Jurnal Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Syiah Kuala
7 Pages
ISSN 2302-0180 pp. 1- 7
KEDUDUKAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG DALAM SISTEM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA 1)
Almanar1, Husni Jalil2, M. Nur Rasyid3 Magister Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas Syiah Kuala Banda Aceh e-mail :
[email protected] 2,3) Staff Pengajar Ilmu Hukum Universitas Syiah Kuala
Abstract: Article 22 (1) of the Constitution of Republic of Indonesia of 1945 reads that in emergency time the President entitles to issue a government regulation to substitutes act. The problems are the conditions necessary of making a government regulation to substitute act, and toneed to know the considerations of the Parliament of acceptance or refusal of this government regulation. The research purposes are to analyze the necessery conditions regarding the conditions to marlee this regulation and Parlimentary conciderations to accept or refuse it. The research method applies Juridical-normative concepts by approaching legal drafting technique, document analyzeing by contents analysis technique. Data gathering by analyzing the relevant theoris, legal rule making, opinion of the experts, reading, books. journal and news paper. The research result shows that government regulation to substitute act. as a part of hierarchy of legal rule of Republic of Indonesia and it is equal act.that is needed in emergency time. The conditions for emergency basis of making this government regulation to substitute act, is essential to be stipulated in legal rule hierarchy. The legal basis of the Parliament to accept or refuse government regulation to substitutes act. is the Article 22 of the Constitution of Republic of Indonesia of 1945 and Act No. 12 of 2011 on the making of legal rule (legal drafting), The government regulation to substitutes act must have approval from the Parliament, government regulation to substitutes act is diclared to be approved. It is recommended that the Government and Parliament to emergency situation and to make use Presidential Advisor Board so that issuance of government regulation to subtitute act the meets the principles of democracy rule of law and public accountability. Contitusional Court is not authorized to review this government regulation to subtitute act.
Keywords : Government Regulation To Substitute Act, and Legal Rule system Abstrak: Pasal 22 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 menyebutkan bahwa “ dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa”, Presiden berhak menerbitkan peraturan pemerintah sebagai pengganti undang-undang”, yang menjadi masalah adalah tentang syarat mengenai “kegentingan yang memaksa” sebagai dasar pertimbangan penerbitan Perpu. Dan untuk mengetahui pertimbangan hukum DPR dalam menerima dan menolak. Perpu. Tujuan Penelitian ini adalah untuk menganalisa syarat yang harus ada dalam penerbitan Perpu, dan pertimbangan DPR untuk menerima dan menolak Perpu. Metode penelitian yang digunakan adalah konsep penelitian yuridis normatif dengan pendekatan teknik pembentukan perundang-undangan. Data diperoleh dengan menelaah teori-teori, Peraturan Perundang-undangan, pendapat para pakar, buku, jurnal, majalah dan surat khabar yang relevan. Hasil penelitian menunjukkan Perpu merupakan bagian dari hirarki dan setara dengan undang-undang. Perpu perlu ada dalam situasi darurat. Adapun syarat “Kegentingan memaksa” sebagai dasar bagi pembentukan Perpu perlu ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan. Dasar hukum DPR menerima dan menolak Perpu, adalah Pasal 22 Undang-Undang Dasar 1945 dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang pembentukan peraturan perundangundangan, bahwa Perpu harus mendapatkan persetujuan dari DPR. Perpu dinyatakan diterima atau ditolak. Disarankan untuk Pemerintah dan DPR perlu melakukan revisi Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan khususnya yang mengatur persyaratan “Kegentingan yang Memaksa”, serta memfungsikan Wantimpres dengan tugas khusus, sehingga penerbitan Perpu memenuhi prinsip demokrasi, negara hukum dan akuntabilitas publik. Mahkamah Konstitusi (MK) tidak berwenang melakukan pengujian Perpu. Kata Kunci : Perpu dan Sistem perundang-undangan
1-
Volume 3, No. 2, Mei 2015
Jurnal Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Syiah Kuala
ISSN 2302-0180 pp. 2- 8
7 Pages rancangan
PENDAHULUAN Pasal 22 Undang-Undang Dasar
undang-undang
tentang
penetapan Perpu tersebut menjadi undang-
payung hukum untuk
undang disahkan menjadi Undang-Undang,
pembuatan suatu Perpu berbunyi “Dalam
sedangkan jika Perpu itu ditolak oleh DPR,
hal ihwal kegentingan yang memaksa,
maka Perpu tersebut tidak berlaku dan
Presiden berhak menetapkan peraturan
Presiden mengajukan rancangan undang-
pemerintah sebagai pengganti Undang-
undang tentang pencabutan Perpu tersebut
undang. Intinya hak seorang Presiden
yang dapat mengatur pula segala akibat
untuk mengeluarkan Perpu, merupakan
dari penolakan tersebut.
1945 sebagai
Selain
hak prerogatif, namun penggunaan hak itu
itu
“Kegentingan
yang
harus didasarkan kepada alasan-alasan atau
memaksa” sebagai dasar pembentukan
syarat-syarat
ketat.
suatu Perpu tidaklah sama pengertiannya
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
dengan “keadaan bahaya” yang dimaksud
Undang (Perpu) merupakan salah satu
dalam Pasal 12 UUD
jenis dalam hirarkhi peraturan perundang-
keduanya merupakan penjabaran yang
undangan
lebih konkret dari kondisi darurat pada
yang
jelas
Indonesia.
dan
Sebagai
suatu
peraturan dari segi isinya seharusnya
suatu
ditetapkan dalam bentuk undang-undang,
Penentuan
tetapi
“keadaan bahaya” dalam Pasal 12 UUD
karena
keadaan
kegentingan
sistem
1945, meskipun
ketatanegaraan
syarat-syarat
dan
tertentu. akibat
bentuk
1945 jelas memerlukan keterlibatan DPR
peraturan pemerintah (Jimly Asshiddiqqie,
untuk ditetapkan dengan undang-undang,
2007 : 3).
sedangkan “kegentingan yang memaksa”
memaksa
ditetapkan
dalam
Berbeda dengan undang-undang,
dalam Pasal 22 UUD subyektivitas
1945 sangat
masa berlakunya Perpu sangat singkat
tergantung
Presiden,
yakni sampai dengan persidangan DPR
meskipun nantinya tergantung pula pada
yang terdekat dengan tanggal penetapan
persetujuan obyektif para wakil rakyat di
Perpu tersebut. Setelah itu, diperlukan
DPR
ketegasan sikap dari DPR apakah akan
Berdasarkan latar belakang tersebut,
menyetujui atau tidak menyetujui Perpu
yang menjadi masalah dalam penelitian ini
tersebut.
Pengajuan
adalah sebagai berikut :
dilakukan
dalam
rancangan penetapan
ke
bentuk
perppu
1. Apa saja syarat yang harus ada
tentang
sehingga dapat mengeluarkan suatu
menjadi
Perpu?
Perpu
tersebut
Dalam
hal
tersebut,
DPR
pengajuan
undang-undang
undang-undang. menyetujui
Perpu
DPR maka
2. Apa pertimbangan hukum DPR-RI yang menerima dan menolak Perpu? Volume 3, No. 2, Mei 2015
-2
Jurnal Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Syiah Kuala mekanisme pembatalan ini dapat juga
KAJIAN KEPUSTAKAAN Dalam hal menjalankan fungsinya,
disebut
mekanisme
dilakukan
disamping
(judiciary) ataupun legislator, melainkan
memberikan
pembahas
persetujuan
memberikan
dan
atau
persetujuan
tidak
terhadap
Peraturan Pemerintah Pengganti Undangundang yang diajukan oleh Presiden untuk
oleh
lembaga
lembaga
tidak
DPR sebagai pembentuk Undang-undang, sebagai
oleh
pengujian,
kehakiman
pemerintahan
eksekutif
tingkat atas (Jimly Asshiddiqqie, 2010 : 74). Montesquieu,
dalam teori
menjadi undang-undang, tentu pengesahan
Politika,
RUU harus menempuh mekanisme sistem
membagi kekuasaan negara itu secara
pembahasan
horizontal,
di
DPR,
sehingga
saat
menurut
Achmad
Trias
sehingga
terdiri
Roestandi,
atas
tiga
Undang-undang itu disahkan DPR benar-
cabang kekuasaan, yaitu cabang kekuasaan
benar untuk muatan pemenuhan kebutuhan
legislatif
hukum bagi Masyaratakat (Pasal 10 ayat
undang-undang),
(1) PP No. 12 Tahun 2011, point e),
eksekutif (kekuasaan untuk melaksanakan
sehingga
undang-undang), dan cabang kekuasaan
keberadaan
produk
hukum
(kekuasaan
untuk
cabang
kekuasaan
tersebut tidak memberi peluang di Judicial
yudikatif
Revieu,
pelanggaran undang-undang).Montesquieu
atau
diusulkan
revisi,
dan
sebagainya.
(kekuasaan
membuat
menyatakan
Untuk menilai apakah suatu peraturan
agar
penyalahgunaan
untuk
mengadili
tidak
kekuasaan
terjadi (abuse
of
perundang-undangan yang lebih rendah
power), ketiga cabang kekuasaan itu tidak
tidak
peraturan
boleh bertumpu pada satu organ, tetapi
perundang-undangan yang lebih tinggi
harus dipisahkan satu dengan lainnya
perlu dilakukan pengujian undang-undang.
(separation of power) (Achmad Roestandi,
Baik
2005 : 105-106)
bertentangan
di
dalam
dengan
kepustakaan
maupun
praktek dikenal adanya 2 (dua) macam hak menguji,
yaitu
hak
menguji
formal
(formele toetsingsrecht) dan hak menguji material (material
toetsingsrecht)
(Sri
Soemantri, 1997:6). Dalam
mekanisme
METODE PENELITIAN Jenis
penelitian
yang
digunakan
dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif (yuridis normatif) yakni
pengujian
penelitian yang difokuskan untuk mengkaji
undang-undang dikenal ada 3 (tiga) model
penerapan
pengujian undang-undang, yaitu executive
norma dalam hukum positif. (Johnny
review, legislatif review, dan judicial
Ibrahim, 2012 : 295) Penelitian hukum
review. Dalam model executive review,
normatif disebut juga penelitian hukum
3-
Volume 3, No. 2, Mei 2015
kaidah-kaidah
atau
norma-
Jurnal Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Syiah Kuala doktrinal, karena penelitian ini dilakukan
tulisan
atau ditujukan hanya pada peraturan-
penelitian.
peraturan yang tertulis atau bahan hukum
para
ahli
dan
hasil-hasil
c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan-
yang lain. Penelitian hukum ini juga
bahan
hukum
yang
memberikan
disebut sebagai penelitian kepustakaan.
informasi tentang bahan-bahan hukum
Hal ini disebabkan karena penelitian lebih
primer dan sekunder seperti kamus,
banyak dilakukan terhadap data yang
makalah, artikel-artikel, majalah, koran
bersifat sekunder yang ada di perpustakaan
dan internet.
dan menggunakan pendekatan perundangundangan (statute approach). (Johnny
HASIL PENELITIAN
Ibrahim, 2012 : 295)
Dinamika
Dalam penelitian pada umumnya
sejarah
peraturan
perundang-undangan
di
Indonesia
dibedakan antara data yang diperoleh
menunjukkan
latar
belakang
secara langsung dari bahan-bahan pustaka.
penetapan Perpu oleh Presiden umumnya
Yang diperoleh dari bahan-bahan pustaka
berbeda-beda. Hal ini disebabkan karena
lazimnya
ukuran
dinamakan
data
sekunder
bahwa
“kegentingan
yang
memaksa”
(Soejono Soekanto dan Sri Mamudji,
selalu bersifat multitafsir dan besarnya
2004 : 12). Sumber data dalam penelitian
subyektivitas Presiden dalam menafsirkan
ini di peroleh dari data sekunder, yang
frase
terdiri dari:
sebagai dasar untuk menetapkan Perpu.
a. Bahan hukum primer yaitu bahan-
Dalam teori-teori yang berkaitan dengan
bahan hukum yang mengikat, (Soejono
hukum tata negara darurat, disebutkan
Soekanto dan Sri Mamujdi, 2004 : 13)
bahwa
yang terdiri dari:
sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal
1) Undang-Undang Dasar Republik
22 UUD 1945 lebih menekankan pada
Indonesia 1945
“kegentingan
yang
“kegentingan
yang
memaksa”
memaksa”
aspek kebutuhan hukum yang bersifat
2) Undang_undang No. 12 Tahun 2011
mendesak atau urgensi yang terkait dengan
Tentang Pembentukan Peraturan-
waktu yang terbatas. Setidaknya terdapat
Perundang-Undanagn.
3
b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan-
(tiga)
unsur
memaksa”, yakni:1
bahan-bahan hukum primer yang dapat
1.
bahan hukum primer seperti buku,
yang
dapat
menimbulkan suatu “kegentingan yang
bahan yang erat hubungannya dengan
membantu menganalisa dan memahami
penting
unsur ancaman yang membahayakan (dangerous threat); 1
Jimly Ashiddiqie, Hukum Tata Negara Darurat, Edisi ke-1, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. 2007, hlm. 207-208.
Volume 3, No. 2, Mei 2015
-4
Jurnal Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Syiah Kuala 2.
disebutkan dengan jelas baik pengertian
unsur kebutuhan yang mengharuskan (reasonable necessity); dan/atau
3.
maupun
persyaratan
agar
subjektif
unsur keterbatasan waktu (limited presiden berada dalam koridor yang
time) yang tersedia.
jelas. KESIMPULAN DAN SARAN
2.
Dasar hukum DPR menerima dan
Kesimpulan 1. Peraturan
Pemerintah
pengganti
undang-undang mempunyai kedudukan yang sama dengan undang-undang. Dalam
sistem
Indonesia
Negara
yang
Republik
menganut
sistem
presidensil, maka eksistensinya tetap harus dipertahankan, dipertegas
yang harus
mengenai
persyaratan
“Kegentingan yang memaksa” sebagai dasar
penerbitan
sebagai
Perpu.
penggagas
dengan
mudah
dengan
asumsi
Presiden
Perpu,
selintas
mengeluarkannya, untuk
memenuhi
desakan dari kelompok kepentingan (insterest
group),
mempertimbangkan
tanpa substansi
persyaratan penerbitan Perpu, bahkan belum sebulan Undang-undang berlaku, karena desakan, langsung diterbitkan Perpu. Untuk menjawab keambiguan kegentingan 5-
yang
memaksa,
Volume 3, No. 2, Mei 2015
perlu
menolak
Perpu,
Undang-Undang
adalah Dasar
pasal 1945
22 dan
Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011. Pasal 22 Undang-Undang Dasar 1945 berbunyi: pemerintah
ayat
(2)
peraturan
itu
harus
mendapat
persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat dalam persidangan yang berikut, ayat (3) jika tidak mendapat persetujuan, maka peraturan pemerintah itu harus dicabut. Undang-Undang
Nomor 12
tahun 2011 Pasal 52, menyebutkan: ayat (3) DPR hanya memberikan persetujuan atau tidak memberikan persetujuan
terhadap
peraturan
pemerintah pengganti undang-undang. Ayat
(4)
dalam
hal
peraturan
pemerintah pengganti undang-undang mendapat persetujuan DPR dalam rapat paripurna, peraturan pemerintah pengganti
undang-undang
tersebut
Jurnal Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Syiah Kuala ditetapkan Ayat
menjadi
(5)
dalam
undang-undang.
dengan tugas khusus, sehingga setiap
hal
penerbitan
peraturan
Perpu
dapat
memenuhi
pemerintah pengganti undang-undang
prinsip demokrasi, negara hukum, dan
tidak
DPR
akuntabilitas publik. Hal ini sangat
peraturan
penting dari aspek legal agar tidak
pemerintah pengganti undang-undang
menghasilkan keputusan yang dinilai
tersebut harus dicabut dan harus
cacat secara prosedural. Sebaliknya
dinyatakan tidak berlaku. Sebelum
proses
Perpu dinyatakan diterima atau ditolak,
keniscayaan dalam parlemen, harus
DPR menugaskan alat kelengkapan
berlangsung dalam koridor demokrasi,
dewan, dalam hal ini Komisi II untuk
yakni tetap memperbincangkan adanya
membahasnya,
pandangan/pendapat
dalam
mendapat rapat
penetapan
persetujuan
paripurna,
menyetujui
Perpu,
usulan
maka
perpu
ditetapkan dan diundangkan menjadi Undang-undang, melanjutkan
Perpu
tersebut
keberlakuannnya,
bila
ditolak, maka harus dicabut.
politik
merupakan
yang
sebuah
mungkin
berbeda antar-fraksi dan/atau antara fraksi-fraksi dan Pemerintah. 2. Seharusnya
ke
depan
Mahkamah
Konstitusi (MK) menahan diri untuk tidak menguji Perpu, karena dapat berakibat
Saran 1. Pemerintah dan DPR perlu mengambil
buruk
ketatanegaraan
pada
sistem
Indonesia,
dalam
langkah kedepan untuk melakukan
Undang-Undang Dasar 1945 disebutkan
revisi
12
secara jelas bahwa DPR lah yang
Tahun 2011, yang mengatur tentang
berwenang menerima dan menolak
persyaratan-persyaratan
Perpu.
Undang-Undang
Nomor
dan
ukuran-
ukuran “kegentingan yang memaksa” DAFTAR KEPUSTAKAAN serta
memfungsikan
Dewan
Pertimbangan Presiden (Wantimpres)
Achmad Roestandi, Mahkamah Konstitusi dalam Tanya Jawab, Setjen dan Kepaniteraan MK, Jakarta, 2005 Volume 3, No. 2, Mei 2015
-6
Jurnal Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Syiah Kuala Jimly Ashiddiqie, Hukum Tata Negara Darurat, Edisi ke-1, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. 2007 _______________, Model-Model Pengujian Konstitusional Di Berbagai Negara, Sinar Grafika, Jakarta, 2010 _______________, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Jilid II, Sekrariat Jendral dan Kepanitrraan Mahkamah Konstitusi RI, Jakarta, 2006 Johnny Ibrahim, Teori & Metode Penelitian Hukum Normatif, Bayumedia, Malang, 2012.
Soejono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, Raja Grafindo Persada, 2004. Sri Soemantri, Hak Uji Material Di Indonesia, Alumni, Bandung, 1997
7-
Volume 3, No. 2, Mei 2015