KEBIJAKAN JEPANG TERHADAP PENDIDIKAN KAUM MUSLIMIN DI INDONESIA (1942-1945)
Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Adab dan Humaniora untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Humaniora (S.Hum)
Oleh: AMANAH (1111022000055)
JURUSAN SEJARAH DAN KEBUDAYAAN ISLAM FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1436 H/2015 M
ABSTRAK
Judul: Kebijakan Jepang Terhadap Pendidikan Kaum Muslimin Di Indonesia (1942-1945) Penelitian ini bertujuan menjawab pertanyaan mengenai apa saja kebijakan Jepang terhadap pendidikan kaum Muslimin di Indonesia (1942-1945). Dan bagaimana kondisi pendidikan kaum muslimin pada masa penjajahan Jepang. Karena pada masa, itu Jepang sangat mengawasi pendidikan kaum muslimin. Metode yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah metode yang biasa digunakan dalam penelitian sejarah pada umumnya, yaitu; heuristik, kritik sumber, interpretasi, dan historiografi. Penulis melakukan pengumpulan data melalui metode kepustakaan. Selain itu, untuk menguatkan analisa dalam skripsi ini, penulis menggunakan pendekatan sosial dan politik. Dalam penelitian ini penulis menemukan fakta-fakta terkait kebijakan Jepang terhadap pendidikan kaum muslimin di Indonesia (1942-1945) diantaranya; pertama pelatihan alim ulama/guru untuk mendidik dan mempropagandakan kaum muslimin, dan kedua pendidikan santri baik formal (pendidikan di sekolah) maupun non formal (pendidikan militer dan pelatihan), yang diadakan untuk membantu Jepang dalam perang dunia II.
Kata Kunci: Kebijakan Jepang dan Pendidikan Kaum Muslimin.
i
KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan petunjuk dan kasih sayang-Nya kepada hamba-Nya yang selalu bersyukur. Shalawat beriring salam selalu terlimpah curahkan kepada baginda alam yakni Nabi besar kita Muhammad SAW, beserta keluarga, sahabat, dan para pengikutnya hingga akhir zaman. Syukur Alhamdulillah dengan do’a dan usaha akhirnya penulisan skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik, walaupun tentunya banyak hambatan dan rintangan yang senantiasa silih berganti. Penulis menyadari skripsi yang berjudul “Kebijakan Jepang Terhadap Pendidikan Kaum Muslimin di Indonesia (1942-1945)”, ini tidak akan terselesaikan tanpa bantuan dari semua pihak, baik dukungan moril maupun materil. Oleh karena itu penulis mengucapkan banyak terima kasih yang sebesarbesarnya kepada: 1. Prof. Dr. Dede Rosyada, MA, selaku Rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Prof. Dr. Sukron Kamil, MA, selaku Dekan Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. H. Nurhasan, MA, selaku Ketua Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 4. Solikhatus Sa’diyah, M.Pd, selaku sekeretaris Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam yang dengan sabar memberikan pelayanan terkait administrasi yang penulis butuhkan. 5. Dr. Parlindungan Siregar, M. Ag, selaku dosen pembimbing skripsi, yang dengan sabar memberikan arahan, kritik dan saran, terutama kesediaan
ii
waktunya dalam membimbing, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. 6. Dr. H. Abd. Wahid Hasyim, M.Ag, selaku Dosen Penasehat Akademik yang telah memberikan bimbingan dan masukan kepada penulis selama perkuliahan. 7. Dr. Sudarnoto Abdul Hakim, MA, selaku dosen penguji I, terima kasih atas masukan dan arahannya. 8. Imas Emalia, M. Hum, selaku dosen penguji II terima kasih telah memberikan arahan dan masukannya kepada penulis hingga penulis mampu menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan baik. 9. Bapak dan Ibu Dosen, yang telah memberikan ilmu pengetahuannya kepada penulis selama perkuliahan. 10. Karyawan/Karyawati Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Fakultas Adab dan Humaniora yang telah memberikan pelayanan dan menyediakan fasilitas dalam penulisan skrispi ini. 11. Orang tua tercinta, ayahanda Alm. Dasean dan ibunda Rusmiyati yang tiada hentinya memberikan do’a, nasehat, dan kasih sayangnya. Penulis mengucapkan terimakasih yang tulus. Semoga Allah selalu memberikan kebahagiaan di dunia dan akhirat. Amin. 12. Kakak tercinta Suhardi, Anita, Sum Maryanah dan adik tersayang Nur Atini, yang selalu memberikan do’a dan dukungan kepada penulis agar terus melanjutkan pendidikan ke jenjang selanjutnya. Serta kepada keluarga dari Kakak Ipar Lukman dan Dadang Mutohar, terima kasih atas do’anya dan keponakan tersayang Muhammad Alu Fajri
iii
13. Kepada Guru-guru MA. Miftahul Umam yang telah memberikan dukungan kepada penulis untuk tetap melanjutkan ke bangku perkuliahan hingga sampai ke Almamater tercinta UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 14. Kepada Orang Tua Asuh Ibu Lusi Indriani, Ibu Hj. Nurhayati, Ibu Hj. Murtiningsih, Ibu Hj. Siti beserta Keluarga yang telah memberikan bantuan materi maupun ilmu serta motivasi kepada penulis. 15. Kepada Aa Nandang, yang selalu menemani, membantu dan memberikan semangat serta dukungan kepada penulis. Terimakasih juga kepada Sahabat-sahabatku Adelia Permata Sari, dan Khairunnisa yang selalu memberikan semangat dan dukungan kepada penulis. 16. Sahabat-sahabat SKI seperjuangan angkatan 2011 terima kasih atas kerjasamanya selama perkuliahan. Semoga kita dipertemukan dalam keadaan sukses. 17. Dirga Fawakih, Yanti Susilawati, Silpia Ulhaq, Masitah, dan Siti Rahmawati penulis hanturkan terima kasih yang mendalam telah menjadi sahabat yang selalu menemani serta menghibur saat penulis mulai merasa jenuh, dan tak henti-hentinya memberikan semangat dan motivasi baik dalam pencarian sumber maupun dalam penulisan skripsi. 18. Sahabat-Sahabat BLU UIN Syarif Hidayatullah Jakarta angkatan 2011 yang selalu berjuang demi tercapainya cita-cita.
iv
Semoga Allah SWT selalu membalas segala amal baik kepada pihak yang membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi lebih baiknya skripsi ini. Akhir kata semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua. Amin.
Jakarta, 26 Agustus 2015
Amanah
v
DAFTAR ISI
ABSTRAK .....................................................................................................
i
KATA PENGANTAR ...................................................................................
ii
DAFTAR ISI ...................................................................................................
vi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ......................................................................
1
B. Identifikasi Masalah .........................................................................
7
C. Batasan dan Rumusan Masalah ..........................................................
8
D. Tujuan Penelitian ................................................................................
8
E. Manfaat Penelitian ..............................................................................
9
F. Tinjauan Pustaka .................................................................................
9
G. Teori dan Konsep .................................................................................
12
H. Metode Penelitian ................................................................................
13
I. Sistematika Penulisan ..........................................................................
14
BAB II INDONESIA PADA MASA PENJAJAHAN JEPANG A. Kedatangan Jepang ke Indonesia ........................................................
16
B. Kebijakan-kebijakan Pemerintah Jepang ............................................
22
BAB III KEBIJAKAN JEPANG TERHADAP PENDIDIKAN KAUM MUSLIMIN A. Pelatihan-Pelatihan Ulama dan Guru ..................................................
38
B. Pendidikan Formal Kaum Santri .........................................................
50
C. Pelatihan-Pelatihan Kaum Santri ........................................................
60
vi
BAB IV DAMPAK KEBIJAKAN PENDIDIKAN TERHADAP KAUM MUSLIMIN A. Respon Masyarakat Muslim Indonesia Terhadap Kebijakan Jepang ..... 68 B. Kemajuan terhadap Pendidikan Muslim di Indonesia ........................
72
C. Kemunduran terhadap Pendidikan Muslim di Indonesia ...................
74
D. Terbentuknya Organisasi Militer ........................................................
76
BAB V KESIMPULAN A. Kesimpulan .........................................................................................
82
B. Saran ....................................................................................................
83
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................
84
LAMPIRAN ...................................................................................................
89
vii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Pendidikan merupakan salah satu pondasi berbagai sistem yang berlaku di Indonesia untuk membangun negara dan meningkatan kesejahteraan rakyat pada umumnya. Pada masa penjajahan Belanda, pendidikan di Indonesia diawasi secara ketat oleh pemerintah. Hal tersebut dikarenakan Belanda tahu bahwa melalui pendidikan gerakan-gerakan perlawanan terhadap keberadaan Belanda di Indonesia dapat muncul dan menyulitkan Belanda. Terutama pada pendidikan Islam di Indonesia, karena umat Islam sangat membenci orang Barat termasuk Belanda. Belanda menerapkan sistem barat1 pada pendidikan di Indonesia untuk menghasilkan tenaga yang dapat membantu kepentingan mereka dengan upah yang murah. Begitu pula pada masa penjajahan Jepang, melalui beberapa kebijakan, salah satunya melalui pendidikan, Jepang berusaha mengambil hati masyarakat muslim di Indonesia, agar mau membantu Jepang. Akan tetapi berbeda dengan Belanda yang membuat sekolah berdasarkan kelas sosial2 Jepang malah menghapuskan sistem tersebut dan menggantikannya dengan sistem yang baru yaitu sistem integrasi pendidikan. Keberadaan
Jepang ke Indonesia dimulai pada tahun 1938 saat terjadi
perang Pasifik. Jerman, Itali, dan Jepang3 berhadapan dengan sekutu yang terdiri
1
Harry J. Benda, Bulan Sabit Dan Matahari Terbit: Islam Indonesia Pada Masa Pendudukan Jepang (trjmh), (Jakarta: Pt. Dunia Pustaka Jaya, 1980), h. 59. 2 Sistem pendidikan ini mengakibatkan semakin melebarnya jurang pemisah antara yang memerintah dengan yang diperintah. Ibid, h. 61. 3 Jepang adalah satu dari 3 negara terkaya di dunia, selain Amerika Serikat dan Jerman. Wilayahnya yang kecil menyimpan jumlah penduduk yang sangat banyak, menempati urutan
1
2
dari Inggris, Perancis, Rusia, dan Amerika.4 Pada tanggal 7 Desember 1941, Jepang menyerang Pearl Harbour (pangkalan militer Amerika) di Hawaii. Dengan serangan ini, perang Pasifik pun meletus. Dalam waktu kurang dari 5 bulan sejak Pearl Harbour jatuh, Jepang menguasai hampir seluruh Asia Tenggara, kecuali Thailand. Indonesia adalah salah satu negara yang menjadi wilayah jajahan Jepang. Jepang telah mengincar Indonesia karena kaya akan sumber daya alamnya yang sangat dibutuhkan oleh Jepang. Sebelum perang beberapa misi diplomatik dan dagang Jepang telah beberapa kali berusaha membujuk pemerintah kolonial Belanda untuk mengizinkan mereka mengeksploitasi kekayaan alam Indonesia. Namun permintaan mereka ditolak. Kini keikutsertaan Belanda dalam Perang Pasifik memberikan kesempatan emas bagi Jepang untuk menguasai Kepulauan Nusantara.5 Jepang menyerang Indonesia pada tanggal 10 Januari 1942 dan mengarahkan serangan awalnya ke berbagai daerah pertambangan minyak di Tarakan dan Balikpapan di Kalimantan serta Palembang di Sumatra. Pada akhir Februari 1942, armada Laut Jepang berhasil melumpuhkan armada gabungan Sekutu dalam pertempuran di laut Jawa. Hal tersebut dilakukan Jepang agar lebih
ketujuh dunia. Negara yang miskin lahan pertanian ini menyokongnya dengan aneka ragam industry ,efisiensi dan teknologi Skill, Jepang melesat jauh dengan peradaban yang mengagumkan. Tercatat sebagai nomor satu dalam industri dan usaha perikanan laut, Jepang adalah penangkap ikan terbanyak dengan 15% tangkapan dunia. Tidak terbilang betapa luasnya kemajuan yang telah dicapai setelah Perang Dunia II dan pemboman Hirosima dan Nagasaki, Jepang dapat bangkit sebagai negara yang berkemampuan teknologi yang dikenal di seluruh dunia. Atlas Global Indonesia-Dunia:34 Provinsi Di Indonesia Dilengkapi Provinsi Kalimntan Utara untuk SD, SMP, SMA,& UMUM, (Surabaya: PT. Mitra Agung), h. 99. 4 Musyrifah Sunanto, Sejarah Peradaban Islam Indonesia, (Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2012), h. 34. 5 Nino Oktorino, Konflik Bersejarah: Ensiklopedi Pendudukan Jepang Di Indonesia, (Jakarta: PT. Gramedia, 2013), h. IX.
3
mudah dalam menguasai Indonesia. Pada tanggal 8 Maret 1942 Indonesiapun jatuh ketangan Jepang.6 Guna mendukung kepentingan perangnya, pemerintah Jepang di Indonesia di masa pendudukannya berkeinginan untuk memanfaatkan sumber daya yang dimiliki Indonesia, baik sumber daya ekonomi, sumber daya manusia maupun sumber daya lainnya.7 Jepang memahami Indonesia dengan mayoritas umat Islam. Jepang jelas menyadari pentingnya Islam sebagai suatu unsur kekuasaan di desa Indonesia.8 Karena Jepang menganggap Islam sebagai sebuah idiologi yang bertentangan dengan kebudayaan barat, yaitu dengan perang suci melawan Kristen.9 Oleh karena itu, Jepang berusaha untuk memanfaatkan umat Islam dalam melawan sekutu. Berbeda dengan sikap yang ditunjukkan Belanda, pemerintah militer Jepang menunjukkan sikap yang bersahabat terhadap alim ulama dan berusaha menggalang kerja sama dengan mereka.10 Jepang berharap guru-guru agama dapat membantu Jepang dalam memobilisasi masyarakat Indonesia melalui pendidikan. Karena guru merupakan inti dari suksesnya suatu pendidikan, maka gurulah yang harus dididik terlebih dahulu. Oleh karena itu Jepang pun mengadakan kursus baik kursus untuk alim ulama maupun guru-guru. Kursus-kursus tersebut mulai dilakukan pada bulan Juni 1942 di Jakarta, yang diikuti oleh 122 orang guru dari berbagai
daerah
di
Jawa
dan
Madura.
Kursus
ini
dilakukan
untuk
mengindoktrinasi para guru dengan semangat Jepang dan tujuan Perang Pasifik 6
Oktorino, Konflik Bersejarah, h. X. A.B Lapian (penyunting), Di bawah Pendudukan Jepang: Kenangan Empat Puluh Dua Orang yang Mengalami, (Jakarta: Arsip Nasional Republik Indonesia, 1988) h. 85. 8 Benda, Bulan Sabit Dan Matahari Terbit, h. 139. 9 Aiko Kurasawa, Kuasa Jepang di Jawa: Perubahan Sosial di Pedesaan 1942-1945, (Depok: Komunitas Bambu, 2015) h. 304. 10 Ibid, h. 305. 7
4
serta Hakko Iciu (delapan Benang dibawah satu atap) yang intinya adalah pembentukan lingkungan yang meliputi bagian besar dunia dibawah dominasi Jepang.11 Jepang menyadari pentingnya pendidikan, karena melalui pendidikan mentalitas dan cara berfikir masyarakat Indonesia dapat diubah dari mentalitas Eropa kepada alam pikiran Jepang. Melalui pendidikan, tercipta kader-kader khusus para pemuda sebagaimana yang diharapkan Jepang. 12 Oleh karena itu Jepang membuat Shumubu yang merupakan kantor urusan Agama, yang salah satu tugasnya yaitu mengawasi pendidikan masyarakat Indonesia, melakukan kursus-kursus atau pelatihan ulama, dan lain-lain. Pihak Jepang membentuk Bagian Pengajaran dan Agama di bawah pimpinan Kolonel Horie, ia meminta agar umat Islam tidak melakukan kegiatan-kegiatan yang bersifat politik.13 Oleh karena itu kegiatan umat Islam hanya sebatas masalah agama, sosial, dan pendidikan. Pendidikan sekolah, terutama sekolah dasar, merupakan salah satu aspek yang banyak dimanfaatkan oleh pemerintah militer Jepang sebagai sarana untuk mengindoktrinisasi massa. Ketika pendudukan dimulai, sebagian besar sekolah yang ada ditutup, dan baru pada akhir april 1942 diputuskan untuk membuka kembali sekolah dasar pribumi dengan kurikulum baru.14 Tidak hanya berlangsung pembukaan kembali bekas-bekas sekolah-sekolah pemerintahan Belanda, sekolah-sekolah swasta pun diizinkan dibuka kembali, misalkan sekolah 11
Imran, Amrin, Di bawah Pendudukan Jepang 1942-1945, dalam Taufik Abdullah dan A.B. Lapian (ad), Indonesia Dalam Arus Sejarah: Perang Dan Revolusi Jilid 6, Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 2012. h. 75. 12 Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia VI :Zaman Jepang dan Republik Indonsia (1942-1998) edisi pemutakhiran, (Jakarta: PT. Balai Pustaka, 2011) h. 95. 13 Ibid, h. 38. 14 Kurasawa, Kuasa Jepang di Jawa, h.199.
5
Agama Islam, sekolah Taman Siswa, dan sekolah Muhammadiyah.15 Sekolahsekolah Islam dan taman siswa diberikan kemudahan oleh pemerintah Jepang sedangkan sekolah-sekolah swasta Kristen mendapatkan kesulitan memperoleh izin dari pemerintah Jepang.16 Meskipun sekolah-sekolah Islam diberikan kebebasan (tidak begitu dibatasi), namun harus memasukkan bahasa Jepang, olahraga, kerja bakti dalam kurikulumnya. 17 Golongan pemuda sangat mendapat perhatian dari pemerintah Jepang. Perhatian Jepang dicurahkan kepada kaum muda ini karena mereka pada umumnya memiliki sifat yang giat, penuh semangat, dan biasanya masih diliputi idealisme. Mereka dianggap belum sempat dipengaruhi alam pikiran Barat. Oleh karena memiliki sifat-sifat yang demikian, segala propaganda dari pihak Jepang diduga akan mudah ditanamkan kepada mereka. Salah satu yang dipakai untuk mempengaruhi kaum muda ialah sarana pendidikan, baik pendidikan umum maupun pendidikan khusus seperti pelatihan-pelatihan yang diadakan oleh Jepang.18 Jepang mengubah sistem pendidikan yang berdasarkan kelas sosial buatan Belanda dengan sistem integrasi pendidikan buatan Jepang.19 Pada zaman Belanda hanya anak-anak pejabat desa dan keluarga kaya yang mampu bersekolah, tetapi pada zaman Jepang, setiap orang bisa bersekolah karena tidak dipungut biaya. 20 Dalam pengajaran di sekolah-sekolah dilarang menggunakan bahasa Belanda maupun bahasa Inggris, dan Jepang pun berusaha mempromosikan bahasa 15
Poesponegoro dan Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia h. 95. Kurasawa, Kuasa Jepang di Jawa, h. 402. 17 A.B. Lapian, (penyunting), Di bawah Pendudukan Jepang: Kenangan Empat Puluh Dua Orang Yang Mengalami, h. 92. 18 Poesponegoro dan Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia VI, h. 42-43. 19 Oktorino, Konflik Bersejarah, h. X. 20 Kurasawa, Kuasa Jepang di Jawa, h. 402. 16
6
Jepang21 dan budaya Jepang melalui pendidikan. Sistem pendidikan yang diterapkan Jepang tidak terlepas dari maksud dan tujuan pendidikan untuk kepentingan militernya. Jepang mengawasi kurikulum sekolah secara ketat demi menegakkan perjuangannya. Peraturan sekolah pada masa pemerintahan Jepang sangat keras.22 Karena menggunakan sistem militer pada kegiatan-kegiatan di sekolah. Jepang memperkenalkan kebijakan pendidikan yang demokratis, egaliter (sederajat), dan adil. Kebijakan Belanda yang diskriminatif dalam bidang pendidikan telah diubah oleh Jepang. Undang-undang yang membatasi gerakgerik para guru agama dan da’i Islam dihapuskan oleh Jepang, sehingga para guru dan da’i dapat melaksanakan tugasnya dengan penuh leluasa.23 Jepang menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi pengantar pendidikan menggantikan bahasa Belanda. Tetapi para tokoh Islam tidak begitu saja menerima kebijakan-kebijakan yang dibuat Jepang, mereka mempunyai senjata moral, dan dengan itu, para tokoh Islam bisa mengemukakan prasyarat kerjasama dengan Jepang, asalkan agama Islam tidak diganggu. 24 Meski demikian, keadaan tersebut hanya sebuah taktik belaka untuk mendapatkan hati rakyat Indonesia. Jepang mulai menunjukkan sifat penjajahnya dan fasisnya kepada bangsa Indonesia, saat kekalahan yang terus-menerus dalam peperangan dengan Tentara Sekutu. Jepang melakukan hal tersebut karena Jepang amat membutuhkan dukungan sumber daya manusia dan logistik untuk keperluan
21
Oktorino, Konflik Bersejarah, h. X. Ahmad Yusuf, Sejarah Perjuangan Rakyat Riau 1942-2002 buku 1, (Pekanbaru: Badan Kesejahteraan Sosial Provinsi Riau, 2004) h. 63. 23 Abuddin Nata, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Kencana Prenadamedia Group, 2014) h. 305. 24 Benda, Bulan Sabit Dan Matahari Terbit, h. 138. 22
7
perangnya.25 Kebijakan terhadap pendidikan muslim di Indonesia yang dibuat Jepang semata-mata hanya untuk kepentingan Jepang saja, yaitu untuk memobilisasi umat Islam terutama yang ada di desa-desa untuk membantu Jepang mencapai cita-citanya memenangkan perang dunia II. Kebijakan tersebut bukan untuk membantu Indonesia dalam mencapai kemerdekaan.
B. Identifikasi Masalah Sejak Awal kedatangan Jepang ke Indonesia, Jepang memang sudah menaruh perhatian yang besar terhadap kaum muslimin di Indonesia. Ketika Belanda menjajah Indonesia, kaum musliminlah yang sangat menentang kebijakan yang dibuat Belanda, karena Belanda berusaha untuk menghilangkan pengaruh Islam di Indonesia, terutama dalam bidang pendidikan. Oleh karena itu, setelah Jepang berhasil merebut Indonesia dari Belanda, Jepang berusaha agar dapat bekerja sama dengan kaum muslimin, agar dapat memenangkan perang Pasifik. Yaitu dengan cara membuat kebijakan baru mengenai pendidikan. Terdapat beberapa permasalahan yang penulis berhasil identifikasi dan berpotensi untuk dijadikan kajian terkait kondisi kaum muslimin Indonesia di bawah penjajahan Jepang, yaitu, 1. Jepang memiliki kebijakan khusus terhadap pendidikan kaum muslimin di Indonesia. 2. Jepang menerapkan kebijakan politik terhadap organisasi Islam, yakni, dengan didirikannya Masyumi sebagai sebuah organisasi fusi dari beberapa ormas Islam lainnya.
25
Nata, Sejarah Pendidikan Islam, h. 306.
8
C. Batasan dan Rumusan Masalah Dari permasalahan yang berhasil penulis identifikasi, akhirnya penulis membatasi permasalahan dalam skripsi ini pada permasalahan seputar kebijakan Jepang terhadap pendidikan kaum muslimin di Indonesia (1942-1945), di mana kaum muslimin di jadikan objek dalam pembuatan kebijakan. Penulis juga akan menelusuri lebih jauh mengenai dampak dari kebijakan yang dibuat Jepang. Batas tahun yang digunakan ialah tahun 1942-1945. Dan batasan wilayah yang penulis gunakan
yakni
Indonesia
secara
keseluruhan.
Berdasarkan
pemaparan
permasalahan tersebut, maka rumusan pertanyaan dalam penelitian ini di antaranya: 1. Bagaimana keadaan Indonesia pada masa penjajahan Jepang? 2. Bagaimana kebijakan Jepang terhadap pendidikan kaum muslim di Indonesia? 3. Bagaimana dampak kebijakan Jepang terhadap pendidikan kaum muslimin di Indonesia?
D. Tujuan Penelitian 1. Mengetahui keadaan Indonesia pada masa penjajahan Jepang 2. Mengetahui kebijakan Jepang terhadap pendidikan kaum muslimin di Indonesia 3. Mengetahui dampak kebijakan Jepang terhadap pendidikan kaum muslimin di Indonesia
9
E. Manfaat Penelitian 1. Memberikan gambaran mengenai keadaan penjajahan Jepang,
Indonesia pada masa
kebijakan Jepang terhadap pendidikan muslim di
Indonesia, dampak dari kebijakan tersebut dan respon masyarakat muslim Indonesia terhadap kebijakan yang dibuat oleh Jepang. 2. Menambah pengetahuan tentang kebijakan Jepang terhadap pendidikan muslim di Indonesia oleh mahasiswa Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
F. Tinjauan Pustaka Penulis mencari sumber yang berkaitan dengan kebijakan Jepang terhadap pendidikan muslim di Indonesia. Buku-buku tentang masa penjajahan Jepang memang sudah cukup banyak, namun sepengetahuan penulis belum banyak yang membahas mengenai kebijakan Jepang terhadap Muslim di Indonesia terutama kebijakan dalam pendidikan. Dalam skripsi-skripsi yang telah ada, baik di Perpustakaan Adab maupun Perpustakaan Utama, penulis belum menemukan satupun judul yang membahas mengenai kebijakan Jepang terhadap pendidikan kaum muslimin di Indonesia, walaupun ada skripsi mengenai penjajahan Jepang di beberapa daerah di Indonesia yang tercantum dalam katalog perpustakaan Utama UIN, tetapi dalam bentuk bukunya tidak ada atau belum penulis temukan di Perpustakaan Utama maupun di Perpustakaan Adab.
10
Banyak karya ilmiah yang sudah ditulis terkait dengan Jepang di Indonesia, antara lain; Skripsi tentang “Kebijakan Jepang Dalam Bidang Pendidikan Terhadap Orang Indonesia Tahun 1930—1945”26, yang ditulis oleh Dimas Suryo Subidyo, tetapi skripsi ini berbeda dengan penulis “Kebijakan Jepang Terhadap Pendidikan Kaum Muslimin Di Indonesia (1942-1945)” dari judul maupun dari isi skripsi tersebut sangat berbeda, dalam skripsi tersebut lebih menekankan kepada kebijakan Jepang bagi warga Indonesia yang belajar di Jepang, sedangkan penulis lebih menekankan kepada kebijakan Jepang terhadap pendidikan kaum muslimin di Indonesia pada masa penjajahan Jepang. Bulan Sabit dan Matahari Terbit: Islam Indonesia Pada Masa Pendudukan Jepang.27 Buku ini membahas tentang Sejarah politik Islam Indonesia, terutama masa pendudukan Jepang. Dalam buku ini menjelaskan bahwa apapun politik terhadap Islam yang dilancarkan oleh kekuasaan non-Islam, hasilnya akan berbeda dari apa yang ingin dikejar kekuasaan tersebut. Seperti Jepang yang ingin memanfaatkan umat Islam di Indonesia dalam memenangkan Perang Dunia II, tetapi pada gilirannya Jepanglah yang dimanfaatkan oleh politisi Islam untuk mencapai tujuan yang sangat berbeda dengan tujuan Jepang. Kuasa Jepang di Jawa: Perubahan Sosial di Pedesaan 1942-1945.28 Buku ini menelusuri perubahan-perubahan sosial ekonomi serta dampak psikologis yang terjadi dalam masyarakat di wilayah pedesaan Jawa selama masa pendudukan 26
Dimas Suryo Sudibyo, “Kebijakan Jepang dalam Bidang Pendidikan Terhadap Orang Indonesia Tahun 1930-1945”, (Skripsi S1 Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, Depok, 2009). 27 Harry J Benda. Bulan Sabit Dan Matahari Terbit: Islam Indonesia Pada Masa Pendudukan Jepang (trjmh), (Jakarta: Pt. Dunia Pustaka Jaya, 1980) 28 Aiko Kurasawa, Kuasa Jepang di Jawa: Perubahan Sosial di Pedesaan 1942-1945, (Depok: Komunitas Bambu, 2015).
11
Jepang. Buku ini membahas tentang kebijakan-kebijakan Jepang terhadap masyarakat pribumi yang bertujuan untuk memperoleh sumber daya ekonomi dan manusia guna mendukung operasi militer militer Jepang. Oleh karena itu, Jepang bekerja sama dengan seluruh rakyat Indonesia, dengan cara membuat berbagai program untuk menarik dukungan rakyat, sekaligus membentuk pemikiran dan tingkah laku mereka. Semua kebiajakan Jepang itu merupakan strategi politik Jepang untuk menghasilkan nilai budaya dan kepercayaan yang baru. Namun, mengakibatkan masyarakat mengalami keguncangan yang tidak pernah dialami sebelumnya. Sejarah Peradaban Islam Indonesia.29 Buku ini memang tidak secara khusus membahas mengenai Kebijakan Jepang Terhadap Pendidikan Muslim di Indonesia, tetapi hanya memberikan informasi Indonesia
terutama
muslim
Indonesia
pada
mengenai keadaan rakyat masa
penjajahan
Jepang,
pemberontakan-pemberontakan rakyat Indonesia dalam melawan Jepang, dan dampak positif dari penjajahan Jepang bagi orang-orang muslim Indonesia. Indonesia Dalam Arus Sejarah: Perang Dan Revolusi Jilid 6.30 Dalam buku ini dijelaskan tentang Indonesia di bawah pendudukan Jepang yang terdapat pada bab II yang terbagi dalam 7 pembahasan. Pembahasan pertama yaitu terbentuknya rezim militer Jepang, pembahasan kedua tentang mobilisasi politik, pembahasan ketiga tentang ekonomi perang, pembahasan keempat tentang program militer jepang, pembahasan kelima tentang politik Islam Jepang, pembahasan yang keenam tentang pengendalian politik dan budaya, dan yang ketujuh membahas
29
Musyrifah Sunanto, Sejarah Peradaban Islam Indonesia, (Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2012). 30 Taufik Abdullah dan A.B. Lapian (ad), Indonesia Dalam Arus Sejarah: Perang Dan Revolusi Jilid 6, Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 2012.
12
tentang gerakan bawah tanah sebuah istilah yang lazim digunakan untuk mereka yang tidak bersedia bekerja sama dengan rezim berkuasa dan sebaliknya menyusun perlawanan dengan jalan sembunyi-sembunyi. Tokoh gerakan bawah tanah yaitu, Tan Malaka, dan Amir Sjarifuddin. Dan Dalam Bab III juga membahas tentang penjajahan Jepang, menjelang kemerdekaan Indonesia. Sejarah Nasional Indonesia VI :Zaman Jepang dan Republik Indonsia (1942-1998).31 Dalam buku ini dijelaskan tentang Pendududkan Jepang di Indonesia pada bab I zaman Jepang yang terbagi kedalam 8 pembahasan, pertama mengenai susunan dan perkembangan pemerintahan pendudukan Jepang, kedua mengenai pergerakan Indonesia dan Jepang, ketiga mengenai mobilisasi rakyat, keempat mengenai ekonomi perang yang diterapkan Jepang di Indonesia, kelima mengenai pendidikan, komunikasi Sosial dan Budaya di Indonesia, keenam mengenai perlawanan rakyat terhadap Jepang, ketujuh mengenai janji mengenai status Indonesia di kemudian hari, dan yang terakhir mengenai situasi Indonesia menjelang kemerdekaan.
G. Teori dan Konsep Dalam penulisan skripsi ini, saya menggunakan dan mengambil konsep dari Buku Hary J. Benda yang berjudul Bulan Sabit Dan Matahari Terbit: Islam Indonesia Pada Masa Pendudukan Jepang
32
, tentang politik terhadap Islam
bahwa apapun politik terhadap Islam yang akan dilancarkan oleh kekuasaan nonIslam, hasilnya senantiasa berbeda dari apa yang ingin dikejar kekuasaan 31
Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia VI :Zaman Jepang dan Republik Indonesia (1942-1998) edisi pemutakhiran, (Jakarta: PT. Balai Pustaka, 2011). 32 Harry J Benda. Bulan Sabit Dan Matahari Terbit: Islam Indonesia Pada Masa Pendudukan Jepang (trjmh), (Jakarta: Pt. Dunia Pustaka Jaya, 1980).
13
tersebut.33 Sama seperti penjajahan Jepang, Jepang berusaha membuat kebijakankebijakn baru yang tujuannya untuk memanfaatkan rakyat Indonesia agar mau membantu Jepang dalam perang dunia melalui pendidikan, namun malah sebaliknya, kebijakan yang dibuat Jepang tersebut dimanfaatkan oleh kaum muslimin untuk mempersiapkan diri, merebut kemerdekaan Indonesia dari Jepang.
H. Metode Penelitian Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode deskriptif analisis yang dalam hal ini penulis ingin mendiskripsikan atau menjelaskan tentang kebijakan Jepang terhadap pendidikan kaum muslim di Indonesia. Dalam hal ini metode yang biasa digunakan dalam penelitian sejarah pada umumnya yaitu, heuristik atau pengumpulan data, kritik sumber baik intern maupun ektern, interprestasi atau penafsiran, dan tahap terakhir adalah historiografi atau penulisan sejarah. 34 Pada tahap heuristik atau pengumpulan sumber-sumber (data-data), di mana sumber-sumber mengenai kebijakan Jepang terhadap pendidikan kaum muslimin di Indonesia, penulis temukan di Perpustakaan Fakultas Adab, Perpustakaan Utama, Perpustakaan Nasional, Perpustakaan UI, Arsip Nasional Republik Indonesia, dan di toko-toko buku. Penulis juga menggunakan sumber sezaman berupa majalah dan surat kabar yang diterbitkan pada tahun 1942-1945, seperti; Soeara Muslimin Indonesia, Soeara Madjelis Islam A’lla Indonesia, Djawa Baroe, Pandji Poestaka, Kan Po (Berita Pemerintah) dan surat kabar Asia Raya.
33
Harry J Benda. Bulan Sabit Dan Matahari Terbit: Islam Indonesia Pada Masa Pendudukan Jepang (trjmh), (Jakarta: Pt. Dunia Pustaka Jaya, 1980). h. 10 34 Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah, (Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya, 1995), hlm. 89.
14
Sedangkan untuk sumber sekunder, penulis mendapatkan sumber-sumber tertulis berupa buku, artikel dan lain-lain. Tahap berikutnya adalah kritik sumber atau verifikasi, agar diperoleh data yang absah, setelah melalui fase kritik, di mana penulis sudah menemukan korelasi dan pemahaman yang baru mengenai tema yang akan dibahas. Setelah itu penulis melakukan interpretasi, di mana penulis melakukan penafsiran terhadap sumber-sumber yang telah diseleksi untuk kemudian dilakukan tahap selanjutnya yaitu historiografi. Penulis menguraikan fakta-fakta yang sudah didapat ke dalam penulisan sejarah, dan kemudian menarik kesimpulan yang merupakan jawaban dari permasalahan pokok yang menjadi kajian utama dalam penelitian ini.
I. Sistematika Penulisan Bab I menjelaskan tentang pendahuluan yang di dalamnya berisi tentang latar belakang, pembatasan dan perumusan masalah, teori dan konsep, tujuan penulisan, tinjauan pustaka, metode penulisan, dan sistematika penulisan Bab II menjelaskan tentang gambaran Indonesia pada masa penjajahan Jepang meliputi; kedatangan Jepang ke Indonesia, dan kebijakan-kebijakan pemerintah Jepang Bab III menjelaskan tentang kebijakan Jepang terhadap pendidikan kaum muslimin di Indonesia meliputi; pelatihan-pelatihan ulama dan guru, pendidikan formal kaum santri ,dan pelatihan-pelatihan kaum santri Bab IV menjelaskan dampak kebijakan pendidikan terhadap kaum muslimin meliputi;
respon masyarakat muslim indonesia terhadap kebijakan Jepang,
15
kemajuan terhadap pendidikan muslim di Indonesia, kemunduran pendidikan muslim di Indonesia, dan terbentuknya organisasi militer Bab V penutup yang berisi kesimpulan dan saran.
terhadap
BAB II INDONESIA PADA MASA PENJAJAHAN JEPANG
A. Kedatangan Jepang ke Indonesia Pada tahun-tahun terakhir kekuasaan Belanda di Indonesia, Belanda semakin ketat mengawasi kegiatan radikalisme, dan Belandapun berhasil menahan kegiatan politik kaum nasionalis. Akhirnya kaum nasionalisme tersebut tidak lagi mengarahkan dukungan massa secara terbuka, tetapi
sebagian di
antaranya menyalurkan kegiatan politik mereka melalui dunia pendidikan atau bergerak di bidang sosial-budaya.1 Hal tersebut dilakukan agar mereka tetap dapat menanamkan jiwa nasionalisme terhadap rakyat Indonesia, agar mau berjuang dan menuntut hak-hak mereka yang telah hilang selama penjajahan, terutama hak untuk merdeka. Saat negeri Belanda telah diduduki oleh Jerman pada bulan September 1939, pemerintah Belanda berusaha menutupi berita tersebut di Hindia Belanda. Dalam suasana yang terjepit semacam itu, Pemerintah Belanda berusaha untuk bekerja sama dengan rakyat Indonesia. Penguasa kolonial mulai sedikit mengurangi sikap keras mereka terhadap kaum pergerakan dan mengambil jalan kompromi. Kesediaan untuk menerima sikap bekerjasama dengan kaum pergerakan yang moderat telah memungkinkan diizinkannya kembali partai-partai politik. Kerajaan Belanda sejak diduduki Jerman terpaksa menjalankan pemerintahan dalam pengasingan.2 Walaupun di kalangan orang-orang Belanda
1
Mukhlis Paeni dan Mestika Zed, Perang Pasifik dan Jatuhnya Rezim Kolonial Belanda, dalam Taufik Abdullah dan A.B. Lapian (ad), Indonesia Dalam Arus Sejarah: Perang Dan Revolusi Jilid 6, Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 2012. h. 5. 2 Ibid. h. 8
16
17
terdapat juga kelompok yang bersimpati terhadap pergerakan nasional Indonesia, tetapi sikap pemerintah Hindia Belanda sampai saat-saat terakhir menjelang keruntuhannya tetap tidak berubah,3 tetap acuh dan tidak menghiraukan tuntutantuntutan dari rakyat Indonesia. Selain menghadapi tuntutan-tuntutan dari rakyat Indonesia untuk melakukan perubahan ketatanegaraan sesuai dengan keinginannya rakyat Indonesia. Pemerintah Hindia Belanda juga menghadapi masalah pelik mengenai hubungan dagang Hindia Belanda dengan Jepang. Organisasi bisnis Jepang di Asia Tenggara, terutama di Hindia Belanda, sudah berlangsung sebelum perang Perang Dunia II, terutama sejak dibukanya konsultan Jepang di Batavia sejak 1909. Pada 1940, konsultan Jepang di Batavia mengajukan tuntutan agar Hindia Belanda bersedia memperbesar kuota ekspor minyak buminya. Tuntutan ini tidak mungkin dipenuhi oleh pemerintah Hindia Belanda. Salah satu alasan resmi penolakan itu ialah karena neraca nilai impor Jepang tidak seimbang dengan nilai ekspor Jepang ke Indonesia. Penguasa di Batavia hanya menyanggupi dalam jumlah yang sangat jauh dibawah kuota yang diminta Jepang. Selain itu Jepang juga menuntut ekspor bahan-bahan lain, seperti karet, timah putih biji besi dan biji mangan dengan jumlah yang juga cukup banyak. Sudah pasti permintaan ini ditolak oleh pemerintah Belanda. Pada bulan Januari 1941, Jepang mencoba kembali mengirim delegasi di bawah pimpinan Yoshizawa Kenkichi. Kali ini Jepang menuntut konsesi ladang minyak seluas 1,7 juta hektar. Pemerintah Belanda akhirnya hanya bersedia memberi 0,3 hektar juta sebagai langkah awal. Selain itu Jepang juga menuntut 3
Cahyo Budi Utomo, Dinamika Pergerakan Kebangsaan Indonesia Dari Kebangkitan Hingga Kemerdekaan, (Semarang: IKIP Semarang Press, 1995) h. 174.
18
agar orang Jepang diizinkan memasuki Indonesia sabagai dokter, pedagang perantara, atau profesi lainnya. Namun perundingan tersebut mengalami jalan buntu. Dan akhirnya pada 27 Juni 1941 delegasi Jepang kembali kenegerinya. Yoshizawa tidak menerima pernyataan Belanda bahwa Hindia Belanda sewaktuwaktu dapat membatasi kuota ekspor. Sementara itu, pada 27 Juli 1941 Amerika Serikat memutuskan hubungan ekonomi dengan Jepang setelah sebelumnya membatasi ekspor minyaknya. Pemutusan hubungan ekonomi itu dilakukan sebagai reaksi Amerika Serikat terhadap pendudukan Jepang atas Indocina. Tindakan Amerika Serikat itu diikuti oleh Inggris dan kemudian oleh Hindia Belanda. Hubungan Internasional yang memburuk yang menimpa Jepang, terutama dengan saingannya di Timur ini, merupakan penyebab Jepang melakukan manuver politik4 eskpansionis ke selatan saat meletusnya Perang Pasifik pada awal Desember 1941. Kelompok bisnis yang terkait dengan semangat Nashinron berperan besar dalam membantu invansi Jepang di Hindia Belanda.5 Sebelum masuk ke Indonesia, propaganda Jepang telah digiatkan keseluruh pelosok bahwa Jepang sebagai penyelamat Asia dari penjajahan asing, Jepang akan datang mengusir Belanda dan membela kepentingan rakyat Indonesia.6 Untuk mewujudkan impiannya menyatukan Asia Timur di bawah kekuasaanya, Jepang terlebih dahulu harus menghancurkan kekuatan armada Amerika di Pasifik yang berpangkalan di Pearl Harbour, Hawaii, sebelum menyerang Hindia Belanda. Oleh karena itu untuk menghancurkan Armada Amerika, disusun 4
Gerakan yang cepat dalam bidang politik. www.kamusbesar.com (akses: Rabu, 12 Agustus 2015) 5 Paeni dan Zed, Perang Pasifik dan Jatuhnya Rezim Kolonial Belanda, h. 13. 6 Ahmad Yusuf, Sejarah Perjuangan Rakyat Riau 1942-2002 buku 1, (Pekanbaru: Badan Kesejahteraan Sosial Provinsi Riau, 2004) h. 44.
19
rencana serangan rahasia oleh Isoroku Yamamoto pada bulan September 1941. Pada bulan berikutnya, tanggal 26 November 1941, Armada Laksamana Noichi Nagumo yang diangkat sebagai panglima perang bergerak dari pulau Kuril. Pada tanggal 2 Desember 1941, ketika masih dalam pelayaran, laksamana Nagumo menerima telegram sandi dari Yamamoto agar ia melaksanakan serangan. Hari H ditetapkan tanggal 7 Desember 1941.7 Serangan udara Jepang dilancarkan dalam dua gelombang. Gelombang pertama dimulai pukul 07.30 pagi. Sebanyak 183 pesawat pembom diterbangkan dari kapal induk. Sasarannya adalah kapal-kapal perang Amerika yang berlabuh disekitar Pulau Ford. Satu jam kemudian Jepang melancarkan serangan gelombang kedua dengan 170 pesawat pembom dan penempur. Selain melakukan pengeboman pesawat pesawat tersebut juga melakukan Straffing dari udara. Kapal-kapal perang dan pesawat-pesawat terbang Amerika Serikat kembali menjadi sasaran disamping instalasi-instalasi militer lainnya, seperti gudang pembekalan dan bahan bakar. Serangan Jepang terhadap Pearl Harbour berakhir kira-kira pukul 10.00 pagi. Dalam waktu dua setengah jam, Jepang telah menimbulkan kerugian yang cukup besar pada pihak Amerika Serikat.8 Serangan Jepang tersebut membuat presiden Amerika marah, dan pada sore harinya presiden Roosevelt menandangani pernyataan perang terhadap Jepang. 9 Dengan pengumuman itu pemerintah Hindia Belanda telah menyatakan perang terhadap Jepang. Dengan pernyataan perang terhadap Jepang, baik yang dinyatakan oleh pemerintah Hindia Belanda maupun kerajaan Belanda, secara 7
Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia VI :Zaman Jepang dan Republik Indonsia (1942-1998) edisi pemutakhiran, (Jakarta: PT. Balai Pustaka, 2011) h. 1. 8 Paeni dan Zed, Perang Pasifik dan Jatuhnya Rezim Kolonial Belanda, h. 13-14. 9 Poesponegoro dan Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia VI, h. 2.
20
resmi Indonesia sudah diseret ke dalam perang, walaupun tanpa pernyataan itu Indonesia juga tidak akan luput dari serbuan Jepang. Invasi Jepang ke Indonesia diawali dengan serangan udara. sesudah itu diikuti oleh pendaratan pasukan. Kekuatan udara Jepang lebih hebat dibandingkan dengan kekuatan udara Hindia Belanda. Serangan pertama dilancarkan dari Davao pada 10 Januari 1942,10 sehari setelah Jepang menyatakan perang terhadap Belanda. Sasarannya adalah Tarakan untuk menguasai instalasi minyak kota itu. Dalam melancarkan serangan ini, Jepang berusaha untuk tidak menjatuhkan bom di instalasi tersebut. Karena instalasi minyak tersebut sangat berguna bagi Jepang. Selain melakukan serangan terhadap Tarakan, Jepang juga menyerang Manado. Dan pada tanggal 11 Januari 1942 pasukan Jepang melakukan pendaratan11di Indonesia. Setelah Jepang berhasil menguasai Indonesia dengan serangan-serangan udaranya, pada tanggal 7 Maret 1942 pada petang harinya pasukan-pasukan Belanda di sekitar Bandung meminta penyerahan lokal. Kolonel Shoji menyampaikan usul penyerahan lokal dari pihak Belanda ini kepada Jenderal Imamura, tetapi tuntutan Imamura adalah penyerahan total semua pasukan sekutu ke Jawa. Jika pihak Belanda tidak mengindahkan ultimatum Jepang itu, kota Bandung akan dibom dari udara. Jenderal Imamura pun mengajukan tuntutan lainnya, yakni gubernur Jenderal Belanda harus turut dalam perundingan di Kalijati yang diadakan selambat-lambatnya pada hari berikutnya. Akhirnya pihak Belanda memenuhi tuntutan Jepang. Dalam perundingan Kalijati , yang dimulai
10 11
Poesponegoro dan Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia VI,h. 3. Paeni dan Zed, Perang Pasifik dan Jatuhnya Rezim Kolonial Belanda, h. 16
21
pukul 17.00 tanggal 8 Maret 1942.12 Berakhirnya kekuasaan Belanda di Indonesia ditandai dengan ditanda tanganinya kapitulasi Kalijati oleh Ter Poorten yang menyatakan bahwa Belanda menyerah tanpa syarat. Orang Indonesia umumnya menyambut kedatangan Jepang dengan perasaan gembira, karena Jepang dianggap sebagai pembebas mereka dari penjajahan Belanda. Serdadu-serdadu Jepang itu menimbulkan rasa kagum penduduk ketika mereka memasuki kota-kota tanpa mendapat perlawanan dari Belanda. Mobilmobil truk perang diiringi pasukan Jepang berkendara sepeda. Bendera Merah Putih dikibarkan, adakalanya berdampingan dengan “Bendera Hinoo Maru” di berbagai tempat. Kata “Banzai” terucap berulang-ulang dan keras dari mulut mulut penduduk yang terbius yang berarti “selamat datang”. Serdadu Jepang mendapat sambutan meriah dari rakyat Indonesia, orangorang Belanda yang muncul di jalan-jalan mendapat hadiah berupa ejekan dan caci maki. Faktor utama yang menimbulkan simpatik rakyat terhadap Jepang tentu saja kebencian mereka terhadap Belanda, baik akibat penderitaan yang langsung mereka rasakan maupun akibat perasaan kebangsaan. Penduduk Jawa meyakini kebenaran dari Ramalan Joyo Boyo yang berisi bahwa suatu ketika Jawa akan diperintah oleh orang-orang berkulit kuning. Namun pemerintahan mereka tidak lama, dan mereka akan kembali kenegara asalnya. Dan Jawa akan diperintah oleh bangsa sendiri. Dalam pandangan rakyat, orang berkulit kuning tidak lain adalah Jepang.13 Banyak penduduk Jawa yang senang dengan kedatangan Jepang di Indonesia, karena mereka yakin setelah kedatangan Jepang, Indonesia akan segera merdeka. 12 13
Poesponegoro dan Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia VI, h. 9. Paeni dan Zed, Perang Pasifik dan Jatuhnya Rezim Kolonial Belanda, h. 21.
22
B. Kebijakan-kebijakan Pemerintah Jepang Untuk melancarkan aksinya
dalam memperoleh cita-citanya
yaitu
memenangkan Perang pasifik, Jepang membuat berbagai macam kebijakan, yaitu: 1. Bekerjasama dengan Bangsa Indonesia Untuk dapat bekerja sama dengan rakyat Indonesia, maka terlebih dahulu Jepang berusaha untuk dapat bekerja sama dengan toko-tokoh terkemuka di Indonesia. Tokoh-tokoh nasionalisme Indonesia seperti Ir. Soekarno dan Drs. Muhammad hatta bersedia melakukan kerja sama dengan pihak pemerintah Jepang, padahal sebelumnya pada masa pemerintah Hindia Belanda mereka bersikap nonkooperatif.14 Berbeda dengan keadaan pada zaman Hindia Belanda dimana pemerintah kolonial menekan kaum nasionalis Indonesia, pada masa pemerintahan Jepang kaum nasionalis diajak bekerja sama oleh penguasa.15 Selain melakukan kerja sama dengan kaum nasionalis, Jepang juga melakukan kerja sama dengan tokoh-toko muslim. Tokoh-tokoh muslim memperoleh perhatian khusus dari pemerintah Jepang. Golongan ini memperoleh banyak kelonggaran dibandingkan dengan nasionalis sekuler.16 Karena ingin menggalang semua kekuatan besar anti-Belanda ke pihaknya, maka Jepang lebih mementingkan kepentingan golongan Islam dari pada memenuhi keinginan para elit nasionalis. 17 Jika Jepang berhasil bekerja sama dengan tokoh-tokoh muslim maka secara otomatis rakyat Indonesia yang mayoritas beragama Islam juga akan membantu Jepang.
14
Poesponegoro dan Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia VI, h. 27. Ibid, h. 29. 16 Ibid, hal, 37 17 Harry J Benda. Bulan Sabit Dan Matahari Terbit: Islam Indonesia Pada Masa Pendudukan Jepang,(trjmh), (Jakarta: Pt. Dunia Pustaka Jaya, 1980) h. 141. 15
23
Dalam rangka memberikan kelonggaran kepada golongan Islam pulau Jawa, pemerintah militer Jepang masih mengizinkan tetap berdirinya organisasi Islam dari zaman Hindia Belanda yaitu Majelis Islam A’la Indonesia (MIAI) yang didirikan di Surabaya pada tahun 1937 oleh K.H. Mas Mansur dan kawan-kawan. Jepang memilih MIAI sebagai wadah golongan Islam yang merupakan satusatunya organisasi gabungan, yang dimiliki umat Islam, tetapi MIAI baru diakui oleh Pemerintah Militer Jepang sesudah mengubah anggaran dasar (asas dan tujuannya). Pada asas dan tujuan MIAI ditambahkan “turut bekerja dengan sekuat tenaga dalam pekerjaan membangunkan masyarakat baru, untuk mencapai kemakmuran bersama di lingkungan Asia raya di bawah pimpinan Dai Nippon”.18 Setelah merubah asas dan tujuannya, maka MIAI baru diakui oleh Jepang dan dapat melakukan kegiatannya seperti biasa, tetapi masih dalam pengawasan Jepang. Walaupun kaum muslimin berbeda keyakinan dengan Jepang, tokoh-tokoh muslim tetap mau bekerja sama dengan Jepang karena tujuan Jepang sama dengan tujuan rakyat Indonesia yaitu membela tanah Air dan menjaganya agar tidak direbut lagi oleh pihak sekutu, oleh karena itu, tokoh-tokoh muslim berusaha untuk mengajak rakyat Indonesia untuk membantu Jepang seperti yang disampaikan K. H. M. Mansoer dalam surat kabar Soeara Muslimin Indonesia yaitu: “Kita Ma’loem Soedah bahwa peperangan sekarang ini sedang memuncak peristiwa ini menghendaki poesat perhatian serta pembelaan jang koeattegak; karena mengenai djoega Tanah Air kita Indonesia jang termasuk dalam lingkungan Asia Timoer Raya. Mungkin benar bahwa didjita-djita oleh Seokoetoe hendak mereboet kembali tanah djadjahannja, tanah tempat mereka mentjari oentoeng, menumpang hidup di tanah jang elok permai, 18
Poesponegoro dan Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia VI, h. 38.
24
yaitu tanah kita Indonesia oemoemnya. Mereka beroesaha sekoeat-koeatnya kembali kemari dengan maksoed mendjadjah lagi, sedang kita haroes soedah siap sedia bersama Dai Nippon menantang maksoed itoe oentoek meloempoehkan kekoeasaan mereka. Dan lagi mereka telah beberapa kali mengintai poelau Djawa. Mereka hendak mendarat menjerboe. Maka oleh karena itoe, seloeroeh pendoedoek Djawa seharoesjalah bersatoe-padoe hati dan bekerdja bersama-sama mempertahankan serangan dan serboean itoe karena kita semata-mata membela hak Tanah Air kita. Demikianlah oentoek kemakmoeran bersama dan keselamatan bersama dalam menghindarkan bala bencana itoe, haroeslah lebih-lebih dipererat tali persatoean segenap tenaga dan pendoedoekan Djawa seloeroehnja. Pada waktoe peperangan jang hebat-dasyat ini, memang boekan mandjadi soal tentang faham keyakinan dalam agama. Melainkan pertahanan negeri itoelah jang menjadi pangkalnya. Allah Soebhanahoe wa Ta’ala telah memperingatkan kita seperti jang tersoeboet dalam kitab Soetji Al-Qoer’an, Soerat Al-Baqarah, ayat 145 jang artinja “meskipoen engkau Moehammad soenggoeh akan memberikan dengan segenap boekti kepada mereka itoe tentoe mereka itoe tidak akan mengikoeti kiblat mereka itoe; dan setengah golongan poen tidak akan mengikoetikiblat golongan lain”. Djadi njatalah, bahwa manoesia kalaoe soedah mempunyai kejakinan, maka ia kokoh dan koeat poela menepati kejakinan masing-masing. Maka tepatlah bahwa pada saat ini, dasar kejakianan tidak perloe didalam-dalam atau diperselisihkan. Akan tetapi djoeroesan kebaktian dalam satoe toejoean itoelah oetamanya dipersoenggoeh memboelatkannjaoentoek pembelaan Tanah Air dan keselamatan Bangsa karena kita bertahan air satoe dan berbangsa satoe poela. Kemoedian dari pada itoe Toehan berfirman selanjoetnya djoega dalam soerat Al-Baqarah ayat 148 jang artinja “Bagi masing-masing mereka itoe soedah mempoenyai hadapan sendiri-sendiri, maka karena itoe soepaya keyakinan hendaknya serentak berlomba-lomba akan mengerdjakan kebaikan”. Demikianlah, mengerjakan kebaikan baik digaris depan atau digaris belakang peperangan , haroeslah mendjadi dasar kita teristimewa dalam masa jang amat genting seperti sekarang ini. Kerdja bersama-sama dengan seboelat hati serta seia sekata insya Allah akan meoedjoedkan hasil jang manfa’at.”19
Selain disampaikan pidato oleh K. H. M. Mansoer untuk mengajak kaum muslimin untuk membantu Jepang, dijelaskan pula mengenai dasar perjuangan kaum muslimin oleh Ahmad Yusuf, bahwa perjuangan yang didasarkan atas dasar keyakinan tak akan sia-sia, dengan cara menguatkan batin dengan pendidikan agama dan menebalkan keyakinan dengan iman dan tauhid; 19
“Tjara Kerdja Bersama-sama jang Oetama K. H. M, Mansoer”, Soeara Muslimin Indonesia, (16 Moeharram 1364/1 Djanoeari 2605, No. 1 Th. III).
25
“..... Kalimat : La ilaha illallah Moehammadoer Rasoeloellah yang berarti Tidak ada Toehan selain Allah, Moehammad itoe OetoesanNja. Inilah dasar Islam itoe agamanja, dengan bersoempah dihadapan Allah, manoesia dan dirinja sendiri.... djentera zaman berpoetar, seloeroeh doenia oemoemnja, diIndonesia khususnja, dasar hidoep kaum muslimin hantjoer dibawa masa. Namoen begitoe dasar itoe mesti tetap tegoeh didjiwa tiaptiap Moeslim, selama Qoer’am masih dibatja, selagi matahari masih terbit di Timoer, dasar itoe pada soeatoe masa akan memberi tjorak dan bentoek pada tiap-tiap moeslim....kita kembali kesedjarah perdjoeangan pahlawanpahlawan dan pradjoerid-pradjoerid dari zaman Rasulullah, sahabatsahabat dan pahlawan-pahlawan sesoedahnja. Itoelah perdjoeangan jang bersendikan Taoehid dan kejakinan, bersemboyan dari Allah, karena Allah dan oentoek Allah: memandang ringan kepada mati kalaoe mereka madjoe ke medan perdjoeangan bagaikan air bah jang tertahan-tahan , terbelintang poetoes, terbeloedjoer patah. Dengan semangat inilah Islam dapat menjerboe ke Eropa, Afrika hingga ke India. Sebagaimana bangsa Nippon meyakinkan berkoempoelnja roeh-roeh soetji pahlawan-pahlawan tanah asir di Jasoe-koeni Djindja, adalah kaoem moeslimin jang berjoeang kepada djalan Allah, akan kembali kepadanja dengan kesoetjian, karena Allahlah kembali segala sesoeatoe. Kejakinan inilah jang mendjelmakan sedjarah jang bilang-gemilang dalam perjoeangan kaum Moeslimin: sebagaimana gilang-gemilangnja perjoeangan Dai Nippon sekarang ini. Tjita-tjita Hakko Itjioe jang akan diciptakan oleh Dai Nippn itoe, bagi kaoem moeslimin ta’ragoe lagi, jang mereka mempoenjai tjita-tjita seperti itoe poela, selama darah Islam mengalir di toeboehnja. Persemaian boeah dan kesan dasar hidoep, keyakinan dan perdjoangan bangsa Nippon dan kaoem Moeslim inilah jang haroes diselidiki oleh tiap-tipa moeslim dan pemimpin Indonesia jang ikoet dan sedang mmbentoek dasar pembangoenan Indonesia dalam lingkoengan Asia Raja sekarang ini. Dalam gelanggang perjoengan jang menentoekan nasib Indonesia sekarang, dan masa jang akan datang, kaoem Moeslimin di Indonesia soedah mempoenjai pendirian jang tentoe, keyakinan jang tegoeh dan dasar perjoeangan yang soedah tetap, hingga dalam perjoeangan di moeka sekalipoen. Karena mereka yakin, bangoen dan roeboehnja Indonesia, lenjap atau teroelangnja pendjadjahan kembali, menetoekan nasib agama, bangsa dan tanah airnja. Maka oentoek mengobar-ngobarkan semangat perjoeangan poetera Indonesia sekarang ini, siapkanlah batin dengan didikan agama, perkoeatlah dasar jang tegoeh dan tentoe, tebalkanlah kejakinan dengan iman dan tauhid baik pemimpin ataoe jang dipimpin nistjaja ta’ akan sia-sia perjoeangan jang dihadapi dan koerban jang diberikan. Karena gerakan jang berdiri diatas dasar jang tegoehlah jang menimboelkan perjoeangan jang dahsjat dan ta’ tertahan-tahan....”20
20
“Dasar Perdjoeangan Moeslimin (Weltevreden: Balai Pustaka,1943).
Oleh;
Ahmad
Joesoef”,
Pandji
Poestaka,
26
Selain tetap memperbolehkan berdirinya MIAI, pemerintah Jepang juga mendirikan Kantor Urusan Agama yang pada zaman Belanda disebut kantor Voor Islamistische Saken yang dipimpin oleh orientalis Belanda diubah menjadi Sumubu yang dipimpin oleh ulama Islam sendiri, yaitu K.H. Hasyim Asyari dari Jombang, dan di daerah-daerah disebut Sumuka.21 Secara umum pemerintahan Jepang menaruh perhatian cukup besar atas Islam di Indonesia. Oleh karena itu ketika Jepang menduduki Indonesia pada tahun 1942, Jepang berharap dapat bekerja sama dengan kaum muslimin di Indonesia, dengan cara memberikan peran sosial dan politik yang penting kepada para pemimpin Islam. Mereka memandang agama sebagai sebuah alat yang penting untuk memanipulasi pikiran rakyat, dan mereka menaruh perhatian khusus terhadap peran para pemimpin Islam atau alim ulama.22 Karena melalui para pemimpin Islam, Jepang berharap rakyat Indonesia mau bekerja sama dengan Jepang.
2. Mobilisasi Rakyat Indonesia Jepang
memanfaatkan
tokoh-tokoh
terkemuka
Indonesia
untuk
memobilisasi rakyat Indonesia baik dari kalangan nasionalis sekuler maupun alim ulama, dengan cara memanfaakan sentimen politik anti Barat. Jepang juga mendirikan berbagai organisasi propaganda, dengan berbagai nama dan slogan. Mula-mula diperkenalkan “Gerakan Tiga A”23 yang didirikan pada awal
21
Musyrifah Sunanto, Sejarah Peradaban Islam Indonesia, (Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2012) h. 124. 22 Aiko Kurasawa, Kuasa Jepang di Jawa: Perubahan Sosial di Pedesaan 1942-1945, (Depok: Komunitas Bambu, 2015) H. 303-304. 23 Organisasi ini disponsori oleh Jawatan Propaganda Sendenbu yang dipimpin oleh Shimizu Hitoshi dan Ichiki Tatsuo, dua orang Jepang yang mahir berbahasa Indonesia. Ketua
27
pendudukan sekitar april 1942. “Nippon Pemimpin Asia, Nippon Pelindung Asia, Nippon Cahaya Asia”.24 Para pemimpin Gerakan Tiga A adalah seorang ahli propaganda Jepang yaitu Shimizu Hitoshi dan Ichiki Tatsuo. Shimizu dan Samsuddin merupakan pemimpin muda Parindo, mereka mempergunakan gerakan tersebut untuk mengorganisir kaum intelektual kelompok-kelompok agama, Islam dan Kristen, pejabat-pejabat pemerintahan dan priyayi di beberapa pertemuan. Sedangkan melalui siaran-siaran radio dan surat kabar Jepang menyerukan dukungan rakyat.25 Salah satu subseksi dari gerakan propaganda Jepang (Gerakan Tiga A) yaitu Shumubu (Kantor Urusan Agama).26 Jepang berusaha agar dapat memobilisasi rakyat Indonesia untuk membantu Jepang dalam memenangkan perang dunia ke-II. Kaum pemuda mendapat perhatian kusus dari pemerintah Jepang karena kaum pemuda mudah untuk dipengaruhi. Salah satu sarana yang dipakai untuk mempengaruhi kaum pemuda ialah sarana pendidikan, baik pendidikan umum (pendidikan disekolah) maupun pendidikan khusus (pelatihan-pelatihan yang diadakan Jepang). Pelatihan yang diadakan Jepang bertujuan untuk menanamkan semangat pro Jepang di kalangan kaum pemuda seperti Barisan Pemuda Asia Raya (BPAR). Yang diresmikan pada tanggal 11 Juni 1942 dengan dipimpin oleh Dr. Slamet Sudibyo dan S.A. Saleh. 27
umumnya adalah Mr. R. Samsoedin. Organisasi ini terkenal dengan slogan Cahaya Asia Nippon, Pelindung Asia Nippon, pemimpin Asia Nippon. Namun usianya singkat karena tidak didukung oleh para tokoh nasionalis Indonesia maupun pemerintah militer Jepang sendiri. Akhirnya organisasi ini dibubarkan pada bulan September 1942. Nino Oktorino, Konflik Bersejarah: Ensiklopedi Pendudukan Jepang Di Indonesia, (Jakarta: PT. Gramedia, 2013) h. 33. 24 Imran, Di bawah Pendudukan Jepang 1942-1945, h. 51. 25 Benda. Bulan Sabit Dan Matahari Terbit, h. 143. 26 Imran, Di bawah Pendudukan Jepang 1942-1945. h. 66. 27 Poesponegoro dan Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia VI, h. 43.
28
Selain BPRA, Jepang juga membuat organisasi semi militer yang terdiri dari Seinendan dan Keibodan, yang dipimpin oleh Gunseikan.28 Pemuda-pemuda Indonesia yang ikut menjadi nggota Seinendan diberikan pelatihan-pelatihan militer baik untuk mempertahankan diri maupun untuk menyerang. Mereka adalah pemuda-pemuda yang berusia sekitar 15-25 tahun.29 Sedangkan Keibodan adalah pembantu polisi dengan tugas-tugas kepolisisan seperti penjaga lalu lintas dan pengaman desa. Keibodan terdiri dari pemuda-pemuda yang berusia berkisar 2035 tahun. Jepang berusaha agar badan ini tidak dipengaruhi oleh kaum nasionalis.30 Selain Keibodan dan Senendan, untuk mengerahkan tenaga kaum perempuan dibentuklah Fujinkai (Himpunan Perempuan) yang dibentuk pada bulan Agustus 1943. Kemudian pada tanggal 15 Desember 1944 diresmikan pembentukan badan resmi semi militer lainnya, yakni Hizbulloh (tentara Alloh) yang berada di bawah naungan Masyumi, yang didirikan pada tanggal 8 Desember 1944.31 Dalam bulan April 1943 dikeluarkan pengumunan yang isinya memberi kesempatan kepada Pemuda Indonesia untuk menjadi pembantu Prajurit Jepang (Heiho), yang terhimpun dalam Peta (Pembela Tanah Air).32 Selain memobilisasi masyarakat Indonesia dalam bidang militer, Jepang juga mengerahkan rakyat Indonesia untuk menjadi buruh sukarela (Romusa). Pengerahan romusa merupakan eksploitasi pekerja kasar, terutama pemuda. Hal ini dilakukan Jepang untuk menunjang perangnya melawan sekutu.33 Jepang menyebut mereka prajurit pekerja. Pengerahan Romusa dimaksud untuk 28
Gunseikan merupakan kepala pemerintahan militer di bawah Seiko Sukikan, Panglima Tentara. Dipimpin oleh kepala staf dari satuan darat yang bersangkutan. Oktorino, Konflik Bersejarah, h. 35. 29 Poesponegoro dan Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia VI, h. 45. 30 Ibid, h. 46. 31 Amrin, Di bawah Pendudukan Jepang 1942-1945 h. 54 32 Poesponegoro dan Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia VI, h. 50. 33 Ibid, h. 60.
29
membangun prasarana perang (kubu-kubu pertahanan, jalan raya dan lapangan udara) maupun untuk pekerjaan di pabrik dan pelabuhan.34 Selain mengerahkan laki-laki yang potensial yang berusia antara 16 sampai 40 tahun sebagai pekerja paksa (romusa), pemerintah pendudukan Jepang mengerahkan pula tenaga perempuan tidak saja untuk kepentingan formal seperti Fujinkai, tetapi juga untuk kepentingan pemuas nafsu. Mereka itu disebut perempuan penghibur atau Jugun Ianfu.35 Mereka adalah wanita desa yang masih lugu, tidak berpendidikan dan berasal dari keluarga yang secara ekonomi sangat kurang. Namun, ada pula yang berasal dari keluarga terhormat yang terbujuk untuk
disekolahkan
atau
dipekerjakan
diluar
Indonesia.36
Tetapi
pada
kenyataannya mereka hanya dijadikan sebagai wanita penghibur. Ini dilakukan Jepang agar tentara Jepang bersemangat dalam bekerja meskipun jauh dari negaranya, dan mencegah terjadinya pemerkosaan oleh tentara Jepang terhadap masyarakat lokal, sehingga nama baik pemerintahan Jepang tetap terjaga. Pengerahan perempuan kebangsaan Indonesia maupun Belanda yang dipaksa menjadi Jugun Ianfu telah mengalami penderitaan lahir batin. Hal ini merupakan salah satu bukti kekejaman Jepang yang memaksa kaum perempuan memenuhi kepentingannya yaitu kepentingan nafsu seksnya.
34
Imran, Di bawah Pendudukan Jepang 1942-1945, h. 55. Poesponegoro dan Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia VI, h. 68. 36 Abdurrahman(edt), Dari Kurun Niaga Hingga Orde Baru, Bunga Rampai Sejarah Indonesia, (Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya (FIB) UI, 2007) h. 64. 35
30
3. Kebijakan Ekonomi Jepang berusaha untuk dapat menguasai Asia Tenggara yang disebut Wilayah Selatan (yang terbagi menjadi 2 wilayah: wilayah A yang terdiri atas Malaya, kalimantan Utara, Hindia Belanda dan Filipina dan wilayah B yang terdiri atas Vietnam, Laos dan Kamboja). Tujuannya yaitu untuk memperoleh sumber-sumber bahan mentah untuk industri perang Jepang, terutama minyak bumi dan juga untuk memotong garis perbekalan musuhnya yang bersumber pada wilayah tersebut. Rencana Jepang tersebut akan dilaksanakan dalam dua tahap. Tahap pertama merupakan tahap pengusaan dan tahap kedua merupakan rencana untuk jangka panjang, yaitu menyusun kembali struktur ekonomi wilayah tersebut di dalam rangka memenuhi kebutuhan bahan-bahan untuk perang. Jepang ingin menguasai Indonesia terutama pulau Jawa karena Jepang menganggap Indonesia mempunyai potensi ekonomi yang luar biasa. Hal ini disebabkan karena Indonesia memiliki tanah yang subur dan penduduknya banyak.37
Sebelum
Jepang
benar-benar
menguasai
Indonesia,
Belanda
menghancurkan objek-objek vital yang sebagian besar merupakan tempat produksi dan prasarana ekonomi, ini dilakukan Belanda agar Jepang tidak dapat memanfaatkannya. Akibatnya ialah, pada awal pendudukan Jepang hampir seluruh kehidupan ekonomi di Indonesia lumpuh. Kehidupan ekonomi kemudian sepenuhnya berubah dari keadaan normal menjadi ekonomi perang.38 Ekonomi perang merupakan penerapan berbagai pengaturan, pembatasan dan penguasaan produksi dengan tujuan untuk memenangkan perang.39
37
Aiko Kurasawa, Kuasa Jepang di Jawa. h. 3 Poesponegoro dan Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia VI, h. 75-76. 39 Imran, Di bawah Pendudukan Jepang 1942-1945, h. 51. 38
31
Setelah berhasil menguasai Indonesia, pemerintah Jepang di Tokyo membuat kebijakan ekonomi pada bulan November 1941 yang isinya; “Apabila pengurusan bantuan vital bagi pertahanan nasional dan swasembada militer dapat menimbulkan kerugian terhadap tingkat hidup penduduk pribumi, hal itu harus diterima saja.”40 Setelah berhasil menguasai Indonesia, Jepang mengambil alih semua kegiatan dan pengendalian ekonomi. Langkah pertama yang dilakukan Jepang adalah rehabilitasi prasarana ekonomi seperti jembatan, alat-alat transportasi, dan telekomunikasi yang bersifat fisik. Beberapa peraturan yang bersifat kontrol terhadap kegiatan ekonomi dikeluarkan. Pengawasan terhadap barang-barang yang disita dari musuh diperketat. Untuk mencegah meningkatnya harga barang dan timbulnya berbagai manipulasi secara setempat, dikeluarkan peraturan pengendalian harga dan hukuman yang berat bagi yang melanggar. Harta milik musuh dan harta yang dibiayai dengan modal musuh disita dan menjadi hak milik pemerintah Jepang.41 Di bidang moneter pemerintah Jepang berusaha sekeras-kerasnya untuk mempertahankan nilai gulden atau rupiah Hindia Belanda. Tujuannya ialah agar harga barang-barang dapat dipertahankan seperti sebelum perang dan untuk mengawasi lalu lintas permodalan dan arus kredit. Di bidang perpajakan diadakan pemungutan dari berbagai sumber, termasuk pajak pengahasilan.42 Hal ini dilakukan Jepang agar Jepang mudah untuk melakukan pengendalian ekonomi. Ketika perang menginjak tingkat krisis pada tahun 1944 dimana Sekutu sudah mendekati Jepang, tuntutan akan kebutuhan bahan baku semakin 40
Imran, Di bawah Pendudukan Jepang 1942-1945, h. 47 Poesponegoro dan Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia VI, h. 76 42 Ibid. h. 78. 41
32
meningkat. Rakyat dituntut untuk menyetor padi dan menaikkan produksi padi, mereka juga dibebani pekerjaan tambahan yang bersifat wajib, seperti menanam dan memelihara jarak (tumbuhan liar). Pekerjaan ini mengurangi waktu kerja petani apalagi banyak di antara mereka dipaksa menjadi Romusa.43 Kebijakan ini mengakibatkan kesengsaraan yang berlipat ganda bagi rakyat Indonesia. 4. Pengendalian Pendidikan, Komunikasi Sosial, dan Budaya Pada masa penjajahan Jepang jumlah sekolah dasar menurun dari 21.500 menjadi 13.500. jumlah sekolah dasar merosot 30 %, ini karena pada awal pemerintahan Jepang banyak sekolah yang ditutup, dan dibuka lagi namun tidak semuanya yang dibuka. Guru-guru sekolah dasar berkurang 35%, sedangkan guru-guru menengah yang aktif kira-kira tinggal 5%. Karena sebagian guru-guru ditarik untuk bekerja dikantor-kantor pemerintahan sebab Jepang kekurangan tenaga untuk menjalankan administrasi pemerintahan.44 Pada masa pendudukan Jepang pendidikan sekolah dasar menjadi 6 tahun. Jepang mengadakan penyeragaman untuk memudahkan pengawasan terhadap sekolah-sekolah tersebut, baik dalam isi maupun penyelenggaraan. Sistem pengajaran dan struktur kurikulum ditujukan kepada keperluan Perang Asia Timur Raya. Jenis sekolah dikelompokkan menjadi dua bagian utama yaitu sekolah umum dan sekolah guru.45 Sekolah guru dibuat untuk melatih guru-guru agar dapat mendidik siswanya sesuai dengan apa yang diharapkan Jepang. Disiplin militer yang merupakan ciri pemerintahan militer Jepang, diterapkan dalam bidang pendidikan. Seperti yang disampai dalam majalah soeara
43
Poesponegoro dan Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia VI, h. 83. Imran, Di bawah Pendudukan Jepang 1942-1945, h. 74. 45 Ibid. h. 75. 44
33
muslimin Indonesia yang mengomentari pidatonya Moh. Hatta tentang pendidikan untuk rakyat Jelata yaitu: “... Lihat sadja aliran jang ditempoeh oleh anak-anak kita disekolah-sekolah ataoe dalam doenia pemuda oemoemnja. Kita lihat boewahnya pendidikan mereka itoe jang sangat mengherankan. Peroebahan semangat anak-anak dan pemoeda-pemoeda kita selama tiga tahoen jang belakangan ini menendjoekan dengan tegas adanja kekoeatan jang loear-biasa dalam djiwanja bangsa kita. Djiwanj a bangsa Indonesia, jang selaloe dikira oleh pendjadjah Barat sebagai djiwa-boedak itoe, sebagai disoenglap beroebah menjadi djiwa perkasa djiwa jang tahoe bertjita-tjita loehoer, asal diberi kesempatan, asal diberi didikan jang sewadjarnya. Istimewa aliran kemiliteranlah jang ditanamkan soenggoeh-soenggoeh dalam dadaja anakanak dan pemoeda-pemoeda kita itoe....”46
Sekolah-sekolah atau perguruan-perguruan menjadi tempat indoktrinasi Jepang.47 Melalui pendidikan Jepang berusaha membentuk kader-kader untuk memelopori dan melaksanakan konsep “Kemakmuran Bersama Asia Timur Raya” dan hal itu akan tercapai apabila Jepang memenangkan perang dunia II.48 Meskipun Jepang memberikan kelonggaran terhadap Islam, tetapi Jepang tetap mengawasi dan mengontrol pendidikan Islam rakyat pedesaan. Karena Jepang takut akan bahaya yang ditimbulkan jika sewaktu-waktu terjadi pemberontakan karena adanya unsur Arab dan Pan Islam, oleh karena itu Jepang melarang penggunaaan bahasa Arab. Namun pada akhir tahun 1942, Jepang menghapus larangan tersebut, karena Jepang menyadari bahwa tidak mungkin melarang penggunaan bahasa Arab yang merupakan bahasa suci Al-Quran. Jepang mengizinkan penggunaan bahasa Arab dalam pengajaran agama, apabila kaum muslim mau menerima kurikulum standar di dalam mata pelajaran nonagama dan mengajarkan bahasa Jepang disamping bahasa Arab, dengan demikian 46
“Pendidikan di Masa Perang oleh Drs. Moh. Hatta”, Soeara Muslimin Indonesia, (30 Moeharram 1364 /15 Djanoeari 2605, No. 2 Th. 3). 47 Poesponegoro dan Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia VI, h. 91-92. 48 Imran, Di bawah Pendudukan Jepang 1942-1945, h. 76.
34
Jepang tidak menghilangkan unsur Pan Islam dalam pendidikan Islam di Indonesia.49 Jepang memanfaatkan jalur pendidikan untuk mengubah cara berfikir masyarakat Indonesia dari mentalitas Eropa kepada alam pikir Jepang. Karena Jepang berharap melalui pendidikan tercipta kader-kader yang dapat membantu Jepang, khususnya para pemuda. Sesuai dengan undang-undang No.12 tertanggal 22 April 1942 sekolah yang semula dibekukan dibuka kembali secara berangsurangsur. Tidak hanya pembukaan sekolah-sekolah bekas Belanda, sekolah-sekolah swasta pun diizinkan dibuka kembali misalnya sekolah agama Islam, sekolah Taman Siswa, dan sekolah Muhammadiyah. Namun kebebasan untuk membuka sekolah-sekolah baru diberikan kepada Jawa Hokokai, sedangkan swasta lainnya hanya diperkenankan untuk membuka sekolah kejuruan dan bahasa.50 Menurut Dr. Mohammad Hatta, yang mendapatkan pendidikan bukan hanya dari golongan terpelajar, tetapi rakyat Indonesia secara keseluruhan perlu mendapatkan pendidikan; “... Pendidkan bagi rakjat berarti menginsjafkan, menambah pengetahoean, kecakapan akan tjita-tjita. Akan tetapi hal itoe tidak dimengerti oleh seloeroeh rakyat. Maka perloelah seloeroeh rakjat kita bagi atas 5 golongan mendapat pendidikan; 1. Golongan pemimpin, 2. Golongan Pangreh Pradja, 3. Kaoem terpelajar, 4. Rakyat djelata, jang boleh kita bagi dalam 2 golongan rakjat tani dan pekerdja di kota-kota.....”51
Pemerintah Jepang juga mengadakan pelatihan-pelatihan atau indokrinasi bagi para guru seluruh Jawa. Karena dalam usaha mencapai sasaran pendidikan, guru memegang peranan yang menentukan, untuk itu gurulah yang harus didik
49
Benda. Bulan Sabit Dan Matahari Terbit. h. 159-160. Poesponegoro dan Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia VI, h. 95. 51 “Pendidikan Bagi Rakyat Oentoek Mentjapai Indonesia Merdeka oleh Drs. Moh. Hatta”, Soeara Muslimin Indonesia, No. 1 Th. III. (16 Moeharram 1364/ 1 Djanoeari 2605). 50
35
terlebih dahulu.52 Pada awal zaman Jepang, semua perguruan tinggi ditutup sejak tahun 1943 ada beberapa yang dibuka kembali, seperti Perguruan Tinggi Kedokteran di Jakarta dan Perguruan Tinggi Teknik di Bandung. Jepang lebih menekankan pada pendidikan dasar dan kurang menginvestasikan uang serta usaha pada pendidikan lanjutan. Mereka lebih menaruh perhatian atas pengembangan tingkat melek huruf pada masyarakat bawah dibandingkan dengan penciptaan orang elit (golongan yang lebih sedikit jumlahnya) yang memiliki kecakapan dan kecerdasan lebih. Kebijakan ini persis seperti yang diharapkan di Jepang pada awal periode Meiji. Dengan cara ini Jepang sangat berhasil di dalam meningkatkan mobilitas sosial ke atas dan menyediakan kemampuan dasar bagi masa, yang memungkinkan memperoleh keahlian industri.53 Pemerintahan Jepang saat menduduki Indonesia sangat mengendalikan media komunikasi massa, baik surat kabar, majalah, radio, film dll, untuk menyebarkan propaganda Jepang. Surat kabar dan majalah terbit tanpa izin istimewa, tetapi diawasi oleh badan-badan sensor. Pikiran-pikiran atau pendapat yang tidak sesuai dengan kehendak Jepang, dilarang. Surat Kabar yang terbit berada di bawah pengawasan badan yang diberi nama Jawa Shinbukai.
54
Jepang
melakukan pengawasan yang ketat terhadap semua alat pemberitaan baik radio, kantor berita Domei, maupun surat kabar. Selain surat kabar seperti Soeara Asia, Asia Raya dan lain-lain, diterbitkan juga majalah-majalah seperti Djawa Baroe, Oandji Poestaka, dan lain-lain.55
52
Imran, Di bawah Pendudukan Jepang 1942-1945. h. 75. Kurasawa, Kuasa Jepang di Jawa. h. 406. 54 Poesponegoro dan Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia VI, h. 99. 55 Ibid, h. 101. 53
36
Radio juga penting sebagai alat komunikasi massa, dan karena itu Jepangpun setelah menduduki Indonesia terus bertindak menguasai radio, baik swasta maupun semi pemerintah seperti perserikatan-perserikatan Radio Ketimuran (PPRK), Nederlands-Indische Radio Omroep Maatschappij (NIROM) dan sebagainya. Setelah menghentikan semua aktivitas siaran radio swasta dan semipemerintah tersebut, Jepang mendirikan suatu badan yang mengurus dan menyelenggarakan siaran radio, baik di pusat maupun daerah-daerah, Badan ini diberi nama Hoso Kanrikyoku. Walaupun pengawasan yang dilakukan Jepang sangan ketat, tetapi masih ada celah yang dapat ditembus oleh pejuang-pejuang Indonesia yang bekerja di kantor-kantor tersebut. Mereka mengetahui dari siaran-siaran luar negeri mengenai kedudukan kedua belah pihak yang terlibat dalam perang Pasifik. Sarana komunikasi, pers dan radio pada masa pendudukan Jepang memainkan peran penting dalam menyebarluaskan serta meningkatkan semangat nasionalis rakyat Indonesia, karena mereka dapat mendengar dan membaca pidato-pidato dan tulisan-tulisan para tokoh pergerakan nasional Indonesia.56 Seperti pidato yang disampaikan wakil ketua Masyumi, Wahid Hasyim, pada tahun terakhir kekuasaan Jepang di Indonesia; “Sejarah masa lampau kami (demikian namanya)telah menunjukkan bahwa lkami belum mencapai kesatuan. Demi kepentingan kesatuan ini, yang sangat kami perlukan secara pendesak dan dalam usaha untuk membangun negara Indonesia kita, didalam pikiran kami pertanyaan yang penting bukanlah, “Di manakah akhirnya tempat Islam(didalam negara itu)?.” Akan tetapi pertanyaan yang terpenting adalah, “dengan jalan manakah akan kami jamin tempat agama (kami) di dalam Indonesia Merdeka?” karena itu saya ulangi: Yang sangat kita butuhkan saat ini adalah persatuan bangsa yang tak terpecahkan.”57 56 57
Poesponegoro dan Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia VI. h. 102. Benda. Bulan Sabit Dan Matahari Terbit. h. 227
37
Lenyapnya bahasa Belanda dari dunia perguruan dan dari pergaulan seharihari memberikan kesempatan yang baik bagi pemakaian dan pengembangan bahasa Indonesia. Orang Belanda sendiri dilarang memakai bahasanya sendiri. Demikian kerasnya larangan pemakaian bahasa Belanda sehingga boleh dikatakan di semua toko, rumah makan, perusahaan, perkumpulan dan lain-lainnya papan nama atau papan iklan yang berbahasa Belanda diganti dengan yang berbahasa Indonesia atau berbahasa Jepang. Jepang berusaha mengganti bahasa Belanda dengan bahasa Jepang, oleh karena itu di semua sekolah yang dibuka kembali oleh Jepang diberi mata pelajaran bahasa Jepang. Dikota-kota besar, kecil maupun kantor-kantor diadakan kursus bahasa Jepang, yang juga mengadakan ujian. Bahkan terdapat pula sekolah-sekolah khusus untuk pengajaran bahasa Jepang. Pelajaran bahasa Jepang juga disiarkan melalui radio dan majalah.58 Selama bulan Ramadhan juga diadakan pengajaran bahasa Nippon untuk para pegawai negeri.59 Jepang berkeinginan kuat untuk mempromosikan sebuah bahasa bersama demi mendorong komunikasi sosial antar penguasa dan rakyat, serta antara rakyat dari berbagai daerah.60
58
Poesponegoro dan Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia VI. h. 103. “Sekolah Bahasa Nippon Tinggi” Asia Raya, (Djoem’at Paing, 3 Agoest 2665/25 Roewah 1364) 60 Kurasawa, Kuasa Jepang di Jawa. h. 412 59
BAB III KEBIJAKAN JEPANG TERHADAP PENDIDIKAN KAUM MUSLIMIN
Secara umum pemerintah Jepang menaruh perhatian cukup besar terhadap Islam di Indonesia karena penduduk Indonesia mayoritas beragama Islam. Oleh karena itu, untuk dapat mengambil perhatian rakyat Indonesia maka Jepang membuat kebijakan pendidikan yang berpihak kepada kaum muslimin serta memberikan peranan sosial dan politik yang penting kepada para pemimpin Islam. Sesuatu yang jelas berbeda dari kebijakan Belanda. Ketika tentara Jepang menduduki Indonesia pada 1942, harapan akan kerja sama dari kaum muslimin menjadi sebuah kebutuhan yang penting, untuk dapat memenangkan perang dunia II. Jepang berusaha untuk mendapatkan dukungan dari rakyat Indonesia dengan membuat kebijakan-kebijakan, salah satunya yaitu dalam bidang pendidikan. Kebijakan tersebut antara lain;
A. Pelatihan-Pelatihan Ulama dan Guru 1. Kerangka Dasar Islam adalah alat yang paling paling efektif untuk berkomunikasi dengan masyarakat. Oleh karena itu, kedudukan alim ulama sangat penting untuk mempengaruhi rakyat Indonesia melalui pendidikan. Seperti yang disampaikan alim ulama; “..... Kita haroes tahoe bahwa kalau lapangan baroe soedah terboeka, maka perloe kita sadar akan kedoedoekan kita, insaf akan kewadjiban jang kita pikoel dan jakin akan langkah jang kita tindakkan. Djoega dalam pemebntoekan Djaman Baroe ini, tidak koerang-koerang lapangan jang haroes dilaloei oleh alim oelama kita. Istimewa sekali daja-oepaja membesar-besarkan dan menghebat-hebatkan modalnja kaoem Moeslimin
38
39
oentoek melanjoetkan perjoeangan kita. Jang kita maksoedkan ialah Angkatan Moeda Oemat Islam. menyediakan dasar jang kokoh oentoek anak-anak Islam kita dibelakang hari. Berkenaan dengan hal ini, baiklah lebih doeloe kita perhatikan berita Domei baroe-baroe ini seperti berikoet: “Toean2 Ogina dan Mr. Soemitro dari Departemen Pengadjaran bagian Agama Islam Djakarta telah mengondjoengi Djokjakarta oentoek memeriksa keadaan sekolah2 Islam, pesantren, dan tempat pemondokanja di Kotagede, Wonokromo dan lain2. Menoeroet keterangan toean2 Ogino dan Mr. Soemitro keadaan sekolah 2dan pesantren2 Islam itu sangat memuaskan, melebihi dari jang disangkakan. Selandjoetnja oleh doea Pembesar Departemen Pengadjaran tsb. Diterangkan, bahwa pekerdjaan alim-oelama pada waktoe sekarang penting sekali.” Perhatiakan kalimat jang terachir dalam berita singkat itoe. Pekerdjaan alim oelama pada waktoe sekarang ini penting sekali. Nistjaja sekali jang dimaksoedkan dengan kepentingan itoe teroetama jang berhoebongan dengan masalah PENDIDIKAN. Pendidikan anak-oemat, pendidikan tjalon-oemmat, pendidikan bakal pemangkoenja bangsa dan Noesa...”1
Jepang memanfaatkannya ulama untuk menyebarkan budaya Jepang, yaitu dengan cara mendoktrin ulama melalui latihan-latihan.2 Jepang mulai memiliki gagasan tentang pelatihan ini sejak awal tahun 1943, ketika Shumubu masih dikepalai oleh Kolonel Horie. Persiapan dan pelaksanaan kursus dilakukan oleh seksi propaganda Shumubu. Kursus pertama diadakan pada bulan Juli 1943. “Atas oesahanja Gunseikanbu Sjumubu pada permoelaan boelan ke 7 tahoen 2603 diadakan Latihan-Oelama dari seloeroeh Djawa dan Madoera, jang lamanja satoe boelan dan diadakan dalam tiga rombongan jang mengambil tempo tiga boelan dan dapat melatih 3 x 60 =180 alim oelama oentoek bekerdja bersama dengan Bala tentara Dai Nippon dalam mentjiptakan kemakmoeran Asia Timoer Raja. Segala ongkos2 keperloean Latihan ini dipikoel oleh Pemerintah sendiri dan para Alim Oelama mendapat poela soembangan oentoek nafkah keloeargaja selama mengoenjoengi latihan itoe jang diadakan di Djakarta bertempat di Gedoeng MIAI. Oentoek penginapanja disediakan doea boeah roamah besar di Kramat No 45 dan 47 dengan ditjoekoepkan sekalian keperluan berhoeboengan dengan tempat sembahjang, beladjar, tempat tidoer, makan minoem menyoetji dll....”3
1
“Alim Olama; Menghadapi Pendidikan Ra’jat”, Soeara Madjelis Islam A’lla Indonesia, (30 Radjab 1364/1 Agoestoes 2603). 2 Musyrifah Sunanto, Sejarah Peradaban Islam Indonesia, (Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2012) h. 39. 3 “Pendapatan Selama Latihan Oelama oleh H. A Musaddad”, Soeara Madjelis Islam A’lla Indonesia, 1 Ramadhan 1362 (1 September 2603). h. 11
40
Seksi propaganda tersebut dikepalai oleh seorang Jepang, yaitu Naguchi, dan pejabat utama yang bertanggung jawab atas kursus alim ulama ini diantaranya Hoesein Iskandar, H. Aboebakar, dan Abdulloh Aidid. Namun pada Agustus 1944, kursus tersebut dipercayakan kepada seksi III (penelitian, kontrol, dan pengelolaan), yang dipimpim oleh seorang Jepang, Furusawa, seksi inilah yang menangani persoalan Masyumi dan Hizbulloh.4 Tujuan kursus ini ialah untuk mendoktrin alim ulama dalam semangat menghadapi perang pasifik dan Hakko Iciu (delapan benang dibawah satu atap) penguasaan wilayah dunia atas rekayasa Jepang. Kursus ini diselenggarakan sebanyak 17 kursus alim ulama. Setelah usaha pertama pada Juli 1943, jenis latihan yang serupa diulang kembali pada bulan berikutnya. Akan tetapi, pada bulan September dan Oktober kursus tersebut dihentikan karena bertepatan dengan bulan Ramadhan, dan baru diselenggarakan kembali untuk angkatan ketiga pada Desember 1944. Setelah sebulan istirahat, pusat latihan alim ulama yang permanen didirikan pada bulan Februari 1944 di Gedung Masyumi di Jakarta dan sejak itu kursus diberikan secara teratur dan rapi, yaitu diselenggarakan setiap bulan, kecuali pada bulan Ramadhan (AgustusSeptember 1944) karena alasan yang tidak diketahui, latihan tersebut dihentikan sejak Juni 1945. Setiap kursus yang mula-mula berlangsung selama empat minggu, tetapi sejak Februari 1944 dikurangi menjadi hanya tiga minggu.5 Di samping kursus-kursus berjangka pendek bagi ulama biasa, juga diselenggarakan kursus tiga bulan, sejak April 1944, bagi para guru madrasah,
4
Aiko Kurasawa, Kuasa Jepang di Jawa: Perubahan Sosial di Pedesaan 1942-1945, (Depok: Komunitas Bambu, 2015) h. 322. 5 Ibid. h. 323.
41
yang disebut Latihan Guru Agama bagian II. Guru-guru putri diseluruh Jawa dilatih dengan cara Jepang; “Disekolah latiahan goeroe-goeroe poeteri di Djakarta, moerid-moeridnja dilatih dengan djara Nippon, dipimpin oleh Nj. K. Mijahira dan Nona T. Abe jang mendjadi moerid-moerid disana ialah para goeroe putri jang terpilih dari seluruh daerah di pulau Djawa...”6
Setelah mereka dilatih dan dididik mereka dikembalikan kedesa masingmasing untuk mengajarkan ilmu yang telah didapat kepada murid-muridnya. “para goeroe poetri Sekolah Rakyat dari seluruh Djawa masoek Djakarta Kjoin Renseisjo. Dan 3 bulan lamanja mereka diberi oleh goeroe Nippon pengadjaran, misalnja bahasa Nippon jang benar, tata kerama, taiso dsb. Lihatlah disini, para goeroe poetri tadi, setelah kembali kedesa masingmasing siboek mengadjarkan moerid-moeridnja.....”7 Dalam usaha mencapai sasaran pendidikan, guru memegang peranan yang menentukan. Untuk itu gurulah yang harus dididik terlebih dahulu. 8 Dikabarkan bahwa rencana kursus ini dibuat atas permintaan yang diajukan pada konferensi kepala sekolah madrasah pada 20 Januari 1944. Latihan ini lebih diarahkan untuk mempersiapkan orang-orang yang akan bekerja sebagai propaganda politik, dengan fokus pada pelatihan mental, serta lebih menekankan pada aspek militer. Seleksi ulama yang diundang untuk mengikuti latihan dilakukan oleh kontor keresidenan. Setelah Masyumi terbentuk (November 1943), seleksi terutama berdasarkan rekomendasi yang dibuat oleh organisasi Islam ini. Shumubu mengeluarakan petunjuk mengenai latihan ulama untuk tahun 1943 dan menetapkan syarat peserta sebagai berikut:
6
“Sekolah Latihan Goeroe Poetri di Djakarta” Djawa Baroe, No Istimewa,(1/3/2603). “Pendidikan Nippon di Desa”, Djawa Baroe, No Istimewa,(6/10/2603). 8 Imran, Amrin, Di bawah Pendudukan Jepang 1942-1945, dalam Taufik Abdullah dan A.B. Lapian (ad), Indonesia Dalam Arus Sejarah: Perang Dan Revolusi Jilid 6, Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 2012. h. 75. 7
42
a. Mereka yang mempunyai nama baik di masyarakat. b. Mereka yang sehat dan giat dalam kegiatan sehari-hari. c. Mereka yang dapat berbicara dan menulis bahasa Melayu dan salah satu dari tiga bahasa daerah yaitu Jawa, Sunda, atau Madura. d. Mereka yang dalam keadaan apapun dapat mengikuti kursus selama sebulan.9 Agaknya syarat ketiga tidak mudah dipenuhi oleh banyak ulama pedesaan karena pada masa itu melek huruf bahasa Melayu agaknya tidak begitu tinggi di kalangan mereka. Tentang syarat keempat, sulit dipenuhi oleh sejumlah sejumlah kecil kiai yang sangat terkenal dan populer, seperti pimpinan pesantren besar. Akan tetapi, bagi sebagian besar alim ulama, hal ini tidak menjadi persoalan. Selain syarat-syarat di atas, mereka juga harus memiliki pengaruh yang luas, pengetahuan yang luas, memiliki posisi sosial yang baik, dan tidak memiliki karakter yang cacat,10 Sesampainya di Jakarta, mereka ditempatkan di sebuah asrama yang telah dipersiapkan oleh Shumubu.11 Segala biaya dalam keperluan latihan ini ditanggung oleh pemerintah Jepang, dan para alim ulama juga mendapatkan pula sumbangan untuk nafkah keluarga selama mengikuti latihan itu, serta mendapatkan fasilitas yang lengkap di tempat pelatihan. “....Segala ongkos2 keperloean Latihan ini dipikoel oleh Pemerintah sendiri dan para Alim Oelama mendapat poela soembangan oentoek nafkah keloeargaja selama mengoenjoengi latihan itoe jang diadakan di Djakarta bertempat di Gedoeng MIAI. Oentoek penginapanja disediakan doea boeah roamah besar di Kramat No 45 dan 47 dengan ditjoekoepkan sekalian
9
Kurasawa, Kuasa Jepang di Jawa. h. 323. C. A. 0. Van Nieuwenhuijze, Aspects Of Islam In Post-Colonial Indonesia,(The Hague and Bandung: W. Van Hoeve LTD, 1958). h. 129. 11 Kurasawa, Kuasa Jepang di Jawa. h. 324 10
43
keperluan berhoeboengan dengan tempat sembahjang, beladjar, tempat tidoer, makan minoem menyoetji dll....”12
Alim ulama mau mengikuti latihan ulama ini karena sistem dalam pelatihan ini sama seperti yang telah dijalankan oleh nabi Muhammad SAW. Jika Nabi Muhammad hendak menyampaikan ajaran-ajaran Islam kepada sahabatsahabatnya yang banyak, maka Beliau memilih dahulu sahabat-sahabat yang pandai dan cerdas untuk menerima pengajaran darinya. Kemudian mereka dikirim ketiap-tiap penjuru untuk menyampaikan ajaran-ajaran itu. Dengan demikian dapat meringankan beban dan menghemat waktu dan tenaga. “....Dan latihan ini tidak asing bagi para Alim Oelama karena di dalam adjaran Islam dan jang telah dijalankan oleh Nabi Muhammad SAW. Memang ada jang sepadan dengan latihan, jaitoe djika Nabi Moehammad SAW hendak menjampaikan adjaran-adjaran Islam kepada sahabat-sahabat jang ratoesan riboe banjaknja, maka Beliau memilih dahoeloe sahabatsahabat jang pandai dan tjerdas oentoek menerima pengajaran, kemudian mereka itoe mendapat didikan yang istimewa, dan jika sudah dilatih dan digembleng, mereka kemudian dikirim ketiap-tiap pendjoeroe oentoek menjampaikan ajaran-ajaran itu....”13
Para alim ulama sudah banyak tahu tentang pengetahuan agama, oleh karena itu pelajaran-pelajaran yang diterima oleh mereka itu yaitu tentang suasana peperangan Asia Timur Raya, tujuan bala tentara Dai Nippon, sejarah negeri dan sejarah masuknya Islam ke Indonesia dan lain-lain. Kemudian para alim ulama mengunjungi sekolah-sekolah, perpustakaan Islam dan lain-lain. Hal itu dilakukan agar alim ulama tidak ketinggalan zaman, dan menganjurkan kepada muridmuridnya agar giat bekerja sama untuk mencapai kemuliaan agama, nusa dan
12
“Pendapatan Selama Latihan Oelama oleh H. A Musaddad”, Soeara Madjelis Islam A’lla Indonesia, 1 Ramadhan 1362 (1 September 2603). h. 11 13 Ibid. h. 11
44
bangsa. Dan berusaha sungguh-sungguh dibelakang garis peperangan membantu bala tentara Jepang mencapai kemerdekaan. “..... Oleh karena Alim Oelama itoe soedah tjoekoep fasal pengetahuan agamanja, maka kebanjakan peladjaran2 jang diberikan kepada mereka itoe, jaitoe tentang soeasana peperangan Asia Timoer Raja dan toedjoen Balatentara Dai Nippon, disertai sedjarah Negeri dansedjarah kemasoekan Agama Islam di Indonesia, kesehatan dan perindoestrian dan beberapa pengalaman. Selain itoe diberi kesempatan bagi alim oelama oentoek menonton gambar hidoep jang mengandoeng peladjaran dan meloekiskan kemadjoean didaerah-daerah Asia Timoer Raja dalam lapangan kemakmoeran dan perindoestrian. Kemoedian para alim oelama berkeliling melihat sekolah2 didikan pemoeda dan pertanian dan mengoendjoengi gedoeng Perpoestakaan Islam, simpanan barang-barang koeno dan kantor tjetak, semoeanja itoe oentoek meloeaskanpemandangan agar soepaja Alim Oelama tidak ketinggalan dalam dalam menempoeh zaman kemadjoean sekarang ini, bahkan sebaliknja mengandjoerkan kepada moerid2nja soepaja giat bekerdja bersama, oentoek mentjapai kemoeliaan Agama, Noesa dan Bangsa dan beroesaha soenggoeh2dibelakang garis peperangan membantoe Balatentara Dai Nippon mentjapai kemenangan jang terakhir....”14
2. Peserta Kursus Jumlah seluruh alim ulama yang menjalani latihan ini diperkirakan lebih dari 1000 orang, jumlah keseluruhannya dapat diperkirakan sebanyak 1.024. Menurut fakta statistik pada tahun 1943, yang dipersiapkan oleh Gunseikanbu, jumlah seluruh kiai di Jawa ialah 18.466, dan yang ikut dalam pelatihan berjumlah 1.024 orang. Jadi mereka yang ikut dalam pelatihan mencapai 5,5 % dari jumlah seluruh kiai.15 Tidak semua kiai yang ikut dalam pelatihan ulama. terutama kiai yang sudah tua, karena mereka sulit meninggalkan pesantrennya selama pelatihan. Usia peserta bervariasi dari 21 sampai 64 tahun. Jika seorang kiai seorang kiai tua ditugaskan mengikuti latihan, ia mengirim salah seorang pembantunya sebagai wakil. Seleksi peserta muda mungkin juga merupakan kebijakan Jepang 1414
“Pendapatan Selama Latihan Oelama oleh H. A Musaddad”, Soeara Madjelis Islam A’lla Indonesia, 1 Ramadhan 1362 (1 September 2603). h. 11 15 Kurasawa, Kuasa Jepang di Jawa, h. 324-325
45
yang disengaja pemerintah mungkin berfikir bahwa meskipun kiai tua dan berpengalaman lebih berpengaruh dikalangan rakyat, kiai muda bisa lebih aktif dan bersemangat dalam perlaksanaan kegiatan propaganda.16 Jadi pemerintah Jepang lebih mengutamakan kiai yang masih muda untuk mengikuti pelatihan, karena Jepang beranggapan bahwa lebih mudah untuk membentuk idiologi dan nilai dikalangan pemuda dibandingkan dikalangan orang tua. Peserta latihan terdiri atas; pertama mereka yang memiliki kedudukan publik di samping mengajar agama Islam, seperti pegawai dan guru sekolah, dikategorikan menurut pekerjaan tersebut, dengan anggapan sebagai pekerjaan utamanya. Kedua mereka yang bekerja dalam usaha sendiri seperti pertanian dan perdagangan, dikategorikan sebagai “guru agama” dengan anggapan “guru agama” merupakan pekerjaan utama.17 Seluruh
peserta
terdiri
atas;
anggota
NU(Nahdlatul
Ulama),
Muhammadiyah, Perserikatan Ulama Indonesia, Perhimpunan Penghulu dan Pegawainya, Partai Serikat Islam Indonesia, Al-Ittihadiyyatu Islamiyah, Partai Islam Indonesia, dan lain-lain.18 Latar blakang pendidikan peserta latihan hampir seluruhnya memiliki latar belakang pendidikan sekuler selama beberapa tahun di Sekolah Rakyat daerah, di samping latar blakang pendidikan agama. Hal ini berarti bahwa mereka yang dilatih termasuk ke dalam keluarga dengan pemikiran yang agak maju di masyarakat desa, yaitu pada waktu jumlah murid pada umumnya masih sedikit. Beberapa orang juga memiliki pendidikan menengah, yang sebagian besar ditempuh di sekolah Muhammadiyah. Tentang pendidikan agama, tentu saja 16
Kurasawa, Kuasa Jepang di Jawa. h. 341-142. Ibid. h. 337 18 Ibid. h. 342 17
46
semuanya sangat memenuhi syarat. Setelah belajar selama beberapa tahun di sebuah pesantren di daerah mereka, sebagian besar di antaranya pergi dari desa asalnya lalu mencari guru-guru agama yang terkenal.19 3. Bentuk dan Materi Kursus Kursus-kursus bagi ulama dan kiai dimulai pada bulan Juli 1943. Pada kursus-kursus latihan ulama biasanya dilakukan acara pembukaan (Saikerei).20 Namun hal tersebut ditentang oleh para pemimpin Islam, karena bertentangan dengan Islam. Saikerei adalah pemberian hormat setiap pagi kepada Tenno Haika (Kaisar Jepang) dengan cara menundukkan kepala kearah Tokyo. Sekalipun ditentang banyak kaum muslim, upacara ini tetap dipaksakan untuk diikuti oleh sesi-sesi pelatihan para kiai dan ulama yang dibina oleh Jepang. Penentangan terhadap seikerei yang pertama dilakukan oleh Dr. Abdul Karim Amrullah yang merupakan reformis Minangkabau, dalam suatu pertemuan pada tahun 1943 yang dihadiri 59 kiai dari seluruh Jawa dan Bandung, Amrullah tetap duduk ketika semua orang bangun berdiri untuk melakukan Seikerei.21 Karena ia merasa hal tersebut bertentangan dengan Islam. Kemudian saat diadakan diskusi di Jakarta pada pertengahan tahun1943, yang dibuka oleh profesor Ozaki, ia menyalahkan kaum muslimin karena tidak mau membantu Jepang, “untuk memperoleh kemenangan akhir, apakah tidak mungkin orangorang Islam membantu tentara Dai Nippon, meski ada beberapa pokok yang tidak menyentuh hakekat agama Islam- yang karena kondisi-kondisi yang berlaku tidak bisa diberikan (oleh pemerintah militer?)
19
Kurasawa, Kuasa Jepang di Jawa. h. 344-345. Harry J Benda, Bulan Sabit Dan Matahari Terbit: Islam Indonesia Pada Masa Pendudukan Jepang(trjmh), (Jakarta: Pt. Dunia Pustaka Jaya, 1980) h. 156. 21 Ibid. h. 155 20
47
Pertanyaan tersebut kemudian dijawab oleh Kiai Mas Mansur (orang yang juga meminta dukungan kaum muslimin dalam membantu Jepang yang dihadiri Gonseikan 8 bulan yang lalu), ia mau memberikan dukungannya tetapi dengan syarat. Dikatakannya bahwa; “orang-orang Islam Indonesia, terutama mereka yang telah mempunyai pengertian yang jelas terhadap semua persoalan , berpendapat bahwa kita bisa bekerja sama (dengan tentara Dai Nippon), akan tetapi dengan syarat kalau sekiranya agama dihina, maka harus disadari bahwa orang-orang Islam yakin untuk membela agamanya, apapun yang terjadi. Dan hal ini dipahami oleh mereka semua”22
Penentangan terhadap seikerei juga dilakukan oleh Abdul Kahar Muzakkir, seorang pemimpin pemuda Muhammadiyah yang disegani, ia melawan Japanisasi dengan memperingati Ozaki bahwa; “... cukup banyak orang Nippon yang telah mempelajari prinsip-prinsip Islam, karena itu mereka harus tahu Islam itu bukan saja agama akan tetapi seluruh way of life meresapi seluruh masyarakat... perjuanagn melawan imperialis Barat sudah lama kami kenal, sehingga kami menerima tujuan Nippon untuk melawannya..(tetapi) prinsip yang harus dianut secara ketat untuk mencapai kerjasama (yang diingini) haruslah.. “kami dengan agama kami, kamu dengan agama kamu” perbedaan di antara semua kepercayaan kita tidak perlu menghalangi kerjasama kita untuk mengusir Sekutu dari Asia, yang alaha rumah bagi semua agama”23 Baru menjelang kekalahan Jepang, Tokyo mengubah kebijakan ini untuk menarik
dukungan
kaum
muslimin
Indonesia.24
Dan
akhirnya
Jepang
membebaskan kaum muslimin untuk melakukan Saikerei selama pertemuanpertemuan agama.25 Karena Jepang membutuhkan kaum muslimin untuk membantu mereka dalam perang Pasifik. Masing-masing kursus latihan meliputi:
22
Benda, Bulan Sabit Dan Matahari Terbit. h. 156-157 Ibid. h. 157 24 Nino Oktorino, Konflik Bersejarah: Ensiklopedi Pendudukan Jepang Di Indonesia, (Jakarta: PT. Gramedia, 2013) h. 102. 25 Benda, Bulan Sabit Dan Matahari Terbit h. 157. 23
48
a. Kuliah Kuliah-kuliah diprioritaskan diberikan dalam Bahasa Indonesia oleh pengajar Indonesia. Akan tetapi dalam beberapa kasus, pengajar Jepang berbicara dalam bahasa Jepang tanpa penerjemah. Karena hampir tak seorang alim ulama yang mengerti bahasa Jepang, muncul keluhan dari para peserta. Tema perkuliahannya yaitu; pertama, sejumlah kuliah menjelasan situasi sejarah dan politik Jepang dalam politik internasional dan pembenaran perang melawan pasukan sekutu. Dalam konteks serupa inilah juga dilakukan kuliah-kuliah untuk mengkritik “kejahatan” negeri-negeri Barat. Kedua, kelompok kuliah yang dimaksud untuk menggalang kerja sama positif dari alim ulama dengan pihak Jepang, melalui penyamaan kepentingan Jepang dengan rakyat Indonesia. Ketiga, kuliah konkret dan praktis diberikan untuk menunjukkan peserta “bagaimana cara bekerja sama dengan Jepang”. Kerja sama bukan hanya bukan hanya bersifat spiritual dan moral, tetapi juga berbentuk sumbangan yang lebih praktis dalam lapangan sosial dan ekonomi. Oleh karena itu, dalam konteks pelatihan teknis inilah dilakukan banyak latihan seperti pertanian, dalam latihan alim ulama.26 Mata pelajaran yang diberikan kepada mereka antara lain adalah: tujuantujuan besar perang Asia Timur Raya, sejarah Jepang dan Indonesia, Bahasa Jepang, pelajaran Islam (termasuk sikap Jepang terhadap Islam), Budaya Jepang, ekonomi (termasuk propaganda untuk meningkatkan produksi pertanian dan
26
Kurasawa, Kuasa Jepang di Jawa h. 328.
49
industrialisasi), pertahanan nasional, Olahraga,27 dan pendidikan tentang dasardasar pertahanan.28 Walaupun sebagian isi kursus itu bermuatan propaganda Jepang, para kiai juga mendapatkan tambahan pengetahuan umum lewat ceramah-ceramah agama dan politik, pendalaman ilmu dibidang agama, Al-Qur’an dan tafsir, dan penyusunan silabus mata pelajaran yang lebih baru untuk pesantren di Jawa.29 b. Tamasya Tamasya dimasukkan ke dalam program latihan, untuk menunjukkan gemerlapnya ibu kota kepada kiai pedesaan, agar para kiai tidak begitu mengagungi kebudayaan Islam. Para ulama lakukan kunjungan ke tempat-tempat, seperti museum Nasional (untuk menunjuk sisa-sisa sejarah kerajaan Jawa kuno dan menekankan keagungannya), sekolah tinggi kedokteran, perpustakaan Islam, Perusahaan Percetakan Nasional, SMP putri Jakarta, (tempat-tempat ini semuanya di Jakarta) Kebun Raya dan sekolah latihan perwira Peta di Bogor. c. Olahraga (Taiso Jepang), musik, dan menonton film Film juga dimanfaatkan dengan baik karena merupakan salah satu media propaganda penting. Film tersebut berisi tentang persahabatan antara bangsa Jepang dan Bangsa Asia serta peran pengajaran Jepang, film yang mendorong pemujaan patriotisme dan pengabdian terhadap bangsa, film yang melukiskan operasi militer dan menekankan kekuatan militer Jepang, film yang menekankan kejahatan bangsa Barat, film yang menekankan moral berdasakan nilai-nilai
27
Nieuwenhuijze, Aspects Of Islam In Post-Colonial Indonesia h. 130. Marwati Djoened Poesponegoro, dan Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia VI :Zaman Jepang dan Republik Indonsia (1942-1998) edisi pemutakhiran, (Jakarta: PT. Balai Pustaka, 2011) h. 96. 29 Amrin, Di bawah Pendudukan Jepang 1942-1945, h. 68. 28
50
Jepang, seperti pengorbanan diri, kasih sayang ibu, pengorbanan terhadap orang tua dan lain-lain.30 Menurut Benda, Shumubu mengundang beberapa alim ulama di Jakarta untuk menonton film pada maret 1943, sebelum program latihan dimulai. Akan tetapi, undangan ini tidak dihargai karena prasangka mereka terhadap film. Karena ajaran Islam secara keras melarang pemujaan idola maka muslim Jawa mempunyai sikap yang negatif terhadap segala macam gambaran visual. Oleh karena itu, upaya semacam ini tidak diulang sampai dimulainya latihan. Dengan pengalaman ini, penguasa Jepang berfikir tentang semakin pentingnya membiasakan alim ulama untuk menonton film dan menyingkirkan ketakutan mereka karena film merupakan media propaganda yang sangat bernilai bagi sektor pedesaan. Oleh karena itu, bagi para peserta latihan, “menonton film” bukanlah hiburan, melainkan bagian yang bernilai dari latihan mereka sebagai propagandis.31
B. Pendidikan Formal Kaum Santri Kebijakan merupakan bukti kemenangan bagi kaum muslimin, karena pada zaman Belanda suara dan usulan mereka tidak didengar, dan saat Jepang datang suara-suara dan usulan mereka mulai diperhatikan. “.... Doeloe, pendidikan Islam, teristimewa dikampoeng2 tak lain jang diadjarkan oleh para goeroe2 agama itoe, melainkan pendidikan jang hanja mengenai kepentingan diri sendiri2 sadja , karena mereka goeroe2 itoe tidak diberikan idzin oleh pemerintah oentoek mengadjarkan ilmu agama jang lebih loeas lagi atau ilmoe masyarakat dalam lingkoengan oemat Islam. Sebabnja terdjadi jang demikian, ialah sebeloemnja para goroe itoe diberikan idzin oentoek mengajar, terlebih dahoeloe mereka haroes diperiksa oleh kantoer oeroesan Agama Islam dibawah pimpinan seorang 30
Kurasawa, Kuasa Jepang di Jawa, h. 259 Ibid. h. 327-328.
31
51
Belanda jang tidak beragama Islam, mendjadi peladjaran2 jang diberikan idzin oentoek diadjarkan kepada moerid2 si goeroe tadi, ialah peladjaran jang soedah dibatasi oleh kantor terseboet sehingga peladjaran jang diberikan kepada moerid2nja itoe sangat sempit sekali...”32 Pendidikan agama Islam pada zaman Belanda hanya ada dikampungkampung dipinggiran kota. Namun saat pemerintahan Jepang, pelajaran agama Islam tidak hanya disekolah-sekolah Islam tetapi juga disekolah-sekolah umum. Dan pendidikan yang disampaikan para ulama tidak hanya sebatas hubungan hambanya dengan Allah, tetapi juga ilmu dalam bermasyarakat. Pihak Jepang menyusun berbagai program, antara lain melakukan kunjungan-kunjungan ke masjid-masjid dan pesantren-pesantren di Jawa setelah ditutup beberapa bulan akibat situasi perang.33 Selama pendudukan Jepang, sekolah-sekolah agama menerima bantuan-bantuan materi dan keuangan yang lebih banyak dari pada pemerintahan Belanda.34 Sekolah-sekolah Islam dan taman siswa diberikan kemudahan oleh pemerintah Jepang sedangkan sekolah-sekolah swasta Kristen mendapatkan kesulitan memperoleh izin dari pemerintah Jepang.35 Kebijakan yang dijalankan Jepang di bidang pendidikan didasarkan pada tiga prinsip utama, yaitu; Pertama, menata kembali pendidikan berdasarkan keseragamana dan persamaan untuk semua kelompok etnis dan kelas sosial. Kedua, Menghapus secara sistematik pengaruh Belanda dari sekolah-sekolah dan menjadikan unsur Indonesia sebagai landasan utama. Ketiga, menjadikan semua
32
“Islam Dizaman Belanda Oleh; A. Salam Yahja”, Soeara Madjelis Islam A’lla Indonesia, 14 Sja’ban 1364 (15 Agoestoes 2603). h. 10 33 Amrin, Dibawah Pendudukan Jepang 1942-1945, h. 68. 34 Benda, Bulan Sabit Dan Matahari Terbit. h. 161 35 Kurasawa, Kuasa Jepang di Jawa, h. 402.
52
lembaga pendidikan sebagai alat untuk memasukkan doktrin “Kemakmuran Asia Timur Raya” di bawah pimpinan Jepang.36 Jepang menyadari pentingnya pendidikan. Melalui pendidikan mentalitas dan cara berfikir masyarakat Indonesia dapat diubah dari mentalitas Eropa kepada alam pikiran Jepang. Melalui pendidikan, terciptalah kader-kader khusus para pemuda sebagaimana yang diharapkan Jepang,37 yaitu pemuda-pemuda yang dapat membantu Jepang dalam perang Pasifik. Umat Islam memiliki keinginan agar sekolah-sekolah umum diberikan pelajaran agama Islam, karena pada masa penjajahan Belanda, hal tersebut tidak diperbolehkan, sehingga umat Islam yang merupakan mayoritas dari penduduk Indonesia tidak mau menyekolahkan anaknya di sekolah umum. Namun sejak pemerintahan Jepang hal tersebut tidak terjadi lagi karena disekolah-sekolah umum diberikan pelajaran agama Islam. Pemimpin-pemimpin dan pemukapemuka agama diberikan kebebasan untuk mengajarkan agana Islam kepada rakyat. Dalam rapat panitia di Serang, Banten, diperoleh hasil bahwa di semua sekolah rakyat dalam Banten Shuu diperbolehkan untuk mengadakan pelajaran agama Islam dan memperbolehkan pengajaran agama Islam diluar jam pelajaran sekolah. “... Demikianlah dengan berangsoer-angsoer penghormatan dan ataoe penghargaan Pemerintah Dai Nippon kepada Islam semakin bertambah njata; bahkan diberikan keloeasan bagi pemimpin-pemimpin dan pemoeka Islam kepada rakjat. Setingkat lagi lebih njata penghormatan pemerintah sekarang kepada Agama Islam, jakni kita dapati dari peristiwa jang baoroebaroe ini berlangsoeng dalam rapat Panitia Masjoemi di Serang, Banten Shuu. Kebetoelan sekali dalam roeangan lain ada dimoeat toelisan maoepoen koetipan dan komentar tentang pelajaran agama di sekolah Rakyat oleh saoedara Asa Bafagih; dalam rapat terseboet Naiseibuchoo menerangkan bahwa Banten Shuu adalah soeatu daerah jang mempoenyai 36
Amrin, Dibawah Pendudukan Jepang 1942-1945. h. 74. Poesponegoro, dan Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia VI. h. 95.
37
53
pendoedoek Oemat Islam dan banjak Kiai dan Oelamanja. Mengingat kedoedoekan jang amat penting itoe, maka moelai tahoen pengajaran ini semoea sekolah Rakyat dalam Banten Shuu diadakan peladjaran Agama Islam. tambahan lagi terdapat poela perintah dari Banten Shuu-ehookan jang berboenji, atas perintah Banten Suuchookan pada semoea sekolah rakyat di Banten Shuu moelai tahunjaran 2605-1606 diadakan peladjaran Agama Islam diloar djam pengadjaran jang telah ditentoekan”.38
Pendidikan sekolah, terutama sekolah dasar, merupakan salah satu aspek yang banyak dimanfaatkan oleh pemerintah Jepang sebagai sarana untuk mengdoktrinasi massa. Ketika pendudukan dimulai sebagian besar sekolah yang ada ditutup. Sekolah swasta selain dari pada Syutoo Kokumin Gakkoo (Sekolah Pertama) Kokumin Gakkoo (sekolah rakyat) atau Tyuutoo Zitugyoo Gakkooo (sekolah perusahaan menengah) tidak boleh didirikan kecuali telah mendapatkan izin dan memenuhi syarat-syarat yang berlaku seperti yang telah ditetapkan Jepang dalam Osamu Seirei No. 22 pada tanggal 1 Juli 1943; “...Barang siapa hendak mendapatkan izin oentoek mendirikan sekolah partikoelir haroes menjapaikan soerat permohonan jang berisi hal-hal terseoboet dibawah ini, beserta dengan gambaran-gambaran oekoeran pekarangan sekolah, gedoeng sekolah dan djika ada roemah pemondokan, roemah pemondokannja itoe kepada pedjabatan jang bersangkoetan oentoek disahkan; 1. Toejoeanja, 2. Namanja (haroes dipakai perkataan “partikoelir”, 3. Tempat kedoedoekan, 5. Tanggal mendirikan sekolah, 6. Pengoesaha dan pengoeroes sekolah, 6. Kepala sekolah atau wakilnja dan goroe-goroe sekolah, 7. Djoemlah moerid jang dapat diterima, 8. Peratoeran sekolah, 9. Biaja sekolah dan tjara menyjelenggarakan sekolah Dalam peratoeran sekolah haroes ditetapkan hal-hal jang dibawah ini: 1. Lamanya peladjaran sekolah, tahoen pengadjarana, banyaknya kelas, pembagian tempoh tahoen-pengadjarana hari dan moesim liboeran, 2. Tjara pengatoeran peladdjaran dan bagian pembagian waktoe pengadjaran, 3. Oedjian, 4. Penerimaan moerid oentoek tahoen pengajaran baroe dan berhentinja moerid dari sekolah, 5. Oeang sekolah dan oeang masoek sekolah, 6. Pedjian dan hoekoeman, 7. Pemondokan, 8. Pekerjaan goroe.”39
38
“Sekolah dan Agama Islam oleh Drs. Moh. Hatta”, Soeara Muslimin Indonesia, (30 Moeharram 1364/15 Djanoeari 2605, No. 2 Th. 3). h. 7. 39 “Osamu Seirei No. 22 Tentang Sekolah Partikoelir” Kan Po (Berita Pemerintah) No. 22 (Tahun II Bulan 7, 2603).
54
Banyak sekolah Islam yang diizinkan untuk dibuka kembali. Namun harus menerima silabus yang telah disatukan sejak sejak pertengahan tahun1942. Secara keseluruhan sekolah-sekolah Islam Indonesia berjalan lebih baik dari pada sekolah-sekolah Taman Siswa. Guru-guru Islam diorganisisr didalam suatu badan pusat, Penggaboengan Goroe Islam Indonesia, dan semakin banyak sekolahsekolah Islam.40 Tetapi sekolah-sekolah tersebut dibuka setelah memenuhi pesyaratan-pesyaratan yang diberikan oleh Jepang. Bekas pendidikan Barat seperti Europeese Lagere School (ELS, sekolah dasar Eropa) Hollandse Inlandse School (HIS, sekolah Pribumi Belanda) dan Schakel Shool (Sekolah Penghulu) tidak diizinkan dibuka selama pendudukan Jepang. Dengan demikian Jepang menghapuskan dualisme pendidikan sekolah Barat dan Pribumi. Sekolah dasar pribumi juga terorganisasikan di bawah sistem baru dan dibagi menjadi dua tipe. Pertama disebut sekolah pertama atau shoto kokumin gakko selama tiga tahun dan setara dengan volks school pada zaman Balanda. Kedua disebut sekolah rakyat atau kokumin gakko yang juga merupakan pendidikan lanjutan selama tiga tahun (kelas 4 sampai 6).41 Apabila dibandingkan dengan sekolah zaman kolonial Belanda, jumlah seluruh sekolah dasar meningkat 14% sementara jumlah murid meningkat 78%. Hal yang paling mengejutkan ialah meningkatnya jumlah “sekolah rakyat”. Pada zaman Belanda hanya anak-anak pejabat desa dan keluarga kaya yang mampu bersekolah, tetapi pada zaman Jepang setiap orang bisa bersekolah karena tidak dipungut biaya. Tidak selamanya sekolah-sekolah gratis atau cuma-cuma, tetapi
40
Benda, Bulan Sabit Dan Matahari Terbit. h. 165-164 Kurasawa, Kuasa Jepang di Jawa, h. 400.
41
55
tergantung pada sekolahnya. Namun dalam hal ini, biayanya lebih murah dibandingkan dengan zaman Belanda.42 Pelajaran yang diajarkan disekolah dasar ditetapkan oleh pemerintah militer sebagai berikut; latihan kemiliteran (kyoren), Pelajaran moral (shushin), Pekerjaan praktis (sagyo), Bahasa Jepang, Bahasa Daerah (Jawa, Sunda, atau Madura), Sejarah, Geografi, Matematika, Ilmu alam, Olahraga, Musik, Seni menulis (shuji), Kerajinan Tangan, Melukis, Perawatan Rumah, dan Bahasa Indonesia.43 Untuk olah raga, anak-anak di Jawa dilatih untuk menggerakkan badan melalui permainan seperti Sumo. “semendjak semasa ketjilnja kanak-kanan di Nippon telah dibiasakan melatih dan mengoeatkan badanja dengan melakoekan berbagai gerak badan lebih-lebih permainan Soemo, oleh karena itoe melakoekan olah raga itoe berarti memelihara tenaga. Tidak mengherankan, djika atjap kali diadakan pertandingan Soemo serta djoega dilakoekan Soemo Taisho....”44
Jepang ikut campur dalam bidang pendidikan agama, karena Jepang menyadari pendidikan bukan saja menjadi kunci menuju Japanisasi yang berhasil, akan tetapi pendidikan Islam juga memerlukan suatu perhatian khusus di mata orang Jepang. Masalah kontrol dan pengawasan terhadap pendidikan Islam mempunyai dua aspek, yang satu bersifat administratif yang lainnya bersifat pendidikan. Sejalan dengan pendidikan umum, ada berbagai sekolah kejuruan yang dibuka kembali setelah 1943, untuk menampung lulusan sekolah dasar.45 Dibuka Sekolah Pertanian menengah dan Sekolah Teknik menengah di Indramayu dan Cirebon. Di sekolah tersebut selain diajarkan tentang pertanian dan teknik, juga 42
Kurasawa, Kuasa Jepang di Jawa. h. 405. Ibid. h. 408. 44 “Kanak-Kanak di Djawa” Djawa Baroe No. Istimewa (1/3/2603). 45 Benda, Bulan Sabit Dan Matahari Terbit. h. 160-161. 43
56
diajarkan tentang kesadaran berbangsa dan bernegara. Jepang berusaha agar pemuda Indonesia bersemangat dalam berperang melawan Belanda karena Belanda sejak dulu tidak ada keinginan untuk memberikan kemerdekaan kepada Indonesia, berbeda dengan Jepang.46 Pada tahun 1944 dibuka Sekolah Tinggi Islam Jakarta pada tanggal 8 Juli 2605. Badan penyelenggara Sekolah Tinggi Islam mengoemoemkan; Sekolah Tinggia Islam akan diboeka sejara resmi pada hari Mi’radj Nabi Moehammad SAW jang akan datang, jaitu tanggal 8 Djoeli 2605. Jang akan diterima mendjadi peladjar, ialah: a. Moerid2 tammat Sekolah Menengah Tinggi (SMT), atau jang sekolahnja sederadjat dengan SMT moerid itu haroes tahoe bahasa Arab sekedarnja. b. moerid2 tammat Madrasah Islam menengah djika pengetahuannja dianggap sama dengan moerid2 STM. Oentoek moerid-moerid jang tidak memenoehi sjarat-sjarat sub a dan sub b diadakan pendidikan pendaholoean selama satoe tahoen 47 Pembukaan sekolah di hadiri oleh Gunseikan dan dihadiri oleh pembesarpembesar Jepang dan Indonesia. yang dimulai pada pukul 10.00. Setelah dilaksanakan upacara penghormatan dan pembacaan Al-Qur’an, pemimpin Gunseikan memberikan amanat sebagai berikut: “Saya merasa amat gembira sekali pada hari Mi’raj jang dibesarkan oleh Oemat Islam ini, dapat menghadirioepadjara pemboekaan SEKOLAH TINGGI ISLAM jang menjadi idaman-idaman Oemat Islam. sekolah Tinggi Islam ini tentoe akan mengadjarkan ilmoe-ilmoe Agama jang tertinggi di Indonesia. oleh sebab itoe adalah kewadjibanja mendidik orang-orang jang tjakap benar oentoek memenoehi panggilan djaman. Dan bekerdja teroesmeneroes goena mendidik pemimpin oemat Islam soepaja bersatoe-padoe sebagai rakjatdalam negara merdeka jang akan datang. Dan beroesaha oentoek menjelenggarakan pendidikan sesoeai negara merdeka dihadapan mata moesoeh. Peladjaran-peladjaran semoea jang telah diizinkan oentoek mendjadi mahasiswa djanganlah hanja mendjadi ilmoe jang dalam sadja, tetapi hendaknja melatih rohani dan djasmani dengan soenggoeh-soenggoeh
46
“Sekolah Pertanian menengah dan Sekolah Teknik menengah” Asia Raya, Senin Legi, (23 Djoeli 2605/14 Roewah 1364). 47 “Sekolah Tinggi Islam Djakarta (Djakarta Kaikyoo Daigaku)”, Asia Raya, Rebo Legi, (13 Djoeni 2665/3 Redjab 1361).
57
soepaja mendjadi tjontoh teladan bagi seloeroeh rakjat Indonesia. Sekian amanat saja”48 Untuk sementara Sekolah Tinggi Islam diadakan di Kantor Pusat Masyumi di Jakarta. Sekolah Tinggi Islam dikepalai oleh Abd. Kahar Muzakkir, sedangkan guru-gurunya terdiri atas orang-orang yang terkemuka dari kalangan Islam. “....Boeat sementara sekolah terseboet, ditempatkan pada Kantor Poesat Masjumi Taisyo Doori I, Djakarta Tokubetu Si, sedangkan peratoeranperatoeran oentoek mendjadi peladjar, soedah poela dioemoemkan. Menoeroet rentjana toean Abd. Kahar Moezakir Syuumubu-zit oo akan diangkat sebagai Goeroe Kepala, sedangkan para goeroe lainja terdiri dari orang-orang jang terkemoeka dalam kalangan Islam”49 Sedangakn nama-nama guru dan pelajaran-pelajaran yang disampaikan adalah sebagai berikut: “Bagian Yoka: Goeroe-goero: H. Abd. Kahar Moezakkir, Bahasa Arab dan hoerof Arab. Moehammad Rasjidi, Pengetahuan Filsafat. K.H. Iljas, Al-Qur’an. Goeroe Istimewa: Dr. Slamet Iman Santoso, Physiology. Drs. A. Rameli, Pengetahuan Kesehatan. Rr. R.M. Priono, Sedjarah Keboedajaan dan bahasa Sanskerta. Goeroe Bantoe: Mr. Ali Boediardjo, Kesoesilaan. Mr. Abd. Karim, Ilmoe Masyarakat Mr. Soemanang, Ekonomi. Drs. Bahtiar, Ilmoe Masjarakat. Mr. St. Takdir Alisjahbana, Bahasa Indonesia. Bagian Honka dan Kenkyuka: Goeroe Istimewa: Mr. Dr. Soepomo, Hoekoem Adat H. A. Salim, Sejarah Agama dan Agama Islam. Abd Hamid Hakim, Tauhid. K.H.M. Mansoer, Al-Qur’an Dr. R. Ng. Poerbotjaroko, Bahasa Djawa Koeno. 48
“Oepatjara Pemboekaan: Sekolah Tinggi Islam; Pendidikan Tjalon PemimpinPemimpin Islam Indonesia”, Soeara Muslimin Indonesia, (19 Djoemadul Achir 1364/19 Djoeni 2605), No. 11 Th. 3. 49 “Sekolah Tinggi Islam jang Pertama di Indonesia” Soeara Muslimin Indonesia, (19 Djoemadul Achir 1364/19 Djoeni 2605), No. 11 Th. 3. h. 13
58
Goeroe bantoe: M. Zain Djambek, Oesoel. Sadeli hasan, Bahasa Ibrani dan Soerjani. Goeroe Bantoe Istiimewa: H. Moesaddad, Ilmoe perbandingan perbedaan agama-agama. H. Faried Ma’roef, Tafsir....”50 Calon pelajar Sekolah Tinggi Islam yang telah lulus dalam ujian, untuk angkatan pertama, berjumlah 49 orang, 35 dari SMT dan 14 dari Madrasah. “Tjalon-tjalon peladjar Sekolah Tinggi Islam jang telah diterima dengan resmi oentoek tingkatan pendahoeloean jang telah loeloes dalam oedjian berjoemlah 49 orang, 35 tjalon dari S.M.T, dan 14 orang dari Madrasah.....”51 Banyak murid-murid SMT di Semarang yang ingin masuk ke Sekolah Tinggi Islam. Oleh karena itu, mereka meminta untuk diadakan kursus agar dapat masuk ke Sekolah Tinggi Islam. Dan akhirnya kursus tersebut diadakan dengan tenaga pengajar dari Muhammadiyah. “Oentoek memahamkan dan mempertinggi Agama Islam dan lain-lain, pelajdjaran jang diberikan pada Sekolah Tinggi Islam, kini moerid-moerid Sekolah Menengah Tinggi Semarang menjampaikan permohonan dan keinginannja soepaja kelak bisa dengan setjara moedah masoek Sekolah Tinggi Islam, diadakan rentjana peladjaran choesces bagi mencentoet agama dan lain-lainnja. Oentoek itoe, kabarnja, oleh jang berwadjib lebih doeloe akan diadakan permoesyawaratan antara orang toea moerid, Badan Pengadjaran oentoek meroendingkan bagaimana baiknja tindakan itoe. Lebih landjoet dapat dikabarkan bahwa oentoek langsoengnja tindakan, Badan Pengadjaran oentoek meroendingkan bagaimana baiknja tindakan itoe. Lebih landjoet dapat dikabarkan bahwa oentoek langsoengnja tindakan2 tsb. Moehammadijah sanggoep menyediakan tenaga oentoek memberikan peladjaran-peladjaran jang dimaksoed oleh moerid-moerid Sekolah Tinggi itoe.52 Berbeda dengan Belanda Jepang berkeinginan untuk mengajarkan bahasa mereka kepada khalayak seluas mungkin. Selain itu di Jawa bahasa Jepang 50
“Sekolah Tinggi Islam jang Pertama di Indonesia Keterangan jang Berwajib” Soeara Muslimin Indonesia, (19 Djoemadul Achir 1364/19 Djoeni 2605), No. 11 Th. 3. h. 14 51 “Sekolah Tinggi Islam: Tjalon-tjalon jang Diterima Oentoek Tingkat Pendahuluan”, Asia Raya (Selasa Pon, 14 Agoest 2665 (6 Ramadhon 1364). No.158 52 “Moerid2 S.M.T Minta Masoek Sekolah Tinggi Islam”, Asia Raya (Selasa Pon, 14 Agoest 2665 (6 Ramadhon 1364). No. 195.
59
diajarkan untuk membuat murid memahami kehidupan, semangat dan kebudayaan Jepang. Beberapa jam perminggu disisihkan untuk pengajaran bahasa Jepang di seluruh jenjang sekolah. Untuk mengajarkan bahasa Jepang disekolah lanjutan, dikirim guru-guru dari Jepang. Di sekolah dasar tidak ada orang Jepang. Dan guru-guru di Indonesia terpaksa mengajarkan bahasa Jepang setelah menjalani kursus latihan intensif berjangka pendek. Di pihak lain hal yang lebih penting ialah pengajaran bahasa Indonesia. Di bawah kekuasaan Jepang, pelajaran bahasa Indonesia didorong dan bahasa Indonesia semakin sering digunakan di sekolah dibandingkan dengan bahasa daerah.53 Jepang membuat kebijakan tersebut agar Jepang dapat berkomunikasi dengan baik dengan rakyat Indonesia. Pelajaran disekolah yang diberikan oleh Jepang kepada anak-anak baik teori maupun praktek menjadi pelajaran berharga bagi mereka. Pelajaran yang diperoleh pada zaman Jepang merupakan kekuatan yang luar biasa untuk menghadapi tentara Belanda yang ingin menjajah Indonesia lagi.54 Pada masa pendudukan Jepang, usaha untuk menyunting buku-buku sudah dimulai sejak 1942, buku-buku pelajaran zaman Belanda seluruhnya dikaji ulang dan diperbaiki. Kemudian menjelang akhir tahun 1942 diterbitkan 57 jenis buku pelajaran baru berbahasa Indonesia. Selanjutnya, mulai tahun ajaran baru, April 1943, pemerintah berusaha menjalankan pendidikan baru dengan kurikulum dan buku pelajaran yang baru. Tetapi tidak berjalan dengan baik karena sekolahsekolah kekurangan tenaga pengajar. Hal ini disebabkan karena adanya perluasan pendidikan sekolah serta meningkatnya permintaan akan tenaga guru dari sektor-
53
Kurasawa, Kuasa Jepang di Jawa. h. 411-412. Harnoko Poliman, Darto, Perang Kemerdekaan Kebumen Tahun 1942-1950, Yogyakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Kebudayaan Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional, 1986/1987. h. 20 54
60
sektor kemasyarakatan lainnya. Di antaranya direkrut sebagai pangreh praja dan pengawas pemerintahan lainnya. Beberapa orang direkrut untuk bekerja di kantor propaganda karena sebagian besar guru diianggap cakap berpidato. Beberapa orang diangkat sebagai infrastruktur berbagai kusus latihan diluar pendidikan formal, dan lain-lain.55 Selain pendidikan formal untuk kaum santri juga diadakan pendidikan untuk kaum romusa karena sebagian besar para romusa buta huruf. Pemerintah Jepang telah menyediakan asrama untuk para romusa. Di asrama tersebut akan diadakan rumah sakit dan pengawasan kebersihan dan untuk urusan kesehatan para romusa. Dan untuk urusan pertanian setiap asramah akan disediakan tanah pertanian untuk para romusya agar dapat dikelola untuk mencukupi kebutuhan mereka. Dan untuk pendidikan para romusya, akan diberikan pelajaran agama oleh para kiai di sekitar asramah sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan. “.... peladjaran Agama Islam telah moelai diadakan diashrama oleh para kiai dari tempat-tempat jang berkaitan dengan asramah, jaitoe pada waktoewaktoe jang ditetapkan. Soal pendidikan agama ini, menoeroet keterangan Roomu-Syoorihan, akan diperbanjak..”.56 Selain pelajaran agama, setiap sore diadakan pelajaran membaca angka dan huruf untuk memberantas buta huruf, pelajaran ini diberikan oleh para sidooin dalam bahasa daerah untuk mempermudah para romusa dalam memahami pelajaran yang diajarkan.
55
Ibid. h. 414-416 “Oesaha Pendidikan Dikalangan Para Roomusya”, Asia Raya, (Djoem’at Paing, 29 Djoeni 2665/19 Redjab 1364). 56
61
C. Pelatihan-pelatihan Kaum Santri (Pemuda) Golongan pertama yang mendapat perhatian dari pemerintah pendudukan Jepang adalah golongan pemuda. Berhubungan dengan semangat kaum pemuda maka pelajaran yang ditekankan kepada mereka ialah seisin (semangat) atau bushido (jiwa satria) yang meliputi kesetiaan dan bakti kepada tuan atau pimpinannya melalui pelatihan-pelatihan.
1. Seinendan (Barisan Pemuda Indonesia) Salah satu program yang penting yang dilakukan Jepang dalam mengindoktrinasi dan memobilisasi penduduk pada tingkat bawah terlihat dari pembentukan Seinendan (barisan pemuda). Sebagai tiruan dari situasi organisasi Jepang. Sainendan diperkenalkan kepada masyarakat Jawa pada 29 April 1943, bertepatan dengan hari ulang tahun kaisar Jepang, beberapa minggu setelah pembentukan Poetera (Pusat Tenaga Rakyat) pada tanggal 1 Maret 1943.57 Melalui sainendan58 Jepang berusaha mengobarkan semangat rakyat untuk pembangunan “Jawa Baru” melatih para pemuda dalam hal kedisiplinan dan meningkatkan produksi hasil bumi. Caranya ialah dengan menanamkan semangat patriotisme, dalam hal ini semangat kepahlawanan Jepang (bushido),dikalangan pemuda dan melibatkan mereka dalam kegiatan kemasyarakatan.59
57
Kurasawa, Kuasa Jepang di Jawa. h. 373. Sainendan memiliki cabang di setiap tingkat wilayah administratif, yaitu dari tingkat shu hinggu si. Selain itu, dipabrik-pabrik dibentuk pula Sainendan Kojo sementara di daerah perkebunan dibentuk Seinendan Jigyojo. Sainendan juga memiliki cabang yang beranggotakan kaum wanita yang disebut Josyi Saenendan (Seinendan Putri). Jumlah seinendan di jawa kira-kira setengah juta orang. Nino Oktorino, Konflik Bersejarah: Ensiklopedi Pendudukan Jepang Di Indonesia, (Jakarta: PT. Gramedia, 2013) hal, 104 59 Amrin, Di bawah Pendudukan Jepang 1942-1945. h. 52. 58
62
“Para pemoeda ditiap-tiap daerah seloeroeh Djawa Teroes-meneroes melakoekan latihan jang soenggoeh mendjaminkan pengharapan bagi kita dengan pedoman: meroentoehkan Amerika dan Inggeris!. Di Bandoeng Sitjo jang mendjadi Dantjo berdiri didepan sekali, ketika latihan berbarisbaris. Dan para pemoeda jang masoek poesat pelatihan pemoeda di Djakarta, langsoeng dibawa pemilikan Goenseikanboe jang dipilih dari antara tiap-tiap Rengoo Seinendan masing-maisng Sjoe, soenggoeh tidak mengbalai-balaikan nama mereka, sebagai poetjoek kekoeatan barisan. Sepandjang hari mereka berlatih giat”.60 Sainendan tidak hanya dibentuk di desa-desa atau di sekolah-sekolah tetapi juga di pabrik-pabrik atau perumahan-perumahan.61 Anggota Seinendan berasal dari kalangan pemuda pribumi antara usia 17 dan 25 tahun62 (kemudian diubah menjadi 14-22 tahun). Fungsi pokok Seinendan ialah untuk melatih dan memobilisasikan anggota-anggotanya dalam berbagai kegiatan dengan bermacammacam tujuan sebagai berikut: a. Latihan bahasa Jepang dan bahasa Indonesia, dan olah raga. b. Kegiatan-kegiatan sukarela untuk kepetingan umu, seperti pembersihan jalan, pembangunan irigasi dan infrastruktur lainnya. Serta transportasi dan sebagainya. c. Peningkatan semangat kerja d. Latihan dalam berbagai keahlian (kejuruan) e. Meningkatkan berbagai industri dan peningkatan produksi f. Pencegahan serangan udara dan kebakaran. g. Latihan mobilisasi tenaga manusia dalam keadaan darurat.63
60
“Latihan Djawa Seinendan”, Djawa Baroe, Nomor Istimewa (5/10/2603). Poesponegoro, dan Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia VI. h. 45. 62 Amrin, Di bawah Pendudukan Jepang 1942-1945. h. 52 63 Kurasawa, Kuasa Jepang di Jawa h. 377. 61
63
Tujuan pokok Sainendan adalah memobilisasi pemuda demi tujuan-tujuan yang lebih pragmatis, seperti peningkatan produksi dan pekerjaan umum, serta memberikan latihan bagi mereka yang bekerja dalam bidang-bidang tersebut.
2. Keibodan (Organisasi Keamanan) Keibodan dibentuk pada 29 April 1943, bersamaan dengan terbentunya Seinendan. Keibodan pada saranya adalah suatu organisasi keamanan di bawah Kantor Pengajaran Departemen Dalam Negeri. Keibonan mempunyai peran sebagai tenaga bantu kepolisian yang bekerja untuk menjaga keamanan, sedangkan seinendan lebih mengarah pada pemanfaatan bagi pekerjaan produktif.64 “Sebagai organisasi ra’jat goena menjokong Pemerintah Balatentara, maka beloem beberapa lama berselang telah lahir pergerakan Poetera. Berkenaan dengan hari moelia Tentjosetsoe lahirlah poela Keibodan sebagai soeatoe badan oentoek menjokong hal kepolisian jang djoega mendjadi soeatoe bagian Pemerintahan dan badan tsb, akan bergerak segiat-giatnya oentoek menoendjang Pembangoenan Djawa Baroe. Toejoean: Oentoek memberikan bantoean dan toedjangan jang perloe kepada seosonan kepolisian jang masih lemah dan daif serta oentoek mengadakan kepolisian rakjat dengan sesoenggoeh-soenggoehnja, maka diadakan poela bahwa Keibodan itoe haroes memiliki beban sebahagian pekerdjaan kepolisian.”65
Dalam hal pembentukan Keibodan, Jepang berusaha agar anggotanya tidak dipengaruhi oleh kaum nasionalis. Oleh karena itulah organisasi ini dibentuk di desa-desa.66 Dibentuknya keibodan dimaksudkan untuk melenyapkan elemenelemen anti-Jepang dari masyarakat, serta mencegah bahaya apapun yang
64
Kurasawa, Kuasa Jepang di Jawa h. 387. “Lahirnja Djawa Keibodan” Djawa Baroe, Nomor Istimewa (5/10/2603). 66 Amrin, Dibawah Pendudukan Jepang 1942-1945. h. 53. 65
64
ditimbulkan oleh musuh. Di samping menjaga keamanan, kewajiban penting keibodan ialah menjaga agar tidak ada pelanggarana ekonomi. Anggota-anggota keibodan biasanya dilatih secara teratur sekitar dua kali seminggu. Sebagian besar yang diusulkan sebagai instruktur latihan adalah guru sekolah dan guru agama. Latihan secara teratur terdiri dari latihan semi kemiliteran dengan menggunakan pentungan dan bambu runcing, baris-berbaris dan taiso (gerak badan). Akan tetapi di beberapa derah juga diajarkan bahasa Jepang, karena dalam beberapa hal bahasa Jepang diperlukan dalam istilah teknis kegiatan-kegiatan keibodan.67
3. Pendidikan Militer Hizbulloh (Tentara Allah) Hizbulloh merupakan barisan semimiliter yang ada di
bawah naungan
Masyumi.68 Keputusan tentang pembentukan Hizbullah oleh masyumi pada 14 Oktober 1944. “.....Poetoesan jang diambil oleh Madjlis Sjoero Moeslimin Indonesia pada tanggal 14 Oktober 2604 jang diantaraja berboenji: “berdjoeang loehoer bersama-sama, leboer bersama-sama dengan Dai Nippon didalam djalan ALLAH oentoek membinasakan moesoeh jang Zhalim”. Alaha mengoeatkan keboelatan niat ra’jat Indonesia dalam berjoeang matimatian.....”69 Pemerintah Jepang mengizinkan barisan Hizbullah untuk memberikan latihan dasar kemiliteran bagi pemuda Islam.70 Pengumuman tentang adanya barisan ini disampaikan oleh Saiko Sikikan (panglima Tertinggi) pada 8 Desember 67
Kurasawa, Kuasa Jepang di Jawa. h. 388. Majelis Sjoero Moslimin Indonesia, didirikan pada tanggal 22 November 1943 sebagai wadah untuk memobilisasi umat Islam. Secara resmi ketuanya adalah K.H. Hasyim Asyari. Masyumi dipercaya untuk mengorganisasikan pelatihan terhadap ulama dan para gutru agam desa yang sebelumnya dilakukan oleh para pejabat Jepng dari Shumubu. Nino, Konflik Bersejarah h. 71. 69 “Sepatah Kata Tentang Hizboe’llah oleh; H. A. Kahar Moedzakir Shumubu-Jichoo”, Soeara Muslimin Indonesia, (16 Moeharram 1364/1 Djanoeari 2605), No. 1 Th. III. 70 Zuhairini, dkk, Sejarah Pendidikan Islam h. 151. 68
65
1944, berdasarkan permintaan para pemuda Islam. Keputusan ini berbeda dengan sikap Jepang setahun sebelumnya pada bulan September 1943 mereka menolak permintaan golongan Islam untuk mendirikan barisan bersenjata. Dengan terbentuknya Hizbulloh. Jepang masih berharap agar propaganda tentang perang suci akan mendapat dukungan dari para pemuda Islam.71 Hizbullah direncanakan sebagai korps cadangan bagi Peta, beberapa perwiranya para kiai diberi tugas untuk melatih pasukan-pasukan baru.72 Pembentukan Hizbulloh diresmikan pada 15 Desember 1944. Di samping membantu bala tentara Jepang, para kiai juga bisa ngajarkan ajaran-ajaran Islam dan menganjurkan para orang tua untuk mengizinkan anaknya untuk ikut dalam Hizbullah, seperti yang disampaikan H. A. Kahar Moedzakir dalam pidatonya; “...Barisan HIZBULLAH akan berjoeang goena menjelesaikan peperangan ini dengan menoedjoe kemenangan achir dan pembentoekan masjarakat. Disamping membantoe Balatentara Dai Nippon, mereka dapat mengerdjakan adjaran-adjaran Agama Islam dengan tha’at oentoek membela Agama, bangsa dan Tanah Air.mereka berpedoman kepada sifatsifat jang moelia agar dapat mendjadi tjontoh bagi Oemat Islam, didalam membangkitkan semangat perdjoangannja. Dalam menjiapkan HIZBULLAH itoe semangat Islam dan didikan semangat Nippon serta mempertinggi perangai jang moelia, kesemoeanya itoe dipentingkan sekali. Idzin orang toeanja atau wali Pemoeda Moeslim jang akan masoek dalam HIZBULLAH itoe sangat dihargai. Maka oleh karena itoe, tiap-tiap Pemoeda Indonesia jang masih mengair pada djiwanja darah tjinta kepada Agama, Bangsa dan Tanah Air-nja, tidak sjak lagi akan melontjat serentak membentoek HIZBULLAH ini, dan dengan demikian Kemenangan Achir dan Kemerdekaan Indonesia dapat tertjapai. Insja Allah.....”73
Para ulama juga berusaha untuk membakar semangat pemuda Indonesia seperti pidato yang disampaikan oleh A. Salam Yahja;
71
Amrin, Di bawah Pendudukan Jepang 1942-1945 h. 54. Benda, Bulan Sabit Dan Matahari Terbit. h. 216. 73 “Sepatah Kata Tentang Hizboe’llah oleh; H. A. Kahar Moedzakir Shumubu-Jichoo”, Soeara Muslimin Indonesia, (16 Moeharram 1364/1 Djanoeari 2605), No. 1 Th. III. 72
66
“.....Alharndoe'liilah pada zaman pantjaroba ini, sebagian besar oemat Islam di Indonesia, telah muai Insaf dan sadar dari kesalahannja dan moelai insaf poela, bahwa kewajiban kita sebagai oemat Islam boekan hanja membanjak2-kan poeteran tasbih sadja, tetapi kita oemat Islam haroes berdjoeang dengan segenap tenaga kita disetai dengan permohonan kita kepada Allah, agar kita dapat menoenaikan perintah2-Nja, teroetama sekali dalam tolong-menolong antara kita sama kita, bernasehat antar satoe dengan jang lain, dan bekerdja dalam hal menjokong sesoeatoe oesaha jang soetji bagi agama dan masjarakat kita. Disamping kewadjiban kita terseboet tak boleh poela kita loepakan dan abaikan akan persatoean kita, persatoean dzohir dan bathin jang sesoenggoehnja, karena dengan persatoean kita itoe, dapat kita menyoesoen tenaga dan kekoeatan jang kokoh koeat laksana Benteng Badja jang tegak berdiri dibelakang garis peperangan, oentoek membantoe oesaha pemerintah jang sekarang ini, jang sangat berlainan toejoeanja dengan pemerintah jang lenjap itu. Kita sebagai poetera soedah tentoe tak maoe ketinggalan dalam membantu oesaha Pemerintah goena mempertahankan Agama dan Tanah Air kita jang kita tjintai dan oentoek kema’moeran bersama di Asia Tomoer Raja....”74
Dr. Soekiman salah seorang pemuka PII (Partai Islam Indonesia) juga memberikan sambutan yang isinya mengajak pemuda-pemuda Indonesia untuk ikut dalam Hizbullah: “...... izin dan sokongan oentoek pembentoekan Hizbullah dari pemerintahan Dai Nippon pada kaoem Moeslimin (Masjoemi) adalah soeatoe boekti lagi, jang berkenaan dengan hal itoe dan adalah kedjadian jang perloe difahamkan sedalam-dalamnja. Disamping pimpinan Pembela Tanah Air boleh dikatakan diserahkan pada pemoeda-pemoeda Islam dan azas peratoeran hidoep perdjoerid kita (roehani) didasarkan atas Islam, datanglah sekarang perkenan pembentoekan istimewa Barisan Hizbullah sebagai tertera tjadangan. “Kaoem Islam-lah jang haroes memberi tauladan dan ada dimoeka.” Demikian andjoeran Jogja Koochi Jimu Kyoku Chookan dalam salah satoe pesidangan. Hai pemoeda-pemoeda Islam Indonesia, penoehilah panggilan zaman dan perintah ALLAH! Koeatkan Barisan Tentara Hizbullah.....”75
Disiplin militer merupakan ciri pemerintahan Militer Jepang yang diterapkan dalam bidang pendidikan. Murid-murid diharuskan melakukan
74
“Islam Dizaman Belanda Oleh; A. Salam Yahja”, Soeara Madjelis Islam A’lla Indonesia, (14 Sja’ban 1364 /15 Agoestoes 2603). h 10 75 “Dengan Keberanian dan Pengorbanan Membela Agama dan Tjita-tjita oleh Dr. Soekiman”, Soeara Muslimin Indonesia, (16 Moeharram 1364/1 Djanoeari 2605), No. 1 Th. III.
67
Kinrohosyi (Kerja bakti), seperti mengumpulkan bahan-bahan untuk perang, menanam bahan makanan, membersihkan asramah, dan memperbaiki jalan-jalan. Selain itu diadakan latihan jasmani yang keras serta kemiliteran. Murid-murid menerima gemblengan sedemikian rupa agar mereka “bersemangat Jepang” (Nippon seishin). Hal lain yang harus dilakukan pelajar adalah menyanyikan lagu kebangsaan Jepang Kimigayo dan lagu-lagu lainnya, melakukan penghormatan kepada istana kaisar di Tokyo Seikerei, dan menghormati bendera Jepang dan melakukan gerak badan Taiso.76 Mereka yang diterima sebagai anggota adalah pemuda yang berusia 17-25 tahun dan belum berkeluarga. Setiap Shu harus mengirimkan 25 calon untuk dilatih. Untuk itu pada pertengahan Desember Masyumi mengerahkan anggotanya untuk mengadakan peninjauan di daerah-daerah di Jawa. Pelatihan dimulai pada Februari 1945 di Cibarusa, Jawa Barat, diikuti oleh 500 orang. Upacara pembukaan pelatihan dihadiri oleh kepala Gunseikan dan wakil ketua masyumi Wahid hasyim. Kapten Yanagawa, tokoh yang telah memberi andil besar dalam pelatihan pemuda di Seinen Dojo (Balai Pengemblengan pemuda) dan kemudian pelatihan peta, ditugasi memimpin pelatihan calon-calon anggota Hizbulloh ini. Latihan berlangsung selama dua bulan. Setelah selesai mereka kembali kedaerah untuk melatih calon anggota Hizbulloh di daerah masing-masing. Secara keseluruhan, Hizbulloh dipimpin oleh Zainul Arifin, seorang tokoh Nadlatul Ulama.77
76
Poesponegoro, dan Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia VI. h. 92. Amrin, Di bawah Pendudukan Jepang 1942-1945. h. 55.
77
BAB IV DAMPAK KEBIJAKAN PENDIDIKAN TERHADAP KAUM MUSLIMIN
A. Respon Masyarakat Muslim Indonesia terhadap Kebijakan Jepang Respon masyarakat terhadap kebijakan yang dibuat Jepang dalam bidang pendidikan beraneka ragam. Pada awal pendudukan Jepang, banyak orang tua yang mulai menyekolahkan anak-anak mereka, hal ini karena Jepang telah menghapuskan kebijakan pendidikan yang diskriminasi pada masa Belanda. Tidak hanya anak laki-laki dan gadis usia sekolah, tetapi orang dewasa juga bersekolah sewaktu pendudukan Jepang. Namun menjelang akhir pendudukan, kegembiraan dan minat terhadap pendidikan harus dihentikan akibat tekanan ekonomi. Para pelajar banyak yang dikeluarkan dari sekolah karena harus membantu orang tua mereka untuk memenuhi kekurangan tenaga kerja akibat penekanan romusha serta berbagai program latihan.1 Hal ini terjadi karena Jepang membutuhkan banyak tenaga untuk membantunya dalam melawan sekutu. Meskipun para ulama banyak yang mengikuti Pelatihan Ulama, tetapi tidak semua para ulama menerima begitu saja kebijakan yang diberikan oleh pemerintah Jepang, karena kebijakan Jepang telah menyengsarakan rakyat. Seperti yang terjadi pada bulan Februari 1944, perlawanan serius pertama kaum tani di Jawa terhadap kewajiban menyerahkan beras meletus di sebuah desa di Priangan. Perlawanan ini dipimpin oleh seorang kiai NU (Nahdlatul Ulama) setempat bersama murid-muridnya, namun berhasil ditumpas dengan kejam. Pemberontakan-pemberokan selanjutnya dipimpin oleh para haji setempat, yang 1
Aiko Kurasawa, Kuasa Jepang di Jawa: Perubahan Sosial di Pedesaan 1942-1945, (Depok: Komunitas Bambu, 2015) hal, 404
68
69
meletus di Jawa Barat pada bulan Mei dan Agustus, sejak saat itu dan seterusnya protes-protes kaum tani yang terisolasi menjadi semakin umum.2 Kondisi rakyat di desa-desa selama masa-masa pendudukan sangat buruk, sehingga rakyak hanya makan singkong yang dijadikan bubur sebagai pengganti beras. Selain itu banyak orang terpaksa makan umbi badur yang mula-mula harus dipotong
tipis-tipis dan direndam garam buat menghilangkan getahnya yang
beracun. Bonggol pisang juga dimasak untuk dimakan, dan juga daun kelapa yang disebut “bulung”.3 Rakyat Indonesia yang menjadi romusha sama sekali tidak dibayar atau dibayar jauh lebih kecil dari pada kontrak. Dan banyak para romusha yang meninggal karena kekejaman Jepang. Kesehatan yang tidak dijamin, makanan yang tidak cukup, dan pekerjaan yang terlalu berat, menyebabkan banyak romusha meninggal dalam jumlah yang besar dalam tempat kerja.4 Hal ini yang menyebabkan mereka kekuranag gizi. Namun para alim ulama tidak dapat berbuat banyak terutama alim ulama yang menjadi pegawai Sumuka karena mereka tidak pernah diberikan kekuasaan pemerintah yang sesungguhnya, tetapi hanya sekedar kegiatan propaganda, status mereka lebih kurang seperti pegawai teknis dikantor pemerintahan lainnya. Mereka tidak memiliki kekuatan pengambilan keputusan tetapi semata-mata hanya menjalankan program, yang sebelumnya telah diatur. Meskipun ulama diberikan status sebagai pegawai resmi pemerintah di Shumuka, mereka duduk 2
M.C. Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern 1200-2004, (Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2001) h. 420. 3 Anton E Lucas, Peristiwa Tiga Daerah Revolusi dalam Revolusi, (Jakarta: PT. Pustaka Utama Grafiti, 1989) h. 51. 4 Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia VI :Zaman Jepang dan Republik Indonsia (1942-1998) edisi pemutakhiran, (Jakarta: PT. Balai Pustaka, 2011) h. 65.
70
diposisi agak pinggiran didalam struktur birokrasi. Dengan melihat kecendrungan umum birokrasi Jepang untuk mengabaikan pegawai non karir mudah dipahami bahwa pegawai ulama tidak bisa benar-benar dipercaya. Alim ulama tidak pernah bebas dari kontrol pangreh praja di dalam melaksanakan tugas-tugas mereka. Saat berpidato ulama selalu didampingi seorang pegawai priyai, selain itu tema-tema pidato ulama ditentukan oleh pemerintah.5 Harapan baik bangsa Indonesia kepada Jepang seketika berubah menjadi kekecewaan yang besar. Apa yang dikatakan Jepang terhadap “kemakmuran bersama Asia Timur raya” terbukti hanya kata-kata kosong belaka.6 Alim ulama juga tidak begitu saja menerima kebijakan yang dibuat oleh pemerintah, seperti kebijakan melakukan Seikerei, mereka menentang kebijakan tersebut karena bertentangan dengan Islam. beberapa tokoh yang menetang kebijakan tersebut ialah Dr. Abdul Karim Amrullah, Kiai Mas Mansur, dan Abdul Kahar Muzakkir. Akhirnya pemerintah Jepang membebaskan alim ulama untuk melakukan seikerei selama pertemuan-pertemuan agama.7 Para pemuda yang berpendidikan di Jakarta maupun di Bandung, mulai menggalang jaringan-jaringan bawah tanah mereka sendiri. Dibawah pimpinan Syahrir, mereka mulai menyusun rencana-rencana untuk merebut kemerdekaan Indonesia karena mereka tahu posisi Jepang dalam perang memburuk. 8 Oleh karena itu mereka memanfaatkan situasi tersebut untuk mempersatukan rakyat Indonesia dalam mempersiapkan kemerdekaan Indonesia.
5
Kurasawa, Kuasa Jepang di Jawa h. 364. Sutrisno Kutoyo, dkk (edt), Sejarah Daerah-Daerah Istimewa Yogyakarta, (Jakarta: PT. CV. Eka Darma, 1997) h. 300. 7 Harry J. Benda, Bulan Sabit Dan Matahari Terbit: Islam Indonesia Pada Masa Pendudukan Jepang(terjemah), (Jakarta: Pt. Dunia Pustaka Jaya, 1980) h. 157. 8 Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern 1200-2004, h. 422. 6
71
Mobilisasi pemuda dalam latihan-latihan semi militer dan kemiliteran, telah membawa perubahan-perubahan besar dalam mentalitas pemuda. Semangat juang, latihan keras, kondisi dan keadaan masyarakat yang buruk, serta pengalamanpengalaman kolektif, mengarahkan kaum muda kepada pembelaan terhadap rakyat. Satu contoh ialah perlawanan Peta di Blitar yang dipimpin oleh Supriyadi, telah menunnjukkan ketidak puasan mereka terhadap realitas sosial yang terjadi.9 Sebagian ulama juga ada yang melakukan pemberontakan terhadap Jepang karena sikap semena-mena yang dilakukan Jepang terhadap rakyat Indonesia, seperti pemberontakan yang terjadi di Cot Plieng Bayu, dekat Lhok Seumawe yang dipimpin oleh Teungku Abdul Jalil, selama setengah hari, Jepang berhadapan dengan murid-murid Abdul Jalil yang hanya bersenjatakan tradisional. Keberhasilan Jepang menguasai Cot Plieng diikuti oleh tindakan mereka yang membakar masjid dan rumah-rumah penduduk serta menewaskan 86 orang murid Abdul Djalil. Dan Abdul Jalilpun tewas bersama 19 pengikutnya di Blang Gampung Tengah tempat Abdul Jalil dan pengikutnya menyinkir. Perlawanan juga terjadi di Singaparna desa Sukamanah, dekat Tasikmalaya yang dipimpin oleh K.H. Zaenal Mustafa pada bulan Februari 1944. Ia menganggap Jepang musuh bangsanya karena itu mereka tidak mau bekerja sama dengan penguasa itu.10
9
Cahyo Budi Utomo, Dinamika Pergerakan Kebangsaan Indonesia Dari Kebangkitan Hingga Kemerdekaan, (Semarang: IKIP Semarang Press, 1995) h. 197. 10 Poesponegoro dan Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia h. 112.
72
B. Kemajuan terhadap Pendidikan Muslim di Indonesia Sebagaimana dikemukakan di atas, bahwa kehadiran Jepang di Indonesia terhitung amat singkat, yakni hanya 3,5 tahun. Namun waktu yang singkat itu tidak berarti bahwa Jepang tidak memberi pengaruh terhadap perkembangan pendidikan Islam. Lamanya waktu, sebagaimana yang dilakukan oleh Belanda di Indonesia, tidak menjadi jaminan bangsa Belnada telah berbuat banyak terhadap pendidikan Islam. Sebaliknya Jepang yang berada di Indonesia dalam waktu singkat telah memberikan pengaruh pendidikan Islam sebagai berikut; Pertama, umat Islam lebih leluasa dalam mengembangkan pendidikannya, karena berbagai undang-undang dan peraturan yang dibuat pemerintah Belanda yang sangat diskriminatif seperti undang-undang yang membatasi gerak-gerik para guru agama dan dai Islam dihapuskan oleh Jepang, sehingga para guru agama dan da‟i dapat melaksanakan tugasnya dengan penuh leluasa.11 Umat Islam pada zaman kolonial Jepang memperoleh peluang yang memungkinkan dapat berkiprah lebih leluasa dalam bidang pendidikan. Kedua sistem pendidikan Islam yang terdapat pada masa Jepang pada dasarnya masih sama dengan sistem pendidikan Islam zaman Belanda, yakni di samping sistem pendidikan pesantren yang didirikan kaum ulama tradisional, juga terdapat sistem pendidikan klasikal sebagai mana yang terdapat pada madrasah, yaitu sistem pendidikan Belanda yang muatannya terdapat pelajaran agama. 12
11
Abuddin Nata, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Kencana Prenadamedia Group, 2014) h. 305. 12 Ibid. h. 308-309.
73
Ketiga Jepang mengizinkan berdirinya Sekolah Tinggi Islam yang dipimpin oleh K.H. Wahid Hasyim, Kahar Muzakkir dan Bung Hatta,13 sebagai ketuanya, yang dibuka secara resmi pada hari Minggu, 8 Juli 1943 bertepatan dengan hari Isro Mi‟roj Nabi Muhammad SAW yang dihadiri oleh Gunseikan serta pembesarpembesar Jepang dan Indonesia. Sekolah Tinggi Islam bertujuan untuk melahirkan orang-orang yang yang berguna bagi masyarakat Indonesia dimasa depan.14 Selain itu bahasa Indonesia dan budi pekerti yang sebelumnya tidak pernah mengalami perkembangan pada zaman Belanda, kini mengalami kemajuan. Bahasa Indonesia mengalami kemajuan, karena digunakan sebagai bahasa pengantar di sekolah-sekolah,15 yang sebelumnya menggunakan bahasa Belanda sebagai bahasa pengantar di sekolah sekolah. Pelajaran budi pekerti yang sebelumnya tidak pernah diperhatikan karena pemerintah Belanda lebih mengutamakan pendidikan otak saja, kini menjadi pelajaran yang penting, karena dianggap sebagai dasar yang utama dalam kehidupan manusia, yang diajarkan disekolah-sekolah umum oleh para alim ulama sesuai dengan pelajaran agama Islam. “... Pendidikan Boedi Pekerti sekarang mendjadi diotamakan dalam pendidikan, setelah Balatentara Dai Nippon datang di Indonesia oentoek merintis djalan baroe menoedjoe ke Asia Raja. Pendidikan boedi pekerti sekarang mendjadi bagian jang penting dalam pendidikan, karena telah
13
Musyrifah Sunanto, Sejarah Peradaban Islam Indonesia, Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2012 h. 125. 14 Majalah Islam: Soeara Muslimin Indonesia, Djakarta : M.I.A.I, 1943 no 11 th.3 (19 djoemadil Achir 1364/ 1 Djoeni 2605) 15 Imran, Amrin, Dibawah Pendudukan Jepang 1942-1945, dalam Taufik Abdullah dan A.B. Lapian (ad), Indonesia Dalam Arus Sejarah: Perang Dan Revolusi Jilid 6, Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 2012. h. 76.
74
ternjata, bahwa dasar pendidikan jang doeloe tidak dapat memberi kepoeasan pada semoea kita.....”16 Pendidikan Jasmani juga mengalami peningkatan pada tahun 1942, pendidikan jasmani berupa Taiso (senam pagi ala Jepang) diiringi dengan lagu diberikan disekolah-sekolah. Selain itu Jepang juga mewajibkan pelajar-pelajar baris-berbaris dan pelatihan perang-perangan yang disebut Kyoreng, bela diri seperti sumo, kendo dan base ball diperkenalkan oleh tentara Jepang.17
C. Kemunduran Terhadap Pendidikan Muslim di Indonesia Pada awal kekuasaan Jepang, Jepang memang memberikan kebebasan terhadap pendidikan kaum muslimin. Namun di akhir-akhir kekuasaanya Jepang mulai mengatur pendidikan kaum muslimin, hal ini dilakukan Jepang untuk kepentingan propagandanya. Pada tahun 1944, Jepang mulai mengatur khutbahkhutbah di masjid dan memberikan mata pelajaran tambahan di sekolah sekolah agama, yaitu bahasa Jepang dan disiplin Jepang. Penambahan sekolah agama tidak dibolehkan, hanya badan hukum saja yang diperbolehkan mendirikan sekolah swasta. “....... Pasal 3: hanya badan-hoekoem sadja boleh mendirikan sekolah partikoelier. Pasal 4: mendirikan sekolah partikoelier, memboebarkannja dan bergantinja pengoesaha sekolah itoe haroes disahkan oleh pedjabatan jang bersangkoetan....”18
16
“Pendidikan Boedi pekerti II oleh: R.P Soemaolan”. Pandji Poestaka, Weltevreden: Balai Pustaka,1943. 17 Poesponegoro dan Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia VI h. 44. 18 “Osamu SeiRei No. 22 Tentang Sekolah Partikoelir” Kan Po (Berita Pemerintah) No. 22 Tahun II Bulan 7, 2603.
75
Begitu pula tablig-tablig kecuali jika isinya berpihak kepada Jepang dan tentunya meminta izin terlebih dahulu atau disediakan isi tablik oleh Senden Han yaitu badan propaganda Jepang.19 Jepang sangat mengawasi organisasi-organisasi Islam terutama pendidikan Islam.20 Jepang memang memberikan bantuan materi terhadap sekolah-sekolah agama, tetapi tidak memberikan kebebasan pendidikan.21
Jepang menguasai
kurikulum baru yang berlaku secara umum untuk semua sekolah. Karena Jepang mengetahui bahwa jalur yang paling inti untuk mempengaruhi bangsa Indonesia adalah melalui pendidikan. Dalam kurikulum yang baru bahasa Indonesia menjadi pelajaran utama dan bahasa Jepang jadi pelajaran wajib. Jepang juga berusaha membersihkan kebudayaan Barat dan kebudayaan Islam dengan cara menggantinya dengan kebudayaan Jepang, dan menjadikan bahasa Jepang sebagai bahasa resmi. Selama tahun pertama pendudukan Jepang, ada usaha-usaha untuk melarang diajarkannya bahasa Arab di sekolah-sekolah agama. Walaupun akhirnya larangan itu dicabut akibat kerasnya tantangan umat Islam. Karena Jepang menyadari bahwa bahasa Arab merupakan hak muslim untuk dapat mengajarkan Al-Quran.22 Sistem yang diterapkan oleh Jepang tidak lepas dari maksud dan tujuan pendidikan untuk kepentingan militernya. Jepang juga mengawasi kurikulum sekolah dengan tegas demi tegaknya perjuangannya, peraturan disekolah sangat disiplin dan keras. Semua pelajar pria diwajibkan menggundulkan kepala sampai licin, dan apabila peraturan itu dilanggarmaka pelajar yang tak patuh tersebut akan 19
Ahmad Yusuf, Sejarah Perjuangan Rakyat Riau 1942-2002 buku 1, (Pekanbaru: Badan Kesejahteraan Sosial Provinsi Riau, 2004) h. 110. 20 Benda, Bulan Sabit Dan Matahari Terbit h. 140. 21 Ibid. h. 161. 22 Ibid. h. 159.
76
dihukum sehari penuh yaitu dijemur dibawah sinar matahari. Jika melewati pospos penjaga (piket) diharuskan berhenti dengan menundukkan badan sampai 90 derajat, kalau hal tersebut dilanggar dan kebetulan didlihat oleh serdadu yang sedang piket maka akan dipanggil dan ditempeleng. 23 Secara umum pendidikan di Indonesia pada zaman Jepang mengalami kemunduran, karena pendidikan di Indonesia tidak berjalan dengan baik. Jepang sangat membutuhkan sumber daya manusia untuk membantu dalam perang dunia II. Sehingga banyak guru-guru tidak lagi mengajar karena harus bekerja sebagai pegawai Jepang dan banyak anak-anak yang putus sekolah karena harus membantu orang tuanya mencari nafkah dan menjadi tenaga kerja akibat penekanan romusha pada masa-masa terkahir penjajahan Jepang di Indonesia.
D. Terbentuknya Organisasi Militer 1. Heiho Pada bulan April 1943 dikeluarkan pengumuman yang isinya memberikan kesempatan kepada pemuda Indonesia untuk menjadi pembantu prajurit Jepang (Heoho). Para Heiho adalah prajurit Indonesia yang langsung ditempatkan di dalam organisasi militer Jepang, baik Angkatan Darat maupun Angkatan Laut. Syarat-syarat penerimaan ialah berbadan sehat, berlaku baik, berumur antara 1825 tahun, dan pendidikan terendah ialah sekolah dasar.24 Sistem Heiho mulai diberlakukan di Indonesia pada tanggal 22 April 1943, heiho bertugas sebagai pekerja transportasi, logistik, dan konstruksi. Yang lainnya bertugas dalam unit-unit penangkis serangan udara, tank, dan transportasi. 23 24
Yusuf, Sejarah Perjuangan Rakyat Riau 1942-2002 buku 1. h. 63. Poesponegoro dan Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia VI h. 50.
77
Perekrutan Heiho untuk unit-unit Angkatan Darat Jepang kemudian diikuti oleh perekrutan kompeiho bagi Kempetai maupun keigun Heiho bagi Angkatan Laut Jepang, yang terutama bekerja dalam unit penyapu ranjau maupun penjaga pangkalan. Banyak Heiho Indonesia yang dikirim ke garis depan untuk menghadapi pasuka Sekutu. Pada awalnya, Heiho dibentuk terutama dari para tawanan perang bangsa Indonesia yang pernah bertugas dalam KNIL. Kemudian perekrutan dilakukan diantara masyarakat umum. Pasukan heiho tidak memiliki komandan bangsa Indonesia sendiri, tetapi berada dibawah komando tentara Jepang. Adapun pangkat tertinggi seorang heiho adalah sersan. Jumlah Heiho diperkirakan ada 42.500 orang, dimana 25.000 orang diantaranya berasal dari Jawa, 2.500 dari Timor, sementara 15.000 dari daerah lainnya. 25 Karena kaum muslimin belum mempunyai kesatuan militer jadi ada kemungkinan kaum muslimin juga terlibat dalam Heiho dilihat dari fakta bahwa bahwa rakyat Indonesia mayoritas beragama Islam. 2. Peta (Pembela Tanah Air) Pada tanggal 3 Oktober 1943, ulama Islam bekerja sama dengan pemimpin Nasionalis membentuk Barisan Pembela Tanah Air (PETA). 26 Peta adalah kesatuan tentara yang anggotanya seluruhnya orang Indonesia, tetapi di bawah kendali tentara Jepang. Karena itu latihan yang diperoleh sepenuhnya menurut sistem militer.27 Organisasi ini dibuat oleh Jepang agar dapat memobilisasi rakyat
25
Nino Oktorino, Konflik Bersejarah: Ensiklopedi Pendudukan Jepang Di Indonesia. (Jakarta: PT. Gramedia, 2013) h. 37-39. 26 Sunanto , Sejarah Peradaban Islam Indonesia. h. 125. 27 A.B Lapian (penyunting), Dibawah Pendudukan Jepang: Kenangan Empat Puluh Dua Orang Yang Mengalami, (Jakarta: Arsip Nasional Republik Indonesia, 1988) hal, 63
78
Indonesia.28 Organisasi ini merupakan suatu tentara sukarela bangsa Indonesia. Dalam Osamu Seirei No. 44 pasal 1 sampai 4 dijelaskan bahwa: a. Tentara Peta berkebangsaan Indonesia (penduduk asli) b. Di dalam tentara Peta akan ditempatkan militer Jepang untuk tujuan pelatihan c. Tentara Peta ditempatkan langsung di bawah panglima tentara, lepas dari badan manapun. d. Tentara
Peta
merupakan
tentara
teritorial
dengan
kewajiban
mempertahankan daerah masing-masing (shu) dan harus siap untuk melawan musuh yang menyerang daerah mereka.29 “Osamu Seirei No. 44 Tentang pembentoekan Pasoekan soeka-rela oentoek membela Tanah Djawa Pasal 1: mengingat semangat jang berkobar-kobar serta djoega memenoehi keinginan jang sangat dari 50 djoeta pendoedoek di Djawa, jang hendak membela tanah airnja dengan sendiri , maka Balatentar Dai Nippon membentoek Tentara Pembela Tanah air, ja‟ni pasoekan soekarela oentoek membela Tanah Djawa, dengan pendoedoek asli, ialah berdiri atas dasar tjita-tjita membela Asia Timoer Raja bersama-sama. Pasal 2 : pasoekan Soeka-rela Tentara Pembela Tanah Air ini dibentoek dengan pendoedoekan asli jang memadjoekan diri oentoek kewadjiban membela tanah airnja, dan ditempatkan didalamnja sedjoemlah opsir nippon sebagai pendidik. Pasal 3 : Pasoekan Soeka Rela Tentara Pembela Tanah Air temasoek dibawah pimpinan Seikoo Sikikan dan wadjib menerima perintahnja. Pasal 4 : Pasoekan Soeka-rela Tentara Pembela Tanah Air Haroes insaf akan tjita2 dan kepentingan pekerdjaan pembela tanah air, serta wadjib toeroet membela tanah air, serta wadjib toeroet membela tanah airnja didalam Syuu masing-masing terhadap negeri sekoetoe, dibawah pimpinan Balatentara Dai Nippon. Atoeran Tambahan: Oendang-oendang ini moelai berlaku pada hari dioemoemkan. Djakarta, tanggal 3, Boelan 10, Tahoen Syoowa 18 (2603). SAIKOO SIKIKAN.”30 28
Peter Post, and Elly Touwen-Bouwsma (edt), Japang, Indonesia And The War, The Netherlands: KITLY Press, 1997. 29 Amrin, Dibawah Pendudukan Jepang 1942-1945h. 63. 30 “Osamu Seirei No.44 Tentang Pembentukan Pasoekan Soeka-rela Oentoek Membela Tanah Djawa” ”, Djawa Baroe, No Istimewa,6/10/2603. h. 4
79
Tidak seperti Heiho, Peta dipimpin oleh para perwira Indonesia. Para perwira Jepang di unit mereka hanya bertugas sebagai pelatih atau penasehat. 31 Minat para pemuda untuk memasuki Peta cukup besar, antara lain disebabkan oleh gencarnya propaganda yang dilancarakan oleh pihak Jepang dan imbauan para tokoh masyarakat. Mereka berasal dari berbagai golongan, seperti bangsawan, priyai, dan rakyat biasa dan kaum muslimin. Karena pada saat Peta dibnetuk, Islam belum memiliki kesatuan militer sendiri. 32 Sebagian dari mereka pernah menempuh pendidikan sekolah menengah dan tergabung dalam Seinendan.33 Calon perwira Peta dilatih di Bogor pada pusat pelatihan yang disebut Jawa Bo-ei Giguyun Kanbu Reiseitai, yang kemudian berganti nama menjadi Bo-ei Giyugun Knbu Kyokutei.34 Akhir perang, anggotanya berjumlah 37.000 orang Jawa, 1.600 di Bali, dan sekitar 20.000 orang di Sumatra (di mana organisasi ini biasanya dikenal dengan nama Jepang Giyugun “prajurit-prajurit sukarela”) tidak seperti Heiho, Peta tidak secara resmi menjadi bagian dari balatentara Jepang, melainkan dimaksudkan sebagai pasukan gerilya pembantu guna melawan serbuan pihak sekutu, korps perwiranya meliputi para pejabat, para guru, para kyai, dan orang-orang Indonesia yang sebelumnya menjadi serdadu kolonial Belanda. Di antara mereka adalah bekas guru sekolah Mohammadiyah yang
31
Oktorino, Konflik Bersejarah h. 92. Benda, Bulan Sabit Dan Matahari Terbit. h. 173 33 Oktorino, Konflik Bersejarah. h. 63. 34 Ibid, h. 64. 32
80
bernama Soedirman, yang nantinya menjadi salah satu seorang tokoh militer terkemuka pada masa revolusi.35 Kelompok Islam mendapat dukungan yang jauh lebih besar di desa-desa dibandingkan dengan kaum nasionalis „sekuler‟. Itulah sebabnya ketika mendirikan angkatan bersenjata Indonesia yang pertama, penguasa Jepang memalingkan muka kepada Islam. Bendera Peta (Daidan-ki) bukanlah MerahPutih, melainkan Bulan-Sabit di dalam Matahari-Terbit, melukiskan perang suci Islam Indonesia terhadap imperialis Barat yang Kristen. “Bendera (demikian terbaca tulisan resmi) menunjukkan sebuah bidang hijau, dengan matahari bulat ditengah.....sinar-sinarnya...yang merah memancar ke segala arah. Di dalam matahari ini, bulan sabit dan bintang muncul dalam warna putih, sebuah simbol yang dihormati oleh para penduduk Jawa...”36 Para anggota Peta diberi pendidikan dan latihan militer dasar seperti barisberbaris,
peraturan
dan
disiplin
militer.
Mereka
dilatih
pula
untuk
mempergunakan senjata ringan seperti pistol, karabin, senapan mesin ringan dan juga senapan mesin berat dan motir. Mereka juga diberikan latihan bertempur yang disebut sentokyoren pada tingkat regu, tingkatan peleton dan tingkatan kompi.37 Manfaat yang didapat pemuda-pemuda Indonesia itu selama menjadi angggota tentara Peta adalah instruktif. Gemblengan-gemblengan di dalam daidan Peta memberikan mereka kepercayaan diri sendiri bahwa merekapun mampu berjuang melawan kekuatan yang lebih kuat dan terlatih. Orang Jepang
35
Ricklefs. M.C, Sejarah Indonesia Modern 1200-2004, (Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2001) h. 418. 36 Benda, Bulan Sabit Dan Matahari Terbit h. 174-175. 37 M.D, Sagimun, Perlawanan Rakyat Indonesia Terhadap Fasisme Jepang, (Jakarta: Inti Idayu Press, 1985) h. 44.
81
memperlihatkan kepada bangsa Indonesia bahwa sebagai orang Asia mereka tidak hanya dapat tegak berdiri sebagai bangsa yang merdeka, tetapi juga mampu mencapai tingkat yang sama dengan orang Barat.38 Pembentukan Peta yang mulanya dimaksud untuk menunjang kekuatan Jepang dalam melawan sekutu akhirnya menjadi bumerang bagi kekuatan Jepang sendiri. Hal ini terlihat pada masa-masa akhir kekuatan militer Jepang di Indonesia. Kekuatan-kekuatan militer bumi putra tersebut bangkit untuk melakukan perlawanan terhadap sisa-sisa kekuatan militer Jepang.39 Peta dibubarkan pada tanggal 18 Agustus 1945 setelah Jepang menyerah kepada sekutu. Jepang khawatir, Peta tidak dapat dikendalikan, sedangkan Jepang sudah berubah fungsi menjaga ketertiban dan keamanan sambil menunggu kedatangan sekutu.40 Tentara pembela Tanah Air (Peta) inilah yang menjadi inti dari TNI. 41
38
Poesponegoro dan Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia VI h. 55. Cahyo Budi Utomo, Dinamika Pergerakan Kebangsaan Indonesia Dari Kebangkitan Hingga Kemerdekaan, (Semarang: IK IP Semarang Press, 1995) h. 198. 40 Lapian (penyunting), Dibawah Pendudukan Jepang. h. 59 41 Zuhairini, dkk, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1997) h. 151. 39
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Pendudukan Jepang di Indonesia yang singkat telah memberikan banyak perubahan terhadap pendidikan kaum muslimin di Indonesia. Kebijakan yang dibuat pemerintah Jepang antara lain; pertama pelatihan ulama/guru yang bertujuan agar para guru dan ulama dapat mendidik para santrinya, serta dapat mengajak rakyat Indonesia agar mau membantu Jepang dalam melawan sekutu. Para ulama dan guru menyampaikan pendidikan yang mereka dapat selama pelatihan yaitu melalui pendidikan di madrasah maupun di sekolah umum, serta melalui ceramah-ceramah di masyarakat atau melalui media masa. Kedua pendidikan formal santri di sekolah, yaitu dengan mengubah kurikulum yang lama dengan kurikulum yang baru, menghapuskan pelajaranpelajaran yang berkaitan dengan Barat, melarang penggunaan buku-buku berbahasa Belanda, serta menanamkan kebudayaan Jepang pada para santri. Ketiga yaitu pendidikan militer bagi santri seperti Hizbullah, dan Peta yang bertujuan agar Jepang dapat memobilisasi kaum muslimin untuk membantu Jepang dalam perang, dengan memanfaatkan kayakinan kaum muslimin, mengenai perang suci untuk melawan orang-orang kafir (Barat). Dampak dari kebijakan pendidikan yang dibuat Jepang untuk kaum muslimin di Indonesia pada awal kedatangannya memang memberikan peningkatan terhadap pendidikan di Indonesia, Pendidikan Islam lebih leluasa dalam mengembangkan agama Islam. Namun pada saat-saat terakhir pendudukan Jepang, Jepang mulai memaksakan kebijakannya kepada kaum muslimin. 82
83
Pendidikan di sekolah-sekolah tidak berjalan dengan baik, guru-guru banyak yang dipaksa untuk bekerja di kantor pemerintahan. Sehingga kegiatan di sekolah tidak berjalan dengan baik. Dan banyak para santri yang putus sekolah karena harus membantu orang tuanya untuk memenuhi kekurangan tenaga kerja akibat penekanan romusha serta berbagai program latihan. Tetapi kaum muslimin tidak begitu saja mau dimanfaatkan oleh pemerintah Jepang, sebaliknya kaum muslimin yang dipimpin oleh alim ulama memanfaatkan kebijakan-kebijakan yang dibuat Jepang untuk meningkatkan pendidikan kaum muslimin. Seperti pelatihan alim ulama mereka manfaatkan untuk berhubungan dengan ulama-ulama dari daerah lain, dan mereka manfaatkan untuk menyebarkan agama Islam. Pendidikan jasmani di sekolah dan pendidikan militer dimanfaatkan untuk melatih kaum santri dan rakyat Indonesia agar mereka siap untuk merebut kemerdekaan Indonesia. Akhirnya rakyat Indonesia dapat merebut kemerdekaan Indonesia dari pemerintah Jepang, yakni pada tanggal 17 Agustus 1945. B. Saran Penulis memahami betul dalam tulisan ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kata sempurna, maka dari itu kritik dan saran sangat dibutuhkan demi baiknya tulisan/karya ini. Untuk generasi selanjutnya akan lebih bagus lagi jika mengkaji lebih mendalam dan memunculkan ide-ide yang cemerlang untuk menggali tulisan khusus kebijakan-kebijakan yang dibuat Jepang di Indonesia seperti: kebijakan militer pada masa penjajahan Jepang, pelatihan ulama pada masa penjajahan Jepang dan lain-lain.
DAFTAR PUSTAKA
Sumber Sezaman: Sumber Majalah: “Sekolah Latihan Goeroe Istimewa,1/3/2603.
Poetri
di
Djakarta”
Djawa
Baroe,
No
“Pendidikan Nippon di Desa”, Djawa Baroe, No Istimewa,6/10/2603. “Kanak-Kanak di Djawa” Djawa Baroe, No. Istimewa, 1/3/2603. “Latihan Djawa Seinendan”, Djawa Baroe, Nomor Istimewa, 5/10/2603. “Tentara Pembela Tanah Air lahir; Osamu Seirei No.44 Tentang Pembentukan Pasoekan Soeka-rela Oentoek Membela Tanah Djawa” ”, Djawa Baroe, No Istimewa,6/10/2603. “Osamu SeiRei No. 22 Tentang Sekolah Partikoelir” Kan Po (Berita Pemerintah) No. 22 Tahun II Bulan 7, 2603. “Alim Olama; Menghadapi Pendidikan Ra’jat”, Soeara Madjelis Islam A’lla Indonesia, 30 Radjab 1364 (1 Agoestoes 2603). “Islam Dizaman Belanda Oleh; A. Salam Yahja”, Soeara Madjelis Islam A’lla Indonesia, 14 Sja’ban 1364 (15 Agoestoes 2603). “Pendapatan Selama Latihan Oelama oleh H. A Musaddad”, Soeara Madjelis Islam A’lla Indonesia, 1 Ramadhan 1362 (1 September 2603). “Sepatah Kata Tentang Hizboe’llah oleh; H. A. Kahar Moedzakir ShumubuJichoo”, Soeara Muslimin Indonesia, 16 Moeharram 1364 (1 Djanoeari 2605), No. 1 Th. III. “Dengan Keberanian dan Pengorbanan Membela Agama dan Tjita-tjita oleh Dr. Soekiman”, Soeara Muslimin Indonesia, 16 Moeharram 1364 (1 Djanoeari 2605), No. 1 Th. III. “Pendidikan Bagi Rakyat Oentoek Mentjapai Indonesia Merdeka oleh Drs. Moh. Hatta”, Soeara Muslimin Indonesia, 16 Moeharram 1364 (1 Djanoeari 2605), No. 1 Th. III. “Tjara Kerdja Bersama-sama jang Oetama oleh K. H. M, Mansoer”, Soeara Muslimin Indonesia, 16 Moeharram 1364 (1 Djanoeari 2605), No. 1 Th. III.
84
85
“Pendidikan di Masa Perang oleh Drs. Moh. Hatta”, Soeara Muslimin Indonesia, 30 Moeharram 1364 (15 Djanoeari 2605), No. 2 Th. 3. “Sekolah dan Agama Islam oleh Drs. Moh. Hatta”, Soeara Muslimin Indonesia, 30 Moeharram 1364 (15 Djanoeari 2605), No. 2 Th. 3. “Oepatjara Pemboekaan: Sekolah Tinggi Islam; Pendidikan Tjalon PemimpinPemimpin Islam Indonesia”, Soeara Muslimin Indonesia, 19 Djoemadul Achir 1364 (19 Djoeni 2605), No. 11 Th. 3. “Sekolah Tinggi Islam jang Pertama di Indonesia Keterangan jang Berwajib” Soeara Muslimin Indonesia, 19 Djoemadul Achir 1364 (19 Djoeni 2605), No. 11 Th. 3. “Pendidikan Boedi pekerti II oleh: R.P Soemaolan”. Pandji Poestaka, Weltevreden: Balai Pustaka,1943. “Dasar Perdjoeangan Moeslimin Oleh; Ahmad Joesoef”, Pandji Poestaka, Weltevreden: Balai Pustaka,1943. Sumber Surat Kabar: “Sekolah Tinggi Islam: Tjalon-tjalon jang Diterima Oentoek Tingkat Pendahuluan”, Asia Raya, Selasa Pon, 14 Agoest 2665 (6 Ramadhon 1364). No.158 “Sekolah Pertanian menengah dan Sekolah Teknik menengah” Asia Raya, Senin Legi, 23 Djoeli 2605 (14 Roewah 1364). “Moerid2 S.M.T Minta Masoek Sekolah Tinggi Islam”, Asia Raya , Selasa Pon, 14 Agoest 2665 (6 Ramadhon 1364). No. 195. “Sekolah Bahasa Nippon Tinggi” Asia Raya, Djoem’at Paing, 3 Agoest 2665 (25 Roewah 1364) “Oesaha Pendidikan Dikalangan Para Roomusya”, Asia Raya, Djoem’at Paing, 29 Djoeni 2665 (19 Redjab 1364). “Sekolah Tinggi Islam Djakarta (Djakarta Kaikyoo Daigaku)”, Asia Raya, Rebo Legi, 13 Djoeni 2665 (3 Redjab 1361).
86
Sumber Sekunder: Buku-Buku: Abdurrahman(adt), Dari Kurun Niaga Hingga Orde Baru, Bunga Rampai Sejarah Indonesia, Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya (FIB) UI, 2007. Anak Agung Dge Agung. Ide, Kenangan Masa Lampau Zaman Kolonial Hindia Belanda dan Zaman Pendudukan Jepang di Bali, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1993. Benda. Harry J, Bulan Sabit Dan Matahari Terbit: Islam Indonesia Pada Masa Pendudukan Jepang (trjmh), Jakarta: Pt. Dunia Pustaka Jaya, 1980. Budi Utomo, Cahyo, Dinamika Pergerakan Kebangsaan Indonesia Dari Kebangkitan Hingga Kemerdekaan, Semarang: IKIP Semarang Press, 1995. Djoened Poesponegoro, Marwati dan Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia VI :Zaman Jepang dan Republik Indonesia (1942-1998) edisi pemutakhiran, Jakarta: PT. Balai Pustaka, 2011. E Lucas. Anton, Peristiwa Tiga Daerah Revolusi dalam Revolusi, Jakarta: PT. Pustaka Utama Grafiti, 1989. Goto, Ken’ichi, Jepang dan Pergerakan Kebangsaan Indonesia, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1998. Harnoko Poliman, Darto, Perang Kemerdekaan Kebumen Tahun 1942-1950, Yogyakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Kebudayaan Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional, 1986/1987. Imran, Amrin, Dibawah Pendudukan Jepang 1942-1945, dalam Taufik Abdullah dan A.B. Lapian (ad), Indonesia Dalam Arus Sejarah: Perang Dan Revolusi Jilid 6, Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 2012. Joe Lan. Nio, Dalem Tawanan Djepang, Jakarta: Komunitas Bambu, 2008 Kuntowijoyo, Metodologi Sejarah Edisi Kedua, Yogyakarta: PT. Tiara Wacana Yogya, 2003. Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah, Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya, 1995. Kurasawa, Aiko, Kuasa Jepang di Jawa: Perubahan Sosial di Pedesaan 19421945, Depok: Komunitas Bambu, 2015. Kutoyo, Sutrisno dkk (edt), Sejarah Daerah-Daerah Istimewa Yogyakarta, Jakarta: PT. CV. Eka Darma, 1997.
87
Lapian, A.B (penyunting), Di bawah Pendudukan Jepang: Kenangan Empat Puluh Dua Orang yang Mengalami, Jakarta: Arsip Nasional Republik Indonesia, 1988. M.D, Sagimun, Perlawanan Rakyat Indonesia Terhadap Fasisme Jepang Jakarta: Inti Idayu Press, 1985. Ma’arif. Syafi’i, Islam Dan Politik Di Indonesia Pada masa Demokrasi Tepimpin (1959-1965), Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga Press, 1988. Murayama, Yoshitada, Orang Jepang di Koloni Asia Tenggara, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1998. Nata, Abuddin, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: PT. Kencana Prenadamedia Group, 2014. Oktorino, Nino, Konflik Bersejarah: Ensiklopedi Pendudukan Jepang Di Indonesia, Jakarta: PT. Gramedia, 2013. Paeni, Mukhlis dan Mestika Zed, Perang Pasifik dan Jatuhnya Rezim Kolonial Belanda, dalam Taufik Abdullah dan A.B. Lapian (ad), Indonesia Dalam Arus Sejarah: Perang Dan Revolusi Jilid 6, Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 2012. Post, Peter and Elly Touwen-Bouwsma (edt), Japang, Indonesia And The War, The Netherlands: KITLY Press, 1997. Ricklefs. M.C, Sejarah Indonesia Modern 1200-2004, Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2001. Subiakto, Ari, Kronik Perang Dunia II 1939-1945, Yogyakarta: Mata Padi Pressindo, 2015. Sunanto. Musyrifah, Sejarah Peradaban Islam Indonesia, Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2012. Utomo, Cahyo Budi, Dinamika Pergerakan Kebangsaan Indonesia Dari Kebangkitan Hingga Kemerdekaan,Semarang: IKIP Semarang Press, 1995. Van Nieuwenhuijze, C. A. O Aspects Of Islam In Post-Colonial Indonesia, The Hague and Bandung: W. Van Hoeve LTD, 1958. Yusuf, Ahmad, Sejarah Perjuangan Rakyat Riau 1942-2002 buku 1, Pekanbaru: Badan Kesejahteraan Sosial Provinsi Riau, 2004. Zuhairini, dkk, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1997.
88
Skripsi: Dimas Suryo Sudibyo, “Kebijakan Jepang dalam Bidang Pendidikan Terhadap Orang Indonesia Tahun 1930-1945”, Skripsi S1 Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, Depok, 2009. Sumber WEB: www.kamusbesar.com (akses: Rabu, 12 Agustus 2015)
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Lampiran 1:
K. H. M. Mansur mengajak rakyat Indonesia untuk membantu Jepang.1
1
“Tjara Kerdja Bersama-sama jang Oetama oleh: K.H.M, Mansoer”, Soeara Muslimin Indonesia, (16 Moeharram 1364/1 Djanoeari 2605, No. 1 Th. III).
89
90
Lampiran 2:
91
Pidato Ahmad Yusuf mengenai dasar perjuangan kaum muslimin untuk membantu tentara Dai Nippon.2
2
“Dasar Perdjoeangan Moeslimin Oleh; Ahmad Joesoef”, Pandji Poestaka, (Weltevreden: Balai Pustaka,1943).
92
Lampiran 3:
Gambaran Sistem Pendidikan di Indonesia pada Masa Perang yaitu menggunakan sistem kemiliteran.3
3
“Pendidikan di Masa Perang oleh; Drs. Moh. Hatta”, Soeara Muslimin Indonesia, (30 Moeharram 1364 /15 Djanoeari 2605, No. 2 Th. 3).
93
Lampiran 4
Alim ulama memiliki peranan yang penting dalam pendidikan rakyat Indonesia.4
4
“Alim Olama; Menghadapi Pendidikan Ra’jat”, Soeara Madjelis Islam A’lla Indonesia, (30 Radjab 1364/1 Agoestoes 2603).
94
Lampiran 5:
Pendapatan yang diperoleh ulama selama pelatihan.5
5
“Pendapatan Selama Latihan Oelama oleh H. A. Musaddad ”, Soeara Madjelis Islam A’lla Indonesia, 1 Ramadhan 1362 (1 September 2603). h. 11
95
Lampiran 6
96
Sekolah Latihan guru-guru putri di Jakarta selama dua bulan, setelah itu mereka kembali lagi kedaerah masing-masing untuk mengajarkan ilmu yang telah didapat selama latihan.6
6
“Sekolah Latihan Goeroe Poetri di Djakarta” Djawa Baroe, No Istimewa,(1/3/2603).
97
Lampiran 7:
Namun pada sumber lain dijelaskan bahwa kursus untuk guru dilakukan selama 3 bulan, kemudian guru-guru yang sudah mengikuti kursus kembali kedesa dan mengajarkan ilmu yang telah mereka dapat kepada murid-muridnya.7 7
“Pendidikan Nippon di Desa”, Djawa Baroe, No Istimewa,(6/10/2603).
98
Lampiran 8:
A.Saleh Yahya memberikan gambaran perbedaan pendidikan Islam pada masa Belanda dengan pendidikan Islam masa Jepang. 8
8
“Islam Dizaman Belanda Oleh; A. Salam Yahja”, Soeara Madjelis Islam A’lla Indonesia, 14 Sja’ban 1364 (15 Agoestoes 2603).
99
Lampiran 9: .
Diadakannya pelajaran agama Islam disekolah-sekolah rakyat. 9
9
Sekolah dan Agama Islam Drs. Moh. Hatta”, Soeara Muslimin Indonesia, (30 Moeharram 1364/15 Djanoeari 2605, No. 2 Th. 3). h. 7
100
Lampiran 10:
Sekolah partikuler selain sekolah pertama, sekolah rakyat dan sekolah perusahaan menengah dilarang dibuka, kecuali telah memenuhi syarat dan telah diizinkan oleh pejabat yang bersangkutan10 10
“Osamu Seirei No. 22 Tentang Sekolah Partikoelir” Kan Po (Berita Pemerintah) No. 22 (Tahun II Bulan 7, 2603).
101
Lampiran 11:
Anak-anak di Jawa berlatih Sumo 11 11
“Kanak-Kanak di Djawa” Djawa Baroe No. Istimewa (1/3/2603).
102
Lampiran 12:
Pembukaan Sekolah Tinggi Islam di Jakarta pada tanggal 8 Juli 2605.12
12
“Sekolah Tinggi Islam Djakarta (Djakarta Kaikyoo Daigaku)”, Asia Raya, Rebo Legi, (13 Djoeni 2665/3 Redjab 1361).
103
Lampiran 13:
Sambutan pada upacara pembukaan Sekolah Tinggi Islam.13
13
“Oepatjara Pemboekaan: Sekolah Tinggi Islam; Pendidikan Tjalon Pemimpin-Pemimpin Islam Indonesia”, Soeara Muslimin Indonesia, (19 Djoemadul Achir 1364/19 Djoeni 2605), No. 11 Th. 3.
104
lampiran 14:
Banyaknya siswa yang diterima di sekolah Tinggi Islam pada tahap awal berjumlah 49 orang, 35 dari SMT dan 14 dari madrasah..14
14
“Sekolah Tinggi Islam: Tjalon-tjalon jang Diterima Oentoek Tingkat Pendahuluan”, Asia Raya (Selasa Pon, 14 Agoest 2665 (6 Ramadhon 1364). No.158
105
Lampiran 15:
Selain sekolah Agama pendidikan agama Islam juga diberikan disekolah umum salah satunya yaitu pendidikan untuk para Romusa.15
15
“Oesaha Pendidikan Dikalangan Para Roomusya”, Asia Raya, (Djoem’at Paing, 29 Djoeni 2665/19 Redjab 1364).
106
Lampiran 16:
Sambutan H. A. Kahar Moedzakir tentang Pembentukan Barisan Hizboellah.16
16
“Sepatah Kata Tentang Hizboe’llah oleh; H. A. Kahar Moedzakir Shumubu-Jichoo”, Soeara Muslimin Indonesia, (16 Moeharram 1364/1 Djanoeari 2605), No. 1 Th. III.
107
Lampiran 17:
Peraturan pemerintah Jepang dalam pembentukan pasukan sukarela untuk membela tanahh Djawa.17
17
“Tentara Pembela Tanah Air lahir; Osamu Seirei No.44 Tentang Pembentukan Pasoekan Soeka-rela Oentoek Membela Tanah Djawa” ”, Djawa Baroe, No Istimewa,6/10/2603