KEBIJAKAN PEMERINTAH KOTA TANJUNGPINANG DALAM PELAYANAN KESEHATAN MASYARAKAT TAHUN 2015 (STUDI KASUS PUSKESMAS BATU 10 KECAMATAN TANJUNGPINANG TIMUR) NASKAH PUBLIKASI
Oleh
RAHUT TOBRONI HUTAJULU NIM : 090565201054
PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI TANJUNGPINANG 2015
Naskah Publikas – Rahut Tobroni Hutajulu | 1
KEBIJAKAN PEMERINTAH KOTA TANJUNGPINANG DALAM PELAYANAN KESEHATAN MASYARAKAT TAHUN 2015 (STUDI KASUS PUSKESMAS BATU 10 KECAMATAN TANJUNGPINANG TIMUR) RAHUT TOBRONI HUTAJULU Mahasiswa Ilmu Pemerintahan, FISIP UMRAH
Pemerintah khususnya pemerintah daerah Kota Tanjungpinang dan dibantu oleh pemerintah Kecamatan setempat serta pihak-pihak terkait serta masyarakat yang ikut berpartisipasi dan berswasembada di bidang kesehatan, serta diharapkan mampu dalam pencapaian pembangunan dan peningkatan pelayanan kesehatan masyarakat di Kota Tanjungpinang. Pencapaian tujuan tersebut harus disertai dengan keingninan pemerintah daerah setempat untuk membangun tingkat pelayanan kesehatan masyarakat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui implementasi kebijakan yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Tanjungpinang dalam pelayanan kesehatan masyarakat tahun 2015 pada Puskesmas Batu 10, Kecamatan Tanjungpinang Timur. Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif dengan teknik pengumpulan data berupa wawancara, studi kepustakaan dan pengamatan. Teknik penentuan informan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling. Penelitian sejauh ini Pemerintah Kota Tanjungpinang terkait kebijakan dalam pelayanan kesehatan masyarakat telah berupaya semaksimal mungkin dalam mewujudkan suatu pelayanan kesehatan yang baik, dan menyeluruh terhadap masyarakat. Beberapa kebijakan seperti Pelayanan Jasa Umum dan kebijakan tentang Standar Pelayanan Minimal yang kesemuanya telah berjalan, tetapi ada juga yang masih dalam tahap perumusan merupakan salah satu kebijakan yang dikeluarkan Pemerintah Daerah Kota Tanjungpinang yang bertujuan untuk memudahkan setiap warga masyarakat mendapatkan pelayanan kesehatan khususnya rawat jalan di seluruh fasilitas kesehatan yang ada di Kota Tanjungpinang. Pelayanan Jasa Umum tertuang dalam Peraturan Daerah Kota Tanjungpinang Nomor 5 Tahun 2012. Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa kebijakan Pemerintah Kota Tanjungpinang dalam Pelayanan Kesehatan Masyarakat tahun 2015 pada Puskesmas Batu 10 Kecamatan Tanjungpinang Timur terdapat pengaruh dari kelima indikator yaitu Reliability, Tangibles, Responsiveness, Assurance dan Empathy, dimana yang paling berpengaruh adalah Sumber daya yaitu tenaga kesehatan dan sarana prasarana pendukung pelayanan kesehatan yang dinilai belum terlalu memadai. Selain itu faktor disposisi/sikap pelayan kesehatan yang diniai sebagian masyarakat masih kurang atau jauh dari angka lumayan baik. Kata Kunci
: Kebijakan, Pelayanan, Kesehatan, Masyarakat
Naskah Publikas – Rahut Tobroni Hutajulu | 2
TANJUNGPINANG CITY GOVERNMENT POLICIES IN THE SERVICE OF PUBLIC HEALTH 2015 (CASE STUDY HEALTH DISTRICT BATU 10 TANJUNGPINANG EAST ) RAHUT TOBRONI HUTAJULU Student Of Science Of Government, FISIP, UMRAH Government of Tanjungpinang especially local government and assisted by the local sub-district government and relevant parties and communities to participate and be self-sufficient in the field of health, as well as expected to the achievement of development and improvement of public health services in Tanjungpinang. Achievement of these objectives must be accompanied by local government desire to establish the level of public health services. The aim of this study is to investigate the implementation of the policy conducted by the City of Tanjungpinang in public health services at the Batu 10 Health Center in 2015, District East Tanjungpinang. The technique used in this research is descriptive method qualitative data collection techniques such as interviews, literature study and observation. Informant determination technique used in this research is purposive sampling. Results of the research so far Tanjungpinang City Government related policies in the public health service has tried as much as possible to realize a good health care, and a thorough review of the public. Some policies such as the Ministry of General Services and the policy on Minimum Service Standards, all of which had been running, but some are still in the formulation stage is one of the policies issued by the Local Government Tanjungpinang which aims to facilitate every citizen to get health services, especially outpatient throughout health facilities in Tanjungpinang. General Services stated in Tanjungpinang City Regional Regulation No. 5 of 2012. Based on these results we can conclude that the policy of the City of Tanjungpinang in the Public Health Service in 2015 at the Batu 10 Health Center District of East Tanjungpinang there is the influence of the five indicators of Reliability, Tangibles, Responsiveness, Assurance and Empathy, the most influential is the resource that health workers and supporting infrastructure of health care is considered not very adequate. In addition, factors disposition/attitude of health care that some people still lacking or far from pretty good numbers. Keywords: Policy, Services, Health, Society
Naskah Publikas – Rahut Tobroni Hutajulu | 3
KEBIJAKAN PEMERINTAH KOTA TANJUNGPINANG DALAM PELAYANAN KESEHATAN MASYARAKAT TAHUN 2015 (STUDI KASUS PUSKESMAS BATU 10 KECAMATAN TANJUNGPINANG TIMUR)
A.
Latar Belakang Era reformasi, kata perubahan menjadi kata yang sering disuarakan, baik untuk individu ataupun oleh anggota kelompok masyarakat lainnya. Tuntutan perubahan sering ditujukan kepada aparatur birokrasi menyangkut pelayanan publik yang diberikan kepada masyarakat. Rendahnya mutu pelayanan publik yang diberikan oleh aparatur menjadi citra buruk pemerintah ditengah masyarakat. Bagi masyarakat yang pernah berurusan dengan birokrasi selalu mengeluh dan kecewa terhadap layaknya aparatur dalam memberikan pelayanannya. Jenis pelayanan publik yang disediakan aparatur pemerintah kepada masyarakat mulai dari urusan kelahiran sampai pada urusan kematian. Semua jenis pelayanan publik tersebut disediakan oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah untuk melayani masyarakat. Salah satu yang menjadi point adalah kebijakan pelayanan publik yang dinilai sangat kurang memberikan kepuasan terhadap masyarakat yaitu kebijakan tentang pelayanan kesehatan terhadap masyarakat terutama pada daerah-daerah yang dikategorikan sebagai daerah berkembang. Rasa puas masyarakat terpenuhi bila apa yang diberikan oleh pemerintah kepada mereka sesuai dengan apa yang mereka harapkan, dengan memperhatikan kualitas dan kuantitas pelayanan itu di berikan serta biaya yang relatif terjangkau dan mutu pelayanan yang baik. Keterlibatan pemerintah dalam hal ini yakni
Naskah Publikas – Rahut Tobroni Hutajulu | 4
sebagai
penanggung
jawab
di
bidang
pembangunan
dalam
rangka
penyelenggaraan pembangunan kesehatan masyarakat sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum yang merupakan tujuan nasional yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita Bangsa Indonesia. Desentralisasi kewenangan yang diberikan kepada pemerintah daerah, dalam hal ini kemampuan pemerintah daerah untuk melaksanakan berbagai kewenangan yang selama ini dilaksanakan oleh pemerintah pusat. Untuk itu, pemerintah daerah harus mampu memberikan pelayanan yang lebih berkualitas, efeisien, efektif, dan bertanggung jawab. Sehubungan dengan itu, aparatur pemerintah sebagai perencana dan pelaksana suatu model kebijakan pelayanan publik, di harapkan mampu memberikan suatu bentuk peningkatan pelayanan, khususnya peningkatan pelayanan kesehatan masyarakat. Terdapat beberapa hal yang harus dilakukan oleh pemerintah sebagai pemberi kebijakan pelayanan kesehatan bagi masyarakat yaitu peningkatan manajemen pelayanan kepada masyarakat yang berbasis kemasyarakatan, memberikan jaminan kesehatan terpadu bagi masyarakat kelurahan dan penyediaan Sumber Daya Manusia (SDM) dalam hal ini para tenaga medis yang dinilai mampu memberikan segala bentuk tindakkan yang sesuai kemampuan mereka, serta menyediakan sarana dan prasarana yang mampu mendukung terciptanya suatu pelayanan kesehatan yang memadai bagi masyarakat. Sehubungan dengan hal tersebut, maka keberhasilan pembangunan Kota Tanjungpinang merupakan bagian integral dari pembangunan daerah Provinsi Kepulauan Riau dan Pembangunan Nasional.
Naskah Publikas – Rahut Tobroni Hutajulu | 5
Diakui bahwa keberhasilan pembangunan kesehatan selama ini masih meninggalkan akses-akses sampingan berupa keadaan lingkungan yang kurang stabil, perencanaan pembangunan yang kurang ditopang oleh analisa dampak lingkungan serta tindak lanjut implementasi yang kurang cermat sehingga dikhawatirkan kesemuanya itu menjadi pokok permasalahan secara otomatis dapat menggangu kualitas lingkungan masyarakat secara timbal balik. Pemerintah Kota Tanjungpinang memiliki kebijakan dibidang pelayanan kesehatan masyarakat berupa Peraturan Daerah Kota Tanjungpinang Nomor 5 Tahun 2012 Tetang Retribusi Jasa Umum. Untuk itu, kebijakan ini dirasa perlu untuk ditelusuri lebih dalam lagi tentang implementasinya terhadap masyarakat Kota Tanjungpinang. Maka dari itu, dalam tujuannya, pemerintah khususnya pemerintah daerah Kota Tanjungpinang dan dibantu oleh pemerintah Kecamatan setempat serta pihak-pihak terkait serta masyarakat yang ikut berpartisipasi dan berswasembada di bidang kesehatan, serta diharapkan mampu dalam pencapaian pembangunan dan peningkatan pelayanan kesehatan masyarakat di Kota Tanjungpinang. Pencapaian tujuan tersebut harus disertai dengan keingninan pemerintah daerah setempat untuk membangun tingkat pelayanan kesehatan masyarakat. Bertitik tolak pada penjelasan di atas, maka dari penulis menganggap bahwa hal tersebut merupakan bahan yang cukup menarik untuk dianggap menjadi bahan penelitian dengan judul, “Kebijakan Pemerintah Kota Tanjungpinang Dalam Pelayanan Kesehatan Masyarakat Tahun 2015 (Studi Kasus Pada Puskesmas Batu 10 Kecamatan Tanjungpinang Timur)”.
Naskah Publikas – Rahut Tobroni Hutajulu | 6
B. Landasan Teori 1. Kebijakan Kebijakan dan kebijaksanaan, kita mengenal dua istilah yang pengertiannya sangat mirip, yaitu kebijakan dan kebijaksanaan kesamaan antara kedua kata tersebut sangat banyak dan perbedaannya sangat sukar untuk membedakan dan dipergunakan secara silih berganti. Menurut Perserikatan Bangsa-bangsa yang dikutip oleh Wahab (2001:2) menyatakan bahwa: “kebijaksanaan itu diartikan sebagai pedoman untuk bertindak. Pedoman itu boleh jadi amat sederhana atau kompleks, bersifat umum atau khusus, luas atau sempit, kabur atau jelas, longgar atau terperinci, bersifat kualitatif atau kuantitatif, publik atau privat”. Kebijaksanaan dalam maknanya seperti ini mungkin berupa suatu deklarasi mengenai suatu dasar pedoman bertindak, suatu arah tindakan tertentu, suatu program mengenai aktivitas-aktivitas tertentu atau suatu rencana. Sedangkan pengertian kebijakan akan dikemukakan oleh James E. Anderson (Wahab, 2001:3) menyebutkan bahwa: “kebijakan adalah sebagai langkah tindakan yang secara sengaja dilakukan oleh seorang aktor atau sejumlah aktor berkenaan dengan adanya masalah atau persoalan tertentu yang dihadapi”. Penulisan selanjutnya peneliti lebih banyak menggunakan kata kebijakan seperti pengertian dari Leslie A. Pal dalam Widodo (2009:10), mengatakan sebagai berikut: “As a course of action or inaction chosen by public authorities to address a given problem or interrelated set of problems”. kebijakan merupakan sebuah perjalan dari aksi ataupun tanpa aksi yang dipilih oleh ahli publik untuk memberikan sebuah inti permasalahan atau untuk memberikan
Naskah Publikas – Rahut Tobroni Hutajulu | 7
penghubung kedua permasalahan.
belah
pihak
dalam
menyelesaikan
duduk
Beda hal Pengertian kebijakan yang dikemukakan Eulau dan Prewitt yang dikutip oleh Jones dalam Tangkilisan (2003:4) mengemukakan pendapat sebagai berikut: “A standing drecision characterized by behavioral consistency and repetitivensess on the part of both those who make it and who abide by I”. Kebijakan adalah keputusan tetap yang dicirikan oleh konsistensi dan pengulangan tingkah laku dari mereka yang membuat dan dari mereka yang mematuhi keputusan tersebut. 2. Kebijakan Publik Kebijakan publik merupakan suatu ilmu multidisipliner karena melibatkan banyak disiplin ilmu seperti ilmu politik, sosial, ekonomi, dan psikologi. Studi kebijakan berkembang pada awal 1970-an terutama melalui tulisan Harold D. Laswell. Definisi dari kebijakan publik yang paling awal dikemukakan oleh Harold Laswell dan Abraham Kaplan dalam Howlett dan Ramesh (1995:2) yang mendefinisikan kebijakan publik/public policy sebagai suatu program yang diproyeksikan dengan tujuan-tujuan, nilai-nilai, dan praktik-praktik tertentu (a projected of goals, values, and practices). Senada dengan definisi ini, George C. Edwards III dan Ira Sharkansky dalam Suwitri (2009:10) mendefinisikan kebijakan publik sebagai suatu tindakan pemerintah yang berupa program-program pemerintah untuk pencapaian sasaran atau tujuan. Dari dua definisi di atas kita bisa melihat bahwa kebijakan publik memiliki kata kunci “tujuan”, “nilai-nilai”, dan “praktik”. Kebijakan publik selalu memiliki tujuan, seperti kebijakan pemerintah untuk menggantikan Kurikulum
Naskah Publikas – Rahut Tobroni Hutajulu | 8
Tahun 2006 menjadi Kurikulum 2013 lalu kemudian dikembalikan lagi menjadi Kurikulum Tahun 2006. Dye, George C. Edwards III dan Ira Sharkansky dalam Suwitri (2009:9) juga menyatakan bahwa kebijakan publik merupakan: “Apa yang dinyatakan dan dilakukan atau tidak dilakukan oleh pemerintah yang dapat ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan atau dalam policy statement yang berbentuk pidato-pidato dan wacana yang diungkapkan pejabat politik dan pejabat pemerintah yang segera ditindaklanjuti dengan program-program dan tindakan pemerintah”. Kedua definisi baik dari Dye dan Edwards III dan Sharkansky sama-sama menyetujui bahwa kebijakan publik juga termasuk juga dalam hal keputusan untuk tidak melakukan tindakan apapun. Suwitri (2009:11) memberi contoh bahwa keputusan pemerintah untuk menunda pelaksanaan Undang-Undang Anti Pornografi dan Pornoaksi sehingga dalam hal ini pemerintah tidak melakukan tindakan apapun untuk menjalankan Undang-Undang tersebut juga termasuk kebijakan publik. 3. Implementasi Kebijakan Istilah implementasi biasanya di kaitkan dengan suatu kegiatan yang dilaksanakan untuk mencapai tujuan tertentu. Kamus Webster dalam Wahab, merumuskan secara pendek bahwa to implement (mengimplementasikan) berarti to provide the means for carrying out (menyediakan sarana untuk melaksanakan sesuatu) to give practical effect to (menimbulkan dampak/akibat terhadap sesuatu). Sedangkan menurut Wahab (2004: 64) implementasi kebijaksanaan dapat dipandang sebagai suatu proses melaksanakan keputusan kebijaksanaan
Naskah Publikas – Rahut Tobroni Hutajulu | 9
(biasanya dalam bentuk undang-undang, peraturan pemerintah, keputusan peradilan, perintah eksekutif, atau dekrit presiden). Model implementasi menurut George C. Edward III model ini diimplementasikan secara (bottom-up) berpola dari bawah ke atas. Selanjutnya George C. Edward III menurut Koko Rifandi dalam Subarsosno (2005:56) mengemukakan beberapa 4 variabel yang mempengaharui implementasi kebijakan yakni komunikasi, sumber daya, disposisi dan struktur birokrasi. Keempat variabel tersebut saling berhubungan satu sama yang lain yaitu: 1. Komunikasi Keberhasilan
implementasi
kebijakan
mensyaratkan
agar
implementor mengetahui apa yang harus dilakukan. Apa yang menjadi tujuan dan sasaran kebijakan harus ditransmisikan kepada kelompok sasaran (target group) sehingga akan mengurangi distorsi implementasi. Apabila tujuan dan sasaran suatu kebijakan tidak jelas atau bahkan tidak diketahui sama sekali oleh kelompok sasaran, maka kemungkinan akan terjadi resistensi dari kelompok sasaran. 2. Sumber daya Walaupun isi kebijakan sudah dikomunikasikan secara jelas dan konsisten, tetapi apabila implementor kekurangan sumber daya untuk melaksanakan, implementasi tidak akan berjalan efektif. Sumber daya tersebut dapat berwujud sumber daya manusia, yakni kompetensi implementor dan sumber daya finansial. Sumber daya adalah faktor
Naskah Publikas – Rahut Tobroni Hutajulu | 10
paling penting untuk implementasi kebijakan agar efektif, tanpa sumber daya kebijakan hanya tinggal di kertas menjadi dokumen saja. 3. Disposisi Disposisi adalah watak dan karakteristik yang dimiliki oleh implementator, seperti komitmen, kejujuran, sifat demokratis. Apabila implementator memiliki disposisi yang baik, maka dia dapat menjalankan kebijakan dengan baik seperti apa yang diinginkan oleh pembuat kebijakan, maka proses implementasi kebijakan juga menjadi tidak efektif. 4. Struktur Birokrasi Struktur organisasi yang bertugas mengimplementasikan kebijakan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap implementasi kebijakan. Salah satu dari aspek struktur yang penting dari setiap organisasi adalah adanya prosedur operasi yang standar yaitu standar operating procedures (SOP). SOP menjadi pedoman bagi setiap implementor dalam bertindak. Struktur organisasi yang terlalu panjang akan cenderung melemahkan pengawasan dan menimbulkan red-tape, yakni prosedur birokrasi yang rumit dan kompleks, ini pada gilirannya menyebabkan aktivitas organisasi tidak fleksibel. 4. Pengertian Pemerintahan Pemerintah mempunyai peran penting dalam kehidupan masyarakat. Sebagai pihak yang menyelenggarakan pemerintahan, tentunya banyak hal yang mesti dilakukan oleh pemerintah. Definisi pemerintah menurut Ndraha:
Naskah Publikas – Rahut Tobroni Hutajulu | 11
“Pemerintah adalah organ yang berwenang memproses pelayanan publik dan berkewajiban memproses pelayanan sipil bagi setiap orang melalui hubungan pemerintahan, sehingga setiap anggota masyarakat yang bersangkutan menerimanya pada saat diperlukan, sesuai dengan tuntutan (harapan) yang diperintah”. (Ndraha, 2003:6) Sedangkan definisi Pemerintahan yang dikemukakan oleh Taliziduhu Ndraha dalam bukunya berjudul Kybernology (Ilmu Pemerintahan Baru) I sebagai berikut: “Pemerintahan adalah sebuah system multiproses yang bertujuan memenuhi dan melindungi kebutuhan dan tuntutan yang diperintah akan jasa layanan civil. Tuntutan yang diperintah berdasarkan berbagai posisi yang dipegangnya, misalnya sebagai sovereign, sebagai pelanggan, consumer, yang tidak berdaya dan sebagainya. Pada dasarnya, prosesproses itu kumulatif; proses demand-supply, pembelian (penerimaan) penggunaan dan evaluasi-feadback (feedforward)”. (Ndraha, 2003:5). 5. Peran Pemerintah Daerah Dalam Pembangunan Kaitannya Dengan Standar Pelayanan Publik Prinsipnya, penyelenggaraan pemerintahan di daerah tidak lepas dari adanya peran desentralisasi yang merupakan bentuk dari penyerahan segala urusan, baik pengaturan dalam arti pembuatan peraturan perundang-undangan, maupun penyelenggaraan pemerintahan itu sendiri, dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah, untuk selanjutnya menjadi urusan rumah tangga pemerintah daerah tersebut. Desentralisasi pemerintahan yang pelaksanaannya diwujudkan dengan pemberian otonomi kepada daerah-daerah ini bertujuan untuk memungkinkan daerah-daerah tersebut untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka pelayanan terhadap masyarakat dan pelaksanaan pembangunan.
Naskah Publikas – Rahut Tobroni Hutajulu | 12
Konteks desentralisasi kewenangan ini, pelayanan publik oleh pemerintah daerah seharusnya menjadi lebih responsif terhadap kepentingan publik dengan fokus kepuasan penerima layanan/masyarakat. “Dengan membandingkan upaya-upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah dengan kondisi pelayanan publik yang dituntut dalam era otonomi daerah, tampaknya apa yang telah dilakukan pemerintah masih belum banyak memberikan konstribusi bagi perbaikan kualitas pelayanan publik, masih belum mampu menyelenggarakan pelayanan publik yang diharapkan masyarakat”. (Syukri 2010:4) 6. Konsep Pelayanan Kesehatan Masyarakat Pelayanan pada hakikatnya adalah serangkaian kegiatan, karena itu ia merupakan proses. Sebagai proses, pelayanan secara rutin dan berkesinambugan orang dalam masyarakat. “pelayanan merupakan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya manusia berusaha, baik melalui aktivitas sendiri, meupun secara langsung melalui aktivitas orang lain aktivitas adalah suatu proses penggunaan akal, pikiran, panca indra dan anggota badan dengan atau tanpa alat bantu yang dilakukan oleh seseorang untuk mendapkan sesuatu yang diinginkan baik dalam bentuk barang maupun jasa. Proses pemenuhan kebutuhan melalui aktivitas orang lain yang secara langsung inilah yang dinamakan pelayanan”. Moenir (2006 ;16) Timbulnya pelayanan dari orang lain kepada seseorang yang orang lain tidak ada kepentingan langsung atas sesuatu yang orang lain tidak ada kepentingan langsung atas sesuatu yang dilakukan karena faktor penyebab yang bersifat ideal mendasar dan bersifat material. 7. Standar Pelayanan Minimum Standar Pelayanan Minimal merupakan suatu istilah dalam pelayanan public (public policy) yang menyangkut kuantitas dan kualitas pelayanan public yang disediakan oleh pemerintah sebagai salah satu indicator kesejahteraan masyarakat.
Naskah Publikas – Rahut Tobroni Hutajulu | 13
Menurut Oentarto, et all (2004:173) standar pelayanan minimal memiliki nilai yang strategis baik bagi pemerintahan pusat (daerah) maupun bagi masyarakat (konsumen). Pelayanan yang bermutu/berkualitas adalah pelayanan yang berbasis masyarakat, melibatkan masyarakat dan dapat diperbaiki secara terus menerus. Disisi lain, pemerintah dituntut untuk bekerja secara efisien dan efektif dalam hal pelayanan kepada masyarakat. Ketentuan Standar Pelayanan Minimal (SPM) diatur di dalam Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 100/757 Tahun 2002, kemudian diatur lebih lanjut di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2005. Pemahaman SPM dengan baik bagi masyarakat merupakan hal yang signifikan karena terkait dengan konstitusional perorangan maupun kelompok masyarakat yang harus mereka peroleh dan wajib di penuhi oleh pemerintah, yaitu berupa pelayanan pubik (pelayanan dasar) yang harus dilaksanakan pemerintah kepada masyarakat. C. Hasil Penelitian 1. Kebijakan Pemerintah Kota Tanjungpinang Dalam Pelayanan Kesehatan Masyarakat Tahun 2015 pada Puskesmas Batu 10 Kecamatan Tanjungpinang Timur 1.1. Reliability (Pemberian Pelayanan yang Baik dan Benar) Pelayanan kepada masyarakat pada hakikatnya adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dengn tujuan memberikan yang terbaik untuk masyarakat, karena itu ia merupakan proses untuk menuju tujuan tersebut dalam proses pelayanan secara rutin dan berkesinambungan dalam masyarakat.
Naskah Publikas – Rahut Tobroni Hutajulu | 14
Untuk itu perubahan akan manajemen pelayanan kesehatan perlu dilakukan jika rasa puas masyarakat akan suatu pelayanan kesehatan yang baik belum terwujud. Pelayanan kesehatan gratis melalui BPJS memulai proses perubahan dalam pelayanan kesehatan terhadap masyarakat.
Seperti yang dikatakan Yanse Vitalia, S.Sos, selaku Unit Pelaksanan Khusus BPJS Puskesmas Batu 10 beliau mengatakan: “untuk Manajemen pelayanan puskesmas terhadap masyarakat, dari waktu ke waktu telah mengalami perubahan didukung oleh program pemerintah, mulai dari biaya yang telah digratiskan, berlakunya waktu 24 jam pelayanan terhadap masyarakat, serta jumlah tenaga kesehatan dan sarana dan prasarana yang walaupun belum maksimal”. (Wawancara Selasa, 04 Agustus 2015) Perubahan pelayanan kesehatan tersebut diakui informan selain biaya yang telah digratiskan, manajemen pelayanan dari waktu ke waktu mulai berubah, yang dulunya setiap pelayanan kesehatan yang dilakukan di Puskesmas dimulai dari pagi sampai pada jam kerja berlangsung, namun sekarang waktu pelayanan kesehatan berubah menjadi 1 x 24 jam dalam sehari, jadi walaupun pasien tidak sempat lagi memeriksakan dirinya di puskesmas pada pagi hari, pasien bisa datang di rumah perawat atau bidan pada malam harinya. Salah satu informan, Ibu Febri yang merupakan warga Kecamatan Tanjungpinang Timur dan peserta BPJS Kesehatan, menuturkan: “selama ini saya merasakan ada perubahan dalam proses pelayanan, mulai dari tidak adanya biaya yang dipungut dari pemeriksaan sampai pada pelayanan terhadap obat di apotik, dokter dan perawat juga ramah terhadap kami dan setelah saya berobat Alhamdulillah saya sembuh”. (Wawancara Selasa, 04 Agustus 2015)
Naskah Publikas – Rahut Tobroni Hutajulu | 15
Sama halnya dengan Bapak Bastian yang merupakan warga Kecamatan Tanjungpinang Timur dan bukan peserta BPJS Kesehatan yang di temui di rumahnya, yang mengaku adanya perubahan waktu dalam proses pemberian pelayanan kesehatan di puskesmas. “sekarang saya tak perlu lagi susah mengantri di puskesmas ketika akan pergi berobat di puskesmas pada pagi hari, pada waktu sore dan malam hari ketika jam kerja kantor sudah tutup saya tetap bisa memeriksakan kesehatan saya di rumah Bidan maupun dokter yang ditugaskan oleh puskesmas, namun saya tetap membayar untuk mengambil obat dari dokter atau bidan tersebut”. (Wawancara Selasa, 04 Agustus 2015) Dari keterangan yang diperoleh dari ketiga Informan diatas, diperoleh hasil bahwa proses pemberian pelayanan yang diberikan melalui peningkatan manajemen pelayanan kesehatan seperti pemberian layanan kesehatan gratis bagi peserta BPJS Kesehatan yang terhadap masyarakat serta peningkatan waktu pelayanan kesehatan yang bertujuan agar pelayanan kesehatan masyarakat lebih maksimal dan menyeluruh terhadap masyarakat yang membutuhkan. 1.2 Tangibles (Penyediaan SDM dan Sumber Daya lainnya yang Memadai) Kualitas dan Kuantitas pelayanan kesehatan di Kota Tanjungpinang dijadikan sebagai acuan dalam menetapkan suatu pelayanan kesehatan yang bermutu dan berkelanjutan. Kecamatan Tanjungpinang Timur merupakan satu dari keseluruhan wilayah yang ada di Kota Tanjungpinang yang mempunyai fasilitas kesehatan yang lumayan memadai, mulai dari sarana prasarana sampai kepada sumber daya manusia. Akan tetapi terlepas dari layaknya fasilitas serta tenaga kesehatan yang memadai, perlu adanya peningkatan pada kedua
Naskah Publikas – Rahut Tobroni Hutajulu | 16
kebutuhan masyarakat tersebut kaitannya dengan proses pelayanan kesehatan yang berjangka panjang. 1.3 Responsiveness (Pelayanan yang Cepat) Salah satu syarat terwujudnya suatu pelayanan kesehatan masyarakat yang baik yaitu efisiennya biaya yang dapat dijangkau oleh masyarakat dalam menunjang kebutuhan untuk memperoleh kesehatan. Pemerintah Kota Tanjungpinang melalui kebijakan Retribusi Jasa Umum telah menerangkan biaya-biaya yang harus dikeluarkan oleh masyarakat untuk memperoleh kesehatan melalui umum. Adapun jenis pelayanan kesehatan umum yang diberikan berupa pelayanan dasar bagi seluruh masyarakat yang membutuhkan. Berikut hasil wawancara dengan masyarakat pengguna pelayanan kesehatan umum dengan sampel 5 orang dari 12 informan yang diwawancarai di 2 tempat dan waktu yang berbeda-beda di Puskesmas Batu 10 dan Rumah Sakit Umum Daerah Kota Tanjungpinang dengan perwakilan masing-masing sampel: Bapak Roy yang mengatakan bahwa: “dengan berobat secara umum, saya dilayani dengan cepat dan diberikan obat-obatan yang bagus”. (Wawancara Rabu, 05 Agustus 2015) Ibu Hayati mengatakan bahwa: “Tarif biaya yang dikenakan cukup murah dan yang penting saya dilayani dengan cepat. Pelayanan kesehatan umum itu memudahkan saya dan anggota keluarga dalam proses pengobatan di puskesmas maupun di Rumah Sakit”. (Wawancara Rabu, 05 Agustus 2015)
Naskah Publikas – Rahut Tobroni Hutajulu | 17
Ibu Epi mengatakan bahwa: “saya pernah membayar di Puskesmas Kota Batu 10 ketika saya datang berobat, saya dikenakan biaya karena tergolong pasien umum, walaupun saya dikenakan biaya, pelayanan yang saya terima sama saja dengan pasien pengguna BPJS”. (Wawancara Rabu, 05 Agustus 2015) . Seperti yang ditegaskan oleh Unit Pelaksana Khusus BPJS Puskesmas Batu 10, Ibu Yanse Vitalias, A.Md, Pk mengatakan: “proses perobatan menggunakan BPJS memang sedikit lama, hal ini dikarenakan adanya proses administrasi pemeriksanaan berkas jaminan kesehatan yang ada dan pekerjaan ini memakan waktu sehingga membuat antrian yang cukup panjang”. (Wawancara Selasa, 04 Agustus 2015) Tidak ada syarat khusus untuk mendapatkan pelayanan kesehatan umum menurut Peraturan Daerah Kota Tanjungpinang Nomor 5 Tahun 2012 Tentang Pelayanan Jasa Umum. 1.4 Assurance (Etika dan Moral dalam Pemberian Pelayanan) Berikut studi kasus yang peneliti akan paparkan tentang faktor Disposisi/Sikap yang terjadi di Puskesmas Batu 10. Seperti yang diungkapkan salah seorang pasien umum yang ditemui setelah berobat di Puskesmas Batu 10. 1.5 Emphaty (Tingkat Kemauan
untuk
Mengetahui
Keinginan dan
Kebutuhan Konsumen) Dari hasil wawancara yang dilakukan, diperoleh fakta sementara bahwa masyarakat dalam merespon beberapa program pelayanan kesehatan di Puskesmas Batu 10 adalah sangat baik, tetapi tidak dipungkiri, terdapat sebagian masyarakat yang kurang puas dengan jenis pelayanan yang disediakan. Beikut penuturan dari Informan yang ditemui.
Naskah Publikas – Rahut Tobroni Hutajulu | 18
ditunjukan oleh Idrus yang mengaku bahwa: “dengan berbagai pelayanan rawat jalan yang diberikan Puskesmas Batu 10, saya merasa tertolong dalam melakukan pengobatan ke Puskesmas, masalah biaya saya pun tidak khawatir lagi karena menurut peserta BPJS biayaianya di tanggung oleh Pemerintah Daerah”. (Wawancara Jumat, 07 Agustus 2015)
Dari Keterangan yang diperoleh pejabat terkait, didapatkan hasil bahwa semua jenis pelayanan kesehatan yang tercantum dalam Perda No. 05 tahun 2012 telah berlaku di seluruh fasilitas kesehatan yang berada di Kota Tanjungpinang termasuk Wilayah Kecamatan Tanjungpinang Timur. Dengan adanya program semacam ini, dapat dipastikan masyarakat dapat memperoleh semua jenis pelayanan kesehatan dasar dengan mudah, cepat, dan menyeluruh. D. Penutup 1. Kesimpulan Berdasarkan hasil peneitian yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya, maka penulis dapat menarik kesimpulan bahwa: 1. Sejauh ini Pemerintah Kota Tanjungpinang terkait kebijakan dalam pelayanan kesehatan masyarakat telah berupaya semaksimal mungkin dalam mewujudkan suatu pelayanan kesehatan yang baik, dan menyeluruh terhadap masyarakat. Beberapa kebijakan seperti Retribusi Jasa Umum dan kebijakan tentang Standar Pelayanan Minimal yang kesemuanya telah berjalan, tetapi ada juga yang masih dalam tahap perumusan merupakan salah satu kebijakan yang dikeluarkan Pemerintah Daerah Kota Tanjungpinang yang bertujuan untuk memudahkan setiap warga masyarakat mendapatkan pelayanan kesehatan khususnya rawat
Naskah Publikas – Rahut Tobroni Hutajulu | 19
jalan di seluruh fasilitas kesehatan yang ada di Kota Tanjungpinang. Retribusi
Jasa
Umum
tertuang dalam
Peraturan
Daerah
Kota
Tanjungpinang Nomor 5 Tahun 2012. 2. Adapun jenis pelayanan yang termasuk dalam pelayanan kesehatan menurut Peraturan Daerah masih bersifat pelayanan medis dasar yaitu pelayanan rawat jalan terhadap masyarakat. Adapun untuk pelayanan medis lanjutan tidak disebutkan dalam peraturan tersebut. 3. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa kebijakan Pemerintah Kota Tanjungpinang dalam Pelayanan Kesehatan Masyarakat tahun 2015 pada Puskesmas Batu 10 Kecamatan Tanjungpinang Timur terdapat pengaruh dari kelima indikator yaitu Reliability, Tangibles, Responsiveness,
Assurance
dan
Empathy,
dimana
yang
paling
berpengaruh adalah Sumber daya yaitu tenaga kesehatan dan sarana prasarana pendukung pelayanan kesehatan yang dinilai belum terlalu memadai. Selain itu faktor disposisi/sikap pelayan kesehatan yang diniai sebagian masyarakat masih kurang atau jauh dari angka lumayan baik. 2. Saran Adapun yang menjadi saran dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut: 1. Diharapkan kepada Pemerintah Kota Tanjungpinang agar tetap mempertahankan beberapa kebijakan tersebut yang terkait pelayanan kesehatan terhadap masyarakat.
Naskah Publikas – Rahut Tobroni Hutajulu | 20
2. Dinas Kesehatan Kota Tanjungpinang harus tetap membina dokter, perawat dan bidan serta aparat pelayan kesehatan lainnya dari segi sikap dalam melayani pasien. 3. Diharapkan kepada Dinas Kesehatan Kota Tanjungpinang agar mengatasi masalah terkait keberadaan tenaga kesehatan dan fasilitas kesehatan yang dianggap masih kurang dan belum tercukupi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan yang memadai.
Naskah Publikas – Rahut Tobroni Hutajulu | 21
DAFTAR PUSTAKA Berwick, D.M., 2002. “A User’s Manual for The IOM’s Quality Chasm’s Report”. Health Affairs, Vol 21, No. 3. (Sumber: http://etd.respositoryugm.ac.id, diakses pada Tgl 29 Mei 2015, Pukul 19.35 Wib). Bratakusumah, D. Supriyadi dan Dadang, Solihin., 2002. “Otonomi Penyelenggaraan Pemerintah Daerah”. Jakarta: Gramedia Pustaka. Dunn, N. William., 2003. “Pengantar Analisa Kebijakan Publik II”. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Howlett, Michael dan M. Ramesh., 1995. “Studying Public Policy: Policy Cyclesand Policy Subsystem”. Oxford: Oxford University Press. Islamy, M. Irfan., 2003. “Prinsip-prinsip Perumusan Kebijakan Negara”. Jakarta: Bumi Aksara. Kansil dan Christine., 2001. “Kitab Undang-Undang Ketemagakerjaan”. Jakarta: Pradnya Permata. Manan, Bagir., 2001. “Perkembangan Pemikiran dan Pengaturan Hak Asasi Manusia di Indonesia”. Bandung: PT. Alumni. Moenir., 2006. “Manajemen Pelayanan Umum Di Indonesia”. Jakarta: Bumi Aksara. Ndraha, Taliziduhhu., 2005. “Teori Budaya Organisasi”. Jakarta: Rineka Cipta. Ndraha, Taliziduhu., 2003. “Kybernalogy Ilmu Pemerintahan Baru Jilid I”. Jakarta: Rineka Cipta. Nugroho, Riant., 2008. “Public Policy: Teori Kebijakan, Analisis Kebijakan, Proses Kebijakan, Perumusan, Implementasi, Evaluasi, Revisi, Risk Manajement dalam Kebijakan Publik. Kebijakan sebagai The Fith Estate, Metode Kebijakan”. Jakarta: PT Elex Media Komputindo. Oentarto, S.M, et. all., 2004. “Menggagas Format Otonomi Daerah Masa Depan”. Jakarta: Samitra Media Utama. Profil Kesehatan Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2015. Rasyid, Ryaas., 2000. “Makna Pemerintahan: Tinjauan Dari Segi Etika dan Kepemimpinan”. Jakarta: PT. Mutiara Sumber Widya.
Naskah Publikas – Rahut Tobroni Hutajulu | 22
Subarsono., 2005. “Analisa Kebijakan Publik”. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Sugiyono., 2009. “Metode Penelitian Kualitatif, Kualitatif dan R & D”. Bandung: Alfabeta. Suwitri, Sri., 2009. “Konsep Dasar Kebijakan Publik”. Semarang: Badan Penerbit UNDIP. Syukri, F. Agus., 2010. “Standar Pelayanan Publik Pemda Berdasarkan ISO 9001/IWA-4”. Jakarta: Indonesian Quality Research Agency (IQRA). Tangkilisan, Hesel Nogi., 2003. Yogyakarta: Lukman Offset YPAPI.
“Implementasi
Kebijakan
Publik”.
Thoha, Miftah., 2002. “Perilaku Organisasi Konsep Dasar dan Aplikasinya”. Jakarta: Rajawali Grafindo Persada. Tjiptono, Fandi dan Gregorius Chandra., 2004. “Pemasaran Global”. Edisi Pertama. Yogyakarta: Andi Offset. Wahab, A. Solichin., 2001. “Analisis Kebijaksanaan, Dari Formulasi Ke Implementasi Kebijaksanaan Negara”. Jakarta: Bumi Aksara. Widodo, Joko., 2009. “Analisis Kebijakan Publik”. Malang: Bayumedia Publishing. DAFTAR DOKUMEN Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor PER/04/M.PAN/4/2007 tentang Pedoman Umum Formulasi, Implementasi, Evaluasi Kinerja, dan Revisi Kebijakan Publik di Lingkungan Lembaga Pemerintah Pusat dan Daerah. Peraturan Daerah Kota Tanjungpinang Nomor 5 Tahun 2012 Tentang Retribusi Jasa Umum Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 100/757 Tahun 2002 Tentang Standar Pelayanan Minimum. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2008 Tentang Pemerintah Daerah. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik. Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2005 Tentang Standar Pelayanan Minimum.
Naskah Publikas – Rahut Tobroni Hutajulu | 23
DAFTAR WEBSITE http://www.asgar.or.id/, diakses pada Tgl. 28 Mei 2015, Pukul 21.35 Wib http://batampos.co.id/20-05-2014/angka-kematian-ibu-hamil-ditanjungpinang-naik/, diakses pada Tgl. 28 Mei 2015, Pukul 21.30 Wib https://afidburhanuddin.files.wordpress.com/2012/05/analisis-validitas-danreliabilitas-data_nanang_oke.pdf, diakses pada Senin, Tgl. 06 Juli 2015, Pukul 13.46 Wib
Naskah Publikas – Rahut Tobroni Hutajulu | 24