KEBIJAKAN PEMERINTAH KOTA BANDAR LAMPUNG DALAM PELESTARIAN KEBUDAYAAN MELALUI PEMBUATAN MOTIF TAPIS
JURNAL ILMIAH
Oleh GENTA UTAMA PUTRA
Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar SARJANA HUKUM Pada Bagian Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum Universitas Lampung
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2017
ABSTRAK KEBIJAKAN PEMERINTAH KOTA BANDAR LAMPUNG DALAM PELESTARIAN KEBUDAYAAN MELALUI PEMBUATAN MOTIF TAPIS
Oleh Genta Utama Putra, Charles Jackson, S.H., M.H., Ati Yuniati, S.H., M.H. Bagian Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum Universitas Lampung Jalan Prof. Dr. Soemantri Brojonegoro No.1 Bandar Lampung, 35145 Email :
[email protected] Masayarakat adat Lampung merupakan salah satu dari begitu banyak nya kekayaan suku dan budaya di Indonesia Ciri khas masyarakat adat Lampung sudah sedikit sekali yang masih tampak. Salah satu kebudayaan yang patut dilestarikan oleh masyarakat Lampung yaitu Tapis. Pemerintah kota Bandar Lampung dalam upaya pelestarian kebudayaan Lampung mengeluarkan kebijakan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah Kota Bandar lampung yaitu Kebijakan Peraturan Walikota Bandar Lampung No 65 Tahun 2010 tentang Ketertiban, Keamanan, Kebersihan, Keindahan, dan Keapikan Tempat Usaha di Kota Bandar Lampung. Permasalahn dalam penelitian ini: (1) Bagaimanakah kebijakan Pemerintah Daerah Kota Bandar Lampung dalam pelestarian kebudayaan melalui pembuatan motif tapis? (2) Apakah yang menjadi faktor penghambat dalam menerapkan kebijakan Pemerintah Kota Bandar Lampung dalam pelestarian kebudayaan melalui pembuatan motif tapis? Pendekatan masalah yang digunakan adalah pendekatan hukum normatif dan empiris. Jenis data terdiri dari data sekunder dan data primer yang dikumpulkan dengan wawancara dan dokumentasi Analisis data menggunakan analisis kualitatif. Hasil penelitian ini menujukan: (1) Kebijkan Pemerintah Kota Bandar Lampung dalam usahanya untuk melestarikan adat masyarakat Lampung khusus nya Tapis Lampung, maka tempat instansi negeri maupun swasta, swalayan, toko dan rumah toko untuk membuat motif Tapis Lampung pada bagian depan bangunan gedung, Pilar-pilar gedung, maupun pada rollingdoor pada gedung atau. Pada awal nya kebijakan ini hanya berupa instruksi, kemudian pada tahun 2014 instruksi itu menjadi sebuah kewajiban. (2) Hambatan dalam melaksanakan kebijakan ini adalah, kurang nya koordinasi, sosialisasi, serta pengawasan dalam mengawasi pelaksanaan kebijakan terkait dan biaya yang diinilai cukup memberatkan bagi para pemilik toko kecil. Kata kunci : Kebijakan, Pelestarian Kebudayaan, Motif Tapis
ABSTRACT THE POLICY OF CITY GOVERNMENT OF BANDAR LAMPUNG IN THE CULTURAL PRESERVATION OF LAMPUNG THROUGH THE CREATION OF TAPIS PATTERN By Genta Utama Putra, Charles Jackson, S.H., M.H., Ati Yuniati, S.H., M.H. Bagian Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum Universitas Lampung Jalan Prof. Dr. Soemantri Brojonegoro No.1 Bandar Lampung, 35145 Email :
[email protected] Lampung indigenous people is one of many ethnics and cultural heritages in Indonesia. Recently, the indigenous people of Lampung have been decreased in numbers. One of the cultures that should be preserved by the people of Lampung is Tapis (traditional woven). The city government of Bandar Lampung in the effort to preserve the culture of Lampung has issued a policy of Regulation of Bandar Lampung Mayor No. 65/2010 regarding the Order, Security, Cleanliness, Beauty, and Stability of Place of Business in Bandar Lampung City. The problems in this research are formulated as follows: (1) How is the policy of City Government of Bandar Lampung in the cultural preservation through the creation of Tapis pattern? (2) What are the inhibiting factors in the implementation of the policy of City Government of Bandar Lampung in the cultural preservation through the creation of tapis pattern? The approaches used in this research were normative and empirical legal approaches. The data sources consisted of secondary data and primary data which were collected through interviews and documentation. The data analysis was done using qualitative analysis. The results of this research showed that: (1) The City Government of Bandar Lampung in its effort to preserve the customs of its indigenous people has been done by instructing the public places and private agencies, supermarkets, shops and shop houses to create tapis patterns on the front of the building, the pillars of the building, as well as on the rollingdoor of the building. Initially, this policy was merely an instruction, then in 2014 the instruction becomes an obligation. (2) Among the obstacles in implementing this policy included: the lack of coordination, socialization, and supervision in the implementation of the policy and the costs was quite burdensome for small shop owners. Keywords: Policy, Cultural Preservation, Tapis Pattern
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang mempunyai kebudayaan yang beraneka ragam baik jumlahnya maupun keanekaragamannya, oleh karena itu Indonesia menjadi daya tarik bangsa lain dari belahan dunia untuk mengetahui dan mempelajarinya. Kebudayaan bangsa Indonesia merupakan paduan dari seluruh lapisan kebudayaan daerah dari Sabang sampai Merauke. mulai dari bahasa, kesenian, pakaian adat, rumah adat dan kerajinan daerah. Keanekaragaman budaya Indonesia menjadi salah satu kebanggaan sekaligus suatu tantangan bagi seluruh rakyat Indonesia untuk dapat mempertahankan budaya daerah yang ada, di tengah banyaknya berbagai faktor yang dapat merusak dan mempengaruhi kebudayaan daerah misalnya masuknya budaya asing yang akhir-akhir ini menjadi panutan anak-anak muda Indonesia. Perkembangan zaman yang ditandai dengan masuknya kebudayaan asing membuat kebudayaan daerah semakin tersisihkan. Masuknya kebudayaan asingmenimbulkan perubahan pola hidup masyakat yang lebih modern. Hal ini tentu membawa pengaruh terhadap masyarakat baik dari perilaku, bahasa, seni, religi, dan gaya hidup. Dampak dari dominasi kebudayaan asing terhadap masyarakat secara pelahanlahan akan mengikis kebudayaan daerah, hal ini perlu mendapat perhatian oleh pemerintah dan masyarakat akan pentingnya pelestarian kebudayaan daerah, adapun cara melestarikan kebudayaan daerah yaitu dengan cara
mengenal budaya itu sendiri. Peran pemerintah daerah dalam pelestarian budaya daerah sangatlah penting. Keberhasilan pelestarian kebudayaan daerah sangat ditentukan oleh kemampuan aparat dalam merumuskan program atau kebijakan untuk dilaksanakan oleh aparat pemerintah dalam kelompok– kelompok masyarakatyang ikut serta bersama–sama melaksanakan program atau kebijakan yang telah diputuskan yang didukung atau ditunjang oleh sarana dan prasarana yang ada. Pasal 18 Undang-undang dasar 1945 merupakan dasar yang mengatur bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah Provinsi. Sesuai dengan Pasal 18 Undang-undang Dasar 1945. Undang-Undang yang mengatur tentang Pemerintahan Daerah yang dimaksud oleh Pasal 18 ayat (1) tersebut adalah Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014. Sesuai dengan amanat otonomi daerah, pemerintah daerah dalam menyelanggarakan urusan pemerintahan berdsasarkan Undangundang Dasar 1945 (Pasal 18 ayat 6) dan juga Undang-Undang tentang Pemerintahan daerah tersebut, diberikan wewenang untuk membentuk peraturan daerah dan peraturan pelaksanaan lainnya. Kota Bandar Lampung merupakan sebuah kota di Indonesia sekaligus ibu kota dan kota terbesar di provinsi Lampung. Bandar Lampung juga merupakan kota terbesar dan terpadat ketiga di Pulau Sumatera setelah Medan dan Palembang berdasarkan jumlah penduduk. Secara geografis, kota ini menjadi pintu gerbang utama pulau Sumatera, tepatnya kurang
lebih 165 km sebelah barat laut Jakarta, memiliki andil penting dalam jalur transportasi darat dan aktivitas pendistribusian logistik dari Jawa menuju Sumatera maupun sebaliknya. Pada dasarnya kebudayaan yang dianut oleh suatu kelompok masyarakat itu sangat unik. Bahasa, cara makan, cara berpakaian, cara bersopan santun dan standar moral dari suatu komunitas berbeda dengan standar moral dari komunitas lain. Peradaban itu memang tampak kontradiksi, namun kenyataan sejarah menunjukan adanya sharing of culture yang dapat saling mengerti dan menrima kebudayaan itu.1 Kebudayaan berkaitan erat dengan dasar dan tata hukum suatu negara, manakala negara itu meletakan dasarnya negaranya sebagai sebuah lambang yang diambil dari nilai-nilai luhur dan logis suatu bangsa, secara bertanggung jawab menurut tata aturan dan perundang-undangan yang di patuhi seluruh masyarakat negara tersebut. Di Indonesia sangat jelas kaitannya antara kebudayaan dengan dasar negara dan Undangundang Dasar 1945. Menurut UUD 1945 Pasal 32 yaitu : 1. Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya. 2. Negara menghormati dan memelihara bahasa daerah sebagai kekayaan budaya nasional.
1
Andrik purwasito komunikasi Multikultural, Surakarta, Pustaka Pelajar 2014 hal 34
Dari Pasal tersebut kita sudah dapat mengetahui bahwa masyarakat Indonesia merupakan masyarakat dengan keanekaragaman yang kompleks.Masyarakat dengan berbagai keanekaragaman tersebut disebut masyarakat multikultural. Multikultural yang bisa diartikan sebagai keanekaragaman atau perbedaan antara kebudayaan yang satu dengan yang lainya, selain itu demi untuk melestarikan kebudayaan yang ada di Indonesia, pemerintah telah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya. Masayarakat adat Lampung merupakan salah satu dari begitu banyak nya kekayaan suku dan budaya di Indonesia. Suku Lampung yang dimaksud adalah suku yang berbahasa Lampung dan beradat Lampung. Ciri khas masyarakat adat Lampung sudah sedikit sekali yang masih tampak, perkampungan penduduk dengan bangunan rumah kerabat yang bertiang tinggi dan berangsur-angsur turun kebawah merata dengan tanah, balai-balai adat (sesat) kebanyakan sekarang sudah tidak dibangun lagi dan digantikan dengan balai desa, bahasanya pun sehari-hari adalah bahasa Indonesia. Hanya saja masih digunakan sebagai bahasa kerabat di dalam rumah tangga orang Lampung dan dalam upacara adat. Salah satu kebudayaan yang patut dilestarikan oleh masyarakat Lampung yaitu Tapis. Pada awalnya orang mengenal cara menenun, bahan-bahan yang digunakan adalah benang kapas. Proses selanjutnya, mereka mengenal pencelupan warna dengan menggunakan zat pewarna dari tumbuh-tumbuhan yang terdapat
diesekitarnya. Perkembangan selanjutnya, tenunan yang sederhana tadi telah ditambah hiasan-hiasan yang tertera pada hasil tenunan suku Lampung. Ragam meander, garis lurus, tumpal, lingkaran dan lainlain. Selain itu, dalam kain tapis Lampung juga kita jumpai ragam hias yang berupa binatang dan tumbuh-tumbuhan. Kain Tapis merupakan salah satu jenis kerajinan tradisional masyarakat Lampung dalam menyelaraskan kehidupannya baik terhadap lingkungannya maupun sang pencipta alam semesta, karena itu munculnya kain tapis ini ditempuh melalui tahapan waktu yang mengarah pada kesempurnaan teknik tenunnya, maupun cara-cara memberikan ragam hias yang sesuai dengan perkembangan kebudayaan masyarakat, tapis juga merupakan salah satu identitas masyarakat Lampung, bahkan secara turun temurun merupakan bagian dari masyarakat Lampung. Pemerintah kota Bandar Lampung dalam upaya pelestarian kebudayaan Lampung maka mengeluarkan kebijakan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah Kota Bandar lampung yaitu Kebijakan dalam pembuatan ornamen tapis yang dikeluarkan dengan nama Instruksi Walikota Bandar Lampung No 65 Tahun 2010 tentang Ketertiban, Keamanan, Kebersihan, Keindahan, dan Keapikan Tempat Usaha di Kota Bandar Lampungyang berujuk pada PeraturanWalikota (Perwali) Bandar Lampung Nomor 65 Tahun 2010 Tentang Pelaksanaan Ketertiban, Keamanan, Keindahan dan Keapikan bagi tempat usaha di wilayah Kota Bandar Lampung, yang dimana
sebelumnya pemerintah daerah Provinsi Lampung telah mengeluarkan Perda Nomor 2 Tahun 2008 tentang Pemeliharaan Kebudayaan Lampung, yang bertujuan untuk melestarikan kebudayaan di provinsi Lampung. Dengan diterbitkannyainstruksi Walikota Bandar Lampung Nomor 65 Tahun 2010 yang merujuk pada Peraturan Walikota (perwali) Nomor 65 Tahun 2010 Tentang Pelaksanaan Ketertiban, Keamanan, Keindahan dan Keapikan bagi tempat Usaha di wilayah Kota Bandar Lampung, yang isi nya sebagai berikut mewajibkan kepada setiap pemilik tempat usaha di Bandar Lampung untuk memasang ornamen Siger Lampung, tempat sampah, dan lampu halogen di lingkungan tempat usahanya dan membuat motif tapis di pintu toko.Akan tetapi, dalam penerapan nya di lapangan masih belum berjalan secara efektif, hanya lima puluh persen saja yang menerapkan kebijakan dalam Pembuatan motif Tapis pada rumah toko (ruko), sebagai dari ciri khas masyarakat adat kebudayaan yang harus dilestarikan dari jumlah keseluruhan 20 Kecamatan dan 126 Kelurahan di kota Bandar Lampung. Dari uraian tersebut maka penulis perlu untuk membahas penelitan ini dengan judul : Kebijakan Pemerintah Kota Bandar Lampung Dalam Pelestariaan Kebudayaan Melalui Pembuatan Motif Tapis. 1.2 Permasalahan Bertitik tolak dari latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas maka yang menjadi permasalahan dalam penulisan skripsi ini adalah;
1. Bagaimanakah kebijakan Pemerintah Daerah Kota Bandar Lampung dalam pelestarian kebudayaan melalui pembuatan motif tapis? 2. Apakah yang menjadi faktor penghambat dalam menerapkan kebijakan Pemerintah Kota Bandar Lampung dalam pelestarian kebudayaan melalui pembuatan motif tapis? II. METODE PENELITIAN 2.1 Pendekatan Masalah Peneliti menggunakan pendekatan masalah dengan cara normatif empiris. Pendekatan normatif adalah pendekatan yang dilakkukan berdasarkan bahan hukum utama, menelaah hal yang bersifat teoritis yang menyangkut asas-asas hukum, konsepsi hukum, pandangan dan doktrin-doktrin hukum, peraturan dan sistem hukum. Penelitian hukum empiris dilakukan dengan meneliti secara langsung ke objek penelitian untuk melihat secara langsung penerapan peraturan perundang-undangan atau antara hukum yang berkaitan dengan penegakan hukum, serta melakukan wawancara dengan beberapa responden yang dianggap dapat memberikan informasi mengenai pelaksanaan penegakan hukum tersebut. Penggunaan kedua macam pendekatan tersebut dimaksudkan untuk memperoleh gambaran dan pemahaman yang jelas dan benar terhadap permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian guna penulisan skripsi ini.
2.2. Data Primer Data Primer adalah data yang diperoleh penulis dari hasil studi dan penelitian di lapangan. Data primer ini akan diambil dari hasil wawancara yang dilakukan kepada kepala/staff Dinas Tata Kota Bandar Lampung, pemilik rumah toko (ruko) di Bandar Lampung, serta masyarakat kota Bandar Lampung. 2.3 Data Sekunder Data sekunder adalah data yang diperoleh dari penelitian kepustakaan, data sekunder diperoleh dengan mempelajari dan mengkaji literatur-literatur, dan perundangundangan. 2.4 Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan, dengan studi pustaka dan studi lapangan. 1. Studi Pustaka Studi kepustakaan dilakukan dengan cara mempelajari undangundang, peraturan pemerintah dan literatur. Hal ini dilakukan dengan cara membaca, mengutip dan mengidentifikasi data yang sesuai dengan pokok bahasan dan ruang lingkup penelitian ini. 2. Studi lapangan Studi lapangan dilakukan melalui wawancara dengan responden yang telah direncanakan sebelumnya. Metode yang dipakai adalah pengamatan langsung dilapangan serta mengajukan pertanyaan yang disusun secara teratur dan mengarah pada terjawabnya permasalahan dalam penulisan skripsi ini. 2.5 Analisis Data Untuk memberikan jawaban terhadap permasalahan yang ada maka data tersebut perlu dianalisis. Pada
penelitian ini data dianalisis secara deskriptif kualitatif dengan mendeskripsikan atau menggambarkan data yang dihasilkan dari penelitian dilapangan kedalam bentuk penjelasan dengan cara sistematis sehingga memiliki arti dan dapat dirangkum guna pembahasan pada bab-bab selanjutnya. III. PEMBAHASAN 3.1 Gambaran Geografis Kota Bandar Lampung Kota Bandar Lampung merupakan Ibukota Provinsi Lampung. Oleh karena itu selain merupakan pusat kegiatan pemerintahan, sosial, politik, pendidikan dan kebudayaan, kota ini juga merupakan pusat kegiatan perekonomian daerah Lampung. Secara geografis Kota Bandar Lampung terletak pada 5020’ sampai dengan 5030’ Lintang Selatan dan 105 028’ sampai dengan 105 037’ Bujur Timur. Ibukota Bandar Lampung berada di Teluk Betung yang terletak di ujung selatan Pulau Sumatra. Kota Bandar Lampung memiliki luas wilayah daratan 19.722 Ha(197,22 KM 2 ) dan luas perairan kurang lebih 39,82 KM 2 yang terdiri atas Pulau Kubur dan Pulau Pasaran. Jumlah kecamatan dan kelurahan yang ada sebanyak 13 Kecamatan dan 98 Kelurahan. Secaraa dministratif Kota Bandar Lampung bebatasan langsung dengan beberapa wilayah Kabupaten di Provinsi 60 Lampung yaitu : a. Kecamatan Natar (Kabupaten Lampung Selatan) di sebelah Utara. b. Kecamatan Padang Cermin (Kabupaten Pesawaran) dan Katibung (Kabupaten Lampung
Selatan) serta Teluk Lampung di sebelah Selatan. c. Kecamatan Gedong Tataan dan Padang Cermin (Kabupaten Pesawaran) disebelah Barat. d. Kecamatan Tanjung Bintang (Kabupaten Lampung Selatan) di sebelah Timur. 3.2 Keadaan administratif dan Penduduk Kota Bandar Lampung Dengan Undang-Undang No.5 tahun 1975 dan Peraturan Pemerintah No.3 tahun 1982 tentang perubahan wilayah, maka kota Bandar Lampung diperluas dengan pemekaran dari 4 kecamatan 30 keluarahan menjadi 9 kecamatan 58 kelurahan. Kemudian berdasarkan SK Gurbenur No. G/185.B.111Hk/1988 tanggal 6 juli 1988 serta surat persetujuan Mendagri nomor 140/1799/PUOD tanggal 19 Mei 1987 tentang pemekaran kelurahan di wilayah kota Bandar Lampung, maka kota Bandar Lampung terdiri dari 9 Kecamatan dan 84 Kelurahan. Pada tahun 2001 berdasarkan Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung No. 04, kota Bandar Lampung menjadi 13 kecamatan dengan 98 kelurahan. Lalu, pada tanggal 17 september 2012 bertempat di Kelurahan Sukamaju, diresmikanlah kecamatan dan kelurahan baru diwilayah kota Bandar Lampung sebagai hasil pemerkaran sesuai dengan Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung Nomor 04 Tahun 2012 tentang Penataan dan Pembentukan Kelurahan dan Kecamatan. Kota Bandar Lampung menjadi 20 kecamatan dengan 126 kelurahan, adapun 7 kecamatan baru hasil pemekaran teriri dari :
a. Kecamatan Labuhan Ratu pemekaran dari Kecamatan Kedaton. b. Kecamatan Way Halim merupakan penyesuaian dari sebagian wilayah kecamatan Sukarame dan Kedaton yang dipisah menjadi suatu kecamatan. c. Kecamatan Langkapura pemekaran dari Kecamatan Sukarame. d. Kecamatan Enggal pemekaran dari Kecamatan TanjungKarang Pusat. e. Kecamatan Kedamaian pemekaran dari KecamatanTanjung Karang Timur. f. Kecamatan Telukbetung Timur pemekaran dari Kecematan Telukbetung Barat. g. Kecamatan Bumi Waras pemekaran dari Kecamatan Telukbetung Selatan. Berdasrkan sensus Badan Pusat Statistik (BPS), Kota Bandar Lampung memiliki populasi penduduk sebanyak 881.801 jiwa (sensus 2010), dengan luas wilayah sekitar 197,22 km2, , maka Bandar Lampung memiliki kepadatan penduduk penduduk 4.471 jiwa/km2 dan tingkat pertumbuhan penduduk 1,97% per tahun.2 3.3
Dinas Tata Kota Bandar Lampung Dinas Tata Kota Bandar Lampung terletak di JL. Dr. Susilo, No 2, Komplek Kantor Walikota Bandar Lampung, Sumur Batu, Kecamatan Teluk Netung Utara. Dinas Tata Kota, merupakan unsur pelaksana otonomi daerah yang melaksanakan urusan pemerintahan daerah yang dipimpin oleh seorang 2
www.kotabandarlampung,go.id Tahun 2013, diakses 19 Januari 2016
kepala dinas yang berkedudukan dibawah dan bertanggung jawab kepada walikota melalui Seketaris Daerah. Menurut Peraturan Walikota (perwali) nomor 17 Tahun 2008, Dinas Tata Kota mempunyai tugas pokok melaksanakan urusan pemerintahan daerah, dalam hal ini penyususnan dan pelaksanaan kebijakan daerah dibidang perencanaan dan penataan ruang, dalam melaksanakan tugas pokok nya Dinas Tata Kota mempunyai fungsi : a. Perumusan Kebijakan teknis, perencanaan, pemanfaatan, pembinaan, pengawasan, dan pengendalian dibidang penataan ruang kota; b. Pemberian dukungan atas penyelanggaraan pemerintahan daerah sesuai dengan lingkup tugasnya; c. Pembinaan dan pelaksanaan tugas sesuai dengan lingkup tugasnya; d. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Walikota sesuai dengan tugas dan fungsinya. 3.4 Kebijakan Pemerintah Kota Bandar Lampung dalam Pelestarian Kebudayaan Melalui Pembuatan Motif Tapis Kota Bandar Lampung dalam usahanya untuk melestarian Kebudayaan Lampung telah terwujud dengan dikeluarkannya Peraturan Walikota Bandar Lampung (Perwali) No 65 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Ketertiban, Keamanan, Kebersihan, Keindahan dan Keapikan Bagi Tempat Usaha di Wilayah Kota Bandar Lampung.
Dampak baik (positif) terhadap kebijakan Pemerintah Daerah Kota Bandar Lampung dalam Pelestarian kebudayaan melalui pembuatan Motif Tapis ialah : 1. Akan terlestarinya kebudayyaan msayarakat adat Lampung dengan pembuatan Motif Tapis. 2. Menciptakan keindahan dan keapikan bagi tempat usaha di Wilayah Kota Bandar Lampung. 3. Memudahkan masyarakat pendatang yang baru tinggal di kota Bandar Lampung untuk mengetahui Kebudyaan masyarakat adat Lampung yaitu berupa Tapis Lampung. 4. Menciptakan lapangan pekerjaan bagi pengrajin Tapis lampung Berdasarkan hasil wawancara dengan sketariat Dinas Tata Kota Bandar lampung, tanggal 18 Desember 2016 yaitu Bapak Joko bahwa dalam upaya melestarikan kebudayaan masyarakat adat Lampung agar kebudayaan yang ada bisa dipertahankan, Pemerintah Kota Bandar Lampung telah mengeluarkan Peraturan Walikota (Perwali) Nomor : 65 Tahun 2010 Tentang Pelaksanaan Ketertiban, Keamanan, Keindahan dan Keapikan bagi tempat usaha di wilayah Kota Bandar Lampung dan dilanjutkan dengan dikeluarkannya Peraturan Daerah (perda) Kota Bandar Lampung Nomor: 7 Tahun 2014 tentang Bangunan Gedung , menurut Bapak joko selaku staf Sketariat Dinas Tata Kota Bandar Lampung, Pemerintah Kota (Pemkot) Bandar Lampung dalam usahanya untuk melestarikan adat masyarakat Lampung khusus nya Tapis Lampung, maka tempat instansi negeri maupun swasta, swalayan, toko dan rumah toko (ruko) untuk
membuat motif Tapis Lampung pada bagian depan bangunan gedung bisa di pintu gedung, Pilar-pilar gedung, maupun pada rollingdoor pada gedung atau bangunan instansi swasta maupun negeri, tujuan nya untuk memberitahu pada warga pendatang yang baru bermukim di Bandar Lampung, bahwa tidak hanya Siger yang menjadi ciri khas Lampung, tetapi Lampung juga memiliki Tapis yang menjadi salah satu kearifan lokal serta menjadi identitas masyarakat Lampung yang harus dipertahankan serta di lestarikan, dalam menjalankan dan melaksanakan kebijakan ini, Dinas Tata Kota dibantu oleh Badan Penanaman Modal dan Perizinan (BPMP) kota Bandar Lampung dan Satuan Polisi Pamong Praja Kota Bandar Lampung, pada awal nya Pemerintah Kota Bandar Lampung memberikan instruksi serta sosialisai kepada pemilik bangunan untuk membuat Motif Tapis/ornamen Lampung pada bangunan gedung swalayan, ruko serta insntansi negeri maupun swasta, setelah berjalan beberapa tahun tepatnya pada tahun 2014 instruksi itu menjadi sebuah kewajiban yang harus dilaksanakan oleh pemilik bangunan komersil maupu isntansi swasta dan instansi negeri, dengan berupa Peraturan Daerah (Perda) Kota Bandar Lampung Nomor : 7 Tahun 2014 tentang Bangunan Gedung, yang dimana disebutkan pada Pasal 1 Ayat 9 yang berbunyi “Bangunan Gedung dengan gaya/langgam tradisional merupakan Bangunan Gedung yang didirikan menggunakan kaidah/ norma tradisional masyarakat setempat sesuai dengan budaya yang diwariskan secara turun temurun, untuk dimanfaatkan sebagai wadah
kegiatan masyarakat sehari-hari selain dari kegiatan adat”3 Berdasarkan hasil wawancara yang telah penulis lakukan terhadap pemilik toko atau bangunan gedung komersil yang melaksanakan Kebijakan tersebut, telah dilakukan wawancara pada tanggal 8 januari 2017 kepada bapak Dedy Saiful selaku pemilik bangunan komersil yang bertempat tinggal di jl.Pangeran Antasari, No 35, Kelurahan Jagabaya 3 menurut Dedy Saiful Kebijakan yang mengharuskan pemilik toko untuk membuat motif tapis pada pintu toko sangat memberatkan, sebelumnya bapak Dedy telah memasang siger kemudian dia di datangi petugas kecamatan bawasanya harus memasang lambang siger lampung diatas toko saya, menurut petugas kecamatan itu merupakan kebijakan yang harus dilakukan pada setiap pemilik bangunan komersil atau ruko yang dipakai dalam kegiatan bisnis, berdasarkan dari penjelasan petugas kecamatan tersebut maka bapak Dedy membuat dan memasang lambang siger dengan mengeluarkan biaya Rp 300.000, dengan ukuran siger 50cm x 20cm, kemudian sekarang beliau diminta untuk membuat motif tapis pada pintu rollingdoor ruko nya, beliau bertanya kepada petugas kecamatan, petugas kecamatan memberikan penjelasan bawasanya peraturan tersebut berdasarkan Instruksi Waliota, pak dedy menyatakan biaya untuk memasang ornamen Lampung atau mengecat motif tapis perpasang dikenakan biaya sekitar Rp200.000, akan tetapi tidak tahu siapa yang
menetapkan besaran tarif tersebut, sebab dalam surat edaran yang dibagikan kepada para pemilik ruko tidak tercantum biaya pengecatan, selain itu mereka tidak mengetahui di izinkan membuat motif tapis sendiri atau tidak, karena nya tidak tercantum pada surat edaran yang diberikan oleh petugas kecamtan tersebut.4 Penulis juga melakukan wawancara kepada masyarakat, untuk mengetahui bagaimana tanggapan masyarakat terhadap kebijakan tersebut, berdasrkan hasil wawancara yang dilakukan terhadap Fitria Indah Amini selaku warga kota Bandar Lampung, menurut Fitria “ kebijakan yang diperuntukan bagi setiap pemilik tempat usaha untuk membuat motif tapis pada pintu bangunan komersil , menurutnya sangat baik, karena dengan diberlakukan nya kebijakan tersebut maka kota Bandar Lampung telah berupaya untuk melestarikan budaya masyarakat Lampung khususnya Tapis Lampung, dengan dibuatnya motif Tapis pada pintu ruko maka akan mempercantik kota Bandar Lampung pada malam hari, dan juga semakin mencerminkan bahwa masyarakat Lampung mencintai budaya leluhur dan melestarikan kearifan lokal”. Dari data hasil wawancara diatas menurut pendapat penulis, di tetapkan nya kebijkan yang mengharuskan pemilik bangunan komersil, bangunan instansi pemerintah maupun swasta, serta rumah toko (ruko) serta swalayan untuk membuat ornamen Lampung (motif tapis) pada bangunan nya
3
Hasil wawancara dengan seketariat Dinas Tata Kota Bandar Lampung, tanggal 26 Desember 2016
4
Hasil wawancara dengan pemilik toko, Tanggal 8 januari 2017
menuai pro dan kontra, dimana dari segi pemilik bangunan atau gedung sebagian besar merasa keberatan dengan di tetapkan kebijakan tersebut, dan disisi lain kebijakan tersebut membawa dampak positif bagi perkembangan pelestarian kebudayaan masyarakat adat Lampung agar kebudayaan masyarakat adat Lampung semakin dikenal di Indonesia. 3.2 Faktor penghambat dalam menerapkan kebijakan Pemerintah Kota Bandar Lampung dalam pelestarian kebudayaan melalui pembuatan motif Tapis Berdasarkan hasil wawancara dengan Muherwan Kepala bidang pengukuran dan dokumentasi, Faktor Penghambat dalam pelaksanaan kebijakan ini sebagai berikut 1. Pemerintah dalam hal ini Dinas Tata Kota Bandar Lampung dalam melakukan pemeriksaan terhadap bangunan gedung yang di haruskan membuat atau memasang ornamen lampung dalam hal ini memasang atau membuat motif tapis, pengawasan nya tidak dilakukan secara berkala, pengawasan yang dimaksud adalah pihak Dinas Tata Kota Bandar Lampung berkoordinasi dengan Satuan Polisi Pamong Praja kota Bandar Lampung dalam melakukan pengawasan, dengan cara melakukan pemerikasaan, pemeriksaan tersebut bertujuan untuk mengetahui apakah para pemilik sudah melaksanakan kebijakan tersebut. 2. Kurang terealisasinya kordinasi antar instansi dalam mengawasi pelaksanaan kebijakan terkait, berkenaan dengan antar instansi
3.
4.
5.
dalam melakukan serta melaksanakan koordinasi yang dikomunikasikan pada setiap individu didalam organisasi guna untuk melaksanakan koordinasi dan bertanggung jawab atas tugas yang dilaksanakan. Kurangnya sosialisasi yang dilakukan dinas terkait dalam mensosialisakan kebijakan tersebut, sehingga di daerah daerah pelosok kurang memahami yang menjadi kewajiban mereka sebagai pemilik bangunan/gedung, seharusnya dilakukan musyawarah atau melakukan pertemuan antar instansi seperti mempertemukan intsansi kecamatan dengan pihak dinas terkait dalam memusyawarahkan kebijakan terkait Dalam hal ini yang sering jadi kesulitan pihak pemerintah dalam menjalankan kebijakan terkait adalah biaya, keluhan tentang biaya yang cukup besar untuk menjalankan atau melaksanakan kebijakan tersebut menjadi kendala utama, sehingga faktor biaya menjadi faktor utama yang menghambat pemerintah dalam menjalankan atau melaksanakan kebijakan tersebut . Aparat pelaksana atau implementor yang menentukan suatu kebijakan itu dapat di implementasikan atau tidak, mereka kurang melakukan monitoring dan kontrol yang efektif yang dimana fungsi monitoring itu sangat penting, fungsi monitoring bertujuan untuk mencegah kemungkinan terjadinya aparat yang melakukan penyimpangan,
selain itu masyarakat perlu diberdayakan agar lebih keritis dalam menyikapi prilaku aparat yang menyimpang . IV. PENUTUP 4.1 Kesimpulan Berdasrakan uraian yang telah dikemukakan pada pembahasan sebelumnya maka kesimpulan yang didapat dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Kebijakan Pemerintah Kota Bandar Lampung dalam Pelestarian Kebudayaan melalui pembuatan Motif Tapis yang berdasarkan Peraturan Walikota (Perwali) Nomor 65 Tahun 2010 Tentang Pelaksanaan Ketertiban, Keamanan, Kebersihan, Keindahan dan Keapikan Tempat usaha di Bandar Lampung, yang bertujuan untuk keindahan dan keapikan bagi tempat usaha di Bandar Lampung sudah terlaksana dengan cukup baik, dari beberapa tempat yang dijadikan objek peneliatan, setiap pemilik gedung sudah mengetahui kebijakan Pemerintah Kota Bandar Lampung yang mengharuskan mereka untuk membuat motif tapis pada bangunan komersil, ruko, swalayan, instansi pemerintah maupun swasta tempat mereka menjalankan bisnis atau usaha nya. 2. Faktor penghambat dalam menerapkan kebijakan Pemerintah Kota Bandar Lampung dalam Pelestarian Kebudayaan melalui pembuatan Motif Tapis adalah kurang nya pengawasan terhadap toko yg belum melaksanakan kebijakan
terkait, kurang koordinasi antar dinas terkait dalam melaksanakan pengawasan,kurang nya sosialisasi yang dilakukan pemerintah dalam menjalankan dan melaksanakan kebijakan tersebut, biaya yang dinialai cukup mahal dalam melaksnakan kebijakan tersebut. 4.2 Saran Berdasarkan simpulan diatas, saran yang dapat penulis berikan terkait kebijakan pemerintah Kota Bandar Lampung dalam Pelestarian Kebudayaan melalui pembuatan Motif Tapis di kota Bandar Lampung adalah sebagai berikut : a. Dalam segi pengawasan dan penerapan dinas sebaiknya menyusun beberapa tim untk melakukan sosialisasi kepada masyarakat di berbagai daerah terpencil di kota Bandar Lampung akan pentingnya pelestarian kebudayaan melalui pembuatan Motif Tapis di tiap bangunan instansi negeri maupun swasta serta banguna komersil lainnya, agar kebudayaan yang sudah ada tetap bertahan, pembuatan Motif Tapis mencerminkan cirri khas masyarakat adat Lampung. Secara langsung, penyampaian langsung disini artinya dilakukan dengan cara tatap muka sehingga terjadi komunikasi dua arah, ini dapat dilakukan dengan cara mendatangi langsung setiap instansi negeri maupu swasta, swalayan, toko dan rumah toko (ruko) yang berada di pinggiran jalan Kota Bandar Lampung, secara tidak langsung artinya penyuluhan disampaikan dengan
b.
media komunikasi yang ada seperti televise lokal Lampung, radio, Koran atau slogan-slogan (spanduk) ang ditempatkan di jalan strategis yang banyak dilewati masyarakat. Seharusnya biaya dalam melaksanakan kebijakan ini ditanggung oleh pemerintah Kota Bandar Lampung, karena biaya tersebut sangat membebani para pemilik toko kecil yang ada di Bandar Lampung.
Kuntjaraningrat, 1979. Pengantar Antropologi Budaya, Aksara Baru, Jakarta Marbun, Peradilan Tata Usaha Negara, Liberty, Yogyakarta, 2003 Muhammad, Irfan, Islamy. 1992. Prinsip-Prinsip Kebijaksanaan Negara. Bumi aksara. Jakarta Purwasito, Andrik. 2014. Komunikasi Multikultural, Pustaka Pelajar. Surakarta
DAFTAR PUSTAKA Literatur AG, Subarsonio. 2006. Kebijakan Publik. Pelajar. Yogyakarta.
Analisis Pustaka
Agustino, Leo. 2008. Dasar-dasar Kebijakan Publik. Alfabeta. Bandung Budiarjo, Miriam,. 2003. DasarDasar Ilmu Politik. Gramedia. Jakarta. Dedi, Mulyadi. 2015, Studi Kebijakan Publik dan Pelayanan Publik. Alfabeta. Bandung Firmansyah, Junaidi, Sitorus, 1996, Mengenal Sulaman Tapis Lampung. Gunung Pesagi. Bandar Lampung. Hotma P. Sibuea. 2010. Asas Negara Hukum, Peraturan Kebijakan dan Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik, Erlangga, Jakarta. Jones, Charles O. Ricky, Istamto. 1991. Pengantar Kebijakan Publik. Rajawali. Jakarta.
Ranjabar, Jacobus. 2006. Sistem Sosial Budaya Indonesia. Ghali Indonesia. Bogor Sinambela, Lijan, Poltak. 2008. Reformasi Pelayanan Publik. Bumi Aksara. Jakarta Soekanto, Soerjono. 2009. Sosiologi Suatu Pengantar. Rajawali Pres. Jakarta Soekanto, Soerjono dan Sri mamudji. 1990. Penelitian Hukum Normatif. Rajawali Press. Jakarta. Subarsono, 2005. Analisi Kebijakan Publik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Wahab, Solichin Abdul. 1990. Pengantar Analisis Kebijaksanaan Negara. Bumi Aksara. Jakarta. Winarno, Budi. 2002. Akuntabilitas dan Kontrol Birokrasi. Surabaya: Insani Cendikia.
Peraturan Perundang-undangan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah. Perwali Kota Bandar Lampung Nomor 65 Tahun 2010 Tentang Pelaksanaan Ketertiban, Keamanan, Keindahan dan Keapikan Bagi tempat usaha di wilayah kota Bandar Lampung Instruksi Walikota Bandar lampung Nomor 65 Tahun 2010 Tentang Pelaksanaan Ketertiban, Keamanan, Keindahan dan Keapikan Bagi tempat usaha di wilayah kota Bandar Lampung