KEBIJAKAN LEMBAGA PENYIARAN LOKAL DI SURABAYA JAWA TIMUR DALAM PENYELENGGARAAN PROGRAM SIARAN PEMILU TAHUN 2014 Oleh : Henny Sri Mulyani R1 , Ahmad Abdul Basith2 Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran1
[email protected]
ABSTRAK Penelitian di Kota Surabaya mengenai kebijakan lembaga penyiaran pada saat kampanye pemilihan umum legislatif dan pemilu presiden/wakil presiden bertujuan untuk mengetahui beberapa kemungkinan yang akan terjadi bila media penyiaran bertemu dengan sebuah event demokrasi pemilihan umum legislatif dan pemilihan umum presiden/wakil presiden tahun 2014. Penelitian ini dilakukan di Radio Suara Surabaya (SS), Stasiun JTV Surabaya dan Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Jawa Timur sebagai lembaga negara independen yang mengawasi isi siaran radio/televisi. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif deskriptif. Hasil penelitian menunjukan Radio Suara Surabaya (SS) memainkan peranan yang netral selama kegiatan Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden/Wakil Presiden 2014 yang lalu, sementara JTV: Netralitas Media yang dimodifikasi karena peranan netral tersebut tercermin dari berbagai kegiatan siaran selama berlangsungnya pesta demokrasi berlangsung. Semakin hari tampak bahwa kepemilikan individu atau kelompok terhadap lembaga penyiaran berdampak terhadap kebijakan redaksional media massa elektronik tersebut. KPID Jawa Timur monitoring dilakukan melalui pengamatan langsung terhadap siaran tersebut, dan atau menindaklanjuti berbagai aduan masyarakat pendengar radio atau penonton televisi. Kata kunci : kebijakan redaksional, KPID, lembaga penyiaran, pemilu, PENDAHULUAN Media penyiaran merupakan salah satu dari media massa dalam melaksanakan kegiatannya menggunakan frekuensi sebagai ranah publik yang terbatas, sehingga kaidahkaidah penggunaan media massa penyiaran diatur khusus, berbeda dengan media massa lainnya. Prinsip penggunaan frekuensi sebagai ranah publik menyebabkan media penyiaran diatur secara ketat (highly regulated), termasuk dalam penggunaannya bagi kepentingan politik. Lembaga penyiaran harus mengabdi sebesar-besarnya bagi kepentingan publik dan seyogyanya independen terhadap kepentingan politik tertentu. Oleh karena itu bagaimana media penyiaran di Indonesia menjalankan peran dan fungsinya dalam aktivitas politik khususnya kebijakan dalam penyiaran pemilu menjadi sangat penting untuk diketahui. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui tentang kebijakan lembaga penyiaran dalam menyelenggarakan siaran yang berkaitan dengan pemilu legislatif dan pemilihan presiden tahun 2014 khususnya lembaga penyiaran lokal di Kota Surabaya Jawa Timur. Diharapkan akan diketahui berbagai aspek dalam penyelenggaraan penyiaran pemilu ini, seperti regulasi yang relevan serta kebijakan lembaga penyiaran dalam mengimplementasikan regulasi tersebut. Dalam menciptakan demokrasi yang sehat perlu adanya penyiaran yang berperan dalam pendidikan dan sosialisasi politk yang sehat pula. Dalam suasana kampanye politik di masa menjelang Pemilihan Umum, merupakan hal yang biasa apabila pihak-pihak yang berkepentingan mencoba memengaruhi masyarakat melalui media massa. Media massa
68 |
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KOMUNIKASI 2016
dianggap sebagai saluran yang dengan mudah dapat mencapai khalayak luas dan memberikan efek instan untuk membangun opini publik. Sejalan dengan itu, para peserta Pemilihan Umum pun telah menyiapkan dana besar untuk mendukung pemanfaatan media massa tersebut. Fenomena ini dapat menjadi dilema bagi media massa. Keterlibatan dana yang besar dalam proses kampanye ini menjadi dilema tersendiri bagi media massa dalam bersikap. secara bisnis tentu saja ini sangat menguntungkan. Dalam beberapa kasus harga program kampanye Pemilu ini dapat menggantikan beberapa kali spot iklan, namun media massa menjadi gamang karena bagaimanapun mereka memiliki kewajiban untuk tetap netral dan objektif dalam menginformasikan masalah sosial politik, termasuk juga Pemilihan Umum. Di luar masalah bisnis, kegiatan penyiaran dalam masa Pemilu memang tidak dapat dihindari oleh lembaga penyiaran. Sebagai media massa, lembaga penyiaran memiliki fungsi untuk menginformasikan, menghibur, dan juga mendidik. Dalam hal ini, fungsi informasi dan pendidikan menjadi dominan, terutama dalam hal pendidikan demokrasi. Notosusanto (2004 :1-2), menyebutkan bahwa tujuan program siaran Pemilu adalah untuk pendidikan pemilih dan pendidikan warga negara. Intinya, siaran pemilu di lembaga penyiaran harus mampu memberdayakan pemilih melalui informasi yang disampaikannya agar pemilih dapat mengambil tindakan aktif dalam mempertahankan dan memperjuangkan haknya sebagai pemilih; memantau penyelenggaraan Pemilu; dan melaporkan pelanggaran seputar Pemilu. Pada umumnya, topik-topik yang dibahas di lembaga penyiaran adalah seputar hak pemilih, penyelenggaraan Pemilu, sistem Pemilu, pencalonan, kampanye, dana kampanye, pemungutan dan penghitungan suara, serta penegakan hukum terhadap pelanggaran Pemilu. Inilah yang menjadi permasalahan utama lembaga penyiaran, ketika siaran Pemilu ini sudah masuk ke ranah bisnis. Sukar untuk menghindari subjektivitas dalam laporan Pemilu ini ketika program siaran telah dipengaruhi oleh masalah finansial. Di lain pihak, tidak ada aturan yang melarang lembaga penyiaran untuk membuat program siaran berbayar, di mana hal tersebut dalam dunia jurnalistik dimasukkan ke dalam kategori advertorial. Firmansyah (2004 : 48) menyebutkan bahwa masalah terbesar akan muncul pada saat saham terbesar lembaga penyiaran dimiliki oleh aktivis/pengurus partai politik tertentu sehingga muncul kekhawatiran publik bahwa lembaga penyiaran tidak akan mampu mempertahankan independensi mereka. Selain faktor pemilik, masalah juga datang dari faktor jurnalisnya sendiri yang kemudian ikut terlibat aktif dalam aktivitas politik partai tertentu. Firmansyah menyoroti butir ketiga dari Standar Profesional Radio Siaran dalam bahasan Siaran Kampanye Pemilu yang dikeluarkan PRSSNI sebelum Pemilu 2004 yang berbunyi: Karena memanfaatkan sumber daya alam milik publik – spektrum frekuensi radio, stasiun radio tidak boleh menjadi media partisan. Penelitian ini menjadi penting karena perlu ada rekomendasi yang dapat mengamankan dan mengembalikan posisi media massa ke tempat yang sesungguhnya. Bukan hal yang perlu diperdebatkan lagi bahwa media massa Indonesia telah di”cemari” oleh pelaku-pelaku politik yang menggunakannya sebagai alat politik. Tidak saja digunakan untuk kampanye namun juga sebagai alat menyerang lawan politiknya. Hal ini sungguh tidak sehat. Isu tentang penggunaan media massa penyiaran dalam praktik kampanye Pemilu ini menjadi penting untuk diteliti, karena efek dari kegiatan ini sangat berhubungan dengan kehidupan bermasyarakat di Indonesia. Pemilu merupakan bagian dari segi pendidikan yang dilakukan media massa kepada masyarakat yang akan mempengaruhi pola pencarian informasi. METODE Menurut Mulyana (2003:150) metode penelitian kualitatif tidak perlu mengandalkan bukti berdasarkan logika matematis, prinsip angka, atau metode statistik. Penelitian kualitatif
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KOMUNIKASI 2016
| 69
bertujuan untk mempertahankan bentuk dan isi perilaku manusia dan menganalisisi kualitaskualitasnya, alih-alih mengubahnya menjadi entitas-entitas kuantitatif. Terdapat beberapa pandangan dasar atau asumsi yang melatarbelakangi penelitian dengan menggunakan desain kualitatif menurut Creswel (1994) yakni realitas sosial adalah subjektif dan diinterpretasikan tidak berada diluar individu manusia tidak secara sederhana mengikuti hukum alam diluar diri, melainkan menciptakan rangkaian makna dalam menjalankan kehidupan ilmu didsasrkan pada pengetahuan sehari-hari, bersifat induktif, idiografis dan tidak bebas nilai. Tujuan penelitian adalah memahami kehidupan sosial Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan hasil berupa kajian deskriptif. Penelitian akan dilakukan terhadap objek penelitian berupa lembaga penyiaran di Indonesia, termasuk di dalamnya adalah daerah-daerah berpotensi konflik. Lembaga penyiaran yang dimaksud adalah radio siaran dan televisi konten berita cukup banyak. Penelitian ini dilakukan di: 1. Radio Suara Surabaya (SS) yang dianggap representasi dari profesionalitas lembaga penyiaran karena reputasinya yang sangat tinggi sebagai media yang selalu menjaga netralitas terhadap berbagai kepentingan politik 2. Stasiun JTV Surabaya yang merupakan prototype keberhasilan stasiun televisi lokal yang sukses secara bisnis, meskipun menyajikan acara-acara yang tidak selaras dengan mainstream. Menarik untuk diperhatikan bahwa JTV tergabung dalam Jawa Pos Grup, yang saham mayoritasnya dipegang oleh Dahlan Iskan, salah satu kandidat Presiden RI 3. Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Jawa Timur sebagai lembaga negara independen yang mengawasi isi siaran radio/televisi, termasuk selama kampanye pemilu presiden/wakil presiden 2014 Data akan diperoleh melalui beberapa cara diantaranya : 1. Untuk mengetahui seperti apa lembaga penyiaran melakukan kegiatan di masa Pemilu, akan dilakukan observasi atau pengamatan terhadap lembaga penyiaran di kota Surabaya yaitu Radio Suara Surabaya, Stasiun JTV Surabaya dan KPID Jawa Timur. 2. Untuk memperkuat hasil observasi dan analisisnya, akan dilakukan wawancara mendalam terhadap penanggung jawab siaran atau produser program Pemilu di setiap media penyiaran. Di samping itu juga pengumpulan data lainnya berasal dari KPID di Kota Surabaya. 3. Studi kepustakaan dan tri angulasi akan dilakukan untuk memperkuat analisis data hasil penelitian dan sebagai upaya dalam pembahasan. Seluruh hasil pengumpulan data yang dihasilkan melalui observasi, wawancara dan studi kepustakaan akan direduksi. Hal ini penting sebagai upaya untuk memilah dan memilih informasi yang sesuai dengan tujuan penelitian dan kebutuhan peneliti. Setelah itu peneliti dapat memusatkan perhatian untuk menyederhanakan hasil temuan agar menjadi data yang dapat dipercaya secara keilmuan. Tahap selanjutnya yaitu menyajikan data secara deskriptif kualitatif sesui tujuan penelitian dan analisis ditunjang dengan konsep dan teori yang disesuaikan dengan hasil temuan penelitian dilapangan.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah 2014 (biasa disingkat Pemilu Legislatif 2014) diselenggarakan pada 9 April 2014 untuk memilih 560 anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), 132 anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD), serta anggota Dewan Perwakilan
70 |
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KOMUNIKASI 2016
Rakyat Daerah (DPRD Provinsi maupun DPRD Kabupaten/Kota) se-Indonesia periode 20142019. Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia Tahun 2014 (disingkat Pilpres 2014) dilaksanakan pada tanggal 9 Juli 2014 untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden Indonesia untuk masa bakti 2014-2019 dan pemilihan umum ini menjadi pemilihan presiden langsung ketiga di Indonesia. Lembaga Penyiaran menjalankan aktivitasnya melalui program-program siaran yang tentunya disiapkan agar memenuhi tujuan dari penyelengaaraan penyiarannya. Program siaran merupakan turunan dari Visi dan Misi dari setiap lembaga penyiaran yang kemudian dituangkan melalui berbagai kebijakan tertentu. Pada umumnya program siaran di lembaga penyiaran meliputi program siaran berita (news) dan program non news yang sering diebut sebagai program saja. Disamping itu ada juga program siaran yang dikategorikan sebagai program siaran iklan, yang dapat melekat dalam program lainnya. Program siaran pemilu di lembaga penyiaran berkaitan erat dengan penyikapan para pemilik dan pengelolanya. Banyak faktor yang mempengaruhi penyikapan dalam membuat kebijakan mengenai program siaran pemilu, antara lain idealisme, bisnis, politik dan pengaruh. Oleh karena itu, setiap lembaga tidak akan selalu sama kebijakannya. Berikut kecenderungan pengelolaan program siaran pemilu pada lembaga penyiaran serta langkahlangkah regulator di berbagai daerah. 1. Kecenderungan penggunaan lembaga penyiaran lokal di Surabaya Jawa Timur dalam penyelenggaraan penyiaran pemilu 2014 Secara teoretik, lembaga penyiaran memainkan peranan yang sangat besar dalam eskalasi demokrasi.Peranan lembaga penyiaran dalam demokrasi telah banyak mendapatkan kajian dari berbagai stakeholder, baik secara ilmiah maupun nonilmiah.Umumnya mereka sepakat bahwa lembaga penyiaran, baik radio maupun televisi memainkan peranan cukup sentral dalam sebuah kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan peranan masyarakat dalam kegiatan politik dan pemerintahan. Mengingat pentingnya peranan lembaga penyiaran dalam proses demokrasi dan kehidupan politik, maka UU 32/2002 tentang Penyiaran mengatur mengenai hal yang bisa dilakukan dalam kegiatan tersebut. Di antara aturan tersebut ada ketentuan mengenai netralitas lembaga penyiaran dalam kegiatan berpolitik di tanah air. Peran netralitas, artinya tidak memihak terhadap salah satu kekuatan politik atau individu tertentu. Dalam undang-undang dikatakan bahwa frekuensi radio adalah infrastruktur terbatas milik negara yang seharusnya dipergunakan sebesar-besarnya bagi kesejahteraan masyarakat. Frekuensi radio adalah milik publik yang “dipinjamkan” kepada seseorang atau sekelompok orang untuk dipergunakan sebesar-besarnya bagi kepentingan bersama dalam masyarakat. Dengan keyakinan seperti itu, penggunaan frekuensi radio bagi kepentingan politik jangka pendek atau sesaat adalah pelanggaran berat terhadap perundang-undangan, khususnya UU Penyiaran dan UU Telekomunikasi. Kasus MNC Grup, TV One dan Metro TV dalam kampanye Pemilu Presiden 2014 banyak dipandang para pengamat sebagai pelanggaran berat terhadap ketentuan undang-undang dan etika politik yang berlaku di Indonesia. Penelitian di Kota Surabaya mengenai peranan yang dilakukan lembaga penyiaran semasa kampanye pemilihan umum presiden/wakil presiden bertujuan untuk mengetahui berbagai kemungkinan yang terjadi bila media penyiaran berhadapan dengan sebuah event besar demokrasi pemilihan umum legislatif dan pemilihan umum presiden/wakil presiden tahun 2014.
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KOMUNIKASI 2016
| 71
Berikut ini adalah hasil penelitian di lembaga-lembaga penyiaran lokal di Kota Surabaya, yang diperoleh melalui wawancara mendalam terhadap stakeholder lembaga penyiaran yang merupakan key informants penelitian. 2. Radio Suara Surabaya: Peran Ideal Lembaga Penyiaran selama Pemilu Presiden/Wakil Presiden Radio Suara Surabaya (SS) memainkan peranan yang netral selama kegiatan Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden/Wakil Presiden 2014 yang lalu, peranan netral tersebut tercermin dari berbagai kegiatan siaran selama berlangsungnya pesta demokrasi. Kebijakan redaksional Radio SS bermula dari arahan pemilik radio Errol Jonathan yang menyatakan radionya bersikap professional dalam menjalan fungsinya sebagai pelayan masyarakat Surabaya dalam mendapatkan berbagai informasi yang berharga. Errol menyatakan tidak tergiur dengan berbagai tawaran politisi yang mendatangi Radio SS dan menawarkan berbagai kerjasama politik yang berujung pada pembagian kekuasaan. Sebagai catatan, Errol Jonathan adalah pribadi yang sangat dihormati dalam dunia penyiaran Indonesia, dan merupakan salah satu sesepuh bagi Persatuan Radio Siaran Swasta Nasional Indonesia (PRSSNI).Sikap Errol Jonathan tersebut kemudian ditindaklanjuti oleh para pelaksana harian di Radio Suara Surabaya melalui kebijakan praktis dalam bidang pemberitaan dan iklan. Dalam bidang pemberitaan, kebijakan redaksional Radio Suara Surabaya adalah bersikap profesional sesuai dengan kaidah jurnalistik yang berlaku. Ketika banyak radio yang mencoba bersikap netral dengan cara “mengasingkan diri” dari hiruk pikuk kampanye pemilu atau bahkan menjadi tim sukses bagi calon tertentu, Radio Suara Surabaya tetap menyiarkan berbagai kegiatan perpolitikan di Tanah Air dengan nada yang konservatif. Artinya, tetap berusaha menjaga jarak terhadap berbagai kekuatan politik, baik partai maupun individu. Di fihak lain, Radio Suara Surabaya mengedepankan sikap kehati-hatian dengan menjaga objektivitas pemberitaan, dan menjauhkan diri dari gossip-gosip politik yang terkadang penuh intrik. Kebijakan redaksional Radio Suara Surabaya tersebut dimulai dengan adanya kegiatan rapat di ruang redaksi, yang pada intinya menggariskan berbagai ketentuan yang harus dipegang oleh para reporter, programmer, dan penyiar dalam pemberitaan selama kampanye pemilihan umum.Para pelaksana kemudian menerjemahkan hasil rapat tersebut ke dalam SOP yang menjadi pegangan berbagai insan radio selama melaksanakan kegiatan sehari-hari. Selama pelaksanaan siaran kampanye, pimpinan redaksi Radio Suara Surabaya mengaku selalu melakukan koordinasi dengan berbagai stakeholder, semisal Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Jawa Timur. Fungsi koordinasi tersebut, menurut redaksi Radio Suara Surabaya adalah untuk selalu menjaga agar tidak ada masalah dalam penerapan aturan dalam kegiatan jurnalistik. Hal lain yang selalu dilakukan oleh pimpinan redaksi Radio Suara Surabaya adalah melakukan pemantauan terhadap para reporter lapangan. Pemantauan dilakukan melalui kegiatan rapat rutin harian yang menegaskan kebijakan redaksional, serta meneliti berbagai pemberitaan yang masuk ke redaksi. Dengan pemantauan yang ketat, Radio Suara Surabaya mengaku belum pernah “kebobolan” dalam pemberitaan selama kampanye Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden/Wakil Presiden 2014 lalu. Dari sisi manajerial, Radio Suara Surabaya mengaku sering didatangi oleh tim sukses kandidat legislatif yang ingin beriklan di radio tersebut. Pada prinsipnya, Radio Suara Surabaya tidak berkeberatan terhadap para pemasang iklan politik, asal sesuai dengan kebijakan yang telah digariskan oleh Radio Suara Surabaya. Di antara kebijakan tersebut
72 |
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KOMUNIKASI 2016
adalah memberlakukan kebijakan terbuka bagi semua pemasang iklan dengan ketentuan yang telah lebih dahulu digariskan oleh Radio Suara Surabaya. Iklan politik, berupa sosialisasi para calon legislatif, diberlakukan sebagaimana iklan komersial lainnya, yakni dikenakan tarif tertentu dan potongan harga menarik. Slot iklan dibatasi, sehingga tidak terkesan jor-joran serta mengganggu keutuhan program siaran Radio Suara Surabaya. Dengan cara seperti itu, masih ada (meskipun tidak banyak) yang mau beriklan. Tapi, menurut pengakuan manajemen radio, iklan seperti itu secara komersial relatif tidak menguntungkan. Sebagai tambahan, selama pelaksanaan kampanye Pemilu Legislatif lalu Radio Suara Surabaya tetap menyelanggarakan talkshow mengenai berbagai masalah keseharian, termasuk masalah politik. Tapi kegiatan jurnalistik tersebut menghadirkan berbagai nara sumber yang dianggap kompeten di bidangnya, serta tetap menjaga netralitas politik. 3. JTV: Netralitas Media yang Dimodifikasi Kepemilikan individu atau kelompok terhadap lembaga penyiaran berdampak terhadap kebijakan redaksional media massa elektronik tersebut. Hal tersebut terlihat dalam kasus JTV selama kampanye Pemilu Presiden 2014 yang lalu. Imawan Mashuri sebagai Direktur Utama JTV Network mengaku bahwa JTV berusaha netral selama kampanye tersebut, JTV juga mengaku memperlakukan Dahlan Iskan sebagai pemilih Jawa Pos Grup di mana JTV bergabung secara istimewa. Di antara keistimewaan tersebut adalah pemberlakuan khusus bagi acara-acara yang melibatkan Dahlan Iskan sebagai salah satu peserta konvensi Partai Demokrat. JTV dengan rajin selalu melaporkan berbagai kegiatan Dahlan Iskan melalui liputan khusus, terutama melalui siaran warta berita televsi. Hal yang sama tentu saja tidak diberlakukan bagi kandidat presiden/wakil presiden lainnya. Meskipun begitu, pimpinan perusahaan JTV mengaku tetap netral terhadap semua kekuatan politik, baik secara lembaga maupun individu. Netralitas tersebut dinyatakan dalam berbagai liputan JTV, baik dalam bentuk straight news maupun laporan mendalam, tapi diakui bahwa liputan tentang Dahlan Iskan mendapatkan porsi yang lebih bila dibandingkan kandidat yang lain karena adanya faktor “kedekatan” antara manajemen JTV dengan individu pemegang saham mayoritas grupnya. Posisi unik JTV dan Dahlan Iskan juga terlihat dari kebijakan manajemen dan iklan selama kampanye Pemilu 2014 yang lalu. Diakui bahwa lembaga penyiarannya membuka kesempatan bagi semua kandidat, baik partai maupun individu, tak urung JTV memberi potongan harga khusus bagi kandidat yang berasal dari kelompoknya sendiri. Hal tersebut ditempuh sebagai upaya mendukung keberhasilan kandidat yang mereka jagokan untuk jadi anggota legislatif maupun eksekutif. JTV nampaknya tidak ingin kehilangan muka dengan mengumumkan bersikap netral selama pelaksanaan kampanye Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden/Wakil Presiden 2014 lalu. Mereka adalah grup media besar yang mengusai berbagai surat kabar, radio dan televisi di seluruh Indonesia. Mereka berusaha menjaga reputasi di mata pembaca, pendengar dan pemirsanya, akan tetapi peran netralitas tersebut terpaksa dimodifikasi karena kepentingan dari pemilik saham terbesar mereka Dahlan Iskan yang merupakan salah satu kandidat dalam Partai Demokrat. 4. KPID Jawa Timur Sang Penjaga Netralitas Lembaga Penyiaran Selama masa kegiatan kampanye Pemilu, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menjalankan fungsinya sebagai pengawas kegiatan tersebut. Sesuai dengan UU Penyiaran, KPI mempunyai tugas untuk mengawasi isi siaran radio dan televisi agar tidak melenceng
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KOMUNIKASI 2016
| 73
dari amanat konstitusi. Tugas KPI adalah untuk menegur dan menindak lembaga penyiaran yang dipergunakan sebagai corong kekuatan politik individual atau kelompok. Tugas yang sama diemban oleh Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Jawa Timur. Selama masa kampanye, KPID Jatim melakukan monitoring terhadap isi siaran radio dan televisi di wilayah kerja mereka.Monitoring dilakukan melalui pengamatan langsung terhadap siaran tersebut, dan atau menindaklanjuti berbagai aduan masyarakat pendengar radio atau penonton televisi. Dari hasil monitoring diketahui bahwa ada beberapa radio (terutama di luar Kota Surabaya) yang diduga melakukan pelanggaran terhadap ketentuan netralitas selama masa kampanye. Pelanggaran tersebut bisa berupa iklan kandidat yang berlebih, talkshow yang berbau kampanye sepihak, atau liputan yang tidak berimbang. Pelanggaran lain yang cukup serius adalah penggunaan radio sebagai corong bagi pemiliknya yang kebetulan menjadi kandidat anggota legislatif di daerah-daerah. Berdasarkan pengamatan KPID Jatim, pelanggaran jenis terakhir banyak terjadi di berbagai kota satelit Surabaya seperti Gresik, Blitar atau Malang. Kecenderungan politisi menguasai lembaga penyiaran untuk keuntungan pribadinya ternyata mencerminkan kondisi serupa yang terjadi di ibu kota Jakarta selama kampanye Pemilu Presiden yang lalu. Menghadapi gejala seperti itu, KPID Jawa Timur menjalankan tugasnya sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku. KPID memanggil pengelola lembaga penyiaran yang bersangkutan untuk melakukan klarifikasi, bila tidak diindahkan, KPID Jatim melayangkan surat peringatan yang biasanya langsung direspon oleh pengelola lembaga penyiaran bersangkutan. Selama pelaksanaan kampanye Pemilu 2014 lalu, KPID Jatim berusaha menjalankan fungsinya sebagai pengawas netralitas lembaga penyiaran dalam kegiatan demokrasi tersebut. PENUTUP 1. Simpulan a. Regulasi penyiaran pemilu yang telah ada dan diatur oleh lembaga yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemilu, adapun hasil pendataan tersebut diketahui bahwa pengaturan tentang penyiaran pemilu diatur dalam Undang-undang dan Peraturan b. Pada umumnya program siaran di lembaga penyiaran meliputi program siaran berita (news) dan program non news yang sering diebut sebagai program saja. Disamping itu ada juga program siaran yang dikategorikan sebagai program siaran iklan, yang dapat melekat dalam program lainnya. Program siaran pemilu di lembaga penyiaran berkaitan erat dengan penyikapan para pemilik dan pengelolanya. c. Kebijakan redaksional Radio Suara Surabaya tersebut dimulai dengan adanya kegiatan rapat di ruang redaksi, yang pada intinya menggariskan berbagai ketentuan yang harus dipegang oleh para reporter, programmer, dan penyiar dalam pemberitaan selama kampanye pemilihan umum.Para pelaksana kemudian menerjemahkan hasil rapat tersebut ke dalam SOP yang menjadi pegangan berbagai insan radio selama melaksanakan kegiatan sehari-hari. d. JTV nampaknya mengumumkan bersikap netral selama pelaksanaan kampanye Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden/Wakil Presiden 2014 lalu. Mereka adalah grup media besar yang mengusai berbagai surat kabar, radio dan televisi di seluruh Indonesia. Mereka berusaha menjaga reputasi di mata pembaca, pendengar dan pemirsa.Tapi peran netralitas tersebut terpaksa dimodifikasi karena kepentingan dari pemilik saham terbesar mereka Dahlan Iskan menjadi salah satu kandidat dalam konensi Partai Demokrat. e. Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Jawa Timur. Selama masa kampanye, KPID Jatim melakukan monitoring terhadap isi siaran radio dan televisi di wilayah
74 |
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KOMUNIKASI 2016
kerja mereka.Monitoring dilakukan melalui pengamatan langsung terhadap siaran tersebut, dan atau menindaklanjuti berbagai aduan masyarakat pendengar radio atau penonton televisi. 2. Saran a. Lembaga Penyiaran disarankan senantiasa memperhatikan berbagai ketentuan mengenai siaran pemilu untuk menjaga independensi dan kepercayaan publik terhadap lembaga penyiaran b. Regulator harus mampu mengawasi pelaksanaan peraturan yang dibuat dengan mempertimbangkan rencana perbaikan terhadap lemahnya peraturan-peraturan tersebut. DAFTAR REFERENSI Firmansyah. 2004. “Radio Meliput Pemilu 2004” dalam Radio dan Pemilu 2004. Friedrich Naumann-Stiftung Jonathan, Errol. 2004. “Manajemen Penyiaran Pemilu 2004 di Radio” dalam Radio dan Pemilu 2004. Friedrich Naumann-Stiftung Kovach, Bill and Tom Rosenthiel, 2001, The Elements Of Journalism, What Newspeople Should Know and the Publik Should Expect, New York: Crown Publisher Muhadjir, Prof. Dr. H. Noeng. 1996. Metodologi Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Rake Sarasin Mulyana, Deddy. 2001. Metodologi Penelitian Kulaitatif. Bandung: Remaja Rosda Karya. Notosusanto, Smita. 2004. “Sistem Pemilu 2004” dalam Radio dan Pemilu 2004. Friedrich Naumann-Stiftung Sudibyo, Agus. 2001. Kabar-Kabar Kebencian. Jakarta: Institut Studi Arus Informasi (ISAI) Syahputra, Iswandi. 2006. Jurnalisme Damai (Meretas Ideologi Peliputan di Area Konflik). Jakarta: P_Idea Sumber lain : Undang-undang No. 32 tahun 2002 tentang Penyiaran Undang-undang No 8 tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Peraturan KPI No. 01/P/KPI/03/2012 tahun 2012 tentang Pedoman Perilaku Penyiaran Peraturan KPI No. 02/P/KPI/03?2012 tahun 2012 tentang Standar Program Siaran Peraturan Dewan PersNomor: 6/Peraturan-Dp/V/2008Tentang Pengesahan Surat KeputusanDewan PersNomor 03/Sk-Dp/Iii/2006 Tentang Kode Etik Jurnalistik Sebagai Peraturan Dewan Pers Peraturan KPU No. 01 tahun 2013 tentang 2013 Tentang Pedoman Pelaksanaan Kampanye Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KOMUNIKASI 2016
| 75