Amwaluna, Vol. 1 No. 1 (Januari, 2017), Hal 150-165
KEDUDUKAN SERTIFIKASI HALAL DALAM SISTEM HUKUM NASIONAL SEBAGAI UPAYA PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM HUKUM ISLAM Panji Adam Fakultas Syariah UNISBA
[email protected] ABSTRAK Sertifikasi halal adalah pengakuan kehalalan suatu produk yang dikeluarkan oleh BPJPH berdasarkan fatwa tertulis yang dikeluarkan oleh Majelis Ulama Indonesia. Pengesahan UUJPH menimbulkan pro-kontra dari berbagai pihak. Kedudukan sertifikasi halal dalam sistem hukum Nasional di Indonesia mempunyai kedudukan yang sentral karena sudah menjadi regulasi dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia khsusunya Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal. Selain itu, Fatwa halal yang dihasilkan oleh MUI ditaati dan dipatuhi oleh pemerintah dan umat Islam. Pemerintah mematuhinya seperti tercermin dalam peraturan perundang-undangan yang ada. Kata Kunci: Sertifikasi Halal, Perlindungan Konsumen. ABSTRACT Halal certification is a recognition of halal products issued by BPJPH bases written advice that issued by Indonesian Council of Ulama. UUJPH validation evokes pro con of a variety party. Halal product assurance in National jurisdictional system at Indonesia has to domicile that central because have become regulation in legislation regulation at Indonesian especially Number Law 33 Years 2014 about Halal product assurance. Besides, Resulting kosher advice by MUI is abode by and obeyed by government and Islam people. Government obeys as most regulation deep mirror aught legislation. Keyword: halal certification, consumer protection. I.
PENDAHULUAN
pengolahan,
dan/atau
pembuatan
A. Latar Belakang Masalah
makanan dan minuman (Zulham, 2013: 9).
Makanan adalah segala sesuatu
Makanan halal adalah pangan
yang berasal dari sumber hayati dan air,
yang tidak mengandung unsur atau
baik yang diolah maupun tidak diolah,
bahan yang haram atau dilarang untuk
yang diperuntukan sebagai makanan atau
dikonsumsi umat Islam, baik yang
minuman
manusia,
menyangkut bahan baku pangan, bahan
termasuk bahan tambahan pangan, bakan
tambahan pangan, bahan bantu dan
baku pangan, dan bahan lain yang
bahan penolong lainnya termasuk bahan
digunakan
pangan yang dioleh melalui proses
bagi
dalam
konsumsi
proses
EISSN: 2540-8402 | ISSN: 2540-8399
penyiapan,
Panji Adam, Kedudukan Sertifikasi Halal Dalam Sistem Hukum Nasional Sebagai Upaya Perlindungan ..................
rekayasa genetika dan iradia pangan, dan
yang
dijamin
oleh
Undang-Undang
yang pengelolaannya dilakukan sesuai
Dasar 1945 (Mashudi, 2015, 1).
dengan ketentuan hukum agama Islam
Al-Quran mengisyaratkan, bahwa
(Pasal 1 angka 5 PP No. 69 Tahun 1999
dalam mengonsumsi tidak hanya halâl
tentang Label dan Iklan).
saja, nemun juga harus thayyib. Hal ini
K.H Ma’ruf Amin (Ma’ruf Amin,
terbutkti
dengan
kata-kata
halâlan
2013, 9) menyatakan bahwa makanan
thayyiban (Q.S 2: 168). Karena tidak
halal-haram bukan hanya masalah umat
semua makanan yang halâl akan menjadi
muslim saja, melainkan juga berkaitan
thayyib bagi konsumennya. Misalnya
dengan masyarakat luas pada umumnya.
penderita
Hal ini sejalan dengan ketentuan syariat
kondisi sakit dengan kadar gula yang
Islam yang menegaskan bahwa tujuan
tinggi dalam tubuhnya namun tetap saja
dan tugas hidup manusia yang pertama
dia mengonsumsi gula. Hal ini tentu saja
dan uatama din muka bumi ini adalah
membahayakan
untuk beribadah dan mengabdi kepada
gula tersebut, walaupun gula tersebut
Allah.
mungkin
halâl untuk dikonsumsi namun tidak
ibadah dan doa seseorang dapat diterima
baik/thayyib bagi konsumen tersebut
oleh
(2013, 110).
Lantas
Allah,
bagaimana
jika
makanan
dan
penyakit
diabetes,
kesehatan
dalam
konsumen
minumannya tidak suci dan baik (2013,
Kata halâl berasal dari bahasa
26). Karena itu, agar ibadah dan doa
Arab yang berarti “melepaskan” dan
diterima
oleh
berusaha
semaksimal
maka
harus
“tidak terikat”, secara etimolgis halâl
mungkin
agra
berarti hal-hal yang boleh dan dapat
makanan dan minuman yang dikonsumsi
dilakukan karena bebas atau tidak terikat
terjamin halâl dan thayyib-nya, sebagai
dengan
bagian dari syarat diterimanya ibadah
melarangnya. (Louis Ma’luf, 1986, 146).
dan doa. Jaih Mubarok (Jaih Mubark,
Atau diartikan segala sesuatu yang bebas
2006,
dari
48)
Allah,
mengemukakan
bahwa
ketentuan-ketentuan
bahaya
duniaw
dan
yang
ukhrawi.
membicarakan halal-haram lebih banyak
Sedangkan tayyib berarti makanan yang
berhubungan
makanan,
tidak kotor atau rusak dari segi zatnya
minuman, dan pakaian. Oleh sebab itu,
atau tercampur benda najis dengan
menggunakan
pengertian
dengan
atau
mengkonsumsi
baik.
Ada
juga
yang
produk halal menurut keyakinan agama
mengartikan sebagai
makanan yang
(Islam) dan/atau demi kualitas hidup dan
mengundang selera konsumennya dan
kehidupan, merupakan hak warga negara
tidak membahayakan fisik serta akalnya, 151
EISSN: 2540-8402 | ISSN: 2540-8399
Amwaluna, Vol. 1 No. 1 (Januari, 2017), Hal 150-165
yang secara luas dapat diartikan dengan
tegas antara halal dan haram seperti
makanan yang menyehatkan.
tercermin dalam hadis yang diriwayatkan
Masalah halâl dan harâm dalam Islam
mempunyai
kedudukan
yang
oleh Imam al-Bukhari dari Nu’man bin Basyir r.a (al-Bukhari, t.th, 22).
sangat penting, sebab masalah tersebut
Selanjutnya Islam memberikan
meliputi hampir sebagian besar ajaram
penjelasan
Islam. Pada garis besarnya ajaran Islam
persoalan mana saja yang halal dan mana
itu terbagi ke dalam 3 (tiga) kelompok,
saja
yaitu pertama, berisi perintah-perintah
makanan, misalnya, pada dasarnya Islam
(al-awâmir) yang harus dikerjakan oleh
menghalalkan semua jenis makanan dan
umat Islam baik sebagai hamba Allah
minuman yang baik dan bergizi (al-
maupun sebagai khalifah-Nya di muka
thayyibât) dan mengharamkan semua
bumi (khalîfah Allâh fî al-ardh). Kedua,
jenis makanan dan minuman yang
berisi
(al-nawâhî)
menjijikan (al-khabâ’its) (Q.S 7: 157).
yang harus ditinggalkan oleh umat Islam.
Ketentuan tersebut kemudian diperinci
Ketiga, pentunjuk-petunjuk (al-irsyâdât)
lagi oleh Allah dalam surat al-Baqarah
untuk kebahagiaan hidup manusia di
ayat 173.
duna
larangan-larangan
dan
akhirat
(Pimpinan
yang
mengenai
haram.
persoalan-
Dalam
masalah
Pusat
Ayat tersebut menjelaskan secara
Muhammadiyah, t.th, 276). Dari kelompok
tegas mengenai 4 (empat) jenis makanan
pertama, lahirlah ajaran-ajaran yang
yang haram dikonsumsi yaitu bangkai,
harus ditaati, sedangkan dari kelompok
darah,
kedua alhirlah ajaran-ajaran yang harus
disembelih
dijauhi dan dihindari.
Sementara itu, hanya ada 1 (satu) jenis
Ketiga pokok bahasan tersebut kemudian
diperinci
untuk
yang
binatang selain
diharamkan,
yang Allah.
yaitu
khamar sperti dijelaskan oleh Allah Swt
beberapa bagian. Pokok pembahasan
dalam surat al-Maidah ayat 90. Di luar
pertama, misalnya diperinci menjadi
itu, hadis-hadis Nabi Saw menambahkan
empat
dan
beberapa jenis binatang yang haram
minuman (al-ath’imah wa al-asyribah),
dikonsumsi seperti biantang buasa yang
pakaian dan perhiasan (al-malbas wa al-
bertaring, berkuku tajamm, binatanh
zînah),
(al-
yang hidup di dua alam (darat dan laut),
maskan), dan pekerjaan (al-kasb wa al-
potongan dari binatang yang masih
ihtiraf). Pada semua bagian tersebut,
hidup, dan sebagainya (Sayyid Sabiq,
Islam telah menetapkan batasan yang
1983, 249-259).
rumah
yaitu
ke
dan
dalam
bagian,
lagi
minuman
babi,
makanan
tempat
EISSN: 2540-8402 | ISSN: 2540-8399
tinggal
Panji Adam, Kedudukan Sertifikasi Halal Dalam Sistem Hukum Nasional Sebagai Upaya Perlindungan ..................
Sementara itu dalam “Panduan Sertifikat Halal” yang dikeluarkan oleh Departemen Agama, dijelaskan bahwa produk yang halal adalah produk yang memenuhi dengan
syarat
syariat
kehalalan Islam,
sesuai
antara
lain
(Departemen Agama RI, 2008, 2): 1. Tidak mengandung babi dan bahan yang berasal dari babi; 2. Tidak mengandung bahan-bahan yang diharamkan seperti bahanbahan yang berasal dari organ mansia, darah, dan kotoran; 3. Semua bahan yang bersal dari hewan yang disembelih menurut tata cara syariat Islam; 4. Semua tempat penyimpanan, tempat penjualan, tempat pengolahan, tempat pengelolaan dan transportasi tidak boleh digunakan untuk babi dan/atau barang tidak halal lainnya. Jika pernah digunakan untuk babi dan/atau barang tidak halal lainnya terdahulu harus dibersihkan dengan tata cara syariat Islam; dan 5. Semua makanan dan minuman yang tidak mengandung khamar.
2.
3.
al-Ghazali, 2002: 119). Binatang dan burung buas yang bertaring dan memiliki cakar, binatang-bianatang yang oleh ajaran Islam diperintahkan membunuhnya seperti ular, gagak, tikus, anjing galak, dan burung elang dan sejenisnya, binatang-binatang yang dilarang membunuhnya seperti semut, lebah, burung hudhud, belatuk, hewan yang hidup di dua jenis alam seperti kodok, penyu dan buaya. Tumbuh-tumbuhan, sayur-sayuran, dan buah-buahan boleh dimakan kecuali yang mendatangkan baya atau memabukan baik secara langsung maupun melalui proses. Maka semua jenis tumbuhtumbuhan yang mengandung racun atau yang memabukan haram dimakan. Semua jenis minuman adalah halal kecuali minuman yang memabukan seperti arak dan yang dicampur dnegan benda-benda najis, baik sedikit maupun banyak. Menurut Mashudi (2015, 5),
Pemerintah telah merespon secara positif pentingnya sertifikasi dan pencantuman tanda atau tulisan halal pada produk
Maka, secara umum makanan dan minuman yang haram terdiri dari binatang,
tumbuh-tumbuhan
sebagai
berikut: 1. Bianatang: bangkai, darah, babi, dan hewasn yang disembelih dengan nama selain Allah (Q.S 2: 173). Hewan yang dihalalkan akan berubah statusnya menjadi haram apabila mati karena tercekik, terbentur, jatuh tertanduk, diterkam binatang buas dan yang disembelih untuk berhala (Q.S 5: 3), kecuali ikan dan belalang boleh dikonsumsi tanpa disembelih. Binatang yang dipandang jijijk atau kotor menurut naluri manusia (Q.S 7: 157) (Imam
(labelisasi
halal)
melalui
beberapa
regulasi. Akan tetapi, regulasi ini masih terkesan sektoral dan parsial. Padahal, pangan sebagai kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya merupakan hak asasi setiap rakyat Indonesia harus senantiasa tersedia cukup setiap waktu, aman, bermutu, bergizi, dan beragam dengan harga yang terjangkau oleh daya beli masyarakat (Departemen Agama, 2003: 310), perlu mendapat perlindungan hukum dan jaminan kepastian hukum 153
EISSN: 2540-8402 | ISSN: 2540-8399
Amwaluna, Vol. 1 No. 1 (Januari, 2017), Hal 150-165
kehalalan untuk dikonsumsi, terutama
termausk pembangunan hukum yang
umat Islam yang wajib dilindungi dan
memelihara
diberi hak menjalankan ibadah seusai
konsumen dalam rangka membangun
dengan manat UUD 1945 terutama Pasal
manusia
28 dan 29 (Hazairin, 1990, 33-35).
berlandaskan pada falsafah kenegaraan
Dalam perlindungan produk
upaya dan
menjamin
kepastian
pangan
halal,
hukum
perlindungan
Indonesia
terhadap
seutuhnya
yang
Republik Indonesia, yaitu dasar negara Pancasila dan konstitusi negara Undang-
perlu
Undang Dasar 1945.
diselenggarakan suatu penyelenggaraan
Sebagaimana
uraian
di
atas,
pangan yang dilakukan untuk memenuhi
pemerintah telah merespon secara positif
kebutuhan
pentingnya
dasar
manusia
yang
sertifikasi
halal
dan
halal
pada
memberikan manfaat secara adil, merata,
pencantuman label/tanda
dan berkelanjutan dengan berdasarkan
produk
pada Kedaulatan, Pangan, Kemandirian
beberapa regulasi. Akan tetapi, regulasi
Pangan, dan Ketahanan Pangan. Pada 16
ini masih saja terkesan sektoral dan
November 2012 telah disahkan oleh
parsial. Kesan itu, misalnya terlihat
Presiden Republik Indonesia Undang-
ketika mencermati Undang-Undang RI
Undang Republik Indonesia Nomor 18
Nomor 19 Tahun 2012 tentang Pangan,
Tahun 2012 tentang Pangan (selanjutnya
Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun
disingkat UUPangan).
1999 tentang Perlindungan Konsumen
Sebelum disadari
lahir
perlu
pemberdayaan
UUPangan,
adanya konsumen
upaya melalui
(labelisasi
halal)
melalui
Pasal 8 ayat (1) huruf h, Peraturan Pemrintah RI Nomor 69 Tahun 1999 tentang
Label
dan
Iklan
Pangan,
pembentukan undang-undang yang dapat
Instruksi Presiden RI Nomor 2 Tahun
me,indungi
konsumen
1991 tentang Peningkatan Pembinaan
secara integratif dan komprehensif serta
dan Pengawasan Produksi dan Peredaran
dapat
Makanan Olahan, Piagam Kerjasama
kepentingan
diterapkan
masyarakat,
secara
maka
Undang-Undang
efektif
di
diundangkanlah
Republik
Indonesia,
Departemen
Kesehatan,
Departemen
Agama dan MUI tentang Pelaksanaan
yaitu Undang-Undang Nomor 8 Tahun
Pencantuman
1999 tentang Perlindungan Konsumen
makanan, dan Kseimpulan Mudzakarah
(UUPK). UUPK ini dirumuskan dengan
Nasional tentang Alkohol dalam Produk
mengacu pada filosofi pembangunan
Makanan (Lukmanul Hakim, 2011, 135).
nasional bahwa pembangunan nasional EISSN: 2540-8402 | ISSN: 2540-8399
Label
“Halal”
pada
Panji Adam, Kedudukan Sertifikasi Halal Dalam Sistem Hukum Nasional Sebagai Upaya Perlindungan ..................
Berdasarkan urian pada latar
pengadilan.
Kultur
hukum
adalah
belakang di atas, maka permasalahan
kebiasaan, opini, cara berpikir dan cara
tersebut
bertindak, dari para penegak hukum dari
dirinci
menjadi
dua
permasalahan sebagai berikut:
warga masyarakat.
1. Bagaimana kedudukan sertifikasi
Seiring dengan proses reformasi
halal dalam sistem hukum nasional
dewasa ini, bangsa Indonesia tengah
sebagai
dihadapkan pada suatu realita bahwa
upaya
perlindungan
konsumen dalam hukum Islam? 2. Bagaimana
kedudukan
sistem hukum nasional tidak berlaku
sertifkasi
efektif di tengah masyarakat karena
halal sebagai fatwa tertulis Majelis
proses penegakan hukum yang lemah
Ulama Indonesia sebagai upaya
dan kurang tumbuhnya kesadaran hukum
perlindungan
nasional di tengah masyarakat. Sistem
konsumen
dalam
hukum Islam?
hukum nasional yang seharusnya dapat berfungsi sebagai pedoman berperilaku dalam
B. Kerangka Pemikiran
masyarakat
sepertinya
Sistem hukum (legal system)
menghadapi kenyataan bahwa selalu ada
menurut bahasa adalah satu kesatuan
kesenjangan antara substansi hukum
hukum yang tersusun dari tiga unsur,
positif yang dirumuskan (rule of law)
yaitu: (1) struktur; (2) substansi; (3)
dan apa yang dipikirkan dan apa yang
kultur/budaya hukum (Lawrance M.
dilakukan
Friedman, t.th, 197). Dengan demikian,
behaviour). (Juhaya S Praja, 2011, 55).
jika berbicara tentang “sistem hukum”,
oleh
Teori
masyarakat
maslahah
(social
mursalah
ketiga unusr tersebut yang menjadi fokus
pertama kali diperkenalkan oleh Imam
pembahasannya.
adalah
Malik (W. 97 H), pendiri mazhab Maliki.
keseluruhan institusi penegakan hukum,
Namun, karena pengikutnya yang lebih
beserta
Struktur
aparatnya
yang
mencakup
akhir mengingkari hal tersebut, maka
para
polisinya,
setelah abad ketiga hijriyah tidak ada
kejaksaan dengan para jaksanya, kantor-
lagi ushûl al-fiqh yang menisbatkan
kantor
para
maslahah mursalah kepada Imam Malik
pengacaranya, dan pengadilan dengan
(Wael B Hallag , 2000, 165-166),
para
adalah
sehingga tidak berlebihan jika ada
keseluruhan asas hukum, norma hukum,
pendapat yang menyatakan bahwa teori
dan aturan hukum, baik tertulis maupun
maslahah
tidak
dipopulerkan oleh ulama-ulama ushûl al-
kepolisian
dengan
pengacara
hakimnya.
tertulis,
dengan
Substansi
termasuk
putusan
mursalah
ditemukan
dan 155
EISSN: 2540-8402 | ISSN: 2540-8399
Amwaluna, Vol. 1 No. 1 (Januari, 2017), Hal 150-165
fiqh dari kalangan Syafi’iyah, yaitu
menolak bencana/kerusakan/hal-hal yang
Imam al-Haramain al-Juwaini (W. 478
merugikan diri sendiri. sedangkan ulama
H), guru Imam al-Ghazali. Dan menurut
telah berkonsensus, bahwa tujuan hukum
beberapa hasil penelitian, ahli ushûl al-
Islam adalah untuk memelihara agama,
fiqh yang paling banyak membahas dan
akal, jiwa, keturunan dan harta.
mengkaji maslahah mursalah adalah
Urgensi
kemaslahatan
atau
Imam al-Ghazali yang dikenal dengan
maslahah mursalah terdapat pada semua
sebutan hujjat al-Islâm.
bentuk hukum, baik hukum-hukum yang
Secara etimologis, kata mashlahah
berdasarkan wahyu seperti hukum Islam
berasal dari bahasa Arab: al-mashlahah
maupun hukum yang bukan berdasarkan
dan telah dibakukan ke dalam bahasa
wahyu, walupun penekanan dari masing-
Indonesia
masing
menjadi
selanjutnya
kata
juga
maslahah,
tersebut
berbeda.
kata
Perbedaan itu berkaitan dengan hukum
maslahah saja yang berarti manfaat atau
Islam dan merupakan keistimewaan
sesuatu pekerjaan yang mengandung
hukum Islam itu sendiri. perbedaan dan
manfaat. Atau sesuatu mendatangkan
keistimewaan hukum Islam itu adalah
kebaikan atau membawa kemanfaatan
(Asafri Jaya Bakri, 1996: 142-143): (a)
dan/atau
pengaruh kemaslahatan hukum Islam itu
menolak
digunakan
hukum
kerusakan
(Amin
Farih, 2008, 15). Menurut
tidak terbatas waktu di dunia, tetapi juga
bahasa
asilinya,
kata
memberi
pengaruh
pada
kehidupan
mashlahah al-mursalah berasal dari kata
akhirat. Hal ini disebabkan, syariat Islam
saluha, yashulu, salahan, yang artinya
itu sendiri diciptakan untuk kebahagiaan
sesuatu yang baik, patut, dan bermanfaat.
dunia dan kahirat; (b) kemaslahatan yang
Sedangkan
artinya
dikandung oleh hukum Islam, tidak saja
terlepas bebas, tidak terikat dengan dalil
berdimensi materi (mâdi) akan tetapi
agama (al-Qur’an dan al-Hadits) yang
juga immateri (rûhi) terhadap manusia;
membolehkan atau melarangnya (2008:
dan
15).
kemaslahatan agama merupakan dasar
kata
mursalah
(c)
dalam
hukum
Islam,
Sedangman menurut etimologis,
bagi kemaslahatan-kemaslahatan yang
maslahah diartikan oleh para ulama
lain. Hal ini mengandung arti bahwa
dengan rumusan hampir bersamaan, di
pabila
antaranya al-Khawarizmi (w. 977 H)
kemaslahatan
menyebutkan,
kemaslahatan
maslahah
adalah
memelihara tujuan hukum Islam dengan EISSN: 2540-8402 | ISSN: 2540-8399
terjadi
pertentangan yang
lain
agama,
antara dengan maka
Panji Adam, Kedudukan Sertifikasi Halal Dalam Sistem Hukum Nasional Sebagai Upaya Perlindungan ..................
kemaslahatan
agama
tidak
boleh
dikalahkan atau dikorbankan.
Alasan
penelitian
menggunakan
Melalui teori maslahah mursalah
ini
pendekatan
yuridis
normatif adalah karena penelitian ini
ini akan terlihat apakah UUPK, UUJPH
menggunakan
dan UUPanngan yang telah diberlakukan
bertujuan
sudah
jaminan
sekunder berupa perundang-undangan
hukum
yang sesuai dengan fokus penelitian ini.
memformulasikan
perlindungan
dan
kepatian
data
untuk
sekunder
yang
menganalisis
data
produk halal bagi konsumen muslim di
Disamping itu penelitian ini
Indonesia atau belum. Untuk itu, penulis
menggunakan pendekatan comparative
akan melakukan kajian (bagaimana)
atau
sesungguhnya reformulasi pengaturan
menemukan persamaan dan perbedaan
yang ideal tentang sertifasi halal sebagai
antara berbagai konsep atau pendepat
bentuk
mengenai
jaminan
perlindungan
dan
perbandingan,
yaitu
perlindungan
untuk
konsumen
kepatian hukum produk pangan halal
menurut hukum positif dan hukum
bagi konsumen muslim di Indonesia.
Islam.
Karena menurut Hazairin, bahwa negara Republik
Indonesia
membentuk
sistem
Indonesia
yang
berewajiban
hukum
sumber
1. Sifat Penelitian Sifat
penelitian
nasional
penelitian
deskriptif
hukumnya
penelitian
untuk
adalah hukum agama.
ini
adalah
analitis,
yaitu
menggambarkan
masalah yang ada pada masa sekarang (masalah
C. Metode Penelitian
yang
aktual),
1. Pendekatan Penelitian
mengumpulkan
Penelitian
mengklasifikasikan, menganalisis, dan
pendekatan
ini
yuridis
menggunakan normatif,
yaitu
data,
dengan menyusun,
menginterpretasikan.
Deskriptif
dengan mengkaji atau menganalisis data
bertujuan
sekunder
pengamatan tanpa pengujian hipotesis-
yang
berupa
bahan-bahan
hukum sekunder dengan memahami
memaparkan
data
hasil
hipotesis (Rianto Adi, 2004, 130).
hukum sebagai perangkat peraturan atau
2. Jenis Data
norma positif di dalam perundang –
Oleh
karena
penelitian
ini
undangan yang berlaku, jadi penelitian
tergolong penelitian yuridis normatif,
ini
penelitian
maka data yang diperlukan adalah data
kepustakaan, yaitu penelitian terhadap
sekunder. Adapun data primer dalam
bahan sekunder (Soerjono Soekanto &
penelitian ini berupa wawancara hanya
Sri Mamudji, 1985, 15).
sebagai penguat dan tambahan saja. Data
dipahami
sebagai
157 EISSN: 2540-8402 | ISSN: 2540-8399
Amwaluna, Vol. 1 No. 1 (Januari, 2017), Hal 150-165
sekunder yang diperlukan adalah bahan
artikel, arsip atau dokumen, kamus,
hukum primer yang bersumber dari
ensiklopedi dan lainnya yang bersifat
sumber primer, yaitu undang-undang
publik dan privat.
yang relevan dengan rumusan masalah. Selain
bahan
hukum
primer
juga
diperlukan bahan hukum sekunder yang
Untuk memperoleh data yang diperlukan
dalam
penelitian
digunakan alat dan cara sebagai berikut:
bersumber dari data sekunder, yaitu
a. Studi Kepustakaan
buku-buku atau kitab-kitab (fikih, hadis,
b. Wawancara
syarah
hadis
dan
tafsir)
ini
literatur
4. Teknis Analisis Data
sertifikasi halal fatwa MUI dan tulisan-
Teknis
analisis
data
yang
tulisan hukum lainnya yang relevan
digunakan dalam penelitian ini adalah
dengan rumusan masalah. Diperlukan
metode
juga bahan hukum tersier, seperti kamus
terhadap data sekunder yang bersifat
dan ensiklopedia baik hukum maupun
kualitatif tersebut dilakukan dengan cara
umum yang berbahasa Arab, Inggris dan
berlandaskan pada teori hukum ataupun
Indonesia.
doktrin hukum yang terdapat pada
3. Teknik Pengumpulan Data
kerangka pikir, kemudian diterapkan
kualitatif
normatif.
Analisis
Berdasarkan jenis data yang akan
secara deduktif terhadap identifikasi
dipergunakan dalam penelitian ini, yaitu
masalah dari penelitian tesis ini, yang
data sekunder yang bersifat kualitatif,
selanjutnya
akan
maka teknik pengumpulan data yang
kesimpulan
yang
akan ditempuh adalah dengan cara studi
permasalahan-permasalahan
kepustakaan. Studi kepustakaan ini dapat
menjadi masalah dalam penulisan ini.
ditarik bisa
suatu
menjawab yang
diartikan sebagai suatu kegiatan (praktis dan
teoritis)
(inventarisasi),
untuk
mengumpulkan
dan
II.
PEMBAHASAN
mempelajari
A. Kedudukan Sertifikasi Halal
(teaching and learning), serta memahami
Dalam Sistem Hukum Nasional
(reflektif, kritis dan sistematis serta
Sebagai Upaya Perlindungan
logis) data yang berupa hasil pengolahan
Konsumen
orang lain, dalam bentuk teks otoratif
Islam
(peraturan perundang-undangan, putusan
Sistem hukum Indonesia sebagai
hakim, traktat, kontrak, keputusan Tata
sebuah sistem aturan yang berlaku di
Usaha Negara, kebijakan publik, dan
negara Indonesia adalah sistem aturan
lainnya), literatur atau buku teks, jurnal,
sedemikian rumit dan luas, yang terdiri
EISSN: 2540-8402 | ISSN: 2540-8399
Dalam
Hukum
Panji Adam, Kedudukan Sertifikasi Halal Dalam Sistem Hukum Nasional Sebagai Upaya Perlindungan ..................
dari unsur-unsur hukum, dimana di
Undang-undang
Nomor
33
antara unsur hukum yang satu dengan
Tahun 2014 tentang Jaminan Produk
yang
saling
Halal (atau diseingkat UUJPH) disahkan
mempengaruhi serta saling mengisi.
oleh Dewan Perwakilan Rakyat tepat
Oleh
pada
lain
saling
karenanya
bertautan,
membicarakan
satu
tanggal
25
September
2014.
bidang atau unsur atau subsistem hukum
Undang-Undang ini diharapkan dapat
yang berlaku di Indonesia tidak bisa
memberikan solusi bagi masyarakat dan
dipisahkan dari yang lain, sehingga mirip
dunia usaha dalam rangka perlindungan
dengan tubuh manusia, unsur hukum
terhadap
bagaikan satu organ yang keberadaannya
menjadi payujng hukum berbagai macam
tidak bisa dipisahkan dari organ yang
jenis produk halal pada produk makanan,
lain. (Ilhami Bisri, 2012: 39).
minuman, obat, kosmetik, produk kimia,
Istilah
sistem
dan
sekaligus
dari
produk biologi, dab produk rekayasa
perkataan systema dalam bahasa Latin,
genetik. Pemerintah yang dimotori oleh
Yunani yang artinya keseluruhan yang
Departemen
terdiri bermacam-macam bagian. Secara
lembaga
umum sistem didefinisikan sekumpulan
sepenuhnya
elemen-elemen yang saling berinteraksi
Dengan diberlakukannya UUJPH ini
untuk mencapai suatu tujuan tertentu di
diharapkan
dalang
dapat bersaing serta mutu dan kualitas
lingkungan
berasal
konsumen
yang
kompleks.
(Muhamad Sadi Is, 2015: 125).
diinformasikan
sangat
perlu
secara
efektif
masyarakat
UUJPH
produk-produk
untuk
ini.
Indonesia
dan
beragama Islam baik konsumen lokal maupun asing. Undang-Undang Jaminan Produk Halal
Salah
mengintegrasikan
penting
mendukung
penerapan
dengan tercukupinya sarana prasarana. sarana
berbagai
oleh konsumen terutama konsumen yang
operasional kepada masyarakat, disertain
stau
dan
dengan produk asing dan dapat diminati
Doktrin halal thayib (halal dan baik/bergizi)
Agama
untuk
idelanya
bermaksud konsp-konsep
mengawal doktrin halal dimaksud adalah
kehalalan
produk
untuk
hadirnya pranata hukum yang mapan,
dikonsumsi atau digunakan konsumen
sentral, humanis, progresif, akomodatif,
muslim menurut hukum Islam, menjadi
dan tidak diskriminatif, yakni Undang-
hukum materil dan hukum formil dalam
Undang Jaminan Produk Halal (2015,
undang-undang
399).
hukum nasional.
sebagai
sub
dapat
sistem
159 EISSN: 2540-8402 | ISSN: 2540-8399
Amwaluna, Vol. 1 No. 1 (Januari, 2017), Hal 150-165
Aspek kehalalan suatu produk
semua kaidah yang berasal dari satu tata
yang komprehensif mencakup bahan
hukum. Dari grundnorm itu hanya dapat
baku yang digunakan dalam mengolah
dijabarkan berlakunya kaidah hukum dan
produk, proses produk dan pemasaran
bukan isinya. Pembahasan mengenai
produk. Bahan baku dan produk menurut
berlakunya hukum berhubungan dengan
undang-undang
ini
mengadopsi
das
pendekatan
lebih
luas,
yaitu
berhubungan dengan pengertian hukum.
mencakup makanan, minuman, obat,
Ketentuan hukumnya berdiri kukuh di
kosmetika, produk kimia biologis dan
antara dua kaki, yakni ranah das sein dan
rekayasa
das sollen.
yang
genetik.
Produk
produksi
sollen,
produk halal tundak pada ketentuan
sedangkan
Kedua,
das
sein
kekuatan
berlaku
(soziologische
geltung).
keseluruhan rangkaian produksi yang
swosiologis
meliputi
produksi,
Berlakunya atau diterimanya hukum di
penyimpanan, distribusi, dan penyajian
dalam masyarakat sama sekati tidak
yang halal menurut syariah. Proses
terkait dari kenyataan apakah peraturan
produksi
hukum itu terbentuk menurut persyaratan
peralatan,
halal
ruang
mencangkup
proses
produksi halal dengan bahan baku
formal
hewani, bahan baku nabati, dan proses
ditekankan
dalam
kima biologis atau rekayasa genetika.
kenyataan
di
Ada tiga kekuatan berlakunya UUJPH,
yaitu:
kekuatan
tidak.
Sehingga hal
dalam
berlakunya
ini
yang adalah
masyarakat.
hukum
dalam
kekuatan
masyarakat ini ada 2 (dua) macam: (1)
berlaku yuridis (juristische geltung).
menurut teori kekuatan (nachtstheorie),
Undang-undang mempunyai kekuatan
hukum mempunyai kekuatan berlaku
berlaku
persyaratan
sosiologis apabila dipaksakan berlakunya
formal terbentuknya undang-undang itu
oleh penguasam terlepas dari diterima
telah terpenuhi (Sudikno Mertekusumo,
ataupun tidak oleh warga masyarakat; (2)
t.th: 72). Menurut Hans Kelsen (Hans
menurut
Kelsen,
(anerkennungstheorie)
yuridis
1995,
pertama,
atau
apabila
1)
kaidah
hukum
teori
pengakuan hukum
mempunyai kekuatan berlaku apabila
mempunyai kekuatan berlaku sosiologis
penetapannya didasarkan atas kaidah
apabila
yang lebih tinggi tingkatannya. Suatu
masyarakat.
diterima dan diakui warga
kaidah hukum merupakan sistem kaidah
Ketiga, kekuatan berlaku secara
secara hierarchies. Di dalam grundnorm
filosofis (fiosofische geltung). Hukum
(norma dasar) terdapat dasar berlakunya
mempunyai kekutan berlaku filosofis
EISSN: 2540-8402 | ISSN: 2540-8399
Panji Adam, Kedudukan Sertifikasi Halal Dalam Sistem Hukum Nasional Sebagai Upaya Perlindungan ..................
apabila kaidah hukum tersebut sesuai
Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan
dengan
Produk Halal.
cita
hukum
(rechtsidee)
(Achmad Sumardi, 2009, 45) sebagai
Oleh
nilai positif yang tertinggi. Menurut
disimpulkan
Stammler, cita hukum berfunsgi sebagai
sertifikasi halal dalam sistem hukum
“bintang
Nasional
pemadu”
terciptanya
(leitstern)
cita-cita
bagi
masyarakat.
karena
itu,
bahwa
di
kedudukan
kedudukan
Indonesia yang
dapat
mempunyai
sentral,
karena
termaktub
dalam
Meskipun merupakan “titik akhir” yang
sertifikasi
tidak
huum
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014
bermanfaat karena pada satu sisi ia dapat
tentang Jaminan Produk Halal yang
menguji hukum yang berlaku, dan pada
secara sistem hukum merupakan bagian
sisi lain dapat mengarahkan hukum
dari sistem hukum, yaitu substansi
positif yang mengatur tata kehidupan
hukum
masyarakat
pemaksa
hukum dan kepastian hukum serata
menjadi sesuatu yang adil. Cita hukum
bersifat imperatif. Dan hal ini sebagai
tidak hanya berfungsi sebagai tolak ukur
upaya perlindungan konsumen dalam
bersifat regulatis yang menguji apakah
hukum Islam.
suatu hukum positif adil atau tidak adil,
B. Kedudukan
mungkin
dicapai,
dengan
cita
sanksi
halal
yang
mempunyai
kekuatan
Sertifkasi
Halal
tetapi sekaligus berfungsi sebagai dasar
Sebagai Fatwa Tertulis Majelis
konstitutif
Ulama Indonesia Sebagai Upaya
tanpa
cita
yang menentukan bahwa hukum
maka
hukuk
kehilangan maknanya sebagai hukum.
Perlindungan Konsumen Dalam Hukum Islam
Berkaitan dengan sertifikasi halal
Fatwa
adalah
pertimbangan
ini, maka ilosofis pranata hukum yang
hukum Islam yang dikeluarkan oleh
mendasarinya adalah: a) Dominan agama
mufti atau ulama, baik secara individu
adalah al-Qur’an dan al-Hadits; b)
maupun kolektif sebagai jawaban atas
sedangkan pada dominan hukum positif
pertanyaan yang diajukan atau respons
didasarkan pada Undang-Undang Nomor
terhadap masalah yang berkembang di
36 Tahun 2009 tentang Kesehatan,
tengah-tengah
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012
kerap
tentang Pangan, Undang-Undang Nomor
kekuatan
8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
mulzimah), fatwa mempunyai peranan
Konsumen dan terakhir Undang-Undang
yang
masyarakat.
dianggap hukum
cukup
memberikan
tidak
Sekalipun mempunyai
mengikat
(ghair
signifikan
dalam
pertimbangan
hukum 161
EISSN: 2540-8402 | ISSN: 2540-8399
Amwaluna, Vol. 1 No. 1 (Januari, 2017), Hal 150-165
keagamaan kepada masyarakat muslim
kebijakan-kebijakan
dari dahulu hingga sekarang. Dalam
pemerintah berkaitan dengan persoalan
konteks masyarakat Indonesia, fatwa-
kehalalan pangan. Hal ini tercermin
fatwa yang dilahirkan oleh lembaga
dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun
keagamaan, termasuk Majelis Ulama
2009
Indonesia (MUI) mempunyai pengaruh
Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang
yang tidak kecil (M. Asrorun Ni’am
Pangan,
Sholeh, 2016, 3).
Tahun
Kedudukan
halal
Kesehatan,
Undang-Undang 1999
dibuat
tentang
Undang-
Nomor
8
Perlindungan
Majelis
Konsumen dan terakhir Undang-Undang
Ulama Indonesia (MUI) pada dasarnya
Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan
sama
Produk Halal.
seperti
fatwa
tentang
yang
fatwa
ulama
pada
umumnya, yaitu terkait dengan lembaga
Selanjutnya,
dalam
yang menghasilkan fatwa tersebut, yaitu
Pemerintah
ulama yang tergabung MUI khususnya
tentang “Label dan Iklan Pangan” Pasal
dalam Komisi Fatwa MUI. Dalam Islam,
11 ayat (2) disebutkan, “Pemeriksaan
kedudukan
dengan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
keistimewaan yang mereka miliki di
dilaksanakan berdasarkan pedoman dan
antaranya sebagai ahli waris para nabi
tata cara yang ditetapkan oleh Menteri
(warâtsah
Agama
ulama
terkait
al-anbiyâ)
dinyatakan dalam
sebagaimana
hadis Nabi Saw
berikut ini:
ِ َْوإِ َّن الْ ُعلَ َماءَ َوَرثَةُ ْاْلَنْبِيَاء َوإِ َّن ْاْلَنْبِيَاءَ ََل ِ ِ ِ َ يُ َوِّرثُوا دينَ ًارا َوََل د ْرََهًا َوَّرثُوا الْع ْل َم فَ َم ْن أ َُخ َذه ٍّ ََخ َذ ِِب ظ َوافِر َأ
Nomor
dengan
pertimbangan
dan
9
Peraturan Tahun
1999
memperhatikan saran
lembaga
keagamaan yang memiliki kompetensi di bidang tersebut”. Dalam penjelasannya disebutkan bahwa lembaga keagamaan dimaksud
adalah
Majelis
Ulama
Indonesia (MUI). Dengan demikian,
Para ulama adalah pewaris para nabi, dan para nabi tidak mewariskan dinar dan dirham, mereka hanyalah mewariskan ilmu. Barangsiapa mengambilnya maka ia telah mengambil bagian yang banyak (H.R Abub Daud).
MUI diakui sebagai lembaga keagamaan
Ketaatan pemerintah terhadap fatwa
pemerintah (Sopa, 2013, 191).
yang berkompeten dalam memutuskan kehalalan pangan. Maka, fatwanya yang berkaitan dengan hal tersebut, yaitu Fatwa Halal diakui dan menjadi rujukan
halal MUI terlihat dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku dan
Selanjutnya, dalam Pasal 11 dan 12 ditegaskan bahwa lebilisasi halal itu
EISSN: 2540-8402 | ISSN: 2540-8399
Panji Adam, Kedudukan Sertifikasi Halal Dalam Sistem Hukum Nasional Sebagai Upaya Perlindungan ..................
hanya dapat dilakukan beradasarkan
lemak babi 1988 dan Ajinomoto tahu
“Sertifikasi Halal” yang dikeluarkan oleh
2000. Dalam kedua kasus tersebut, jelas
MUI. Hal ini terlihat dari kedua pasal
terlihat
tersebut. Dalam Pasal 11 ditegaskan
menentramkan umat melalui fatwa yang
bahwa persteujuan pencantuman tulisan
dikeluarkannya. Dengan demikian, tidak
“Halal” diberikan berdasarkan Fatwa
berlebihan apabila dikatakan bahwa
dari Komisi Majelis Ulama Indonesia.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah
Kemudian dalam Pasal 12 ayat (1)
memainkan perannya sebagai pemberi
disebutkan bahwa beradasarkan “Fatwa
fatwa
dari Majelis Ulama Indonesia Direktur
pemerintah, baik diminta maupun tidak
Jenderal memberikan persetujuan bagi
diminta sebagaimana disebutkan dalam
yang memperoleh sertifikat “HALAL”
Wawasan Majelis Ulama Indonesia dan
dan
Pedoman Dasar MUI (Pasal 4) meskipun
penolakan
bagi
yang
tidak
memperoleh sertifikat “HALAL”.
pangan.
umumnya
Pihak
produsen
menanggapi
positif
keberadaan sertifikasi halal tersebut. Darwies
Ibramim,
pengembangan
usaha
kepada
mengikat
umat
dalam
Islam
dan
Indofood
sebagaimana
keputusan
Pengadilan Agama dan Undang-Undang.
III.
Simpulan
direktur PT
ulama
pada hakikatnya fatwa ulama itu tidak
Fatwa Halal juga dipatuhi oleh produsen
peran
Kedudukan dalam
sistem
sertifikasi
hukum
halal
Nasional
di
Sukses Makmur, memberikan penlaian
Indonesia mempunyai kedudukan yang
pentingnya Sertifikat Halal karena bagi
sentral, karena sertifikasi halal termaktub
perusahaannya sertifikat itu mempunyai
dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun
arti yang strategis lantara mayoritas
2014 tentang Jaminan Produk Halal yang
konsumen produknya adalah umat Islam.
secara sistem hukum merupakan bagian
Oleh
dari sistem hukum, yaitu substansi
karena
itu,
pihaknya
sudah
mengusulkan adanya Sertifikat Halal itu
hukum
kepada
dan
hukum dan kepastian hukum serata
Departemen Kesehatan pasca isu lemak
bersifat imperatif. Dan hal ini sebagai
babi tang terjadi pada tahun 1988
upaya perlindungan konsumen dalam
(Republika, 26 Juli 1996).
hukum Islam.
Departemen
Agama
Sertfikat Halal juga dipatuhi oleh
yang
mempunyai
kekuatan
Fatwa halal yang dihasilkan oleh
konsumen yang mayoritas beragama
MUI
ditaati
dan
dipatuhi
oleh
Islam. Hal ini terlihat jelas dalam kasus
pemerintah dan umat Islam. Pemerintah 163
EISSN: 2540-8402 | ISSN: 2540-8399
Amwaluna, Vol. 1 No. 1 (Januari, 2017), Hal 150-165
mematuhinya seperti tercermin dalam
komprehensif memahami prinsip-prinsip
peraturan perundang-undangan yang ada.
kehalalan dalam sebuah produk .
Ketaatan pemerintah terhadap fatwa halal MUI terlihat dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku dan kebijakan-kebijakan
yang
dibuat
pemerintah berkaitan dengan persoalan kehalalan pangan. Hal ini tercermin dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009
tentang
Kesehatan,
Undang-
Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan, Tahun
Undang-Undang 1999
tentang
Nomor
8
Perlindungan
Konsumen dan terakhir Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal. Majelis Ulama Indonesia (MUI) supaya
meningkatkan
pelayanan
terutama dalam memberikan pedoaman mengenai sertifikasi halal sebagai sarana memberikan
jaminan
dan
kepastian
produk halal. Diharapkan
adanya
peningkatan
kerjasama dan jalinan kemitraan antara ulama, pemerintah, ilmuan dan para ahli di bidang yang terkait dengan pangan dalam menuntaskan berbagai pangan yang masih diragukan kehalalannya. MUI
agar
proaktif
melakukan
DAFTAR PUSTAKA A. Buku-Buku Achmad Sumardi. (2009). Porf. Mr.Soediman Kartohadiprodjo tentang Pancasila Sebagai Pandangan Hidup Bangsa Indonesia, Jakarta. Amir Farih. (2008). Kemaslahatan & Pembaharuan Hukum Islam. Semarang: Walisongo Press. Departemen Agama RI. (2008). Panduan Sertifikasi Halal. Jakarta: Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji. Hans Kelsen. (1995). General Theory of Law And State, Alihbahasa Somardi. Jakarta : Ramdi Press. Hazairin. (1990). Demokrasi Pancasila. Jakarta: Rineka Cipta. Ilhami Bisri. (2012). Sistem Hukum Indonesia: Prinsip-Prinsip & Implementasi Hukum di Indonesia. Jakarta: RajaGrafindo Persada. Jaih Mubarok. (2006). Hukum Islam: Konsep, Pembaruan dan Teori Penegakan. Bandung: Benang Merah Press. Juhaya S Praja. (2011). Teori Hukum dan Aplikasinya. Bandung: Pustaka Setia.
komunikasi dengan pemegang kebijakan di bidang hukum, baik pada aspek penyusunan
legislasinya
(DPR-
Pemerintah) maupun penegak hukumnya (Kepolisian, Kejaksaan, dsb) agar dapat EISSN: 2540-8402 | ISSN: 2540-8399
Lawrance M. Friedman. (t.th). The Legal System: a Social Science Perspective. New York: Russell Sage foundation.
Panji Adam, Kedudukan Sertifikasi Halal Dalam Sistem Hukum Nasional Sebagai Upaya Perlindungan ..................
Luwis Ma’luf, (1986). al-Munjid Lughah wa al-A’lam. Beirut: Dar al-Masyariq. M. Asrorun Ni’am Sholeh. (2016). Metodologi Penetapan Fatwa Majelis Ulama Indonesia: Penggunaan Prinsip Pencegahan dalam Fatwa. Jakarta: Emir Cakrawala. Mashudi. (2015). Konstruksi Hukum dan Respons Masyarakat Terhadap Sertifikasi Halal: Studi Socio-Legal Terhadap Lembaga Pengkajian Pangan, ObatObatan, Dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia.Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Muhammad Ibn Isma’il Ibn Ibrahim Ibn al-Mughirah al-Bukhari. (t.th). Shahîh al-Bukhârî, Kairo: Dar al-Hadits.
dan Kosmetika. Jakarta: Gaung Persada Press Group (GP Press). Wael B Hallag. (2000). A History of Islamic Legal Theories, Alih Bahasa E. Kusnadiningrat, Jakarta: Rajawali Press. Zulham. (2013). Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta: Kencana Prenada Media Group. B. Jurnal, Makalah, Paper, Dll. Lukmanul Hakim, “Sayang Ya Sertifikasi Halal Masih Urusan Sukarela”, Majalah Aulia Nomor 12 Tahun VIII Jumadil SaniRajab 1432 H, 2011. Ma’ruf Amin, “Halal Berlaku Untuk Seluruh Umat”, Jurnal Halal Nomor. 1. Th. XVI, Jakarta, LPPOM MUI, 2013.
Muhamad Sadi IS. (2015). Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta: Kencana. Pimpinan Pusat Muhammadiyah. (t.th) Himpunan Putusan Majelis Tarjih Muhammadiyah, t.t.
C. Peraturan Undangan
Perundang-
Undang-Undang Dasar 1945 Setelah Amandemen.
Rianto Adi. (2004). Metode Penelitian Sosial dan Hukum, Jakarta: Granit.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Sayyid Sabiq. (1983). Fiqh al-Sunnat, Beirut: Dar al-Fikr.
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
Soerjono Soekanto & Sri Mamudji. (1985). Penelitian Hukum Normatif (Suatu Tinjauan Singkat). Jakarta: Rajawali Pers.
Undang-Undang 18 tentang Pangan.
Sopa. (2013). Ulama Fatwa Produk
Sertifikasi Halal Majelis Indonesia: Studi Atas Halal MUI Terhadap Makanan, Obat-Obatan
Tahun
2012
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan.
165 EISSN: 2540-8402 | ISSN: 2540-8399