KEEFEKTIFAN PELATIHAN BEKERJA DENGAN HATI UNTUK MENURUNKAN BURNOUT KARYAWAN CAKRA SEMARANG TV
skripsi disajikan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Psikologi Jurusan Psikologi
oleh Edwin Ibnu Margani 1550407020
JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2011
PERNYATAAN
Saya menyatakan bahwa yang tertulis di dalam skripsi ini benar-benar hasil karya saya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain, baik sebagian atau seluruhnya. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.
Semarang, 25 Januari 2011
Edwin Ibnu Margani NIM. 1550407020
ii
PENGESAHAN
Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan sidang Panitia Ujian Skripsi Jurusan Psikologi Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang pada tanggal 09 Agustus 2011. Panitia: Ketua
Sekretaris
Drs. Hardjono, M.Pd.
Drs. Sugiyarta SL, M.Si.
19510801 197903 1 007
19600816 198503 1 003
Penguji utama
Rahmawati P, S.Psi, M.Si. 19790502 200801 2 018
Penguji/Pembimbing I
Penguji/Pembimbing II
Siti Nuzulia, S.Psi. M.Si.
Moh.Iqbal Mabruri,S.Psi.M.Si.
19771120 2005 1 2 001
19750309 200801 1 008
iii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
Motto: “Kesuksesan merupakan perencanaan yang baik yang selalu disertai dengan usaha, do’a dan tawakal.” (Edwin Ibnu)
Persembahan, Skripsi ini saya persembahkan kepada: 1. Orang tuaku dan keluargaku yang selalu memberikan do’a dan dukungan. 2. Adik-adikku tersayang, Riski dan Ayu. 3. Seluruh kerabat kerja di CSTV. 4. Semua sahabatku di psikologi angkatan 2007.
iv
KATA PENGANTAR Alhamdulillahirabbil’alamin. Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan anugerah-Nya, sehingga penyusunan skripsi yang berjudul “Keefektifan Pelatihan Bekerja dengan Hati untuk Menurunkan Burnout Karyawan Cakra Semarang TV” dapat diselesaikan. Penulisan skripsi ini tidak lepas dari partisipasi dan bantuan dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati, penulis sampaikan ucapan terima kasih kepada: 1.
Drs. Hardjono, M.Pd, Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang.
2.
Drs. Achmad Munib, SH, M.H, M.Si, Pembantu Dekan Bidang Akademik, atas ijin penelitian yang telah diberikan.
3.
Drs. Sugiyarta S.L. M.Si, Ketua Jurusan Psikologi.
4.
Rahmawati P, S.Psi, M.Si sebagai penguji utama sekaligus dosen pendamping yang telah memberi masukan bagi kesempurnaan skripsi ini.
5.
Siti Nuzulia, S.Psi, M.Si sebagai pembimbing I yang dengan sabar telah membimbing dan memberikan petunjuk serta arahan sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan.
6.
Moh. Iqbal Mabruri, S.Psi, M.Si sebagai pembimbing II yang dengan sabar telah meluangkan waktu untuk membimbing dan memberikan petunjuk serta arahan sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan.
7.
Ir. Novel Abdul Latief sebagai pelatih sekaligus terapis yang telah bersedia membantu pelaksanaan penelitian ini.
v
8.
I Nyoman Winata, SE, Direktur Cakra Semarang TV yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk melakukan penelitan di perusahaan tersebut.
9.
Mami Rita, Mba Ina, A’ak Agung, Mas Gushar, Mba Rully dan seluruh kerabat kerja Cakra Semarang TV, terima kasih untuk saran, kritik dan motivasi yang telah diberikan kepada saya.
10. Dosen-dosen psikologi dan staf karyawan di jurusan psikologi yang telah memberikan bantuan, serta ilmu dan pengetahuannya selama ini. 11. Ayah, ibu, mbah putri, Riski, Ayu tercinta yang senantiasa mengiringi langkah penulis dengan memberikan do’a, nasihat-nasihat, kasih sayang serta semangat yang telah tercurah. 12. Teman-teman Psikologi UNNES 2007 khususnya Eka, Yudi, Lulu, Okta, Bunda Qiqi, Pundani, Fitri, Hotlan, Rony, Fuad dan semuanya yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Kalian telah mengisi hari-hari saya dengan berjuang bersama, susah senang, suka duka kita hadapi bersama. Semua kisah indah ini akan tetap terkenang sepanjang masa. Sukses buat kita semua. Semangat. 13. Keluarga besar Loupe Therapy Training & Consulting, terima kasih do’a dan dukungannya. 14. Serta semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Demikian, semoga karya ini bermanfaat. Semarang, 25 Januari 2011 Penulis
vi
ABSTRAK Margani, Edwin Ibnu. 2011. Keefektifan Pelatihan Bekerja dengan Hati untuk Menurunkan Burnout Karyawan Cakra Semarang TV. Tahun Ajaran 20102011. Skripsi. Jurusan Psikologi. Fakultas Ilmu Pendidikan. Universitas Negeri Semarang. Siti Nuzulia, S.Psi, M.Si, Moh. Iqbal Mabruri, S.Psi, M.Si dan Rahmawati Prihastuty, S.Psi, M.Si. Kata Kunci: burnout, pelatihan Burnout adalah suatu kondisi dari karyawan dimana karyawan tersebut mengalami kelelahan secara emosional, kelelahan fisik, penghargaan yang rendah terhadap dirinya sendiri, pekerjaan maupun lingkungannya akibat dari stres kerja yang berkepanjangan. Burnout yang dialami oleh karyawan dapat mengganggu kinerja karyawan dalam melakukan pekerjaan sehari-harinya di kantor. Meski burnout yang dialami masih dalam tingkatan ringan, namun jika tidak segera ditangani akan berlanjut ke burnout tingkat tinggi yang dapat lebih menghambat kinerja karyawan. Sehingga diperlukan penanganan yang serius agar burnout yang dialami karyawan tersebut dapat semakin menurun. Melalui kegiatan pelatihan bekerja dengan hati, diharapkan burnout yang dialami karyawan Cakra Semarang TV dapat menurun. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keefektifan pelatihan bekerja dengan hati untuk menurunkan burnout karyawan. Subjek penelitian ini adalah karyawan Cakra Semarang TV berjumlah 20 orang. Penelitian ini dilakukan dengan metode eksperimen dengan desain eksperimen non randomized pretestposttest control group design. Subjek dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol, dengan jumlah masing-masing kelompok yaitu 10 subjek tanpa randomisasi. Pengambilan data penelitian ini dilakukan dengan menggunakan skala terstandar yaitu Maslach Burnout Inventory dengan jumlah aitem 20. Analisis data menggunakan uji Wilcoxon Mann-Whitney Test non Parametric. Hasil analisis data yang diperoleh yaitu p: 0,008 artinya terdapat perbedaan tingkat burnout karyawan Cakra Semarang TV yang signifikan pada kelompok eksperimen sebelum dan sesudah perlakuan dengan pelatihan bekerja dengan hati yaitu tingkat burnout karyawan semakin menurun sedangkan pada kelompok kontrol tingkat burnout karyawan menjadi meningkat. Burnout yang dialami oleh karyawan Cakra Semarang TV cenderung berupa kelelahan emosional. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pelatihan bekerja dengan hati efektif untuk menurunkan burnout karyawan Cakra Semarang TV. Oleh karena itu, saran yang dapat diberikan yaitu agar pelatihan bekerja dengan hati atau pelatihan yang serupa dapat diadakan secara rutin untuk mengatasi masalah-masalah yang dialami karyawan seperti salah satunya burnout yang dapat menghambat kinerja karyawan tersebut.
vii
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i PERNYATAAN ............................................................................................ ii HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... iii MOTTO DAN PERSEMBAHAN ................................................................ iv KATA PENGANTAR ................................................................................... v ABSTRAK..................................................................................................... vii DAFTAR ISI ................................................................................................. viii DAFTAR TABEL ......................................................................................... xii DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xiv DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xv BAB 1 PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang .................................................................................. 1
1.2
Rumusan Masalah ............................................................................. 15
1.3
Tujuan Penelitian .............................................................................. 15
1.4
Manfaat Penelitian ............................................................................ 15
BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1
Burnout ............................................................................................. 17
2.1.1 Pengertian Burnout Pengertian Intensi ............................................... 17 2.1.2 Gejala-gejala Burnout ........................................................................ 19 2.1.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Burnout ....................................... 21 2.2
Pelatihan ........................................................................................... 26
viii
2.2.1 Pengertian Pelatihan .......................................................................... 26 2.2.2 Analisis Kebutuhan Pelatihan ............................................................ 27 2.3
Pelatihan Bekerja dengan Hati untuk Menurunkan Burnout ............... 29
2.3.1 Konteks Pelatihan Bekerja dengan Hati untuk Menurunkan Burnout Karyawan .......................................................................................... 29 2.3.1.1 Kecerdasan Spiritual ....................................................................... 30 2.3.1.1.1 Pengertian Kecerdasan Spiritual .................................................. 30 2.3.1.1.2 Konteks Kecerdasan Spiritual dalam Bekerja ............................... 31 2.3.1.1.3 Manfaat Kecerdasan Spiritual ..................................................... 31 2.3.1.2 Kecerdasan Emosional .................................................................... 33 2.3.1.2.1 Pengertian Kecerdasan Emosional................................................ 33 2.3.1.2.2 Manfaat Kecerdasan Emosional ................................................... 34 2.3.1.3 Relaksasi ........................................................................................ 35 2.3.1.3.1 Pengertian Relaksasi .................................................................... 35 2.3.1.3.2 Manfaat Relaksasi ........................................................................ 37 2.3.2 Metodologi Pelatihan Bekerja dengan Hati ........................................ 38 2.3.3 Materi Pelatihan Bekerja dengan Hati ................................................ 38 2.3.4 Evaluasi Pelatihan.............................................................................. 39 2.4 Kerangka Berpikir ................................................................................ 41 2.5 Hipotesis .............................................................................................. 45 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ..................................................................................... 46 3.2 Desain Penelitian .................................................................................. 46
ix
3.3 Identifikasi Variabel Penelitian ............................................................. 48 3.3.1 Identifikasi Variabel Penelitian .......................................................... 48 3.3.2 Hubungan antar Variabel ................................................................... 48 3.4 Definisi Operasional Variabel ............................................................... 49 3.5 Subjek Penelitian .................................................................................. 50 3.6 Metode dan Alat Pengumpulan Data ..................................................... 50 3.7 Analisis Data ........................................................................................ 52 3.7.1 Validitas ............................................................................................ 52 3.7.1.1 Validitas Instrumen ......................................................................... 52 3.7.1.2 Validitas Eksperimen ...................................................................... 54 3.7.2 Reliabilitas......................................................................................... 56 3.7.3 Metode Analisis Data......................................................................... 56 BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Persiapan Penelitian .......................................................................... 57 4.2 Pelaksanaan penelitian ...................................................................... 60 4.3 Uji Hipotesis ..................................................................................... 61 4.4 Hasil Penelitian ................................................................................. 62 4.4.1 Deskripsi Burnout Sebelum Pelatihan Bekerja dengan Hati ............. 62 4.4.2 Deskripsi Burnout Setelah Pelatihan Bekerja dengan Hati ............... 65 4.4.3 Deskripsi Burnout Berdasarkan Mean.............................................. 67 4.4.4 Deskripsi Burnout per Aspek ........................................................... 68 4.5 Hasil Evaluasi Pelatihan .................................................................... 86 4.6 Pembahasan ...................................................................................... 89
x
BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan ........................................................................................... 105 5.2 Saran .................................................................................................. 105 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 107 LAMPIRAN .................................................................................................. 110
xi
DAFTAR TABEL
Tabel
Halaman
3.1. Rancangan Non Randomized Pretest-Posttest Control Group Design ....... 47 3.2. Susunan Penskoran Item Skala Burnout Karyawan Cakra Semarang TV .. 51 3.3. Blueprint Skala Burnout Karyawan Cakra Semarang TV.......................... 52 3.4. Koefisien Validitas per Aitem Skala Burnout Berdasarkan MBI ............... 53 3.5. Koefisien Reliabilitas Skala Burnout Berdasarkan MBI............................ 56 4.1. Persiapan Penelitian ................................................................................. 58 4.2. Subjek Penelitian Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol ............ 59 4.3. Rangkaian Enam Pertemuan Pelatihan Bekerja dengan Hati ..................... 60 4.4. Skor Selisih Pretest dan Posttest Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol ........................................................................................................... 61 4.5. Norma Kategorisasi Burnout .................................................................... 62 4.6 Distribusi Frekuensi Tingkat Burnout Kelompok Eksperimen Sebelum Pelatihan ......................................................................................................... 63 4.7. Distribusi Frekuensi Tingkat Burnout Kelompok Kontrol Sebelum Pelatihan ......................................................................................................... 64 4.8. Distribusi Frekuensi Tingkat Burnout Kelompok Eksperimen Setelah Pelatihan ......................................................................................................... 65 4.9. Distribusi Frekuensi Tingkat Burnout Kelompok Kontrol Setelah Pelatihan ......................................................................................................... 66 4.10. Tabel Mean Burnout Kelompok Eksperimen dan Kontrol....................... 67 4.11. Distribusi Frekuensi Tingkat Burnout Gejala Kelelahan Emosional Kelompok Eksperimen Sebelum Pelatihan ...................................................... 68 4.12. Distribusi Frekuensi Tingkat Burnout Gejala Depersonalisasi Kelompok Eksperimen Sebelum Pelatihan ...................................................... 70 4.13. Distribusi Frekuensi Tingkat Burnout Gejala Penghargaan Terhadap Diri Sendiri yang Rendah Kelompok Eksperimen Sebelum Pelatihan ......................................................................................................... 72 4.14. Distribusi Frekuensi Tingkat Burnout Gejala Kelelahan Emosional Kelompok Eksperimen Kontrol ....................................................................... 73 4.15. Distribusi Frekuensi Tingkat Burnout Gejala Depersonalisasi Kelompok Kontrol .......................................................................................... 74 4.16. Distribusi Frekuensi Tingkat Burnout Gejala Penghargaan Terhadap Diri Sendiri yang Rendah Kelompok Kontrol.................................................. 75 4.17. Distribusi Frekuensi Tingkat Burnout Gejala Kelelahan Emosional Kelompok Eksperimen Setelah Pelatihan ........................................................ 77 4.18. Distribusi Frekuensi Tingkat Burnout Gejala Depersonalisasi Kelompok Eksperimen Setelah Pelatihan ........................................................ 78 4.19. Distribusi Frekuensi Tingkat Burnout Gejala Penghargaan Terhadap Diri Sendiri yang Rendah Kelompok Eksperimen Setelah Pelatihan ......................................................................................................... 79
xii
4.20. Distribusi Frekuensi Tingkat Burnout Gejala Kelelahan Emosional Kelompok Eksperimen Kontrol ....................................................................... 80 4.21. Distribusi Frekuensi Tingkat Burnout Gejala Depersonalisasi Kelompok Kontrol .......................................................................................... 81 4.22. Distribusi Frekuensi Tingkat Burnout Gejala Penghargaan Terhadap Diri Sendiri yang Rendah Kelompok Kontrol.................................................. 82 4.23. Kategori burnout Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol ........... 84 4.24. Mean Burnout Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol ............... 84
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Halaman
2.1. Pengaruh Pelatihan Bekerja terhadap Burnout .......................................... 37 3.1. Rancangan Non Randomized Pretest-Posttest Control Group Design .. 43 3.2. Bagan Pengaruh Pelatihan Bekerja dengan Hati untuk Menurunkan Burnout Karyawan .......................................................................................... 45 4.1. Diagram Presentasi Burnout Kelompok Eksperimen Sebelum Pelatihan ... 64 4.2. Diagram Presentasi Burnout Kelompok Kontrol Sebelum Pelatihan .... 65 4.3. Diagram Presentasi Burnout Kelompok Eksperimen Setelah Pelatihan .... 66 4.4. Diagram Presentasi Burnout Kelompok Kontrol Setelah Pelatihan.... 67 4.5. Diagram Presentasi Burnout Gejala Kelelahan Emosional Kelompok Eksperimen Sebelum Pelatihan ....................................................................... 69 4.6. Diagram Presentasi Burnout Gejala Depersonalisasi Kelompok Eksperimen Sebelum Pelatihan ....................................................................... 71 4.7. Diagram Presentasi Burnout Gejala Penghargaan Terhadap Diri Sendiri yang Rendah Kelompok Eksperimen Sebelum Pelatihan ................................. 72 4.8. Diagram Presentasi Burnout Gejala Kelelahan Emosional Kelompok Kontrol ........................................................................................................... 74 4.9. Diagram Presentasi Burnout Gejala Depersonalisasi Kelompok Kontrol .. 75 4.10. Diagram Presentasi Burnout Gejala Penghargaan Terhadap Diri Sendiri yang Rendah Kelompok Kontrol ......................................................... 76 4.11. Diagram Presentasi Burnout Gejala Kelelahan Emosional Kelompok Eksperimen Setelah Pelatihan ......................................................................... 78 4.12. Diagram Presentasi Burnout Gejala Depersonalisasi Kelompok Eksperimen Setelah Pelatihan ......................................................................... 79 4.13. Diagram Presentasi Burnout Gejala Penghargaan Terhadap Diri Sendiri yang Rendah Kelompok Eksperimen Setelah Pelatihan ....................... 80 4.14. Diagram Presentasi Burnout Gejala Kelelahan Emosional Kelompok Kontrol ........................................................................................................... 81 4.15. Diagram Presentasi Burnout Gejala Depersonalisasi Kelompok Kontrol ........................................................................................................... 82 4.16. Diagram Presentasi Burnout Gejala Penghargaan Terhadap Diri Sendiri yang Rendah Kelompok Kontrol ......................................................... 83 4.17. Diagram Mean Pretest Postest Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol tiap Aspek .......................................................................................... 85 4.18. Pengaruh Pelatihan Bekerja terhadap Burnout ........................................ 93
xiv
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran
Halaman
1. Skala Studi Pendahuluan ............................................................................. 110 2. Skor Skala Studi Pendahuluan ..................................................................... 113 3. Rancangan Operasional Pelatihan ............................................................... 116 4. Modul Pelatihan Bekerja dengan Hati ......................................................... 135 5. Skala Burnout Karyawan............................................................................. 217 6. Skor Pre Test Burnout Kelompok Eksperimen dan Kontrol......................... 219 7. Skor Post Test Burnout Kelompok Eksperimen dan Kontrol ....................... 221 8. Hasil Analisis Wilcoxon Mann-Whitney Test non Parametric ...................... 223 9. Hasil Hasil Analisis non Parametric Correlation Sub Skala ........................ 234 10. Surat Permohonan Ijin Penelitian .............................................................. 237 11. Surat Keterangan telah Mengadakan Penelitian ......................................... 238 12. Dokumentasi Pelaksanaan Penelitian ......................................................... 239
xv
1
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah Semakin berkembangnya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini khususnya di bidang industri, menyebabkan banyak persoalan dan tuntutan di dalamnya. Hal ini dapat berpengaruh pada proses pencapaian tujuan perusahaan yang dilakukan oleh pelaku masing-masing industri. Masalah internal yang terjadi pada sebuah perusahaan dapat bermacam-macam yang dapat disebabkan oleh tidak hanya faktor lingkungan saja melainkan juga faktor dari sumber daya manusianya sendiri. Karyawan mempunyai peranan penting dalam proses pencapaian tujuan perusahaan. Kinerja dan kualitas karyawan sangat berpengaruh terhadap keberlangsungan dari sistem pekerjaan yang dibuat perusahaan berdasarkan komitmen perusahaan dan manajemen organisasi yang telah dibentuk. Sehingga, dibutuhkan kerja sama yang baik antar karyawan sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya masing-masing agar hasilnya dapat maksimal. Proses pelaksanaan tugas atau pekerjaan yang dilakukan oleh karyawan pada kenyataannya tidak berjalan dengan lancar melainkan banyak terjadi masalah-masalah yang muncul yang berakibat dapat menghambat dan mengganggu kinerjanya tersebut. Masalah yang dialami oleh karyawan dapat muncul karena faktor internal (dalam diri karyawan) dan dapat pula karena faktor
1
2
eksternal (berasal dari luar diri karyawan). Faktor internal yaitu masalah-masalah pribadi pada diri karyawan yang dapat berasal dari masalah keluarganya, pasangan, relasi dengan orang lain, dan lain-lain. Faktor eksternal yaitu berasal dari luar diri karyawan meliputi lingkungan pekerjaan, manajemen organisasi, gaya kepemimpinan, sistem imbalan, tuntutan pekerjaan, beban kerja yang berat, dan lain-lain. Salah satu persoalan yang muncul berkaitan dengan individu di dalam menghadapi tuntutan organisasi yang semakin tinggi dan persaingan yang keras di tempat kerja karyawan itu adalah stres. Stres yang berlebihan akan berakibat buruk terhadap kemampuan individu untuk berhubungan dengan lingkungannya secara normal. Stres yang dialami individu dalam jangka waktu yang lama dengan intensitas yang cukup tinggi akan mengakibatkan individu yang bersangkutan menderita kelelahan, baik fisik ataupun mental. Keadaan seperti ini disebut burnout, yaitu kelelahan fisik, mental dan emosional yang terjadi karena stres diderita dalam jangka waktu yang cukup lama, di dalam situasi yang menuntut keterlibatan emosional yang tinggi (Leatz & Stolar, dikutip Rosyid & Farhati) dalam Sihotang (2004: 2). Masalah-masalah di atas muncul dialami oleh karyawan dapat menyebabkan karyawan stres kerja, sampai mengalami burnout. Sehingga dapat mempengaruhi semangat kerja dan produktivitas kerja dari karyawan tersebut. Terkadang karyawan tidak menyadari bahwa ketika karyawan tersebut sedang mempunyai masalah sehingga berpengaruh dalam melaksanakan tugasnya yaitu tidak maksimal, mudah marah, sensitif, cenderung menyalahkan orang lain, dan
3
merasa lelah baik fisik maupun emosi. Padahal, ketika karyawan pada kondisi tersebut, sebenarnya karyawan tersebut telah mengalami burnout. Permasalahan yang dihadapi karyawan di tempat kerja bisa bermacammacam, baik itu masalah yang berkaitan lingkungan maupun organisasi. Apabila masalah tidak terselesaikan sehingga individu mengalami ketegangan dalam jangka waktu yang lama maka individu terancam mengalami burnout. Dampaknya, konsentrasi individu menurun, tidak bersemangat untuk bekerja dan banyak
melakukan
kesalahan
atau
bahkan
keluar
dari
pekerjaannya
(Muriz,2007:1). Burnout merupakan suatu situasi dimana karyawan menderita kelelahan kronis, kebosanan, dan menarik diri dari pekerjaan (Davis dan Newstrom, 1993: 197). Pekerja yang mengalami burnout akan lebih mudah mengeluh, menyalahkan orang lain bila ada masalah, lekas marah dan menjadi sinis terhadap karier mereka. Sikap pimpinan yang menekan dan beratnya beban kerja yang berlebihan akan semakin memperburuk keadaan karyawan. Karyawan tidak bisa lepas dari kondisi lingkungan kerjanya dalam proses bekerjanya. Salah satu faktor munculnya burnout pada karyawan adalah kondisi lingkungan kerja yang kurang baik. Ketidaksesuaian antara apa yang diharapkan karyawan dengan apa yang diberikan perusahaan terhadap karyawannya, seperti kurangnya dukungan dari atasan dan adanya persaingan yang kurang sehat antara sesama rekan kerja merupakan suatu kondisi lingkungan kerja psikologis yang dapat mempengaruhi munculnya burnout dalam diri karyawan. Oleh sebab itu perusahaan harus sedapat mungkin menciptakan suatu lingkungan kerja psikologis
4
yang baik sehingga memunculkan rasa kesetiakawanan, rasa aman, rasa diterima dan dihargai serta perasaan berhasil pada diri karyawan (Sihotang, 2004: 2). Menurut La Fellete (dikutip Sumaryani, 1997) dalam Sihotang (2004: 2) mengatakan bahwa lingkungan kerja psikologis tidak nampak tetapi nyata ada dan akan dirasakan oleh seseorang bila memasuki lingkungan kerja suatu organisasi. Untuk mengetahui keadaan tersebut dapat diketahui melalui persepsi individu terhadap lingkungan kerja psikologisnya. Karyawan yang mempunyai penilaian yang positif terhadap lingkungan kerja psikologisnya berarti karyawan merasa bahwa lingkungan kerja psikologisnya baik, sehingga menimbulkan semangat kerja yang tinggi dan akan menghambat lajunya tingkat burnout pada karyawan. Burnout dapat terjadi pada semua orang, khususnya karyawan pria dan wanita. Hal tersebut terjadi karena setiap manusia tentu mengalami tekanantekanan yang diperoleh dalam kehidupan, khususnya dalam menjalani pekerjaan. Secara umum pria lebih mudah mengalami burnout daripada wanita. Hal ini dikarenakan wanita tidak mengalami peringkat tekanan seperti yang dihadapi oleh seorang pria, yang dapat disebabkan karena adanya perbedaan peran, misalnya dalam hal kerja, bagi seorang pria ‘bekerja’ adalah suatu hal mutlak untuk menghidupi keluarganya, namun tidaklah demikian bagi seorang wanita, wanita boleh bekerja atau tidak, jadi bukan merupakan suatu keharusan (Gibson, dkk., 1987) dalam Sihotang (2004: 2). Sebaliknya dengan pendapat di atas, penelitian lain menyimpulkan bahwa ternyata wanita memperlihatkan frekuensi lebih besar untuk mengalami burnout daripada pria, yang disebabkan karena seringnya wanita merasakan kelelahan emosional (Schultz & Schultz, 1994) dalam Sihotang (2004:
5
2). Hal ini disebabkan karena pria dan wanita berbeda bukan saja secara fisik, tetapi juga sosial dan psikologisnya dan mempunyai cara yang berbeda dalam menghadapi masalahnya. Fenomena burnout terjadi pada sejumlah karyawan PT. Mataram Cakrawala Televisi Indonesia yang merupakan perusahaan yang bergerak di bidang media pertelevisian lokal di Semarang Jawa Tengah dengan nama chanel yaitu Cakra Semarang TV. Dari jumlah total karyawan Cakra Semarang TV yaitu 65 karyawan diambil 35 karyawan sebagai sampel untuk studi pendahuluan menggunakan skala burnout. Hasilnya, dari 35 karyawan tersebut terdapat 11,43% karyawan mengalami burnout tingkat tinggi dan 88,57% karyawan berada pada kategori burnout tingkat rendah. Skala yang digunakan berisi 20 item pernyataan dari penelitian Sulistyaningsih dengan judul Hubungan Antara Persepsi Terhadap Gaya Kepemimpinan dengan Burnout pada Karyawan PT. Sinar Plataco Demak Tahun 2006 yang telah teruji validitas dan reliabilitasnya sebesar 0,934. Studi pendahuluan dilakukan pada hari Selasa tanggal 27 April 2010 pukul 16.30 sampai 20.00 WIB dan hari Rabu tanggal 28 April 2010 pukul 09.00 sampai 14.00 WIB. Empat karyawan yang mengalami burnout tingkat tinggi tersebut berasal dari divisi redaksi. Sedangkan sisanya yaitu 31 karyawan dengan burnout rendah berasal dari divisi redaksi, program, master kontrol, studio dalam, studio luar, desain grafis, transmisi, security dan driver. Karyawan yang sangat rentan mengalami burnout di perusahaan ini yaitu karyawan yang berasal dari divisi redaksi dan program. Pada divisi redaksi dimana tugas karyawan yaitu mencari,
6
mengumpulkan, mengolah berita sampai berita tersebut disiarkan melalui program berita, menyebabkan karyawan dalam bekerja selalu dikejar deadline waktu agar berita yang dibuat harus sesuai dengan target perusahaan. Lingkungan sosial dari divisi ini juga kurang mendukung dimana ada hubungan antar karyawan yang kurang bagus. Selain itu, peralatan kerja seperti fasilitas komputer juga kurang mendukung. Hal itu ditandai dengan seringnya komputer mengalami gangguan, dan koneksi internet yang juga sering terganggu. Sehingga karyawan mudah stres, mudah marah, sampai kondisi kesehatan tubuhnya terganggu ketika banyak sekali hambatan yang muncul dalam proses pekerjaannya. Hal yang sama juga dialami oleh karyawan pada divisi program yaitu lingkungan kerja dan fasilitas yang kurang mendukung. Sedangkan perusahaan menuntut agar program-program yang tayang harus sesuai dengan target. Karyawan cenderung mudah marah dengan pekerjaannya dan terganggu hubungan sosialnya. Berbeda halnya dengan divisi master kontrol, dimana waktu karyawan lebih banyak diruang tertutup yang bertugas mengoperasikan komputer dan peralatan-peralatan lain yang digunakan untuk mengatur jalannya program acara-acara televisi yang disiarkan baik secara langsung maupun tidak langsung. Hal tersebut mengakibatkan karyawan merasa jenuh karena kondisi lingkungan kerjanya yang monoton. Tugas karyawan pada divisi studio dalam dan studio luar hampir sama yaitu bekerja sama dengan master kontrol dari mulai proses mempersiapkan perlengkapan program acara televisi belangsung, pengambilan gambar dengan mengoperasikan kamera sampai selesai dari tiap-tiap program yang disiarkan
7
langsung maupun tidak langsung. Karyawan dituntut untuk mengawasi kelancaran program acara yang selalu berada di dalam studio untuk divisi studio dalam dan di luar studio untuk divisi studio luar, sehingga seperti halnya master kontrol, karyawan studio dalam juga mudah jenuh hingga mengakibatkan karyawan tersebut mudah marah, sensitif, dan kurang bisa menghargai pekerjaannya hingga rekan kerjanya. Karyawan studio luar juga mudah mengalami kelelahan fisik dan kejenuhan karena beban kerja yang lebih berat dibanding dengan karyawan divisi studio dalam. Pada divisi desain grafis, burnout disebabkan oleh lingkungan pekerjaan dan bentuk pekerjaan yang monoton. Selain itu juga tuntutan pekerjaan yang begitu berat bisa jadi dirasakan oleh karyawan tersebut. Karena bentuk pekerjaannya sendiri selalu tidak dapat lepas dari komputer dan berhubungan dengan konsep-konsep desain grafis untuk mendukung program-program acara televisi. Bentuk pekerjaan ini juga menuntut daya imajinasi dan kreatifitas yang tinggi, sehingga ketika konsep desain yang diinginkan perusahaan tidak sesuai dengan hasil pekerjaannya, maka karyawan tersebut dapat mengalami tekanan dari atasan. Sedangkan pada karyawan yang bekerja sebagai driver yang mengalami burnout lebih disebabkan oleh bentuk pekerjaannya yang monoton yaitu mengendarai mobil untuk mengantar karyawan lain yang memang bertugas ke luar perusahaan. Hal yang membuat karyawan mengalami stres berlarut-larut karena tugasnya tumpang tindih dengan karyawan lain sesama driver.
8
Karyawan yang bekerja pada divisi transmisi juga rentan mengalami burnout, hal itu dikarenakan bentuk pekerjaan dari divisi ini yang berhubungan dengan jaringan stasiun televisi beserta peralatannya. Setiap hari karyawan ini bertanggung jawab untuk mengoperasikan jaringan dari mulai televisi siap tayang sampai berhenti tayang setiap harinya, dan apabila ada kerusakan jaringan maka karyawan ini yang bertanggung jawab untuk memperbaikinya. Karena bentuk pekerjaan yang monoton itu, maka karyawan mengalami kejenuhan kerja apalagi ketika terjadi kerusakan peralatan. Pada karyawan yang bekerja sebagai security juga menurutnya mudah mengalami kebosanan kerja, dan mempunyai bentuk pekerjaan yang selain harus menjaga keamanan kantor juga dituntut untuk melayani tamu dengan baik meskipun kondisi diri sedang tidak mendukung. Menurutnya, bentuk pekerjaan yang dilakukannya itu monoton dan mempunyai tanggung jawab yang besar apalagi ketika harus bertugas malam sampai pagi. Hasil pengamatan dan interaksi peneliti dengan karyawan Cakra Semarang TV, bahwa sebenarnya mereka telah melakukan tugasnya sesuai dengan kewajibannya masing-masing, namun ketika masalah atau faktor-faktor pemicu burnout itu muncul, maka mereka tanpa sadar cenderung sensitif dengan perkataan dan sikap rekan kerjanya, mengekspresikan emosinya ketika marah atau tidak senang dengan lingkungan yang ada, dan cenderung menyalahkan orang lain ketika ada suatu masalah, walaupun masalah itu sebenarnya disebabkan oleh dirinya sendiri.
9
Sikap tidak berdaya, jenuh, dan lelah secara fisik juga terlihat ketika mereka melakukan tugasnya apalagi pada waktu mereka mempunyai kendala dalam menyelesaikan tugasnya. Terkadang mereka juga saling mengeluh mengenai beban kerja yang berat dan tuntutan perusahaan mengenai tugas barunya atau tugas sehari-harinya dapat terus ditingkatkan. Adapula yang menderita sakit ketika beban kerja yang ditanggung sangat berat dan kurangnya dukungan atau bantuan dari rekan kerjanya sesama divisi. Karyawan dengan burnout tingkat rendah lebih banyak dibanding karyawan dengan burnout tingkat tinggi. Untuk mencegah karyawan dengan burnout tingkat rendah tersebut agar tidak berlanjut pada burnout tingkat tinggi maka diperlukan suatu upaya untuk mengantisipasi agar burnout yang dialaminya tidak bertambah berat. Burnout yang dialami karyawan tersebut walaupun masih berada pada tingkat rendah, tentunya berpengaruh terhadap jalannya pelaksanaan tugas-tugas kantor serta menghambat proses pencapaian tujuan perusahaan. Selain itu, apabila hal itu dibiarkan terus menerus, maka interaksi dan kerja sama antar karyawan dapat terganggu. Seharusnya, ketika karyawan mengalami kondisi seperti burnout dengan gejala-gejala diatas, maka karyawan dapat mengatur, mengontrol dan mengendalikan emosinya dalam menjalankan pekerjaannya. Sehingga proses pencapaian tujuan perusahaan dapat berjalan dengan baik dan pelaksanaan tugas dapat dilakukan secara maksimal. Ada berbagai macam cara untuk mengurangi burnout pada karyawan, salah satunya dengan memberikan pelatihan kepada karyawan tersebut. Sehingga
10
karyawan dapat mempunyai pengetahuan yang mendalam tentang burnout tersebut dan karyawan dapat mengelola emosinya ketika menjalankan tugasnya serta adanya perubahan pada dirinya secara kognitif maupun afektif. Sehingga ketika ada masalah yang muncul dalam proses pekerjaan, karyawan dapat mengatur emosinya dengan berpikir secara positif dengan hati yang tenang. Penelitian dari Widhianingtanti dan Murcitasari (2008) mengenai Efektivitas Achievement Motivation Training terhadap Peningkatan Motivasi Berprestasi dalam Menghadapi Ujian Nasional Pada Siswa Kelas XII SMA menunjukkan bahwa ada perbedaan motivasi berprestasi dalam menghadapi Ujian Nasional pada subjek. Motivasi berprestasi subjek setelah mendapat perlakuan (pelatihan) lebih tinggi dibandingkan dengan motivasi berprestasi subjek sebelum mendapat perlakuan. Hal tersebut dikarenakan skor rata-rata posttes (mean = 103,50) lebih tinggi daripada skor rata-rata pretest (mean = 97,79). Pengaruh pelatihan untuk merubah perilaku individu juga dibuktikan dari penelitian Anggraeni,dkk. (2008) tentang Pengaruh Pelatihan Keterampilan Sosial Menggunakan Metode Stop Think Do terhadap Penyesuaian Sosial Anak Sekolah Dasar hasilnya yaitu ada perbedaan penyesuaian sosial antara kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol sesudah pemberian pelatihan keterampilan sosial menggunakan metode Stop Think Do dengan nilai koefisien (t) sebesar 3,170 dan p=0,019 (p<0,05) dan dengan nilai gain score pada kelompok eksperimen (1,296) lebih tinggi daripada kelompok kontrol (0,883). Adanya perubahan yang terjadi pada kelompok eksperimen (kelompok yang memperoleh pelatihan) nampak disebabkan karena adanya proses kognitif dari anak melalui
11
pengalaman dan latihan yang telah mereka peroleh selama pelatihan berlangsung yang pada akhirnya mampu mengembangkan aspek kognitif mereka. Penelitian serupa juga dilakukan oleh Kartikawati (2007), tentang Peran Program Academic Achievement Behavior Training (AABT) terhadap Perubahan Motif Berprestasi pada Mahasiswa Underachiever, ternyata hasilnya mampu mengubah motif berprestasi mahasiswa underachiever pada mahasiswa psikologi di Universitas Kristen Maranatha Bandung. Pelatihan tersebut menggunakan prinsip experimental learning dari suatu kejadian dengan satu atau lebih tujuan belajar yang ditetapkan dan mengajak keterlibatan aktif dari partisipan dalam satu atau lebih rangkaian kejadian tersebut. Inti dari experimental learning tersebut adalah belajar baik melalui mengalami, dimana keterlibatan dari partisipan dapat menjadikan pengalaman dan masukan bagi diri (insight). Sehingga dapat disimpulkan dari beberapa penelitian di atas mengenai pengaruh pelatihan untuk mengubah perilaku individu bahwa pada dasarnya pelatihan mampu mengubah aspek kognitif, afektif, dan konatif dari subjek yang menjadi peserta pelatihan itu sendiri. Jewell dan Siegall (1998: 169), berpendapat bahwa pelatihan adalah pengalaman belajar terstruktur dengan tujuan mengembangkan kemampuan menjadi keterampilan khusus, pengetahuan atau sikap tertentu. Kemampuan adalah potensi fisik, mental, dan psikologis. Keterampilan merupakan penerapan potensi ini secara khusus.
12
Burnout pada dasarnya terjadi karena seseorang mengalami kelelahan fisik, emosi, dan mental yang di dalamnya mengalami stres kerja yang berkepanjangan. Sehingga stres kerja termasuk ke dalam bagian dari penyebab burnout tersebut. Menurut Robbins (2008: 379), individu dapat melatih diri untuk mengurangi ketegangan lewat teknik pengenduran seperti meditasi, hipnotis, dan umpan balik (biofeedback). Teknik-teknik penenang pikiran untuk memanajemeni stres antara lain pelatihan relaksasi autogenik, pelatihan relaksasi neuromuscular, dan meditasi (Munandar, 2008: 406). Schultz & Schultz (1994: 377) berpendapat bahwa teknik-teknik dari organisasi yang dapat menghilangkan stres diantaranya mengontrol suasana emosi karyawan, dukungan sosial, penataan ulang peran dan tugas karyawan, dan menghilangkan beban maupun tekanan pekerjaan. Sedangkan teknik-teknik individu diantaranya yaitu latihan fisik, pelatihan relaksasi, biofeedback, modifikasi perilaku, liburan, dan cukup istirahat untuk menghindari stres kerja. Burnout yang dialami oleh karyawan Cakra Semarang TV dapat di atasi dengan pelatihan yang didalamnya terdapat manajemen stres. Hal tersebut sesuai dengan hasil analisis kebutuhan pelatihan pada tingkat organisasi dan individu dengan teknik wawancara dan observasi yang hasilnya bahwa diperlukan suatu upaya seperti pelatihan untuk mengatasi burnout yang telah menghambat proses kinerjanya. Analisis kebutuhan pelatihan pada tingkat organisasi dilakukan dengan teknik wawancara kepada atasan dan bagian sumber daya manusia. Hasilnya yaitu bahwa terdapat kurang lebih 20 karyawan yang mengalami burnout dan
13
membutuhkan suatu upaya untuk mengatasi hal itu. Atasan dan bagian sumber daya manusia kemudian menyetujui adanya pelatihan bekerja dengan hati karena pelatihan tersebut berlandaskan aspek kecerdasan spiritual, kecerdasan emosional, dan relaksasi. Sehingga pelatihan tersebut diyakini dapat menurunkan tingkat burnout karyawan dan dapat memperbaiki sikap kerja karyawan. Analisis kebutuhan pelatihan juga dilakukan ditingkat individu khususnya kepada karyawan yang mengalami burnout. Analisis kebutuhan pelatihan dilakukan dengan teknik wawancara kepada masing-masing karyawan yang mengalami burnout dan observasi terhadap kinerja mereka dengan permasalahan yang mereka alami. Sebenarnya burnout yang mereka alami sudah cukup lama, namun belum ada upaya untuk mengatasi hal itu baik dari perusahaan maupun dari individu itu sendiri. Mereka belum mengetahui dengan baik bagaimana caranya untuk mengatasi gejala-gejala burnout yang mereka alami. Sehingga mereka menginginkan adanya program yang terencana dengan baik untuk mengatasi burnout agar tidak semakin tinggi tingkatannya. Mereka merespon dengan baik ketika akan diadakan pelatihan bekerja dengan hati. Mereka merasa perlu untuk mengikuti pelatihan tersebut karena mereka memiliki kesadaran untuk merubah sikap kerjanya melalui meteri yang ada dalam pelatihan bekerja dengan hati. Mereka antusias ketika mereka mendapat tawaran untuk mengikuti pelatihan bekerja dengan hati, karena kegiatan semacam ini sangat jarang diadakan, apalagi mereka ingin mengatasi gejala-gejala burnout yang mereka alami. Observasi dilakukan untuk mengetahui gejala-gejala apa saja yang dialami karyawan, sehingga hal tersebut dapat dijadikan acuan
14
dalam memberikan materi atau perlakuan sesuai dengan gejala-gejala yang dialami oleh karyawan tersebut. Stres yang berkepanjangan merupakan salah satu penyebab terjadinya burnout pada karyawan. Maka dalam pelatihan untuk mengurangi burnout karyawan, diperlukan adanya manajemen stres. Menurut Arifin, pelatihan manajemen stres bagi karyawan bisa meningkatkan kemampuan pekerja untuk coping dengan situasi kerja yang rumit. Pelatihan manjemen stres mengajarkan pekerja mengenai sifat dan sumber stres, pengaruh stres bagi kesehatan dan kemampuan individu untuk mengurangi stres, contohnya yaitu manajemen waktu dan latihan penenangan. Pelatihan manajemen stres bisa secara signifikan mengurangi tanda akibat stres, seperti kecemasan dan gangguan tidur. Meskipun demikian, program manajemen stres memiliki kekurangan seperti efek pengurangan tanda akibat stres bersifat jangka pendek yaitu terkadang penyebab utama stres kerja seringkali terabaikan karena lebih fokus kepada karyawan dan bukan lingkungannya (http://genkeis.multiply.com/journal/item/214, diunduh pada 07/05/2010). Pelatihan manajemen stres di atas hasilnya dapat mengurangi tingkat stres pekerja, maka seperti halnya pelatihan manajemen stres, pelatihan bekerja dengan hati yang didalamnya terdapat materi manajemen stres pada proses pelatihannya diduga dapat pula menurunkan burnout yang dialami oleh karyawan Cakra Semarang TV. Sehingga, dalam penelitian ini, peneliti mengadakan penelitian eksperimental dengan judul “Keefektifan Pelatihan Bekerja dengan Hati untuk Menurunkan Burnout Karyawan Cakra Semarang TV”. Pelatihan
15
bekerja dengan hati ini bertujuan untuk mengubah aspek kognitif dan afektif karyawan mengenai burnout yang dialaminya. Materi pelatihan ini secara garis besar terdiri dari aspek kecerdasan spiritual, kecerdasan emosional, dan relaksasi.
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah pelatihan bekerja dengan hati efektif untuk menurunkan burnout karyawan Cakra Semarang TV?
1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji secara empirik kegiatan pelatihan ini untuk menurunkan burnout karyawan Cakra Semarang TV. Peneliti ingin mengetahui apakah pelatihan bekerja dengan hati efektif untuk menurunkan burnout karyawan Cakra Semarang TV.
1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1
Manfaat Teoritis Memberikan wawasan dan sumbangan pengetahuan di bidang Psikologi,
khususnya Psikologi Industri dan Organisasi, yaitu mengenai pelatihan yang bertujuan untuk menurunkan burnout karyawan Cakra Semarang TV. 1.4.2
Manfaat Praktis
1.4.2.1 Bagi Karyawan Sebagai bentuk upaya agar karyawan yang mengalami burnout tingkat rendah tersebut tidak berlanjut ke tingkat yang lebih tinggi. Sehingga, ketika ada masalah muncul dalam melakukan tugas pekerjaannya sampai menimbulkan stres kerja dan kejenuhan, diharapkan karyawan tersebut dapat mengontrol dan
16
mengelola emosinya baik secara kognitif maupun afektif sehingga karyawan dapat menghadapi masalah tersebut dengan baik. Setelah mendapatkan pelatihan, karyawan memiliki sikap syukur, sabar dan ikhlas dalam melakukan pekerjaan sehari-harinya. 1.4.2.2 Bagi Perusahaan Tugas-tugas yang diberikan kepada karyawannya dapat berjalan dengan baik, sehingga tujuan dari perusahaan itu sendiri dapat tercapai dengan baik pula. Permasalahan-permasalahan yang dialami oleh karyawan Cakra Semarang TV tersebut khususnya yang mengalami burnout tingkat rendah dapat diminimalisir dan tidak berlanjut ke tingkat lebih tinggi setelah diberikan pelatihan. Sehingga perusahaan mendapatkan masukan dalam rangka mengatasi masalah-masalah karyawan khususnya burnout yang dialami oleh karyawan.
17
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Burnout 2.1.1 Pengertian Burnout Dalam dunia kerja, istilah burnout merupakan suatu istilah yang berkaitan dengan stres kerja. Konsepsi dan bahasan-bahasan yang dilakukan oleh para ahli mengenai burnout, tidak satupun yang tidak dikaitkan dengan lingkungan kerja dan jenis pekerjaan. Burnout ialah suatu situasi dimana karyawan menderita kelelahan kronis, kebosanan, depresi, dan menarik diri dari pekerjaan. Pekerja yang mengalami burnout lebih gampang mengeluh, menyalahkan orang lain bila ada masalah, lekas marah, dan menjadi sinis tentang karier mereka (Davis & Newstrom, 1993: 197). The effect of job stress that result from overwork can be seen in the condition called burnout. Employees suffering from burnout become less energetic, and less interested in their place. They are emotionally exhaustion, apathetic, depressed, irritable, and bored (Schultz & Schultz, 1994: 370). (Efek stres kerja yang diakibatkan dari beban kerja yang berlebihan dapat dijumpai pada suatu kondisi tertentu yang disebut dengan burnout. Karyawan yang menderita burnout menjadi kurang bersemangat, dan kurang tertarik pada tempat kerjanya. Mereka mengalami kelelahan emosional, apatis, depresi, lekas marah, dan merasa bosan.) Burnout can be defined as a syndrome of emotional, physical, and mental exhaustion coupled with feelings of low self-esteem or low self eficacy, resulting from prolonged exposure to intense stress (Greenberg dan Baron, 1995: 260). Burnout dapat didefinisikan sebagai suatu sindrom yang berisikan gejala
17
18
kelelahan emosional, kelelahan fisik, dan kelelahan mental disertai dengan perasaan rendahnya pengahargaan terhadap diri sendiri akibat dari stres yang berkepanjangan. Burnout is a work-related syndrome that stems from an individual’s perception of significant discrepancy between effort (input) and reward (output), this perception being influenced by individual, organizational, and social factors. It occurs most often in those who work face to face with troubled or needy clients and is typically marked by withdrawal from and cynicism toward clients, emotional and physical exhaustion, and various psychological symptoms, such as irritability, anxiety, sadness, and lowered selfesteem (Farber, 1991: 24). (Burnout adalah suatu sindrom yang berhubungan dengan pekerjaan yang berasal dari persepsi individu mengenai ketidaksesuaian yang berarti antara usaha (tenaga yang dipakai) dan imbalan (hasil), persepsi ini dipengaruhi oleh faktor individual, faktor organisasional, dan faktor sosial. Ini sangat sering terjadi pada seseorang yang bekerja berhadapan langsung dengan masalah atau kebutuhan banyak klien dan ini ditandai dengan penarikan diri dan sikap sinis terhadap klien, kelelahan emosional dan kelelahan fisik, serta berbagai gejala psikologis, seperti lekas marah, kecemasan, perasaan sedih, dan rendahnya penghargaan terhadap diri sendiri.) Maslach (1976) dalam Cherniss (1987: 16) defined burnout as the “loss of concern for people with whom one is working” in response to job-related stress. Maslach mendefinisikan burnout sebagai “hilangnya perhatian seseorang dengan pekerjaannya” sebagai reaksi dari stres kerja. Burnout is defined as psychological withdrawal from work in response to excessive stress or dissatisfaction. In other words, the term refers to the loss of enthusiasm, excitement, and a sense of mission in one’s work (Cherniss, 1987: 16). Burnout didefinisikan sebagai penarikan diri secara psikologis dari pekerjaan sebagai reaksi stres yang berlebihan atau ketidakpuasan. Dengan kata lain, suatu
19
keadaan yang berhubungan dengan hilangnya antusiasme, kegembiraan, dan arti dari misi dalam sebuah pekerjaan. Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa burnout adalah suatu kondisi dari karyawan dimana karyawan tersebut mengalami kelelahan secara emosional, kelelahan fisik, penghargaan yang rendah terhadap dirinya sendiri, pekerjaan maupun lingkungannya akibat dari stres kerja yang berkepanjangan. 2.1.2 Gejala-gejala Burnout Maslach, dkk. (2001) dalam Schultz & Schultz (1994: 371) memandang burnout sebagai suatu sindrom psikologis yang terdiri dari tiga gejala, yaitu: a.
Emotional Exhoustion (Kelelahan Emosional) Yang ditandai dengan adanya perasaan lelah akibat banyaknya tuntutan yang diajukan pada dirinya, yang kemudian menguras sumber-sumber emosional yang ada. Dalam hal ini pemberi layanan merasa tidak memiliki energi lagi untuk
melakukan
pekerjaannya.
Orang
yang
mengalami
kelelahan
emosionalnya biasanya mudah marah, mudah tersinggung, sikap bermusuhan terhadap orang lain, dan kurang kendali diri. b.
Depersonalization (Depersonalisasi) Merupakan sikap kurang menghargai atau kurang memiliki pandangan yang positif terhadap orang lain. Perilaku yang muncul adalah memperlakukan orang lain secara kasar, sikap sinis terhadap orang lain, tidak berperasaan, kurang perhatian dan juga kurang sensitif terhadap kebutuhan orang lain.
20
c.
Reduced Sense of Personal Accomplishment (Penghargaan terhadap diri sendiri yang rendah) Merupakan penilaian diri yang negatif dalam kaitannya dengan pekerjaan, antara lain muncul perasaan tidak efektif atau tidak kompeten dalam pekerjaan, menarik diri dari kontak sosial, merasa tidak berdaya dalam pekerjaan. Greenberg dan Baron (1995: 260) mengemukakan bahwa ada empat
gejala burnout, yaitu: a.
Kelelahan Fisik Ditandai dengan serangan sakit kepala, mual, sulit tidur, dan kurang nafsu makan.
b.
Kelelahan Emosional Ditandai dengan depresi, perasaan tidak berdaya serta merasa terperangkap didalam tugasnya.
c.
Kelelahan Mental (Depersonalisasi) Ditandai dengan persepsi sinis terhadap orang lain, curiga tanpa alasan, dan cenderung merugikan diri sendiri, pekerjaan, maupun organisasi.
d.
Feeling of Low Personal Accomplishment Suatu kondisi yang ditandai dengan adanya perasaan bahwa dirinya memiliki prestasi atau kemampuan kerja yang rendah, perasaan tidak puas terhadap diri sendiri, pekerjaan, maupun kehidupan.
21
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka penulis mengambil kesimpulan bahwa gejala-gejala burnout antara lain yaitu kelelahan emosional, depersonalisasi dan penghargaan terhadap diri sendiri yang rendah. 2.1.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Burnout Menurut Maslach & Leiter (1997: 38), terdapat enam faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya burnout pada karyawan, diantaranya: a.
Work Overload Beban kerja yang dimaksud meliputi apa dan seberapa banyak tugas yang dilakukan oleh karyawan. Pekerjaan yang lebih sering dilakukan, permintaan tugas yang berlebihan, dan pekerjaan yang lebih komplek dapat menyebabkan burnout.
b.
Lack of Control Merupakan kemampuan untuk mengatur prioritas pekerjaan sehari-hari, memilih pendekatan untuk melakukan pekerjaan, dan membuat keputusan dalam menggunakan sumber dayanya untuk menjadi karyawan yang profesional. Jika karyawan memiliki kontrol yang rendah maka mudah terkena burnout.
c.
Insufficient Reward Karyawan berharap bahwa pekerjaan yang dilakukannya dapat menghasilkan imbalan berupa uang, prestige, dan keamanan. Namun, ketika hal itu dinilai belum mencukupi kebutuhan karyawan, maka karyawan tersebut akan mudah terkena burnout.
22
d.
Breakdown in Community Gangguan dalam komunitas di tempat kerja yang dapat memicu burnout yang meliputi konflik dengan rekan kerja, dukungan sosial, perasaan terisolasi, serta perasaan bekerja secara terpisah dan merasa kurang kerja sama.
e.
Absence of Fairness Ketiadaan keterbukaan meliputi tiga aspek yaitu tidak adanya kepercayaan, keterbukaan, dan rasa hormat. Hal tersebut berpengaruh langsung terhadap burnout.
f.
Conflicting Values Nilai-nilai yang bertentangan antara karyawan dengan pekerjaannya dapat memicu terjadinya burnout karyawan. Menurut Schultz & Schultz (1994: 371-372) terdapat tiga kelompok
faktor-faktor yang dapat dikaitkan dengan sindrom burnout, yaitu faktor demografi, faktor organisasional dan faktor individual atau kepribadian. a.
Faktor Demografi Faktor demografi ini meliputi:
a)
Usia Individu yang berusia dibawah 40 tahun lebih rentan terkena burnout. Hal ini disebabkan umumnya tenaga kerja yang berusia lebih muda dipenuhi oleh berbagai harapan yang terkadang kurang realistik untuk dicapai, sedangkan tenaga kerja yang berusia lebih tua umumnya matang dan stabil sehingga memiliki harapan yang lebih realistik.
23
b) Jenis Kelamin Perempuan umumnya lebih sering mengalami kelelahan emosional, sedangkan laki-laki mengalami depersonalisasi. Laki-laki lebih rentan terkena burnout dibanding perempuan. Namun jenis kelamin bukan merupakan prediktor yang signifikan pada proses terjadinya burnout. c)
Status Pernikahan Status pernikahan berpengaruh pada burnout. Profesional yang berstatus lajang lebih rentan terhadap burnout.
d) Tingkat Pendidikan dan Masa Kerja Tingkat pendidikan dan masa kerja yang semakin tinggi, akan menimbulkan kecenderungan burnout dalam diri individu. Tingkat pendidikan dan masa kerja berpengaruh positif terhadap burnout, karena kedua faktor ini akan mempengaruhi harapan individu terhadap organisasi. Ketika harapan tidak tercapai, maka individu memiliki kecenderungan yang lebih tinggi untuk mengalami burnout. b.
Faktor Organisasional Faktor organisasional yang menyebabkan terjadinya burnout antara lain:
a)
Beban Kerja Beban kerja merupakan jumlah tugas yang harus diselesaikan oleh individu dan derajat kesulitas tugas tersebut.
b) Konflik Peran Konflik peran terjadi pada saat adanya tuntutan yang tidak sejalan dengan diri individu.
24
c)
Ambiguitas peran Ambiguitas peran terjadi pada saat individu tidak memiliki informasi yang memadai untuk menyelesaikan kinerja. Adanya beban kerja, konflik peran, ambiguitas peran akan membuat individu sulit memenuhi tuntutan yang ada secara adekuat sehingga mengalami kelelahan emosional.
d) Dukungan rekan kerja yang tidak adekuat e)
Dukungan atasan yang tidak adekuat
c.
Faktor Individual atau Kepribadian Faktor individual atau kepribadian yang terkait dengan burnout antara
lain: a)
Kurangnya ketangguhan (lack of hardiness) Hardiness dianggap menjaga seseorang tetap sehat walaupun mengalami kejadian-kejadian yang penuh stres. Orang yang berpribadi kurang tangguh lebih mudah terkena stres daripada yang berpribadi tangguh (hardiness).
b) Lokus kontrol yang berorientasi eksternal Individu dengan external locus of control meyakini bahwa keberhasilan dan kegagalan yang dialami disebabkan dari kekuatan diluar dirinya. Individu ini juga meyakini bahwa dirinya tidak berdaya terhadap situasi, sehingga mudah menyerah dan bila berlanjut akan menimbulkan sikap apatis terhadap pekerjaaan. Dengan demikian external locus of control cenderung lebih mudah terkena burnout dibanding dengan individu yang memiliki internal locus of control.
25
c)
Perilaku tipe A Ciri-ciri tipe A yaitu memiliki orientasi persaingan prestasi, berjuang melawan waktu dan tidak sabaran. Individu dengan tipe A cenderung lebih mudah terkena burnout.
d) Kurangnya kontrol diri Kontrol berkaitan dengan bagaimana individu mengendalikan emosi, keseluruhan ekspresi yang bermanfaat dan dapat diterima secara sosial. Individu yang kurang memiliki kontrol diri lebih mudah terserang burnout. e)
Harga diri yang rendah Individu yang memiliki harga diri rendah, ia merasa tertekan di dalam kehidupannya dan merasa dirinya tidak berguna, tidak berharga dan menyalahkan diri sendiri atas ketidaksempurnaan dirinya. Ia cenderung tidak percaya diri dalam melakukan sesuatu pekerjaan atau tidak yakin akan ide-ide yang dimilikinya. Individu yang memiliki harga diri yang rendah lebih mudah terkena burnout. Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa faktor yang mempengaruhi
burnout terdiri dari faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal terdiri dari tekanan pekerjaan, dukungan sosial, karakteristik pekerjaan, imbalan yang diberikan tidak mencukupi, konflik peran dan ambiguitas peran. Sedangkan faktor internal terdiri dari karakteristik/kepribadian, harga diri, usia, jenis kelamin, status pernikahan, tingkat pendidikan dan masa kerja .
26
2.2 Pelatihan 2.2.1 Pengertian Pelatihan Sikula dalam As’ad (2004: 70) mengemukakan bahwa pelatihan (training) adalah suatu proses pendidikan jangka pendek yang mempergunakan prosedur sistematis dan terorganisir di mana tenaga kerja non-managerial mempelajari pengetahuan dan keterampilan teknis untuk tujuan-tujuan tertentu. Pelatihan adalah proses mengerjakan keahlian dan memberikan pengetahuan yang perlu, serta sikap supaya mereka dapat melaksanakan tanggung jawabnya sesuai dengan standar. Ini berbeda dari pendidikan yang memberikan pengetahuan tentang subyek tertentu secara umum, karena pelatihan memusatkan diri pada kebutuhan khusus dalam pekerjaan. Biasanya tujuannya adalah memperbaiki kinerja dari tugas terakhir, meminta untuk melaksanakan tugas yang penjabatnya belum terbiasa, atau menyiapkan individu untuk perubahan yang mungkin terjadi (Cushway, 1996: 114). Definisi pelatihan yang berwawasan luas dirumuskan oleh Komisi Tenaga Kerja dalam Cushway (1996: 114), yaitu pelatihan dianggap sebagai suatu proses terencana untuk mengubah sikap, pengetahuan, atau tingkah laku keahlian melalui pengalaman, untuk mencapai kinerja yang efektif dalam kegiatan atau sejumlah kegiatan. Tujuannya, dalam situasi kerja, untuk mengembangkan kemampuan individu dan untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja dalam organisasi, saat ini dan mendatang. Menurut As’ad (2004: 70), disini pelatihan adalah istilah-istilah yang menyangkut usaha-usaha yang berencana yang diselenggarakan agar supaya
27
dicapai penguasaan akan keterampilan, pengetahuan, dan sikap-sikap yang relevan terhadap pekerjaan. Sedangkan Jewell dan Siegall (1998: 169), berpendapat bahwa pelatihan adalah pengalaman belajar terstruktur dengan tujuan mengembangkan kemampuan menjadi keterampilan khusus, pengetahuan atau sikap tertentu. Kemampuan adalah potensi fisik, mental, dan psikologis. Keterampilan merupakan penerapan potensi ini secara khusus. Berdasarkan beberapa pendapat yang ada di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa yang dimaksud dengan pelatihan adalah suatu proses jangka pendek yang terencana menggunakan prosedur yang sistematis dan terorganisir yang tujuannya untuk mengubah sikap, pengetahuan, dan tingkah laku melalui pengalaman, untuk mencapai kinerja yang efektif bagi karyawan. 2.2.2 Analisis Kebutuhan Pelatihan Setiap
pelatihan
didasarkan
pada
analisis
sistematis
terhadap
kontribusinya untuk keefektifan organisasi. Analisis ini meliputi penentuan kebutuhan pelatihan dan penilaian sampai seberapa jauh hambatan untuk mencapai tujuan organisasi dapat dihilangkan melalui pelatihan. Kebutuhan pelatihan muncul bila kelemahan tertentu dapat ditanggulangi dengan mengadakan pelatihan yang sesuai. Menurut Cushway (1996: 118) kebutuhan ini harus dinilai dari tiga tingkatan: a.
Tingkat Organisasi Titik awal untuk menganalisis kebutuhan pada tingkat organisasi adalah
strategi organisasi. Bila tujuan utama organisasi telah ditentukan dan faktor penentu keberhasilan diidentifikasi, maka seharusnya dapat diidentifikasikan area
28
kelemahan nyata atau potensial yang dapat dikoreksi oleh pelatihan. Semua ini harus terlihat jelas dalam rencana SDM yang akan mengidentifikasi jumlah, tipe, dan tingkatan pegawai yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan saat ini dan mendatang. b.
Tingkat Grup atau Pekerjaan Pada tingkat grup atau pekerjaan, kebutuhan dapat ditentukan oleh
analisis pekerjaan dan dengan menganalisis kinerja dan produktivitas. Analisis pekerjaan ini akan menentukan pertanggungjawaban dan tugas-tugas dari berbagai pekerjaan tersebut, dan untuk tujuan manajemen dan pelatihan kinerja, harus menentukan
kriteria
dan
standar
kinerja
dan
mengidentifikasi
tingkat
pengetahuan, keahlian, dan pengalaman yang diperlukan untuk memenuhi standar tersebut. c.
Tingkat Individu Pada tingkat individu, kebutuhan dapat dinilai melalui penilaian kinerja.
Setiap penilaian kinerja harus merupakan peninjauan di area, di mana kinerja yang ada dapat diperbaiki oleh pelatihan, dan pengembangan mungkin diperlukan untuk memberikan sarana kepada penjabat untuk melaksanakan peranan yang lebih daripada biasanya. Ada sejumlah cara lain untuk mengidentifikasi kebutuhan pelatihan, seperti melaksanakan analisis tugas terperinci melalui pendekatan masalah yang terpusat, analisis keahlian antar perseorangan, dan pendekatan FDI dengan meninjau tugas-tugas dari sudut frekuensi, kesulitan, dan penting atau tidaknya. Kebutuhan akan pelatihan juga dapat diketahui dengan cara: mewawancarai
29
penjabat, meminta mereka untuk melengkapi kuesioner, juga melalui observasi (Cushway, 1996: 120-121).
2.3 Pelatihan Bekerja dengan Hati untuk Menurunkan Burnout 2.3.1 Konteks Pelatihan Bekerja dengan Hati Untuk Menurunkan Burnout Karyawan Pelatihan bekerja dengan hati merupakan suatu pelatihan yang mempunyai tujuan untuk menurunkan burnout pada karyawan yang akan merubah aspek kognitif dan afektif dari karyawan yang berhubungan dengan aspek-aspek dari burnout tersebut agar karyawan dapat mengelola emosinya dan melakukan tugas pekerjaannya dengan bersumber pada qalbu (hati). Menurut Saleh (2009: 52), bekerja dengan hati adalah bekerja dengan berlandaskan pada pusat kesadaran manusia, yaitu qalbu. Hati nurani atau atau qalbu digunakan sebagai alat pertimbangan yang utama dalam menentukan sikap dan perilaku di dunia kerja. Pelatihan bekerja dengan hati dimaksudkan untuk membuka kesadaran para pekerja agar lebih dapat memaknai setiap aktivitasnya dalam bingkai spiritual. Bekerja dengan bingkai nilai-nilai spiritual tentu akan berbeda dengan bekerja demi kepentingan materi duniawi semata. Nilai-nilai spiritual akan memotivasi seseorang untuk bekerja dengan ikhlas, sungguh-sungguh, dan melakukan yang terbaik karena bertanggung jawab atas keimanannya. Pelatihan ini terdiri dari beberapa materi yang secara garis besar berkaitan dengan aspek kecerdasan spiritual disertai kecerdasan emosional dan relaksasi.
30
2.3.1.1 Kecerdasan Spiritual 2.3.1.1.1 Pengertian Kecerdasan Spiritual Kecerdasan spiritual adalah kecerdasan yang mendapat inspirasi, dorongan, dan efektivitas yang terinspirasi, theis-ness atau penghayatan ketuhanan yang didalamnya kita semua menjadi bagian (Sinetar dalam Nggermanto,2002: 117). Zohar dan Marshall (2000: 4) mendefinisikan kecerdasan spiritual sebagai kecerdasan untuk menghadapi persoalan makna atau value, yaitu kecerdasan untuk menempatkan perilaku dan hidup kita dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya, kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna dibandingkan dengan yang lain. Kecerdasan
spiritual
adalah
landasan
yang
diperlukan
untuk
memfungsikan IQ dan EQ secara efektif. Kecerdasan spiritual merupakan kecerdasan tertinggi kita. Lebih lanjut, Agustian (2008: 13) mendefinisikan kecerdasan spiritual merupakan kemampuan untuk memberi makna spiritual terhadap pemikiran, perilaku dan kegiatan, serta mampu menyinergikan IQ, EQ, dan SQ secara komprehensif. Dapat disimpulkan bahwa kecerdasan spiritual merupakan kemampuan yang bersumber dari hati untuk membangkitkan energi dalam individu untuk bertindak serta untuk memberi makna spritual terhadap pemikiran, perilaku dan kegiatan individu tersebut.
31
2.3.1.1.2 Konteks Kecerdasan Spiritual dalam Bekerja Kecerdasan spiritual dipercaya mampu mengantarkan manusia pada ketenangan dan kesadaran diri yang tinggi saat melakukan serangkaian aktivitas yang berhubungan dengan pekerjaan sehari-hari. Menurut Saleh (2009: 5), sesungguhnya pusat kesadaran tertinggi yang ada dalam diri manusia termasuk karyawan ketika melakukan tugas pekerjaannya adalah bersumber pada kalbunya (hati). Kecerdasan spiritual diyakini mampu mengantar manusia pada penemuan hakikat diri yang sejati. Lebih dari itu, kecerdasan ini telah terbukti sebagai media untuk mengantarkan pada kesuksesan hidup (Saleh, 2009: 6). Masalah-masalah dalam bekerja muncul dan dialami oleh individu, kecerdasan spiritual menjadikan kita sadar bahwa kita mempunyai masalah eksistensial dan membuat kita mampu mengatasinya atau setidaknya bisa berdamai dengan masalah tersebut (Zohar dan Marshall, 2000: 12). Kecerdasan spiritual
memungkinkan
kita
untuk
menyatukan
hal-hal
yang
bersifat
intrapersonal dan interpersonal, serta menjembatani kesenjangan antara diri dan orang lain khususnya dalam bekerja. 2.3.1.1.3 Manfaat Kecerdasan Spiritual Menurut Saleh (2009: 6), manfaat dari kecerdasan spiritual akan menghasilkan
integritas,
energi,
inspirasi,
kearifan,
dan
keberanian
(Saleh, 2009: 6). Kecerdasan spiritual yang diaplikasikan dalam bekerja akan memotivasi seseorang untuk bekerja dengan ikhlas, sungguh-sungguh dan melakukan yang terbaik karena bertanggung jawab atas keimanannya
32
Sedangkan menurut Zohar dan Marshall (2000: 12), manfaat dari kecerdasan spiritual diantaranya: a.
Kecerdasan spiritual dapat menjadikan diri kita kreatif Kita menghadirkannya ketika ingin menjadi luwes, berwawasan luas, atau spontan secara kreatif.
b.
Berguna untuk menghadapi masalah eksistensial Terjadi pada saat kita secara pribadi merasa terpuruk, terjebak oleh kebiasaan, kekhawatiran, dan masalah masa lalu kita akibat penyakit dan kesedihan.
c.
Sebagai pedoman saat kita berada di “ujung” Yaitu masalah-masalah eksistensial yang paling menantang dalam hidup berada di luar aturan-aturan yang telah diberikan, melampaui pengalaman masa lalu, dan melampaui sesuatu yang dapat kita hadapi.
d.
Menjadi lebih cerdas secara spiritual dalam beragama Kecerdasan spiritual membawa kita ke jantung segala sesuatu, ke kesatuan di balik perbedaan, ke potensi di balik ekspresi nyata serta menghubungkan kita dengan makna dan ruh esensial di belakang semua agama besar.
e.
Menjembatani kesenjangan antara diri dengan orang lain Kita mempunyai pemahaman tentang siapa diri kita dan apa makna segala sesuatu bagi kita, dan bagaimana semua itu memberikan tempat di dalam dunia kita kepada orang lain dan makna-makna mereka.
f.
Mencapai perkembangan diri yang lebih utuh
g.
Untuk menghadapi masalah baik dan jahat, hidup dan mati, dan asal-usul sejati dari penderitaan dan keputusasaan manusia.
33
2.3.1.2 Kecerdasan Emosional 2.3.1.2.1 Pengertian Kecerdasan Emosional Kecerdasan emosional merupakan kemampuan untuk merasa, yang kuncinya adalah pada kejujuran individu pada suara hatinya (Agustian, 2008: 9). Salah satu keterampilan utama dalam kecerdasan emosional adalah keterampilan mengatur tindakan dengan menggunakan emosi. Ini berarti belajar mengendalikan dorongan untuk bertindak berdasarkan perasaan. Cara terbaik untuk mengatur emosi adalah mengetahui jati diri kita dan ambang keterampilan kita untuk bertahan (Patton, 2002: 168-169). Menurut Goleman dalam Saleh (2009: 3), kecerdasan emosional meliputi dua kecakapan, yaitu kecakapan pribadi dan kecakapan sosial. Kecakapan pribadi terdiri atas tiga faktor, yaitu kesadaran diri, pengaturan diri, dan motivasi. Sementara itu, kecapakan sosial terdiri atas dua faktor, yaitu kesadaran sosial dan keterampilan sosial. Agustian (2003: 62) mengatakan bahwa kecerdasan emosional adalah sebuah kemampuan untuk ”mendengarkan” bisikan emosi, dan menjadikannya sebagai informasi maha penting untuk memahami diri sendiri dan orang lain demi mencapai sebuah tujuan. Dapat disimpulkan bahwa kecerdasan emosional adalah kemampuan individu untuk merasakan, mengendalikan dan mengatur emosi yang ada pada dirinya untuk memahami diri sendiri dan orang lain dalam individu itu untuk bertindak.
34
2.3.1.2.2 Manfaat Kecerdasan Emosional Menurut Patton (2002: 60-65), manfaat dari kecerdasan emosional diantaranya: a.
Mengelola emosi Kemampuan individu untuk mengelola emosi sangat diperlukan ketika individu menghadapi situasi tertentu yang rumit. Pada saat itu, individu dituntut untuk bisa menggunakan emosinya dengan kecerdasan emosionalnya yang memadai.
b.
Mengidentifikasi emosi Kecerdasan emosional berguna untuk mengenali emosi yang kita punya. Dengan begitu kita dapat merespon tekanan-tekanan, situasi yang tidak menentu dan kesengsaraan.
c.
Mengenal emosi-emosi orang lain Mengenal emosi orang lain memerlukan kualitas waktu, perhatian, dan konsentrasi. Dengan berusaha mengenali perilaku orang lain dan respon yang kita terima, melalui kontak mata dan bahasa tubuh mereka, kita dapat mengembangkan keterampilan pemahaman tentang orang lain. Jika kita tidak menghargai orang lain, maka kesempatan yang kita miliki untuk membangun hubungan dengannya sirna begitu saja.
d.
Merasakan empati Hal yang terpenting adalah meredam ambisi pribadi untuk memahami bagaimana perasaan orang lain dalam menghadapi situasi mereka sendiri.
35
Sehingga, kita dapat lebih mementingkan untuk merasakan apa yang sedang dirasakan oleh orang lain e.
Memotivasi, melatih disiplin, dan menyeimbangkan diri Ketiga hal tersebut merupakan kekuatan untuk mengembangkan diri dari gerakan kecerdasan emosional kita. Kecerdasan emosional berguna untuk menyeimbangkan keterampilan kita dengan keinginan dan mengarahkan emosi menuju akhir produktif. Selain itu juga untuk melatih penggunaan waktu guna mempelajari pelajaran-pelajaran, sepanjang cara dan berada pada pelajaran untuk mencapai tujuan.
f.
Menghadapi emosi-emosi destruktif Kecerdasan emosional berfungsi untuk mengontrol kemarahan-kemarahan. Sehingga, kita dapat mengetahui tanda-tanda yang mencetuskan kemarahan dan membantu menemukan cara-cara mengurangi pengaruhnya. Emosi destruktif lainnya yaitu kesedihan, penyesalan, kebencian, dan ketakutan.
g.
Membangun hubungan Membangun hubungan adalah keterampilan yang paling diperlukan dalam beberapa arena profesional dan personal. Hal ini dilakukan dengan membiasakan emosi dengan orang lain. Dengan kata lain, kita tahu bagaimana mensinkronisasikan perasaan kita dengan perasaan orang lain.
2.3.1.3 Relaksasi 2.3.1.3.1 Pengertian Relaksasi Relaksasi, merupakan salah satu teknik di dalam terapi perilaku (Prawitasari,dkk 2003: 139-140). Penelitian-penelitian Jacobson menunjukan
36
bahwa relaksasi dapat mengurangi ketegangan dan kecemasan (Beech dkk, 1982) dalam Prawitasari,dkk (2003: 140). Ketegangan otot yang merupakan akibat dari stress berkepanjangan dapat dikurangi dengan latihan relaksasi. Ketegangan juga menunjuk pada suasana yang bermusuhan, perasaan-perasaan negatif terhadap individu dan sebagainya. Oleh orang awam, relaksasi dapat diartikan sebagai partisipasi dalam aktivitas olah raga, melihat TV, dan rekreasi. Sebaliknya ketegangan dapat menunjuk pada suasana yang bermusuhan, perasaan-perasaan negatif terhadap individu dan sebagainya. Menurut pandangan ilmiah, relaksasi merupakan perpanjangan serabut otot sekletal, sedangkan ketegangan merupakan kontraksi terhadap perpindahan serabut otot (Beech dkk, 1982) dalam (Prawitasari,dkk 2003: 140). Relaxation training is a stress-reduction technique that concentrates on relaxing one part of the body after another (Schultz & Schultz, 1994: 375). Dari definisi itu, pelatihan relaksasi merupakan teknik penurunan stres yang berkonsentrasi pada pengenduran suatu bagian dari tubuh setelah itu bagian lainnya. Sehingga, relaksasi dapat diartikan sebagai perpanjangan serabut otot sekletal dari individu yang berfungsi untuk mengurangi ketegangan otot-otot dengan menggunakan teknik-teknik pengenduran tertentu.
37
2.3.1.3.2 Manfaat Relaksasi Menurut Burn (dikutip oleh Beech dkk, 1982) dalam Prawitasari,dkk (2003: 142) menyebutkan beberapa keuntungan yang diperoleh dari latihan relaksasi, antara lain: a.
Relaksasi akan membuat individu lebih mampu menghindari reaksi yang berlebihan karena adanya stres.
b.
Masalah-masalah yang berhubungan dengan stres seperti hipertensi, sakit kepala, insomnia, dan keluhan fisik lainnya dapat dikurangi atau diobati dengan relaksasi.
c.
Meningkatkan penampilan kerja, sosial, dan keterampilan fisik. Hal ini mungkin terjadi sebagai hasil pengurangan tingkat ketegangan.
d.
Kelelahan, aktivitas mental, dan atau latihan fisik yang tertunda dapat diatasi lebih cepat dengan menggunakan keterampilan relaksasi.
e.
Kesadaran diri tentang keadaan fisiologis seseorang dapat meningkat sebagai hasil latihan relaksasi, sehingga memungkinkan individu untuk menggunakan keterampilan relaksasi untuk timbulnya rangsangan fisiologis.
f.
Konsekuensi fisiologis yang penting dari relaksasi adalah bahwa tingkat harga diri dan keyakinan diri individu meningkat sebagai hasil kontrol yang meningkat terhadap reaksi stres.
g.
Meningkatkan hubungan interpersonal. Orang yang rileks dalam situasi interpersonal yang sulit akan lebih berfikir rasional. Penelitian Hazaleus dan Defenbacher (1986) menunjukkan bahwa relaksasi dapat menurunkan simptom fisik terhadap marah.
38
2.3.2 Metodologi Pelatihan Bekerja dengan Hati Pelatihan ini dilaksanakan dalam enam kali pertemuan dalam satu minggu (hari Senin sampai Sabtu) dengan pelaksananya yaitu trainer ESQ sekaligus terapis relaksasi yang berkompeten dalam bidang ini. Setiap pertemuan dimulai pada waktu sebelum karyawan bekerja yaitu pada jam 06.10 sampai 06.50 (sesi pertama) dan dilanjutkan pada jam istirahat yaitu jam 12.00 sampai jam 13.50 (sesi kedua). Dalam pelatihan ini, peserta akan dituntun untuk mendapatkan informasi atau pengetahuan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan burnout mulai dari penyebab terjadinya burnout, sampai pada cara-cara untuk mencegah atau mengatasi burnout tersebut. Cara-cara atau upaya-upaya yang akan diberikan kepada peserta untuk mengurangi burnout karyawan dalam pelatihan ini meliputi aspek kecerdasan spiritual, kecerdasan emosional, dan relaksasi. Sebagai materi pendukung, peserta juga akan diajak terlibat beberapa aktifitas dalam pelatihan seperti permainan, simulasi, serta saling berbagi informasi atau pengalaman antar peserta (sharing). Pelatihan ini akan dilakukan di lingkungan kantor Cakra Semarang TV yaitu dengan menggunakan ruang studio dalam dan ruang serba guna. 2.3.3 Materi Pelatihan Bekerja dengan Hati Materi pelatihan ini secara garis besar terdiri dari beberapa bagian yaitu materi yang berkaitan dengan burnout, materi yang berkaitan dengan kecerdasan spiritual dengan porsi 35% dalam pelatihan dan kecerdasan emosional dengan porsi 35% yang terkait dengan karyawan dengan pekerjaannya (dalam
39
menjalankan pekerjaannya) serta didukung dengan relaksasi sebanyak 30% dalam pelatihan ini . (lihat lampiran) 2.3.4 Evaluasi Pelatihan Menurut Anthony, dkk. (2006: 339), evaluasi pelatihan terbagi menjadi empat tahap, diantaranya: a.
Reaction (Reaksi) Reaksi dari peserta pelatihan merupakan tahap pertama dalam evaluasi.
Informasi mengenai reaksi peserta tersebut dapat berupa apa yang mereka rasakan mengenai pelatihan secara umum, fasilitas-fasilitas yang terdapat pada pelatihan, dan content atau isi dari pelatihan tersebut. b.
Learning (Pengetahuan) Tahap kedua dari evaluasi pelatihan adalah tingkat pengetahuan yang di
dapat oleh peserta. Secara khusus, hasilnya ialah menentukan apakah peserta dapat menguasai keadaan dirinya, teknik-teknik, kemampuan, dan proses yang diajarkan selama pelatihan. c.
Behavior (Perilaku) Evaluasi perilaku dari program pelatihan bertujuan untuk menguji apakah
kebiasaan perilaku peserta mengalami perubahan dalam pekerjaannya. Data yang digunakan untuk mengevaluasi perilaku peserta biasanya dikumpulkan dari individu-individu, seperti atasan dan rekan kerja yang cukup dekat dengan peserta untuk mengevaluasi kinerjanya.
40
d.
Results (Hasil) Tahap terakhir dari evaluasi pelatihan adalah tahap hasil. Tahap ini
meneliti bagaimana program pelatihan berpengaruh terhadap organisasi. Data yang dikumpulkan untuk mengevaluasi program pelatihan pada tahap ini mungkin dapat termasuk harga jual, proyek dan keuntungan, kenaikan penjualan, penuruan kecelakaan kerja, peningkatan sikap kerja yang baik, turnover dan ketidakhadiran karyawan semakin rendah, atau kenaikan produksi.
41
2.4 Kerangka Berpikir Berikut bagan yang menggambarkan kefektifan pelatihan bekerja dengan hati untuk menurunkan burnout karyawan: Penyebab Burnout: 1. Faktor eksternal a. Tekanan pekerjaan b. Dukungan sosial c. Karakteristik pekerjaan d. Imbalan yang diberikan tidak mencukupi 2. Faktor internal a. Karakteristik/kepribadian b. Harga diri c. Usia d. Jenis kelamin e. Status pernikahan f. Tingkat pendidikan dan masa kerja
PELATIHAN BEKERJA DENGAN HATI
Aplikasi: Materi, simulasi, permainan, perenungan, sharing, latihan relaksasi.
Gejala-gejala Burnout:
BURNOUT
Manfaat Pelatihan Bekerja dengan Hati
Aspek kecerdasan spiritual: Mengubah cara pandang konsep bekerja dan rezeki sebagai bagian dari ibadah kepada Tuhan. Aspek kecerdasan emosional: a. Mengenali emosi diri b. Mengelola emosi diri c. Memotivasi diri d. Mengenali emosi orang lain e. Menjalin hubungan Relaksasi: Mengurangi ketegangan otot dan keluhan fisik, meningkatkan performa kerja dan sosial serta keterampilan fisik, mengatasi kelelahan emosi dan mental, meningkatkan harga diri dan percaya diri, meningkatkan hubungan interpersonal.
1. Kelelahan fisik: a. Sakit kepala b. Mual c. Sulit tidur d. Nafsu makan berkurang 2. Kelelahan emosional: a. Depresi b. Merasa terperangkap dalam tugasnya c. Mudah marah d. Mudah tersinggung e. Perasaan tidak berdaya 3. Depersonalisasi: a. Memperlakukan orang lain secara kasar b. Sikap sinis terhadap orang lain c. Tidak berperasaan d. Kurang perhatian e. Sikap curiga terhadap orang lain f. Kurang sensitif terhadap kebutuhan orang lain 4. Penghargaan terhadap diri sendiri yang rendah: a. Perasaan tidak efektif dalam bekerja b. Menarik diri dari kontak sosial c. Merasa tidak berdaya dalam pekerjaan
BURNOUT KARYAWAN MENURUN
Gambar 2.1. Pengaruh Pelatihan Bekerja terhadap Burnout
42
Berdasarkan bagan di atas, burnout yang dialami oleh karyawan dapat disebabkan oleh berbagai macam hal, yang kemudian dikelompokkan menjadi dua faktor yaitu faktor eksternal dan faktor internal. Burnout yang disebabkan oleh faktor eksternal meliputi tekanan pekerjaan, dukungan, karakteristik pekerjaan, imbalan yang diberikan dari perusahaan tidak mencukupi. Tekanan pekerjaan tersebut dapat dirasakan oleh karyawan ketika pekerjaan yang dilakukan oleh karyawan tersebut dinilai ambigu atau tidak jelas job descreptionnya. Hal itu akan menyebabkan konflik peran dalam diri karyawan, sehingga menyebabkan terbebani dan menimbulkkan stres kerja. Kurangnya dukungan dari rekan kerja, keluarga, dan lingkungan serta imbalan yang tidak dinilai tidak dapat memenuhi kebutuhan hidup layak juga dapat memicu terjadinya burnout pada karyawan. Faktor internal penyebab burnout meliputi karakteristik atau kepribadian, harga diri, usia, jenis kelamin, status pernikahan, tingkat pendidikan dan masa kerja. Karyawan yang usianya masih muda dan mempunyai masa kerja yang belum lama, rawan terkena burnout. Umumnya, kaum perempuan lebih mudah terserang burnout, karena dalam berperilaku lebih mengandalkan emosi dan perasaannya, namun hal itu tidak dibenarkan seutuhnya. Kaum laki-laki juga mudah terserang burnout, karena pada dasarnya faktor penyebab burnout tidak dipengaruhi oleh faktor jenis kelamin saja. Harga diri yang rendah dan kepribadian yang kurang tangguh juga memicu terjadinya burnout pada karyawan. Semakin tinggi tingkat pendidikan karyawan, semakin rentan terkena burnout. Selain itu, karyawan yang masih lajang juga mudah terserang burnout.
43
Ketika karyawan mengalami burnout, maka karyawan tersebut akan menderita gejala-gejala tertentu diantaranya kelelahan fisik, kelelahan emosional, depersonalisasi, dan penghargaan terhadap diri sendiri yang rendah. Kelelahan fisik terjadi ketika karyawan sering mengalami pusing atau sakit kepala, mual, nafsu makan berkurang, dan sulit tidur (insomnia). Kelelahan emosional dapat dilihat dari tanda-tandanya, yaitu karyawan mengalami depresi, merasa tertangkap dalam tugasnya, mudah marah dan tersinggung serta merasa tidak berdaya. Gejala
selanjutnya
yaitu
depersonalisasi
dimana
karyawan
memperlakukan orang lain secara kasar, bersikap sinis dan kurang perhatian terhadap orang lain, sikap curiga terhadap orang lain, kurang berperasaan dan kurang sensitif terhadap kebutuhan orang lain. Selain itu juga, penghargaan karyawan terhadap dirinya rendah yaitu merasa tidak efektif dalam bekerja, menarik diri dari kontak sosial dan merasa tidak berdaya dalam pekerjaan. Untuk menurunkan tingkat burnout yang dialami oleh karyawan tersebut, dapat dilakukan dengan berbagai macam cara, salah satunya menggunakan pelatihan bekerja dengan hati. Pelatihan ini mempunyai beberapa manfaat yang terbagi menjadi tiga aspek yaitu kecerdasan spiritual, kecerdasan emosional, dan relaksasi. Manfaat berdasarkan kecerdasan spiritual yaitu karyawan dapat mengubah cara pandang konsep bekerja dan rezeki sebagai bagian dari ibadah kepada Tuhan. Aspek ini terdiri dari nilai-nilai spiritual yang dapat memotivasi seseorang untuk bekerja dengan ikhlas, sungguh-sungguh bersumber dari qalbu atau hati dan melakukan yang terbaik karena bertanggung jawab atas keimanannya. Aspek-aspek tersebut dapat mengurangi burnout yang berhubungan
44
dengan gejala-gejala yaitu karyawan merasa tertangkap atau terpaksa dalam menjalankan tugasnya, mudah marah dan tersinggung ketika ada masalah, perasaan tidak efektif dalam bekerja, serta merasa tidak berdaya dalam pekerjaan. Manfaat dari aspek kecerdasan emosional diantaranya yaitu karyawan dapat mengenali dan mengelola emosinya ketika menjalankan tugas pekerjaannya. Selain itu, karyawan mampu mengenali emosi rekan kerjanya sehingga dapat membina hubungan dengan karyawan lain dengan baik. Dalam pelatihan ini juga terdapat relaksasi yang bertujuan untuk mengurangi ketegangan otot dan keluhan fisik akibat dari stres kerja, meningkatkan performa kerja dan sosial serta keterampilan fisik karyawan dalam bekerja, mengatasi kelelahan emosi dan mental, meningkatkan harga diri dan percaya diri, serta dapat meningkatkan hubungan interpersonal karyawan. Setelah karyawan mengikuti pelatihan ini selama enam kali pertemuan, maka burnout yang dialami oleh karyawan tersebut dapat berkurang atau menurun. Agar hasilnya dapat berkelanjutan dengan baik, maka sesungguhnya pelatihan ini dapat diberikan secara berkesinambungan untuk mengurangi burnout karyawan. Sehingga dalam menjalankan tugas pekerjaannya, karyawan dapat melakukan tugasnya dengan baik, maka semangat dan produktifitasnya dapat meningkat.
45
2.5 Hipotesis Berdasarkan teori-teori yang telah dikemukakan di atas, maka hipotesis yang diajukan oleh peneliti adalah sebagai berikut: “Pelatihan bekerja dengan hati efektif untuk menurunkan burnout karyawan Cakra Semarang TV”.
46
BAB 3 METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif eksperimental. Metode kuantitatif adalah metode analisis data dengan menggunakan angka. Sedangkan penelitian eksperimental menurut Latipun (2004: 8), merupakan penelitian yang dilakukan dengan melakukan manipulasi yang bertujuan untuk mengetahui akibat manipulasi terhadap perilaku individu yang diamati. Manipulasi yang dilakukan dapat berupa situasi atau tindakan tertentu yang diberikan kepada individu atau kelompok, dan setelah itu dilihat pengaruhnya.
3.2 Desain Penelitian Desain penelitian eksperimen ini adalah eksperimen kuasi, disebut pula eksperimen semu merupakan desain eksperimen yang pengendaliannya terhadap variabel-variabel non-eksperimental tidak begitu ketat, dan penentuan sampelnya dilakukan dengan tidak randomisasi (Latipun, 2004: 97). Desain eksperimen kuasi yang dipakai adalah non randomized pretest-posttest control group design merupakan desain eksperimen yang dilakukan dengan prates sebelum perlakuan diberikan dan pascates sesudahnya, sekaligus ada kelompok kontrol (Latipun, 2004: 116). Dalam eksperimen ini sampel ditetapkan dengan tidak random. Keefektifan atau pengaruh dari variabel bebas terhadap variabel terikat dilihat dari
46
47
perbedaan antara pretest dengan posttest. Desain penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut. Tabel 3.1. Rancangan Non Randomized Pretest-Posttest Control Group Design Pretest Non R KE Non R KK
Y1 Y1
Posttest X -
Y2 Y2
Keterangan: Non R = non random KE = kelompok eksperimen KK = kelompok kontrol Y1 = pengukuran burnout sebelum pelatihan bekerja dengan hati (pretest) Y2 = pengukuran burnout sesudah pelatihan bekerja dengan hati (posttest) X = pemberian perlakuan pelatihan bekerja dengan hati
Skema desain eksperimen non randomized pretest-posttest control group design adalah sebagai berikut:
nonR O1 Þ (X) Þ O2 nonR O3 Þ (-) Þ O4 Keterangan: nonR(X) O1 O2 nonR (-) O3 O4
= kelompok yang diberikan pelatihan bekerja dengan hati untuk menurunkan burnout karyawan (kelompok eksperimen). = pengukuran burnout dengan menggunakan skala burnout karyawan (pretest) pada kelompok eksperimen. = pengukuran burnout dengan menggunakan skala burnout karyawan (posttest) pada kelompok eksperimen. = kelompok yang tidak diberikan pelatihan bekerja dengan hati untuk menunurunkan burnout karyawan (kelompok kontrol). = pengukuran burnout dengan menggunakan skala burnout karyawan (pretest) pada kelompok kontrol. = pengukuran burnout dengan menggunakan skala burnout karyawan (posttest) pada kelompok kontrol.
48
3.3 Identifikasi Variabel Penelitian 3.3.1 Identifikasi Variabel Identifikasi dari variabel perlu dilakukan untuk membantu penetapan rancangan penelitian. Dalam penelitian ini terdapat dua macam variabel penelitian yaitu variabel bebas dan variabel terikat. a.
Variabel X (Variabel bebas) Variabel bebas adalah variabel yang keberadaannya mempengaruhi
variabel lain. Dalam penelitian ini, yang menjadi variabel bebas adalah pelatihan bekerja dengan hati. b.
Variabel Y (Variabel terikat) Variabel terikat adalah variabel yang keberadaannya dipengaruhi oleh
variabel bebas. Dalam penelitian ini yang menjadi variabel terikat adalah burnout karyawan Cakra Semarang TV. 3.3.2 Hubungan antar Variabel Variabel-variabel dalam penelitian tentunya saling berhubungan antara variabel satu dengan variabel yang lain. Hubungan antar variabel dapat dilihat pada gambar berikut ini: Pelatihan Bekerja dengan Hati (X)
Burnout Karyawan Cakra Semarang TV (Y)
Gambar 3.1 Bagan Pengaruh Pelatihan Bekerja dengan Hati untuk Menurunkan Burnout Karyawan Secara teoritis dapat dijelaskan bahwa hubungan antar variabel bersifat interaksi dimana (X) merupakan variabel bebas (independent) yaitu Pelatihan
49
Bekerja dengan Hati dan (Y) merupakan variabel terikat (dependent) yaitu Burnout Karyawan Cakra Semarang TV. Berdasarkan keterangan di atas, (X) yaitu Pelatihan Bekerja dengan Hati dapat mempengaruhi atau menurunkan (Y) yaitu Burnout karyawan Cakra Semarang TV.
3.4 Definisi Operasional Variabel Definisi operasional berarti meletakkan arti pada suatu variabel dengan cara menetapkan kegiatan-kegiatan atau tindakan-tindakan yang perlu untuk mengukur variabel itu (Latipun, 2004: 59) a.
Burnout Adalah suatu kondisi karyawan dimana karyawan tersebut mengalami
kelelahan secara emosional, kelelahan fisik, penghargaan yang rendah terhadap dirinya sendiri, pekerjaan maupun lingkungannya akibat dari stres kerja yang berkepanjangan. Burnout karyawan ini akan diukur dengan menggunakan skala psikologi yang dibuat berdasarkan Maslach Burnout Inventory (MBI) dengan aspekaspeknya yaitu kelelahan emosional, depersonalisasi dan penghargaan terhadap diri sendiri yang rendah. Semakin tinggi skor yang didapat oleh subjek, maka semakin tinggi burnout yang dialami olehnya. b.
Pelatihan Bekerja dengan Hati Pelatihan bekerja dengan hati ini merupakan pelatihan yang mengasah
sisi kognitif dan afektif karyawan, dengan materinya menggunakan aspek kecerdasan spiritual, kecerdasan emosional, dan relaksasi. Pelatihan ini akan diadakan selama enam kali dalam seminggu. Setiap kali pertemuan, pelatihan
50
berlangsung selama dua jam. Dalam pelatihan ini porsi materi kecerdasan spiritual yaitu 35%, kecerdasan emosional 35% serta relaksasi 30%.
3.5 Subjek Penelitian Subjek dalam penelitian ini berjumlah 20 orang. Subjek tersebut merupakan subjek studi pendahuluan yang telah diukur menggunakan skala burnout dan merupakan karyawan tetap Cakra Semarang TV yang memiliki karakteristik diantaranya yaitu mengalami burnout tingkat rendah, belum pernah mengikuti pelatihan bekerja dengan hati ataupun pelatihan yang sejenisnya, usia dibawah 40 tahun, belum menikah, masa kerja minimal satu tahun, dan status pendidikan minimal D3. Pengelompokkan subjek kedalam kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dilakukan secara non random. Hal itu dilakukan atas dasar jumlah subjek yang terbatas, waktu dan tempat yang tidak memungkinkan semua subjek yang akan dijadikan kelompok eksperimen bisa selalu mengikuti pelatihan bekerja dengan hati yang diadakan di kantor. Sepuluh orang subjek dipilih sebagai kelompok eksperimen dilakukan secara non random yang dapat mengikuti pelatihan secara penuh. Sisanya yaitu 10 orang lainnya dipilih secara non random sebagai kelompok kontrol.
3.6 Metode dan Alat Pengumpulan Data Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah: a.
Skala burnout karyawan Cakra Semarang TV Penelitian ini menggunakan skala adopsi Maslach Burnout Inventory
(MBI) dengan bentuk pernyataan dan sifat itemnya tertutup. Skala tersebut disusun dengan dua jenis item yaitu, item yang searah dengan pernyataan
51
(favourable) dan item yang tidak searah dengan pernyataan (unfavourable). Pada skala tersebut terdapat alternatif jawaban: Tidak Pernah, Sangat Jarang, Jarang, Kadang-kadang, Sering, Sangat Sering, Selalu. Pada item favourable, jawaban Selalu mendapat skor 6, jawaban Sangat Sering mendapat skor 5, jawaban Sering mendapat skor 4, jawaban Kadangkadang mendapat skor 3, jawaban Jarang mendapat skor 2, jawaban Sangat Jarang mendapat skor 1, dan jawaban Tidak Pernah mendapat skor 0. Pada item unfavourable, jawaban Selalu mendapat skor 0, jawaban Sangat Sering
mendapat skor 1, jawaban Sering mendapat skor 2, jawaban
Kadang-kadang mendapat skor 3, jawaban Jarang mendapat skor 4, jawaban Sangat Jarang mendapat skor 5, dan jawaban Tidak Pernah mendapat skor 6. Tabel 3.2. Susunan Penskoran Item Skala Burnout Karyawan Cakra Semarang TV Kategori Jawaban
Favourable
Unfavourable
Selalu
6
0
Sangat Sering
5
1
Sering
4
2
Kadang-kadang
3
3
Jarang
2
4
Sangat Jarang
1
5
Tidak Pernah
0
6
Alat ukur yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah skala burnout karyawan Cakra Semarang TV berdasarkan Maslach Burnout Inventory (MBI). Skala ini mengungkap tentang tingkat burnout yang dialami karyawan, berdasarkan aspek-aspeknya yaitu kelelahan emosional,
52
kelelahan mental (depersonalisasi), dan penghargaan terhadap diri sendiri yang rendah. Blue-print skala Maslach Burnout Inventory sebagai berikut: Tabel 3.3. Blueprint Skala Burnout Karyawan Cakra Semarang TV Variabel
Aspek a. Kelelahan emosional b. Depersonalisasi
Burnout
c. Penghargaan
Fav 1,2,3,6,
Unfav -
Jumlah 8
8,12,13,18 10,11,14,20
5,
5
-
4,7,9,15,
7
terhadap diri
16,17,19
sendiri yang rendah Total item
12
8
20
3.7 Analisis Data 3.7.1 Validitas 3.7.1.1 Validitas Instrumen Validitas alat ukur adalah sejauh mana alat ukur itu mengukur apa yang dimaksudkan untuk diukur (Suryabrata, 2005: 41). Instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan. Sebuah instrumen dikatakan valid apabila mempunyai validitas tinggi. Sebaliknya, instrumen yang kurang valid berarti memilki validitas rendah.
53
Untuk menguji suatu validitas alat ukur dapat dilakukan dengan pendekatan konsistensi internal, dengan menggunakan skor total keseluruhan item sebagai kriterianya. Indeks validitas item dihitung dengan cara mengkorelasikan skor total masing-masing item. Penelitian ini menggunakan alat ukur yang telah terstandar yaitu Maclach Burnout Inventory (MBI) dan berikut adalah tingkat validitas alat ukur baku tersebut pada tiap-tiap aitem per aspek: Tabel 3.4. Koefisien Validitas per Aitem Skala Burnout Berdasarkan MBI
Nomor Aitem
Kelelahan Emosional
1 2 3 6 8 12 13 18 5 10 11 14 20 4 7 9 15 16 17 19
0,76 0,74 0,57 0,57 0,86 0,60 0,74 0,62
Sampel 1 Depersonalisasi
Penghargaan terhadap Diri Sendiri
Kelelahan Emosional
Sampel 2 Depersonalisasi Penghargaan terhadap Diri Sendiri
0,71 0,72 0,62 0,60 0,79 0,60 0,59 0,55 0,68 0,77 0,79 0,53 0,46
0,62 0,74 0,78 0,43 0,54 0,49 0,55 0,63 0,55 0,48 0,65 0,56
*Semua aitem signifikan (p<0,05)
0,42 0,54 0,69 0,52 0,50 0,64 0,53
54
Penelitian ini menggunakan alat ukur yang telah terstandar yaitu Maclach Burnout Inventory (MBI) dan berikut adalah tingkat validitas alat ukur baku 3.7.1.2 Validitas Eksperimen Validitas dalam suatu eksperimen terdiri dari dua macam, yaitu validitas yang berhubungan dengan efek yang ditimbulkan atau biasa disebut dengan validitas internal dan validitas yang berhubungan dengan penerapan hasil eksperimen atau biasa disebut dengan validitas eksternal. Validitas internal merupakan validitas penelitian yang berhubungan dengan pertanyaan sejauh mana perubahan yang diamati (Y) dalam suatu eksperimen benar-benar hanya terjadi karena X yaitu perlakuan yang diberikan (variabel perlakuan) dan bukan karena pengaruh faktor lain variabel luar. Jika efek yang terjadi pada variabel terkait benar-benar karena faktor perlakuan dan tidak ada faktor luar yang turut berpengaruh maka eksperimennya memiliki validitas internal (Latipun, 2004: 76). Pada penelitian ini, validitas internal diketahui dengan cara melakukan dua kali pengukuran yaitu posttest setelah subjek diberikan tiga kali pelatihan pertama dan posttest setelah subjek diberikan tiga kali pelatihan berikutnya dengan alat ukur yang disesuaikan dengan materi pelatihan pada tiga kali pelatihan pertama dan tiga kali pelatihan berikutnya. Hasil dari pengukuran tersebut akan dikorelasikan menggunakan correlations spearman. Koefisien yang diperoleh yaitu sebesar 0,935 untuk pengukuran pertama dan pengukuran kedua pada kelompok eksperimen. Artinya ada korelasi pengukuran pertama dan pengukuran kedua pada kelompok eksperimen. Sedangkan untuk kelompok
55
kontrol, koefisien korelasi yang diperoleh yaitu sebesar 0,645 untuk pengukuran pertama dan pengukuran kedua. Artinya juga ada korelasi pengukuran pertama dan pengukuran kedua pada kelompok kontrol. Sedangkan validitas eksternal merupakan validitas penelitian yang menyangkut pertanyaan sejauh mana hasil pada penelitian dapat digeneralisasikan pada populasi. Dengan kata lain, apakah penelitian yang dilakukan ini representatif untuk diterapkan pada kelompok subjek yang berbeda dan situasi yang berbeda, dan dapat menggambarkan kejadian yang sesungguhnya dalam masyarakat (Latipun, 2004: 87). Pada penelitian ini, untuk bisa memenuhi validitas eksternalnya, peneliti berusaha mengendalikan beberapa hal yang dapat mengurangi validitas eksternalnya. Peneliti mengambil sampel penelitian yang mengalami burnout saja dengan kriteria usia dibawah 40 tahun, belum menikah, taraf pendidikan minimal D3, dan masa kerja minimal satu tahun. Suasana pelatihan dibuat dibuat senyaman mungkin baik ketika dalam ruangan (indoor) dan di luar ruangan (outdoor) artinya mengurangi gangguan-gangguan yang dapat menghambat jalannya pelatihan. Subjek pelatihan diberikan fasilitas yang memadai dalam proses pelatihannya, sehingga subjek tidak merasa terpaksa dalam mengikuti pelatihan. Selain itu juga, peneliti berkoordinasi dengan pihak perusahaan untuk tidak membuat kebijakan baru atau fasilitas yang secara langsung dapat menurunkan burnout karyawan.
56
3.7.2 Reliabilitas Reliabilitas alat ukur menunjukkan sejauh mana hasil pengukuran dengan alat tersebut dapat dipercaya (Suryabrata, 2005: 29). Berikut adalah koefisien reliabilitas (cronbach’s α) dari alat ukur baku tersebut: Tabel 3.5. Koefisien Reliabilitas Skala Burnout Berdasarkan MBI Total Sampel (N=141) Total Sampel (N=3198) Kelelahan Emosional
0,89
0,90
Depersonalisasi
0,63
0.66
Penghargaan Terhadap Diri
0,88
0,82
Sendiri yang Rendah
3.7.3 Metode Analisis Data Analisis data penelitian merupakan suatu cara mengorganisasikan data sedemikian rupa sehingga dapat dibaca (readable) dan dapat ditafsirkan (interpretable) (Azwar, 2003: 123). Untuk menguji ada tidaknya pengaruh pelatihan bekerja dengan hati untuk menurunkan burnout karyawan, maka digunakan metode analisis data dengan uji Wilcoxon Mann-Whitney Test non Parametric.
57
BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini merupakan kajian ilmiah tentang keefektifan pelatihan bekerja dengan hati untuk menurunkan burnout karyawan Cakra Semarang TV. Penelitian yang dilakukan ini diharapkan memperoleh hasil yang sesuai dengan tujuan penelitian, yaitu mengetahui keefektifan pelatihan bekerja dengan hati untuk menurunkan burnout karyawan Cakra Semarang TV. Pada bab ini akan diuraikan proses, hasil dan pembahasan penelitian. Adapun hal-hal yang akan dibahas dalam bab ini adalah sebagai berikut:
4.1 Persiapan Penelitian Persiapan penelitian diharapkan dapat memperlancar penelitian yang akan dilakukan. Persiapan yang dilakukan meliputi perijinan, kesepakatan dengan trainer, persiapan tempat untuk penelitian, informasi kegiatan pelatihan, pengelompokkan subjek penelitian menjadi dua kelompok yaitu kelompok eksperimen dan kontrol, serta pretest. Adapun rangkaian persiapan penelitian sebagai berikut:
57
58
Tabel 4.1. Persiapan Penelitian No.
Waktu
Kegiatan
1.
Minggu pertama (Senin, 7 Februari sampai Sabtu,12 Februari 2011)
2.
Minggu kedua (Senin, 14 Februari sampai Sabtu,19 Februari 2011)
3.
Minggu ketiga (Senin,21 Februari sampai Sabtu,26 Februari 2011)
Perijinan penelitian dengan membawa surat pengantar dari Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan tanggal 10 Januari 2011 dengan nomor 88/H37.1.1/PP/2011 yang ditujukan kepada Direktur Cakra Semarang TV. Setelah melalui prosedur tersebut akhirnya peneliti mendapatkan ijin dari Direktur Cakra Semarang TV yang juga telah memberikan ijin peminjaman tempat di ruang studio dalam atau ruang serba guna sebagai tempat untuk melakukan pelatihan bekerja dengan hati selama seminggu. Bukti surat pengantar dan surat ijin penelitian dapat dilihat pada lampiran. Mendata seluruh karyawan Cakra Semarang TV yang akan dijadikan peserta pelatihan bekerja dengan hati yang mengalami burnout tingkat rendah. Membuat kesepakatan jadwal pelatihan dengan trainer (Ir. Novel Abdul Latief). Dihasilkan jadwal pelatihan selama seminggu mulai hari Senin, 28 Februari sampai Sabtu 5 Maret 2011. Menginformasikan 20 orang yang akan ikut berpartisipasi. Membagi menjadi dua kelompok, 10 orang sebagai kelompok eksperimen dan 10 orang sebagai kelompok kontrol secara non random. Menghubungi dan memastikan subjek kelompok eksperimen untuk dapat mengikuti pelatihan selama satu minggu yaitu mulai Senin, tanggal 28 Februari sampai Sabtu, 5 maret 2011 terdapat 2 sesi setiap harinya yaitu sebelum bekerja pukul 06.15 sampai 06.45 dan sesi kedua pukul 12.00-selesai. Pelatihan bertempat di kantor Cakra Semarang TV tepatnya di studio dalam atau ruang serba guna. Mengingatkan kembali kepada peserta pelatihan mengenai waktu dan tempat pelatihan bekerja dengan hati. Menyiapkan konsumsi peserta dan trainer untuk seminggu selama pelatihan. Menyiapkan perlengkapan yang dibutuhkan yang akan digunakan dalam pelatihan bekerja dengan hati. Prestest, memberikan skala burnout (Maslach Burnout Inventory) kepada subjek penelitian yang termasuk dalam kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol.
59
Jumlah subjek penelitian sebanyak 20 orang dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol secara non random tanpa ada variabel yang dikontrol. Untuk lebih rinci dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 4.2. Subjek Penelitian Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol No.
Subjek
Jenis Kelamin
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20.
Subjek 01 Subjek 02 Subjek 03 Subjek 04 Subjek 05 Subjek 06 Subjek 07 Subjek 08 Subjek 09 Subjek 10 Subjek 11 Subjek 12 Subjek 13 Subjek 14 Subjek 15 Subjek 16 Subjek 17 Subjek 18 Subjek 19 Subjek 20
Laki-laki Perempuan Laki-laki Perempuan Perempuan Perempuan Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-lali Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki Perempuan Laki-laki Laki-laki
Usia (tahun) 27 25 25 25 28 30 32 26 29 31 26 27 30 29 29 27 28 25 26 30
Lama bekerja (tahun) 5thn 1th 1bln 1th 1bln 1th 5th 6th 5th 6th 6th 6th 5th 4th 5th 4th 5th 5th 5th 1th 1bln 1th 2bln 5th
Divisi
Kelompok
Master Control Redaksi Desain Grafis Redaksi Redaksi Redaksi Transmisi Desain Grafis Master Control Transmisi Studio Dalam Studio Luar Redaksi Redaksi Mater Control Security Security Editing News Redaksi Driver
Eksperimen Eksperimen Eksperimen Eksperimen Eksperimen Eksperimen Eksperimen Eksperimen Eksperimen Eksperimen Kontrol Kontrol Kontrol Kontrol Kontrol Kontrol Kontrol Kontrol Kontrol Kontrol
Masing-masing kelompok berjumlah 10 subjek. Kelompok pertama yang mendapatkan perlakuan berupa pelatihan bekerja dengan hati sebagai kelompok eksperimen. Kelompok kedua yang tidak mendapatkan perlakuan pelatihan bekerja dengan hati sebagai kelompok kontrol.
60
4.2 Pelaksanaan Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di kantor Cakra Semarang TV tepatnya di studio dalam dan ruang serba guna. Subjek sebelumnya belum pernah mengikuti kegiatan pelatihan bekerja dengan hati atau yang sejenisnya. Kelompok eksperimen yang terdiri dari 10 orang mengikuti pelatihan bekerja dengan hati selama enam hari dalam seminggu yang setiap harinya terbagi menjadi dua sesi yaitu sebelum bekerja pada pukul 06.15 sampai 06.45 dan setelah bekerja pada pukul 12.00 sampai dengan selesai sekitar pukul 13.45. Trainer dalam pelatihan bekerja dengan hati ini bernama Ir. Novel Abdul Latief, beliau berkompeten dan telah berpengalaman di dunia pelatihan khususnya pelatihan Emotional Spiritual Quotient sekaligus juga mempunyai kompetensi sebagai terapis relaksasi. Rangkaian pelatihan bekerja dengan hati adalah sebagai berikut: Tabel 4.3. Rangkaian Enam Pertemuan Pelatihan Bekerja dengan Hati Pertemuan I II III IV
V
VI
Hari, tanggal Senin, 28 Februari 2011 Selasa, 1 Maret 2011 Rabu, 2 Maret 2011 Kamis, 3 Maret 2011
Aktivitas FGD, permainan, materi, sharing, relaksasi. Permainan, materi, sharing, relaksasi. Permainan, materi, sharing, relaksasi. Permainan, materi, sharing, kontrak diri, renungan.
Fokus materi pada aspek Kelelahan emosional dan fisik Kelelahan emosional dan fisik Kelelahan emosional dan fisik Depersonalisasi dan penghargaan terhadap diri sendiri serta pekerjaan Jum’at, 4 Maret Permainan, materi, sharing, Depersonalisasi, 2011 relaksasi. penghargaan terhadap diri sendiri dan pekerjaan, serta kelelahan fisik. Sabtu, 5 Maret Relaksasi, sharing, materi, Penghargaan terhadap 2011 komitmen diri, FGD. diri sendiri dan pekerjaan, serta kelelahan fisik.
61
4.3 Uji Hipotesis Hipotesis dalam penelitian ini adalah: “Pelatihan bekerja dengan hati efektif untuk menurunkan burnout karyawan Cakra Semarang TV”. Subjek kelompok eksperimen berjumlah 10 maka pengujian hipotesis penelitian ini menggunakan teknik statistik wilcoxon mann-whitney test non parametric dengan menggunakan gain value. Tabel 4.4. Skor Selisih Pretest dan Posttest Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol Kelompok Eksperimen Pretest Postest Selisih 71 51 20 50 26 24 69 24 45 68 37 31 49 38 11 57 34 23 20 26 6 60 27 33 40 33 7 48 46 2 Rata-rata 14,10
Kelompok Kontrol Pretest Postest Selisih 33 26 7 58 51 7 50 48 2 44 51 7 27 43 16 52 52 0 57 59 2 57 59 2 38 39 1 48 43 5 Rata-rata 6,90
Dari tabel 4.4. di atas dapat diketahui bahwa rata-rata skor selisih kelompok eksperimen lebih besar daripada kelompok kontrol, artinya tingkat penurunan burnout karyawan kelompok eksperimen lebih tinggi daripada kelompok kontrol. Hasil analisis dari data gain value yaitu didapatkan Z score sebesar –2,742 dengan p: 0,006 maka dapat disimpulkan ada perbedaan tingkat burnout karyawan Cakra Semarang TV sebelum dan sesudah diberikan pelatihan bekerja dengan hati. Dengan demikian hipotesis yang berbunyi “Pelatihan bekerja
62
dengan hati efektif untuk menurunkan burnout karyawan Cakra Semarang TV” diterima. Hasil analisis data juga menunjukkan bahwa ada perbedaan tingkat burnout kelompok eksperimen sebelum dan sesudah pelatihan bekerja dengan hati dengan p: 0,008 dan ada perbedaan tingkat burnout antara kelompok eksperimen dan kontrol sesudah pelatihan bekerja dengan hati dengan p: 0,010. Artinya, setelah mengikuti pelatihan bekerja dengan hati, kelompok eksperimen menunjukkan penurunan tingkat burnout.
4.4 Hasil Penelitian 4.4.1 a.
Deskripsi Burnout Sebelum Pelatihan Bekerja dengan Hati
Deskripsi Burnout Kelompok Eksperimen Mean dari kelompok eksperimen sebelum pelatihan bekerja dengan hati
adalah 14,00. Untuk mengetahui gambaran burnout dapat dibuat kategorisasi untuk mendeskripsikan data hasil penelitian mengenai burnout berdasarkan norma kategorisasi dari Azwar (2008: 109) yaitu: Tabel 4.5. Norma Kategorisasi Burnout Rentang Skor X < (μ – 1,0 σ) (μ – 1,0 σ) ≤ X < (μ + 1,0 σ) (μ + 1,0 σ) ≤ X
Skor Tertinggi
20 x 6 = 120
Skor Terendah
20 x 0 = 0
Luas Jarak Sebarannya
120 – 0 = 120
Kategori Rendah Sedang Tinggi
Satuan Deviasi Standarnya (σ) = 120 / 6 = 20
63
Mean Teoritis adalah μ = 20 x 3 = 60 Tabel 4.6. Distribusi Frekuensi Tingkat Burnout Kelompok Eksperimen Sebelum Pelatihan Interval X < (μ – 1,0 σ) (μ – 1,0 σ) ≤ X < (μ + 1,0 σ) (μ + 1,0 σ) ≤ X
Interval X < 40 40 ≤ X < 80 80 ≤ X Total
Kategori Rendah Sedang Tinggi
F 1 9 0 10
% 10 90 0 100
Berdasarkan tabel 4.6. diperoleh informasi bahwa karyawan Cakra Semarang TV yang mengalami burnout cenderung berada dalam kategori sedang yaitu sebanyak 90%. Namun ada 10% karyawan yang mengalami burnout kategori rendah. Dapat disimpulkan bahwa burnout yang dialami subjek sudah cukup serius karena sebagaian besar burnout berkategori sedang dan hanya satu yang berkategori rendah. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar diagram prosentasi burnout karyawan Cakra Semarang TV kelompok eksperimen sebelum pelatihan bekerja dengan hati berikut ini:
64
Persen (%) 100 90 90
80 70 60 50
%
40 30 20 10 0
10 Rendah
Sedang
0 Tinggi
Gambar 4.1. Diagram Presentasi Burnout Kelompok Eksperimen Sebelum Pelatihan b.
Deskripsi Burnout Kelompok Kontrol Mean dari kelompok kontrol sebelum pelatihan bekerja dengan hati
adalah 10,30. Kategorisasi untuk mendeskripsikan data hasil penelitian mengenai burnout kelompok kontrol sama dengan kategorisasi pada kelompok eksperimen yang dapat dilihat pada tabel 4.5. Tabel 4.7. Distribusi Frekuensi Tingkat Burnout Kelompok Kontrol Sebelum Pelatihan Interval X < (μ – 1,0 σ) (μ – 1,0 σ) ≤ X < (μ + 1,0 σ) (μ + 1,0 σ) ≤ X
Interval X < 40 40 ≤ X < 80 80 ≤ X Total
Kategori Rendah Sedang Tinggi
F 3 7 0 10
% 30 70 0 100
Berdasarkan tabel 4.7. diperoleh informasi bahwa 70% karyawan Cakra Semarang TV yang mengalami burnout cenderung berada dalam kategori sedang.
65
Namun ada 30% karyawan yang mengalami burnout kategori rendah. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar diagram presentasi burnout karyawan Cakra Semarang TV kelompok kontrol sebelum pelatihan bekerja dengan hati berikut ini:
Persen (%) 80 70 70
60 50 40
%
30 20
30
10 0 Rendah
Sedang
0 Tinggi
Gambar 4.2. Diagram Presentasi Burnout Kelompok Kontrol Sebelum Pelatihan 4.4.2 Deskripsi Burnout Setelah Pelatihan Bekerja dengan Hati a.
Deskripsi Burnout Kelompok Eksperimen
Tabel 4.8. Distribusi Frekuensi Tingkat Burnout Kelompok Eksperimen Setelah Pelatihan Interval X < (μ – 1,0 σ) (μ – 1,0 σ) ≤ X < (μ + 1,0 σ) (μ + 1,0 σ) ≤ X
Interval X < 40 40 ≤ X < 80 80 ≤ X Total
Kategori Rendah Sedang Tinggi
F 8 2 0 10
% 80 20 0 100
Berdasarkan tabel 4.8. di atas diperoleh informasi bahwa karyawan Cakra Semarang TV yang mengalami burnout setelah mengikuti pelatihan bekerja
66
dengan hati hampir sebagian besar berada dalam kategori rendah yaitu sebanyak 80%, dan hanya sebagian kecil saja yang masuk kategori sedang yaitu hanya 20%. Ini menunjukkan bahwa ada penurunan tingkat burnout pada subjek setelah diberikan perlakuan berupa pelatihan bekerja dengan hati. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar diagram presentasi burnout karyawan Cakra Semarang TV kelompok eksperimen setelah pelatihan bekerja dengan hati berikut ini:
Persen (%) 90 80 80
70 60 50 40
%
30 20 20
10 0 Rendah
Sedang
0 Tinggi
Gambar 4.3. Diagram Presentasi Burnout Kelompok Eksperimen Setelah Pelatihan b.
Deskripsi Burnout Kelompok Kontrol Tabel 4.9. Distribusi Frekuensi Tingkat Burnout Kelompok Kontrol Setelah Pelatihan
Interval X < (μ – 1,0 σ) (μ – 1,0 σ) ≤ X < (μ + 1,0 σ) (μ + 1,0 σ) ≤ X
Interval X < 40 40 ≤ X < 80 80 ≤ X Total
Kategori Rendah Sedang Tinggi
F 2 8 0 10
% 20 80 0 100
67
Berdasarkan tabel 4.9. di atas diperoleh informasi bahwa 80% karyawan Cakra Semarang TV yang mengalami burnout cenderung berada pada kategori sedang dan hanya 20% karyawan yang berada pada kategori rendah. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar diagram presentasi burnout karyawan Cakra Semarang TV kelompok kontrol berikut ini:
Persen (%) 90 80 80
70 60 50 40
%
30 20 20
10 0
Rendah
Sedang
0 Tinggi
Gambar 4.4. Diagram Presentasi Burnout Kelompok Kontrol Setelah Pelatihan 4.4.3 Deskripsi Burnout Berdasarkan Mean Tabel 4.10. Tabel Mean Burnout Kelompok Eksperimen dan Kontrol Mean
Pretest
Posttest
Kelompok Eksperimen
14,00
7,00
Kelompok Kontrol
10,30
10,70
Berdasarkan tabel 4.10. di atas diperoleh informasi bahwa mean burnout kelompok eksperimen dan kontrol sebelum diberi perlakuan berupa pelatihan bekerja dengan hati adalah sama. Kemudian setelah diberikan pelatihan bekerja
68
dengan hati, mean burnout kelompok eksperimen dan kontrol adalah terjadi perbedaan. 4.4.4 a.
Deskripsi Burnout per Aspek
Deskripsi Burnout Sebelum Pelatihan Bekerja dengan Hati Berikut ini disajikan secara deskriptif tingkat burnout karyawan Cakra
Semarang TV per aspek pada kelompok eksperimen: 1.) Gejala Kelelahan Emosional Kelelahan emosional ditandai dengan adanya perasaan lelah akibat banyaknya tuntutan yang diajukan pada dirinya, yang kemudian menguras sumber-sumber emosional yang ada. Orang yang mengalami kelelahan emosionalnya biasanya mudah marah, mudah tersinggung, sikap bermusuhan terhadap orang lain, dan kurang kendali diri. Tingkat burnout gejala kelelahan emosional subjek dapat dilihat dengan kategori sebagai berikut: Skor Tertinggi
8 x 6 = 48
Skor Terendah
8x0=0
Luas Jarak Sebarannya
48 – 0 = 48
Satuan Deviasi Standarnya (σ) = 48 / 6 = 8 Mean Teoritis adalah μ = 8 x 3 = 24 Tabel 4.11. Distribusi Frekuensi Tingkat Burnout Gejala Kelelahan Emosional Kelompok Eksperimen Sebelum Pelatihan Interval X < (μ – 1,0 σ) (μ – 1,0 σ) ≤ X < (μ + 1,0 σ) (μ + 1,0 σ) ≤ X
Interval X < 16 16 ≤ X < 32 32 ≤ X Total
Kategori Rendah Sedang Tinggi
F 1 8 1 10
% 10 80 10 100
69
Berdasarkan tabel 4.11. diperoleh informasi bahwa 80% karyawan Cakra Semarang TV yang mengalami burnout pada gejala kelelahan emosional cenderung berada dalam kategori sedang meski terdapat 10% subjek pada kategori rendah dan 10% pada kategori tinggi. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar diagram presentasi burnout gejala kelelahan emosional yang dialami karyawan Cakra Semarang TV kelompok eksperimen sebelum pelatihan bekerja dengan hati berikut ini:
Persen (%) 90 80 80
70 60 50 40
%
30 20 10 0
10 Rendah
10 Sedang
Tinggi
Gambar 4.5. Diagram Presentasi Burnout Gejala Kelelahan Emosional Kelompok Eksperimen Sebelum Pelatihan 2.) Gejala Depersonalisasi (Kelelahan Mental) Merupakan sikap kurang menghargai atau kurang memiliki pandangan yang positif terhadap orang lain. Perilaku yang muncul adalah memperlakukan orang lain secara kasar, sikap sinis terhadap orang lain, tidak berperasaan, kurang perhatian dan juga kurang sensitif terhadap kebutuhan orang lain. Tingkat burnout gejala depersonalisasi subjek dapat dilihat dengan kategori sebagai berikut:
70
Skor Tertinggi
5 x 6 = 30
Skor Terendah
5x0=0
Luas Jarak Sebarannya
30 – 0 = 30
Satuan Deviasi Standarnya (σ) = 30 / 6 = 5 Mean Teoritis adalah μ = 5 x 3 = 15 Tabel 4.12. Distribusi Frekuensi Tingkat Burnout Gejala Depersonalisasi Kelompok Eksperimen Sebelum Pelatihan Interval X < (μ – 1,0 σ) (μ – 1,0 σ) ≤ X < (μ + 1,0 σ) (μ + 1,0 σ) ≤ X
Interval X < 10 10 ≤ X < 20 20 ≤ X Total
Kategori Rendah Sedang Tinggi
F 4 6 0 10
% 40 60 0 100
Berdasarkan tabel 4.12. diperoleh informasi bahwa 60% karyawan Cakra Semarang TV yang mengalami burnout pada gejala depersonalisasi cenderung berada dalam kategori sedang meski terdapat 40% subjek pada kategori rendah. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar diagram presentasi burnout gejala depersonalisasi yang dialami karyawan Cakra Semarang TV kelompok eksperimen sebelum pelatihan bekerja dengan hati berikut ini:
71
Persen (%) 70 60 60 50 40 40 %
30 20 10 0 Rendah
Sedang
0 Tinggi
Gambar 4.6. Diagram Presentasi Burnout Gejala Depersonalisasi Kelompok Eksperimen Sebelum Pelatihan 3.) Gejala Penghargaan Terhadap Diri Sendiri yang Rendah Merupakan penilaian diri yang negatif dalam kaitannya dengan pekerjaan, antara lain muncul perasaan tidak efektif atau tidak kompeten dalam pekerjaan, menarik diri dari kontak sosial, merasa tidak berdaya dalam pekerjaan. Tingkat burnout gejala penghargaan terhadap diri sendiri yang rendah subjek dapat dilihat dengan kategori sebagai berikut: Skor Tertinggi
7 x 6 = 42
Skor Terendah
7x0=0
Luas Jarak Sebarannya
42 – 0 = 42
Satuan Deviasi Standarnya (σ) = 42 / 6 = 7 Mean Teoritis adalah μ = 7 x 3 = 21
72
Tabel 4.13. Distribusi Frekuensi Tingkat Burnout Gejala Penghargaan Terhadap Diri Sendiri yang Rendah Kelompok Eksperimen Sebelum Pelatihan Interval X < (μ – 1,0 σ) (μ – 1,0 σ) ≤ X < (μ + 1,0 σ) (μ + 1,0 σ) ≤ X
Interval X < 14 14 ≤ X < 28 28 ≤ X Total
Kategori Rendah Sedang Tinggi
F 2 8 0 10
% 20 80 0 100
Berdasarkan tabel 4.13. diperoleh informasi bahwa 80% karyawan Cakra Semarang TV yang mengalami burnout pada gejala penghargaan terhadap diri sendiri yang rendah cenderung berada dalam kategori sedang meski terdapat 20% subjek pada kategori rendah. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar diagram presentasi burnout gejala penghargaan terhadap diri sendiri yang rendah yang dialami karyawan Cakra Semarang TV kelompok eksperimen sebelum pelatihan bekerja dengan hati berikut ini:
Persen (%) 90 80 80
70 60 50 40
%
30 20 10
20
0 Rendah
Sedang
0 Tinggi
Gambar 4.7. Diagram Presentasi Burnout Gejala Penghargaan Terhadap Diri Sendiri yang Rendah Kelompok Eksperimen Sebelum Pelatihan
73
Berikut ini disajikan secara deskriptif tingkat burnout karyawan Cakra Semarang TV per aspek pada kelompok kontrol: 1.) Gejala Kelelahan Emosional Perhitungan untuk kategorisasi tingkat burnout gejala kelelahan emosional kelompok kontrol sama dengan perhitungan pada kelompok eksperimen, sehingga didapatkan hasil sebagai berikut: Tabel 4.14. Distribusi Frekuensi Tingkat Burnout Gejala Kelelahan Emosional Kelompok Eksperimen Kontrol Interval X < (μ – 1,0 σ) (μ – 1,0 σ) ≤ X < (μ + 1,0 σ) (μ + 1,0 σ) ≤ X
Interval X < 16 16 ≤ X < 32 32 ≤ X Total
Kategori Rendah Sedang Tinggi
F 0 10 0 10
% 0 100 0 100
Berdasarkan tabel 4.14. diperoleh informasi bahwa 100% karyawan Cakra Semarang TV yang mengalami burnout pada gejala kelelahan emosional berada dalam kategori sedang. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar diagram presentasi burnout gejala kelelahan emosional yang dialami karyawan Cakra Semarang TV kelompok kontrol berikut ini:
74
Persen (%) 120 100 100 80 60 % 40 20 0 0 Rendah
Sedang
0 Tinggi
Gambar 4.8. Diagram Presentasi Burnout Gejala Kelelahan Emosional Kelompok Kontrol 2.) Gejala Depersonalisasi (Kelelahan Mental) Perhitungan untuk kategorisasi tingkat burnout gejala depersonalisasi kelompok kontrol sama dengan perhitungan pada kelompok eksperimen, sehingga didapatkan hasil sebagai berikut: Tabel 4.15. Distribusi Frekuensi Tingkat Burnout Gejala Depersonalisasi Kelompok Kontrol Interval X < (μ – 1,0 σ) (μ – 1,0 σ) ≤ X < (μ + 1,0 σ) (μ + 1,0 σ) ≤ X
Interval X < 10 10 ≤ X < 20 20 ≤ X Total
Kategori Rendah Sedang Tinggi
F 3 7 0 10
% 30 70 0 100
Berdasarkan tabel 4.15. diperoleh informasi bahwa 70% karyawan Cakra Semarang TV yang mengalami burnout pada gejala depersonalisasi cenderung berada dalam kategori sedang meski terdapat 30% subjek pada kategori rendah.
75
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar diagram presentasi burnout gejala depersonalisasi yang dialami karyawan Cakra Semarang TV kelompok kontrol berikut ini:
Persen (%) 80 70 70
60 50 40
%
30 20
30
10 0 Rendah
0 Tinggi
Sedang
Gambar 4.9. Diagram Presentasi Burnout Gejala Depersonalisasi Kelompok Kontrol 3.) Gejala Penghargaan Terhadap Diri Sendiri yang Rendah Perhitungan untuk kategorisasi tingkat burnout gejala kelelahan emosional kelompok kontrol sama dengan perhitungan pada kelompok eksperimen, sehingga didapatkan hasil sebagai berikut: Tabel 4.16. Distribusi Frekuensi Tingkat Burnout Gejala Penghargaan Terhadap Diri Sendiri yang Rendah Kelompok Kontrol Interval X < (μ – 1,0 σ) (μ – 1,0 σ) ≤ X < (μ + 1,0 σ) (μ + 1,0 σ) ≤ X
Interval X < 14 14 ≤ X < 28 28 ≤ X Total
Kategori Rendah Sedang Tinggi
F 4 6 0 10
% 40 60 0 100
76
Berdasarkan tabel 4.16. diperoleh informasi bahwa 60% karyawan Cakra Semarang TV yang mengalami burnout pada gejala penghargaan terhadap diri sendiri yang rendah cenderung berada dalam kategori sedang meski terdapat 40% subjek pada kategori rendah. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar diagram presentasi burnout gejala penghargaan terhadap diri sendiri yang rendah yang dialami karyawan Cakra Semarang TV kelompok kontrol berikut ini:
Persen (%) 70 60 60 50 40 40 %
30 20 10 0 Rendah
Sedang
0 Tinggi
Gambar 4.10. Diagram Presentasi Burnout Gejala Penghargaan Terhadap Diri Sendiri yang Rendah Kelompok Kontrol b.
Deskripsi Burnout Setelah Pelatihan Bekerja dengan Hati Berikut ini disajikan secara deskriptif tingkat burnout karyawan Cakra
Semarang TV per aspek pada kelompok eksperimen
77
1.) Gejala Kelelahan Emosional Tabel 4.17. Distribusi Frekuensi Tingkat Burnout Gejala Kelelahan Emosional Kelompok Eksperimen Setelah Pelatihan Interval X < (μ – 1,0 σ) (μ – 1,0 σ) ≤ X < (μ + 1,0 σ) (μ + 1,0 σ) ≤ X
Interval X < 16 16 ≤ X < 32 32 ≤ X Total
Kategori Rendah Sedang Tinggi
F 6 4 0 10
% 60 40 0 100
Berdasarkan tabel 4.17. diperoleh informasi bahwa 60% karyawan Cakra Semarang TV yang mengalami burnout pada gejala kelelahan emosional cenderung berada dalam kategori rendah dan 40% subjek pada kategori rendah. Hal ini menunjukkan adanya pengaruh perlakuan yaitu terjadinya penurunan tingkat burnout karyawan khususnya pada gejala kelelahan emosional. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar diagram presentasi burnout gejala kelelahan emosional yang dialami karyawan Cakra Semarang TV kelompok eksperimen setelah pelatihan bekerja dengan hati berikut ini:
78
Persen (%) 70 60 60 50 40 40 %
30 20 10 0 Rendah
Sedang
0 Tinggi
Gambar 4.11. Diagram Presentasi Burnout Gejala Kelelahan Emosional Kelompok Eksperimen Setelah Pelatihan 2.) Gejala Depersonalisasi (Kelelahan Mental) Tabel 4.18. Distribusi Frekuensi Tingkat Burnout Gejala Depersonalisasi Kelompok Eksperimen Setelah Pelatihan Interval X < (μ – 1,0 σ) (μ – 1,0 σ) ≤ X < (μ + 1,0 σ) (μ + 1,0 σ) ≤ X
Interval Kategori F % X < 10 Rendah 7 70 10 ≤ X < 20 Sedang 3 30 20 ≤ X Tinggi 0 0 10 100 Total Berdasarkan tabel 4.18. diperoleh informasi bahwa 70% karyawan Cakra
Semarang TV yang mengalami burnout pada gejala depersonalisasi cenderung berada dalam kategori rendah dan 30% subjek pada kategori sedang. Hal ini menunjukkan adanya pengaruh perlakuan yaitu terjadinya penurunan tingkat burnout karyawan khususnya pada gejala depersonalisasi. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar diagram presentasi burnout gejala depersonalisasi yang
79
dialami karyawan Cakra Semarang TV kelompok eksperimen setelah pelatihan bekerja dengan hati berikut ini:
Persen (%) 80 70 60
70
50 40 %
30 30
20 10 0 Rendah
Sedang
0 Tinggi
Gambar 4.12. Diagram Presentasi Burnout Gejala Depersonalisasi Kelompok Eksperimen Setelah Pelatihan 3.) Gejala Penghargaan Terhadap Diri Sendiri yang Rendah Tabel 4.19. Distribusi Frekuensi Tingkat Burnout Gejala Penghargaan Terhadap Diri Sendiri yang Rendah Kelompok Eksperimen Setelah Pelatihan Interval X < (μ – 1,0 σ) (μ – 1,0 σ) ≤ X < (μ + 1,0 σ) (μ + 1,0 σ) ≤ X
Interval Kategori F % X < 14 Rendah 7 70 14 ≤ X < 28 Sedang 3 30 28 ≤ X Tinggi 0 0 10 100 Total Berdasarkan tabel 4.19. diperoleh informasi bahwa 70% karyawan Cakra
Semarang TV yang mengalami burnout pada gejala penghargaan terhadap diri sendiri yang rendah cenderung berada dalam kategori rendah dan 30% subjek pada kategori sedang. Hal ini menunjukkan adanya pengaruh perlakuan yaitu terjadinya penurunan tingkat burnout karyawan khususnya pada gejala
80
penghargaan terhadap diri sendiri yang rendah. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar diagram presentasi burnout gejala penghargaan terhadap diri sendiri yang rendah yang dialami karyawan Cakra Semarang TV kelompok eksperimen setelah pelatihan bekerja dengan hati berikut ini:
Persen (%) 80 70 60
70
50 40 %
30 30
20 10 0 Rendah
Sedang
0 Tinggi
Gambar 4.13. Diagram Presentasi Burnout Gejala Penghargaan Terhadap Diri Sendiri yang Rendah Kelompok Eksperimen Setelah Pelatihan Berikut ini disajikan secara deskriptif tingkat burnout karyawan Cakra Semarang TV per aspek pada kelompok kontrol: 1.) Gejala Kelelahan Emosional Tabel 4.20. Distribusi Frekuensi Tingkat Burnout Gejala Kelelahan Emosional Kelompok Eksperimen Kontrol Interval X < (μ – 1,0 σ) (μ – 1,0 σ) ≤ X < (μ + 1,0 σ) (μ + 1,0 σ) ≤ X
Interval X < 16 16 ≤ X < 32 32 ≤ X Total
Kategori Rendah Sedang Tinggi
F 2 8 0 10
% 20 80 0 100
81
Berdasarkan tabel 4.20. diperoleh informasi bahwa 80% karyawan Cakra Semarang TV yang mengalami burnout pada gejala kelelahan emosional berada dalam kategori sedang meski terdapat 20% subjek pada kategori rendah. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar diagram presentasi burnout gejala kelelahan emosional yang dialami karyawan Cakra Semarang TV kelompok kontrol berikut ini:
Persen (%) 90 80 80
70 60 50 40
%
30 20 10
20
0 Rendah
Sedang
0 Tinggi
Gambar 4.14. Diagram Presentasi Burnout Gejala Kelelahan Emosional Kelompok Kontrol 2.) Gejala Depersonalisasi (Kelelahan Mental) Tabel 4.21. Distribusi Frekuensi Tingkat Burnout Gejala Depersonalisasi Kelompok Kontrol Interval X < (μ – 1,0 σ) (μ – 1,0 σ) ≤ X < (μ + 1,0 σ) (μ + 1,0 σ) ≤ X
Interval X < 10 10 ≤ X < 20 20 ≤ X Total
Kategori Rendah Sedang Tinggi
F 3 7 0 10
% 30 70 0 100
82
Berdasarkan tabel 4.21. diperoleh informasi bahwa 70% karyawan Cakra Semarang TV yang mengalami burnout pada gejala depersonalisasi cenderung berada dalam kategori sedang meski terdapat 30% subjek pada kategori rendah. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar diagram presentasi burnout gejala depersonalisasi yang dialami karyawan Cakra Semarang TV kelompok kontrol berikut ini:
Persen (%) 80 70 70
60 50 40
%
30 20
30
10 0 Rendah
0 Tinggi
Sedang
Gambar 4.15. Diagram Presentasi Burnout Gejala Depersonalisasi Kelompok Kontrol 3.) Gejala Penghargaan Terhadap Diri Sendiri yang Rendah Tabel 4.22. Distribusi Frekuensi Tingkat Burnout Gejala Penghargaan Terhadap Diri Sendiri yang Rendah Kelompok Kontrol Interval X < (μ – 1,0 σ) (μ – 1,0 σ) ≤ X < (μ + 1,0 σ) (μ + 1,0 σ) ≤ X
Interval X < 14 14 ≤ X < 28 28 ≤ X Total
Kategori Rendah Sedang Tinggi
F 3 7 0 10
% 30 70 0 100
83
Berdasarkan tabel 4.22. diperoleh informasi bahwa 70% karyawan Cakra Semarang TV yang mengalami burnout pada gejala penghargaan terhadap diri sendiri yang rendah cenderung berada dalam kategori sedang meski terdapat 30% subjek pada kategori rendah. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar diagram presentasi burnout gejala penghargaan terhadap diri sendiri yang rendah yang dialami karyawan Cakra Semarang TV kelompok kontrol berikut ini:
Persen (%) 80 70 70
60 50 40
%
30 20
30
10 0 Rendah
Sedang
0 Tinggi
Gambar 4.16. Diagram Presentasi Burnout Gejala Penghargaan Terhadap Diri Sendiri yang Rendah Kelompok Kontrol
84
Berikut ini disajikan ringkasan hasil statistik deskriptif: Tabel 4.23. Kategori Burnout Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol
No.
Burnout dan Aspek
Kelompok
Kategori (%)
Burnout
1.
Rendah
Sedang
Tinggi
Pre
Post
Pre
Post
Pre
Post
10
80
90
20
0
0
a.Kelelahan emosional
10
60
80
40
10
0
b.Depersonalisasi
40
70
60
30
0
0
c.Penghargaan terhadap
20
70
80
30
0
0
Burnout
30
20
70
80
0
0
a.Kelelahan emosional
0
20
100
80
0
0
b.Depersonalisasi
30
30
70
70
0
0
c.Penghargaan terhadap
40
30
60
70
0
0
Eksperimen Burnout
diri sendiri yang rendah 2.
Kontrol
diri sendiri yang rendah
Selain tabel menyeluruh (over all) berupa prosentase, disajikan pula tabel over all dalam bentuk mean sebagai berikut: Tabel 4.24. Mean Burnout Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol Mean per No.
1.
Kelompok
Eksperimen
Aspek Burnout
Aspek Pre
Post
a.Kelelahan emosional
25,30
14,60
b.Depersonalisasi
10,60
7,90
c.Penghargaan terhadap
17,30
11,70
diri sendiri yang rendah
Mean Burnout Pre
Post
14,00
7,00
85
Lanjutan Tabel 4.24. Mean Burnout Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol 2.
Kontrol
a.Kelelahan emosional
21,50
19,60
b.Depersonalisasi
10,80
10,80
c.Penghargaan terhadap
14,10
16,70
10,30
10,70
diri sendiri yang rendah
Berikut disajikan gambar diagram mean pretest dan postest untuk kelompok eksperimen dan kelompok kontrol tiap aspek: Pretest Postets 30 25.3 25 M E A N
21.5 19.6
20 15
17.3 11.7
10.6 10
16.7 14.1
14.6 10.810.8
7.9
5 0
ASPEK BURNOUT
Gambar 4.17. Diagram Mean Pretest Postest Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol tiap Aspek
86
4.5 Hasil Evaluasi Pelatihan Hasil evaluasi terhadap pelaksanaan penelitian dilakukan pada akhir penelitian secara lisan pada sesi pesan dan kesan serta wawancara dengan rekan kerja ketika postest berdasarkan pengamatan rekan kerja tersebut kepada peserta yang mengikuti pelatihan. Berikut hasil evaluasi selengkapnya berdasarkan teori dari Anthony (2006: 339): e.
Reaction (Reaksi) Reaksi dari peserta pelatihan merupakan tahap pertama dalam evaluasi.
Informasi mengenai reaksi peserta tersebut dapat berupa apa yang mereka rasakan mengenai pelatihan secara umum, fasilitas-fasilitas yang terdapat pada pelatihan, dan content atau isi dari pelatihan tersebut. Materi pelatihan yang diberikan selama seminggu dirasakan jelas, menarik dan dapat bermanfaat untuk diterapkan oleh peserta khususnya dalam bekerja maupun dalam kehidupan sehari-hari secara umum. Namun menurut peserta, materi yang diberikan pada sesi sebelum bekerja belum tersampaikan secara maksimal dan belum melibatkan peserta secara keseluruhan karena waktu yang pendek. Penyampaian materi pelatihan yang diberikan oleh trainer dirasakan peserta sudah cukup baik, dapat diterima oleh peserta secara jelas. Selain itu, ketika peserta bosan dalam penyampaian materi, trainer dapat memberikan ice breaking untuk menyegarkan suasana. Penguasaan materi dari trainer juga dirasakan cukup baik karena dapat meyakinkan semua peserta yang mengikuti pelatihan ini.
87
Minat dari peserta baik, karena peserta antusias untuk mengikuti pelatihan ini, meski peserta harus berangkat lebih pagi dari biasanya, namun mereka tetap bersemangat. Pada proses pelatihanpun ketika berlangsung, subjek merasa senang dengan materi-materi yang disampaikan dengan metode-metode yang tidak membosankan dan menyenangkan. Fasilitas yang ada selama proses pelatihan dirasa peserta sudah cukup memuaskan. Tempat yang digunakan dirasa nyaman, karena selain bersih, peserta juga dapat melihat pemandangan yang berhadapan langsung dengan ruangan dan dapat merasakan udara segar. Namun, peserta mengeluhkan dengan suhu udara yang panas disiang hari. Makan siang dan makan ringan juga sudah dirasa cukup memuaskan selama pelatihan berlangsung. f.
Learning (Pengetahuan) Tahap kedua dari evaluasi pelatihan adalah tingkat pengetahuan yang di
dapat oleh peserta. Secara khusus, hasilnya ialah menentukan apakah peserta dapat menguasai keadaan dirinya, teknik-teknik, kemampuan, dan proses yang diajarkan selama pelatihan. Bagi subjek, pelatihan bekerja dengan hati ini sangat bermanfaat karena memang sebelumnya subjek belum pernah mengikuti pelatihan semacam ini. Menurutnya setelah mendapatkan pelatihan ini, subjek jadi lebih banyak tahu mengenai gejala-gejala burnout dan bagaimana cara menanganinya. Selain itu subjek juga menjadi lebih sadar bahwa selama ini mereka mengalami gejalagejala burnout, hanya saja banyak dari mereka yang belum tahu istilah burnout.
88
Setelah mendapatkan pelatihan ini, subjek merasa lebih tenang, relaks, ringan, hubungan dengan rekan kerja semakin baik, lebih berusaha berdamai dengan keadaan, lebih menghargai diri sendiri dan pekerjaannya serta subjek dapat lebih mengelola emosinya dengan baik. Sehingga ketika ada masalah pekerjaan timbul, subjek dapat menghadapinya dengan tenang. g.
Behavior (Perilaku) Evaluasi perilaku dari program pelatihan bertujuan untuk menguji apakah
kebiasaan perilaku peserta mengalami perubahan dalam pekerjaannya. Data yang digunakan untuk mengevaluasi perilaku peserta biasanya dikumpulkan dari individu-individu, seperti atasan dan rekan kerja yang cukup dekat dengan peserta untuk mengevaluasi kinerjanya. Sebagian besar dari subjek merasakan adanya perubahan yang positif baik secara afektif maupun kognitif setelah mengikuti pelatihan ini. Perubahan itu dirasakan amat bermanfaat bagi mereka. Menurut rekan kerja yang biasanya berhubungan setiap hari dengan subjek, setelah mendapatkan pelatihan, rekan kerja menilai subjek mengalami perubahan yang postitif, diantaranya subjek sudah tidak mudah marah-marah, dapat mengelola emosinya, lebih ramah dengan orang lain, lebih bersemangat, dan lebih menghargai dirinya sendiri, orang lain, dan pekerjaannya. h.
Results (Hasil) Tahap terakhir dari evaluasi pelatihan adalah tahap hasil. Tahap ini
meneliti bagaimana program pelatihan berpengaruh terhadap organisasi. Data yang dikumpulkan untuk mengevaluasi program pelatihan pada tahap ini mungkin
89
dapat termasuk harga jual, proyek dan keuntungan, kenaikan penjualan, penuruan kecelakaan kerja, peningkatan sikap kerja yang baik, turnover dan ketidakhadiran karyawan semakin rendah, atau kenaikan produksi. Pada tahap ini, penulis hanya mengamati pada aspek peningkatan sikap kerja dan kenaikan produktivitas. Perubahan yang terjadi setelah subjek mendapatkan pelatihan adalah sikap kerja yang semakin baik yang dilakukan oleh subjek ketika melakukan pekerjaan sehari-harinya. Ketika burnout subjek menurun, maka hambatan yang dialami subjek juga berkurang, sehingga produktivitas subjek juga meningkat. Hal ini akan berpengaruh terhadap profit yang didapatkan oleh perusahaan. Kelemahan dalam
penelitian ini adalah peneliti
kurang dapat
mengobservasi sikap kerja setiap karyawan sebagai efek dari pelatihan dalam jangka waktu tertentu. Peneliti hanya mengukur burnout karyawan setelah mendapatkan pelatihan dengan skala dan mengetahui efeknya hanya dari Focus Group Discussion (FGD) setelah pelatihan selesai. Peneliti kurang mengamati perubahan yang terjadi pada karyawan yang mendapatkan pelatihan ketika karyawan melakukan pekerjaannya disaat jam kerja berlangsung secara penuh.
4.6 Pembahasan Hasil analisis data menunjukkan bahwa ada perbedaan tingkat burnout kelompok eksperimen sebelum dan sesudah pelatihan bekerja dengan hati (p: 0,008) dan ada perbedaan tingkat burnout antara kelompok eksperimen dan kontrol sesudah pelatihan bekerja dengan hati (p: 0,010). Artinya, setelah mengikuti pelatihan bekerja dengan hati, kelompok eksperimen menunjukkan
90
penurunan tingkat burnout, sedangkan kelompok kontrol tidak. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pelatihan bekerja dengan hati efektif untuk menurunkan tingkat burnout. Hasil penelitian ini dapat mendukung beberapa penelitian sebelumnya yang menyebutkan bahwa pelatihan dapat mengubah aspek afektif, kognitif, maupun psikomotorik dari seseorang. Topik pelatihan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pelatihan bekerja dengan
hati. Pelatihan ini merupakan
pelatihan yang materinya didasarkan berdasarkan aspek kecerdasan emosional, kecerdasan spiritual, dilengkapi dengan relaksasi. Tujuannya adalah
untuk
merubah aspek afektif dan kognitif dari karyawan yang mengalami burnout tingkat rendah agar tidak berlanjut ke tingkat burnout lebih tinggi sehingga tingkat burnoutnya menurun. Burnout dapat terjadi akibat stres yang berkepanjangan yang dirasakan oleh seseorang yang bekerja dalam suatu perusahaan tertentu. Sumber-sumber yang dapat memicu karyawan mengalami burnout diantaranya berasal dari faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal seperti tekanan pekerjaan, dukungan sosial yang rendah, karakteristik pekerjaan yang membuat karyawan merasa mempunyai beban kerja yang berat, serta imbalan yang dirasa tidak mencukupi. Sedangkan faktor internal diantaranya usia dimana umumnya karyawan yang berusia kurang dari 40 tahun mempunyai harapan yang lebih tinggi dan kenyataannya tidak sesusai. Status pernikahan juga berpengaruh, karyawan yang lajang rentan mengalami burnout. Selain itu, tingkat pendidikan dan masa kerja dapat menjadi sumber burnout, dimana semakin tinggi tingkat pendidikan dan
91
semakin lama masa kerja karyawan akan menimbulkan kecenderungan burnout pada individu. Menurut Maslach dkk. (2001) dalam Schultz & Schultz (1994:
371)
memandang burnout sebagai suatu sindrom psikologis yang terdiri dari tiga gejala, yaitu: kelelahan emosional ditandai dengan perasaan lelah, mudah marah, mudah tersinggung, sikap bermusuhan terhadap orang lain, dan kurang kendali diri. Kelelahan mental (depersonalisasi), perilaku yang muncul adalah memperlakukan orang lain secara kasar, sikap sinis terhadap orang lain, tidak berperasaan, kurang perhatian dan juga kurang sensitif terhadap kebutuhan orang lain. Reduced Sense of Personal Accomplishment (Penghargaan terhadap diri sendiri yang rendah), merupakan penilaian diri yang negatif dalam kaitannya dengan pekerjaan, antara lain muncul perasaan tidak efektif atau tidak kompeten dalam pekerjaan, menarik diri dari kontak sosial, merasa tidak berdaya dalam pekerjaan. Setelah mengikuti pelatihan bekerja dengan hati, karyawan yang mengalami burnout tingkat rendah mengalami penurunan keluhan dari gejalagejala pada aspek burnout itu sendiri sehingga burnout yang dialami karyawan tersebut menurun. Hal ini menunjukkan bahwa pelatihan bekerja dengan hati memiliki pengaruh yang positif pada gejala-gejala burnout. Artinya, setelah subjek mengikuti pelatihan bekerja dengan hati, gejala-gejala yang dialami pada subjek yaitu kelelahan emosional, kelelahan mental (depersonalisasi), dan penghargaan terhadap diri sendiri yang rendah yang subjek alami menjadi berkurang atau tidak sama sekali merasakan hal tersebut. Hal ini sesuai dengan
92
manfaat dari pelatihan bekerja dengan hati yang telah dirancang sendiri oleh peneliti sebelumnya yaitu meningkatkan kecerdasan spiritual yang fungsinya dalam konteks ini adalah mengubah cara pandang konsep bekerja dan rezeki sebagai bagian dari ibadah kepada Tuhan. Meningkatkan kecerdasan emosional sehingga karyawan dapat mengelola emosinya ketika ada masalah-masalah pekerjaan. Dan melalui relaksasi, dapat mengurangi ketegangan otot dan keluhan fisik, meningkatkan performa kerja dan sosial serta keterampilan fisik, mengatasi kelelahan emosi dan mental, meningkatkan harga diri dan percaya diri, serta meningkatkan hubungan interpersonal.
93
Berikut bagan yang menggambarkan kefektifan pelatihan bekerja dengan hati untuk menurunkan burnout karyawan: Penyebab Burnout: 3. Faktor eksternal e. Tekanan pekerjaan f. Dukungan sosial g. Karakteristik pekerjaan h. Imbalan yang diberikan tidak mencukupi 4. Faktor internal g. Karakteristik/kepribadian h. Harga diri i. Usia j. Jenis kelamin k. Status pernikahan l. Tingkat pendidikan dan masa kerja PELATIHAN BEKERJA DENGAN HATI
Aplikasi: Materi, simulasi, permainan, perenungan, sharing, latihan relaksasi.
Gejala-gejala Burnout:
BURNOUT
Manfaat Pelatihan Bekerja dengan Hati
Aspek kecerdasan spiritual: Mengubah cara pandang konsep bekerja dan rezeki sebagai bagian dari ibadah kepada Tuhan. Aspek kecerdasan emosional: f. Mengenali emosi diri g. Mengelola emosi diri h. Memotivasi diri i. Mengenali emosi orang lain j. Menjalin hubungan Relaksasi: Mengurangi ketegangan otot dan keluhan fisik, meningkatkan performa kerja dan sosial serta keterampilan fisik, mengatasi kelelahan emosi dan mental, meningkatkan harga diri dan percaya diri, meningkatkan hubungan interpersonal.
4. Kelelahan fisik: e. Sakit kepala f. Mual g. Sulit tidur h. Nafsu makan berkurang 5. Kelelahan emosional: f. Depresi g. Merasa terperangkap dalam tugasnya h. Mudah marah i. Mudah tersinggung j. Perasaan tidak berdaya 6. Depersonalisasi: g. Memperlakukan orang lain secara kasar h. Sikap sinis terhadap orang lain i. Tidak berperasaan j. Kurang perhatian k. Sikap curiga terhadap orang lain l. Kurang sensitif terhadap kebutuhan orang lain 5. Penghargaan terhadap diri sendiri yang rendah: d. Perasaan tidak efektif dalam bekerja e. Menarik diri dari kontak sosial f. Merasa tidak berdaya dalam pekerjaan
BURNOUT KARYAWAN MENURUN
Gambar 4.18. Pengaruh Pelatihan Bekerja terhadap Burnout
94
Pelatihan bekerja dengan hati bertujuan untuk menurunkan burnout karyawan Cakra Semarang TV, dengan metode-metode pelatihan seperti sharing, permainan, renungan, pemberian materi, relaksasi. Materi-materi dalam pelatihan disesuaikan dengan aspek-aspek dari burnout yaitu kelelahan emosional, kelelahan mental (depersonalisasi), dan penghargaan terhadap diri sendiri yang rendah. Gejala-gejala yang dialami karyawan tersebut ditangani dengan materimateri pelatihan yang didasarkan pada aspek kecerdasan spiritual, kecerdasan emosional, dan relaksasi. Khusus materi relaksasi diberikan dengan tujuan untuk mengatasi kelelahan fisik seperti pusing, gangguan tidur dan keluhan fisik lainnya. Subjek yang mengalami burnout mengikuti pelatihan bekerja dengan hati selama enam hari dalam seminggu. Setiap hari subjek mengikuti pelatihan yang terbagi menjadi dua sesi yaitu sebelum bekerja dan sesudah bekerja. Tempat yang digunakan untuk pelatihan ini adalah studio dalam dan ruang serba guna Cakra Semarang TV. Sebagian besar subjek mengikuti materi pelatihan secara penuh, dan ketika subjek pada waktu tertentu tidak bisa mengikuti pelatihan, maka trainer bertanggung jawab kepada subjek tersebut untuk dapat memberikan materi pelatihan secara khusus. Pada pertemuan pertama, sebelum materi pelatihan diberikan, selain para peserta berkenalan dengan trainer, trainer juga mengadakan focus group discussion (FGD). Pada saat ini, trainer bertanya kepada masing-masing peserta terkait dengan keluhan-keluhan yang dialami oleh peserta yang terkait dengan gejala-gejala burnout secara spesifik. Trainer dan peserta lain dapat menanggapi
95
atau menyebutkan keluhan-keluhan yang dialami oleh peserta tersebut. FGD ini bertujuan untuk mengetahui gejala-gejala yang sebenarnya yang dialami oleh masing-masing peserta yang mengalami burnout. Sehingga, trainer akan lebih mudah dalam upaya untuk menurunkan burnout peserta sesuai dengan keluhan masing-masing. Perubahan pelatihan yang dirasakan oleh peserta juga dapat diketahui pada FGD yang dilakukan pada pertemuan terakhir. Hasil FGD yang dilakukan sebelum pelatihan berlangsung yaitu ternyata faktor penyebab yang dapat menyebabkan subjek mengalami burnout diantaranya adalah tekanan dari atasan, kurangnya dukungan dari atasan dan rekan kerja, deadline tugas, penghargaan dari atasan yang kurang, beban kerja yang dirasa berat, dan bentuk kerja yang monoton. Karyawan dalam melakukan pekerjaan pokok sehari-harinya sering mendapat tugas tambahan langsung dari atasan sesuai bidangnya masing-masing, namun atasan menginginkan tugas itu selesai dengan cepat dan sesuai harapan atasan, namun ketika hasil mempunyai kekurangan, atasan tidak memaklumi dan cenderung memberi tekanan. Ketika karyawan mengalami hambatan tertentu, baik rekan kerja dan atasan pun kurang dapat memberikan dukungan untuk membantu atau memotivasi karyawan tersebut. Selain itu, ketika karyawan berhasil dalam menyelesaikan pekerjaan tertentu, atasan kurang dapat memberikan penghargaan terhadap karyawan tersebut. Selain itu, karyawan juga merasa beban kerja tambahan yang diberikan dari atasan terlalu berat jika ditambahkan dengan tugas pokoknya, padahal imbalan yang diberikan tetap sama. Bentuk kerja yang monoton juga dirasakan sebagian
96
karyawan yang bekerja di dalam ruangan yang setiap hari harus bekerja di depan komputer dan bertemu dengan rekan kerja yang sama. Faktor-faktor penyebab di atas yang dirasakan oleh sebagian besar subjek menyebabkan gejala-gejala burnout yang dialami oleh subjek. Gejala-gejala yang dirasakan oleh subjek diantaranya yaitu subjek merasa cepat bosan dan jenuh, mudah marah, cenderung sensitif, cenderung emosional, mengalami gangguan tidur, stres yang berlarut-larut, ketegangan pada otot, pusing, mudah capek, takut kepada atasan yang berlebihan, merasa tertekan, hubungan dengan orang lain terganggu, kurang dapat menghargai orang lain, diri sendiri dan pekerjaan, serta merasa disalahkan oleh atasan maupun rekan kerja. Hasil FGD setelah subjek mengikuti pelatihan selama seminggu, terdapat perubahan positif yang dirasakan oleh subjek. Perubahan positif yang dirasakan subjek adalah dampak kelelahan emosional yang didalamnya juga terdapat gejala fisik seperti mudah capek, ketegangan pada organ tubuh tertentu, pusing, dan gangguan tidur seperti insomnia sudah berkurang. Subjek merasa lebih relaks dan lebih tenang dalam melakukan pekerjaan di kantor maupun beraktivitas di luar kantor. Subjek juga merasakan hubungan dengan rekan kerja semakin baik, hal itu ditandai dengan kerja sama antar karyawan yang lebih baik. Perasaan subjek yang sensitif dan mudah marah juga sudah berkurang setelah mengikuti pelatihan ini. Hal itu dikarenakan subjek telah dapat mengelola emosinya dalam menghadapi masalah-masalah pekerjaan di kantor. Setelah mengikuti pelatihan bekerja dengan hati, subjek lebih dapat menghargai dirinya sendiri, rekan kerja, dan pekerjaannya. Selain itu, subjek merasa lebih percaya diri dan setelah mengikuti pelatihan ini,
97
subjek merasa memiliki sikap ikhlas, sabar, dan syukur dalam menjalankan tugas sehari-hari. Secara garis besar, metode yang digunakan dalam pelatihan ini adalah permainan, sharing, materi, dan relaksasi. Sebelum trainer memberikan materi dan sharing, peserta diajak untuk bermain games sebagai simulasi mengenai materi yang akan dibahas sesuai dengan aspek dari burnout yang akan ditangani. Setelah itu sharing, peserta menyampaikan masalah-masalah pekerjaan yang dilaminya. Kemudian, trainer memberikan materi sekaligus menanggapi dan memberikan saran kepada peserta sebagai bentuk upaya untuk mengatasi masalah dan keluhan-keluhan yang dapat menyebabkan burnout. Pada akhir hari, peserta diajak relaksasi untuk mengurangi ketegangan dan mengendurkan otot-otot yang tegang setelah bekerja. Pada tiga hari pertama, yaitu hari Senin, Selasa, Rabu, trainer fokus pada materi untuk mengatasi keluhan-keluhan peserta yang terkait dengan aspek kelelahan emosional dan kelelahan fisik. Gejala dari kelelahan emosional yaitu perasaan lelah, mudah marah, mudah tersinggung, sikap bermusuhan terhadap orang lain, dan kurang kendali diri. Kemudian, gejala dari kelelahan fisik seperti sakit kepala, mual, sulit tidur, dan kurang nafsu makan. Sedangkan pada tiga hari berikutnya, yaitu hari Kamis, Jum’at dan Sabtu, pelatihan fokus pada materi untuk mengatasi burnout dari aspek kelelahan mental (depersonalisasi), penghargaan terhadap diri sendiri yang rendah, dan kelelahan fisik. Kelelahan mental dapat ditandai dengan memperlakukan orang lain secara kasar, sikap sinis terhadap orang lain, tidak berperasaan, kurang perhatian dan juga kurang sensitif terhadap
98
kebutuhan orang lain. Sedangkan aspek penghargaan terhadap diri sendiri, perilaku yang muncul adalah penilaian diri yang negatif dalam kaitannya dengan pekerjaan, antara lain muncul perasaan tidak efektif atau tidak kompeten dalam pekerjaan, menarik diri dari kontak sosial, merasa tidak berdaya dalam pekerjaan. Perubahan yang terjadi pada aspek kelelahan fisik lebih dikarenakan oleh relaksasi yang mereka ikuti selama pelatihan yaitu sebanyak lima kali. Menurut Prawitasari,dkk (2003, 144), relaksasi dapat dipakai untuk mengurangi keluhan fisik seseorang. Kelelahan, aktivitas mental, dan atau latihan fisik yang tertunda dapat diatasi lebih cepat dengan menggunakan keterampilan relaksasi. Masalahmasalah yang berhubungan dengan stres seperti hipertensi, sakit kepala, insomnia, dan keluhan fisik lainnya dapat dikurangi atau diobati dengan relaksasi Prawitasari,dkk (2003: 142). Setiap kali relaksasi berlangsung selama kurang lebih 20 menit. Selain peserta mempraktekkan dalam pelatihan, peserta juga dapat berlatih sendiri di rumah atau di luar pelatihan dengan teknik-teknik yang telah diajarkan, sehingga manfaat dari relaksasi dapat dirasakan untuk mengurangi ketegangan otot. Gejala-gejala kelelahan emosional yang ada pada diri karyawan dapat berkurang setelah mereka mendapatkan materi “how to manage our emotion?” (memahami tentang hati) pada pertemuan kedua. Selain itu materi “how to manage spiritual quotient in work?” (menggunakan pikiran dan hati untuk mengelola spiritual quotient) pada pertemuan ketiga juga berpengaruh untuk mengubah aspek kelelahan emosional. Sebelum peserta mendapat materi ini, mereka dilibatkan untuk sharing terlebih dahulu mengenai gejala-gejala kelelahan
99
emosional apa saja yang dialami dan apa saja penyebabnya. Sehingga trainer dapat membantu menangani gejala peserta sesuai dengan kondisi masing-masing peserta. Menurut Siswanto (2007: 178), sharing dalam hal ini bisa membantu individu untuk mencapai katarsis, yaitu membantu individu untuk melepaskan emosi yang selama ini terpendam sehingga tekanan-tekanan yang diakibatkan oleh emosi tersebut bisa dikurangi bahkan dihilangkan. Kadang, individu yang berhasil melepaskan emosi yang selama ini ditahannya, memungkinkan individu itu sendiri untuk mendapatkan jalan keluar dari persoalan yang selama ini dihadapi. Perubahan pada aspek depersonalisasi atau kelelahan mental terjadi karena peserta diberikan materi “konsep bekerja dengan hati” pada pertemuan keempat. Hal itu dikarenakan materi tersebut bertujuan untuk mengubah cara pandang peserta dalam memaknai bekerja. Materi renungan “jika aku menjadi” juga diperkirakan berpengaruh terhadap aspek depersonalisasi, karena dalam renungan ini, peserta dituntun dengan kata-kata renungan yang dapat menyadarkan peserta. Materi lain yang juga turut mendukung yaitu sharing mengenai perbaiki karakter atau attitude dalam bekerja. Teknik renungan merupakan salah satu bentuk psikoterapi yang tujuannya untuk membentuk suatu kesadaran baru. Menurut Siswanto (2007: 184), kesadaran akan motif-motif yang melatarbelakangi
perilaku
memungkinkan
individu
untuk
memurnikan
perilakunya dari motif-motif yang kurang luhur. Kesadaran akan perasaanperasaan yang menyertai suatu perilaku ataupun emosi yang memicu munculnya perilaku tertentu, memampukan individu untuk menggali lebih dalam pengalaman
100
di masa lalu yang berkaitan dengan emosi maupun perasaan serupa. Ini akan membantu
individu
untuk
mengerti
sebab
perilakunya
dan
kemudian
memunculkan perilaku baru yang lebih baik. Aspek penghargaan terhadap diri sendiri yang rendah dapat diubah dengan berbagai materi dalam pelatihan diantaranya materi “konsep bekerja dengan hati”, renungan “jika aku menjadi”, dan “materi komitmen menjadi pribadi super” serta didukung dengan sharing agar peserta dapat menyampaikan masalah-masalah yang dihadapinya. Dengan materi tersebut, karyawan menjadi lebih menghargai dirinya, pekerjaan, maupun rekan kerjanya di lingkungan kantor. Sharing dan renungan dalam hal ini juga termasuk bentuk psikoterapi yang berfungsi untuk menyadarkan peserta mengenai kekuatan-kekuatan yang dimilikinya. Upaya ini memungkinkan individu bebas melakukan eksplorasi terhadap potensi-potensi dirinya yang terpendam. Individu biasanya kurang menyadari potensi-potensi yang dimilikinya. Kurangnya kesadaran ini disebabkan oleh banyak faktor. Teknik ini memungkinkan individu untuk melakukan eksplorasi terhadap dirinya sendiri sehingga memungkinkannya untuk menemukan potensi-potensi, kebaikankebaikan yang ada dalam dirinya (Siswanto, 2007: 186-189). Materi pelatihan mengenai “konsep bekerja dengan hati” dan renungan “jika aku menjadi”, pada dasarnya merupakan materi inti yang dapat mempengaruhi
semua
aspek
dari
burnout
yaitu
kelelahan
emosional,
depersonalisasi, dan penghargaan terhadap diri sendiri yang rendah. Namun, agar hasilnya lebih maksimal, materi tersebut didukung dengan materi lainnya agar perubahan yang terjadi pada diri peserta dapat lebih dirasakan oleh mereka.
101
Bekerja dengan hati merupakan bekerja dengan bingkai nilai-nilai spiritual yang tentu akan berbeda dengan bekerja demi kepentingan materi duniawi semata. Nilai-nilai spiritual akan memotivasi seseorang untuk bekerja dengan ikhlas, sungguh-sungguh, dan melakukan yang terbaik karena bertanggung jawab atas keimanannya (Saleh, 2009: 1). Hati nurani atau kalbu digunakan sebagai alat pertimbangan yang utama dalam menentukan sikap dan perilaku di dunia kerja. Setelah subjek mengikuti pelatihan bekerja dengan hati selama seminggu, subjek merasakan banyak perubahan positif yang dialaminya. Perubahan positif tersebut diantaranya yaitu keluhan fisik subjek seperti pusing, mudah capek, sulit tidur sudah mulai berkurang. Subjek sudah dapat merasa lebih tenang, relaks, dan ketegangan berkurang. Hubungan dengan orang lain pun juga semakin membaik. Sekarang, subjek lebih dapat menghargai orang lain dan pekerjaannya walaupun masih ada rekan kerja yang bermasalah dengannya. Subjek sudah dapat mengelola emosinya dengan baik. Ketika ada masalah, subjek cenderung tidak mudah marah, tidak sensitif dan berusaha memahami masalahnya. Yang terpenting adalah, subjek sudah dapat lebih menghargai diri sendiri dan pekerjaannya sekarang dan masa yang akan datang. Subjek lebih memaknai pekerjaannya sebagai ibadah dan merupakan pemberian atau rezeki dari Tuhan. Sehingga saat ini, subjek lebih merasa sabar, ikhlas, dan bersyukur dengan pekerjaannya. Perubahan positif yang telah dirasakan oleh para subjek sudah sesuai dengan manfaat pelatihan bekerja dengan hati yang pada dasarnya yaitu setelah mengikuti pelatihan ini, diharapkan subjek dapat lebih menghargai dan memaknai pekerjaannya sebagai bentuk ibadah kepada Tuhan, dapat mengelola emosinya
102
ketika ada masalah-masalah pekerjaan, dan melalui relaksasi subjek dapat mengurangi ketegangan otot serta keluhan-keluhan fisik lainnya. Ketika perubahan positif tersebut dirasakan subjek, maka burnout yang dialami subjek dapat menurun sehingga subjek akan menikmati dan menjalankan pekerjaannya dengan baik. Beberapa hal pokok yang mendukung pelatihan ini dapat menurunkan burnout karyawan Cakra Semarang TV yaitu pertama pelatihan bekerja dengan hati atau pelatihan sejenis ini belum pernah didapat atau diikuti oleh subjek sebelumnya. Sehingga menurut subjek meteri dalam pelatihan ini merupakan hal yang baru dan menarik untuk diterima oleh subjek. Kedua, pada dasarnya subjek menyadari bahwa subjek memang membutuhkan suatu upaya untuk menurunkan stres kerja mereka yang dapat menyebabkan burnout sehingga subjek berharap dengan upaya tersebut burnout subjek dapat berkurang. Dan pelatihan bekerja dengan hati ini dianggap oleh subjek dapat memberikan manfaat kepada subjek setelah subjek mengikutinya selama seminggu. Pelatihan ini tidaklah luput dari kelemahan dan kekurangan meski sudah dilakukan pengendalian, ruangan yang sedang digunakan untuk pelatihan terkadang terganggu oleh suara-suara bising dari luar, suhu udara yang panas terkadang juga berpengaruh terhadap kenyamanan peserta. Hal ini sedikit mengganggu konsentrasi peserta dalam menerima materi pelatihan yang diberikan oleh trainer. Berdasarkan uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa penurunan tingkat burnout yang terjadi pada kelompok eksperimen adalah benar-benar
103
kerena perlakuan yang diberikan yaitu pelatihan bekerja dengan hati. Penelitian ini dilakukan sesuai dengan berbagai penelitian sebelumnya yang mempunyai bidang kajian yang sama dan metode yang digunakan dalam pelatihan bekerja dengan hati ini merupakan salah satu bentuk dari Stress Management Program, karena terjadinya burnout disebabkan oleh stres yang berlarut-larut. Menurut Greenberg dan Baron (1995: 272), salah satu pendekatan populer yang secara langsung melatih karyawan untuk mengurangi efek yang membahayakan dari stres (salah satunya burnout) adalah dengan Stress Management Program. Upaya tersebut secara sistematis biasa didesain oleh organisasi untuk mengurangi atau mencegah stres beserta efeknya. Teknik-teknik yang biasa digunakan adalah meditasi, relaksasi, dan lifestyle management, dan lain-lain. Jadi, berdasarkan teori tersebut, pelatihan bekerja dengan hati merupakan salah satu bentuk Stress Management Program yang tujuannya untuk menurunkan efek dari stres yaitu burnout. Hasil yang didapatkan setelah subjek mengikuti pelatihan ini adalah tingkat burnout yang dialami subjek memang menurun.
Hasil penelitian ini
diharapkan dapat lebih memperkaya pembahasan dan pengetahuan mengenai pelatihan dengan topik pelatihan bekerja dengan hati atau yang sejenisnya untuk menurunkan tingkat burnout seseorang. Jadi dapat disimpulkan bahwa pelatihan bekerja dengan hati efektif untuk menurunkan burnout karyawan Cakra Semarang TV. Hasil atau manfaat yang dicapai oleh subjek akan dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya keberlanjutan dan keteraturan pelatihan semacam ini yang dilakukan di kantor
104
agar permasalahan-permasalahan karyawan dapat diatasi melalui pelatihan yang terstruktur seperti pelatihan bekerja dengan hati.
105
BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Berdasarkan hasil olah data pada penelitian yang telah dilakukan, maka dapat diperoleh simpulan mengenai hasil penelitian ini, yaitu pelatihan bekerja dengan hati efektif untuk menurunkan burnout karyawan Cakra Semarang TV.
5.2 Saran a.
Bagi Karyawan Cakra Semarang TV yang Mengalami Burnout Subjek sebaiknya rutin dan teratur untuk mengaplikasikan materi-materi
yang telah didapat dari pelatihan bekerja dengan hati, seperti latihan relaksasi untuk mengurangi ketegangan dan latihan mengelola emosi sesuai dengan materi kecerdasan emosional dan spiritual. Subjek dapat melakukannya secara individu maupun bersama-sama secara rutin dengan subjek lain sekaligus dapat sharing untuk membantu memecahkan masalah pekerjaannya. b.
Bagi Perusahaan Pihak perusahaan seharusnya dapat memfasilitasi karyawannya untuk
mengatasi permasalahan-permasalahan dalam bekerja seperti yang dialami subjek yaitu burnout, dengan cara memberikan pelatihan atau program serupa yang tujuannya untuk menurunkan burnout karyawan. Hal itu dilakukan secara rutin misalnya dua minggu sekali atau sebulan sekali, dan tidak hanya burnout saja yang dapat ditangani namun permasalahan lainnya seperti stres kerja, semangat kerja, pengembangan diri karyawan, dan lainnya.
105
106
c.
Bagi Peneliti Selanjutnya Bagi peneliti selanjutnya yang hendak melakukan penelitian yang sama,
hendaknya dapat lebih mengamati perubahan yang terjadi dari sikap kerja karyawan sebagai efek dari pelatihan bekerja dengan hati menggunakan teknik observasi dengan jangka waktu tertentu. Replikasi atau intensitas pelatihan bekerja dengan hati yang diberikan kepada subjek dapat ditambah lagi, tidak hanya dalam enam hari, namun juga dapat lebih dari enam hari.
107
DAFTAR PUSTAKA Anggraeni, S. et al. 2008. Pengaruh Pelatihan Keterampilan Sosial Menggunakan Metode Stop Think Do terhadap Penyesuaian Sosial Anak Sekolah Dasar. Jurnal Manasa. Volume 2, Nomor 1. Anthony, W.P. dan Kacmar, K. M. 2006. Human Resource Management: A Strategic Approach. United States of America: Thomson. Agustian, A.G. 2008. Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual. Jakarta: Arga Publishing. ..................................... 2003. Rahasia Sukses Membangkitkan ESQ POWER. Jakarta: Arga. As’ad, M. 2004. Psikologi Industri, edisi ke-empat. Yogyakarta: Liberty. Azwar, S. 2007. Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Cherniss, C. 1987. Staff Burnout: Job Stress in the Human Services. Beverly Hills. Sage. Cushway, B. 1996. Human Resource Management (Manajemen Sumber Daya Manusia). Jakarta: PT. Elex Media Komputindo. Davis, K dan Newstrom, J.W. 1993. Perilaku dalam Organisasi Jilid II: Edisi Ke7. Alih Bahasa: Agus Dharma. Jakarta: Erlangga. Farber, B.A. 1991. Crisis in Education: Stress and Burnout in the American Teacher. San Fransisco. Jossey-Bass. Greenberg dan Baron, R.A. 1995. Behaviour in Organization Understanding and Managing The Human Side of Work Sixth Edition. New Jersy: PrenticeHall. Jewell dan Siegall. 1998. Psikologi Industri/Organisasi Modern. Jakarta: Arcan. Kartikawati, I.A.N. 2007. Peran Program Academic Achievement Behaviour Training (AABT) Terhadap Perubahan Motif Berprestasi Pada Mahasiswa Underachiever. Jurnal Psikomedia. Vol 3. No.3. Latipun. 2004. Psikologi Eksperimen, edisi kedua. Malang: UMM Press.
108
Maslach, C. dan Leiter, M.P. 1997. The Turth About Burnout: How Organizations Cause Personal Stress and What to Do About It. San Fransisco. Jossey-Bass. Munandar, A.S. 2008. Psikologi Industri dan Organisasi. Jakarta: Universitas Indonesia. Muriz. 2007. Hubungan Antara Self Efficacy dengan Burnout pada Karyawan Unit Produksi Pabrik Gula Pradjekan.Online pada http://skripsi.umm.ac.id (diunduh 16/04/2010). Nggermanto, A. 2002. Quantum Quotient. Bandung: Nuansa. Patton, P. 2002. EQ-Pengembangan Sukses Lebih Bermakna. Tanpa kota: Mitra Media. Pelatihan Manajemen Stres. Online pada http://genkeis.multiply.com/journal/item/214 (diunduh 07/05/2010). Prawitasari, J.E. et al. 2003. Psikoterapi Pendekatan Konvensial dan Kontemporer. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Robbins, S.P. 2008. Perilaku Organisasi (Organizational Behaviour) Edisi 12. Jakarta: Salemba Empat. Saleh, M. 2009. Bekerja dengan Hati Nurani. Malang: Erlangga. Schultz, D.P. dan Schultz, S.E. 1994. Psychology and Work Today: An Introduction to Industrial and Organizational Psychology. New Jersy: Prentice Hall. Sihotang, I.N. 2004. Burnout pada Karyawan Ditinjau dari Persepsi Terhadap Lingkungan Kerja Psikologis dan Jenis Kelamin. Jurnal Psyche. Vol. 1 No.1. Siswanto. 2007. Kesehatan Mental (Konsep, Cakupan, dan Perkembangannya). Yogyakarta: ANDI. Suryabrata, S. 2005. Pengembangan Alat Ukur Psikologis. Yogyakarta: ANDI. Widhianingtanti, L. dan Murcitasari, D. 2008. Efektivitas Achievement Motivation Training terhadap Peningkatan Motivasi Berprestasi dalam Menghadapi Ujian Nasional pada Siswa Kelas XII SMA. Jurnal Psikodimensia. Vol.7 No. 2.
109
Zohar dan Marshall. 2000. SQ: Memanfaatkan Kecerdasan Spiritual dalam Berpikir Integralistik dan Holistik untuk Memaknai Kehidupan. Bandung: PT. Mizan Pustaka.
110
LAMPIRAN 1
NAMA
: ..............................................
POSISI/JABATAN : .............................................. SKALA PSIKOLOGI Petunjuk pengisian 1. Bacalah seluruh pernyataan dengan teliti. 2. Berilah tanda check (v) pada kolom yang anda anggap sesuai dengan keadaan yang pernah atau sedang anda alami. Keterangan : SS
: Sangat Setuju
S
: Setuju
TS
: Tidak Setuju
STS
: Sangat Tidak Setuju
3. Apabila telah selesai mohon periksa kembali agar tidak ada pernyataan yang terlewati. Tidak ada jawaban yang salah, semua jawaban adalah benar kecuali jawaban yang tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Jawaban anda bersifat pribadi dan dijamin kerahasiaannya serta tidak berpengaruh terhadap atasan. Oleh sebab itu, anda diminta menjawab dengan jujur, sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. No.
Pernyataan
SS
1
Saya merasa jenuh dengan pekerjaan dan rutinitas yang harus saya kerjakan setiap hari.
2
Permasalahan
dalam
tugas
pekerjaan
saya
membuat saya lebih bersabar. 3
Beratnya beban tugas yang saya tanggung, membuat saya bersikap “acuh tak acuh” terhadap orang lain.
4
Kritik dari atasan, saya anggap sebagai masukan
S
TS
STS
111
untuk memperbaiki hasil kerja saya 5
Saya merasa beban kerja yang harus saya tanggung terlalu berat.
6
Saya merasa pekerjaan yang saya lakukan masih jauh
dari
harapan
yang
diinginkan
oleh
perusahaan. 7
Standart hasil kerja yang sudah ditetapkan membuat saya lebih bersemangat.
8
Akhir-akhir ini saya mudah meluapkan emosi saya karena banyak tuntutan pekerjaan yang harus diselesaikan.
9
Banyaknya
tugas
yang
yang
harus
saya
selesaikan membuat saya cuek dengan orangorang sekitar. 10
Tuntutan kualitas pekerjaan dari atasan membuat beban kerja semakin berat.
11
Saya akan meminta bantuan dengan berdiskusi dengan teman dan atasan saya ketika menghadapi masalah dalam tugas pekerjaan.
12
Saya merasa sangat putus asa dan frustasi ketika mengalami
kegagalan
dalam
menyelesaikan
pekerjaan saya. 13
Sikap otoriter yang ditunjukan oleh atasan saya membuat saya malas untuk masuk kerja.
14
Tekanan di tempat kerja membuat tindakan saya tidak terkontrol dengan orang lain dalam menyelesaikan masalah.
15
Kesulitan yang dihadapi oleh rekan kerja saya adalah tanggung jawab yang harus ditanggung sendiri olehnya.
112
16
Ketika masalah pekerjaan muncul, lebih baik saya menyendiri dan menutup diri.
17
Meskipun atasan saya mengkritik hasil kerja saya tetapi saya menanggapi dengan lapang dada.
18
Saya mudah marah ketika pemimpin saya menegur hasil kerja saya.
19
Saya tetap bisa bercanda dengan dengan teman sekerja saya walaupun saya sedang sibuk.
20
Saya tidak pernah merasa tertekan dengan tugas yang diberikan dari atasan saya.
113
LAMPIRAN 2
SKORING SKALA STUDI PENDAHULUAN Subjek/Item Nugroho Eko Heri Arief Luqman Melodya Rahma Sheny Cornelius Bangun A Saerofi Eko Budiyanto Hariyanto Tomy Y Setyawan Mulyo Hastomo Sazadi Eko Yulianto Agus Hartato Heru Andi Widodo Agung Cahyono Arie Medy Dicky Eko Ardian Supriyadi Rully Sigit N Nike Rita Wahyu W Ina Fairuza Wiwit Pudjo Tanua Lenita Sarwo Aris Hendri Doni
1 4 1 2 2 2 2 4 4 2 2 3 4 3 2 3 2 2 3 2 2 3 3 3 3 3 3 2 2 3 2 3 2 2 2 2
2 2 2 4 2 2 1 2 2 2 2 2 2 3 1 1 1 2 2 1 2 2 2 1 2 1 1 3 2 2 2 3 2 2 2 2
3 3 1 2 1 2 1 1 1 2 2 2 3 3 1 2 1 2 2 1 2 3 2 3 2 1 1 1 2 2 2 2 2 2 2 2
4 3 1 4 1 2 2 2 1 2 2 2 2 2 1 2 1 2 3 1 2 2 2 2 2 1 2 2 2 2 1 2 2 2 1 1
5 3 2 2 2 2 2 2 1 2 2 3 3 1 2 2 2 2 3 2 2 2 3 3 2 2 2 2 2 3 3 2 2 2 2 2
6 2 3 2 3 1 2 1 3 2 2 3 2 2 1 2 4 3 2 2 2 2 3 2 2 2 2 2 2 3 3 1 2 2 2 2
7 3 1 2 2 2 2 1 2 2 2 3 3 2 2 3 2 1 3 2 2 3 2 3 3 2 2 3 2 3 2 3 2 2 2 2
114
8 3 3 2 2 1 2 1 2 3 2 3 2 2 1 2 2 2 2 2 2 3 3 2 3 2 2 3 2 3 2 2 2 2 2 2
9 3 1 1 2 2 2 1 2 2 2 3 3 3 1 2 1 1 3 1 2 3 2 3 2 2 2 1 2 2 2 2 2 2 2 2
10 4 2 2 2 2 3 2 1 2 3 3 3 2 2 3 1 2 3 2 2 4 2 2 2 2 3 3 2 2 2 3 2 2 2 2
11 1 2 2 1 1 1 1 1 2 2 4 2 4 1 1 1 1 2 2 2 1 1 2 2 2 2 2 2 2 1 1 2 2 1 2
12 2 2 2 2 1 1 2 2 2 2 3 2 3 1 2 1 2 2 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 1 2 2 2 2
13 4 1 1 2 2 2 3 3 2 2 4 3 3 2 2 2 1 2 2 2 3 3 2 3 3 2 2 3 3 2 3 2 2 2 2
14 3 2 2 2 2 2 2 1 2 2 4 3 2 2 2 2 2 3 2 2 2 1 1 1 2 3 1 2 2 2 2 3 3 2 2
15 1 1 3 3 2 2 1 1 2 2 2 2 3 2 2 1 2 3 2 2 1 2 3 2 2 2 1 2 3 2 1 2 2 2 3
16 3 1 2 1 1 2 2 2 2 2 4 3 3 2 2 1 1 3 1 2 2 2 2 2 2 2 1 2 2 2 1 2 2 2 1
115
17 1 1 4 1 1 2 2 1 3 2 3 2 3 2 2 1 1 2 2 2 2 2 1 2 2 3 3 2 2 2 2 2 2 1 1
18 2 3 2 2 1 2 3 3 3 2 3 2 3 2 2 2 2 2 2 2 2 1 2 2 2 2 2 2 2 2 3 2 2 2 2
19 4 1 2 1 2 2 1 1 2 2 3 2 3 3 1 1 2 3 2 2 3 2 1 2 2 3 3 2 2 1 1 2 2 2 1
20 TOTAL 3 54 3 34 3 46 2 36 2 33 2 37 1 35 1 35 2 43 2 41 3 60 1 49 2 52 2 33 3 41 1 30 2 35 3 51 2 34 2 40 3 48 2 42 3 43 2 43 2 39 3 44 3 42 2 41 2 47 2 38 2 40 2 41 2 41 2 37 2 37
Kriteria Tinggi Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Tinggi Rendah Tinggi Rendah Rendah Rendah Rendah Tinggi Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah
116
LAMPIRAN 4
MODUL PELATIHAN BEKERJA DENGAN HATI UNTUK MENURUNKAN BURNOUT KARYAWAN CAKRA SEMARANG TV A. PENDAHULUAN Salah satu persoalan yang muncul berkaitan dengan individu di dalam menghadapi tuntutan organisasi yang semakin tinggi dan persaingan yang keras di tempat kerja karyawan itu adalah stres. Stres yang berlebihan akan berakibat buruk terhadap kemampuan individu untuk berhubungan dengan lingkungannya secara normal. Stres yang dialami individu dalam jangka waktu yang lama dengan intensitas yang cukup tinggi akan mengakibatkan individu yang bersangkutan menderita kelelahan, baik fisik ataupun mental. Keadaan seperti ini disebut burnout, yaitu kelelahan fisik, mental dan emosional yang terjadi karena stres diderita dalam jangka waktu yang cukup lama, di dalam situasi yang menuntut keterlibatan emosional yang tinggi (Leatz & Stolar, dikutip Rosyid & Farhati) dalam Sihotang (2004: 2). Burnout merupakan suatu situasi dimana karyawan menderita kelelahan kronis, kebosanan, dan menarik diri dari pekerjaan (Davis dan Newstrom, 1985: 197). Pekerja yang mengalami burnout akan lebih mudah mengeluh, menyalahkan orang lain bila ada masalah, lekas marah dan menjadi sinis terhadap karier mereka. Sikap pimpinan yang menekan dan beratnya beban kerja yang berlebihan akan semakin memperburuk keadaan karyawan.
117
Ada berbagai macam cara untuk mengurangi burnout pada karyawan, salah satunya dengan memberikan pelatihan kepada karyawan tersebut. Sehingga karyawan dapat mempunyai pengetahuan yang mendalam tentang burnout tersebut dan karyawan dapat mengelola emosinya ketika menjalankan tugasnya serta adanya perubahan pada dirinya secara kognitif maupun afektif. Sehingga ketika ada masalah yang muncul dalam proses pekerjaan, karyawan dapat mengatur emosinya dengan berpikir secara positif dengan hati yang tenang. Untuk menurunkan tingkat burnout yang dialami oleh karyawan tersebut, dapat dilakukan dengan berbagai macam cara, salah satunya menggunakan pelatihan bekerja dengan hati. Pelatihan ini mempunyai beberapa manfaat yang terbagi menjadi tiga aspek yaitu kecerdasan spiritual, kecerdasan emosional, dan relaksasi. Manfaat berdasarkan kecerdasan spiritual yaitu karyawan dapat mengubah cara pandang konsep bekerja dan rezeki sebagai bagian dari ibadah kepada Tuhan. Aspek ini terdiri dari nilai-nilai spiritual yang dapat memotivasi seseorang untuk bekerja dengan ikhlas, sungguh-sungguh bersumber dari qalbu atau hati dan melakukan yang terbaik karena bertanggung jawab atas keimanannya. Aspek-aspek tersebut dapat mengurangi burnout yang berhubungan dengan gejala-gejala yaitu karyawan merasa tertangkap atau terpaksa dalam menjalankan tugasnya, mudah marah dan tersinggung ketika ada masalah, perasaan tidak efektif dalam bekerja, serta merasa tidak berdaya dalam pekerjaan. Manfaat dari aspek kecerdasan emosional diantaranya yaitu karyawan dapat mengenali dan mengelola emosinya ketika menjalankan tugas pekerjaannya. Selain itu, karyawan mampu mengenali emosi rekan kerjanya sehingga dapat
118
membina hubungan dengan karyawan lain dengan baik. Dalam pelatihan ini juga terdapat relaksasi yang bertujuan untuk mengurangi ketegangan otot dan keluhan fisik akibat dari stres kerja, meningkatkan performa kerja dan sosial serta keterampilan fisik karyawan dalam bekerja, mengatasi kelelahan emosi dan mental, meningkatkan harga diri dan percaya diri, serta dapat meningkatkan hubungan interpersonal karyawan. Setelah karyawan mengikuti pelatihan ini selama enam kali pertemuan, maka burnout yang dialami oleh karyawan tersebut dapat berkurang atau menurun. Agar hasilnya dapat berkelanjutan dengan baik, maka sesungguhnya pelatihan ini dapat diberikan secara berkesinambungan untuk mengurangi burnout karyawan. Sehingga dalam menjalankan tugas pekerjaannya, karyawan dapat melakukan tugasnya dengan baik, maka semangat dan produktifitasnya dapat meningkat. B. TUJUAN PELATIHAN Tujuan dari pelatihan ini adalah untuk menurunkan burnout yang dialami oleh karyawan Cakra Semarang TV. C. PESERTA Peserta yang akan mengikuti pelatihan ini adalah: 1.
Karyawan Cakra Semarang TV yang mengalami burnout dengan masa kerja minimal satu tahun.
2.
Jumlah peserta 10 orang
3.
Jenis kelamin laki-laki atau perempuan
4.
Belum menikah, berusia dibawah 40 tahun, dan taraf pendidikan D3 sampai S1
119
D. SETTING Pelatihan ini akan dilaksanakan pada hari Senin sampai Sabtu tanggal 28 Februari sampai 5 Maret 2011 (enam kali pertemuan). Setiap hari pelatihan diberikan pada waktu karyawan sebelum bekerja dan sesudah bekerja. Pada waktu sebelum bekerja, pelatihan dimulai pukul 06.10 sampai 06.55 WIB. Sedangkan pada waktu sesudah bekerja, pealatihan dimulai pukul 12.30 sampai kurang lebih pukul 14.00 WIB. Tempat pelatihan ini yang akan digunakan nantinya adalah ruang studio dalam, ruang serba guna dan mushola. E. FORMAT Format pelatihan ini bersifat individu dan kelompok, secara individu artinya masing-masing peserta nantinya akan mengutarakan hal-hal yang dirasakannya selama bekerja baik itu penyebab maupun gejala burnout yang dirasakannya. Secara kelompok artinya dalam penyampaian materi pelatihan ini peserta akan berkelompok untuk melakukan simulasi permainan dan pada saat melakukan relaksasi.
120
Senin, 28 Februari 2011 PENGKONDISIAN PESERTA
TUJUAN: Untuk mengumpulkan peserta masuk ke dalam ruang pelatihan. DASAR PEMIKIRAN: Agar memudahkan peserta untuk menuju ruang pertemuan secara bersama-sama dan mengantisipasi agar waktu efektif sesuai jadwal. METODE: Pemberian instruksi FORMAT: Kelompok TEMPAT: Ruang masing-masing karyawan menuju ruang pertemuan WAKTU: 06.10-06.15 ALAT DAN BAHAN YANG DIGUNAKAN: DESKRIPSI SINGKAT: Peserta dikondisikan untuk segera memasuki ruang pertemuan karena pelatihan hari ini akan segera dimulai.
121
PERKENALAN
TUJUAN: Untuk memperkenalkan trainer kepada peserta begitu pula sebaliknya. DASAR PEMIKIRAN: Agar trainer dan peserta dapat saling kenal. METODE: Perkenalan FORMAT: Individu TEMPAT: Ruang Serba Guna WAKTU: 06.15-06.20 ALAT DAN BAHAN YANG DIGUNAKAN: DESKRIPSI SINGKAT: Trainer memperkenalkan diri kepada peserta, sebaliknya masing-masing peserta mengenalkan diri kepada trainer.
122
FOCUS GROUP DISCUSSION (FGD)
TUJUAN: Untuk mengetahui masalah-masalah yang dialami karyawan dalam bekerja dapat berupa penyebab atau efek dari burnout.
DASAR PEMIKIRAN: Dengan adanya FGD, trainer dapat mengetahui hal sebenarnya yang dirasakan oleh peserta dalam bekerja khususnya mengenai penyebab dan gejala dari burnout yang dialami karyawan.
METODE: Tanya jawab dan diskusi FORMAT: Kelompok TEMPAT: Studio dalam WAKTU: 06.20-06.40 ALAT DAN BAHAN YANG DIGUNAKAN: Alat tulis dan blocknote
DESKRIPSI SINGKAT: Trainer memimpin jalannya FGD dengan bertanya kepada para peserta. Peserta sharing kepada trainer atau kepada peserta yang lain mengenai masalah-masalah yang dihadapi dalam bekerja.
123
MOTIVASI BEKERJA: MENGENALI POTENSI DIRI TUJUAN: Agar peserta mendapatkan motivasi bekerja melalui materi mengenali potensi diri.
DASAR PEMIKIRAN: Dengan diberikan motivasi oleh trainer, maka peserta akan lebih bersemangat dalam mengerjakan pekerjaannya hari ini dengan mengetahui potensi dirinya yang dapat dijadikan kelebihan pada dirinya saat bekerja.
METODE: Ceramah motivasi FORMAT: Kelompok TEMPAT: Studio dalam WAKTU: 06.40-06.55 ALAT DAN BAHAN YANG DIGUNAKAN: DESKRIPSI SINGKAT: Sebelum trainer memberikan materi tentang mengenali potensi diri, peserta diajak untuk melakukan games (menggerakkan bandul dengan kekuatan pikiran & hati). Setelah itu trainer memberikan materi tersebut.
124
Games: Kekuatan pikiran (Mind Strong) Alat: -
Ring Logam (Bandul)
-
Benang Nilon @80cm
Prosedur: -
Benang nilon diikatkan ke ring logam tersebut
-
Masing-masing peserta mendapatkan ring logam yang sudah diikat dengan benang nilon tersebut
-
Trainer memberikan instruksi: gunakan kekuatan pikiran anda untuk memerintahkan agar logam itu berputar sesuai yang kita inginkan. Putarlah bandul ring logam itu ke arah kiri, diam, dan kanan tanpa menggerakkan tangan anda.
Debrief: Bahwa kekuatan pikiran kita akan mempengaruhi hasil dari pekerjaan yang kita lakukan. Hal ini juga berpengaruh pada komunikasi dan hubungan interpersonal kita dengan orang lain apabila pikiran kita selalu positif dan pikiran kita tahu akan kebutuhan orang lain.
125
Materi Mengenali Potensi Diri Menggunakan Kekuatan Pikiran dan Hati Manusia diciptakan Allah dengan potensi diri yang sempurna yang bisa dioptimalkan, yang terdiri dari : A. Ruh Ruh secara umum dipahami sebagai suatu unsur yang menghidupkan jasad. Dalam kandungan seorang ibu, setelah jasad disempurnakan maka akan ditiupkan Allah ruh ciptaanNya, sehingga janin dapat “hidup” dalam kandungan sang ibu. Dengan ruh inilah jasad manusia bisa hidup, tumbuh dan berkembang, bergerak, beraktivitas, termasuk berpikir dan berkarya. Tanpa adanya ruh, seorang manusia akan menjadi seonggok daging yang mati, tidak memberikan manfaat apapun. Dalam kehidupan manusia, setelah dia dilahirkan, dengan adanya ruh di dalamnya, dia akan tumbuh dan berkembang baik jasadnya, maupun pikiran dan perasaannya. Seorang bayi akan menjadi anak-anak, tumbuh menjadi remaja dan menjadi manusia dewasa. Jika Allah menghendaki, pada saatnya manusia akan dicabut kembali ruhnya oleh Allah saat itulah terjadi kematian. Bisa jadi kematiaan ini akan dialami saat seseorang masih dalam usia kanakkanak, remaja ataupun dewasa atau pada usia tua. Setiap yang berjiwa pasti akan mengalami kematian, sebagaimana firman Allah dalam Al-Quran. “Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu “ (QS. Ali Imran, 3 : 185) B. Jasad Jasad atau tubuh manusia merupakan unsur fisik yang dapat dilihat, diraba dan dirasakan keberadaaanya. Jasad atau tubuh manusia terdiri dari berbagai unsur. Unsur yang paling kecil dalam jasad manusia dikenal dengan nama sel. Sejumlah sel membentuk suatu jaringan berupa daging, tulang, otot, darah dan lain sebagainya. Sejumlah jaringan membentuk sebuah organ dalam tubuh manusia seperti jantung, paru-paru, otak, ginjal dan lain sebagainya. Dari sejumlah organ tubuh manusia ini, terbentuk berbagai macam system metabolism tubuh, berupa system pernafasan, system pencernaan, system peredaran darah, system reproduksi, system pengeluaran sisa makanan dan
126
sebagainya. Seluruh sel, jaringan, organ, system dalam tubuh manusia bekerja secara terkoordinasi dengan rapi dan teratur dalam gerakan mengikuti kehendak Allah swt. C. Akal Akal adalah potensi besar yang Allah berikan pada manusia. Sebagaimana penjelasan pada uraian terdahulu, dengan akal manusia dapat berfikir, mencari solusi atas permasalahan yang dihadapi. Dengan akal membedakan, seorang manusia dengan seekor binatang. Jika akal digunakan dengan semestinya akan membuat manusia dimuliakan oleh Allah, memiliki kecerdasan, bisa digunakan untuk mencari ilmu dan pengetahuan. Kemudian ilmu dan pengetahuan tersebut dapat digunakan untuk menjalankan kehidupan ini dengan mengemban amanah yang Allah berikan pada manusia. Kerja akal atau pikiran ini dilakukan oleh organ manusia yang disebut otak. Dalam terminology modern sekarang ini, secara anatomis, otak manusia terdiri dari belahan otak kiri dan belahan otak kanan. mempunyai kerja dalam bidang-bidang
Belahan otak kiri
matematika, logika, analisa,
sistematis, bicara, menulis dan kerja lain yang bersifat baku dan mengikuti suatu pakem tertentu. Otak kiri ini kemampuan menyimpan memory jangka pendek atau short term memory. Sedangkan belahan otak kanan mempunyai kerja dalam bidang-bidang, intuitif, spasial, gambar, warna, kreatifitas, seni, music dan pekerjaan lain yang bebas menembus batas. Dan kemampuan menyimpan memory otak kiri ini relative lebih lama atau disebut long term memory. Untuk meningkatkan kwalitas kerja otak kita, perlu dilakukan aktifitas yang mampu mengkoordinasikan kerja otak kiri dan kanan. Koordinasi yang baik antara belahan otak kiri dan belahan otak kanan akan meningkatkan kecerdasan dan kinerja yang luar biasa. Tentu saja, dengan senantiasa memohon bimbingan dan perlindungan Allah, kerja yang koordinatif otak kiri dan otak kanan bisa dimaksimalkan dalam rangka untuk mengemban amanah Allah.
127
D. Hati Hati atau qolbun adalah potensi yang Allah berikan kepada manusia dengan kerja yang lebih dahsyat lagi. Jika akal manusia disebut sebagai pikiran sadar (consious mind), maka hati disebut sebagai pikiran bawah sadar (subconsiuos mind). Pikiran sadar memiliki kapasaitas 12 % dan pikiran bawah sadar memiliki kapasitas 88 %. Dalam sebuah riwayat, rasulullah pernah bersabda “Dalam tubuh manusia terdapat segumpal daging, yang apa bila dia baik, maka baiklah seluruh tubuhnya dan apabila dia buruk, maka akan buruk seluruh tubuhnya. Segumpal daging itu disebut qolbu atau hati.” Dalam hati manusia terletak kekuatan yang demikian besar. Hati ini merupakan pusat pengelolaan emosi dan spiritual manusia. Kemampuan mengelola emosi dan spiritual seseorang, tergantung dari kemampuan kerja hatinya, yaitu hati yang bersih, bebas dari segala penyakit dan kotoran. Orang yang beriman hatinya telah bebas dari segala penyakit dan kotoran. Kemampuan hati yang luar biasa Allah sampaikan dalam sebuah hadits qudsi. “Alam semesta tidak cukup mampu menampungKu, namun dalam hati orangorang yang beriman mampu menampung kebesaranKu.”
128
SHARING: WHAT I FEEL IN WORK TUJUAN: Untuk mengetahui hal-hal apa saja yang dialami oleh karyawan dalam bekerja pada hari ini. DASAR PEMIKIRAN: Dengan sharing ini, trainer dapat mengetahui bagaimana perubahan kinerja karyawan setelah diberikan materi pada pagi hari sebelum bekerja. METODE: Sharing FORMAT: Individu dan kelompok TEMPAT: Ruang Serba Guna WAKTU: 12.30-13.15 ALAT DAN BAHAN YANG DIGUNAKAN: Kertas, Bolpen DESKRIPSI SINGKAT: Trainer memimpin jalannya sharing ini sekaligus memberikan tanggapan/materi dari hal-hal yang diutarakan peserta sesuai dengan konsep bekerja dengan hati khususnya berkaitan dengan materi diawal yaitu mengenai potensi diri. Peserta bebas menuliskan dan mengutarakan hal-hal yang telah dihadapi dalam bekerja hari ini.
129
RELAKSASI TUJUAN: Untuk mengendurkan otot-otot karyawan yang mengalami ketegangan setelah melakukan pekerjaan hari ini
DASAR PEMIKIRAN: Relaksasi ini berguna untuk mengurangi gejala-gejala fisik dari burnout, sehingga burnout yang dialami karyawan dapat turun.
METODE: Teknik-teknik relaksasi FORMAT: Kelompok TEMPAT: Ruang Serba Guna WAKTU: 13.15-35 ALAT DAN BAHAN YANG DIGUNAKAN: Karpet, soundsystem, laptop DESKRIPSI SINGKAT: Peserta duduk dan mengambil posisi sesuai dengan instruksi trainer. Trainer memberikan teknik-teknik relaksasi kepada peserta diiringi dengan musik klasik.
130
RELAKSASI 1 Hari/Waktu
: Senin, 13.15 – 13.35
Materi
: Relaxation via Tension-Relaxation
Tujuan
: Latihan menegangkan dan melemaskan otot (Relaxation via Tension-Relaxation)
Prosedur ·
:
Menjelaskan gambaran dan tujuan mengenai proses relaksasi yang akan dilaksanakan (3menit)
·
Latihan menegangkan dan melemaskan masing-masing otot (12menit)
·
Trainer menyampaikan materi relaksasi pertemuan kedua
Instruksi pelatihan relaksasi: Relaxation via Tension-Relaxation Teman-teman, pada sesi ini kita akan melakukan relaksasi menegangkan dan melemaskan otot (relaxation via tension-relaxation). Tujuan dari relaksasi ini adalah melatih melemaskan otot-otot yang tegang dengan cepat, seolah-olah mengeluarkan ketegangan dari badan, sehingga akan merasakan rileks atau santai. Teman-teman, mari tutup mata Anda dan dengarkan apa yang saya katakan pada Anda. Saya akan membuat Anda menyadari sensasi-sensasi tertentu pada badan Anda, dan kemudian menunjukan pada Anda bagaimana cara mengurangi sensasi-sensasi itu. Pertama arahkan perhatian Anda pada tangan kiri Anda, terutama lengan kiri Anda. Genggamlah tangan kiri dan buatlah satu kepalan. Buatlah kepalan tadi keras-keras dan pelajari ketegangan di tangan dan lengan bawah kiri Anda. Pelajarilah sensasi ketegangan tersebut. Dan sekarang lepaskan kepalan Anda. Lemaskan tangan kiri Anda dan biarkan beristirahat di lengan kursi atau disamping Anda. Perhatikan antara ketegangan dan relaksasi (10 detik). Sekali lagi sekarang kepalkan tangan kiri Anda keras-keras. Perhatikan ketegangan tersebut dan sekarang lepaskan. Biarkan jari-jari tangan Anda membuka. Rileks, dan perhatikan perbedaan antara ketegangan otot dan relaksasi otot (10 detik). Sekarang lakukan hal yang sama dengan tangan kanan Anda. Genggamlah tangan kanan Anda dan buatlah satu kepalan. Pelajari ketegangan itu dan sekarang
131
rileks. Lemaskan kepalan tangan Anda dan buatlah satu kepalan. Pelajari ketegangan itu dan sekarang rileks. Lemaskan kepalan tangan Anda. Perhatikan sekali lagi perbedaan antara ketegangan dan relaksasi, dan nikmati perbedaan antara ketegangan dan relaksasi (10detik). Sekali lagi genggamlah kepalan tangan Anda. Genggam kuat-kuat. Pelajari ketegangan itu. Pelajarilah hal tersebut. Dan sekarang lemaskan kepalan Anda. Biarkan jari-jari membuka dengan enak dan nyaman. Cobalah untuk melemaskan lebih lanjut. Perhatikan sekali lagi perbedaan antara ketegangan dengan relaksasi. Perhatikan rasa santai yang mulai berkembang di lengan, tangan kiri, dan tangan kanan. Kedua tangan kiri dan tangan kanan sekarang lebih rileks. Silahkan membuka mata kembali dan latihan ini selesai sampai disini.
132
PENUTUP TUJUAN: Untuk mengakhiri pelatihan pada hari ini sekaligus memberikan motivasi dalam bekerja untuk hari esok.
DASAR PEMIKIRAN: Peserta dapat mengetahui bahwa pelatihan khusus hari ini sampai dengan disini dan besok masih ada pelatihan lagi pada waktu yang sama dengan materi yang berbeda.
METODE: Ceramah FORMAT: Kelompok TEMPAT: Ruang serba guna WAKTU 13.35-13.45 ALAT DAN BAHAN YANG DIGUNAKAN: DESKRIPSI SINGKAT: Ketika trainer memberikan materi penutup, peserta masih dalam posisi duduk, tetapi ketika diakhir peserta berdiri melingkar dengan trainer untuk meneriakkan kata-kata positif.
133
Selasa, 1 Maret 2011 PENGKONDISIAN PESERTA
TUJUAN: Untuk mengumpulkan peserta masuk ke dalam ruang pelatihan. DASAR PEMIKIRAN: Agar memudahkan peserta untuk menuju ruang pertemuan secara bersama-sama dan mengantisipasi agar waktu efektif sesuai jadwal. METODE: Pemberian instruksi FORMAT: Kelompok TEMPAT: Ruang masing-masing karyawan menuju ruang pertemuan WAKTU: 06.10-06.15 ALAT DAN BAHAN YANG DIGUNAKAN: DESKRIPSI SINGKAT: Peserta dikondisikan untuk segera memasuki ruang pertemuan karena pelatihan hari ini akan segera dimulai.
134
SHARING: DAMPAK KELELAHAN EMOSIONAL TUJUAN: Untuk mengetahui & menangani apa saja yang dialami peserta terkait dengan efek dari kelelahan emosionalnya.
DASAR PEMIKIRAN: Trainer dapat mengetahui hal-hal yang dirasakan masing-masing peserta sebagai bentuk kelelahan emosionalnya, sehingga memudahkan penanganannya.
METODE: Sharing FORMAT: Individu dan kelompok TEMPAT: Ruang Serba Guna WAKTU: 06.15-06.25 ALAT DAN BAHAN YANG DIGUNAKAN: Karpet, alat tulis, angket DESKRIPSI SINGKAT: Trainer memimpin jalannya sharing ini. Trainer memberikan kertas yang sudah berisi gejala-gejala efek dari kelelahan emosional. Kemudian peserta menuliskan tanda centang pada alternatif jawaban “pernah/tidak pernah”. Trainer memberikan pemahaman baru tentang bagaiamana cara mengatasi gejala-gejala emosional tersebut sesuai prinsip kecerdasan emosional.
135
HOW TO MANAGE OUR EMOTION: MEMAHAMI TENTANG HATI TUJUAN: Agar peserta dapat menghadapi stimulus yang dapat memicu burnout menggunakan kecerdasan emosionalnya.
DASAR PEMIKIRAN: Dengan diberikan materi tentang bagaiamana cara mengelola emosi kita saat bekerja, diharapkan gejala kelelahan emosional karyawan dapat menurun.
METODE: Ceramah FORMAT: Kelompok TEMPAT: Ruang Serba Guna WAKTU: 06.25-06.50 ALAT DAN BAHAN YANG DIGUNAKAN: Karpet, whiteboard, spidol, penghapus DESKRIPSI SINGKAT: Peserta diajak bermain games (sedotan panjang) terlebih dahulu. Trainer memberikan cara-cara untuk menghadapai faktor-faktor eksternal penyebab burnout dari aspek kelelahan emosionalnya dengan memberikan pemahaman bagiamana cara mengelola emosi dan hati kita dalam bekerja.
136
Games: Sedotan Panjang Alat: -
Sedotan, masing-masing peserta 6 sedotan
Prosedur: -
Masing-masing peserta diberikan sedotan sebanyak 6 buah
-
Peserta diminta untuk menyambung 6 sedotan itu menjadi sebuah rangkaian sedotan yang panjang
-
Trainer memberikan instruksi: pertahankan sedotan panjang itu di atas satu jari anda dalam waktu selama-lamanya sesuai dengan kemampuan anda.
Debrief: Bahwa untuk melakukan pekerjaan itu harus disertai dengan adanya niatan untuk melakukan pekerjaan dengan baik tulus, selalu berusaha menjaga emosi dan kesabaran kita disaat kita dihadapkan pada situasi dan kondisi yang sulit. Sehingga kita dapat mengendalikan diri kita dalam menghadapi hambatan atau gangguan dengan menggunakan cara-cara yang efektif dalam bekerja.
137
Materi Memahami Tentang Hati Bagaimana memahami tentang hati sebagai pikiran bawah sadar dalam konteks spiritual. Ada 2 teori yang bisa disampaikan dengan hati manusia: A. Klasifikasi Hati menurut Imam At-Tirmidzi : Menurutnya Hati manusia meliputi 4 lapis yang terdiri dari : 1. Lapis Pertama : Shodr (dada) Lapis paling luar hati manusia yang merupakan tempat emosi yang baik maupun
buruk,
yang
positif
maupun
negatif.
Bagaimana
kita
meningkatkan emosi positinya seperti bahagia, tenang, damai, senang, tentram. 2. Lapis Kedua : Qolb (hati) Lapis kedua dalam hati manusia merupakan perasaan baik atau buruk. Kadang merasa baik dan kadang merasa buruk. Qolb berarti berubah-ubah atau membolak-balik rasa. 3. Lapis Ketiga : Fuad (hati nurani) Lapis ketiga dari hati manusia, merupakan suatu rasa untuk selalu berbuat baik atau positif. Karena Fuad ini merupakan hati yang mendapatkan hidayah dan ilham dari Allah untuk selalu berperilaku positif. 4. Lapis Keempat : Lubb (inti hati nurani) Lapis terdalam hati manusia disebut sebagai Lubb atau inti hati nurani. Tempat munculnya suara Allah, cahaya Ilahi yang akan memberikan penerangan dan pencerahan. Merupakan sebuah sumber energi paling dahsyat karena bersumber dari Allah. B. Klasifikasi Hati menurut Ibnul Qoyim : 1. Qolbun Mayit (Hati yang mati) Hati yang mati, tidak memiliki rasa empati, tidak peduli, tidak mau menerima perubahan menjadi lebih baik dan mau diingatkan akan kebenaran yang datang dari Allah. Hati yang mati adalah hati yang membatu. 2. Qolbun Maridh (Hati yang Sakit)
138
Hati yang sakit, kadang bisa diingatkan untuk menjadi lebih baik, untuk berperilaku positif. Tapi kadang-kadang juga masih melakukan perbuatan buruk yang sia-sia dan tidak ada manfaatnya. 3. Qolbun Salim (Hati yang selamat) Hati yang salim, yang selamat, yang selalu berbuat baik. Selalu berdzikir pada Allah. Hati yang salim akan menyelamatkan dirinya dan orang-orang disekitarnya, karena dia adalah hati yang mendapatkan hidayah dan bimbingan dari Allah swt.
139
MOTIVASI BEKERJA: I’M READY TO WORK TUJUAN: Agar peserta mendapatkan motivasi bekerja sesuai dengan konsep bekerja dengan hati.
DASAR PEMIKIRAN: Dengan diberi kata-kata atau kalimat motivasi, diharapkan dalam mengerjakan pekerjaan hari ini peserta dapat lebih termotivasi.
METODE: Ceramah FORMAT: Kelompok TEMPAT: Ruang Serba Guna WAKTU: 06.50-06.55 ALAT DAN BAHAN YANG DIGUNAKAN: DESKRIPSI SINGKAT: Trainer memberikan motivasi dengan memberikan kata-kata atau kalimat-kalimat penyemangat kepada peserta berdasarkan konsep bekerja dengan hati.
140
SHARING: WHAT I FEEL IN WORK TUJUAN: Untuk mengetahui hal-hal apa saja yang dialami oleh karyawan dalam bekerja pada hari ini. DASAR PEMIKIRAN: Dengan sharing ini, trainer dapat mengetahui bagaimana perubahan kinerja karyawan setelah diberikan materi pada pagi hari sebelum bekerja. METODE: Sharing FORMAT: Individu dan kelompok TEMPAT: Ruang Serba Guna WAKTU: 12.30-13.15 ALAT DAN BAHAN YANG DIGUNAKAN: Kertas, Bolpen DESKRIPSI SINGKAT: Trainer memimpin jalannya sharing ini sekaligus memberikan tanggapan/materi dari hal-hal yang diutarakan peserta sesuai dengan konsep bekerja dengan hati khususnya berkaitan dengan materi yang disampaikan tadi pagi yaitu mengelola emosi. Peserta bebas menuliskan dan mengutarakan hal-hal yang telah dihadapi dalam bekerja hari ini.
141
RELAKSASI TUJUAN: Untuk mengendurkan otot-otot karyawan yang mengalami ketegangan setelah melakukan pekerjaan hari ini
DASAR PEMIKIRAN: Relaksasi ini berguna untuk mengurangi gejala-gejala fisik dari burnout, sehingga burnout yang dialami karyawan dapat turun.
METODE: Teknik-teknik relaksasi FORMAT: Kelompok TEMPAT: Serba Guna WAKTU: 13.15-13.35 ALAT DAN BAHAN YANG DIGUNAKAN: Bangku, soundsystem, laptop DESKRIPSI SINGKAT: Peserta duduk dan mengambil posisi sesuai dengan instruksi trainer. Trainer memberikan teknik-teknik relaksasi kepada peserta diiringi dengan musik klasik.
142
RELAKSASI 2 Hari/Waktu
: Selasa, 13.15 – 13.30
Materi
: Relaxation via Tension-Relaxation
Tujuan
:
·
Mengulang materi di pertemuan pertama supaya tidak lupa
·
Melatih individu melemaskan otot-otot yang tegang dengan cepat
Prosedur ·
:
Subjek melakukan Relaxation via Tension-Relaxation pertemuan pertama (5menit)
·
Subjek diberikan informasi dan melakukan lanjutan Relaxation via Tension-Relaxation yang kedua.
Instruksi pelatihan relaksasi: Relaxation via Tension-Relaxation Teman-teman, kali ini kita akan ulang kembali teknik relaksasi yang sudah kita praktekkan pada pertemuan pertama. Mari kita lanjutkan teknik relaxation via tension-relaxation yang masih sebagian baru kita praktekkan kemarin pada pertemuan pertama. Sekarang pejamkan mata Anda. Tekuklah kedua lengan ke belakang pada pergelangan tangan, sehingga Anda menengangkan otot-otot di tangan bagian belakang dan lengan bawah. Jari-jari menunjuk ke langit-langit. Pelajarilah ketegangan itu dan sekarang kendurkan. Biarkan tangan Anda kembali ke posisi istirahat dan perhatikan perbedaan antara ketegangan dan relaksasi (10detik). Lakukan sekali lagi. Jari-jari menunjuk ke langit-langit. Rasakan ketegangan di bagian belakang tangan dan di lengan bagian bawah. Sekarang rileks. Lepaskan dan lemahkan. Lebih lanjut dan lebih lanjut (10 detik). Sekarang genggam tangan menjadi kepalan dan bawalah keduanya ke atas pundak, sehingga Anda menegangkan otot-otot bisep, otot-otot besar di bagian atas lengan Anda. Rasakan ketegangan otot-otot bisep. Dan sekarang rileks. Biarkan lengan Anda jatuh di sisi Anda lagi dan perhatikan perbedaan antara ketegangan pada otot-otot bisep dan relaksasi yang Anda rasakan saat ini (10 detik). Marilah kita lakukan sekali lagi biarkan lengan jatuh dan perhatikan rasa relaksasi. Lemaskanlah semua otot lebih lanjut dan lanjut (10 detik).
143
Sekarang perhatian kita tujukan pada daerah bahu. Gerakkan kedua bahu, bawa keduanya sampai ke telinga, seakan-akan Anda ingin menyentuh telinga dengan bahu Anda. Dan perhatikan ketegangan di bahu dan di leher Anda. Dan sekarang rileks. Biarkan kedua bahu kembali ke posisi istirahat. Lemaskan semua ketegangan dan lebih lanjut, lebih lanjut. Sekali lagi rasakan kontras antara ketegangan dan relaksasi yang sekarang menyebar di bahu (10 detik). Lakukan sekali lagi. Bawa kedua bahu ke atas seakan-akan menyentuh telinga. Rasakan ketegangan di bahu, di punggung atas dan leher. Perhatikan ketegangan pada otototot tersebut. Sekarang rileks. Biarkan bahu Anda kembali ke posisi istirahat. Dan perhatikan sekali lagi kontras antara ketegangan dan relaksasi (10 detik). Anda dapat belajar melemaskan lebih komplit berbagai otot wajah. Jadi sekarang yang Anda lakukan adalah mengerutkan dahi dan alis. Kerutkan keduanya sampai Anda merasa dahi Anda sangat berkerut, otot-ototnya tegang dan kulitnya keriput. Dan sekarang rileks. Licinkan dahi Anda, biarkan otot-otot tadi menjadi lemas (10 detik). Lakukan sekali lagi. Kerutkan dahi Anda, perhatikan ketegangan pada otot-otot di sekitar mata dan sekitar dahi. Sekarang licinkanlah dahi Anda. Lemaskanlah otot-otot tadi, dan sekali lagi perhatikan kontras antara ketegangan dan relaksasi (10 detik). Sekarang tutup mata Anda keras-keras. Tutuplah mata Anda dengan keras sehingga Anda merasakan ketegangan di sekitar mata dan otot-otot yang mengendalikan gerakan mata (5 detik). Dan sekarang lepaskan. Biarkan otot-otot lagi sekarang. Tutuplah mata Anda keras-keras dan pelajari ketegangan itu. Pertahankanlah itu (5 detik). Sekarang rileks. Biarkan mata Anda terpejam dengan nyaman (10 detik). Sekarang katupkan rahang Anda. Gigit gigi Anda. Perhatikan ketegangan di sekitar rahang (5 detik). Lemaskan rahang Anda sekarang. Biarkan bibir Anda terbuka sedikit, ya betul begitu, terbuka sedikit. Dan perhatikan perbedaan antara ketegangan dan relaksasi di sekitar rahang (10 detik). Sekali lagi katupkan rahang Anda. Perhatikan ketegangan itu. Dan sekarang lemaskan. Lebih lanjut, lebih lanjut. Lanjutklanlah rileks (10 detik).
144
Sekarang moncongkan kedua bibir Anda, tekan kedua bibir. Betul demikian. Tekan kedua bibir bersama-sama dengan kencang dan rasakan ketegangan di sekitar bibir. Sekarang rileks, lemaskan otot-otot di sekitar mulut, dan biarkan pipi Anda istirahat dengan nyaman. Sekali lagi sekarang, tekan kedua bibir bersama-sama dan perhatikan ketegangan di sekitar mulut. Tahan (5 detik). Dan sekarang rileks. Lemaskan otot-otot tersebut. Lagi, lagi, lebih lanjut, lebih lanjut. Perhatikan berapa banyak berbagai otot yang telah lemas. Mungkin di bagian badan yang telah kita tegangkan dan lemaskan berturut-turut. Tangan Anda, lengan bawah, bahu atas, bahu bawah, dan berbagai otot wajah. Silahkan membuka mata kembali dan latihan ini selesai sampai disini.
145
PENUTUP TUJUAN: Untuk mengakhiri pelatihan pada hari ini sekaligus memberikan motivasi dalam bekerja untuk hari esok.
DASAR PEMIKIRAN: Peserta dapat mengetahui bahwa pelatihan khusus hari ini sampai dengan disini dan besok masih ada pelatihan lagi pada waktu yang sama dengan materi yang berbeda.
METODE: Ceramah FORMAT: Kelompok TEMPAT: Ruang Serba Guna WAKTU: 13.35-13.45 ALAT DAN BAHAN YANG DIGUNAKAN: DESKRIPSI SINGKAT: Ketika trainer memberikan materi penutup, peserta masih dalam posisi duduk, tetapi ketika diakhir peserta berdiri melingkar dengan trainer untuk meneriakkan kata-kata positif.
146
Rabu, 2 Maret 2011 PENGKONDISIAN PESERTA
TUJUAN: Untuk mengumpulkan peserta masuk ke dalam ruang pelatihan. DASAR PEMIKIRAN: Agar memudahkan peserta untuk menuju ruang pertemuan secara bersama-sama dan mengantisipasi agar waktu efektif sesuai jadwal. METODE: Pemberian instruksi FORMAT: Kelompok TEMPAT: Ruang masing-masing karyawan menuju ruang pertemuan WAKTU: 06.10-06.15 ALAT DAN BAHAN YANG DIGUNAKAN: DESKRIPSI SINGKAT: Peserta dikondisikan untuk segera memasuki ruang pertemuan karena pelatihan hari ini akan segera dimulai.
147
GAMES: “memasukkan paku ke dalam botol secara berkelompok” TUJUAN: Simulasi peserta terkait tema materi yang akan disampaikan trainer berikutnya. DASAR PEMIKIRAN: Dengan permainan ini, peserta akan mendapatkan visualiasi mengenai kerja sama yang baik dan saling menghargai antar sesama. METODE: Permainan FORMAT: Kelompok TEMPAT: Ruang Serba Guna WAKTU: 06.15-06.20 ALAT DAN BAHAN YANG DIGUNAKAN: Benang nilon, paku, botol DESKRIPSI SINGKAT: Peserta dibagi menjadi dua kelompok masing-masing terdiri dari 5 orang dan bersaing untuk memasukkan paku yang diikat dengan tali secara berkelompok.
148
SHARING: PERASAAN-PERASAAN NEGATIF DALAM BEKERJA TUJUAN: Untuk mengetahui & menangani apa saja yang dialami peserta terkait dengan penghargaan terhadap diri sendiri dan pekerjaannya.
DASAR PEMIKIRAN: Trainer dapat mengetahui hal-hal yang dirasakan masing-masing peserta yang terkait dengan penghargaan terhadap dirinya sendiri dan pekerjaannya yang rendah, sehingga memudahkan penanganannya.
METODE: Sharing FORMAT: Individu dan kelompok TEMPAT: Ruang Serba Guna WAKTU: 06.20-06.30 ALAT DAN BAHAN YANG DIGUNAKAN: karpet DESKRIPSI SINGKAT: Trainer memimpin jalannya sharing ini. Peserta mengungkapkan keluh kesahnya mengenai penghargaan terhadap dirinya dan pekerjaannya dalam bekerja, trainer menaggapai sekaligus memberikan materi.
149
HOW TO MANAGE SQ IN WORK? : MENGGUNAKAN PIKIRAN DAN HATI UNTUK MENGELOLA SQ TUJUAN: Agar peserta dapat menghadapi stimulus yang dapat memicu burnout menggunakan kecerdasan spiritualnya.
DASAR PEMIKIRAN: Diharapkan ketika peserta sudah mengetahui bagaimana mengelola kecerdasan spiritual kita dalam bekerja, maka karyawan akan lebih menghargai pekerjaannya dan diri sendiri ketika melakukan pekerjaannya.
METODE: Ceramah FORMAT: Kelompok TEMPAT: Ruang Serba Guna WAKTU: 06.30-06.50 ALAT DAN BAHAN YANG DIGUNAKAN: Karpet, whiteboard, spidol, penghapus DESKRIPSI SINGKAT: Trainer memberikan cara-cara untuk menghadapai faktor-faktor eksternal penyebab burnout dari aspek pengahargaan terhadap diri sendiri yang rendah dengan prinsip kecerdasan spiritual.
150
Materi Menggunakan Pikiran dan Hati Untuk Mengelola Kecerdasan Spiritual Bagaimana menggunakan Pikiran dan hati untuk memperoleh kemampuan dalam mengelola spiritualitas kita.? Untuk mengelola pikiran dan hati agar meningkat spiritual kita adalah : a.
Dengan senantiasa memikirkan ciptaan Allah (fikr fi kholqillah) berupa alam semesta beserta isinya, dengan hukum-hukum yang ada di alam semesta ini. Dengan cara demikian kita akan selalu mengagungkan dan membesarkan asma Allah, akan selalu memuji keagungan Allah dan kita bersedia dituntun dengan aturan dan ketetapan yang Allah berikan pada kita.
b.
Selalu mengingat Allah (dzikrullah) dalam keadaan apapun, baik berjalan, bekerja, maupun beriistirahat. Dengan mengingat Allah dalam hati kita, maka kita akan menjadi tenang, tentram dan bahagia.
Dengan mengingat Allah dan memikirkan ciptaan Nya akan membawa pada kita membangun komunikasi/hubungan kepada Allah, hubungan kepada Alam Semesta, maupun hubungan dengan sesama manusia. Pengaruhnya terhadap kinerja kita akan meningkat, karena kita ingin bisa menjadi manusia yang terbaik dalam penilaian Allah, menjaga lingkungan alam sekitar kita dan akan bekerja dengan sepenuh hati dan jiwa.
151
MOTIVASI BEKERJA: I’M READY TO WORK TUJUAN: Agar peserta mendapatkan motivasi bekerja sesuai dengan konsep bekerja dengan hati.
DASAR PEMIKIRAN: Dengan diberi kata-kata atau kalimat motivasi, diharapkan dalam mengerjakan pekerjaan hari ini peserta dapat lebih termotivasi.
METODE: Ceramah FORMAT: Kelompok TEMPAT: Ruang Serba Guna WAKTU: 06.50-06.55 ALAT DAN BAHAN YANG DIGUNAKAN: DESKRIPSI SINGKAT: Trainer memberikan motivasi dengan memberikan kata-kata atau kalimat-kalimat penyemangat kepada peserta berdasarkan konsep bekerja dengan hati.
152
SHARING: WHAT I FEEL IN WORK TUJUAN: Untuk mengetahui hal-hal apa saja yang dialami oleh karyawan dalam bekerja pada hari ini. DASAR PEMIKIRAN: Dengan sharing ini, trainer dapat mengetahui bagaimana perubahan kinerja karyawan setelah diberikan materi pada pagi hari sebelum bekerja. METODE: Sharing FORMAT: Individu dan kelompok TEMPAT: Ruang Serba Guna WAKTU: 12.30-13.15 ALAT DAN BAHAN YANG DIGUNAKAN: Kertas, Bolpen DESKRIPSI SINGKAT: Trainer memimpin jalannya sharing ini sekaligus memberikan tanggapan/materi dari hal-hal yang diutarakan peserta sesuai dengan konsep bekerja dengan hati khususnya berkaitan dengan materi yang disampaikan tadi pagi yaitu bagaimana mengelola kecerdasan spiritual dalam bekerja agar karyawan dapat lebih mengahargai
pekerjaannya
maupun
dirinya
sendiri
dalam
melakukan
pekerjaannya. Peserta bebas menuliskan dan mengutarakan hal-hal yang telah dihadapi dalam bekerja hari ini.
153
RELAKSASI TUJUAN: Untuk mengendurkan otot-otot karyawan yang mengalami ketegangan setelah melakukan pekerjaan hari ini
DASAR PEMIKIRAN: Relaksasi ini berguna untuk mengurangi gejala-gejala fisik dari burnout, sehingga burnout yang dialami karyawan dapat turun.
METODE: Teknik-teknik relaksasi FORMAT: Kelompok TEMPAT: Ruang Serba Guna WAKTU: 13.15-13.35 ALAT DAN BAHAN YANG DIGUNAKAN: soundsystem, laptop DESKRIPSI SINGKAT: Peserta duduk dan mengambil posisi sesuai dengan instruksi trainer. Trainer memberikan teknik-teknik relaksasi kepada peserta diiringi dengan musik klasik.
154
RELAKSASI 3 Hari/Waktu
: Rabu, 13.15 – 13.30
Materi
: Relaxation via Tension-Relaxation
Tujuan
:
·
Mengulang
Relaxation
via
Tension-Relaxation
pada
pertemuan
sebelumnya ·
Melakukan Relaxation via Tension-Relaxation tahap selanjutnya
Prosedur ·
:
Setelah diberikan informasi subjek melakukan Relaxation via TensionRelaxation sesi ketiga
Instruksi pelatihan relaksasi: Relaxation via Tension-Relaxation Teman-teman, mari kita mengulang relaksasi yang telah kita praktekkan pada pertemuan kemarin. Sekarang pejamkan mata Anda. Dan sekarang perhatian kita tujukan pada bagian leher. Tekanlah kepala Anda pada permukaan di mana Anda dapat beristirahat, tekanlah ke belakang sehingga Anda dapat beristirahat, tekanlah ke belakang sehingga Anda dapat merasakan ketegangan terutama di bagian belakang leher dan punggung atas. Tekankan dan perhatikan. Sekarang lepasakan. Biarkan kepala Anda beristirahat secara nyaman. Nikmati kontras antara ketegangan dan relaksasi yang Anda rasakan sekarang. Lepaskan, lebih lanjut, lebih lanjut, lagi dan lagi sedapat mungkin. Lakukan sekali lagi kepala menekan ke belakang. Perhatikan ketegangan. Tahan (5 detik). Dan sekarang rileks. Lemaskan lebih lanjut, lebih lanjut. Sekarang saya ingin Anda membawa kepala Anda ke muka. Dan coba benamkan dagu Anda ke dada. Rasakan ketegangan terutama di leher muka. Dan sekarang lepaskan. Lebih lanjut, lebih lanjut (10 detik). Lakukan sekali lagi sekarang, dagu dibenamkan di dada, tahan (5 detik). Dan sekarang rileks. Lebih lanjut, lebih lanjut (10 detik). Sekarang perhatikan kita tujukan pada otot-otot punggung Anda. Lengkungkan punggung Anda. Busungkan dada dan perut, sehingga Anda merasakan ketegangan di punggung Anda terutama di punggung atas. Perhatikan ketegangan dan sekarang rileks. Biarkan badan Anda beristirahat lagi di kursi atau
155
di tempat tidur. Perhatikan perbedaan antara ketegangan dan relaksasi. Biarkan otot-otot tersebut menjadi lemas. Tahan (5 detik). Dan sekarang lemaskan punggung Anda. Biarkanlah pergi semua ketegangan di otot-otot tadi (10 detik). Sekarang ambil nafas panjang. Isi paru-paru Anda. Tahan, tahan dan perhatikan ketegangan di bagian dada dan turun ke perut. Perhatikan ketegangan tadi dan sekarang rileks. Lepaskan. Keluarkan nafas dan lanjutkan bernafas seperti biasa. Perhatikan sekali lagi perbedaan antara ketegangan dan relaksasi (10 detik). Mari kita lakukan sekali lagi, tarik nafas panjang dan tahan. Perhatikan ketegangan. Perhatikan otot-otot menegang. Sekarang lanjutkan bernafas seperti biasa. Bernafas dengan nyaman. Biarkan otot-otot dada dan beberapa otot-otot di perut rileks. Lebih rileks dan lebih rileks tiap kali Anda mengeluarkan nafas (10 detik). Sekarang kencangkan otot-otot di perut Anda, tarik perut Anda ke dalam. Tegangkan otot-otot perut tersebut. Tahan. Buatlah perut menjadi keras, sangat keras, dan sekarang rileks. Biarkan otot-otot tadi menjadi lemas. Lemaskan dan rileks (10 detik). Lakukan sekali lagi. Keraskan otot-otot perut. Perhatikan ketegangan (5 detik), dan sekarang rileks. Lepaskan lebih lanjut, lebih lanjut. Lagi, dan lagi. Hilangkan ketegangan dan perhatikan kontras antara ketegangan dan relaksasi. Saya ingin Anda sekarang meluruskan kedua belah telapak kaki. Luruskan sehingga Anda dapat merasakan ketegangan di paha. Luruskan lebih lanjut (5 detik). Dan sekarang rileks. Biarkan kaki Anda rileks dan perhatikan beda antara ketegangan di otot paha dan relaksasi relatif yang Anda rasakan sekarang (10 detik). Lakukanlah sekali lagi. Kunci lutut Anda, luruskanlah kedua kaki Anda sehingga Anda dapat merasakan otot-otot tadi, rasakan ketegangan di otot-otot betis Anda. Anda merasakan tarikan ketegangan, kontraksi di otot-otot betis dan tulang kering. Perhatikan ketegangan tali dan sekarang rileks. Biarkan kaki Anda rileks. Dan perhatikan antara ketegangan dan relaksasi (10 detik). Sekali lagi sekarang. Tekuklah kaki Anda di bagian pergelangan kaki. Jari-jari menghadap ke kepala. Perhatikan ketegangannya. Tahan. Dan sekarang lepaskan. Lemaskan otot-otot tadi lebih lanjut, lebih lanjut, lagi dan lagi, lebih rileks.
156
Bila Anda menegangkan otot-oto Anda, Anda juga telah melemaskannya. Anda telah memperhatikan perbedaan antara ketegangan dan relaksasi otot. Anda dapat mengenal apakah ada ketegangan di otot-otot Anda, dan apabila ada Anda dapat berkonsentrasi pada bagian tersebut, perintahkan otot-otot tali untuk lemas, untuk rileks. Apabila Anda berfikir untuk melemaskan otot tadi sebenarnya Anda dapat melakukannya walaupun sedikit. Sekarang saat Anda duduk atau berbaring, saya akan mengulang berbagai kelompok otot yang telah dilemaskan. Perhatikan apakah masih ada ketegangan pada otot-otot. Apabila ada cobalah berkonsentrasi pada otot-otot tersebut dan perintahkan untuk rileks, untuk lemas (5 detik). Lemaskan otot-otot di bagian bawah Anda. Lemaskan di bagian badan Anda sebelah bawah (5 detik). Punggung atas, dada, bahu (5 detik). Pantat dan pinggul (5 detik). Lemaskan lengan atas, bawah dan tangan sampai ujung jari-jari Anda (5 detik). Biarkan semua otot di tenggorokan dan leher lemas (5 detik). Lemaskan rahang dan otot-otot wajah Anda (5 detik). Biarkan semua otot di badan Anda menjadi lemas. Sekarang duduk atau berbaring dengan tenang, mata, mata tertutup untuk beberapa menit (2 menit). Sekarang saya akan menghitung dari lima sampai satu. Bila saya mencapai angka satu, bukalah mata Anda, rentangkan badan Anda dan bangun. Lima..Empat..Tiga..Dua..dan Satu.. Mata Anda membuka dan bangun.
157
PENUTUP TUJUAN: Untuk mengakhiri pelatihan pada hari ini sekaligus memberikan motivasi dalam bekerja untuk hari esok.
DASAR PEMIKIRAN: Peserta dapat mengetahui bahwa pelatihan khusus hari ini sampai dengan disini dan besok masih ada pelatihan lagi pada waktu yang sama dengan materi yang berbeda.
METODE: Ceramah FORMAT: Kelompok TEMPAT: Ruang Serba Guna WAKTU: 13.35-13.45 ALAT DAN BAHAN YANG DIGUNAKAN: DESKRIPSI SINGKAT: Ketika trainer memberikan materi penutup, peserta masih dalam posisi duduk, tetapi ketika diakhir peserta berdiri melingkar dengan trainer untuk meneriakkan kata-kata positif.
158
Kamis, 3 Maret 2011 PENGKONDISIAN PESERTA
TUJUAN: Untuk mengumpulkan peserta masuk ke dalam ruang pelatihan. DASAR PEMIKIRAN: Agar memudahkan peserta untuk menuju ruang pertemuan secara bersama-sama dan mengantisipasi agar waktu efektif sesuai jadwal. METODE: Pemberian instruksi FORMAT: Kelompok TEMPAT: Ruang masing-masing karyawan menuju ruang pertemuan WAKTU: 06.10-06.15 ALAT DAN BAHAN YANG DIGUNAKAN: DESKRIPSI SINGKAT: Peserta dikondisikan untuk segera memasuki ruang pertemuan karena pelatihan hari ini akan segera dimulai.
159
GAMES: “melepas ikatan tali secara berpasangan” TUJUAN: Simulasi peserta terkait tema materi yang akan disampaikan trainer berikutnya. DASAR PEMIKIRAN: Dengan permainan ini, peserta akan mendapatkan visualiasi mengenai kerja sama dalam pekerjaannya yang membutuhkan kesabaran dalam memecahkan sesuatu masalah pekerjaan. METODE: Permainan FORMAT: Kelompok TEMPAT: Ruang Serba Guna WAKTU: 06.15-06.20 ALAT DAN BAHAN YANG DIGUNAKAN: Tali rafia DESKRIPSI SINGKAT: Peserta dibagi menjadi 5 pasang, setiap pasang mengikatkan tali rafia yang saling bersinggungan, kemudian tugasnya adalah melepas ikatan tali tersebut.
160
SHARING: KONSEP BEKERJA DENGAN HATI (MILIKI SIKAP SYUKUR, SABAR, IKHLAS) TUJUAN: Mengubah cara pandang peserta dalam memaknai bekerja.
DASAR PEMIKIRAN: Materi bekerja dengan hati ini merupakan materi pokok yang dapat membuat karyawan lebih memaknai pekerjaannya sehingga karyawan akan lebih menghargai pekerjaannya dan dapat mengelola emosinya ketika ada tekanan dalam bekerja.
METODE: Sharing FORMAT: Individu dan kelompok TEMPAT: Ruang pertemuan WAKTU: 06.30-06.50 ALAT DAN BAHAN YANG DIGUNAKAN: Whiteboard, spidol, penghapus DESKRIPSI SINGKAT: Trainer memberikan pemahaman baru mengenai konsep bekerja dengan hati kepada peserta. Peserta juga dapat sharing mengenai pengalaman-pengalaman negatif ketika bekerja.
161
Materi Bekerja Dengan Hati Bekerja dengan hati akan selalu disertai dengan sikap syukur, sabar dan ihlas. Tiga sikap positif itu bisa diuraikan sebagai berikut: a.
Bekerja dengan sikap syukur adalah bentuk manifestasi pengoptimalan potensi diri kita, bahwa Allah telah berikan potensi yag luar biasa pada kita, sehingga kita harus menggunakannya dengan optimal. Kita bersyukur karena kita ada pekerjaan yang bisa kita lakukan yang darinya kita akan mendapatkan rejeki dari Allah.
b.
Bekerja dengan sikap sabar adalah menunjukkan semangat dan kegigihan pribadi dalam melaksanakan tugas dan kewajiban kita. Kesulitan dalam pekerjaan akan dijadikan sebangan tantangan. Apapun kondisinya kita tidak pernah mengeluh bahkan sebaliknya selalu ceria, periang dan gembira dalam melakukan pekerjaan.
c.
Bekerja dengan ihlas adalah dengan senantiasa memohon ridlo Allah atas apa yang kita kerjakan. Karena sikap ihlas itu hanya diri kita dan Allah, maka kita akan lakukan yang terbaik dihadapan Allah. Dengan tulus ihlas maka pekerjaan akan bisa kita selesaikan dengan senang hati.
Sedangkan menurut Saleh (2009: 63), 10 ciri bekerja dengan hati nurani yaitu: 1. Mengawali kerja dengan niat baik dan benar. 2. Menjaga agama Allah SWT dalam bekerja. 3. Menghadirkan Allah SWT dalam setiap pekerjaan. 4. Menggunakan hati nurani dalam menentukan sikap saat bekerja. 5. Menampilkan sikap takwa dalam bekerja. 6. Ikhlas dalam bekerja. 7. Menampilkan cara kerja yang terbaik (amal prestatif). 8. Memunculkan syukur prestatif. 9. Menjalin silaturahmi dan merajut ukhuwah (kerja sama). 10. Menampilkan pelayanan prima (service excellent).
162
Model bekerja dengan hati nurani (Model oleh Akh. Muwafik Saleh)
Niat baik Excellent Service
Jagalah Allah
Hadirkan Allah
Ukhuwah
Bekerja dengan hati nurani Syukur prestatif
Hidupkan hati
Kerja prestatif
Taqwa Ikhlas
1.
Niat: Menentukan Arah Luruskanlah niat saat bekerja. Coba renungkan apa yang sebenarnya ada
dalam pikiran dan benak kita? Apa niat dan motivasi kita bekerja? Ingat, niat inilah yang akan menentukan arah pekerjaan kita. Kalau kita berniat hanya untuk mendapatkan gaji, tentu hanya itu pulalah yang kita dapatkan. Jika niat bekerja sekaligus untuk menambah simpanan akhirat, mendapatkan harta halal, serta menafkahi keluarga, tentu kita akan mendapatkannya sebagaimana niat kita. Ingatlah selalu bahwa nilai pekerjaan yang dilakukan sangat tergantung pada niat kita. Untuk itu, luruskanlah niat kerja dan niatkan hanya untuk kepentingan Allah SWT. Selalu mendahulukan kepentingan akhirat di atas kepentingan dunia dalam bekerja. Jika niat kita untuk mengumpulkan harta dunia semata, kita memang akanm mendapatkannya. Namun, tidak sedikit pun pahala akhirat akan didapatkan. Hasil kerja kita selama ini takkan bertahan mendampingi kita di akhirat kelak.
163
Dari Ibnu Mas’ud Al Badry ra.dari Nabi SAW, beliau bersabda: “Apabila seorang menafkahkan (bekerja) untuk keperluan keluarganya hanya dengan niat megharapkan pahala, maka hal itu akan tercatat sebagai sedekah baginya” (HR. Bukhari-Muslim) 2.
Agama Panduan Bekerja Semua hal tentang bekerja ataupun pekerjaan juga telah diatur oleh Allah
SWT. Di antara aturan Allah SWT tentang pekerjaan adalah selalu mengawali kerja dengan do’a, sikap-sikap yang harus ditampilkan dalam bekerja, serta larangan-larangan dalam bekerja. Seseorang yang bekerja dengan hati nurani haruslah membiasakan diri untuk mengawali setiap pekerjaan yang kita lakukan dan hasil kerjanyapun menjadi berkah. 3.
Allah SWT Bersama Mereka yang Bekerja Allah SWT berfirman: “Sesungguhnya telah Kami ciptakan manusia dan
Kami mengetahui apa yang dibisikkan hatinya, Kami lebih dekat kepadanya daripada urat nadinya.” (Q.S. Qaaf :16). Hadirkanlah Allah SWT dalam setiap langkah kerja kita. Sadari dan yakinilah bahwa Allah SWT Maha Melihat, walaupun kita tidak dapat melihat Allah SWT. Tampilkan sikap ihsan dalam bekerja. Jika kita selalu merasa dilihat dan diawasi oleh Allah saat bekerja, setiap langkah kerja kita, tentu akan menampilkan yang terbaik, jujur, penuh semangat, dan disiplin. Walaupun bekerja dalam kesendirian, tanpa ada pimpinan yang mengawasi kita. Disaat kita menghadirkan Allah SWT dalam bekerja, kita akan merasa Dia melihat setiap pekerjaan yang kita lakukan. Maka mintalah kepada Allah SWT akan setiap permasalahan dan kesulitan pekerjaan yang kita hadapi. Pastilah Allah SWT tidak akan melupakan kita. 4.
Hati Sebagai Pusat Pertimbangan Pemenuhan kebutuhan bagi hati adalah dengan menerima dan tunduk
pada nilai-nilai kebaikan dan kebenaran. Dalam bekerja, cobalah hidupkan hati kita. Dengarkanlah bisikan-bisikan kebenaran yang disuarakannya. Jujurlah
164
dengan suara-suara itu. Sadarkanlah dan pahamkan diri ini untuk mau mengikutinya. Ingatlah selama ada keinginan, disitu ada jalan kemudahan. Begitu pula dalam kehidupan kerja kita. Ikutilah bisikan-bisikan kebaikan dan kebenaran di setiap langkah kerja kita. Buang jauh-jauh ajakan kemungkaran. Jika mampu melakukannya, Allah SWT akan selalu memberikan pertolongan, membukakan jalan kemudahan, serta rezeki yang halal dan berkah. Ingatlah, sesungguhnya sejak awal penciptaannya, hati ini selalu condong pada kebaikan dan kebenaran. Karena itu, janganlah menolak dan memaksa diri kita untuk membohongi hati demi menerima kebenaran. 5.
Taqwa Dalam Bekerja Terdapat dua pengertian takwa yang dimaksudkan dalam tulisan ini.
Pertama, taat melaksanakan perintah dan menjauhi segala bentuk larangan-Nya. Secara umum, pengertian ini telah dipahami masyarakat. Kedua, sikap tanggung jawab seorang Muslim terhadap keimanan yang telah diyakini dan diikrarkannya. Orang yang bertakwa dalam bekerja adalah orang yang mampu bertanggung jawab terhadap segala tugas yang diamanahkannya. Untuk itu, orang yang bertakwa dalam bekerja akan menampilkan sikap-sikap sebagai berikut: a. Senantiasa bekerja dengan cara terbaik sebagai wujud tanggung jawab terhadap kerja dan tugas yang diamanahkannya padanya. b. Menjauhi segala bentuk kemungkaran untuk dirinya dan orang lain dalam bekerja. c. Taat pada aturan. d. Hanya menginginkan hasil pekerjaan yang baik dan halal.
6.
Janji Allah SWT Bagi Orang yang Bertaqwa Ketaqwaan kita dalam kerja bukanlah aktivitas yang sia-sia tanpa sebuah
balasan. Allah SWT menjamin balasan kepada orang-orang yang bertaqwa dalam kehidupan ini, termasuk dalam bekerja. Balasan Allah SWT dapat berupa: a. Dimudahkan jalan keluar dari berbagai kesulitan yang dihadapi. b. Diberi rezeki yang tiada disangka-sangka datangnya. c. Dilimpahkan berkah dari langit dan bumi.
165
d. Tidak akan merasa khawatir dan tidak pula bersedih hati. e. Diberi pertolongan dalam kehidupan dan diberi kemudahan untuk dapat membedakan antara kebenaran (haq) dan kebatilan. f. Diberikan pahala yang terbaik di akhirat. 7.
Ikhlas Dalam Bekerja Salah satu kunci diterimanya amal perbuatan manusia di sisi Allah SWT
adalah ikhlas. Ibadah atau amaliah apa pun yang dikerjakan tanpa keikhlasan, niscaya akan sia-sia belaka. Ikhlas itu tempatnya pada niat awal, tujuan, dan maksud, bukan pada amalan lahir ataupun ucapan semata. Untuk memunculkan sikap ikhlas dalam bekerja, perhatikan beberapa hal berikut. a. Luruskan niat b. Lakukan hal-hal besar dalam pekerjaan, lalu lupakanlah c. Fokuslah hanya pada pekerjaan saat melakukan tugas d. Perbanyak istighfar dan kembalilah pada niat semula Ciri-ciri orang yang bekerja dengan ikhlas: a. Bekerja semata-mata mengharap ridha Allah SWT. b. Bersih dari segala maksud, kepentingan pribadi, pamrih, dan ria. c. Penuh semangat dalam mengerjakan seluruh tugas pekerjaan. d. Tidak haus oleh pujian, tidak tamak akan penghargaan dan rasa ingin dihormati. e. Tidak merasa rendah karena makian atau cercaan sehingga tidak mengurangi semangat kerjanya. 8.
Amal prestatif ‘Lebih baik amalnya’, itulah kata kuncinya. Pekerjaan harus dilakukan
sebaik mungkin sehingga memperoleh hasil terbaik pula. Dalam kehidupan ini, penilaian terhadap diri kita tergantung pada perbuatan, sikap, dan cara kerja kita. Karena itu, hendaknya semua tugas pekerjaan yang merupakan amanah bagi kita diselesaikan dengan penuh semangat, konsentrasi, berbudaya tinggi untuk melayani secara mengesankan, saling mendukung dengan tim, empatik, bertanggung jawab, serta profesional. Dengan demikian, kita dapat menampilkan yang terbaik sekaligus menjadi telladan dalam kebaikan bagi rekan-rekan kerja.
166
9.
Syukur Prestatif Memang, tidak semua kenyataan yang terjadi sesuai dengan harapan dan
keinginan kita. Namun, sadarilah bahwa segala yang terjadi dalam kehidupan dan diri kita, berada dalam genggaman, kekuasaan, dan pengetahuan Allah SWT. Allah Maha Mengetahui terhadap segala, bahkan yang tidak kita ketahui. Terkadang, kita merasa apa yang kita harapkan merupakan sebuah kebaikan untuk kita. Padahal, bisa jadi tidak bagi Allah SWT, begitu juga sebaliknya. Macam-macam syukur prestatif yaitu: a. Syukur kepada Allah SWT, yaitu sikap syukur yang ditunjukkan oleh seorang hamba atas segala karunia yang telah diberikan-Nya kepada kita. Wujud syukur yang harus ditampilkan adalah meningkatkan kualitas ibadah kita kepada Allah SWT. b. Syukur atas pekerjaan, yaitu sikap syukur yang harus ditunjukkan seorang pekerja atas nikmat pekerjaan yang telah diperolehnya. Betapa banyak orang di sekitar kita yang tidak memperoleh pekerjaan; terkena PHK, pendapatan tidak tetap, bekerja di luar negeri, dan lain-lain. c. Syukur atas harta, yaitu sikap syukur yang harus dimunculkan dalam diri kita karena betapa banyak nikmat rezeki yang telah Allah SWT berikan kepada kita. d. Syukur atas segala hal, yaitu syukur atas segala karunia yang telah diberikan Allah SWT, baik kesehatan, usia, waktu, maupun kehidupan kita. Cara memunculkan rasa syukur: a. Ingatlah masa lalu alih-alih selalu mengkhayalkan masa depan b. Lihatlah mereka yang dibawah alih-alih selalu melihat mereka yang di atas c. Tanamkan sikap ‘selalu merasa cukup’ alih-alih ‘selalu merasa kurang’ d. Menemukan hikmah alih-alih mengeluh akan realita dan menyalahkan orang lain. 10. Silaturahmi Membuka Pintu Rezeki Bekerja dengan hati nurani mensyaratkan adanya kemampuan untuk menjalin silaturahmi dengan baik antarsesama,
khususnya antarpekerja.
167
Hubungan baik merupakan inti dalam interaksi sosial. Dunia pekerjaan atau tempat kerja haruslah mampu menjadi sebuah “keluarga” bagi kita. Disana terjalin hubungan yang harmonis, saling mengasihi, saling menghormati, dan saling mendukung. Lalu, bagaimana menumbuhkan rasa ukhuwah dan kasih sayang agar jalinan silaturahmi tetap erat terbangun? Renungkanlah beberapa langkah sikap berikut ini. a. Merasa menjadi bagian dari kesatuan tubuh b. Memberitakan dan melihat sisi positif c. Mendo’akan sahabar (rekan), baik saat ada maupun tidak ada d. Tampilkan wajah ceria e. Lakukan jabat tangan kedekatan f. Perbanyak melakukan kunjungan g. Biasakan mengucapkan salam dan tebar keselamatan’ h. Berilah perhatian dan ringankan beban i.
Penuhi hak-hak sahabat atau rekan
j.
Biasakan memberi hadiah
k. Memberikan pelayanan prima (excellent)
168
MOTIVASI BEKERJA: I’M READY TO WORK TUJUAN: Agar peserta mendapatkan motivasi bekerja sesuai dengan konsep bekerja dengan hati.
DASAR PEMIKIRAN: Dengan diberi kata-kata atau kalimat motivasi, diharapkan dalam mengerjakan pekerjaan hari ini peserta dapat lebih termotivasi.
METODE: Ceramah FORMAT: Kelompok TEMPAT: Ruang Serba Guna WAKTU: 06.50-06.55 ALAT DAN BAHAN YANG DIGUNAKAN: DESKRIPSI SINGKAT: Trainer memberikan motivasi dengan memberikan kata-kata atau kalimat-kalimat penyemangat kepada peserta berdasarkan konsep bekerja dengan hati.
169
SHARING: WHAT I FEEL IN WORK TUJUAN: Untuk mengetahui hal-hal apa saja yang dialami oleh karyawan dalam bekerja pada hari ini. DASAR PEMIKIRAN: Dengan sharing ini, trainer dapat mengetahui bagaimana perubahan kinerja karyawan setelah diberikan materi pada pagi hari sebelum bekerja. METODE: Sharing FORMAT: Individu dan kelompok TEMPAT: Ruang Serba Guna WAKTU: 12.30-13.15 ALAT DAN BAHAN YANG DIGUNAKAN: Kertas, Bolpen, Whiteboard, Penghapus DESKRIPSI SINGKAT: Trainer memimpin jalannya sharing ini sekaligus memberikan tanggapan/materi dari hal-hal yang diutarakan peserta sesuai dengan konsep bekerja dengan hati yang telah dijelaskan pagi hari tadi. Peserta bebas menuliskan dan mengutarakan hal-hal yang telah dihadapi dan dirasakan dalam bekerja hari ini.
170
KONTRAK DIRI TUJUAN: Agar peserta dapat berjanji kepada dirinya sendiri untuk bekerja sesuai dengan konsep bekerja dengan hati.
DASAR PEMIKIRAN: Dengan adanya kontrak diri, maka peserta akan belajar konsekuen untuk dapat melakukan perubahan dalam bekerjanya sesuai konsep bekerja dengan hati.
METODE: Kontrak diri FORMAT: Individu TEMPAT: Ruang Serba Guna WAKTU: 13.15-13.20 ALAT DAN BAHAN YANG DIGUNAKAN: Kertas HVS, ballpoint DESKRIPSI SINGKAT: Peserta menuliskan kalimat perjanjian pada selembar kertas secara spesifik dalam bentuk point-point bahwa peserta akan bekerja dengan hati seperti apa yang telah dijelaskan oleh trainer. Kertas tersebut nanti akan dikirim kembali setelah 1bulan dari pelatihan ini.
171
RENUNGAN: JIKA AKU MENJADI TUJUAN: Untuk menyadarkan peserta agar lebih menghargai dirinya sendiri dan pekerjaannya dalam bekerja.
DASAR PEMIKIRAN: Dengan renungan yang didalamnya terdapat kata-kata maupun kalimat-kaimat yang dapat merubah cara pandang peserta dalam bekerja maka diharapkan dapat menyadarkan kepada peserta bahwa pekerjaan yang dilakukannya sekarang merupakan ibadah dan harus selalu disyukuri dan dihargai.
METODE: Renungan FORMAT: Kelompok TEMPAT: Ruang Serba Guna WAKTU: 13.20-13.50 ALAT DAN BAHAN YANG DIGUNAKAN: Soundsystem, laptop DESKRIPSI SINGKAT: Perserta duduk melingkar lesehan dengan mata tertutup, pada waktu itu trainer menuntun peserta dengan kata-kata atau kalimat-kalimat renungan yang dapat menyadarkan peserta.
172
PENUTUP TUJUAN: Untuk mengakhiri pelatihan pada hari ini sekaligus memberikan motivasi dalam bekerja untuk hari esok.
DASAR PEMIKIRAN: Peserta dapat mengetahui bahwa pelatihan khusus hari ini sampai dengan disini dan besok masih ada pelatihan lagi pada waktu yang sama dengan materi yang berbeda.
METODE: Ceramah FORMAT: Kelompok TEMPAT: Ruang Serba Guna WAKTU: 13.00-14.00 ALAT DAN BAHAN YANG DIGUNAKAN: DESKRIPSI SINGKAT: Ketika trainer memberikan materi penutup, peserta masih dalam posisi duduk, tetapi ketika diakhir peserta berdiri melingkar dengan trainer untuk meneriakkan kata-kata positif.
173
Jum’at, 4 Maret 2011 PENGKONDISIAN PESERTA
TUJUAN: Untuk mengumpulkan peserta masuk ke dalam ruang pelatihan. DASAR PEMIKIRAN: Agar memudahkan peserta untuk menuju ruang pertemuan secara bersama-sama dan mengantisipasi agar waktu efektif sesuai jadwal. METODE: Pemberian instruksi FORMAT: Kelompok TEMPAT: Ruang masing-masing karyawan menuju ruang pertemuan WAKTU: 06.10-06.15 ALAT DAN BAHAN YANG DIGUNAKAN: DESKRIPSI SINGKAT: Peserta dikondisikan untuk segera memasuki ruang pertemuan karena pelatihan hari ini akan segera dimulai.
174
GAMES: TEAMWORK (BALONKU) TUJUAN: Untuk menyadarkan peserta bahwa kerja sama merupakan salah satu hal yang termasuk upaya untuk memperbaiki hubungan dengan rekan kerja dan memperbaiki karakter kerja.
DASAR PEMIKIRAN: Permainan tersebut dapat sebagai simulasi bahwa dalam bekerja karyawan harus dapat bekerja sama satu sama lain sehingga hubungan interpersonal antar karyawan dapat terjaga dengan baik.
METODE: Games FORMAT: Kelompok TEMPAT: Ruang Serba Guna WAKTU: 06.15-06.30 ALAT DAN BAHAN YANG DIGUNAKAN: Balon, Tali Rafia, Sedotan DESKRIPSI SINGKAT: Peserta dibagi menjadi dua kelompok, masing-masing kelompok terdiri dari 5 orang. Peserta berbaris pada kelompok masing-masing, kemudian jarak (ruang) antar peserta dalam kelompok diberikan balon sebagai tantangannya. Peserta dalam kelompok harus berjalan untuk mengambil sedotan di depannya yang
175
berjarak 3 meter kemudian di taruh ditempat kelompok tersebut “start” dalam waktu 5 menit dengan syarat balon tidak boleh jatuh. Pemenangnya adalah kelompok dengan jumlah sedotan terbanyak.
176
SHARING: PERBAIKI KARAKTER/ATTITUDE DALAM BEKERJA TUJUAN: Agar peserta dapat mengerti hal-hal apa saja yang dapat memperbaiki karakter kita dalam bekerja sehingga dapat terjadi perubahan sikap.
DASAR PEMIKIRAN: Dengan materi ini, peserta menjadi tahu sikap apa saja yang dapat mendukung pekerjaannya sehingga karyawan dapat melakukan pekerjaannya dengan baik, dan hubungan antar rekan kerja juga harmonis.
METODE: Sharing FORMAT: Individu dan kelompok TEMPAT: Ruang Serba Guna WAKTU: 06.30-06.50 ALAT DAN BAHAN YANG DIGUNAKAN: Karpet, whiteboard, spidol, penghapus DESKRIPSI SINGKAT: Trainer memberikan materi perbaiki karakter/attitude dalam kerja dengan metode sharing. Peserta juga dapat berbagi pengalaman sekaligus bertanya pada sesi ini.
177
Materi Perbaiki Karakter/Attitude dalam Bekerja Bekerja dengan hati akan selalu disertai dengan usaha secara sungguhsungguh untuk meningkatkan karakter pribadi dengn sikap orang-orang diatas garis. Dengan sikap-sikap yang akan membawa peningkatan kwalitas kerja. Sikap-sikap positif tersebut adalah : a. Visioner : memiliki orientasi ke masa depan yang lebih jauh b. Kreatif : mengerjakan tugas-tugasnya dengan kreativitas yang tinggi c. Inovatif : bekerja dengan melakukan pembaharuan metode yang lebih bbaik lagi, lebih efektif dan effisien d. Integritas : bekerja dengan penuh kejujuran tanpa membutuhkan pengawasan dari orang lain e. Kerjasama : bekerja dengan team untuk saling melengkapi dan menyempurnakan. Sedangkan menurut Saleh (2009: 164), karakter sukses spiritual worker diantaranya yaitu: 1. Jujur (honest): yaitu sikap menyampaikan apa adanya tanpa kepentingan untuk menambah dan mengurangi, lurus hati, bersikap tidak curang, serta menjauhkan dari segala bentuk kebohongan. 2. Berpandangan jauh ke depan: adalah berpikir ke masa depan. Kemampuan memprediksi masa depan serta mampu merencanakan pencapaian masa depan. Wujud dari sikap ini, yaitu suka menghayati, dan mampu berjalan sesuai rencana sehari-hari (scheduled). 3. Bisa memberi inspirasi (inspiring): mampu mendorong dan menjadi sumber motivasi bagi munculnya sebuah pemikiran baru pada pihak lain. Mendorong orang lain untuk bekerja dan berkarya, bergabung atau terlibat, dan membuat seluruhnya menyenangkan. 4. Kompeten (competent): memiliki kemampuan dan kecapakan diri yang unggul. Memiliki keinginan kuat untuk melakukan hal-hal yang dapat meningkatkan kemampuan diri bertekad untuk menguasainya, dan bersedia mengembangkan segala kemampuan. 5. Adil (fair): kemampuan seseorang untuk menempatkan sesuatu sesuai
178
dengan tempatnya, mampu bertindak secara profesional, serta mampu memperlakukan seseorang sesuai dengan kapasitas dan kemampuan yang dimilikinya. 6. Mendukung (supporting): sikap suka mendorong, memotivasi, dan membantu pencapaian ambisi, keinginan dan tujuan orang lain dengan penuh itikad baik akan membangun persahabatan demi kesuksesan bersama. 7. Berpandangan luas (broad-minded): kemampuan seseorang dalam berpikir, melihat, dan menilai sesuatu secara menyeluruh (komprehensif) dan utuh (integral). 8. Cerdas (intelligent): mampu berpikir dan bersikap strategis, jeli, visioner, serta memiliki semangat
tinggi dalam mewujudkan tujuan dan
keberhasilan. 9. Terus terang (straightforward): sikap terbuka dalam mengungkapkan pikiran dan emosi. Tidak ada keraguan dalam mengungkapkan sikap yang dia yakini benar, walaupun terasa pahit (outspoken). 10. Berani (courageous): sifat tidak takut terhadap resiko, berani bertanggung jawab, dan bersedia menerima resiko (daring). Menyadari sepenuhnya bahwa tidak ada satu pun di dunia ini yang tidak mengandung resiko. 11. Bisa diandalkan: sikap kepercayaan seseorang terhadap orang lain dapat dibangun dengan bekerja secara cepat, tepat, dan efektif, sehingga diperoleh hasil yang memuaskan. 12. Bisa bekerja sama (team worker): melakukan pekerjaan dalam sebuah kebersamaan dengan orang lain secara sinergis, saling membantu, saling menghormati, penuh kesadaran, dan semangat demi kesuksesan bersama. 13. Kreatif (creative): selalu bergerak sebelum orang lain bergerak. Memiliki beragam variasi dan selalu memunculkan hal-hal yang baru. 14. Peduli pada orang lain (care, attention): sikap perhatian pada orang lain dan memperlakukan mereka dengan rasa segan, hormat, serta menghargai. 15. Tegas (clear): sikap seseorang yang dibangun atas dasar keyakinan dan prinsip hidup yang kuat. Tidak ragu-ragu dalam bersikap dan tidak mudah
179
goyah oleh godaan yang menghadang. 16. Matang (adult): bersikap dewasa, bijaksana, serta tenang dalam mengambil keputusan dan menyikapi setiap permasalahan. Tidak mudah mengeluh dan putus asa. 17. Berambisi (ambition): berkeinginan keras untuk mencapai sesuatu (citacita, harapan) dengan penuh semangat dan antusiasme. 18. Loyal (loyalty): sikap setia kepada seseorang, gagasan, atau pekerjaan. Sikap ini terkadang melampaui alasan dan disertai sikap berani berkorban untuk organisasi atau kelompok di mana dia menjadi bagian di dalamnya. 19. Mampu mengendalikan diri (self-control): mempunyai perasaan atau emosi, tetapi jarang memperlihatkannya. Mampu menyembunyikan perasaan tersebut, bahkan dapat mengelolanya dengan baik. Dengan kata lain, dapat menahan diri dalam menunjukkan emosi atau antusiasme (reserved). 20. Independen (independent): sikap mandiri, bebas dari segala pengaruh, tidak tergantung pada orang lain, dan penuh percaya diri, atau bahkan merasa tidak begitu memerlukan orang lain.
180
MOTIVASI BEKERJA: I’M READY TO WORK TUJUAN: Agar peserta mendapatkan motivasi bekerja sesuai dengan konsep bekerja dengan hati.
DASAR PEMIKIRAN: Dengan diberi kata-kata atau kalimat motivasi, diharapkan dalam mengerjakan pekerjaan hari ini peserta dapat lebih termotivasi.
METODE: Ceramah FORMAT: Kelompok TEMPAT: Ruang Serba Guna WAKTU: 06.50-06.55 ALAT DAN BAHAN YANG DIGUNAKAN: DESKRIPSI SINGKAT: Trainer memberikan motivasi dengan memberikan kata-kata atau kalimat-kalimat penyemangat kepada peserta berdasarkan konsep bekerja dengan hati.
181
SHARING: WHAT I FEEL IN WORK TUJUAN: Untuk mengetahui hal-hal apa saja yang dialami oleh karyawan dalam bekerja pada hari ini. DASAR PEMIKIRAN: Dengan sharing ini, trainer dapat mengetahui bagaimana perubahan kinerja karyawan setelah diberikan materi pada pagi hari sebelum bekerja. METODE: Sharing FORMAT: Individu dan kelompok TEMPAT: Ruang Serba Guna WAKTU: 12.30-13.15 ALAT DAN BAHAN YANG DIGUNAKAN: Kertas, Bolpen DESKRIPSI SINGKAT: Trainer memimpin jalannya sharing ini sekaligus memberikan tanggapan/materi dari hal-hal yang diutarakan peserta sesuai dengan konsep bekerja dengan hati khususnya berkaitan dengan materi yang disampaikan tadi pagi yaitu perbaiki karakter/attitude dalam bekerja. Peserta bebas menuliskan dan mengutarakan halhal yang telah dihadapi dalam bekerja hari ini.
182
RELAKSASI TUJUAN: Untuk mengendurkan otot-otot karyawan yang mengalami ketegangan setelah melakukan pekerjaan hari ini
DASAR PEMIKIRAN: Relaksasi ini berguna untuk mengurangi gejala-gejala fisik dari burnout, sehingga burnout yang dialami karyawan dapat turun.
METODE: Teknik-teknik relaksasi FORMAT: Kelompok TEMPAT: Ruang Serba Guna WAKTU: 13.15-13.35 ALAT DAN BAHAN YANG DIGUNAKAN: soundsystem, laptop DESKRIPSI SINGKAT: Peserta duduk dan mengambil posisi sesuai dengan instruksi trainer. Trainer memberikan teknik-teknik relaksasi kepada peserta diiringi dengan musik klasik.
183
RELAKSASI 4
Hari/Waktu
: Jum’at, 13.15 – 13.30
Materi
: Relaxation via Letting Go
Tujuan
:
·
Memperdalam relaksasi dengan berlatih untuk lebih menyadari dan merasakan relaksasi
Prosedur ·
:
Setelah diberikan informasi, subjek melakukan relaksasi tahap selanjutnya yaitu Relaxation via Letting Go
Instruksi pelatihan relaksasi: Relaxation via Letting Go Teman-teman, kali ini kita akan mulai dengan relaksasi otot yang kedua, yaitu Relaxation via Letting Go. Metode ini bertujuan memperdalam relaksasi. Dalam fase ini kita akan berlatih untuk lebih menyadari dan merasakan relaksasi. Teman-teman, silahkan duduk atau berbaring dengan nyaman, dan mata Anda tertutup. Lemaskan semua bagian dimana Anda bersandar, sehingga tidak perlu menegangkan otot-otot Anda. Lemaskan sedapat mungkin yang Anda mampu (3 detik). Pusatkan perhatian Anda pada tangan kanan Anda dan hilangkan semua ketegangan yang ada (3 detik). Rileks (3 detik). Rilekskan semua otot-otot lengan kanan semakin jauh, semakin jauh (3 detik). Lemaskan otot-otot lagi dan lagi, dan semakin mendalam. Rileks (3 detik). Sekarang rilekskan otot-otot lengan atas, rilekskan otot-otot sedapat mungkin Anda mampu. Teruskanlah pada lengan, pergelangan tangan, telapak tangan sampai ke jari-jari Anda, rileks (3 detik). Biarkan lebih lanjut, lebih lanjut. Biarkan otot-otot lengan kiri Anda rileks, lebih lanjut, lebih lanjut, lagi dan lagi (3 detik). Rileks dan rileks lagi (3 detik). Sekarang bahu kanan dan kiri rileks, merasa ringan, secara perlahan-lahan relaksasi manjalar ke lengan kiri dan kanan, tangan dan jari-jari (3 detik). Biarkan otot-otot lemas, semakin jauh dan jauh (3 detik). Sekarang kita pusatkan perhatian ke otot wajah. Lemaskan muka Anda, rilekskan otot-otot tersebut (3 detik). Ketika Anda merilekskan otot-otot tersebut,
184
secara bertahap Anda mungkin lebih merasakan relaksasi pada otot-otot tersebut. Mata Anda terpejam dengan tenang dan nyaman (3 detik). Rahang Anda semakin rileks, lagi, dan lebih lanjut (3 detik). Anda dapat berfikir untuk membiarkan rileks itu berlangsung semakin mendalam dan semakin jauh dibanding sebelumnya (3 detik). Anda dapat bernafas dengan perlahan dan teratur, terus, lebih dalam setiap Anda menarik nafas dan menghembuskannya (3 detik). Sekarang relaksasi menjalar ke perut Anda, rileks dan semakin rileks, lebih lanjut dan lebih lanjut (3 detik). Sekarang rasakan rileks pada pinggul dan pantat Anda, Anda merasa ringan dan nyaman (3 detik). Sekarang rasakan rileks pada pinggul dan pantat Anda, Anda merasa ringan dan nyaman (3 detik). Relaksasi menjalar ke paha, rileks, semakin rileks (3 detik). Semakin dalam dan lebih dalam. Semakin jauh dan lebih mendalam (3 detik). Sekarang relaksasi turun ke betis kiri dan kanan, semakin rileks dan lebih mendalam (3 detik). Terus sampai pada kaki Anda, semakin rileks dan lebih jauh. Teruskanlah rileks, lebih lanjut, lebih lanjut (3 detik). Untuk membantu Anda lebih rileks, saya akan menghitung secara perlahan-lahan satu sampai sepuluh. Setiap kali saya menghitung suatu angka, usahakanlah untuk lebih rileks dari sebelumnya. Biarkanlah rileks itu semakin jauh dan semakin mendalam (3 detik). Satu...rileks lebih mendalam dan lebih mendalam (3 detik), dua... lebih jauh dan lebih jauh lagi (3 detik), tiga... lebih rileks, lebih jauh dan lebih jauh (3 detik), empat... lebih rileks (3 detik), lima... rilekskan seluruh tubuh Anda, menjadi ringan lebih ringan dan lebih rileks (3 detik), enam... lebih mendalam dan lebih rileks (3 detik), tujuh... seluruh tubuh Anda semakin rileks, semakin ringan dan semakin santai, semakin tenang (3 detik), delapan... lebih mendalam dan lebih rileks (3 detik), sembilan... semakin jauh dan semakin rileks (3 detik), sepuluh... teruskan relaksasi tersebut, teruskan untuk rileks lebih lanjut, lebih lanjut (3 detik). Untuk beberapa menit saya akan diam sehingga Anda dapat berlatih halhal berikut. Saya ingin Anda memikirkan pada diri sendiri kata-kata kalem/tenang setiap Anda bernafas. Setiap kali bernafas ucapkanlah dalam hati dan pikiran Anda kalem/tenang. Hal ini akan dapat membantu Anda untuk menghubungkan
185
kata-kata kalem/tenang dengan ketenangan yang Anda rasakan saat ini dalam pikiran Anda. Teruskanlah berlatih sampai saya berbicara lagi (3 menit). Baiklah, hentikan latihan ini dan dengarkan saya sekali lagi. Saya harap Anda dapat menentukan letak diri Anda di antara 0-100, dan dapat Anda laporkan setelah Anda bangun. Sekarang saya akan menghitung dari lima sampai satu dan pada
hitungan
1
Anda
dapat
membuka
mata
lima...empat...tiga...dua...satu, buka mata Anda dan bangun.
dan
bangun,
186
PENUTUP TUJUAN: Untuk mengakhiri pelatihan pada hari ini sekaligus memberikan motivasi dalam bekerja untuk hari esok.
DASAR PEMIKIRAN: Peserta dapat mengetahui bahwa pelatihan khusus hari ini sampai dengan disini dan besok masih ada pelatihan lagi pada waktu yang sama dengan materi yang berbeda.
METODE: Ceramah FORMAT: Kelompok TEMPAT: Ruang Serba Guna WAKTU: 13.35-13.45 ALAT DAN BAHAN YANG DIGUNAKAN: DESKRIPSI SINGKAT: Ketika trainer memberikan materi penutup, peserta masih dalam posisi duduk, tetapi ketika diakhir peserta berdiri melingkar dengan trainer untuk meneriakkan kata-kata positif.
187
Sabtu, 5 Maret 2011 PENGKONDISIAN PESERTA
TUJUAN: Untuk mengumpulkan peserta masuk ke dalam ruang pelatihan. DASAR PEMIKIRAN: Agar memudahkan peserta untuk menuju ruang pertemuan secara bersama-sama dan mengantisipasi agar waktu efektif sesuai jadwal. METODE: Pemberian instruksi FORMAT: Kelompok TEMPAT: Ruang masing-masing karyawan menuju ruang pertemuan WAKTU: 06.10-06.15 ALAT DAN BAHAN YANG DIGUNAKAN: DESKRIPSI SINGKAT: Peserta dikondisikan untuk segera memasuki ruang pertemuan karena pelatihan hari ini akan segera dimulai.
188
RELAKSASI TUJUAN: Untuk mengendurkan otot-otot karyawan yang mengalami ketegangan dan untuk memberi kesegaran dipagi hari kepada peserta dalam mengawali pekerjaannya sehingga dapat lebih bersemangat.
DASAR PEMIKIRAN: Relaksasi ini berguna untuk mengurangi gejala-gejala fisik dari burnout, sehingga burnout yang dialami karyawan dapat turun.
METODE: Teknik-teknik relaksasi FORMAT: Kelompok TEMPAT: Ruang Serba Guna WAKTU: 06.15-06.40 ALAT DAN BAHAN YANG DIGUNAKAN: Soundsystem, laptop, karpet DESKRIPSI SINGKAT: Peserta duduk dan mengambil posisi sesuai dengan instruksi trainer. Trainer memberikan teknik-teknik relaksasi kepada peserta diiringi dengan musik klasik
189
RELAKSASI 5
Hari/Waktu
: Sabtu, 06.15 - 06.40
Materi
: Differential Relaxation
Tujuan
:
·
Mengulang relaksasi yang sudah dipraktekan pada pertemuan sebelumnya
·
Melakukan Differential Relaxation
Prosedur ·
:
Subjek mengulang
relaksasi
yang
dipraktekkan
pada pertemuan
sebelumnya (5 menit). ·
Subjek melakukan Differential Relaxation (10 menit)
Instruksi pelatihan relaksasi: Differential Relaxation Sebelumnya mari kita mengulang gerakan pada pertemuan sebelumnya. Setelah mencapai keadaan rileks. Baiklah sekarang bukalah mata Anda, mungkin Anda akan melihat papan atau dinding di depan Anda. Saat Anda melihatnya Anda tidak perlu menegangkan otot dahi, lengan, pundak, dan kaki. Saat Anda melihat suatu objek tetaplah pertahankan otot-otot Anda dalam keadaan rileks. Mungkin Anda menyadari bahwa otot-otot leher Anda tegang karena leher Anda harus menopang supaya kepala Anda menengadah, tetapi Anda tidak perlu menegangkan otot bahu, lengan, dada, perut dan kaki. Perhatikan bagaimana perasaan rileks Anda tetap dalam sebagian besar tubuh Anda, sementara Anda tetap melihat ke atas. Teruskan duduk disitu dan perhatikan ketegangan yang tidak perlu yang mungkin mulai datang sekarang, dan hilangkan ketegangan itu. Karena ketegangan otot tersebut di bawah kontrol Anda, maka dengan demikian Anda juga dapat merilekskannya. Rilekslah lebih lanjut, dan nikmati perasaan yang menyenangkan yang menyertai relaksasi ini (subjek diberi kesempatan berlatih kurang lebih 15 detik). Sekarang saya akan menunjukkan Anda sesuatu yang lain. Ambilah selembar kertas di depan Anda, kemudian remaslah, ya betul... peganglah dengan tangan Anda, kemudian putarlah. Perhatikan kertas itu dan biarkan otot-otot Anda tetap rileks. Anda tidak perlu menegangkan otot-otot wajah, otot-otot lengan, otot perut dan kaki. Otot-otot tersebut tidak diperlukan
190
untuk aktivitas yang Anda kerjakan sekarang, sehingga Anda dapat tetap rileks dan menikmati ketenangan yang datang bersama-sama rileksnya otot-otot tersebut (subjek diberi kesempatan untuk berlatih). Bagaimana perasaan Anda? Jika subjek merasa tegang, rilekskan bagianbagian tersebut, jika ia masih merasa tegang, katakan pada subjek bahwa ia akan dapat menjadi lebih baik dengan latihan-latihan. Baiklah... sekarang saya minta Anda untuk bergeser ke kursi di sebelah Anda (subjek diminta duduk di kursi yang tidak ada sandarannya). Anda akan menyadari bahwa duduk di kursi ini akan lebih banyak melibatkan otot dibandingkan duduk di kursi yang tadi. Karena leher Anda tidak didukung oleh kursi, sehingga otot-otot leher Anda perlu aktif suapaya Anda tetap tegak. Namun Anda tidak perlu menegangkan otot-otot lengan Anda, dada, otot perut dan kaki. Otot-otot tersebut tetap rileks. Perhatikan bahwa Anda dapat kembali merasakan relaksasi dalam semua otot-otot yang tidak diperlukan... bagaimana perasaan Anda? Sekarang silahkan berdiri dan pandanglah ke depan. Perhatikan bahwa otot-otot di kaki dan perut menjadi tegang untuk membantu Anda berdiri, tetapi Anda tidak perlu menegangkan otot lengan dan bahu Anda. Coba rilekskan otototot bagian atas badan sedapat mungkin Anda mampu melakukan, terutama pada muka, bahu, dan lengan. Tariklah nafas dan hembuskan pelan-pelan sehingga relaksasi dan ketenangan akan menyertai Anda. Tetaplah berdiri dan rilekskan otot-otot sedapat mungkin Anda mampu melakukan. Rilekskan otot-otot yang masih tegang, sehingga Anda benar-benar dalam keadaan rileks meskipun Anda masih melakukan sesuatu.
191
MOTIVASI BEKERJA: I’M READY TO WORK TUJUAN: Agar peserta mendapatkan motivasi bekerja sesuai dengan konsep bekerja dengan hati.
DASAR PEMIKIRAN: Dengan diberi kata-kata atau kalimat motivasi, diharapkan dalam mengerjakan pekerjaan hari ini peserta dapat lebih termotivasi.
METODE: Ceramah FORMAT: Kelompok TEMPAT: Ruang Serba Guna WAKTU: 06.40-06.45 ALAT DAN BAHAN YANG DIGUNAKAN: DESKRIPSI SINGKAT: Trainer memberikan motivasi dengan memberikan kata-kata atau kalimat-kalimat penyemangat kepada peserta berdasarkan konsep bekerja dengan hati.
192
SHARING: WHAT I FEEL IN WORK TUJUAN: Untuk mengetahui hal-hal apa saja yang dialami oleh karyawan dalam bekerja pada hari ini dan selama mengikuti pelatihan ini.
DASAR PEMIKIRAN: Dengan sharing ini, trainer dapat mengetahui bagaimana perubahan kinerja karyawan setelah diberikan materi pada pagi hari sebelum bekerja dan dari awal pelatihan sampai pada hari terkahir ini.
METODE: Sharing FORMAT: Individu dan kelompok TEMPAT: Ruang Serba Guna WAKTU: 12.30-12.50 ALAT DAN BAHAN YANG DIGUNAKAN: Kertas, Bolpen DESKRIPSI SINGKAT: Trainer memimpin jalannya sharing ini sekaligus memberikan rangkuman materi dari pertemuan awal hingga akhir dan memberi materi “menjadi pribadi super”. Peserta bebas menuliskan dan mengutarakan hal-hal yang telah dihadapi dalam bekerja selama mengikuti pelatihan ini
193
KOMITMEN MENJADI PRIBADI SUPER TUJUAN: Agar peserta dapat berkomiten untuk menjadi pribadi super dalam bekerja di perusahaan yang sekarang maupun rencana masa depannya untuk jangka waktu 5 sampai 10 tahun.
DASAR PEMIKIRAN: Dengan adanya komitmen ini, maka peserta belajar berjanji pada dirinya sendiri untuk selalu berusaha memperbaiki sikap kerjanya dan lebih menghargai pekerjaannya, serta dapat mengelola emosinya ketika ada tekanan sehingga menjadi pribadi super dan terhindar dari burnout.
METODE: Komitmen diri FORMAT: Individu TEMPAT: Ruang Serba Guna WAKTU: 12.50-13.00 ALAT DAN BAHAN YANG DIGUNAKAN: ballpoint, kertas, whiteboard, spidol, penghapus DESKRIPSI SINGKAT: Trainer memberikan contoh kalimat-kalimat komitemen untuk menjadi pribadi super misalnya merubah sikap kerja, target ke depan, dan rencana hidup lainnya untuk jangka waktu 5 tahun ke depan. Setelah itu peserta menuliskannya secara spesifik dalam bentuk point-point kalimat.
194
Materi Menjadi Pribadi yang Super/Excelent Jika kita bekerja dengan memahami potensi diri, menggunakan kekuatan pikiran dan hati, dengan meningkatkan spiritualitas dan bekerja dengan sikap dan karakter positif, maka kita menuju menjadi pekerja atau pribad-pribadi yang ekselen, pribadi yang unggul. Hanya pribadi-pribadi yang ekselen inilah yang akan mampu bekerja dengan hati, dengan kesungguhan, kesabaran, keihlasan sehingga bekerja dalam kondisi apapun akan selalu enjoy dan fun. Bekerja dengan hati akan menumbuhkan rasa bahagia selalu sehingga terlepas dari burnout.
195
FOCUS GROUP DISCUSSION (FGD) TUJUAN: Untuk mengetahui perubahan yang terjadi pada peserta setelah mendapat pelatihan.
DASAR PEMIKIRAN: Dengan adanya FGD ini, trainer dan penyelenggara dapat mengetahui hal-hal apa saja yang telah dirasakan peserta dalam bekerja sebagai bentuk perubahan setelah diberikan pelatihan selama seminggu ini.
METODE: Diskusi FORMAT: Kelompok TEMPAT: Ruang Serba Guna WAKTU: 13.00-13.20 ALAT DAN BAHAN YANG DIGUNAKAN: DESKRIPSI SINGKAT: Trainer memimpin jalannya FGD, peserta bebas mengutarakan perubahanperubahan yang terjadi pada diri peserta ketika bekerja sesuai dengan gejalagejala burnout yang sebelumnya sering dialaminya.
196
PESAN DAN KESAN TUJUAN: Untuk mengetahui pesan kesan trainer dan peserta selama mengikuti pelatihan.
DASAR PEMIKIRAN: Sebagai evaluasi trainer dan penyelanggara dari pelatihan yang telah diberikan selama seminggu dari pesan dan kesan yang disampaikan masing-masing peserta.
METODE: Sharing FORMAT: Individu dan kelompok TEMPAT: Ruang Serba Guna WAKTU: 13.20-13.35 ALAT DAN BAHAN YANG DIGUNAKAN: DESKRIPSI SINGKAT: Masing-masing peserta menyampaikan pesan dan kesannya dalam mengikuti pelatihan ini selama satu minggu.
197
PENUTUP TUJUAN: Untuk mengakhiri pelatihan yang telah dilaksanakan selama satu minggu ini. DASAR PEMIKIRAN: Agar peserta dapat mengetahui bahwa pelatihan yang telah dilaksankan selama seminggu ini telah berakhir.
METODE: Ceramah FORMAT: Kelompok TEMPAT: Ruang Serba Guna WAKTU: 13.30-13.25 ALAT DAN BAHAN YANG DIGUNAKAN: DESKRIPSI SINGKAT: Trainer memberikan materi penutup kepada peserta sekaligus memberikan motivasi dalam bekerja kedepannya. Setelah ditutup, dilanjutkan dengan foto bersama.
198
LAMPIRAN 5
Nama Divisi Masa Kerja
: : :
SKALA BURNOUT KARYAWAN CAKRA SEMARANG TV Petunjuk pengisian: 1. Bacalah seluruh pernyatan dengan teliti 2. Berilah angka pada kolom yang telah disediakan sesuai dengan keadaan yang pernah atau sedang anda alami. Keterangan : TIDAK PERNAH :0 SANGAT JARANG :1 JARANG :2 KADANG-KADANG :3 SERING :4 SANGAT SERING :5 SELALU :6 3. Apabila telah selesai mohon periksa kembali agar tidak ada pernyataan yang terlewati. Tidak ada jawaban yang salah, semua jawaban adalah benar kecuali jawaban yang tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Jawaban anda bersifat pribadi dan dijamin kerahasiaannya. Oleh sebab itu anda diminta menjawab dengan jujur, sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. TIDAK PERNA H 0
SANGA T JARANG 1
No.
JARAN G 2
KADANG KADANG 3
SERIN G 4
SANGA T SERING 5
6
Maslach Burnout Inventory
Pernyataan
1
Secara emosional, saya kehabisan energi dalam pekerjaan saya
2
Saya merasa lelah diakhir hari
3
Saya merasa penat ketika bangun tidur di pagi hari untuk menghadapi pekerjaan di hari tersebut
4
Saya mudah memahami masalah pekerjaan yang saya hadapi
5
Saya merasa saya memperlakukan pekerjaan saya sebagai tantangan
6
SELAL U
Bekerja dengan orang seharian memberikan tekanan bagi saya
Angka
199
7
Saya menghadapi masalah-masalah pekerjaan secara efektif
8
Saya merasa jenuh dengan pekerjaan saya
9
Saya merasa yakin pekerjaan saya memberikan pengaruh yang baik pada kehidupan orang lain
TIDAK PERNA H 0
SANGA T JARANG 1
No.
JARAN G 2
KADANG KADANG 3
SERIN G 4
SANGA T SERING 5
SELAL U 6
Maslach Burnout Inventory
Pernyataan
10
Sejak bekerja, saya kurang dapat menghargai orang lain
11
Saya khawatir pekerjaan ini dapat mengeraskan saya (secara
Angka
emosi) 12
Saya merasa frustasi dengan pekerjaan saya
13
Saya bekerja keras dalam pekerjaan saya
14
Saya tidak memikirkan masalah-masalah yang terjadi pada pekerjaan saya
15
Saya mudah menciptakan suasana yang santai dengan pekerjaan saya
16
Saya merasa senang setelah mengerjakan pekerjaan saya
17
Saya menyelesaikan segala sesuatu yang bermanfaat dalam pekerjaan saya
18
Saya merasa kehilangan daya upaya
19
Saya menghadapi masalah-masalah emosional dengan tenang
20
Saya merasa rekan kerja menyalahkan saya karena masalah
LAMPIRAN 12 mereka .....................................................TerimaKasih........................................................