Proceeding PESAT (Psikologi, Ekonomi, Sastra, Arsitek & Sipil) Auditorium Kampus Gunadarma, 21-22 Agustus 2007
Vol. 2 ISSN : 1858 - 2559
KECENDERUNGAN BERBOHONG, SASARAN KEBOHONGAN DAN PERBEDAANNYA BERDASARKAN JENIS KELAMIN Erik Saut Hatoguan Hutahaean Fakultas Psikologi Universitas Gundarma
[email protected] ABSTRAK Pada dasarnya setiap orang punya kecenderungan untuk beberbohong, tetapi untuk menentukan kecenderungan tersebut bukan hal yang mudah. Sebelum tertipu banyak orang yang menaruh kecurigaan terhadap yang lain karena tidak mau dirinya menjadi sasaran kebohongan. Jenis kelamin bisa dijadikan variabel dalam kecenderungan berbohong dan penentuan sasaran kebohongan. Untuk mengetahui kecenderungan berbohong adalah dengan membangun konstruk dengan model matriks menggunakan aspek-aspek tentang cara-cara berbohong yang dipadukan dengan aspek-aspek dari alasan-alasan melakukan kebohongan. Sasaran kebohongan diungkap dengan melakukan survei. Perbedaan kecenderungan berdasarkan jenis kelamin dianalisis dengan analisa statistik uji-t. Hasil yang didapatkan akurasi terendah 0,216 dan akurasi tertinggi 0,600.. Berdasarkan fakta deskriptif diketahui sebanyak 46 dari 65 responden sering menjadikan korban kebohongannya adalah orang-orang yang mempunyai hubungan sosial yang dekat yaitu orang tua. Melalui pembedaan jenis kelamin diketahui bahwa tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan dalam hal kecenderungan berbohong, adapun nilai probabilitasnya adalah 0,150 (p>0,05) Kata kunci : kebohongan, kecenderungan berbohong, sasaran kebohongan
PENDAHULUAN Suatu permasalahan yang cukup berat ada-lah sulitnya untuk menangkap apakah suatu pesan itu dipahami sebagai pesan yang benar atau pesan yang palsu. Biasanya kebanyakan dari kita selalu memiliki pengharapan bahwa pesan itu jujur dan benar. Hasil experimen yang dilakukan Pitre, Lashley, Skaggs dan Kirk (1992) dengan model expectancy-violation menunjukkan bahwa hanya sedikit orang yang bisa membedakan kebohongan dan kejujuran. Pada-hal sebenarnya kita bisa mencurigainya lebih dulu untuk memantapkan keputusan apakah pesan yang kita terima dari orang lain jujur atau palsu. Menurut pandangan penulis, ke-curigaan kita bisa dibangun sejak dini atau lebih awal sebelumnya. Melalui jalan, de-ngan memperhatikan kecenderungan yang dimiliki pelaku (bisa lawan bicara) untuk membohongi orang lain. Dengan demikian pemikiran jalan pintas selalu mengharapkan kejujuran bisa runtuh dengan menggunakan senjata kecurigaan yang didasarkan pada kecenderungan. Akan tetapi bagaimana cara untuk mengetahui tentang kecenderungan berbohong? Kabar tentang perselingkuhan man-tan orang nomor satu negri paman Sam, semakin menambah bukti tentang ke-bohongan yang dilakukan laki-laki terhadap perempuan. Data dari Vrij (2000) menerangkan bahwa perselingkuhan merupakan bentuk yang kebohongan yang sering dilakukan oleh pria yang sudah menikah. Belum lagi desas-desus
B12
yang ada ditengah-tengah masyarakat kita menerangkan bahwa wanita lebih senang untuk dibohongi. Fakta ini memang bukan dasar yang kuat untuk menerangkan tentang perbedaan kebohongan antara laki-laki dan perempuan, tetapi barangkali dapat digunakan sebagai alasan untuk memunculkan pertanyaan apa-kah pria mempunyai kecenderungan untuk berbohong yang lebih tinggi dibandingkan wanita? Hasil perbincangan dengan 10 orang responden, 9 diantaranya mempunyai ang-gapan bahwa mereka harus berhati-hati dengan orang asing atau orang lain yang tidak mempunyai hubungan dekat, alasan-nya karena mereka takut kalau pada akhir-nya merasa dibohongi atau ditipu. Kebo-hongan adalah bentuk komunikasi yang sering terjadi. Makin banyak komunikasinya, makin banyaka pula informasi yang tidak benar yang kita jelaskan atau kita terima. Jika mengacu pada poin uraian yang pertama, mencurigai kebohongan melalui suatu kecenderungan, maka dengan itu muncul pertanyaan bagaimanakah cara mengetahui kecenderungan berbohong. Kemudian poin kedua yang membahas kecurigaan dari sisi korban (sasaran), yang ternyata muncul adanya ketakutan terhadap orang asing yang belum dikenal dekat akan membohongi kita. Tetapi justru bahwa kebohongan itu akan muncul lebih banyak sejalan dengan intensitasnya. Dari hal inilah muncul pertanyaan siapakah yang sering membohongi diri kita?
Kecenderungan Berbohong, Sasaran Kebohongan …. Hutahean
Proceeding PESAT (Psikologi, Ekonomi, Sastra, Arsitek & Sipil) Auditorium Kampus Gunadarma, 21-22 Agustus 2007
TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Kecenderungan Berbohong Kebohongan dapat dipahami dengan mudah melaui dimensi komunikasi. Banyak definisi yang menjelaskan mengenai kebohongan. Gambaran umumnya kebohongan itu mengarah pada adanya penyampaian informasi yang tidak benar. Krauss (dalam Vrij 2001) menyatakan kebohongan sebagai suatu aksi yang bertujuan untuk membangun pemahaman pada orang lain, padahal pemahaman yang dibentuknya adalah salah. Mitchels (dalam Vrij 2001) memberikan definisi kebohongan sebagai sebuah komunikasi yang palsu, yang mengarah pada keuntungan buat pelakunya. Buler dan Burgon (1996) menjelaskan kebohongan itu merupakan pesan yang tidak benar yang disampaikan pelakunya kepada sasaran. Kecenderungan diartikan sebagai sesuatu yang mengarahkan seseorang untuk berperilaku. Biasanya diterang-kan sebagai internal state (Reber dan Reber 2001), Pandangan lainnya adalah menurut Poerwadarminta (1985) yang mengartikan kecenderungan sebagai suatu kecondongan yang didasarkan oleh perasaan untuk sudi melakukan yang didasarkan karena adanya keinginan atau kesukaan. Maka dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kecenderungan berbohong sebagai kecondongan untuk menyampaikan informasi yang tidak benar, atau sebagai suatu keadaan internal yang akan meguatkan individu mengarah kepada perilaku berbohong, semakin besar kecenderungannya semakin mengarahkan perilaku. Alasan-alasan Berbohong Menurut Vrij (2000), orang mempunyai beberapa alasan untuk berbohong. Pertama untuk membangun kesan positif, alasan ini dilakukan untuk melindungi diri dari keadaan yang memalukan dari dirinya, agar tidak mendapatkan celaan. Kedua untuk mendapatkan keuntungan pribadi, alasan ini dilakukan supaya keuntungan hadir bagi diri pelakunya. Ketiga orang berbohong biasanya juga untuk menghindari hukuman, dibalik suatu kesalahan yang dilakukan selalu ada hukuman, dan orang cenderung akan menghindarinya. Keempat kebohongan juga dilakukan untuk kebaikan orang lain, implikasinya kebohongan dilakukan supaya orang lain mendapatkan keuntungan dari kebohongan yang dilakukan. Kelima alasan orang berbohong adalah untuk alasan sosial, kebohongan dilakukan untuk kepen-tingan hubungan sosial, hal ini dilakukan dengan
Kecenderungan Berbohong, Sasaran Kebohongan …. Hutahean
Vol. 2 ISSN : 1858 - 2559
asumsi bahwa kebanyakan orang merasa dihargai ketika orang lain memberikan pernyataan yang sifatnya positif. Cara-cara Berbohong Untuk lebih mudah memahami cara-cara berbohong kita perlu mengetahui bahwa orang yang berbohong percakapannya bermaksud untuk menipu. Deaux dkk (1993) memaparkan bahwa pesan yang menipu dapat diciptakan dengan membuat pernyataan factual yang dilebihkan sedikit dari yang sebenarnya, membuat suatu pesan yang sifatnya samarasamar, membuat pernyataan yang luas maknanya. Menurut Buler dan Burgon (1996) untuk melakukan kebohongan dapat dilakukan dengan cara ; falsifikasi (penipuan) cara ini digunakan dengan membuat suatu fiksi, atau dengan kata lain dengan cara membuat suatu pernyataan atau uraian yang sifatnya tidak menggambarkan apa yang ada atau yang sebenarnya terjadi. Yang kedua concealment (penyembunyian), strategi ini dijalankan dengan cara menyembunyikan seusuatu. Yang ketiga equivocation (samar-samar), yaitu dengan cara membuat pesan yang isinya samar-samar untuk menghindari suatu persoalan. Kecurigaan Pada Korban (sasaran) Dilema yang dialami oleh responden adalah sulit untuk menangkap suatu pesan itu jujur atau palsu. Pitre, Lashley, Skaggs dan Kirk (1992) menerangkan kecurigaan yang kita gunakan untuk mendeteksi kebohongan melalui beberapa perilaku yang sebenarnya mengarah kepada suatu streotipe. Pada saat (at the time) berlangsungnya suatu komunikasi kita cenderung curiga melalui tanda-tanda yang muncul dari pelakunya, seperti misalnya beberapa ciri fisik (tatapan mata, gerakan kaki dll) ataupun tekanan suara yang dianggap dapat mewakili suatu ciri dari kebohongan (Baumsteir dan Cairns 1992). Dalam prosesnya kecurigaan menempati ruang tengah yang dihapit oleh jujur dan bohong. Setiap verbal yang diucapkan pelakunya membuat korban berhati-hati, tanda-tanda non verbal juga membuat sasaran menjadi berjagajaga, dan ternyata itu semua memunculkan skeptisme terhadap pesan yang diterima. Buler dan Burgon (1996) menerangkan meskipun demikian adanya seorang pembohong akan lebih peka terhadap responden yang menyoroti kebohongan pada saat komunikasi berlangsung.
B13
Proceeding PESAT (Psikologi, Ekonomi, Sastra, Arsitek & Sipil) Auditorium Kampus Gunadarma, 21-22 Agustus 2007
Kecenderungan Yang Perlu Dicurigai Sejak Awal Jika mengacu pada uraian kecurigaan dapat dimengerti dengan mudah bahwa kecurigaan tersebut terjadi pada saat berlangsungnya komunikasi, maka dengan demikian menurut pandangan penulis hal inilah yang menyebabkan pelaku bisa menyoroti kecurigaan kita dan dapat dengan memanipulasi pesan agar dapat sesuai dengan keadaan sehingga dapat mempengaruhi korban untuk menggunakan jalan pintas yang ternyata menggiring kepada espektasi kejujuran. Untuk mereduksi ekspetasi tersebut kita bisa menaruh kecurigaan justru di awal sebelum komunikasi itu terbangun. Dengan kita mengetahuinya melalui kecenderungan dari lawan bicara kita. Bagaimana caranya? Untuk mengetahui caranya adalah dengan menggunakan aspek-aspek dari konsep caracara berbohong dan aspek-aspek dari konsep alasan berbohong. Jika ketiga aspek dari cara berbohong akan digunakan untuk melakukan segala alasan-alasan berbohong maka hal ini akan mengarahkan kita kepada perilaku berbohong. Penjelasan yang diberikan Vrij (2001) menjelaskan bahwa dalam hal hubungan relasi yang intim menunjukkan wanita lebih sering di bohongi oleh pasangan lawan jenisnya. Ada suatu ungkapan yang menyatakan bahwa adalah hal yang baik jika kita berbohong terhadap orang asing ataupun, musuh (Mahajan dkk 2001). Mungkin dengan didasarkan pada ungkapan tersebut membuat kita selama ini mencurigai orang asing, musuh cenderung akan menipu kita. Hal ini memang tidak salah, tetapi
Vol. 2 ISSN : 1858 - 2559
menurut pandangan penulis justru orang-orang yang sering berkomunikasi yang sering membohongi diri kita. Intesitas kita dalam berkomunikasi secara bersamaan akan meningkatkan pembentukan pesan yang palsu. Dan hal inilah yang menyebabkan kita sering tertipu oleh orang-orang yang kita anggap dekat selama ini. METODE PENELITIAN Kecenderungan Berbohong Untuk membuktikan kecenderungan berbohong diawali dengan mengembangkan suatu konstruk yang menjadi aspek-aspek cara berbohong dan aspek-aspek alasan berbohong. Ketiga aspek dari cara berbohong dipadukan dengan satu aspek alasan berbohong. Misalnya dalam hal untuk menghindari hukuman maka ketiga cara yang ada digunakan untuk menyampaikan pesan yang tidak benar, dengan membuat suatu fiksi, meyembunyikan sesuatu dan memberikan keterangan yang sifat tidak jelas. Jika dalam benak kita terfikirkan untuk melakukannya maka kecenderungannya semakin besar mengarahkan untuk melakukannya. Begitu juga selanjutnya berlaku pada aspek alasan berbohong yang lainnya. Dengan bentuk pilihan respon cenderung melakukan (M), cenderung membenarkan (B), cenderung fikir-fikir (F), cenderung menghindari (H). M bernilai 4, B bernilai 3, F bernilai 2, dan H bernilai 1. adi jika responnya terfikirkan untuk menghindari maka kecenderungannya kecil untuk me-lakukan kebohongan.
Tabel.1 Contoh Model Matrix Kecenderungan Berbohong Untuk Hindari Hukuman * Falsifikasi * Concealment * Equivocation Dengan perpaduan yang ada kemudian disusun pernyatan yang mewakili apa yang hendak diukur. Untuk mengetahui keakuratannya dilakukan uji interitem corelation dengan konsekuensi akurasi korektif if item deleted. dengan menggunakan teknik korelasi product momen Karl Pearson. Adapun kriteria untuk menentukan tingkat aku-rasi di dasarkan pada pandangan Nunally (1967) yang menerangkan batas 0,2 dari akurasi item masih dianggap baik. Selain itu keakuratan juga di analisa dengan
B14
melakukan uji perbadaan antara kelompok atas dan kelompok bawah dengan teknik uji T. Sasaran Kebohongan Untuk melakukan pembuktian tentang siapa yang sering dijadikan korban (sasaran) oleh pelaku, dengan cara melakukan survey kepada responden mengenai kepada siapa biasanya responden sering berbohong. Subjek dapat menjawab pertanyaan lebih dari satu kepada siapa biasanya berbohong. Jawaban
Kecenderungan Berbohong, Sasaran Kebohongan …. Hutahean
Proceeding PESAT (Psikologi, Ekonomi, Sastra, Arsitek & Sipil) Auditorium Kampus Gunadarma, 21-22 Agustus 2007
dikelompokkan menjadi 2 bagian yang didasarkan pada jenis kelamin. Subjek yang dijadikan sample adalah remaja berusia 19 sampai dengan 22 tahun.
Vol. 2 ISSN : 1858 - 2559
Dari 45 item yang dibuat hasil uji-coba item menyisakan 33 item dengan daya akurasi 0,211 (lowest) dan 0,600 (highest). Berdasarkan uji T antara kelompok atas dan kelompok bawah mempunyai nilai perbedaan yang signifikan sebesar 0,00 (p<0,05). Konsistensinya diuji dengan teknik perhitungan Alpha Cronbach yang hasilnya diketahui sebesar 0,851.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 2 Validasi dengan uji T. Kelompok Atas dan Bawah Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances
F Decept
Equal variances assumed Equal variances not assumed
Sig.
1.513
.229
t-test for Equality of Means
t
df
Sig. (2-tailed)
Mean Difference
Std. Error Difference
95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper
15.237
28
.000
37.66667
2.47207
32.60287
42.73046
15.237
26.652
.000
37.66667
2.47207
32.59130
42.74203
Dengan demikian sebanyak 33 item dianggap dapat mengungkap tentang kecenderungan berbohong, dengan kisaran validitas 0,211 sampai dengan 0,600. Sebagai data validitas pendukung hasil uji T dapat membedakan kecenderungan berbohong antara kelompok subjek yang nilainya tinggi dan yang nilainya rendah. Sebanyak 33 item memiliki konsitensi mengukur kecenderungan berbohong sebesar 85 %. Berdasarkan pengujian statistik dengan menggunakan teknik Uji-t, diketahui bahwa antara laki-laki dan perempuan memiliki besaran
kecenderungan yang sama, yaitu 0,413 (p>0,05). berarti dengan demikian antara laki-laki dan perempuan tidak memiliki perbedaan kecenderungan untuk berbohong. Meskipun hasil penghitungan uji komparasi menunjukkan tidak adanya perbedaan, tetapi nilai rerata empirik wanita lebih besar jika dibandingkan dengan pria (pria 75,4 dan wanita 80,6). Tetapi hal ini tidak bisa dijadikan dasar untuk mengatakan bahwa wanita lebih memiliki kecenderungan berbohong dibandingkan pria. Untuk itu perlu dilakukan penghitungan simpangan baku hipotetik.
Tabel.3 Uji Komparasi Laki-laki dan Perempuan Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances
F Decept
Equal variances assumed Equal variances not assumed
.351
Sig. .556
t-test for Equality of Means
t
df
Sig. (2-tailed)
Mean Difference
Std. Error Difference
95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper
1.457
63
.150
5.13947
3.52671
-1.90809
12.18703
1.462
62.945
.149
5.13947
3.51613
-1.88707
12.16601
Hasil penghitungan diketahui bahwa SD hipotetik sebesar 16,5. Berarti wilayah simpangan bakunya mempunyai interval sebesar 16,5. Dengan demikian -2SD (sangat rendah) nilainya 33 sampai dengan 49,50. Untuk -1SD (rendah) nilainya 49,51 sampai dengan 66. Untuk nilai rerata (sedang) 66, 01 sampai dengan 99.
Kecenderungan Berbohong, Sasaran Kebohongan …. Hutahean
Untuk +1SD (tinggi) nilainya 99,01 sampai dengan 115,5. Sedangkan wilayah sangat tinggi +2SD nilainya > 115,5. Berarti dengan demikian baik pria maupun wanita mempunyai taraf kecenderungan berbohong yang sama yaitu dalam kategori sedang.
B15
Proceeding PESAT (Psikologi, Ekonomi, Sastra, Arsitek & Sipil) Auditorium Kampus Gunadarma, 21-22 Agustus 2007
Vol. 2 ISSN : 1858 - 2559
Tabel.4 Sasaran kebohongan No 1 2 3 4 5 6 7 8
Kriteria Musuh Teman Orang Asing Orang Tua Pacar Adik Kakak Saudara lainnya
Pria 1 20 2 22 10 2 2 1
Dapat kita lihat pada tabel.4. Orangtua menempati posisi yang paling sering dijadikan korban untuk dibohongi oleh subjek dengan data sebanyak 71% melakukannya. 61,5% subjek sering membohongi temannya, 27,7 % membohongi pacarnya, 9,2% subjek sering membohongi saudara lainnya tidak sekandung. 6,1 % subjek sering membohongi kakak, 6,1% juga terhadap adiknya, 3% terhadap orang asing dan 1% terhadap musuh. Kedelapan kriteria tersebut disusun berdasarkan apa yang diberikan responden, bukan didasarkan pilihan yang diajukan penelitian. Untuk saudara lainnya dirangkum dalam satu kriteria yang mewakili saudara sepupu, saudara jauh dan kepona-kan. Dalam kaitannya dengan jenis kelamin maka dapat dikatakan bahwa wanita lebih banyak dalam hal membohongi orang tua dan saudara dekat. sedangkan pria lebih banyak kepada pacar dan kepada orang asing. KESIMPULAN DAN SARAN Dari semua penjelasan dan hasil yang terungkap dapat disimpulkan bahwa kecenderungan berbohong yang dapat digunakan untuk mendeteksi kebohongan sejak awal-nya, dapat dibangun melalui dua buah di-mensi yang aspekaspeknya disusun secara matrix. Kemudian lain dari itu juga sebagai kecurigaan awal kita untuk mengantisipasi agar tidak tertipu, yaitu kita tidak hanya mencurigai orang asing ataupun musuh, tetapi kita perlu mencurigai juga orang-orang yang memiliki hubungan sosial yang dekat. Perlu untuk diingat tidak ada perbedaan tentang siapa yang lebih memungkinkan untuk melakukan kebohongan antara pria dan wanita. Hasil dari tulisan ini tidak bisa digunakan untuk memprediksi adanya hu-bungan antara kecenderungan berbohong dengan perilaku berbohong. Tulisan ini hanya memuat tentang kecenderungan berbohong. Karenanya perlu dilakukan penelitian lebih lanjut sekiranya akan melihat korelasi pada dua varibel tersebut. Cakupan dalam survey ini tidak luas karena
B16
Wanita 0 20 1 24 8 2 2 5
Total 1 40 3 46 18 4 4 6
Persent 1,5% 61,5% 4,6% 71% 27,7% 6,1% 6,1% 9,2%
hanya dilakukan pada kisaran usia yang tidak luas, sehingga hasil ini hanya mengungkap keadaan yang merepresentasikan subjek dalam penelitian. Untuk hasil yang lebih baik mungkin bisa dilakukan pada sebaran yang lebih luas, misalnya saja pada orang bekerja, pelajar dan yang lainnya lagi. Demikian kiranya semoga artikel ini bermanfaat dalam memperkaya variabilitas pemahaman tentang suatu variabel kebohongan. DAFTAR PUSTAKA Baumeister, R.F & Cairns,J.K. (1992). Repression and Self-Presentation : When Audiences Interfere With SelfDeceptive Strategies. Journal of Personality and Social Psychology. Vol. 62. No 5. 851-862. Buller, D and Burgon, J. (1996). Interpesonal Deception Theory (Communication Theory). Published : http://students.usm.maine.edu/benjamin. stimets/Theory. html. Deaux, K. Dane, F.C, Wrightsman, L.S, Sigelman, C.K. (1993). Social Psychology in The 90’s (6th edition). California : Brooks / Cole Pubkishing Company. Mahajan, Park, Shenav, Narcisa dan Kuo.(2001). Interpersonal Deception Theory : All About Deception Theory. KNPSM. Published : http://changingminds.org/explanations/theories/in terpersonal_deception.htm Nunally,J.C. (1967). Psychometri Theory. New York : McGraw-Hill Book Company. Pitre, U. Lashley, B.R. Skags, L.M. Kirk, C.T. (1992). Fishy-Looking Liars : Deception Judgment From Expectancy Violation. Journal of Personality and Social Psychology. Vol 63, No 6. 969-977.
Kecenderungan Berbohong, Sasaran Kebohongan …. Hutahean
Proceeding PESAT (Psikologi, Ekonomi, Sastra, Arsitek & Sipil) Auditorium Kampus Gunadarma, 21-22 Agustus 2007
Poerwadarminta, W.J.S (1985). Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka. Reber, A.S and Reber ,E. (2001). The Penguin Dictionary of Psychology (3rd Edition). England : Penguin Books
Kecenderungan Berbohong, Sasaran Kebohongan …. Hutahean
Vol. 2 ISSN : 1858 - 2559
Vrij. (2000). Detecting Lies, Deceit and Deception : The Psychology Of Lying and Implementation For Professional Practice.. New Delhi : Sage Publication.
B17