JURNAL ILMU MANAJEMEN
ULTIMA MANAGEMENT ISSN 2085-4587 Volume 5, No.1, Juni 2013 KEBIJAKAN EDITORIAL DAN PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL JURNAL ILMU MANAJEMEN ULTIMA MANAGEMENT
Jurnal Ilmu Manajemen Ultima Management adalah Jurnal Ilmu Manajemen yang diterbitkan oleh Program Studi Manajemen Fakultas Bisnis Universitas Multimedia Nusantara secara berkala dua kali dalam setahun yaitu setiap bulan Juni dan Desember. Kata Ultima berasal dari bahasa Latin yang artinya dalam, bermutu dan berbobot. Ultima Management diharapkan menjadi wadah publikasi hasil riset manajemen dengan kualitas yang sangat baik, dalam, bermutu dan berbobot. Tujuan penerbitan Jurnal Ilmu Manajemen Ultima Management adalah untuk mempublikasi hasil riset, telaah ilmiah, analisis dan pemikiran terkait dengan keilmuan manajemen dengan topik seperti manajemen pemasaran, manajemen keuangan, manajemen sumber daya manusia, manajemen operasional, manajemen stratejik, kewirausahaan, investasi dan technopreneurship. Jurnal ini tentunya ditujukan kepada praktisi manajemen serta segenap civitas akademika yang tertarik dengan keilmuan manajemen. Penentuan artikel yang dimuat dalam Jurnal Ilmu Manajemen Ultima Management adalah blind review oleh editor dengan mempertimbangkan substansi materi dan manfaatnya terhadap pengembangan keilmuan manajemen serta penerapan praktis penelitian tesebut. Editor bertanggung jawab memberikan saran konstruktif dan evaluasi atas konten artikel. Pedoman Penulisan Artikel: 1. Naskah merupakan hasil penelitian atau kajian pustaka yang belum pernah dipublikasikan. 2. Jumlah halaman 10-25.
3. Nama penulis dicantumkan tanpa gelar akademis dan diikuti dengan nama lembaga tempat kegiatan penelitian dilakukan 4. Artikel menggunakan jenis huruf Times New Roman dengan ukuran font 12 dan spasi 1. 5. Ukuran kertas A4. Sistematika penulisan meliputi: 1. Abstrak, ditulis dalam bahasa Inggris, tidak melebihi 200 kata. Abstrak merupakan ringkasan dari artikel yang terdiri dari 3 paragraf, yaitu: a. Paragraf 1 berisikan tujuan dan target khusus yang ingin dicapai dalam penelitian. b. Paragraf 2 berisi metodologi penelitian yang digunakan dan unit analisis. c. Paragraf 3 berisi hasil uji hipotesis. Abstrak diikuti dengan kata kunci (keyword) yang terdiri atas 3 – 5 kata. 2. Naskah disusun dengan sistematika: a. Pendahuluan. b. Tinjauan Literatur dan Hipotesis c. Metode Penelitian. d. Hasil dan Pembahasan. e. Kesimpulan, Keterbatasan dan Saran. f. Referensi. g. Lampiran. 3. Tabel dan Gambar (Grafik) a. Tabel dan Gambar disajikan bersama dengan naskah tapi diperbolehkan disajikan terpisah dari naskah sebagai lampiran. b. Tabel dan Gamber diberikan nomor urut dan judul lengkap serta disebutkan sumbernya jika merupakan kutipan. 4. Kutipan dalam teks ditulis diantara tanda kurung yang menyebutkan nama akhir penulis, tahun tanpa koma dan nomor halaman jika dipandang perlu. a. Satu sumber kutipan dengan satu penulis, contoh: (Hartono, 2005); dua penulis, contoh: (Aris dan Hartono, 2006); lebih dari
dua penulis, contoh: (Hartono et.al.,2007); lebih dari dua sumber diacu bersamaan, contoh: (Ghozali,2006; Sylvia,2008); dua tulisan atau lebih oleh satu penulis, contoh: (Ghozali, 2006;2008). b. Kutipan disertai nomor halaman, contoh (Ghozali 2008,102). c. Pencantuman halaman karya yang diacu menggunakan tanda titik dua sebelum penomoran halaman, contoh: (Thomas, 2003:3) d. Jika pada referensi terdapat penulis dengan lebih dari satu artikel pada tahun penerbitan yang sama, maka kutipan menggunakan huruf a,b… setelah tahun, contoh: (Kusuma,2005a) atau (Kusuma,2004b; Utama et al., 2005a). e. Jika nama penulis disebutkan pada teks, maka nama tidak perlu disebutkan pada kutipan, contoh: Kusuma (2004) menyatakan ……. f. Sumber kutipan yang berasal dari pekerjaan suatu institusi sebaiknya menyebutkan akronim institusi yang bersangkutan misalnya: (IAPI 2008) 5. Referensi yang dicantumkan dalam daftar referensi hanya yang benarbenar disebutkan dalam artikel. Sebaliknya, semua referensi yang telah dicantumkan dalam artikel harus dicatat dalam daftar referensi. Referensi disusun alfabetis sesuai dengan nama belakang penulis atau nama institusi. Contoh: Buku: Satu Penulis Ghozali, Imam. (2012). Aplikasi Analsis Multivariate dengan Program IBM SPSS 20. Semarang: Badan Penerbit Undip. Madura, Jeff. (2010). International Corporate Finance. New York: Cengage Dua Penulis Leach, J. Chris. & Melicher, Ronald W. (2009). Finance for Entrepreneurs. New York: Cengage. Tiga Penulis Ross, Stephen A., Westerfield, Randolph W., & Jordan, Bradford D. (2011). Corporate Finance Fundamentals. New York: McGraw-Hill
Penulis Institusi Ikatan Akuntan Indonesia (2007). Standar Akuntansi Keuangan. Jakarta: Divisi Penerbitan IAI. Jurnal Brownlie, D. (2007). Toward effective poster presentations: An annotated bibliography. European Journal of Marketing, 41, 1245-1283. Website John, Dean. (2008). When the self emerges: Is that me in the mirror? Retrieved from http://www.spring.org.uk/the1sttransport Workshop/Seminar Wainwright, S.P. (2000). For Bordieu in Realist Social Science. Cambridge Realist Workshop 10th Anniversary Reunion Conference. Tesis/Disertasi Biswas, S. (2008). Dopamine D3 receptor: A neuroprotective treatment target in Parkinson's disease. Retrieved from ProQuest Digital Dissertations. (AAT 3295214) 6. Catatan kaki dipergunakan untuk memberi penjelasan/analysis tambahan yang jika dimasukan dalam naskah akan mengganggu kontinuitas naskah. Catatan kaki tidak digunakan untuk acuan/referensi. Catatan kaki diketik dua spasi dan diberi nomor urut dan dicetak superscript. Catatan kaki ditempatkan pada akhir artikel. 7. Penyerahan artikel yang dikirimkan ke Jurnal Ultima Management memenuhi kriteria sebagai berikut: a. Artikel yang sedang dipertimbangkan untuk dipublikasi di jurnal lain atau di penerbit lain tidak dapat dikirim ke Jurnal Ultima Management. Penulis harus membuat pernyataan bahwa artikel tidak dikirim atau dipublikasi di mana pun.
b. Jika artikel menggunakan pendekatan survey atau eksperimental maka instrument (Kuisioner, kasus, dll) juga harus disertakan. c. Artikel dikirim ke: Program Studi Manajemen Universitas Multimedia Nusantara Scientia Garden, Jl. Scientia Boulevard Gading Serpong, Tangerang Telp 021-542-20808; Fax 021-542-20800 Email:
[email protected] www.umn.ac.id
JURNAL ILMU MANAJEMEN
ULTIMA MANAGEMENT Program Studi Manajemen, Universitas Multimedia Nusantara Scientia Garden, Jl. Scientia Boulevard, Gading Serpong, Tangerang Telp 021-542-20808; Fax 021-542-20800 FORMULIR BERLANGGANAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama
: ………...……………………………………………………………………………
Instansi
: ………...……………………………………………………………………………
Alamat Pengirim
: ………...……………………………………………………………………………
Telepon
: ………...……………………………………………………………………………
Email
: ………...……………………………………………………………………………
Bermaksud untuk berlanggan Jurnal ilmu Manajemen Ultima Management:
Selama 1 (satu) tahun, Rp 50.000,- untuk 2 edisi
Selama 2 (dua) tahun, Rp 100.000,- untuk 4 edisi
Biaya langganan belum termasuk ongkos kirim. Biaya langganan dapat ditransfer ke rekening di bawah ini: Rekening BCA Cabang Gadjah Mada a.n. Yayasan Multimedia Nusantara No Acc. 012-301-6294 Bukti transfer di fax atau dikirim ke alamat redaksi Jurnal Ultima Management di bawah ini: Program Studi Manajemen Universitas Multimedia Nusantara Scientia Garden, Jl. Scientia Boulevard, Gading Serpong, Tangerang Telp 021-542-20808; Fax 021-542-20800 Email:
[email protected] www.umn.ac.id
Ultima Management Vol.5 No.1 / 2013
Jurnal Ultima Management merupakan Jurnal Ilmu Manajemen yang menyajikan artikel-artikel penelitian ilmiah dalam bidang manajemen serta isu-isu teoritis dan praktis terkini. Kajian mencakup Manajemen Stratejik, Manajemen Pemasaran,
Manajemen
Sumber
Daya
Manusia,
Manajemen
Keuangan,
Kewirausahaan, Investasi, Technopreneurship dan topik-topik lain yang berkaitan dengan manajemen perusahaan. Jurnal Ultima Management diterbitkan oleh Program Studi Manajemen – Universitas Multimedia Nusantara (UMN) secara berkala setiap enam bulanan.
Susunan Pengelola Ultima Management Pelindung Penanggungjawab Pemimpin Umum Ketua Dewan Redaksi Redaksi Pelaksana Dewan Redaksi Sirkulasi & Distribusi Keuangan
: Dr. Ninok Leksono : Hira Meidia, Ph.D. : Dr. Ir. P.M. Winarno, M.Kom. : Anna Riana Putriya, S.E., M.Si. : Andreas Kiky, S.E., M.Sc. : Dewi Wahyu Handayani, S.E., M.M.; Ika Yanuarti, S.E., MSFIN; Purnamaningsih, S.E.,M.S.M.; Ir. Budi Susanto, M.M.; : Sularmin : I Gede Made Suteja, S.E.
Alamat Redaksi: Universitas Multimedia Nusantara (UMN) Scientia Bouleverd Raya, Scientia Garden Gading Serpong, Tangerang 153333 Banten Telp. 021-5422-0808 Fax. 021-5422-0800
i
Ultima Management Vol.5 No.1 / 2013 JURNAL ILMU MANAJEMEN
ULTIMA MANAGEMENT ISSN 2085-4587 Volume 5, Nomor 1, Juni 2013
DAFTAR ISI Analisis Faktor-Faktor Individual yang Berpengaruh Terhadap Orientasi Pengembangan Produk Studi Empirik pada Sentra Industri Sepatu Cibaduyut ……………...…………………………………………….……… (1) Y. Budi Susanto Pengaruh Brand Experience dan Kepuasan Sebagai Intervening Terhadap Loyalitas Konsumen Starbucks………………... ……………………..………………………..(12) Donant Alananto Iskandar & Ardiko R Shandy Studi Keakuratan Metode Peramalan Time-Series pada Nilai Tukar USD/IDR Periode 2006-2012 …………………………………………………………………..….…….(27) Andreas Kiky Analisis Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap Perilaku Pembelian Konsumen Pada Produk Fashion Merek Zara di Jakarta …………………….……………….…(35) Muliady Salim Yaparto Identifikasi Pengaruh Theory of Planned Behavior Terhadap Intention Pembelian Produk Virtual pada Game Online………………………………………..………....(46) Indra Cahya
ii
Y. Budi Susanto
1
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR INDIVIDUAL YANG BERPENGARUH TERHADAP ORIENTASI PENGEMBANGAN PRODUK Studi Empirik pada Sentra Industri Sepatu Cibaduyut Y. Budi Susanto Universitas Multimedia Nusantara Abstract Goal of this paper is to investigated the dimensions or factors from individual characteristic leadership or the founder of the firm which in this context is strategic leadership competency and entrepreneurial orientation. This research conducted base on interview and observation, later on the 82 questionere are distributed through 82 shoes craftman in Cibaduyut. Hipothesis are tested using Multiple Linear Regression. Finding of this paper is there are 4 factors that has significant influence on Product Development Orientation. These 4 factors are Strategic Leadership, Comprehensiveness, Deftness, Adaption and Absorbtion. Entreprenuer Orientation & Innovation has significant influence on Product Development Orientation and the other factor are not significant. Keyword : Strategic Competency Leadership, Entreprenuer Orientation, Market Orientation, Product Development Orientation I. Pendahuluan Di Cibaduyut, saat ini terdapat sekitar 800 pengusaha sepatu, yang sebagian besar adalah pengrajin. Dilihat dari keberhasilan berbisnis, belum banyak pengrajin yang menikmati kinerja bisnis yang baik. Daya tawar yang rendah terhadap pedagang besar, membuat pengrajin hanya memiliki marjin yang tipis, yang pada akhirnya berdampak pada kesejahteraan pengrajin beserta tenaga kerjanya. Beberapa penyebab yang sering dikeluhkan para pengrajin adalah kurangnya sumberdaya tenaga terampil, tekanan harga oleh pedagang pengecer besar, bahan baku yang langka dan harganya cenderung naik terus, intervensi pemerintah yang tidak tepat sasaran, dlsb. Dilihat dari perspektif kultural, penyebab lain adalah etos kerja yang kurang tepat seperti terlihat dari penggunaan uang pembayaran yang digunakan untuk bersenang-senang. Sikap tidak dapat menerima kehadiran pelaku usaha etnis tertentu yang dikhawatirkan dapat mematikan bisnis atau usaha para pelaku usaha pribumi,
Sebagian besar pengrajin merupakan pengikut pasar (market follower). Namun masih ada beberapa pengrajin yang bermental pelaku industri yang baik. Mereka berusaha keras untuk memiliki konsep dalam berproduksi, memasarkan, dan berbisnis pada umumnya. Dalam berproduksi, mereka mencoba fokus pada jenis produk tertentu sesuai dengan aspirasinya, ada yang focus pada sepatu boot, anak-anak, wanita, dan lain sebagainya dengan desain dan bahan yang mereka pilih. Dari segi pemasaran, mereka tidak mau ditekan pedagang, sehingga memilih menjual secara online, maupun memenuhi pesanan merek-merek ternama di tingkat nasional, seperti Andrew, Playboy, Yongky Komaladi, dlsb. Ada juga yang mengembangkan merek sendiri seperti Nakerschoe, D’Class, Hikers, Nurfion, dlsb. Ketidak-mampuan membangun merek yang disikapi dengan mentalitas membuat produk dengan merek ternama seperti Wrangler, Versace, Caterpilar, dlsb hanya memperburuk situasi. Pemerintah berperan melalui UPT Persepatuan, dengan program pelatihan, Ultima Management Vol 5. No.1. Juni 2013
2
Analisis Faktor-Faktor Individual yang Berpengaruh Terhadap Orientasi Pengembangan Produk
penyewaan alat-alat produksi dengan harga murah, dan penyewaan aula untuk berbagai acara terkait persepatuan. Kehadiran pedagang yang berasal dari luar Cibaduyut maupun dari luar Jawa, turut memperburuk situasi dalam bentuk makin kuatnya persaingan harga, hingga mayotitas produk yang dijual adalah produk murah. Secara makro, hal ini membuat Cibaduyut lebih eksis sebagai sentra perdagangan, bukan sentra industry. Sementara dari segi mikro, hal ini membuat pengrajin menjadi lebih bermental produksi untuk memenuhi kebutuhan pasar saja. Namun di tengah suramnya kondisi tersebut, masih ada secercah harapan. Hal ini terlihat dari masih adanya beberapa pengrajin yang memiliki misi dan visi dalam menjalankan. Mereka menjalankan usaha tidak sekedar didorong kepentingan ekonomi untuk menyambung hidup, melainkan dengan mengembangkan produk dan brand yang dapat menjadi pemenuhan kebutuhan eksistensi atau identitas diri. Beberapa pengrajin berusaha eksis dengan tetap memproduksi sepatu kelas atas. Sepatu ini disebut sepatu buatan tangan (hand-made), yang memiliki nilai seni sebagai karya kerajinan (craft) tinggi, dengan bahan seratus persen kulit, dengan teknik Cementing, Blake Stitch, maupun Goodyear Welt. Mereka diantaranya adalah Tegep Boots, Batant Stride, Fortuna, Parker, Old Dog, dlsb. Dilihat dari ketersediaan sumberdaya, industry sepatu Cibaduyut memiliki seperti bahan baku dan keahlian membuat sepatu. Namun ketidakmampuan manajemen bisnis, berakibat belum diperoleh kinerja bisnis yang baik. Pengamatan mununjukkan, sumberdaya lain, dalam hal ini SDM, industry sepatu Sementara itu menurut Vorhies dan Morgan (2012), kinerja sebuah perusahaan dipengaruhi oleh sebuah orientasi stratejik yang disebut Orientasi Pasar. Melihat kondisi di atas, terlihat para pelaku usaha tidak memiliki orientasi pasar yang jelas. Dari pengamatan menunjukkan pula
adanya kelemahan aspek-aspek kewirausahaan, seperti kurangnya inovasi, keberanian mengambil resiko,dan lain sebagainya. Melihat situasi ini, perlu dilakukan sebuah penelitian yang dapat memberi gambaran factor-faktor kewirausahaan tersebut,yang sering disebut sebagai Orientasi Kewirausahaan, mempengaruhi terbentuknya orientasi Pasar yang baik di kalangan para pengusaha di Cibaduyut. Dengan mengetahui hal ini,maka dapat dilakukan usaha pembenahan yang lebih tepat sasaran. II. Tinjauan Literatur dan Hipotesis Orientasi kewirausahaan Selain menghadapi keterbatasan sumberdaya, perusahaan kecil dan menengah menghadapi persoalan pasar, dalam berbagai dimensi persoalannya, seperti perilaku konsumen, perkembangan teknologi, regulasi pemerintah, dan lain sebagainya, yang harus dengan cepat dan tepat direspon dengan berbagai langkah bisnis umumnya, dan pemasaran khususnya. Untuk itu, UMKM membutuhkan pimpinan seorang yang dapat menjalankan proses kewirausahaan dengan baik, atau memiliki sebuah Orientasi Kewirausahaan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa konsep Orientasi Kewirausahaan dapa dipandang sebagai uaya penempatan konsep manajemen stratejik ke dalam domain manajemen pemasaran. Lumpkin dan Dess (1996) mencoba membedakan antara pengertian kewirausahan (entrepreneurship) dengan orientasi kewirausahaan (entrepreneurial orientation). Mereka mendefinisikan kewirausahan sebagai konten strategi, berikut cara-cara tindakan yan dilakukan, dalam mendirikan sebuah perusahaan baru (new entry). Contohnya adalah memasuki pasar lama dengan barang baru, dan lain sebagainya. Sedangkan Orientasi Kewirausahaan mereka definisikan sebagai gaya pengambilan keputusan, proses, dan Ultima Management Vol 5. No.1. Juni 2013
Y. Budi Susanto
metode dari seseorang, untuk dapat berhasil mendirikan dan menjalankan usaha baru tersebut. Definisi orientasi kewirausahaan dijelaskan melalui tiga dimensi inovatif, pengambilan risiko, dan sifat proaktif (Miller, 1983). Lebih jauh Lumpkin dan Dess (1996) menambahkan dimensi otonomi dan agresivitas pada definisi orientasi kewirausahaan tersebut. Dengan demikian, variabel Orientasi Kewirausahaan dapat diwakili oleh dimensi-dimensi sebagai berikut: 1. Inovatif. Inovatif adalah sifat kepribadian wirausahawan yang cenderung terlibat dan mendukung berbagai berbagai proses pencarian ide baru, eksperimen, dan proses kreatif lain yang dapat menghasilkan produk maupun proses baru. Menurut Lumpkin dan Dess (1997), Orientasi Kewirausahaan adalah kecenderungan untuk terlibat dalam dan mendukung ide-ide baru, kebaruan, eksperimen, dan proses-proses kreatif yang mungkin menghasilkan produk baru, jasa, atau proses teknologis. 2. Pengambilan risiko. Pengambilan risiko merupakan sifat wirausahawan yang berkomitmen untuk menanggung segala risiko atas kinerja organisasi bisnis yang dibangunnya sebagai hasil inisiatifnya untuk menangkap peluang yang telah diidentifikasinya. Ia merisikokan dirinya sendiri, bekerja untuk diri sendiri, dan tidak bekerja untuk orang lain. Risiko tersebut muncul dari ketidakpastian atas hasil yang diperoleh, dari berbagai sumber daya yang telah disediakannya (Baird dan Thomas, 1985). Cantillon (1734), yang merupakan orang pertama yang secara resmi menggunakan istilah “kewirausahaan”, mengemukakan bahwa faktor utama yang memisahkan dan membedakan para wirausahawan dari para karyawan atau tenaga profesional yang dibayar adalah soal ketaktentuan dan risiko dari bekerja sendiri sebagai wirausahawan. Miller dan Friesen (1978: 923)
3
mengadopsi konsep ini ketika mereka mendefinisikan pengambilan risiko sebagai “tingkat di mana para manajer bersedia membuat komitmen yang besar dan berisiko terkait sumber daya yang mereka miliki, yaitu sumber daya yang mempunyai peluang kegagalan tingkat tinggi.” Venkatraman (1989a) menggunakan pendekatan yang serupa, dengan bertanya kepada para manajer sampai tingkat mana mereka mengikuti lorong coba-dan-benar atau cenderung hanya mendukung proyek-proyek di mana mereka mengharapkan keuntungan yang nyata dan pasti. 3. Proaktif. Proaktif adalah lawan dari reaktif. Wirausahawan harus memiliki sifat yang berani untuk bertindak terlebih dahulu, tidak menunggu orang lain bertindak baru memberikan reaksi (reaktif) di dalam mencari peluang-peluang baru untuk diimplementasikan dalam organisasi bisnis sehari-hari. Kamus Webster Edisi Kesembilan untuk Perguruan Tinggi (1991: 937) mendefinisikan proaktif sebagai “bertindak mengantisipasi persoalan-persoalan, kebutuhan, atau perubahan yang mungkin terjadi di masa depan.” Venkatraman (1989a: 949) mengemukakan bahwa proaktivitas mengacu pada proses-proses yang diarahkan untuk mengantisipasi dan bertindak karena dorongan kebutuhan di masa depan dengan mencari peluangpeluang baru yang mungkin, atau mungkin tidak, terkait dengan garis operasional sekarang ini, memperkenalkan produkproduk atau merek baru sebelum adanya kompetisi, menghapus secara strategis operasi-operasi yang sedang dalam tahap matang ataupun menurun dari siklus kehidupan.” Lebih jauh menurut Dess Lumpkin (1997), proaktivitas mengacu pada bagaimana sebuah perusahaan berhubungan dengan peluang-peluang pasar dalam proses usaha baru. Lawan konseptual dari proaktivitas adalah pasivitas (lebih dari sekadar reaktif), yaitu Ultima Management Vol 5. No.1. Juni 2013
4
Analisis Faktor-Faktor Individual yang Berpengaruh Terhadap Orientasi Pengembangan Produk
ketidakacuhan atau ketidakmampuan untuk merebut peluang atau keuntungan di arena pasar. 4. Otonomi. Seorang wirausahawan adalah seorang yang mandiri, otonom. Dengan keberaniannya mengambil risiko, otonomi menjadi sebuah keharusan melekat yang harus ada pada wirausahawan. Peluang yang telah diidentifikasinya diwujudkan dalam bentuk organisasi bisnis beserta tindakan operasionalnya, secara mandiri, independen (Sapienza dan Crijns, 2003). Menurut Lumpkin dan Dess (1997), otonomi mengimplikasikan tindakan yang bebas dari seorang individu atau sebuah tim dalam melahirkan sebuah gagasan atau suatu visi dan menjalankannya sampai terwujud secara penuh. 5. Agresif. Agresif merupakan sifat wirausahawan untuk berani mengeluarkan produk baru atau memodifikasi produk lama, dan bersaing dengan produk lain yang sudah mapan, guna memenangkan persaingan di pasar (Lumpkin dan Dess, 1996). Sementara proaktivitas melibatkan pengambilan inisiatif dalam sebuah upaya untuk membentuk lingkungan untuk keuntungan seseorang, responsivitas melibatkan kemampuan adaptif terhadap tantangan-tantangan dari para kompetitor atau pesaing. Keagresifan kompetitif mengacu pada dorongan khas sebuah perusahaan untuk menantang para pesaingnya secara langsung dan secara intensif untuk mencapai posisi baru atau memperbaiki posisi, yaitu, untuk mencapai hasil jauh lebih unggul daripada para lawannya di arena pasar. Orientasi Pasar Untuk mendapatkan kinerja pemasaran yang baik setiap perusahaan perlu memiliki strategi pemasaran yang tepat. Makna pemasaran mengalami evolusi, sejalan dengan perkembangan teknologi dan peradaban manusia. Kotler (2010) membagi-bagi perkembangan
makna pemasaran dalam periode-periode yang dinamai dengan Marketing 1.0, Marketing 2.0, dan Marketing 3.0. Marketing 1.0 adalah makna pemasaran pada era awal terjadinya keberlimpahan barang akibat revolusi industri, di mana pemasaran dimaknai sebagai productoriented marketing, dan didefinisikan sebagai proses membawa barang ke pasar. Sedangkan Marketing 2.0 disebut sebagai customer-oriented marketing, di mana pemasaran didefinisikan sebagai proses pemenuhan kebutuhan konsumen. Sedangkan Marketing 3.0 disebut sebagai value-oriented marketing, di mana pemasaran didefinisikan sebagai proses pertukaran nilai bagi semua pihak terkait. Menurut Kotler, 2010, salah satu komponen strategi pemasaran adalah orientasi manajemen pemasaran. Terdapat lima alternatif konsep atau orientasi: orientasi produk, orientasi produksi, orientasi penjualan, orientasi pemasaran, dan orientasi pemasaran sosial. Melihat pengertian berbagai orientasi di atas, dan sejalan dengan definisi dan makna strategis pemasaran sebagai fungsi strategis perusahaan untuk menciptakan dan meng-optimalkan pertukaran nilai (value exchange), maka dapat disimpulkan bahwa Orientasi Pemasaran merupakan konsep atau orientasi strategis yang paling tepat untuk digunakan saat ini. Namun, sesuai dengan Vorhies et al (2005), guna menekankan makna substansialnya istilah orientasi pemasaran untuk seterusnya akan diganti dengan orientasi pasar. Mengapa Orientasi Pasar (Market Orientation), bukan Orientasi Pemasaran (Marketing Orientation)? Istilah orientasi pasar lebih bermakna menyeluruh pada fungsi strategis institusi perusahaan. Sementara, orientasi pemasaran bisa mereduksi makna hanya menjadi tanggung jawab satu bagian manajemen fungsional saja. Penciptaan nilai bagi pelanggan bukanlah tanggung jawab fungsional pemasaran saja, melainkan sebuah orkestra Ultima Management Vol 5. No.1. Juni 2013
Y. Budi Susanto
simfoni di mana semua bagian harus berkontribusi secara terencana dan terpadu di bawah kordinasi seorang konduktor, sehingga diperoleh efek sinergis. Dari penelitian terdahulu, terdapat dua perspektif Orientasi Pasar. Perspektif pertama adalah perspektif kultural (Narver dan Slater 1990, Deshpande, Farley, dan Webster 1993), yang mendefinisikan Orientasi Pasar sebagai norma dan nilainilai individual yang berpusat pada pasar. Orientasi Pasar pada perspektif ini selanjutnya disebut Orientasi Pasar Individual (Individual Market Orientation, IMO) oleh Lam, Kraus, dan Ahearne (2010). Perspektif kedua adalah perspektif perilaku (behavioral) (Kohli dan Jaworski, 1990, 1993), yang mendefinisikan Orienasi Pasar sebagai aktivitas organisasional yang bertujuan mengembangkan pemasaran yang perhatiannya berfokus atau berpusat pada pasar. Dari perspektif kultural, menurut Lam, Kraus, dan Ahearne (2010), Orientasi Pasar terdiri dari tiga dimensi sebagai berikut: 1. Orientasi Pelanggan (Customer Orientation) Orientasi pelanggan adalah pemahaman yang mencukupi atas siapa pembeli yang menjadi sasaran utama, untuk dapat diciptakan nilai bagi mereka secara berkelanjutan (Levitt, 1980), melalui produk yang nilainya bertambah (augmented). Seorang dengan orientasi pelanggan harus memahami rantai nilai keseluruhan tidak hanya saat ini saja, tetapi secara jangka panjang, sesuai dengan dinamika pasar maupun internal perusahaan (Day dan Wensley, 1988). 2. Orientasi Pesaing (Competitor Orientation) Orientasi pesaing berarti seorang produsen memahami kekuatan dan kelemahan jangka pendek dan strategi dan kapabilitas jangka panjang, dari pesaing kuat saat ini dan pesaing potensial ke depan (Aaker 1988; Day dan Wensley, 1988; Porter
5
1980, 1985). Sejalan dengan analisis pelanggan, analisis pesaing saat ini dan potensi pesaing masa depan harus mencakup kapabilitas teknologi terkait. 3. Orientasi Produk (Product Orientation) Yang dimaksud dengan Orientasi Produk adalah sifat dan keterampilan yang terkait dengan produk dan proses produksi. Seseorang dikatakan memiliki orentasi produk manakala ia sangat respek dan menyukai sebuah produk dan memiliki keterampilan yang terkait dengan roses produksi produk tersebut. Oleh Narver dan Slater (1990) dimensi ini diganti dengan Koordinasi Fungsional, yakni kemampuan mengkoordinir semua sumber daya perusahaan dalam menciptakan produk yang memberi nilai superior bagi pelanggan. Terkait dengan hubungan antara orientasi pasar (OP) dengan keunggulan kompetitif berkelanjutan (sustainable competitive advantage), V. Kumar, Eli Jones, Rajkumar Venkatesan, dan Robert P. Leone (2011), dalam risetnya mencoba mengkaji apakah OP memang dapat menjadi sumber keunggulan kompetitif, atau hanya biaya kompetisi? Hasil penelitian mereka menunjukkan bahwa OP memiliki efek positif pada kinerja bisnis, baik jangka panjang maupun jangka pendek. Keunggulan kompetitif berkesinambungan kinerja bisnis hasil OP lebih besar pada perusahaan yang lebih awal menerapkannya. Perusahaanperusahaan ini juga menunjukkan memperoleh penjualan dan laba yang lebih besar, dibandingkan perusahaan yang lebih lambat menerapkannya. Perusahaanperusahaan yang mengadopsi OP juga menyadari manfaat tambahan dalam bentuk peningkatan penjualan dan laba, karena adanya carryover effect. OP secara nyata juga berkontribusi besar dalam peningkatan laba, karena OP berfokus pada upaya mempertahankan pelanggan daripada mendapatkan pelanggan baru. Turbulensi lingkungan dan intensitas Ultima Management Vol 5. No.1. Juni 2013
6
Analisis Faktor-Faktor Individual yang Berpengaruh Terhadap Orientasi Pengembangan Produk
kompetensi menjadi variabel penengah (moderating variable) untuk pengaruh OP terhadap kinerja bisnis, di mana dampak moderasinya pada dekade 1990-an lebih besar daripada dekade 2000-an. Sementara menurut Kirca et al (2010), salah satu antesedens yang berpengaruh terhadap Orientasi pasar adalah faktor individual pemimpin. Ini
H1
sangat signifikan untuk perusahaan yang tergolong usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), seperti para pengrajin Cibaduyut. Beberapa faktor individual yang mungkin berpengaruh adalah Kompetensi Kepemimpinan Stratejik dan Orientasi Kewirausahaan. Oleh karena.itu, maka pada penelitian ini diajukan model penelitian sebagai berikut:
H5
H2
H6
H3
H7
H4
H8
Gambar 2.1. Model Penelitian Adapun hipotesis yang diajukan adalah sebagai berikut: Faktor-faktor kemampuan atau kompetensi kepemimpinan stratejik, berturut-turut berpengaruh signifikan terhadap Orientasi Pengembangan Produk (H1, H2, H3, H4). Demikian juga,faktorfaktor Orientasi kewirausahaan berturutturut berpengaruh secara signifikan terhadap Orientasi pengembangan produk (H5, H6,H7,H8). III. Metode penelitian Penelitian dibagi menjadi dua tahap, yakni penelitian awal yang bersifat eksploratori, dan dilakukan dengan cara pengamatan lapangan dan wawancara mendalam (indepth interview). Penelitian awal ini bertujuan merumuskan fenomena dan masalah pemasaran yang ada, serta
mencari konsep-konsep pemasaran yang terkait, yang diduga berperan dalam terbentuknya kinerja perusahaan seperti yang ada saat ini. Wawancara dilakukan terhadap pelaku usaha, instansi pemerintah terkait, konsumen, dan akademisi. Selanjutnya setelah fenomena dan masalah dirumuskan,dilakukan studi literature untuk mencari informasi tentang konsep-konsep yang terkait, model structural hubungan antar konsep tersebut, dan model pengukuran yang sahih. Pada prinsipnya, penelitian awal ini bersifat kualitatif. Dari penelitian awal kualitatif tersebut, dapat dirumuskan hipotesis model dan hubungan antar konsep, yang selanjutnya akan dilakukan penelitian utama yang bersifat kuantitatif. Ultima Management Vol 5. No.1. Juni 2013
Y. Budi Susanto
7
Penelitian utama bersifat kuantitatif dan deskriptif. Penelitian kuantitatif dilakukan melalui pengukuran berbagai konsep penelitian yang selanjutnya disebut variable penelitian. Untuk ini, dibuat dan disebarkan kuesioner yang harus diisi oleh para pengrajin. Di sini dilakukan pengukuran terhadap variable penelitian dengan skala interval. Karena variable
No
Konstruk/Konsep/ Variabel
Definisi
1
Kompetensi Kepemimpinan Stratejik
2
3
penelitian bersifat abstrak, maka pada setiap variable perlu dibuat indicatorindikator yang lebih bersifat empiric, sehingga pengukuran dapat dilakukan dengan hasil yang lebih akurat. Proses tersebut disebut operasionalisasi variable. Table berikut menunjukkan operasionalisasi variable penelitian.
Dimensi
Indikator
Kemampuan memahami lingkungan bisnis, merumuskan strategi, dan meng-implementasi-kan strategi bisnis, untuk mencapai tujuan organisasi sesuai dengan misi dan visi organisasi (Hitt and Ireland, 2010)
1. 2. 3. 4.
Comprehensive Deftness Absorbtive Adaptive
@ 5 items
Orientasi Kewirausahaan
Gaya pengambilan keputusan, proses, dan metode yang menunjukkan kewirausahaan perusahaan (Lumpkin & Dess, 1996)
1. 2. 3. 4.
Inovatif Resiko Proaktif Agresif
@ 5 items
Orientasi Pasar
Budaya organisasi yang memberikan norma-norma kuat untuk belajar dari pelanggan dan pesaing (Modifikasi Narver and Slater 1993, dan Lam, Kraus, Ahearne, 2010)
1. Pelanggan 2. Pesaing 3. Produk
@ 5 items
IV. Hasil dan pembahasan Profil Responden Dari responden yang berjumlah 82 orang pengrajin, berikut inii adalah statistic yang menggambarkan deskripsi demografis dari para pengrajin sepatu di Cibaduyut.
Ultima Management Vol 5. No.1. Juni 2013
8
Analisis Faktor-Faktor Individual yang Berpengaruh Terhadap Orientasi Pengembangan Produk
SEX
Valid FEMALE MALE Total
Frequency Percent 5 6.1 77 93.9 82 100.0
Valid Cumulative Percent Percent 6.1 6.1 93.9 100.0 100.0
Dilihat dari jenis kelamin, terlihat bahwa jumlah pengrajin laki-laki yang menjadi responden adalah 77 orang (93.9%), sedang jumlah pengrajin yang menjadi responden adalah 5 orang (6.1%). Halini menunjukkan mayoritas pengrajin sepatu di Cibaduyut masih didominasi lakilaki. AGE
Valid >50 31-40 41-50 Total
Frequency Percent 46 56.1 6 7.3 30 36.6 82 100.0
Valid Cumulative Percent Percent 56.1 56.1 7.3 63.4 36.6 100.0 100.0
Dilihat dari jenis umur, mayoritas pengrajin berumur di atas 50 tahun (46%). menunjukkan kurangnya kaderisasi pelaku usaha di Cibaduyut. EDU
Valid AKA AKAD S1 S2 SMA Total
Frequency Percent 2 2.4 1 1.2 6 7.3 1 1.2 72 87.8 82 100.0
Hal ini
Valid Cumulative Percent Percent 2.4 2.4 1.2 3.7 7.3 11.0 1.2 12.2 87.8 100.0 100.0
Dilihat dari latarbelakang pendidikan, terlihat bahwa sebagian besar pengrajin sepatu Cibaduyut, yaknj sejumlah 72 orang (87.8%) adalah SMA. Ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan mereka harus ditingkatkan.
Ultima Management Vol 5. No.1. Juni 2013
Y. Budi Susanto
9
Dilihat dari segi lama menjadi pengusaha, terlihat bahwa sebagian besar pengrajin sepatu Cibaduyut, yakni sejumlah 45 orang (54.9%) telah berbisnis selama 11-20 tahun. Hal ini menunjukkan mereka sudah cukup lama berbisnis. CAP
Valid 100% MAJOR MINOR Total
Frequency Percent 53 64.6 28 34.1 1 1.2 82 100.0
Dilihat dari komposisi modal yang dikeluarkan, terlihat bawa sebagian besar pengrajin sepatu Cibaduyut, yakni sejumlah 53 orang (64.6%) berbisnis dengan 100% modal sendiri. Hal ini menunjukkan bahwa mereka belum banyak melibatkan bank dalam permodalan.
Valid Cumulative Percent Percent 64.6 64.6 34.1 98.8 1.2 100.0 100.0 Uji Hipothesis Uji hipotesis dilakukan untuk mengetahui apakah hubungan antar konsep pemasaran yang dirumuskan dalambipotesis, diterima atau tidak berdasarkan hasilmpengolahan data kuesioner dari para responden. Dari pengolahan regresi linier berganda dengan menggunakan SPSS diperoleh luaran sebagai berikut:
Dari luaran SPSS di atas dapat dilihat bahwa model penelitian di sinimemiliki persamaan regresi linier berganda sebagai berikut: Y = 0.074 – 0.557 COMP + 0.266DEFT + 0.354ABSO + 0.441ADAP + 0.510INOV – 0.082 RESI – 0.079PROA + 0.098 AGRE
Ultima Management Vol 5. No.1. Juni 2013
10
Analisis Faktor-Faktor Individual yang Berpengaruh Terhadap Orientasi Pengembangan Produk
Dilihat dari nilai t dan signifikansi, terlihat bahwa semua faktor-faktor Kompetensi Kepemimpinan Stratejik secara signifikan berpengaruh terhadap orientasi pengembangan produk. (Hipothesis 1-4 diterima, ditunjukkan dari nilai t > 1.96, atau nilai signifikansi < 0.05). Sedangkan factor-faktor Orientasi Kewirausahaan yang secara signifikan berpengaruh terhadap
orientasi pengembangan produk hanya faktor Inovatif (Hipothesis 5 diterima, ditunjukkan dari nilai t > 1.96, atau nilai signifikansi < 0.05), dimana tiga factor yang lain tidak berpengaruh terhadap produk (Hipothesis 6-8 ditolak, ditunjukkan dari nilai t < 1.96, atau nilai signifikansi > 0.05)
Dari table Model Summary di atas terlihat bahwa nilai Koefisien Determinasi (R2) adalah sebesar 0.667. Artinya variable-variabel dalam penelitian ini menggambarkan kekuatan pengaruh terhadap orientasi pengembangan produk baru adalah
sebesar 66.6%, di mana ini berarti 33,3 persen dipengaruhi oleh variable lain.
V. Kesimpulan dan saran Dari hasil regresi dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor Kompetensi Kepemimpinan Stratejik lebih berpengaruh terhadap Orientasi Pengembangan Produk baru, dibandingkan dengan Orientasi kewirausahaan. Oleh karena itu sebagai implikasi manajerial, lebih disarankan upaya perbaikan agar lebih fokus pada upaya pengembangan berbagai indicator dari faktor-faktor Kompetensi Kepeminpinan Stratejik, bukan pada indicator-indikator dari faktor-faktor Orientasi Kewirausahaan. Sedangkan jika dilihat pengaruh signifikan dari faktor-faktornya, faktor adaptasi merupakan faktor kompetensi
kepemimpinan yang paling signifikan berpengaruh, dan keinovatifan merupakan faktor kewirausahaan yang paling berpengaruh. Untu itu, pembinaan perlu dilakukan untuk mengembangkan dua faktor tersebut, agar diperoleh peningkatan kinerja bisnis para pngrajin sepatudi Cibaduyut. VI. Referensi Hitt, M.A, and Ireland, R.D. (2002). The Essence of Strategic Leadership: Managing Human and Social Capital. The journal of Leadership and Organization Studies, 9(1), 314. Ultima Management Vol 5. No.1. Juni 2013
Y. Budi Susanto
Kotler, Philip (2002), Marketing Management, 11th ed. Englewood Cliffs, NJ: Prentice Hall. Lam, Son K., Kraus, Florian, and Ahearne, Michael (2010), The Diffusion of market Orientation Throughout the Organization: A Social Learning Theory Perspective, Journal of Marketing, Vol. 7 (September 2010), 61-79 Lumpkin G.T. and Dess G.G. ((1996), Clarifying the Enterpreneurial Orientation Construct and Linking it to Performance, Academy of Management Review, Vol 21, No. 1, 135-172 Narver, John C. and Stanley F. Slater (1990), “The Effect of a Market Orientation on Business Profitability,” Journal of Marketing, 54 (October), 20–35. ——— and ——— (1998), “Additional Thoughts on the Measurement of
11
Market Orientation: A Comment on Deshpandé and Farley,” Journal of Market-Focused Management, 2 (3), 233–36. ———, ———, and Brian Tietje (1998), “Creating a Market Orientation,” Journal of Market-Focused Management, 2 (3), 241–56. Narver, John C., Robert L. Jacobson, and Stanley F. Slater (1999), “Market Orientation and Business Performance: An Analysis of Panel Data,” in Developing a Market Orientation, Rohit Deshpandé, ed. Thousand Oaks, CA: Sage Publications, 195–216. Vorhies, Douglas W., and Morgan,Neil A. (2005), Benchmarking Marketing Capabilities for Sustainable Competitive Advantage, Journal of Marketing, Vol 69 (January 2005), 80-94
Ultima Management Vol 5. No.1. Juni 2013
12
Pengaruh Brand Experience dan Kepuasan Sebagai Intervening Terhadap Loyalitas Konsumen Starbucks
PENGARUH BRAND EXPERIENCE DAN KEPUASAAN SEBAGAI INTERVENING TERHADAP LOYALITAS KONSUMEN STARBUCKS Donant Alananto Iskandar STIE Indonesia Banking School Ardiko R. Shandy STIE Indonesia Banking School Abstract Marketing academics and practitioners have acknowledged that consumers look for brands that provide them with unique and memorable experiences. As a result, the concept of brand experience has become of great interest to marketers. The purpose of this study is to examine the direct and indirect effect of brand experience benefits and satisfaction as variable intervening toward Starbucks’s customer loyalty. Four brand experience measure consisting of sensory, affective, behavioral, and Intellectual. In this study, Starbucks became the proper object of research, because there are Starbucks in several places with the same standard of service, this facilitates researchers in conducting an analysis of the Starbucks brand. A survey carried out on 140 Starbucks’s costumers who had ever visited a Starbucks coffee shop. Analysis system uses a simple path analysis through simple regression and multiple regressions with SPSS version 15.0, and hypothesis testing using the two equations for the Analysis of Regression Coefficient of Determination and The Partial Test. We conducted a descriptive statistical analysis to determine the consideration of managerial implementation of the questionnaire data is processed. Finally, Brand experience is positively related to satisfaction. The results
also indicated that satisfaction does influence Starbucks’s customers’ loyalty. The results imply that marketers should focus on brand experience measure in their effort to achieve customer loyalty. Keywords: Brand Experience, Customer Loyalty I. Pendahuluan Dewasa ini, persaingan bisnis dalam melakukan strategi pemasaran sangat dinamis, berberapa pendekatan literature marketing dikembangkan, seperti marketing mix maupun literature branding. Pendekatan literature tersebut dikembangkan untuk mendapat konsumen yang puas hingga loyal sehingga perusahaan dapat memenangkan kompetisi dan mendapatkan profit yang sebesarbesarnya. Banyak pengguna konstruksi dan pengukuran telah dikembangkan baru-baru ini pada literature branding, termasuk brand personality, brand community,
brand trust, brand attachment, and brand love (Aaker 1997; Carroll dan Ahuvia 2006; Delgado-Ballester, MunueraAlemán, dan Yagüe-Guillen 2003; McAlexander, Schouten, dan Koenig 2002; Thomson, MacInnis, dan Park 2005). Namun, konseptualisasi dan skala untuk mengukur brand experience belum dikembangkan. Selain itu, Penelitian telah mempelajari konteks di mana produk tertentu dan pengalaman layanan muncul (Arnould, Harga, dan Zinkhan 2002). Hingga penelitian diabaikan pada batas sifat dan struktur dimensi dari brand experience. Namun, penelitian dilanjutkan dengan menghasilkan 4 dimensi dari brand Ultima Management Vol 5. No.1. Juni 2013
Donant Alananto Iskandar & Ardiko R. Shandy
experience dan hubungannya antara kepuasaan dan loyalitas serta kaitannya dengan brand personality (J. Jo ˘sko Brakus, Bernd H. Schmitt, dan Lia Zarantonello 2009) Brand experience telah menarik banyak perhatian dalam praktek pemasaran. praktisi pemasaran telah menyadari pemahaman bahwa bagaimana brand experience konsumen sangat penting untuk mengembangkan strategi pemasaran untuk barang dan jasa. Hal ini dikarenakan brand experience berbeda dengan konsep merek lainnya, karena sikap evaluasi dari merek berdasarkan kepercayaan atau reaksi afeksi, sedangkan brand experience menggambarkan spesifik sensasi, perasaan, pikiran, dan perilaku yang digerakan oleh merek. Banyak tulisan-tulisan komersil telah muncul yang menyajikan konsepkonsep bermanfaat serta beberapa pengalaman bisa mempengaruhi pengukuran dalam kepuasaan, dan loyalitas. Sehingga persaingan dalam melakukan penelitian pun semakin ketat, dengan melibatkan berbagai indikator merek maupun indikator pemasaran, untuk mencapai tujuan utama dibalik tercapainya kepuasaan dan loyalitas konsumen, yaitu, untuk mempertahankan perusahaan. Pada dasarnya, profit adalah salah satu yang dibutuhkan perusahaan untuk mempertahankan kelangsungan hidup perusahaan itu sendiri. Untuk memenuhi hal tersebut, perusahaan harus mampu meningkatkan konsumen loyal dan mempertahankannya. Untuk mempertahankan konsumen loyal pun, perusahaan harus mampu mengidentifikasi kebutuhan konsumen, yang pada umumnya melalui kepuasaan konsumen. Starbucks adalah salah satu kedai kopi yang paling dikenal di Indonesia dengan segmen menengah keatas. Kedai kopi ini memiliki berbagai jasa yang disajikan disamping menyajikan kopi, seperti hotspot, musik, dan sebagainya. Hal-hal tersebut adalah nilai tambah bagi
13
konsumen yang mengonsumsi produknya, sehingga timbul suatu nilai dan kebanggaan tertentu dalam menggunakan produknya. Fenomena ini cepat menyebar, dengan fokus pada segmenting dan kepuasaan konsumen, starbucks berhasil membangun promosi modern word of mouth, sehingga menjadikan kedai kopi ini menjadi salah satu gaya hidup masyarakat tertentu dalam melakukan kegiatannya. Dari tahun 1990 kejayaan Starbucks, muncul lah beberapa isu negatif diluar kendali Starbucks. Perekonomian AS menurun pada tahun 2006 menyebabkan 600 kedai Starbucks di seluruh dunia dibatalkan, terjadi pemutusan hubungan kerja pada karyawan Starbucks hingga 1000 karyawan. Dengan kondisi seperti ini, Starbucks masih mampu bertahan dengan mengandalkan kekuatan merek yang telah dibangun sejak tahun 1990 dan beberapa kekuatan dari mitranya. Hal yang paling unik dari starbucks adalah ia mampu bersaing pada kelas perusahaan besar, dan mampu membangun merek yang sangat baik, tanpa melakukan promosi yang berlebihan. Karena hal tersebut, penulis tertarik untuk menjadikan Starbucks menjadi objek penelitian. Disamping ketertarikan penulis tersebut, Starbucks menjadi objek untuk penelitian brand experience karena didukung pada penelitian sebelumnya, pelaku yang dapat merasakan brand experience adalah konsumen yang memiliki sensasi, perasaan, kognisi, dan tanggapan perilaku yang cukup tinggi pada merek tersebut, seperti, mobil, sepatu, handphone, dan sebagainya. Starbucks adalah salah satu produk yang cukup diperhatikan pada penelitiaan sebelumnya. Pada penelitian ini pun, fenomena produk strabucks yang berhasil menjual produknya tanpa promosi berlebih, mampu membentuk brand experience pada konsumen (J. Josko Brakus, Bernd H. Schmitt, dan Lia Zarantonello 2009). Karena hal tersebut penulis mencoba untuk menganalisa sejauhmana brand Ultima Management Vol 5. No.1. Juni 2013
14
Pengaruh Brand Experience dan Kepuasan Sebagai Intervening Terhadap Loyalitas Konsumen Starbucks
experience dapat mempengaruhi loyalitas konsumen secara tidak langsung, yaitu, melalui kepuasaan maupun langsung. Untuk mengetahui rumusan singkat tersebut penulis bermaksud untuk menyusun penelitian dengan judul “Pengaruh brand experience dan kepuasaan sebagai intervening terhadap loyalitas konsumen Starbucks”. Perumusan Masalah Apakah brand experience berpengaruh langsung terhadap loyalitas konsumen Starbucks? Tujuan Penelitian Untuk mengetahui dan menganalisis apakah brand experience berpengaruh langsung terhadap loyalitas konsumen Starbucks. Batasan Masalah Dengan keterbatasan waktu dan biaya penulis dalam menyusun laporan penilitian, penulis bermaksud untuk membataskan masalah yang akan diteliti penulis. Subjek penelitian disini adalah masyarakat Jakarta yang merupakan konsumen Starbucks. Penelitian ini dilakukan dengan wawancara secara langsung oleh beberapa konsumen starbucks yang loyal dan menyebarkan kuesioner secara acak di jakarta. Variabel yang akan diteliti hanya terbatas yaitu pada brand experience dengan indikator sensory, intellectual, affective, dan behavioral ; kepuasaan konsumen; serta loyalitas konsumen.
II. Tinjauan Literatur & Hipotesis Merek Merek adalah identitas dari suatu spesifik produk, jasa, atau usaha. Sebuah merek dapat mengambil banyak bentuk, termasuk nama, tanda, simbol, kombinasi warna atau slogan. Merek dilindungi secara hukum disebut trademark. Menurut American Marketing Association, definisi merek adalah nama, istilah, tanda,
simbol, rancangan atau kombinasi dari halhal tersebut. Tujuan pemberian merek adalah untuk mengidentifikasi produk atau jasa yang dihasilkan sehingga berbeda dari produk atau jasa yang dihasilkan oleh pesaing. Dalam hal ini merek adalah sebuah nama, istilah, tanda, simbol, desain atau kombinasinya yang bertujuan untuk mengidentifikasi barang dan jasa yang membedakan suatu produk dengan produk saingan. Komponen-komponen berbeda dari merek yang berfungsi sebagai pembeda dikenal dengan istilah brand element. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa merek mempunyai dua unsur (Rangkuti, 2009), yaitu: brand name yang terdiri dari huruf-huruf atau kata-kata yang dapat terbaca, serta brand mark yang berbentuk simbol, desain, atau warna tertentu yang spesifik. Kedua unsur dari sebuah merek selain berguna untuk mempermudah konsumen untuk mengenal dan mengidentifikasi barang atau jasa yang hendak dibeli. Dengan demikian, merek tersebut meliputi: 1. Nama merek harus menunjukan manfaat dan mutu produk tersebut. 2. Nama merek harus mudah diucapkan, dikenal dan diingat. 3. Nama merek harus mudah terbedakan, artinya harus spesifik dan khas. 4. Nama merek harus mudah diterjemahkan kedalam berbahasa asing. 5. Nama merek harus bisa memperoleh hak untuk didaftarkan dan mendapat perlindungan hukum. Dengan merek yang baik, konsumen dapat memutuskan untuk datang dan membeli. Inti dari sebuah merek adalah gagasan dan kreativitas yang disempurnakan oleh imajinasi yang terus berkembang sehingga dapat membuat mindset merek pada tiap konsumen. Brand Experience Ultima Management Vol 5. No.1. Juni 2013
Donant Alananto Iskandar & Ardiko R. Shandy
Dikonseptualisasikan sebagai sensasi, perasaan, kognisi, dan tanggapan perilaku yang ditimbulkan oleh dorongan brandrelated yang merupakan bagian dari desain merek dan identitas, kemasan komunikasi, serta lingkungan. Penulis membedakan dimensi beberapa pengalaman dan membangun pengalaman skala merek yang mencakup empat dimensi (Brakus et al, 2009) a. Sensory, penulis menguji penelitian yang berkaitan dengan aesthetics dan persepsi sensorik. b. Affective, disebabkan oleh perbedaan, penulis menelaah literatur tentang mempengaruhi dan emosi psikologi dan riset konsumen c. Intellectual, penulis menelaah penelitian tentang intelligence dan gaya kognitif serta literatur tentang aplikasi berpikir kreatif dalam iklan. Iklan merupakan interaksi tidak langsung antara merek dan konsumen yang melibatkan brandrelated (warna, bentuk, typeface, background design, maskot, dan brand character). Pada variabel intellectual, interaksi tidak langsung dengan merek lebih sering distimulikan oleh brand-related dibandingkan interaksi langsung dengan merek. Hal ini terjadi karena iklan memiliki efektivitas dalam menyampaikan brand-related yang dibutuhkan untuk mendorong kognisi (Ward et al 1994 ; Hastak dan Olson 1989). d. Behavioral, Penulis menelaah literatur tentang fisik /perilaku dan gaya hidup aspek konsumsi. Dalam enam studi, para penulis menunjukkan bahwa skala dapat diandalkan, valid, dan berbeda dari langkah-langkah merek lain, termasuk evaluasi merek, keterlibatan merek, lampiran merek, pelanggan senang, dan kepribadian merek.
15
Kotler (2005) yang dikutip dari Setiawan (2009) mengemukakan bahwa kepuasan pelanggan adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang muncul setelah membandingkan antara kinerja/hasil produk yang dipikirkan terhadap kinerja/hasil yang diharapkan. Jika kinerja dibawah harapan, maka pelanggan merasa tidak puas. Jika kinerja memenuhi harapan, pelanggan puas. Jika kinerja melebihi harapan, pelanggan amat puas atau senang. Sedangkan Buttle (2007) yang dikutip dari Setiawan (2009) berpendapat bahwa kepuasan pelanggan adalah respon berupa perasaan puas yang timbul karena pengalaman menggunakan suatu produk atau sebagian kecil dari pengalaman itu. Kepuasan pelanggan akan meningkat apabila perusahaan mampu memahami tuntutan, memenuhi harapan dan mewujudkan nilai pelanggan. Nilai yang dipikirkan pelanggan adalah selisih antara evaluasi calon pelanggan atas semua manfaat serta semua biaya yang ditawarkan dan alternatif-alternatif yang dipikirkannya. Seorang pelanggan akan memberikan nilai yang tinggi terhadap suatu jasa apabila dia merasa manfaat yang didapatkan lebih besar dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan, serta jasa lain dari penyedia jasa kompetitor tidak mampu memberikan manfaat yang lebih baik. Demikian pula sebaliknya, apabila biaya yang dikeluarkan seorang pelanggan lebih besar dibandingkan manfaat yang diperoleh ketika membeli jasa tertentu, dia akan berkesimpulan bahwa jasa tersebut memiliki nilai yang rendah. Semakin bernilai suatu jasa, semakin bertambah kebutuhan pelanggan yag dapat dipenuhi oleh jasa tersebut. Dengan demikian, perusahaan yang memiliki reputasi memberikan jasa bernilai tinggi dapat menerapkan harga lebih tinggi dapat menerapkan harga lebih tinggi dibandingkan harga pesaing.
Kepuasan Konsumen Ultima Management Vol 5. No.1. Juni 2013
16
Pengaruh Brand Experience dan Kepuasan Sebagai Intervening Terhadap Loyalitas Konsumen Starbucks
Faktor utama penentu kepuasan pelanggan adalah persepsi pelanggan terhadap kualitas jasa. Persepsi didefinisikan sebagai proses dimana individu memilih, mengorganisasikan, serta mengartikan stimulus yang diterima melalui alat inderanya menjadi suatu makna. Persepsi pelanggan terhadap produk atau jasa berpengaruh terhadap tingkat kepentingan pelanggan, kepuasan pelanggan, dan nilai. Ketika pelanggan menilai kualitas suatu jasa, mereka membandingkannya dengan suatu standar internal yang ada sebelum mengalami jasa tersebut. Standar internal untuk menilai kualitas tersebut adalah dasar harapan pelanggan. Harapan pelanggan terdiri atas beberapa elemen, termasuk jasa yang diinginkan, jasa yang memadai, jasa yang dipahami, serta, zona toleransi yang berkisar antara tingkat jasa yang diinginkan dan memadai. Sebelum pelanggan membeli suatu jasa, mereka memiliki harapan tentang kualitas jasa yang didasarkan pada kebutuhankebutuhan pribadi pengalaman sebelumnya, rekomendasi dari mulut ke mulut (word of mouth), atau iklan penyedia jasa. Sebagai contoh, banyak orang Indonesia yang berobat ke Singapura, ternyata berawal dari informasi dan rekomendasi dari mulut ke mulut (word of mouth), atau iklan penyedia jasa. Sebagai contoh, banyak orang Indonesia yang berobat ke Singapura, ternyata berawal dari informasi dan rekomendasi dari mulut ke mulut. Rekomendasi seperti ini dalam industri jasa sangat efektif mempengaruhi seseorang untuk beralih atau mencoba menggunakan jasa tersebut. Testimoni dari seorang tokoh yang puas terhadap layanan jasa tertentu, sering dijadikan panutan dan kemudian diikuti oleh masyarakat luas. Pada penelitian ini, penulis mengukur kepuasan berdasarkan Oliver, Oliver (1996) menyatakan bahwa kepuasan pelanggan adalah rangkuman kondisi psikologis yang dihasilkan ketika emosi yang mengelilingi harapan tidak cocok dan dilipatgandakan oleh perasaanperasaan yang terbentuk mengenai
pengalaman pengkonsumsian. Dalam pandangan Oliver, kepuasan pelanggan ditentukan oleh dua variable kognitif. Pertama, harapan pra-pembelian, yaitu keyakinan tentang kinerja yang diantisipasi dari suatu produk atau jasa. Kedua, disconfirmation, yakni perbedaan antara harapan pre-pembelian dan persepsi purna-pembelian, artinya dalam proses pembelian, konsumen sebelumnya telah mempunyai harapan tertentu terhadap produk atau jasa yang akan dikonsumsi. Loyalitas Konsumen Loyalitas merupakan istilah kuno yang secara traditional telah digunakan untuk melukiskan kesetiaan dan pengabdian kepada negara, cita-cita, atau individu. Dalam konteks bisnis, loyalitas digunakan untuk melukiskan kesediaan pelanggan untuk terus berlangganan pada sebuah perusahaan dalam jangka panjang dengan membeli dan menggunakan barang serta jasanya secara berulang, lebih baik lagi secara eksklusif dan sukarela merekomendasikan produk perusahaan tersebut kepada teman-temannya. Selain itu, dalam konteks loyalitas, dewasa ini berkembang istilah penyeberang (defection) yaitu istilah yang digunakan untuk menggambarkan pelanggan yang mengalihkan loyalitasnya ke kompetitor. Reichheld dan Sasser mempopulerkan istilah zero defection, yaitu mempertahankan pelanggan hingga tidak terjadi penyeberangan. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Evanschitzky et al. (2006) yang dikutip dari Setiawan (2009) menunjukan bahwa komitmen pelanggan berpengaruh positif dan signifikan terhadap sikap dan perilaku loyal. Komitmen yang berkelanjutan berdampak kuat terhadap perilaku loyal pelanggan. Siklus pembelian menunjukan, ada dua hal yang mempengaruhi seorang pelanggan melakukan pembelian ulang, yaitu: evaluasi pasca pembelian dan keputusan membeli kembali. Pelanggan secara sadar atau tidak sadar selalu akan mengevaluasi Ultima Management Vol 5. No.1. Juni 2013
Donant Alananto Iskandar & Ardiko R. Shandy
17
transaksi yang dilakukan. Bila pembeli merasa puas atau ketidakpuasannya tidak terlalu besar sampai dijadikan dasar pertimbangan untuk beralih ke kompetitor, maka keputusan untuk melakukan pembelian ulang mungkin akan terjadi. Komitmen untuk membeli kembali merupakan sikap yang paling utama dari loyalitas pelanggan, bahkan lebih penting dari kepuasan pelangan. Dengan kata lain, tidak ada loyalitas tanpa melakukan pembelian ulang. Motivasi untuk melakukan pembelian ulang dilandasi oleh sikap positif yang lebih tinggi terhadap suatu produk dibandingkan sikap positif terhadap produk pesaing. Menurut Griffin (2005), untuk mempertahan dan menumbuhkan loyalitas pelanggan, ada 2 faktor yang sangat menentukan: 1) Faktor keterlibatan (attachment) yang tinggi terhadap produk tertentu dibandingkan terhadap produk pesaing. Keterkaitan yang dirasakan oleh seorang pelanggan dibentuk oleh 2 dimensi: tingkat preferensi, yaitu seberapa besar keyakinan seorang pelanggan terhadap produk tertentu serta oleh tingkat differensiasi produk yang dipersepsikan. Kemampuan pelanggan membedakan produk perusahaan dibandingkan dengan produk pesaing secara signifikan menunjukan keberhasilan melakukan diferensiasi produk. 2) Pembelian ulang. Loyalitas tidak akan terwujud apabila seorang SENSORY AFFECTIVE INTELLECTUA BEHAVIORAL
pelanggan tidak melakukan pembelian ulang. Griffin (2005) menilai loyalitas pelanggan sebagai ukuran yang lebih dapat diandalkan untuk memprediksi pertumbuhan penjualan dan keuangan, dibandingkan dengan kepuasan pelanggan. Banyak perusahaan mengandalkan kepuasan pelanggan sebagai jaminan keberhasilan dikemudian hari tetapi kemudian kecewa karena mendapati bahwa para pelanggannya yang merasa puas dapat berbelanja produk pesaing tanpa ragu-ragu. Berbeda dari kepuasan yang merupakan sikap, loyalitas dapat didefinisikan berdasarkan perilaku membeli. Pelanggan yang loyal adalah orang yang: 1. Melakukan pembelian berulang secara teratur. 2. Membeli antarlini produk dan jasa. 3. Mereferensikan kepada orang lain. 4. Menunjukkan kekebalan terhadap tarikan dari pesaing-pesaing. Kerangka Pemikiran Pada kerangka pemikiran, penulis melakukan replikasi dari penelitian terdahulu. Dengan menghilangkan variabel brand personality pada kerangka pemikiran penelitian terdahulu, hubungan antara brand experience, kepuasan dan loyalitas menjadi sebagai berikut:
BRAND EXPERIENCE
H2
LOYALITAS Y
KEPUASAN
X1 H1
H3 X2
Gambar 2.1 Rerangka Pemikiran Ultima Management Vol 5. No.1. Juni 2013
18
Pengaruh Brand Experience dan Kepuasan Sebagai Intervening Terhadap Loyalitas Konsumen Starbucks
Hipotesis
Jenis Data dan Metode Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer, yaitu menggunakan data hasil kuesioner dengan mengajukan pertanyaan secara tertulis dan menyebarkannya kepada responden untuk mendapatkan hasil dan tanggapan mereka secara langsung. Untuk mendapatkan informasi yang relevan, akurat dan reliable, peneliti menggunakan metode kuisioner dan wawancara. Metode kuisioner mempunyai suatu pengertian cara memperoleh data dengan cara mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab secara tertulis oleh orang yang menjadi sasaran subyek penelitian. Alasan penelitian ini menggunakan metode angket yaitu: a) Subyek adalah orang yang paling tahu dirinya sendiri. b) Subyek mengetahui dan memilih jawaban yang benar dan dapat dipercaya. c) Hemat waktu, tenaga, dan biaya.
Dari kerangka pemikiran diatas dapat ditarik hipotesis sebagai berikut Ho: Tidak ada pengaruh signifikan antara brand experience dengan kepuasan Ha: Ada pengaruh signifikan antara brand experience dengan kepuasan Ho: Tidak ada pengaruh signifikan antara brand experience dengan loyalitas Ha: Ada pengaruh signifikan antara brand experience dengan loyalitas Ho: Tidak ada pengaruh signifikan antara kepuasan dengan loyalitas Ha: Ada pengaruh signifikan antara kepuasan dengan loyalitas III. Metodologi penelitian Objek dan Jenis Penelitian Metode penelitian adalah cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Jenis penelitian yang digunakan adalah metode penelitan deskriptif. Dimana penelitian ini berhubungan dengan pertanyaan hipotesis dan menemukan hubungan antar variabel yang berbeda dengan mempertanyakan bentuk distribusi dan eksistensi suatu variabel. (Cooper, 2006 : 172). Objek yang akan diteliti adalah industri jasa kuliner. Memiliki masa operasi bisnis lebih dari 4 tahun. Serta memiliki segmen pasar anak muda 17 tahun keatas. Dari beberapa persyaratan itu, maka penulis menentukan konsumen Starbucks menjadi objek penelitian ini. Sampel terdapat atas 140 respoden yang mengunjungi Starbucks. Responden diminta utuk mengisi daftar isian dan kuisioner mengenai variabel-variabel yang diteliti dan beberapa karakteristik demografi.
Yakni data yang didapat adalah data primer, data yang diperoleh secara langsung dari pihak yang terlibat. Kuesioner atau angket akan disebar kepada orang-orang yang ditemui secara accidental dan kiranya cocok oleh peneliti. Data diperoleh dengan menghimpun informasi yang didapat melalui pernyataan tertulis, dimana dalam pengisiannya responden diminta memilih alternatif jawaban yang disediakan. Penggunaan angket/kuesioner diharapkan akan memudahkan bagi responden dalam memberikan jawaban, karena alternatif jawaban telah tersedia, sehingga untuk menjawabnya hanya perlu waktu singkat.
Sampel dan Teknik Sampling Metode pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah Ultima Management Vol 5. No.1. Juni 2013
Donant Alananto Iskandar & Ardiko R. Shandy
metode non probability sampling. Non probability sampling adalah metode pengambilan sampel yang diambil berdasarkan pada ketersediaan elemen dan kemudahan mendapatkan (Cooper;1997). Alasan menggunakan metode ini adalah karena penulis fokus terhadap penelitian merek, dimana jumlah populasinya tidak diketahui serta pertimbangan masalah biaya dan waktu. Teknik pengambilan sampel menggunakan salah satu metode non probability sampling yaitu convenience sampling dimana anggota populasi dapat dengan mudah dipilih sebagai sampel. Sampel pada penelitian ini adalah konsumen Starbucks sebanyak 100 responden. Karena pengambilan sampel dengan menggunakan metode Convenience Sampling. karena jumlah populasi dalam penelitian ini tidak diketahui maka penelitian ini menggunakan non probability sampling dengan tingkat 5%. rumus yang digunakan adalah: Conachran: n=p(1-p)(Z/E)² keterangan: n= jumlah sampel p= populasi dengan probabilitas 0,5 Z= tingkat kepercayaan 95% Z=1,96 E= Standar error 10%
19
maka, n(jumlah sampel) = 0,5(10,5)(1,96/0,1)² =96,04 (dibulatkan menjadi 100 sampel) Minimal sampel yang akan dilibatkan sebanyak 100 sampel
IV. Hasil & Pembahasan Gambaran objek penelitian Starbucks Indonesia Starbucks kini sudah bisa ditemui di berbagai negara, termasuk Indonesia. Untuk di Indonesia sendiri, hak waralaba Starbucks dimiliki oleh Mitra Adi Perkasa. PT. Mitra Adi Perkasa merupakan perusahaan besar yang memegang banyak produk diantaranya adalah Nike, Rebook, Adidas, Guest, Marks & Spencer, Newxt, Lush dan lain-lain, dan sebagai pembicara dalam starbucks coffe Indonesia, CEO dari PT. Mitra Adi perkasa salah satu general manager. General manager ini yang mengelola starbucks di indonesia dan berkerjasama denga PT. Sari Coffe Indonesia. Starbucks pertama kali dibuka di Indonesia pada 20 mei 2002, dibuka pertama di plaza Indonesia jakarta. Starbucks ini sudah banyak direspon para pengusaha dan pekerja yang memyukai kopi dan starbucks juga memberikan harga yang spesial buat pengusaha muda yang hanya sekedar meluangkan waktu.
Ultima Management Vol 5. No.1. Juni 2013
20
Pengaruh Brand Experience dan Kepuasan Sebagai Intervening Terhadap Loyalitas Konsumen Starbucks
Uji Hipotesis Persamaan pertama Kepuasan=b1 brandexperience + e1 Standardize koefisien untuk brand experience pada persamaan (1) akan memberikan nilai p2. Tabel 4.1. Tabel Analisa Desterminasi persamaan pertama Analisi Determinasi (Uji R square) Model Summary Std. Error of the Model R R Square Adjusted R Square Estimate 1 .654(a) .428 .424 .5395 a Predictors: (Constant), BrandExperience Berdasarkan table diatas diperoleh angka R square sebesar 0,428 atau 42,8%. Hal ini menunjukan bahwa persentase sumbangan pengaruh variable independen (brand experience) terhadap variable dependen (kepuasan) sebesar 42,8%. Dengan kata lain, variasi variable independen yang
digunakan dalam model (brand experience) mampu menjelaskan sebesar 42,8% variasi variable dependen (kepuasan). Sedangkan sisanya sebesar 57,2% dipengaruhi atau dijelaskan oleh variable lain yang tidak dimasukan dalam model penelitian ini.
Tabel 4.2. Tabel uji koefisien regresi secara parsial persamaan pertama Uji Koefisien Regresi Secara Parsial (Uji t) Model Unstandardized Standardized Coefficients Coefficients 1 (Constant) BrandExperience
B Std. Error Beta 1.282 .237 .713 .070 .654 Coefficients(a) a Dependent Variable: KEPUASAN
Ho: Secara parsial tidak ada pengaruh signifikan antara brand experience dengan kepuasan Ha: Secara parsial ada pengaruh signifikan antara brand experience dengan kepuasan Dengan tingkat signifikansi 5%, berdasarkan table diperoleh t hitung sebesar 10.167 dengan derajat kebebasan n-k-1= 140-1-1=138. Dengan pengujian 2
t 5.402 10.167
Sig. .000 .000
sisi (0.025) hasil yang diperoleh untuk t table sebesar 1,977. Oleh karena nilai t hitung > t table (10,167>1,977) maka Ho ditolak, artinya secara parsial ada pengaruh signifikan antara brand experience dengan kepuasan. Jadi dari kasus ini dapat disimpulkan bahwa secara parsial brand experience berpengaruh positif terhadap kepuasaan pada konsumen Starbucks.
Persamaan Kedua Loyalitas=b1 brand experience + b2 Kepuasaan + e2 Ultima Management Vol 5. No.1. Juni 2013
Donant Alananto Iskandar & Ardiko R. Shandy
21
Koefisien untuk brand experience dan loyalitas pada persamaan kedua akan memberikan nilai p1 dan p3
Model 1
Tabel 4.3 Tabel Analisa Desterminasi persamaan kedua Analisi Determinasi (Uji Adjusted R square) Model Summary Adjusted R Std. Error of the R R Square Square Estimate .817(a) .668 .663 .4605
a Predictors: (Constant), KEPUASAN, BrandExperience Berdasarkan table diatas diperoleh angka adjusted R square sebesar 0,668 atau 66,3%. Hal ini menunjukan bahwa persentase sumbangan pengaruh variable independen (brand experience dan kepuasan) terhadap variable dependen (loyalitas) sebesar 66,3%. Dengan kata lain, variasi variable independen yang
digunakan dalam model (brand experience dan kepuasan) mampu menjelaskan sebesar 66,3% variasi variable dependen (loyalitas). Sedangkan sisanya sebesar 33,7% dipengaruhi atau dijelaskan oleh variable lain yang tidak dimasukan dalam model penelitian ini.
Tabel 4.4. Tabel uji koefisien regresi secara bersama-sama persamaan kedua Uji Koefisien Regresi secara bersama-sama (Uji F) ANOVA(b) Model Sum of Mean Squares Df Square F Sig. 1 Regression 58.541 2 29.271 138.001 .000(a) Residual 29.058 137 .212 Total 87.600 139 a Predictors: (Constant), KEPUASAN, BrandExperience b Dependent Variable: LOYALITAS df2=140-2-1=137, hasil diperoleh untuk F Ho : Tidak ada pengaruh signifikan antara table sebesar 3.062. brand experience dan kepuasan secara Karena F hitung> F table (138.001>3.062), bersama sama terhadap loyalitas maka Ho ditolak, artinya ada pengaruh Ha: ada pengaruh signifikan antara brand secara signifikan antara brand experience experience dan kepuasan secara bersama dan kepuasaan secara bersama-sama sama terhadap loyalitas terhadap loyalitas. Jadi dari kasus ini dapat disimpulkan bahwa brand experience dan Dengan tingkat signifikansi 5%, kepuasaan secara bersama-sama berdasarkan table diperoleh F hitung berpengaruh terhadap loyalitas konsumen sebesar 138.001.. dengan menggunakan Starbucks. tingkat keyakinan 95% df1=3-1=2,
Ultima Management Vol 5. No.1. Juni 2013
22
Pengaruh Brand Experience dan Kepuasan Sebagai Intervening Terhadap Loyalitas Konsumen Starbucks
Tabel 4.5 Tabel uji koefisien regresi secara parsial persamaan kedua Uji Koefisien Regresi Secara Parsial (Uji t) Coefficients(a) Model Unstandardized Standardized Coefficients Coefficients 1
B Std. Error Beta (Constant) .014 .223 BrandExperience .825 .079 .678 KEPUASAN .216 .073 .193 a Dependent Variable: LOYALITAS
a) Pengujian Koefisiensi regresi variable Brand experience Ho: Secara parsial tidak ada pengaruh signifikan antara brand experience dengan loyalitas Ha: Secara parsial ada pengaruh signifikan antara brand experience dengan loyalitas Dengan tingkat signifikansi 5%, berdasarkan table diperoleh t hitung sebesar 10.418 dengan derajat kebebasan n-k-1= 140-2-1=137. Dengan pengujian 2 sisi hasil yang diperoleh untuk t table sebesar 1,977. Oleh karena nilai t hitung > t table (10,418>1,977) maka Ho ditolak, artinya secara parsial ada pengaruh signifikan antara brand experience dengan loyalitas. Jadi dari kasus ini dapat disimpulkan bahwa Brand experience secara parsial berpengaruh positif terhadap loyalitas pada konsumen Starbucks.
T .061 10.418 2.967
b) Pengujian Koefisiensi regresi variable loyalitas Ho: Secara parsial tidak ada pengaruh signifikan antara kepuasan dengan loyalitas Ha: Secara parsial ada pengaruh signifikan antara kepuasan dengan loyalitas Dengan tingkat signifikansi 5%, berdasarkan table diperoleh t hitung sebesar 2,967 dengan derajat kebebasan nk-1= 140-2-1=137. Dengan pengujian 2 sisi hasil yang diperoleh untuk t table sebesar 1,977. Oleh karena nilai t hitung > t table (2,967>1,977) maka Ho ditolak, artinya secara parsial ada pengaruh signifikan antara kepuasan dengan loyalitas. Jadi dari kasus ini dapat disimpulkan bahwa kepuasan secara parsial berpengaruh positif terhadap kepuasaan pada konsumen Starbucks.
Analisa variable intervening
0.654
E1= (1 − 0,668)
0,678
BRAND EXPERIENCE
Sig. .952 .000 .004
LOYALITAS KEPUASAAN
0.193
E1= (1 − 0,428)
Gambar 4.1. Kerangka pemikiran dengan nilai beta Ultima Management Vol 5. No.1. Juni 2013
Donant Alananto Iskandar & Ardiko R. Shandy
Hasil output SPSS memberikan nilai standardize beta brand experience pada persamaan pertama sebesar 0,654 dan signifikan pada 0.000 yang berarti brand experience mempengaruhi kepuasaan. Nilai koefisien standardize beta 0,654 merupakan nilai p2. Pada output SPSS persamaan regresi kedua nilai standardized beta brand experience 0,678 dan kepuasaan 0,193 semuanya signifikan. Nilai standardize beta untuk brand experience 0,678 merupakan nilai p1, Nilai standardize beta untuk kepuasaan 0,193 merupakan nilai p3. Besarnya nilai e1= (1 − 0,428) dan besarnya nilai e2= (1 − 0,668) Hasil analisis jalur menunjukan bahwa brand experience dapat berpengaruh langsung ke loyalitas dan dapat juga berpengaruh tidak langsung yaitu dari brand experience ke kepuasaan (sebagai intervening) lalu ke loyalitas. Besarnya pengaruh langsung adalah 0,678 sedangkan besarnya pengaruh tidak langsung dihitung dengan mengkalikan koefisien tidak langsungnya yaitu (0,625x0,193 =0,120625) atau total pengaruh brand experience ke loyalitas = 0,678 + (0,625x0,193)=0,798625 V. Kesimpulan & Saran Kesimpulan Dari hasil penelitian dan penjelasan pada bab sebelumnya, maka berdasarkan pada hipotesis yang telah dirumuskan dapat disimpulkan bahwa : 1. Terdapat hubungan langsung antara brand experience terhadap loyalitas customer Starbucks, dan terdapat pula hubungan tidak langsung melalui variable intervening kepuasan antara brand experience terhadap loyalitas konsumen Starbucks. Sehingga dapat dikatakan bahwa terdapat
23
hubungan yang cukup kuat antara brand experience terhadap loyalitas konsumen Starbucks. Hubungan langsung brand experience lebih besar dibandingkan dengan hubungan tidak langsung brand experience terhadap loyalitas melalui variable intervening kepuasan. 2. Hasil analisis jalur menunjukan bahwa brand experience dapat berpengaruh langsung ke loyalitas dan dapat juga berpengaruh tidak langsung yaitu dari brand experience ke kepuasaan (sebagai intervening) lalu ke loyalitas. Sehingga dapat disimpulkan bahwa brand experience memiliki hubungan yang kuat dengan loyalitas. 3. Hasil analisa deskriptif menyimpulkan bahwa sebagian responden cenderung telah menilai Starbucks memilki brand experience yang baik. Namun, pada dimensi perilaku responden menilai ragu-ragu, karena hal tersebut, Starbucks memerlukan beberapa strategi dalam membangun gaya hidup dan perilaku konsumen pada Starbucks, terutama pada responden dominan peneliti yang membentuk segmen berdemografi mahasiswa/pelajar. Saran Berdasarkan kesimpulan yang telah dikemukakan, penulis dapat memberikan saran-saran Starbucks Café Indonesia untuk menetapkan beberapa strategi pemasaran dengan melibatkan brand experience yang telah dimilikinya dalam Ultima Management Vol 5. No.1. Juni 2013
24
Pengaruh Brand Experience dan Kepuasan Sebagai Intervening Terhadap Loyalitas Konsumen Starbucks
mempertahankan loyalitas konsumennya, yaitu: 1. Pada kasus perubahan logo yang mendapatkan sorotan negatif dari para konsumen Starbucks, hendaknya Starbucks segera melakukan respon untuk membangun sensorik yang baik pada konsumen Starbucks yang menilai perubahan logo adalah ide buruk. Dengan segera melakukan perubahan cepat pada instrumen yang melibatkan sensorik pada simbol, seperti tempat minuman, tanda kedai kopi Starbucks, marchendise, dan sebagainya. Karena pada beberapa tempat kedai kopi Starbucks di Indonesia tidak secara serentak melakukan perubahan yang telah di publikasi maret 2011 ini, yaitu perubahan logo. Hal ini menyebabkan konsumen Starbucks sulit untuk menerima logo baru karena pengalaman terhadap logo tersebut makin kuat disaat Starbucks berkeinginan untuk merubah logo nya. 2. Di samping itu juga Starbucks diharapkan dapat mempublikasikan perubahan logo dengan cara yang diharapkan konsumen Starbucksnya, dimana perubahan logo tidak hanya perubahan bentuk dari simbol starbucks, namun dapat merubah pengelolaan operasional Starbucks menjadi lebih professional. Sehingga dapat membangun brand experience menjadi lebih baik. 3. Pada pembahasan gambaran responden serta analisa deskriptif menunjukan bahwa mahasiswa merupakan segmen
Starbucks yang berpotensi. Hal ini juga didukung dengan nilai kepuasan dan loyalitas yang baik pada analisa statistik deskriptif yang menilai setuju terhadap kepuasan layanan kepuasan Starbucks serta menilai setuju untuk tingkat loyalitas mereka terhadap Starbucks. Karena hal tersebut diharapkan Starbucks dapat membuat beberapa program dan promosi yang terkait dengan gaya hidup dan konsumsi mahasiswa/pelajar pada tingkat menengah keatas, seperti menyediakan beberapa produk yang diminati mahasiswa/pelajar, atau dengan membuat kedai khusus mahasiswa yang menyediakan berbagai fasilitas mahasiswa. 4. Pada penelitian ini penulis fokus pada hubungan langsung dan tidak langsung brand experience dengan loyalitas. sehingga penulis belum dapat mendeskripsikan instrumen dominan brand experience terhadap loyalitas pada perusahaan. Peneliti juga tidak dapat melakukan penelitian dalam melakukan perbandingan brand experience pada beberapa merek. Maka disarankan untuk peneliti selanjutnya dapat meneliti hal-hal yang masih kurang atau belum diteliti oleh peneliti sekarang. 5. Hasil penelitian menunjukan bahwa masih terdapat faktorfaktor lain yang dapat mempengaruhi loyalitas dan kepuasaan, oleh karena itu peneliti juga menyarankan agar penelitian selanjutnya dapat mengidentifikasi dan meneliti faktor-faktor lain Ultima Management Vol 5. No.1. Juni 2013
Donant Alananto Iskandar & Ardiko R. Shandy
25
yang dapat mempengaruhi kepuasaan dan loyalitas.
Maret 2007, Fakultas Kristen Petra, Surabaya.
VI. Referensi Behar, Howard .2008. Bukan Sekedar Kopi, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
Kotler, Philip. 2006. Marketing Management, Pearson Education, United State of America.
Brakus, J Josko, Bernd H. Schmitt, Lia Zarantonello . 2009. Brand Experience: What Is It? How Is It Measured? Does It Affect Loyalty? American Marketing Association, Vol.73 May 2009, University of Rochester,Business Administration, United Stated. Ghozali, Imam. 2006. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS, Edisi Revisi, Universitas Diponegoro, Semarang. Griffin, Jill. 2002. Customer Loyalty: How to Earn It, How to Keep It, JosseyBass, United States. Griffin, Jill. 2005. Customer Loyalty, Erlangga, Jakarta. Hastak, Manoj, Jerry C. Olson. 1989. Assessing the Role of Brand-Related Cognitive Responses as Mediators of Communication Effects on Cognitive Structure, Journal of Consumer Research, Vol. 5 March 1989, United Stated Hoyer, Wayne D. 2008. Consumer Behavior, South-Western College, USA. Japarianto, Edwin. 2007. Analisa Kualitas Layanan sebagai Pengukur Loyalitas Pelanggan Hotel Majapahit Surabaya dengan Pemasaran Relational sebagai Variabel Intervening, Jurnal Manajemen Kehutanan, Vol. 3 No 1
Kotler, Philip. 2008. Principle of Marketing, Pearson Education, United State of America. Malhotra, Naresh. 2009. Basic Marketing Research. Pearson, Canada. Malhotra, Naresh. 2010. Marketing Research, Pearson, Canada. Michelli, Joseph. 2006. The Starbucks Experience, Esensi, Jakarta. Oliver, Richard L. 1996. Satisfaction: A Behavioral Perspective On The Consumer, Mcgraw-hill, United State. Peter, J Paul. 2000. Consumer Behavior, Erlangga, Jakarta. Priyatno, Dwi. 2008. Mandiri Belajar SPSS untuk Analisis Data & Uji Statistik bagi Mahasiswa dan Umum, MediaKom, Yogyakarta. Rangkuti, Freddy (2009) The Power of Brands, Gramedia, Jakarta. Santoso, Singgih. 2000. Buku Latihan SPSS Parametrik, PT. Elex Media Komputindo. Jakarta. Sarwono, Jonathan. 2007. Analisis Jalur untuk Riset Bisnis dengan SPSS, ANDI, Yogyakarta. Schiffman, J Leon G. 2010. Consumer Behavior, Pearson Education, New Jersey.
Ultima Management Vol 5. No.1. Juni 2013
26
Pengaruh Brand Experience dan Kepuasan Sebagai Intervening Terhadap Loyalitas Konsumen Starbucks
Setiawan, Supriadi. 2009. Loyalitas Pelanggan Jasa, IPB press, Bogor. Setyadharma, Andryab. 2010. Uji Asumsi Klasik dengan SPSS 16, FeAnes, Semarang. Supranto. 2011. Perilaku konsumen dan Strategi Pemasaran, Mitra Wacana Media, Jakarta. Tjiptono, Fandy. 2005. Brand Management & Strategy, ANDI, Yogyakarta.
Brand Experience and Loyalty: A Study of Luxury Brand in Thailand, European, Mediterranean & Middle Eastern Coference n Information System 2011, May 2011, Athens, Greece, Brunel University, United Kingdom. Ward, Scott, Terence A. Oliva, David J. Reibstein. 1994. Effectiveness of Brand-related 15-second Commercials, MCB UP Ltd, USA. Yamin, Sofyan. 2009. SPSS Complete, Salemba Infotek, Jakarta.
Ueacharoenkit, Supawan. 2011. Investigating the Relationship of
Ultima Management Vol 5. No.1. Juni 2013
Andreas Kiky
27
STUDI KEAKURATAN METODE PERAMALAN TIME-SERIES PADA NILAI TUKAR USD/IDR PERIODE 2006-2012 Andreas Kiky Universitas Multimedia Nusantara Abstract Exchange Rate is one of important factor that should be considered before every International Managers make decision related with their transaction. In order to help the decision maker, some sophisticated model and theory are developed to understand more about the fluctuation of exchange rate. There are some theories such as Interest Rate Parity, Purchasing Power Parity, International Fisher Effect that try to explain this exchange rate behavior. Unfortunately this theory is quite confusing for certain people that still new with International Theory. In This research we examine practical approach to make forecasting base on simple time-series method. We use simple Naïve Model, Modified Naïve Model, and Moving Average and compare their Forecasting Power. We use simple MAE and RMSE to check the error and hope find interesting result about which model are the most accurate one. Keyword: Exchange Rate, Accuracy, ME, MAE, MSE, RMSE, Time –Series, Naïve Model, Moving Average
1. Pendahuluan Dalam perdagangan internasional kebutuhan akan mata uang asing menjadi sangat penting untuk melakukan transaksi. Madura (2013) tentunya hal ini menjadi pemicu utama dalam perubahan nilai tukar suatu mata uang lokal terhadap mata uang asing. Terdapat beberapa faktor secara fundamental yang mempengaruhi hal tersebut antara lain seperti inflasi, suku bunga, kebijakan pemerintah dan bahkan ekspektasi. Beberapa teori seperti Puchasing Power Parity serta Interest Rate Parity juga berusaha untuk menjembatani para pemakai mata uang asing untuk melakukan prediksi akan nilai tukar ini di masa depan. Hanya saja dalam pendekatannya, kajian teoritis cukup rumit dan membingungkan untuk diterapkan bagi para pemakai atau pembuat kebijakan yang tidak pernah mendapatkan pelajaran keuangan internasional ataupun perdagangan internasional. Oleh karena itu terdapat beberapa metode peramalan yang sifatnya teknis dan cukup mudah untuk dilakukan oleh para pembuat keputusan tanpa harus didasarkan teori
fundamental tertentu. Hanya saja tentunya ini menjadi sebuah kelemahan dari metode tersebut dalam melakukan peramalan. Penelitian ini dibuat untuk mengkaji metode peramalan tersebut dengan membandingkan nilai error dari setiap metode yang ada sekaligus memberikan kajian analisa mengenai metode peramalan tersebut. Analisa time-series terkenal akan kepraktisan dan kemudahan dalam penggunaannya. Terdapat beberapa metode yang termasuk dalam kategori tersebut antara lain Naïve Model, Modified Naïve Model, Moving Average, Exponential Smoothing, Box Jenkins, ARIMA, ARIMAX, serta VAR dan VECM. Dari metode tersebut 3 metode seperti Naïve, Modified Naïve dan Moving Average dapat langsung digunakan tanpa harus menggunakan software dan pengetahuan tertentu. Sedangkan metode yang lain seperti Exponential Smoothing, Box Jenkins, ARIMA, ARIMAX, VAR, dan VECM memerlukan pembelajaran serta software tertentu untuk melakukan perhitungannya. Ultima Management Vol 5. No.1. Juni 2013
28
Studi Keakuratan Metode Peramalan Time-Series pada Nilai Tukar USD/IDR Periode 2006 - 2012
Keating & Wilson (2008) menjelaskan inti sari dari setiap metode tersebut adalah bagaimana setiap metode bisa memberikan hasil paling akurat dengan hasil aktualnya. Tentu saja terdapat beberapa metode perhitungan error yang bisa digunakan. Perhitungan Error pada data time-series secara sederhana dengan membandingkan nilai actual dengan nilai peramalan yang diperoleh dari model. Adapun terdapat beberapa metode pengukuran dalam model time-series yakni ME (Mean Error), MAE (Mean Absolute Error), MPE (Mean Percentage Error), MAPE (Mean Absolute Percentage Error), MSE (Mean-Square Error), RMSE (Root-Mean-Squared Error) dan Theil’s U. Perbedaan dari setiap pengukuran ini adalah terdapat pada nilai Absolut, Pangkat dua dari error yang diukur. Mata Uang USD (US Dollar) adalah mata uang yang paling umum digunakan untuk transaksi internasional. Hal ini menjadi salah satu alasan utama kenapa peneliti mengkaji pergerakan nilai tukar USD terhadap Rupiah. Sekalipun dalam beberapa tahun terakhir Amerika Serikat sendiri mengalami beberapa Krisis Ekonomi terkait dengan masalah Mortgage hal itu tidak menjadi kendala dalam pelaksanaan penelitian ini. Penelitian ini akan mengkaji tingkat keakuratan dari tiga metode paling sederhana dari analisa time series yaitu Naïve Model, Modified Naïve Model serta Moving Average dengan Ordo (3), (5) dan (10). Setiap Model tersebut akan dibandingkan tingkat error sehingga diharapkan output penelitian ini dapat memberikan kajian teoritis model timeseries sederhana mana yang paling akurat. Ataupun dapat memberikan insight kapan model tersebut dapat digunakan secara tepat.
2. Telaah Literatur Keating & Wilson (2008) menyatakan model pada umumnya tidak akan selalu tepat, keakuratan model akan tergantung pada konteks pemakaiannya. Terdapat 7
pengukuran yang umumnya digunakan untuk mengukur keakuratan model timeseries. Antara lain Mean Error (ME), Mean Absolute Error (MAE), Mean Percentage Error (MPE), Mean Absolute Percentage Error (MAPE), Mean-Square Error (MSE), Root-Meana-Squared Error (RMSE) dan Theil’s U. Berikut ini adalah rumusan dari setiap pengukuran error tersebut: (𝐴! − 𝐹! ) 𝑛 𝐴! − 𝐹! 𝑀𝐴𝐸 = 𝑛 (𝐴! − 𝐹! )/𝐴! 𝑀𝑃𝐸 = 𝑛 (𝐴! − 𝐹! )/𝐴! 𝑀𝐴𝑃𝐸 = 𝑛 (𝐴! − 𝐹! )! 𝑀𝑆𝐸 = 𝑛 𝑀𝐸 =
𝑅𝑀𝑆𝐸 =
(𝐴! − 𝐹! )! 𝑛
𝑇ℎ𝑒𝑖𝑙 ! 𝑠 𝑈 =
(𝐴! − 𝐹! )! ÷
(𝐴! − 𝐴!!! )!
Adapun At = Actual Value pada waktu t Ft = Forecast Value pada waktu t At-1 = Actual Value pada waktu t-1 Dari tujuh kriteria error tersebut, maka pada penelitian ini peneliti memutuskan untuk menggunakan Metode Pengukuran ME, MAE, MSE, dan RMSE saja dengan alasan kepraktisan. Tujuan dari penelitian ini menguji keakuratan metode pengukuran error paling praktis yang ada dalam metode time-series. Penelitian Terdahulu (exchange rate) Morales-Arias & Moura (2013) menerapkan analisa panel data untuk mengukur kemampuan prediksi suatu model time-series. Penelitian ini menemukan bahwa dengan membuat kombinasi metode prediksi nilai tukar akan memberikan informasi yang lebih Ultima Management Vol 5. No.1. Juni 2013
Andreas Kiky
bervariatif sekaligus mengurangi ketidakpastian pada saat ex-ante. Hal ini dapat meningkatkan keakuratan peramalan sekaligus memberikan insight yang lebih baik mengenai market timing. Kempa & Riedel (2013) menyelidiki nilai tukar Canada terhadap USD dengan menggunakan Markov Switching Framework dengan set data dari tahun 1991 hingga 2008. Hasil penelitian menyatakan bahwa kebijakan moneter yang aktif menjadi salah satu penyebab terjadinya pergerakan nilai tukar yang tidak linear. Li, Feng, Wu & Xu (2013) dalam penelitian meneliti mengenai model dinamis dari nilai tukar dan menelaah efek perubahaan drastis suku bunga terhadap struktur forward rate. Nilai tukar yang digunakan adalah USD/CAD dan USD/JPY. Penelitian ini menggunakan Kalman filter untuk mengestimasi MCMC (markov Chain Monte Carlo). Temuan penelitian ini menegaskan bahwa terdapat bukti yang kuat bahwa perubahan drastis dari suku bunga akan berhubungan dengan nilai tukar dari forward rate.
3. Metodologi Objek penelitian ini adalah Nilai Tukar USD terhadap IDR. Data penelitian diambil dari Januari 2006 hingga Desember 2012. Data yang diambil adalah data harian yang disediakan oleh bank sentral Indonesia. Berikut ini adalah tahaptahap dalam penelitian ini: 1. Peneliti akan mengambil sampel data sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan oleh peneliti, yakni nilai tukar USD terhadap IDR selama tahun 2006 hingga tahun 2012. 2. Data yang digunakan adalah data harian selama periode penelitian. 3. Data akan dianalisis sesuai dengan 5 Model analisis time-series yang akan digunakan dalam penelitian ini yakni Naive Model, Modified Naive, Moving Average (3),
29
Moving Average (5) dan Moving Average (10). 4. Setelah itu data akan dibandingkan dengan nilai aktual serta nilai peramalan (forecast value) dan dihitung nilai ME, MAE, MSE dan RMSE. 5. Dari 5 Model tersebut akan dibandingkan dan dianalisis model mana yang memberikan nilai error paling minimum dan nilai error paling tinggi. Berikut ini adalah model penelitian: Naïve Model 𝐹! = 𝐴!!! Modified Naïve Model 𝐹! = 𝐴!!! + 𝑃(𝐴!!! − 𝐴!!! ) Moving Average 𝐴!!! + ⋯ + 𝐴!!! 𝐹! = 𝑛 Ft At-1 At-n P n
= Forecast Value pada titik waktu t = Actual Value pada titik waktu t-1 = Actual Value pada titik waktu t-n = Nilai Probabilitas = Jumlah sampel/titik waktu
4. Hasil & Pembahasan Berikut ini adalah hasil dari statistik deskriptif penelitian. Dapat kita lihat pada Grafik 4.1. Nilai Kurs Tengah USD/IDR secara umum menunjukan trend yang flat. Sekalipun pada November 2008 menunjukan Rupiah mengalami pelemahan yang cukup tinggi tapi seiring dengan berjalanannya waktu ternyata Rupiah mampu menguat hingga kembali stabil pada akhir tahun 2012. Efek krisis Mortgage yang seharusnya menjadi pemicu pelemahan nilai tukar Dollar USD tetapi pada akhir tahun 2008 memberikan imbas negatif pada pasar Asia dan dalam kasus ini Indonesia sehingga membuat pelemahan secara global. Pada Juni 2011 nilai tukar Rupiah mengalami sedikit penguatan sekalipun di penutupan akhir Ultima Management Vol 5. No.1. Juni 2013
30
Studi Keakuratan Metode Peramalan Time-Series pada Nilai Tukar USD/IDR Periode 2006 - 2012
tahun 2012 kembali mengalami pelemahan. Nilai Tukar USD/IDR sendiri berada di rentang 0.000081/IDR Indicator Min Max Average
Naïve 0.00008065 0.00011820 0.00010720
Mod Naïve 0.00008058 0.00011823 0.00010720
0.000118/IDR. 0.000107/IDR. MA (3) 0.00008065 0.00011798 0.00010720
Dengan
MA (5) 0.00008100 0.00011787 0.00010721
nilai
rata-rata
MA (10) 0.00008148 0.00011766 0.00010722
Kurs Tengah 0.000130 0.000120 0.000110 0.000100 0.000090 Kurs Tengah
0.000070
2-Jan-06 28-Apr-06 23 Agust 2006 18 Des 2006 11-Apr-07 2 Agust 2007 29 Nop 2007 4-Apr-08 25-Jul-08 21 Nop 2008 23-Mar-09 16-Jul-09 11 Nop 2009 9-Mar-10 1-Jul-10 25 Okt 2010 17-Feb-11 13-Jun-11 10 Okt 2011 30-Jan-12 23 Mei 2012 14-Sep-12
0.000080
Grafik 4.1. Nilai Kurs Tengah USD/IDR
Naive 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 Naive
0.00
3-Jan-06 12-Apr-06 18-Jul-06 30 Okt 2006 1-Feb-07 8 Mei 2007 13 Agust 2007 22 Nop 2007 10-Mar-08 16-Jun-08 18-Sep-08 5-Jan-09 14-Apr-09 17-Jul-09 27 Okt 2009 3-Feb-10 11 Mei 2010 13 Agust 2010 22 Nop 2010 28-Feb-11 6-Jun-11 15-Sep-11 16 Des 2011 21-Mar-12 27-Jun-12 3 Okt 2012
0.00
Grafik 4.2. Hasil Naïve Model
Ultima Management Vol 5. No.1. Juni 2013
0.00 5-Jan-06 20-Apr-06 28-Jul-06 14 Nop 2006 21-Feb-07 5-Jun-07 11-Sep-07 3-Jan-08 17-Apr-08 25-Jul-08 10 Nop 2008 24-Feb-09 8-Jun-09 16-Sep-09 4-Jan-10 14-Apr-10 22-Jul-10 2 Nop 2010 11-Feb-11 25 Mei 2011 9-Sep-11 15 Des 2011 26-Mar-12 4-Jul-12 15 Okt 2012
0.00007 4-Jan-06 27-Apr-06 14 Agust 2006 7 Des 2006 27-Mar-07 16-Jul-07 7 Nop 2007 5-Mar-08 25-Jun-08 17 Okt 2008 10-Feb-09 2-Jun-09 24-Sep-09 14-Jan-10 4 Mei 2010 20 Agust 2010 10 Des 2010 30-Mar-11 20-Jul-11 10 Nop 2011 27-Feb-12 15-Jun-12 4 Okt 2012
Andreas Kiky 31
Mod Naive
0.00013
0.00012
0.00011
0.0001
0.00009
0.00008 Mod Naive
Grafik 4.3. Hasil Modified Naïve Model
MA (3)
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00 MA (3)
Grafik 4.4. Hasil Moving Average Ordo 3
Ultima Management Vol 5. No.1. Juni 2013
32
Studi Keakuratan Metode Peramalan Time-Series pada Nilai Tukar USD/IDR Periode 2006 - 2012
MA (5) 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
MA (5)
0.00
9-Jan-06 24-Apr-06 1 Agust 2006 16 Nop 2006 23-Feb-07 7-Jun-07 13-Sep-07 7-Jan-08 21-Apr-08 29-Jul-08 12 Nop 2008 26-Feb-09 10-Jun-09 24-Sep-09 6-Jan-10 16-Apr-10 26-Jul-10 4 Nop 2010 16-Feb-11 27 Mei 2011 13-Sep-11 19 Des 2011 28-Mar-12 6-Jul-12 17 Okt 2012
0.00
Grafik 4.5. Hasil Moving Average Ordo 5
MA (10) 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 MA (10)
0.00
17-Jan-06 28-Apr-06 4 Agust 2006 20 Nop 2006 26-Feb-07 7-Jun-07 12-Sep-07 3-Jan-08 16-Apr-08 23-Jul-08 5 Nop 2008 18-Feb-09 1-Jun-09 8-Sep-09 21 Des 2009 1-Apr-10 9-Jul-10 19 Okt 2010 26-Jan-11 5 Mei 2011 15 Agust 2011 25 Nop 2011 2-Mar-12 12-Jun-12 20-Sep-12
0.00
Grafik 4.6. Hasil Moving Average Ordo 10 Berdasarkan grafik di atas dapat kita lihat secara umum semua model memiliki pola yang serupa. Moving Average memberikan efek smoothing terhadap pergerakan nilai tukar. Peneliti juga mencoba melakukan simulasi untuk nilai probabilitas model Modified Naïve dan memutuskan untuk memberikan nilai 10%. Idealnya model Modified Naïve adalah
model yang memperhitungkan trend dan mengkombinasikannya dengan model Naïve. Diharapkan hasilnya akan lebih baik dari model Naïve sebab faktor trend sudah diperhitungkan. Akan tetapi dalam kasus ini temuan peneliti mengkonfirmasi ternyata model Modified Naïve ternyata tidak lebih baik dari model Naïve.
Ultima Management Vol 5. No.1. Juni 2013
Andreas Kiky
33
Tabel 4.1. Hasil ME, MAE, MSE, RMSE Indikator ME MAE MSE RMSE
Naïve Model 0.00000000 0.00000036 0.00000000 0.00000065
Mod Naïve 0.00000000 0.00000037 0.00000000 0.00000066
Dari Hasil di atas dapat terlihat jika membandingkan nilai USD/IDR maka nilai kita dapatkan akan sangat kecil. Ini menjadi sebuah masukan untuk penggarapan penelitian selanjutnya adalah penggunaan quotation yang lebih baik yakni IDR/USD akan jauh lebih baik. Berdasarkan indikator ME maka dapat disimpulkan bahwa model Naïve, Mod Naïve dan Moving Average ordo 3 & 5 memiliki nilai error yang mirip. Akan tetapi penggunaan ME sendiri memiliki kendala karena jika kita langsung menjumlahkan error tersebut maka yang terjadi adalah terjadi efek peniadaan oleh error yang positif dan error yang negatif. Oleh karena itu untuk memberikan nilai yang lebih baik maka peneliti menerapkan nilai Absolut pada MAE. Dari MAE, penelti menemukan bahwa nilai error pada model Naïve merupakan nilai yang paling rendah (0.00000036). Selain itu pada MSE & RMSE juga model Naïve secara konsisten menunjukan kinerja paling baik dibandingkan model time-series lainnya (0.00000000 dan 0.00000065). Temuan ini tentunya perlu dikritisi. Apakah memang benar dalam melakukan peramalan jangka pendek kita dapat menggunakan Model Naïve yang sangat sederhana? Tentunya menurut peneliti model ini bisa mengakibat kesalahan yang sangat fatal saat terjadi kejadian extraordinary seperti lonjakan dratis dari faktor-faktor makro ekonomi ataupun faktor eksternal dari luar negeri seperti aksi terorisme. Sehingga menurut peneliti, untuk alasan praktis metode peramalan time-series ini cukup banyak membantu dalam
MA (3) 0.00000000 0.00000042 0.00000000 0.00000076
MA (5) 0.00000000 0.00000051 0.00000000 0.00000089
MA (310) 0.00000001 0.00000072 0.00000000 0.00000120
memberikan gambaran secara umum bagi pengambil keputusan terkait dengan nilai tukar dan transaksi ekspor impor. Akan tetapi penting bagi pengambil keputusan untuk tetap mempertimbangkan faktor fundamental dan issue yang mungkin dapat membuat perlemahan ataupun penguatan nilai tukar secara instan. Untuk pengembangan penelitian ada baiknya setiap metode pengukuran error dapat dibandingkan menggunakan uji beda ataupun penambahan metode MPE, MAPE dan Theil U.
5. Kesimpulan Hasil penelitian ini masih jauh dari sempurna. Pendekatan sederhana timeseries untuk peramalan nilai tukar memang terbukti cukup sederhana, mudah dilakukan dengan nilai error yang relatif kecil. Penelitian ini mengkonfirmasi Model Naïve merupakan model yang paling akurat dalam peramalan penelitian ini. Sekalipun dalam praktiknya temuan penelitian ini masih harus dikritisi karena kesederhanaannya. Model Naïve sendiri dalam penerapannya akan memberikan kesalahan yang sangat tinggi jika terjadi issue atau perubahan secara drastis yang disebabkan oleh faktor fundamental ataupun issue luar negeri. Oleh karena itu penting bagi pengambil keputusan untuk tetap memperhatikan issue terkait sekaligus kondisi makroekonomi. Pendekatan time-series disini hanya akan valid digunakan secara hati-hati dan gambaran umum trend masa depan. Untuk pengembangan penelitian maka ada baiknya jika pengukuran MPE, MAPE dan Theil U dapat digunakan untuk Ultima Management Vol 5. No.1. Juni 2013
34
Studi Keakuratan Metode Peramalan Time-Series pada Nilai Tukar USD/IDR Periode 2006 - 2012
memperkaya khazana penelitian. Selain itu setiap error yang diperoleh dari setiap pengukuran dapat diuji dengan menggunakan uji beda untuk membandingkan perbandingan keakuratan. Selain itu penggunaan model yang lebih kompleks juga bisa disarankan seperti VAR atau VECM, terutama analisa data panel. Dan pendekatan ini juga dapat dibandingkan dengan nilai tukar negara yang lain. VI. Referensi
Morales-Arias, Leonardo & Moura, Guilherme V. 2013. “The Adaptive Forecasting of Exchange Rates with Panel Data”. International Journal of Forecasting. 29, 493-509. Sunyoto, Danang. 2011. Analisis Regresi dan Uji Hipotesis. Yogyakarta: CAPS. Wilson, J. Holton & Keating, Barry. 2008. Business Forecasting with Forecast X. America: McGraw Hill Irwin.
Agusyana, Yus. 2011. Olah Data Skripsi dan Penelitian dengan SPSS 19. Jakarta: Elex Media Komputindo. Corrado, Charles J. 2009. Fundamental of Investment Valuation and Management. America: McGraw Hill Irwin. Gitman, Lawrence J. 2009. Principle of Managerial Finance. California: Pearson. Gujarati,
Damodar. 2004. Basic Econometrics. McGrawHill.
Jones,
Charles P. 2005. Investment Principles and Concept. North Carolina State: John Wiley.
Kempa, Bernd & Riedel, Jana. 2013. “Nonlinearities in Exchange Rate Determination In a Small Open Economy: Some Evidence for Canada”. The North America Journal of Economics and Finance . 24, 268-278. Li, Xiao Ping, Feng, Yun, Wu, ChongFeng, & Xu, Wei-Dong. 2013. “Response of The Term Structure of Forward Exchange Rate to Jump in The Interest Rate”. Economic Modelling. 30, 863874. Ultima Management Vol 5. No.1. Juni 2013
Muliady Salim Yaparto
35
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP PERILAKU PEMBELIAN KONSUMEN PADA PRODUK FASHION MEREK ZARA DI JAKARTA Muliady Salim Yaparto Universitas Multimedia Nusantara Abstract Competition in the field of fashion apparel sales in Indonesia has intensely increased. The fashion companies in Indonesia and outside Indonesia compete each other to create new apparel products and brands of quality, which are popular among young people. ZARA is one of clothing brands that aggressively compete with other clothing brands in Indonesia. Therefore, this study aims to analyze the factors that influence the buying behavior of apparel products, especially ZARA. Respondents involved in this study are 125 persons, using is descriptive and quantitative analysis reseach method, which focuses on hypothesis testing. The data used are primary data by distributing questionnaires with simple random sampling method. Techniques of data analysis used are multiple linear regression analysis with SPSS for Windows 19.0 software. Result of this study states that the motivation factor (X1) and demographic factors (X5) have a positive influence on consumer buying behavior in the fashion brand ZARA products in Jakarta. This conclusion is derived from the test results - t, where t count value is greater compared to the t table with each of the calculated t value of 4.348 and 4.358 in comparison with the t table with a value of 1.9799, and each has a significance value below 0.05. Keyword: motivation factor, brand awareness, demographic factors, consumer buying behavior, ZARA I. Pendahuluan berangkat dari pertumbuhan fashion di Di era modern ini, fashion menjadi gaya Indonesia yang sampai mencapai angka hidup (life style) yang sangat diminati. 52,18% pada tahun 2002 dan pada tahun Perkembangan dunia fashion menjadi hal 2008 mencapai 45,78%, sehingga penulis yang penting di berbagai kalangan baik merasa ingin menggali lebih dalam kalangan muda maupun tua. Dalam dunia penyebab pertumbuhan ini dengan fashion tak jarang merek menjadi daya menggunakan beberapa faktor yang akan tarik dalam pemilihan produk. Seiring diuji. banyaknya merek-merek yang Dalam penelitian ini, penulis akan bermunculan, membuat para persaingan di membahas lebih jauh mengenai faktordalam dunia fashion semakin ketat. faktor yang berpengaruh terhadap perilaku Durianto et al (2004) menyatakan bahwa pembelian konsumen. Faktor-faktor yang beberapa produk dengan kualitas, model, akan penulis teliti adalah Motivasi, serta features yang relatif sama, dapat kepribadian merek, attitude toward memiliki kinerja yang berbeda di pasar product, nilai (value), dan faktor karena perbedaan persepsi di benak demografis (demographic faktor). Dalam konsumen. penelitian ini akan dilihat bagaimana Fashion sendiri merupakan bagian dari pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap sektor industri kreatif yang sangat keputusan konsumen untuk memilih dipengaruhi oleh perubahan tren yang membeli produk fashion merek ZARA. cepat. Dalam penelitian ini penulis ingin ZARA memposisikan dirinya untuk melihat industri fashion di Indonesia, melayani segmen menengah ke atas. Ultima Management Vol 5. No.1. Juni 2013
36
Analisis Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap Perilaku Pembelian Konsumen pada Produk Fashion Merek Zara di Jakarta
Menurut Ratih D. Gianda, Group Head of Investor Relation ZARA, “Harga memang murah di kelasnya tetapi kualitas tidak perlu diragukan lagi. Harga ZARA di Indonesia lebih murah dibandingkan dengan di negara-negara tetangga. Itu merupakan kebijakan ZARA dan melihat prospek kedepannya. Akibatnya harga ZARA yang memang murah untuk produk-produk sekelasnya bertambah murah lagi. Setiadi (2003), faktor yang terpenting dilihat dari nilai (value) yang diberikan dari produk tersebut kepada konsumen. Nilai di sini sangat identik dengan harga (price), bilamana harga tersebut dihubungkan dengan manfaat yang dirasakan atas suatu barang dan jasa. Nilai (value) dapat didefinisikan anatara manfaat yang dirasakan terhadap harga. Berdasarkan ulasan di atas, maka penelitian ini akan membahas tentang analisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perilaku pembelian konsumen pada produk fashion merek ZARA di Jakarta. Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Apakah terdapat pengaruh motivasi terhadap perilaku pembelian konsumen untuk produk fashion ZARA? 2. Apakah terdapat pengaruh brand personality terhadap perilaku pembelian konsumen untuk produk fashion ZARA? 3. Apakah terdapat pengaruh attitude toward product terhadap perilaku pembelian konsumen untuk produk fashion ZARA? 4. Apakah terdapat pengaruh nilai (value) terhadap perilaku pembelian konsumen untuk produk fashion ZARA? 5. Apakah terdapat pengaruh faktor demografi (demographic faktor) terhadap perilaku pembelian
konsumen ZARA?
untuk
produk
fashion
II. Telaah Literatur & Hipotesis Pemasaran adalah proses sosial yang dengan proses itu individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan, dan secara bebas mempertukarkan produk dan jasa yang bernilai dengan pihak lain (kotler, 2005). Merek (Brand) merupakan perekat yang mengikatkan berbagai fungsi pemasaran dalam organisasi. Inti dari komunikasi pemasaran yang sebenarnya adalah membangun merek di benak konsumen. Jika perusahaan mampu membangun suatu merek yang kokoh, maka perusahaan akan memiliki program pemasaran yang kokoh pula, sebaliknya jika ternyata perusahaan tak mampu, maka segala upaya yamg dilakukan oleh pemasaran, seperti periklanan, promosi penjualan, kehumasan, tidak mampu mencapai tujuan program pemasaran perusahaan, dengan kata lain pemasaran adalah merek (Branding). Arti dan peran merek dalam suatu bisnis sangatlah penting menurut American Marketing Association (AMA) dalam keller (2003) mengatakan merek adalah suatu nama, istilah, simbol atau desain atau kombinasi dari hal-hal tersebut yang dimaksudkan untuk mengidentifikasi produk atau jasa yang dihasilkan oleh penjual atau kelompok penjual dan membedakannya dari para pesaing. Sedangkan menurut keller (2003) merek adalah suatu produk yang telah ditambahkan dengan dimensi- dimensi lainnya yang membuat produk tersebut menjadi berbeda dibandingkan dengan produk lainnya yang sama-sama didesain untuk memenuhi kebutuhan yang sama. Gulik, Nak, Sirivan Serirat, Suphada Sirikudta and etc. (2009) melakukan penelitian dengan judul “Thai Silk Ultima Management Vol 5. No.1. Juni 2013
Muliady Salim Yaparto
Product Industry Development In The Northeastern Region of Thailand”. Tujuan dari penelitian ini membentuk sebuah model yang terkait dengan pengukuran perilaku pembelian konsumen (purchasing behavior) dalam industri fashion merek ZARA, khususnya pada pakaian (garment). Penelitian ini menggunakan metodologi kuantitatif (quantitative methodology). Dari penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, ditemukan bahwa terdapat lima dimensi yang mempengaruhi perilaku pembelian konsumen (purchasing behavior). Dimensi tersebut adalah motivasi, brand personality, attitude toward product, nilai (value), dan faktor demografis (demographic factor). Penelitian ini menunjukkan bahwa nilai (value) dan motivasi merupakan faktor signifikan yang berpengaruh penting terhadap perilaku pembelian konsumen. Oleh karena itu, manajemen dari industri-industri fashion, terutama ZARA diharapkan dapat fokus untuk terus menjaga nilai (value) agar konsumen akan termotivasi untuk terus membeli produk mereka. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan survey pada konsumen yang membeli sutera Thailand di dua provinsi dari kawasan timur laut (northeastern region) yaitu provinsi Khon-Khen dan provinsi Roi-Et. Pengambilan sampel sebanyak 400 responden untuk tiap provinsi sehingga total 800 responden untuk dua provinsi, data diambil dengan menyebarkan kuesioner penelitian. Pengolahan data sampel menggunakan metode two nonprobability sampling techniques, judgemental sampling, dan convenience sampling. Penelitian terdahulu ini, mengukur pengaruh faktor-faktor motivasi, brand personality, attitude toward product, niali (value), dan faktor demografis (demographic factor) terhadap perilaku
37
pembelian konsumen (purchasing behavior) dengan melakukan regresi berganda (multiple regression). Adapun dengan menilai t hitung dari variable bebas, maka peneliti dapat melihat variabel bebas yang memiliki pengaruh yang signifikan. Dari penelitian ini, dinyatakan variabel nilai (value) (dengan derajat kepercayaan 99%) dan motivasi (derajat kepercayaan 99%) saja yang memiliki pengaruh signifikan. Selain itu model yang ada dalam jurnal ini yang dikemukakan oleh Kim (1997) menunjukkan nilai R2 yang menginterpretasikan kemampuan motivasi, brand personality, attitude toward product, nilai (value), dan faktor demografis (demographic factor) dalam menjelaskan perilaku pembelian konsumen (purchasing behavior) dengan nilai persentase sebesar 55,1%. Pada provinsi Khon- Khen, nilai R2 yang menginterpretasikan kemampuan motivasi, brand personality, attitude toward product, nilai (value), dan faktor demografis (demographic factor) dalam menjelaskan perilaku pembelian konsumen (purchasing behavior) dengan nilai persentase sebesar 65,7%. Total kuesioner yang disebarkan untuk dua provinsi sebanyak 800 kuesioner dengan jumlah 800 responden. Tiap-tiap provinsi memiliki 400 responden sehingga kuesioner yang disebarkan sebanyak 400 kuesioner tiap provinsi. Pada provinsi RoiEt memberikan hasil dengan mayoritas adalah wanita dengan persentase 80,5% yang terdiri dari, umur 31-40 tahun (35,8%), pendapatan kurang dari 10.000 baht (40,8%), sudah menikah (65%), anggota pemerintahan (54,3%), pekerja pada level operasional (71%), dan yang tinggal di kawasan timur laut (98,5%). Pada provinsi Khon-Khen, mayoritas adalah wanita juga dengan persentase sebesar 80,5% yang terdiri dari, umur 3140 tahun (31,3%), pendapatan rata-rata antara 10.000-20.000 baht (35%), sudah menikah (68%), anggota pemerintahan Ultima Management Vol 5. No.1. Juni 2013
38
Analisis Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap Perilaku Pembelian Konsumen pada Produk Fashion Merek Zara di Jakarta
(39%), pekerja pada level operasional (67,3%), dan yang tinggal di kawasan timur laut (99,3%). Hasil dari penelitian ini menyebutkan bahwa terdapat hubungan positif antara nilai (value) dengan perilaku pembelian konsumen. Selain itu, terdapat hubungan positif antara motivasi dengan perilaku pembelian konsumen. Produk yang dibuat dari bahan baku yang baik akan menimbulkan nilai tersendiri bagi produk tersebut terutama dalam industri pakaian atau fashion, sehingga dengan sendirinya memotivasi konsumen untuk membeli produk tersebut. Hal-hal ini yang perlu diperhatikan oleh pihak manajemen untuk terus mempertahankan nilai yang ada agar konsumen terus termotivasi untuk membeli. Model penelitian ini didasarkan pada penelitian Kim (1997) dengan mereplikasi penelitian
Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran Sumber : Kim, 1997, dalam jurnal Thai Silk Product Industry Development In The Northeastern Region of Thailand, volume 8, No.10, pg.35 (diubah oleh peneliti, 2012) Hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut: H1 : Motivasi berpengaruh positif terhadap perilaku pembelian produk fashion merek ZARA di Jakarta.
H2
: Brand personality berpengaruh positif terhadap perilaku pembelian produk fashion merek ZARA di Jakarta.
H3
: Attitude toward product berpengaruh positif terhadap perilaku pembelian produk fashion merek ZARA di Jakarta.
H4
: Nilai (Value) berpengaruh positif terhadap perilaku pembelian produk fashion merek ZARA di Jakarta.
H5
: Faktor Demografis (Demographic Factor) berpengaruh positif terhadap perilaku pembelian produk fashion merek ZARA di Jakarta.
III. Metodologi Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisa kuantitatif. Di mana untuk mencapai tujuan pertama yaitu menganalisis pengaruh variabel motivasi, kepribadian merek (brand personality), attitude toward product, nilai (value), dan faktor demografis (demographic factor) terhadap perilaku pembelian dengan menggunakan analisis regresi berganda (Multiple Regression Analysis). Model penelitian ini dapat dijelaskan dengan model linear sebagai berikut: Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + b5X5 +e Di mana : Y = Keputusan Pembelian (Purchasing Decision). X1 = Motivasi (Motivation). X2 = Kepribadian Merek (Brand Personality). X3 = Attitude Toward Product. X4 = Nilai (Value). Ultima Management Vol 5. No.1. Juni 2013
Muliady Salim Yaparto
39
X5 = Faktor Demografis (Demographic Factor). a = bilangan konstanta. b = besaran koefisien dari masing-masing variabel. e = standard error
namun dalam hal ini perbandingan antara laki- laki dan perempuan tidak jauh berbeda, sehingga dapat dikatakan bahwa cukup banyak juga laki-laki yang menggunakan produk fashion merek ZARA.
Mengingat pengumpulan data dilakukan dengan kuesioner, maka kesungguhan responden dalam menjawab pertanyaanpertanyaan merupakan hal yang sangat penting dalam penelitian. Keabsahan suatu hasil penelitian sangat ditentukan oleh alat ukur yang digunakan. Apabila alat ukur yang dipakai tidak valid dan atau tidak dipercaya, maka hasil penelitian yang dilakukan tidak akan menggambarkan keadaan yang sesungguhnya. Dalam mengatasi hal tersebut diperlukan dua macam pengujian, yaitu uji validitas (test of validity) dan uji keandalan (test of reliability) untuk menguji kesungguhan jawaban responden. Selain diuji validitas dan keandalannya, maka model ini juga akan diuji kelayakannya berdasarkan uji asumsi klasik. Uji normalitas, heteroskedastisitas, autokorelasi dan juga multikolinear diuji untuk memastikan model fit.
Tabel 4.2. Umur Responden
Berdasarkan tabel 4.2 dapat diketahui bahwa untuk kategori umur 17- ≤ 30 tahun sebanyak 89 orang atau 71,2% dan kategori umur > 30 tahun sebanyak 36 orang atau 28,8%. Proporsi yang demikian menggambarkan adanya distribusi umur antara 17 – 30 tahun dalam penggunaan produk fashion merek ZARA di Jakarta. Tabel 4.4. Pekerjaan Responden
IV. Hasil & Pembahasan Tabel 4.1. Jenis Kelamin Responden
Berdasarkan tabel 4.1 dapat diketahui bahwa responden dengan jenis kelamin laki-laki adalah sebanyak 57 orang atau sebesar 45,6% sementara perempuan adalah 68 orang atau sebesar 54,4%. Dengan proporsi yang demikian menggambarkan bahwa perempuan lebih banyak menggunakan produk fashion merek ZARA dibandingkan laki-laki,
Berdasarkan tabel 4.4 diketahui bahwa tingkat pendidikan terakhir sebagian besar adalah S-1 yaitu sebanyak 60 orang atau sebesar 48%, diikuti tingkat pendidikan SMA sebanyak 51 orang atau 40,8%, D-1/D-2/D-3 sebanyak 10 orang atau 8%, dan S-2/S-3 sebanyak 4 orang atau 3,2% Dengan proporsi demikian, maka dapat dilihat bahwa sebagian besar yang menggunakan produk fashion merek ZARA mempunyai tingkat pendidikan terakhir S-1. Tabel 4.5. Pengeluaran Pribadi Responden Ultima Management Vol 5. No.1. Juni 2013
40
Analisis Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap Perilaku Pembelian Konsumen pada Produk Fashion Merek Zara di Jakarta
Tabel 4.6. Hasil Regresi Linear berganda
Berdasarkan tabel 4.5 diketahui bahwa pengeluaran pribadi per bulan responden sebagian besar berkisar antara Rp 1.000.000 - < Rp 3.000.000 yaitu sebanyak 55 orang atau sebesar 44%, kemudian pengeluaran Rp 3.000.000 - < Rp 5.000.000 sebanyak 35 orang atau 28%, pengeluaran Rp 500.000 - < Rp 1.000.000 sebanyak 23 orang atau 18,4%, pengeluaran > Rp 5.000.000 sebanyak 12 orang atau 9,6%, dan pengeluaran < Rp 500.000 tidak ada. Dengan proporsi demikian, maka dapat dilihat bahwa sebagian besar yang membeli produk fashion merek ZARA mempunyai pengeluaran pribadi per bulan antara Rp 1.000.000 - < Rp 3.000.000. Tabel 4.6. Pembelian Produk ZARA dalam sebulan
Berdasarkan tabel 4.6 diketahui bahwa pembelian produk ZARA dalam sebulan sebagian besar antara 1-3 kali yaitu sebanyak 84 orang atau sebesar 67,2%, dan > 3 kali sebanyak 41 orang atau 32,8%. Dengan proporsi demikian, maka dapat dilihat bahwa sebagian besar pembelian produk fashion merek ZARA dalam sebulan dilakukan sebanyak 1-3 kali. Dari hasil uji asumsi klasik dan uji validitas serta keandalan, semua indikator menunjukan model fit sehingga bisa dilanjutkan dengan menganalisis model dengan regresi linear berganda.
Berdasarkan hasil pengolahan data seperti terlihat pada Tabel 4.6 pada kolom kedua (Unstandarized coefficients) bagian B pada baris pertama diperoleh model persamaan regresi linear bergandanya adalah sebagai berikut: Y = 2,013 + 0,521X1 - 0,049X2 - 0,609X3 + 0,048X4 + 0,403X5 + e Di mana : Y = Keputusan Pembelian (Purchasing Decision). X1 = Motivasi (Motivation). X2 = Kepribadian Merek (Brand Personality). X3 = Attitude Toward Product. X4 = Nilai (Value). X5 = Faktor Demografis (Demographic Factor). Persamaan diatas dapat diartikan sebagai berikut: Konstanta sebesar 2,013, artinya apabila perusahaan menerapkan aplikasi analisis faktor-faktor yang berpengaruh pada produk fashion merek ZARA di Jakarta maka perilaku pembelian nilainya yaitu 2,013. Koefisien Regresi X1 = 0,521, artinya apabila perusahaan meningkatkan dimensi motivasi sebesar 1 satuan dan dimensi lain nilainya tetap, maka perusahaan akan mendapatkan tambahan intensitas pelanggan dalam perilaku pembelian untuk produk fashion merek ZARA sebesar 0,521. Koefisien Regresi X2 = -0,049, artinya apabila perusahaan meningkatkan dimensi kepribadian merek sebesar 1 satuan dan dimensi lain nilainya tetap, maka Ultima Management Vol 5. No.1. Juni 2013
Muliady Salim Yaparto
perusahaan akan mengalami pengurangan intensitas pelanggan dalam perilaku pembelian untuk produk fashion merek ZARA sebesar 0,049. Koefisien Regresi X3 = -0,609, artinya apabila perusahaan meningkatkan dimensi attitude toward product sebesar 1 satuan dan dimensi lain nilainya tetap, maka perusahaan akan mengalami pengurangan intensitas pelanggan dalam perilaku pembelian untuk produk fashion merk ZARA sebesar 0,609. Koefisien Regresi X4 = 0,048, artinya apabila perusahaan meningkatkan dimensi nilai sebesar 1 satuan dan dimensi lain nilainya tetap, maka perusahaan akan mendapatkan tambahan intensitas pelanggan dalam perilaku pembelian untuk produk fashion merek ZARA sebesar 0,048. Koefisien Regresi X5 = 0,403, artinya apabila perusahaan meningkatkan dimensi faktor demografis sebesar 1 satuan dan dimensi lain nilainya tetap, maka perusahaan akan mendapatkan tambahan intensitas pelanggan dalam perilaku pembelian untuk produk fashion merek ZARA sebesar 0,403. Tabel 4.7. Hasil Koefisien Determinasi
Dari tampilan output SPSS model summary besarnya adjusted R2 adalah 0,197, hal ini berarti 19,7% variasi variabel dependen perilaku pembelian dapat dijelaskan oleh variasi dari variabel independen motivasi, brand personality, attitude toward product, nilai dan faktor demografis. Sedangkan sisanya (100% 19,7% = 80,3% ) dijelaskan oleh sebabsebab lain diluar model.
41
Tabel 4.8. Hasil Uji-F
Dari uji ANOVA atau Ftest didapati nilai Fhitung sebesar 7,096 dengan probabilitas 0,000, sementara Ftabel dengan df1 = 5 dan df2= 125-5-1 = 119, maka didapat Ftabel 2,29. Karena nilai Fhitung lebih besar dibanding Ftabel dan probabilitas jauh lebih kecil dari 0,05 maka model regresi antara motivasi, brand personality, attitude toward product, nilai dan faktor demografis secara serempak mempengaruhi perilaku pembelian produk fashion merek ZARA. Tabel 4.9. Hasil Uji-t
Nilai thitung motivasi terhadap perilaku pembelian sebesar 4,348 pada signifikansi 0,000, sementara untuk ttabel dengan sig. α = 0,05 dan df = n-k, yaitu 1255 =120, maka didapat ttabel dua sisi sebesar 1,9799. Nilai thitung lebih besar dibandingkan ttabel dan signifikansi lebih kecil dari 0,05, hal ini menunjukkan diterimanya HA1 yang menyatakan terdapat pengaruh yang positif dari dimensi motivasi terhadap perilaku pembelian produk fashion merek ZARA di Jakarta. Nilai thitung kepribadian merek (brand personality) terhadap perilaku pembelian sebesar - 0,503 pada signifikansi 0,616, sementara untuk ttabel dengan sig. α = 0,05 dan df = n-k, yaitu 125-5 =120, maka didapat ttabel dua sisi sebesar 1,9799. Nilai thitung lebih kecil dibandingkan Ultima Management Vol 5. No.1. Juni 2013
42
Analisis Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap Perilaku Pembelian Konsumen pada Produk Fashion Merek Zara di Jakarta
ttabel dan signifikansi lebih besar dari 0,05, hal ini menunjukkan ditolaknya HA2 dan diterimanya H02 yang menyatakan tidak terdapat pengaruh yang positif dari dimensi kepribadian merek (brand personality) terhadap perilaku pembelian produk fashion merek ZARA di Jakarta. Nilai thitung attitude toward product terhadap perilaku pembelian sebesar 4,601 pada signifikansi 0,000, sementara untuk ttabel dengan sig. α = 0,05 dan df = nk, yaitu 125-5 =120, maka didapat ttabel dua sisi sebesar 1,9799. Nilai thitung lebih kecil dibandingkan ttabel dan signifikansi lebih kecil dari 0,05, hal ini menunjukkan ditolaknya HA3 dan diterimanya H03 yang menyatakan tidak terdapat pengaruh yang positif dari dimensi attitude toward product terhadap perilaku pembelian produk fashion merek ZARA di Jakarta. Nilai thitung nilai (value) terhadap perilaku pembelian sebesar 0,438 pada signifikansi 0,662, sementara untuk ttabel dengan sig. α = 0,05 dan df = n-k, yaitu 125-5 =120, maka didapat ttabel dua sisi sebesar 1,9799. Nilai thitung lebih kecil dibandingkan ttabel dan signifikansi lebih besar dari 0,05, hal ini menunjukkan ditolaknya HA4 dan diterimanya H04 yang menyatakan tidak terdapat pengaruh yang positif dari dimensi nilai (value) terhadap perilaku pembelian produk fashion merek ZARA di Jakarta. Nilai thitung faktor demografis (demographic factor) terhadap perilaku pembelian sebesar 4,358 pada signifikansi 0,000, sementara untuk ttabel dengan sig. α = 0,05 dan df = n-k, yaitu 125-5 =120, maka didapat ttabel dua sisi sebesar 1,9799. Nilai thitung lebih besar dibandingkan ttabel dan signifikansi lebih kecil dari 0,05, hal ini menunjukkan diterimanya HA5 yang menyatakan terdapat pengaruh yang positif dari dimensi faktor demografis (demographic factor) terhadap perilaku pembelian produk fashion merek ZARA di Jakarta.
V. Kesimpulan & Saran Berdasarkan analisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perilaku pembelian konsumen pada produk fashion merek ZARA di Jakarta, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: Motivasi berpengaruh positif terhadap perilaku pembelian produk fashion merek ZARA di Jakarta, dalam hubungannya secara langsung, dimana dari hasil uji statistik, menunjukkan nilai thitung sebesar 4,348, dimana nilai thitung ini lebih besar dari ttabel dua sisi dengan signifikansi 5% sebesar 1,9799. Oleh sebab itu dengan adanya peningkatan faktor motivasi, maka akan mempengaruhi perilaku pembelian konsumen yang berujung pada peningkatan jumlah pembelian produk fashion merek ZARA di Jakarta. Faktor demografis (demographic factor) berpengaruh positif terhadap perilaku pembelian produk fashion merek ZARA di Jakarta, dimana dari hasil uji statistik menunjukkan nilai thitung sebesar 4,358 dimana nilai thitung ini lebih besar dari ttabel dua sisi dengan signifikansi 5% sebesar 1,9799. Oleh sebab itu dengan adanya peningkatan faktor demografis, maka akan mempengaruhi perilaku pembelian konsumen yang berujung pada peningkatan jumlah pembelian produk fashion merek ZARA di Jakarta. Penelitian ini mempunyai keterbatasanketerbatasan. Adanya keterbatasan ini, diharapkan dapat dilakukan perbaikan untuk penelitian yang akan datang. Model yang peneliti gunakan dalam penelitian ini seharusnya memiliki dua variabel terikat yaitu perilaku pembelian dan tren pembelian di masa depan. Namun dengan keterbatasan pengalaman dan keterbatasan lingkup pengujian, di mana peneliti hanya bertujuan untuk melakukan pengujian penelitian pada kondisi yang terjadi saat ini bukan untuk melihat kondisi di Ultima Management Vol 5. No.1. Juni 2013
Muliady Salim Yaparto
masa depannya, sehingga peneliti hanya menggunakan satu variabel terikat yaitu perilaku pembelian (purchasing behavior). Saran yang dapat peneliti sampaikan kepada perusahaan dari hasil penelitian yang didapat adalah sebagai berikut; Dari hasil analisis penelitian dapat dilihat bahwa terdapat dua dimensi yang berpengaruh positif terhadap perilaku pembelian konsumen pada produk fashion merek ZARA di Jakarta yakni dimensi motivasi dan faktor demografis. Peneliti mengharapkan agar perusahaan terus memperhatikan aspek-aspek yang dapat meningkatkan motivasi terhadap perilaku pembelian konsumen seperti harga produk, model, ukuran, serta keunikan dari produk. Dalam hal ini peneliti memiliki masukan berupa suatu projek untuk terus meningkatkan dimensi ini yaitu peneliti mengharapkan pihak manajemen ZARA memberikan apresiasi berupa member card bagi pelanggan ZARA di Jakarta, di mana untuk memperoleh member card tersebut pelanggan harus melakukan pembelanjaan minimal senilai Rp 1.500.000,00 dalam kurun waktu 2 bulan di outlet ZARA manapun , dari member card ini ZARA tidak hanya memberikan diskon melainkan pengumpulan jumlah poin dari setiap nilai transaksi, poin yang diperoleh sebesar 10% dari nilai transaksi di mana poin tersebut dapat digunakan untuk potongan harga pada pembelian berikutnya. ZARA pun akan memberikan hadiah paket tour ke Spanyol yang merupakan salah satu negara fashion terkemuka di dunia di mana merupakan tempat berasalnya ZARA. Di Spanyol pelanggan akan mengikuti acaraacara seperti melihat kebudayaan fashion disana serta dapat menikmati acara fashion show yang diselenggarakan oleh pihak ZARA untuk memperlihatkan modelmodel fashion terbaru mereka. Pelanggan yang berhak memperoleh hadiah tersebut dilihat dari jumlah pembelian mereka melalui member card setiap pelanggan
43
selama 1 tahun, 10 pelanggan yang memiliki nilai pembelian tertinggi akan memperoleh hadiah tersebut, sehingga hal ini dapat meningkatkan motivasi pelanggan untuk terus meningkatkan intensitas pembelian produk ZARA setiap tahunnya. Selain dari dimensi motivasi, perusahaan perlu memperhatikan dimensi faktor demografis agar terus dapat mempengaruhi perilaku pembelian konsumen secara positif, di mana yang harus diperhatikan oleh perusahaan ialah keragaman produk, variasi produk, serta kecocokan produk dengan kebutuhan konsumen di Jakarta. Dari berbagai faktor pada produk tersebut ZARA harus memperhatikan perkembangan tren dalam model fashion, karena saat ini perubahan tren model bisa terjadi kapan saja, agar ZARA dapat terus mengikuti perkembangan tren ini, peneliti memiliki saran berupa suatu projek. ZARA perlu membuat suatu kontes perancangan busana yang diikuti oleh para desainer-desainer fashion muda dan dewasa. Di mana dalam kontes tersebut para desainer harus memberikan desain model yang berbeda dari produk-produk yang sudah ada saat ini dan desain tersebut harus tetap memiliki kesesuaian dengan budaya di Indonesia khususnya di Jakarta. Dari hal inilah ZARA dapat terus memantau perkembangan tren yang ada dengan melihat hasil-hasil desain yang ada, karena dari semua desain pasti memiliki kemripan pola yang nantinya akan memperlihatkan tren yang ada saat ini di Jakarta. Dengan projek tersebut akan memberikan peningkatan intensitas pembelian produk fashion merek ZARA di Jakarta. Saran untuk penelitian selanjutnya adalah untuk penelitian yang akan datang disarankan untuk melakukan inovasi atau melakukan perubahan agar penelitian yang ada terlihat lebih mempunyai ciri tersendiri, perubahan yang dimaksud peneliti berupa penambahan variabel Ultima Management Vol 5. No.1. Juni 2013
44
Analisis Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap Perilaku Pembelian Konsumen pada Produk Fashion Merek Zara di Jakarta
independen lainnya selain motivasi, kepribadian merek (brand personality), attitude toward product, nilai (value) dan faktor demografis (demographic factor) yang ada kaitannya dan dapat mempengaruhi variabel dependen yaitu perilaku pembelian. Kemudian peneliti selanjutnya juga dapat mencoba untuk menguji keadaan yang akan terjadi di masa mendatang dengan menguji variabel dependen yang satu lagi yaitu tren pembelian di masa depan, sehingga penelitian ini bisa menjadi lebih berbeda lagi karena adanya dua variabel terikat, di mana penelitian ini akan menjadi penelitian yang bersifat time series.
Florencia, C. 2006. Menentukan desain penelitian dalam penelitian bisnis. Jurnal Ekonomi. Vol. XVI, No. 1, April. Ghozali, I. 2006. Aplikasi Analisis Multivariative dengan Program SPSS. Semarang : Badan Penerbit Universitas Dipenegoro. Gulik, Nak, Sirivan Serirat, Suphada Sirikudta and etc. 2009. The International Business & Economics Research Journal : Thai Silk Product Industry Development In The Northeastern Region of Thailand, volume 8, No.10, pg.35.
VI. Referensi Hadi, Aaker, D.A. 1997. Manajemen Ekuitas Merek. Jakarta : Penerbit Mitra Utama. Durianto, Darmadi, et al. (2004a). Strategi Menaklukan Pasar Melalui Riset dan Perilaku Merek. Cetakan ketiga. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Durianto, Darmadi, CICILIA Liana. 2004. ”Analisa efektifitas iklan Televisi Softener Soft & Fresh di Jakarta”. Jurnal Ekonomi Perusahaan. VOL. 11, No. 1, Maret. Engel, J.F., R.D. Blackweel and P.W. Miniard. 1994. Perilaku Konsumen. Jilid 1. Edisi ke enam, terjemahan oleh Budiyanto, Binarupa Aksara, Jakarta. Engel, J.F., R.D. Blackweel and P.W. Miniard. 2006. Consumer Behavior. Tenth Edition, USA, Thomson South Western. Firdanianty.2006.http://202.59.162.82/swa majalah/praktik/details.php?cid=1&i d =4099&pageNm=2. Diakses tanggal 15 Maret 2012.
Sutrisno. 2001. Metodologi Research. Yogyakarta: ANDI Offset.
Hair, J.F.R.E. Anderson, et al. 1998. Multivariate Data Analysis Fifth Edition, New Jersey, Prentice Hall. Hawkins, Del I. and Mothersbaugh, David L. 2010. Consumer Behavior Building Marketing Strategy. Eleventh Edition. New York: McGraw- Hill. Keller, Kevin Lane. 1993. Conseptualizing Managing Customer Based Brand Equity. Journal of Marketing. Vol. 57 No. 1 pg. 1. Keller, Kevin Lane. 2003. “Strategic Brand management: Building, Measuring, and Managing Brand Equity”, Second Edition. Upper saddle River, New Jersey. Pearson Education, Inc. Kotler, Philip. 1996. Manajemen Pemasaran : Analisis, Perencanaan, Implementasi dan Pengendalian Jilid Ultima Management Vol 5. No.1. Juni 2013
Muliady Salim Yaparto
1, Edisi Erlangga.
45
Terjemahan.
Jakarta:
Kotler, Philip dan Amstrong, Gary. 1996. Manajemen Pemasaran : Analisis, Perencanaan, Implementasi, Kontrol. Jakarta: PT Prehallindo. Kotler, Philip and Amstrong, Gary. 2010. “Principles of Marketing”, Thirteenth Edition. Upper saddle River, New Jersey. Pearson Education, Inc. Kotler, Philip. (2005). Manajemen Pemasaran. Gramedia. Kotler, Philip dan Keller Kevin Lane, 2007. Manajemen Pemasaran jilid 1 edisi 12, Edisi Terjemahan. PT Mancanan Jaya Cemerlang. Mallalieu, Lynnea and Kent Nakamoto. 2008. Understanding The Role Of Consumer Motivation And Salesperson Behavior In Inducing Positive Cognitive And Emotional Responses During A Sales Encounter. Journal of Marketing Theory and Practice. Vol. 16 No. 3 pg. 183. Ma’Ruf, Hendri. 2005. Pemasaran Retail. Cetakan Pertama. Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Noel, Hayden. 2009. Basic Marketing 01 Consumer Behaviour. Switzerland: AVA Publising SA.
Sarjono, H. dan Julianita, W. 2011. SPSS vs LISREL Sebuah Pengantar, Aplikasi untuk Riset. Salemba Empat. Jagakarsa: Jakarta. Schiffman, Leon G. and Kanuk, Leslie Lazar. 2010. Consumer Behavior. Tenth Edition, New Jersey: Prentice Hall. Sekaran, Uma and Roger Bougie. 2009. Research Methods For Business. Fifth Edition, Chichester : John Wiley & Sons Ltd. Simamora, Bilson, 2002. “Aura Merek : Tujuh Jurus Membangun Merek Yang Kuat”, Jurnal Ekonomi Perusahaan, PT Gramedia Pustaka Utama. Sirdeshmukh, Deepak, Jagdip Singh, and Barry Sabol. (2002). Consumer Trust, Value and Loyalty In Relational Exchanges. Journal of Marketing. Vol. 66 pg. 15-37. Solomon, Michael R. 2009. Consumer Behavior : Buying, Having, and Being. Eighth edition, New Jersey: Pearson Education, Inc. Sutisna. 2003. Perilaku Konsumen dan Komunikasi Pemasaran, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Swastha, Basu dan Hani Handoko. 2000. Manajemen Pemasaran : Analisis Perilaku Konsumen, Yogyakarta: BPFE.
Runyon, K. E., & Stewart, D. W. 1987. Consumer Behavior and the Practice of Marketing (3rd ed.). Columbus, OH: Merrill. Santoso, S. 2003. SPSS Mengolah Data Statistik Secara Profesional. PT. Elex Media Komputindo. Jakarta. Ultima Management Vol 5. No.1. Juni 2013
46
Identifikasi Pengaruh Theory of Planned Behavior Terhadap Intention Pembelian Produk Virtual Pada Game Online
IDENTIFIKASI PENGARUH THEORY OF PLANNED BEHAVIOR TERHADAP INTENTION PEMBELIAN PRODUK VIRTUAL PADA GAME ONLINE Indra Cahya Universitas Multimedia Nusantara Abstract Virtual product is an asset in the virtual world and has become part of society consumption, especially online gamers. So many online gamers are involved in the virtual world to create a new business phenomenon. Online game publishers see a new business opportunity and make the virtual world as a place for gathering online gamers, and also to make them as consumers who consume the virtual product. The research problem is submitted to know, consumer intention in purchasing virtual products considered from perceived consequence, personal innovativeness, attitudes, subjective norms, and behavioral control are developed based on Theory of Planned Behavior. The theoretical model presented in this study with 7 hypotheses to be tested using Structural Equation Model. This research samples are 110 respondents who purchase virtual products for the last three month in Indonesia. An online questionnaire is design to get necessary information from online gamers. The result of this analysis showed that perceived consequence and personal innovativeness have an influence on attitudes. This study also finds that behavioral control has an influence toward intention in purchasing virtual products, but perceived consequence, personal innovativeness, attitudes, and subjective norms doesn’t affect the intention in purchasing virtual products. Keywords: perceived consequence, personal innovativeness, attitudes, subjective norms, behavioral control, and intention. I. Pendahuluan Game online di Indonesia saat ini semakin merebak dikalangan para gamers, dari gamers kalangan pelajar sampai gamers kalangan umum. Berkembangnya game online ini tidak lepas dari perkembangan teknologi komputer dan jaringan komputer saat ini. Dahulu game online hanya berskala kecil (small local network) tetapi sekarang sudah muncul internet dan terus berkembang sampai sekarang (Handoyo, 2011). Perkembangan industri game online di Indonesia cukup pesat, hal ini dapat dilihat dengan berdirinya banyak sekali publisher-publisher game online, seperti, Megaxus, Gemscool, Wave Game, Prodigy, Winner Interactive, PlayOn, dan lainnya. Setiap publisher tersebut tentunya
mengeluarkan game online yang berbedabeda pula sehingga gamers di Indonesia memiliki banyak pilihan game online. Dengan banyaknya publisher dan game online yang dibawakannya beragam juga, setiap publisher tentu memiliki pendapatan yang berbeda dari publisher lainnya, beberapa contohnya adalah Megaxus, Lyto, dan Gemscool. Megaxus merupakan publisher game online yang berdiri pada tahun 2006, dengan game online yang dibawakannya adalah Audition, Lineage 2, War Rock, Grand Chase, Counter Strike Online, dan SD Gundam Online. Pada tahun 2011 pendapatan Megaxus mencapai $ 8 juta USD (Pang, 2012). Industri game online di Indonesia memiliki potensi yang sangat baik untuk tumbuh, diperkirakan akan tumbuh 33% Ultima Management Vol 5. No.1. Juni 2013
Indra Cahya
pertahun selama lima tahun ke depan setelah nilai bisnis tahun 2012 ini mencapai sekitar $ 150 juta USD dan total pengguna sebanyak 7 juta. Infrastruktur internet menjadi lebih baik dan lebih murah daripada tahun lalu, lebih rendah 50% dari tahun lalu. Selain itu tingkat pengguna internet meningkat juga lebih dari 30% setiap tahun dan diperkirakan pengguna internet tahun depan sebesar 40 juta dan 25% lebih adalah pengguna game online. Dengan jumlah populasi sebesar 245 juta, Indonesia merupakan negara berpenduduk terbesar keempat di dunia dan memiliki peningkatan avid gamers sebagai pasar online muda yang berkembang. Inilah sebabnya mengapa bisnis game online di Indonesia memiliki potensi yang baik dan terus berkembang (Pang, 2012). Menurut Valentino (2012), barang virtual yaitu barang non-fisik yang dibeli untuk digunakan dalam komunitas online atau game online. Istilah ini juga kadang dikenal dengan nama barang digital, untuk mencakup kategori yang lebih luas yaitu termasuk buku digital, musik, dan film. Termasuk dalam kategori barang virtual, kita juga mengenal hadiah digital (virtual atau digital gifts) dan pakaian digital untuk avatar (digital clothing for avatars). Dilihat dari bentuk virtual tesebut ada yang lebih memilih untuk menggunakan istilah layanan daripada produk (Valentino, 2012). Produk virtual biasanya dijual oleh perusahaan yang mengoperasikan jejaring sosial, situs komunitas, atau game online. Penjualan produk virtual kadang-kadang disebut sebagai microtransactions, dan permainan yang memanfaatkan model ini biasanya disebut sebagai freemium (free dan premium) games (Valentino, 2012). Jumlah pendapatan dari transaksi produk virtual oleh industri game online secara keseluruhan (global) mencapai US $ 60.000.000.000 pada tahun 2009. Sedangkan menurut penelitian In-Stat
47
melalui laporannya pada pada November 2010, menyebutkan bahwa pendapatan dari penjualan produk virtual melalui jejaring sosial dan game online telah meningkat 245% sejak tahun 2007. Penjualan produk virtual pada tahun 2007 mencapai US $ 2.1 miliar kemudian meningkat menjadi US $ 7.3 miliar pada tahun 2010. (Valentino, 2012). Dalam melakukan pembelian suatu produk virtual ada beberapa hal yang menjadi pertimbangan konsumen seperti resiko pembelian, proses pembelian yang mudah atau sulit, lalu apakah sudah ada orang lain yang telah mencobanya terlebih dahulu, dan lainnya. Faktor-faktor tersebut akan mempengaruhi keinginan atau intention konsumen dalam melakukan pembelian produk virtual. Faktor-faktor tersebut meliputi Attitudes dan Subjective Norms, dimana berdasarkan TRA (Theory of Reasoned Action) keinginan atau intention seseorang dalam melakukan pembelian dipengaruhi oleh Attitudes dan Subjective Norms (Fishbein dan Ajzen dalam Limayem et al., 2000). Teori tersebut ternyata tidak hanya sampai disitu, Ajzen (dalam Limayem et al., 2000) mengusulkan faktor baru yang mempengaruhi intention seseorang dalam melakukan pembelian yaitu behavioral control. Faktor ini ditambahkan untuk mengatasi ketidakmampuan TRA (Theory of Reasoned Action) untuk menjelaskan kondisi dimana individu memiliki kehendak control atas perilaku mereka. Teori yang memasukan faktor Behavioral Control ini dikenal dengan nama TPB (Theory of Planned Behavior). Theory of Planned Behavior, mendasarkan bahwa intention seseorang tidak hanya dipengaruhi Attitudes dan Subjective Norms, tetapi ada Behavioral Control juga disitu sebagai faktor dimana individu memegang kendali atas diri mereka masing-masing (Ajzen dalam Limayem et al., 2000). TPB (Theory of Planned Behavior) dipilih bukan hanya Ultima Management Vol 5. No.1. Juni 2013
48
Identifikasi Pengaruh Theory of Planned Behavior Terhadap Intention Pembelian Produk Virtual Pada Game Online
karena mudah untuk mengoperasionalkannya, tetapi juga karena teori ini telah menerima dukungan empiris substansial dalam sistem informasi dan domain lainnya juga (Limayem et al. dalam Kaburuan et al., 2011). Menurut Limayem et al. (2000), ada 2 (dua) faktor lagi yang mempengaruhi intention seseorang, faktor tersebut adalah Perceived Consequence dan Personal Innovation. Kedua faktor ini ditambahkan oleh Limayem et al. (2000), karena belanja produk virtual di dunia virtual lebih diadopsi innovator dibanding non-inovator selain itu ada konsekuensi yang didapatkan. Perceived Consequence merupakan faktor yang ditambahkan Limayem et al. (2000), pada TPB (Theory of Planned Behavior). Menurut Triandis (pada Limayem et al., 2000), setiap perilaku yang dilakukan akan memunculkan hasil yang positif dan negatif. Resiko belanja di dunia virtual atau game online bisa menjadi suatu konsekuensi dan konsekuensi tersebut akan mempengaruhi intention konsumen dalam melakukan pembelian produk virtual. Attitudes merupakan evaluasi penilaian global yang mewakili apa yang konsumen suka atau tidak suka (Blackwell et al., 2005). Attitudes disini didefinisikan lebih mengacu kepada perasaan individu baik secara positif atau negatif dalam melakukan perilaku tertentu (Fishbein dalam Kaburuan et al., 2011). Hal ini bergantung bagaimana perasaannya saat melakukan pembelian produk virtual. Misalnya dia merasa senang saat belanja di game online. Personal Innovativenes, merupakan faktor yang ditambahkan Limayem et al. (2000), pada TPB (Theory of Planned Behavior), faktor ini mengacu pada kemauan suatu individu untuk mencoba teknologi informasi baru atau mengadopsi suatu inovasi (Agarwal dan Prasad dalam Parveen dan Sulaiman,
2008). Bila seseorang tersebut ingin mengadopsi maka orang tersebut lebih cenderung sebagai innovator karena keinginan mengadosi suatu inovasi. Menurut Blackwell et al. (2005), innovator adalah anggota pertama yang mengadopsi suatu produk. Subjective Norms merupakan faktor yang berasal dari Theory of Reasoned Action, Faktor ini lebih mengacu terhadap kepercayaan orang lain yang dianggap penting terhadap perilaku yang dilakukan (Fishbein dalam Kaburuan et al., 2011). Misalnya dukungan dari keluarga terhadap seseorang untuk melakukan pembelian produk virtual. Behavioral Control merupakan faktor baru yang diperkenalkan Ajzen (dalam Kaburuan et al., 2011). Dimana sebagai faktor yang mendasari teori TPB (Theory of Planned Behavior) yang merupakan perluasan dari TRA (Theory of Reasoned Action) (Ajzen dalam Kaburuan et al., 2011). Behavioral Control merupakan faktor yang memberikan pengaruh positif terhadap intention seseorang dalam melakukan pembelian produk virtual di game online. Behavioral Control didefinisikan Ajzen (dalam Kaburuan et al., 2011) sebagai persepsi seseorang terhadap seberapa mudah atau sulitnya seseorang untuk melakukan perilaku tertentu. Misalnya mudah atau sulitnya mengakses item mall untuk membeli produk virtual di game online. Intention adalah minat seseorang yang dipengaruhi ke lima faktor di atas dalam melakukan pembelian produk virtual di game online. Intention merupakan suatu instruksi yang orang berikan kepada diri mereka sendiri untuk berperilaku tertentu (Triandis dalam Sommer dan Albstadt-Sigmaringen, 2011). Misalnya orang tersebut memiliki minat atau intention untuk membeli produk virtual. Dalam penelitian ini intention seseorang akan diuji berdasarkan pengaruh yang diberikan ke lima faktor di atas. Ultima Management Vol 5. No.1. Juni 2013
Indra Cahya
49
II. Telaah Literatur & Hipotesis Hipotesis merupakan suatu proporsi atau anggapan yang mungkin benar, dan sering digunakan sebagai dasar pembuatan keputusan atau pemecahan
persoalan ataupun untuk dasar penelitian lebih lanjut. Hipotesis berperan sebagai pedoman pelaksanaan penelitian dan membantu membuat rancangan kesimpulan, adapun hipotesis yang diajukan dalam penelitaian ini adalah:
Gambar 1.1 Model Penelitian. Sumber : Journal Identifying User’s Behavior on Purchasing Virtual Items. Kaburuan et al. (2011). Pada penelitian ini perceived consequence, personal innovativeness, subjective norms, dan behavioral control merupakan variabel eksogen, dimana setiap variabel adalah variabel independen yang tidak dipengaruhi oleh variabel lainnya. Sedangkan attitudes merupakan variabel intervening dimana variabel attitudes di pengaruhi oleh variabel perceived consequence dan personal innovativeness, selain itu variabel attitude memberikan pengaruh terhadap variabel intention, dan yang terakhir adalah variabel intention, dimana pada penelitian ini variabel intention merupakan variabel
endogen atau variabel dependen yang dipengaruhi atau ditentukan oleh variabel lain. Hubungan antara Perceived Consequence dan Intention Kaburuan et al. (2011) menemukan bahwa adanya pengaruh positif antara perceived consequence terhadap intention. Dimana seseorang berperilaku untuk melakukan pembelian produk virtual dengan memikirkan konsekuensi dari perilaku yang dilakukannya tersebut. Hasil temuan tersebut sesuai dengan temuan dari Limayem et al. (2000), dimana perceived Ultima Management Vol 5. No.1. Juni 2013
50
Identifikasi Pengaruh Theory of Planned Behavior Terhadap Intention Pembelian Produk Virtual Pada Game Online
consequence memberikan pengaruh kepada intention. Dimana pilihan individu dalam berperilaku didasarkan pada probabilitas bahwa suatu tindakan akan memicu konsekuensi tertentu. Bila hasil positif yang didapatkan atas perilaku tersebut, maka seseorang akan cenderung untuk melakukan perilaku tersebut, dan sebaliknya bila hasil negatif yang didapatkan mereka akan cenderung mengkhawatirkan hal-hal yang kurang baik yang dapat menimpa mereka tentunya mereka menjadi enggan melakukan perilaku tersebut. Oleh karena ini, berdasarkan penelitian tersebut maka hipotesis yang akan di uji dalam penelitian ini adalah: H1: Adanya pengaruh positif perceived consequence terhadap intention pembelian produk-produk virtual (item cash) pada game online. Hubungan antara Perceived Consequence dan Attitudes Penelitian yang dilakukan Kaburuan et al. (2011) memperlihatkan bahwa adanya pengaruh positif antara perceived consequence terhadap attitudes. Penelitian tersebut sesuai dengan penelitian Limayem et al. (2000), yang menemukan bahwa perceived consequence memberikan pengaruh kepada attitudes. Dalam penelitian ini Attitudes merupakan mediasi antara personal innovativeness dan perceived consequence terhadap intention. Dimana saling memiliki hubungan dan keterkaitan satu sama lain. Hubungan perceived consequence dengan attitudes menunjukkan bahwa perceived consequence mempengaruhi attitudes seseorang, dari sisi potensi suatu konsekuensi perilaku. Sikap seseorang dibentuk atas suatu konsekuensi yang dirasa, bila seseorang cenderung melihat konsekuensi suatu perilaku menghasilkan hasil positif maka mereka akan merasakan kenyamanan atas sikap tersebut dalam diri mereka, dan menyukai perilaku tersebut.
Oleh karena ini, berdasarkan penelitian tersebut maka hipotesis yang akan di uji dalam penelitian ini adalah: H2: Adanya pengaruh positif perceived consequence terhadap attitudes pada game online. Hubungan antara Attitudes dan Intention Attitudes didefinisikan sebagai faktor yang mengacu pada perasaan individu baik secara positif maupun negatif dalam melakukan perilaku tertentu (Fishbein dalam Kaburuan et al., 2011). Attitudes merupakan mediasi antara personal innovativeness dan perceived consequence terhadap intention. Penelitian Kaburuan et al. (2011), menemukan bahwa adanya pengaruh positif attitudes terhadap intention. Hasil penelitian tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan Limayem et al. (2000). Dimana sikap seseorang dipengaruhi atas konsekuensi yang dirasakan dan inovasi pribadi dalam dirinya, kedua hal tersebut membentuk sikap seseorang dan menentukan perilaku yang akan dilakukan terhadap pembelian produk. Bila orang tersebut memiliki persepsi bahwa konsekuensi akan memberikan hasil positif dan juga dirinya merupakan seorang innovators, maka ia akan menyukai untuk berperilaku dalam melakukan pembelian produk. Oleh karena ini, berdasarkan penelitian tersebut maka hipotesis yang akan di uji dalam penelitian ini adalah: H3: Adanya pengaruh positif attitudes terhadap intention pembelian produk-produk virtual (item cash) pada game online. Hubungan antara Personal Innovativeness dan Intention Penambahan faktor yang dilakukan oleh Limayem et al. (2000), yang memberikan pengaruh terhadap intention pada teori TPB (Theory of Planned Ultima Management Vol 5. No.1. Juni 2013
Indra Cahya
Behavior), selain perceived consequence yaitu, personal innovativeness. Hasil penelitian Limayem et al. (2000), tersebut menemukan bahwa personal innovativeness memiliki pengaruh positif terhadap intention. Menurut Limayem et al. (2000), berbelanja di internet adalah perilaku inovatif yang lebih memungkinkan akan diadopsi oleh innovators daripada noninnovators. Dimana konsumen yang inovatif lebih menguntungkan perusahaan karena beberapa alasan. Pertama, penjualan terhadap early online buyers merupakan penggerak arus kas positif bagi perusahaan, sehingga dapat memberikan semangat bagi perusahaan untuk memulihkan biaya-biaya penjualannya. Kedua, penjualan yang sukses terhadap innovators dapat mengakibatkan perusahaan menjadi pemimpin pasar dan meningkatkan hambatan bagi pesaing untuk masuk ke dalam pasar. Ketiga, perusahaan bisa mendapatkan feedback berupa saran kekurangan produk atau saran perbaikan dari para innovators, selain itu konsumen inovatif juga dapat mempromosikan perusahaan untuk pengguna internet lainnya. Dari hasil penemuan tersebut dapat dilihat bahwa seseorang yang memiliki pribadi inovatif atau innovators, lebih mudah mangadopsi suatu teknologi dan memiliki sikap sebagai first mover yang bretindak sebagai konsumen yang aktif tidak hanya membeli dan memakai suatu produk tetapi mampu untuk memberikan timbal balik kepada perusahaan. Oleh karena ini, berdasarkan penelitian tersebut maka hipotesis yang akan di uji dalam penelitian ini adalah: H4: Adanya pengaruh positif personal innovativeness terhadap intention pembelian produk-produk virtual (item cash) pada game online. Hubungan antara Personal Innovatiness dan Attitudes
51
Attitudes yang merupakan mediasi antara perceived consequence dan personal innovativeness, tidak hanya dipengaruhi perceived consequence saja, tetapi personal innovativeness juga memberi pengaruh terhadap attitudes seseorang dari sisi inovatif. Berdasarkan penelitian Limayem et al. (2000), bahwa personal innovativeness memberikan pengaruh positif terhadap attitudes, dimana konsumen inovatif cenderung memberikan efek positif terhadap belanja online. Sikap seseorang dalam melakukan suatu perilaku belanja online dibentuk tidak hanya berdasarkan konsekuensi yang dirasakan tetapi adanya pribadi inovasi di dalam diri mereka, orang-orang yang inovatif atau merupakan innovators cenderung lebih mudah untuk mengadopsi dan terbuka terhadap suatu teknologi. Oleh karena ini, berdasarkan penelitian tersebut maka hipotesis yang akan di uji dalam penelitian ini adalah: H5: Adanya pengaruh positif personal innovatiness terhadap attitudes pada game online. Hubungan antara Subjective Norms dan Intention Penelitian Kaburuan et al. (2011), menunjukan adanya pengaruh positif yang diberikan subjective norms terhadap intention. Dimana seseorang menunggu dorongan teman, keluarga, dan media terhadap dirinya sebelum ia melakukan pembelian produk virtual. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Limayem et al. (2000), yang menghasilkan penemuan adanya hubungan yang signifikan antara subjective norms dan intention, dimana seseorang akan melakukan suatu perilaku lebih, bila mereka memiliki lingkungan sosial yang lebih mendukung. Oleh karena ini, berdasarkan penelitian tersebut maka hipotesis yang akan di uji dalam penelitian ini adalah: H6: Adanya pengaruh positif subjective norms terhadap intention pembelian Ultima Management Vol 5. No.1. Juni 2013
52
Identifikasi Pengaruh Theory of Planned Behavior Terhadap Intention Pembelian Produk Virtual Pada Game Online
produk-produk virtual (item cash) pada game online.
pembelian produk-produk virtual (item cash) pada game online.
Hubungan antara Behavioral Control dan Intention Ajzen (1991), mendefinisikan behavioral control sebagai salah satu persepsi seseorang terhadap seberapa mudah atau sulitnya untuk melakukan perilaku tertentu berdasarkan / kemampuannya (faktor internal) atau sumber daya yang dimilikinya (faktor eksternal). Penelitian Kaburuan et al. (2011), yang menemukan bahwa adanya pengaruh positif behavioral control terhadap intention memiliki kesesuaian dengan penelitian Limayem et al. (2000), dimana dikatakan bahwa belanja online hanya memungkinkan bagi konsumen yang mampu menggunakan web atau menavigasikannya. Bila ia tidak bisa tentunya orang tersebut tidak akan melakukan perilaku pembelian, sehingga perlu didukung kehendak kontrol dalam diri orang tersebut berdasakaran kemampuannya dan juga sumber daya yang dimiliki. Singkatnya skill untuk bisa menjalankan perilaku tersebut. Oleh karena ini, berdasarkan penelitian tersebut maka hipotesis yang akan di uji dalam penelitian ini adalah: H7: Adanya pengaruh positif behavioral control terhadap intention
III. Metodologi Penelitian Populasi yang mencakup pada penelitian ini yakni konsumen produk virtual dalam game online adapun sampel unit yang digunakan pada penelitian ini adalah konsumen yang pernah melakukan pembelian produk virtual dalam game online minimal satu kali dalam tiga bulan terakhir dan berusia minimal 15 tahun dengan ukuran sampel n x 5 observasi (Hair et al, 2006). Dalam penelitian ini jumlah item pertanyaan adalah 22 item pertanyaan yang digunakan untuk mengukur 6 variabel, sehingga jumlah responden yang digunakan adalah kurang lebih 110 responden Metode yang digunakan dalam menentukan sampel dalam penelitian ini adalah non probability sampling dan data yang berhasil dikumpulkan kemudian dianalisis dengan perangkat lunak LISREL 8.80.
IV. Hasil & Pembahasan Hasil Analisis Kecocokan Keseluruhan Model Untuk mengevaluasi derajat kecocokan antara data dan model, dilakukan pengujian berdasarkan ukuran kecocokan Absolute Fit Measure, Incremental Fit Measure, Parsimonius Fit Measure (Wijanto, 2008). Tabel 4.1. Hasil Analisis Kecocokan Keseluruhan Model. Ukurang Goodness of Fit (GOF) Hasil Perhitungan Kriteria Uji Absolute Fit Measure Statistic Chi –Square 330.06 Poor Fit ! (0.00) (X ) P 136.06 Non-Centraly Parameter (NCP) Good Fit (89.74 ; 190.27) Goodness-of-Fit Index (GFI) 0.78 Poor Fit Standardized Root Mean Square 0.082 Poor Fit Residual (SRMR) Root Mean Square Error of 0.080 Good Fit Approximation (RMSEA) Expected Cross-Validation Index M= 4.11 Good Fit (ECVI) S= 4.64 Ultima Management Vol 5. No.1. Juni 2013
Indra Cahya
53
I= 32.43 Ukurang Goodness of Fit (GOF) Tingkat Kecocokan yang Bisa Diterima Incremental Fit Measure Tucker- Lewis Index/Non-Normsed 0.94 Fit Index (TLI/NNFI) Normsed Fit Index (NFI) 0.90 Adjusted Goodness-of-Fit Index 0.75 (AGFI) Relative Fit Index (RFI) 0.88 Incremental Fit Index (IFI) 0.95 Comperative Fit Index (CFI) 0.95 Ukurang Goodness of Fit (GOF) Tingkat Kecocokan yang Bisa Diterima Parsimonius Fit Measure Parsimonius Goodness of Fit Index 0.60 (PGFI) Akaike Information Criterion (AIC) M= 448.06 S= 506.00 I= 3535.32 Consistent Akaike Information M= 666.39 Criterion (CAIC) S= 1442.22 I= 3616.73
Kriteria Uji Good Fit Good Fit Poor Fit Marginal Fit Good Fit Good Fit Kriteria Uji Good Fit Good Fit Good Fit
Hasil Analisis Model Pengukuran Hasil dari model pengukuran mengindikasikan bahwa suatu indikator valid jika nilai standard loading factor (SLF) lebih besar sama dengan 0.7 dan suatu indikator dinyatakan reliable bila nilai nilai construct reliability ≥ 0.7 dan nilai variance extracted ≥ 0.5 (Wijanto, 2008). Tabel 4.2. Nilai t, Muatan Faktor Standar dan Validitas Model. Variabel Laten Perceived Consequence
Personal Innovativeness
Behavioral Control Subjective Norms
Variabel Teramati X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 X10 X11 X12 X13 X14
SLF
Nilai t
0.70 0.78 0.68 0.77 0.72 0.74 0.59 0.51 0.77 0.70 0.59 0.70 0.76 0.82
8.04 9.01 7.40 9.19 8.06 8.45 6.11 5.27 8.93 7.81 6.28 7.73 8.50 9.37
Kesimpulan Validitas Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik
Ultima Management Vol 5. No.1. Juni 2013
54
Identifikasi Pengaruh Theory of Planned Behavior Terhadap Intention Pembelian Produk Virtual Pada Game Online
X15 Y1 Y2 Y3 Y4 Y5 Y6 Y7
Attitudes
Intention
0.73 0.75 0.85 0.82 0.85 0.83 0.73 0.66
8.10 ** 8.93 8.61 8.87 ** 7.46 6.71
Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik
SLF = Standardized Loading Factor (SLF ≥ 0.7atau ≥ 0.5). ** = ditetapkan secara default oleh LISREL, nilai tidak diestimasi (target nilai t ≥ 1.96).
Tabel 4.3 Kesimpulan dari Analisis Reliabilitas. Variabel Perceived Consequence Personal Innovativeness Behavioral Control Subjective Norms Attitudes Intention Hasil Model Struktural Hasil dari model struktural mengindikasikan bahwa model cocok dengan data. Terlihat bahwa perceived consequences tidak memberikan pengaruh terhadap intention dimana nilai t-value dibawah nilai t-tabel yaitu -0.55 (t-tabel 1.96), sehingga data tidak mendukung H1. Perceived consequences memberikan pengaruh terhadap attitudes yaitu sebesar 3.01, sehingga data mendukung H2. Attitudes tidak memberikan pengaruh terhadap intention dimana nilainya sebesar 0.31, sehingga data tidak mendukung H3.
CR ≥ 0.7
VE ≥ 0.5
0.822 0.73 0.78 0.81 0.89 0.78
0.54 0.41 0.48 0.59 0.66 0.55
Kesimpulan Reliabilitas Baik Cukup Baik Cukup Baik Baik Baik Baik
Personal Innovativeness tidak memberikan pengaruh terhadap intention dimana nilainya sebesar 0.8, sehingga data tidak mendukung H4. Personal Innovativeness memberikan pengaruh terhadap attitudes dimana nilainya sebesar 6.43, sehingga data mendukung H5. Subjective norm tidak memberikan pengaruh terhadap intention dimana nilainya sebesar 0.46, sehingga data tidak mendukung H6. Behavioral control memberikan pengaruh terhadap intention dimana nilainya sebesar 3.36, sehingga data mendukung H7.
Tabel 4.4 Hasil Analisis Model Struktural. Hipotesis
Path
Estimasi
Nilai t-value
Nilai t-tabel
Kesimpulan Data tidak mendukung H1
1
Perceived Consequence → Intention
-0.11
-0.55
1.96
2
Perceived Consequence → Attitudes
0.28
3.01
1.96
3
Attitudes → Intention
0.10
0.31
1.96
Data mendukung H2 Data tidak mendukung H3
Ultima Management Vol 5. No.1. Juni 2013
Indra Cahya
4
Personal Innovativeness → Intention
0.26
0.80
1.96
5
Personal Innovativeness → Attitudes
0.73
6.43
1.96
6
Subjective Norms → Intention
0.07
0.46
1.96
7
Behavioral Control → Intention
0.62
3.36
1.96
V. Kesimpulan & Saran Pada penelitian ini hasil intention dipengaruhi oleh behavioral control, hal ini membuktikan bahwa seseorang membeli item cash hanya didasarkan bahwa ia memang bisa memainkan game online tersebut atau mengakses game online maupun item mall tanpa halangan, sehingga muncul intention pembelian terhadap produk virtual. Dari hasil tersebut dapat memberikan masukan bagi publisher game online, berupa alternatif strategi pendekatan untuk bisa memberikan gamers kenyamanan saat bermain game online. Alternatif pendekatan yang bisa dilakukan antara lain dari sisi peningkatan keamanan sistem game online itu sendiri agar dapat meningkatkan pengaruh perceived consequence terhadap attitudes, walaupun hasil penelitian perceived consequence memiliki pengaruh terhadap attitudes dan attitudes tidak memiliki pengaruh terhadap intention, tetapi menurut peneliti hal ini tetap penting untuk diperhatikan dimana berdasarkan penelitian Kaburuan et al. (2011) dan Limayem et al. (2000), adanya pengaruh attitudes terhadap intention. Bahwa sikap seseorang dalam melakukan perilaku belanja online dibentuk atas suatu pemikiran terhadap konsekuensi yang dirasakan atas perilaku tersebut, sehingga untuk meningkatkan perceived consequence terhadap attitudes, akan ada beberapa implikasi yang dapat membantu meningkatan keamanan dalam game online hal ini merupakan hal yang penting agar konsumen bisa lebih nyaman dalam
55
Data tidak mendukung H4 Data mendukung H5 Data tidak mendukung H6 Data mendukung H7
bermain game online dan melakukan pembelian produk item cash tanpa harus khawatir dengan ancaman hacker dalam dunia online. Alternatif pendekatan berikutnya mengarah kepada penyesuaian tingkat kesulitan dalam game online untuk meningkatkan tantangan bagi gamers, sehingga tentunya dapat meningkatkan pengaruh personal innovativeness terhadap attitudes dimana sikap ini nantinya lebih mengarahkan konsumen menjadi pribadi yang inovatif, walaupun hasil penelitian personal innovativeness memiliki pengaruh terhadap attitudes dan attitudes tidak memiliki pengaruh terhadap intention, tetapi menurut peneliti hal ini tetap penting untuk diberikan implikasi dimana berdasarkan penelitian Kaburuan et al. (2011) dan Limayem et al. (2000), adanya pengaruh attitudes terhadap intention. Bahwa sikap seseorang dalam melakukan perilaku belanja online dibentuk tidak hanya atas suatu pemikiran terhadap konsekuensi yang dirasakan tetapi juga dibentuk atas tingkat inovatif dalam diri mereka untuk memiliki keterbukaan dalam mengadopsi teknologi dan menjadi seorang innovators, sehingga untuk meningkatkan personal innovativeness terhadap attitudes, perlunya beberapa implikasi yang dapat meningkatkan pribadi inovatif seseorang yang akan disebutkan dan dijelaskan di bawah. Alternatif pendekatan berikutnya untuk meningkatkan pengaruh behavioral control terhadap intention pembelian item cash, maka perlu diperhatikan sistem game
Ultima Management Vol 5. No.1. Juni 2013
56
Identifikasi Pengaruh Theory of Planned Behavior Terhadap Intention Pembelian Produk Virtual Pada Game Online
online dan item mall yang baik guna meningkatkan kenyamanan bermain dan pemahaman gamers terhadap game online yang ia mainkan. Hal ini tentunya akan membantu gamers untuk lebih mudah dalam menavigasikan game online yang ia mainkan. Beberapa pendekatan yang dapat digunakan untuk meningkatkan keamanan game online agar dapat meningkatkan pengaruh perceived consequence terhadap attitudes, antara lain: 1. Agar game online tidak mudah di hack, perlu adanya pemasangan program game guard atau program anti hack. 2. Perlu adanya peningkatan keamanan avatar gamers, peningkatan kemananan itu dapat berupa pemasangan password atau PIN. 3. Untuk menghindari penyalahgunaan data pribadi konsumen, saat memasukan datadata pribadi untuk pembuatan account, tidak perlu banyak pertanyaan. Cukup pertanyaan yang penting saja. 4. Adanya User Agreement yang baik dan menguntungkan kedua belah pihak, tidak hanya konsumen yang harus mematuhi regulasi publisher game online, tetapi publisher game online-pun harus mematuhi suatu regulasi yang dibuat untuk meningkatkan tanggung jawab publisher game online. 5. Respon customer service dalam menanggapi konsumen yang terkena masalah dengan kasus keamanan perlu ditingkatkan juga. 6. Penerapan sistem auto-logout. Sistem ini digunakan untuk menghindari username ID atau password yang masih login atau yang telah ditinggalkan user-nya karena ia lupa untuk logout.
7. Auto clear cache and cookies. Digunakan untuk secara otomatis menghapus cookies atau data file yang ditulis ke dalam hard disk komputer oleh server yang digunakan untuk mengidentifikasi diri user pada situs atau game online tersebut. Pendekatan kedua yang dapat digunakan untuk meningkatkan tantangan bagi gamers dalam game online hal ini guna untuk meningkatkan pengaruh personal innovativeness terhadap attitudes, antara lain: 1. Penyelenggaraan event-event virtual. Seperti, memburu bos monster yang tingkat kesulitannya cukup tinggi. 2. Variasi produk virtual tentunya perlu ditingkatkan juga, hal ini akan meningkatkan rasa penasaran akan fungsi produk-produk virtual. Selain itu dengan banyaknya variasi maka akan meningkatkan kreatifitas bagi gamers dalam menyelesaikan suatu misi tantangan event virtual. 3. Trial test system, sebaiknya produk item cash diberikan kesempatan untuk dicoba sebelum dibeli konsumen dalam periode singkat, hal ini tentu akan memberikan kesempatan bagi konsumen merasakan fungsi dari produk item cash tersebut. 4. Dalam suatu periode, sebaiknya diadakan penjualan item cash yang limited edition dan produk tersebut memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap game online, avatar gamers, ataupun penyelesaian misi event virtual. Dengan adanya produk limited edition akan meningkatkan rasa kebutuhan akan item tersebut sehingga gamers memiliki ambisius yang besar untuk menyelesaikan masalah Ultima Management Vol 5. No.1. Juni 2013
Indra Cahya
dalam game online yang dihadapinya. 5. Tingkat kesulitan peningkatan level avatar, sebaiknya muncul ketika level avatar diatas 70% dari level maksimum, alasan mengapa sebaiknya diatas 70% dikarenakan dibawah 70%, gamers perlu untuk menyesuaikan diri dan memahami fungsi game, serta mempelajari seluk beluk game online yang ia mainkan. Setelah diatas 70%, pengingkatan level akan menjadi sulit, sehingga untuk bisa mempercepat kenaikan level perlu dibantu dengan fungsi dari item cash. Pendekatan ketiga dapat digunakan untuk meningkatkan sistem game online dan item mall, sehingga dapat meningkatkan pengaruh behavioral control terhadap intention pembelian produk item cash dalam game online, hal ini menjadi penting bagi publisher game online untuk bisa meningkatkan penjualan item cash-nya. Dalam hal ini publisher game online tentunya perlu untuk meningkatkan juga pemahaman dan kemampuan gamers dalam menavigasikan game online yang ia mainkan, dengan cara: 1. Gameplay yang baik akan mendukung penyesuaian tingkat kesulitan dalam game online, sebaiknya suatu game online diberikan kemudahan pada tingkat ketika avatar gamers masih di bawah 70% level maksimum. Sehingga gamers akan lebih mudah memahami game online yang dimainkannya. Ketika sudah diatas 70% level maksimum, tingkat kesulitan gameplay perlu ditingkatkan karena bila tidak ditingkatkan, gamers akan merasa bosan dengan game karena terlalu mudah untuk dimainkan.
57
2. Dalam gameplay game online, tidak semua orang memiliki kemampuan untuk menangkap maksud dan pembelajaran mengenai segala hal yang ada di game tersebut, terkadang publisher game online juga bertemu dengan orang-orang yang memiliki kurangnya pemahaman cara bermain game online pada game online yang ia coba mainkan, sehingga setiap game sekarang pasti ada yang namanya guide atau petunjuk untuk membantu orangorang awam dalam dunia game untuk bisa beradaptasi dan belajar mengenai game tersebut. 3. Publisher game online juga perlu memperhatikan bahwa setiap item cash lebih baik diberikan deskripsi fungsi dan cara penggunaan yang jelas agar memudahkan gamers dalam memahami item cash tersebut. 4. Kecepatan loading atau pemuatan halaman / jendela item mall pada game online perlu memiliki sistem yang baik dan cepat agar bisa diakses dengan mudah oleh konsumen, publisher game online perlu juga memperhatikan traffic item mall, agar mencegah lagging ketika banyak konsumen dalam jumlah yang besar secara bersamaan yang mengakses item mall, hal ini perlu dilakukan demi menjaga kenyaman bermain game online gamers. 5. Tidak hanya loading atau pemuatan halaman / jendela item mall yang harus dijaga agar tidak terjadi lagging, lagging juga dapat terjadi ketika banyak gamers dalam jumlah yang besar secara bersamaan masuk ke dalam game online (login), hal ini biasanya terjadi ketika kondisi setelah maintenance game online, bila hal Ultima Management Vol 5. No.1. Juni 2013
58
Identifikasi Pengaruh Theory of Planned Behavior Terhadap Intention Pembelian Produk Virtual Pada Game Online
ini tidak diperhatikan tidak hanya lagging yang bisa terjadi, hal yang parah adalah server game akan down, bila server down gamers akan mengalami kekecewaan terhadap publisher game online yang. Untuk menghindari ini sebaiknya publisher game online memilih jadwal maintenance yang baik saat dimana jumlah pengakses game online dalam jumlah yang lebih sedikit dari waktu biasanya, selain itu kapasitas server perlu diperhatikan sehingga tidak terjadi lagging atau overload server yang bisa menyebabkan server down. 6. Dalam pembelian item cash, proses traksaksi merupakan hal yang paling penting, bila proses traksaksi mengalami delay akan menyebabkan kecemasan bagi konsumen saat melakukan pembayaran, karena konsumen telah membayar tetapi belum mendapatkan produk yang dibelinya. Untuk mengatasi hal ini sebaiknya publisher game online memantau traffic dan memantau setiap aktifitas pembayaran dan pembelian produk virtual. 7. Peningkatan sistem transaksi payment tidak hanya harus dari sistem game online atau perusahaannya saja, sistem payment yang bagus juga dapat dilakukan dengan meningkatkan variasi metode pembayaran, Caranya yaitu lewat pihak ketiga, pihak ketiga tersebut adalah perusahaan-perusahaan yang bergerak dibidang virtual payment. VI. Referensi Blackwell, Roger D., Paul W. Miniard., & James F. Engel. 2005. Consumer Behavior. Singapore: Thomson South Western.
Hadoyo, Eric Edgar. 2011. “Perkembangan Game Online”. Dalam http://www.duniaku.net/2011/03/08/ mari-tengok-game-online-indonesia/ (diakses 14 Desember 2012). Hair, Joseph F., William C. Black., Barry J. Babin., Rolph Anderson., & Ronald L. Tatham. 2006. Multivariate Data Analysis. New Jersey: Pearson Prentice Hall International. Kaburuan, Emil R., Chien-Hsu Chen., & Tay-Sheng Jeng. 2011. Identifying Users’ Behavioral On Purchasing Virtual Items. Researchers World, 2, 1-11. Limayem, Moez., Mohamed Khalifa., & Anissa Frini. 2000. What Makes Consumers Buy from Internet? A Longitudinal Study of Online Shopping. IEEE Transactions on System, Man, and Cybernetics—Part A: System and Humans, 30 (4), 421432. Pang, Min Y. 2012. “Indonesia Online Game Market 2011”. Dalam http:// slideshare.net/MinYPang/indonesiaonline-game-market2011#btnPrevious (diakses 14 Desember 2012). Parveen, Farzana. & Ainin Sulaiman. 2008. Technology Complexity, Personal Innovativeness and Intention to Use Wireless Internet Using Mobile Devices In Malaysia. International Review of Business Research Papers, 4 (5), 1-10. Sommer, Lutz. & Albstadt-Sigmaringen. 2011. The Theory of Planned Behavior and The Impact of Past Behavior. International Business & Ultima Management Vol 5. No.1. Juni 2013
Indra Cahya
59
Economic Research Journal, 10 (1), 91-110. Valentino. 2012. “Transaksi Barang ‘Virtual’ Game Online, Pemain pun Ikut Berbinis dan Menikmati Keuntungan”. Dalam http://teknologi.kompasiana.com/inte rnet/2012/02/20/transaksi-barang%E2%80%98virtual-game-onlinepemain-pun-ikut-berbisnis-danmenikmati-keuntungan (diakses 14 Desember 2012). Wijanto, Setyo Hari. 2008. Structural Equation Modeling dengan Lisrel 8.8.
Ultima Management Vol 5. No.1. Juni 2013