KEDUDUKAN HUKUM SUAMI ISTRI DALAM HAL JUAL BELI DENGAN ADANYA PERJANJIAN KAWIN (KAJIAN UNDANGUNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN) Oleh I Gusti Ayu Oka Trisnasari I Gusti Ayu Putri Kartika I Ketut Westra Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT This writing is titled "Legal Status Married In The Sale and Purchase With the existence of the Agreement Kawin (Study of Law Number 1 of 1974 About Marriage)", which aims to determine the legal position of husband and wife in terms of sales and purchase agreements for mating under the Act Number 1 Year 1974 About Marriage. As a result of a marriage is the property acquired during the marriage become community property. However, if at the time of or prior to the marriage the prospective husband and wife made a pact to marry, it is necessary to know whether the sale and purchase between husband and wife after the marriage declared valid if the terms of Act Number 1 of 1974 About Marriage. The method used in this paper is a normative research methods. The conclusion of this paper is the buying and selling between the husband and wife who are still within the bonds of marriage declared invalid although previously had made a pact to marry. That is because buying and selling between husband and wife at odds with the purpose of marriage, and does not comply with the provisions of Article 1313 of the Civil Code and Article 1320 of the Civil Code. Keywords: Legal Position, Buying and Selling, Mating Agreement ABSTRAK Penulisan ini berjudul “Kedudukan Hukum Suami Istri Dalam Hal Jual Beli Dengan Adanya Perjanjian Kawin (Kajian Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan)”, yang bertujuan untuk mengetahui kedudukan hukum suami istri dalam hal jual beli dengan adanya perjanjian kawin berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. Akibat suatu perkawinan adalah harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama. Namun, apabila pada waktu atau sebelum perkawinan tersebut calon suami istri membuat perjanjian kawin, maka perlu diketahui apakah jual beli antara suami istri setelah perkawinan dinyatakan sah apabila ditinjau dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah metode penelitian normatif. Kesimpulan dari penulisan ini adalah jual beli antara suami istri yang masih dalam ikatan perkawinan dinyatakan tidak sah walaupun sebelumnya telah membuat perjanjian kawin. Hal tersebut dikarenakan jual beli antara suami istri bertentangan dengan tujuan perkawinan, serta tidak memenuhi ketentuan Pasal 1313 KUHPerdata dan Pasal 1320 KUHPerdata. Kata Kunci: Kedudukan Hukum, Jual Beli, Perjanjian Kawin
1
I.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Manusia sebagai makhluk sosial berhak untuk hidup bersama dengan manusia lainnya yang dapat diwujudkan dalam bentuk perkawinan. Hal ini juga ditegaskan dalam Pasal 28B ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah. Perkawinan merupakan salah satu peristiwa penting dalam kehidupan manusia. Adapun akibat hukum dari perkawinan yaitu terhadap harta kekayaan dalam perkawinan. Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menyatakan bahwa harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama dan pada ayat (2) disebutkan bahwa harta bawaan dari masingmasing suami dan istri dan harta benda yang diperoleh masing- masing sebagai hadiah atau warisan adalah dibawah penguasaan masing- masing sepanjang para pihak tidak menentukan lain. Harta bersama dalam perkawinan yang dimaksud adalah meliputi semua aktiva dan pasiva yang diperoleh baik oleh suami maupun istri selama masa perkawinan, termasuk modal, bunga, bahkan juga utang-utang yang timbul akibat perbuatan melanggar hukum.1 Undang-Undang memperbolehkan calon suami istri untuk membuat atau tidak membuat perjanjian kawin sebelum atau pada saat perkawinan. Perjanjian kawin adalah perjanjian atau persetujuan yang dibuat oleh calon pasangan suami istri sebelum atau pada saat perkawinan dilangsungkan untuk mengatur akibat-akibat perkawinan terhadap harta kekayaan mereka.2 Apabila calon suami istri tidak membuat perjanjian kawin, maka harta benda yang diperoleh selama perkawinan akan menjadi harta bersama. Suami istri yang kawin dalam persatuan harta kekayaan sepenuhnya adalah berhak atas harta tersebut, apa yang ada di dalam harta tersebut adalah milik suami dan istri secara bersama-sama. 3 Sedangkan, apabila calon suami istri membuat perjanjian kawin, maka harta benda dalam perkawinan menjadi terpisah.
1 Soetojo
Prawirohamidjojo dan Marthalena Pohan, 2000, Hukum Orang dan Keluarga (Personen En Familie Recht), Airlangga, University Press, Surabaya,hal. 18. 2 R. Soetojo Prawirohamidjojo, 2012, Pluralisme Dalam Perundang-Undangan Perkawinan Indonesia, Airlangga University Press, Surabaya, hal. 57. 3 Hartono Soerjopratikojo, 1883, Akibat Hukum dari Perkawinan Menurut Sistem Burgelijk Wetboek, Seksi Notariat Fakultas Hukum UGM Yogyakarta, Yogyakarta, hal. 76-77.
2
Pada umumnya, dalam perkawinan terdapat larangan untuk melakukan jual beli diantara suami istri, sebab dengan adanya perkawinan maka harta kekayaan kedua pihak menjadi satu. Namun, apabila dalam perkawinan terdapat perjanjian kawin diantara suami istri, maka perlu diketahui bagaimana kedudukan hukum suami istri dalam hal jual beli dengan adanya perjanjian kawin apabila ditinjau dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.
1.2
Tujuan Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui kedudukan hukum suami istri
dalam hal jual beli dengan adanya perjanjian kawin apabila ditinjau dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.
II.
ISI MAKALAH
2.1
Metode Penelitian Penulisan ini menggunakan metode penelitian hukum normatif, yaitu dengan
mengkaji berbagai peraturan perundang-undangan dan literatur. Jenis pendekatan yang digunakan dalam penulisan ini adalah pendekatan perundang-undangan (the statute approach).
2.2
Hasil dan Pembahasan
2.2.1 Kedudukan Hukum Suami Istri Dalam Hal Jual Beli Dengan Adanya Perjanjian Kawin Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Pada dasarnya konsekuensi dari perkawinan ialah adanya harta bersama yang disebabkan oleh proses percampuran kekayaan. 4 Hal tersebut ditegaskan dalam Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang menyatakan bahwa harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama. Persatuan harta dalam hal ini hanyalah meliputi harta benda yang diperoleh selama perkawinan saja, sehingga harta bawaan yang dibawa masing- masing suami istri ke dalam perkawinannya tetap berada pada kekuasaan masing- masing pihak, kecuali ada persetujuan dari para 4 Theda Febrina Subagia, 2013, Pengaruh Kepailitan Terhadap Harta Bersama Suami Istri Ditinjau Dari Perspektif Hukum Kepailitan, dikutip dari situs internet http://ojs.unud.ac.id/index.php/kerthawicara/article/view/4673/3550, diakses tanggal 10 Agustus 2016.
3
pihak untuk menyatukan harta bawaan mereka ke dalam harta bersama. 5 Dengan adanya persatuan harta kekayaan dalam perkawinan, maka tidak dimungkinkan diadakannya jual beli diantara suami istri. Namun, apabila pada saat atau sebelum perkawinan calon suami istri telah membuat perjanjian kawin untuk memisahkan harta mereka dalam perkawinan, maka jual beli diantara suami istri ditinjau dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dinyatakan tidak sah. Hal tersebut dikarenakan jual beli antara suami istri bertentangan dengan tujuan perkawinan, yang ditegaskan dalam Pasal 1 UndangUndang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan bahwa perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Berdasarkan Pasal tersebut, dengan adanya perkawinan maka suami istri merupakan dua pihak yang telah menjadi satu. Pasal 1313 KUHPerdata meyatakan bahwa suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Selain itu, adapun syarat-syarat dalam melakukan jual beli yang ditegaskan dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang menyatakan bahwa: “Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat: 1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya; 2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan; 3. Suatu hal tertentu; 4. Suatu sebab yang halal.” Berdasarkan ketentuan Pasal tersebut, maka jual beli diantara suami istri tidak memenuhi syarat sahnya suatu perjanjian yaitu syarat pertama sebagai syarat subyektif. Apabila salah satu syarat subyektif tersebut tidak dipenuhi, maka suatu perjanjian dapat dibatalkan.
5 Putu Indi Apriyani, 2015, Akibat Hukum Kepailitan Suami/Istri Terhadap Harta Bersama Suami -Istri Tanpa Perjanjian Kawin, dikutip dari situs internet http://ojs.unud.ac.id/index.php/kerthasemaya/article/view/15353/10195, diakses tanggal 10 Agustus 2016.
4
III. KESIMPULAN Jual beli antara suami istri yang masih dalam ikatan perkawinan dinyatakan tidak sah walaupun sebelumnya telah membuat perjanjian kawin. Hal tersebut dikarenakan jual beli antara suami istri bertentangan dengan tujuan perkawinan yang ditegaskan dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Disamping itu, jual beli antara suami istri tidak memenuhi ketentuan Pasal 1313 KUHPerdata dan Pasal 1320 KUHPerdata.
DAFTAR PUSTAKA BUKU Hartono Soerjopratikojo, 1883, Akibat Hukum dari Perkawinan Menurut Sistem Burgelijk Wetboek, Seksi Notariat Fakultas Hukum UGM Yogyakarta, Yogyakarta.
R.
Soetojo Prawirohamidjojo, 2012, Pluralisme Dalam Perundang-Undangan Perkawinan Indonesia, Airlangga University Press, Surabaya.
Soetojo Prawirohamidjojo dan Marthalena Pohan, 2000, Hukum Orang dan Keluarga (Personen En Familie Recht), Airlangga, University Press, Surabaya. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Subekti, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata terjemah BURGERLIJK WETBOEK, Pradnya Paramita, Jakarta, 2009. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. INTERNET Theda Febrina Subagia, 2013, Pengaruh Kepailitan Terhadap Harta Bersama Suami Istri Ditinjau Dari Perspektif Hukum Kepailitan, dikutip dari situs internet http://ojs.unud.ac.id/index.php/kerthawicara/article/view/4673/3550, diakses tanggal 10 Agustus 2016.
Putu Indi Apriyani, 2015, Akibat Hukum Kepailitan Suami/Istri Terhadap Harta Bersama Suami-Istri Tanpa Perjanjian Kawin, dikutip dari situs internet http://ojs.unud.ac.id/index.php/kerthasemaya/article/view/15353/10195, diakses tanggal 10 Agustus 2016.
5