KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN DALAM PENYELENGGARAANTELEKOMUNIKASI RADIO KHUSUS DI INDONESIA
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum UNSRI
NAMA NIM
Oleh: : ROBBY SANDES : 02023100100
UNIVERSITAS SRIWIJAYA FAKULTAS HUKUM INDRALAYA 2007
UNIVERSITAS SRIWIJAYA FAKULTAS HUKUM
TANDA PERSETUJUAN SKRIPSI
Nama
: ROBBY SANDES
NIM
: 02023100100
Program Studi
: ILMU HUKUM
Program Kekhususan : Studi Hukum Dan Sistem Peradilan Pidana Judul Skripsi
: KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP PELANGGARAN DALAM PENYELENGGARAAN TELEKOMUNIKASI RADIO KHUSUS DI INDONESIA
Menyetujui Pembimbing Utama
Pembimbing Pembantu
Ruben Achmad., S.H., M.Hum NIP 130989244
Malkian Elvani, S.H., M.Hum NIP 131470620
ii
Telah diuji dan lulus pada : Hari
: Rabu
Tanggal
: 7 Februari 2007
Nama
: Robby Sandes
Nomor Induk Mahasiswa
: 02023100100
Program Kekhususan
: Studi Hukum Dan Sistem Peradilan Pidana
TIM PENGUJI 1. Ketua
: Ruben Achmad., S.H., M.H. NIP 130989244
(
)
2. Sekretaris : Syahmin A.K., S.H., M.H. NIP 130292297
(
)
3. Anggota
(
)
: Mohjan., S.H., M. Hum. NIP 131638923
Indralaya, Februari 2007 Mengetahui Dekan Fakultas Hukum
H.M. RASYID ARIMAN, S.H., M,H. NIP. 130604256
iii
MOTTO :
“If you want to make the world a better place, Take a look at your self then make a change” (Bila engkau ingin melihat dunia menjadi lebih baik, Lihatlah pada dirimu dan lakukan perubahan)
Kupersembahakan untuk : -
Syaiful Yazan Sutan Rajo Ameh dan Yunani,
yang
telah
melahirkan
dan
membesarkan ku dengan penuh kasih dan sayang. -
Pipit, Rama, Agus dan Rahma adik-adikku yang tercinta yang telah memberikan suasana hidup terasa menjadi lebih hidup
-
Dwi Agustin Nanik Sukarno yang telah memberikan segalanya untukku
-
Baju kuning almamater ku tercinta.
iv
UCAPAN TERIMA KASIH
Terima kasih yang tiada terhingga kepada : 1. Bapak Ruben Achmad SH. MH, selaku Pembimbing Utama yang telah memberikan bimbingan kepada peneliti untuk menyusun laporan penelitian ini. 2. Bapak Malkian Elvani SH. MHum, selaku Pembimbing Pembantu yang juga telah memberikan bimbingan kepada peneliti dalam penyusunan laporan penelitian ini. 3. Bapak Amrullah Arpan SH. SU, selaku Pembimbing Akademik yang telah memberikan pengarahan akademik kepada peneliti selama melakukan studi di Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya. 4. Ibu Wahyu Ernaningsih SH, MHum, yang dengan penuh kelembutan dan kasih sayang telah menjadi ibu bagi peneliti selama melakukan studi di Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya. 5. dr. H Nazaruddin, yang telah menjadi tempat bernaung dan berlindung selam peneliti melakukan studi di Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya. 6. Yan Anton Ferdian, yang telah begitu besar membantu peneliti dalam berbagai hal selama peneliti melakukan studi di Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya. 7. Bapak Hamid, yang telah dengan sabar membantu segala permasalahan administrasi selama peneliti melakukan studi di Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya. 8. Ir. Suherman dan Ir. Wartaty, yang telah memberikan dorongan moril dan materiel kepada peneliti untuk menyelesaikan studi pada Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya 9. Teman-teman mahasiswa dan pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Semoga Allah SWT memberikan balasan atas budi baik mereka semua. Amin.
v
KATA PENGANTAR
Tiada kata awal yang paling indah, selain mengucapkan puji dan syukur kepada Allah SWT yang berkat Rahmat dan RidhoNya peneliti dapat menyelesaikan penelitian, yang merupakan tugas akhir yang harus peneliti tempuh untuk menyelesaikan studi pada Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya, Indralaya. Penelitian ini merupakan implementasi dari beberapa bidang ilmu yang peneliti miliki, yaitu ilmu teknik radio dan elektronika serta ilmu hukum. Dimana ilmu teknik radio dan elektronika tersebut telah peneliti dapatkan sebelum menuntut ilmu di Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya, dan ilmu hukum peneliti dapatkan dari dosendosen pengajar yang ada di Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya. Adalah perlu peneliti sampaikan, bahwa penelitian ini hanyalah suatu langkah awal untuk mendapatkan hasil penelitian akhir yang dapat langsung bermanfaat dan diterapkan dalam kehidupan masyarakat, namun karena berbagai keterbatasan yang ada pada peneliti, maka peneliti hanya dapat menyelesaikan penelitian awal yang hasilnya merupakan data awal untuk melakukan penelitian berikutnya. Ada pun topik yang diteliti adalah pelaksanaan pengaturan telekomunikasi radio khusus di Indonesia. Seperti yang dapat diketahui bahwa telah ada undangundang dan peraturan pelaksana dibawahnya yang mengatur secara rinci dan tegas sehubungan dengan penyelenggaraan telekomunikasi radio khusus di Indonesia. Namun yang terjadi adalah masih terdapat begitu banyaknya pelanggaran-
vi
pelanggaran yang terjadi dalam penyelenggaraan telekomunikasi radio khusus tersebut. Pemerintah telah mengeluarkan kebijakan-kebijakan baik penal (yang mengandung sanksi pidana) maupun non penal, tujuannya adalah tidak lain untuk menciptakan suatu ketertiban dalam penyelenggaraan telekomunikasi radio khusus di Indonesia. Namun dalam kenyataannya, masih terjadi begitu banyak pelanggaranpelanggaran dalam penyelenggaraan telekomunikasi radio khusus tersebut. Atas dasar inilah peneliti memandang perlu untuk mengkaji dan mencari adakah kebijakankebijakan lain yang dapat diterapkan untuk menciptakan ketertiban dalam penyelenggaraan telekomunikasi radio khusus di Indonesia. Akhir kata peneliti mengharapkan agar pada waktu yang akan datang dapat dilaksanakan penelitian kembali sebagai tindak lanjut dari hasil penelitian ini. Dan peneliti juga berharap adanya kritik dan saran untuk peneliti yang dapat dijadikan pandangan untuk menuju suatu kesempurnaan.
Indralaya, Februari 2007 Peneliti
Robby Sandes
vii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ..................................................................................................i HALAMAN PERSETUJUAN .................................................................................. ii HALAMAN PENGESAHAN .................................................................................. iii HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ........................................................iv UCAPAN TERIMA KASIH ......................................................................................v KATA PENGANTAR ..............................................................................................vi DAFTAR ISI ......................................................................................................... viii DAFTAR GAMBAR ................................................................................................xi DAFTAR TABEL ................................................................................................. xiii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ...............................................................................................1 B. Rumusan Masalah ........................................................................................13 C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian ....................................................................13 D. Metode Penelitian.........................................................................................14 1. Pendekatan Masalah .............................................................................14 2. Sumber Data.........................................................................................14 3. Teknik Pengumpulan Data....................................................................15 4. Lokasi Penelitian ..................................................................................19 5. Teknik Penentuan Sampel.....................................................................19
viii
6. Teknik Analisa Data .............................................................................21 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telekomunikasi Radio ..................................................................................22 1. Gambaran Umum Telekomunikasi Radio .............................................22 a. Power Supply..................................................................................24 b. Modulator .......................................................................................25 c. Oscillator ........................................................................................29 d. Transmitter .....................................................................................30 e. Antenna ..........................................................................................31 2. Teknologi Terapan Dalam Telekomunikasi Radio.................................33 1. Telekomunikasi Teleponi................................................................33 2. Komunikasi Data ............................................................................37 3. Remote Station ...............................................................................38 B. Pengaturan Penyelenggaraan Telekomunikasi Radio Khusus Di Indonesia .................................................................................................39 1. Pengertian Telekomunikasi Radio.........................................................39 2. Penyelenggaraan Telekomunikasi Radio Khusus ..................................41 a. Penguasaan Perangkat Telekomunikasi Radio. ................................44 b. Sertifikasi Perangkat Telekomunikasi Radio ...................................44 c. Alokasi Frekuensi ...........................................................................49 3. Tindakan Pengawasan Dan Penertiban..................................................52 C. Teori Kebijakan Kriminal.............................................................................54
ix
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Pelanggaran Dalam Penyelenggaraan Telekomunikasi Radio Khusus....................................................................61 B. Kebijakan Kriminal Non Penal Terhadap Pelanggaran Penyelenggaraan Telekomunikasi Radio Khusus....................................................................79 1. Kebijakan Kriminal Non Penal Sehubungan Dengan Administrasi (Perizinan). ...........................................................................................80 2. Kebijakan Kriminal Non Penal Sehubungan Dengan Teknologi Telekomunikasi Radio ..........................................................................83 3. Radio Trunking System ........................................................................85 BAB IV KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan ..................................................................................................94 B. Rekomendasi................................................................................................96 DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................98
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Karakteristik Gelombang Elektromagnet ................................................ 22 Gambar 2 Hubungan Panjang Gelombang Dengan Frekuensi Radio........................ 23 Gambar 3 Karakteristik Pancaran FM ..................................................................... 25 Gambar 4 Karakteristik Pancaran AM..................................................................... 26 Gambar 5 Metode Konfersi Data............................................................................. 27 Gambar 6 Kode Morse Internasional....................................................................... 28 Gambar 7 Contoh Skema Rangkaian Oscillator....................................................... 30 Gambar 8 Contoh Sebuah Directional Antenna ....................................................... 31 Gambar 9 Diagram Alur Sebuah Pemancar Radio ................................................... 32 Gambar 10 Diagram Alur Sebuah Penerima Radio.................................................. 33 Gambar 11 Ilustrasi Telekomunikasi Radio Menggunakan Teknologi Repeater ...... 34 Gambar 12 Penerapan Berbagai Teknologi Komunikasi Radio Mengunakan Radio IC-F7000 Buatan Icom Inc .................................................................. 36 Gambar 13 Penggunaan Gelombang Radio Pada Radar........................................... 39 Gambar 14 Struktur Industri Telekomunikasi Di Indonesia ..................................... 42 Gambar 15 Diagram Alur Prose Sertifikasi Perangkat Telekomunikasi ................... 48 Gambar 16 Diagram Alur Proses Pelaksanaan Pengawasan Dan Penertiban Penyelenggaraan Telekomunikasi Radio Di Indonesia ......................... 53
xi
Gambar 17 Ilustrasi Telekomunikasi Radio Menggnakan Repeater ......................... 86 Gambar 18 Ilustrasi Penerapan Radio Trunking System Pada Sebuah Perusahaan... 88 Gambar 19 Ilustrasi Penerapan Radio Trunking System Pada Sebuah Kabupaten/Kota................................................................................... 90
xii
DAFTAR TABLE
Table 1 Responden berdasarkan daerah................................................................... 65 Table 2 Responden berdasarkan penggunaan .......................................................... 65 Table 3 Responden berdasarkan status responden.................................................... 65 Table 4 Merek Dan Type Radio Yang Digunakan Responden ................................. 72
xiii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Jauh sebelum diundangkannya Undang-undang Nomor 3 Tahun 1989 tentang Telekomunikasi,
pembangunan
dan
penyelenggaraan
telekomunikasi
telah
menunjukkan peningkatan peran penting dan strategis dalam menunjang dan mendorong kegiatan perekonomian masyarakat, memantapkan pertahanan dan keamanan, mencerdaskan kehidupan bangsa, memperlancar kegiatan pemerintahan, memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa dalam kerangka wawasan nusantara, serta meningkatkan hubungan dengan bangsa lain. Dalam penjelasan Undang-undang Nomor 3 Tahun 1989 tentang Telekomunikasi, spektrum frekuensi radio dan orbit satelit dinyatakan sebagai suatu sumber daya alam terbatas,1 sehingga penggunaannya harus sesuai dengan peruntukannya serta tidak saling mengganggu, 2 Mengingat sifat spektrum frekuensi radio yang juga dapat merambat ke segala arah tanpa mengenal batas wilayah negara dan derajat perangkat telekomunikasi radio yang disetarakan dengan senjata api dan senjata tajam,3 maka sumber daya alam tersebut perlu dikelola dan diatur pembinaannya guna memperoleh manfaat yang optimal dengan
1
Indonesia., Penjelasan Undang-undang Nomor 3 Tentang Telekomunikasi., 1989., www.postel.go.id. 2 Indonesia., Undang-undang Nomor 36 Tentang Telekomunikasi., 1999., www.postel.go.id., Pasal 33 ayat (2) 3 Anonymous., Himpunan Peraturan Tentang Kegiatan Amatir Radio–Paket Pembinaan Organisasi., Organisasi Amatir Radio Indonesia Daerah Sumatra Selatan, 1999., Hal 42.
1
2 memperhatikan kaidah hukum nasional maupun internasional seperti konstitusi dan konvensi International Telecommunication Union serta Radio Regulation, dan perhatian akan hal tersebut telah dituangkan oleh pemerintah dalam Undang-undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi beserta peraturan-peraturan pelaksananya. Dalam pengaturannya, penyelenggaraan telekomunikasi dibagi menjadi dua macam, yaitu penyelenggaraan jaringan telekomunikasi dan penyelenggaraan telekomunikasi radio khusus.4 Untuk penyelenggaraan jaringan telekomunikasi dilakukan oleh beberapa badan usaha yang bergerak dalam bidang telekomunikasi yang mendapat izin dari pemerintah untuk mengelola suatu jasa jaringan telekomunikasi yang diperuntukkan untuk umum. Dan untuk penyelenggaraan telekomunikasi khusus dilakukan oleh badan usaha atau Dinas/instansi atau perorangan yang mendapat
izin dari pemerintah untuk menyelenggarakan
telekomunikasi untuk keperluan khusus. Keperluan khusus yang dimaksud adalah kebutuhan telekomunikasi untuk mendukung kegiatan berbagai untuk keperluan sendiri, keamanan, latih diri, telekomunikasi darurat dan kegiatan lainnya yang dalam pelaksanaannya membutuhkan suatu jaringan telekomunikasi tersendiri dan terpisah dari jaringan telekomunikasi umum atau kegiatan tersebut belum dapat terjangkau oleh jaringan telekomunikasi umum. Penggunaan gelombang elektromagnet yang mampu merambat melalui udara menyebabkan telekomunikasi radio memiliki jarak jangkau yang lebih jauh bila 4
Indonesia., Opcit., Pasal 7 ayat (1)
3 dibandingkan dengan teknologi telekomunikasi yang menggunakan media kabel atau lainnya, sehingga dalam perhitungan biaya operasionalnya telekomunikasi radio menduduki posisi yang terendah di antara jenis telekomunikasi lainnya.5 Oleh karena itu, banyak pihak terutama para pelaku usaha yang membutuhkan telekomunikasi untuk mendukung kegiatannya cenderung memilih telekomunikasi radio sebagai alternatif. Jaringan telekomunikasi umum yang hingga pada saat ini belum menjangkau tempat-tempat tertentu juga menjadi alasan mengapa pihak pengguna telekomunikasi menggunakan telekomunikasi radio untuk melaksanakan kegiatannya. Ini terbukti dari masih banyaknya daerah yang tidak tersedia jaringan telepon baik kabel maupun seluler. Telekomunikasi radio yang menggunakan teknologi telekomunikasi tertentu juga membutuhkan suatu jaringan telekomunikasi yang terpisah dari jaringan telekomunikasi umum. Misalnya telekomunikasi radio yang menggunakan mode paging, atau telekomunikasi radio yang dijadikan sebagai remote station, atau telekomunikasi radio sebagai penentu lokasi/radar dan telekomunikasi radio siaran atau bahkan untuk keperluan medis, semua mode telekomunikasi tersebut secara teknik dan prosedur operasionalnya membutuhkan suatu perangkat, frekuensi dan prosedur pengoperasian yang berbeda dari jaringan telekomunikasi umum yang telah ada. Dan dengan alasan pengembangan ilmu pengetahuan telekomunikasi radio yang terpisah dari jaringan telekomunikasi umum juga diperlukan untuk keperluan
5
Leonard Feldman, Sir Robert Alexander Watson-Watt, Vladimir Kosma Zworykin., Radio., Microsoft Encarta Premium Encyclopedia 2006 On DVD., Microsoft Corporation.. 1993-2005
4 pendidikan dan latih diri yang dilakukan oleh lembaga-lembaga pendidikan dan perorangan. Menurut Undang-undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi, semua kegiatan telekomunikasi radio tersebut harus dilaksanakan sesuai dengan apa yang telah diatur dalam Undang-undang tersebut dan peraturan-peraturan pelaksana dibawahnya. Pengaturan tentang prosedur pelaksanaan telekomunikasi radio dimulai dari jenis perangkat radio yang digunakan. Ini diatur dalam Pasal 32 ayat (1) yang menyatakan bahwa: “Perangkat telekomunikasi yang diperdagangkan, dibuat, dirakit, dimasukkan dan atau digunakan di wilayah Negara Republik Indonesia wajib memperhatikan persyaratan teknis dan berdasarkan izin sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku”
dan diatur pula dalam Peraturan Pemerintah Nomor 52 tahun 2000 tentang Penyelenggaraan telekomunikasi pada Bab IV yang intinya adalah mengatur semua jenis perangkat dan alat telekomunikasi radio yang digunakan harus mengikuti standar yang telah ditentukan oleh Pemerintah.6 Dan lebih spesifik diatur dalam Keputusan Direktur Jenderal Pos Dan Telekomunikasi Nomor 84 Tahun 1999 tentang Spesifikasi Teknis Perangkat Telekomunikasi.7 Perangkat telekomunikasi yang telah sesuai dengan standar yang ditentukan oleh Pemerintah tersebut, masih harus mendapatkan izin untuk dioperasikan.
6
Indonesia., Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi., 2000., www.postel.go.id. 7 Keputusan Direktur Jenderal Pos Dan Telekomunikasi Nomor 84 Tahun 1999 Tentang Spesifikasi Teknis Perangkat Telekomunikasi., www.postel.go.id.
5 Pengaturan tentang izin tersebut dituangkan dalam Pasal 33 ayat (1) Undang-undang Nomor 36 tahun 1999 Tentang Telekomunikasi yang menyatakan bahwa : “Penggunaan spektrum frekuensi radio dan orbit satelit wajib mendapatkan izin Pemerintah” dan Pasal 46 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2000 Tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi yang menyatakan bahwa : “Dalam hal penyelenggara jaringan telekomunikasi dan atau penyelenggara jasa telekomunikasi belum dapat menyediakan akses di daerah tertentu, maka penyelenggara telekomunikasi khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 huruf a dapat menyelenggarakan jaringan telekomunikasi dan atau jasa telekomunikasi dengan izin Menteri.” Pemerintah
juga
mengatur
secara
khusus
tentang
penyelenggaraan
telekomunikasi radio yang dilaksanakan oleh orang pribadi atau amatir radio yang dalam Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 49 Tahun 2002 Tentang Pedoman Kegiatan Amatir Radio yang didalamnya mengatur tentang izin penguasaan perangkat telekomunikasi radio dan izin untuk mendirikan, mendirikan, memiliki, mengoperasikan stasiun radio amatir dan menggunakan frekuensi amatir radio. Namun dalam kenyataannya masih banyak penyelenggara telekomunikasi radio yang melaksanakan kegiatan telekomunikasi dengan tidak mengikuti ketentuanketentuan yang telah diatur oleh Pemerintah. Kondisi ini dapat ditemukan hampir di semua daerah di Indonesia dengan indikasi banyaknya laporan-laporan yang diangkat oleh media massa atau informasi dari penyelenggara telekomunikasi radio. Pelanggaran-pelanggaran
yang
dapat
terlihat
misalnya
penyelenggaraan
6 telekomunikasi radio yang menggunakan perangkat radio yang tidak sesuai dengan standar yang telah ditentukan oleh Pemerintah. Pembuktian akan hal ini adalah banyak perangkat telekomunikasi radio yang digunakan dengan tidak melalui proses sertifikasi yang diwajibkan oleh pemerintah seperti yang dinyatakan dalam Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 2 Tahun 2001 Tentang Tata Cara Penerbitan Sertifikat Tipe Alat Dan Perangkat Telekomunikasi Pasal 2 ayat (1) yaitu:8: “Setiap tipe alat dan perangkat telekomunikasi yang dibuat, dirakit, dimasukkan untuk diperdagangkan dan atau digunakan di wilayah Negara Republik Indonesia wajib dilakukan sertifikasi” Pelanggaran lain adalah penyelenggaraan telekomunikasi radio yang menggunakan pita frekuensi tanpa izin atau di luar yang ditentukan oleh izin yang diberikan. Pelanggaran seperti ini kerap kali dilakukan oleh badan usaha atau bahkan Dinas/instansi Pemerintah yang menggunakan telekomunikasi radio. Kemudian pelanggaran juga terjadi dalam hal peruntukannya, misalnya penyelenggaraan telekomunikasi
radio
yang
seharusnya
digunakan
untuk
keperluan
Dinas/instansi/perusahaan dalam kenyataannya juga digunakan untuk keperluan amatir radio atau telekomunikasi untuk amatir radio tetapi digunakan untuk keperluan usaha baik badan hukum maupun perorangan atau penyelenggara telekomunikasi memungut biaya dalam pengoperasiannya. Hal ini melanggar ketentuan sebagaimana
8
Menteri Perhubungan., Keputusan Nomor 2., 2001., www.postel.go.id.
7 diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2000 Pasal 50 yang menyebutkan bahwa: “Penyelenggara telekomunikasi khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38, Pasal 39, Pasal 40, Pasal. 41, Pasal 43, Pasal 44, dan Pasal 45 dilarang untuk: a. menyelenggarakan telekomunikasi di luar peruntukannya; b. menyambungkan atau mengadakan interkoneksi dengan jaringan telekomunikasi lainnya; dan c. memungut biaya dalam bentuk apa pun atas penggunaan dan atau pengoperasiannya, kecuali untuk telekomunikasi khusus yang berkenaan dengan ketentuan internasional yang telah diratifikasi.” Pelanggaran-pelanggaran seperti tersebut di atas, dapat menimbulkan akibat-akibat baik berupa gangguan secara teknis atau kekacauan bahkan dapat menimbulkan kerugian langsung terhadap pihak lain. Akibat-akibat tersebut diantaranya adalah penggunaan perangkat telekomunikasi radio yang tidak melalui proses sertifikasi dapat menimbulkan gangguan teknis seperti timbulnya interference9 yang dapat mengganggu pihak lain pengguna frekuensi radio misalnya pengguna televisi tidak dapat menyaksikan siaran televisi akibat gangguan dari pancaran pengguna telekomunikasi radio, bahkan bila didirikan dengan tidak mengikuti ketentuan teknis telekomunikasi radio maka dapat menimbulkan kerugian langsung pada pihak lain misalnya penggunaan tiang antenna yang tidak sesuai dengan spesifikasi teknis dapat menyebabkan robohnya tiang antenna. Akibat lain adalah kekacauan yang
9
Dijelaskan oleh Dunning, John. On the Air: The Encyclopedia of Old-Time Radio. Oxford University Press, 1998 dalam Microsoft Encarta Premium Encyclopedia 2006 On DVD., Microsoft Corporation.. 1993-2005. Bahwa Interference adalah gelombang radio palsu yang terpancar pada frekuensi lain selain frekuensi utama yang timbul sebagai akibat dari tidak sesuainya (unmatched) penerapan komponen pada rangkaian oscillator. Gangguan ini dapat mengakibatkan menghilangnya gelombang radio asli apabila kekuatan gelombang interference ini lebih kuat dibandingkan gelombang radio yang asli.
8 ditimbulkan oleh penggunaan pita frekuensi radio yang tanpa atau tidak sesuai dengan izin. Kekacauan yang dimaksud adalah kemungkinan adanya lebih dari satu penyelenggaraan telekomunikasi radio yang beroperasi pada satu frekuensi yang sama, yang pada akhirnya menghambat laju penyelenggaraan telekomunikasi radio tersebut bahkan dapat menyebabkan kerusakan pada bagian pemancar apabila sering terjadi pancaran ganda (double transmission).10 Contoh kekacauan ini pernah diutarakan oleh seorang amatir radio Indonesia daerah Sumatra Selatan Lokal Musi Rawas Syaiful Yazan-YC4IBO yang mengatakan bahwa International Amateur Radio Union (IARU) pernah memerintahkan stasiun pusat kendali satelit Orbiting Satellite Carrying Amateur Radio (OSCAR) untuk menonaktifkan semua fasilitas yang dimiliki oleh OSCAR11 ketika orbit satellite berada tepat di atas Indonesia.12 Pelanggaran penyelenggaraan telekomunikasi radio juga menyebabkan kerugian terhadap negara dalam hal Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP), sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 1997 Tentang Jenis Penerimaan
10
Gibilisco, Stan. Amateur Radio Encyclopedia. TAB, 1993 dalam Microsoft Encarta Premium Encyclopedia 2006 On DVD., Microsoft Corporation.. 1993-2005. Mengatakan bahwa setiap gelombang radio memiliki kekuatan pancaran, dan apabila pada saat memancar terdapat gelombang radio lain yang masuk atau gelombang radio asli yang kembali ke rangkaian pemancar maka akan mengakibatkan melemahnya komponen penguat akhir pada rangkaian pemancar tersebut. Pancaran ganda juga menyebabkan informasi yang dikirimkan menjadi sulit untuk diterima terutama untuk komunikasi radio yang menggunakan mode pancaran Frequency Modulation (FM) 11 Dalam Buku Himpunan Peraturan Tentang Kegiatan Amatir Radio–Paket Pembinaan Organisasi dijelaskan bahwa OSCAR (Orbiting Satellite Carrying Amateur Radio) adalah sebuah satelit non pemerintah yang diorbitkan khusus untuk mendukung kegiatan amatir radio di seluruh dunia, satelit ini memiliki fasilitas-fasilitas yang dapat digunakan oleh setiap amatir radio yang telah memiliki izin dengan fasilitas, mode komunikasi, jenis teknologi, serta frekuensi yang digunakan untuk uplink dan downlink yang digunakan satelit tersebut bekerja pada frekuensi yang khusus dialokasikan untuk amatir radio 12 Syaiful Yazan-YC4IBO, Direct FM QSO dengan Robby Sandes-YD4PGM on 144,540 MHz F3E Simplex, YD4PGM Log sheet., Maret 1997.
9 Negara Bukan Pajak jo Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2000 Tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Departemen Perhubungan jo Peraturan Menteri Telekomunikasi Dan Informatika Nomor 21 Tahun 2005 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Tarif Atas Penerimaan Negara Bukan Pajak
Dari
Biaya
Sertifikasi
Dan
Permohonan
Pengujian
Alat/Perangkat
Telekomunikasi jo Peraturan Menteri telekomunikasi Dan Informatika Nomor 17 Tahun 2005 Tentang Tata Cara Perizinan Dan Ketentuan Operasional Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio jo Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 10 Tahun 2005 Tentang Sertifikasi Alat Dan Perangkat Telekomunikasi bahwa semua biaya perizinan dan biaya lainnya dalam hal penyelenggaraan telekomunikasi radio merupakan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) Pelanggaran-pelanggaran seperti tersebut di atas dilaporkan banyak terjadi di beberapa daerah di Indonesia, seperti di Jakarta dilaporkan akibat dari penggunaan frekuensi yang tidak sesuai atau tidak dengan izin membuat kegiatan penyiaran antara Kota Jakarta dan Tangerang menjadi kacau balau.13 Kemudian di Semarang juga dilaporkan bahwa sekitar 400 radio gelap atau yang tidak memiliki izin resmi dari pemerintah mengudara dan mengganggu kegiatan siaran radio lain. Bahkan Pengurus Daerah
PRSSNI Jawa Tengah Wisnu Pujonggo mengatakan bahwa di seluruh
Indonesia terdeteksi lebih dari 1000 lebih radio siaran gelap yang mengudara pada
13
2004.
Kompas., Keluhan Gangguan Frekuensi Terus Mengalir., www.kompas.com., 23 Agustus
10 frekuensi 88 sampai 108 MHz.14 Ketua Organisasi Amatir Radio Indonesia Daerah Jawa Barat Lokal Bandung Barat Eman Sulaeman, S.E. juga mengeluhkan bahwa anggota ORARI Lokal Bandung Barat mengalami kesulitan dalam melakukan kegiatan rutin mereka terutama dalam memberikan bantuan telekomunikasi (BANKOM) pada saat menjelang dan sesudah Hari Raya Idul Fitri 1426 H dan pelaksanaan Pilkada.15 Di sekitar Kabupaten Rembang dilaporkan pula bahwa sebagian besar masyarakat di sana mengeluhkan tentang gangguan yang mereka terima pada saat menyaksikan siaran televisi, gangguan tersebut disinyalir diakibatkan oleh pemancar radio pada band 88–108 MHz yang dimodifikasi dan digunakan untuk telekomunikasi radio dua arah serta pemancar High Frequency (HF) yang menggunakan mode Single Side Band (SSB) terutama yang bekerja pada band 80 dan 40 meter.16 Dari berbagai contoh pelanggaran yang dikemukakan di atas, kesemuanya diancam dengan pidana seperti dinyatakan dalam Undang-undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi. Misalnya Personal Auto patch Repeater17 yaitu
14
Suara Merdeka., Radio Gelap Ganggu Frekuensi-Desak RUU Penyiaran Dituntaskan., www.suaramerdeka.com., 30 Januari 2002 15 Pikiran Rakyat., ORARI Keluhkan Radio Gelap., www.pikiran-rakyat.com, 9 Nopember 2005. 16 Suara Merdeka., Warga Mengeluh Siaran Televisi Sering Mengganggu., www.suaramerdeka.com., 13 Januari 2006. 17 Oleh Rutland, David. Behind the Front Panel: The Design & Development of 1920's Radios. Wren, 1994 dalam Microsoft Encarta Premium Encyclopedia 2006 On DVD., Microsoft Corporation.. 1993-2005. Dijelaskan bahwa Personal Auto patch Repeater adalah suatu modifikasi teknologi komunikasi radio teleponi yang merubah fungsi repeater radio yang seharusnya memancarkan kembali sinyal radio yang diterima menjadi memancarkan suara dari jaringan telepon kabel, sehingga teknis operasionalnya berubah selayaknya jaringan telepon seluler. Kegiatan ini banyak dilakukan oleh pengguna komunikasi radio baik untuk keperluan usaha atau pribadi untuk dapat melakukan komunikasi telepon melalui pesawat radio yang dijinjingnya. Dan hingga kini teknologi ini masih
11 penyelenggaraan telekomunikasi radio khusus yang disambungkan ke jaringan telekomunikasi umum selain untuk kegiatan penyiaran, kegiatan ini melanggar ketentuan Pasal 29 ayat (1) Undang-undang Nomor 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi yang menyebutkan bahwa : “Penyelenggaraan telekomunikasi khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) huruf a dan huruf b, dilarang disambungkan ke jaringan penyelenggara telekomunikasi lainnya” dan dalam Pasal 51 dinyatakan bahwa : “Penyelenggara telekomunikasi khusus yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) atau Pasal 29 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan atau denda paling banyak Rp 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah)” kemudian kegiatan telekomunikasi radio khusus yang menggunakan perangkat telekomunikasi radio yang tidak mendapatkan izin untuk digunakan di Indonesia sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 32 ayat (1) Undang-undang Nomor 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi bahwa : “Perangkat telekomunikasi yang diperdagangkan, dibuat, dirakit, dimasukkan dan atau digunakan di wilayah Negara Republik Indonesia wajib memperhatikan persyaratan teknis dan berdasarkan izin sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku” yang mana pelanggaran terhadap ketentuan dalam Pasal 32 ini diatur dalam Pasal 52 yang menyebutkan bahwa :
banyak digunakan terutama untuk daerah-daerah yang belum terjangkau jaringan telepon seluler atau untuk menghindari biaya komunikasi bila menggunakan jaringan telepon seluler, karena teknologi ini dihubungkan dengan jaringan telepon kabel biasa yang harga pulsanya jauh lebih rendah dibandingkan dengan penggunaan telepon seluler.
12 “Barang siapa memperdagangkan, membuat, merakit, memasukkan atau menggunakan perangkat telekomunikasi di wilayah Negara Republik Indonesia yang tidak sesuai dengan persyaratan teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan atau denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah)” Pelanggaran lain adalah pelanggaran-pelanggaran yang berhubungan dengan izin penyelenggaraan telekomunikasi radio dan akibat-akibat yang ditimbulkannya. Seperti yang diatur dalam Pasal 53 ayat (1) dan (2) Undang-undang Nomor 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi: 1. Barang siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) atau Pasal 33 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan atau denda paling banyak Rp 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah). 2. Apabila tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan matinya seseorang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun Dari penjabaran di atas, dapatlah kita lihat bahwa dalam pengaturan telekomunikasi radio khusus telah diterapkan suatu kebijakan kriminal dengan menyertakan sanksi pidana pada setiap pelanggaran yang dimaksud. Namun, melihat dari data-data pengamatan awal serta laporan-laporan yang ada mengenai penyelenggaraan telekomunikasi radio khusus, dapat pula terlihat bahwa kebijakan kriminal yang dimaksud belum menunjukkan efektifitas seperti yang diharapkan. Dengan demikian, peneliti memandang perlu untuk dilakukan sebuah penelitian untuk mencari kembali ide-ide terbaru mengenai kebijakan kriminal terhadap pelanggaran penyelenggaraan telekomunikasi radio khusus.
13 B. Rumusan Masalah 1. Faktor apa yang menjadi penyebab pelanggaran dalam penyelenggaraan telekomunikasi radio khusus di Indonesia. 2. Kebijakan kriminal non penal yang bagaimana dapat digunakan untuk penanggulangan pelanggaran dalam penyelenggaraan telekomunikasi radio khusus di Indonesia C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Untuk menemukan dan mengidentifikasi faktor-faktor penyebab timbulnya pelanggaran-pelanggaran dalam penyelenggaraan telekomunikasi radio khusus di Indonesia. 2. Untuk menemukan dan menjelaskan kebijakan-kebijakan non penal yang dapat diterapkan oleh pejabat/Dinas/instansi terkait dalam penanggulangan pelanggaran dalam penyelenggaraan telekomunikasi radio khusus di Indonesia. Dan hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yaitu: 1. Secara teoritis, diharapkan menjadi kajian akademik dibidang hukum pidana untuk merumuskan teroi-teori penaggulangan tindak pidana pada umumnya dan pelanggaran dalam penyelenggaraan telekomunikasi radio khususnya. 2. Secara praktis dapat menjadi rekomendasi bagi pejabat/dinas/instansi terkait terutama yang menangani pengaturan spektrum frekuensi radio dan orbit satelit untuk menerapkan langkah-langkah yang dihasilkan dari penelitian ini dalam
14 rangka menanggulangi pelanggaran-pelanggaran penyelenggaraan telekomunikasi radio khusus. D. Metode Penelitian 1.
Pendekatan Masalah Penelitian ini menggunakan pendekatan empiris yaitu pendekatan penelitian
yang menggunakan data primer sebagai bahan atau data yang dianalisa, dalam penelitian ini berupa data-data mengenai apa yang terjadi di lapangan sehubungan dengan pelaksanaan telekomunikasi radio khusus sebagaimana diatur dalam Undangundang Nomor 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi.
2.
Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder, di
mana data primer adalah semua data dan atau informasi yang berhubungan dan berguna bagi penelitian ini yang peneliti dapatkan secara langsung melalui studi lapangan, dan data sekunder adalah: a) Bahan hukum primer yaitu kaidah-kaidah hukum positif yang berlaku di wilayah hukum negara Republik Indonesia seperti Undang-undang Dasar, peraturan perundang-undangan, yurisprudensi dan bahan hukum lainnya. b) Bahan hukum sekunder yaitu rancangan Undang-undang, pendapat dan karya tulis para ahli hukum. c) Bahan Hukum tersier yaitu kamus atau ensiklopedi Data-data sekunder tersebut didapat melalui studi kepustakaan.
15 3.
Teknik Pengumpulan Data a. Studi Lapangan Dari pengalaman peneliti dalam bidang telekomunikasi radio, maka untuk memperoleh data primer peneliti membagi-bagi sumber data menjadi beberapa kelompok, yaitu: 1. Penjual. Yaitu
orang
atau
badan
hukum
yang
menyediakan
perangkat
telekomunikasi radio baik buatan pabrik atau buatan perorangan untuk dijual kepada masyarakat pengguna perangkat telekomunikasi radio. 2. Teknisi. Yaitu orang atau badan hukum yang memberikan jasa/layanan pemasangan/instalasi, perakitan, perbaikan, atau bahkan pembuatan perangkat telekomunikasi radio. 3. Pemakai. Yaitu orang atau badan hukum yang secara langsung memiliki dan menggunakan perangkat telekomunikasi radio. Dan untuk mendapatkan data yang dimaksud peneliti menggunakan metode: 1. Pengamatan. Yaitu dengan melakukan pengamatan langsung di lapangan terhadap objek penelitian dan hal-hal lain yang dianggap berhubungan dan berguna dalam penelitian ini. Di antara pengamatan ini dilakukan dengan
16 menggunakan alat bantu yang berupa beberapa peralatan elektronika yang umum digunakan dalam penyelenggaraan suatu telekomunikasi radio, peralatan-peralatan tersebut adalah: a. Transceiver. Yaitu sebuah perangkat telekomunikasi radio yang dalam penelitian ini dapat berjumlah lebih dari satu buah berdasarkan jangkauan frekuensi kerjanya. Frekuensi kerja yang diamati adalah :18 High Frequency (frekuensi 3 hingga 30 MHz); Very High Frequency (frekuensi 30 hingga 300 MHz); Ultra High Frequency (frekuensi 300 hingga 3000 MHz); Super High Frequency (frekuensi 3 hingga 30 GHz); Extremely High Frequency (frekuensi 30 hingga 300 GHz). b. Frequency Counter. Yaitu sebuah alat penampil frekuensi kerja suatu rangkaian oscillator yang dalam penelitian ini dilakukan modifikasi sehingga berubah fungsi menjadi bagian dari alat penentu lokasi pemancar.19
18
Berdasarkan pengalaman peneliti, band frekuensi antara 3 MHz hingga 300 GHz adalah frekuensi yang paling umum digunakan untuk menyelenggarakan komunikasi radio, baik untuk keperluan penyiaran (broadcasting), keperluan badan usaha, keperluan pribadi (amatir radio), pertahanan keamanan dan medis. Ini dapat dilihat dari sudut pandang biaya yang murah, teknologi yang umum, perangkat yang mudah didapat dan cara pengoperasian yang dianggap lebih mudah. 19 Rekayasa teknologi ini pernah peneliti lakukan dalam rangka mengikuti perlombaan Fox Hunting yang diadakan oleh ORARI Daerah Bengkulu yaitu suatu perlombaan uji ketangkasan dalam mencari dan menemukan beberapa pemancar radio yang disembunyikan, dan peneliti berhasil menemukan semua pemancar yang dimaksud Dengan merubah fungsi penghitung frekuensi yang dimiliki oleh Frequency Counter menjadi alat pengukur kuat lemahnya suatu gelombang radio pada suatu frekuensi, kemudian menggabungkannya dengan sebuah Yagi Uda Array Antenna memungkinkan untuk mendapatkan arah asal suatu gelombang radio.
17 c. Yagi Uda Array Multi Band Antenna. Yaitu sebuah Directional Antenna20 yang dapat digunakan pada beberapa band frekuensi yang digunakan untuk menentukan lokasi pemancar
dengan
cara
menggabungkannya
dengan
rangkaian
Frequency Counter yang telah dimodifikasi. Selain peralatan tersebut di atas peneliti juga masih menggunakan beberapa perangkat keras dan perangkat lunak tambahan sebagai pendukung dari pengumpulan data atau informasi yang dibutuhkan dalam penelitian ini, seperti adanya kemungkinan untuk menggunakan software AX2521 untuk melakukan decoding22 agar peneliti dapat memonitor terhadap pancaran gelombang radio yang menggunakan mode Packet Radio23. Peralatan-peralatan tersebut di atas digunakan sebagai alat bantu teknis peneliti dalam mengamati langsung tentang apa yang terjadi pada frekuensi-frekuensi yang dimaksud dan kegiatan-kegiatan yang dilakukan
20
Dijelaskan dalam artikel Packet pada Microsoft Encarta Premium Encyclopedia 2006 On DVD., Microsoft Corporation.. 1993-2005 bahwa Directional Antenna adalah suatu jenis antenna komunikasi radio yang dirancang khusus untuk mengarahkan pancaran gelombang radio yang dikirim atau diterima sesuai dengan arah yang diinginkan, dalam masyarakat umum dikenal dengan sebutan antenna pengarah atau boomer, dan lain-lain 21 Suatu perangkat lunak komputer yang dijalankan di atas sistem operasi Microsoft Windows® yang dikembangkan oleh suatu perkumpulan/club amatir radio di Jerman. Perangkat lunak ini digunakan untuk melakukan komunikasi data dengan mengirimkan informasi dalam format digit melalui komputer yang dihubungkan dengan perangkat komunikasi radio. Perangkat ini dapat diperoleh secara cuma-cuma dari www.flexnet.net. 22 Suatu proses penyusunan kembali informasi yang telah diacak ke dalam bentuk data/informasi yang dapat dimengerti, 23 Suatu teknik komunikasi yang merubah data/informasi menjadi potongan-potongan data digital untuk dipancarkan melalui perangkat komunikasi radio. Komunikasi ini lazim dilakukan dengan menggunakan suatu perangkat komputer atau setidak-tidaknya terdapat suatu perangkat yang melakukan decoding dan atau encoding terhadap data/informasi yang dikirim.
18 oleh pengguna telekomunikasi radio. Pengamatan ini peneliti lakukan dengan dibantu beberapa orang anggota Organisasi Radio Amatir Indonesia (ORARI) dan Radio Antar Penduduk Indonesia (RAPI) di beberapa propinsi dengan dibekali petunjuk pelaksanaan yang ditentukan oleh peneliti. 2. Wawancara. Yaitu dengan melakukan tanya jawab dengan nara sumber yang dianggap memiliki informasi atau data yang diperlukan dalam penelitian ini. Wawancara ini tidak hanya dilakukan secara langsung atau tatap muka namun juga dilakukan dengan perantara media lain seperti Direct QSO melalui perangkat telekomunikasi radio atau media lainnya dengan tidak mengurangi materi inti hasil wawancara tersebut. 3. Dokumentasi. Yaitu dengan melakukan pengumpulan data-data berupa surat, gambar dan atau benda-benda lain yang dianggap memiliki informasi yang diperlukan dalam penelitian ini. 4. Kuestioner Yaitu dengan membuat sejumlah pertanyaan terbuka yang sistematis yang berhubungan dengan penelitian ini untuk diberikan kepada para responden untuk diisi dan kemudian dikembalikan kepada peneliti sebagai sumber data.
19 b. Studi Kepustakaan Untuk memperoleh data sekunder berupa bahan hukum primer dan sekunder, peneliti melakukan studi kepustakaan berupa pencarian literatur yang berhubungan dengan masalah yang diteliti baik melalui koleksi pustaka pribadi, perpustakaan umum, perpustakaan khusus, maupun melalui sarana internet. Untuk mendukung data primer dimaksud, dilakukan penelusuran data sekunder berupa data-data yang berhubungan dengan pelaksanaan Undangundang Nomor 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi dan peraturan pelaksananya.
4.
Lokasi Penelitian Untuk
mendapatkan
gambaran
tentang
pelaksanaan
penyelenggaraan
telekomunikasi radio khusus di Indonesia, maka penelitian dilakukan pada beberapa daerah yang dipandang dapat mewakili masalah yang diteliti. Dalam hal ini peneliti memilih beberapa Propinsi di Indonesia sebagai lokasi penelitian, dimana pada daerah-daerah tersebut peneliti memiliki kontak person yang dapat membantu peneliti dalam mengumpulkan data-data yang dibutuhkan dalam penelitian ini.
5.
Teknik Penentuan Sample Peneliti menentukan sample penelitian dengan teknik random purpose
sampling pembagian sumber data yang telah peneliti lakukan sebelumnya.
20 1. Berdasarkan Lokasi Data diambil dari setiap ibukota propinsi yang ditentukan, yaitu: a. Medan (Sumatra Utara). b. Palembang (Sumatra Selatan). c. Bandar Lampung (Lampung) d. Jakarta (DKI Jakarta) e. Bandung (Jawa Barat) Penentuan ini didasarkan pada asumsi peneliti yang melihat bahwa kepadatan pengguna telekomunikasi radio akan mencapai jumlah terbanyak pada ibukota suatu propinsi yang dengan demikian diharapkan dapat mewakili kota atau daerah lainnya dalam propinsi yang sama. 2. Berdasarkan Status. Selain berdasarkan lokasi, peneliti juga memilah sample dengan melihat status sumber data, yaitu: a. Kelompok Penjual. b. Kelompok Teknisi. c. Kelompok Pemakai. 3. Berdasarkan Penggunaan. Peneliti juga memilah sumber data berdasarkan penggunaan telekomunikasi radio tersebut, yaitu: 1. Telekomunikasi radio untuk Penyiaran. 2. Telekomunikasi radio untuk Institusi Pemerintah
21 3. Telekomunikasi radio untuk Perusahaan. 4. Telekomunikasi radio untuk Radio Amatir. 5. Telekomunikasi radio untuk Keamanan dan Pertahanan Negara.
6. Teknik Analisa Data Semua data yang diperoleh dari studi lapangan dianalisa secara kuantitatif, yaitu dengan melihat kemungkinan-kemungkinan pola-pola yang muncul dari setiap data yang didapat. Dengan teknik ini diharapkan dapat ditemukan gejala/kebiasaan yang umum yang sedang terjadi di lapangan. Hasil analisa secara kuantitatif tersebut dianalisa kembali dengan data kepustakaan secara kualitatif dengan harapan dapat menemukan kebijakan-kebijakan kriminal non penal yang dapat diambil dan diterapkan oleh yang berwenang untuk mengatasi pelanggaran dalam penyelenggaraan telekomunikasi radio khusus. Dengan demikian diharapkan didapat suatu hasil akhir penelitian yang menuju sebuah kesimpulan yang merupakan tujuan dari penelitian ini.
22 BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Telekomunikasi Radio 1.
Gambaran Umum Telekomunikasi Radio Radio. Suatu hasil rekayasa teknologi elektronika yang memanfaatkan
gelombang elektromagnetik yang dipancarkan dan merambat melalui udara dengan tujuan mengirimkan suatu informasi. Gelombang elektromagnetik terpancar dan bekerja pada suatu frekuensi yang diukur dengan satuan Hertz, nama satuan ini diambil dari nama belakang seorang ilmuwan fisika Jerman yang telah menemukan adanya perbedaan karakteristik pada gelombang elektromagnetik yaitu Heinrich Hertz24.
Gambar 1 Karakteristik Gelombang Elektromagnet Sumber : Microsoft Encarta Premium Encyclopedia 2006 On DVD., Microsoft Corporation.. 1993-2005
Perbedaan yang dimaksud adalah perbedaan dalam panjang suatu gelombang elektromagnetik. Semakin panjang suatu gelombang elektromagnetik (wavelength), 24
Leonard Feldman, Sir Robert Alexander Watson-Watt, Vladimir Kosma Zworykin., Radio., Microsoft Encarta Premium Encyclopedia 2006 On DVD., Microsoft Corporation.. 1993-2005
22
23 maka akan semakin rendah frekuensi gelombang elektromagnetik tersebut, dan sebaliknya semakin pendek suatu gelombang elektromagnetik, maka akan semakin tinggi frekuensi gelombang tersebut25. Ilustrasi dalam Gambar 1 memperlihatkan karakteristik
suatu
gelombang
elektromagnetik,
sedangkan
Gambar
2
memperlihatkan hubungan antara frekuensi dengan panjang suatu gelombang. Dengan demikian frekuensi adalah jumlah pengulangan suatu gelombang elektromagnetik dari puncak gelombang (crest) melalui lembah gelombang (trough) kemudian kembali ke puncak selama 1 detik.
Gambar 2 Hubungan Panjang Gelombang Dengan Frekuensi Radio Sumber : Microsoft Encarta Premium Encyclopedia 2006 On DVD., Microsoft Corporation.. 1993-2005
Dalam prakteknya, frekuensi seolah-olah menjadi semacam tanda atau acuan dalam menyelenggarakan telekomunikasi radio tersebut, karena kegiatan mengirim dan menerima informasi melalui gelombang elektromagnetik (selanjutnya disebut dengan gelombang radio) harus dilakukan pada frekuensi yang sama. Dalam penyelenggaraan telekomunikasi radio, gelombang radio ini digunakan sebagai media 25
Earnest C. Watson., Wave Motion., Microsoft Encarta Premium Encyclopedia 2006 On DVD., Microsoft Corporation.. 1993-2005
24 penghantar untuk mengirim suatu informasi, sehingga sistem ini menjadi alternatif yang sangat diminati dibandingkan dengan sistem telekomunikasi yang menggunakan media penghantar kabel, serat optic atau yang lainnya. Penyelenggaraan telekomunikasi radio membutuhkan beberapa peralatan elektronika pendukung. Peralatan-peralatan tersebut adalah: a. Power Supply Rangkaian awal ini merupakan pemasok tenaga listrik yang akan digunakan oleh rangkaian lain. Rangkaian ini bertugas merubah arus listrik yang berasal dari sumber listrik menjadi arus listrik yang siap dan dapat digunakan oleh rangkaian lain yang terhubung kepadanya.26 Pada umumnya, sumber listrik yang digunakan adalah listrik arus bolak balik (alternating current)27 dengan tegangan mulai dari 110-380 VAC. Arus listrik ini belum tentu dapat dikonsumsi langsung oleh rangkaian yang digunakan, kemungkinannya adalah arus tersebut terlalu besar atau terlalu kecil, atau mungkin jenis arus yang memang jelas berbeda misalnya arus searah atau DC (direct current). Untuk itu, digunakanlah rangkaian power supply ini untuk menaikkan atau menurunkan atau bahkan merubah arus listrik dari sumber menjadi arus listrik yang dapat digunakan oleh rangkaian. Pada umumnya rangkaian ini berisi komponen elektronika berupa transformer untuk
26
Leonard Feldman, Sir Robert Alexander Watson-Watt, Vladimir Kosma Zworykin., Radio., Microsoft Encarta Premium Encyclopedia 2006 On DVD., Microsoft Corporation.. 1993-2005 27 Arus bolak balik (alternating current (AC)). Arus listrik ini dibangkitkan oleh suatu generator listrik dengan kutub yang selalu berpindah-pindah. Arus AC dapat saja langsung dikonsumsi untuk beberapa rangkaian elektronika, dalam hal pemancar radio penggunaan arus AC ini dapat langsung dikonsumsi untuk rangkaian yang menggunakan komponen tabung (vacuum tube)
25 menaikkan atau menurunkan arus dan rangkaian komponen penyearah arus bila arus yang dibutuhkan adalah arus searah (direct current). b. Modulator Rangkaian kedua adalah rangkaian modulator. Rangkaian ini berfungsi untuk merubah informasi yang akan dikirim untuk disiapkan menjadi getaran listrik (modulation) yang dapat dibawa oleh gelombang radio, di sini juga menentukan bagaimana gelombang radio tersebut dipancarkan.28 Ada beberapa jenis modulation yang digunakan dalam telekomunikasi radio, yaitu:
Gambar 3 Karakteristik Pancaran FM Sumber : Microsoft Encarta Premium Encyclopedia 2006 On DVD., Microsoft Corporation.. 1993-2005
a. Frequency Modulation (FM). Suatu sistem pemancaran (transmission) gelombang radio yang dikenalkan pertama kali oleh Edwin H. Armstrong pada tahun 1936, 29 dengan cara “memodulasi-kan” secara penuh gelombang radio pembawa dengan gelombang 28
Leonard Feldman, Sir Robert Alexander Watson-Watt, Vladimir Kosma Zworykin., Radio., Microsoft Encarta Premium Encyclopedia 2006 On DVD., Microsoft Corporation.. 1993-2005 29 Ibid.
26 suara (audio frequency wave), artinya gelombang radio pembawa akan tetap memancar dengan kekuatan penuh walaupun tidak ada informasi yang dibawanya. Gambar 3 memperlihatkan suatu pancaran frequency modulation.
Gambar 4 Karakteristik Pancaran AM Sumber : Microsoft Encarta Premium Encyclopedia 2006 On DVD., Microsoft Corporation.. 1993-2005
b. Amplitude Modulation (AM) Dalam sistem ini, gelombang radio pembawa yang dipancarkan “di-modulasikan” sesuai dengan besar gelombang suara. Sehingga kekuatan pancaran gelombang radio yang menggunakan sistem ini akan selalu bervariasi sesuai dengan besar gelombang suara yang dikirimkan. Sistem pemancaran FM dan AM lazim digunakan untuk telekomunikasi radio teleponi. c. Shift Keying Sistem pemancaran ini menyesuaikan dengan mode informasi yang akan dikirimkan, yang mana dalam sistem ini informasi yang dikirimkan berbentuk
27 data. Data yang dimaksud adalah data yang menggunakan sistem digit yang mengartikan suatu informasi yang berbentuk sistem bilangan binary (0 dan 1).
Gambar 5 Metode Konfersi Data Sumber : Microsoft Encarta Premium Encyclopedia 2006 On DVD., Microsoft Corporation.. 1993-2005
Sistem pemancaran ini dilakukan dengan melakukan memancarkan dan menghentikan pemancaran dengan pola yang telah ditentukan, sehingga pancaran yang terputus-putus tersebut akan terlihat seperti serangkaian kode yang dapat diartikan sebagai suatu informasi. Sistem ini digunakan untuk penyelenggaraan telekomunikasi radio dengan bentuk informasi yang telah diubah bentuknya menjadi data digital. Sistem ini disesuaikan dengan teknik digit yang hanya menggunakan symbol 1 dan 0 untuk mengartikan suatu informasi, yang mana pada saat gelombang dipancarkan maka akan diartikan sebagai 1 dan bila pancaran dihentikan maka akan diartikan sebagai 0.
28 d. Continuous Wave (CW) Sistem ini hampir sama dengan sistem pemancaran shift keying, perbedaannya adalah bila pada shift keying yang diputuskan atau dihentikan adalah pemancarannya sedangkan pada continuous wave (CW) yang diputus adalah modulasinya.
Gambar 6 Kode Morse Internasional Sumber : Microsoft Encarta Premium Encyclopedia 2006 On DVD., Microsoft Corporation.. 1993-2005
Prinsip dasar pemancaran ini adalah dengan mengirimkan informasi dalam bentuk dengungan (tone) panjang dan pendek secara terus menerus (continuous) sehingga membentuk suatu pola teratur yang merupakan serangkaian kode-kode yang menunjuk kepada suatu informasi, dalam Gambar 6 dengungan panjang diilustrasikan sebagai sebuah garis dan dengungan pendek diilustrasikan sebagai titik. Umumnya, telekomunikasi
29 dengan mode CW ini menggunakan kode International Morse. Perbedaan lainnya antara CW dan shift keying adalah sistem shift keying mempunyai kemungkinan kecepatan pengiriman yang lebih tinggi dibandingkan dengan sistem CW. Semua sistem pemancaran (transmission) tersebut di atas adalah sistem dasar pemancaran (basic transmission system) dari suatu gelombang radio. Seiring dengan perkembangan teknologi elektronika dan informatika maka telah banyak modifikasi-modifikasi yang dilakukan terhadap sistem dasar pemancaran, sehingga sekarang telah banyak dikenal sistem-sistem pemancaran baru seperti Single Side Band (SSB), Lower Side Band (LSB), Upper Side Band (USB), Radio Teletype (RTTY), Amplitude Frequency Shift Keying (AfsK), Frequency Shift Keying (FSK), Global Packet Radio System (GPRS), Slow Scan Television (SSTV), yang kesemuanya tidak lain merupakan pengembangan dari sistem dasar pemancaran yang telah ada lebih dahulu. c. Oscillator Rangkaian elektronika berikutnya adalah oscillator. Oscillator merupakan suatu rangkaian elektronika yang paling vital dalam rangka memancarkan gelombang radio. Rangkaian ini berfungsi untuk membangkitkan denyut-denyut gelombang radio yang nantinya akan dipancarkan dengan membawa informasi yang dikirimkan.30
30
Ibid.
30
Gambar 7 Contoh Skema Rangkaian Oscillator Sumber : Microsoft Encarta Premium Encyclopedia 2006 On DVD., Microsoft Corporation.. 1993-2005
Dalam rangkaian ini pula, getaran frekuensi gelombang radio ditentukan, dengan menggunakan beberapa komponen elektronika, maka kita dapat mengendalikan frekuensi kerja gelombang radio yang akan dipancarkan. d. Transmitter Setelah informasi yang telah dimodulasikan bercampur dengan gelombang radio pembawa yang telah dibangkitkan, maka campuran tersebut (intermediate frequency) diolah dan disiapkan untuk dipancarkan. Rangkaian yang digunakan adalah pemancar (transmitter). Pada dasarnya, rangkaian ini hanyalah sebuah rangkaian penguat yang bekerja menguatkan gelombang radio agar dapat memancar dalam jarak tertentu. Ukuran kekuatan sebuah pemancar akan dikendalikan pada rangkaian ini. Kenyataannya rangkaian ini banyak dibuat menjadi beberapa tahap dengan maksud mendapatkan kekuatan pancaran dengan
31 memanfaatkan faktor perkalian dari kekuatan awal, dan setelah besar kekuatan yang diinginkan tercapai, maka sinyal radio siap untuk dipancarkan.
Gambar 8 Contoh Sebuah Directional Antenna Sumber : Microsoft Encarta Premium Encyclopedia 2006 On DVD., Microsoft Corporation.. 1993-2005
e. Antenna Terakhir adalah antenna. Antenna adalah suatu rangkaian yang berfungsi untuk melepaskan gelombang radio ke udara. Pada umumnya antenna hanya terdiri dari benda-benda yang terbuat dari logam yang dirangkai sedemikian rupa berdasarkan perhitungan-perhitungan yang berlaku. Bahan logam yang digunakan bermacammacam, namun intinya adalah logam yang mampu berinteraksi dengan baik terhadap gelombang radio dan udara. Bila rangkaian-rangkaian tersebut di atas dihubungkan satu dengan yang lainnya maka akan tercipta suatu peralatan telekomunikasi yang umum dikenal dengan sebutan pemancar radio, dengan peralatan ini maka seseorang telah dapat
32 melakukan telekomunikasi radio yaitu mengirimkan informasi dengan cara memancarkannya melalui gelombang radio yang dipancarkan dengan bantuan pemancar radio. Namun, telekomunikasi yang dilakukan adalah telekomunikasi satu arah, artinya orang tersebut hanya dapat mengirimkan informasi tanpa dapat menerima informasi.
Gambar 9 Diagram Alur Sebuah Pemancar Radio Sumber : Microsoft Encarta Premium Encyclopedia 2006 On DVD., Microsoft Corporation.. 1993-2005
Agar dapat dilakukan telekomunikasi dua arah/timbal balik, maka dibutuhkan suatu rangkaian elektronika lagi yang hampir sama dengan peralatan pemancar namun berbeda dalam fungsinya, yaitu peralatan penerima. Peralatan ini merupakan kebalikan dari peralatan pemancar dengan cara kerja menangkap gelombang radio dari udara melalui antenna, kemudian gelombang yang telah tertangkap diperkuat, kemudian dilakukan pemisahan antara gelombang radio pembawa dengan gelombang audio yang berisikan informasi, yang akhirnya dikeluarkan pada rangkaian akhir sesuai dengan sistem pancaran yang digunakan.
33
Gambar 10 Diagram Alur Sebuah Penerima Radio Sumber : Microsoft Encarta Premium Encyclopedia 2006 On DVD., Microsoft Corporation.. 1993-2005
2.
Teknologi Terapan Dalam Telekomunikasi Radio Dengan penyesuaian terhadap kebutuhan dan ketersediaan teknologi, kini
telekomunikasi radio tidak lagi merupakan sebuah peralatan elektronika yang sederhana. Sekarang setiap pihak yang menyelenggarakan telekomunikasi radio telah melakukan modifikasi teknologi terhadap perangkat telekomunikasi radio yang digunakannya. Lalu teknologi apa saja yang dapat diterapkan dalam perangkat telekomunikasi radio? Berikut ini adalah beberapa contohnya. 1. Telekomunikasi Teleponi Teknologi ini adalah yang paling umum yang diterapkan dalam penyelenggaraan telekomunikasi radio baik telekomunikasi satu arah atau dua arah. Prinsip kerja teknologi teleponi adalah mengirimkan informasi dalam bentuk suara yang dapat didengar langsung oleh telinga manusia. Umumnya suara yang dikirimkan adalah ucapan/pembicaraan atau dalam telekomunikasi radio penyiaran juga dikirimkan suara musik atau lainnya.31
31
Anonymous., Himpunan Peraturan Tentang Kegiatan Amatir Radio–Paket Pembinaan Organisasi., Organisasi Amatir Radio Indonesia Daerah Sumatra Selatan, 1999., Hal 54
34 Sistem pemancaran yang dapat digunakan dalam telekomunikasi teleponi adalah FM, AM, SSB, USB, LSB, dan penambahan sinyal informasi gambar dapat dilakukan dengan sistem pemancaran Slow Scan Television (SSTV). Awalnya sistem pemancaran yang dipakai adalah system amplitude modulation (AM), kemudian penyelenggara telekomunikasi radio terutama telekomunikasi radio penyiaran banyak yang berpindah ke sistem pemancaran frequency modulation (FM) karena sistem ini mampu menerima modifikasi teknologi lain seperti pengiriman suara yang stereo.
Gambar 11 Ilustrasi Telekomunikasi Radio Menggunakan Teknologi Repeater Sumber : Microsoft Encarta Premium Encyclopedia 2006 On DVD., Microsoft Corporation.. 1993-2005
35 Untuk telekomunikasi teleponi dua arah, tidak banyak teknologi terapan lain yang digunakan. Hanya apabila dalam keadaan tertentu digunakan teknologi terapan lain, misalnya pada saat telekomunikasi langsung simplex titik ke titik (direct communication) tidak dapat lagi dilakukan karena jarak atau kondisi propagation yang buruk, penyelenggara telekomunikasi radio menggunakan teknologi pemancar ulang (repeater). Teknologi ini adalah meletakkan sebuah stasiun radio pada sebuah tempat yang telah diperhitungkan dapat menjangkau daerah yang diinginkan (misalnya di atas sebuah gedung yang tinggi atau pada puncak sebuah bukit), pemancar radio repeater ini bekerja secara otomatis menerima sinyal radio pada frekuensi tertentu dan pada saat yang sama mengirimkannya lagi pada frekuensi lain. telekomunikasi ini disebut telekomunikasi duplex karena menggunakan dua frekuensi yang berbeda dalam berkomunikasi. Teknologi ini dapat kita lihat dalam penyelenggaraan telekomunikasi telepon seluler yang membutuhkan banyak repeater (lebih dikenal dengan simulcast transmission base station (STBS)) agar dapat mencapai daerah jangkauan yang lebih luas, atau dapat pula kita lihat pada suatu jaringan telekomunikasi radio yang pelaksanaannya
banyak
menggunakan
perangkat
telekomunikasi
radio
genggam/jinjing (handheld) dan bergerak (mobile), misalnya pada jaringan telekomunikasi kepolisian, keamanan, dan lain-lain. Dari sini dapat terlihat bahwa tujuan penerapan teknologi ini adalah untuk memperluas jarak jangkau suatu penyelenggaraan telekomunikasi radio.
36 Pada saat tertentu, teknologi repeater ini juga tidak lagi mampu untuk memperluas jarak jangkau telekomunikasi radio atau terlalu banyak stasiun repeater yang dibutuhkan, pada kondisi ini penyelenggara telekomunikasi radio akan meletakkan sebuah stasiun repeater di luar angkasa yang mana pada posisi ini hambatan yang ada menjadi sangat kecil. Stasiun repeater ini dikenal dengan sebutan satellite,32
sehingga
jarak
jangkau
telekomunikasi radio
yang
menggunakan satellite benar-benar luas. Khusus untuk Indonesia, teknologi satellite memang sangat membantu mengingat kondisi alam yang berbentuk kepulauan.
Gambar 12 Penerapan Berbagai Teknologi Komunikasi Radio Mengunakan Radio IC-F7000 Buatan Icom Inc Sumber : www.icom.com.us
32
Communications Satellite., Microsoft Encarta Premium Encyclopedia 2006 On DVD., Microsoft Corporation.. 1993-2005.
37 2. Komunikasi Data Untuk memenuhi kebutuhan akan lalulintas informasi yang semakin besar dan cepat, penyelenggara telekomunikasi radio memanfaatkan teknologi komunikasi dalam bentuk data. Dengan menerapkan teknologi ini, lebih banyak kemungkinan ragam informasi, besar, dan kecepatan pengiriman yang dapat dilakukan. Penerapan teknik digit telah membawa perubahan secara besar-besaran dalam dunia telekomunikasi radio. Dengan telekomunikasi data ini, operator radio tidak lagi harus kelelahan dalam mengucapkan informasi-informasi yang harus dikirimkannya, yang mereka lakukan hanyalah menekan tombol-tombol tertentu bahkan seringkali cukup dilakukan satu kali saja dan selanjutnya seluruh instrument akan bekerja secara otomatis. Gambar 12 adalah contoh penerapan teknologi dalam telekomunikasi radio yang menggunakan perangkat radio F-7000 buatan Icom Inc. Teknologi telekomunikasi data ini merupakan pengembangan dari sistem pemancaran shift keying. Berawal dari ditemukannya teknologi radio teletype (RTTY) yang mampu mengirimkan informasi bukan teleponi hanya dalam bentuk tulisan, kemudian berkembang menjadi packet radio yang telah mampu mengirimkan data lain selain tulisan (sekarang lebih dikenal dengan teknologi global packet radio system (GPRS)). Kini teknologi ini telah berkembang menjadi teknologi multimedia yang mampu mengirimkan berbagai informasi yang telah diubah bentuknya dalam data digital.
38 Implementasinya adalah dengan menghubungkan perangkat telekomunikasi radio dengan piranti pendukung lainnya. Misalnya dalam RTTY yang kemudian berkembang menjadi facsimile. Dalam telekomunikasi ini dibutuhkan sebuah encoder pada rangkaian pemancar dan decoder pada bagian penerima, guna rangkaian ini adalah untuk merubah informasi yang dikirim atau diterima. Untuk telekomunikasi packet radio ini akan dibutuhkan bantuan rangkaian yang sama yang lebih dikenal dengan sebutan modem (modulator demodulator).33 3. Remote Station Teknologi telekomunikasi selanjutnya adalah teknologi telekomunikasi yang digunakan sebagai remote station (pengendali). Dalam teknologi ini, perangkat telekomunikasi tidak digunakan untuk mengirimkan sebuah informasi kepada stasiun radio lainnya, tetapi digunakan sebagai alat bantu piranti lain. Misalnya penentu lokasi (radar). Prinsip kerja radar adalah memancarkan sebuah gelombang radio ke suatu arah dan gelombang radio tersebut akan memantul dan merambat kembali setelah terhalang sesuatu ke arah penerima, dengan menggunakan perhitungan terhadap cepat rambat suatu gelombang radio, maka akan dapat ditentukan lokasi atau jarak suatu benda yang terpantau oleh radar tersebut.
33
Modem., Microsoft Encarta Premium Encyclopedia 2006 On DVD., Microsoft Corporation.. 1993-2005
39
Gambar 13 Penggunaan Gelombang Radio Pada Radar Sumber : Microsoft Encarta Premium Encyclopedia 2006 On DVD., Microsoft Corporation.. 1993-2005
Penerapan lainnya adalah pemancar yang berfungsi sebagai pengendali jarak jauh (remote controller (RC)). Teknologi ini memanfaatkan pemancar radio sebagai pengganti media penghubung lainnya misalnya kabel. Pancaran gelombang radio ini berisikan informasi yang hanya dapat dimengerti oleh perangkat penerima RC untuk melakukan sesuatu. Penggunaan teknologi remote station ini banyak digunakan dalam dunia penerbangan, pertahanan dan keamanan serta medis. B. Pengaturan Penyelenggaraan Telekomunikasi Radio Khusus Di Indonesia 1.
Pengertian Telekomunikasi Radio Dalam Undang-undang Nomor 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi, tidak
diberikan pengertian secara khusus tentang apa pengertian telekomunikasi radio, begitu juga dalam peraturan pelaksana dibawahnya seperti Peraturan Pemerintah
40 Nomor 52 Tahun 2000 Tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi hingga peraturanperaturan lain setingkat Menteri atau dibawahnya. Namun dalam Undang-undang Nomor 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi dan peraturan pelaksana diberikan pengertian tentang apa itu telekomunikasi, seperti dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi yang berbunyi : “Telekomunikasi adalah setiap pemancaran, pengiriman dan atau penerimaan dari setiap informasi dalam bentuk tanda-tanda, isyarat, tulisan, gambar, suara, dan bunyi melalui sistem kawat, optik, radio, atau sistem elektromagnetik lainnya;” Juga dalam Pasal 1 ayat (2) yang berbunyi: Alat telekomunikasi adalah setiap alat perlengkapan yang digunakan dalam bertelekomunikasi; Kemudian dalam Pasal 1 ayat (3) yang berbunyi: Perangkat telekomunikasi adalah sekelompok alat telekomunikasi yang memungkinkan bertelekomunikasi; Lalu dalam Pasal 1 ayat (4) yang berbunyi: Pemancar radio adalah alat telekomunikasi yang menggunakan dan memancarkan gelombang radio; Dengan pengertian-pengertian yang tersebut di atas, peneliti melihat sebenarnya Undang-undang tersebut telah memberikan pengertian tentang apa yang dimaksud telekomunikasi radio hanya saja pengertian tersebut tidak berbentuk suatu kalimat utuh. Bila kita merangkai kalimat-kalimat yang ada pada Pasal 1 ayat (1)
41 hingga (4) maka menurut peneliti akan ditemukan pengertian telekomunikasi radio. Akhirnya peneliti menarik kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan telekomunikasi radio menurut Undang-undang tersebut adalah setiap pemancaran, pengiriman dan atau penerimaan dari setiap informasi dalam bentuk tanda-tanda, isyarat, tulisan, gambar, suara, dan bunyi melalui alat telekomunikasi yang menggunakan dan memancarkan gelombang radio
2.
Penyelenggaraan Telekomunikasi Radio Khusus Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2000 Tentang Penyelenggaraan
Telekomunikasi Pasal 1 ayat (11) berbunyi: “Penyelenggaraan telekomunikasi khusus adalah penyelenggaraan telekomunikasi yang sifat, peruntukan dan pengoperasiannya khusus;” artinya telekomunikasi ini memang sejak awal dirancang hanya untuk keperluan yang khusus. Dalam Gambar 14 terlihat kegiatan apa saja yang termasuk dalam telekomunikasi khusus, seperti, radio amatir, dinas pemerintah, layanan khusus (seperti keperluan medis), perusahaan (niaga), penyiaran, dan terakhir keamanan dan pertahanan. Menurut Pasal 6 Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2000 Tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi dinyatakan bahwa: “Penyelenggaraan telekomunikasi khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf c dapat dilakukan oleh: a. Perseorangan b. instansi pemerintah; atau
42 c. Badan hukum selain penyelenggara jaringan telekomunikasi dan atau penyelenggara jasa telekomunikasi.” Yang dimaksud dengan telekomunikasi khusus untuk keperluan perseorangan adalah telekomunikasi radio yang dilakukan oleh para amatir radio seperti mereka yang tergabung dalam Organisasi Amatir Radio Indonesia (ORARI) dan Telekomunikasi radio Antar Penduduk (KRAP) (sekarang telah diubah menjadi Radio Antar Penduduk Indonesia (RAPI)). Telekomunikasi yang dilakukan berupa telekomunikasi biasa dengan tujuan kepentingan pribadi (bukan niaga) dan pengembangan ilmu pengetahuan terutama yang berhubungan dengan telekomunikasi radio. Pengaturan tentang hal ini termuat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2000 Tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi Pasal 40, 41, dan 42.
Gambar 14 Struktur Industri Telekomunikasi Di Indonesia Sumber : www.postel.go.id.
43 Kemudian yang dimaksud dengan telekomunikasi khusus untuk keperluan instansi pemerintah adalah setiap kegiatan telekomunikasi radio yang dilakukan untuk menunjang pelaksanaan kegiatan dinas pemerintah, seperti yang diatur dalam Peraturan
Pemerintah
Nomor
52
Tahun
2000
Tentang
Penyelenggaraan
Telekomunikasi Pasal 43 ayat (1) dan (2). Telekomunikasi ini hanya dilakukan apabila jaringan telekomunikasi umum tidak mampu memenuhinya, atau belum terjangkau, atau kegiatan tersebut memang memerlukan jaringan telekomunikasi tersendiri atau yang terpisah dari jaringan telekomunikasi umum. Sedangkan telekomunikasi khusus untuk keperluan badan hukum (perusahaan) adalah setiap kegiatan telekomunikasi radio yang dilakukan oleh suatu badan hukum swasta untuk menunjang kegiatan perekonomiannya. Pengaturan tentang hal ini dapat ditemui pada Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2000 Tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi Pasal 45. Menurut asumsi peneliti, telekomunikasi khusus untuk keperluan penyiaran seharusnya telah termasuk dalam kategori telekomunikasi khusus untuk badan hukum, namun ternyata pemerintah mengaturnya secara tersendiri dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran Selain itu diatur pula tentang telekomunikasi khusus untuk keperluan pertahanan dan keamanan yang digunakan oleh TNI dan POLRI serta keperluan khusus lainnya, seperti keperluan medis dan bantuan telekomunikasi darurat yang semuanya diatur dalam Pasal 47 hingga Pasal 50 dalam Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2000 Tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi.
44 a.
Penguasaan Perangkat Telekomunikasi Radio Semua telekomunikasi radio yang tersebut di atas memerlukan perangkat
telekomunikasi radio. Dalam penjelasan Pasal 4 Undang-undang Nomor 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi dijelaskan bahwa telekomunikasi merupakan salah satu cabang produksi yang penting dan strategis dalam kehidupan nasional, maka penguasaannya dilakukan oleh negara yang dalam penyelenggaraannya ditujukan untuk sebesar-besarnya bagi kepentingan dan kemakmuran rakyat. Dalam hal ini pemerintah
melaksanakan
fungsi
pengawasan
yaitu
pengawasan
terhadap
penyelenggaraan telekomunikasi, termasuk pengawasan terhadap penguasaan, pengusahaan, pemasukan, perakitan, penggunaan frekuensi dan orbit satelit, serta alat, perangkat, sarana dan prasarana telekomunikasi. Dengan demikian setiap perangkat telekomunikasi radio yang dikuasai oleh seseorang baik pribadi atau badan hukum memerlukan suatu keterangan yang dituangkan dalam suatu perizinan untuk menguasai suatu perangkat telekomunikasi radio. Kewajiban tentang perizinan yang dimaksud diatur dalam Bab IV tentang Perizinan Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2000 Tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi dari Pasal 55 sampai dengan Pasal 67 b.
Sertifikasi Perangkat Telekomuikasi Radio Fungsi pengawasan yang dilakukan oleh Pemerintah, juga dilakukan terhadap
identifikasi teknologi terapan yang digunakan oleh setiap perangkat telekomunikasi radio. Pasal 32 ayat (1) Undang-undang Nomor 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi berbunyi:
45 “Perangkat telekomunikasi yang diperdagangkan, dibuat, dirakit, dimasukkan dan atau digunakan di wilayah Negara Republik Indonesia wajib memperhatikan persyaratan teknis dan berdasarkan izin sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.” Pengawasan ini dilakukan dalam rangka menjamin keterhubungan dalam jaringan telekomunikasi, mencegah saling mengganggu antar alat dan perangkat telekomunikasi,
melindungi
masyarakat
dari
kemungkinan
kerugian
yang
ditimbulkan akibat pemakaian alat dan perangkat telekomunikasi, dan mendorong berkembangnya industri, inovasi dan rekayasa teknologi telekomunikasi nasional (Pasal 72 Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2000 Tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi). Proses sertifikasi ini tertuang secara rinci dalam Keputusan Menteri Perhubungan Nomor: Km. 10 Tahun 2005 Tentang Sertifikasi Alat Dan Perangkat Telekomunikasi. Dengan adanya pengaturan ini, maka setiap perangkat telekomunikasi radio yang dirakit (dibuat), dimasukkan, digunakan, diperjualbelikan di Indonesia harus melalui proses sertifikasi yang dilakukan oleh departemen terkait. Proses ini ditandai dengan dikeluarkannya suatu sertifikat. Pengecualian akan hal ini adalah setiap perangkat telekomunikasi radio yang dibuat oleh para amatir radio yang telah memenuhi persyaratan teknis sebagaimana termuat dalam Pasal 11 Ayat (1) Keputusan Menteri Perhubungan Nomor: Km. 49 Tahun 2002 Tentang Pedoman Kegiatan Amatir Radio yang berbunyi: “Kegiatan Amatir Radio dalam rangka latih diri dan penyelidikan di bidang teknik radio dengan cara merakit/ modifikasi alat dan perangkat Amatir Radio yang telah sesuai dengan persyaratan teknis sebagaimana
46 dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) dan ayat (3) tidak diperlukan lagi sertifikasi dan penandaan dari Direktur Jenderal” Prosedur sertifikasi alat dan perangkat telekomunikasi pada dasarnya dapat dibagi menjadi 3 (tiga) tahap: 1. Permohonan Sertifikasi Pada tahap ini pemohon sertifikasi mengajukan permohonan sertifikasi alat dan perangkat telekomunikasi yang ditujukan kepada Direktur Standarisasi Pos dan Telekomunikasi. Pemohon sertifikasi adalah Pabrikan (Perwakilannya), Distributor (Resmi), Importir dan Institusi. Institusi adalah badan usaha yang menggunakan alat dan
perangkat
telekomunikasi
untuk
keperluan
sendiri,
seperti
operator
telekomunikasi, service provider atau institusi pemerintah. Permohonan sertifikasi dilampiri: a.
Formulir FR PM 4 dan FR PM 5 (diisi terlebih dahulu untuk 1 tipe alat atau perangkat masing-masing 1 formulir)
b.
Dokumen legal perusahaan, yaitu Akte Pendirian Perusahaan, Surat Izin Usaha Perdagangan, NPWP.
c.
Dokumen teknis perangkat, yaitu buku manual, brosur dan spesifikasi teknis alat dan perangkat yang akan disertifikasi.
d.
Bagi pemohon distributor resmi, melampirkan surat penunjukkan sebagai distributor dari pabrikan atau principal.
e.
Bagi pemohon importir, melampirkan copy Nomor Pengenal Impor Khusus (NPIK).
47 f.
Khusus sertifikasi dalam hal Mutual Recognition Arrangement (MRA), dokumen tambahan (Laporan Hasil Uji dari laboratorium pengujian yang telah terakreditasi ISO 17025) Setelah permohonan diajukan, maka akan dilakukan pengecekan kelengkapan
persyaratan administrasi dan persyaratan teknis alat dan perangkat telekomunikasi yang akan digunakan sebagai acuan untuk pengujian. Apabila persyaratan administrasi dinyatakan lengkap dan persyaratan teknis tersedia, maka dalam waktu maksimum 5 hari akan diterbitkan Surat Pemberitahuan Pembayaran (SP2) dan Surat Pengantar Pengujian Perangkat (SP3), apabila pengujian dilakukan di Balai Uji Ditjen Postel. Apabila pengujian perangkat akan dilakukan di Telkom Risti Bandung, maka maksimum 5 hari akan diterbitkan Surat Pengantar Pengujian Perangkat (SP3) Apabila persyaratan teknis yang akan digunakan sebagai acuan pengujian belum tersedia, maka akan dilakukan penyusunan persyaratan teknis terlebih dahulu. Sertifikasi alat dan perangkat telekomunikasi belum dapat diproses lebih lanjut sampai dengan ditetapkannya persyaratan teknis oleh Dirjen Postel. 2. Pengujian Alat dan Perangkat Telekomunikasi. Setelah pemohon menerima SP3, tahap sertifikasi dilanjutkan dengan pengujian alat dan perangkat telekomunikasi. Pemohon membawa bukti pembayaran biaya pengujian dan SP3 ke Balai Uji Ditjen Postel. Membawa SP3 untuk pengujian di Telkom Risti. Disamping itu, pemohon membawa pula sample alat dan perangkat yang akan diuji, 2 buah sample untuk perangkat consumer premises equipment (CPE) dan 1 untuk perangkat non-CPE, seperti sentral.
48 Saat ini lembaga pengujian alat dan perangkat telekomunikasi yang tersedia adalah Balai Uji Perangkat Telekomunikasi Ditjen Postel dan Telkom Risti Bandung. Pengujian alat dan perangkat telekomunikasi maksimum dilaksanakan selama 45 hari. 3. Penerbitan Sertifikat. Setelah selesai pengujian alat dan perangkat telekomunikasi, Balai Uji Ditjen Postel atau Telkom Risti Bandung mengirimkan Laporan Hasil Uji kepada Direktur Standarisasi Postel. Laporan Hasil Uji tersebut akan dilakukan evaluasi lebih lanjut.
Gambar 15 Diagram Alur Prose Sertifikasi Perangkat Telekomunikasi Sumber : www.postel.go.id.
Apabila alat dan perangkat telekomunikasi memenuhi persyaratan teknis yang berlaku, akan diterbitkan sertifikat. Sedangkan apabila alat dan perangkat telekomunikasi tidak memenuhi persyaratan teknis yang ditetapkan, pemohon akan
49 diberitahukan melalui surat. Sertifikat atau pemberitahuan tidak memenuhi persyaratan teknis diterbitkan maksimum 10 hari sejak diterimanya Laporan Hasil Uji. Setelah pemohon menerima sertifikat, pemohon wajib melekatkan label pada alat dan perangkat telekomunikasi yang telah bersertifikat. Label ini untuk keperluan perlindungan konsumen dan pengawasan alat dan perangkat telekomunikasi di pasar. c.
Alokasi Frekuensi Setiap perangkat telekomunikasi radio menggunakan paling tidak satu pita
frekuensi untuk dapat melakukan pengiriman atau penerimaan informasi melalui gelombang radio. Dengan demikian harus dilakukan pengaturan secara cermat mengenai alokasi pita frekuensi dari setiap pengguna agar dapat menjamin keberlangsungan telekomunikasi yang dimaksud, karena bila tidak maka akan terjadi suatu kekacauan dalam penyelenggaraan telekomunikasi yang berakibat pada gagalnya telekomunikasi yang dimaksud. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2000 Tentang Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio Dan Orbit Satelit Pasal 1 ayat (16) yang dimaksud alokasi frekuensi adalah pencantuman pita frekuensi tertentu dalam tabel alokasi frekuensi untuk penggunaan oleh satu atau lebih dinas telekomunikasi radio teresterial atau dinas telekomunikasi radio ruang angkasa atau dinas radio astronomi berdasarkan persyaratan tertentu. Istilah alokasi ini juga berlaku untuk pembagian lebih lanjut pita frekuensi tersebut di atas untuk setiap jenis dinasnya.
50 Penyelenggara telekomunikasi radio yang telah mendapatkan izin dari Menteri mendapatkan suatu alokasi pita frekuensi. Semua kegiatan telekomunikasi yang dilakukan oleh penyelenggara tersebut harus sesuai dengan alokasi yang diberikan. Seyogyanya alokasi pita frekuensi yang diberikan kepada seorang penyelenggara telekomunikasi berbeda dengan yang diberikan kepada penyelenggara lainnya, namun kini telah ada teknologi terapan yang memungkinkan dua penyelenggara atau lebih secara bersamaan bekerja pada frekuensi yang sama. Setiap penyelenggara telekomunikasi radio mendapatkan alokasi frekuensi berdasarkan table alokasi frekuensi yang dibuat oleh pemerintah. Tabel ini merupakan suatu daftar panjang yang memuat keterangan dari setiap pita frekuensi dan penggunaannya. Table ini menunjukkan penggunaan suatu pita frekuensi dari mulai siapa yang berhak hingga teknologi apa yang digunakan pada frekuensi tersebut. Misalnya pada band frekuensi 88 hingga 108 MHz dialokasikan untuk keperluan radio siaran dengan mode pemancaran Frequency Modulation (FM), maka pada band frekuensi ini hanya boleh digunakan bagi penyelenggara telekomunikasi untuk radio siaran. Dalam mendapatkan alokasi frekuensi ini penyelenggara dikenakan sejumlah biaya yang disebut dengan Biaya Hak Penggunaan Frekuensi (BHP). Biaya ini disetorkan kepada kas Negara dan menjadi salah satu Pendapatan Negara Bukan Pajak. Tata cara perhitungan besar BHP yang dikenakan kepada seorang penyelenggara telekomunikasi radio mengikuti petunjuk yang dijelaskan pada Undang-undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak
51 (PNBP), Undang-undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi, Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2000 tentang Pendapatan Negara Bukan Pajak yang berlaku di Departemen Perhubungan, Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2000 tentang Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio dan Orbit Satelit dan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 40 Tahun 2002 tentang Petunjuk Pelaksanaan Tarif Pendapatan Negara Bukan Pajak Dari Biaya Hak Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio. Misalnya seorang pengusaha bermaksud untuk mendirikan sebuah stasiun radio yang akan digunakan untuk menunjang kegiatan usahanya. Pengusaha tersebut menggunakan perangkat radio yang bekerja pada frekuensi 7,600 MHz, dengan kekuatan pemancar sebesar 100 Watt dengan menggunakan directional antenna yang mempunyai besar penguatan 13,6 db. Dengan spesifikasi demikian maka BHP yang dikenakan kepada pengusaha tersebut adalah:
((I
b
× HDLP × b ) + (Ip × HDDP × p )) 2
= BHP Frekuensi (Rupiah) per tahun
Dimana: Ib = Indeks biaya pendudukan lebar pita Ib = Indeks biaya daya pemancar HDLP = Harga Dasar Lebar Pita frekuensi radio HDDP = Harga Dasar Daya Pemancar p = Besar daya pancar antenna EIRP b = Lebar pita frekuensi yang diduduki
52 Jadi:
((2.270 × 14.581× 10 ) + (0.130 × 135.353 × 13.6 )) 2
= Rp 301.058,40/tahun
Jumlah tersebut dikalikan dengan masa izin, yang paling umum adalah 3 tahun, sehingga untuk penyelenggaraan telekomunikasi radio tersebut penyelenggara dibebankan BHP frekuensi sebesar Rp 903.175,21. Bila dari sebuah penyelenggaraan telekomunikasi radio Negara mendapatkan pemasukan sebesar jumlah tersebut, maka dapat dibayangkan berapa besar kerugian Negara bila para penyelenggara telekomunikasi radio tidak membayar BHP frekuensi tersebut.
3.
Tindakan Pengawasan Dan Penertiban Dari website resmi Departemen Perhubungan (sekarang DepInfoKom) pada
www.postel.go.id, dapat ditemukan bahwa pemerintah dalam hal ini Dirjen Pos dan Telekomunikasi melakukan fungsi pengawasan dan melakukan tindakan-tindakan penertiban seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 16. Pengawasan mulai dilakukan berdasarkan laporan adanya gangguan dari seorang penyelenggara telekomunikasi radio. Berangkat dari laporan yang diterima, Dirjen melakukan deteksi terhadap gangguan yang ada, kemudian melakukan pengecekan antara peralatan teknis yang digunakan dengan izin yang diberikan, bila terjadi perbedaan maka akan diupayakan penyesuaian kembali antara izin dan peralatan teknis yang digunakan.
53
Gambar 16 Diagram Alur Proses Pelaksanaan Pengawasan Dan Penertiban Penyelenggaraan Telekomunikasi Radio Di Indonesia Sumber : www.postel.go.id.
Disini peneliti menemukan sesuatu yang unik, karena dengan alur proses yang seperti tersebut di atas, maka semua laporan gangguan diasumsikan sebagai akibat dari kesalahan teknis pelapor itu sendiri sampai dilakukan pengecekan secara menyeluruh sehingga dapat dipastikan bahwa sumber gangguan bukan dari pelapor. Bila sumber gangguan ternyata bukan dari pelapor, selanjutnya Dirjen akan melakukan pelacakan terhadap sumber gangguan tersebut. Kegiatan ini dimulai dari pelacakan untuk menemukan sumber gangguan. Bila ternyata sumber gangguan
54 adalah juga merupakan penyelenggara telekomunikasi radio, maka Dirjen akan melakukan pengecekan terhadap penyelenggara tersebut, dimulai ada atau tidaknya izin hingga kesesuaian perangkat telekomunikasi yang digunakan. Bila pihak penyelenggara telekomunikasi tersebut ternyata tidak memiliki izin, maka Dirjen akan melakukan penghentian kegiatan telekomunikasi tersebut dan dilakukan pula tindakan penertiban yang pada umumnya berupa penyitaan perangkat telekomunikasi yang digunakan. Selanjutnya dijalankan proses penegakkan hukum menurut Undangundang yang berlaku. C. Teori Kebijakan Kriminal Kebijakan (policy). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kebijakan diartikan sebagai:34 “Rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan cara bertindak” Sehingga kebijakan dalam dunia hukum dapat didefinisikan sebagai suatu rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan cara bertindak dalam bidang hukum. Berkenaan dengan istilah kebijakan, istilah ini ternyata memiliki keragaman arti. Hal itu dapat kita lihat dari pandangan beberapa tokoh yang mencoba untuk menjelaskan apa sebenarnya kebijakan (policy) itu. Klein misalnya, menjelaskan
34
Tim Peyususn Kamus Pusat Bahasa dalam Imam Syaukani, A. Ahsin Thohari., Dasar-Dasar Politik Hukum., PT. Raja Grafindo Persada., Jakarta., 2004., hal 22., www.rajawalipers.com. .
55 bahwa kebijakan itu adalah tindakan secara sadar dan sistematis, dengan mempergunakan sarana-sarana yang cocok, dengan tujuan politik yang jelas sebagai sasaran, yang dijalankan langkah demi langkah.35 Dan hamper senada dengan Klein, Kuypers menjelaskan, kebijakan itu adalah suatu susunan dari : (1) tujuan-tujuan yang dipilih oleh para administrator public baik untuk kepentingan diri sendiri maupun untuk kepentingan kelompok; (2) jalan-jalan dan sarana-sarana yang dipilih olehnya; dan (3) saat-saat yang mereka pilih.36 Sedangkan Friend memahami bahwa kebijakan pada hakikatnya adalah suatu posisi yang sekali dinyatakan akan mempengaruhi keberhasilan keputusan-keputusan yang akan dibuat dimasa mendatang.37 Sementara itu, Carl J. Friedrick menguraikan kebijakan sebagai serangkaian tindakan yang diusulkan seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu dengan menunjukkan hambatan-hambatan dan kesempatankesempatan terhadap pelaksanaan usulan kebijakan tersebut dalam rangka mencapai tujuan tertentu.38 Dan, James E. Andreson mengatakan bahwa kebijakan adalah serangkaian tindakan yang mempunyai tujuan tertentu yang diikuti dan dilaksanakan oleh seorang pelaku atau sekelompok pelaku guna memecahkan suatu masalah tertentu.39
35
Klien., dalam Imam Syaukani, A. Ahsin Thohari., Ibid., hal 22. Kuypers., dalam Imam Syaukani, A. Ahsin Thohari., Ibid., hal 23. 37 Friend., dalam Imam Syaukani, A. Ahsin Thohari., Ibid., hal 23. 38 Carl. J. Friedrick., dalam Imam Syaukani, A. Ahsin Thohari., Ibid., hal 22. 39 James E Andreson., dalam Imam Syaukani, A. Ahsin Thohari., Ibid. 36
56 Dari pengertian-pengertian yang dikemukakan oleh para ahli tersebut di atas, peneliti ingin mengungkapkan bahwa: 1. Terdapat perbedaan pendapat di kalangan para ahli tentang pengertian kebijakan. Yang jelas konsep kebijakan itu sendiri tampaknya sulit untuk dirumuskan dan diberikan makna yang tunggal, atau sulit bagi kita untuk memperlakukan konsep kebijakan tersebut sebagai sebuah gejala yang khas dan konkret, terutama bila kebijakan itu kita lihat sebagai
suatu
proses
yang
terus
menerus
berkembang
dan
berkelanjutan mulai dari proses pembuatan sampai implementasinya. 2. Terdapat perbedaan “penekanan” tentang kebijaksanaan di antara para ahli. Sebagian melihat kebijakan sebagai suatu perbuatan, sedangkan yang lain melihat sebagai suatu sikap yang direncakan (suatu rencana), atau bahkan suatu rencana dan juga suatu tindakan. 3. Para ahli juga berbeda pendapat berkaitan dengan tujuan dan sarana. Ada yang berpendapat bahwa kebijakan meliputi tujuan dan sarana, bahkan ada yang tidak lagi menyebut baik tujuan maupun sarana. Melengkapi uraian tersebut di atas, perlu dijelaskan pula di sini bahwa ada satu istilah dalam bahasa Indonesia yang kerap kali dipakai secara bergantian dalam pengertian yang hampir serupa dengan istilah kebijaksanaan, yaitu kebijakan. Berkaitan dengan istilah tersebut Girindo Pringgodigdo memberikan penjelasan yang menarik. Ia membedakan pengertian kebijaksanaan (policy; beleid) dan kebijakan (wisdom; wijsheid). Menurut Pringgodigdo, kebijaksanaan adalah:
57 “Serangkaian tindakan atau kegiatan yang direncanakan di bidang hukum untuk mencapai tujuan atau sasaran yang dikehendaki yang berorientasi pada pembentukan dan penegakkan hukum masa kini dan masa depan”
Sedangkan kebijakan diartikan sebagai: “Tindakan atau kegiatan seketika (instant decision) melihat urgensi serta situasi/kondisi yang dihadapi, berupa pengambilan keputusan di bidang hukum yang dapat bersifat pengaturan (tertulis) dan atau keputusan tertulis atau lisan, yang antara lain berdasarkan kewenangan/kekuasaan diskresi (discretionary power)”
Pembedaan pengertian kedua istilah di atas pada tataran konseptual dengan sendirinya akan berimbas pada aktualisasi konsep itu pada tataran praktis. Namun, meskipun terdapat perbedaan pengertian, kedua istilah ini kerap dipakai dalam pengertian yang sama, yaitu serangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan cara bertindak.40 Kriminalisasi dalam kepustakaan asing dikenal dengan nama Kriminalization atau Kriminalisering. Sudarto berpendapat bahwa dengan kriminalisasi dimaksudkan proses penetapan suatu perbuatan orang sebagai perbuatan yang dapat dipidana. Proses ini diakhiri terbentuknya undang-undang di mana perbuatan itu diancam dengan suatu sanksi yang berupa pidana.41 Kebijakan kriminalisasi merupakan suatu kebijakan dalam menetapkan suatu perbuatan yang semula bukan tindak pidana menjadi suatu tindak pidana. Pada 40
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, dalam Imam Syaukani, A. Ahsin Thohari., Dasar-Dasar Politik Hukum., PT. Raja Grafindo Persada., Jakarta., 2004., hal 25., www.rajawalipers.com. 41 Sudarto., Hukum dan Hukum Pidana., Bandung: Alumni., 1986., hal 32
58 hakikatnya, kebijakan kriminalisasi merupakan bagian dari kebijakan kriminal dengan menggunakan sarana hukum pidana, dan oleh karena itu termasuk bagian dari kebijakan hukum pidana.42 Dalam rangka menanggulangi kejahatan terhadap berbagai sarana sebagai reaksi yang dapat diberikan kepada pelaku kejahatan, berupa sarana pidana maupun non hukum pidana, yang dapat diintegrasikan satu dengan yang lainnya. Apabila sarana pidana dipanggil untuk menanggulangi kejahatan, berarti akan dilaksanakan politik hukum pidana, yakni mengadakan pemilihan untuk mencapai hasil perundangundangan pidana yang sesuai dengan keadaan dan situasi pada suatu waktu dan untuk masa-masa yang akan datang.43 Di samping usaha penanggulangan kejahatan, lewat pembuatan undang-undang pidana pada hakikatnya merupakan bagian integral dari usaha kesejahteraan masyarakat (social welfare). Oleh karena itu wajar pula apabila dikatakan, bahwa politik hukum pidana juga merupakan bagian integral dari kebijakan sosial (social policy). Social policy dapat diartikan sebagai segala usaha yang rasional untuk mencapai kesejahteraan masyarakat sekaligus mencakup perlindungan masyarakat. Jadi di dalam pengertian social policy, sekaligus didalamnya tercakup social welfare policy dan social defense policy. Dilihat dari sudut yang luas tersebut, maka dapat ditegaskan bahwa masalah kebijakan hukum pidana pada hakikatnya bukanlah 42
Barda Nawawi Arief., Kebijakan Kriminalisasi dan Masalah Jurisdiksi Tindak Pidana Mayantara, Makalah Seminar Pemberdayaan Teknologi Informasi dalam Masyarakat Informasi, Semarang, 26 Juli 2001., hal 2 43 Sudarto., Hukum Pidana dan Perkembangan Masyarakat., Bandung., Sinar Baru., 1983., hal 109.
59 semata-mata pekerjaan teknik perundang-undangan yang dapat dilakukan secara yuridis normatif dan sistematik dogmatik. Di samping pendekatan yuridis normatif, kebijakan hukum pidana juga memerlukan pendekatan yuridis faktual yang dapat berupa pendekatan sosiologis, psikologis, historis dan komparatif, bahkan memerlukan pula pendekatan integral dengan kebijakan sosial dengan pembangunan nasional pada umumnya. Peneliti berpendapat bahwa kebijakan kriminal penal dan non penal bagaikan berada pada dua sisi waktu yang berbeda namun mempunyai fungsi yang sama. Kebijakan kriminal penal walaupun juga mempunyai dampak pencegahan terhadap terjadinya tindak pidana, namun efektifitasnya masih diragukan karena masih terdapat faktor-faktor yang seringkali lebih kuat sehingga masih memungkinkan untuk
mendorong
pelaku
melakukan
tindak
pidana.
Faktor-faktor
yang
mempengaruhi efektifitas kebijakan kriminal penal yaitu :
1. 2. 3. 4. 5.
Faktor hukumnya sendiri dalam pengertian undang-undang; Penegak hukum; Sarana atau Fasilitas yang mendukung penegakan hukum; Faktor masyarakat, dimana hukum itu berlaku; Faktor kebudayaan.44
Selain itu, kebijakan kriminal penal baru berfungsi setelah suatu tindak pidana terjadi, karena kebijakan ini tertumpu kepada pembuktian kesalahan peaku dan hukuman. Sedangkan kebijakan kriminal non penal terletak pada garis waktu sebelum tindak pidana itu terjadi, karena kebijakan kriminal non penal tertumpu kepada penutupan 44
Soerjono Soekamto. Faktor-faktor yang mempengaruhi Penegakan Hukum., Jakarta., CV Rajawali., 1983., hal 5.
60 kemungkinan-kemungkinan terjadinya suatu tindak pidana sehingga yang diterapkan adalah perlindungan/pencegahan tanpa hukuman (prevention without punishment) karena memang kebijakan ini dijalankan sebelum ada pelaku tindak pidana. Kebijakan Kriminal Non Penal
Kebijakan Kriminal Penal
Sebelum terjadi
Sesudah terjadi Tindak Pidana
Tentang kebijakan mana yang lebih penting, tentu saja kedua kebijakan ini dibutuhkan untuk diterapkan dalam rangka melindungi kepentingan hukum. Oleh karena kebijakan kriminal penal yang
mengatur tentang penyelenggaraan
telekomunikasi khusus di Indonesia telah ada, maka dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat ditemukan rumusan kebijakan kriminal non penal yang berkaitan dengan penyelenggaraan telekomunikasi khusus tersebut, sehingga dapat menekan tingkat pelanggaran penyelenggaraan telekomunikasi khusus di Indonesia.
61 BAB III Hasil Penelitian Dan Pembahasan
1. Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Pelanggaran Dalam Penyelenggaraan Telekomunikasi Radio Khusus. Seperti yang telah dikemukakan pada Bab sebelumnya, salah satu teknik pengumpulan data yang peneliti gunakan adalah dengan melakukan wawancara langsung melalui udara (menggunakan perangkat telekomunikasi). Wawancara ini dilakukan oleh peneliti dan beberapa orang pembantu, metode pelaksanaannya adalah dengan melakukan pencarian stasiun radio pada beberapa band frekuensi. Setelah mendapatkan kontak dari stasiun-stasiun radio tersebut, maka dilakukan wawancara langsung pada saat itu juga. Dengan cara ini peneliti berhasil mendapatkan sejumlah data yang peneliti anggap cukup untuk melanjutkan penelitian ini. Sebelumnya peneliti telah menentukan beberapa faktor yang diprediksi akan menjadi
faktor
penyebab
terjadinya
pelanggaran
dalam
penyelenggaraan
telekomunikasi khusus di Indonesia. Beberapa faktor tersebut adalah: 1. Faktor ketidaktahuan penyelenggara telekomunikasi tentang peraturan perundang-undangan yang mengatur penyelenggaraan telekomunikasi khusus.
61
62 Untuk mendapatkan kondisi yang terjadi di lapangan, peneliti memberikan pertanyaan kepada responden yaitu “Apakah saudara tahu bahwa penyelenggaraan telekomunikasi khusus ini diatur oleh undang-undang?” 2. Faktor cara mendapatkan perangkat telekomunikasi radio. Prediksi
selanjutnya
adalah
tingkat
kemudahan
penyelenggara
telekomunikasi dalam mendapatkan perangkat telekomunikasi radio. Untuk mendapatkan gambaran yang terjadi di lapangan peneliti memberikan pertanyaan kepada responden yaitu: a. Di mana anda mendapatkan/membeli perangkat komunikasi yang anda gunakan? (responden memilih satu dari jawaban yang ditentukan) •
Toko elektronika umum.
•
Toko khusus komunikasi radio.
•
Dari pengguna radio lain.
b. Bila saudara mendapatkan perangkat telekomunikasi radio tersebut dari orang lain, apakah orang tersebut adalah seorang teknisi radio? c. Apakah dalam membeli perangkat telekomunikasi radio tersebut saudara diwajibkan untuk menunjukkan izin komunikasi radio yang saudara miliki?
63 d. Apakah saudara memiliki izin khusus untuk menjual perangkat telekomunikasi radio? (pertanyaan ini hanya diberikan kepada responden yang menjual perangkat komunikasi radio) 3. Faktor teknologi yang digunakan dalam penyelenggaraan telekomunikasi. Teknologi yang dimaksud disini adalah jumlah pita frekuensi yang tersedia dalam suatu perangkat telekomunikasi radio. Bila pita frekuensi yang tersedia adalah lebar dan dapat diubah dengan mudah, maka terdapat kemungkinan akan terjadi pelanggaran telekomunikasi radio. Untuk mendapatkan gambaran tentang hal ini, peneliti memberikan pertanyaan kepada responden yaitu: a. Apa merek dan type perangkat telekomunikasi yang saudara gunakan? (dari jawaban responden akan terlihat teknologi yang digunakan pada perangkat telekomunikasi tersebut) b. Apakah anda menggunakan frekuensi lain selain yang tertera dalam izin yang anda miliki? (responden memilih satu dari jawaban yang telah ditentukan)
-
Selalu
-
Kadang-kadang
-
Tidak pernah
4. Faktor kemudahan pengurusan izin. Panjangnya birokrasi yang harus ditempuh pada waktu penyelenggara telekomunikasi mengurus izin yang diperlukan juga diprediksi menjadi
64 faktor penyebab banyaknya stasiun radio gelap yang merupakan pelanggaran telekomunikasi radio. Untuk mendapatkan informasi ini, peneliti memberikan pertanyaan kepada responden yaitu: Menurut saudara, bagaimana prosedur pengurusan izin komunikasi radio yang berlaku saat ini? (Responden memilih satu dari jawaban yang ditentukan)
-
Mudah dan cepat.
-
Sulit dan butuh waktu lama.
Selain dari pertanyaan-pertanyaan tersebut di atas, peneliti juga menyampaikan beberapa pertanyaan kepada responden yang terstruktur dan mengarah kepada penggalian informasi tentang kondisi nyata penyelenggaraan telekomunikasi radio khusus yang diselenggarakan oleh responden, sehingga dari data tersebut dapat diketahui kemungkinan-kemungkinan kebijakan kriminal non penal yang dapat diambil. Dan peneliti telah berhasil mengumpulkan data dengan perincian sample seperti pada table berikut:
65 Table 1 Responden berdasarkan daerah 1. 2. 3. 4. 5.
Daerah Jumlah Sumatra Utara. 10 Sumatra Selatan. 25 Lampung. 10 DKI Jakarta. 10 Jawa Barat 10 Jumlah 65
Table 2 Responden berdasarkan penggunaan Alokasi Penggunaan Jumlah 1. Perusahaan Swasta. 26 2. Amatir Radio. 25 3. Instansi Pemerintah. 4 4. Layanan Khusus. 10 Jumlah 65
Table 3 Responden berdasarkan status responden Status Jumlah 1. Penjual. 5 2. Teknisi. 13 3. Pemakai. 47 Jumlah 65
Penelitian dimulai dengan menanyakan sejumlah pertanyaan kepada responden yang ditemui,
Pertanyaan 5: Apakah saudara mengetahui bahwa penyelenggaraan telekomunikasi radio khusus diatur oleh undang-undang?
66
97% 100% 80% 60%
Tahu Tidak Tahu
40% 20%
3%
0% Responden 100%
Dari pertanyaan 5, peneliti mendapatkan hasil bahwa hampir semua responden mengetahui bahwa ada Undang-undang yang mengatur tentang penyelenggaraan telekomunikasi khusus seperti yang mereka lakukan, namun responden tidak mengetahui secara detil tentang apa saja yang diatur dalam Undang-undang tersebut, responden hanya mengetahui bahwa untuk menyelenggarakan telekomunikasi radio khusus harus mendapatkan izin dari instansi yang berwenang. Ketika peneliti berusaha untuk menggali lebih dalam terungkap bahwa responden juga banyak yang belum pernah melihat bentuk fisik izin telekomunikasi radio khusus yang dimaksud, namun peneliti menganggap kondisi ini adalah suatu hal yang wajar karena beberapa dari responden hanyalah operator radio dari suatu perusahaan, sehingga pengetahuan yang mereka miliki hanya sebatas mengoperasikan perangkat radio. Pertanyaan 6: Dimana saudara mendapatkan/membeli perangkat radio yang anda gunakan? (Responden memilih satu dari jawaban yang telah ditentukan)
67
70%
66%
60% 50%
Toko Elektronika Umum
40%
Toko Khusus Komunikasi Radio Pengguna Radio Lain
30% 20% 10%
13%
9%
0% Responden 100%
Dari pertanyaan 6, peneliti mendapatkan kenyataan bahwa 66% responden mendapatkan perangkat telekomunikasi radionya dengan membelinya dari sejumlah toko elektronika umum. Yang dimaksud toko elektronika umum disini adalah toko yang menjual berbagai macam barang-barang elektronika (televisi, radio, movie player, dan lain-lain), toko-toko seperti ini tentunya banyak dan mudah ditemui di berbagai sudut kota. Kemudian sebanyak 12% responden mengatakan bahwa mereka mendapatkan perangkat telekomunikasi radio dengan membeli pada toko elektronika yang khusus menjual perangkat telekomunikasi radio. Beberapa responden juga mengatakan bahwa pembelian perangkat telekomunikasi yang dimaksud sekaligus dengan pengerjaan instalasi perangkat tersebut. Selain itu terdapat 9% responden yang mendapatkan perangkat telekomunikasi radionya dari pengguna radio lain. Yang dimaksud “pengguna radio lain” adalah bahwa responden membeli perangkat telekomunikasi radio dari orang pribadi yang juga menyelenggarakan telekomunikasi radio khusus, umumnya kondisi perangkat telekomunikasi radio tersebut adalah bekas
68 pakai, namun ada beberapa responden yang mendapatkan perangkat telekomunikasi radio yang baru namun bukan buatan pabrik (rakitan). Data ini menunjukkan bahwa responden dapat dengan mudah memperoleh perangkat telekomunikasi radio yang diperlukannya, karena perangkat telekomunikasi radio tidak dijual secara khusus oleh toko/penjual yang khusus. Pertanyaan 7: Bila saudara mendapatkan perangkat telekomunikasi radio tersebut dari orang lain, apakah orang tersebut adalah seorang teknisi radio? Pertanyaan 7 hanya diberikan kepada responden yang mendapatkan perangkat telekomunikasi radio dari sesama pengguna. Hasil yang peneliti dapatkan hanya seorang responden yang menjawab bahwa perangkat telekomunikasi radio yang digunakannya merupakan hasil rakitan dari seorang teknisi radio. Dari responden tersebut peneliti juga mendapatkan informasi bahwa teknisi yang dimaksud memang menjual atau menerima pesanan untuk membuatkan perangkat telekomunikasi radio dan disampaikan pula bahwa teknisi yang dimaksud bekerja secara professional dan terorganisir artinya teknisi tersebut dibantu dengan beberapa teknisi lainnya dan kegiatan tersebut memang merupakan kegiatan rutin (mata pencaharian). Dengan demikian ditemukan bahwa terdapat perangkat telekomunikasi radio yang dibuat/dirakit/diperjualbelikan yang mungkin tidak/belum “disertifikasi” atau tidak sesuai dengan spesifikasi standar teknis yang ditetapkan oleh pemerintah sebagaimana diatur dalam Pasal 32 ayat (1) Undang-undang Nomor 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi yang mewajibkan pengujian dan sertifikasi setiap perangkat telekomunikasi.
69 Pertanyaan 8: Apakah dalam membeli perangkat telekomunikasi radio tersebut saudara diminta untuk menunjukkan izin komunikasi radio yang saudara miliki? 100% 100% 80% 60%
Ya Tidak
40% 20%
0%
0% Responden 100%
Dari pertanyaan 8, peneliti mendapatkan kenyataan bahwa seluruh responden tidak satu pun yang ditanyakan oleh penjual perangkat telekomunikasi tentang izin penyelenggaraan telekomunikasi radio yang dimilikinya ketika responden membeli perangkat telekomunikasi tersebut, beberapa responden mengatakan bahwa penjual hanya menanyakan frekuensi radio yang akan digunakan dan teknologi terapan yang diterapkan (misalnya komunikasi menggunakan repeater). Data ini membuktikan bahwa di
lapangan
masyarakat
begitu
mudahnya
mendapatkan perangkat
telekomunikasi radio. Bila dihubungkan dengan jawaban pertanyaan 6 dimana 66% responden mendapatkan perangkat telekomunikasi radio melalui toko elektronika umum mengungkapkan bahwa setiap orang dapat memiliki perangkat telekomunikasi radio dengan tidak melalui prosedur yang sulit.
70 Pertanyaan 9: Apakah saudara memiliki izin khusus untuk menjual perangkat telekomunikasi radio? (Pertanyaan ini hanya diberikan kepada responden yang menjual perangkat komunikasi radio) Dari responden yang juga menjual perangkat telekomunikasi radio, peneliti mendapatkan gambaran bahwa semua responden tidak memiliki izin usaha khusus yang menjual perangkat telekomunikasi radio. Responden mengatakan bahwa mereka hanya memiliki izin usaha perdagangan umum dengan komoditi utama barang-barang elektronika. Pengkhususan izin untuk menjual perangkat telekomunikasi ini memang belum ada pengaturannya, dan dari kondisi ini maka setiap pengusaha dapat menjual perangkat telekomunikasi radio sehingga menyulitkan pemerintah melakukan kendali terutama siapa saja yang menguasai perangkat telekomunikasi radio. Hingga pertanyaan 9, peneliti menemukan suatu kondisi dimana perangkat telekomunikasi radio dapat dengan sangat mudah diperoleh oleh siapa saja yang membutuhkannya, hal ini terlihat dari data yang peneliti dapatkan dimana perangkat telekomunikasi radio tersebut tidak dijual oleh penjual khusus, juga untuk mendapatkannya tidak memerlukan prosedur-prosedur khusus misalnya penjual menanyakan izin yang dimiliki oleh pembeli. Kenyataan ini menyebabkan perangkat telekomunikasi radio yang tersebar di masyarakat sulit dikendalikan terutama dalam hal penguasaan dan penggunaan perangkat tersebut dan akhirnya penyalahgunaan perangkat telekomunikasi radio pun tak dapat dihindari. Bila perangkat telekomunikasi radio dijual hanya pada tempat-tempat tertentu, dan penjual melakukan pendataan dengan menanyakan identitas pemegang izin, maka
71 tentunya perangkat telekomunikasi radio yang beredar di masyarakat luas dapat terkendali. Sehingga peneliti mengambil kesimpulan sementara bahwa: 1.
Perangkat telekomunikasi radio beredar luas di masyarakat dan dapat mudah untuk mendapatkannya.
2.
Tidak terdapat suatu pembatasan/pengendalian terhadap peredaran perangkat telekomunikasi radio di masyarakat.
3.
Cara mendapatkan perangkat telekomunikasi radio yang sangat mudah merupakan salah satu penyebab terjadinya pelanggaran dalam penyelenggaraan telekomunikasi radio khusus di Indonesia. Kemudian peneliti melanjutkan pencarian data dengan memberikan pertanyaan
kepada responden sehubungan dengan teknologi perangkat telekomunikasi yang digunakan
terutama
teknologi
oscillator
yang
digunakan
pada
perangkat
telekomunikasi radio tersebut, hal ini dapat menunjukkan jangkauan/lebar pita frekuensi yang tersedia pada perangkat telekomunikasi tersebut. Pertanyaan 10: Apa mark dan type perangkat telekomunikasi yang anda gunakan? Dari jawaban responden ini akan terlihat jenis teknologi yang ada pada perangkat telekomunikasi yang digunakan oleh responden. Hasilnya peneliti mendapatkan data sebagai berikut:
72 Table 4 Merek Dan Type Radio Yang Digunakan Responden Type Oscillator Keterangan IC V68 VFO, VHF, FM Jinjing, 130-170 MHz IC T22 VFO, VHF, FM Jinjing, 130-170 MHz IC T7H VFO, VHF & UHF, FM Jinjing, 130-170 & 400-490 IC VFO, VHF, FM MHz 2100H VFO, VHF(144-148), Portable, 130-170 MHz TR 7950 FM Portable, 142-149 MHz TS 440S VFO, HF, ALL MODE Portable, 1,8 – 30 MHz TS 430S VFO, HF, ALL MODE Portable, 1,8 – 30 MHz FT 30C VFO, HF, ALL MODE Portable, 1,8 – 30 MHz A 71S XFO, HF, ALL MODE Portable. X’tal. GM300 VFO(CH), VHF, FM Portable. Ch Indicator GM500 VFO(CH), UHF, FM Portable. Ch Indicator GP68 VFO, VHF, FM Jinjing, 130-170 MHz DR150 VFO, VHF, FM Portable, 130-170 MHz DJ 180 VFO,VHF, FM Jinjing, 130-170 MHz Dari data di atas, ditemukan hanya 3 (tiga) jenis perangkat telekomunikasi radio
Merek Icom Icom Icom Icom Kenwood Kenwood Kenwood Yaesu Yaesu Motorola Motorola Motorola Alnico Alnico
yang jangkauan frekuensinya terbatas yaitu Yaesu A71S yang oscillator-nya dikendalikan oleh X’tal (XFO) dan Motorola GM300 dan GM500. Untuk jenis Yaesu A71S pengguna hanya dapat menggunakan 1 (satu) frekuensi yang disediakan oleh X’tal tersebut, sehingga bila pengguna ingin menggunakan frekuensi lain, maka pengguna harus melakukan perubahan secara teknis yaitu dengan membeli X’tal frekuensi yang baru untuk dipasangkan pada oscillator radio tersebut, jadi frekuensi yang disediakan oleh perangkat ini sangat terbatas. Untuk jenis Motorola GM300 dan GM500 sebenarnya menggunakan teknologi VFO, hanya saja pabrik membatasi pita frekuensi yang digunakan, sehingga walaupun teknologi yang digunakan adalah VFO dengan jangkauan 130-170 MHz untuk type GM300 atau 400-490 MHz untuk type GM500, tetapi pengguna harus menentukan pita frekuensi yang digunakan paling banyak 25 (duapuluh lima) pita frekuensi. Frekuensi yang akan digunakan oleh
73 pengguna ini akan di “program” dengan bantuan komputer yang menjalankan aplikasi Radio Service Software (RSS) yang hingga saat ini tidak didistribusikan secara umum sehingga hanya dapat dilakukan oleh agen resmi yang mendapat lisensi dari Motorola Inc. Setelah perangkat radio tersebut selesai di “program” dengan frekuensi yang dimaksud, maka pengguna telah dapat menggunakan perangkat telekomunikasi tersebut hanya pada frekuensi yang telah di “program” dengan penampil/penunjuk frekuensi berupa “CH1, CH2, CH3,……CH25”, dengan demikian walaupun teknologi oscillator yang digunakan adalah VFO namun frekuensi yang dapat digunakan tetap terbatas. Selain 3 jenis perangkat telekomunikasi radio tersebut, jenis lain yang digunakan responden adalah perangkat telekomunikasi radio yang menggunakan teknologi VFO pada oscillator-nya. Responden yang menggunakan perangkat telekomunikasi radio jenis ini dapat dengan mudah merubah frekuensi yang akan digunakan tanpa harus meminta bantuan dari pihak lain atau melakukan perubahan secara teknis pada perangkat yang dimilikinya, pengguna hanya cukup menekan beberapa tombol yang berfungsi untuk merubah frekuensi sesuai dengan yang diinginkannya dan jumlah pita frekuensi yang dapat digunakan adalah seluruh pita frekuensi yang tersedia atau dapat dijangkau oleh perangkat telekomunikasi radio tersebut.
Pertanyaan 10: Apakah anda menggunakan frekuensi lain selain yang tertera dalam izin yang anda miliki? (Responden memilih satu dari jawaban yang telah ditentukan)
74
80% 80% 70% 60% 50%
Sering Kadang-kadang Tidak Pernah
40% 30% 20%
18%
10%
2%
0% Responden 100%
Data yang peneliti dapatkan dari pertanyaan 10, menunjukkan hampir semua responden melakukan pelanggaran yaitu menggunakan frekuensi diluar izin yang ditentukan. Responden memberikan berbagai alasan mengapa mereka melakukan pelanggaran tersebut. Ada responden yang menyatakan bahwa hal yang terpenting adalah mereka telah memiliki izin dan membayar pajak yang berlaku, masalah frekuensi yang mana yang mereka gunakan responden berpendapat sepanjang tidak mengganggu pengguna lain maka penggunaan frekuensi diluar izin mereka anggap bukan masalah. Selain itu ada juga responden yang menyatakan bahwa mereka menggunakan frekuensi lain karena pada frekuensi yang sesuai dengan izin dalam kondisi yang sibuk, sehingga mereka membutuhkan frekuensi lain untuk dapat tetap berkomunikasi atau terdapat gangguan yang diyakini berasal dari pengguna lain, gangguan ini kadangkala bukan hanya mengganggu tetapi juga dapat membuat pengguna sama sekali tidak dapat melakukan komunikasi. Dari responden yang memang tidak memiliki izin (liar) peneliti mendapatkan informasi bahwa beberapa
75 dari mereka sebelumnya pernah memiliki izin tetapi izin tersebut tidak diperpanjang karena mereka tidak mendapatkan suatu jaminan kenyamanan berkomunikasi, sedangkan bila dilaporkan adanya gangguan kepada pihak yang berwenang laporan tersebut ditanggapi dengan lambat dan seringkali dianggap kesalahan teknis dari perangkat telekomunikasi yang dimiliki pelapor, dan pada akhirnya mereka mengambil inisiatif untuk bergeser ke frekuensi lain untuk tetap dapat berkomunikasi. Peneliti juga mendapatkan informasi dari responden yang menggunakan perangkat telekomunikasi radio untuk keperluan uji coba (penelitian), kegiatan ini dilakukan oleh beberapa amatir radio. Dari mereka peneliti mendapatkan informasi bahwa mereka sering menggunakan frekuensi yang tidak dialokasikan untuk amatir radio, namun mereka melakukan hal tersebut hanya apabila mereka sedang melakukan uji coba terhadap perangkat telekomunikasi radio yang umumnya buatan mereka sendiri. Pertanyaan 11: Menurut saudara, bagaimana prosedur pengurusan izin komunikasi radio yang berlaku saat ini? (Responden memilih satu dari jawaban yang ditentukan) 100% 100% 80% 60%
Mudah Dan Cepat Sulit Dan Lama
40% 20% 0% 0% Responden 100%
76 Seluruh responden menjawab bahwa pengurusan izin telekomunikasi radio khusus di Indonesia adalah sulit dengan proses yang panjang serta membutuhkan waktu yang lama. Responden mengatakan bahwa dalam pengurusan izin responden seringkali mendapatkan pelayanan yang kurang memuaskan padahal tidak sedikit responden yang harus menempuh jarak yang jauh (beberapa responden berada di daerah yang bukan ibukota propinsi sedangkan pengurusan izin hanya dapat dilakukan di ibukota propinsi), kemudian persyaratan yang tidak jelas dan akhirnya membutuhkan biaya yang lebih besar dari seharusnya. Kondisi ini dialami oleh responden yang menggunakan perangkat telekomunikasi radio untuk keperluan niaga, dan kondisi ini pulalah yang dijadikan alasan beberapa responden yang tidak memiliki izin. Kondisi yang lebih baik dialami oleh responden yang memiliki izin telekomunikasi radio untuk keperluan pribadi (amatir radio), mereka mengatakan bahwa yang sering mereka keluhkan adalah lamanya proses izin tersebut, bahkan ada responden yang mengatakan bahwa pada saat izin mereka terima sedangkan masa berlakunya akan habis dalam beberapa bulan ke depan. Sulit, lama, dan membutuhkan biaya yang lebih besar dari seharusnya juga membuat beberapa responden melakukan pelanggaran yaitu penggunaan perangkat telekomunikasi tidak sesuai izin yang dimiliki. Informasi ini disampaikan oleh beberapa responden yang mengaku bahwa perangkat telekomunikasi yang mereka miliki digunakan untuk keperluan bisnis/perdagangan, sedangkan izin yang mereka miliki adalah izin amatir radio. Beberapa responden berpendapat seharusnya pengurusan izin tidak harus ke ibukota propinsi melainkan dapat dilakukan di daerah setempat (Kabupaten/kota),
77 menurut mereka kewenangan mengeluarkan izin yang hanya dimiliki pejabat setingkat propinsi merupakan penyebab mengapa pengurusan izin telekomunikasi radio khusus di Indonesia menjadi sulit dan butuh waktu lama. Dari wawancara yang dilakukan peneliti, juga terungkap suatu kondisi dimana tindakan pengawasan dan penertiban yang seharusnya dilaksanakan oleh pihak berwenang tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya. Hal ini terlihat dari pengakuan beberapa responden yang memiliki izin penyelenggaraan telekomunikasi radio amatir tetapi menggunakannya untuk kepentingan bisnis/usaha yang mereka jalankan. Menurut penuturan beberapa responden penyalahgunaan izin tersebut justru disarankan oleh pihak yang berwenang (lebih dikenal dengan sebutan team sweeping) yang telah merazia dan melakukan penyitaan terhadap perangkat telekomunikasi radio yang mereka miliki, kemudian team tersebut menyarankan agar responden yang perangkat telekomunikasi radionya disita mengurus izin telekomunikasi radio amatir dan setelah izin yang dimaksud selesai, perangkat telekomunikasi radio yang disita dikembalikan dan responden dapat kembali menyelenggarakan telekomunikasi radio. Dari informasi ini, di dapat bahwa penertiban terhadap pelanggaran dalam penyelenggaraan telekomunikasi radio khusus sangat jarang atau bahkan peneliti dapat mengatakan tidak ada yang diselesaikan melalui sistem peradilan pidana sebagaimana yang diatur dalam Undang-undang Nomor 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi. Namun untuk hal ini peneliti tidak berhasil mendapatkan informasi mengapa pihak berwenang (dalam hal ini team sweeping) tidak mengambil tindakan tegas seperti yang diatur dalam Undang-undang.
78 Sampai disini peneliti dapat menarik kesimpulan sementara bahwa: 1.
Responden mengetahui bahwa penyelenggaraan telekomunikasi radio khusus di Indonesia
diatur
oleh
Undang-undang,
dan
responden
mengetahui
kewajibannya untuk memiliki izin penyelenggaraan telekomunikasi radio. Dengan demikian ketidaktahuan responden akan kewajiban untuk memiliki izin penyelenggaraan telekomunikasi radio bukan merupakan faktor penyebab terjadinya pelanggaran penyelenggaraan telekomunikasi radio khusus di Indonesia. 2.
Responden dapat dengan mudah memperoleh perangkat telekomunikasi yang dibutuhkan tanpa harus melalui prosedur pendataan, hal ini membuat kondisi dimana kepemilikan perangkat telekomunikasi radio tidak dapat dikendalikan dan bepengaruh pula terhadap penggunaan perangkat telekomunikasi radio tersebut. Dengan demikian kemudahan mendapatkan perangkat telekomunikasi radio atau kurangnya pembatasan kepemilikan perangkat telekomunikasi radio merupakan penyebab terjadinya pelanggaran penyelenggaraan telekomunikasi radio di Indonesia.
3.
Faktor kemudahan yang dimaksud di atas juga dipengaruhi dari tidak adanya izin usaha khusus bagi mereka yang bermaksud memperjualbelikan perangkat telekomunikasi radio, sehingga kenyataan yang terjadi sekarang adalah siapa saja dapat menjual perangkat telekomunikasi radio dan siapa pun dapat membelinya.
79 4.
Mayoritas responden menggunakan perangkat telekomunikasi radio yang menggunakan teknologi Variable Frequency Oscillator (VFO) yang memiliki jangkauan frekuensi sangat lebar dan pengguna dengan mudah dapat menggunakan frekuensi sesuai keinginannya. Dengan demikian. Dengan demikian tidak adanya pembatasan jangkauan frekuensi kerja suatu perangkat telekomunikasi radio yang beredar di masyarakat merupakan faktor penyebab terjadinya pelanggaran penyelenggaraan telekomunikasi radio khusus di Indonesia.
5.
Tindakan pengawasan dan penertiban yang dilakukan oleh pihak berwenang yang lebih cenderung untuk menghindari proses sistem peradilan pidana seperti yang diatur dalam Undang-undang Nomor 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi,
juga
merupakan
faktor
terjadinya
pelanggaran
penyelenggaraan telekomunikasi radio khusus di Indonesia. 2.
Kebijakan Kriminal Non Penal Terhadap Pelanggaran Penyelenggaraan Telekomunikasi Radio Khusus. Berdasarkan pengumpulan data yang telah dilakukan, maka telah dapat terlihat
pola-pola kejadian yang diyakini oleh peneliti merupakan faktor penyebab terjadinya pelanggaran dalam penyelenggaraan telekomunikasi radio khusus di Indonesia. Dari pola inilah kemudian peneliti melakukan analisa tentang kemungkinan-kemungkinan kebijakan kriminal non penal yang dapat diterapkan untuk menghadapi pola kejadian
80 yang tengah berlangsung di masyarakat. Hasil analisa yang peneliti lakukan adalah sebagai berikut:
1. Kebijakan
Kriminal
Non
Penal
Sehubungan
Dengan
Administrasi
(Perizinan).
Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, bahwa salah satu faktor penyebab terjadinya pelanggaran dalam penyelenggaraan telekomunikasi radio khusus di Indonesia
adalah
kemudahan
masyarakat
dalam
memperoleh
perangkat
telekomunikasi radio. Untuk mengatasi kondisi tersebut maka harus diterapkan suatu kebijakan yang dapat memperketat peredaran perangkat telekomunikasi radio di masyarakat. Bila perangkat telekomunikasi radio hanya dijual pada toko-toko khusus yang menjual perangkat telekomunikasi radio dan penjual melakukan dan melaporkan hasil pendataan terhadap identitas dan perizinan yang dimiliki, dan perangkat telekomunikasi radio yang dibeli oleh calon pembeli, maka peredaran dan penggunaan perangkat telekomunikasi akan dapat lebih terkendali. Kondisi ini akan dapat
terwujud
karena
masyarakat
diwajibkan
untuk
menunjukkan
izin
telekomunikasi radio yang dimilikinya sehingga kemungkinan penyalahgunaan perangkat telekomunikasi radio oleh pihak yang tidak memiliki izin dan atau tidak sesuai dengan izin akan dapat diperkecil. Dengan demikian, kebijakan kriminal non penal yang dapat diterapkan adalah:
81 a. Setiap pihak yang melakukan jual beli perangkat telekomunikasi radio wajib memiliki izin khusus untuk memperjualbelikan perangkat telekomunikasi radio. Pada pelaksanaannya nanti, toko yang memiliki izin untuk menjual perangkat telekomunikasi radio tersebut dapat saja merupakan toko elektronika yang memang khusus menjual perangkat telekomunikasi radio atau dapat pula toko elektronika umum yang memiliki izin khusus untuk menjual perangkat telekomunikasi radio. b. Penjual wajib melakukan pendataan terhadap calon pembeli perangkat telekomunikasi radio yang akan dijual. Pendataan yang dimaksud meliputi identitas, izin penyelenggaraan telekomunikasi radio, teknologi terapan yang digunakan, dan lokasi penggunaan. Dan penjual dilarang menjual perangkat telekomunikasi radio yang teknologi terapannya (khususnya jangkauan frekuensi) diluar yang dialokasikan oleh izin yang dimiliki calon pembeli. Tujuan yang ingin dicapai adalah keakuratan data tentang siapa yang memiliki/menggunakan dan bagaimana penggunaan dari perangkat telekomunikasi radio yang beredar di masyarakat sehingga pemerintah dapat dengan mudah melakukan pengawasan dan penertiban. Dengan adanya kebijakan tersebut, maka pendistribusian, kepemilikan, dan penggunaan perangkat telekomunikasi radio akan dapat
lebih
terkendali
menutup/memperkecil
dan
pada
kemungkinan
akhirnya
terjadinya
kebijakan pelanggaran
tersebut
dapat
penyelenggaraan
telekomunikasi radio khusus di Indonesia. Kebijakan ini dapat saja menimbulkan
82 suatu masalah baru, yaitu apabila seorang pribadi yang mampu membuat/merakit perangkat telekomunikasi bermaksud untuk menjual perangkat telekomunikasi yang dibuatnya, tentunya akan timbul pertanyaan apakah orang tersebut harus memiliki izin khusus untuk menjual perangkat telekomunikasi ? Berdasarkan analisa peneliti, masalah ini dapat diatasi dengan mewajibkan perakit/pembuat hanya boleh menjual kepada toko/badan hukum yang memiliki izin untuk memperjualbelikan perangkat telekomunikasi Kebijakan non penal selanjutnya adalah memperpendek birokrasi pengurusan izin penyelenggaraan telekomunikasi radio khusus. Saat ini, pengurusan izin penyelenggaraan telekomunikasi radio hanya dapat dilakukan pada dinas/instansi terkait setingkat propinsi (di ibukota propinsi), sedangkan pengguna perangkat telekomunikasi radio juga banyak yang beroperasi di daerah Kabupaten/kota yang jauh dari ibukota propinsi, sehingga tidak jarang pengguna harus menyediakan waktu khusus dan jarak tempuh yang jauh untuk mengurus perizinan. Hal ini juga merupakan faktor penyebab keengganan penyelenggara telekomunikasi radio untuk mengurus izin, hanya bagi pengguna amatir radio yang mendapat sedikit kemudahan karena pengurusan izin yang dimaksud dikoordinir oleh Organisasi tempat mereka bergabung walaupun pada Kenyataannya izin tetap diurus di ibukota propinsi. Oleh karena itu, peneliti memandang, bila kewenangan untuk mengeluarkan izin penyelenggaraan telekomunikasi radio khusus dapat diturunkan pada tingkat Kabupaten/kota, maka para pengguna perangkat telekomunikasi radio akan dapat dengan lebih mudah, lebih cepat, dan lebih menghemat biaya untuk mendapatkan izin
83 penyelenggaraan telekomunikasi radio. Atau setidak-tidaknya pintu gerbang pelayanan pengurusan izin penyelenggaraan telekomunikasi radio khusus dapat dilakukan di Kabupaten/kota tempat penyelenggara beroperasi.
2. Kebijakan
Kriminal
Non
Penal
Sehubungan
Dengan
Teknologi
Telekomunikasi Radio.
Begitu lebarnya jangkauan frekuensi suatu perangkat telekomunikasi radio juga merupakan faktor penyebab terjadinya pelanggaran dalam penyelenggaraan telekomunikasi radio khusus di Indonesia. Teknologi yang digunakan dalam suatu perangkat telekomunikasi radio adalah VFO dan XFO, dimana VFO memungkinkan jangkauan frekuensi yang lebar karena oscillator dikendalikan secara variable (dapat berubah dan diubah) tanpa harus melakukan perubahan secara teknis pada sistem, sedangkan XFO hanya memungkinkan penggunaan frekuensi yang tetap karena oscillator dikendalikan oleh sebuah kristal frekuensi yang hanya mampu membangkitkan satu denyut frekuensi dan bila pengguna bermaksud untuk merubah frekuensi yang akan digunakan, maka pengguna harus melakukan perubahan pada sistem yaitu mengganti kristal frekuensi yang lama dengan kristal frekuensi baru yang mampu membangkitkan denyut frekuensi yang dimaksud. Dari hasil penelitian terungkap bahwa pengguna yang menggunakan perangkat telekomunikasi radio dengan teknologi VFO cenderung untuk menggunakan frekuensi diluar dari yang dialokasikan pada izin. Hal ini adalah wajar karena perangkat yang digunakan
84 memang memungkinkan untuk itu, sedangkan pengguna yang menggunakan perangkat radio dengan teknologi XFO dapat dikatakan tidak dapat melakukan pelanggaran karena perangkat yang digunakan tidak memungkinkan untuk merubah frekuensi. Dari kondisi ini, peneliti memandang, bila perangkat telekomunikasi radio yang beredar di masyarakat adalah yang menggunakan teknologi XFO, maka pelanggaran dalam hal penggunaan frekuensi diluar izin akan dapat ditekan karena perangkat hanya dapat bekerja pada satu frekuensi yang memang dialokasikan oleh izin. Sehingga perlu dilakukan pengaturan lebih lanjut terhadap perangkat telekomunikasi radio yang menggunakan teknologi VFO. Implementasinya adalah mewajibkan pengguna untuk memiliki perangkat telekomunikasi radio berteknologi XFO yang hanya dapat bekerja pada frekuensi yang dialokasikan oleh izin atau setidak-tidaknya perangkat yang menggunakan teknologi VFO namun dengan Channel Indicator yang membatasi penggunaan frekuensi-frekuensi tertentu saja. Kebijakan ini juga dapat diterapkan kepada pemilik izin amatir radio dengan memberlakukan larangan kepemilikan perangkat telekomunikasi radio yang mempunyai jangkauan frekuensi diluar yang dialokasikan. Contohnya adalah sebuah produk dari Kenwood type TR 7950 yang menggunakan teknologi VFO pada oscillator-nya tetapi hanya mampu bekerja pada frekuensi 143-148 MHz. perangkat jenis ini seiring dengan alokasi frekuensi untuk amatir radio yaitu 144-148 MHz. Selain larangan kepada pengguna kebijakan ini juga dapat berupa pembatasan peredaran terhadap perangkat telekomunikasi radio yang menggunakan teknologi VFO dengan jangkauan frekuensi yang sangat lebar, sehingga perangkat tersebut
85 hanya digunakan oleh pihak-pihak yang memang memerlukan. Pembatasan yang dimaksud bukan berarti bahwa perangkat tersebut dilarang beredar, melainkan pembatasan frekuensi yang dapat digunakan dengan perangkat tersebut. Penampil kanal (Channel Indicator) merupakan cara yang efektif untuk membatasi jangkauan frekuensi suatu perangkat telekomunikasi radio. Dengan cara ini pengguna tidak dengan sesuka hatinya merubah frekuensi yang akan digunakan karena perangkat hanya dapat menjangkau frekuensi yang telah di ”program” sebelumnya. Perangkat telekomunikasi radio produksi Motorola pada umumnya menggunakan teknologi VFO namun dibatasi dengan penampil kanal yang pada umumnya hanya berjumlah 5 sampai 25 channel dan penentuan frekuensi yang akan di program hanya dapat dilakukan oleh operator yang memiliki lisensi resmi dari Motorola. Type produk seperti ini dapat membantu dalam rangka pembatasan yang dimaksud. Dengan demikian kebijakan kriminal non penal untuk membatasi penggunaan teknologi VFO pada perangkat telekomunikasi radio akan mampu mengatasi pelanggaran dalam penyelenggaraan telekomunikasi radio khusus di Indonesia terutama dalam hal penggunaan frekuensi yang dialokasikan pada izin.
3. Radio Trunking System.
Dari pengamatan peneliti di lapangan terlihat bahwa sistem komunikasi yang umum digunakan adalah sistem komunikasi jaringan yaitu suatu telekomunikasi radio
86 yang dilakukan antara satu/beberapa stasiun tetap/pusat dengan beberapa stasiun mobile/jinjing.
Gambar 17 Ilustrasi Telekomunikasi Radio Menggnakan Repeater
Pihak
penyelenggara
telekomunikasi
umumnya
menggunakan
bantuan
teknologi repeater untuk mengatasi keterbatasan jangkauan komunikasi dan bahkan beberapa diantaranya menggunakan beberapa set repeater. Dengan demikian terdapat banyak repeater yang mengakibatkan lebih banyak pula frekuensi yang digunakan. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, repeater adalah suatu alat bantu telekomunikasi radio yang bekerja secara otomatis dengan tujuan memperluas jarak jangkau suatu sistem telekomunikasi radio. Prinsip kerjanya adalah menerima sinyal
87 pada satu frekuensi dan pada saat yang sama memancarkannya kembali pada frekuensi lain (duplex operation) dengan demikian setidak-tidaknya ada dua frekuensi yang digunakan oleh sebuah repeater sehingga semakin banyak repeater yang beroperasi maka akan semakin banyak pula frekuensi yang terpakai. Sebuah repeater umumnya diletakkan pada suatu tempat yang dipandang mempunyai daerah jangkau yang luas, misalnya pada puncak sebuah bukit, sebuah gedung, atau dengan membangun sebuah tiang/tower setinggi-tingginya, dapat dibayangkan berapa banyak tiang antenna repeater yang berdiri tegak. Terdapat suatu teknologi telekomunikasi radio yang merupakan modifikasi dari teknologi dasar repeater, yaitu menggabungkan beberapa repeater menjadi satu. Teknologi ini dikenal dengan Radio Trunking System (selanjutnya disebut dengan trunking). Dengan teknologi ini puluhan repeater yang tersebar dalam dibeberapa tempat dapat digabung menjadi satu dan para pengguna tetap dapat berkomunikasi tanpa
saling
mengganggu
tekniknya
adalah
dengan
menggunakan
digital
identification board yang dipasangkan pada pesawat radio masing-masing pengguna, dengan digital identification board inilah Trunking memilah sinyal yang mana dan untuk siapa, sehingga komunikasi sebuah kelompok pengguna tidak akan mengganggu kelompok lainnya dan pengguna liar/yang tidak terdaftar pada trunking tersebut tidak dapat mengganggu/menggunakan fasilitas tersebut.
88
Gambar 18 Ilustrasi Penerapan Radio Trunking System Pada Sebuah Perusahaan
Teknologi ini juga memungkinkan fitur-fitur lainnya, misalnya memungkinkan pengguna untuk melakukan panggilan telepon melalui perangkat radio jinjingnya bila Trunking dihubungkan dengan jalur telepon dan fasilitas komunikasi data. Sekilas teknologi ini mirip dengan telepon seluler yang setiap pengguna memiliki identitas jaringan sendiri, namun pengguna tidak perlu menekan nomor tujuan untuk memanggil pengguna lain yang tergabung dalam kelompoknya, pengguna dapat langsung memanggil dan berbicara dengan menekan tombol push to talk (PTT) pada perangkat telekomunikasi radio yang digunakannya. Selama ini teknologi trunking digunakan pada suatu perusahaan dengan banyak departemen/divisi dan semuanya
89 membutuhkan perangkat telekomunikasi. Dengan menerapkan sistem trunking, maka perusahaan tersebut hanya membutuhkan sebuah repeater (trunking repeater) untuk mendukung telekomunikasi yang dibutuhkan, sedangkan antar departemen tidak saling terganggu walaupun berkomunikasi serentak dalam waktu yang bersamaan. Contoh penerapan teknologi ini dapat ditemukan dibeberapa perusahaan besar seperti perusahaan pertambangan, perusahaan perkeretaapian dan bandar udara. Pada perusahaan tersebut masing-masing departemen memiliki kesibukan sendiri-sendiri dan tentunya bila hanya menggunakan teknologi repeater biasa, maka sudah pasti jalur komunikasi antara pekerja akan menjadi kacau atau mereka mendirikan repeater tersendiri untuk masing-masing kelompok/departemen, sehingga akan terdapat banyak repeater dalam sebuah perusahaan. Oleh karenanya teknologi Trunking digunakan, dengan teknologi ini hanya dibutuhkan sebuah Trunking repeater untuk dapat mendukung semua kegiatan komunikasi masing-masing departemen tanpa saling menggangu, dan dari aspek biaya perusahaan dapat melakukan penghematan karena hanya membutuhkan satu set Trunking repeater. Sehubungan dengan tujuan pengawasan dan penertiban penyelenggaraan telekomunikasi radio khusus di Indonesia, maka peneliti mengangkat suatu ide yaitu dengan mengeluarkan kebijakan untuk menerapkan Radio Trunking System di setiap daerah. Setiap Kabupaten/kota didirikan satu trunking server yang menjangkau seluruh daerah Kabupaten/kota tersebut dan bila memungkinkan juga terhubung (linked) ke berbagai trunking server di Kabupaten/kota lainnya, sehingga pengguna telekomunikasi radio yang tergabung dengan trunking server pada Kabupaten/kota A
90 dapat berkomunikasi dengan pengguna yang berada dan tergabung dengan trunking server pada Kabupaten/kota B dan seterusnya.
Gambar 19 Ilustrasi Penerapan Radio Trunking System Pada Sebuah Kabupaten/Kota
Bila trunking server telah dibangun pada suatu daerah Kabupaten/kota, selanjutnya pemerintah dapat mengeluarkan kebijakan yaitu mewajibkan seluruh pengguna radio telekomunikasi didaerah tersebut untuk tergabung pada trunking server yang telah ada sepanjang teknologi yang digunakan didukung oleh trunking server tersebut. Dalam pelaksanaannya, pemerintah dapat membentuk suatu badan baru khusus atau yang telah ada atau bahkan dapat diserahkan kepada pihak swasta
91 untuk mengelola trunking server tersebut. Dan pada akhirnya, masyarakat yang membutuhkan sarana telekomunikasi radio cukup dengan mendatangi pengelola trunking server di daerahnya dan kemudian telah dapat berkomunikasi Dengan adanya kebijakan seperti ini, maka diharapkan penggunaan, penyelenggaraan telekomunikasi radio di Indonesia akan dapat lebih tertib, teratur dan terkendali. Tindakan pengawasan dan penertiban yang menjadi kewajiban instansi terkait pun akan dapat terlaksana dengan maksimal. Dan para pengguna telekomunikasi radio akan mendapatkan berbagai kemudahan dari sisi teknis peralatan, perizinan dan fasilitas lain yang didukung oleh Radio Trunking System. Dari pembahasan tersebut di atas, peneliti dapat menarik suatu garis besar dari hasil penelitin ini. Pertama, bahwa masyarakat dapat dengan mudah memperoleh perangkat
telekomunikasi
radio
dan
masyarakat
dapat
dengan
bebasnya
memperjualbelikan perangkat telekomunikasi radio. Kondisi ini menjadi faktor penyebab peredaran perangkat telekomunikasi radio di Indonesia yang tidak terkendali dengan baik, sehingga memicu terjadinya pelanggaran-pelanggaran seperti penggunaan perangkat telekomunikasi tanpa izin dan penyalahgunaan perangkat telekomunikasi yang tidak sesuai dengan izin sebagaimana diatur dalam Undangundang No. 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi pada Pasal 32 ayat (1) yang menyatakan bahwa: “Perangkat telekomunikasi yang diperdagangkan, dibuat, dirakit, dimasukkan dan atau digunakan di wilayah Negara Republik Indonesia wajib memperhatikan persyaratan teknis dan berdasarkan izin sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku”
92 Untuk mengatasi hal tersebut, maka diperlukan suatu kebijakan baru yang mengatur peredaran perangkat telekomunikasi radio, sehingga peredarannya dapat lebih terkendali. Kedua, bahwa banyak perangkat telekomunikasi yang memiliki teknologi terapan dan kemampuan operasi (terutama jangkauan frekuensi kerja) yang sangat lengkap, kondisi ini menjadi faktor penyebab penyelenggara telekomunikasi radio khusus dapat melakukan perubahan teknis dalam pengoperasiannya sehingga memicu terjadinya pelanggaran-pelanggaran seperti penggunaan pita frekuensi yang diluar izin yang diberikan, sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2000 Tentang Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio Dan Orbit Satelit. Untuk itu diperlukan pula suatu kebijakan yang mengatur tentang teknologi yang diperbolehkan pada suatu perangkat telekomunikasi radio. Ketiga, bahwa prosedur yang harus dilewati oleh penyelenggara telekomunikasi radio khusus untuk mendapatkan perizinan yang diperlukan masih dipandang terlalu rumit dan tidak efisien, kondisi ini menjadi faktor penyebab timbulnya keengganan bagi penyelenggara telekomunikasi radio khusus untuk mengurus izin-izin yang diperlukan. Karenanya dibutuhkan pula suatu kebijakan untuk memperpendek jalur birokrasi pengurusan izin dengan melakukan pelimpahan kewenangan untuk mengeluarkan izin ke tingkat Kabupaten/Kota atau setidak-tidaknya membuka pintu pelayanan pengurusan izin pada tingkat Kabupaten/Kota.
93 Keempat,
bahwa
dengan
penerapan
Radio
Trunking
System,
maka
penyelenggaraan telekomunikasi radio khusus di Indonesia akan lebih terkendali, efisien dan tepat guna.
94 BAB IV Kesimpulan Dan Rekomendasi
A. Kesimpulan Dari hasil penelitian dan pembahasan sebagaimana dilakukan pada bab sebelumnya, maka dapatlah diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Faktor penyebab terjadinya pelanggaran dalam penyelenggaraan telekomunikasi radio khusus di Indonesia adalah : a. Kemudahan mendapatkan perangkat telekomunikasi radio atau kurangnya pembatasan
kepemilikan
perangkat
telekomunikasi
radio
merupakan
penyebab terjadinya pelanggaran penyelenggaraan telekomunikasi radio di Indonesia. Kemudahan yang dimaksud di atas juga dipengaruhi dari tidak adanya izin usaha khusus bagi mereka yang bermaksud memperjualbelikan perangkat telekomunikasi radio, sehingga kenyataan yang terjadi sekarang adalah siapa saja dapat menjual perangkat telekomunikasi radio dan siapa pun dapat membelinya. b. Penggunaan perangkat telekomunikasi radio yang menggunakan teknologi Variable Frequency Oscillator (VFO) yang memiliki jangkauan frekuensi sangat lebar dan pengguna dengan mudah dapat menggunakan frekuensi sesuai keinginannya. Dengan demikian tidak adanya pembatasan jangkauan frekuensi kerja suatu perangkat telekomunikasi radio yang beredar di 94
95 masyarakat
merupakan
faktor
penyebab
terjadinya
pelanggaran
penyelenggaraan telekomunikasi radio khusus di Indonesia. c. Tindakan pengawasan dan penertiban yang dilakukan oleh pihak berwenang yang lebih cenderung untuk menghindari proses sistem peradilan pidana seperti yang diatur dalam Undang-undang Nomor 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi,
juga
merupakan
faktor
terjadinya
pelanggaran
penyelenggaraan telekomunikasi radio khusus di Indonesia. 2. Kebijakan kriminal non penal yang dapat diterapkan untuk menanggulangi pelanggaran dalam penyelenggaraan telekomunikasi radio khusus di Indonesia adalah : a. Kebijakan yang mewajibkan setiap orang memperjualbelikan perangkat telekomunikasi radio harus memiliki izin khusus dari instansi yang berwenang. b. Kebijakan yang mewajibkan Penjual melakukan pendataan terhadap calon pembeli perangkat telekomunikasi radio yang akan dijual. Pendataan yang dimaksud meliputi identitas, izin penyelenggaraan telekomunikasi radio, teknologi terapan yang digunakan, dan lokasi penggunaan. Dan penjual dilarang menjual perangkat telekomunikasi radio yang teknologi terapannya (khususnya jangkauan frekuensi) diluar yang dialokasikan oleh izin yang dimiliki calon pembeli. c. Kebijakan untuk menurunkan kewenangan mengeluarkan izin dari pejabat setingkat propinsi ke pejabat setingkat Kabupaten/kota atau setidak-tidaknya
96 pengurusan izin dapat dilakukan pada kantor perwakilan instansi yang ada di Kabupaten/kota. d. Kebijakan untuk membatasi peredaran perangkat telekomunikasi radio dengan memiliki jangkauan frekuensi lebar atau menggunakan teknologi VFO, sehingga perangkat telekomunikasi radio yang beredar adalah perangkat telekomunikasi radio yang menggunakan teknologi XFO atau setidaktidaknya perangkat telekomunikasi radio yang menggunakan teknologi VFO namun dengan fasilitas penampil kanal. e. Kebijakan
untuk
membangun Radio
Trunking
System
pada
setiap
Kabupaten/kota dan mewajibkan semua pengguna perangkat telekomunikasi radio yang bukan amatir radio dan kegiatan telekomunikasinya dapat didukung oleh Radio Trunking System yang ada untuk menggunakan fasilitas Radio Trunking System. B. Rekomendasi Dan peneliti merekomendasikan untuk : 1. Melakukan penelitian lanjutan dengan menggunakan metode statistic guna mendapatkan pengaruh faktor-faktor penyebab terjadinya pelanggaran dalam penyelenggaraan telekomunikasi radio khusus di Indonesia serta kemungkinankemungkinan penerapan kebijakan kriminal non penal sebagaimana disebutkan di atas dengan menggunakan pendekatan hukum tata negara.
97 2. Meningkatkan fungsi pengawasan dan penertiban yang dilakukan oleh instansi/badan
yang
berwenang,
sehingga
penegakkan
hukum terhadap
pelanggaran-pelanggaran yang terjadi dalam penyelenggaraan telekomunikasi radio khusus di Indonesia dapat diselesaikan menurut peraturan perundangundangan yang berlaku.
98 DAFTAR PUSTAKA
Anonymous., Himpunan Peraturan Tentang Kegiatan Amatir Radio–Paket Pembinaan Organisasi., Organisasi Amatir Radio Indonesia Daerah Sumatra Selatan, 1999. Anonymous., Communications Satellite., Microsoft Encarta Premium Encyclopedia 2006 On DVD., Microsoft Corporation.. 1993-2005 Anonymous., Modem., Microsoft Encarta Premium Encyclopedia 2006 On DVD., Microsoft Corporation.. 1993-2005 Barda Nawawi Arief., Kebijakan Kriminalisasi Dan Masalah Jurisdiksi Tindak Pidana Mayantara, Makalah Seminar Pemberdayaan Teknologi Informasi Dalam Masyarakat Informasi, Semarang, 26 Juli 2001. Direktorat Jendral Pos Dan Telekomunikasi., Keputusan No. 7 Tentang Pedoman Item Uji Alat/Perangkat Telekomunikasi., 1999., www.postel.go.id. Direktorat Jendral Pos Dan Telekomunikasi., Keputusan Nomor 80 Tentang Perrsyaratan Teknis Perangkat Amatir Radio., 1999., www.postel.go.id. Direktur Jenderal Pos Dan Telekomunikasi., Keputusan Nomor 84 Tahun 1999 Tentang Spesifikasi Teknis Perangkat Telekomunikasi., www.postel.go.id. Direktorat Jendral Pos Dan Telekomunikasi., Keputusan Nomor 85 Tentang Persyaratan Teknis Perangkat Radio Siaran., 1999., www.postel.go.id. Direktorat Jendral Pos Dan Telekomunikasi., Keputusan Nomor 169 Tentang Persyaratan Teknis Alat Dan Perangkat Siaran Televisi Sistem Analog., 1999., www.postel.go.id. Direktorat Jendral Pos Dan Telekomunikasi., Keputusan Nomor 226 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Sertifikasi Dan Penandaan Alat/Perangkat Telekomunikasi., 1999., www.postel.go.id. Direktorat Jendral Pos Dan Telekomunikasi., Keputusan Nomor 214 Tentang Persyaratan Teknis Perangkat Komunikasi Dengan Daya Pancar Dibawah 10mw., 2005., www.postel.go.id.
98
99 Direktorat Jendral Pos Dan Telekomunikasi., Keputusan Nomor 233 Tentang Pengelompokan Alat Dan Perangkat Telekomunikasi., 2005., www.postel.go.id. Direktorat Jendral Pos Dan Telekomunikasi., Keputusan Nomor 266 Tentang Persyaratan Teknis Perangkat Radio Maritim., 2005., www.postel.go.id. Dunning, John. On The Air: The Encyclopedia Of Old-Time Radio. Oxford University PRESS, 1998 Dalam Microsoft Encarta Premium Encyclopedia 2006 On DVD., Microsoft Corporation.. 1993-2005. Earnest C. Watson., Wave Motion., Microsoft Encarta Premium Encyclopedia 2006 On DVD., Microsoft Corporation.. 1993-2005 Gibilisco, Stan. Amateur Radio Encyclopedia. Tab, 1993 Dalam Microsoft Encarta Premium Encyclopedia 2006 On DVD., Microsoft Corporation.. 1993-2005. Indonesia., Penjelasan Undang-Undang Nomor 3 Tentang Telekomunikasi., 1989., www.postel.go.id. Indonesia., Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Departemen Perhubungan., 2000., www.postel.go.id. Indonesia., Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2000 Tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Departemen Perhubungan., 2005., www.postel.go.id. Indonesia., Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Departemen Komunikasi Dan Informatika., 2005., www.postel.go.id. Indonesia., Peraturan Pemerintah Nomor Telekomunikasi., 2000., www.postel.go.id.
52
Tentang
Penyelenggaraan
Indonesia., Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tentang Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio Dan Orbit Satelit., 2000., www.postel.go.id. Indonesia., Undang-Undang www.postel.go.id. Indonesia., Undang-Undang www.postel.go.id.
Nomor
Nomor
36
Tentang
32
Telekomunikasi.,
Tentang
Penyiaran.,
1999.,
2002.,
100
Indonesia., Undang-Undang www.postel.go.id.
Nomor
36
Tentang
Telekomunikasi.,
1999.,
Kompas., Keluhan Gangguan Frekuensi Terus Mengalir., Www.Kompas.Com., 23 Agustus 2004. Leonard Feldman, Sir Robert Alexander Watson-Watt, Vladimir Kosma Zworykin., Radio., Microsoft Encarta Premium Encyclopedia 2006 On DVD., Microsoft Corporation.. 1993-2005. Menteri Komunikasi Dan Informatika., Peraturan Nomor 13 Tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi Radio Yang Menggunakan Satelit., 2005., www.postel.go.id. Menteri Komunikasi Dan Informatika., Peraturan Nomor 17 Tentang Tata Cara Perizinan Dan Operasional Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio., 2005., www.postel.go.id. Menteri Komunikasi Dan Informatika., Peraturan Nomor 18 Tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi Radio Khusus Untuk Keperluan Instansi Pemerintah Dan Badan Hukum., 2005., www.postel.go.id. Menteri Komunikasi Dan Informatika., Peraturan Nomor 21 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Tarif Atas Penerimaan Negara Bukan Pajak Dari Biaya Sertifikasi Dan Permohonan Pengujian Perangkat Telekomunikasi., 2005., www.postel.go.id. Menteri Komunikasi Dan Informatika., Peraturan Nomor 22 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Tarif Atas Penerimaan Negara Bukan Pajak Dari Pungutan Biaya Hak Penyelenggaraan Telekomunikasi., 2005., www.postel.go.id. Menteri Perhubungan., Keputusan Nomor 2., 2001., www.postel.go.id. Menteri Perhubungan., Peraturan Nomor 2 Tentang Penggunaan Pita Frekuensi 2400 – 2483.5 Mhz., 2005., www.postel.go.id. Menteri Perhubungan., Keputusan Nomor 3 Tentang Persyaratan Teknis Perangkat Telekomunikasi., 2001., www.postel.go.id. Menteri Perhubungan., Keputusan Nomor 5 Tentang Penyempurnaan Tabel Alokasi Spektrum Frekuensi Radio Indonesia., 2001., www.postel.go.id.
101 Menteri Perhubungan., Peraturan Nomor 10 Tentang Sertifikasi Alat Dan Perangkat Telekomunikasi., 2005., www.postel.go.id. Menteri Perhubungan., Keputusan Nomor 42 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Tarif Atas Penerimaan Negara Bukan Pajak Dari Biaya Sertifikasi Dan Permohonan Pengujian Alat/Perangkat Telekomunikasi., 2000., www.postel.go.id. Menteri Perhubungan., Keputusan Nomor 49 Tentang Pedoman Kegiatan Amatir Radio., 2002., www.postel.go.id. Menteri Perhubungan., Keputusan Nomor 66 Tentang Tata Cara Saling Pengakuan Hasil Uji Alat Dan Perangat Telekomunikasi., 2003., www.postel.go.id. Menteri Perhubungan., Keputusan Nomor 77 Tentang Pedoman Kegiatan Komunikasi Radio Antar Penduduk., 2003., www.postel.go.id. Pikiran Rakyat., ORARI Keluhkan Radio Gelap., www.pikiran-rakyat.com, 9 Nopember 2005. Rutland, David. Behind The Front Panel: The Design & Development Of 1920's Radios. Wren, 1994 Dalam Microsoft Encarta Premium Encyclopedia 2006 On DVD., Microsoft Corporation.. 1993-2005. Suara Merdeka., Radio Gelap Ganggu Frekuensi-Desak Ruu Penyiaran Dituntaskan., www.suaramerdeka.com., 30 Januari 2002. Suara Merdeka., Warga Mengeluh Siaran www.suaramerdeka.com., 13 Januari 2006.
Televisi
Sering
Mengganggu.,
Sudarto., Hukum Dan Hukum Pidana., Bandung: Alumni., 1986., Sudarto., Hukum Pidana Dan Perkembangan Masyarakat., Bandung., Sinar Baru., 1983. Soerjono Soekamto. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum., Jakarta., Cv Rajawali., 1983. Tim Peyususn Kamus Pusat Bahasa Dalam Imam Syaukani, A. Ahsin Thohari., Dasar-Dasar Politik Hukum., Pt. Raja Grafindo Persada., Jakarta., 2004., www.rajawalipers.com.