KEDUDUKAN HUKUM MLM SHARIA COMPLIANCE By Dr. H. Ardito Bhinadi, M.Si
Pengertian MLM • MLM adalah sistem penjualan yang memanfaatkan konsumen sebagai tenaga penyalur secara langsung. Sistem penjualan ini menggunakan beberapa level (tingkatan) di dalam pemasaran barang dagangannya. • Promotor (upline) adalah anggota yang sudah mendapatkan hak keanggotaan terlebih dahulu, sedangkan bawahan (downline) adalah anggota baru yang mendaftar atau direkrut oleh promotor. Akan tetapi, pada beberapa sistem tertentu, jenjang keanggotaan ini bisa berubahubah sesuai dengan syarat pembayaran atau pembelian tertentu. • Komisi yang diberikan dalam pemasaran berjenjang dihitung berdasarkan banyaknya jasa distribusi yang otomatis terjadi jika bawahan melakukan pembelian barang. Promotor akan mendapatkan bagian komisi tertentu sebagai bentuk balas jasa atas perekrutan bawahan. • Harga barang yang ditawarkan di tingkat konsumen adalah harga produksi ditambah komisi yang menjadi hak konsumen karena secara tidak langsung telah membantu kelancaran distribusi. (http://id.wikipedia.org)
MLM Perpanjangan dari Skema Piramid • Dr. Sami As Suwaylim (Direktur Pengembangan keuangan Islam di Islamic Deveopment Bank, Jeddah) dalam sebuah penelitiannya mengatakan bahwa MLM adalah perpanjangan dari Pyramid scheme/Letter chain yang berasal dari Amerika. • Tatkala pemerintah setempat melarang praktik ini karena dianggap sebagai penipuan maka sistem ini dikembangkan dengan memasukkan unsur barang/produk agar mendapat legalitas dari pemerintah.
Disertasi MLM • Dr. Husein Syahrani menulis disertasi dengan judul “At Taswiq At Tijary wa ahkamuhu fil Fiqh Al Islami”, Fakultas Syariah, Universitas Islam Al Imam Saud, Riyadh, Arab Saudi: “setelah mencari, meneliti, mendiskusikan serta mengkaji maka saya tidak menemukan seorang ulamapun yang berpendapat bahwa sistem MLM hukumnya mubah (boleh) secara mutlak”.
Dewan Fatwa Kerajaan Arab Saudi Fatwa No. 22935 tanggal 14-3-1425H • Sistem MLM mengandung unsur riba fadhl dan nasi’ah. • Sistem MLM mengandung unsur gharar. • Sistem MLM mengandung unsur memakan harta manusia dengan cara batil. • Sistem MLM mengandung unsur penipuan, menyembunyikan cacat dan pembohongan publik.
Pendapat Jumhur Ulama tentang Keharaman MLM (1) • Di dalam transaksi dengan metode MLM, seorang anggota mempunyai dua kedudukan: – Kedudukan pertama, sebagai pembeli produk, karena dia membeli produk secara langsung dari perusahaan atau distributor. Pada setiap pembelian, biasanya dia akan mendapatkan bonus berupa potongan harga. – Kedudukan kedua, sebagai makelar, karena selain membeli produk tersebut, dia harus berusaha merekrut anggota baru. Setiap perekrutan dia mendapatkan bonus juga.
• Pertanyaannya adalah bagaimana hukum melakukan satu akad dengan menghasilkan dua akad sekaligus, yaitu sebagai pembeli dan makelar?
“Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam telah melarang dua pembelian dalam satu pembelian.”( HR Tirmidzi, Nasai dan Ahmad. Berkata Imam Tirmidzi : Hadist Abu Hurairah adalah hadist Hasan Shahih dan bisa menjadi pedoman amal menurut para ulama) Imam Syafi’i rahimahullah berkata tentang hadist ini, sebagaimana dinukil Imam Tirmidzi, “Yaitu jika seseorang mengatakan, ’Aku menjual rumahku kepadamu dengan harga sekian dengan syarat kamu harus menjual budakmu kepadaku dengan harga sekian. Jika budakmu sudah menjadi milikku berarti rumahku juga menjadi milikmu’.” (Sunan Tirmidzi, Beirut, Dar al Kutub al Ilmiyah, Juz : 3, hlm. 533).
"Tidak halal menjual sesuatu dengan syarat memberikan hutangan, dua syarat dalam satu transaksi, keuntungan menjual sesuatu yang belum engkau jamin, serta menjual sesuatu yang bukan milikmu." (HR. Abu Daud) Alasan diharamkan transaksi seperti ini adalah tidak jelasnya harga barang dan menggantungkan suatu transaksi kepada syarat yang belum tentu terjadi. (Al Mubarkufuri, Tuhfadh al Ahwadzi, Beirut, Dar al Kutub al Ilmiyah, Juz : 4, hlm. 358, asy Syaukani, Nailul Author, Riyadh, Dar an Nafais, juz : 5, hlm: 173)
Pendapat Jumhur Ulama tentang Keharaman MLM (2) • Di dalam MLM terdapat makelar berantai. Sebenarnya makelar (samsarah) dibolehkan di dalam Islam, yaitu transaksi di mana pihak pertama mendapatkan imbalan atas usahanya memasarkan produk dan pertemukannya dengan pembelinya. • Adapun makelar di dalam MLM bukanlah memasarkan produk, tetapi memasarkan komisi. Maka, kita dapatkan setiap anggota MLM memasarkan produk kepada orang yang akan memasarkan dan seterusnya, sehingga terjadilah pemasaran berantai. Dan ini tidak dibolehkan karena akadnya mengandung gharar dan spekulatif.
Pendapat Jumhur Ulama tentang Keharaman MLM (3) • Di dalam MLM terdapat unsur perjudian, karena seseorang ketika membeli salah satu produk yang ditawarkan, sebenarnya niatnya bukan karena ingin memanfaatkan atau memakai produk tersebut, tetapi dia membelinya sekedar sebagai sarana untuk mendapatkan point yang nilainya jauh lebih besar dari harga barang tersebut. Sedangkan nilai yang diharapkan tersebut belum tentu ia dapatkan.
Pendapat Jumhur Ulama tentang Keharaman MLM (4) • Di dalam MLM banyak terdapat unsur gharar (spekulatif) atau sesuatu yang tidak ada kejelasan yang diharamkan Syariat, karena anggota yang sudah membeli produk tadi, mengharap keuntungan yang lebih banyak. Tetapi dia sendiri tidak mengetahui apakah berhasil mendapatkan keuntungan tersebut atau malah merugi.
Pendapat Jumhur Ulama tentang Keharaman MLM (5) • Di dalam MLM terdapat hal-hal yang bertentangan dengan kaidah umum jual beli, seperti kaidah : Al Ghunmu bi al Ghurmi, yang artinya bahwa keuntungan itu sesuai dengan tenaga yang dikeluarkan atau resiko yang dihadapinya. Di dalam MLM ada pihak-pihak yang paling dirugikan yaitu mereka yang berada di level-level paling bawah, karena merekalah yang sebenarnya bekerja keras untuk merekrut anggota baru, tetapi keuntungannya yang menikmati adalah orang-orang yang berada pada level atas. • Merekalah yang terus menerus mendapatkan keuntungankeuntungan tanpa bekerja, dan mereka bersenang-senang di atas penderitaan orang lain. Apalagi jika mereka kesulitan untuk melakukan perekrutan, dikarenakan jumlah anggota sudah sangat banyak.
Pendapat Jumhur Ulama tentang Keharaman MLM (6) • Transaksi dengan sistem MLM mengandung riba riba fadhl, karena anggotanya membayar sejumlah kecil dari hartanya untuk mendapatkan jumlah yang lebih besar darinya, seakan-akan ia menukar uang dengan uang dengan jumlah yang berbeda. Inilah yang disebut dengan riba fadhl (ada selisih nilai). Begitu juga termasuk dalam kategori riba nasi’ah, karena anggotanya mendapatkan uang penggantinya tidak secara cash. • Sementara produk yang dijual oleh perusahaan kepada konsumen tiada lain hanya sebagai sarana untuk barter uang tersebut dan bukan menjadi tujuan anggota, sehingga keberadaannya tidak berpengaruh dalam hukum transaksi ini.
Penjualan Langsung Berjenjang Syariah • Agar sharia compliance, perusahaan yang menggunakan sistem MLM harus tunduk pada Fatwa DSN MUI No : 75/DSN MUI/VII/2009 tentang Penjualan Langsung Berjenjang Syariah.
Ketentuan Umum PLBS (1) • Penjualan Langsung Berjenjang adalah cara penjualan barang atau jasa melalui jaringan pemasaran yang dilakukan oleh perorangan atau badan usaha kepada sejumlah perorangan atau badan usaha lainnya secara berturut-turut. • Barang adalah setiap benda berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak, dapat dihabiskan maupun tidak dapat dihabiskan, yang dapat dimiliki, diperdagangkan, dipakai, dipergunakan, atau dimanfaatkan oleh konsumen.
Ketentuan Umum PLBS (2) • Produk jasa adalah setiap layanan yang berbentuk pekerjaan atau pelayanan untuk dimanfaatkan oleh konsumen. • Perusahaan adalah badan usaha yang berbentuk badan hukum yang melakukan kegiatan usaha perdagangan barang dan atau produk jasa dengan sistem penjualan langsung yang terdaftar menurut peraturan perundangundangan yang berlaku.
Ketentuan Umum PLBS (3) • Konsumen adalah pihak pemakai barang dan atau jasa, dan tidak untuk diperdagangkan. • Komisi adalah imbalan yang diberikan oleh perusahaan kepada mitra usaha atas penjualan yang besaran maupun bentuknya diperhitungkan berdasarkan prestasi kerja nyata, yang terkait langsung dengan volume atau nilaihasil penjualan barang dan atau produk jasa. • Bonus adalah tambahan imbalan yang diberikan oleh perusahaan kepada mitra usaha atas penjualan, karena berhasil melampaui target penjualan barang dan atau produk jasa yang ditetapkan perusahaan.
Ketentuan Umum PLBS (4) • Ighra’ adalah daya tari luar biasa yang menyebabkan orang lalai terhadap kewajibannya demi melakukan hal-hal atau transaksi dalam rangka mempereroleh bonus atau komisi yang dijanjikan. • Money Game adalah kegiatan penghimpunan dana masyarakat atau penggandaan uang dengan praktik memberikan komisi dan bonus dari hasil perekrutan/pendaftaran Mitra Usaha yang baru/bergabung kemudian dan bukan dari hasil penjualan produk, atau dari hasil penjualan produk namun produk yang dijual tersebut hanya sebagai kamuflase atau tidak mempunyai mutu/kualitas yang dapat dipertanggung jawabkan.
Ketentuan Umum PLBS (5) • Excessive mark-up adalah batas marjin laba yang berlebihan yang dikaitkan dengan hal-hal lain di luar biaya. • Member get member adalah strategi perekrutan keanggotaan baru PLB yang dilakukan oleh anggota yang telah terdaftar sebelumnya. • Mitra usaha/stockist adalah pengecer/retailer yang menjual/memasarkan produk-produk penjualan langsung.
Ketentuan Hukum PLBS (1) • Adanya obyek transaksi riil yang diperjualbelikan berupa barang atau produk jasa; • Barang atau produk jasa yang diperdagangkan bukan sesuatu yang diharamkan dan atau yang dipergunakan untuk sesuatu yang haram; • Transaksi dalam perdagangan tersebut tidak mengandung unsur gharar, maysir, riba, dharar, dzulm, maksiat;
Ketentuan Hukum PLBS (2) • Tidak ada kenaikan harga/biaya yang berlebihan (excessive mark-up), sehingga merugikan konsumen karena tidak sepadan dengan kualitas/manfaat yang diperoleh; • Komisi yang diberikan oleh perusahaan kepada anggota baik besaran maupun bentuknya harus berdasarkan pada prestasi kerja nyata yang terkait langsung dengan volume atau nilai hasil penjualan barang atau produk jasa, dan harus menjadi pendapatan utama mitra usaha dalam PLBS;
Ketentuan Hukum PLBS (3) • Bonus yang diberikan oleh perusahaan kepada anggota (mitra usaha) harus jelas jumlahnya ketika dilakukan transaksi (akad) sesuai dengan target penjualan barang dan atau produk jasa yang ditetapkan oleh perusahaan; • Tidak boleh ada komisi atau bonus secara pasif yang diperoleh secara reguler tanpa melakukan pembinaan dan atau penjualan barang dan atau jasa; • Pemberian komisi atau bonus oleh perusahaan kepada anggota (mitra usaha) tidak menimbulkan ighra’.
Ketentuan Hukum PLBS (4) • Tidak ada eksploitasi dan ketidakadilan dalam pembagian bonus antara anggota pertama dengan anggota berikutnya; • Sistem perekrutan keanggotaan, bentuk penghargaan dan acara seremonial yang dilakukan tidak mengandung unsur yang bertentangan dengan aqidah, syariah dan akhlak mulia, seperti syirik, kultus, maksiat dan lainlain; • Setiap mitra usaha yang melakukan perekrutan keanggotaan berkewajiban melakukan pembinaan danpengawasan kepada anggota yang direkrutnya tersebut; • Tidak melakukan kegiatan money game.
Ketentuan Akad • Akad Bai’/Murabahah merujuk kepada substansi Fatwa No. 4/DSN-MUI/IV/2000 tentang Murabahah; Fatwa No. 16/DSN-MUI/IX/2000 tentang Diskon dalam Murabahah; • Akad Wakalah bil Ujrah merujuk kepada substansi Fatwa No. 52/DSN-MUI/III/2006 tentang Wakalah bil Ujrah pada Asuransi dan Reasuransi Syariah; • Akad Ju’alah merujuk kepada substansi Fatwa No. 62/DSN-MUI/XII/2007 tentang Akad Ju’alah; • Akad Ijarah merujuk kepada substansi Fatwa No. 9/DSNMUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Ijarah.
Akad Wakalah bil Ujrah • Perusahaan mewakilkan pada mitra untuk memasarkan produknya dengan imbalan upah sesuai dengan prestasi kerjanya.
Akad Ju’alah • Ju’alah adalah janji atau komitmen (iltizam) untuk memberikan imbalan (reward/’iwadh/ju’l) tertentu atas pencapaian hasil (natijah) yang ditentukan dari suatu pekerjaan. • Ja’il adalah pihak yang berjanji akan memberikan imbalan tertentu atas pencapaian hasil pekerjaan (natijah) yang ditentukan. • Maj’ul lah adalah pihak yang melaksanakan Ju’alah.
Ketentuan Umum Akad Ju’alah • Pihak Ja’il harus memiliki kecakapan hukum dan kewenangan (muthlaq al-tasharruf) untuk melakukan akad; • Objek Ju’alah (mahal al-‘aqd/maj’ul ‘alaih) harus berupa pekerjaan yang tidak dilarang oleh syari’ah; • Hasil pekerjaan (natijah) sebagaimana dimaksud harus jelas dan diketahui oleh para pihak pada saat penawaran; • Imbalan Ju’alah (reward/’iwadh//ju’l) harus ditentukan besarannya oleh Ja’il dan diketahui oleh para pihak pada saat penawaran; dan • Tidak boleh ada syarat imbalan diberikan di muka (sebelum pelaksanaan objek Ju’alah);
Ketentuan Hukum Akad Ju’alah • Imbalan Ju’alah hanya berhak diterima oleh pihak maj’ul lahu apabila hasil dari pekerjaan tersebut terpenuhi; • Pihak Ja’il harus memenuhi imbalan yang diperjanjikannya jika pihak maj’ul lah menyelesaikan (memenuhi) prestasi (hasil pekerjaan/natijah) yang ditawarkan.