam pembelajaran dengan pendekatan CTL matematika, siswa diberikan kesempatan melalui LKS untuk pengembangan pemikiran matematika secara independen dan terlibat dalam proses matematika seperti spesialisai, eksplorasi, conjecturing, dan generalisasi. Ini adalah proses-proses pemikiran yang memungkinkan seorang siswa memperoleh prestasi matematika lebih baik. Pada kelas berbeda, diterapkan pembelajaran matematika dengan pendekatan pemecahan masalah. Berdasarkan kriteria keputusan pada one sample t-test pembelajaran matematika dengan pendekatan Pemecahan Masalah efektif ditinjau dari keaktifan dan prestasi belajar matematika. Hal ini disebabkan karena siswa berpartisipasi aktif dalam pembelajaran matematika melalui diskusi untuk menyelesaikan rangkaian tugas dengan anggota kelompoknya, yang akan membawa siswa mengkonstruksi prestasinya tentang bangun ruang sisi datar. Hal inilah yang menyebabkan pembelajaran matematika dengan pendekatan Pemecahan Masalah efektif dalam meningkatkan keaktifan belajar siswa dan prestasi belajar matematika. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kedua pendekatan pembelajaran baik pendekatan CTL dan pendekatan Pemecahan Masalah efektif dalam meningkatkan keaktifan dan prestasi belajar matematika. Hasil analisis pada uji univariat untuk variabel aktivitas belajar siswa didapatkan nilai probabilitas lebih besar dari taraf signifikansi maka hipotesis nol (H0) yang menyatakan “pembelajaran matematika dengan pendekatan CTL tidak lebih efektif dibanding pendekatan Pemecahan Masalah ditinjau dari keaktifan belajar siswa terhadap matematika“ diterima. Berarti, aktivitas belajar siswa terhadap matematika sebagai hasil dari mengikuti pelajaran matematika dengan pendekatan CTL sama efektif dengan keaktifan siswa terhadap matematika sebagai hasil mengikuti pelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan Pemecahan Masalah. Pada uji univariat untuk variabel prestasi didapatkan manilai probabilitas lebih kecil dari taraf signifikansi maka hipotesis nol (H0) yang menyatakan “Pembelajaran matematika dengan
Copyright © 2014, Pythagoras, ISSN: 1978-4538
Pythagoras, 9 (1), Juni 2014 - 29 Nuryadi, Rusgianto Heri Santoso pendekatan Pemecahan Masalah tidak lebih efek-tif dibanding pendekatan CTL ditinjau dari pres-tasi belajar matemaika“ ditolak. Berarti, prestasi belajar matematika dengan pendekatan Pemecah-an Masalah lebih tinggi dibanding pelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan CTL. Berdasarkan hasil analisis multivariat, diperoleh nilai probabilitas lebih kecil dari taraf signifikansi. Dengan demikian, berarti hipotesis nol (H0) penelitian yang berbunyi “tidak terdapat perbedaan keaktifan dan prestasi belajar matematika yang menggunakan pendekatan CTL dan Pemecahan Masalah” ditolak. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa efek pembelajaran dengan pendekatan CTL dan pendekatan Pemecahan Ma-salah ditinjau dari keaktifan dan prestasi belajar matematika berbeda,. Secara umum dari uraian tersebut, dapat dikatakan pembelajaran matematika dengan pendekatan Pemecahan Masalah lebih efektif dari pembelajaran matematika dengan pendekatan CTL ditinjau dari prestasi belajar matematika sebagaimana diungkapkan Lewis (2011, p.1) students work on a carefully chosen problem that illuminates a new mathematical understanding to be developed. By grappling independently with the problem, and then sharing and building ideas as a class, students are able to progress from their initial thinking to a new understanding of the mathematical concept. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan analisis data dan pembahasan, maka penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut: (1) pendekatan Contextual Teaching and Learning menggunakan metode group to group efektif ditinjau dari aktivitas belajar siswa terhadap pelajaran matematika, (2) pendekatan Contextual Teaching and Learning menggunakan metode group to group efektif ditinjau dari prestasi belajar terhadap pelajaran matematika, (3) pendekatan pemecahan masalah menggunakan metode group to group efektif ditinjau dari aktivitas belajar siswa terhadap pelajaran matematika, (4) pendekatan pemecahan masalah menggunakan metode group to group efektif ditinjau dari prestasi belajar terhadap pelajaran matematika dan (5) pembelajaran pendekatan pemecahan masalah lebih efektif dibanding dengan pendekatan Contextual Teaching and Learning menggunakan metode group to group
ditinjau prestasi belajar siswa terhadap matematika. Sedangkan pendekatan pemecahan masalah sama efektif dengan pendekatan Contextual Teaching and Learning menggunakan metode group to group ditinjau dari aktivitas belajar siswa kelas VIII MTs Negeri Godean. Saran Disarankan kepada para peneliti berikutnya agar memperluas materi yang digunakan dalam penelitian, sehingga memungkinkan generalisasi lebih luas. DAFTAR PUSTAKA Anonim. (2005). Materi pembinaan matematika SMP di daerah. Yogyakarta: Depdiknas CORD. (1999). Teaching mathematics contextually. CORD communications, Inc. United States of America. http://www.cord.org.uplodedfiles/teachin g math. contextually.pdf. diakses tanggal 7 Mei 2011. Fink, D. (2003). A self-directed guide to designing courses for significant learning. San Fransisco: Jossey-Bass Depdiknas. (2006). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 22, tahun 2006, tentang standar isi untuk satuan pendidikan dasar dan menengah. Ebel, R. I., & Frisbie, D.A. (1986). Essencial of educational mesurement. (4thed). New Jersey: Prentice-Hell, Inc. Freudenthal, H. (1973). Mathematics as an educational task. Dordrecht: D. Reidel Publishing Co Johnson, R.A & Wichern, D.W .(2007). Applied multivariate statistical analysis. London: Pearson Prenti ce Hall Katz S. & Smith, B. P. (2006). Using contextual teaching and learning in foods and nutrition class .journal of family and consumer sciences; Jan 2006; 98, 1; ProQuest Education Journals p.82. http://www.proquest.com Diakses tanggal 5 Agustus 2011. Kennedy, M. L (2008). Guiding children’s learning of mathematics. Belmont, CA: Thomson Higher Education. Lewis, C. C. (2011, November). Building japanese style structured problem-solving outside Japan: What Supportsare
Copyright © 2014, Pythagoras, ISSN: 1978-4538
Pythagoras, 9 (1), Juni 2014 - 30 Nuryadi, Rusgianto Heri Santoso Needed?, APEC-Ubon Ratchathani International Symposium. Muijs, D. & Reynalds, D. (2005). Effective teaching: Evidence and practice (2nd ed). London: SAGE Mullis, I.V.S., et al. (2012). TIMSS 2011 international results in mathematics. Chestnut Hill, MA: TIMSS & PIRLS International Study Center. Murni, A., Nurul Yusra T., & Solfitri, T. (2010). Penerapan metode belajar aktif tipe group to group exchange untuk meningkatkan hasil belajar matematika siswa kelas X IPS 1 MAN 2 model Pekanbaru. Journal Penelitian Pendidikan. Diambil pada tanggal 12 Februari 2012, dari http://educare.efkipunla.net/index2.php?option=com_con tent&do_pdf=1 &id=62 NCTM. (1989). Curriculum and evaluation standard for school mathematics. Reston, VA: NCTM. Orton, A. (2006). Learning mathematics issues, theory and classroom practice Third Edition. London: Cassell.
Rusman. (2010). Model-model pembelajaran, mengembangkan profesionalisme guru Edisi Kedua. Jakarta: Raja Geafindo Persada Sanjaya, W. (2009). Strategi pembelajaran berorientasi standar proses pendidikan. Jakarta: Kencana Media Group. Sousa, D. A. (2008). How the brain learns mathematics. Thousand Oaks, CA: Corwin Press. Stevens, J. (2009). Applied multivariate statistics for the social sciences. London: Lawrence Erlbaum Associates, Publishers. Suherman, E. (2001). Strategi pembelajaran matematika kontemporer. Bandung: FMIPA UPI-JICA Tatsuaoka, M. M. (1971). Multivariate analysis: techniques for educational and psychological research. Canada: John Wiley & Sons, Inc. Van den Heuvel-Panhuizen, M. (2000). Mathematics education in the Netherlands: A guide tour. CD-Rom of the RME materials, produced for the ICME9 congress in Japan, July 2000.
Copyright © 2014, Pythagoras, ISSN: 1978-4538