Mitra Raflesia Vol. 7 No. 1 Januari-Juni 2015
KECEMASAN ANAK DALAM PEMASANGAN INFUS DI RSUD Dr. M.YUNUS BENGKULU Susi Eriyani STIKES Bhakti Husada Bengkulu Jl. Kinibalu 8 Kebun Tebeng Telp (0736) 23422 Email :
[email protected] . ABSTRACT The purpose of this study was to determine the relationship teraupetik communication about the benefits and infusion procedure with pre-school age children anxiety diruangan edelweis Hospital Dr. M.Yunus Bengkulu. The method used is the method of analytic observational cross-sectional study design. Sampling technique in this study by means of accidental sampling. The sample in this study amounted to 31 pre-school age children. Data were collected by using a questionnaire with direct observation technique at the time of infusion. Analyzed using tables and chi-square distribution, the results are presented in tabular form and narrative. Results of univariate analysis, teraupetik communication frequency distribution of 31 patients there were 16 preschool children (51.6%) patients stated teraupetik communication is not performed and 15 (48.4%) patients stated teraupetik communication performed by nurses at the time to take action Edelwis infusion room of Hospital Dr. M. Yunus Bengkulu. Anxiety frequency distribution of preschool age children, there were 7 (22.6%) patients express panic at the time the action will be carried infusion, 10 (32.3%) patients were at the time of severe anxiety states will infusion action, 7 (22.6%) patients were express anxiety was at the time the action will be carried infusion, and 7 (22.6%) patients were preschool age children at the time of mild anxiety states wil l be action Edelwis infusion room of Hospital Dr. M. Yunus Bengkulu 2014. The results of the bivariate analysis, no significant association with anxiety therapeutic communication in pre-school age children in the room Edelwis Hospital Dr. M. Yunus Bengkulu., With test results chi-square, obtained value = 0.003. Teraupetik needed improved communications about the benefits and infusion procedures. Keywords: Communication teraupetik, Benefits and Installation Procedures Infusion, Childhood Anxiety Pre School. PENDAHULUAN
manajemen keperawatan tergantung pada posisi manajer dalam struktur manajemen. Manajer harus mempunyai keterampilan komunikasi interpersonal yang baik, karena harus berkomunikasi dengan
Komunikasi merupakan unsur yang penting dalam aktivitas manajer keperawatan dan sebagai bagian yang selalu ada dalam proses
28
Mitra Raflesia Vol. 7 No. 1 Januari-Juni 2015
staf, pasien, dan atasan setiap hari. Praktik keperawatan adalah praktik keperawatan pada kelompok atau hubungan interpersonal dalam mencapai suatu tujuan organisai. (Nursalam, 2012) Effendy O.U (2006), kata komunikasi berasal dari bahasa latin communicatio, yang berarti pemberitahuan. Communication berasal pada kata communis yang berarti sama, yang dimaksudkan dengan kata sama di sini adalah sama arti atau sama makna. Suatu pemberitahuan akan membuat seseorang menjadi tahu jika terdapat kesamaan arti antara penyampaian pesan dengan orang yang menerima pesan. Komunikasi adalah sesuatu yang kompleks, sehingga banyak model yang digunakan dalam menjelaskan bagaimanana cara organisasi dan orang berkomunikasi. Dasar model umum komunikasi menunjukkan bahwa dalam setiap komunikasi pasti ada pengiriman pesan dan penerima pesan. Pesan tersebut dapat berupa verbal, tertulis, maupun nonverbal. Proses ini juga melibatkan suatu lingkungan internal dan eksternal, dimana komunikasi dilaksanakan (Nursalam, 2012) Komunikasi mempunyai lima komponen yaitu; komunikator, komunikan, pesan, media dan efek. Komunikator (pengirim pesan) menyampaikan pesan baik secara langsung atau melalui media kepada komunikan (penerima pesan) sehingga timbul efek atau akibat terhadap pesan yang telah diterima, selain itu komunikan juga dapat memberikan umpan balik kepada komunikator sehingga terciptalah
suatu komunikasi yang lebih lanjut (Suryani, 2006). Komunikasi terapeutik merupakan proses yang dikembangkan oleh perawat untuk mempelajari pasien, dimana perawat menggunakan pendekatan terencana dan melakukan hubungan interpersonal yang terarah yang fokus pada pasien. Perawat harus membekali dirinya dengan kemampuan khusus yang terkait dengan berbagai interaksi dan tingkah laku nonverbal (Sumijatun, 2012) Komunikasi yang tidak baik bisa dikarenakan oleh proses adaptasi dengan lingkungannya sehari-hari, misalnya saja lingkungan di rumah sakit yang sebagian besar serba putih dan berbeda dengan rumah pasien yang bisa beraneka warna. Keadaan demikian menyebabkan pasien yang baru masuk terasa asing dan cenderung gelisah atau takut, tidak jarang pasien membuat ulah yang bermacam-macam dengan maksud mencari perhatian orang disekitarnya. Bentuk dari kompensasi ini biasanya berupa teriak-teriak, gelisah, mau lari, menjatuhkan barang atau alat-alat disekitarnya, yang sering terjadi pada anak - anak. METODELOGI PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode observasional analitik, yaitu penelitian yang melakukan analisis terhadap data yang dikumpulkan untuk mencari hubungan antara variabel (Setiadi, 2013). Pendekatan yang digunakan yaitu cross sectional, dimana variabel
2
Mitra Raflesia Vol. 7 No. 1 Januari-Juni 2015
independennya komunikasi teraupetik dan variabel dependennya kecemasan anak usia pra sekolah yang akan dilakukan pemasangan infus diruangan Edelweis RSUD. Dr. M. Yunus Bengkulu.
Analisis yang digunakan adalah analisis univariat dan bivariat, sedangkan uji yang digunakan adalah uji chi-square, adapun hasil penelitiannya sebagai berikut :
HASIL DAN PEMBAHASAN
Komunikasi Terapeutik
Tabel 1 Kecemasan Anak Dalam Pemasangan Infus Diruag Edelweis RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu tahun Kecemasan Anak Sekolah P.Value Panik % F
Ansietas Berat % F
Ansietas Sedang % F
Ansietas Ringan F
% 0,003
Tidak Dilakukan Dilakukan
6
19,4
8
25,8
1
3,2
1
3,2
2
6,5
6
19,4
Total
1
3,2 6
19,4
7 22,6 10 32,3 7 22,6 7 22,6 Tabel 1 diatas dapat diketahui pemasangan infus, dan sebagian bahwa dari 31 responden, terdapat kecil dari responden (3,2%) orang sebagian kecil dari responden pasien anak usia pra sekolah yang (19,4%) orang pasien anak usia pra tidak dilakukan komunikasi sekolah yang tidak dilakukan teraupetik oleh perawat menyatakan komunikasi teraupetik oleh perawat ansietas ringan pada saat dilakukan diruangan Edelwis RSUD Dr. M. tindakan pemasangan infus. Yunus Bengkulu, menyatakan panik Hasil uji chi-square didapat pada saat dilakukan tindakan nilai value = 0,003 maka ada pemasangan infus, sebagian kecil hubungan yang signifikan dari responden (25,8%) orang pasien komunikasi terapeutik dengan anak usia pra sekolah yang tidak kecemasan pada anak usia pra dilakukan komunikasi teraupetik sekolah di ruangan Edelwis RSUD oleh perawat menyatakan ansietas Dr. M. Yunus Bengkulu. Keeratan berat pada saat dilakukan tindakan hubungan komunikasi terapeutik pemasangan infus, sebagian kecil tentang manfaat dan prosedur dari responden (3,2%) orang pasien pemasangan infus dengan kecemasan anak usia pra sekolah yang tidak anak usia pra sekolah diruangan dilakukan komunikasi teraupetik Edelweis RSUD Dr. M. Yunus oleh perawat menyatakan ansietas Bengkulu, karena nilai tersebut sedang pada saat dilakukan tindakan mendekati dari nilai Cmax = 0,707 3
Mitra Raflesia Vol. 7 No. 1 Januari-Juni 2015
maka hubungan tersebut sedang.
kategori
memberikan tindakan perawatan, yang melihat dari pengalaman perawat lain jika memberikan tindakan pemasangan infus pada pasien anak usia pra sekolah tanpa adanya komunikasi teraupetik dapat menimbulkan rasa kecemasan kepada orang tua pasien terutama pada pasien dapat menimbulkan efek trauma. Analisis univaraiat pada variabel ini menujukan bahwa dari 31 orang anak usia pra sekolah terdapat sebagian kecil dari responden (22,6%) orang anak pra sekolah menyatakan panik dan hampir setengah dari responden (32,3%) orang anak pra sekolah menyatakan ansietas berat pada saat dilakukan tindakan pemasangan infus diruangan Edelwis RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu, hal ini disebabkan orang tua pasien dan pasien tidak mengerti kegunaan dari tindakan pemasangan infus, kebanyakan orang tua merasa jika anak mereka mau makan dan minum tidak harus memakai infus. Orang tua pasien juga merasa kasihan jika anaknya harus dipasang infus apalagi pemasangan infus dilakukan dengan dua kali penusukan atau lebih, terlebih lagi komunikasi teraupetik tidak dilakukan perawat sebelum melakukan pemasangan infus. Anak usia pra sekolah yang dirawat diruangan Edelwis RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu, terdapat sebagian kecil dari responden (22,6%) orang anak usia pra sekolah menyatakan ansietas sedang dan terdapat sebagian kecil dari responden (22,6%) orang anak usia pra sekolah menyatakan ansietas ringan pada saat dilakukan tindakan pemasangan infus, hal ini disebabkan
PEMBAHASAN Distribusi frekuensi komunikasi teraupetik dengan pasien anak usia pra sekolah diruangan Edelwis RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu tahun 2014 Analisis univariat pada variabel ini menujukan bahwa dari 31 orang anak usia pra sekolah terdapat sebagian besar dari responden (51,6%) orang anak pra sekolah yang dirawat diruangan Edelwis RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu menyatakan tidak dilakukan komunikasi teraupetik oleh perawat pada saat dilakukan tindakan pemasangan infus, hal ini disebabkan kurangnya pengetahuan perawat tentang betapa pentingnya komunikasi teraupetik dilakukan terutama pada anak usia pra sekolah, dan juga dikarenakan keterbatasan waktu yang dirasakan perawat kurang karena pekerjaan atau tindakan lain yang masih mau dikerjakan. Anak usia pra sekolah yang dirawat diruangan Edelwis RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu menyatakan komunikasi teraupetik dilakukan oleh perawat pada saat dilakukan tindakan pemasangan infus terdapat hampir setengah dari responden (48,4%) orang anak usia pra sekolah, hal ini disebabkan perawat menyadari komunikasi teraupetik harus dilakukan terutama pada anak usia pra sekolah yang merupakan salah satu syarat setiap kali
4
Mitra Raflesia Vol. 7 No. 1 Januari-Juni 2015
karena perawat terlebih dahulu memberikan menjelasan tindakan pemasangan infus dengan komunikasi teraupetik pada keluarga pasien dan pasien sebelum memberikan tindakan pemasangan infus, menjelaskan kegunaan dan kerugian dalam pemasangan infus yang jelas dengan demikian pasien dan keluarga pasien (orang tua pasien) mengerti dan memahami prosedur pemasangan infus sehingga pasien dan keluarga pasien tidak cemas selama tindakan pemasangan infus dilakukan. Pengukuran komunikasi teraupetik dengan cara mengobservasi secara langsung tindakan pemasangan infus yang dilakukan perawat kepada pasien. Komunikasi terapeutik termasuk komunikasi interpersonal dengan titik tolak saling memberikan pengertian antar perawat dengan pasien. Persoalan mendasar dan komunikasi ini adalah adanya saling membutukan antara perawat dan pasien, sehingga dapat dikategorikan ke dalam komunikasi pribadi diantara perawat dan pasien, perawat membantu dan pasien menerima bantuan (Indrawati, 2007). Suasana yang menggambarkan komunikasi yang teraupetik adalah apabila berkomunikasi dengan pasien, perawat mendapatkan gambaran yang jelas tentang kondisi pasien yang sedang dirawat, mengenai tanda dan gejala yang ditampilkan serta keluhan yang dirasakan. Gambaran tersebut dapat dijadikan acuan dalam menentukan masalah keperawatan dan tindakan keperawatan yang akan dilakukan, dengan harapan tindakan yang dilakukan sesuai dengan keluhan dan
masalah keperawatan yang sedang dialami pasien atau bisa dikatakan bahwa tindakan keperawatan tepat sasaran sehingga membantu proses kesembuhan (Abdul Nasir, 2011). Manfaat komunikasi terapeutik adalah untuk mendorong dan menganjurkan kerja sama antara perawat dan pasien melalui hubungan perawat dan pasien, mengidentifikasi mengungkap perasaan dan mengkaji masalah dan evaluasi tindakan yang dilakukan oleh perawat (Indrawati, 2007), adapun tujuan komunikasi teraupetik menurut Abdul Nasir (2011) yakni meliputi kesadaran diri, penerimaan diri, dan meningkatkan kehormatan diri, identitas pribadi yang jelas dan meningkatnya integritas pribadi, kemampuan untuk membentuk sesuatu keintiman, saling ketergantungan, hubungan interpersonal dengan kapasitas memberi dan menerima (Abdul Nasir,2011). Hubungan perawat dengan pasien merupakan hubungan dengan konsep simbiosis mutualisme, yang berarti hubungan yang saling menguntungkan antara pasien dengan perawat. Perawat dengan ikhlas memberikan pelayanan keperawatan kepada pasien dengan berbagi, sedangkan pasien dengan bebas mengutarakan keluhannya sesuai dengan apa yang dirasakan tanpa ada sesuatu yang mengganjal. Perawat dan pasien tidak membawah ego masing-masing dan menyampingkan perbedaan dan yang ada hanyalah perawat dan pasien berkerja sama dalam membagun hubungan saling percaya dalam rangka menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi pasien.
5
Mitra Raflesia Vol. 7 No. 1 Januari-Juni 2015
Komunikasi teraupetik yang dilakukan pada anak usia pra sekolah pada saat pemasangan infus sangat la penting guna untuk memberikan kenyamanan pada anak – anak supaya tidak terjadi kecemasan. Ansietas atau kecemasan adalah gejolak emosi seseorang yang berhubungan dengan sesuatu yang berada diluar dirinya dan mekanisme diri yang digunakan dalam mengatasi permasalahan (Asmadi, 2008). Cemas merupakan suatu reaksi emosional yang timbul oleh penyebab yang tidak pasti dan tidak spesifik yang dapat menimbulkan perasaan tidak nyaman dan merasa terancam (Stuart dan Sundden, 2006). Kemampuan individu untuk merespon terhadap suatu ancaman berbeda satu sama lain. Perbedaan kemampuan ini berimplikasi terhadap perbedaan tingkat ansietas yang dialaminya. Respon individu terhadap ansietas beragam dari ansietas ringan, ansietas sedang, ansietas berat sampai panik. Tiap tingkatan ansietas mempunyai karakterustik atau manifestasi klinis yang berbeda satu sama lain. Manifestasi ansietas yang terjadi bergantung pada kematangan pribadi, pemahaman dalam menghadapi ketegangan, harga diri, dan mekanisme koping yang digunakan (Asmadi, 2008). Hubungan komunikasi teraupetik tentang manfaat dan prosedur pemasangan infus dengan kecemasan anak usia pra sekolah Hasil analisis bivariat variabel hubungan komunikasi teraupetik tentang manfaat dan prosedur pemasangan infus dengan kecemasan anak usia pra sekolah
diruangan Edelweis RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu , yakni adanya hubungan yang signifikan, digunakan uji chi-square. Hasil uji didapat nilai value = 0,003, karena nilai p<0,05 maka ada hubungan yang signifikan komunikasi terapeutik dengan kecemasan pada anak usia pra sekolah di ruangan Edelwis RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu. Keeratan hubungan komunikasi terapeutik tentang manfaat dan prosedur pemasangan infus dengan kecemasan anak usia pra sekolah diruangan Edelweis RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu, karena nilai tersebut mendekati dari nilai Cmax = 0,707 maka hubungan tersebut kategori sedang. Hasil analisis bivariatnya terdapat dari 31 orang anak usia pra sekolah, sebagian kecil dari responden (19,4%) orang pasien anak usia pra sekolah yang tidak dilakukan komunikasi teraupetik menyatakan panik pada saat dilakukan tindakan pemasangan infus, hal ini disebabkan pasien merasa ketidaknyamanan pada perawat yang melakukan tindakan pemasangan infus dengan tidak adanya komunikasi teraupetik kepada pasien dan keluarga pasien tentang manfaat dan prosedur pemasangan infus sehingga pasien dan keluarga pasien merasa panik selama proses pemasangan infus berlangsung. Komunikasi teraupetik yang tidak dilakukan pada saat dilakukan tindakan pemasangan infus terdapat sebagian kecil dari responden (25,8%) orang pasien anak usia pra sekolah menyatakan ansietas berat, hal ini disebabkan pasien dan keluarga pasien tidak mengetahui
6
Mitra Raflesia Vol. 7 No. 1 Januari-Juni 2015
pentingnya pemasangan infus selama perawatan dirumah sakit, pasien juga tidak mengetahui dan merasakan sebelumnya tindakan pemasangan infus yang dilakukan perawat dikarenakan pasien belum pernah mendapatkan tindakan pemasangan infus, sehingga pasien merasa ansietas berat pada saat dilakukan tindakan pemasangan infus. Pada anak usia sekolah yang dirawat diruangan Edelwis RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu terdapat sebagian kecil dari responden (3,2%) orang pasien menyatakan ansietas sedang, hal ini disebabkan pasien sudah pernah mendapatkan tindakan pemasangan infus yang pernah dilakukan sebelumnya sehingga pasien tidak begitu merasa cemas walaupun kecemasan itu ada dengan rasa ketakutan yang ditunjukan pada saat pemasangan infus berlangsung. Pada anak usia pra sekolah juga terdapat sebagian kecil dari responden (3,2%) orang pasien menyatakan ansietas ringan, hal ini dirasakan anak usia pra sekolah yang dilawat tersebut merasakan bahwa pemasangan infus hal yang tidak perlu ditakutkan karena pemasangan infus dirasakan mudah dan tidak begitu lama. Pada saat pemasangan infus dilakukan anak tersebut mengalihkan pikirannya dengan bernain handphone karena hal seperti itu sudah sering anak tersebut lakukan ketika dia masuk rumah sakit. Pada komunikasi teraupetik yang dilakukan terdapat sebagian kecil dari responden (3,2%) orang pasien anak usia pra sekolah menyatakan panik pada saat dilakukan tindakan pemasangan infus, hal ini disebabkan pasien dan keluarga pasien merasa trauma pada
saat pemasangan infus yang pernah dilakukan perawat sebelumnya terhadap pasien karena tindakan pemasangan infus tidak berhasil sehingga harus dilakukan pemasangan infus lagi dengan lebih dari dua kali penusukan infus terhadap pasien. Pemasangan infus yang berulang yang terjadi pada pasien dengan dilakukan komunikasi teraupetik sebelum dilakukan tindakan pemasangan infus tetap dapat menimbulkan kecemasan terhadap pasien. Komunikasin teraupetik yang dilakukan pada anak usia pra sekolah terdapat sebagian kecil dari responden (6,5%) orang pasien, menyatakan ansietas berat pada saat dilakukan tindakan pemasangan infus, hal ini disebabkan pasien dan keluarga pasien merasa penjelasan atau komunikasi teraupetik yang dilakukan perawat sebelum melakukan tindakan pemasangan infus, terlebih jika pasien sering melakukan pemasangan infus yang sudah pernah dilakukan dengan adanya trauma pada saat pemasangan infus sebelumnya dan terkadang pasien merasa pemasangan infus merupakan proses yang harus dilakukan jika dirawat dirumah sakit. Pada anak usia pra sekolah yang dilakukan komunikasin teraupetik pada saat dilakukan tindakan pemasangan infus terdapat sebagian kecil dari responden (19,4%) orang pasien menyatakan ansietas sedang, hal ini disebabkan komunikasi teraupetik yang dilakukan perawat belum dimengerti dan belum dapat membuat anak merasa tenang pada saat pemasangan infus walaupun komunikasi teraupetik dilakukan oleh perawat.
7
Mitra Raflesia Vol. 7 No. 1 Januari-Juni 2015
Pada saat dilakukan tindakan pemasangan infus terdapat sebagian kecil dari responden (19,4%) orang pasien anak usia pra sekolah menyatakan ansietas ringan, hal ini disebabkan anak merasa dengan adanya komunikasi teraupetik yang dilakukan perawat tersebut untuk membantu proses kesembuhan sehingga cepat sembuh dan cepat pulang kerumah. Komunikasi terapeutik bukan pekerjaan yang bisa dikesampingkan, namun harus direncanakan, disengaja, dan merupakan tindakan professional, akan tetapi jangan sampai karena terlalu asyik bekerja, kemudian melupakan pasien sebagai manusia dengan beragam latar belakang dan masalahnya (Arwani, 2006). Komunikasi terapeutik merupakan komunikasi yang mempunyai efek penyembuhan, karena komunikasi terapeutik merupakan salah satu cara untuk memberikan informasi yang akurat dan membina hubungan saling percaya terhadap pasien, sehingga pasien akan merasa puas dengan pelayanan yang diterimanya, apabila perawat dalam berinteraksi dengan pasien tidak memperhatikan sikap dan teknik dalam komunikasi terapeutik dengan benar dan tidak berusaha untuk menghadirkan diri secara fisik yang dapat memfasilitasi komunikasi terapeutik, maka hubungan yang baik antara perawat dengan pasienpun akan sulit terbina (Anggraini, 2009). Cara berkomunikasi pada anak berbeda dengan komunikasi terapeutik pada orang dewasa. Komimikasi terapeutik pada anak hendaknya selalu memperhatikan
nada suara, jarak interaksi dengan anak, sentuhan yang diberikan kepada anak harus atas persetujuan anak (Mundakir, 2006). Analisis bivariat diketahui bahwa ada hubungan yang signifikan antara komunikasi teraupetik tentang manfaat dan prosedur pemasangan infus dengan kecemasan anak usia pra sekolah diruangan Edelweis RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu. Hubungan komunikasi teraupetik tentang manfaat dan prosedur pemasangan infus dengan kecemasan anak usia pra sekolah komunikasi teraupetik tentang manfaat dan prosedur pemasangan infus dengan kecemasan anak usia pra sekolah dikatagori sedang, hal ini disebabkan bahwa ada penyebab lain yang mempengaruhi perawatan anak di rumah sakit yang merupakan pengalaman penuh dengan kecemasan bagi anak maupun orang tua. Faktor yang mempengaruhi kecemasan anak yang dirawat di rumah sakit antara lain lingkungan rumah sakit, bangunan fisik, bau khas rumah sakit, obat-obatan, alatalat medis, petugas kesehatan, warna seragam, dan sikap petugas kesehatan seperti dokter dan perawat (Moersintowati, dkk 2008). Kecemasan yang dialami oleh masing masing anak sangat bervariasi dan membawa dampak yang berbeda-beda sesuai dengan tahapan usia perkembangan anak, terlebih pada anak usia prasekolah,yaitu antara 3 – 6 tahun (Potter & Perry, 2006). SIMPULAN DAN SARAN SIMPULAN
8
Mitra Raflesia Vol. 7 No. 1 Januari-Juni 2015
Bulletin kesehatan, 2014.manfaat dan prosedur pemasangan infus. Potter, P.A & Perry, A.G.2006.Fundamental of Nursing Concepts, Process and Practice. Third edition. St.Louis: Mosby Year Book. Purba, 2006. Konsep Dasar Komunikasi Teraupetik. Jakarta: EGC Setiadi, 2013.Konsep Dan Praktik Penulisan Riset Keperawatan, Edisi II. Yogyakarta: Graha Ilmu Stuart, G.W & Sundeen S.J.2006. Principles and Practise of Psychiatric Nursing. St. Louis: Mosby Year Book. Unpad, 2009. Komunikasi dalam kehidupan.padang.universitas padang
Ada hubungan antara komunikasi teraupetik tentang manfaat dan prosedur pemasangan infus dengan kecemasan anak usia pra sekolah diruangan Edelweis RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu Tahun 2014. SARAN Bagi Rumah Sakit Diharapkan hasil penelitian ini dapat meningkatkan komunikasi teraupetik diruangan Edelweis RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu, dengan cara : 1)menilai kinerja perawat dan tenaga medis lainnya dengan observasi secara langsung disetiap tindakan yang dilakukan perawat terutama tindakan pemasangan infus pada anak –anak. 2)mengadakan pelatihan khusus untuk perawat pelaksana tentang komunikasi teraupetik dan keterampilan tindakan keperawatan secara berkala.3)mengikut sertakan perawat – perawat yang memiliki kinerja baik pada pelatihan – pelatihan tingkat nasional dan internasional. DAFTAR PUSTAKA Asmadi, 2008. Kecemasan dalam kehidupan sehari-hari. Jakarta: EGC. Alimul,A.Azizdkk.2011.Buku Saku Praktikum Kebutuhan Dasar Manusia.Jakarta:EGC. Arwani, 2006. Konsep komunikasi teraupetik. Jakarta: EGC. Musrifah,2008. Keuntungan dan Kerugian pemasangan infus. Asmadi, 2008. Kecemasan dalam kehidupan sehari-hari. Jakarta: EGC.
9
Mitra Raflesia Vol. 7 No. 1 Januari-Juni 2015
10